PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN KRITIS YANG DILAKUKAN TINDAKAN SUCTION ENDOTRACHEAL TUBE DI ICU RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN KRITIS YANG DILAKUKAN TINDAKAN SUCTION ENDOTRACHEAL TUBE DI ICU RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA"

Transkripsi

1 PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN KRITIS YANG DILAKUKAN TINDAKAN SUCTION ENDOTRACHEAL TUBE DI ICU RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : Roni Rohmat Wijaya NIM. S11033 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 i

2

3

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Anugerah, Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perubahan Saturasi Oksigen Pada Pasien Kritis yang Dilakukan Tindakan Suction Endotracheal Tube di ICU RSUD dr. Moewardi Surakarta. Skripsi ini di ajukan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu Keperawatan di STIKes Kusuma Husada Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati, ingin menyampaikan terimakasih dan rasa hormat kepada 1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menyusun skripsi ini. 2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku Ketua Prodi S-1 Keperawatan serta Pembimbing utama yang telah membimbing dengan penuh sabar dan penuh tanggung jawab sampai tersusunnya skripsi ini. 3. bc. Yeti Nurhayati, M. Kes selaku Pembimbing Pendamping yang telah membimbing dengan penuh tanggung jawab sampai tersusunnya skripsi ini 4. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah membantu penulis. iv

5

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii iv vi ix x xi xii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori Kerangka Teori Fokus Penelitian Keaslian Penelitian vi

7 BAB III METODELOGI PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data Analisa Data Keabsahan Data Prinsip-prinsip Etika Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN Gambaran Lokasi Penelitian Gambaran Karakteristik Partisipan Hasil Penelitian BAB V PEMBAHASAN Saturasi Oksigen pada Pasien Sebelum Dilakukan Tindakan Suction Saturasi Oksigen pada Pasien Sesudah Dilakukan Tindakan Suction Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien Kritis Sebelum dan Sesudah Dilakukan Tindakan Suction Respon Pasien pada Saat Mengalami Perubahan Saturasi Oksigen 94 vii

8 BAB VI PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR TABEL Nomor tabel Judul Tabel Halaman 2.1 Tekanan Suction Keaslian Penelitian 40 ix

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar Judul Gambar Halaman 2.1 Kerangka Teori Fokus Penelitian 39 x

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Lampiran Keterangan 1 Surat Permohonan Studi Pendahuluan 2 Surat Balasan Izin Studi Pendahuluan 3 Surat Izin Penelitian 4 Surat Balasan Penelitian 5 Surat Pengajuan Ethical Clearance 6 Surat Etical Clearance 7 Surat Penjelasan Penelitian 8 Surat Persetujuan Menjadi Partisipan 9 Pedoman Wawancara 10 Transkip Wawancara 11 Analisa Data Tematik 12 Lembar Observasi 13 Foto Wawancara/Penelitian 14 Lembar Konsultasi 15 Jadwal Penelitian xi

12 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Roni Rohmat Wijaya PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN KRITIS YANG DILAKUKAN TINDAKAN SUCTION ENDOTRACHEAL TUBE DI ICU RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Abstrak Gagal napas merupakan penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif. Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal napas adalah obstruksi jalan napas, termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube. Penanganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi pada Endotracheal Tube dengan melakukan tindakan suction. Tindakan suction endotracheal tube dapat memberikan efek samping antara lain terjadi penurunan kadar saturasi oksigen >5%. Penelitian ini untuk mengetahui perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction endotracheal tube di Ruang Intensive Care Unit RSUD dr.moewardi Surakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan deskriptif fenomenology, teknik analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode Collaizi. Partisipan dalam penelitian ini adalah 4 perawat yang bekerja di ICU, teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria partisipan perawat dengan kriteria pendidikan minimal D3 keperawatan, lama bekerja minimal tiga tahun di ICU, berpengalaman melakukan suction. Hasil penelitian ini setelah dilakukan tindakan suction pada pasien yang terpasang endotracheal tube saturasi oksigen pasien mengalami penurunan antara 4-10%. Respon pasien saat terjadi perubahan saturasi oksigen yaitu sesak napas, HR meningkat, PCO 2 meningkat, gelisah, hipoksia dan hiperventilasi. Kesimpulan dari penelitian ini tindakan suction pada pasien yang terpasang endotracheal tube dapat menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Kata Kunci : Saturasi oksigen, suction, endotracheal tube Daftar Pustaka : 41 ( ) xii

13 BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Roni Rohmat Wijaya Oxygen Saturation Change in Critically Ill Patients Exposed to the Intervention of Endotracheal Tube Suction at the Intensive Care Unit of Dr. Moewardi General Hospital of Surakarta ABSTRACT Respiratory failure is the cause of high morbidity and high mortality at the Intensive Care Unit. The condition that leads to respiratory failure is airway obstruction, including obstruction on endotracheal tube. The airway obstruction handling due to the accumulation of secretions in the endotracheal tube is done through suction. The endotracheal tube suction can give effects such as oxygen saturation reduction as much as greater than 5%. The objective of this research is to investigate the oxygen saturation change in the critically ill patients exposed to the intervention of endotracheal tube suction at the Intensive Care Unit of Dr. Moewardi General Hospital of Surakarta. This research used the descriptive qualitative phenomenological method. The samples of research consisted of 4 nurses who had the length of employment at the Intensive Care Unit of more than 3 years, who held the education background of Diploma III in Nursing Science, and who had experiences to do suction. The samples were taken by using the purposive sampling technique. The data of research were analyzed by using the Colaizzi s method. The result of this research shows that following the suction intervention to the patients with the endotracheal tube, the oxygen saturation patient decreased as much as 4-10%. The responses of the patients when the oxygen saturation change took place included asphyxia, increased HR, increased PCO 2, anxiety, hypoxia, and hyperventilation. Thus, the suction intervention to the patients with the endotracheal tube could decrease the oxygen saturation. Keywords : Oxygen saturation, suction, endotracheal tube References: 41 ( ) xiii

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang rawat rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa. Peralatan standar di Intensive Care Unit (ICU) meliputi ventilasi mekanik untuk membantu usaha bernapas melalui Endotrakeal Tube (ETT) atau trakheostomi. Salah satu indikasi klinik pemasangan alat ventilasi mekanik adalah gagal napas (Musliha, 2010). Gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif. Gagal napas terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen (O 2 ) dan pembentukan karbon dioksida (CO 2 ) dalam sel-sel tubuh. Hal ini mengakibatkan tekanan oksigen arteri kurang dari 50 mmhg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbon dioksida lebih besar dari 45 mmhg (Hiperkapnia). Gagal napas masih menjadi penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di ruang perawatan intensif (Brunner& Suddarth, 2002). Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal napas adalah obstruksi jalan napas, termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube (ETT). Obstruksi jalan napas merupakan kondisi yang tidak normal akibat ketidak mampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif (Hidayat, 2005). 1

15 2 Hasil studi di Jerman dan Swedia melaporkan bahwa insidensi gagal napas akut pada dewasa 77,6-88,6 kasus/ penduduk/tahun. The American- European Consensus on ARDS menemukan insidensi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) antara 12,6-28,0 kasus/ penduduk/tahun serta kematian akibat gagal napas dilaporkan sekitar 40%. Berdasarkan data peringkat 10 Penyakit Tidak Menular (PTM) yang terfatal menyebabkan kematian berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) pada rawat inap rumah sakit pada tahun 2010, angka kejadian gagal napas menempati peringkat kedua yaitu sebesar 20,98% (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Data yang diperoleh dari buku registrasi pasien ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado mulai dari bulan Januari- Oktober 2013 total pasien yang dirawat di ICU adalah sebanyak 411 pasien dan yang mengalami kejadian gagal napas sebanyak 132 pasien (32,1 %). Rata-rata pasien yang dirawat di ICU adalah pasien/bulan dan rata-rata yang mengalami kejadian gagal napas adalah pasien/bulan serta pasien/bulan meninggal akibat gagal napas (Berty, 2013). Penanganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi pada Endotrakeal Tube pada pasien kritis adalah dengan melakukan tindakan penghisapan lendir (suction) dengan memasukkan selang kateter suction melalui hidung/mulut/endotrakeal Tube (ETT) yang bertujuan untuk membebaskan jalan napas, mengurangi retensi sputum dan mencegah infeksi paru. Secara umum pasien yang terpasang ETT memiliki respon tubuh yang kurang baik untuk mengeluarkan benda asing, sehingga sangat diperlukan tindakan penghisapan lendir (suction) (Nurachmah & Sudarsono, 2000).

16 3 Menurut Wiyoto (2010), apabila tindakan suction tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan bersihan jalan napas maka pasien tersebut akan mengalami kekurangan suplai O 2 (hipoksemia), dan apabila suplai O 2 tidak terpenuhi dalam waktu 4 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Cara yang mudah untuk mengetahui hipoksemia adalah dengan pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO 2 ) yang dapat mengukur seberapa banyak prosentase O 2 yang mampu dibawa oleh hemoglobin. Pemantauan kadar saturasi oksigen adalah dengan menggunakan alat oksimetri nadi (pulse oxymetri), dengan pemantauan kadar saturasi oksigen yang benar dan tepat saat pelaksanaan tindakan penghisapan lendir, maka kasus hipoksemia yang dapat menyebabkan gagal napas hingga mengancam nyawa bahkan berujung pada kematian bisa dicegah lebih dini. Penelitian yang dilakukan Berty, dkk di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2013 pada 16 pasien yang terpasang ETT dan terdapat lendir. Sesudah dilakukan tindakan suction mengalami penurunan saturasi oksigen. Tindakan suction ETT dapat memberikan efek samping antara lain terjadi penurunan kadar saturasi oksigen >5%. Sebagian besar responden yang mengalami penurunan kadar saturasi oksigen secara signifikan pada saat dilakukan tindakan penghisapan lendir ETT yaitu terdiagnosis dengan penyakit pada sistem pernapasan. Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan penghisapan lendir salah satunya adalah hipoksemia/hipoksia. Hal ini diperkuat oleh penelitian Maggiore et al, (2013) tentang efek samping dari penghisapan lendir ETT salah satunya adalah dapat terjadi penurunan kadar saturasi oksigen

17 4 lebih dari 5%. Sehingga pasien yang menderita penyakit pada sistem pernapasan akan sangat rentan mengalami penurunan nilai kadar saturasi oksigen yang signifikan pada saat dilakukan tindakan penghisapan lendir, hal tersebut sangat berbahaya karena bisa menyebabkan gagal napas (Berty, 2013). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di ICU RSUD dr. Moewardi Surakarta didapatkan data jumlah tempat tidur di ICU sebanyak 13 tempat tidur, pasien yang dirawat di ICU 80% terpasang ETT. Pada bulan November 2014 jumlah pasien yang terpasang ETT sebanyak 24 pasien. Mengingat pentingnya pelaksanaan tindakan penghisapan lendir (suction) agar kasus gagal napas yang dapat menyebabkan kematian dapat dicegah maka sangat diperlukan pemantauan kadar saturasi oksigen yang tepat. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang sejauh mana perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction endotracheal tube di Ruang Intensive Care Unit RSUD dr.moewardi Surakarta. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut, adakah perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis setelah dilakukan tindakan suction endotracheal tube di ICU RSUD dr. Moewardi Surakarta?

18 5 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui sejauh mana perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction endotracheal tube di ICU RSUD dr.moewardi Surakarta Tujuan Khusus 1. Mengetahui saturasi oksigen pada pasien sebelum dilakukan tindakan suction. 2. Mengetahui saturasi oksigen pada pasien sesudah dilakukan tindakan suction. 3. Menganalisis perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction. 4. Mengidentifikasi respon pasien pada saat mengalami perubahan saturasi oksigen. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Bagi Perawat ICU Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi perawat dalam melakukan tindakan suction untuk mencegah terjadinya perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis yang terpasang endotracheal tube.

19 Manfaat Bagi Rumah Sakit Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan sebagai dasar pertimbangan dalam metode melakukan tindakan suction endotracheal tube pada pasien kritis Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan mengenai perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction endotracheal tube Manfaat Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan referensi atau acuhan tambahan bila diadakan penelitian lebih lanjut khususnya bagi pihak lain yang ingin mempelajari mengenai perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction endotracheal tube Manfaat Bagi Peneliti Menambah pengalaman dan wawasan peneliti dalam keperawatan mengenai perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction endotracheal tube.

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TINJAUAN TEORI Saturasi Oksigen Oksigen Oksigen atau zat asam adalah salah satu bahan farmakologi, merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau digunakan untuk proses pembakaran dan oksidasi. Oksigen merupakan unsur golongan kalkogen dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur lainnya (utamanya menjadi oksida). Pada Temperatur dan tekanan standar, dua atom unsur ini berikatan menjadi dioksigen, yaitu senyawa gas diatomik. (Swidarmoko, 2010 ). Oksigen (O 2 ) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernapas. Penyampaian O 2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis (Harahap, 2005). 7

21 8 Indikasi primer terapi oksigen adalah pada kasus hipoksemia yang telah dibuktikan dengan pemeriksaan analisa gas darah. Indikasi lain adalah trauma berat, infark miokard akut, syok, sesak napas, keracunan CO, pasca anestesi dan keadaan-keadaan akut yang diduga terjadi hipoksemia. Hipoksemia adalah penurunan tekanan oksigen arteri dalam darah dapat memunculkan masalah perubahan status mental (mulai dari gangguan penilaian, orientasi, kelam pikir, letargi, dan koma), dyspnea, peningkatan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, disritmia, sianosis, diaforesis dan ekstremitas dingin. Kondisi hipoksemia ini biasanya mengarah kepada hipoksia (Brunner & Suddarth, 2001) Saturasi Oksigen Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara %. Oksigen saturasi (SO 2 ) dalam kedokteran sering disebut sebagai "SATS", untuk mengukur persentase oksigen yang diikat oleh hemoglobin di dalam aliran darah. Pada tekanan parsial oksigen yang rendah, sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh ( Hidayat, 2007).

22 9 Pada sekitar 90% (nilai bervariasi sesuai dengan konteks klinis) saturasi oksigen meningkat menurut kurva disosiasi hemoglobin-oksigen dan pendekatan 100% pada tekanan parsial oksigen >10 kpa. Saturasi oksigen atau oksigen terlarut (DO) adalah ukuran relatif dari jumlah oksigen yang terlarut atau dibawa dalam media tertentu, hal ini dapat diukur dengan probe oksigen terlarut seperti sensor oksigen atau optode dalam media cair Pengukuran Saturasi Oksigen Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa tenik. Penggunaan oksimetri nadi merupakan tenik yang efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak (Tarwoto, 2006). Adapun cara pengukuran saturasi oksigen antara lain : 1. Saturasi Oksigen Arteri (SaO 2 ) Nilai dibawah 90% menunjukan keadaan hipoksemia (yang juga dapat disebabkan oleh anemia). Hipoksemia karena SaO 2 rendah ditandai dengan sianosis. Oksimetri nadi adalah metode pemantauan non invasif secara kontinyu terhadap saturasi oksigen hemoglobin (SaO 2 ). Meski oksimetri oksigen tidak bisa menggantikan gas-gas darah arteri, oksimetri oksigen merupakan salah satu cara efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan saturasi

23 10 oksigen yang kecil dan mendadak. Oksimetri nadi digunakan dalam banyak lingkungan, termasuk unit perawatan kritis, unit keperawatan umum, dan pada area diagnostik dan pengobatan ketika diperlukan pemantauan saturasi oksigen selama prosedur. 2. Saturasi Oksigen Vena (SvO 2 ) Diukur untuk melihat berapa banyak mengkonsumsi oksigen tubuh. Dalam perawatan klinis, SvO 2 di bawah 60%, menunjukkan bahwa tubuh adalah dalam kekurangan oksigen, dan iskemik penyakit terjadi. Pengukuran ini sering digunakan pengobatan dengan mesin jantung-paru (Extracorporeal Sirkulasi), dan dapat memberikan gambaran tentang berapa banyak aliran darah pasien yang diperlukan agar tetap sehat. 3. Tissue oksigen saturasi (StO 2 ) Dapat diukur dengan spektroskopi inframerah dekat tissue oksigen saturasi memberikan gambaran tentang oksigenasi jaringan dalam berbagai kondisi. 4. Saturasi oksigen perifer (SpO 2 ) Adalah estimasi dari tingkat kejenuhan oksigen yang biasanya diukur dengan oksimeter pulsa.

24 11 Pemantauan saturasi O 2 yang sering adalah dengan menggunakan oksimetri nadi yang secara luas dinilai sebagai salah satu kemajuan terbesar dalam pemantauan klinis (Giuliano & Higgins, 2005). Alat ini merupakan metode langsung yang dapat dilakukan di sisi tempat tidur, bersifat sederhana dan non invasive untuk mengukur saturasi O 2 arterial (Astowo, 2005 ) Alat yang Digunakan dan Tempat Pengukuran Alat yang digunakan adalah oksimetri nadi yang terdiri dari dua diode pengemisi cahaya (satu cahaya merah dan satu cahaya inframerah) pada satu sisi probe, kedua diode ini mentransmisikan cahaya merah dan inframerah melewati pembuluh darah, biasanya pada ujung jari atau daun telinga, menuju fotodetektor pada sisi lain dari probe (Welch, 2005) Faktor yang Mempengaruhi Bacaan Saturasi Kozier (2002) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi bacaan saturasi : 1. Hemoglobin (Hb) Hb tersaturasi penuh dengan O 2 walaupun nilai Hb rendah maka akan menunjukkan nilai normalnya, misalnya pada klien dengan anemia memungkinkan nilai SpO 2 dalam batas normal.

25 12 2. Sirkulasi Oksimetri tidak akan memberikan bacaan yang akurat jika area yang di bawah sensor mengalami gangguan sirkulasi. 3. Aktivitas Menggigil atau pergerakan yang berlebihan pada area sensor dapat menggangu pembacaan SpO 2 yang akurat Prosedur pengukuran 1. Persiapan Alat a. Oksimetri nadi b. Sensor probe c. Pembersih cat kuku 2. Persiapan Pasien a. Pada pasien dan keluarganya b. Bersihkan tempat yang akan diukur c. Tentukan tepat yang akan diukur Pelaksanaan 1. Cuci tangan 2. Cek sirkulasi perifer dengan menggunakan teknik pengisian kapiler 3. Cek fungsi alat oksimetri nadi 4. Bersihkan kuku dari cat kuku atau lepaskan anting-anting bila kita akan mengukur ditelinga 5. Bersihkan area pengukuran dengan alkohol

26 13 6. Pasang sensor probe 7. Anjurkan pasien untuk bernafas biasa 8. Tekan tombol on pada oksimetri nadi 9. Dengarkan suara atau tanda dari oksimetri nadi 10. Observasi gelombang yang ada pada oksimetri nadi 11. Yakinkan bahwa batas alarm alat sudah sesuai dengan kondisi yang diperlukan 12. Baca dan catat hasil pengukuran 13. Bila dilakukan pemantauan yang terus menerus maka pindahkan sensor probe tiap 2 jam 14. Bila dilakukan sesaat, lepaskan probe dan matikan oksimetri nadi 15. Cuci tangan (Kozier & Erb, 2009) Analisa Perubahan SaO 2 Sebelum dan Sesudah Suction Penelitian yang dilakukan Berty, dkk di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2013 pada 16 pasien yang terpasang ETT dan terdapat lendir. Sesudah dilakukan tindakan suction mengalami penurunan saturasi oksigen. Tindakan suction tidak hanya menghisap lendir, suplai oksigen yang masuk ke saluran napas juga ikut terhisap, sehingga memungkinkan untuk terjadi hipoksemi sesaat ditandai dengan penurunan saturasi oksigen (SpO 2 ).

27 14 Tindakan suction ETT dapat memberikan efek samping antara lain terjadi penurunan kadar saturasi oksigen >5%. Sebagian besar responden yang mengalami penurunan kadar saturasi oksigen secara signifikan pada saat dilakukan tindakan penghisapan lendir ETT yaitu terdiagnosis dengan penyakit pada sistem pernapasan. Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan penghisapan lendir salah satunya adalah hipoksemia/hipoksia, hal ini diperkuat oleh penelitian Maggiore et al, (2013) tentang efek samping dari penghisapan lendir ETT salah satunya adalah dapat terjadi penurunan kadar saturasi oksigen lebih dari 5%. Pasien yang menderita penyakit pada sistem pernapasan akan sangat rentan mengalami penurunan nilai kadar saturasi oksigen yang signifikan pada saat dilakukan tindakan penghisapan lendir, hal tersebut sangat berbahaya karena bisa menyebabkan gagal napas (Berty, 2013). Hiperoksigenasi adalah teknik terbaik untuk menghindari hipoksemi akibat penghisapan dan harus digunakan pada semua prosedur penghisapan. Hiperoksigenasi dapat dilakukan dengan menggunakan kantong resusitasi manual atau melalui ventilator dan dilakukan dengan meningkatkan aliran oksigen, biasanya sampai 100% sebelum penghisapan dan ketika jeda antara setiap penghisapan lendir (Kozier & Erb, 2002).

28 15 Prosedur yang ada saat ini juga mempersyaratkan hiperoksigenasi sebelum dilakukan tindakan hisap lendir, namun pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi juga bisa menyebabkan keracunan oksigen Pasien ICU Pengertian Pasien Pasien atau pesakit adalah seseorang yang menerima perawatan medis. Kata pasien dari bahasa Indonesia analog dengan kata patient dari bahasa Inggris. Patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu patiens yang memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati yang artinya "menderita. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasien adalah orang sakit yang dirawat dokter. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter (Menerez, 2012). Pasien kritis adalah pasien yang secara fisiologis tidak stabil, sehingga mengalami respon hipermetabolik kompleks terhadap trauma, sakit yang dialami akan mengubah metabolisme tubuh, hormonal, imunologis dan homeostasis

29 16 nutrisi. Pasien dengan sakit kritis yang dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU) sebagian besar menghadapi kematian, mengalami kegagalan multi organ, gagal napas, menggunakan ventilator, dan memerlukan support teknologi (Menerez, 2012) Definisi ICU ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif sehingga memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2007). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi,

30 17 perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa Indikasi Pasien Masuk ICU 1. Pasien sakit berat, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus-menerus. Contohnya pasien gagal napas berat, pasca bedah jantung terbuka, shock septik. 2. Pasien yang memerlukan bantuan pemantauan intensif atau non invasive sehingga komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi. Contoh pasien pasca bedah besar dan luas, pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal atau lainnya. 3. Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi akut, sekalipun manfaat ICU ini sedikit. Contoh pasien dengan tumor ganas metastasis dengan komplikasi infeksi, tamponade jantung, sumbatan jalan napas (Direktorat Keperawatan dan Keteknisan Medik, 2006) Indikasi Pasien Tidak Perlu Masuk ICU 1. Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan laboratorium), kecuali keberadaannya diperlukan sebagai donor organ.

31 18 2. Pasien menolak terapi bantuan hidup. 3. Pasien secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan lagi. Contohnya pasien karsinoma stadium akhir, kerusakan susunan saraf pusat dengan keadaan vegetatif (Direktorat Keperawatan dan Keteknisan Medik, 2006) Indikasi Pasien yang Boleh Keluar ICU 1. Pasien tidak memerlukan lagi terapi intensif karena keadaan membaik atau terapi telah gagal dan prognosis dalam waktu dekat akan memburuk, serta manfaat terapi intensif sangat kecil. Dalam hal yang kedua perlu persetujuan dokter yang mengirim 2. Bila pada pemantauan intensif ternyata hasilnya tidak memerlukan tindakan atau terapi intensif lebih lama. 3. Terapi intensif tidak memberi manfaat dan tidak perlu diteruskan lagi pada: a. Pasien usia lanjut dengan gagal 3 organ atau lebih yang tidak memberikan respons terhadap terapi intensif selama 72 jam. b. Pasien mati otak atau koma (bukan karena trauma) yang menimbulkan keadaan vegetatif dan sangat kecil kemungkinan untuk pulih. 4. Pasien dengan bermacam-macam diagnosis seperti PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun), jantung terminal,

32 19 karsinoma yang menyebar (Direktorat Keperawatan dan Keteknisan Medik, 2006) Pembagian ICU Berdasarkan Kelengkapan Berdasarkan kelengkapan penyelenggaraan maka ICU dapat dibagi atas tiga tingkatan. Pertama ICU tingkat I yang terdapat di rumah sakit kecil yang dilengkapi dengan perawat, ruangan observasi, monitor, resusitasi dan ventilator jangka jangka pendek yang tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat bergantung kepada ICU yang lebih besar. Kedua, ICU tingkat II yang terdapat pada rumah sakit umum yang lebih besar di mana dapat dilakukan ventilator yang lebih lama yang dilengkapi dengan dokter tetap, alat diagnosa yang lebih lengkap, laboratorium patologi dan fisioterapi. Yang ketiga, ICU tingkat III yang merupakan ICU yang terdapat di rumah sakit rujukan dimana terdapat alat yang lebih lengkap antara lain hemofiltrasi, monitor invasif termasuk kateterisasi dan monitor intrakranial. ICU ini dilengkapi oleh dokter spesialis dan perawat yang lebih terlatih dan konsultan dengan berbagai latar belakang keahlian ( Rab, 2007). Terdapat tiga kategori pasien yang termasuk pasien kritis yaitu : kategori pertama, pasien yang di rawat karena penyakit kritis meliputi penyakit jantung koroner, respirasi akut, kegagalan ginjal, infeksi, koma non traumatik dan kegagalan

33 20 multi organ. Kategori kedua, pasien yang di rawat yang memerlukan monitoring karena perubahan patofisiologi yang cepat seperti koma. Kategori ketiga, pasien post operasi mayor. Tanda-tanda klinis penyakit kritis biasanya serupa karena tanda-tanda ini mencerminkan gangguan pada fungsi pernapasan, kardiovaskular, dan neurologi (Nolan et al. 2005). Tanda-tanda klinis ini umumnya adalah takipnea, takikardia, hipotensi, gangguan kesadaran (misalnya letargi, konfusi/bingung, agitasi atau penurunan tingkat kesadaran (Jevons dan Ewens, 2009) Perawat ICU Seorang perawat yang bertugas di ICU melaksanakan tiga tugas utama yaitu life support, memonitor keadaan pasien dan perubahan keadaan akibat pengobatan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi sehingga diperlukan satu perawat untuk setiap pasien dengan pipa endotrakeal baik dengan menggunakan ventilator maupun yang tidak. Klasifikasi empat kriteria perawat ICU di Australia yaitu, perawat ICU yang telah mendapat pelatihan lebih dari dua belas bulan ditambah dengan pengalaman, perawat yang telah mendapat latihan sampai dua belas bulan, perawat yang telah mendapat sertifikat pengobatan kritis (critical care certificate), dan perawat sebagai pelatih (trainer) (Rab, 2007).

34 21 Ketenagaan perawat ICU di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah Sakit yaitu, untuk ICU level I maka perawatnya adalah perawat terlatih yang bersertifikat bantuan hidup dasar dan bantuan lanjut, untuk ICU level II diperlukan minimal 50% dari jumlah seluruh perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU, dan untuk ICU level III diperlukan minimal 75% dari jumlah seluruh perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU Suction Pengertian Suction Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas dengan memakai kateter penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT), orotraceal tube (OTT), traceostomy tube (TT) pada saluran pernafasa bagian atas. Bertujuan untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum, merangsang batuk, mencegah terjadinya infeksi paru. Prosedur ini dikontraindikasikan pada klien yang mengalami kelainan yang dapat menimbulkan spasme laring terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea gangguan perdarahan,

35 22 edema laring, varises esophagus, perdarahan gaster, infark miokard (Elly, 2000) Jenis Suction Suction trakhea seringkali dilakukan pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik. Terdapat laporan yang menunjukkan pasien yang terpasang ventilasi mekanik dilakukan suction hingga 8-17 kali sehari. Sekret trakhea dibuang untuk memastikan patennya jalan napas dan menghindari obstruksi lumen pernapasan yang mengakibatkan peningkatan kerja napas, infeksi paru, atelektasis dan infeksi paru. Penggunaan suction terdapat beberapa resiko efek samping seperti gangguan detak jantung, hipoksemia, dan pneumonia terkait ventilator/ventilator associated pneumonia (VAP). Selain itu juga dikarenakan prosedur yang invasif dan tidak nyaman. Terdapat dua sistem suction yang tersedia: Open Suction System (OSS) dan Closed Suction System (CSS). Jenis OSS hanya digunakan sekali dan membutuhkan lepasnya ventilator dari pasien. CSS diletakkan di antara tube trakhea dan sirkuit ventilator mekanik dan bisa berada didalam pasien lebih dari 24 jam. Penggunaan CSS di Amerika Serikat telah populer selama dekade terakhir ini dan berdasarkan statistika penggunaannya yang makin meningkat yaitu pada 58% dari kasus-kasus, sementara OSS hanya dipergunakan

36 23 pada 4% dari kasus yang ada. Beberapa penelitian penggunaan OSS memiliki beberapa keuntungan seperti insidensi pneumonia yang lebih rendah, kurangnya perubahan fisiologis selama prosedur, kurangnya kontaminasi bakteria, dan ongkos yang lebih rendah. Penggunaan CSS memberikan sejumlah keuntungan antara lain penggunaannya yang multiple-use, tanpa melepas ventilator dari pasien yang dapat berakibat pada munculnya tekanan negatif sehingga terjadi kehilangan volume paru yang intens sehingga berakibat pada hipoksemia (Debora, 2012) Ukuran dan Tekanan Suction Ukuran kanul suction yang direkomendasikan (Lynn, 2011) adalah : 1. Anak usia 2-5 tahun : 6-8F 2. Usia sekolah 6-12 tahun : 8-10F 3. Remaja-dewasa : 10-16F Tekanan yang direkomendasikan Timby (2009) dijelaskan dalam tabel 2.1 Tabe. 2.1 Tekanan Suction Usia Suction dinding Suction portable Dewasa mmhg mmhg Anak-anak mmhg 5-10 mmhg Bayi mmhg 2-5 mmhg

37 Indikasi Tindakan Suction Menurut Smeltzer et al, (2002), indikasi penghisapan lendir lewat endotrakeal adalah untuk: 1. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenance), apabila: a. Pasien tidak mampu batuk efektif. b. Diduga aspirasi 2. Membersihkan jalan napas (bronchial toilet), apabila ditemukan: a. Pada auskultasi terdengar suara napas yang kasar atauu ada suara napas tambahan. b. Diduga ada sekresi mucus pada saluran pernapasan. c. Apabila klinis memperlihatkan adanya peningkatan beban kerja sistem pernafasan. 3. Pengambilan specimen untuk pemeriksaan laboratorium. 4. Sebelum dilakukan radiologis ulang untuk evaluasi. 5. Untuk mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal Prosedur Prosedur hisap lendir ini dalam pelaksanaannya diharapkan sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan agar pasien terhindar dari komplikasi dengan selalu menjaga kesterilan dan kebersihan.

38 25 Prosedur hisap lender menurut Kozier & Erb, (2004) adalah: 1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan, mengapa perlu, dan bagaimana pasien dapat menerima dan bekerjasama karena biasanya tindakan ini menyebabkan batuk dan hal ini diperlukan untuk membantu dalam mengeluarkan sekret. 2. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. 3. Menjaga privasi pasien. 4. Atur posisi pasien sesuai kebutuhan. Posisikan pasien semiflower jika tidak ada kontraindikasi agar pasien dapat bernapas dalam, paru dapat berkembang dengan baik sehingga mencegah desaturasi dan dapat mengeluarkan sekret saat batuk. Berikan analgesik sebelum penghisapan, karena penghisapan akan merangsang refleks batuk, hal ini dapat menyebabkan rasa sakit terutama pada pasien yang telah menjalani operasi toraks atau perut atau yang memiliki pengalaman traumatis sehingga dapat meningkatkan kenyamanan pasien selama prosedur penghisapan.

39 26 5. Siapkan peralatan a. Pasang alat resusitasi ke oksigen dengan aliran oksigen 100 %. b. Catheter suction steril sesuai ukuran. c. Pasang pengalas bila perlu. d. Atur tekanan sesuai penghisap dengan tekanan sekitar mm hg untuk orang dewasa, dan untuk bayi dan anak. e. Pakai alat pelindung diri, kaca mata, masker, dan gaun bila perlu. f. Memakai sarung tangan steril pada tangan dominan dan sarung tangan tidak steril di tangan nondominan untuk melindungi perawat g. Pegang suction catether di tangan dominan, pasang kateter ke pipa penghisap. h. Suction catether tersebut diberi pelumas. 1) Menggunakan tangan dominan, basahi ujung catether dengan larutan garam steril. 2) Menggunakan ibu jari dari tangan yang tidak dominan, tutup suction catheter untuk menghisap sejumlah kecil larutan steril melalui catether. Hal ini untuk mengecek bahwa peralatan hisap bekerja dengan benar dan sekaligus melumasi lumen catether

40 27 untuk memudahkan penghisapan dan mengurangi trauma jaringan selama penghisapan, selain itu juga membantu mencegah sekret menempel ke bagian dalam suction catether. i. Jika klien memiliki sekret yang berlebihan, lakukan pemompaan dengan ambubag sebelum penyedotan. 1) Panggil asisten untuk prosedur ini 2) Menggunakan tangan non dominan, nyalakan oksigen ke l/menit. 3) Jika pasien terpasang trakeostomi atau ett, sambungkan ambubag ke tracheascanul atau ett 4) Pompa dengan Ambubag 3-5 kali, sebagai inhalasi, hal ini sebaiknya dilakukan oleh orang kedua yang bisa menggunakan kedua tangan untuk memompa, dengan demikian volume udara yang masuk lebih maksimal. 5) Amati respon pasien untuk mengetahui kecukupan ventilasi pasien. 6) Bereskan alat dan cuci tangan.

41 Komplikasi Tindakan hisap lendir harus memperhatikan komplikasi yang mungkin dapat ditimbulkan, antara lain yaitu (Kozier & Erb, 2002): 1. Hipoksemia 2. Trauma jalan nafas 3. Infeksi nosokomial 4. Respiratory arrest 5. Bronkospasme 6. Perdarahan pulmonal 7. Disritmia jantung 8. Hipertensi/hipotensi 9. Nyeri 10. Kecemasan Endotracheal Tube Pengertian Endotracheal Tube Endotracheal Tube adalah alat yang digunakan untuk mengamankan jalan napas atas. ETT digunakan atas indikasi kepentingan anestesi umum dan pembedahan atau perawatan pasien sakit kritis di unit rawat intensif untuk kepentingan pengelolaan jalan napas (airway management) (Handayanto, 2013).

42 Indikasi Pemasangan Endotracheal Tube 1. Hilangnya refleks pernafasan 2. Obstruksi jalan nafas besar (epiglotitis, corpus alienum, paralisis pita suara) baik secara anatomis maupun fungsional. 3. Perdarahan faring (luka tusuk, luka tembak pada leher) 4. Tindakan profilaksis (pasien yang tidak sadar untuk pemindahan ke rumah sakit lain atau pada keadaan di mana potensial terjadi kegawatan nafas dalam proses transportasi pasien) (dr. Catharina, 2015) Alat dan bahan 1. Laryngoscope lengkap dengan handle dan blade-nya 2. Pipa endotrakeal (orotracheal) dengan ukuran : perempuan no. 7; 7,5 ; 8. Laki-laki : 8 ; 8,5. Keadaan emergency : 7,5 3. Forceps (cunam) magill (untuk mengambil benda asing di mulut) 4. Benzokain atau tetrakain anestesi lokal semprot 5. Spuit 10 cc atau 20 cc 6. Stetoskop, ambubag, dan masker oksigen 7. Alat penghisap lendir 8. Plester, gunting, jelli 9. Stilet

43 Teknik Pemasangan Endotracheal Tube 1. Beritahukan pada penderita atau keluarga mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan, indikasi dan komplikasinya, dan mintalah persetujuan dari penderita atau keluarga (informed consent). 2. Cek alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi dengan baik dan pilih pipa endotrakeal (ET) yang sesuai ukuran. Masukkan stilet ke dalam pipa ET. Jangan sampai ada penonjolan keluar pada ujung balon, buat lengkungan pada pipa dan stilet dan cek fungsi balon dengan mengembangkan dengan udara 10 ml, jika fungsi baik kempeskan balon kemudian beri pelumas pada ujung pipa ET sampai daerah cuff. 3. Letakkan bantal kecil atau penyangga handuk setinggi 10 cm di oksiput dan pertahankan kepala sedikit ekstensi. 4. Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan faring dan berikan semprotan bensokain atau tetrakain jika pasien sadar atau tidak dalam keadaan anestesi dalam. 5. Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik melalui bag masker dengan Fi O %. 6. Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang laringoskop.

44 31 7. Masukkan bilah laringoskop dengan lembut menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri. Masukkan bilah sedikit demi sedikit sampai ujung laringoskop mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah atau bibir tidak terjepit di antara bilah dan gigi pasien. 8. Angkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30 samapi 40 sejajar aksis pengangan. Jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu. 9. Bila pita suara sudah terlihat, tahan tarikan/posisi laringoskop dengan menggunakan kekuatan siku dan pergelangan tangan. Masukkan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke faring sampai bagian proksimal dari cuff ET melewati pita suara ± 1 2 cm atau pada orang dewasa atau kedalaman pipa ET ±19-23 cm. 10. Angkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan udara 5 10 ml. Waktu intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik. 11. Hubungan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi sambil melakukan auskultasi (asisten), pertama pada lambung, kemudaian pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan pengembangan dada. Bila terdengar gurgling pada lambung dan dada tidak mengembang, berarti pipa ET masuk ke esofagus dan pemasangan pipa harus

45 32 diulangi setelah melakukan hiperventilasi ulang selama 30 detik. Berkurangnya bunyi nafas di atas dada kiri biasanya mengindikasikan pergeseran pipa ke dalam bronkus utama kanan dan memerlukan tarikan beberapa cm dari pipa ET. 12. Setelah bunyi nafas optimal dicapai, kembangkan balon cuff dengan menggunakan spuit 10 cc. 13. Lakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau tercabut. 14. Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit pipa ET jika mulai sadar. 15. Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 % (aliran 10 sampai 12 liter per menit) Komplikasi 1. Pipa ET masuk ke dalam esofagus dapat menyebabkan hipoksia. 2. Luka pada bibir dan lidah akibat terjepit antara laringoskop dengan gigi. 3. Gigi patah. 4. Laserasi pada faring dan trakea akibat stilet pada ujung pipa. 5. Kerusakan pita suara. 6. Perforasi pada faring dan esofagus. 7. Muntah dan aspirasi.

46 33 8. Pelepasan adrenalin dan noradrenalin akibat rangsangan intubasi sehingga terjadi hipertensi, takikardi, dan aritmia. 9. Pipa masuk ke salah satu bronkus, umumnya masuk ke bronkus kanan. Untuk mengatasinya, tarik pipa 1-2 cm sambil dilakukan inspeksi gerakan dada dan auskultasi bilateral Hemodinamika Hemodinamika dapat didefinisikan sebagai pemeriksaan aspek fisik dari sirkulasi darah, termasuk fungsi jantung dan karakteristik fisiologis vaskular perifer. Pemantauan hemodinamika merupakan pusat dari perawatan pasien kritis. Pengukuran hemodinamika penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat, menentukan terapi yang sesuai, memantau respon terhadap terapi yang diberikan, dan mendapatkan informasi keseimbangan homeostatik tubuh. Pengukuran hemodinamik ini terutama dapat membantu untuk mengenali syok sedini mungkin dimana pemberian dengan segera bantuan sirkulasi adalah yang paling penting. Dasar dari pemantauan hemodinamik adalah perfusi jaringan yang adekuat seperti keseimbangan antara pasokan oksigen dengan yang dibutuhkan, mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan elektrokimiawi sehingga manifestasi klinis dari gangguan hemodinamik berupa gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak ditangani secara cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi

47 34 organ multipel. Pemantauan hemodinamik bertujuan untuk mengenali dan mengevaluasi perubahan-perubahan fisiologis hemodinamik pada saat yang tepat, agar segera dilakukan terapi. Parameter yang digunakan untuk menilai pemantauan hemodinamik yang ada di bed site monitor dan berlangsung secara continus diantaranya adalah pengukuran tandatanda vital yaitu: Monitoring Suhu Tubuh Pemantauan suhu pada pasien kritis merupakan hal yang vital walaupun sering diabaikan dalam penatalaksanaan pasien kritis. Suhu tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara produksi panas oleh kontraksi otot dan pembebasan panas karena evaporasi tubuh. Produksi panas yang dihasilkan tubuh antara lain berasal dari: Metabolisme dari makanan (Basal Metabolic Rate), olahraga, shivering atau kontraksi otot skelet, peningkatan produksi hormone tiroksin (meningkatkan metabolisme seluler), proses penyakit infeksi, termogenesis kimiawi (rangsangan langsung dari norepinefrin dan efinefrin atau dari rangsangan langsung simpatetik. Pengukuran suhu tubuh oleh otak hipotalamus, permukaan kulit, dan medula spinalis. Rangsangan panas akan menyebabkan vasodilatasi yang menyebabkan keringat, sebaliknya bila terjadi perangsangan dingin akan terjadi vasokontriksi dan menggigil agar suhu tubuh dapat kembali mencapai bantuan normal

48 35 yakni. Suhu normal berkisar antara 36,5 C 37.5 C. Lokasi pengukuran suhu adalah oral (dibawah lidah), aksila, dan rektal Monitoring Tekanan Darah Tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung. Tekanan sistemik atau arteri darah dalam sistem arteri tubuh adalah indikator yang baik tentang kesehatan kardiovaskuler. Aliran darah mengalir pada sistem sirkulasi karena perubahan tekanan. Darah mengalir dari daerah yang tekanannya tinggi ke daerah yang tekanannya rendah. Kontraksi jantung mendorong darah dengan tekanan tinggi ke aorta. Puncak dari tekanan maksimum saat ejeksi terjadi adalah tekanan darah sistolik. Pada saat ventrikel relaks darah yang tetap dalam arteri menimbulkan tekanan diastolik atau minimum. Tekanan diastolik adalah tekanan minimal yang mendesak dinding arteri setiap waktu. Unit standar untuk pengukuran tekanan darah adalah milimeter air raksa (mmhg). Tekanan darah menggambarkan interelasi dari curah jantung, tahanan vaskuler perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri. Menurut WHO batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmhg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmhg dinyatakan sebagai

49 36 hipertensi, dan dinyatakan hipotensi dimana tekanan darah seseorang turun dibawah angka normal, yaitu mencapai nilai rendah 90/60 mmhg Monitoring Respirasi Monitoring respirasi di ICU untuk mengidentifikasi penyakit dan menilai beratnya penyakit. Monitoring ini juga bersamaan dengan riwayat penyakit, pemeriksaaan radiografi, analisa gas darah dan spirometer. Beberapa parameter yang diperlukan kecepatan pernafasan per menit, volume tidal, oksigenasi dan karbondioksida. ICU biasanya digunakan impedance monitor yang dapat mengukur kecepatan pernafasan, volume tidal dan alarm apnea. Pernapasan normal dimana kecepatan x/menit, klien tenang, diam dan tidak butuh tenaga untuk melakukannya, tachipnea yaitu pernapasan yang cepat, frekuensinya lebih dari 24 x/menit, bradipnea yaitu pernapasan yang lambat, frekuensinya kurang dari 16 x/menit, dan apnea yaitu keadaan terhentinya pernapasan Monitoring SaO 2 Pengukuran oksigen pada memberikan informasi yang penting pada perawatan dan merupakan hal yang vital dalam pengukuran kondisi fisiologis. Saturasi oksigen adalah rasio antara jumlah oksigen aktual yang terikat oleh hemoglobin

50 37 terhadap kemampuan total Hb darah mengikat O 2. Saturasi oksigen (SaO 2 ) merupakan persentase hemoglobin (Hb) yang mengalami saturasi oleh oksigen yang mencerminkan tekanan oksigen arteri darah (PaO 2 ) yang digunakan untuk mengevaluasi status pernafasan. Dari beberapa pengertian tadi, maka dapat disimpulkan bahwa saturasi oksigen adalah perbandingan kemampuan oksigen untuk berikatan dengan hemoglobin dan dibandingkan dengan jumlah total keseluruhan jumlah darah. Pengukuran SaO 2 dilakukan dengan mengunakan Oksimeter denyut (pulse oximetry) yaitu alat dengan prosedur non invasif yang dapat dipasang pada cuping telinga, jari tangan, ataupun hidung. Pada alat ini akan terdeteksi secara kontinue status SaO 2. Alat ini sangat sederhana, akurat, tidak mempunyai efek samping dan tidak membutuhkan kalibrasi. Pulse oximetry bekerja dengan cara mengukur saturasi oksigen (SaO 2 ) melalui transmisi cahaya infrared melalui aliran darah arteri pada lokasi dimana alat ini diletakkan. Oksimeter dapat mendeteksi hipoksemia sebelum tanda dan gejala klinis muncul, seperti warna kehitaman pada kulit atau dasar kuku. Kisaran SaO 2 normal adalah % dan SaO2 dibawah 70% dapat mengancam kehidupan (Zakkiyah, 2014).

51 Kerangka Teori Pasien kritis Dirawat di ICU Gagal napas Pemasangan ETT Obstruksi jalan napas Sekresi berlebihan Tindakan suction Perubahan saturasi O 2 Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber: (Musliha, 2010), (Hidayat, 2005), (Menerez, 2012), (Maggiore, et al, 2013)

52 Fokus Penelitian Tindakan Suction Perubahan saturasi O 2 Gambar 2.2 Fokus Penelitian Fokus pada penelitian ini untuk mengetahui perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis yang terpasang endotracheal tube saat dilakukan tindakan suction.

53 Keaslian Penelitian Tabel 2.2 Keaslian Penelitian Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Berty Irwin Pengaruh Metode Pre Hasil penelitian Kitong (2013) Tindakan Eksperimen dengan menunjukkan Penghisapan menggunakan sebanyak 16 Lendir Endotrakeal Tube rancangan penelitian pasien mengalami One- penurunan (ETT) Terhadap Group Pretest- saturasi oksigen Kadar Saturasi Oksigen Pada Pasien yang Dirawat di Ruang ICU RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Posttest Design. setelah dilakukan tindakan suction. Sri Paryanti (2007) Maggiore et al (2013) Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Ketrampilan Melaksanakan Prosedur Tetap Isap Lendir / Suction di Ruang ICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Decreasing the Adverse Effects of Endotracheal Suctioning During Mechanical Ventilation by Changing Practice Deskriptif analitik, dengan metode cross sectional. Kuantitatif Keterampilan perawat dalam melaksanakan prosedur suction di Ruang ICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto sebagian dalam baik. besar kategori 46,8% responden mengalami penurunan saturasi oksigen dan 6,5% disebabkan karena tindakan suction.

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply BAB I PENDAHULUAN Darah memerlukan oksigen untuk dapat berfungsi dengan baik. Kekurangan oksigen dalam darah bisa membuat tubuh mengalami masalah serius. Selain olahraga dan transfusi darah, nutrisi tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan pengobatan, memberikan pelayanan gawat darurat, rawat jalan dan rawat inap (Kemenkes,2008).

Lebih terperinci

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten Pendahuluan Endotracheal Tube (ETT) adalah sejenis alat yang digunakan di dunia

Lebih terperinci

PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN KRITIS YANG DILAKUKAN TINDAKAN SUCTION ENDOTRACHEAL TUBE DI ICU RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN KRITIS YANG DILAKUKAN TINDAKAN SUCTION ENDOTRACHEAL TUBE DI ICU RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN KRITIS YANG DILAKUKAN TINDAKAN SUCTION ENDOTRACHEAL TUBE DI ICU RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Roni Rohmat Wijaya 1), Wahyu Rima Agustin, S. Kep., Ns, M.Kep. 2) danbc.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Suctioning 1. Definisi Suction ETT yaitu membersihkan sekret dari saluran endotracheal disamping membersihkan sekret, suction juga merangsang reflek batuk. Prosedur ini memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Saturasi oksigen 1. Oksigen Oksigen atau zat asam adalah salah satu bahan farmakologi, merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau digunakan untuk proses pembakaran dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hiperoksigenasi 1. Definisi Hiperoksigenasi adalah teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi (100%) yang bertujuan untuk menghindari hipoksemi akibat penghisapan lendir

Lebih terperinci

Lab Ketrampilan Medik/PPD-UNSOED

Lab Ketrampilan Medik/PPD-UNSOED PEMASANGAN ENDOTRACHEAL TUBE Oleh dr. Catharina W. LEARNING OUTCOME 1. Mahasiswa mengetahui indikasi intubasi pipa endotrakeal (Endo tracheal Tube = ETT). 2. Mahasiswa trampil melakukan intubasi Endotrakeal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Saturasi Oksigen 1. Pengertian Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 100 %. Dalam

Lebih terperinci

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain BEBERAPA PERALATAN DI RUANG ICU 1. Termometer 2. Stethoscope Digunakan untuk mengukur suhu tubuh 3. Tensimeter Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD Sebelum melakukan percobaan, praktikan menonton video tentang suction orofaringeal dan perawatan WSD. Station 1:

Lebih terperinci

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen A. Pengertian Oksigen Oksigen adalah suatu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel secara normal yang diperoleh dengan cara menghirup

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) 1. Analisa Gas Darah Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran ph (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

A.TINJAUAN TEORI a. Pengertian b. Indikasi

A.TINJAUAN TEORI a. Pengertian b. Indikasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.TINJAUAN TEORI 1. HISAP LENDIR a. Pengertian Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 PENGARUH PRE OKSIGENASI TERHADAP STATUS HEMODINAMIK PASIEN YANG TERPASANG ENDOTRACHEAL TUBE DENGAN TINDAKAN SUCTION DI RUANG ICU RUMAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008). 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal nafas merupakan salah satu kondisi kritis yang diartikan sebagai ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan homeostasis oksigen dan karbondioksida.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

Perawatan Ventilator

Perawatan Ventilator Perawatan Ventilator PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR Pengertian Ventilator adalah suatu alat system bantuan nafas secara mekanik yang di desain untuk menggantikan/menunjang fungsi pernafasan. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang intensif merupakan salah satu unit pelayanan rumah sakit dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit kritis dan membutuhkan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial merupakan konstributor penting pada morbiditas dan mortalitas.

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basa.

Lebih terperinci

Berty Irwin Kitong Mulyadi Reginus Malara

Berty Irwin Kitong Mulyadi Reginus Malara PENGARUH TINDAKAN PENGHISAPAN LENDIR ENDOTRAKEAL TUBE (ETT) TERHADAP KADAR SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG ICU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO Berty Irwin Kitong Mulyadi Reginus Malara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu dikembangkan di Indonesia. Berbagai pemberian pelayanan keperawatan intensif bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. WHO (1957) mendefinisikan sehat dengan suatu keadaaan sejahtera sempurna. merawat kesehatan (Adisasmito, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. WHO (1957) mendefinisikan sehat dengan suatu keadaaan sejahtera sempurna. merawat kesehatan (Adisasmito, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (1957) mendefinisikan sehat dengan suatu keadaaan sejahtera sempurna dari fisik, mental, dan social yang tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit dan kelemahan,

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISA TINDAKAN SUCTION MELALUI OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA)

LAPORAN ANALISA TINDAKAN SUCTION MELALUI OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA) LAPORAN ANALISA TINDAKAN SUCTION MELALUI OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA) Project ini dikumpulkan untuk memenuhi tugas praktek klinik keperawatan Kegewadaruratan di Rumah Sakit Dr. M. Ashari Pemalang Oleh: Destini

Lebih terperinci

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1 TERAPI OKSIGEN Oleh : Tim ICU-RSWS juliana/icu course/2009 1 Definisi Memberikan oksigen (aliran gas) lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Airway Management Menurut ATLS (Advance Trauma Life Support) (2008), Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus

Lebih terperinci

2. PERFUSI PARU - PARU

2. PERFUSI PARU - PARU terapi oksigen TAHAPAN RESPIRASI 1. VENTILASI 2. PERFUSI PARU - PARU 3. PERTUKARAN GAS DI PARU-PARU 4. TRANSPORT OKSIGEN 5. EKSTRAKSI ( OXYGEN UPTAKE ) Sumbatan jalan nafas pasien tak sadar paling sering

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I Hemodinamik Aliran darah dalam sistem peredaran tubuh kita baik sirkulasi magna/ besar maupun sirkulasi parva/ sirkulasi dalam paru paru. Monitoring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure (CHF) menjadi yang terbesar. Bahkan dimasa yang akan datang penyakit ini diprediksi akan terus bertambah

Lebih terperinci

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG 14.41 No comments BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Kelompok penelitian dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut:

BAB 4 METODE PENELITIAN. Kelompok penelitian dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut: BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain eksperimental. Kelompok penelitian dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut: Kelompok I : chlorhexidine

Lebih terperinci

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian Pengertian Suction adalah : Tindakan menghisap lendir melalui hidung dan atau mulut. Kebijakan : Sebagai acuan penatalaksanaan tindakan penghisapan lendir, mengeluarkan lendir, melonggarkan jalan nafas.

Lebih terperinci

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway Primary Survey Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah

Lebih terperinci

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI.

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI. PEMINDAHAN PASIEN Adalah pemindahan pasien dari IGD ke ruang rawat inap yang dilaksanakan atas perintah dokter jaga di IGD, yang ditulis dalam surat perintah mondok/ dirawat, setelah mendapatkan persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami hipoksemia dan hiperkapnia. Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ventilasi mekanik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC, 1 BAB 1 A. Latar Belakang PENDAHULUAN Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC, PPOK, ISPA, dan lain-lain. WHO melaporkan bahwa 0,5% dari penduduk dunia terserang Penyakit

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance

Lebih terperinci

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI 70 Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, PELATIHAN, KOMPETENSI DAN KINERJA PERAWAT DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RS. GRHA KEDOYA JAKARTA ==========================================================

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan

Lebih terperinci

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL O 1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produk mucus berlebihan dan kental, batuk tidak efektif. Mempertahankan jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I Lampiran Surat Keputusan Direktur RSPP No. Kpts /B00000/2013-S0 Tanggal 01 Juli 2013 PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA 2 0 1 3 BAB I 0 DEFINISI Beberapa definisi Resusitasi Jantung

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT Tanggal terbit: Disahkan oleh: Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Ns. Hikayati, S.Kep., M.Kep. NIP. 19760220 200212 2 001 Pengertian

Lebih terperinci

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan 5. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam. Anoreksia, sukar menelan, mual dan muntah. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS HIPEROKSIGENASI PADA PROSES SUCTIONING TERHADAP SATURASI OKSIGEN PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK DI INTENSIVE CARE UNIT

EFEKTIFITAS HIPEROKSIGENASI PADA PROSES SUCTIONING TERHADAP SATURASI OKSIGEN PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK DI INTENSIVE CARE UNIT EFEKTIFITAS HIPEROKSIGENASI PADA PROSES SUCTIONING TERHADAP SATURASI OKSIGEN PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK DI INTENSIVE CARE UNIT Superdana, G, M 1 ; Retno Sumara 2 Program Studi Ners Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons

BAB I PENDAHULUAN. oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernafasan merupakan fungsi yang berjalan secara otomatis tanpa dikendalikan oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons bagian atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung Wantiyah Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang arteri koroner 2. Menguraikan konsep keteterisasi jantung: pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, hal-hal yang harus diperhatikan 3. Melakukan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Sehat BebayaVol.1 No. 2, Mei 2017

Jurnal Ilmiah Sehat BebayaVol.1 No. 2, Mei 2017 PENGARUH TINDAKAN SUCTION TERHADAP PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PERIFER PADA PASIEN YANG DI RAWAT DIRUANG ICU RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA The Influence Of Suction On Changes In The Saturation Oxygen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir ancaman dari pembunuh nomor satu di dunia belum pernah surut. Tidak lagi orang tua yang

Lebih terperinci

ASIDOSIS RESPIRATORIK

ASIDOSIS RESPIRATORIK ASIDOSIS RESPIRATORIK A. PENGERTIAN. Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). 1. Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

1. PEMERIKSAAN VITAL SIGN

1. PEMERIKSAAN VITAL SIGN 1. PEMERIKSAAN VITAL SIGN DASAR TEORI Vital sign atau tanda-tanda vital adalah ukuran statistik berbagai fisiologis yang digunakan untuk membantu menentukan status kesehatan seseorang, terutama pada pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) Sistem utama tubuh manusia Sistem Pernapasan Sistem Peredaran Darah Mati Mati klinis Pada saat pemeriksaan penderita tidak menemukan adanya fungsi sistem perdarahan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi 5 BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi ALI ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi yang luas dan parah dari parenkim paru. 10 ALI/ARDS merupakan kumpulan gejala akibat inflamasi

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN A. PENGERTIAN Transient Tachypnea Of The Newborn (TTN) ialah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir yang berlangsung singkat yang

Lebih terperinci

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) DEFENISI PDA kegagalan menutupnya duktus arteriosus ( arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal ) pd minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN TINDAKAN SUCTION DI RUANG ICU RSUD GAMBIRAN KEDIRI

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN TINDAKAN SUCTION DI RUANG ICU RSUD GAMBIRAN KEDIRI 157 HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN TINDAKAN SUCTION DI RUANG ICU RSUD GAMBIRAN KEDIRI CORRELATION BETWEEN NURSE S KNOWLEDGE AND THE IMPLEMENTATION OF SUCTION IN ICU OF GAMBIRAN HOSPITAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy

BAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy Unit) ditemukan pada tahun 1950 di daratan Eropa sebanyak 80%, saat terjadi epidemic Poliomyelitis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda vital, juga dalam pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda vital, juga dalam pengelolaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembedahan atau operasi merupakan tindakan invasif dengan membuka bagian tubuh untuk perbaikan.pembedahan biasanya diberikan anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN Pelayanan yang beresiko tinggi merupakan pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, resiko bahaya pengobatan, potensi

Lebih terperinci

PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE

PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE TUJUAN: Setelah menyelesaikan topik ini, mahasiswa mampu melakukan pemasangan pipa lambung/ngt. Tujuan pemasangan pipa lambung adalah Dekompresi lambung Mengambil sekret lambung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan gold standard untuk penanganan jalan nafas. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah kasus pasien yang mengalami penyumbatan jalan

Lebih terperinci

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas BASIC LIFE SUPPORT Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( ) 1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat. Pola penyakit yang semula didomiasi penyakit-penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat. Pola penyakit yang semula didomiasi penyakit-penyakit menular BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Keberhasilan pembangunan diikuti oleh pergeseran pola penyakit yang ada di masyarakat. Pola penyakit yang semula didomiasi penyakit-penyakit menular dan infeksi

Lebih terperinci

Penghisapan Orofaringeal dan Nasofaringeal

Penghisapan Orofaringeal dan Nasofaringeal Penghisapan Orofaringeal dan Nasofaringeal Penghisapan orofaringeal atau nasofaringeal digunakan bila klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret dengan mengeluarkan atau menelan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering mengganggu pertukaran gas. Bronkopneumonia melibatkan jalan nafas distal dan alveoli, pneumonia lobular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perubahan pola hidup yang terjadi meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan berperan besar pada mortalitas serta morbiditas. Penyakit jantung diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga universal karena umumnya semua individu dimanapun ia berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen (O2). Yang termasuk relaksan otot adalah oksida nitrat dan siklopropane.

BAB I PENDAHULUAN. oksigen (O2). Yang termasuk relaksan otot adalah oksida nitrat dan siklopropane. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anastesi umum merupakan salah satu teknik yang dapat di lakukan pada pasien yang menjalani operasi lebih dari 20 menit, khususnya jika dibutuhkan pemulihan cepat.

Lebih terperinci

PENGUKURAN TANDA VITAL Oleh: Akhmadi, SKp

PENGUKURAN TANDA VITAL Oleh: Akhmadi, SKp PENGUKURAN TANDA VITAL Oleh: Akhmadi, SKp Pengukuran tanda vital merefleksikan indicator fungsi tubuh untuk mempertahankan mekanisme homeostatis dalam rentang yang normal. Adanya perubahan dari pola yang

Lebih terperinci

SOP RESISUTASI PADA ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR

SOP RESISUTASI PADA ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR SOP RESISUTASI PADA ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR PUSKESMAS WAEHAONG KOTA AMBON SPO No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : 1 April 2016 Halaman : 1/4 DR. ADRIYATI ARIEF Nip. 19640111 200604 2 002 1. Pengertian

Lebih terperinci

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT VENTRIKEL SEPTAL DEFECT 1. Defenisi Suatu keadaan abnormal yaitu adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan 2. Patofisiologi Adanya defek ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pasienpasien sakit kritis yang kerap membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Gagal Jantung adalah ketidakmampuan Jantung untuk memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tubuh. Kegagalan fungsi pompa Jantung ini disebabkan

Lebih terperinci

Keterangan : P1,2,3,...P15 : Pertanyaan Kuesioner. : Jawaban Tidak Setuju. No. Urut Resp

Keterangan : P1,2,3,...P15 : Pertanyaan Kuesioner. : Jawaban Tidak Setuju. No. Urut Resp No. Urut Sikap Total Skor Kategori Umur Pendidikan Lama Kerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 3 41 Positif 25 BIDAN 5 Tahun 2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2 22 Negatif

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN TEORI. Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah diastolic>90

BAB I TINJAUAN TEORI. Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah diastolic>90 1 BAB I TINJAUAN TEORI A. Pengertian Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah diastolic>90 mmhg,yang terjadi pada seseoang paling sedikit tiga waktu terakhir yang berbeda (who 1978,komisi

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Asfiksia dan Resusitasi BBL Mengenali dan mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir Asfiksia Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Pengertian Keperawatan Gawat Darurat (Emergency Nursing) merupakan pelayanan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang

Lebih terperinci

Bab 1: Mengenal Hipertensi. Daftar Isi

Bab 1: Mengenal Hipertensi. Daftar Isi Bab 1: Mengenal Hipertensi Daftar Isi Pengantar... vii Bab 1. Mengenal Hipertensi... 1 Bab 2. Faktor Risiko... 11 Bab 3. Diagnosis... 17 Bab 4. Komplikasi Hipertensi... 27 Kiat Menghindari Stroke... 33

Lebih terperinci