BAB II NILAI-NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II NILAI-NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM"

Transkripsi

1 BAB II NILAI-NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi 1. Pengertian Korupsi Kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus. Selanjutnya dikatakan bahwa corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah corruption, corrupt (Inggris), corruption (Perancis) dan corruptie/korruptie (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. 1 Suap dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah risywah yaitu pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim, pejabat atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan. Dalam arti luas, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk kepentingan pribadi. Intinya, perbuatan suap merupakan korupsi walau dalam 1 Nanang T Puspito, et al., Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2011), hlm

2 25 pengertian tersebut hanya dilakukan oleh satu orang yang bermasalah terhadap pemerintah. 2 Kartono sebagaimana dikutip oleh Agus Wibowo memandang korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan, guna mengambil keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Sementara itu KPK mendefinisikan korupsi sebagai semua penyalahgunaan penggunaan kewenangan yang menyebabkan kerugian negara dan oleh karena itu dianggap sebagai tindak pidana. Berdasarkan definis KPK tersebut, penyalahgunaan kewenangan berbentuk: a. Suap menyuap b. Penggelapan dalam jabatan c. Perbuatan pemerasan d. Perbuatan curang, dan e. Benturan kepentingan dalam pengadaan. Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa korupsi merupakan penyalahgunaan wewenang yang ada pada seseorang khususnya pejabat atau pegawai negeri, demi keuntungan pribadi, keluarga, rekanan, dan teman atau kelompoknya. Korupsi merupakan perilaku tercela sekaligus patut menjadai musuh bersama. Karena korupsi tidak saja menghambat pembangunan, tetapi juga merugikan negara, Muhamad Nurdin, Pendidikan Antikorupsi (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm.

3 26 merusak sendi-sendi kebersamaan, dan mengkhianati cita-cita perjuangan bangsa Konsep Pendidikan Antikorupsi Korupsi harus dihentikan dan dapat dimulai dengan gerakan memutus mata rantai korupsi sejak usia dini melalui pendidikan. Pendek kata, korupsi harus mulai diberantas dari akar-akarnya melalui pendidikan, khususnya pendidikan antikorupsi. Penerapan pembinaan antikorupsi pada jalur pendidikan sangat penting untuk diwujudkan, karena melalui pendidikan inilah berlangsung pembinaan terhadap generasi muda. Apabila satuan pendidikan dalam proses penyelenggaraan pendidikannya menanamkan dan membina sikap anti-korupsi maka akan melahirkan generasi yang dapat mengatakan TIDAK untuk korupsi. Sejak tahun 2012 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi membuat program pendidikan antikorupsi, dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Kemendikbud juga sudah menyusun modul untuk kurikulum antikorupsi. Adapun target Kemendikbud di mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan di sekolah dasar hingga ke tingkat perguruan tinggi. 4 3 Agus Wibowo, Pendidian Antikorupsi di Sekolah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm Agus Wibowo, Op.Cit., hlm. 34.

4 27 Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilainilai antikorupsi. Dalam proses tersebut, maka pendidikan anti korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif), namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif), dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik), terhadap penyimpangan perilaku korupsi Konsep Nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi Pendidikan pada hakekatnya suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus menerus. 6 Sedangkan, korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan. 7 5 Ibid., hlm Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), hlm Tim Penulis Buku Pendidikan Antikorupsi, Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Bagian Hukum Kepegawaian, 2011), hlm. 24.

5 28 Jadi, nilai-nilai pendidikan antikorupsi adalah nilai-nilai yang ditanamkan dalam pendidikan untuk membentuk dan membangun anak menjadi generasi yang antikorupsi melalui pendidikan. Sebagai bagian dari pendidikan karakter, pendidikan antikorupsi bukan merupakan bagian tersendiri dari pendidikan pada umumnya. Singkatnya, kurikulum pendidikan antikorupsi merupakan bagian dari kurikulum pendidikan itu sendiri. Dengan demikian, pihak sekolah, tidak perlu membuat kurikulum baru, tetapi cukup mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan antikorupsi dalam kurikulum yang sudah ada. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, terdapat nilai-nilai yang diinternalisasikan dalam pendidikan antikorupsi yaitu: 8 Tabel 1 Nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi No. Nilai Deskripsi 1. Kejujuran Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 2. Kepedulian Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 8 Op.cit., hlm. 44.

6 29 3. Kemandirian Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 4. Kedisiplinan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Tanggungjawab Tindakan yang menunjukkan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, hyang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa 6. Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta mneyelesaikan tugas dengan sebaikbaiknya. 7. Kesederhanaan Bersahaja, sikap dan perilakuyang tidak berlebihan, tidak banyak seluk beluknya, tidak banyak pernik, lugas, apa adanya, hemat, sesuai kebutuhan dan rendah hati. 8. Keberanian Mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi

7 30 bahaya, kesulitan, dan sebagainya. (tidak takut, gentar, kecut) dan pantang mundur. 9. Keadilan Sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak atau tidak pilih kasih, atau berpegang kepada kebenaran, sepatutnya, tidak sewenang-wenang, seimbang, netral, objektif, dan proporsional. Nilai-nilai pendidikan antikorupsi ini merupakan bagian dari pendidikan karakter. Tujuan akhir pendidikan antikorupsi adalah perilaku berdasarkan nilai-nilai positif yang diterapkan dalam lingkungan sosial kemasyarakatan. 9 Pendidikan antikorupsi memadukan KSVA, yaitu unsur pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), nilai (value), serta perilaku (attitude) yang dapat mempersiapkan siswa agar menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dalam setiap sikap dan perilkunya. Materi yang diangkat dalam pendidikan antikorupsi memusatkan diri pada 9 karakter, yaitu: 10 a. Tanggungjawab (merupakan nilai inti bagi siswa) b. Disiplin (merupakan nilai inti bagi siswa) c. Jujur (merupakan nilai inti bagi siswa) 9 David Wijaya, Pendidikan Antikorupsi untuk Sekolah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: Penerbit Indeks, 2014), hlm Ibid., hlm. 86

8 31 d. Sederhana (merupakan etos/gaya hidup yang harus dimiliki generasi penerus) e. Kerja keras (merupakan etos/gaya hidup yang harus dimiliki generasi penerus) f. Mandiri (merupakan etos/gaya hidup yang harus dimiliki generasi penerus) g. Adil (merupakan sikap kepada orang lain) h. Berani (merupakan sikap kepada orang lain) i. Peduli (merupakan sikap kepada orang lain) Dengan mengintegrasikan sembilan nilai antikorupsi ke dalam proses belajar siswa, diharapkan siswa mampu berkembang menjadi pribadi yang lebih baik dan pada akhirnya akan bersikap antikoruptif. Integrasi nilai-nilai antikorupsi ini tidak sebatas pada penyertaannya ke dalam mata pelajaran, tetapi perlu diberikan di seluruh jenjang pendidikan. Nilai-nilai antikorupsi hendaknya selalu direfleksikan ke dalam setiap proses pembelajaran, baik yang bersifat intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Tabel 3 dibawah ini menjelaskan indikator nilai-nilai pendidikan antikorupsi berdasarkan sembilan nilai antikorupsi Ibid., hlm. 87.

9 32 Tabel 2 Indikator Nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi Nilai-nilai Indikator Jujur Selalu berbicara dan berbuat sesuai dengan fakta (konsisten) Tidak melakukan perbuatan curang Tidak berbohong Tidak mengakui hak milik orang lain sebagai miliknya Disiplin Berkomitmen untuk selalu berperilaku konsisten dan berpegang teguh pada aturan yang ada dalam semjua kegiatan Tanggung jawab Selalu menyelesaikan pekerjaan atau tugas-tugas secara tuntas dengan hasil terbaik Kerja keras Selalu berupaya untuk menuntaskan suatu pekerjaan dengan hasil terbaik Menghindari perilaku instan jalan pintas) yang mengarah pada kecurangan Sederhana Selalu berpenampilan apa adanya, tidak berlebihan, tidak pamer, tidak ria Mandiri Selalu menuntaskan pekerjaan tanpa

10 33 mengandalkan bantuan dari orang lain Tidak menyuruh-nyuruh atau menggunakan kewenangannya untuk menyuruh orang lain terhadap sesuatu yang mampu dikerjakan sendiri Adil Selalu menghargai perbedaan Tidak pilih kasih Berani Berani jujur Berani menolak ajakan untuk berbuat curang Berani melaporkan adanya kecurangan Berani mengakui kesalahan Peduli Menjaga diri dan lingkungan agar tetap konsisten dengan aturan yang berlaku Selalu berusaha unutk menjadi teladan dalam menegakkan disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab bersama

11 34 B. Nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi dalam Pendidikan Agama Islam 1. Nilai-nilai Islami dalam Pendidikan Antikorupsi Nilai-nilai Islami pengembangan kurikulum pembelajaran pendidikan agama Islam bagi peserta didik, sengaja diambil intisarinya dari 99 sifat Allah yang terdapat dalam Al Quran yaitu asmaul husna, diantaranya: a. Nilai-nilai Islami dalam Kejujuran Kejujuran adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah (al Mukmin). Jujur berasal dari bahasa Arab, yaitu shiddiq, hadirnya suatu kekuatan yang dapat melepaskan dari sikap dusta atau tidak jujur, baik kepada Tuhannya, kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Jujur berarti berani menyatakan keyakinan pribadi menunjukkan siapa dirinya. Kejujuran adalah modal dasar dalam kehidupan bersama. Ketidakjujuran jelas akan menghancurkan komunitas bersama. Anak didik perlu belajar bahwa berlaku tidak jujur adalah sesuatu yang amat buruk. Kejujuran adalah prinsip etik yang paralel dengan agama sebagai antitesis terhadap kecurangan dan kemunafikan. Sekali lagi kejujuran itu sangat mahal harganya Muhammad Nurdin, Pendidikan Antikorupsi (Yogyakarta: Ar Ruzz Meida, 2014), hlm.

12 35 b. Nilai-nilai Islami dalam Tanggung Jawab dan Amanah Tanggung jawab adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah (al Wakiil). Dan amanah adalah segala sesuatu yang dipercayakan kepada manusia, baik yang menyangkut hak dirinya, hak orang lain maupun hak Allah. Dalam konteks ajaran Islam, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan, akuntabilitas, dan tanggung jawab. Orang yang telah melakukan tindakan korupsi sesungguhnya telah gagal memegang amanah dan sekaligus telah gagal dalam ujian kehidupan yang diberikan Allah kepadanya. 13 c. Nilai-nilai Islami dalam Mengutamakan Kerja Keras Mengutamakan kerja keras merupakan karakter seseorang yang lebih mengedepankan usaha yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan sesuatu daripada hanya berharap. Dengan memiliki karakter kerja keras, seseorang tidak akan dengan mudah terjerumus melakukan tindakan korupsi. Walaupun korupsi dapat dijalani dengan mudah, tetapi tentu ia mengandung risiko. Orang yang mengutamakan kerja keras akan selalu bekerja dengan benar lillahita ala, karena kerja keras merupakan etos kerja islami yang bernilai ibadah. Karakter kerja keras lahir dari kesadaran bahwa kehidupan di dunia ini sementara sifatnya, sebab ada hal yang lebih utama, yaitu kehidupan akhirat yang abadi. Inilah sebetulnya yang 13 Ibid., hlm. 47

13 36 harus ditanamkan kepada anak didik kita di sekolah maupun di rumah. 14 d. Nilai-nilai Islami dalam Kesabaran (sederhana) Sabar adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah (al Sabru). Membiasakan bersikap sabar untuk pertama kalinya memang terasa berat, tetapi dengan membiasakan secara kontinu dalam menahan godaan, maka lama kelamaan Insyaallah akan mampu melakukannya. Dan konsep sabar menjadi sangat dibutuhkan dan memiliki signifikansi yang cukup tinggi untuk membentengi diri dari kecenderungan menyimpang yakni melakukan tindakan korupsi. 15 e. Nilai-nilai Islami dalam Keadilan Adil adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah (al Adl). Adil dalam konteks pendidikan antikorupsi hendaknya setiap pelayan masyarakat berlaku adil kepada sesama dan tidak memandang dari penampilan. Semua harus dilayani dengan adil. Dalam konteks pendidikan di sekolah, hendaknya guru berlaku adil di antara anak didikanya, tidak cenderung kepada salah seorang diantara mereka. 16 f. Nilai-nilai Islami dalam Istiqamah (berani) 14 Ibid., hlm Ibid., hlm Ibid., hlm. 44. Istiqamah adalah bersikap teguh atau keteguhan berpegang kepada sesuatu yang diyakini kebenarannya, dan dia tidak mau

14 37 mengubah keyakinannya itu dalam keadaan bagaimanapun. Suatu proses pendidikan baru akan mencapai hasil optimal apabila telah mempertimbangkan aspek ini. Pendidikan Islam sebagai salah satu aspek perwujudan Islam, mengambil aspek istiqamah unutk menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dang gemar mnegamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan sesama manusia di dalam kehidupannya. Untuk mencapai fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, menuntut guru untuk melakukan proses pendidikan melalui istiqamah ini. 17 g. Nilai-nilai Islami dalam Ikhlas (peduli) Ikhlas artinya bersih, murni, dan tidak bercampur dengan yang lain. Sementara ikhlas menurut istilah adalah ketulusan hati dalam melaksanakan sesuatu amal yang baik, semata-mata karena Allah. Apabila pekerjaan dilakukan dengan ikhlas (tulus hati) tidak akan terasa berat, betapapun pekerjaan itu sangat sulit. Jadi, ikhlas ialah mengerjakan sesuatu dengan Lillah. Maksudnya, pertama karena Allah (Lam yang berarti sebab) dan kedua untuk Allah (Lam yang berarti tujuan). Makna tersebut mengandung tingkatan keikhlasan seseorang. 17 Ibid., hlm. 50

15 38 Hendaknya guru atau seorang pekerja mempunyai sifat ikhlas, sifat ini termasuk sifat rabbaniyah. 18 Dan kemuliaan umat ini hanya dapat dicapai dengan jalan mendidik generasi ke generasi, yang diupayakan dengan penuh keikhlasan dan perhatian supaya menggapai kemuliaan Allah. Pada akhirnya juga akan berdampak positif kepada anak didiknya Strategi Integrasi dan Pengembangan Pendidikan Antikorupsi di Sekolah a. Integrasi dalam Mata Pelajaran Pada prinsipnya pengintegrasian nilai-nilai dan perilaku antikorupsi bisa dilakukan ke semua mata pelajaran. Namun pada tahap awal pengintegrasian dilakukan kepada tiga mata pelajaran yang dipandang paling relevan, yaitu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia. Jika dipandang efektif, ke depan model pengintegrasian ini dapat dijadikan acuan untuk mengintegrasikan pada seluruh mata pelajaran Ibid., hlm Ibid., hlm Direktorat Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi di Madrasah (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2013) hlm. 20

16 39 1) Identifikasi Nilai dan Perilaku Antikorupsi Identifikasi nilai dan perilaku antikorupsi yang diintegrasikan dalam mata pelajaran dapat diidentifikasi sebagai berikut: 21 Tabel 3 Nilai dan Perilaku Antikorupsi No. Nilai dan Perilaku Antikorupsi Ciri-ciri 1. Mengenal perilaku yang harus dihindari. a. Mengenal ciri-ciri perilaku korupsi yang perlu dihindari. b. Terbiasa melakukan tugas secara tepat waktu c. Menunjukkan contoh kasus perilaku korupsi yang diketahui di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. d. Menunjukkan contoh kasus perilaku yang tidak mengandung unsur korupsi yang pernah dilakukan siswa. 21 Ibid., hlm. 21.

17 40 2. Berlaku jujur, disiplin, bertanggung jawab, dan adil dalam kehidupan seharihari a. Berani mengemukakan seuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. b. Terbiasa melakukan sesuatu secara tepat waktu. c. Terbiasa melaksanakan tugas secara tepat waktu. d. Terbiasa berlaku tidak memihak kepada siapa pun dalam melakukan suatu tindakan. 3. Hanya menerima sesuatu pemberian sesuai dengan yang menjadi haknya. a. Menolak sesuatu pemberian yang tidak sesuai dengan haknya. b. Tidak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya. 4. Menghormati dan memenuhi hak orang lain. a. Memberikan sesuatu kepada orang lain sesuai dengan haknya. b. Tidak pernah memberikan kepada orang lain sesuatu yang bukan menjadi haknya.

18 41 5. Mampu menganalisis sebab a. Mampu mengidentifikasi dan akibat dari perilaku sebab-sebab yang korupsi dalam kehidupan mendorong timbulnya bermasyarakat dan perilaku korupsi dalam bernegara. kehidupan dan bernegara. bermasyarakat b. Mampu mengidentifikasi akibat yang ditimbulkan dari perilaku korupsi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. c. Mampu mengemukakan alasan perlunya menghindari perilaku korupsi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara 6. Memiliki kebanggaan berperilaku antikorupsi a. Bangga terhadap perilaku antikorupsi b. Anti terhadap perilaku korupsi 7. Membudayakan perilaku a. Menyebarluaskan gagasan antikorupsi dilingkungan dan keinginan untuk keluarga dan menghindari perilaku

19 42 Masyarakat korupsi. b. Menunjukkan komitmen untuk menolak perilaku korupsi. c. Menjadi teladan perilaku antikorupsi 2) Identifikasi Standar Kompetensi (SK)/Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Pada prinsipnya identifkasi SK/KI dan KD dapat dilakukan terhadap semua mata pelajaran. Identifikasi ini akan menghasilkan sejumlah SK/KI dan KD tertentu yang mengandung muatan nilai dan perilaku antikorupsi tertentu. Hasilnya ada nilai dan perilaku antikorupsi tertentu yang terkandung dalam sejumlah SK/KI dan KD tertentup pada mata pelajaran tersebut di semua jenjang sekolah dan ada yang hanya terkandung dalam sejumlah SK/KI dan KD pada satu atau dua mata pelajaran di salah satu atau dua jenjang sekolah. 22 3) Strategi Integrasi Pada prinsipnya strategi integrasi bisa dilakukan melalui pengembangan materi, metode, media, dan sumber belajar. Integrasi melalui pengembangan materi terutama 22 Ibid., hlm. 22.

20 43 dilakukan terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang memang sebagian materinya mengandung muatan nilai dan perilaku antikorupsi. Integrasi melalui pengembangan metode, media, dan sumber belajar juga harus dilakukan untuk mata pelajaran Pendidikan Agama. 23 4) Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam terintegrasi Pendidikan Antikorupsi a) Model Terintegrasi dalam Mata Pelajaran Penanaman nilai anti korupsi dalam pendidikan anti korupsi juga dapat disampaikan secara terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Guru dapat memilih nilai-nilai yang akan ditanamkan melalui materi bahasan mata pelajarannya. Nilai-nilai anti korupsi dapat ditanamkan melalui beberapa pokok atau sub pokok bahasan yang berkaitan dengan nilainilai hidup. Dengan model seperti ini, semua guru adalah pengajar pembelajaran anti korupsi tanpa kecuali. 24 b) Model di Luar Pembelajaran melalui Kegiatan Ekstra Kurikuler Penanaman nilai anti korupsi dapat ditanamkan melalui kegiatan-kegiatan di luar pembelajaran misalnya dalam kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan insidental. Penanaman nilai dengan model ini lebih mengutamakan 23 Ibid., hlm David Wijaya, Pendidikan Antikorupsi untuk Sekolah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: Indeks, 2014), hlm.44

21 44 pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan untuk dibahas dan dikupas nilai-nilai hidupnya. Model ini dapat dilaksanakan oleh guru sekolah/madrasah yang bersangkutan yang mendapat tugas tersebut atau dipercayakan pada lembaga di luar sekolah/madrasah untuk melaksanakannya, misalnya dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 25 c) Model pembudayaan, pembiasaan nilai dalam seluruh aktivitas dan suasana madrasah Penanaman nilai-nilai anti korupsi dapat juga ditanamkan melalui pembudayaan dalam seluruh aktivitas dan suasana sekolah/madrasah. Pembudayaan akan menimbulkan suatu pembiasaan. Untuk menumbuhkan budaya anti korupsi sekolah/madrasah perlu merencanakan suatu budaya dan kegiatan pembiasaan. Pembiasaan adalah alat pendidikan. Bagi siswa yang masih kecil, pembiasaan sangat penting. Karena dengan pembiasaan itulah akhirnya suatu aktivitas akan menjadi milik siswa di kemudian hari. Pembiasaan yang baik akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang baik pula. Sebaliknya, pembiasaan yang 25 Ibid., hlm. 11.

22 45 hlm. 185 buruk akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang buruk pula. 26 5) Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam terintegrasi Pendidikan Antikorupsi Terdapat beberapa metode yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran materi anti korupsi, sebagaimana diuraikan berikut ini. 27 a) Metode Inquiry Metode inquiry menekankan pencarian secara bebas dan penghayatan nilai-nilai hidup dengan langsung melibatkan siswa untuk menemukan nilai-nilai tersebut dalam pendampingan dan pengarahan guru. Siswa diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan, pendapat, dan penilaian terhadap nilai-nilai yang ditemukan. Guru tidak bersikap sebagai pemberi informasi satu-satunya dalam menemukan nilai-nilai antikorupsi yang dihayatinya. Guru berperan sebagai penjaga garis atau koridor dalam penemuan nilai hidup tersebut. Metode ini dapat digunakan untuk menanamkan nilai-nilai diantaranya keterbukaan, kejujuran, penghargaan pada pendapat orang lain, sportivitas, kerendahan hati dan toleransi. Melalui metode ini siswa diajak untuk mulai berani mengungkapkan gagasan, pendapat, maupun perasaannya. 26 Ibid., hlm Muhammad Nurdin, Pendidikan Antikorupsi (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2014),

23 46 Tahap demi tahap siswa diarahkan untuk menata jalan pikiran, cara berbicara, dan sikap hidupnya. Dengan cara ini siswa diajak untuk belajar menentukan nilai hidup secara benar dan jujur. 28 b) Metode Pencarian Bersama (collaborative) Metode ini menekankan pada pencarian bersama yang melibatkan siswa dan guru. Pencarian bersama lebih berorientasi pada diskusi atas soal-soal yang aktual dalam masyarakat, di mana proses ini diharapkan menumbuhkan sikap berpikir logis, analitis, sistematis, argumentative untuk dapat mengambil nilai-nilai hidup dari masalah yang diolah bersama. Melalui metode ini siswa diajak aktif mencari dan menemukan tema yang sedang berkembang dan menjadi perhatian bersama. Dengan menemukan permasalahan, mengkritisi dan mengolahnya, siswa diharapkan dapat mengambil nilai-nilai yang ada dan menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dengan demikian siswa akan aktif sejak dalam proses pencarian tema atau permasalahan yang muncul dalam pendampingan guru. Selain menemukan nilai-nilai dari permasalahan yang diolah, siswa juga diajak untuk secara kritis analitis mengolah sebab akibat dari permasalahan yang muncul 28 Ibid., hlm. 186.

24 47 tersebut. Siswa diajak untuk tidak cepat menyimpulkan apalagi mengambil sikap, namun dengan cermat dan hati-hati melihat duduk permasalahan untuk sampai pada pengambilan sikap. Siswa diajak untuk melihat realita tidak hanya hitam-putih, tetapi lebih luas lagi yaitu adanya kemungkinan realita abuabu. 29 c) Metode Siswa aktif atau Aktivitas Bersama Metode ini menekankan pada proses yang melibatkan siswa sejak awal pembelajaran. Guru memberikan pokok bahasan dan siswa dalam kelompk mencari dan mengembangkan proses selanjutnya. Siswa membuat pengamatan, pembahasan analisis sampai proses penyimpulan atas kegiatan mereka. Metode ini mendorong siswa untuk mempunyai kreativitas, ketelitian, kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, kerja sama, kejujuran, dan daya juang. 30 d) Metode Keteladanan (pemodelan) Metode pemodelan menekankan pada proses penanaman nilai-nilai antikorupsi kepada siswa melalui keteladanan. Pemeblajaran awal dilakukan dengan mencontoh tetapi siswa perlu diberikan pemahaman mengapa hal tersebut perlu dilakukan. Guru perlu menjelaskan mengapa siswa tidak 29 Ibid., hlm David Wijaya, Op.Cit., hlm. 53.

25 48 boleh korupsi, menjelaskan bahaya dari tidakan korupsi, mengapa siswa harus jujur atau tidak menyontek pada waktu ulangan. Hal ini diperlukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar didasari oleh keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai. 31 e) Metode Life In Metode Life in dimaksudkan agar siswa mempunyai pengalaman hidup bersama orang lain langsung dengan situasi yang sangat berbeda dari kehidupan sehari-harinya. Dengan pengalaman langsung siswa dapat mengenal lingkungan hidup yang berbeda dalam cara berpikir, tantangan, permasalahan, termasuk tentang nilai-nilai hidupnya. Kegiatan ini dapat dilaksanakan secara periodik melalui kegiatan lomba-lomba dan sayembara tentang antikorupsi. Dengan cara ini siswa diajak untuk mensyukuri hidupnya yang jauh lebih baik dari orang lain, tumbuh sikap toleran dan sosial yang lebih tinggi pada kehidupan bersama. Siswa perlu mendapat bimbingan untuk merefleksikan pengalaman tersebut, baik secara rasional intelektual maupun dari segi batin rohaninya. Hal ini perlu dijaga jangan sampai 31 Ibid., hlm. 54

26 49 siswa menanggapi pengalaman ini berlebihan, tetapi haruslah secara wajar dan seimbang. 32 f) Metode Penjernihan Nilai atau Klarifikasi Nilai. Latar belakang sosial kehidupan, pendidikan, dan pengalaman dapat membawa perbedaan pemahaman dan penerapan nilai-nilai hidup. Adanya berbagai pandangan hidup dalam masyarakat membuat bingung seorang siswa. Apabila kebingungan ini tidak dapat terungkap dengan baik dan tidak mendapat pendampingan yang baik, ia akan mengalami pembelokan nilai hidup. Oleh karena itu, dibutuhkan proses penjernihan nilai atau klarifikasi nilai dengan dialog afektif dalam bentuk sharing atau diskusi yang mendalam dan intensif. 33 Pembelajaran anti korupsi pada prinsipnya adalah menggunakan metode yang melibatkan seluruh aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta kecerdasan sosial. Maka pemahaman konsep, pengenalan konteks, reaksi dan aksi menjadi bagian penting dari seluruh metode pendidikan nilainilai antikorupsi. Metode atau cara penyampaian nilai-nilai antikorupsi ini juga penting karena dengan cara penyampaian yang tidak tepat, tujuan yang akan dicapai juga sulit diperoleh. 32 Direktorat Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi di Madrasah (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2013), hlm Ibid., hlm. 16.

27 50 Supaya tujuan yang akan dicapai dapat diperoleh, dalam penyampaian nilai-nilai anti korupsi, harus digunakan cara-cara yang menarik dan disesuaikan dengan kemampuan siswa didik. 34 b. Pengembangan Kegiatan Kesiswaan Pengembangan pendidikan antikorupsi dalam kegiatan kesiswaan dimaksudkan untuk mendorong terjadinya internasilasi nilai dan tumbuhnya sikap dan perilaku Antikorupsi melalui aktivitas dan pengalaman nyata siswa. Pada prinsipnya semua kegiatan kesiswaan secara instrinsik mengandung muatan nilai dan perilaku antikorupsi dengan kadar yang berbeda. Namun jika tidak dikembangkan secara sengaja dan terencana tidak akan dapat tumbuh dan berkembang secara efektif. Kegiatan kesiswaan yang dimaksud baik kegiatan kesiswaan yang selama ini sudah ada dan dilaksanakan maupun yang baru akan diadakan dan dilaksanakan, baik yang dilaksanakan secara rutin maupun insidental. Beberapa kegiatan kesiswaan tersebut diantaranya adalah: (a) Kepengurusan OSIS; (b) Pramuka; (c) Kopsis; (d) PMR; (e) Majalah Dinding atau Majalah Sekolah/Siswa; (f) Peringatan Hari-hari Besar Nasional dan 34 Ibid., hlm. 16.

28 51 Keagamaan; (g) Pentas Seni; (h) Pertandingan Olahraga, dan sebagainya. 35 Di samping berbagai kegiatan di atas masih banyak berbagai kegiatan kesiswaan lainnya yang dapat dikembangkan dengan desain yang bisa menjadi strategi bagi Pendidikan Antikorupsi di sekolah. Pilihan bentiuk dan strategi kegiatan kesiswaan ini tergantung dari kondisi riil dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing sekolah. c. Pembiasaan Perilaku Pengembangan pendidikan antikorupsi melalui pembiasaan perilaku di sekolah dimaksudkan untuk menciptakan atmosfir dan menumbuhkan budaya Antikorupsi di lingkungan sekolah. Melalui pembiasaan perilaku akan terjadi pengulangan perilaku secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama, sehingga perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang tersebut lambat laun secara pasti akan memibiasa dan membudaya dalam kehidupan sehari-hari. 36 Strategi Pembiasaan perilaku antikorupsi dapat dilakukan diantaranya dengan: 37 a) Penyampaian Komitmen Antikorupsi dalam Upacara b) Pengadaan Kas Sosial Kelas c) Pengadaan Pos Kehilangan dan Benda Tak Bertuan 35 Muhammad Nurdin, Pendidikan Antikorupsi (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2014), hlm Ibid., hlm Ibid., hlm. 205.

29 52 d) Salam dan Yel-yel Antikorupsi e) Pemasangan Poster atau Karikatur 3. Warung Kejujuran Salah satu contoh penerapan kurikulum yang aplikatif dan efektif dalam pencegahan antikorupsi adalah warung kejujuran. Warung kejujuran adalah sebuah warung yang dikelola oleh anak didik dengan idak ada penunggu warung di sana. Semua transaksi berjalan dnegan swalayan dan kesadaran membayar berapa harga barang yang dibeli. Tanpa ada yang mengawasi. Semua barang ditempeli label harga dan pembeli membayar dengan sadar ke dalam sebuah kotak terbuka berisi uang. Jika uang yang dimasukkan ke kotak perlu kembalian, si pembeli mengambil kembaliannya sendiri. Semua transaksi berjalan tanpa pengawasan, hanya berbekal kejujuran. Warung ini akan melatih kejujuran, sebuah nilai kehidupan yang menjadi cikal bakal hidup terbebas dari korupsi. Evaluasinya, ketika uang itu tidak bertambah sesuai dengan terbelinya barangbarang yang ada di warung tersebut, pendidikan antikorupsi belum berjalan sesuai dengan harapan, maka harus ada evaluasi lebih lanjut. Dengan adanya pendidikan antikorupsi ini, diharapkan akan lahir generasi tanpa korupsi. Harapan awal tentunya ini akan berdampak langsung pada lingkungan sekolah, yaitu pada semua elemen pendidikan, seperti: kepala sekolah, guru, karyawan dan anak didik. Lingkungan sekolah akan menjadi pionir bagi pemberantasan korupsi

30 53 dan akan merembes ke semua aspek kehidupan bangsa demi mewujudkan indonesia yang dari korupsi Ibid., hlm. 147.

PENGERTIAN KORUPSI. Bab. To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true. PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

PENGERTIAN KORUPSI. Bab. To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true. PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI Bab 01 PENGERTIAN To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true. KORUPSI 2 Kompetensi Dasar 1. Mahasiswa mampu menjelaskan arti kata dan definisi korupsi secara tepat

Lebih terperinci

PENGERTIAN KORUPSI. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi 3/8/2013. Bab

PENGERTIAN KORUPSI. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi 3/8/2013. Bab Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi 1 Bab 01 To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true. PENGERTIAN KORUPSI 2 1 Kompetensi Dasar 1. Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

ETIK UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya. Pendahuluan. Modul ke: Daftar Pustaka. 12Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

ETIK UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya. Pendahuluan. Modul ke: Daftar Pustaka. 12Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Modul ke: 12Fakultas ISLAHULBEN, Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen ETIK UMB Tindakan Korupsi dan Penyebabnya SE., MM Pendahuluan Bentuk Korupsi Akhiri Presentasi Gratifikasi Daftar Pustaka Pendidikan

Lebih terperinci

ETIK UMB. Pengembangan Wawasan (Mengenali Tindakan Korupsi) Modul ke: 09Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen

ETIK UMB. Pengembangan Wawasan (Mengenali Tindakan Korupsi) Modul ke: 09Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen Modul ke: 09Fakultas Gunawan EKONOMI ETIK UMB Pengembangan Wawasan (Mengenali Tindakan Korupsi) Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen Mengenali Tindakan Korupsi Kompetensi Dasar 1. Mahasiswa mampu menjelaskan

Lebih terperinci

Modul ke: ETIK UMB. Mengenali Tindakan Korupsi. Fakultas Ilmu Komputer. Yani Pratomo, S.S, M.Si. Program Studi. Sistem Informasi.

Modul ke: ETIK UMB. Mengenali Tindakan Korupsi. Fakultas Ilmu Komputer. Yani Pratomo, S.S, M.Si. Program Studi. Sistem Informasi. Modul ke: ETIK UMB Mengenali Tindakan Korupsi Fakultas Ilmu Komputer Yani Pratomo, S.S, M.Si. Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id Mengenal Tindakan Korupsi Masyarakat sepakat bahwa Korupsi

Lebih terperinci

Modul ke: Etik UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya - 1. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU.

Modul ke: Etik UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya - 1. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU. Modul ke: Etik UMB Tindakan Korupsi dan Penyebabnya - 1 Fakultas MKCU Finy F. Basarah, M.Si Program Studi MKCU www.mercubuana.ac.id Tindakan Korupsi dan Penyebabnya -1 Etik UMB Abstract:Korupsi di Indonesia

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 8 OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA

PERTEMUAN KE 8 OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA PERTEMUAN KE 8 OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA DEFINISI KORUPSI 4 DEFINISI KORUPSI KORUPSI dari bahasa Latin corruptio atau corruptus corruptio dari kata corrumpere, corruption, corrupt (Inggris),

Lebih terperinci

TIK (Kompetensi Dasar) II. Gambaran Umum III. Relevansi terhadap pengetahuan IV. Sub-sub Bab 1. Pengertian Korupsi

TIK (Kompetensi Dasar) II. Gambaran Umum III. Relevansi terhadap pengetahuan IV. Sub-sub Bab 1. Pengertian Korupsi 105 106 I. TIK (Kompetensi Dasar) Mahasiswa Mampu memahami, mampu menjelaskan, terjadi perubahan pola berpikir tentang hak dan kewajiban bela negara khususnya tentang pengertian korupsi, tindak korupsi,

Lebih terperinci

KODE ETIK PENGAWAS PERIKANAN, PENYIDIK PERIKANAN DAN AWAK KAPAL PENGAWAS PERIKANAN TYPE SPEED BOAT

KODE ETIK PENGAWAS PERIKANAN, PENYIDIK PERIKANAN DAN AWAK KAPAL PENGAWAS PERIKANAN TYPE SPEED BOAT KODE ETIK PENGAWAS PERIKANAN, PENYIDIK PERIKANAN DAN AWAK KAPAL PENGAWAS PERIKANAN TYPE SPEED BOAT PANGKALAN PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN BITUNG DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten A. Deskripsi Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Soetjipto. Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 59 Ibid, hlm. 60

BAB I PENDAHULUAN. Soetjipto. Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 59 Ibid, hlm. 60 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam

Lebih terperinci

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI Peran Mahasiswa Dalam Gerakan Anti-korupsi 1 Bab 08 No impunity to corruptors PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI-KORUPSI

Lebih terperinci

6/11/2014. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI-KORUPSI. No impunity to corruptors. Bab.

6/11/2014. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI-KORUPSI. No impunity to corruptors. Bab. DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 6/11/2014 Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Peran Mahasiswa Dalam Gerakan Anti-korupsi 1 Bab 08 No impunity to corruptors PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Dosen PJMK : H. Muhammad Adib. Essay Bebas (Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini)

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Dosen PJMK : H. Muhammad Adib. Essay Bebas (Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Dosen PJMK : H. Muhammad Adib Essay Bebas (Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini) OLEH: NADHILA WIRIANI (071211531003) DEPARTEMEN KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM NOVEL RANTAU 1 MUARA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM NOVEL RANTAU 1 MUARA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM NOVEL RANTAU 1 MUARA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Eko Widodo Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar belakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti

Lebih terperinci

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI Peran Mahasiswa Dalam Gerakan Anti-korupsi 1 Bab 08 No impunity to corruptors PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI-KORUPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibahas. Sebuah perubahan apapun bentuknya, senantiasa akan mengacu

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibahas. Sebuah perubahan apapun bentuknya, senantiasa akan mengacu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian tentang pendidikan adalah sebuah kajian yang tidak pernah selesai untuk dibahas. Sebuah perubahan apapun bentuknya, senantiasa akan mengacu pada pendidikan

Lebih terperinci

MAHASISWA. Diajukan untuk. Disusun oleh: Rahmawati PROGRAM FAKULTA BANDUNG

MAHASISWA. Diajukan untuk. Disusun oleh: Rahmawati PROGRAM FAKULTA BANDUNG PERAN KELUARGA DALAM MELAHIRKAN GENERASI MAHASISWA YANG ANTI KORUPSI KARYA ILMIAH Diajukan untuk mengikutii Kompetisi Propaganda Anti korupsi 2016 Disusun oleh: Rahmawati i Kartikasari 1202130030 Mutiah

Lebih terperinci

PEDOMAN KODE ETIK BPJS KETENAGAKERJAAN

PEDOMAN KODE ETIK BPJS KETENAGAKERJAAN PEDOMAN KODE ETIK BPJS KETENAGAKERJAAN DASAR HUKUM KODE ETIK BPJS KETENAGAKERJAAN UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No. 28/1999 tentang Penyelenggara Negara

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

5/31/2013. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI-KORUPSI. No impunity to corruptors. Bab.

5/31/2013. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI-KORUPSI. No impunity to corruptors. Bab. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI Peran Mahasiswa Dalam Gerakan Anti-korupsi 1 Bab 08 No impunity to corruptors PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI-KORUPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah tumpuan sebuah bangsa menuju persaingan global. Di dalam pendidikan banyak aspek yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara lain pemerintah,

Lebih terperinci

TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA Modul ke: 11 Udjiani Fakultas PSIKOLOGI 1. Pengertian Korupsi 2. Bentuk-bentuk Korupsi 3. Jenis Tindak Pidana Korupsi 4. Grafitikasi 5. Penyebab Korupsi Hatiningrum,SH.,M

Lebih terperinci

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk mencapai tujuan Ombudsman, para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan pendidikan bangsa ini akan cerdas dalam berpikir, dan bijak dalam bertindak. Agar

Lebih terperinci

BAB 8 PENGEMBANGAN WAWASAN

BAB 8 PENGEMBANGAN WAWASAN BAB 8 PENGEMBANGAN WAWASAN Modul ke: 08 Mengapa dipelajari? Agar kita tidak melakukan perilaku korup dalam hidup, beretiket dan mempunyai semangat karakter sukses. Fakultas Program Studi RINA KURNIAWATI,

Lebih terperinci

BAB III. PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn)

BAB III. PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) BAB III PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) A. PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI PADA SK/KD MODEL INTEGRASI PENGEMBANGAN ASPEK DAN INDIKATOR

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : Tahun 2011 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : Tahun 2011 TENTANG KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 800-376 Tahun 2011 TENTANG KODE ETIK KHUSUS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN DITJEN KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM

Lebih terperinci

PEDOMAN KODE ETIK BPJS KETENAGAKERJAAN

PEDOMAN KODE ETIK BPJS KETENAGAKERJAAN PEDOMAN KODE ETIK BPJS KETENAGAKERJAAN DASAR HUKUM KODE ETIK BPJS KETENAGAKERJAAN UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No. 28/1999 tentang Penyelenggara Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia seutuhnya yang bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat dan bagi negaranya. Hal ini selaras dengan

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG TATA NILAI, BUDAYA KERJA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi berjalan lebih dari satu dasawarsa cita- cita pemberantasan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi berjalan lebih dari satu dasawarsa cita- cita pemberantasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alasan mendasar terjadinya reformasi tahun 1998 karena pemerintahan waktu itu yaitu pada masa orde baru telah terjadi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Lebih terperinci

ETIK UMB PENGERTIAN KORUPSI PRINSIP ANTI-KORUPSI. Norita ST., MT. Modul ke: Fakultas Teknik. Program Studi Teknik Industri

ETIK UMB PENGERTIAN KORUPSI PRINSIP ANTI-KORUPSI. Norita ST., MT. Modul ke: Fakultas Teknik. Program Studi Teknik Industri Modul ke: 10 Defi Fakultas Teknik ETIK UMB PENGERTIAN KORUPSI PRINSIP ANTI-KORUPSI Norita ST., MT Program Studi Teknik Industri Korupsi secara Etimologi Istilah korupsi berasal dari bahasa latin corrumpere,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan yang bermula dari seluruh negara di dunia yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan early childhood

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Generasi muda adalah generasi penerus bangsa. Membangun manusia Indonesia diawali dengan membangun kepribadian kaum muda. Sebagai generasi penerus, pemuda harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan diselenggarakan dalam rangka mengembangkan pengetahuan, potensi, akal dan perkembangan diri manuisa, baik itu melalui jalur pendidikan formal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan. Sebagai sebuah proses, ada dua asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia bisa

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.263, 2015 LIPI. Pegawai. Kode Etik. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam (Undang-Undang Dasar 1945 Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1) yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam (Undang-Undang Dasar 1945 Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penunjang keberhasilan pembangunan, selain itu pendidikan yang telah berkembang juga menggambarkan tingkat kemajuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siapa pun itu, pasti pernah berbohong ataupun berlaku tidak jujur tanpa pandang usia. Bahkan, anak-anak sekolah dasar pun pun bisa melakukannya. Ada yang kedapatan

Lebih terperinci

MODEL PENANAMAN NILAI ANTIKORUPSI DI SEKOLAH DASAR Oleh : Ma as Shobirin Universitas Wahid Hasyim Semarang ABSTRAK

MODEL PENANAMAN NILAI ANTIKORUPSI DI SEKOLAH DASAR Oleh : Ma as Shobirin Universitas Wahid Hasyim Semarang ABSTRAK MODEL PENANAMAN NILAI ANTIKORUPSI DI SEKOLAH DASAR Oleh : Ma as Shobirin Universitas Wahid Hasyim Semarang ABSTRAK Indonesia tengah dihadapkan pada posisi dilematis seputar permasalahan moral yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu aspek utama yang memiliki peranan penting dalam mempersiapkan sekaligus membentuk generasi muda. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, E) Manfaat Penelitian, F) Penegasan Istilah.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, E) Manfaat Penelitian, F) Penegasan Istilah. BAB I PENDAHULUAN Pada bab I Pendahuluan ini akan dibahas secara sistematis mengenai A) Latar Belakang, B) Rumusan Masalah, C) Tujuan Penelitian, D) Batasan Penelitian, E) Manfaat Penelitian, F) Penegasan

Lebih terperinci

PERAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN SARANA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

PERAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN SARANA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA PERAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN SARANA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA OLEH: DR. SUKIMAN, M.PD. DIREKTUR PEMBINAAN PENDIDIKAN KELUARGA DITJEN PAUD DAN DIKMAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka efisiensi

Lebih terperinci

BAB 11 TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

BAB 11 TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA BAB 11 TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA Modul ke: 11 Mengapa dipelajari? Agar kita tidak ikut melakukan korupsi yang saat ini sudah menyebar ke segala lapisan masyarakat Fakultas Program Studi Rina Kurniawati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

Irfani ISSN E ISSN Volume 12 Nomor 1 Juni 2016 Halaman 1-8

Irfani ISSN E ISSN Volume 12 Nomor 1 Juni 2016 Halaman 1-8 Irfani ISSN 1907-0969 E ISSN 2442-8272 Volume 12 Nomor 1 Juni 2016 Halaman 1-8 INTEGRASI NILAI KARAKTER PADA MATA PELAJARAN UMUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP AKTIVITAS SOSIAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK Kasim

Lebih terperinci

Dr. H. MUDZAKKIR ALI, MA. Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Wahid Hasyim

Dr. H. MUDZAKKIR ALI, MA. Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Wahid Hasyim Dr. H. MUDZAKKIR ALI, MA. Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Wahid Hasyim Di Sampaikan oleh Dekan Fakultas Agama Islam Unwahas H. Nur Cholid, M.Ag., M.Pd. pada kegiatan PKKMB 2017, Sabtu 26 Agustus

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

DWIJACENDEKIA Jurnal Riset Pedagogik

DWIJACENDEKIA Jurnal Riset Pedagogik DWIJACENDEKIA Jurnal Riset Pedagogik 1 (2) (2017) 14-20 DWIJACENDEKIA Jurnal Riset Pedagogik https://jurnal.uns.ac.id/jdc PENDIDIKAN KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN DAN IMPLEMENTASINYA Dwi Purwanti SDN 1 Pohkumbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada generasi penerus bangsa yang berakar pada nilai karakter dari budaya bangsa dan

Lebih terperinci

TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG

TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG Propaganda Pemberantasan Korupsi Di Indonesia KARYA ILMIAH Diajukan untuk mengikuti Kompetisi Propaganda Antikorupsi 2016 Oleh Cheryl Marlitta Stefia NIM 1102140004 TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

Lebih terperinci

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merupakan cerminan dari seseorang. Seseorang bisa dikatakan baik atau buruk, sopan atau tidak, semua tercermin dari karakter dan tindakan yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Berbagai penemuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Berbagai penemuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan yang cepat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Berbagai penemuan teori-teori baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum. Definisi pendidikan secara luas (hidup) adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

Modul ke: ETIK UMB. AFIYATI SSi., MT. Fakultas FAKULTAS ILMU KOMPUTER. Program Studi TEKNIK INFORMATIKA

Modul ke: ETIK UMB. AFIYATI SSi., MT. Fakultas FAKULTAS ILMU KOMPUTER. Program Studi TEKNIK INFORMATIKA Modul ke: 12 ETIK UMB Fakultas FAKULTAS ILMU KOMPUTER AFIYATI SSi., MT. Program Studi TEKNIK INFORMATIKA MATERI 12 TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA Korupsi secara Etimologi Istilah korupsi berasal dari

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 366/Kpts/OT.220/9/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 366/Kpts/OT.220/9/2005 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 366/Kpts/OT.220/9/2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN INDEKS PENERAPAN NILAINILAI DASAR BUDAYA KERJA APARATUR NEGARA LINGKUP DEPARTEMEN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 67 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SATUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka efisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan BAB I PENDAHULUAN Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan Masalah, D. Tujuan Penelitian, E. Manfaat Penelitian, F. Penegasan Istilah A. Latar Belakang Pendidikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ASOSIASI PERENCANA PEMERINTAH INDONESIA. Nomor 002/Munas-I/APPI/08/2006 Tentang

KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ASOSIASI PERENCANA PEMERINTAH INDONESIA. Nomor 002/Munas-I/APPI/08/2006 Tentang KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ASOSIASI PERENCANA PEMERINTAH INDONESIA Nomor 002/Munas-I/APPI/08/2006 Tentang KODE ETIK PERENCANA PEMERINTAH INDONESIA Menimbang : a. bahwa profesi adalah pekerjaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi

Lebih terperinci

Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi

Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi Prototipe Media Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi Prakata SALAM SEHAT TANPA KORUPSI, Korupsi merupakan perbuatan mengambil sesuatu yang sebenarnya bukan haknya,

Lebih terperinci

ANALISIS TUJUAN MATA PELAJARAN Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam. Ranah Kompetensi K A P

ANALISIS TUJUAN MATA PELAJARAN Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam. Ranah Kompetensi K A P Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam 1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Berdasarkan analisis serta hasil pembahasan, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa penerapan pendidikan antikorupsi sangat penting untuk

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pendidikan Nasional harus tanggap terhadap tuntutan perubahan

Lebih terperinci

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Nilai Prinsip Anti-korupsi 1 Bab 04 NILAI DAN PRINSIP ANTI- Lead the people to the path of uncorrupted KORUPSI Nilai &Prinsip Anti-korupsi 2 Kompetensi Dasar

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR : 7 TAHUN 2016

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR : 7 TAHUN 2016 WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR : 7 TAHUN 2016 TENTANG BUDAYA KERJA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lem

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lem No.449, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Kode Etik. Prinsip. Sanksi. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara ilmu pengetahuan duniwi dengan tuntunan-tuntunan amal ukhrowi. Islam mewajibkan kepadanya untuk menuntut ilmu.

BAB I PENDAHULUAN. antara ilmu pengetahuan duniwi dengan tuntunan-tuntunan amal ukhrowi. Islam mewajibkan kepadanya untuk menuntut ilmu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah telah menggariskan kepada manusia tentang pendidikan yang seluas-luasnya, tidaklah terbatas pada pendidikan duniawi semata-mata akan tetapi Islam menghendaki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha mewujudkan sumber daya manusia yang lebih baik. Pendidikan harus mampu dalam perbaikan dan pembaharuan

Lebih terperinci

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Delik Korupsi Dalam Rumusan Undang-Undang 1 1 Bab 07 Never let corruptors unpunished DELIK KORUPSI DALAM RUMUSAN UNDANG-UNDANG Delik Korupsi Dalam Rumusan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.926, 2013 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Kode Etik. PNS. Pembinaan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter Bangsa dalam. Proses Pembelajaran Menurut Kurikulum 2013 di SD Negeri 01

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter Bangsa dalam. Proses Pembelajaran Menurut Kurikulum 2013 di SD Negeri 01 BAB IV ANALISIS A. Analisis Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter Bangsa dalam Proses Pembelajaran Menurut Kurikulum 2013 di SD Negeri 01 Gumawang Wiradesa Kab. Pekalongan Berdasarkan pemaparan

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21 PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21 Machful Indra Kurniawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 11 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK DAN PERILAKU APARATUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maraknya isu yang dihadapi sekolah-sekolah pada saat ini dalam menciptakan iklim sekolah yang sosial dan emosionalnya baik adalah masalah kedisiplinan siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pendidikan Nasional adalah agar anak didik menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berahlak mulia. Untuk mewujudkan tujuan Pendidikan

Lebih terperinci

Bismillahirrahmanirrahiim Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah Yogyakarta, setelah:

Bismillahirrahmanirrahiim Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah Yogyakarta, setelah: PERATURAN KETUA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA No: 2/PK-STIKES/Au/V/2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA Bismillahirrahmanirrahiim Ketua Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab,

BAB I PENDAHULUAN. dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merosotnya moralitas bangsa terlihat dalam kehidupan masyarakat dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab, kesetiakawanan sosial (solidaritas),

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan Latar Belakang Struktur yang Koruptif 1

BAB I Pendahuluan Latar Belakang Struktur yang Koruptif 1 BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Struktur yang Koruptif 1 Sebenarnya bukan budaya masyarakat Indonesia yang menyebabkan Indonesia menjadi negara terkorup. Namun struktur negara Indonesia lah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU ANGGOTA KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1647, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL. Kode Etik. PNS. Pembinaan. PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Era globalisasi ini, melihat realitas masyarakat baik kaum muda maupun tua banyak melakukan perilaku menyimpang dan keluar dari koridor yang ada, baik negara, adat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 421 TAHUN 2001 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DEPARTEMEN AGAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 421 TAHUN 2001 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DEPARTEMEN AGAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 421 TAHUN 2001 TENTANG MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjabarkan semboyan Jkhlas Beramal serta meningkatkan keimanan,

Lebih terperinci