meliputi pemilihan: pola tanam, tahapan penanaman (prakondisi dan penanaman vegetasi tetap), sistem penanaman (monokultur, multiple cropping), jenis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "meliputi pemilihan: pola tanam, tahapan penanaman (prakondisi dan penanaman vegetasi tetap), sistem penanaman (monokultur, multiple cropping), jenis"

Transkripsi

1 IMPLIKASI KEBIJAKAN Aktivitas pertambangan khususnya tambang batubara yang menerapkan tambang terbuka menyubang kerusakan lingkungan yang sangat besar, sehingga diperlukan langkah yang tepat mulai penyusunan dan penerapan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Keseriusan pemerintah dalam memperbaiki kerusakan lingkungan terlihat dari dikeluarkannya peraturan yang berhubungan dengan pertambangan paling sedikit 24 peraturan. Untuk kegiatan reklamasi telah diterbitkan beberapa peraturan antara lain : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Kriteria dan standar reklamasi hutan yaitu 1) aspek kawasan meliputi kepastian penanganan kawasan yang ditentukan melalui analisis perencanaan berdasarkan ekosistem di dalam DAS, kejelasan status penguasaan lahan, dan berdasarkan fungsi kawasan. 2) aspek kelembagaan meliputi sumberdaya manusia yang kompeten, organisasi yang efektif menurut kerangka kewenangan masing-masing, dan tata hubungan kerja.3) aspek teknologi meliputi penerapan teknologi yang ditentukan oleh kemampuan lahan, tingkat partisipasi masyarakat dan penyediaan input yang cukup. Selain itu karakteristik lokasi kegiatan; jenis kegiatan; penataan lahan; pengendalian erosi dan limbah; revegetasi; dan pengembangan sosial ekonomi. Reklamasi hutan meliputi kegiatan: inventarisasi lokasi; penetapan lokasi; perencanaan; dan pelaksanaan reklamasi. Dalam rencana reklamasi hutan disusun untuk jangka waktu lima tahun yang memuat: kondisi kawasan hutan sebelum dan sesudah aktivitas, rencana pembukaan kawasan hutan, program reklamasi hutan, rancangan teknis reklamasi, tata waktu pelaksanaan, rencana biaya dan peta lokasi dan peta rencana kegiatan reklamasi yang dijabarkan dalam rencana tahunan. Kegiatan reklamasi hutan dilaksanakan dengan melibatkan peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui konsultasi publik, kemitraan, dan penyampaian informasi. Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan reklamasi hutan, pemegang izin penggunaan kawasan hutan wajib membayar dana jaminan reklamasi.

2 116 Besar dan bentuk dana jaminan reklamasi diusulkan oleh pemegang izin dan ditetapkan oleh menteri teknis, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya setelah mendapat pertimbangan dari menteri. Ketentuan mengenai besaran, bentuk, tata cara penempatan, dan pencairan atau pelepasan dana jaminan reklamasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penilaian terhadap pelaksanaan reklamasi hutan dilakukan oleh menteri dengan melibatkan menteri teknis dan menteri yang membidangi pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Keberhasilan reklamasi hutan menjadi salah satu unsur penilaian seluruh kewajiban dalam pengembalian kawasan hutan dari penggunaan kawasan hutan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2010 tentang Rekalamasi dan Pascatambang. Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mendapat persetujuan rencana dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya memberikan persetujuan atas rencana reklamasi. Rencana reklamasi paling sedikit memuat: tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang; rencana pembukaan lahan; program reklamasi terhadap lahan terganggu meliputi lahan bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang yang bersifat sementara dan/atau permanen; kriteria keberhasilan meliputi standar keberhasilan penataan lahan, revegetasi, pekerjaan sipil dan penyelesaian akhir serta rencana biaya reklarnasi terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. Rencana reklarnasi disusun untuk jangka waktu lima tahun memuat rencana reklamasi setiap tahunnya. Dalam hal umur tambang kurang dari lima tahun, rencana reklamasi disusun sesuai dengan umur tambang. Pemegang IUP, IUPK dan IPR wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan reklamasi setiap tahun kepada menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, gubernur atau

3 117 bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi terhadap laporan pelaksanaan reklamasi dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kalender sejak diterimanya laporan. 3. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang; Perusahaan dalam melaksanakan reklamasi dan penutupan tambang wajib memenuhi prinsip-prinsip lingkungan hidup, keselamatan dan kesehatan kerja, serta konservasi bahan galian. Prinsip lingkungan hidup meliputi: kualitas air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta udara sesuai baku mutu lingkungan; stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang serta struktur buatan lainnya, keanekaragaman hayati, pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya serta aspek sosial, budaya dan ekonomi. Prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja meliputi penciptaan kondisi aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Prinsip konservasi bahan galian meliputi pengumpulan data yang akurat mengenai bahan galian yang tidak dieksploitasi dan/atau diolah serta sisa pengolahan bahan galian. Rencana yang disusun harus berdasarkan AMDAL atau upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL) yang telah disetujui dan sebagai bagian dari studi kelayakan dengan mempertimbangkan: prinsip-prinsip diatas, peraturan perundang-undangan yang terkait,dan kondisi spesifik daerah. 4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 60/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan. Kriteria keberhasilan reklamasi hutan meliputi: penataan lahan, pengendalian erosi dan sedimentasi serta revegetasi atau penanaman pohon. Penataan lahan meliputi : pengisian kembali lubang bekas tambang, penataan permukaan tanah, kestabilan lereng dan penaburan tanah pucuk. Pengendalian erosi dan sedimentasi meliputi: pembuatan bangunan konservasi tanah (checkdam, dam penahan, pengendali jurang, drop structure, saluran drainase, dll); penanaman cover crops untuk memperkecil kecepatan air limpasan dan meningkatkan infiltrasi. Revegetasi atau penanaman pohon terdiri dari : luas

4 118 areal penanaman, persentase tumbuh tanaman, jumlah tanaman per hektar, komposisi jenis tanaman dan pertumbuhan atau kesehatan tanaman. Metode penilaian keberhasilan reklamasi hutan secara umum dilakukan dengan pengumpulan data dan informasi dari lapangan untuk seluruh aspek pelaksanaan kegiatan reklamasi hutan. Data dan informasi yang diperoleh, dianalisis sehingga diperoleh hasil penilaian yang sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Hasil penilaian ini dapat dijadikan bahan masukan yang konstruktif dalam pengambilan keputusan. Penilaian dilakukan dengan bobot 100 yaitu : penataan lahan dengan bobot 30, pengendalian erosi dan sedimentasi dengan bobot 20 dan revegetasi dengan bobot 50. Hasil penilaian dijadikan bahan pertimbangan untuk perpanjangan pinjam pakai kawasan hutan maupun untuk pengembaliannya. 5. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 4/Menhut-II/2011 tentang Reklamasi Hutan. Rencana reklamasi dilakukan setiap lima tahun atau umur tambang kurang dari lima tahun disusun sesuai umur tambang. Rencana disusun oleh pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan berdasarkan hasil inventarisasi lokasi dan penetapan lokasi. Rencana reklamasi memuat antara lain: kondisi kawasan hutan sebelum dan sesudah aktivitas; rencana pembukaan kawasan hutan, program reklamasi hutan, rancangan teknis reklamasi (T-0), tata waktu pelaksanaan, rencana biaya dan peta lokasi dan peta rencana reklamasi. Program reklamasi hutan meliputi penyiapan kawasan hutan, pengaturan bentuk lahan/penataan lahan; pengendalian erosi dan sedimentasi, pengelolaan lapisan tanah pucuk, revegetasi dan pengamanan. Kegiatan reklamasi dimulai sesuai dengan rencana yang telah disetujui dan harus sudah selesai pada waktu yang telah ditetapkan. Pemegang izin penggunaan kawasan hutan bertanggung jawab sampai kondisi/rona akhir sesuai dengan rencana yang telah disahkan dan dilaksanakan dengan teknik sipil dan teknik vegetasi. Kegiatan teknik sipil meliputi: pengisian kembali lubang bekas tambang, pengaturan bentuk lahan, pengelolaan tanah pucuk, pembuatan teras, saluran pembuangan air (SPA), bangunan pengendali jurang, pembuatan chek dam dan/atau penangkap oli bekas. Kegiatan teknik vegetasi

5 119 meliputi pemilihan: pola tanam, tahapan penanaman (prakondisi dan penanaman vegetasi tetap), sistem penanaman (monokultur, multiple cropping), jenis tanaman yang disesuaikan kondisi setempat dan tanaman penutup (cover crop). Pelaksanaan reklamasi hutan dengan tahapan kegiatan: penataan lahan, pengendalian erosi dan sedimentasi, revegetasi dan pemeliharaan. Beberapa cara pengendalian erosi air antara lain: 1) meminimalisasi areal yang terganggu. 2) membatasi/mengurangi kecepatan air limpasan dengan membuat teras, saluran diversi/pengelak (saluran yang sejajar garis kontur) dan saluran pembuangan air (SPA). 3) meningkatkan infiltrasi dengan membuat rorak/saluran buntu berupa lubang-lubang atau saluran buntu yang dibuat di antara tanaman pokok untuk penampung air dan meresapkannya ke dalam tanah, penggaruan tanah searah kontur. 4) menampung sedimen dengan membuat dam penahan atau dam pengendali dan 5) memperkecil erosi terutama pada lahan baru selesai penataan lahan dapat dilakukan melalui kegiatan penanaman cover crop dan pada lahan yang relatif datar penanaman cover crop dapat dilakukan secara manual, sedangkan pada lahan yang mempunyai kelerengan sedikit terjal dapat dilakukan penanaman cover crop dengan menggunakan hydroseeding. Penanaman, dilakukan dengan jarak tanam maksimal 4 x 4 meter (minimal 625 batang) yang disesuaikan dengan bentuk lahan, fungsi kawasan dan bentuk/tajuk tanaman. Penanaman dilakukan untuk pengendalian erosi dan sedimentasi, tahap pertama dilakukan penanaman cover crop, setelah tanaman cover crop tumbuh, pada lokasi tertentu harus diawali prakondisi dengan menanam jenis tanaman perintis/pionir atau jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species) agar penutupan lahan dan pengkayaan unsur hara tanah lebih cepat, setelah tanaman pionir berumur antara 2 sampai dengan 3 tahun dilakukan pengkayaan melalui penanaman jenis-jenis lokal berdaur panjang dan mempunyai nilai ekonomi tinggi yang pada umumnya memerlukan naungan pada awal penanamannya. Untuk lokasi lain yang kondisinya memungkinkan, dapat langsung dilakukan penanaman jenis-jenis

6 120 tanaman lokal berdaur panjang dengan jenis tanaman disesuaikan dengan fungsi hutan. 6. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.63/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Penanaman bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai. Pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan untuk penggunaan komersial dan untuk kegiatan eksplorasi dilakukan pengambilan contoh ruah sebagai uji coba tambang untuk kepentingan kelayakan ekonomi, dikenakan ketentuan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS dengan ratio 1:1 ditambah dengan luas rencana areal terganggu dengan kategori L3. L3 adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 yaitu area terganggu karena penggunaan kawasan hutan yang bersifat permanen yang secara teknis tidak dapat dilakukan reklamasi yang selanjutnya dikenakan 2 (dua) kali tarif PNBP Penggunaan Kawasan Hutan. Sasaran lokasi penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS dilakukan pada wilayah DAS yang sama dengan lokasi izin pinjam pakai kawasan hutan bagian hulu, tengah dan/atau hilir. Apabila sasaran lokasi penanaman tidak tersedia dapat dilakukan pada wilayah DAS yang lain di kabupaten/provinsi yang sama atau di kabupaten/provinsi terdekat sedangkan pada bagian hilir dikhususkan di areal hutan mangrove/pantai. Lokasi penanaman adalah lahan kritis baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan, lokasi penanaman diutamakan pada wilayah yang kompak dan bebas konflik tenurial, lokasi penanaman lahan kritis di dalam kawasan hutan diutamakan pada kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Lokasi penanaman di luar kawasan hutan adalah : ruang terbuka hijau, hutan kota, fasilitas sosial dan fasilitas umum; lahan dibebani hak milik yang berfungsi lindung, sesuai rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota. Meningkatnya aktivitas pertambangan berdampak pada semakin luasnya lahan yang rusak sebagai akibat bertambahnya pemberian ijin pertambangan baik yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bagi daerah

7 121 yang memiliki potensi tambang akan mengeluarkan ijin sebanyak mungkin yang bertujuan untuk mendapatkan dana pembangunan pembangunan daerah, namun disisi lain kewajiban setiap perusahaan untuk mereklamasi seringkali tidak termonitor bahkan tidak dilakukan reklamasi. Kerusakan tersebut sangat berdampak pada penurunan kualitas lingkungan bahkan sebagian biodiversitas yang ada akan mengalami kepunahan dan lahan bekas tambang sangat kritis. Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan dilapangan, maka beberapa hal penting yang perlu ditekankan agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan memberikan implikasi yang lebih besar antara lain: 1. Perencanaan reklamasi a. Disain akhir reklamasi lahan tambang perlu yang terbagi pada areal yang dapat ditata kembali menjadi areal yang tertanami dengan jenis tanaman lokal, daerah yang akan tinggal menjadi areal tergenang sudah ditetapkan pada tahap awal dalam kajian Amdal dan perjanjian kontrak. b. Panjang lereng m lahan reklamasi pada wilayah dengan curah hujan yang tinggi terutama pada awal reklamasi infiltrasi sangat rendah, penutupan yang masih sedikit menyebabkan konsentrasi aliran permukaan semakin meningkat sehingga berdampak pada peningkatan erosi pada areal reklamasi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperbaiki disain panjang lereng melalui pembuatan teras-teras dan jebakan air serta kemiringan lereng yang lebih landai sehingga kekuatan aliran permukaan dapat dikurangi. c. Erosi terbesar terjadi pada awal reklamasi karena tidak terdapat penutup tanah. Air hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah akan mendispersi partikel-partikel tanah sehingga butiran halus akan masuk kelapisan bahwa sehingga patikel terjadi penyumbatan pori-pori tanah (surface sealing) dan pengkerakan (surface crusting). Akibat penyumbatan tersebut berdampak pada menurunnya kapasitas infiltrasi yang pada gilirannya meningkatkan erosi dan aliran permukaan. Untuk itu harus segera dilakukan penutupan permukaan tanah dengan menggunakan

8 122 mulsa sebelum dilakukan penanaman dengan tanaman penutup tanah dan tanaman reklamasi. 2. Pelaksanaan reklamasi a. Pemilihan jenis tanaman baik tanaman penutup tanah dan tanaman lokal yang cepat tumbuh dan beradaptasi dengan lingkungan yang miskin hara seperti Hantata (Bridelia stipularis (L.) Blume), Alaban (Vitex pinnata L) Balik angin (Commersonia bartamia L.) perlu dikembangkan untuk percepatan penutupan permukaan tanah dan peningkatan biodiversitas dapat dipercepat. b. Penanaman tanaman bermanfaat ganda (MPTS) sangat disarankan sebagai salah satu tanaman reklamasi. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar berupa hasil hutan bukan kayu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagai sumber pendapatan. c. Pemanfaatan produk dari tanaman hasil reklamasi baik kayu maupun bukan kayu, perlu diatur melalui peraturan pemerintah sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan menambah pendapatan pemerintah daerah. d. Pelibatan masyarakat sekitar tambang pada kegiatan reklamasi tambang terutama sebagai tenaga kerja perlu diatur melalui peraturan pemerintah dan pemerintah daerah. Hal tersebut sangat penting karena masyarakat sekitar tambang tidak hanya sebagai penonton tetapi dapat memperoleh pekerjaan dan dapat meningkatkan kesejahteraan melalui upah yang diterima. 3. Kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan reklamasi yang dilakukan setiap lima tahun sekali atau sesuai dengan umur reklamasi bila umur reklamasi kurang dari lima tahun perlu di tinjau kembali mengingat kegiatan reklamasi dilakukan sepanjang tahun oleh setiap perusahaan. Monitoring dan evaluasi sebaiknya dilakukan setiap tahun sekali dan dilakukan pada setiap umur reklamasi untuk mengetahui perkembangan reklamasi setiap perusahaan sehingga menjadi dasar dalam pemberian sanksi dan penghargaan. Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemajuan reklamasi

9 123 baik perbaikan fisik lingkungan, peningkatan biodiversitas serta manfaat reklamasi bagi sosial ekonomi masyarakat. 4. Reklamasi tambang dan pascatambang harus memberikan manfaat bagi perbaikan lingkungan dan masyarakat. 5. Jaminan reklamasi yang merupakan kewajiban setiap perusahaan perlu dipenuhi dan nilai nominalnya perlu ditingkatkan sehingga perusahaan memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap perbaikan areal yang telah rusak akibat pertambangan. 6. Penerapan sanksi yang tegas bagi setiap perusahaan yang lalai dalam melakukan reklamasi pada areal bekas tambang dan areal terganggu lainnya perlu dipertegas dan memberikan penghargaan bagi setiap perusahaan yang berhasil melakukan reklamasi dengan baik. 7. Upaya pemulihan lingkungan DAS yang rusak akibat pertambangan perlu dilakukan secara bersama-sama oleh berbagai sektor sehingga mampu mempercepat pemulihan kerusakan yang ada. Untuk menjamin tercapainya pelaksanaan reklamasi tambang, perlu adanya sinkronisasi kebijakan yang dikeluarkan sehingga tidak menjadi tumpang tindih yang dapat melemahkan kebijakan yang ada dan tidak membingungkan setiap perusahaan yang akan melaksanakannya. Dalam pelaksanaan kebijkan yang dikeluarkan perlu dilakukan secara bersama antar sektor terkait. Sektor yang terkait secara langsung antara lain : Kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Badan Pertanahan dan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/kota).

Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

Pengendalian Erosi dan Sedimentasi Pengendalian Erosi dan Sedimentasi Disusun untuk melengkapi tugas TIK Disusun Oleh: Bachrul Azali 04315046 Tugas TIK Universitas Narotama 2015 http://www.narotama.ac.id 04315044 Bachrul azali Page 1 Erosi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PENANAMAN BAGI PEMEGANG IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REHABILITASI DAERAH ALIRAN SUNGAI Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 39/Menhut-II/2010 TENTANG POLA UMUM, KRITERIA, DAN STANDAR REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 39/Menhut-II/2010 TENTANG POLA UMUM, KRITERIA, DAN STANDAR REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 39/Menhut-II/2010 TENTANG POLA UMUM, KRITERIA, DAN STANDAR REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG UMUM Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai prinsip-prinsip dan tata laksana reklamasi dan pascatambang.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1127, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Areal Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI

Lebih terperinci

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Ir. Bambang Susigit, MT KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA Contents

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tambang batubara merupakan salah satu penggerak roda perekonomian dan pembangunan nasional Indonesia baik sebagai sumber energi maupun sumber devisa negara. Deposit batubara

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa kegiatan usaha

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA Antung Deddy Asdep Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 4/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 4/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 4/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 42 TAHUN : 2011 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG REKLAMASI TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang :

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. AREAL. Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. PNBP. Penentuan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. AREAL. Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. PNBP. Penentuan. No.49, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. AREAL. Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. PNBP. Penentuan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P.56/Menhut-II/2008 TENTANG TATA CARA PENENTUAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG DISAMPAIKAN PADA BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA

Lebih terperinci

PELAKSANAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA

PELAKSANAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA PELAKSANAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA D I S A M P A I K A N P A D A : K A J I A N T E K N O L O G I R E K L A M A S I L A H A N P A S C A T A M B A N G B A T U B A R A D I P R O V I N S I

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG DISUSUN OLEH : BAGIAN HUKUM SETDA KOLAKA UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

Lebih terperinci

Kewenangan Pengelolaan FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Kewenangan Pengelolaan FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA Kewenangan Pengelolaan 21 kewenangan berada di tangan Pusat 1. penetapan kebijakan nasional; 2. pembuatan peraturan perundang-undangan; 3. penetapan standar nasional, pedoman, dan kriteria; 4. penetapan

Lebih terperinci

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG http://www.sindotrijaya.com I. PENDAHULUAN Hutan tropis Indonesia sangat kaya flora dan fauna serta kekayaan alam lainnya, termasuk mineral dan batubara. Dengan kawasan

Lebih terperinci

PENGATURAN BENTUK LERENG DAN PERLAKUAN REKLAMASI. Perlakuan Konservasi Tanah (Reklamasi) Guludan. bangku. Guludan - Teras Kredit

PENGATURAN BENTUK LERENG DAN PERLAKUAN REKLAMASI. Perlakuan Konservasi Tanah (Reklamasi) Guludan. bangku. Guludan - Teras Kredit 2011, No.23 38 LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.04/MENHUT-II/2011 TANGGAL : 14 JANUARI 2011 PENGATURAN BENTUK LERENG DAN PERLAKUAN REKLAMASI - Vegetasi Tetap (Tanaman tahunan) - Hutan Lindung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN URUSAN EROSl, SEDIMENTASI DAN PRODUKTIVITAS LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LINTAS KABUPATEN/ KOTA

Lebih terperinci

PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 1 Undang- Undang Nomor 4

Lebih terperinci

KEBIJAKAN REKLAMASI PADA LAHAN BEKAS TAMBANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2012

KEBIJAKAN REKLAMASI PADA LAHAN BEKAS TAMBANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2012 KEBIJAKAN REKLAMASI PADA LAHAN BEKAS TAMBANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2012 UU No. 4 Th 2009 REKLAMASI Kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki

Lebih terperinci

A.A Inung Arie Adnyano 1 STTNAS Yogyakarta 1 ABSTRACT

A.A Inung Arie Adnyano 1 STTNAS Yogyakarta 1 ABSTRACT PENILAIAN TINGKAT KEBERHASILAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG PIT 2 PT. PIPIT MUTIARA JAYA DI KABUPATEN TANA TIDUNG KALIMANTAN UTARA A.A Inung Arie Adnyano STTNAS Yogyakarta arie_adnyano@yahoo.com, ABSTRACT

Lebih terperinci

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 3.

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 3. GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat.

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCAA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Nega

2011, No Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Nega No.191, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.18/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PINJAM

Lebih terperinci

2 Menteri Kehutanan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2008 tentang Tata Cara Penentuan Luas Areal Terganggu dan

2 Menteri Kehutanan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2008 tentang Tata Cara Penentuan Luas Areal Terganggu dan No. 1445, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Luas Areal Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. Pajak. Kawasan Hutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.84/Menhut-II/2014

Lebih terperinci

STUDI TEKNIS REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG PT BERAU COAL, BERAU, KALIMANTAN TIMUR PROPOSAL KERJA PRAKTEK

STUDI TEKNIS REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG PT BERAU COAL, BERAU, KALIMANTAN TIMUR PROPOSAL KERJA PRAKTEK STUDI TEKNIS REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG PT BERAU COAL, BERAU, KALIMANTAN TIMUR PROPOSAL KERJA PRAKTEK OLEH M. GHIBRAN ALIEF AKBAR D621 13 019 PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tambang merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat potensial. Penambangan telah menjadi kontributor terbesar dalam pembangunan ekonomi Indonesia selama lebih

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.18/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.18/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.18/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

RANCANGAN PERMEN ESDM NO. TH

RANCANGAN PERMEN ESDM NO. TH RAHABILITASI LAHAN TAMBANG PERATURAN PEMERINTAH NO. 78 TH.2010 DAN RANCANGAN PERMEN ESDM NO. TH TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG (PENGGANTI PERMEN ESDM NO.18 TH.2008) Muh Nyl Hasan, ST, M.Si Dinas Kehutanan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH PERATURAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG Hasil Pemba hasan d PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.18/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN PINJAM

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...

DAFTAR ISI... Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... INTISARI... ABSTRACT... BAB I

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN BAB IX REKLAMASI HUTAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN BAB IX REKLAMASI HUTAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN BAB IX REKLAMASI HUTAN DR RINA MARINA MASRI, MP KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.84/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.84/Menhut-II/2014 TENTANG Maret 2012 2012-1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.84/Menhut-II/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.56/MENHUT- II/2008 TENTANG TATA CARA PENENTUAN LUAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 146 Tahun 1999 Tentang : Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 146 Tahun 1999 Tentang : Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 146 Tahun 1999 Tentang : Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa pada persiapan penggunaan

Lebih terperinci

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAUR, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Kaur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada umumnya setelah manusia berhasil menguasai sebidang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.317, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Keberhasilan. Penilaian. Pencemaran. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.317, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Keberhasilan. Penilaian. Pencemaran. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.317, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Keberhasilan. Penilaian. Pencemaran. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2009

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

ANALISA PerMenhut No. P.60 / Menhut-II / 2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan

ANALISA PerMenhut No. P.60 / Menhut-II / 2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan ANALISA PerMenhut No. P.60 / Menhut-II / 2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan Oleh : Wahyu Catur Adinugroho ---2010--- P a g e 2 PERMENHUT NO. P.60 / Menhut-II / 2009 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LAHAN PENAMBANGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA Hak Pemegang IUP dan IUPK dijamin haknya untuk melakukan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pemegang IUP dan IUPK dapat memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAS TERPADU

PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Monitoring dan Evaluasi 4. Pembinaan dan Pengawasan 5. Pelaporan PERENCANAAN a. Inventarisasi DAS 1) Proses penetapan batas DAS

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pertambangan rakyat di Kabupaten

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PENDAHULUAN Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan. Perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Hutan dengan fungsi lindung yaitu hutan sebagai satu kesatuan

Lebih terperinci

Tata Cara Pencairan Jaminan Reklamasi

Tata Cara Pencairan Jaminan Reklamasi Tata Cara Pencairan Jaminan Reklamasi Dr. Lana Saria KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA Pokok Bahasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 07 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL - 2 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL Tahun : 2013 Nomor : 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang:

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN. Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN. Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL - 2 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL Tahun : 2013 Nomor : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEDOMAN EVALUASI KEBERHASILAN REKLAMASI HUTAN

PEDOMAN EVALUASI KEBERHASILAN REKLAMASI HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DRAFT PEDOMAN EVALUASI KEBERHASILAN REKLAMASI HUTAN DIREKTORAT BINA REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2008 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Aplikasi Website Pendataan dan PelaporanPenggunaan Lahan Pertambangan

Aplikasi Website Pendataan dan PelaporanPenggunaan Lahan Pertambangan Aplikasi Website Pendataan dan PelaporanPenggunaan Lahan Pertambangan http://www.djmbp.esdm.go.id/index_dbt.php Latar Belakang 1 2 3 Tujuan Cara Mengakses website Step 1 Step 2 www.themegallery.com Cara

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 63 TAHUN 2003

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 63 TAHUN 2003 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 63 TAHUN 2003 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN BAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 267, 2000 LINGKUNGAN HIDUP.TANAH.Pengendalian Biomasa. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.429, 2016 KEMEN-LHK. Jaringan Informasi Geospasial. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.28/Menlhk/Setjen/KUM.1/2/2016

Lebih terperinci

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BITUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengusahaan mineral

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph) KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat. menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Sumberdaya alam yang tidak

I. PENDAHULUAN. yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat. menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Sumberdaya alam yang tidak I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan adalah bagian dari kegiatan pembangunan ekonomi yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat menjamin kehidupan di masa yang akan datang.

Lebih terperinci

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Daerah rawan longsor harus dijadikan areal konservasi, sehingga bebas dari kegiatan pertanian, pembangunan perumahan dan infrastruktur. Apabila lahan digunakan untuk perumahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

Disampaikan pada acara:

Disampaikan pada acara: GOOD MINING PRACTICE Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Evaluasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Perhitungan Kontribusi Penurunan Beban Pencemaran Lingkungan Sektor Pertambangan DIREKTORAT TEKNIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci