BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Dental Radiografi dental merupakan sarana pemeriksaan untuk melihat manifetasi oral dirongga mulut yang tidak dapat dilihat dari pemeriksaan klinis namun dapat dengan jelas terlihat gambaran seperti perluasan dari penyakit periodontal, karies pada gigi serta kelainan patologis rongga mulut lainnya. Radiologi dental menjadi pedoman untuk memaksimalkan hasil diagnostik yang terlihat dari intrepetasi gambar. 1,8 Meskipun dosis paparan dari radiografi dental sangat kecil namun, dosis paparan cahaya radiasi harus diminimalisasikan seminimal mungkin untuk mengurangi akumulasi dosis paparan terhadap pasien Radiografi Intraoral Radiografi intraoral adalah radiografi yang memberi gambaran kondisi gigi dan jaringan sekitarnya dengan cara menempatkan film didalam rongga mulut pasien dan kemudian diberikan penyinaran. 8 Radiografi intraoral yang secara umum sering digunakan yaitu radiografi periapikal, interproksimal/ radiografi bitewing Radiografi Periapikal Merupakan teknik radiografi intraoral yang dirancang untuk menunjukkan gigi secara individual dari makhota sampai akar gigi (crown and root) dimana setiap film yang dihasilkan biasanya menunjukkan dua atau empat gigi dan memberikan informasi secara terperinci mengenai tulang alveolar dan jaringan sekitarnya dengan jarak minimal dua millimeter dari ujung akar. 9

2 Indikasi radiografi periapikal adalah : a. Untuk mendeteksi adanya infeksi atau inflamasi periapikal; b. Penilaian status periodontal; c. Pasca trauma gigi dan melibatkan tulang alveolar; d. Dugaan adanya gigi yang tidak erupsi dan letaknya; e. Penilaian morfologi akar sebelum ekstraksi; f. Perawatan endodontik ; g. Penilaian sebelum dilakukan tindakan operasi dan penilaian pasca operasi apikal; h. Mengevaluasi kista radikularis secara lebih akurat dan lesi lain pada tulang alveolar; i. Evaluasi pasca pemasangan implan. 9 Teknik yang digunakan dalam pengambilan radiografi periapikal ada dua yaitu: teknik paralleling dan bisekting. 9 1.Teknik Paralleling Teknik paralleling juga dikenal sebagai extension cone paralleling, right angle technique, long cone technique, true radiograph merupakan teknik yang paling akurat dalam pembuatan radiografi intraoral. Hal ini disebabkan karena pada teknik parallel pelaksanaan dan standarisasinya sangat mudah dengan kualitas gambar yang dihasilkan bagus dan distorsinya kecil. 10 Teknik paralleling dicapai dengan menempatkan film sejajar dengan aksis panjang gigi kemudian film holder diletakkan untuk menjaga agar film tetap sejajar dengan aksis panjang gigi. Pemusatan sinar-x diarahkan tegak lurus terhadap gigi dan film. 9

3 Gambar 1. Teknik paralleling. 11 Teknik paralleling bila dilakukan dengan benar akan menghasilkan gambar dengan kualitas baik, validitas yang tinggi, akurasi linier dan dimensi yang tinggi tanpa distorsi. Gambar yang dihasilkan sangat representatif dengan kondisi gigi akan sangat mudah diinterpretasikan dan dipelajari. Akan tetapi teknik ini memiliki kesulitan pada pasien dengan ukuran rongga mulut kecil pada anak-anak, pemakaian film holder akan menggurangi kenyamanan karena mengenai jaringan sekitarnya. 11 Keuntungan teknik paralleling: 1. Tanpa distorsi; 2. Gambar yang dihasilkan sangat representatif dengan gigi Sesungguhnya; 3. Mempunyai validitas yang tinggi. 8,9 Kerugian teknik paralleling: 1. Sulit dalam meletakkan film holder, terutama pada anak-anak dan pasien yang mempunyai mulut kecil; 2. Pemakaian film holder mengenai jaringan sekitarnya sehingga timbul rasa tidak nyaman pada pasien. 8,9

4 Sudut penyinaran teknik paralleling pada gigi maksilaris: 1. Insisivus sentral dan lateral, sinar tegak lurus 90º terhadap bidang film dan daerah interproksimal dari insisivus sentralis maksila; 2. Kaninus maksilaris, pusat sinar-x tegak lurus terhadap film dan sepanjang gigi. Titik datang sinar dipusatkan pada daerah sudut hidung; 3. Premolar maksilaris, pusat sinar-x tegak lurus terhadap film. Arah titik datang sinar berada dibawah pupil mata; 4. Molar maksilaris, Pusat sinar-x tegak lurus terhadap film dengan molar kedua sebagai acuan. Arah titik datang sinar berada dibawah sudut luar mata kedaerah tengah pipi. 12 Sudut penyinaran teknik paralleling pada gigi mandibula : 1. Insisivus sentral dan lateral mandibula, pusat sinar-x tegak lurus terhadap film. Arah titik datang sinar pada bawah ujung hidung ke tengah dagu; 2. Kaninus mandibula, pusat sinar-x tegak lurus terhadap film. Arah titik datang sinar terletak dibawah alanasi ke sudut dagu; 3. Premolar mandibula, pusat sinar harus tegak lurus dengan sumbu panjang gigi. Arah titik datang sinar terletak pada bagian bawah pupil ke daerah tengah mandibula; 4. Molar mandibula, pusat sinar tegak lurus pada film. Arah titik datang sinar terletak pada bagian bawah sudut mata bagian luar ke daerah tengah mandibula Teknik Bisekting Teknik bisekting adalah teknik lain yang dapat dilakukan selain teknik paralleling dalam pengambilan film periapikal. Teknik bisekting biasa digunakan pada kasus-kasus kelainan anatomi seperti torus palatinus besar, palatum sempit, dasar mulut dangkal, frenulum pendek, lebar lengkung rahang yang sempit atau pada pasien anak yang kurang kooperatif. Film diletakkan ke dalam rongga mulut dan diberikan blok untuk menahan film. 12

5 Teknik bisekting dicapai dengan meletakkan film sepanjang permukaan lingual/ palatal pada gigi kemudian sinar-x diarahkan tegak lurus (bentuk T) ke garis imajiner yang membagi sudut yang dibentuk oleh sumbu panjang gigi dan sumbu panjang film. Akan tetapi, teknik bisekting menghasilkan gambar yang kurang optimal karena reseptor dan gigi tidak berada secara vertikal dengan sinar-x. 9,10 Gambar 2. Teknik bisekting. 9 Teknik sudut bisekting dicapai dengan menempatkan reseptor sedekat mungkin dengan gigi. Teknik ini memerlukan kepekaan dan ketelitian operator. Jika sudut bisekting tidak benar, perpanjangan atau pemendekan akan terjadi. 6,8,10 Keuntungan teknik bisekting: 1. Dapat dilakukan tanpa film holder ; 2. Lebih nyaman karena lebih tidak mengiritasi jaringan. 8,9 Kerugian teknik bisekting: 1. Sering terjadi distorsi; 2. Masalah angulasi (banyak angulasi yang harus diperhatikan). 8,9

6 Angulasi horizontal teknik bisekting pada daerah maksila dan mandibula 1. Insisivus sentralis dan lateralis sudut penyinaran 0 ; 2. Kaninus, sudut penyinaran ; 3. Premolar 1,2 dan molar 1 sudut penyinaran ; 4. Molar 2,3 sudut penyinaran Angulasi vertikal teknik bisekting pada daerah maksila: 1. Insisivus 1,2 dan kaninus sudut penyinaran ; 2. Premolar 1,2 dan molar 1 sudut penyinaran ; 3. Molar 2,3 sudut penyinaran ,13 Angulasi vertikal teknik bisekting pada daerah mandibula: 1. Insisvus 1,2 dan Kaninus sudut penyinaran (-20 ); 2. Premolar 1,2 dan molar 1 sudut penyinaran -10 ; 3. Molar 2,3 sudut penyinaran ,13 Panjang cone sesuai dengan ukuran delapan inci dapat digunakan dalam teknik bisekting. Bila radiografer ingin menggunakan long cone maka panjang long cone yang digunakan berkisar dua belas sampai enam belas inci (12-16 inch). Keuntungan memakai long cone dapat mengurangi citra pembesaran dan mengurangi distorsi serta dapat memberikan gambaran anatomi dan panjang gigi yang lebih akurat Radiografi Interproksimal/ Bitewing Teknik radiografi bitewing digunakan untuk memeriksa daerah interproksimal gigi dan permukaan gigi yang meliputi mahkota dari maksila dan mandibula didaerah interproksimal dan tulang alveolar dalam film yang sama. Pada teknik bitewing, film ditempatkan sejajar dengan permukaan mahkota gigi maksila dan mandibula. Kemudian pasien disuruh menggigit bite tab atau bitewing film holder dan sinar-x

7 +10º. 11 Film dapat diposisikan secara horizontal atau vertikal tergantung pada daerah diarahkan diantara kontak dari gigi posterior dengan sudut vertikal +5º sampai yang akan dilakukan pengambilan radiografi. Pengambilan secara vertikal biasa digunakan untuk mendeteksi kehilangan tulang sedangkan pengambilan secara horizontal biasa digunakan untuk melihat mahkota, puncak alveolar, kavitas dan keberhasilan dari hasil perawatan. Teknik bitewing juga dapat dilakukan disegmen anterior. 11 Gambar 3. Bite tab, film holder untuk bitewing. 12,13 Gambar 4. Radiografi bitewing vertikal (atas), radiografi horizontal (bawah) Kesalahan dan Kegagalan dalam Pembuatan Radiografi Intraoral Kemampuan, keterampilan dan ketelitian seorang radiograf sangat menentukan kualitas dari hasil radiografi intraoral yang dihasilkan. Gambaran radiografi intraoral harus memiliki persyaratan, diantaranya: kontras, detail dan ketajaman foto radiografi harus baik, setiap struktur anatomi dapat dibedakan dengan jelas, bentuk dan ukuran objek atau gigi tidak mengalami distorsi atau perubahan bentuk. Sehingga batas-batas daerah yang dicurigai dapat dibedakan dengan keadaan

8 normal. Gambaran radiografi yang timbul akibat berbagai kesalahan dalam pengambilan foto maupun karena processing film dapat menyulitkan dokter gigi dalam menginterpretasikan kondisi dari struktur gigi sehingga dapat terjadi diagnosa yang tidak tepat. 3,12 Dalam pembuatan foto radiografi intraoral, operator harus menguasi pengetahuan tentang jenis-jenis foto intraoral, jenis film intraoral yang akan digunakan, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang radiografer serta teknikteknik foro intraoral dan berbagai kesalahan dan penyebab dari kegagalan dalam pembuatan radiografi khususnya foto intraoral yang banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kesalahan dalam penempatan foto dan kesalahan dalam processing film Kesalahan Pasien Berbagai kegagalan dalam pembuatan radiografi intraoral, kegagalan itu sendiri dapat berasal dari pasien. 11 Dokter gigi harus selalu menjelaskan prosedur radiografi kepada pasien dan memberikan instruksi yang jelas, apa yang harus dilakukan pasien untuk membantu memastikan kualitas gambar dan menghindari hasil foto yang tidak baik. Kesalahan yang paling umum dalam kategori ini adalah gerakan. 11 Faktor penyebab pasien bergerak meliputi: a. Ketidaknyamanan; b. Sandaran Kepala; c. Tersedak/ menelan; d. Kecacatan pasien. 11 a. Ketidaknyamanan Ketidaknyaman pasien menjadi salah satu faktor penyebab kegagalan dalam hasil radiografi intraoral, hal ini dibutuhkan kerjasama yang baik antara dokter gigi dan pasien. Ketidaknyamanan dapat diatasi dengan penempatan film yang tepat, menginstruksikan pasien untuk menutup mulut dengan perlahan, penggunaan tepi

9 cushioned yang dapat dilampirkan ke reseptor dan penempatan film lebih ke arah garis tengah langit-langit pada maksila serta mengikuti lekukan lidah pada mandibula akan membuat kondisi yang lebih nyaman bagi pasien. 11 b. Sandaran kepala Sandaran kepala yang tidak nyaman bagi pasien dapat menimbulkan gerakan ketika pengambilan foto hal ini, akan berdampak pada hasil foto yang berbayang. 9 Sandaran kepala didental unit sebaiknya, ditempatkan terhadap lobus oksipital bagian dasar dari bagian belakang kepala pasien, sehingga akan mendukung kepala pasien selama prosedur radiografi dan mengurangi kemungkinan gerakan. Sandaran kepala yang tepat yaitu penempatan posisi bidang oklusal sejajar dengan lantai dan bidang tegak lurus midsagital terhadap lantai untuk foto periapikal dan bitewing, untuk foto periapikal mandibula dapat menginstruksikan pasien untuk meninggikan sedikit dagu hal ini dapat meningkatkan visibilitas dasar mulut sehingga penempatan film dapat lebih baik dan lidah dapat lebih santai. 11 c. Tersedak/ menelan Refleks muntah adalah mekanisme perlindungan dari tubuh yang berfungsi untuk membersihkan saluran udara saat obstruksi. 11 Semua pasien memiliki refleks muntah, beberapa pasien lebih sensitif dari pada yang lain. Refleks muntah dapat terjadi ketika kontak film diletakkan dilangit-langit lunak, pangkal lidah, atau posterior dinding faring. 10,11,12 Untuk menghindari reflek muntah dapat dimulai dari daerah anterior mulut dan menyiapkan semua peralatan sebelum film ditempatkan didalam rongga mulut dengan tujuan untuk membuat pasien menjadi lebih terbiasa dan nyaman dengan prosedur. Pengaturan film harus ditetapkan terlebih dahulu dan cone tabung penyinaran ditempatkan di daerah perletakkan film, hal ini dimaksudkan agar pasien dapat menelan sekali sebelum penyinaran dilakukan. Prosedur lain yang disarankan untuk mengendalikan tersedak dengan cara bernapas yang dalam melalui hidung, berkumur dengan obat kumur topikal atau spray dan memfokuskan kembali perhatian pasien dengan menginstruksikan pasien untuk menaikkan satu kaki atau menekuk jari-jari kaki. 11,12

10 d. Cacat pasien Beberapa pasien mungkin memerlukan bantuan selama prosedur radiografi karena kecacatan fisik atau mental, cedera atau kondisi medis, dengan keadaan seperti ini dibutuhkannya anggota keluarga atau wali untuk membantu dalam memegang pasien. Proteksi harus disediakan untuk pasien dan anggota keluarga yang menemani pasien selama proses pengambilan foto radiografi intraoral. Dokter gigi harus mempertimbangkan teknik yang digunakan sesuai dengan kondisi pasien misalnya, seorang pasien dengan penyakit Parkinson dapat lebih baik mentolerir radiografi intraoral yang memiliki pemaparan yang pendek dari pada panoramik yang membutuhkan posisi lebih rumit dan waktu pemaparan lebih lama Kesalahan Teknik dan Kesalahan Penyinaran Film a. Gambaran yang tidak sesuai/ apikal hilang Kesalahan penempatan film dapat terlihatnya gambaran yang tidak sesuai pada area yang akan dilihat. Hal ini biasanya terjadi pada proyeksi molar ketika pasien tidak dapat mentoleransi saat film ditempatkan dalam rongga mulut. Struktur gambaran radiografi yang baik harus berdasarkan pada kriteria, dengan menggunakan kriteria yang menentukan mana gigi dan struktur sekitarnya dapat meminimalkan kesalahan. 11 Hilang apikal gigi merupakan salah satu kesalahan penempatan film penanggulangannya yaitu bila menggunakan pemegang reseptor, blok gigitan harus ditempatkan pada gigi yang menerima sinar-x dan bukan pada gigi antagonisnya. Jika blok gigitan ditempatkan pada gigi yang berlawanan dan pasien diwajibkan untuk menggigit reseptor, kemungkinan besar akan menyebabkan kesalahan penempatan film. Menempatkan reseptor lebih ke lingual dari gigi mandibula dan mengikuti lengkung langit-langit pada maksila akan membuat penempatan lebih mudah dan lebih nyaman untuk pasien. 11 b. Penempatan film terbalik Penempatan film terbalik dalam rongga mulut menyebabkan bukan film yang akan terpapar sumber radiasi, melainkan lempengan timah. Sinar-x akan dilemahkan

11 oleh lempengan timah sebelum sinar sampai pada film. lempengan timah yang terpapar sinar x ini akan menghasilkan, efek herringbone atau efek diamond akan muncul pada film yang telah diproses. Kesalahan ini akan menghasilkan gambar yang terang dan menimbulkan keraguan saat proses identifikasi film, kesalahan penempatan film terbalik mungkin akan berkurang dengan reseptor digital khususnya sensor yang kaku atau rigid. 11 Gambar 5. Penempatan film terbalik. 11 c. Pembengkokan film Pembengkokan film dapat terjadi karena kelengkungan dari palatum atau lengkung lingual saat penempatan film. Film bersifat lentur dan tidak seharusnya menjadi bengkok, bila menggunakan film holder, lenturkan film terlebih dahulu sebelum dimasukan ke rongga mulut. Film yang terlalu besar memungkinkan pembengkokan dapat terjadi, tentukan film yang sesuai dengan gambaran radiografi yang diinginkan hal ini, akan menghasilkan sedikit kenyamanan pada pasien. 11 Film yang bengkok akan menyebabkan lipatan pada emulsi yang pada akhirnya berdampak pada kualitas gambar. Untuk mengatasi masalah pembengkokan film ini sebaiknya hati-hati dalam penanganan, penggunaan film yang lebih kecil, dan penempatan yang benar. 11

12 Gambar 6. Film bengkok. 11 d. Bidang oklusal miring Ketika film tidak tegak lurus dengan bidang oklusal, bidang oklusal akan tampak miring atau diagonal. Ketika pengambilan gambar radiografi bitewing, tepi atas film mungkin berkontak dengan gingival dibagian palatal atau palatum yang lengkung sehingga bidang oklusal akan terlihat miring. Untuk menghindari kesalahan ini film seharusnya ditempatkan lurus atau tegak lurus dengan bidang oklusal, atau film harus jauh dari gigi dan selalu menempatkan biteblock dalam kontak oklusal atau insisal gigi. 11 Gambar 7. Bidang oklusal yang miring. 11

13 e. Kesalahan angulasi vertikal Bila menggunakan teknik paralel dan film holder, angulasi vertikal ditentukan oleh perangkat film holder untuk memungkinkan sinar-x menjadi tegak lurus terhadap film dan gigi hal ini, penting untuk menempatkan film sejajar, sehingga memastikan angulasi vertikal secara tepat. Sebaliknya ketika menggunakan teknik bisekting, sinar yang tegak lurus terhadap bidang yang membagi sudut dibentuk oleh gigi dan reseptor. Kesalahan kesejajaran vertikal terjadi pada teknik bisekting dapat mengakibatkan pemanjangan atau pemendekan pada gambaran gigi dari yang sebenarnya. 11 f. Elongasi Elongasi atau pemanjangan gambaran gigi dari yang sebenarnya merupakan hasil dari angulasi yang terlalu kecil. 11,12 Ketika kesalahan angulasi vertikal terjadi pada teknik paralel, gambar bergerak dalam dimensi vertikal (atas atau bawah) pada film. 11 Untuk memperbaiki kesalahan ini operator harus meningkatkan angulasi vertikal, dengan cara untuk maksila angulasi positif harus ditingkatkan (cone mengarah ke bawah), untuk mandibula angulasi negatif harus ditingkatkan (cone mengarah ke atas). 11 Kesalahan ini bisa juga terjadi pada teknik bisekting yang disebabkan oleh sinar-x yang tegak lurus terhadap sumbu panjang gigi dibandingkan dengan sudut antara gigi dan film. 12 Gambar 8. Elongasi (kiri), angulasi film (tengah), penyinaran dengan angulasi yang kurang (kanan). 11

14 g. Foreshortening Foreshortening atau pemendekan gambaran gigi dan jaringan pendukung dari yang sebenarnya disebabkan karena kesalahan angulasi vertikal yang terlalu besar. Untuk memperbaiki foreshortening ketika menggunakan teknik paralel, operator harus menurunkan angulasi vertikal pada maksila dan menurunkan angulasi vertikal pada mandibula. 11,12 Kesalahan seperti ini juga dapat terjadi ketika film tidak ditempatkan secara paralel terhadap panjang aksisi gigi. 11 Gambar 9. Pemendekan atau foreshortening (kiri), sudut penerimaan (tengah) paparan sinar-x dengan angulasi yang terlalu besar. 11 h. Kesalahan angulasi horisontal Keselarasan horisontal yang tepat dari sinar-x akan menghasilkan gambaran ruang interproksimal sehingga dapat mengevaluasi karies dan penilaian tingkat tulang secara menyeluruh. Sinar-x harus ditujukan langsung antara permukaan gigi yang diinginkan agar dapat melihat permukaan interproksimalnya. Kesalahan angulasi horisontal akan menyebabkan gambar radiografi bergeser ke kanan atu ke kiri sehingga permukaan interproksimal menjadi tumpang tindih, untuk menentukan apakah angulasi horisontal salah atau tidak dapat dievaluasi sejauh mana tumpang tindih yang terjadi. 11 Ketika menggunakan film holder, kesalahan angulasi horisontal dapat terjadi karena penempatan film secara horisontal tidak tepat. Kesalahan ini dapat dihindari dengan menempatkan film sejajar dengan gigi sehingga sinar-x dapat berjalan langsung melewati kontak bidang. 11

15 Gambar 10. Kesalahan angulasi horisontal. 11 i. Kesalahan pemusatan sinar Pusat sinar-x harus melewati film dengan cara sinar-x diarahkan tegak lurus terhadap film, ketika keselarasan ini tidak diperhatikan, cone-cut dapat terjadi. Conecutting terlihat sebagai zona bening pada radiografi setelah diproses, karena kurangnya paparan sinar-x pada daerah yang terpotong. Ketika menggunakan digital imaging, cone-cut muncul sebagai daerah buram. 13 Bentuk cone-cutter gantung pada jenis kolimator yang digunakan ketika penyinaran film. Misalnya, jika lingkaran kolimator atau cone digunakan, cone-cute yang melengkung akan muncul, Concutting persegi akan terjadi bila menggunakan kolimator yang berbentuk persegi panjang. Untuk memperbaiki kesalahan ini, sinar harus dipusatkan kembali pada daerah yang tidak terpapar. 11 Gambar 11. Kesalahan pemusat sinar. 11

16 j. Pengaturan waktu Paparan yang salah bisa terjadi karena beberapa faktor, yang paling umum adalah tidak tepatnya pengaturan waktu. Pengaturan waktu adalah kesalahan yang paling mungkin terjadi karena sebagian besar unit telah menetapkan pengaturan miliampere dan votasenya (kv), pengaturan waktu pada saat pemaparan harus didasarkan pada kecepatan film. 11 Pengaturan waktu pemaparan yang tidak tepat juga dapat terjadi karena evaluasi kondisi pasien yang tidak tepat. Operator menggunakan waktu yang lebih lama terhadap pasien yang memiliki postur tubuh tinggi dan besar serta waktu yang lebih sedikit untuk pasien yang memiliki postur tubuh kecil pendek dan anak-anak, sehingga kegagalan penyesuaian waktu akan menghasilkan gambar yang terlalu terang atau terlalu gelap. 11 k. Paparan yang lebih atau kurang Paparan yang kurang pada film akan menghasilkan gambaran dengan densitas yang rendah, kesalahan ini dapat disebabkan karena bertambahnya jarak antar objek dan sinar-x atau tidak menempatkan kepala tabung cukup dekat dengan wajah pasien. Jarak pemaparan dari kepala tabung ke wajah pasien sebaiknya tidak lebih dari 2 cm, gambaran yang kurang terang atau agak gelap dapat dihasilkan jika saklar paparan tidak diaktifkan dengan jangka waktu yang tepat atau operator menekan tombol paparan terlalu cepat. 11 l. Paparan ganda Hasil dari paparan ganda pada film akan mengakibatkan gambaran objek berlapis atau bertindih satu sama lain. Dampak lainnya adalah paparan radiasi yang diterima pasien akan meningkat. 11,12

17 Gambar 12. Paparan ganda. 11 m. Kesalahan objek Ketika prostesis removable yang ada dalam mulut ikut terpapar saat pengambilan gambaran radiografi, prosthesis tersebut akan muncul pada gambaran radiografi. Sebaiknya sebelum prosedur radiografi, operator meminta pasien untuk melepaskan prothesis yang terdapat pada rongga mulut, seperti gigi palsu parsial, gigi palsu lengkap, dan lainnya. Kacamata pasien dapat muncul dalam radiografi ketika pengambilan gambar dengan angulasi vertikal dan perhiasan pada wajah yang berada dijalur sinar-x juga harus dilepas untuk menghindari artefak yang tidak diinginkan. 11 Pelindung tiroid atau apron juga bisa terekam pada gambaran radiografi. Hal ini biasanya disebabkan karena pelindung tiroid dipasang terlalu tinggi atau longgar. 11 Gambar 13. Gigi tiruan sebagian lepasan (kiri), cincin pada hidung (tengah), pelindung tiroid (kanan). 11

18 2.3.3 Kesalahan dalam Processing Film processing film adalah suatu cara untuk menghasilkan gambar dalam pembuatan foto radiografi dengan menggunakan cairan kimia tertentu. Tahap processing ini sangat penting untuk menghasilkan kualitas gambar yang baik, walaupun teknik penempatan film sudah benar, pasien kooperatif, mesin sinar-x dengan kualitas terbaik, namun jika pengetahuan operator kurang tentang teknik processing, bahan kimiawi dan prosedur kerjanya, maka kemungkinan kegagalan radiografi pada waktu processing dapat terjadi. 14,15 Prosedur processing film yang benar akan menghasilkan gambar yang diharapkan seperti: kontras, detail gambar, serta tidak adanya noda processing. 15 Masalah processing film dapat terjadi dengan sejumlah alasan yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: 8 1.Kesalahan yang disebabkan oleh waktu dan temperatur a. Dense image Gambar yang terlihat gelap (dark radiograph), penyebabnya overdeveloper film, keadaan ini dapat diakibatkan larutan developer yang terlalu tinggi sedangkan waktu developingnya tidak disesuaikan, kosentrasi larutan developer yang terlalu pekat, larutan developer terkontaminasi dengan larutan fixer, perendaman dalam larutan developer terlalu lama dan kesalahan dalam penyinaran, miliamper dan voltase yang tinggi. 8,15 Gambar 14. Terlihat gelap. 8

19 Penanggulangannya: 1. Periksa suhu larutan developer, semakin tinggi suhu larutan developer semakin lambat prosesnya; 2. Perhatikan waktu, saat film berada dalam larutan developer; 3. Larutan developer yang terkontaminasi larutan fixer harus diganti dengan yang baru; 4. Perhatikan posisi tanki larutan developer dengan tanki larutan fixer mungkin terlalu dekat. 15 b. Thin image Gambar yang terlihat terang (ligh radiograph), penyebabnya underdeveloper film, keadaan ini dapat diakibatkan oleh waktu developer yang tidak tepat atau terlalu cepat, larutan developer yang terlalu dingin, waktu yang terlalu singkat, kesalahan dalam penyinaran miliamper dan voltase yang rendah. 8 Gambar 15. Terlihat terang. 8 Penanggulangannya: 1. Periksa peralatan yang anda gunakan untuk development film (kemungkinan adanya kerusakan unit); 2. Periksa suhu larutan developer, suhu yang terlalu rendah dapat memperlambat proses penyerapan developer;

20 3. Ketika memindahkan film dari larutan developer meminimalkan larutan yang berlebih sebelum diletakkan dilarutan fixer hal ini bertujuan agar penyerapan larutan dapat sempurna. 15 c. Cracked image Gambar yang terlihat pecah-pecah, penyebabnya retikulasi dari emulsi film, keadaan ini dapat diakibatkan oleh perubahan temperatur developer yang tiba-tiba. 8 Gambar 16. Terlihat craced Kesalahan yang disebabkan oleh bahan kimia yang terkontaminasi a. Dark spots Gambar terlihat spot hitam pada film, disebabkan oleh larutan developer kontak dengan film sebelum film diproses. 8,14,15 Gambar 17. Terlihat spot hitam. 8 b. White spots

21 Gambar terlihat spot putih pada film, disebabkan oleh larutan fixer yang kontak dengan film sebelum film diproses, gelembung udara yang melekat pada permukaan film. 8,14,15 Gambar 18. Terlihat spot putih pada film. 15 Penanggulangannya: 1. Untuk mengatasi masalah pada gelembung udara dengan cara gantung film dekat pinggir tanki tanpa menyentuh pinggirnya, atau posisikan film dengan cara naik dan turun saat didalam larutan deveplover. 2. Hindari posisi film tersentuh film yang lain atau pinggir tanki, hal ini akan menghasilkan noda putih film. 3. Hindari film berkontak dengan larutan fixer sebelum film diproses. 15 c. Steins Gambar terlihat warna kuning kecoklatan, disebabkan oleh penggunaan larutan fixer yang sudah lama dan proses washing yang tidak sempurna. 8,14

22 Gambar 19. Warna kuning kecoklatan. 8 3 Kesalahan dalam penanganan film a. Gambar yang putih dibagian pinggir film Gambar terlihat putih dibagian pinggir film, keadaan ini dapat diakibatkan karena film hanya sebagian terproses yaitu sebagian film tidak tenggelam dalam larutan developer atau film berkontak dengan film lain. 8,15 Gambar 20. Terlihat putih dibagian pinggir film 15 b. Gambar yang hitam dibagian pinggir film Gambar terlihat hitam dibagian pinggir film, keadaan ini dapat diakibatkan karena film hanya sebagian terproses yaitu sebagian film tidak tenggelam dalam larutan fixer atau film berkontak dengan film lain. 8,15

23 Gambar 21. Terlihat hitam dipinggir film. 15 c. Daerah putih/ hitam pada daerah overlap Gambar terlihat putih/ hitam pada daerah overlap, keadaan ini dapat diakibatkan dua film yang berkontak sebelum dan selama processing dilakukan sekaligus dalam satu jari yang sama. 8 Gambar 22. Terlihat putih/ Hitam. 8 d. Black crescent shaped marks Penyebabnya adalah finger nail artifact, keadaan ini dapat diakibatkan rusaknya emulsi film oleh kuku dari operator selama processing film dilakukan. 8,14

24 Gambat 23. Black crescent shaped marks. 8 e. Lack finger print Penyebabnya adalah finger print artifact, keadaan ini dapat diakibatkan selama processing film operator tidak menggunakan film klip sehingga permukaan film terpegang yang kemungkinan tangan operator terkontaminasi dengan larutan developer. 8,14,15 Gambar 24. Lack finger print. 8 Penanggulangan: 1. Melakukan prosedur pencucian tangan sederhana, pastikan tangan dalam keadaan bersih dan kering sebelum processing film; 2. Gunakan sarung tangan untuk menghindari bersentuhnya jari langsung ke film saat processing film dilakukan. 14,15

25 f. Static electricity Gambarnya menyerupai ranting pohon berwarna hitam, sehingga dapat ditafsirkan sebagai fraktur tulang keadaan ini dapat diakibatkan cara mengeluarkan film dari bungkusnya secara kasar dapat juga disebabkan oleh beberapa bahan sintetik yang terdapat pada seragam operator 8,14,15 Gambar 25. Menyerupai ranting pohon berwarna hitam. 8 Penanggulangan: 1. Lepaskan pelindung film secara perlahan-lahan; 2. Memperhatikan kelembaban udara, jangan terlalu cepat membuka film dalam keadaan ruangan yang kering hal ini dapat menyebabkan terjadinya static electricity pada film; 3. Hindari penggunaan seragam yang terbuat dari bahan sintetik yang dapat menyebabkan statik pada film. 14,15

26 g. Garis putih Penyebabnya adalah scratched film, keadaan ini dapat diakibatkan lepasnya soft emulsi film oleh benda yang tajam. 8,15 Gambar 26. Terlihat adanya garis putih. 8

27 2.4 Kerangka Konsep Radiografi Dental Ekstraoral Intraoral Kesalahan dan Kegagalan Radiografi Intraoral Kesalahan Pasien Kesalahan Pemaparan Kesalahan processing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Dental Radiografi pertama kali dikemukakan oleh Wilhelm Conrad Roentgen, seorang professor fisika dari Universitas Wurzburg, Jerman pada November 1895. 8,9 Pada Januari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan alat radiografi di bidang kedokteran gigi dimulai pada tahun 1913. Kemudian pada tahun 1923, miniatur yang lebih kecil dari versi yang pertama dimunculkan dan kemudian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi pertama kali ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen (seorang fisikawan) pada tahun 1895 di Jerman. Roentgen bekerja dengan tabung sinar katoda

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanankan pada bulan Mei 7 bertujuan untuk mengetahui persentase jenis kegagalan radiografi periapikal di RSGM UMY yang diterima

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Radiologi Kedokteran Gigi a. Sejarah Radiologi Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK. secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan

BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK. secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK Panoramik merupakan salah satu foto rontgen ekstraoral yang telah digunakan secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan maksilofasial. 5,7,10,11

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Karies gigi adalah penyakit multifaktorial dengan interaksi antara tiga faktor, yaitu gigi, mikroflora, dan diet. Bakteri akan menumpuk di lokasi gigi kemudian membentuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Radiografi Sinar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen, seorang profesor fisika dari Universitas Wurzburg, di Jerman. Hasil radiografi terbentuk karena perbedaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi kedokteran gigi merupakan pemeriksaan penunjang dari pemeriksaan klinis yang biasanya digunakan untuk membantu penegakan diagnosa dan rencana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi dan Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi pertama dilakukan pada tahun 1895 dengan penemuan X-ray oleh Profesor Wilhelm Conrad Roentgen. Ahli fisika Jerman ini adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Alveolar Prosesus alveolaris merupakan bagian dari tulang rahang yang menopang gigi geligi. Tulang dari prosesus alveolaris ini tidak berbeda dengan tulang pada bagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Impaksi Menurut Indonesian Journal of Dentistry, gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang sekitarnya atau jaringan patologis, gigi

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi kedokteran gigi merupakan seni dan ilmu dalam membuat gambar bayangan gigi dan struktur sekitarnya. Radiografi berperan penting di bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK TENTANG KESALAHAN PEMBUATAN RADIOGRAFI INTRAORAL PADA SALAH SATU FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI DI DENPASAR BALI

PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK TENTANG KESALAHAN PEMBUATAN RADIOGRAFI INTRAORAL PADA SALAH SATU FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI DI DENPASAR BALI PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK TENTANG KESALAHAN PEMBUATAN RADIOGRAFI INTRAORAL PADA SALAH SATU FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI DI DENPASAR BALI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat menghasilkan kualitas gambar intraoral yang dapat dijadikan untuk. sebelumnya (Farman & Kolsom, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. tepat menghasilkan kualitas gambar intraoral yang dapat dijadikan untuk. sebelumnya (Farman & Kolsom, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan radiografik telah menjadi salah satu alat bantu diagnosis utama di bidang kedokteran gigi untuk menentukan keadaan penyakit dan merencanakan perawatan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah : penelitian deskriptif prospektif dengan bantuan radiografi periapikal paralel. B. Populasi

Lebih terperinci

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: Kontrol plak 80 BAB 7 KONTROL PLAK Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: 1. Menyingkirkan dan mencegah penumpukan plak dan deposit lunak (materi alba dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

INSTRUMENTASI PERIODONTAL

INSTRUMENTASI PERIODONTAL INSTRUMENTASI PERIODONTAL 1.Hal-hal yang harus diperhatikan pada waktu instrumentasi 2.Penskeleran dan Penyerutan akar HAL-HAL YG HARUS DIPERHATIKAN PADA WAKTU INSTRUMENTASI 1. PEMEGANGAN 2. TUMPUAN &

Lebih terperinci

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Tugas Paper Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Aditya Hayu 020610151 Departemen Prostodonsia Universitas Airlangga - Surabaya 2011 1 I. Sebelum melakukan penetapan gigit hendaknya perlu

Lebih terperinci

RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI. Ghita Hadi Hollanda, drg

RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI. Ghita Hadi Hollanda, drg RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI Ghita Hadi Hollanda, drg Pokok Bahasan Dental X-ray Machine Film Dental Prosesing Film Radiologi Kedokteran Gigi Ilmu yang mempelajari penggunaan radiasi, terjadinya sinar x,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang BAB 2 EKSTRAKSI GIGI 2.1 Defenisi Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut Gibson et.al. kemampuan seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan, sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui latihan, pengalaman kerja maupun pendidikan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap 540 kasus perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida melalui hasil radiografi periapikal pasien yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengetahuan Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya.wujudnya dapat berupa pengetahuan, sikap, dan tindakan.perilaku

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) 1 PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) PENDAHULUAN Anasir gigitiruan merupakan bagian dari GTSL yang berfungsi mengantikan gigi asli yang hilang. Pemilihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di bidang kedokteran gigi karena radiograf mampu menyediakan informasi kondisi objek yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas BAB 4 PEMBAHASAN Penderita kehilangan gigi 17, 16, 14, 24, 26, 27 pada rahang atas dan 37, 36, 46, 47 pada rahang bawah. Penderita ini mengalami banyak kehilangan gigi pada daerah posterior sehingga penderita

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosa dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI (RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI)

Standard Operating Procedure PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI (RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI) Standard Operating Procedure PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI (RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI) PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017 0 LEMBAR IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi dibidang ilmu kedokteran gigi yaitu pengambilan gambar menggunakan radiografi dengan sejumlah radiasi untuk membentuk bayangan yang dapat

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Impaksi Kaninus Gigi impaksi dapat didefinisikan sebagai gigi permanen yang terhambat untuk erupsi keposisi fungsional normalnya oleh karena adanya hambatan fisik dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN 1 HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN Hubungan rahang disebut juga dengan relasi vertikal/dimensi vertikal. Pengertian relasi vertikal : Jarak vertikal rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Gigi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Gigi berfungsi sebagai organ mastikasi saat menjalankan fungsinya harus berintegrasi dengan organ lainnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Periapikal Nama periapical berasal dari bahasa latin peri, yang berarti sekeliling, dan apical yang berarti ujung. Radiogafi periapikal dapat menunjukkan secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi.

I. PENDAHULUAN. terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan saluran akar pada gigi desidui merupakan salah satu tindakan terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi. Perawatan saluran akar

Lebih terperinci

Perbandingan Otsu Dan Iterative Adaptive Thresholding Dalam Binerisasi Gigi Kaninus Foto Panoramik

Perbandingan Otsu Dan Iterative Adaptive Thresholding Dalam Binerisasi Gigi Kaninus Foto Panoramik Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA (JITIKA) Vol.11, No.1, Februari 2017 ISSN: 0852-730X Perbandingan Otsu Dan Iterative Adaptive Thresholding Dalam Binerisasi Gigi Kaninus Foto Panoramik Nur Nafi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Pemeriksaan radiografi mempunyai peranan yang sangat penting di bidang kedokteran gigi. Ini karena hampir semua perawatan gigi dan mulut membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan sinar X telah lama dikenal dalam bidang kedokteran umum maupun kedokteran gigi sebagai suatu alat yang sangat membantu dalam suatu diagnosa penyakit gigi.

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental dikenal memiliki peranan yang penting dalam bidang kedokteran gigi yakni membantu dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanalis Mandibularis Kanalis mandibularis adalah saluran yang memanjang dari foramen mandibularis yang terletak pada permukaan medial ramus. Kanalis ini dialiri oleh inferior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Relasi Klas I Skeletal Pola Klas I skeletal memiliki besar sudut ANB berkisar antara 2-4º, dan bila sudut lebih besar dari 4º dapat dikatakan sebagai Klas II skeletal atau

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL SEBENARNYA DENGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL PADA PERHITUNGAN DIAGNOSTIC WIRE FOTO

PERBANDINGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL SEBENARNYA DENGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL PADA PERHITUNGAN DIAGNOSTIC WIRE FOTO PERBANDINGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL SEBENARNYA DENGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL PADA PERHITUNGAN DIAGNOSTIC WIRE FOTO (DWF) MENGGUNAKAN TEKNIK RONTGEN FOTO PERIAPIKAL NI MADE IKA PUSPITASARI NPM

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Ras India Penduduk ras India Malaysia merupakan suatu kaum yang berasal dari India selatan. Mereka telah datang ke Malaysia sejak dua ribu tahun lalu.kelompokkelompok seperti

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1

BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1 BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1 BLOK 05 SEMESTER III TAHUN AKADEMIK 2017-2018 NAMA KLP NIM FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 BUKU PANDUAN SKILL S LAB BLOK 5 PENYAKIT

Lebih terperinci

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh,

Lebih terperinci

BUKU PETUNJUK REINFORCEMENT / SKILL'S LAB (BPRSL) BLOK 3 RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI ( RKG 1 )

BUKU PETUNJUK REINFORCEMENT / SKILL'S LAB (BPRSL) BLOK 3 RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI ( RKG 1 ) BUKU PETUNJUK REINFORCEMENT / SKILL'S LAB (BPRSL) BLOK 3 RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI ( RKG 1 ) NAMA NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan penggunaan gigi tiruan meningkat pada kelompok usia lanjut karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk kehilangan gigi. Resorpsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi tiruan lengkap adalah protesa gigi lepasan yang menggantikan seluruh gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses erupsi gigi telah banyak menarik perhatian peneliti yang sebagian besar berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan fisiologis anak. Kebanyakan orangtua menganggap

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antropologi Suku Batak Suku Batak merupakan bagian dari ras Proto-Melayu yang menempati pulau Sumatera. Sifat paling dominan dari suku ini adalah kebiasaan hidup dalam splendid

Lebih terperinci

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL A. Pendahuluan 1. Deskripsi Dalam bab ini diuraikan mengenai keadaan anatomis gigi geligi, posisi gigi pada lengkung rahang, letak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mandibula Mandibula berbentuk seperti tapal kuda dan meyangga gigi pada rahang bawah. Tulang mandibula dapat bergerak dan tidak ada artikulasi dengan tulang tengkorak. Tulang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEAKURATAN DIMENSI PANJANG GIGI KANINUS RAHANG ATAS PADA RADIOGRAF PERIAPIKAL TEKNIK BISEKTING ANTARA TIPE KEPALA BRACHYCEPHALIC,

PERBANDINGAN KEAKURATAN DIMENSI PANJANG GIGI KANINUS RAHANG ATAS PADA RADIOGRAF PERIAPIKAL TEKNIK BISEKTING ANTARA TIPE KEPALA BRACHYCEPHALIC, PERBANDINGAN KEAKURATAN DIMENSI PANJANG GIGI KANINUS RAHANG ATAS PADA RADIOGRAF PERIAPIKAL TEKNIK BISEKTING ANTARA TIPE KEPALA BRACHYCEPHALIC, MESOCEPHALIC DAN DOLICOCEPHALIC SKRIPSI diajukan guna melengkapi

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Odontektomi atau pencabutan gigi dengan pembedahan merupakan tindakan pembedahan yang sering dilakukan oleh spesialis bedah mulut (Rahayu, 2014). Pencabutan gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembentukan Akar Gigi Pembentukan akar gigi terjadi setelah pembentukan mahkota gigi selesai dengan sempurna dan gigi mulai erupsi. Pembentukan akar dimulai dari proliferasi

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan perkembangan. 11 Evaluasi status maturitas seseorang berperan penting dalam rencana perawatan ortodonti, khususnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Dentokraniofasial Simetris berasal dari bahasa Yunani, yaitu symmetria yang berarti ukuran. Simetris dapat didefinisikan sebagai suatu kesesuaian dalam ukuran, bentuk,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap insan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Pharynx Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Pharynx terletak di belakang

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti Avi Laviana Bagian Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Jl. Sekeloa Selatan No. 1 Bandung Abstrak Analisis

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode case control, karena sampel tidak menerima perlakuan dan pengukuran dilakukan dalam satu

Lebih terperinci