BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
|
|
- Farida Hermawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi dan Fungsi Peritoneum Peritoneum merupakan selapis sel mesotelium komplek dengan membran basalis yang ditopang oleh jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah. Peritoneum terdiri dari peritoneum parietal yang melapisi dinding bagian dalam rongga abdomen, diafragma dan organ retroperitoneum dan peritoneum visceral yang melapisi seluruh permukaan organ dalam abdomen. Luas total peritoneum lebih kurang 1,8 m 2. Setengahnya (±1) m 2 berfungsi sebagai membran semipermeabel terhadap air, elektrolit, serta makro dan mikro molekul. (Cheong, 2001) Fungsi utama peritoneum adalah menjaga keutuhan atau integritas organ intraperitoneum. Normal terdapat 50 ml cairan bebas dalam rongga peritoneum, yang memelihara permukaan peritoneum tetap licin. (Zhang, 2011) 2.2. Definisi Adhesi peritoneal adalah pembentukan jaringan ikat patologis antara omentum, usus dan dinding perut. Perlengketan ini dapat berupa jaringan ikat tipis seperti film, jaringan fibrosis yang tebal mengandung pembuluh darah dan jaringan saraf, atau perlengketan langsung antara dua permukaan organ (Binda, 2009). Menurut etiologinya, adhesi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bawaan atau didapat sebagai reaksi post inflamasi atau pasca operasi yang merupakan kasus terbanyak. (Binda, 2004; Schoman, 2009) Di antara pembentukan adhesi pasca operasi, dapat dibedakan atas tiga proses: adhesion formation (perlekatan terbentuk pada tempat operatif); de novo ahesion formation (perlekatan terbentuk tidak pada tempat operatif), dan adhesion reformation (adhesi yang terbentuk setelah pembebasan adhesi sebelumnya). Diamond dkk membedakan pembentukan adesi peritoneal menjadi 2 tipe (Arung, 2011). Tipe 1 atau de novo adhesion formation dimana adhesi terbentuk pada lokasi yang sebelumnya tidak ada dijumpa adhesi, termasuk tipe 1A (tidak ada prosedur operasi sebelumnya di tempat adhesi) dan tipe 1B (ada prosedur operasi sebelumnya di tempat adhesi). Tipe 2 adalah pembentukan adhesi kembali dimana
2 dibagi lagi menjadi 2 sub tipe; tipe 2A (tidak ada prosedur operasi di lokasi adhesi selain adhesiolisis) dan tipe 2B (terdapat prosedur operasi lainnya di lokasi adhesi selain adhesiolisis). (Arung, 2011) 2.3. Etiologi Banyak faktor yang dapat menimbulkan adhesi pasca laparotomi, antara lain; infeksi intrabdominal (peritonitis, endometriosis, apendisitis akut, divertikulitis, penyakit crohn s, kolesistitis, penyakit radang pelvis ( PID), abses intraabdomen dan abses hati), trauma (abrasi atau tindakan operasi yang kasar), cedera panas (kauterisasi, paparan lampu operasi), iskemia (termasuk jahitan yang tegang, tebal dan kasar, kauterisasi, kekeringan serosa, devaskulerisasi), paparan benda-benda asing seperti bubuk tepung dari sarung tangan, atau potongan benang. (Schonman, 2009) Sebagian besar adhesi peritoneal disebabkan oleh prosedur pembedahan didalam rongga peritoneal (Corona, 2011). Prevalensi kejadian adhesi peritoneal pasca tindakan operasi intra abdominal antara 63% -97% (Cheong, 2001; Bates, 2011). Secara keseluruhan, sekitar sepertiga dari pasien yang menjalani operasi bedah terbuka pada perut atau panggul datang kembali ke pusat rawatan rata-rata dua kali dalam 10 tahun diakibatkan oleh kondisi yang berhubungan dengan komplikasi adhesi peritoneal. Lebih dari 20 % penderita datang kembali ke pusat kesehatan pada tahun pertama setelah operasi awal, dan 4,5% dari pasien tersebut akibat obstruksi adhesi usus halus. (Shou-Chuan, 2003) Pembedahan kolorektal merupakan jenis operasi yang paling banyak menyebabkan adhesi peritoneal. Obstruksi usus halus adalah komplikasi yang paling umum dari adhesi peritoneal (Fang, 2010; Pismensky, 2011; Cheong, 2001; Bates, 2011). Pada Westminster Hospital (London, Inggris) obstruksi usus menyumbang 0,9% dari seluruh rawatan. Sebuah survei di Inggris 1992 melaporkan jumlah kasus obstruksi adhesi usus halus tahunan mencapai Pada tahun 1988 di Amerika Serikat, kasus rawatan untuk adhesiolisis menyumbang hampir rawatan (Kamel, 2010). Semua studi ini menunjukkan bahwa obstruksi adhesi usus halus adalah masalah kesehatan yang signifikan baik di negara maju dan berkembang. (Ikechebelu, 2010)
3 2.4. Patofisiologi Pembentukan Adhesi Respon Trauma Pada Peritoneum Trauma pada jaringan mesothelium peritoneum menimbulkan reaksi inflamasi sebagai respon tubuh. Di tingkat selular, dilepaskan prostaglandin dan diaktifkan komponen inflamasi seperti netrofil, makrofag, sel mast, basofil, platelet, sel endothelial limfosit dan leukosit. Sel mast melepaskan mediator inflamasi berupa histamin, serotonin, enzim lisosom, faktor kemotaksis, dan sitokin serta metabolit oksigen reaktif untuk membunuh bakteri, mengeliminir benda asing dan memperbaiki fungsi tubuh baik secara anatomi dan fisiologi. (Arung, 2011) Histamin menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah peritoneum menghasilkan transudasi yang kaya fibrinogen ke dalam rongga peritoneum, dan menyebabkan netrofil memasuki daerah luka. Fungsi utama sel netrofil adalah fagositosis, menghancurkan bakteri dan membantu membersihkan jaringan yang mati. Infiltrasi sel netrofil mencapai puncaknya setelah 24 jam dan secara perlahan digantikan oleh monosit. Monosit selanjutnya berubah menjadi makrofag yang akan melanjutkan penghancuran bakteri dan debrideman luka. (Arung, 2011; Mahdy, 2008) Makrofag mensekresikan Transforming Growth Factor Beta (TGF β) yang merangsang proliferasi fibroblast dan regulasi sel mesotelium untuk menghasilkan fibrin. Pada hari kedua makrofag akan membentuk lapisan pada peritoneum yang mengalami trauma. Deposit fibrin akan terbentuk antara 48 sampai 72 jam pascalaparotomi. Pada hari ketiga dan keempat terjadi infiltrasi dan proliferasi sel fibroblast. Pada saat ini juga terjadi proliferasi sel endotel pada proses neovaskulerisasi, proses re-epitelisasi jaringan peritoneum. (Arung, 2011; Liakakos, 2001) Fibrinolisis dimulai minimal tiga hari setelah trauma dan meningkat pesat pada hari kedelapan setelah regenerasi sel mesotelium secara komplek. Bila proses fibrinolisis berlangsung normal maka pada hari keempat dan kelima sel mesotelium akan tumbuh di sepanjang garis luka dan menutupi kerusakan secara total. Mulai hari ke lima dan keenam jumlah makrofag akan menurun dan pada
4 hari ke delapan sel mesotelium akan menutupi luka dan beregenerasi secara komplek. (Emre, 2009; Cahill, 2008) Seluruh permukaan peritoneum yang mengalami trauma akan mengalami reepitelisasi secara simultan sehingga defek peritoneum baik besar maupun kecil akan sembuh secara sempurna dengan sama cepat. Berbeda pada kulit, proses penyembuhan terjadi secara sentripetal dari pinggir. (Jomezadeh, 2012; Binda, 2004) Mekanisme Terjadinya Adhesi Cedera pada peritonium menyebabkan terjadinya peningkatan permiabilitas pembuluh darah pada area tersebut, hal ini menyebabkan terjadinya eksudasi dari sel-sel inflamasi yang mengawali terbentuknya matrik fibrin, yang menghubungkan kedua permukaan peritoneal yang cedera. (Cahill, 2008) Setelah terjadinya pembentukan jaringan ikat fibrin, fibrinolisis akan memecah jaringan ikat tersebut. Bila sistem fibrinolisis tersebut gagal dalam melisis jaringan ikat tersebut maka akan terbentuk jaringan ikat yang persisten. (Bates, 2011) Secara normal penyembuhan luka terjadi tanpa adanya pembentukan adhesi. Kerusakan jaringan akan diikuti dengan pembentukan fibrin. Tromboplastin, protrombin dan trombin akan mengaktifasi fibrinogen menjadi fibrin. Bekuan platelet yang berasal dari agregasi platelet bersama dengan bekuan fibrin membentuk jaringan fibrin. (Aysan, 2012) Banyak studi eksperimental telah membuktikan bahwa berbagai bentuk cedera pada mesothelium secara nyata menurunkan potensi fibrinolisis. Whitaker dkk, menunjukkan bahwa kultur murni sel mesothelium memiliki kemampuan fibrinolisis. Didukung suatu studi Antibodi Inhibisi dan Antigenik Immunoassays yang menjelaskan bahwa tissue Plasminogen Activator (tpa) adalah plasminogen aktivator utama pada biopsi peritoneal manusia, yang merangsang lisisnya fibrin dan mencegah perlekatan serosa. (Cohen, 2007) Namun, selama periode awal setelah pembedahan terjadi proses iskemia dan inflamasi, hal ini menyebabkan Plasminogen Activator Activity (PAA) menghilang ini terutama dikaitkan dengan peningkatan dramatis Plasminogen
5 Activator inhibitor (PAI) dalam peritoneum yang cedera. Pengamatan pada sel menunjukkan PAI dihasilkan oleh mrna hibridisasi. Studi-studi ini menegaskan bahwa mesothelium memainkan peran penting dalam penghambatan fibrinolisis peritoneum akibat cedera. (Cohen, 2007) PERITONEAL INJURY Inflamation - Increase proteins, cytokines - Increases cells (macrophages,platelets, lymphocytes, mesothelials) Fibrinogen Fibrin Blood vessel Wall end mesothelium Cells Damages Prothrombin Thrombin tpa upa Plasminogen PAI-1 PAI-2 PAI-1 PAI-2 TIMPs Fibrin in growth (Fibroblasts, collagen synthesis) tpa upa Plasmin Pr-MMPs MMPs ECM Degradation products Capillaires ingrowth Fibrin degrafation products Normal healing Adhesion Normal healing (Peritoneal repair) Gambar 2.1: Keseimbangan antara plasminogen aktivator dan plasminogen inhibitor terhadap pembentukan adhesi peritonium Terganggunya proses fibrinolisis maka makrofag akan bertahan dan fibroblast berproliferasi. Dalam waktu lima hari jaringan fibrin yang terbentuk akan digantikan oleh sel fibroblast serta pembentukan pembuluh darah baru, akan membawa antiplasmin untuk melawan efek fibrinolisis dan mempertebal jaringan fibrosa untuk membentuk adhesi fibrosa yang permanen. (Aysan, 2012)
6 2.5. Usaha untuk Pencegahan Adhesi Intraperitoneum Beberapa bahan pencegahan terhadap adhesi peritoneal pasca operasi telah diselidiki. Bahan tersebut berperan dalam mengaktifkan fibrinolisis, menghambat koagulasi, mengurangi respon inflamasi, atau menciptakan barier antara permukaan luka yang berdekatan. Pencegahan terhadap terjadinya adhesi dibagi atas 4 kelompok utama; prinsip umum, teknik operasi, barir mekanik, dan dengan cairan atau bahan kimia tertentu. (Bates, 2011) Prinsip umum Beberapa hal dasar harus diaplikasikan untuk mencegah terjadinya adhesi peritonium pada saat intraoperatif, seperti menghindari diseksi peritonium yang tidak perlu, mencegah terjadinya kontaminasi isi saluran cerna atau cairan empedu, dan penggunaan sarung tangan bebas tepung. (Aysan, 2012) WS Halsted adalah ahli bedah pertama yang mengakui pentingnya langkah-langkah tersebut. Kerusakan peritoneal harus dihindari dengan penanganan yang hati-hati terhadap jaringan, hemostasis yang teliti, irigasi yang terus menerus dan menghindari jaringan terekspos, serta mencegah penjahitan atau penjepitan jaringan yang tidak perlu. Penggunaan bahan jahitan yang biokompatibel, instrumen atraumatik dan sarung tangan bebas tepung juga dianjurkan. Beberapa penelitian eksperimental telah menunjukkan bahwa penggunaan sarung tangan yang bertepung selama laparotomi mempunyai hubungan dengan peningkatan risiko adhesi peritoneal pasca operasi. Durasi operasi juga menentukan terhadap pembentukan adhesi peritoneal. Semakin singkat durasi operasi, semakin menurunkan adhesi pasca operasi. (Aysan, 2012) Teknik operasi Teknik operasi terbuka dibandingkan laparaskopi mempunyai peranan penting terhadap kejadian adhesi peritonium. Insiden adhesi peritonium pada operasi kholesistektomi terbuka sebesar 7.1%, dibandingkan dengan laparaskopi yang hanya 0,2%. Secara keseluruhan teknik operasi laparaskopi menurunkan angka kejadian adhesi peritonium. (Dubuissaon,2010)
7 2.5.3 Barir mekanik Secara teori, material inert dapat mencegah terjadinya adhesi antar kedua permukaan peritonium yang cedera. Banyak bahan biodegradable film ataupun gel yang telah digunakan secara experimental dengan tujuan untuk menurunkan angka kejadian adhesi. Hyaluronic acid/carboxymethylcellulosa adalah bahan yang paling sering digunakan pada saat ini, namun selain mahal, pada beberapa kasus diduga menyebabkan terjadinya peningkatan kebocoran anastomosis pada operasi penyambungan usus. (Siamond, 1998; Yang, 2012; Emre,2009) Barir mekanik baik cair atau padat dapat mencegah pembentukan adhesi peritoneal dengan mencegah kontak antara permukaan serosa yang rusak untuk beberapa hari (5-7 hari) kritis selama terjadinya re-epitelisasi. Barir mekanik yang ideal harus dapat terurai, aman, non-inflamasi, non-imunogenik, bertahan selama fase kritis mesotelisasi, bertahan pada tempat yang cedera tanpa jahitan atau staples, serta dapat dengan cepat dan mudah diterapkan. Barir mekanik tidak boleh mengganggu proses penyembuhan, menyebabkan infeksi, atau perlengketan. Pada saat ini barir mekanik dianggap sebagai terapi tambahan yang paling berguna untuk mengurangi pembentukan adhesi peritoneal pasca operasi. (Mahdy, 2008; Celepli, 2011; Jomezadeh, 2012) Cairan seperti kristaloid, dekstran, hyaluronic acid, asam hialuronat dan icodextrin telah digunakan untuk mencegah adhesi. Cairan tersebut memisahkan permukaan peritonium yang cedera tetapi efektivitasnya masih kontroversial. Kristaloid, seperti NaCl dan ringer laktat, meski digunakan dalam jumlah besar tetapi terlalu cepat diserap. Cairan yang paling umum digunakan adalah solusi hipertonik 32% dekstran 70, tetapi mulai ditinggalkan karena mempunyai komplikasi serius. Barir cairan lain yang memiliki kemampuan untuk tinggal lebih lama di dalam rongga perut, seperti asam hialuronat (Sepracoat, Genzyme Corporation, Cambridge, MA, Amerika Serikat), asam hialuronat (Intergel Hyalobarrier gel, Baxter, Pisa, Italia), dan icodextrin ( Adept,Baxter Healthcare Corporation, Deerfield, IL, Amerika Serikat) telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam studi eksperimental dan klinis. (Emre, 2009; Darmas, 2008; Mashhadi,2008)
8 Barir mekanik bioabsorbable yang paling ekstensif dipelajari adalah Seprafilm dan Interceed. Seprafilm diserap dalam waktu 7 hari dan dikeluarkan dari tubuh dalam waktu 28 hari. Percobaan terkontrol acak prospektif telah menunjukkan kemampuan Seprafilm dalam mengurangi insiden dan tingkat adhesi pasca operasi. Namun, Seprafilm dapat menyebabkan kegagalan anastomosis, sehingga tidak dapat diterapkan pada kasus anastomosis. (Darmas, 2008; Diamond, 1998) Zat kimia Zat cair dan bahan kimia tertentu secara teori lebih baik dalam menutupi daerah yang berpotensi untuk terjadinya adhesi dibandingkan barir mekanik. Namun demikian, penggunaan zat cair dan zat kimia tertentu masih perlu penelitian lebih lanjut. (Yang, 2010; Wang, 2010) Bahan kimia bekerja secara umum mencegah pembentukan fibrin dengan cara menghambat proliferasi fibroblastik. Banyak bahan yang digunakan untuk menghambat proliferasi seperti obat anti inflamasi non-steroid (OAINS), kortikosteroid, calcium channel blockers, antagonis histamin, antibiotik, bahan fibrinolitik, antikoagulan, antioksidan, hormon, dan vitamin. (Emre, 2009) Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) mengurangi perlengketan peritoneal pada beberapa model hewan melalui penghambatan sintesis prostaglandin dan tromboksan. OAINS menurunkan permeabilitas pembuluh darah, inhibitor plasmin, agregasi platelet, dan koagulasi dan juga meningkatkan fungsi makrofag. Rodgers dkk telah menunjukkan bahwa pemberian obat antiinflamasi postoperasi pada lokasi cedera mengurangi pembentukan adhesi pasca operasi pada hewan coba. Hewan coba tikus telah digunakan untuk menyelidiki Nimesulide, suatu selektif siklooksigenase-2 inhibitor dalam mencegah terjadinya pembentukan adhesi. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa pemberian injeksi intramuskular sebelum operasi dan pemberian nimesulide pasca operasi secara intraperitoneal ke tempat yang cedera dapat mengurangi pembentukan adhesi pasca operasi. (Emre, 2009) Pemberian kortikosteroid mengurangi permeabilitas pembuluh darah dan pembebasan sitokin dan faktor kemotaktik dan mengurangi pembentukan adhesi peritoneal pada beberapa model hewan coba. Namun, kortikosteroid memiliki
9 efek samping, seperti imunosupresi dan memperpanjang penyembuhan luka. Kirdak telah menyelidiki efektivitas dosis yang berbeda metilprednisolon dalam mencegah perlengketan peritoneal pada tikus. Mereka menemukan bahwa pemberian topikal metilprednisolon dalam dosis yang berbeda tidak memberikan perbedaan efektivitas dalam mencegah pembentukan adhesi peritoneal, dan lebih jauh lagi steroid tidak dapat mencegah terjadinya adhesi peritoneal. (Celepli, 2011) Pemberian Hormon dapat mencegah pembentukan adhesi pada hewan coba, tetapi beberapa studi belum dapat mengkonfirmasi efektivitas ini pada manusia. Progesteron dilaporkan memiliki efek imunosupresif, anti-inflamasi, dan dapat mencegah pembentukan adhesi. Namun, Confino telah menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan secara keseluruhan dalam kejadian pembentukan adhesi pada kelinci yang diberikan hormon progesteron. (Cohen, 2007) Penggunaan antikoagulan untuk mencegah pembentukan adhesi peritoneal telah banyak dilaporkan dalam literatur. Banyak molekul telah digunakan, seperti heparin atau dicumarol, yang mencegah adhesi dengan meningkatkan fibrinolisis akibat aktivitas esterase serin. Heparin adalah antikoagulan yang paling banyak diteliti digunakan untuk pencegahan adhesi. Namun, keberhasilan dalam mengurangi pembentukan adhesi belum terbukti dalam uji klinis. (Yang, 2010) Bahan fibrinolitik seperti rekombinan TPA, telah mengurangi perlengketan pada hewan coba yang diberikan secara lokal. Namun, bahan-bahan fibrinolitik dapat menyebabkan komplikasi perdarahan. (Yang, 2010) Beberapa antibiotik biasanya digunakan untuk profilaksis terhadap infeksi pasca operasi dan pembentukan adhesi. penelitian lain telah menunjukkan bahwa aplikasi intra-abdomen menyebabkan pembentukan adhesi. Sortini telah menunjukkan bahwa antibiotik menyebabkan pembentukan adhesi yang lebih besar dibandingkan dengan saline. antibiotik dalam solusi irigasi intraperitoneal telah terbukti meningkatkan pembentukan adhesi peritoneal dalam hewan coba tikus, dan tidak direkomendasikan sebagai bahan tunggal untuk pencegahan adhesi. (Zhang, 2011; Mahdy, 2008)
10 Vitamin E merupakan vitamin yang paling banyak dipelajari dalam pencegahan adhesi. penelitian In vitro telah menunjukkan bahwa vitamin E memiliki antioksidan, anti-inflamasi, antikoagulan dan antifibroblastik. Corrales et al telah menunjukkan bahwa vitamin E, yang diberikan,secara intraperitoneal sama efektifnya dengan membran karboksimetilselulosa dalam mencegah adhesi pasca operasi. Sebaliknya, efek yang sama belum tercapai setelah pemberian intramuskular. Dengan demikian, pemberian vitamin E intraperitoneal mungkin dianjurkan untuk mencegah pembentukan adhesi. (Darmas, 2008) Satu studi telah dilakukan untuk menjelaskan efek dari konsentrasi yang berbeda metilen biru pada proses pembentukan adhesi peritoneal dan untuk menentukan dosis minimum yang efektif dapat mencegah pembentukan adhesi seperti pada hewan coba tikus. Disimpulkan bahwa metilen biru 1% memiliki potensi terbaik anti adhesi. Pemberian anestesi lokal meskipun mekanismenya tidak jelas, dilaporkan memiliki efek anti-inflamasi, seperti yang ditunjukkan dalam beberapa studi hewan coba. anestesi lokal mengaktifkan sistem fibrinolitik, mengurangi faktor VIII, plasminogen dan konsentrasi α2-antiplasmin, dan menghambat agregasi trombosit. beberapa studi telah menunjukkan bahwa pemberian intraperitoneal lidokain dan prilocaine dapat menghambat pembentukan adhesi peritoneal pasca operasi tanpa menghambat proses penyembuhan luka pada hewan coba tikus. (Mahdy, 2008) Studi lain telah meneliti penggunaan terapi gen untuk pencegahan adhesi pasca operasi. Hepatocyte growth factor (HGF) dapat menghambat deposisi kolagen dan bersifat fibrinolitik. penggunaan terapi gen sebagai bahan pencegahan terhadap adhesi peritoneal masih perlu evaluasi yang lebih luas sebelum uji klinis. (Arung, 2011) 2.6 Hipotermia Beberapa penelitian telah membuktikan pengaruh suhu terhadap pembentukan adhesi peritoneal. Binda melakukan percobaan dengan hewan coba tikus dengan membat model laparaskopi dimana dengan menurunkan suhu gas CO 2 yang digunakan menjadi 21 o menurunkan kejadian adhesi peritonium dibandingkan pada suhu 37 o C. (Binda, 2006; Binda, 2009)
11 Fang melakukan penelitian dengan menggunakan infus peritoneal salin dingin dan mendapatkan penurunan adhesi peritonium. Penurunan kejadian pembentukan adhesi peritonium dengan menggunakan salin dingin diduga melalui empat kemungkinan mekanisme : (1) menurunkan derajat inflamasi, (2) menekan mediator inflamasi yang dapat meningkatkan produksi fibrin, (3) memisahkan secara barir mekanik pada usus kecil, dan (4) menghilangkan fibrin dari permukaan serosa sehingga mengurangi pembentukan adhesi. (Fang, 2010) Secara patofiologi, hipotermia melindungi jaringan dan sel setelah hipoksia karena menurunkan konsumsi oksigen oleh sel. Hipotermia memperlambat pemecahan glukosa, phosphocreatine dan ATP dan pembentukan laktat dan fosfat anorganik. Pembentukan adhesi peritoneum dianggap sebagai proses cedera reperfusi akibat iskemik. Hipotermia mengurangi infiltrasi sel-sel polimorfonuklear dan menurunkan produksi tumor necrosis factor-a, interleukin- 1b dan macrophage inflammatory protein-2 yang dianggap sebagai pemicu timbulnya adhesi peritonium. (Fang, 2010; Binda 2004)
BAB I PENDAHULUAN. kesakitan, infertilitas dan nyeri perut. Pengetahuan tentang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adhesi intraabdomen setelah operasi menyebabkan timbulnya beberapa hal seperti kesakitan, infertilitas dan nyeri perut. Pengetahuan tentang pathogenesis terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adhesi intraperitoneum paska laparotomi merupakan masalah bagi dokter
BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Adhesi intraperitoneum paska laparotomi merupakan masalah bagi dokter bedah. Adhesi menimbulkan morbiditas bagi pasien berupa obstruksi intestinal, sehingga sering
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..
BAB VI PEMBAHASAN Pembentukan adhesi intraperitoneum secara eksperimental dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu model iskemia, model perlukaan peritoneum, model cedera termal, dengan benda asing,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembentukan adhesi (Fang, 2010; Binda,2006; Binda,2009) laparotomi berkisar antara 67% hingga 93%. Adhesi peritonium merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adhesi peritonium merupakan suatu tantangan klinis penting dalam operasi gastrointestinal sebagai komplikasi dari iritasi peritonium baik karena infeksi ataupun trauma
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma
3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. viserale, maupun antara peritoneum visceral dengan parietal. 1 Adhesi tersebut
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI DAN KLASIFIKASI Adhesi intraperitoneum adalah perlengketan fibrosa (jaringan ikat) yang abnormal diantara permukaan peritoneum yang berdekatan, baik antar peritoneum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan
Lebih terperinciBAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi
BAB V HEMOSTASIS Definisi Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan karena trauma dan mencegah perdarahan spontan. Hemostasis juga menjaga darah tetap cair. Mekanisme hemostasis Jika
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adhesi peritoneal pasca operasi daerah abdomen dan pelvis adalah konsekuensi alamiah dari iritasi peritoneum oleh karena infeksi maupun trauma bedah serta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Adhesi Peritoneal Adhesi peritoneal adalah perlengketan abnormal antara permukaan peritoneum yang berdekatan, baik antara peritoneum viserale, maupun antara peritoneum
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 ANATOMI DAN FUNGSI PERITONEUM. Peritoneum merupakan selapis sel mesotelium komplek dengan membran basalis yang ditopang oleh jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah.
Lebih terperinciNONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)
NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Trombosit merupakan salah satu komponen sel darah yang tidak berinti dalam jumlah normal 150-450x10 9 sel/l. Ukuran sel ini bervariasi dengan rerata diameter 8-10 fl
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.
7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan jaringan ikat fibrosa, ditutupi epitel yang mengelilingi dan melekat ke gigi dan tulang alveolar dan meluas ke pertautan mukogingiva (Harty,2003).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. (Cohen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini disebabkan karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar, khususnya pada negara dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga mulut dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, prevalensi penyakit periodontal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka
Lebih terperinciMigrasi Lekosit dan Inflamasi
Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih menjadi masalah besar bagi dunia kesehatan. Biaya perawatan yang mahal, angka kematian dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas sel dan jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma (Fedi dkk., 2004). Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu dan kimia (Chandrasoma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan di bidang kedokteran juga semakin berkembang. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dimana pada suatu derajat sehingga memerlukan terapi pengganti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera saraf tepi merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pasca trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan maksilofasial
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan
I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).
Lebih terperinciMekanisme Pembekuan Darah
Mekanisme Pembekuan Darah Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen, memperkuat
Lebih terperinciDi seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adhesi peritoneal pasca operasi abdomen dan pelvis adalah konsekuensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adhesi peritoneal pasca operasi abdomen dan pelvis adalah konsekuensi alamiah dari iritasi peritoneum oleh karena infeksi maupun trauma bedah serta proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per 100.000 per tahun. 1 Sekitar 250.000 kejadian fraktur femur terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process merupakan proses alami yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini, tetapi proses penuaan setiap orang tidaklah sama, ada beberapa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur dibawahnya dari trauma mastikasi, dan mencegah masuknya mikroorganisme (Field dan Longman, 2003).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang hingga manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia tidak pernah lepas dari trauma, contohnya luka. Luka adalah rusaknya sebagian jaringan tubuh. Luka dapat disebabkan oleh trauma benda tajam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cepat. 15 Trauma atau cedera pada rongga perut akan memicu terbentuknya
cepat. 15 Trauma atau cedera pada rongga perut akan memicu terbentuknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adhesi intraperitoneal pasca prosedur operasi abdomen dan pelvis terjadi hampir pada
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hingga saat ini luka bakar masih dapat menjadi penyebab mortalitas dan morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health Organization
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses. Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Neutrofil
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian gel biji jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses penyembuhan luka gingiva.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang. masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Penyebab penyakit malaria ini adalah parasit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui. IBD terdiri dari
Lebih terperinciFAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS
FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan dan biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. 1 Saat barier rusak akibat ulkus, luka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang dilaksanakan di Poli Gigi dan Mulut Puskesmas. 1 Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan mengeluarkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar penyusun tubuh manusia yang memiliki berbagai fungsi penting, antara lain sebagai pengatur keluar masuknya air, pengatur suhu, pelindung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Berdasarkan penelitian epidemiologi, Word Healty Organitation (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes mellitus di atas umur 20 tahun berjumlah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara maupun zat buangan yang ada di dalam tubuh. Volume darah pada manusia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1 Pengertian darah Darah merupakan jaringan cair yang merupakan bagian terpenting dari sistem transportasi zat dalam tubuh. Darah berfungsi mengangkut semua nutrisi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hemostasis adalah proses yang mempertahankan integritas sistem peredaran darah setelah terjadi kerusakan vaskular. Dalam keadaan normal, dinding pembuluh darah yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan hal yang sering terjadi dan dapat mengenai semua orang di seluruh dunia, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Luka adalah kerusakan fisik yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang. rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu dalam bidang olahraga dan terjadinya penekanan lebih besar pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Regenerasi jaringan periodontal merupakan tujuan utama terapi periodontal (Uraz dkk., 2013). Salah satu tindakan terapi periodontal ialah bedah periodontal sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem hemostasis dalam upaya menjaga homeostasis tubuh terhadap terjadinya perdarahan atau trombosis. 1 Trombosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang. tidak dapat dipungkiri pada saat ini.
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri pada saat ini. Penemuan dan penelitian yang baru pun sangat dinantikan dan dibutuhkan manfaatnya.
Lebih terperinciKEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya permukaan kulit/mukosa yang menghasilkan perdarahan. Luka dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor fisik dan kimia. Terdapat beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingiva merupakan bagian mukosa oral yang menutupi prosesus alveolaris dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan gingiva
Lebih terperinciMENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS
MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke
Lebih terperinciUrutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
MEKANISME HEMOSTASIS Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi kronis berupa makroangiopati dan mikroangiopati yang paling sering kita jumpai diakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan pada usus besar dan rektum. Gangguan replikasi DNA di dalam sel-sel usus yang diakibatkan oleh inflamasi kronik dapat meningkatkan
Lebih terperinciKADAR KORTISOL, TISSUE PLASMINOGEN ACTIVATOR (tpa) SERTA DERAJAT ADHESI PASCA LAPAROSKOPI DAN LAPAROTOMI
KADAR KORTISOL, TISSUE PLASMINOGEN ACTIVATOR (tpa) SERTA DERAJAT ADHESI PASCA LAPAROSKOPI DAN LAPAROTOMI PENELITIAN EKSPERIMENTAL PADA KELINCI YANG DILAKUKAN ABRASI ILEUM CORTISOL LEVEL, TISSUE PLASMINOGEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan rusak atau hilangnya sebagian dari jaringan tubuh. Penyebab keadaan ini dapat terjadi karena adanya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kontributor utama terjadinya aterosklerosis. Diabetes mellitus merupakan suatu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 adalah insiden kardiovaskuler yang didasari oleh proses aterosklerosis. Peningkatan Agregasi
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi seluruh permukaan bagian tubuh. Fungsi utama kulit sebagai pelindung dari mikroorganisme,
Lebih terperinciserta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, meliputi empat fase, yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok
BAB III PEMBAHASAN Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok karena trauma tidak dikatakan sebagai syok hipovolemik, selain itu juga dalam penatalaksanaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi (Flaws dan Sionneau, 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan
Lebih terperinci