II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Menurut Prijono (2008), klasifikasi kakatua-kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea sulphurea), adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Aves Order : Psittaciformes Family : Psittacidae Subfamily : Cacatuinea Genus : Cacatua Species : Cacatua sulphurea (Gmelin,1788) Subspecies : Cacatua sulphurea sulphurea (Gmelin, 1788) Kakatua-kecil jambul kuning memiliki empat subspesies yang berbeda dan ciri utama masing-masing subspesies, adalah sebagai berikut perbedaan antara kedua anak jenis yang memiliki penyebaran luas, C.s.sulphurea (gambar 1). dan Cacatua sulphurea parvula sangat kecil (C. s parvula memiliki tutup telinga kuning yang lebih pucat); sebaliknya anak jenis yang penyebarannya lebih terbatas lebih jelas bedanya, Cacatua sulphurea citrinocristata memiliki jambul berwarna oranye dan tubuh Cacatua sulphurea abbotti lebih besar daripada anak jenis lainnya. Gambar 1 Burung Cacatua sulphurea sulphurea.

2 5 Kakatua-kecil jambul kuning merupakan spesies burung paruh bengkok. Ukuran tubuhnya kurang lebih 34 cm, bulu tubuhnya berwarna putih sedangkan jambulnya berwarna kuning atau jingga, tergantung anak jenisnya (Utomo 2010). Masing-masing anak jenis memiliki kharakteristik tertentu dalam ukuran sayap, ekor, paruh dan tarsus. Beberapa hasil pengukuran yang diberikan oleh Forshaw dan Copper (1989) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perbedaan ukuran antara keempat anak jenis burung kakatua-kecil jambul kuning No Subspesies Sex Sayap Ekor Paruh Tarsus (mm) (mm) (mm) (mm) 1 C.s.sulphurea J B C.s.abbotti J B C.s.parvula J B C.s.citrinocristata J Keterangan: J B : Jantan : Betina B Keistimewaan kakatua terletak pada adanya bedak pada bulu tubuhnya, bila bulu kakatua diusap dengan tangan akan seperti terkena tepung atau bedak (berwarna keputihan), gejala ini disebut dengan bulu bedak atau bulu debu (Harrison 2005). Bulu ini tidak lain adalah bulu kapas yaitu bulu yang telah mengalami penghancuran menjadi butir-butir seperti bedak atau tepung yang berfungsi sebagai sanitasi dan kebersihan bulu kakatua (Kurniawan 2004) Penyebaran Kakatua-kecil jambul kuning adalah spesies endemik di wilayah Wallacea, mulai dari Sulawesi ke arah selatan hingga Sumba dan ke arah timur hingga Timor serta ada populasi di Kepulauan Masalembo dan Nusa Penida, selain itu spesies ini telah diintroduksikan di China (Hongkong) dan Singapura serta dilaporkan bahwa kakatua-kecil jambul kuning dijumpai di beberapa tempat di Singapura bagian selatan dan timur, termasuk Kepulauan St John s dan Sentosa serta di Hongkong,

3 6 semula burung ini merupakan burung peliharaan yang kemudian lepas menjadi liar atau feral (PHPA et al. 1998; Birdlife Internasional 2001). Di daerah penyebaran ini kakatua tidak pernah dilaporkan berada pada ketinggian di atas 1200 m dan umumnya ditemui pada ketinggian di bawah 500 m, selain itu sebagai spesies dari hutan kering atau musiman daripada hutan basah diyakini pula bahwa secara alami spesies ini tidak terdapat di hutan basah dataran rendah di berbagai bagian di Sulawesi (PHPA et al. 1998). Kakatua-kecil jambul kuning merupakan spesies yang terancam punah dengan penyebaran meliputi kawasan Wallacea, Pulau Masakambing dan Pulau Nusa Penida (Agista dan Rubiyanto 2001). Menurut PHPA et al.(1998); Agista dan Rubiyanto (2001), penyebaran keempat anak jenis kakatua-kecil jambul kuning, yaitu: 1. Cacatua sulphurea sulphurea dari Sulawesi, Buton, Muna, Tukangbesi dan pulau-pulau di Laut Flores 2. Cacatua sulphurea parvula dari Nusa Tenggara, bagian barat Timor sampai Bali (kecuali Sumba), dan Pulau Nusa Penida di sebelah tenggara Pulau Bali 3. Cacatua sulphurea citrinocristata dari Sumba 4. Cacatua sulphurea abbotti dari Kepulauan Masalembo dan Kepulauan Masakambing Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra 2002). Habitat mempunyai fungsi dalam penyediaan makanan, air dan pelindung. Habitat terdiri atas komponen fisik (air, udara, iklim, topografi, tanah dan ruang) dan komponen biotik (vegetasi, mikro dan makro fauna serta manusia) yang membentuk sistem yang dapat mengendalikan kehidupan satwaliar dan saling berinteraksi (Dasman 1964; Wiersum 1973; Alikodra 1983; dan Bailey 1984 dalam Alikodra 2002) Kakatua-kecil jambul kuning menghuni hutan primer dan hutan sekunder yang tinggi, dataran rendah, hutan perbukitan, tepi hutan, belukar dan lahan pertanian (Sulawesi), hutan musim basah gugur daun dan hutan lembah sungai (Nusa Tenggara), hutan yang tinggi bersemak, semak yang pohonnya jarang, lahan

4 7 budidaya yang pohonnya jarang (Coates et al. 2000; pfeffer 1958; Watling 1984; dan Butchart et al dalam Birdlife Internasional 2001) Populasi dan Status Kakatua-kecil jambul kuning secara keseluruhan memiliki populasi yang berlimpah dengan penyebaran yang luas di pusat Kepulauan Indonesia pada abad ke sembilanbelas dan jumlah ini mampu bertahan dengan baik sampai sebelum adanya perdagangan komersil secara internasional sekitar dekade 1970-an, pada akhir dekade 1980-an terlihat adanya penurunan populasi yang sangat tajam dan mengakibatkan seluruh populasi terancam (Collar dan Andrew 1988; Andrew dan Holmes 1990 dalam Birdlife Internasional 2001). Jenis ini tertekan dengan adanya ledakan populasi yang mengejutkan selama tahun terakhir akibat penangkapan yang berlebihan untuk perdagangan burung dalam sangkar dan sekarang langka akibat kegiatan ini (Coates dan Bishop). Menurut Birdlife Internasional (2001), subspesies sulphurea yang tersisa bertahan pada jumlah populasi kecil tanpa terkecuali, populasi yang kecil di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, subspesies abbotti mampu bertahan pada populasi kecil yang kritis, subspesies parvula memiliki populasi yang sangat aman di Komodo, hal ini berhubungan dengan perlindungan yang diusahakan oleh Taman Nasional Komodo, dan subspesies citrinocristata bertahan secara pasti walaupun secara perlahan mengalami penurunan populasi di Pulau Sumba. Berdasarkan jumlah populasi yang ada, burung kakatua termasuk hewan langka dan dilindungi oleh undang-undang pemerintah sehingga perlindungan semakin gencar oleh pemerintah (Purnomo 2002). Status keseluruhan burung kakatua-kecil jambul kuning sangat mengkhawatirkan, salah satu anak jenis (Cacatua sulphurea abbotti) hampir mendekati kepunahan, dua anak jenis lainnya (Cacatua sulphurea sulphurea dan Cacatua sulphurea parvula) jumlahnya sangat sedikit dengan populasi yang terisolasi sehingga tidak satu pun di antaranya yang dapat bertahan hidup dalam jangka panjang, dan anak jenis Cacatua sulphurea citrinocristata di Sumba juga kecil, menurun, dan sangat terancam tapi mungkin masih ada populasi yang masih baik di pulau ini (PHPA et al. 1998). Perlindungan terhadap satwa yang dilindungi tercantum dalam undangundang. Menurut Undang-undang RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi

5 8 Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya terutama pasal 21 ayat 2 disebutkan beberapa larangan, sebagai berikut: a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; b. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; d. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; e. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi. Ketentuan pidananya tercantum pada pasal 40 ayat 2 dan 4: Ayat 2 : Dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (seratus juta rupiah). Ayat 4 : Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) Pakan Burung kakatua mempunyai paruh yang sangat khas, yaitu membengkok dan sangat kuat, bentuk dan sifat paruh tersebut sesuai dengan jenis pakannya (Prahara 1994). Pakan kakatua-kecil jambul kuning secara umum terdiri dari biji-bijian, kacang-kacangan, buah arbei, buah-buahan dan mungkin bunga (Forshaw 1989 dalam Birdlife Internasional 2001). Schmutz (1977) dalam Birdlife Internasional (2001) melaporkan bahwa di Flores, kakatua-kecil jambul kuning menjadi hama padi dan jagung yang siap dipanen dan burung ini diindikasikan selalu

6 9 mengunjungi hutan yang bersemi dan menghijau dan tampaknya burung-burung ini banyak menggunakan bagian tumbuhan segar di dalam vegetasi yang sangat bersifat musim. Pakan burung di penangkaran yang baik haruslah memenuhi kebutuhan gizi seimbang yang diperlukan oleh burung seperti di alam. Menurut Prahara (1994), burung kakatua sangat menggemari jagung muda yang berbonggol, biji bunga matahari, kacang tanah, tebu, buah kenari, sedikit sayuran (kangkung dan wortel) dan buah-buahan (jambu biji, pepaya). Pakan diberikan dalam jumlah secukupnya yang diberikan 2 kali sehari, yaitu pada pagi hari setelah sangkar dibersihkan dan siang hari sekitar pukul 12.00, pakan disajikan pada nampan-nampan plastik atau ditancapkan pada kayu tenggeran yang telah dilengkapi dengan paku-paku atau kait-kait, tempat minumnya dari sebuah bak atau kolam kecil yang airnya diganti dan dibersihkan minimal satu kali sehari (Prahara 1999) Perkembangbiakan Seperti kebanyakan burung paruh bengkok, keterikatan antara jantan dan betina sangat erat (PHPA et al. 1998). Schmutz (1977) dalam PHPA et al. (1998) melaporkan bagaimana burung betina yang pasangannya ditembak ketika menyerang lahan pertanian lalu tubuh pasangannya digantung di atas pohon, si betina kemudian kembali dan duduk diam di dekat tubuh pasangannya. Tingkah laku pada masa bercumbu berupa Bersuara dan mengangkat jambulnya, mengembangkan sayap dan mengepak-epakkannya, berjalan pada cabang-cabang kecil, jantan dan memutari betina dan menggosokkan jambul betina, leher disilangkan dan saling menjilat (PHPA et al. 1998). Musim perkembangbiakan berlangsung lama. White dan Bruce (1986) dalam PHPA et al. (1998) menyebutkan masa perkembangbiakan di Buton pada bulan September-Oktober dan Nusa Tenggara pada bulan April-Mei. Burung kakatua termasuk burung yang pemilih dalam menentukan pasangan kawinnya sehingga perlu adanya pendekatan yang dilakukan sebelum burung tersebut mencapai dewasa (Budiman 2002). Sebelum melakukan aktivitas reproduksi, menurut Campbell dkk. (2003) dalam Burung Indonesia (2007), individu betina secara aktif akan memilih pasangan kawin yang potensial berdasarkan ciri spesifik jantan atau sumberdaya yang dibawanya. Jantan akan

7 10 memperlihatkan kebolehannya (display) secara umum dalam suatu wilayah kecil (lek) dan kakatua betina akan mengunjungi lek tersebut untuk memilih jantan yang sedang melakukan display (Burung Indonesia 2007). Kakatua menghasilkan 2-3 butir telur dan dalam proses pengeraman telur serta mengasuh anak dilakukan secara bergantian oleh burung jantan dan betina (Burung Indonesia 2007). Telur kakatua memerlukan waktu 23 hari untuk menetas dengan periode pertumbuhan yaitu antara telur menetas sampai tumbuhnya bulu-bulu untuk terbang adalah 65 hari (Setiawan dkk dalam PHPA et al. 1998) Kesehatan Menurut Prahara (1999), kakatua termasuk burung yang cukup tahan terhadap penyakit. Dengan memenuhi semua kebutuhan dan menjaga sanitasi lingkungan hidupnya maka kesehatan burung kakatua dapat terjaga, berikut beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan kesehatan kakatua (Prahara 1999): 1. Burung kakatua dijauhkan dari kondisi-kondisi penyebab stres (seperti populasi yang terlalu padat di dalam sangkar atau adanya burung yang terlalu dominan) 2. Ukuran kawat sangkar rapat untuk menghindari masuknya tikus 3. Burung kakatua dihindarkan dari kondisi alam atau cuaca yang terlalu ekstrim, misalnya kepanasan atau kedinginan 4. Suplemen vitamin dan mineral diberikan secara teratur pada buah atau pakan lunak kesukaannya dan tidak diberikan pada biji-bijian atau air karena kurang efektif 5. Kebersihan sangkar, tempat pakan dan minum senantiasa dijaga 6. Burung kakatua diberi pakan yang bermutu baik 7. Kondisi burung diperiksa minimum 2 kali sehari terutama pada saat matahari terbit. Meskipun sudah dilaksanakan perawatan dengan baik burung kakatua masih dapat diserang penyakit terutama pada saat pergantian cuaca, maka perlu diketahui ciri-ciri burung kakatua yang sakit (Prahara 1994). Stadium pertama kebanyakan dapat terlihat melalui sinar mata burung yang bersangkutan, matanya tidak bersinar atau bahkan terpejam, burung mulai tertidur dengan kepala dilipat ke

8 11 dalam sayapnya walaupun kedua kakinya masih dapat bertengger, bulu-bulunya terutama di sekitar kepala akan tampak kusam dan kusut, feses tidak normal baik warna ataupun konsistensinya (Prahara 1994). Menurut Prahara (2003), gangguan fisik yang biasa diderita oleh burung kakatua, antara lain: 1. Penyakit internal adalah penyakit yang menyerang organ-organ dalam burung, misalnya usus, hati, paru-paru dan jantung. Penyakit yang bersifat internal dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan cacing. Penyakit internal yang paling sering menimpa burung paruh bengkok adalah berak darah (coccidiosis), cacingan, monoliasis dan aspergiliosis. a) Berak darah (coccidiosis) a.1) Gejala : Kotoran burung yang terserang tampak bercampur darah. Selain itu, burung terlihat lemah, tidak dapat terbang, dan tidak mempunyai nafsu makan. a.2) Penyebab : Penyakit ini disebabkan oleh hewan bersel satu (protozoa) yang disebut Eimeria sp. Protozoa ini sangat menyukai lingkungan yang lembab dan kotor. Apabila protozoa ini tertelan oleh burung, di dalam tubuh burung protozoa akan memperbanyak diri dengan pembelahan sel. Protozoa ini kemudian akan menyerang usus halus dan menyebabkan berak darah serta kematian mendadak pada burung yang terserang. a.3) Pengendalian : Pengobatan dilakukan dengan obat anticoccidiosis yang banyak dijual di pasaran. Salah satu di antaranya adalah Embacox TM. Dosis pengobatannya adalah 5 g/l air minum, sedangkan dosis pencegahannya 2,5 g/l air minum. Lama pemberiannya 3 : 2 : 3, artinya setelah diobati selama 3 hari, diselingi dengan istirahat 2 hari lalu diberikan lagi selama 3 hari berturut-turut. b) Cacingan b.1) Gejala : Burung tampak lemah, badan kurus, dan bulu tampak kusam. Nafsu makan berkurang dan mata terlihat bengkak. b.2) Penyebab : Berbagai jenis cacing, seperti Cestoda (cacing pita), Trematoda (cacing daun) dan Nematoda (cacing gelang).

9 12 b.3) Pengendalian : Untuk pencegahan dan pengobatan dapat diberikan obat cacing sesuai dengan jenis cacingnya. Misalnya untuk jenis Cestoda dapat diobati dengan obat cacing bermerek dagang Vermox TM. Obat cacing yang berbentuk sirup ini dapat diberikan ke burung yang cacingan dengan dosis 0,1 cc per 200 g berat badan burung. Selain dapat membasmi cacing Cestoda, obat cacing ini juga dapat membasmi cacing Trematoda dan Nematoda. Cacing Nematoda selain dapat dibasmi dengan Vermox TM, juga dapat dibasmi dengan obat cacing Worm-X TM atau Stop Worm TM. Dosisnya 120 ml (8 sendok makan) cairan obat yang dilarutkan dalam 20 l air minum untuk 100 ekor burung. Atau 1,2 ml cairan obat yang dilarutkan dalam 200 ml air minum untuk seekor burung. c) Moniliasis c.1) Gejala : Penyakit ini banyak menyerang nuri. Burung yang terserang penyakit ini akan tampak lesu dan bulunya tampak kusam. Jika bagian mulut dari burung yang terinfeksi dibuka mata akan tampak selaput putih kekuningan pada dinding mulutnya. c.2) Penyebab : Penyakit ini disebabkan oleh jamur Candida albicans. Jamur ini menyebar sangat cepat sampai ke jantung udara (air sac) yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian burung karena kesulitan bernapas. c.3) Pengendalian : Penyakit ini muncul karena burung (terutama nuri) mengalami kekurangan vitamin A dalam konsumsi pakannya. Salah satu cara pengobatannya adalah memberikan vitamin A dalam pakannya. Selain itu, juga dilakukan terapi, yakni dengan mengoleskan bagian mulut yang terkena infeksi dengan obat Nystatin TM atau Mycostatin TM. Untuk pencegahan, diberikan vitamin A dalam jumlah cukup. d) Aspergillosis d.1) Gejala : Burung yang terserang penyakit ini terkadang hampir tidak tampak gejala apapun. Namun, gejala yang paling sering tampak adalah

10 13 turunnya nafsu makan serta kesulitan bernapas. Napasnya akan pendek disertai dengan terbuka dan tertutupnya paruh. d.2) Penyebab : Penyakit ini disebabkan oleh jamur Aspergillus fumigatus yang menyerang selaput lendir sistem pernapasan. Jamur dapat mengeluarkan racun yang dapat menyerang sistem saraf pernapasan sehingga dapat menimbulkan kematian yang mendadak pada burung yang terkena. Timbulnya penyakit ini terutama jika kondisi tubuh sedang menurun akibat stres dan penyakit lain. Penyakit ini banyak diderita burung yang berasal dari pasar burung dengan kondisi lingkungan yang sangat memprihatinkan. d.3) Pengendalian : Untuk mengobati penyakit Aspergilosis ini dapat nazole dengan merek dagang seperti Sempera TM dan Sporanox TM yang juga dipergunakan untuk manusia dengan dosis 5-10 mg/kg berat badan burung yang diberikan melalui air minum atau pakan. 2. Penyakit eksternal adalah penyakit yang menyerang organ-organ luar walaupun akibatnya dapat juga menyerang organ dalam. Salah satu penyakit eksternal pada burung paruh bengkok adalah pssitacine beak and feather disease (PBDF) atau penyakit paruh dan bulu. Penyakit ini dapat menyerang seluruh burung paruh bengkok, terutama kakatua. a) Gejala : Gejala penyakit ini sangat mudah terlihat yaitu adanya bulu-bulu rontok yang menyebabkan kebotakan dan atau disertai kerusakan pada paruh. b) Penyebab : Penyakit ini belum jelas penyebabnya, tetapi diduga disebabkan oleh virus yang menyebabkan kerusakan sistem kekebalan tubuh burung atau penyakit yang serupa dengan AIDS pada manusia. Pada mulanya kondisi burung tampak normal, kemudian virus akan menyebabkan kecacatan pada bulu dan kebusukan pada paruh. Pada akhirnya virus ini akan menyebabkan kematian. Penyebarannya melalui bulu yang rontok dan lapuk, serta melalui telur. c) Pengendalian : Apabila menemukan burung dengan gejala seperti di atas, maka burung tersebut harus segera diisolasi di sangkar tersendiri sehingga tidak menulari burung-burung yang lain. Burung yang sakit

11 14 diberi pakan yang baik dan bergizi serta dijauhi dari stres. Lingkungan kandang harus selalu dijaga kebersihannya. Setiap pagi burung dimandikan dengan larutan khusus untuk burung, seperti Bird In TM dengan dosis 1 sendok makan obat yang dilarutkan dalam 1 liter air untuk mandi burung. Kemudian burung dijemur di bawah sinar matahari pagi sampai sekitar pukul Perawatan ini dilakukan terus sampai ada perbaikan pada bulu-bulu atau paruhnya. Sampai saat ini masih belum ditemukan obat yang tepat untuk penyakit ini karena masih dalam taraf penelitian. Untuk mengetahui dengan pasti burung terkena virus PBFD harus menjalani tes DNA. Karena ada penyakit lain yang serupa, yaitu polyoma (french moult) yang disebabkan oleh Papovavirus. Pengobatan penyakit ini jauh lebih maju ketimbang penyakit PBFD. 3. Penyakit defisiensi terutama disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pakan burung. Penyakit ini sebenarnya banyak ragamnya tergantung pada kekurangan zat vitamin atau mineral. Namun, penyakit ini tidak akan timbul jika kebutuhan minimal pakan burung dapat disediakan. Penyakit defisiensi yang paling sering menyerang burung paruh bengkok adalah defisiensi kalsium. a) Gejala : Burung memakan bulunya sendiri b) Penyebab : Burung kekurangan mineral kalsium c) Pengendalian : Dalam pakan burung ditambahkan zat mineral Ca yang dapat diperoleh dari tepung tulang punggung cumi-cumi atau tepung tulang sapi. 4. Trauma a) Gejala : Adanya luka-luka pada tubuh burung. b) Penyebab : Perkelahian, penangkapan, dan pengangkutan yang tidak hati-hati atau kecelakaan, misalnya terjepit kawat. c) Pengendalian : Untuk luka yang kecil dapat diberi obat luka anti-infeksi. Untuk menghilangkan stres burung yang bersangkutan maka lingkungan sangkar atau kandang diusahakan dalam keadaan tenang. Namun, jika lukanya cukup parah, burung yang luka segera dibawa ke dokter hewan untuk memperoleh pengobatan memadai.

12 15 Untuk kondisi burung yang mengalami stres berat akibat upaya penangkapan, burung segera didinginkan dengan membasuh tubuhnya dengan air. Selain itu, burung juga diberi minum dan lingkungan kandang diusahakan tenang Teknik Penangkaran Penangkaran diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar dan tumbuhan alam, bertujuan untuk memperbanyak populasinya dengan mempertahankan kemurnian jenisnya, sehingga kelestarian dan keberadaannya di alam dapat dipertahankan yang meliputi pula kegiatan mengumpulkan bibit atau induk, pembiakan atau perkawinan atau penetasan telur, pembesaran anak, serta restocking atau pemulihan populasinya di alam (Thohari 1987). Berdasarkan atas tujuannya, penangkaran dapat dibedakan dua macam, yakni penangkaran yang ditujukan untuk melestarikan jenis-jenis satwa yang berada dalam keadaan langka yang akan segera punah apabila perkembangbiakannya tidak dibantu oleh campur tangan manusia dan penangkaran yang ditujukan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Thohari 1987). Menurut Helvoort et al. (1986), berdasarkan tujuannya penangkaran dibagi menjadi dua, yaitu untuk tujuan budidaya dan konservasi (Tabel 2). Selanjutnya dijelaskan bahwa ada dua kriteria yang digunakan dalam menetapkan jenis-jenis satwa liar yang perlu ditangkar, yaitu (Thohari 1987): a. Suatu jenis perlu ditangkar apabila secara alami populasinya mengalami penurunan secara tajam dari waktu ke waktu sehingga terancam punah. b. Suatu jenis perlu ditangkar apabila mempunyai potensi ekonomi tinggi dan tingkat pemanfaatan bagi manusia terus bertambah, sehingga kelestariannya terancam. Dijelaskan pula bahwa prinsip kebijakan penangkaran jenis satwaliar adalah (Thohari 1987): a. Mengupayakan jenis-jenis langka menjadi tidak langka dan pemanfaatannya berasaskan kelestarian

13 16 b. Upaya pelestarian jenis perlu dilakukan di dalam kawasan konservasi maupun di luar habitat alaminya, di luar habitat alami berbentuk penangkaran baik di kebun binatang ataupun di lokasi usaha. Tabel 2 Perbedaan Antara Penangkaran Untuk Tujuan Budidaya dan Untuk Tujuan Konservasi Aspek Budidaya Konservasi Obyek 1. Beberapa individu dan ciri-cirinya 1. Suatu populasi dan ciri-cirinya 2. Ras (varietas, forma) 2. Jenis/anak jenis 3. Jumlah individu total yang dimanipulasikan (N) terbatas 3. Jumlah total individu (N) besar Sasaran 1. Domestikasi 1. Release (pelepas-liaran) 2. Perubahan jenis (dalam arti menciptakan 2. Tidak merubah jenis ras, forma) 1. Komersial (terutama segi kuantitas) 1. Non komersial 2. Terkurung untuk selama-lamanya 2. Pengembalian kepada alam asli Manfaat 1. Memenuhi kebutuhan material (protein, 1. Mempertahankan stabilitas kulit dan lain-lain) ekosistem 2. Memenuhi kebutuhan batin dan sosial 2. Meningkatkan nilai keindahan alam Jangka waktu Pendek sampai sedang (1-250 tahun) Selama-lamanya Metode 1. Terapkan teknologi reproduksi (IB, IVF, 1. Mempertahankan sex ratio TE, dan lain-lain) 2. Jumlah mau kawin ditingkatkan 2. Jaga keturunan agar tidak didominasi jenis tertentu 3. Penentuan pasangan diatur 3. Pasangan acak 4. Memungkinkan terjadinya in-breeding 4. Hindari in-breeding dan mutasi dan mutasi gen gen 2.9. Aktivitas Harian Kakatua-kecil jambul kuning hidup berpasangan dan berkumpul menjadi kelompok-kelompok kecil. Menurut Anonim (2011), burung kakatua senang pamer diri dan membuat tingkah lucu dengan membentangkan sayapnya, kepalanya naik

14 17 turun, bermain dan berteriak. Burung kakatua sangat aktif dan selalu ingin tahu mengenai lingkungan sekitarnya, apabila mereka merasa bosan ia akan bersuara melengking dan mencabuti bulunya sendiri (Anonim 2011). Kakatua ini memiliki perilaku saat mencari makan maupun saat makan seperti menggantung pada ujung dahan dengan satu kaki, sedangkan kaki lainnya digunakan untuk memegang buah sambil paruhnya mematahkan tangkai buah dan burung kakatua cenderung memilih bentuk makanan yang mudah digenggam dengan kaki dengan paruh, makanan itu akan diiris dan dipotong hingga menjadi potongan-potongan kecil (Soemadi 2003). Burung kakatua secara umum memakan biji-bijian, kacang-kacangan, buah arbei, buah-buahan dan mungkin bunga (Forshaw 1989 dalam Birdlife Internasional 2001). Sebelum makan, burung kakatua mengupas kulit biji dengan cara meremuk, memotong atau mengirisnya dengan bantuan sisi paruh yang tajam (Soemadi 2003).

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKARAN, AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU MAKAN BURUNG KAKATUA-KECIL JAMBUL KUNING

TEKNIK PENANGKARAN, AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU MAKAN BURUNG KAKATUA-KECIL JAMBUL KUNING TEKNIK PENANGKARAN, AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU MAKAN BURUNG KAKATUA-KECIL JAMBUL KUNING (Cacatua sulphurea sulphurea Gmelin, 1788) DI PENANGKARAN BURUNG MEGA BIRD AND ORCHID FARM, BOGOR, JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas

BAB I PENDAHULUAN. Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas 1.817 km 2, terletak diantara pulau Sumbawa di sebelah Barat, dan pulau Flores di sebelah Timur.

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus) ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus) Oleh: Rizki Kurnia Tohir Rizki Amalia Adinda Putri Priyatna Windya Giri E34120028 E34120047 E34120074 DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Teknik Penangkaran 5.1.1 Sumber dan Jumlah Bibit Sebagian besar burung-burung yang terdapat di penangkaran burung MBOF berasal dari orang-orang yang memiliki hobi dalam mengoleksi

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mega Bird and Orchid farm, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni hingga Juli 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid. TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga

Lebih terperinci

Enceng Sobari. Trik Jitu menangkarkan Lovebird. Sang Burung Primadona

Enceng Sobari. Trik Jitu menangkarkan Lovebird. Sang Burung Primadona Enceng Sobari Trik Jitu menangkarkan Lovebird Sang Burung Primadona i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB II BURUNG LOVEBIRD.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000).

I. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung paruh bengkok termasuk diantara kelompok jenis burung yang paling terancam punah di dunia. Sebanyak 95 dari 330 jenis paruh bengkok yang ada di Indonesia dikategorikan

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS OLEH: DWI LESTARI NINGRUM, S.Pt Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Teknik Penangkaran 5.1.1 Perkandangan Kandang merupakan salah satu syarat yang diperlukan di dalam penangkaran mambruk. Untuk membuat kandang mambruk sebaiknya tidak terlalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman burung yang sangat tinggi. Sukmantoro et al. (2007), menjelaskan bahwa terdapat 1.598 jenis burung yang dapat

Lebih terperinci

Beberapa penyakit yang sering menyerang ternak kambing dan dapat diobati secara tradisional diantaranya adalah sebagai berikut:

Beberapa penyakit yang sering menyerang ternak kambing dan dapat diobati secara tradisional diantaranya adalah sebagai berikut: PENDAHULUAN Alternatif pengobatan tradisional pada ternak merupakan suatu solusi yang tentunya sangat bermanfaat bagi peternak kecil.disamping mudah didapatkan disekitar kita serta biayanya relatif murah,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid RUANG LINGKUP BUDIDAYA PEMELIHARAAN JANGKRIK KALUNG KUNING A. UDJIANTO Balai Penelitian Ternak, Po Box 221, Ciawi Bogor RINGKASAN Komoditas jangkrik ini dapat memberikan tambahan penghasilan disamping

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR U M U M Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015 1 BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan Pendahuluan Pembenihan merupakan suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan kegiatan pemeliharaan selanjutnya dan bertujuan untuk menghasilkan benih. Benih yang dihasilkan dari proses pembenihan

Lebih terperinci

Bentuk Interaksi Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Habitatnya. Oleh : Oki Hidayat

Bentuk Interaksi Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Habitatnya. Oleh : Oki Hidayat Bentuk Interaksi Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Habitatnya Oleh : Oki Hidayat Setiap satwaliar tidak dapat lepas dari habitatnya. Keduanya berkaitan erat dan saling membutuhkan satu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran: BAB 4 PELESTARIAN MAKHLUK HIDUP Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, kalian diharapkan dapat: 1. Mengetahui berbagai jenis hewan dan tumbuhan yang mendekati kepunahan. 2. Menjelaskan pentingnya

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. alam bebas yang tidak secara langsung dikontrol atau didomestifikasikan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. alam bebas yang tidak secara langsung dikontrol atau didomestifikasikan oleh BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satwa liar adalah binatang yang hidup di dalam ekosistem alam (Bailey, 1984 dalam Alikodra, 1990). Satwa liar merupakan semua hewan yang hidup di alam bebas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Penangkaran Merak Hijau Jawa di Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah 5.1.1.1 Kandang sebagai habitat buatan Kandang merupakan tempat hidup habitat buatan satwa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI KOTA DUMAI Hasil Rapat Bersama DPRD Tanggal 21 Juli 2008 LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI Nomor : 10 Tahun 2008 Seri : D Nomor 06 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMELIHARAAN TERNAK DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila; Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber

Lebih terperinci

PERILAKU HARIAN SEPASANG BURUNG NURI TALAUD (EOS HISTRIO) DI KANDANG PENELITIAN BPK MANADO

PERILAKU HARIAN SEPASANG BURUNG NURI TALAUD (EOS HISTRIO) DI KANDANG PENELITIAN BPK MANADO Kampus Kreatif Sahabat Rakyat PERILAKU HARIAN SEPASANG BURUNG NURI TALAUD (EOS HISTRIO) DI KANDANG PENELITIAN BPK MANADO Anita Mayasari, Diah I. D. Arini, Melkianus S. Diwi, Nur Asmadi Ostim Email : anita.mayasari11@gmail.com

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari keberadaan dan penyebarannya dapat secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal dapat diamati dari

Lebih terperinci

BUDIDAYA BURUNG PUYUH. : Coturnix-coturnix Japonica

BUDIDAYA BURUNG PUYUH. : Coturnix-coturnix Japonica BUDIDAYA BURUNG PUYUH ( Coturnix-coturnix Japonica ) 1. SEJARAH SINGKAT Puuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

Karya Ilmiah Peluang Bisnis

Karya Ilmiah Peluang Bisnis Karya Ilmiah Peluang Bisnis STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Kampus terpadu : Jl. Ring Road Utara, Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta DI SUSUN OLEH : Nama : M.Ghufron.Wiliantoro NIM : 10.12.4963 Jurusan :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN FLORA DAN FAUNA YANG TIDAK DILINDUNGI LINTAS KABUPATEN / KOTA DI PROPINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

1. Penyakit Tetelo (ND=Newcastle Disease) Penyebab : Virus dari golongan paramyxoviru.

1. Penyakit Tetelo (ND=Newcastle Disease) Penyebab : Virus dari golongan paramyxoviru. Ayam kampong atau kita kenal dengan nama ayam buras (bukanras) merupakan salah satu potensi unggas lokal, yang mempunyai prospek dikembangkan terutama masyarakat di perdesaan. Ayam buras, selain memiliki

Lebih terperinci

DINAS KEHUTANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

DINAS KEHUTANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG UPAYA PELESTARIAN MENTILIN (TARSIUS BANCANUS) SEBAGAI SALAH SATU SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh HENDRI UTAMA.SH NIP. 19800330 199903 1 003 POLISI

Lebih terperinci

Oleh: Suhardi, SPt.,MP

Oleh: Suhardi, SPt.,MP Oleh: Suhardi, SPt.,MP Ayam Puyuh Itik Itik Manila (entok) Angsa Kalkun Merpati (semua jenis burung) Burung Unta Merak, bangau, dll Unggas atau khususnya ayam dalam sistematika taksonomi termasuk dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet HASIL Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan Pengamatan perilaku walet rumahan diamati dengan tiga unit kamera IR- CCTV. Satu unit kamera IR-CCTV tambahan digunakan untuk mengamati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

BUDIDAYA LEBAH MADU. Oleh ODJON SOLIKIN, SP. Penyuluh Kehutanan Kab. Ciamis

BUDIDAYA LEBAH MADU. Oleh ODJON SOLIKIN, SP. Penyuluh Kehutanan Kab. Ciamis BUDIDAYA LEBAH MADU Oleh ODJON SOLIKIN, SP. Penyuluh Kehutanan Kab. Ciamis Budidaya lebah ada 2 cara yaitu : 1) Budidaya Lebah Secara Menetap, dan 2) Budidaya Lebah Secara Berpindah. Pada budidaya lebah

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1 1. Akar tumbuhan selalu tumbuh ke bawah. Hal ini dipengaruhi oleh... Cahaya matahari Tekanan udara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Jalak Bali Jalak bali tergolong dalam jenis burung berkicau. Dalam bahasa Bali diberi nama Curik putih atau Curik bali sedangkan dalam bahasa asing

Lebih terperinci

BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus )

BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus ) BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus ) 1. SEJARAH SINGKAT Belut merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh bulat memanjang yang hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin. Belut suka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kedelai di Indonesia merupakan tanaman pangan penting setelah padi dan jagung. Kedelai termasuk bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi.

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

PERILAKU PENGASUHAN ANAK BURUNG BAYAN (Eclectus roratus) OLEH INDUKNYA DI PENANGKARAN. Wahyu Prihatini Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan

PERILAKU PENGASUHAN ANAK BURUNG BAYAN (Eclectus roratus) OLEH INDUKNYA DI PENANGKARAN. Wahyu Prihatini Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan PERILAKU PENGASUHAN ANAK BURUNG BAYAN (Eclectus roratus) OLEH INDUKNYA DI PENANGKARAN Wahyu Prihatini Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan ABSTRAK Indonesia memiliki 1.598 jenis burung, di antaranya

Lebih terperinci

JMSC Tingkat SD/MI2017

JMSC Tingkat SD/MI2017 I. Pilihlah jawaban yang benar dengan cara menyilang (X)abjad jawaban pada lembar jawaban kerja yang disediakan. 1. Pada sore hari jika kita menghadap pada matahari, bayangan tubuh kita tampak lebih...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman mentimun berasal dari kaki pegunungan Himalaya. Domestikasi dari tanaman liar ini berasal dari India utara dan mencapai Mediterania pada 600 SM. Tanaman ini dapat tumbuh

Lebih terperinci