VII. IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBANGUNAN PERDESAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBANGUNAN PERDESAAN"

Transkripsi

1 VII. IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBANGUNAN PERDESAAN 7.1. Program Nasional -PNPM di Kabupaten Bogor PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. Sedangkan tujuan umum yang ingin dicapai dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri ini adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri sedangkan tujuan khususnya: 1. Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. 2. Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel. 3. Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor). 4. Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.

2 Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. 6. Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal. 7. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat PNPM Mandiri Perdesaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan atau Rural PNPM) merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri Perdesaan dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak PNPM Mandiri Perdesaan sendiri dikukuhkan secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia pada 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Program pemberdayaan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Dalam pelaksanaannya, program ini memusatkan kegiatan bagi masyarakat Indonesia paling miskin di wilayah perdesaan. Program ini menyediakan fasilitasi pemberdayaan masyarakat/ kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) kepada masyarakat secara langsung. Besaran dana BLM yang dialokasikan sebesar Rp 750 juta sampai Rp 3 miliar per kecamatan, tergantung jumlah penduduk. Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, seluruh anggota masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Kementerian Dalam Negeri. Program ini didukung dengan pembiayaan yang berasal dari

3 127 alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana pinjaman dari sejumlah lembaga pemberi bantuan dibawah koordinasi Bank Dunia. Prinsip Pokok PNPM Mandiri Pe rdesaan Dalam pelaksanaannya, PNPM Mandiri Perdesaan menekankan prinsipprinsip pokok SiKOMPAK, yang terdiri dari: Transparansi dan Akuntabilitas. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung- gugatkan, baik secara moral, teknis, legal maupun administratif. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat, sesuai dengan kapasitasnya. Keberpihakan pada orang/masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Otonomi. Masyarakat diberi kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dalam menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola. Partisipasi/Pelibatan Masyarakat. Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong-royong menjalankan pembangunan. Prioritas Usulan. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya masyarakat, dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas. Kesetaraan dan Keadilan Gender. Laki- laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan tersebut. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antarpemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan.

4 128 Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Bertumpu pada pembangunan manusia. Setiap kegiatan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin. Prinsip tersebut selain memiliki filosofi yang mencerminkan prinsip-prinsip program dalam arti harfiah, juga ingin mengajak masyarakat untuk kompak bersatu padu dalam mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. Melalui SiKOMPAK ini diharapkan kemandirian desa dapat terwujud. Cara Kerja PPK/ PNPM-Pe rdesaan PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan melalui upaya-upaya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat di wilayah perdesaan melalui tahapan kegiatan berikut: Sosialisasi dan penyebaran informasi program. Baik secara langsung melalui forum- forum pertemuan maupun dengan mengembangkan/memanfaatkan media/saluran informasi masyarakat di berbagai tingkat pemerintahan. Proses partisipatif pemetaan Rumahtangga Miskin (RTM) dan pemetaan sosial. Masyarakat diajak untuk bersama-sama menentukan kriteria kurang mampu dan bersama-sama pula menentukan rumahtangga yang termasuk kategori miskin/sangat miskin (RTM). Masyarakat juga difasilitasi untuk membuat peta sosial desa dengan tujuan agar lebih mengenal kondisi/situasi sesungguhnya desa mereka, yang berguna untuk mengagas masa depan desa, penggalian gagasan untuk menentukan kegiatan yang paling dibutuhkan, serta mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pemantauannya. Perencanaan partisipatif di tingkat dusun, desa dan kecamatan. Masyarakat memilih fasilitator desa atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) (satu laki laki dan satu perempuan) untuk mendampingi proses sosialisasi dan perencanaan. KPMD ini kemudian mendapat peningkatan kapasitas untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam mengatur pertemuan kelompok,

5 129 termasuk pertemuan khusus perempuan, untuk melakukan penggalian gagasan berdasarkan potensi sumberdaya alam dan manusia di desa masing- masing, untuk menggagas masa depan desa. Masyarakat kemudian bersama-sama membahas kebutuhan dan prioritas pembangunan di desa dan bermusyawarah untuk menentukan pilihan jenis kegiatan pembangunan yang prioritas untuk didanai. PNPM Mandiri Perdesaan sendiri menyediakan tenaga konsultan pemberdayaan dan teknis di tingkat kecamatan dan kabupaten guna memfasilitasi/ membantu upaya sosialisasi, perencanaan dan pe laksanaan kegiatan. Usulan/ gagasan dari masyarakat akan menjadi bahan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Seleksi dan prioritas kegiatan di tingkat desa dan kecamatan. Masyarakat melakukan musyawarah di tingkat desa dan kecamatan untuk memutuskan usulan kegiatan prioritas yang akan didanai. Musyawarah ini terbuka bagi segenap anggota masyarakat untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan yang paling prioritas/ mendesak. Keputusan akhir mengenai kegiatan yang akan didanai, diambil dalam forum musyawarah antar-desa (MAD) di tingkat kecamatan, yang dihadiri oleh wakil wakil dari setiap desa dalam kecamatan yang bersangkutan. Pilihan kegiatan adalah open menu untuk semua investasi produktif, kecuali yang tercantum dalam daftar larangan (negative list). Dalam hal terdapat usulan masyarakat yang belum terdanai, maka usulan tersebut akan menjadi bahan kajian dalam forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Masyarakat melaksanakan kegiatan mereka. Dalam forum musyawarah, masyarakat memilih anggotanya sendiri untuk menjadi Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) di setiap desa untuk mengelola kegiatan yang diusulkan desa yang bersangkutan dan mendapat prioritas pendanaan program. Fasilitator Teknis PNPM Mandiri Perdesaan akan mendampingi TPK dalam merancang sarana/ prasarana (bila usulan yang didanai berupa pembangunan infrastruktur perdesaan), penganggaran kegiatan, verifikasi mutu dan supervisi. Para pekerja yang terlibat dalam pembangunan sarana/ prasarana tersebut berasal dari warga desa penerima manfaat.

6 130 Akuntabilitas dan laporan perkembangan. Selama pelaksanaan kegiatan, TPK harus memberikan laporan perkembangan kegiatan minimal dua kali dalam pertemuan terbuka desa, yakni sebelum program mencairkan dana tahap berikutnya dan pada pertemuan akhir, dimana TPK akan melakukan serah terima kegiatan kepada desa, serta badan operasional dan pemeliharaan kegiatan atau Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana (TP3) Penyaluran dan Pencairan Dana PNPM Mandiri Perdesaan menyediakan dana langsung dari pusat (APBN) dan daerah (APBD) yang disalurkan ke rekening kolektif desa di kecamatan. Masyarakat desa dapat mempergunakan dana tersebut sebagai hibah untuk membangun sarana/prasarana penunjang produktivitas desa, pinjaman bagi kelompok ekonomi untuk modal usaha bergulir, atau kegiatan sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Setiap penyaluran dana yang turun ke masyarakat harus sesuai dengan dokumen yang dikirimkan ke pusat agar memudahkan penelusuran. Warga desa, dalam hal ini TPK atau staf Unit Pengelola Kegiatan (TPK) di tingkat kecamatan mendapatkan peningkatan kapasitas dalam pembukuan, manajemen data, pengarsipan dokumen dan pengelolaan uang/dana secara umum, serta peningkatan kapasitas lainnya terkait upaya pembangunan manusia dan pengelolaan pembangunan wilayah perdesaan. Dalam pelaksanaannya, pengalokasikan dana Bantuan Langsung bagi Masyarakat (BLM) PNPM Mandiri Perdesaan dilakukan melalui skema pembiayaan bersama (cost sharing) antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, seperti yang telah berhasil dilakukan dalam PPK III ( ) dan PNPM-PPK (2007). Besarnya cost sharing ini disesuaikan dengan kapasitas fiskal masing- masing daerah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 73/ PMK.02/2006 per 30 Agustus Cakupan Wilayah dan Hasil PNPM Mandiri Pe rdesaan di Kabupaten Bogor Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bogor dimulai pada tahun 2003 di 43 desa di empat kecamatan, pada tahun 2007 bertambah empat kecamatan baru dengan jumlah desa sebanyak 50 desa kemudian tahun anggaran 2008 bertambah satu kecamatan baru dengan

7 131 jumlah delapan desa, tahun anggaran 2009 bertambah tiga belas kecamatan baru dengan jumlah desa 131 desa dan satu kecamatan fase out yaitu Kecamatan Ciampea (13 desa), tahun 2010 bertambah empat kecamatan yaitu Kecamatan Sukamakmur, Babakan Madang, Pamijahan dan Cigudeg. Secara umum lokasi kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bogor te rsebar di 243 desa di wilayah 23 Kecamatan. Kegiatan tahun anggaran 2011, untuk penyaluran dana dari Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) ke TPK baru mencapai 61 persen sedangkan pelaksanaan kegiatan fisik rata-rata mencapai 69,3 persen. Dalam kegiatan ekonomi, kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bogor telah mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan ekonomi masyarakat perdesaan. Berdasarkan laporan UPK pada bulan November 2011 rata-rata persentase pengembalian pinjaman Usaha Ekonomi Produktif (UEP) sebesar 86,9 persen dengan persentase terendah di Kecamatan Tenjo sebesar 78,6 persen sedangkan rata-rata persentase pengembalian dana simpan pinjam khusus perempuan (SPP) sebesar 91,4 persen dengan pengembalian terendah pinjaman SPP di Kecamatan Tenjo sebesar 77,5 persen. Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bogor pada bulan Nopember 2011 dilaksanakan di 243 desa di 23 kecamatan. Untuk perencanaan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan tahun anggaran 2012 rata-rata kecamatan sudah melaksanakan tahapan musyawarah desa perencanaan. Adapun kegiatan pada bulan Desember 2011 adalah memfasilitasi penanganan masalah khusus di Kecamatan Cigudeg, Leuwisadeng dan Leuwiliang, monitoring pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan work shop penyusunan modul RBM, pembinaan UPK, fasilitasi pencairan BLM, pelaksanaan kegiatan Saba Desa gubernur serta rapat koordinasi kabupaten. Perkembangan Hasil Kegiatan Bulan Nope mber Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bogor berjalan sesuai tahapan kegiatan dan prinsip-prinsip PNPM Mandiri Perdesaan dengan didukung partisipasi masyarakat yang cukup baik.

8 Desentralisasi terlihat dari adanya pendelegasian wewenang kepada institusiinstitusi pelaku PNPM Mandiri Perdesaan seperti PJOK, UPK,TPK, Tim Khusus, KPMD dan lain- lain. 3. Dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi SPP dan UEP, dana perguliran merupakan dana pinjaman untuk penambahan modal usaha kecil seperti warung, kerajinan dan lain- lain Program Simpan Pinjam Khusus Pere mpuan (SPP) Kegiatan ekonomi Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) adalah kegiatan yang dilakukan kaum perempuan dengan mengelola dana simpanan dan dana pinjaman. Secara umum alokasi dana SPP maksimal 25 persen dari BLM di setiap kecamatan. Tujuan umum dari kegiatan ekonomi SPP adalah mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan sosial dasar, memperkuan kelembagaan kegiatan perempuan. Sasaran dari kegiatan ekonomi SPP adalah masyarakat miskin produktif yang memerlukan pendanaan kegiatan usaha melalui kelompok simpan pinjam perempuan yang ada di masyarakat. Kinerja kegiatan ekonomi SPP PNPM Mandiri Perdesaan disajikan pada Tabel 37. Kelompok yang berhak menerima dana SPP ini adalah kelompok: Beranggotakan perempuan yang memiliki ikatan pemersatu dan saling mengenal minimal satu tahun. Mempunyai kegiatan simpan pinjam dengan aturan pengelolaan dana simpan pinjam yang telah disepakati Telah mempunyai modal dan simpanan dari anggota sebagai sumber dana pinjaman yang diberikan. Kegiatan pinjaman masih berlangsung dengan baik Mempunyai organisasi kelompok dan administrasi sederhana. Dana hanya boleh digunakan untuk kegiatan SPP baik oleh kelompok lama maupun kelompok baru,sesuai ketentuan pengelolaan dana bergulir.

9 Tabel 37 Tingkat Pengembalian Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) Kabupaten Bogor 2011 Alokasi Tunggakan Tingkat No Kecamatan Pin jaman (juta Rp) SPP (juta Rp) Pengembalian (%) 1 Nanggung 3.208,25 314,13 84,3 2 Leuwiliang 5.129,06 419, Leuwisadeng 5.213,30 185, Pamijahan 8.944,35 310,15 95,8 5 Tenjolaya 5.112,95 53,37 98,5 6 Dramaga 3.245,50 124,41 94,3 7 Tamansari 3.663,50 538,91 78,4 8 Cijeruk 1.981,55 115,19 91,9 9 Megamendung 3.532,50 45, Babakan Madang 6.903,40 355,80 92,7 11 Sukamakmur 6.209, ,63 82,1 12 Cariu 921,50 1,40 99,7 13 Tanjungsari 4.211,00 16,28 99,4 14 Jonggol 4.513,75 375,33 88,3 15 Kelapanunggal 2.472,00 226,80 86,3 16 Ciseeng 3.169,00 110,95 94,7 17 Gunung Sindur 3.259,50 47,25 97,8 18 Ru mpin 3.124,00 208,74 89,4 19 Cigudeg 5.916,37 660,83 86,4 20 Sukajaya 1.266,00 2,82 99,5 21 Jasinga 4.380,60 159,88 95,5 22 Tenjo 2.393,00 494,57 77,5 23 Parung Panjang 2.325,35 15, Ciampea 2.160,40 118,91 93,8 Total Kabupaten Bogor , ,45 91,97 Sumber: BPMPD Kabupaten Bogor. Jika dilihat dari alokasi pinjaman yang telah digulirkan di 24 kecamatan berjumlah Rp , dana tersebut cukup besar dan jika dilihat dari tingkat pengembaliannya mencapai 91,97 persen program SPP ini berjalan cukup baik, tetapi yang mesti dikaji lebih mendalam apakah memang program ini telah mampu mengentaskan kemiskinan perdesaan secara signifikan dan berkontribusi besar dalam meningkatkan pembangunan perdesaan Program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di empat Kecamatan selain kegiatan SPP seperti dalam Tabel 38. Jika dilihat dari persentase tingkat pengembalian modal usaha yang telah digulirkan sebesar ,18 persen pada Tabel 38, maka kegiatan ini cukup berjalan baik dan lancar tetapi memang perlu kajian lebih mendalam apakah kegiatan UEP ini telah mampu menumbuhkan dan menguatkan usaha ekonomi produktif rakyat dan tumbuh kemandirian dalam mempertahankan usaha tersebut dalam jangka panjang.

10 134 Tabel 38 Tingkat Pengembalian Usaha Ekonomi Produktif (UEP) Kabupaten Bogor Tahun 2011 Tingkat No Kecamatan Tunggakan UEP Pengembalian (%) 1 Pamijahan ,50 2 Babakan Madang ,20 3 Sukamakmur ,40 4 Tenjo ,60 Total Kabupaten Bogor ,18 Sumber: BPMPD Kabupaten Bogor. Adapun jenis-jenis kegiatan yang dibiayai melalui BLM PNPM Mandiri Perdesaan adalah sebagai berikut : 1. Kegiatan pembangunan atau perbaikan prasarana sarana dasar yang dapat memberikan manfaat jangka pendek maupun jangka panjang secara ekonomi bagi masyarakat miskin atau rumah tangga miskin. 2. Kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, termasuk kegiatan pelatihan pengembangan ketrampilan masyarakat (pendidikan non formal). 3. Kegiatan peningkatan kapasitas/ketrampilan kelompok usaha ekonomi terutama bagi kelompok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumber daya lokal (tidak termasuk penambahan modal). 4. Penambahan permodalan simpan SPP Satu hal yang penting adalah bahwa pelaksanaan kegiatan yang didanai melalui PNPM Mandiri Perdesaan harus didukung dengan swadaya sebagai wujud partisipasi dan kepedulian masyarakat atas pembangunan di desanya. Ketentuan Dasar PNPM Mandiri Perdesaan Kegiatan yang akan dibiayai melalui dana BLM diutamakan untuk kegiatan yang memenuhi kriteria: 1. Lebih bermanfaat bagi masyarakat miskin atau rumah tangga miskin. 2. Berdampak langsung dalam peningkatan kesejahteraan. 3. Dapat dikerjakan oleh masyarakat. 4. Didukung oleh sumber daya yang ada. 5. Memiliki potensi berkembang dan berkelanjutan.

11 135 Tabel 39 Alokasi Dana BLM dan Cost Sharing APBD Kabupaten Bogor 2011 No Kecamatan BLM (juta Rp) DOK. Perencanaan (juta Rp) DOK. Pelatihan (juta Rp) APBD (juta Rp) 1 Babakan Madang 360,00 46,00 48,72 300,00 2 Jonggol 2.000,00 51,00 72,37 500,00 3 Cariu 1.000,00 51,00 53,45 250,00 4 Sukamakmur 480,00 53,50 59,55 500,00 5 Gunung Sindur 2.000,00 51,00 53,45 400,00 6 Leuwiliang 2.400,00 51,00 58,18 600,00 7 Pamijahan 480,00 51,00 77,10 500,00 8 Ru mpin 2.000,00 53,50 73,30 500,00 9 Jasinga 2.400,00 58,50 91,05 600,00 10 Parung Panjang 2.000,00 53,50 64,80 500,00 11 Nanggung 2.000,00 58,50 68,55 500,00 12 Cigudeg 480,00 51,00 77,10 500,00 13 Tenjo 2.400,00 46,00 48,72 600,00 14 Megamendung 2.000,00 51,00 58,18 500,00 15 Cijeruk 2.400,00 48,50 54,30 600,00 16 Dramaga 2.000,00 51,00 53,45 500,00 17 Tamansari 2.000,00 48,50 49,05 500,00 18 Klapanunggal 1.200,00 48,50 54,30 300,00 19 Ciseeng 2.000,00 51,00 53,45 500,00 20 Sukajaya 2.400,00 48,50 54,30 600,00 21 Tanjungsari 1.600,00 53,50 59,55 400,00 22 Leuwisadeng 2.400,00 46,00 43,99 400,00 23 Tenjolaya 1.600,00 48,50 38,55 400,00 Total Kabupaten Bogor , , , ,00 Sumber: BPMPD Kabupaten Bogor Dana BLM yang digunakan untuk membangun prasarana/sarana penunjang produktivitas desa sifatnya hibah, sedangkan yang dimanfaatkan sebagai dana bergulir bagi kelompok ekonomi, sifatnya pinjaman yang harus dikembalikan. Dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi pelaksanaan kegiatan di lapangan melibatkan dukungan dan kontribusi pemerintah daerah dalam berbagai aspek. Kontribusi pemda dalam hal pendanaan, diwujudkan dalam Dana Daerah Untuk urusan Bersama (DDUB) sesuai kapasitas fiskal masing- masing daerah yang diatur dalam Peraturan Menkeu No 73/PMK.02/2006 jo No.168/PMK.07/2009. Untuk tahun anggaran 2011 kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bogor dilaksanakan di 23 Kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 243 desa, dengan alokasi BLM dan cost sharing untuk masing- masing kecamatan tertera dalam Tabel 39. Sampai dengan akhir bulan Nopember 2011 sudah dicairkan BLM sebesar Rp , Dana Operasional Kegiatan (DOK) perencanaan sebesar Rp , DOK Pelatihan sebesar

12 136 Rp , DDUB atau Sharing Cost sebesar Rp , sehingga jumlah dana yang sudah dicairkan ke UPK sebesar Rp Perkembangan kegiatan SPP dan UEP menunjukkan kemajuan yang tidak signifikan. Beberapa UPK masih terjadi adanya penumpukan dana di rekening UPK, sehingga perkembangan UPK menjadi lambat. Upaya yang dilakukan adalah pembinaan kepada UPK untuk segera melaksanakan perguliran dana kepada kelompok pemanfaat sesuai dengan sasaran kegiatan. Permasalahan yang dihadapi antara lain masih adanya kasus penyelewengan dana PNPM baik dari pengurus fungsional UPK, maupun program yang realisasinya menyalahi RAB, sehingga perlu peningkatan pengawasan dan pengendalian baik di tingkat kecamatan maupun tingkat kabupaten. Selanjutnya permasalahan teknis pelaksanaan pelestarian dan perawatan sarana-prasarana yang telah dibangun kurang maksimal. Rasa tanggung jawab masyarakat untuk memelihara hasil- hasil kegiatan masih kurang Analisis kesesuaian Local Specific Program PNPM PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bogor dimulai pada tahun 2003 dan tahun 2010 bertambah empat kecamatan yaitu Kecamatan Sukamakmur, Babakan Madang, Pamijahan dan Cigudeg. Hal yang menarik adalah Kecamatan Cigudeg adalah kecamatan yang paling tinggi jumlah desa Swadayanya yaitu sebelas desa Swadaya di Kabupaten Bogor Kawasan Barat pada tahun 2011 dan Kecamatan Sukamakmur adalah kecamatan yang paling tinggi jumlah desa Swadayanya yaitu lima desa Swadaya di Kabupaten Bogor Kawasan Timur pada tahun 2011, PNPM Mandiri Perdesaan baru memprioritaskan pada tahun 2010, tujuh tahun setelah PNPM Mandiri Perdesaan ada di Kabupaten Bogor. Maka diharapkan pada tahun-tahun berikutnya pemetaan profil desa hasil dari penelitian ini dapat membantu menentukan desa yang menjadi prioritas. PNPM Mandiri Perdesaan yang telah di implementasikan di Kabupaten Bogor adalah program BLM, SPP di 23 kecamatan yang meliputi 243 desa dan UEP dengan lokasi empat kecamatan. Terdapat 61 desa Swadaya dari 243 desa di 23 kecamatan yang merupakan lokasi PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan yang seharusnya menjadi prioritas dalam PNPM Mandiri Perdesaan berdasarkan pengolahan data Podes 2011 Kabupaten Bogor seperti tertera dalam Tabel 40.

13 Desa Swadaya yang berjumlah 61 desa tersebut didominasi tipologi persawahan dan permasalahan kategori mula atau kebutuhan dasar, dengan pemetaan klasifikasi, tipologi dan kategori seperti diatas dapat dijadikan data dasar dalam merumuskan program-program PNPM Mandiri Perdesaan untuk tahun-tahun selanjutnya yang sesuai dengan tipologi persawahan dan permasalahan kebutuhan dasar mengingat begitu pentingnya untuk memprioritaskan dan mempertahankan tipologi persawahan dalam memperkuat program revitalisasi pertanian demi 137 ketahanan dan kemandirian pangan kabupaten Bogor, misalnya saja diterapkan Smallholder Agribusiness Development Initiative (SADI) atau Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Agribisnis Perdesaan (PNPM AP) yang merupakan program percepatan penanggulangan kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan petani perdesaan melalui peningkatan produksi dan akses pemasaran hasil pertanian, akses permodalan dan peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dengan menggunakan mekanisme kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan. Kegiatan PNPM AP terutama berkaitan dengan bagaimana memecahkan permasalahan dan mengembangkan potensi pertanian perdesaan, mulai aspek perencanaan produksi, proses produksi, pasca produksi sampai dengan pemasaran hasil pertanian. Pendekatan yang digunakan adalah partisipatif dan berbasis pada kelompok tani atau kelembagaan yang telah ada di masyarakat, sehingga PNPM AP diharapkan mampu meningkatkan mutu usulan kegiatan dalam proses perencanaan pembangunan secara partisipatif khususnya dalam bidang pengembangan potensi pertanian perdesaan berikut upaya mengatasi masalah yang dihadapi. Tabel 40 Local Specific PNPM Mandiri Perdesaan pada desa Swadaya di Kabupaten Bogor Tahun 2011 No Kawasan Kecamatan Desa Klasifikasi Tipologi Kategori 1 Barat Cigudeg Sukaraksa Swadaya Persawahan Mula 2 Barat Cigudeg Sukamaju Swadaya Persawahan Mula 3 Barat Cigudeg Banyu Res mi Swadaya Persawahan Mula 4 Barat Cigudeg Warga Jaya Swadaya Persawahan Mula 5 Barat Cigudeg Cinta Manik Swadaya Persawahan Mula 6 Barat Cigudeg Banyu Wangi Swadaya Persawahan Mula 7 Barat Cigudeg Banyu Asih Swadaya Persawahan Mula 8 Barat Cigudeg Tegalega Swadaya Persawahan Madya 9 Barat Cigudeg Batu Jajar Swadaya Persawahan Mula 10 Barat Cigudeg Bangun Jaya Swadaya Persawahan Mula 11 Barat Cigudeg Arga Pura Swadaya Persawahan Mula 12 Barat Sukajaya Cisarua Swadaya Persawahan Mula 13 Barat Sukajaya Kiara Sari Swadaya Persawahan Mula

14 138 Tabel 40 Local Specific PNPM Mandiri Perdesaan... (Lanjutan) No Kawasan Kecamatan Desa Klasifikasi Tipologi Kategori 14 Barat Sukajaya Sipayung Swadaya Persawahan Madya 15 Barat Sukajaya Sukamulih Swadaya Persawahan Mula 16 Barat Sukajaya Pasir Madang Swadaya Persawahan Mula 17 Barat Sukajaya Cileu ksa Swadaya Persawahan Mula 18 Barat Jasinga Pangradin Swadaya Persawahan Mula 19 Barat Jasinga Jugala Jaya Swadaya Persawahan Mula 20 Barat Jasinga Neglasari Swadaya Persawahan Mula 21 Barat Jasinga Barengko k Swadaya Persawahan Mula 22 Barat Jasinga Wirajaya Swadaya Persawahan Mula 23 Barat Nanggung Pangkal Jaya Swadaya Persawahan Mula 24 Barat Nanggung Cibitung Kulon Swadaya Persawahan Madya 25 Barat Nanggung Malasari Swadaya Persawahan Mula 26 Barat Nanggung Bantar Karet Swadaya Persawahan Mula 27 Barat Pamijahan Cibitung Kulon Swadaya Persawahan Madya 28 Barat Pamijahan Gunung Picung Swadaya Persawahan Mula 29 Barat Pamijahan Purwa Bakti Swadaya Persawahan Mula 30 Barat Pamijahan Cibunian Swadaya Persawahan Mula 31 Barat Leuwisadeng Kalong 1 Swadaya Persawahan Madya 32 Barat Leuwisadeng Kalong 2 Swadaya Perindustrian/jasa Mula 33 Barat Leuwisadeng Wangun Jaya Swadaya Persawahan Mula 34 Barat Tenjo Tapos Swadaya Persawahan Mula 35 Barat Tenjo Singabangsa Swadaya Persawahan Mula 36 Barat Ru mpin Cipinang Swadaya Persawahan Mula 37 Barat Ru mpin Kertajaya Swadaya Persawahan Mula 38 Barat Leuwiliang Karehkel Swadaya Perladangan Mula 39 Barat Leuwiliang Pabangbon Swadaya Persawahan Mula 40 Barat ParungPanjang Go rowong Swadaya Perindustrian/jasa Mula 41 Barat Cibungbulang Ciju jung Swadaya Perladangan Mula 42 Tengah Taman Sari Sukaluyu Swadaya Perindustrian/jasa Mula 43 Tengah Taman Sari Sukares mi Swadaya Persawahan Mula 44 Tengah Sukaraja Gunung Geulis Swadaya Perladangan Mula 45 Tengah Sukaraja Sukatani Swadaya Perladangan Mula 46 Tengah Citeureup Tangkil Swadaya Perladangan Mula 47 Tengah Citeureup Hambalang Swadaya Persawahan Mula 48 Tengah Rancabungur Candali Swadaya Persawahan Mula 49 Tengah Megamendung Sukakarya Swadaya Perladangan Mula 50 Tengah Ciseeng Kuripan Swadaya Perladangan Mula 51 Tengah Cijeruk Tajur Halang Swadaya Perladangan Mula 52 Tengah Caringin Pasir Buncir Swadaya Persawahan Mula 53 Tengah Babakan Madang Bojong Koneng Swadaya Perladangan Mula 54 Timur Sukamakmur Sukaharja Swadaya Perladangan Mula 55 Timur Sukamakmur Wargajaya Swadaya Persawahan Mula 56 Timur Sukamakmur Sirnajaya Swadaya Persawahan Mula 57 Timur Sukamakmur Cibadak Swadaya Persawahan Mula 58 Timur Sukamakmur Sukares mi Swadaya Persawahan Mula 59 Timur Jonggol Cibodas Swadaya Persawahan Mula 60 Timur Jonggol Balekambang Swadaya Persawahan Mula 61 Timur Jonggol Weninggalih Swadaya Persawahan Mula Sumber: Pengolahan Podes PNPM AP mendukung perluasan model PNPM Mandiri Perdesaan terutama bagi kegiatan pengembangan ekonomi produksi pada tingkat rumah tangga. Masyarakat perdesaan dibantu untuk mengidentifikasi kendala-kendala utama dan peluang terhadap produksi dan akses pasar hasil pertanian. Dalam kegiatan ini

15 139 masyarakat petani di perdesaan akan mendapatkan bantuan teknis dari tenaga ahli sesuai dengan usulan dari masyarakat melalui mekanisme kompetisi. PNPM AP merupakan program pemerintah dengan dana yang berasal dari grant pemerintah Australia, Nomor TF Dalam pelaksanaannya, PNPM AP akan bekerjasama dengan dua komponen lain dalam pilot proyek SADI, yaitu International Finance Corporation (IFC) yang akan memberikan dukungan dalam hal akses terhadap pasar dan keuangan dan Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR) yang akan mendukung dengan mensuplai hasilhasil penelitian adaptive untuk memecahkan masalah yang dihadapi petani. Tujuan Umum PNPM AP adalah mempercepat penanggulangan kemiskinan dengan cara meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan kapasitas kelompok petani miskin, produktifitas serta akses pemasaran hasil pertanian perdesaan. Tujuan khusus PNPM AP adalah: 1. Meningkatkan kemampuan petani miskin dalam memenuhi ketersediaan sarana produksi pertanian. 2. Mendorong peningkatan jumlah dan mutu produksi pertanian petani miskin. 3. Meningkatkan pendapatan petani miskin dengan mengurangi hambatan pasca panen sampai dengan pemasaran hasil pertanian. 4. Meningkatkan kinerja kelembagaan masyarakat tani melalui peningkatan kapasitas organisasi kerja kelompok tani. 5. Mendorong kemitraan kelompok tani dengan sektor perbankan/lembaga keuangan dan swasta. Sasaran Program: 1) Petani miskin; 2) Kelompok tani kecil (smallholder agribusiness); 3) Kelembagaan masyarakat tani dan pemerintahan lokal. Sementara PNPM AP masih dalam bentuk pilot program, pada tahun anggaran 2008, telah dilaksanakan di 24 kecamatan, 8 kabupaten yang ada di 4 provinsi di wilayah Indonesia Timur, yaitu : Sulawesi Selatan, Sulawes i Tenggara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Khusus di Nusa Tenggara Timur lokasi pilot program terdapat di Kabupaten Ngada (masing- masing di Golewa, Aimere, dan Riung Barat) dan Timor Tengah Selatan (masing- masing di Mollo Utara, Amanuban Selatan dan Kuan Fatu).

16 Program Regional - Teknologi Tepat Guna Teknologi merupakan salah satu faktor pendorong perubahan di bidang ekonomi maupun sosial budaya masyarakat. Sebab itu alih Teknologi Tepat Guna (TTG) menempati peran penting. Dalam rangka peningkatan akses masyarakat terhadap teknologi, khususnya TTG melalui instruksi menteri dalam negeri nomor 24 tahun 1998 tentang operasionalisasi Posyantekdes, Menteri Dalam Negeri mengistruksikan kepada Gubernur, Bupati/Walikota dan Camat di seluruh Indonesia untuk (1) melaksanakan operasional Posyantekdes, (2) memberikan petunjuk, pengarahan, bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Posyantekdes, serta meningkatkandan memantapkan koordinasi keterpaduan pelaksanaannya dengan dinas/instansi terkait yang ada di daerah, (3) menetapkan pola pembinaan, (4) mengalokasikan dana dari APBD provinsi dan kabupaten/kota serta dana lainnya yang sah dan tidak mengikat dan (5) melaporkan hasil pelaksanaannya. Istilah- istilah yang perlu di pahami dalam pendoman umum ini adalah sebagai berikut: 1. Teknologi tepat guna selanjutnya disebut TTG adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat mejawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara mudah serta mengasilkan nilai tambahan dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan hidup. 2. Posyantekdes/Posyantek adalah lembaga fungsional di wilayah kecamatan yang berfungsi memberikan pelayanan teknis,informasi dan orientasi berbagai jenis TTG yang di butuhkan masyarakat. 3. Pemasyarakatan TTG adalah rangkaian kegiatan alih TTG dalam rangka penerapan berbagai jenis TTG kepada masyarakat pengguna TTG. 4. Pengembangan TTG adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas TTG dalam bentuk design, fungsi dan manfaat TTG. 5. Kerjasama TTG adalah kesepakatan antara dua pihak atau lebih untuk bekerja sama dalam rangka alih TTG dalam semangat yang kooperatif demi pencapaian tujuan yang sama.

17 141 Maksud program TTG adalah mempercepat pemanfaatan teknologi tepat guna, sedangkan tujuannya adalah: 1. Menjembatani masyarakat pemanfaat TTG dengan sumber TTG. 2. Memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan teknis, pelayanan informasi dan promosi berbagai jenis TTG. 3. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaat TTG. Hasil dari TTG Kabupaten Bogor antara lain adalah : 1. Alat penghancur sampah organik. 2. Alat penghancur plastik. 3. Pupuk. 4. Benih padi. 5. Kompor serbaguna. 6. Sabun dan pupuk. 7. Alat pemotong serba guna Program Lokal - Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai lembaga ekonomi desa lahir ketika negeri ini memasuki era reformasi. Hadirnya lembaga ini bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang- undang tersebut disebutkan bahwa desa dapat memiliki badan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Diketahui, keberadaan perdesaan di Indonesia, kini bukan lagi sebagai unsur pelaksana daerah, tetapi sudah menjadi kesatuan masyarakat hukum, di mana dengan undang-undang tersebut, telah memberikan keleluasaan bagi perdesaan di Indonesia untuk mengatur kehidupan masyarakatnya dengan semangat desentralisasi. Dalam hal lembaga ekonomi desa, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 melakukan perubahan mendasar, seperti yang dinyatakan pada Pasal 213 ayat (1) bahwa desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Dapat dimaknai bahwa badan usaha yang didirikan di desa merupakan milik bersama antara pemerintah desa dan masyarakat (bersifat komunal), bukan dimiliki oleh orang perorangan atau pribadi. BUMDes lebih

18 142 mencerminkan unsur kebersamaan dalam menjalankan usa hektar, karena lebih sesuai untuk kehidupan masyarakat di pedesaan yang umumnya memiliki kultur, gotong royong, persaudaraan, rasa sosial yang tinggi, dan tidak sekedar memuja kehidupan kebendaan (materialism). Oleh karenanya, BUMDes sebagai lembaga ekonomi desa, dapat diartikan sebagai lembaga ekonomi alternatif untuk meningkatkan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat perdesaan. BUMDes merupakan usaha desa yang didirikan dan dikelola oleh pemerintah desa bersama masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Dalam pasal 213 ayat (1-3) dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2004 menyatakan bahwa Desa dapat menderikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Pendirian badan usaha tersebut berpedoman pada peraturan perundang-undangan, ini merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari keaslian otonomi desa. Sejalan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa, telah banyak pemerintah Kabupaten menganalisis pembentukan BUMDes melalui Peraturan Daerah kabupaten yang bersangkutan. Hal ini didasarkan atas kebutuhan dan potensi desa, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dasar pembentukan BUMDES di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pasal 213 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 2. Pasal 78, 79, 80 dan 81 PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang BUMDes 4. Perda Nomor 9 Tahun 2006 tentang Desa 5. Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2007 tentang pembentukan dan pengelolaan BUMDES 6. Surat Menteri Dalam Negeri Tanggal 17 Januari Nomor 412.6/287/SJ perihal Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro / Usaha Ekonomi Masyarakat Maksud dan tujuan mendirikan BUMDes adalah sebagai wadah usaha desa yang dapat menampung seluruh kegiatan peningkatan pendapatan masyarakat, baik yang berkembang menurut adat istiadat/budaya setempat maupun kegiatan perekonomian yang diserahkan dan dikelola oleh masyarakat dari program/proyek pemerintah dan pemerintah daerah. Dengan BUMDes maka akan mendorong

19 143 berkembangnya kegiatan perekonomian masyarakat desa, meningkatkan kreativitas dan peluang usaha ekonomi produktif (berwirausaha) anggota masyarakat desa/kelurahan yang berpenghasilan rendah dan mendorong berkembangnya usaha mikro untuk penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat di desa/kelurahan dan terbebas dari pengaruh rentenir. Idealnya BUMDes didirikan di wilayah desa adalah untuk mencari keuntungan (profit oriented). Sekalipun demikian, badan usaha ini berbeda dengan lembaga bisnis pada umumnya, seperti: Perseroan Terbatas (PT), Perbankan, ataupun Koperasi, karena memiliki karakteristik khusus yakni, dimiliki oleh desa dan dikelola bersama masyarakat desa. Ciri ini yang menjadi faktor pembeda utama dengan lembaga bisnis lain yang dimiliki oleh perorangan, kelompok, pemerintah daerah. Selain itu, meskipun BUMDes beroperasi untuk memperoleh keuntungan (profit), secara ideal dalam menjalankan usahanya diwarnai oleh budaya lokal, yaitu falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal (local wisdom), seperti member base dan self help, dengan tujuan untuk menghindari timbulnya kapitalisasi di perdesaan yang dikawatirkan dapat mengikis nilai- nilai (values) yang selama ini dihormati dan menjadi pedoman perilaku dalam bermasyarakat. Pendirian BUMDes sebagai suatu usaha yang mencari keuntungan, harus didasarkan pada kebutuhan obyektif di lapangan. Artinya, inisiasi pendirian BUMDes bisa dari siapapun. Namun, apakah BUMDes perlu didirikan di suatu desa, harus didasarkan pada potensi usaha yang prospektif di desa tersebut. Makna potensi adalah terdapat permintaan dari produk (barang atau jasa) yang akan ditawarkan melalui BUMDes. Pendekatan pasar atau melihat dari sisi permintaan lebih disarankan dari pada menciptakan pasar baru atau melihat dari sisi penawaran karena risikonya sangat besar. BUMDes merupakan lembaga ekonomi tergolong baru yang kemungkinan akan dijalankan dan dikelola oleh orang-orang yang masih minim pengalaman (less sense of business) dalam menjalankan usaha yang berorientasi mencari keuntungan. Oleh karena itu, informasi pasar perlu dicari dan disepakati terlebih dahulu sebelum BUMDes didirikan. Dengan demikian, jawaban kapan BUMDes didirikan adalah tergantung dari akurasi informasi pasar yang menunjukkan adanya peluang usaha

20 144 dalam melayani kebutuhan masyarakat terhadap barang atau jasa. Jika memang belum ditemukan peluang usaha yang dapat dijalankan BUMDes, maka pendiriannya perlu dipertanyakan. Melalui cara seperti itu, BUMDes diharapkan akan mampu beroperasi mandiri dan kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai suatu badan usaha yang mencari keuntungan atas dasar orientasi pasar, perlu diciptakan permintaan yang memungkinkan dapat dikelola BUMDes. Ini merupakan peluang (opportunity). Namun harus tetap memperhatikan sumberdaya yang dimiliki, seperti permodalan, tenaga kerja, peralatan mesin, dan ketersediaan bahan baku. Secara umum BUMDes dapat mengelola usaha antara lain di bidang pertanian, perikanan, peternakan, perdagangan dan jasa (persewaan, transportasi, keuangan). Singkatnya, jenis usaha yang dapat dijalankan BUMDes adalah didasarkan pada permintaan pasar dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki. BUMDes mempunyai tujuan terlayaninya masyarakat di desa/kelurahan dalam mengembangkan usaha ekonomi produktif dan tersedianya beragam media usaha dalam menunjang perekonomian masyarakat desa sesuai dengan potensi desa dan kebutuhan masyarakatnya. Pada dasarnya peran BUMDes dalam pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat dapat dilihat dalam dua hal : Sebagai perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Rata-rata investasi yang diserap usaha mikro bukanlah usaha yang bersifat padat modal. Sebagai media pengembangan jiwa kewirausahaan dan potens i usaha mikro milik masyarakat desa yang produktif. Pemberdayaan usaha mikro secara langsung akan mendorong pengembangan potensi usa hektar, peningkatan produktifitas dan pendapatan yang pada gilirannya akan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan para pengusaha mikro di desa. Secara garis besar, strategi pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat melalui BUMDes dilakukan dengan : Menciptakan iklim usaha kondusif bagi pengembangan usaha mikro di desa yang mencakup aspek regulasi dan perlindungan usa ha. Dengan demikian usaha mikro di desa diharapkan mampu tumbuh dan berkembang secara sistematik, mandiri dan berkelanjutan.

21 Menciptakan sistem penjaminan untuk mendukung kegiatan ekonomi produktif usaha mikro. Menyediakan bantuan teknis dan pendampingan seca ra manajerial guna meningkatkan status dan kapasitas usaha. Menata dan memperkuat lembaga keuangan mikro untuk memperluas jangkauan layanan keuangan bagi usaha mikro dan kecil secara cepat, tepat mudah dan sistematis. Kegiatan BUMDes meliputi : a. Usaha Jasa 1) Jasa keuangan mikro 2) Jasa transportasi 3) Jasa komunikasi 4) Jasa konstruksi 5) Jasa energi b. Usaha Penyalur Sembako 1) Beras 2) Gula 3) Garam 4) Minyak goreng 5) Kacang kedelai 6) Bahan pangan lainnya yang dikelola warung desa / lumbung desa Analisis Kesesuaian Local Specific Program BUMDes Perkembangan BUMDes di Kabupaten Bogor tahun 2011 masih dalam skala kecil dan pilot project di beberapa lokasi desa seperti dalam Tabel 41. Pada Tabel 41 tersebut lokasi BUMDES dianalisis berdasarkan hasil olahan Podes 2011, sehingga akan terlihat karakter perdesaan dimana lokasi BUMDes dilaksanakan. Desa-desa yang dipilih untuk pilot project BUMDes adalah perdesaan klasifikasi Swakarya bahkan ada desa Swasembada yaitu Desa Cibereum Kecamatan Cisarua, sebaliknya perdesaan Swadaya sementara tidak dipilih menjadi lokasi BUMDes dengan pertimbangan syarat BUMDes didirikan jika adanya peluang usaha dalam melayani kebutuhan masyarakat terhadap barang atau jasa yang nantinya diharapkan akan mampu beroperasi secara mandiri dan kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan, sehingga desa Swakarya dan Swasembada lebih siap memenuhi syarat untuk mencapai keberhasilan program BUMDes. 145

22 146 Tabel 41 Local Specific Program BUMDes Kabupaten Bogor Tahun 2011 Kawasan Kecamatan Desa Jumlah BUMDes Klasifikasi Kategori Tipologi Barat Cibungbulan Situ udik 1 Swakarya Lanjut Persawahan Barat Cibungbulan Cibatok satu 1 Swakarya Madya Persawahan Barat Tenjolaya Situdaun 1 Swakarya Madya Perladangan Tengah Citeureup Tarikolot 1 Swakarya Madya Perindustrian/Jasa Tengah Tengah Kemang Bojonggede Tegal Cimanggis 1 1 Swakarya Swakarya Madya Madya Perladangan Perindustrian/Jasa Tengah Ciawi Banjarwaru 2 Swakarya Lanjut Perindustrian/Jasa Tengah Cisarua Tugu Selatan 1 Swakarya Madya Perindustrian/Jasa Tengah Cisarua Cibeureum 2 Swasembada Lanjut Perindustrian/Jasa Tengah Tengah Megamendung Caringin Sukamanah Ciherangpondoh 1 1 Swakarya Swakarya Madya Madya Perladangan Perladangan Tengah Dramaga Sukawening 1 Swakarya Madya Perladangan Tengah Dramaga Cikarawang 1 Swakarya Madya Perladangan Tengah Tamansari Sukamatri 1 Swakarya Madya Perindustrian/Jasa Tengah Cigombong Ciburayut 1 Swakarya Madya Persawahan Timur Jonggol Sukanegara 1 Swakarya Madya Persawahan Timur Timur Sukamakmur Cariu Sukamakmur Mekarwangi 1 1 Swakarya Swakarya Madya Madya Persawahan Persawahan Sumber: Pengolahan Podes Program Lokal - GUMBIRA Program GUMBIRA dirancang dengan latar belakang pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor pada tahun 2010 baru mencapai 72,30, sedangkan target IPM Kabupaten Bogor sebesar 72,34 pada tahun Jika dicermati komponennya, maka indek yang terendah adalah indek daya beli masyarakat Kabupaten Bogor pada tahun 2010 sebesar 62,28 point dengan tingkat kemampuan daya beli sebesar Rp per kapita per bulan (Sumber data Petunjuk Teknis Program Gumbira tahun 2011). Rendahnya indeks daya beli masyarakat Kabupaten Bogor terjadi karena lambannya pembangunan ekonomi di perdesaan. Sebagai implikasinya maka pemberdayaan ekonomi perdesaan memiliki nilai strategis dalam konteks pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Mengedepankan pembangunan ekonomi perdesaan di Kabupaten Bogor didukung oleh beberapa alasan : 1. Kawasan perdesaan di Kabupaten Bogor memiliki potensi ekonomi yang cukup besar, namun belum menunjukan pertumbuhan ekonomi yang optimal, kondisi ini terjadi karena keterbatasan akses dan pelayanan. 2. Telah terdapat sejumlah kelompok masyarakat yang terbentuk oleh program lain sehingga dapat menjadi peluang untuk menggerakan kegiatan ekonomi. 3. Secara subtansi wilayah perdesaan Kabupaten Bogor memiliki keunggulan komperatif dalam berbagai produk pertanian dan non pertanian, namun rantai

23 147 pemasaran kurang efisien dan nilai tambah komoditi tersebut masih relatif kecil, sehingga masih banyak peluang untuk mengatasi permasalahan ini. 4. Desentralisasi membuka peluang bagi pemerintah Kabupaten Bogor untuk mengatasi masalah pembangunan perdesaan dengan melaksanakan program sendiri, mulai dari pemberdayaan masyarakat, introduksi teknologi dan infrastruktur perdesaan. Pengertian Program GUMBIRA berasal dari bahasa sunda atau sama dengan bahasa Indonesia yang mempunyai makna suka cita, bahagia, senang. GUMBIRA juga merupakan singkatan dari Gerakan untuk Membangun Bogor inisiatif Masyarakat. GUMBIRA mempunyai makna : 1. Gerakan adalah suatu usaha bersama dari seluruh masyarakat berlandaskan musyawarah mufakat untuk tujuan bersama. 2. Membangun adalah suatu upaya/aktifitas dalam peningkatan perubahan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik yang hasilnya dapat diukur berdasarkan IPM. 3. Bogor adalah wilayah administrasi Kabupaten Bogor yang meliputi 40 kecamatan terdiri dari 428 desa/kelurahan. 4. Inisiatif adalah wujud peran serta seluruh masyarakat dalam melakukan perubahan pembangunan baik dari mekanisme proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. 5. Masyarakat adalah suatu individu atau kumpulan dari individu yang berkedudukan di Kabupaten Bogor dan mempunyai kepedulian serta komitmen untuk melakukan berbagai perubahan pembangunan ke arah yang lebih baik di wilayahnya. Tujuan Program GUMBIRA 1. Tujuan Umum Memberdayakan ekonomi pedesaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat perdesaan secara mandiri. 2. Tujuan Khusus Mengembangkan inisiatif masyarakat dalam membangun perekonomian perdesaan. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.

24 148 Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui kebijakan, programdan penganggaran yang berpihak kepada kebutuhan masyarakat. Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah dan swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, dan kelompok peduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya pemberdayaan ekonomi perdesaan. Meningkatkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat dalam pemberdayaan ekonomi wilayahnya. Meningkatkan modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat. Sasaran Program GUMBIRA Lokasi sasaran GUMBIRA meliputi seluruh desa/kelurahan di wilayah kecamatan di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2011 dialokasikan 6 kecamatan masing- masing satu desa sebagai desa penerima bantuan. Kelompok sasaran yang dituju adalah kelompok usaha masyarakat, kelembagaan masyarakat di perdesaan dan pemerintahan lokal. Kriteria desa calon penerima bantuan program GUMBIRA adalah : 1. Bertempat di wilayah kecamatan dengan IPM rendah dan atau merupakan desa tertinggal. 2. Terdapat kelompok-kelompok usaha ekonomi produktif (memiliki potensi SDM dan SDA). 3. Memiliki rencana program pengembangan ekonomi di wilayah desa/kelurahan. Alokasi dana untuk program GUMBIRA sebesar Rp per desa, dengan rincian sebagai berikut : 1. Biaya operasional TKPG Desa sebesar Rp (5%) dari total anggaran per desa 2. Biaya kegiatan fisik sebesar Rp (50%) dari total anggaran/desa. 3. Biaya kegiatan ekonomi (permodalan) sebesar Rp (45%) dari total anggaran per desa.

25 Penerima bantuan program GUMBIRA, berdasarkan hasil verifikasi lapangan dapat dipilih 6 desa dari 12 desa yang dikompetisikan sebagai calon penerima bantuan program GUMBIRA adalah sebagai berikut : 1. Tahun 2011 : a. Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan b. Desa Leuwi Batu Kecamatan Rumpin c. Desa Cihowe Kecamatan Ciseeng d. Desa Cibanon Kecamatan Sukaraja e. Desa Sukmajaya Kecamatan Tajurhalang f. Desa Balaikambang Kecamatan Jonggol 2. Tahun 2010 : a. Desa Sukamakmur Kecamatan Sukamakmur b. Desa Ciherang Pondok Kecamatan Caringin c. Desa Tegal Kecamatan Kemang d. Desa Karehkel Kecamatan Leuwi Liang e. Desa Tarikolot Kecamatan Citeureup f. Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya Analisis Kesesuaian Local Specific Program GUMBIRA 149 Lokasi desa yang dipilih sebagai tempat dilaksanakannya pilot project program GUMBIRA pada tahun 2010 hanya ada dua desa Swadaya yaitu desa Karehkel Kecamatan Leuwiliang dan Desa Balaikambang Kecamatan Jonggol, selebihnya adalah desa Swakarya begitu juga dengan tahun Tabel 42 Local Specific Program GUMBIRA Kabupaten Bogor Tahun 2011 Kawasan Kecamatan Desa Klasifikasi Kategori Tipologi Barat Leuwi Liang Karehkel Swadaya Madya Perladangan Barat Tenjolaya Situdaun Swakarya Madya Perladangan Barat Pamijahan Pasarean Swakarya Madya Persawahan Barat Jonggol Balaikambang Swadaya Mula Persawahan Tengah Caringin Ciherang Pondok Swakarya Madya Perladangan Tengah Kemang Tegal Swakarya Madya Perladangan Tengah Citeureup Tarikolot Swakarya Madya Perindustrian/Jasa Tengah Ru mpin Leuwi Batu Swakarya Mula Persawahan Tengah Ciseeng Cihowe Swakarya Mula Persawahan Tengah Sukaraja Cibanon Swakarya Mula Perladangan Tengah Tajurhalang Sukmajaya Swakarya Madya Perindustrian/Jasa Timur Sukamakmur Sukamakmur Swakarya Madya Persawahan Sumber: Pengolahan Podes Salah satu syarat kriteria desa calon penerima bantuan program GUMBIRA adalah bertempat di wilayah kecamatan dengan IPM rendah dan atau merupakan desa tertinggal tetapi ketika di konfrontir ke hasil analisis pengolahan Podes 2011 desa Swadaya pada Tabel 42, yang dianalogikan desa tertinggal hanya dua desa Swadaya yaitu Desa Karehkel dan Desa Balaikambang yang lainnya adalah desa

VI. KINERJA PEMBANGUNAN PERDESAAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2011

VI. KINERJA PEMBANGUNAN PERDESAAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2011 VI. KINERJA PEMBANGUNAN PERDESAAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2011 Hasil pengolahan Podes 2003, 2005, 2008 dan 2011 ditampilkan secara rinci dalam peta tematik klasifikasi, tipologi dan kategori desa pada Lampiran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR Bab ini menjelaskan berbagai aspek berkenaan kelembagaan penyuluhan pertanian di Kabupaten Bogor yang meliputi: Organisasi Badan Pelaksana an Pertanian,

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR Oleh : Drs. Adang Suptandar, Ak. MM Disampaikan Pada : KULIAH PROGRAM SARJANA (S1) DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA, IPB Selasa,

Lebih terperinci

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan di Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 7. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN APBD MENURUT TAHUN ANGGARAN 205 KODE PENDAPATAN DAERAH 2 3 4 5 = 4 3 URUSAN WAJIB 5,230,252,870,000 5,84,385,696,000 584,32,826,000 0 PENDIDIKAN 0 0 Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN DAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan harus memperhatikan segala sumber-sumber daya ekonomi sebagai potensi yang dimiliki daerahnya, seperti

Lebih terperinci

PNPM MANDIRI PERDESAAN

PNPM MANDIRI PERDESAAN PNPM MANDIRI PERDESAAN Oleh : DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI PNPM MANDIRI PERDESAAN Merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan kemiskinan dan pengangguran

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR 3.7. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan sturktural

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk dapat memperbaiki tingkat kesejahteraannya dengan berbagai kegiatan usaha sesuai dengan bakat,

Lebih terperinci

P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Gambaran Umum Provinsi NTB Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terletak antara 115 45-119 10

Lebih terperinci

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun Data dan informasi perencanaan pembangunan daerah yang terkait dengan indikator kunci penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana yang diinstruksikan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54

Lebih terperinci

KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd

KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd DAMPAK PNPM MPd 2007 2014 FOKUS PRIORITAS INDIKATOR IMPACT GOAL Pembangunan Infrastruktur Perdesaan ( Pro Job & Pro poor) Terpenuhinya kebutuhan dan hak

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1. Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Gambar 1.1 Logo UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Sumber: www.pnpmkabbandung.wordpress.com

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PEMERINTAH DESA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disahkan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disahkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disahkan pada tanggal 15 Januari 2014 dan secara resmi mulai di implementasikan di tahun 2015. Undang-undang ini menghadirkan

Lebih terperinci

STRATEGI PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PNPM

STRATEGI PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PNPM STRATEGI PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PNPM Deputi Meneg PPN/Kepala Kepala Bappenas Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan UKM Rakornas Gubernur dan Bupati/Walikota dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI Bahwa kemiskinan adalah ancaman terhadap persatuan, kesatuan, dan martabat bangsa, karena itu harus dihapuskan dari bumi Indonesia. Menghapuskan kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013

REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013 REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013 1. Program dan Kegiatan Pada Tahun Anggaran 2013, Dinas Peternakan dan Perikanan memberikan kontribusi bagi pencapaian

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN HASIL KEGIATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Propinsi Jawa Barat yang pada tahun 2004 memiliki luas wilayah 2.301,95 kilometer persegi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Perubahan paradigma dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik telah memberikan nuansa baru yang sama sekali berbeda

Lebih terperinci

-2- No.1934, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tenta

-2- No.1934, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tenta No.1934, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. Dana Desa. Penggunaan. Tahun 2016. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan pada penelitian ini. Ada dua rujukan sebagai berikut: 1. Sari Surya, 2011 Yang pertama adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAGIAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA SERTA PENGGUNAAN DANA DESA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata No.1359, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. Dana Desa. Penetapan. Tahun 2018. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERUMAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan

Lebih terperinci

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Pendekatan Kultural Pendekatan Struktural Model Pendekatan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan 1. Pendekatan Kultural adalah program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN, TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN, TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN, TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR KABUPATEN BANDUNG BARAT JL. Desa NO : 11 DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR

PEMERINTAH DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR KABUPATEN BANDUNG BARAT JL. Desa NO : 11 DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR PERATURAN DESA BATUJAJAR BARAT NOMOR 02 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) TAHUN 2017 PEMERINTAH DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR KABUPATEN BANDUNG BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan nasional pada usaha proaktif untuk meningkatkan peran

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan nasional pada usaha proaktif untuk meningkatkan peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Implementasi pembangunan di Indonesia merupakan bagian dari strategi untuk mencapai cita-cita nasional dalam mewujudkan masyarakat yang berkeadilan, makmur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838,31 Ha. Secara geografis terletak di antara 6⁰18'0" 6⁰47'10" Lintang Selatan dan 106⁰23'45" 107⁰13'30" Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.369, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA I. UMUM 1. Pengembangan basis ekonomi di pedesaan sudah sejak lama

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015 BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJA SAMA ANTAR DESA DALAM RANGKA PELESTARIAN HASIL PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. merbau pada saat itu disebut Distrik Merbau dengan Ibu Negerinya Teluk

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. merbau pada saat itu disebut Distrik Merbau dengan Ibu Negerinya Teluk BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Kecamatan Merbau Sebelum Indonesia merdeka Kecamatan Merbau berada dalam lingkungan pemerintahaan kerajaan siak yang berdiri sampai dengan tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PEMANFAATAN SERTA PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI Penjelasan VI terdiri dari dua bagian, yaitu Penulisan Usulan Desa dan Verifikasi. Bagian penulisan usulan berisi penjelasan tentang cara menuliskan usulan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN PERANAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT DAN SEJAHTERA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG W/ W Menimbang Mengingat BADAN KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, a. bahwa Kebijakan Pokok

Lebih terperinci

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal

Lebih terperinci

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PRIORITAS PENGGUNAAN DANA DESA TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PRIORITAS PENGGUNAAN DANA DESA TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA POKOK-POKOK KEBIJAKAN PRIORITAS PENGGUNAAN DANA DESA TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA OUT LINE 1. FILOSOFI DANA DESA 2. DASAR HUKUM 3. PENJELASAN PERMENDES No.

Lebih terperinci

Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan

Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan LAMPIRAN XXIII PERATURAN BUPATI BOGOR NOMOR : 43 TAHUN 2014 TANGGAL : 22 DESEMBER 2014 RENCANA STRATEGIS DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013-2018 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang indonesia terus melakukan upaya-upaya untuk menjadi negara maju, yaitu dengan terus melaksanakan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR

PERUBAHAN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR PERUBAHAN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI... 3 BAB I PENDAHULUAN...... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Landasan Hukum... I-5 1.3 Maksud dan Tujuan... I-9 1.4.

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEREMPUAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 3 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN, TATA CARA PEMBAGIAN, DAN PENETAPAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA TAHUN

Lebih terperinci

Prioritas Penggunaan Dana Desa

Prioritas Penggunaan Dana Desa Prioritas Penggunaan Dana Desa Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia OUTLINE A. KERANGKA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR Arahan Pemanfaatan Daya Dukung Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor... (Kurniasari dkk.) ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR (Direction of Using Carrying Capacity Agricultural

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN BERBASIS PEMBERDAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG

KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKP-Desa) DESA CABAK TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN WALIKOTA BATU

SALINAN WALIKOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PRIORITAS PENGGUNAAN DAN PEMBAGIAN BESARAN DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Lebih terperinci

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BEUTUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PEREKONOMIAN BERBASIS KERAKYATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rancangan Awal Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Tahun I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rancangan Awal Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Tahun I - 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I PENDAHULUAN... I1 1.1. Latar Belakang... I1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I5 1.3 Maksud dan Tujuan... I10 1.4. Sistematika Penulisan... I11 BAB II

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak 204.468 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak 134 Perusahaan Jumlah perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 34 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI CIREBON

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 34 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI CIREBON BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 34 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) BUPATI CIREBON Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA Sumber : id.wordpress.com I. PENDAHULUAN Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Desa Puluhan merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Desa Puluhan terbagi menjadi 8 dukuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.160.2015 KEMENDESA-PDT-TRANS. Desa. Pendampingan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI KAMPAR PROPINSI RIAU

BUPATI KAMPAR PROPINSI RIAU BUPATI KAMPAR PROPINSI RIAU PERATURAN BUPATI KAMPAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA DI KABUPATEN KAMPAR TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahasan utama dalam penelitian ini. Minimnya lapangan pekerjaan, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahasan utama dalam penelitian ini. Minimnya lapangan pekerjaan, pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan masyarakat Indonesia pada saat ini dirasakan masih sangat memprihatinkan. Banyak masyarakat yang belum mendapatkan kesejahteraan yang layak atau sepenuhnya

Lebih terperinci