BAB VIII STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VIII STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI KALIMANTAN TENGAH"

Transkripsi

1 BAB VIII STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI KALIMANTAN TENGAH A. Angkutan Jalan 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan. 1 Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum disusun berdasarkan: a. tata ruang wilayah; b.tingkat permintaan jasa angkutan; c. kemampuan penyediaan jasa angkutan; d.ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; e.kesesuaian dengan kelas jalan; f.keterpaduan intramoda angkutan; dan g. keterpaduan antarmoda angkutan. Jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan bermotor umum disusun dalam bentuk rencana umum jaringan trayek 2 Penyusunan rencana umum jaringan trayek dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait. Rencana umum jaringan trayek terdiri atas: a. jaringan trayek lintas batas Negara, b. jaringan trayek antarkota antarprovinsi, c. jaringan trayek antarkota dalam provinsi; d. jaringan trayek perkotaan; dan e. jaringan trayek perdesaan. Rencana umum jaringan trayek dikaji ulang secara berkala paling lama 5 (lima) tahun 3 Angkutan jalan adalah perpindahan orang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan umum di ruang lalu lintas. Sementara jaringan jalan dalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan 4. Aspek lain yang perlu diperhatikan sebagai prasyarat konektivitas adalah terminal. Terminal adalah adalah adanya terminal Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan 5. Fungsi terminal bagi seorang penumpang adalah : a. Tempat penumpang turun dan mengakhiri perjalanan dengan bis, b. Tempat penumpang dapat berganti lintasan rute (transfer), c. Tempat penumpang menunggu bis yang akan dinaikinya, d. Tempat penumpang naik bis, e. Tempat penumpang berganti dengan moda lainnya (becak, mobil atau berjalan kaki) menuju tujuan akhir perjalanannya 6. Karena itu, untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan intramoda dan antarmoda di tempat tertentu, dapat dibangun dan diselenggarakan 1 Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 2 Ibid, Pasal Ibid, Pasal Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Tekniks Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada hal 4 5 Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 1 ayat (13 ) 6 Kamiharibasuki.blogspot.com/2009/08/terminal.html Laporan Akhir VIII - 1

2 Terminal. Terminal penumpang menurut pelayanannya dikelompokkan dalam tipe A, tipe B, dan tipe C 7. Melihat peranan jaringan dan konektivitas di Propinsi Kalimantan Tengah dalam memobilisasi penumpang dan barang antar kota/kabupaten dalam propinsi Kalimantan Tengah telah dibangun beberapa terminal di beberapa titik daerah Kabupaten lebih jelasnya lihat tabel berikut. Tabel 8.1 Jumlah Jaringan Jalan Propinsi di Propinsi Kalimantan Tengah Dalam Tahun 2013 No Jaringan Jalan Propinsi Km 1 Kubu Kumei 20,324 2 Sp Bangkal Bangkal 25,008 3 Tumbang Sanga Palantaran 79,261 4 Kr. Bengkirai Sp. Kr. Bengkirai 7,263 5 Berengbengkel D. Kelampangan 10,699 6 Bahaur Hilir Pulang Pisau 64,379 7 Bukitliti Kurun 139,820 8 Tumbang Samba Pundu 109,480 Jumlah 456,234 Sumber : -Dinas Perhubungan dan Informatika cq. Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah, Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Bilamana dilihat dari segi asal tujuan pelayanan Angkutan Kota Dalam Propinsi (AKDP) dan konektivitas wilayah, maka terlihat adanya beberapa konektivitas wilayah yang dilayani. Lebih jelasnya jaringanjalan propinsi, asal dan konektivitas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.2 Jaringan Jalan Provinsi Antar Kota/Kabupaten dan Asal Tujuan Pelayanan di Propinsi Kalimantan Tengah Pada Tahun 2013 No Asal - Tujuan Jaringan Jalan Propinsi Jarak Konektivitas Trayek Lokasi ( Km ) 1 Kubu Kumei Kubu Batu Belaman Kumei 20, Sp Bangkal Bangkal Sp Bangkal Bangkal 25, Tumbang Sanga Tumbang Sanga Parrenggean 79,261 3 Palantaran Pelantaran 4 Kr. Bengkirai Sp. Kr. Bengkirai Kr. Bengkirai Sp. Kr. Bengkirai 7, Berengbengkel D. Berengbengkel D. Kelampangan 10,699 2 Kelampangan 6 Bahaur Hilir Pulang Bahaur Hilir Pangkah Pulang 64,379 3 Pisau Pisau 7 Bukitliti Kurun Bukitliti Bukit Bamba Bawan Kurun 139, Tumbang Samba Tumbang Samba Pundu 109,480 2 Pundu Total 456, Sumber : -Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Pogram. Prop Kalimantan Tengah, Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) Laporan Akhir VIII - 2

3 Dari delapan (8) jaringan jalan propinsi dan/ atau jaringan pelayanan angkutan kota/kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah yang sudah tersedia, ternyata sudah semuanya dilayani angkutan kota dalam propinsi.lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.3 Jumlah Armada dan Kebutuhan Per Jaringan Jalan Provinsi Antar Kota Dalam Propinsi Kalimantan Tengah Tahun 2013 No Asal - Tujuan Kebutuhan Jumlah Tambahan Kabupaten kota yang Jarak Armada Armada dilewati (Km) ( Unit ) Yang Ada (Unit) 1 Kubu Kumei Kubu Batu Belaman Kumei 20, Sp Bangkal Sp Bangkal Bangkal 25, Bangkal Tumbang Sanga Palantaran Kr. Bengkirai Sp. Kr. Bengkirai Berengbengke l D. Kelampangan Bahaur Hilir Pulang Pisau Bukitliti Kurun Tumbang Samba Pundu Tumbang Sanga Parrenggean Pelantaran Kr. Bengkirai Sp. Kr. Bengkirai Berengbengkel D. Kelampangan Bahaur Hilir Pangkah Pulang Pisau Bukitliti Bukit Bamba Bawan Kurun 79, , , , , Tumbang Samba Pundu 109, Total 456, Sumber : -Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Pogram. Prop Kalimantan Tengah, Ditjen Bina Marga- Kementerian Pekerjaan Umum, 2013 Berdasarkan jaringan angkutan antar kota/kab dalam Propinsi dan jumlah jaringan jalan propinsi, selanjutnya dapat dihitung kinerja jaringan pelayanan angkutan jalan dengan rumus berikut 8 ; Jaringan Jalan Propinsi Terlayani Angkutan Umum = x 100 % Total Jaringan Jalan Propinsi 8 Jaringan terlayani = x100 % 8 Jaringan propinsi = 100 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, jaringan jalan propinsi sudah terlayani hingga tahun 2014 dengan nilai 100 %. Namun kenyataannya, hingga 8 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 4 Laporan Akhir VIII - 3

4 tahun 2012 nilai capaian sudah mencapai nilai capaian sebesar 100 %. Artinya, mobilisasi pergerakan barang dan penunpang antar kota dalam propinsi akan semakin lancar dan di lain pihak, kinerja Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah dalam capaian layanan AKDP melalui jalan propinsi sangat menggembirakan. Untuk lebih jelasnya jaringan jalan yang ada di provinsi Kalimantan Tengah terlihat pada gambar dibawah ini. Laporan Akhir VIII - 4

5 Gambar 8.1 Peta Jaringan Jalan Nasional dan Jalan Provinsi di Kalimantan Tengah Laporan Akhir VIII - 5

6 Gambar 8.2 Peta Jaringan Trayek AKDP di Kalimantan Tengah Laporan Akhir VIII - 6

7 2. Jaringan Prasarana Angkutan Jalan Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, jaringan prasarana angkutan jalan adalah tersedianya terminal Tipe A pada setiap Propinsi untuk melayani angkutan umum dalam trayek. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi 9. Di lain pihak, terminal adalah pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan. Menjadi focus kajian adalah terminal penumpang tipe A, artinya adalah terminal yang berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antarkota antarprovinsi dan/atau angkutan lintas batas Negara, angkutan antarkota dalam propinsi, angkutan perkotaan dan angkutan perdesaan 10. Namun dalam hal ini, kajian akan diarahkan pada ratio perbandingan ketersediaan terminal tipe A terhadap jaringan jalan nasional. Berdasarkan data dan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program, jumlah terminal tipe A di Propinsi Kalimantan Tengah terdapat satu (4) unit dengan Terminal Mahir Mahar (Kota Palangkaraya), Pasar Panas (Kab. Barito Timur), Muara Teweh (Kab. Barito Utara), Kuala Kapuas (Kab. Kapuas). Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut nama-nama terminal yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah. Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Fasilitas utama terminal terdiri dari: a. jalur pemberangkatan kendaraan umum; b. jalur kedatangan kendaraan umum; c. tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum; d. bangunan kantor terminal; dan e. tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar; f.menara pengawas; g. loket penjualan karcis; h. ramburambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadual perjalanan; i. pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi. Sementara fasilitas penunjang adalah meliputi; a. kamar kecil/toilet; b. musholla; c. kios/kantin; d. ruang pengobatan; e. ruang informasi dan pengaduan; f. telepon umum; g. tempat penitipan barang; h. taman 11 Lokasi tampak terminal penumpang tipe A harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara;b terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A; c. mempunyai akses jalan masuk dan/atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal 12 9 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada Pasal 1 ayat (1) 10 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Halaman 6 11 Keputusan Menteri Perhubungan N0. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi pada Pasal 2 ayat ( 2), Pasal 4 dan Pasal 5 12 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.1361/AJ. 106/DRJD/2003 tentang Penetapan Simpul Jaringan Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruh Indonesia pada Pasal 5 Laporan Akhir VIII - 7

8 Lokasi tampak terminal penumpang tipe A harus memenuhi persyaratan sebagai berikut; a. terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas Negara, b. terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A, c. jarak antara 2 (dua) terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 20 km di Pulau Jawa, dan 30 Km di Pulau Sumatera dan 50 Km di Pulau Lainnya, d. luas lahan yang tersedia sekurangkurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 Ha di Pulau lainnya, e. mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurangnya-kurangnya 100 meter di Pulau Jawa dan 50 meter dan 50 meter di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal 13. Persyaratan yang telah digaris di atas, dibandingkan dengan terminal tipe A di Propinsi Kalimantan Tengah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Jalan akses masuk dan/atau keluar terminal di terminal tipe A yang ada di propinsi Kalimantan Tengah terdapat 53 meter, sementara menurut standar yang telah ditetapkan lebih dari 50 meter. Artinya jalan akses masuk dan/atau keluar telah memenuhi standar yaitu mencapai 53 meter b. Luas terminal tipe A yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah mencapai 5 ha, artinya telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Di samping terminal Tipe A, terminal Tipe B juga banyak dikembangkan di Kalimantan Tengah dan untul lebih jelasnya lihat tabel berikut; Tabel 8.4 Nama-Nama Terminal Yang Ada di Kalimantan Tengah Dalam Tahun 2013 No Nama Terminal Kota/Kab Tipe Buntok Pasir Panas Muara Teweh - Kuala Kapuas - Pangkalan Bun Patih Rumbih - - Pulang Pisau - - Mahir Mahar (WA Gara) Jl. Tjilik Riwut KM 7,8 Datah Manuah Kabupaten Barito Selatan Kabupaten Barito Timur Kabupaten Barito Utara Kabupaten Gunung Mas Kabupaten Kapuas Kabupaten Katingan Kabupaten Kotawaringin Barat Kabupaten Kotawaringin Timur Kabupaten Lamandau Kabupaten Murung Raya Kabupaten Pulang Pisau Kabupaten Sukamara Kabupaten Seruyan Kota Palangka Raya Kota Palangka Raya Kota Palangka Raya AKAP/ TipeB AKAP/ TipeA AKAP/ TipeA - AKAP/ TipeA - AKAP/ TipeB AKAP/ TipeB - - AKAP/ TipeB - - AKAP/ TipeA AKAP/ TipeB AKAP/ TipeB Sumber : -Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Pogram. Prop Kalimantan Tengah, 2013 Sementara sebaran terminal yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada gambar berikut. 13 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.76/AJ/102DRJD/2000 tentang Penetapan Simpul Jaringan Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruha Indonesia pada Pasal 5 Laporan Akhir VIII - 8

9 Gambar 8.3 Peta lokasi terminal yang ada di Kalimantan Tengah Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di Laporan Akhir VIII - 9

10 Dalam kondisi sekarang, berdasarkan data dan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program, jumlah jaringan jalan nasional yang yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.5 Jaringan Jalan Nasional yang dilewati AKAP di Propinsi Kalimantan Tengah Dalam Tahun 2013 No Jaringan Panjang ( Km ) 1 Sp. Runtu Batas Kalimantan Barat 161,263 2 Rahambang Batas Kalimantan Barat 192,491 3 Muara Teweh Batas Kalimantan Timur 56,081 4 Ampah Batas Kalimantan Selatan 44,765 5 Pulang Pisau Batas Kalimanatan Selatan 26,426 Total 481,026 Sumber: Dinas Perhubungan dan Informatika cq. Bidang Program, Propinsi Kalimantan Tengah, 2013 Berdasarkan data seperti telah dijelaskan sebelumnya, maka nilai capaian tersedianya terminal angkutan penumpang tipe A pada setiap propinsi untuk melayani angkutan umum dalam trayek antarkota antarpropinsi (AKAP) atau angkutan lintas batas Negara (ALBN) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut 14 ; % Prasarana Angkutan jalan Terminal Penumpang Tipe A = x 100 % Jumlah Jaringan Pelayanan AKAP 4 = x 100 % 5 = 80 % Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, pada tahun 2014 jaringan jalan propinsi sudah terlayani dengan nilai 100 %. Namun kenyataannya, hingga tahun 2012 nilai capaian sudah mencapai nilai capaian sebesar 80 %. Artinya, nilaian capaian yang harus dicapai tinggal 20 % ( 100 % - 80 % = 20 % ). Nilaia capaian pembangunan terminal Tipe A belum tercapai adalah karena salah satu salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan Terminal Tipe A adalah sulitnya mencari tanah yang ideal sebagai lokasi terminal, apalagi dalam era otonomi daerah sekarang ini semakin banyak permasalahan pertanahan. Di lain pihak, kendatipun ada terminal Tipe A di daerah seperti halnya Terminal WA Gara Tipe A, tampaknya belum diberdayakan secara optimal. Hal ini disebabkan karena masih banyak angkutan tidak masuk terminal, dan ngetem di pinggir jalan. Terjadinya hal tersebut, karena aparat Dinas Perhubungan & Informatika kurang tegas terhadap angkutan. Sebaiknya, diharuskan masuk terminal. 14 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6 Laporan Akhir VIII - 10

11 Bilamana disimak dari segi standar pelayanan terminal tipe A yang telah ditetapkan, dengan standar terminal tipe A yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah terlihat belum semuanya dapat dipenuhi. Salah satu alasan yang dikemukanan, luas dan ukuran umumnya dibuat sesuai dengan kebutuhan. Lebih jelasnya standar pelayanan terminal tipe A tersaji dalam tabel dibawah ini : Tabel 8.6 Perbandingan Standar Terminal Tipe A Berdasarkan Aturan ( Dephub ) Dengan Standar Terminal Tipe A di Kalimantan Tengah No Standar Terminal Berdasarkan DEPHUB Standar Terminal Tipe A di Propinsi Kalimantan Tengah Jenis Fasilitas Standar Minimal Standar I II KENDARAAN Parkir AKAP Parkir AKDP Parkir Angkutan Kota Parkir Pribadi Jumlah kendaraan Pribadi Sirkulasi Kendaraan Ruang Service Pompa Bensin Ruang Operator Gudang Ruang Parkir Cadangan Istirahat PENUMPANG Ruang Tunggu Ruang Sirkulasi Kios Kamar Mandi/Toilet Muhola Tempat Penitipan Brg 42 (M 2 /Kendaraan 27 ( s.d ) 20 ( s.d.a------) 20 ( s.d.a ) 30 Unit 100 % Luas Parkir M M 2 1 Unit 50 M 2 25 M 2 50% Ruang Parkir 1,25 M 2 /Orang 40 % Ruang Tunggu 60 % Ruang Tunggu 72 M 2 72 M 2 8 M 2 42 (M 2 /Kendaraan 27 ( s.d ) 20 ( s.d.a------) 20 ( s.d.a ) 30 Unit 100 % Luas Parkir M M 2 Tidak ada Tidak ada Tidak ada 20 % Ruang Parkir 1,25 M 2 /Orang 40 % Ruang Tunggu 30 % Ruang Tunggu 72 M 2 72 M 2 Tidak ada III OPERASIONAL Ruang Administrasi Ruang Pengawas Loket Peron Retribusi Ruang Informasi Ruang P3K Ruang Perkantoran 20 M 2 6 M 2 3 M 2 4 M 2 6 M 2 12 M 2 45 M M 2 15 M 2 6 M 2 3 M 2 4 M 2 6 M 2 10 M 2 45 M M 2 IV RUANG CADANGAN LUAR (TIDAK EFEKTIF) 40 % Luas Total 24 % Luas Total V CADANGAN PENGEMBANGAN 1 Parkir 50 % Luas Parkir 30 % Luas Parkir 2 Terminal 100 % Luas Termina 20 Luas Terminal Sumber : - Standar oleh DEPHUB - Standar Terminal Tipe A Kalimantan Tengah, Dinas Perhubungan c.q. Bidang Program,2013 Laporan Akhir VIII - 11

12 Gedung utama terminal Papan nama terminal TV Lcd di terminal KIR yang berada dikawasan terminal Gambar 8.4Trerminal WA Gara di Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah 3. Fasilitas Perlengkapan Jalan Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung. Fungsi Perlengkapan jalan pada hakekatnya untuk menjamin keselamatan, memberi arah perjalanan para pengendara, member tanda suatu objek dan lainlain. Perlengkapan jalan adalah meliputi; a. Rambu Pemasangan rambu di sepanjang jalan propinsi, jalan nasional dan jalan kabupaten/kota di Propinsi Kalimantan Tengah terus dilakukan, mengingat rambu tersebut memiliki peran yang cukup besar untuk menjamin keselamatan kendaraan. Jenis rambu yang dipsang di Propinsi Kalimantan Tengah terdiri dari ; a. rambu perintah, b.rambu larangan, c. rambu petunjuk. Pemasangan rambu tentunya, berdasarkan kewenangan jalan. Jalan nasional dipasang oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini dilaksanakan Kementerian Perhubungan, jalan propinsi diusahakan oleh pemerintah daerah propinsi, yang dalam hal ini Dinas Perhubungan dan Informatika, dan sementara untuk jalan kabupaten/kota diusahakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang dalam hal ini oleh Dinas Perhubungan dan Informatika. Secara singkat perkembangan pemasangan rambu di wilayah Propinsi Kalimantan Tengah hingga tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut. Laporan Akhir VIII - 12

13 Tabel 8.7 Kebutuhan dan Realisasi Rambu di Ruas Jalan Provinsi Di Kalimantan Tengah Tahun 2012 No No Ruas Ruas Jalan Panjang Jalan (KM) Kebutuhan (unit) Realisasi (unit) Sisa (unit) 005 Ampah Buntok 46, Jl. Pahlawan (Buntok) 2, Jl. Merdeka Raya (Buntok) 0, Jl. Tugu (Buntok) 0, Jl. Jelapat (Buntok) 1, Jl. Pahlawan (Buntok) 2, Jl. Ring Road (Muara Teweh) 0, Sampit Samuda 35, Jl. HM Arsyad (Sampit) 3, Br. Bengkel Dermaga 4, Kalampangan Jl Patih Rumbih Jl Jepang 7, Pangkalanbun Kumei 12, Jl Diponegoro 1, (Pangkalanbun) 018 Jl Iskandar (Pangkalanbun) 3, Kumei Kubu 15, Pulang Pisau Pangkoh 30, Pangkoh Bahaur Hilir 21, Pelantaran Parenggean 34, Parenggean Tb. Sangai 50, Pundu Tumbang Samba 51, Palangkaraya Bukit Rawi 16, Jl Pier Tendean 0, (Palangkaraya) 032 Jl Diponogoro (Palangkaraya) 1, Jl Dr. Murjani (Palangkaraya) 1, Jl Arut (Palangkaraya) 0, Jl S Parman (Palangkaraya) 1, Jl A. Yani (Palangkaraya) 1, Bukir Rawi Bukit Liti - 49, Lahei 032 Lahei Timpah 64, Timpah Buntok 16, Bukit Liti Bawan 60, Bawan Kuala Kurun 70, Samuda Ujung Pandaran 49, Simpang Bangkal Bangkal 11, Kuala Kapuas Paling kau 21, Paling Kau Dadakuk 24, Simpang Penopa Riam 52, Durian Riam Durian Kotawaringin 15, Lama Riam Durian Sukamara 59, Patung Hayaping 17, Hayaping Bentot 5, Bentot Pasar Panas 21, Bentot Kambitin / Bts 16, Kalsel Lingkar Kota Muara Teweh 18, Jl Jend Ahmad Yani (Kuala Kapuas) 1, Laporan Akhir VIII - 13

14 No Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di 067 Natei Arahan Malijo 6, (Pangkalanbun) Total 951, Sumber : Dinas Perhubungan dan Informatika cq. Bidang Program, Propinsi Kalimantan Tengah, 2013 Jalan provinsi sepanjang 951,709 Km membutuhkan rambu sebanyak unit dan baru hanya terpenuhi 176 unit yang hampir semua terpasang rata-rata di kota palangkaraya ibukota provinsi Kalimantan Tengah. Dengan demikian, yang masih dibutuhkan sebanayak unit rambu. Berkenaan dengan itu, nilai capaian tersedianya fasilitas perlengkapan jalan khususnya rabu yang berada di Provinsi Kalimantan Tengah dapat dihitung dengan rumus 15 % Fasilitas Perlengkapan Jalan Fasilitas Perlengkapan jalan Terpasang Pada Jalan Propinsi = X 100 % Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Jalan Pada Jalan Propinsi 176 unit = x 100 % unit = 2,9 % No Ruas Ruas Jalan Panjang Jalan (KM) Kebutuhan (unit) Realisasi (unit) Sisa (unit) Jl Tambun Bungai (Kuala 2, Kapuas) Jl Patih Rumbih (Kuala 1, Kapuas) Jl Pemuda (Kuala Kapuas) 2, Jl Yosudarso (Palangkaraya) 7, Jl G Obos (Palangkaraya) 7, Jl Seth Aji (Palangkaraya) 3, Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk rambu ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian tahun 2012 hanya 2,94 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 57,06 % ( 60 % - 2,94 % = 57,06 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 57,06 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan tersebut.di lain pihak, arus lalu lalintas dan kecelakan juga akan dapat dihindarkan. Sekilas gambar rambu dapat dilihat gambar berikut 15 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6 Laporan Akhir VIII - 14

15 Gambar 8.5 Rambu yang ada di Kalimantan Tengah b. Marka Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong serta lambang lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas 16. Marka jalan berfungsi untuk mengatur lalu lintas atau memperingatkan atau menuntun pemakai jalan dalam berlalu lintas di jalan. Marka jalan terdiri dari 17 : 1) marka membujur; 2) marka melintang; 3) marka serong; 4) marka lambang; 5). marka lainnya. Marka membujur berupa : 1) garis utuh; 2) garis putus-putus; 3) garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan garis putus-putus; 4) garis ganda yang terdiri dari dua garis utuh. Marka membujur adalah tanda yang sejajar dengan sumbu jalan. Marka melintang adalah tanda yang tegak lurus terhadap sumbu jalan. Marka serong adalah tanda yang membentuk garis utuh yang tidak termasuk dalam pengertian marka membujur atau marka melintang, untuk menyetakan suatu daerah permukaan jalan yang bukan merupakan jalur lalu lintas kendaraan. Marka lambing adalah tanda yang mengandung arti tertentu untuk menyatakan peringatan, perintah dan larangan untuk melengkapi atau menegaskan maksud yang telah disampaikan oleh rambu atau tanda lalu lintas lainnya. Jalur adalah bagian jalan yang dipergunakn untuk lalu lintas kendaraan. Lajur adalah bagian jalur yang memanjang dengan atau tampa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, sejalan dengan sepeda motor 18 Marka membujur berupa garis utuh berfungsi sebagai larangan bagi kendaraan melintasi garis tersebut. Marka membujur apabila berada ditepi jalan hanya berfungsi sebagai peringatan tanda tepi jalur lalu lintas. Marka membujur berupa garis putus-putu, merupakan pembatas lajur yang berfungsi mengarahkan lalu lintas dan atau memperingatkan akan ada Marka Membujur yang berupa garis utuh didepan. Marka membujur berupa garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan garis putus-putus menyatakan bahwa kendaraan yang berada pada sisi garis utuh dilarang melintasi garis 16 Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 1 Ayat (18) 17 Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas pada Pasal Keputusan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalan pada Pasal 1 Ayat (1 s.d 7) Laporan Akhir VIII - 15

16 ganda tersebut, sedangkan kendaraan yang berada pada sisi garis putus-putus dapat melintasi garis ganda tersebut. Marka membujur berupa garis ganda yang terdiri dari dua garis utuh menyatakan bahwa kendaraan dilarang melintasi garis ganda tersebut. Marka melintang berupa : a. garis utuh; b. garis putus-putus. Marka melintang berupa garis utuh, menyatakan batas berhenti bagi kendaraan yang diwajibkan berhenti oleh alat pemberi isyarat lalu lintas atau rambu stop. Marka melintang berupa garis putus-putus, menyatakan batas yang tidak dapat dilampaui kendaraan sewaktu memberi kesempatan kepada kendaraan yang mendapat hak utama pada persimpangan. Marka serong berupa garis utuh. Marka serong yang dibatasi dengan rangka garis utuh digunakan untuk menyatakan : a. daerah yang tidak boleh dimasuki kendaraan; b. pemberitahuan awal sudah mendekati pulau lalu lintas. Marka serong dilarang dilintasi kendaraan. Marka serong yang dibatasi dengan rangka garis putus-putus digunakan untuk menyatakan kendaraan tidak boleh memasuki daerah tersebut sampai mendapat kepastian selamat. arka lambang, dapat berupa panah, segitiga atau tulisan, dipergunakan untuk mengulangi maksud rambu-rambu atau untuk memberitahu pemakai jalan yang tidak dapat dinyatakan dengan rambu-rambu. Marka lambang dapat ditempatkan secara sendiri atau dengan rambu lalu lintas tertentu. Marka lainnya adalah marka jalan selain marka membujur, marka melintang, marka serong dan marka lambang. Marka lainnya yang berbentuk : a. garis utuh baik membujur, melintang maupun serong untuk menyatakan batas tempat parkir; b. garisgaris utuh yang membujur tersusun melintang jalan untuk menyatakan tempat penyeberangan; c. garis utuh yang saling berhubungan merupakan kombinasi dari garis melintang dan garis serong yang membentuk garis berbiku-biku untuk menyatakan larangan parkir.marka jalan yang dinyatakan dengan garis-garis pada permukaan jalan dapat digantikan dengan paku jalan atau kerucut lalu lintas. Pembangunan marka tersebar di beberapa ruas jalan Propinsi Kalimantan Tengah, dan untuk lebih jelasnya kebutuhan dan realisai pembangunan marka pada setiap ruas jalan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.8 Kebutuhan dan Realisasi/Pengadaan Marka di Provinsi Kalimantan Tenggah Hingga Tahun 2012 No Panjang Realisasi No Kebutuhan Ruas Jalan Jalan Tahun 2012 Ruas (meter) (KM) Kiri Kanan 005 Ampah Buntok 46, Jl. Pahlawan (Buntok) 2, Jl. Merdeka Raya (Buntok) 0, Jl. Tugu (Buntok) 0, Jl. Jelapat (Buntok) 1, Jl. Pahlawan (Buntok) 2, Jl. Ring Road (Muara Teweh) 0, Sampit Samuda 35, Jl. HM Arsyad (Sampit) 3, Br. Bengkel Dermaga 4, Kalampangan Jl Patih Rumbih Jl Jepang 7, Pangkalanbun Kumei 12, Jl Diponegoro (Pangkalanbun) 1, Laporan Akhir VIII - 16

17 No Panjang Realisasi No Kebutuhan Ruas Jalan Jalan Tahun 2012 Ruas (meter) (KM) Kiri Kanan 018 Jl Iskandar (Pangkalanbun) 3, Kumei Kubu 15, Pulang Pisau Pangkoh 30, Pangkoh Bahaur Hilir 21, Pelantaran Parenggean 34, Parenggean Tb. Sangai 50, Pundu Tumbang Samba 51, Palangkaraya Bukit Rawi 16, Jl Pier Tendean (Palangkaraya) 0, Jl Diponogoro (Palangkaraya) 1, Jl Dr. Murjani (Palangkaraya) 1, Jl Arut (Palangkaraya) 0, Jl S Parman (Palangkaraya) 1, Jl A. Yani (Palangkaraya) 1, Bukir Rawi Bukit Liti - Lahei 49, Lahei Timpah 64, Timpah Buntok 16, Bukit Liti Bawan 60, Bawan Kuala Kurun 70, Samuda Ujung Pandaran 49, Simpang Bangkal Bangkal 11, Kuala Kapuas Paling kau 21, Paling Kau Dadakuk 24, Simpang Penopa Riam Durian 52, Riam Durian Kotawaringin 15, Lama Riam Durian Sukamara 59, Patung Hayaping 17, Hayaping Bentot 5, Bentot Pasar Panas 21, Bentot Kambitin / Bts Kalsel 16, Lingkar Kota Muara Teweh 18, Jl Jend Ahmad Yani (Kuala 1, Kapuas) Jl Tambun Bungai (Kuala 2, Kapuas) Jl Patih Rumbih (Kuala Kapuas) 1, Jl Pemuda (Kuala Kapuas) 2, Jl Yosudarso (Palangkaraya) 7, Jl G Obos (Palangkaraya) 7, Jl Seth Aji (Palangkaraya) 3, Natei Arahan Malijo 6, (Pangkalanbun) Total 951, Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah,2013 Dengan memperhatikan data perkembangan pembangunan marka disepanjang jalan propinsi, maka nilai capaian persentase perlengkapan marka di jalan propinsi dapat dihitung dengan rumus 19 ; 19 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6 Laporan Akhir VIII - 17

18 Fasilitas Perlengkapan jalan Terpasang Pada Ruas Jalan Propinsi = x 100 % Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Jalan Pada Ruas Jalan Propinsi meter = x 100 % meter = 0,35 % Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk marka ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian tahun 2012 hanya 0,35 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 59,65 % ( 60 % - 0,35 % = 59,35 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 58,49 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan tersebut. Di lain pihak, arus lalu lalintas dan kecelakan juga akan dapat dihindarkan. Sekilas gambar marka jalan di lokasi studi dapat dilihat pada gambar berikut Gambar 8.6 Marka yang ada di Kalimantan Tengah c. Pagar Pengaman Pagar pengaman adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi sebagai pencegah pertama bagi kendaraan bermotor yang tidak dapat dikendalikan lagi agar tidak keluar dari jalur lalu lintas. Kelengkapan tambahan dapat berupa suatu unit kokonstruksi yang terdiri dari lempengan dan/atau batang besi, tiang penyangga dan penginkatnya yang dipasang pada tepi jalan. Pagar pengaman dipasang pada lokasilokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut; a. sisi jalan yang kondisi geologinya sangat membahayakan, b. sisi jalan yang berdampingan dengan bagian jalan lainnya, c. sisi jalan yang membahayakan karena kondisi geometrinya, d. sisi jalan yang berdekatan dengan bagunan-bangunan lainnya, e. Pembuatan pagar pengaman dapat menggunakan pipa dan/atau lempengan besi 20 Pipa dan lempengan masing-masing berdiameter 10 cm dan lebar 31 cm. Sifat mekanis dari bahan mempunyai tegangan tidak kurang dari 35 kg/mm 2. Tegangan tarik tidak 20 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan pada Pasal 14 s/d Pasal 16 Laporan Akhir VIII - 18

19 kurang dari 49 kg/mm 2, dan pemanjangan kurang dari 1,2 % panjang total. Tinggi bagian atas pagar pengaman dari permukaan jalan adalah 55 cm. Panjang pagar pengaman disesuaikan dengan hasil manajemen dan rekayasa lalu lalulintas 21. Melihat peran pagar pengaman dalam angkutan jalan, di Propinsi Kalimantan Tengah telah diupayakan pembangunan/pemasangan dan lebih jelasnya pagar pengaman di beberapa ruas jalan Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.9 Daftar Kebutuhan dan Realisasi Pagar pengaman di Ruas Jalan Propinsi Dalam Tahun 2012 No Panjang Realisasi No Kebutuhan Ruas Jalan Jalan Tahun 2012 Ruas (meter) (KM) Kiri Kanan 005 Ampah Buntok 46, Jl. Pahlawan (Buntok) 2, Jl. Merdeka Raya (Buntok) 0, Jl. Tugu (Buntok) 0, Jl. Jelapat (Buntok) 1, Jl. Pahlawan (Buntok) 2, Jl. Ring Road (Muara Teweh) 0, Sampit Samuda 35, Jl. HM Arsyad (Sampit) 3, Br. Bengkel Dermaga 4, Kalampangan Jl Patih Rumbih Jl Jepang 7, Pangkalanbun Kumei Jl Diponegoro (Pangkalanbun) 1, Jl Iskandar (Pangkalanbun) 3, Kumei Kubu 15, Pulang Pisau Pangkoh 30, Pangkoh Bahaur Hilir 21, Pelantaran Parenggean 34, Parenggean Tb. Sangai 50, Pundu Tumbang Samba 51, Palangkaraya Bukit Rawi 16, Jl Pier Tendean (Palangkaraya) 0, Jl Diponogoro (Palangkaraya) 1, Jl Dr. Murjani (Palangkaraya) 1, Jl Arut (Palangkaraya) 0, Jl S Parman (Palangkaraya) 1, Jl A. Yani (Palangkaraya) 1, Bukir Rawi Bukit Liti - Lahei 49, Lahei Timpah 64, Timpah Buntok 16, Bukit Liti Bawan 60, Bawan Kuala Kurun 70, Samuda Ujung Pandaran 49, Simpang Bangkal Bangkal 11, Kuala Kapuas Paling kau 21, Paling Kau Dadakuk 24, Simpang Penopa Riam Durian 52, Riam Durian Kotawaringin 15, Lama Riam Durian Sukamara 59, Patung Hayaping 17, Hayaping Bentot 5, Ibid, Pasal 17 Laporan Akhir VIII - 19

20 No Panjang Realisasi No Kebutuhan Ruas Jalan Jalan Tahun 2012 Ruas (meter) (KM) Kiri Kanan Bentot Pasar Panas 21, Bentot Kambitin / Bts Kalsel 16, Lingkar Kota Muara Teweh 18, Jl Jend Ahmad Yani (Kuala 1, Kapuas) Jl Tambun Bungai (Kuala 2, Kapuas) Jl Patih Rumbih (Kuala Kapuas) 1, Jl Pemuda (Kuala Kapuas) 2, Jl Yosudarso (Palangkaraya) 7, Jl G Obos (Palangkaraya) 7, Jl Seth Aji (Palangkaraya) 3, Natei Arahan Malijo 6, (Pangkalanbun) Total 951, Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah, 2013 Berdasarkan data yang telah dipaparkan dalam tabel sebelumnya, nilai capaian persentase perlengkapan pagar pengaman di ruas jalan propinsi dapat dihitung dengan rumus 22 ; Fasilitas Perlengkapan jalan Terpasang Pagar Pengaman Pada Ruas Jalan Propinsi = x 100 % Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Jalan Pagar Pengaman Pada Ruas Jalan Propinsi 170 meter = x 100 % meter = 0,43 % Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan propinsi pada tahun 2014 ditetapkan mencapai nilai 60 %. Sementara nilaian capaian pada tahun 2012 hanya 0,43 %. Berkenaan dengan itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 59,57 % ( 60 % - 0,43 % = 59,57 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 59,57 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan dan di lain pihak, keamanan dan kelancaran lalu lintas angkutan jalan dapat direalisir. Sekelas gambar pagar pengaman di lokasi studi dapat dilihat pada gambar berikut. 22 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6 Laporan Akhir VIII - 20

21 Gambar 8.7 Pagar Pengaman di Provinsi Kalimantan Tengah d. Deliniator Pembangunan Deliniator di jalan nasional, propinsi dan jalan kabupaten/kota terus dikembangkan. Deliniator dan/atau patok tanda tikungan adalah suatu unit kosntruksi yang diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya ( refleksi) berfungsi sebagai pengarah dan sebagai peringatan bagi pengemudi pada waktu malam hari, bahwa di sisi kiri atau kanan deliantor adalah daerah berbahaya. Unit konstruksi dapat berupa pipa besi atau pipa plastic yang diberi tanda yang dapat memantulkan cahaya ( refleksi ) 23 Pembuatan deliantor dapat menggunakan bahan dari pipa besi atau pipa plastic yang dilengkapi dengan bahan bersifat reflektif. Pipa besi berdiameter 10 cm, ketebalan 2 millimeter dengan panjang 110 cm. Pipa dilengkapi dengan 2 macam reflector berwarna putih dan merah. Pipa harus dicat dengan warna hitam dan kuning bergantian, dan ujung paling atas berwarna hitam. Pipa plastic mempunyai panjang 125 cm dan penampang menyerupai segitiga sama sisi dengan panjang sisi 15 cm. Pipa plastic dilengkapi dengan 2 macam refketor berwarna putih dan merah. Pipa plastic harus dicat dengan warna hitam dan putuh bergantian, dan ujung paling atas berwarna hitam 24 Delianiator dipasang pada bagian sisi kiri dan kanan jalur jalan pada daerah-daerah yang berbahaya. Penempatan delineator dilakukan sedemikian rupa sehingga reflktor berwarna merah akan kelihatan pada sebelah kiri dari arah lalu lintas dan yang berwarna putih akan terlihat pada sebelah kanan arah lalu lalulintas. Delineator ditempatkan sekurang-kurangnya 60 cm dari tepi jalan. Lokasi serta jarak pengulangan penempatan delineator disesuaikan dengan hasil manajemen dan rekayasa lalu lalulintas 25. Demikian halnya pembangunan/pengadaan deliantor di jalan nasional, jalan propinsi dan jalan kabupaten/kota serta pada ruas jalan terus dikembangkanm, dan untuk lebih jelasnya profil perkembangan delineator di propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut. 23 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan pada Pasal Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan pada Pasal Ibid, pada Pasal 26 Laporan Akhir VIII - 21

22 Pembangunan delineator di beberapa ruas jalan propinsi juga dilakukan. Total ruas jalan propinsi. Sementara kebutuhan dan realisasi kelengkapan jalan khususnya Deliantor di ruas jalan Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.10 Daftar Kebutuhan dan Realisasi Deliniator di Ruas Jalan Propinsi Dalam Tahun 2012 No Panjang Realisasi No Kebutuhan Ruas Jalan Jalan Tahun 2012 Ruas (meter) (KM) Kiri Kanan 005 Ampah Buntok 46, Jl. Pahlawan (Buntok) 2, Jl. Merdeka Raya (Buntok) 0, Jl. Tugu (Buntok) 0, Jl. Jelapat (Buntok) 1, Jl. Pahlawan (Buntok) 2, Jl. Ring Road (Muara Teweh) 0, Sampit Samuda 35, Jl. HM Arsyad (Sampit) 3, Br. Bengkel Dermaga 4, Kalampangan Jl Patih Rumbih Jl Jepang 7, Pangkalanbun Kumei Jl Diponegoro (Pangkalanbun) 1, Jl Iskandar (Pangkalanbun) 3, Kumei Kubu 15, Pulang Pisau Pangkoh 30, Pangkoh Bahaur Hilir 21, Pelantaran Parenggean 34, Parenggean Tb. Sangai 50, Pundu Tumbang Samba 51, Palangkaraya Bukit Rawi 16, Jl Pier Tendean (Palangkaraya) 0, Jl Diponogoro (Palangkaraya) 1, Jl Dr. Murjani (Palangkaraya) 1, Jl Arut (Palangkaraya) 0, Jl S Parman (Palangkaraya) 1, Jl A. Yani (Palangkaraya) 1, Bukir Rawi Bukit Liti - Lahei 49, Lahei Timpah 64, Timpah Buntok 16, Bukit Liti Bawan 60, Bawan Kuala Kurun 70, Samuda Ujung Pandaran 49, Simpang Bangkal Bangkal 11, Kuala Kapuas Paling kau 21, Paling Kau Dadakuk 24, Simpang Penopa Riam Durian 52, Riam Durian Kotawaringin 15, Lama Riam Durian Sukamara 59, Patung Hayaping 17, Hayaping Bentot 5, Bentot Pasar Panas 21, Bentot Kambitin / Bts Kalsel 16, Lingkar Kota Muara Teweh 18, Jl Jend Ahmad Yani (Kuala Kapuas) 058 Jl Tambun Bungai (Kuala Kapuas) 1, , Laporan Akhir VIII - 22

23 No Panjang Realisasi No Kebutuhan Ruas Jalan Jalan Tahun 2012 Ruas (meter) (KM) Kiri Kanan Jl Patih Rumbih (Kuala Kapuas) 1, Jl Pemuda (Kuala Kapuas) 2, Jl Yosudarso (Palangkaraya) 7, Jl G Obos (Palangkaraya) 7, Jl Seth Aji (Palangkaraya) 3, Natei Arahan Malijo 6, (Pangkalanbun) Total 951, Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah,2013 Berdasarkan data tersebut, total kebutuhan Deliniator di ruas jalan Propinsi Kalimantan Tengah terdapat meter, sementara yang terpasang meter. Karena itu, nilai capaian persentase kelengkapan delineator pada jalan propinsi dapat dihitung dengan rumus ; Fasilitas Perlengkapan jalan Terpasang Deliniator pada Jalan Propinsi = x 100 % Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Deliniator Jalan Propinsi meter = x 100 % meter = 17,16 % Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Pagar Pengaman di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian perlengkapan delineator pada tahun 2012 hanya 17,16 %. Hal ini berarti, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 terdapat 42,84 % ( 60 % - 17,16 % = 42,84 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 42,84 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan. Sekilas gambar delineator dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 8.8 Delainerator di Provinsi Kalimantan Tengah Laporan Akhir VIII - 23

24 e. Cermin Tikungan Cermin tikungan adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi sebagai alat untuk menambah jarak pandang pengemudi kendaraan bermotor. Kelengkapan tambahan dapat berupa suatu unit konstruksi yang terdiri dari cermin, bingkai cermin, tiang penyangga dan pengikatnya 26. Cermin tikungan dopasang pada tepi jalan pada lokasi-lokasi domana pendangan pengemudi kendaraan bermotor sangat terbatas atau terhalang khususnya pada tikungan tajam dan persimpangan jalan. Pembuatan cermin tikuangan dapat menggunakan cermin cembung dari bahan acryile. Tebal dan diameter cermin adalah masing-masing 3 millimeter dan tidak kurang dari 60 cm. Cermin dilengkapi dengan tiang penyangga dari besi dengan diameter 10 cm, bingkai dan topi cermin. Tinggi cermin disesuaikan dengan hasil manajemen dan rekayasa lalu lintas. Bentuk dan ukuran cermin tikungan 27. Di Propinsi Kalimantan Tengah telah dilakukan pembangunan cermin tikungan dalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan bagi pengendara bermotor, dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.11 Kebutuhan dan Realisasi/ Pengadaan Cermin Tikungan di Provinsi Kalimantan Tengah Hingga Tahun 2012 No Status Jalan Panjang Jalan Kebutuhan Realisasi (Km) (Unit) (Unit) Sisa (Unit) 1 Provinsi 951, Total 951, Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah, 2013 Berdasarkan data yang telah telah disajikan sebelumnya, dapat dihitung nilai capaian persetase kelengkapan Cermin Tikungan di jalan Propinsi Kalimantan Tengah dapat dihitung dengan rumus 28 ; Fasilitas Perlengkapan jalan Cermin Tikungan Terpasang pada Jalan Propinsi = x 100 % Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Cermin Tikungan Pada Jalan Propinsi 0 unit = x 100 % 19 unit = 0 % 26 Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan pada Pasal Keputusan Menteri Perhubungan No. 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan Pada Pasal 19 s/d Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6 Laporan Akhir VIII - 24

25 f. Paku Jalan Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di Paku jalan sebagai tanda pada permukaan jalan tidak boleh menonjol lebih dari 15 milimeter di atas permukaan jalan, dan apabila paku jalan tersebut dilengkapi dengan reflektor tidak boleh menonjol lebih dari 40 milimeter di atas permukaan jalan. Paku jalan harus memenuhi ketentuan : a.dibuat dari bahan plastik, baja tahan karat atau alumunium campur; b. apabila paku jalandilengkapi pemantul cahaya, maka pemantul cahaya harus dapat berfungsi dalam kondisi permukaan jalan kering ataupun basah; c. warna pemantul cahaya adalah putih, kuning atau merah 29 Bentuk dan ukuran paku jalan adalah; a. paku jalan berbetuk bujur sangkar harus memmpunyai sisi yang panjang 0,10 meter untuk jalan dengan kecepatan rencana kurang dari 60 km per jalam dan 0,15 meter untuk jalan dengan kecepatan rencana 60 km perjam atau lebih, b. paku jalan berbentuk 4 ( empat ) persegi panjang mempunyai ukuran sekurang-kurangnya lebar 0,10 meter dan panjang 0,20 meter, c. paku jalan berbentuk bundar harus mempunyai diameter sekurang-kurangnya 0,1 meter 30 Bahan paku jalan terdiri dari; a. dibuat dari bahan plastic, baja tahan karat atau alumunium campur, b. apabila paku jalan dilengkapi pemantul cahaya, maka pemantul cahaya harus dapat berfungsi dalam kondisi permukaan jalan kering ataupun basah, c. warna pamantul cahaya adalah putih, kuning atau merah 31.Paku jalan dapat ditempatkan pada; a. batas tepi jalur lintas, b. paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna kuning digunakan untuk pemisah jalur atau lalu lintas, c. paku jalan dengan pemantul berwarna ditempatkan pada garis batas sisi kiri jalan, d. paku jalan dengan pemantul bercahaya putih ditempatkan pada garis batas sisi kanan jalan, e. paku jalan dengan dua (2) buah pemantul cahaya yang arahnya berlawanan penempatannya. Jarak pemasangan paku jalan dilakukan sebagai berikut; a. pada tanda permukaan jalan peringatan ditempatkan ditengah-tengah celah dua garis, b. pada tanda permukaan jalan yang ditempatkan pada as jalan atau yang digunakan untuk mengarahkan arus lalau lintas ditempatkan pada sisi di tengah tiga buah celah tanda permukaan jalan,c. pada batas tepi sisi jalur lalu lintas ditempatkan pada setiap jarak 9 meter, d. pada tanda permukaan jalan yang digunakan untuk membagi jalur lalu lintas bus adalah pada setiap jarak 8 meter, e. pada tanda permukaan jalan mendekati suatu hambatan ditempatkan pada setiap jarak 4 meter atau kurang, f. pulau lalu lintas ditempatkan pada jarak 4 meter atau kurang 32 Melihat peran paku jalan untuk keselamatan berkendaraan bermotor, di Propinsi Kalimantan Tengah terus mengupayakan pembangunan/pengadaan paku jalan pada jalan kering atau basah. Hal ini dimaksudkan agar perjalanan kendaraan dapat lebih normal dan stabil. Untuk lebih jelasnya perkembangan pembangunan/pengadaan paku jalan di Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut. 29 Keputusan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalam pada Pasal Keputusan Direktur Jenderal perhubungan Darat No. SK.116/a.j.404/drjd/97 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Perlengkapan Jalan ( Spesifikasi Teknis Paku Jalan ) 31 Ibid ( Bahan baku paku jalan ) 32 Ibid ( Penempatan paku jalan dan Pemasangan paku jalan ) Laporan Akhir VIII - 25

26 Tabel 8.12 Daftar Kebutuhan dan Realisasi Pemasangan Paku di Ruas Jalan Propinsi Dalam Tahun 2012 No 1 Panjang Realisasi No Kebutuhan Ruas Jalan Jalan Tahun 2012 Ruas (Unit) (KM) Kiri Kanan 005 Ampah Buntok 46, Jl. Pahlawan (Buntok) 2, Jl. Merdeka Raya (Buntok) 0, Jl. Tugu (Buntok) 0, Jl. Jelapat (Buntok) 1, Jl. Pahlawan (Buntok) 2, Jl. Ring Road (Muara Teweh) 0, Sampit Samuda 35, Jl. HM Arsyad (Sampit) 3, Br. Bengkel Dermaga 4, Kalampangan Jl Patih Rumbih Jl Jepang 7, Pangkalanbun Kumei Jl Diponegoro (Pangkalanbun) 1, Jl Iskandar (Pangkalanbun) 3, Kumei Kubu 15, Pulang Pisau Pangkoh 30, Pangkoh Bahaur Hilir 21, Pelantaran Parenggean 34, Parenggean Tb. Sangai 50, Pundu Tumbang Samba 51, Palangkaraya Bukit Rawi 16, Jl Pier Tendean (Palangkaraya) 0, Jl Diponogoro (Palangkaraya) 1, Jl Dr. Murjani (Palangkaraya) 1, Jl Arut (Palangkaraya) 0, Jl S Parman (Palangkaraya) 1, Jl A. Yani (Palangkaraya) 1, Bukir Rawi Bukit Liti - Lahei 49, Lahei Timpah 64, Timpah Buntok 16, Bukit Liti Bawan 60, Bawan Kuala Kurun 70, Samuda Ujung Pandaran 49, Simpang Bangkal Bangkal 11, Kuala Kapuas Paling kau 21, Paling Kau Dadakuk 24, Simpang Penopa Riam Durian 52, Riam Durian Kotawaringin 15, Lama Riam Durian Sukamara 59, Patung Hayaping 17, Hayaping Bentot 5, Bentot Pasar Panas 21, Bentot Kambitin / Bts Kalsel 16, Lingkar Kota Muara Teweh 18, Jl Jend Ahmad Yani (Kuala 1, Kapuas) Jl Tambun Bungai (Kuala Kapuas) 2, Jl Patih Rumbih (Kuala Kapuas) 1, Jl Pemuda (Kuala Kapuas) 2, Jl Yosudarso (Palangkaraya) 7, Jl G Obos (Palangkaraya) 7, Laporan Akhir VIII - 26

27 No Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di Jl Seth Aji (Palangkaraya) 3, Natei Arahan Malijo 6, (Pangkalanbun) Total 951, Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah, 2013 Berdasarkan data di atas, kebutuhan Paku Jalan pada jalan Propinsi Kalimantan Tengah mencapai unit. Tetapi realisasi pengadaan hingga tahun 2012 ternyata belum ada. Artinya, nilai capaian persentase kelengkapan paku jalan di jalan Propinsi Kalimantan Tengah dapat dihitung dengan rumus 33. % nilai capaian paku jalan Fasilitas Perlengkapan Paku Jalan Terpasang di jalan Propinsi = x 100 % Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Paku di Jalan Propinsi 0 unit = x 100 % unit = 0 % No Ruas Ruas Jalan Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Paku jalan di jalan propinsi pada tahun 2014 ditetapkan mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian pada tahun 2012 belum ada atau hanya 0 %. Artinya, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 masih 60 %. Untuk mencapai nilai sebesar 60 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki perhatian dan mengalokasikan dana, agar dapat mencapai ketertigalan.karena paku jalan tidak kalah pentinya dalam konteks pembangunan. g. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas Panjang Jalan (KM) Kebutuhan (Unit) Realisasi Tahun 2012 Kiri Kanan Alat pemberi isyarat lalu lintas adalah perangkat peralatan teknis yang menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan 34. Alat pemberi isyarat lalu lintas terdiri dari; a. lampu 3 (tiga) warna untuk mengatur kendaraan, b. lampu 2 (dua) warna untuk mengatur kendaraan dan/atau pejalan kaki, c. lampu 1 (satu) warna untuk memberikan peringatan bahaya kepada pemakai jalan. Lampu tiga (3) warna terdiri dari warna merah, kuning dan hijau. Lampu tiga (3) warna dipasang dalam posisi vertical atau horizontal. Apabila dipasang secara vertical, susunan lampu dari atas ke bawah dengan urutan merah, kuning, hijau. Apabila 33 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6 34 Keputusan Menteri perhubungan No. 62 Tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas pada Pasal 1 ayat (1) Laporan Akhir VIII - 27

28 dipasang secara horizontal maka susunan lampu dari kiri ke kanan menurut arah lalau lintas dengan urutan merah, kuning, dan hijau. Lampu tiga warna dapat dilengkapi dengan lampu warna merah dan/atau hijau yang memancarkan cahaya berupa tanda panah 35 Lampu dua (2) warna terdiri dari warna merah dan hijau. Lampu dua warna dipasang dalam posisi vertical atau horizontal. Apabila dipasang secara vertical, susunan lampu dari atas ke bawah dengan urutan merah, hijau. Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari kiri ke kanan menurut arah lalau lintas dengan urutan merah, hijau. Sementara lampu satu (1) warna, berwarna kuning atau merah dan lampu satu (1) warna dipasang dalam posisi vertical atau horizontal 36 Fungsi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas seperti halnya lampu tiga (3) warna adalah sebagai berikut: a. lampu warna hijau menyala setelah lampu warna merah padam, mengisyaratkan kendaraan harus berjalan, b.lampu warna kuning menyala setelah lampu warna hijau padam, mengisyaratkan kendaraan yang belum sampai pada batas berhenti atau sebelum alat pemberi isyarat lalu lintas, bersiap untuk berhenti dan bagi kendaraan yang sudah sedemikian dekat dengan batas berhenti sehingga tidak dapat berhenti lagi dengan aman dapat berjalan, c. lampu warna merah menyala setelah lampu kuning padam, mengisyaratkan kendaraan harus berhenti sebelum batas berhenti dan apabila jalur lalu lintas tidak dilengkapi dengan batas berhenti, kendaraan harus berhenti sebelum alat pemberimisyarat lalu litas 37 Lampu dua ( 2 ) warna secara bergantian berfungsi; a. mentaur lalu lintas pada tempat penyeberangan pejalan kaki, b. mengatur lalau lalintas kendaraan pada jalan tol atau tempat tertentu lainnya. Sementara lampu dua (2) warna berfungsi; a. mengatur lalu lintas pada tempat penyeberangan, b. dapat dilengkapi dengan isyarat suara. Begitu juga halnya lampu satu (1) warna terdiri dari satu lampu yang menyala berkedip atau dua lampu yang menyala bergantian. Lampu satu warna yang berwarna kuning dipasang pada jalur lalau lalintas, mengisyaratkan pengemudi harus berhati-hati. Lampu satu warna yang berwarna merah dipasang pada persilangan sebidang dengan jalan kereta api dan apabila menyala mengisyaratkan pengemudi harus berhenti. Lampu satu warna dapat dilengkapi dengan isyarat suara atau tanda panah pada lampu yang menunjukkan arah datangnya kereta api. Alat pemberi isyarat lalu lintas berbentuk bulat dengan garis tengah antara 20 sentimeter sampai dengan 30 sentimeter 38. Demikian halnya, di Propinsi Kalimantan Tengah, mengingat peran alat pemberi isyarat lalau lalintas cukup besar dalam mengatur lalu lalintas dan menjamin keselamatan berkendara, maka pembangunan alat pemberi isyarat lalu lalintas di dibangun di propinsi Kalimantan Tengah, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. 35 Keputusan Menteri perhubungan No. 62 Tahun 1993 tentang Alat Pemberi isyarat Lalu Lintas pada Pasal 3 s/d Pasal 5 36 Keputusan Menteri perhubungan No. 62 Tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas pada Pasal 6 s/d Pasal 7 37 Ibid, Pasal 8 38 Ibid, Pasal 11 s/d Pasal 12 Laporan Akhir VIII - 28

29 Tabel 8.13 Kebutuhan dan Realisasi/ Pengadaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas/ Warning Light Di Ruas Jalan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2012 No Jalan Panjang Jumlah Kebutuhan Realisasi Sisa Ruas Jalan Simpang (Unit) (Unit) (Unit) (Km) 1 Ruas Jalan Provinsi 951, WL = 120 APILL = 14 WL = 0 APILL = 1 WL = 120 APILL = 13 Total 951, WL = 120 APILL = 14 WL = 0 APILL = 1 WL = 120 APILL = 13 Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah, 2013 Panjang jalan propinsi terdapat 951,709 km, sementara kebutuhan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas terdapat 14 unit. Dan yang terealisasi hanya 1 unit yang berada di simpang Pulang Pisau 1 unit. Berdasarkan data tersebut di atas, nilai capaian persentase perlengkapan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas pada ruas jalan propinsi dapat dihitung dengan rumus 39. Fasilitas Perlengkapan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di jalan Propinsi = x100 % Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Alat Pemberi Iisyarat Lalu Lintas Pada Jalan di Propinsi 1 unit = x 100 % 14 unit = 7,14 % Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan, bawah tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas di jalan propinsi pada tahun 2014 ditetapkan mencapai nilai 60 %. Sementara nilai capaian yang dicapai pada tahun 2012 hanya sebesar 7,14 %, artinya nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 masih 52,86 ( 60 % - 7,14 % = 52,86 %). Untuk mencapai nilai sebesar 51,86 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan. h. Lampu penerangan Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan perlengkapan jalan yang dapat diletakkan atau dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian mediun jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan mapun lingkungan di sekitar jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan, jalan laying, jembatan dan jalan di bawah tanah. Atau juga dapat disebut lampu penerangan adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari sumber cahaya, elemen optok, elemen elektronik dan struktur penopang serta tiang lampu Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6 40 Badan standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS , SNI 7391 pada hal 2: 2008 Laporan Akhir VIII - 29

30 Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain ; a. menghasilkan kekontrasan antara objek dan permukaan jalan, b. sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan, c. menghilangkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, khususnya pada malam hari, d. mendukung keamanan lingkungan dan e. memberikan keindahan lingkungan jalan 41. Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan dan Informatika c.q. Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah, standar jenis lampu yang digunakan di jalan pada propinsi adalah mengacu pada SNI (Standar Nasional Indonesia) dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut 42 Tabel 8.14 Jenis Lampu Penerangan Jalan Secara Umum Menurut Karakteristik dan Penggunaannya Efisiensi Umur Pengaruh Ratarata Rata- Daya Keterangan Rencana Jenis Terhadap Lampu Warna (lumen/ Rata (watt) Objek watt) (Jam) Lampu tabung fluorescent Tekanan Rendah Lampu gas merkuri tekanan tinggi (MBF/U) Lampu gas sodium bertekanan rendah (SOX ) Lampu gas sodium tekanan tinggi ((SON) Sumber : Dirjen Darat DEPHUB :250; 400; 700 Sedang Sedang 90 : 180 Sangat Buruk 150;250;4 00 Buruk - Untuk jalan kolektor dan lokasl - Efisiensi cukup tinggi tetapi berumur pendek - Jenis lampu ini masih dapat digunakan untuk hal-hal yang terbatas - Untuk jalan kolektor, local dan persimpangan - Efisiensi rendah, umur panjang dan ukuran lampu kecil - Jenis lampu ini masih dapat digunakan secara terbatas - Untuk jalan kolektor, local, persimpangan, penyeberangan, terowongan, tempat peristirahatan ( rest area) - Efisiensi sangat tinggi, umur cukup panjang, ukuran lampu besar sehingga sulit untuk mengontrol cahayanya dan cahaya lampu sangat buruk karena kuning - Jenis lampu ini dianjurkan digunakan karena faktor efisiensinya yang sangat tinggi - untuk jalan tol, arteri, kolektor,,persimpangan besar/luas dan interchange - efisiensi tinggi, umur sangat panjang, ukuran lampu kecil, sehingga mudah pengontrolan cahayanya - jenis lampu ini sangat baik dan sangat dianjurkan untuk digunakan Di Propinsi Kalimantan Tengah pembangunan/pengadaan lampu penerangan di jalan propinsi terus ditingkatkan. Tetapi karena keterbatasan anggaran, hingga sekarang 41 Badan Standar Nasional, SNI ( Standar Nasional Indonesia ), ICS , SNI 7391 pada hal 4, Ibid, hal 5 Laporan Akhir VIII - 30

31 belum sepenuhnya terbangun sesuai dengan kebutuhan. Lebih jelasnya jumlah lampu penerangan jalan di Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.15 Kebutuhan dan Realisasi/ Pengadaan Lampu Penerangan Di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2012 No Jalan Kebutuhan (Unit) Realisasi (Unit) Sisa (Unit) 1 Provinsi Total Sumber : Dinas Perhubungan dan Informatikan c.q Bidanng Program Provinsi Kalimantan Tengah, Berdasarkan data tersebut di atas, nilaia capaian persentase kelengkapan lampu penerangan di jalan propinsi dapat dihitung dengan rumus 43 ; Fasilitas Perlengkapan Lampu Penerangan jalan propinsi = x100 % Total Kebutuhan Fasilitas Perlengkapan Lampu Penerangan jalan propinsi 110 unit = x 100 % unit = 7,33 % Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi tersedianya fasilitas perlengkapan jalan termasuk Lampu Penerangan di jalan propinsi ditetapkan pada tahun 2014 mencapai nilai 60 %. Namun dalam kenyataannya pada tahun 2012 nilai capaian hanya 7,33 %. Artinya, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 masih terdapat 52,33 % ( 60 % - 7,33 % = 51,33 % ). Untuk mencapai nilai sebesar 52,33 %, Pemerintah Daerah Propinsi sebaiknya memiliki perhatian dan mengalokasikan dana yang relatif besar, agar dapat mencapai ketertigalan dan di lain pihak lalu lintas angkutan jalan serta kecelakaan dapat terhindar. 4. Keselamatan Keselamatan dalam hal ini, dimaksudkan terpenuhinya standar keselamatan bagi angkutan umum yang melayani trayek Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP). Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan 44. Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi: a. keamanan; b. keselamatan; c. kenyamanan; d. keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan. 45. Angkutan adalah perpindahan orang/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan umum di ruang lalu lintas jalan. Angkutan umum adalah angkutan orang/atau barang yang menggunakan kendaraan umum dengan dipungut bayaran. Keselamatan 43 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunuj Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Hal 6 44 Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada Pasal 1 ayat (31) 45 Ibid Laporan Akhir VIII - 31

32 lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan 46. Pelayanan angkutan kota antar dalam propinsi dilaksanakan dengan cirri-ciri sebagai berikut; a. mempunyai jadwal tetap, tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan mobil bus yang dioperasikan. b. pelayanan angkutan dilakukan bersifat cepat atau lambat, c. dilayani dengan mobil bus besar atau sedang, baik untuk pelayanan ekonomi mapun pelayanan non ekonomi, d. tersedia terminal penumang sekurangkurangnya tipe B, pada awal pemberangkatan, persilangan, dan terminal tujuan, e. prasarana jalan yang dilalui dalam pelayanan angkutan antar kota dalam propinsi tercantum dalam izin trayek yang telah ditetapkan 47. Di daerah yang sarana transportasinya belum memadai, pengankutan orang dapat dilakukan dengan mobil barang. Pengangkutan orang dengan menggunakan mobil barang, wajib memenuhi persyaratan; a. ruangan muatan dilengkapi dengan dinding yang tingginya sekurang-kurangnya 0,6 m, b. tersedia luas lantai ruang muatan sekurang-kurangnya 0,4 m2 per penumpang, c. memiliki dan membawa surat keterangan mobil barang mengangkut penumpang 48 Kendaraan yang digunakan untuk antar kota dalam propinsi harus dilengkapi; a. nama perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dicantumkan, dan belakang kendaraan. b. papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta kota yang dilalui dengan dasar putih tulisan hitam yang ditempatkan di bagian depan dan belakang kendaraan. c. jenis trayek yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok, melekat pada badan kendaraan sebelah kiri dan kanan dengan tulisan Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi, e. jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan angkutan, f. fasilitas bagasi sesuai kebutuhan, tulisan standar pelayanan, daftar tarif yang berlaku, g. dilengkapi dengan adanya kotak obat dengan isinya, h. alat pemantau untuk kerja pengemudi, yang sekurang-kurangnya dapat merekam kecepatan kendaraan dan perilaku pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan. 49. Dalam hal pengoperasian angkutan, pengusaha angkutan yang telah memperoleh izin trayek diwajibkan mengutamakan keselamatan dalam pengoperasikan kendaraan sehingga tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa 50. Untuk memperoleh izin operasi, pemohon wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis. Dalam persyaratan teknis tel;ah ditegaskan pemohon diwajibkan memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan yang dibuktikan dengan fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sesuai domisili perusahaan dan fotokopi Buku Uji Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Halaman Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada Pasal 3 49 Ibid Pasal Ibid Pasal 62 point j 51 Ibid Pasal 67 point c Laporan Akhir VIII - 32

33 Untuk menjamin keselamatan, kelaikan kendaraan untuk operasional harus dipastikan siap pakai. Artinya, semua komponen yang diharuskan diuji secara berkala harus dipastikan sudah terpenuhi. Pelaksanaan uji berkala kendaraan dimaksudkan untuk 52 ; a. memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor di jalan, b. melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh pengguna kendaraan bermotor di jalan. Beberapa komponen yang diharuskan diuji secara berkala adalah sebagai berikut 53 ; a. uji suspense roda (Pit wheel Suspension Tester) dan kondisi teknis bagian bawah kendaraan, b. uji rem, c. lampu utama, d. speedometer, e. uji emisi gas buang meliputi; uji karbon monoksida (CO), hidro karbon (HC), dan ketebalan asap gas buang, f. berat kendaraan, g. kincup roda depan (side slip tester), h. suara (sound level meter), i. dimensi kendaraan (lebar, panjang, tinggi dan sumbu roda), j. tekanan udara (kompressor rem, tekanan udara ban), k. kaca film. Untuk menjamin keselamatan para penumpang, setiap kendaraan dilengkapi dengan fasiliats tanggap darurat. Fasilitas tanggap darurat dalam hal ini adalah berupa; a. alat pemukul/pemecah kaca (martil), b. alat pemadam kebakaran, c. alat kendali darurat pembuka pintu utama yang dirancang dan ditempatkan sedemikian rupa sekurangkurangnya dua buah pada setiap kanan kiri sisi dalam kendaraan bermotor sehingga mudah dioperasikan dari dalam baik oleh awak kendaraan mapun penumpang yang bekerja secara otomatis 54. Kelengkapan fasilitas tanggap darurat standar kendaraan bermotor angkutan penumpang, wajib dipenuhi dengan persyaratan teknis: a. Jumlah tempat keluar darurat sekurang-kurangnya 55 : 1) Satu tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya tidak lebih dari 26 penumpang 2) Dua tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri, jika muatannya antara 27 dan 50 penumpang 3) Tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya antara 51 dan 80 penumpang 4) Empat tempat keluar darurat pada setiap sisi jika muatannya lebih dari 80 penumpang b. Khusus untuk mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih dari 27 penumpang, diwajibkan memiliki pintu darurat minimal 2 buah pada sisi kirikanan c. Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat dikurangi dengan satu, jika pada dinding belakang tempat pintu yang lebarnya paling sedikit 430 millimeter d. Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi persyaratan: 1) Memiliki ukuran minimum 600 millimeter x 430 milimeter dan apabila memiliki ukuran sekurang-kurangnya millimeter x 430 millimeter disamakan dengan memiliki dua tempat keluar darurat 2) Mudah dan cepat dapat dibuka atau dirusak atau dilepas 3) Sudut-sudut jendela yang berfungsi sebagai tempat keluar darurat tidak runcing 52 Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor Pada Pasal 2 ayat (1) 53 Ibid, Pasal 12 ayat (1) 54 Keputusan DSirektur Perhubungan Darat No. SK.1763/AJ.501/DRJD/1003 tentang Petunjuk teknis Tanggap Darurat Kecelakaan Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang pada Pasal 5 55 Ibid, Pasal 6 Laporan Akhir VIII - 33

34 4) Tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung e. Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada dinding samping kanan, harus memenuhi persyaratan: 1) Memiliki lebar sekurang kurangnya 430 millimeter 2) Mudah dibuka setiap waktu dari dalam f. Tempat keluar darurat diberi tanda atau petunjuk dengan tulisan yang menjelaskan tempat keluar darurat dan tata cara membukanya g. Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah dilepas atau dilipat dan diberi warna tempat duduk yang berbeda dari warna tempat duduk lainnya h. Kaca mobil bud wajib menggunakan kaca keselamatan (Safety Glass), dengan ketentuan sebagai berikut; 1) Kaca bagian depan harus memakai jenis Laminated 2) Kaca bagian samping kiri-kanan dan belakang memakai jenis tempered Standar keselamatan seperti telah disebutkan sebelumnya adalah bersifat umum. Artinya, setiap angkutan harus memenuhi standar tersebut termasuk AKDP (Angkutan Kota Dalam Propinsi). Berkenaan dengan itu, standar tersebut dapat juga diberlakukan pada AKDP yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah. Untuk dapat mengetahui tingkat keselamatan AKDP telah dilakukan wawancara dengan Balai Pengujian Kendaraan Bermotor, Dinas Perhubungan & Informatika c.q. Bidang Lalu Lintas & Angkutan Jalan Propinsi Kalimantan Tengah tentang bagaimana kondisi keselamatan Angkutan Kota Dalam Propinsi (AKDP). Dalam hal ini, kelaikan tentunya dilihat dari segi ketaatan para pemilik AKDP untuk melakukan Uji KIR secara berkala. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, semua angkutan yang berflat kuning diwajibkan melakukan KIR secara berkala dan pemilik AKDP juga mentaatinya. Di lain pihak, LLAJ dari Dinas Perhubungan juga melakukan razia secara rutin untuk mengecek apakah AKDP rutin melakukan Uji KIR sesuai dengan ketentuan. Ternyata dari hasil razia yang dilakukan semua kendaraan AKDP secara rutin melakukan Uji KIR secara berkala. Kantor Pengujian Kendaraan Bermotor Pembangunan Kantor Baru Kendaraan Bermotor Gambar 8.9 Kantor Pengujian Kendaraan Bermotor di Kalteng Surveyor juga melakukan wawancara terhadap sepuluh (10) Pengemudi AKDP yang kebetulan sedang menunggu di terminal. Dari hasil wawancara dengan para Pengemudi, ternyata kendaraan yang dibawa rutin melakukan uji KIR secara berkala dan menunjukkan Buku Uji KIR. Sebagai bukti melakukan uji KIR, juga terlihat pada badan kendaraan AKDP yang diletakkan di samping kanan dan kiri badan kendaraan. Di samping kelaikan kendaraan AKDP, juga melakukan pengamatan dan wawancara Laporan Akhir VIII - 34

35 terhadap keselamatan dalam keadaan darurat. Hasilnya sebagian besar kurang mentaati. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.16 Standar AKDP (Angkutan Kota Dalam Propinsi) Standar AKDP No Uraian 1 Di daerah dimana sarana transportasinya belum memadai, pengangkutan orang dapat menggunakan mobil barang, namun waji memenuhi persyaratan; a.ruang muatan dilengkapi dengan dinding yang tingginya sekurang-kurangnya Standar 0,6 m Standar di Lokasi Studi Propinsi Kalimantan Tengah 0,6 m b.tersedia luas lantai ruang muatan sekurang kurangnya c.memiliki dan membawa surat keterangan mobil mengangkut penumpang 0,4 m 2 per penumpang 0,4 m 2 per penumpang 2 Kendaraan yang digunakan untuk antar kota dalam propinsi harus dilengkapi: a.nama perusahaan ditempelkan di badan kendaraan b.nomor kendaan ditempelkan di depan & belakang kendaraan c.jenis trayek yg dilayani,ditulis huruf balok di ditempelkan pada badan kendaraan sebelah kiri dan kan kendaran dengan tulisan AKDP ditempatkan di Dashboard 3 Memiliki Jati diri pengemudi ditempatkan yang dikeluarkan oleh perusahaan 3 Fasilitas a.bagasi b.kota obat & isinya c.alat pemantau kecepatan kendaraan 4 Keselamatan AKDP yang dibuktikan dengan adanya Buku Uji Kendaraan secara berkala meliputi; a.uji suspense roda & kondisi teknis Bagian bawah kendaraan b.uji rem c.uji lampu utama d.speedometer e.uji emisi gas buang (uji karbon monoksida & hidro karbon serta ketebalan asap gas buang Ada Ada Ada Tidak ada Ada Tidak ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Laporan Akhir VIII - 35

36 No Uraian Standar AKDP Standar f.berat kendaraan g.kincup roda depan h.suara i.dimensi kendaraan (lebar, tinggi dan Sumbu roda) j.tekanan udara (compressor rem, tekanan udara ban) k.kaca film Standar di Lokasi Studi Propinsi Kalimantan Tengah Ada Ada Ada Ada Ada ada 5 Untuk menjamin keselamatan penumpang, setiap kendaraan harus dilengkapi dengan fasilitas tanggap darurat berupa; 6 Mobil penumpang yang jumlah muatannya lebih 27 orang penumpang diwajibkan memiliki pintu darurat minimal 7 Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar dapat dikurangi dengan satu (1) 8 Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi persyaratan; a.alat pemukul/pemecah kaca ( martil ) b.alat pemadan kebakaran c.alat kendali darurat pembuka pintu utama dua(2) buah yg ditempatkan di sisi kiri dan kanan secara otomatis d.satu(1) tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan kiri,jika muatannya tidak lebih dari 26 penum -pang e.dua (2) tempat keluar darurat pada setiap sisi kiri kanan, jika muatannya antara 27 dan 50 penum- Pang f.tiga(3) tempat ke luar darurat pada setiap sisi kiri kanan antara penumpang g.empat (tempat keluar darurat pada setiap sisi kiri kanan jika mauatnya lebih dari 80 pemumpang 2 ( dua) buah pada sisi kiri kanan Jika pada dinding belakang tempat pintu lebarnya paling sedikit 430 millimeter a.memiliki ukuran minimum 600 milli meter x 430 millimeter bilamana memiliki ukurang sekurang-kurangnya Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Laporan Akhir VIII - 36

37 No Uraian Standar AKDP 9 Tempat keluar darurat berupa pintu yg Dipasang pada dinding samping kiri dan kanan harus memenuhi persyaratan. 10 Tempat keluar darurat diberi tanda dan Dan tata cara membukanya 11 Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus; 12 Kaca mobil, wajib menggunakan kaca keselamatan ( Safe glass ) dengan ketentuan; Sumber; Hasil Olahan Konsultan, 2013 Standar millimeter x 430 millimeter disa- Makan dengan memi Liki dua (2) tempat Keluar darurat b.mudah dan cepat dibuka atau dirusak atau dilepas c.sudut-sudut jendela yg berfungsi sebagai tempat keluar darurat dan tidak runcing d.tidak dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung a.memiliki lebar sekurang-kurangnya 430 millimeter b.mudah dibuka setiap waktu dari dalam Ada tanda dan cara membukanya Mudah dilepas dan dilipat serta diberi warna a.kaca bagian depan harus memakai jenis Laminated b.kaca bagian samping kiri kanan dan belakang memakai jenis Tempered Standar di Lokasi Studi Propinsi Kalimantan Tengah Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Jumlah AKDP di Propinsi Kalimantan Tengah terdapat 271 unit, yang dimiliki berbagai perusahaan angkutan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.17 Jumlah Armada AKDP di Propinsi Kalimantan Tengah Dalam tahun 2013 No Nama Perusahaan/ Perorangan Jumlah Armada 1 PT. Yessoe Travel 10 2 CV. Candi Agung 11 3 CV. Logos 6 4 Koperasi Lasang Kilat 87 5 Koperasi Wahana 34 6 CV. Alib Utama 45 7 Koperasi Angkutan Antar 28 Kabupaten 8 CV. Rezeki Bersaudara 2 9 CV. Berlian Jaya 5 10 CV. Wira Karya 10 Laporan Akhir VIII - 37

38 No Nama Perusahaan/ Perorangan Jumlah Armada 11 CV. Patas Tour 4 12 Koperasi Sonya Karya An. Ukiso Piji 1 14 An. Harjono 1 15 An. H. Allo B Sarang 1 16 An. Darsono 2 17 CV. Mitra Buana 2 18 Koperasi Organda Parenggean 3 19 CV Doa mama 4 20 Perum DAMRI 3 Total 271 Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Kalimantan Tengah, 2013 Berdasarkan data dan penjelasan tersebut di atas, maka nilai capaian persentase standar keselamatan yang melayani trayek antarkota dalm propinsi (AKDP) terhadap total angkutan umum antarkota dalam propinsi dapat dihitung dengan rumus; Angkutan Armada Antar Kota Dalam Propinsi Memenuhi Standar Keselamatan = x100% Total Armada Antar Kota Dalam Propinsi 271 unit = x 100 % 271 unit = 100 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, terpenuhinya standar keselamatan bagi angkutan yang melayani trayek AKDP dalam tahun 2014 ditetapkan 100 %. Sementara nilai capaian terpenuhinya standar keselamatan bagi angkutan umum yang melayani trayek AKDP dalam tahun 2012 sudah mencapai 100 %. Berkenaan dengan itu, Propinsi Kalimantan Tengha sudah memiliki kinerja yang baik dalam mewujudkan keselamatan operasional bagin AKDP. 5. Sumber Daya Manusia ( SDM ) Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tersedianya SDM yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan pada perusahaan angkutan umum, pengelola terminal dan pengelola perlengkapan jalan 56 lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut: a. Tersedianya SDM Yang Memiliki Kompetensi Sebagai Pengawas Kelaikan Kendaraan Pada Perusahaan 56 Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Lampiran hal 2 Laporan Akhir VIII - 38

39 Dalam rangka menjamin kelaikan kendaraan setiap hari, diharuskan setiap perusahaan angkutan memiliki SDM yang mempunyai kompetensi memperbaiki kendaraan pada saat kendaraan sampai di pool usai melakukan operasional. Tugas SDM tersebut, adalah memeriksa secera keseluruhan kendaraan secara rutin, apakah laik operasional atau tidak. Apalagi, bilamana ada keluhan sopir, diharapkan sesegera mungkin dapat melakukan pemeriksaan dan perbaikan. Dengan demikian, diharapkan keselamatan para penumpang dapat lebih terjamin. Hal ini adalah sesuai bahwa standar pelayanan angkutan orang, dimana setiap perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar yang terdiri dari; a. keamanan, keselamatan dan kenyamanan 57. Setiap perusahaan yang memiliki izin trayek, diwajibkan memenuhi persyaratan admistratif dan teknis. Persyaratan administratif adalah meliputi beberapa aspek, antara lain; a. menguasai fasilitas penyimpanan/ pool kendaraan bermotor yang dibuktikan dengan gambar lokasi dan bangunan serta surat keterangan mengenai pemilikan atau penguasaan, b. memiliki atau bekerjasama dengan pihak lain yang mampu menyediakan pemeliharaan kendaraan bermotor sehingga dapat merawat kendaraan untuk tetap dalam kondisi laik jalan 58 Berdasarkan wawancara dengan Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Kalimantan Tengah c.q Bidang Program, jumlah pengusaha angkutan antar kota dalam Propinsi Kalimantan Tengah dalam tahun 2013 terdapat sebanyak 20 (dua puluh). Sesuai dengan aturan seperti telah dijelaskan sebelumnya, setiap perusahaan angkutan diwajibkan memiliki SDM yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan yang pada dasarnya berada dalam lingkungan perusahaan angkutan tersebut atau bekerja sama dengan pihak lain untuk menjamin kelaikan operasional kendaraan. Tetapi dalam kenyataannya, 18 (lima belas) perusahaan tersebut cenderung memilih kerjasama dengan pihak lain, dan 2 ( dua ) perusahaan angkutan memiliki SDM yang memiliki pompetensi dalam perbaikan kendaraan yang langsung berada dlingkungan perusahaan angkutan. Berdasarkan informasi dari beberapa pengusaha angkutan, pilihan bekerjasama dengan pihak lain sangat menguntungkan, karena tidak setiap hari kendaraan mengalami kerusakan, kecuali bilamana kendaraan mengalami kerusahaan SDM dari pihak kerjasama dipanggil untuk memperbaiki. Sementara jika memiliki sendiri tenaga professional sebagai unit dalam perusahaan angkutan biayanya relatif mahal, karena harus membeli peralatan dan menggaji setiap bulan. Sementara dengan bekerjasama dengan pihak lain, pembayarannya hanya sebatas waktu tenaga SDM tersebut digunakan dalam perbaikan kendaraan. Makna memiliki SDM yang memiliki kompetensi dalam sebagai pengawasan kelaikan kendaraan perusahaan adalah sama dengan bekerjasa sama dengan pihak lain dalam pemeliharaan kendaraan. Artinya, yang penting kendaraan dapat laik operasional pada saat digunakan. Karena itu, boleh dikatakan kinerja SDM yang memiliki komptensi dalam pengawasan kelaikan kendaraan dapat dihitung dengan rumus ; % memiliki SDM yang memiliki kompotensi sebagai tenaga pengawas; 57 Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalam pada Pasal 141 point a,b dan c. 58 Keputusan Menteri Perhubungan No. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum pada Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) pada point c.d. dan e. Laporan Akhir VIII - 39

40 Usaha Angkutan Yang Memiliki SDM Yang Berkompetensi dalam Kelaikan = x100% Usaha Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi 20 = x 100 % 20 = 100 % Bertitik tolak dari Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, terpenuhinya standar keselamatan bagi angkutan yang melayani trayek AKDP dalam tahun 2014 ditetapkan 100 %. Sementara nilai capaian terpenuhinya standar SDM yang profesional/memiliki kompotensi sebagai tenaga pengawas kelaikan kendaraan bermotor bagi perusahaan AKDP dalam tahun 2012 sudah mencapai 100 %. Berkenaan dengan itu, Propinsi Kalimantan Tengah sudah memiliki kinerja yang baik dalam mewujudkan tenaga yang professional bagi pengawas kelaikan kendaraan bermotor untuk perusahaan AKDP. b. SDM Pengelola Terminal SDM pengelola terminal sangat diperlukan, mengingat terminal adalah merupakan pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan. SDM yang memiliki kompetensi dalam pengelola terminal akan berdampak positif terutama dalam hal kelancaran keluar masuk kendaraan, kenyamanan, keamanan dan mobilisasi penumpang naik- turun serta pilihan kendaraan antar jaringan. Berdasarkan data dan informasi dari lapangan, setiap terminal kegiatan dikelompokkan pada tiga bagian, yaitu regu I, regu II dan Regu III. Regu I bertugas untuk mengawasai dan mengatur kedatangan kendaraan ke dalam terminal. Regu II bertugas untuk mengawasi dan mengatur kendaraan dalam terminal, dan Regu III bertugas mengawasai dan mengatur keberangkatan kendaraan dari terminal. Dari hasil pengamatan di lapangan khususnya pada terminal terminal tipe B, jumlah SDM pada setiap regu rata-rata mencapai 6 (enam) orang. Padahal, berdasarkan informasi dari Kepala Terminal Tipe B dengan jumlah SDM sebanyak 4 orang pada setiap regu, sebenarnya sudah mampu melaksanakan tugas dengan baik. c. SDM Pengelola Perlengkapan Jalan Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung 59. Peranan perlengkapan jalan dalam mendukung arus lalu lintas dan keselamatan kendaraan dalam operasional sangat diperlukan. Karena itu harus didukung oleh tenaga baik dari segi jumlah maupun professional. Berdasarkan data dan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi 59 Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 1 ayat (6 ) Laporan Akhir VIII - 40

41 Kalimantan Tengah, tenaga pengelola perlengkapan jalan ditempatkan di seksi keselamatan lalu lintas pada Bidang Perhubungan Darat. Jumlah tenaga yang ada khusus mengelola perlengkapan jalan terdapat 12 orang, dan sudah pernah mendapatkan pendidikan dan latihan yang diselenggaran oleh Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Pusat yang dalam hal ini Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan. Karena iti, berdasarkan pengalaman selama ini, dengan jumlah 12 orang sudah mampu mengelola perlengkapan jalan. B. Angkutan Sungai Dan Danau 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Sungai dan Danau Angkutan sungai dan danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir, kanal, dan terusan yang mengangkut penumpang dan atau barang yang diselenggralan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau 60. Setiap kapal yang melayani angkutan sungai dan danau, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memenuhi persyaratan teknis / kelaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana pelabuhan pada trayek yang dilayani; c. memiliki awak kapal sesuai dengan ketentuan persyaratan pengawakan untuk kapal sungai dan danau; d. memiliki fasilitas utama dan/atau fasilitas pendukung baik bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang, barang dan/atau hewan, sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku;e.mencantumkan identitas perusahaan / pemilik dan nama kapal yang ditempatkan pada bagian kapal yang mudah dibaca dari samping kiri dan kanan kapal; f. mencantumkan informasi/petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Penetapan trayek dilakukan dengan memperhatikan pengembangan wilayah potensi angkutan dan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang tersusun dalam satu kesatuan tatanan transportasi nasional. Trayek berfungsi untuk menghubungkan simpul pada pelabuhan sungai, danau, dan pelabuhan laut yang berada dalam satu alur 61. Untuk pelayanan angkutan sungai dan danau dalam trayek tetap dan teratur, dilakukan dalam jaringan trayek. Jaringan trayek terdiri dari : a. trayek utama, yaitu menghubungkan antar pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran; b. trayek cabang, yaitu menghubungkan antara pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran dengan yang bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran atau antar pelabuhan sungai dan danau yang bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran 62 Penetapan jaringan trayek angkutan sungai dan danau dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. tatanan kepelabuhanan nasional; b. adanya demand (kebutuhan angkutan); c. rencana dan/atau ketersediaan pelabuhan sungai dan danau; d. ketersediaan kapal sungai dan danau (supply) sesuai dengan spesifikasi teknis kapal dan spesifikasi pelabuhan pada trayek yang akan dilayani; e. potensi perekonomian daerah. Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan dalam kabupaten/kota, ditetapkan oleh Bupati/Walikota 63. Karena itu, jaringan trayek adalah kumpulan dari trayek yang menjadi satu/atau kesatuan pelayanan angkutan 60 Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai Dan Danau Pada Pasal 1 Ayat (1) 61 Ibid, Pada Pasal 2 Ayat (1 dan 2 ) 62 Ibid, Pada Pasal 12 Ayat (1 dan 2 ) 63 Ibid, Pada Pasal 12 Ayat ( 3 dan 4) Laporan Akhir VIII - 41

42 penumpang/atau barang dari satu pelabuhan ke palabuhan lainnya 64. Defenisi operasionalnya adalah tersedianya angkutan sungai dan danau untuk melayani jaringan trayek antarkabupaten/kota dalam propinsi pada wilayah yang tersedia alur pelayaran sungai dan danau yang dapat dilayari. Artinya, dalam hal ini ditekankan adalah prosentase jumlah jaringan trayek yang telah dilayani oleh angkutan sungai dan dan danau terhadap total jaringan trayek antarkabupaten/kota dalam propinsi 65 Tabel 8.18 Jaringan Trayek Angkutan Sungai Antar Kota/Kabupaten Dalam Propinsi Kalimantan Tengah Dalam tahun 2013 No Jaringan Pelayanan 1 P.Raya Bahaur (PP) 2 K.Bangkirai (P.Raya) Bantanan Sebangau Pegatan 3 Tangkiling (P.Raya) Tumbang Talaken (PP) 4 Tangkiling (P.Raya) Tumbang Jutuh (PP) 5 Kapuas Terusan Raya Pangkoh (PP) 6 Kapuas Mandomai Mentangai Timpah Pujon (PP) 7 Kapuas - Palingkau Jenamas (PP 8 Kapuas - Palingkau Jenamas Mengkatip Bangkuang Buntok (PP) 9 Pulang Pisau Pangkoh (PP) 10 Kasongan Petak Bahandang Bahaun Bangau Pegatan- Mendawai (PP) 11 Kasongan Pendahara Buntut Bali Tumbang Samba T. Hiran T. Senawang. (PP) 12 Kasongan Pendahara Buntut Bali T.Samba Tumbang Kaman 13 Sampit Bagedang Samuda Pegatan (PP) 14 Sampit Samuda Babinang Hilir Tumbang Hantipan Perigi Pegatan Mendawai (PP) 15 Sampit Kotabesi Cahaya Mulya - Pundu 16 Kota Besi Parenggean (PP) 17 Kota Besi Kuala Kuayan (PP) 18 Kota Besi - Kuala Pembuang Telaga Pulang Penbuang Hulu Rantau Pulut Tumbang Manjul (PP) 19 P.Bun Kotawaringin Lama Nanga Bulik (PP 20 P.Bun Tanjung Putri Pantai Luci (PP) 21 Nanga Bulik Papen Bini (PP) 22 Nanga Bulik Bayat (PP) 23 Sukamara - Kuala Jelay 24 Sukamara Balai Riam 25 Sukamara Manis Mata - Kalbar 26 K.Pembuang Telaga Pulang Bangkal (PP) 27 Buntok Bangkuang Mengkati Jenamas (PP) 28 Buntok Pendang Tumpung Laung - M.Teweh (PP 29 M.Teweh Lahai Muara Laut P.Cahu (PP 30 Kuala Kurun Tewah Miri (PP Sumber : Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Kalimantan Tengah, UPT Sungai Khahayan Palangka Raya, Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Halaman Ibid Pada Pada halamn 11 Laporan Akhir VIII - 42

43 Di antara jaringan trayek angkutan kapal sungai seperti telah dijelaskan sebelumnya memiliki kebuthan dan realisai yang sudah dilayani kapal angkutan sungai, dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.19 Kebutuhan Dan Jumlah Kapal Yang Melayani Trayek Angkutan Sungai di Propinsi Kalimantan Tengah Dalam Tahun 2013 No Jaringan Pelayanan Kebutuhan Kapal Sungai (unit) Realsisasi Kebutuhan (unit) 1 P.Raya Bahaur (PP) K.Bangkirai (P.Raya) Bantanan Sebangau Pegatan Tangkiling (P.Raya) Tumbang Talaken (PP) Tangkiling (P.Raya) Tumbang Jutuh (PP) Kapuas Terusan Raya Pangkoh (PP) Kapuas Mandomai Mentangai Timpah Pujon 3 3 (PP) 7 Kapuas - Palingkau Jenamas (PP Kapuas - Palingkau Jenamas Mengkatip 4 4 Bangkuang Buntok (PP) 9 Pulang Pisau Pangkoh (PP) Kasongan Petak Bahandang Bahaun Bangau 4 4 Pegatan- Mendawai (PP) 11 Kasongan Pendahara Buntut Bali Tumbang Samba 4 4 T. Hiran T. Senawang. (PP) 12 Kasongan Pendahara Buntut Bali T.Samba 4 4 Tumbang Kaman 13 Sampit Bagedang Samuda Pegatan (PP) Sampit Samuda Babinang Hilir Tumbang 4 4 Hantipan Perigi Pegatan Mendawai (PP) 15 Sampit Kotabesi Cahaya Mulya - Pundu Kota Besi Parenggean (PP) Kota Besi Kuala Kuayan (PP) Kota Besi - Kuala Pembuang Telaga Pulang 3 3 Penbuang Hulu Rantau Pulut Tumbang Manjul (PP) 19 P.Bun Kotawaringin Lama Nanga Bulik (PP P.Bun Tanjung Putri Pantai Luci (PP) Nanga Bulik Papen Bini (PP) Nanga Bulik Bayat (PP) Sukamara - Kuala Jelay Sukamara Balai Riam Sukamara Manis Mata - Kalbar K.Pembuang Telaga Pulang Bangkal (PP) Buntok Bangkuang Mengkati Jenamas (PP) Buntok Pendang Tumpung Laung - M.Teweh (PP M.Teweh Lahai Muara Laut P.Cahu (PP Kuala Kurun Tewah Miri (PP 3 3 JUMLAH Sumber; - Dinas Perhubungan & Informatikan Propinsi Kalimantan Tengah, UPT Berdasarkan data tersebut di atas, maka nilai tersedianya angkutan sungai untuk melayni jaringan trayek antarkabupaten/kota dalam Propinsi Kalimantan Tengah dapat dihitung dengan rumus ; % Pelayanan Angkutan Sungai Laporan Akhir VIII - 43

44 Jaringan trayek yang telah dilayani angkutan sungai = x 100% Total jaringan trayek antarkabupaten/kota dalam propinsi 30 jaringan trayek yang terlayani = x 100% 30 jaringan trayek yang ada = 100% Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, tersedianya angkutan sungai untuk melayani jaringan trayek antar kota/kabupeten dalam propinsi pada wilayah yang tersedia alur pelayaran sungai pada tahun 2014 ditetapkan capaian 75 %. Sementara dalam tahun 2012 capaian tersedianya angkutan untuk melayani jaringan trayek sudah mencapai 100 %. Dengan demikian, pelayanan angkutan sungai di Propinsi Kalimantan Tengah memiliki perang yang sukup besar selama ini. Menurut informasi awalnya angkutan sungai yang ada di Kalimantan Tengah merupakan sarana transportasi yang sangat akrab dan urgen di masyarakat dan kini telah berubah menjadi sepi. Hal ini disebabkan, karena sekarang ini sudah ada jalan raya berada di samping sungai mengikuti alur sungai dari hilir ke hulu, sehingga banyak masyarakat beralih menggunakan jalur jalan raya dalam melakukan aktivitas. 2. Jaringan Prasarana Angkutan Sungai Berdasarkan Peraturam Menteri Perhubungan No.81 Tahun 2011 jaringan prasarana angkutan sungai difkuskan pada tersedianya pelabuhan sungai untuk melayani kapal sungai yang beroperasi pada jaringan trayek antakabupaten/kota dalam propinsi pada wilayah yang tersedia alur pelayaran sungai. Pelabuhan Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai atau danau 66. Defenisi operasional adalah tersedianya pelabuhan sungai untuk melayani kapal sungai. Berkenaan dengan itu, melihat angkutan sungai cukup berperan sebagai transportasi sungai bagi masyarakat, maka pembangunan pelabuhan sungai telah diupayakan di Propinsi Kalimantan tengah, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.20 Jumlah Dermaga/ Pelabuhan No Demaga/ Pelabuhan Wilayah 1 Dermaga Rambang Kota Palangka Raya 2 Dermaga Tangkiling ; 3 Dermaga Marang (P.Kerja PM2L) ; 4 Dermaga B. Bengkel ; 5 Dermaga Kereng Bangkirai ; 6 Dermaga D. Mare Kabupaten Kapuas 7 Dermaga Patih Rumbih ; 8 Dermaga A. Serapat ; 9 Dermaga A. Tamban ; 10 Dermaga A. Basarang ; 11 Dermaga A. Tamban ; 12 Dermaga A. Basarang ; 66 Peraturan Menteri Perhubungan No. 52 Tahun 2012 tentang Alur Pelayaran Sungai dan Danau Pada Pasal 1 ayat ( 2) Laporan Akhir VIII - 44

45 No Demaga/ Pelabuhan Wilayah 13 Dermaga M. Dadahup ; 14 Dermaga Lamunti ; 15 Dermaga Palingkau ; 16 Dermaga Pujon ; 17 Dermaga Mantangai Kabupaten Pulang Pisau 18 Dermaga Pulang Pisau ; 19 Dermaga Pasar Patanak ; 20 Dermaga Mintin ; 21 Dermaga Maliku ; 22 Dermaga Pasar Maliku ; 23 Dermaga Pangkoh ; 24 Dermaga Bahaur ; 25 Dermaga Bukit Rawi ; 26 Dermaga Bawan ; 27 Dermaga Paduran ; 28 Dermaga Gandang ; 29 Dermaga Jabiren ; 30 Dermaga Buntoi ; 31 Dermaga Badirih ; 32 Dermaga Anjir Kelampan ; 33 Dermaga Penyeb.Bahaur Kabupaten Gunung Mas 34 Dermaga K. Kurun ; 35 Dermaga K. Kurun ( Dishub) ; 36 Dermaga Tewah ; 37 Dermaga Sepang Simin ; 38 Dermaga Tb Jutuh ; 39 Dermaga Talaken ; 40 Dermaga Takaras Kabupaten Katingan 41 Dermaga Pegatan ; 42 Dermaga Selat Jeruju ; 43 Dermaga Mendawai ; 44 Dermaga Baon Bango ; 45 Dermaga Petak Bahandang ; 46 Dermaga Kasongan Lama ; 47 Dermaga Indrasari Beton Kabupaten Kotawaringin Barat 48 Dermaga Pasar Saik ; 49 Dermaga Kotawaringin Lama ; 50 Dermaga Kumai ; 51 Dermaga Ponton K.Lama ; 52 Dermaga Penyeb.Kumai ; 53 Dermaga K. Lama Kabupaten Lamandau 54 Dermaga N. Bulik ; 55 Dermaga B/M Lamandau ; 56 Dermaga Sukamara ; 57 Dermaga Kuala Jelai Kabupaten Sukamara 58 Dermga Pulau Nibung ; 59 Dermaga Jelapat ; 60 Dermaga Jenamas Kabupaten Barito Selatan 61 Dermaga Bengkuang ; 62 Dermaga Mangkatip ; 63 Dermaga Pasar Lama ; 64 Dermaga beton M. Teweh ; 65 Dermaga M.Teweh Kabupaten Barito Utara 66 Dermaga Montalat ; 67 Dermaga Bintang Ninggi ; 68 Dermaga P. Cahu Kabupaten Murung Raya; 69 Dermaga Laung 70 Dermaga Telang Baru Kabupaten Barito Timur Laporan Akhir VIII - 45

46 No Demaga/ Pelabuhan Wilayah TOTAL 70 Sumber: Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Kalimantan Tengah, UPT Sungai Kahayan, 2013 Sementara jumlah dermaga/pelabuhan angkutan kapal sungai di wilayah Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.21 Kebutuhan Dermaga/Pelabuhan Angkutan Kapal Sungai di Propinsi Kalimantan Tengah Dalam Tahun 2013 Kebutuhan No Jaringan Pelayanan Dermaga/Pelabuhan (unit) 1 P.Raya Bahaur (PP) 2 2 K.Bangkirai (P.Raya) Bantanan Sebangau Pegatan 4 3 Tangkiling (P.Raya) Tumbang Talaken (PP) 2 4 Tangkiling (P.Raya) Tumbang Jutuh (PP) 1 5 Kapuas Terusan Raya Pangkoh (PP) 3 6 Kapuas Mandomai Mentangai Timpah Pujon (PP) 4 7 Kapuas - Palingkau Jenamas (PP 2 8 Kapuas - Palingkau Jenamas Mengkatip Bangkuang 3 Buntok (PP) 9 Pulang Pisau Pangkoh (PP) 2 10 Kasongan Petak Bahandang Bahaun Bangau Pegatan- 6 Mendawai (PP) 11 Kasongan Pendahara Buntut Bali Tumbang Samba T. 5 Hiran T. Senawang. (PP) 12 Kasongan Pendahara Buntut Bali T.Samba Tumbang 4 Kaman 13 Sampit Bagedang Samuda Pegatan (PP) 4 14 Sampit Samuda Babinang Hilir Tumbang Hantipan Perigi 7 Pegatan Mendawai (PP) 15 Sampit Kotabesi Cahaya Mulya -Pundu 3 16 Kota Besi Parenggean (PP) 1 17 Kota Besi Kuala Kuayan (PP) 1 18 Kota Besi - Kuala Pembuang Telaga Pulang Penbuang Hulu 6 Rantau Pulut Tumbang Manjul (PP) 19 P.Bun Kotawaringin Lama Nanga Bulik (PP 3 20 P.Bun Tanjung Putri Pantai Luci (PP) 2 21 Nanga Bulik Papen Bini (PP) 2 22 Nanga Bulik Bayat (PP) 1 23 Sukamara - Kuala Jelay 2 24 Sukamara Balai Riam 2 25 Sukamara Manis Mata - Kalbar 2 26 K.Pembuang Telaga Pulang Bangkal (PP) 3 27 Buntok Bangkuang Mengkati Jenamas (PP) 4 28 Buntok Pendang Tumpung Laung - M.Teweh (PP 3 29 M.Teweh Lahai Muara Laut P.Cahu (PP 3 30 Kuala Kurun Tewah Miri (PP 2 JUMLAH 95 Sumber; - Dinas Perhubungan & Informatikan Propinsi Kalimantan Tengah, UPT Berdasarkan data tersebut di atas, maka nilai tersedianya pelabuhan/dermaga untuk melayani angkutan kapal sungai pada jaringan trayek antarkabupaten/kota dalam Propinsi Kalimantan Tengah dapat dihitung dengan rumus ; % Pelayanan Dermaga/pelabuhan Angkutan Kapal Sungai Laporan Akhir VIII - 46

47 Dermaga yang melayani jaringan trayek angkutan sungai = x 100% Total dermaga/pelabuhan yang melayani jaringan trayek antarkabupaten/kota dalam propinsi 70 Dermaga/pelabuhan = x 100% 95 Kebutuhan Dermaga/ Pelabuhan = 73,68% Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi, tersedianya angkutan sungai untuk melayani jaringan trayek antar kota/kabupeten dalam propinsi pada wilayah yang tersedia alur pelayaran sungai pada tahun 2014 ditetapkan capaian 60 %. Sementara dalam tahun 2012 capaian tersedianya angkutan untuk melayani jaringan trayek sudah mencapai 73 %. Dengan demikian, kinerja capaian pelayanan dermaga pada pelayanan angkutan kapal sungai di Propinsi Kalimantan Tengah sangat menggembirakan. Hal ini mungkin disebabkan, karena selama ini angkutan sungai di Propinsi Kalimantan Tengah adalah merupakan satu-satunya yang digunakan masysrakat sebagai transportasi. Sekarang ini, sudah terjadi perubahan, karena pembangunan jalan raya disepanjang sungai, akibatnya masyarakat banyak beralih ke jalan raya. Sekilas gambaran dermaga sekarang beralih fungsi menjadi tempat mainan anak-anak dan kapal di sungai Kahayan dapat dilihat pada gambar berikut. Salah satu kantor dermaga di Kalimantan Tengah Salah satu dermaga di Kalimantan Tengah Salah satu dermaga yang beralih fungsi wisata Keadaan sungai Kahayan di Palangkaraya Gambar 8.10 Keadaan sungai dan dermaga di Kalteng Laporan Akhir VIII - 47

48 3. Keselamatan Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di Keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian 67. Sementara Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. Terpenuhinya standar keselamatan kapal sungai dan danau adalah prosentase terpenuhinya satandar keselamatan kapal sungai dan danau yang beroperasi pada jaringan trayek antar kabupaten/ kota dalam provinsi terhadap total kapan sungai dan danau yang beroperasi pada trayek antar kabupaten/ kota. 68 Setiap kapal yang berlayar di daerah pelayaran wajib memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal sesuai dengan daerah pelayarannya. Kapal yang memenuhi persyaratan melayari daerah pelayaran dengan peringkat yang lebih tinggi, memenuhi persyaratan juga untuk daerah pelayaran dengan peringkat yang lebih rendah. Kapal yang hanya memenuhi persyaratan melayari daerah pelayaran yang lebih rendah dapat diizinkan melayari daerah pelayaran dengan peringkat yang lebih tinggi setelah memenuhi persyaratan kelaikan. Daerah pelayaran yang diizinkan pada suatu kapal dicantumkan dalam sertifikat keselamatan kapal 69. Demikian halnya, kapal angkutan sungai dan danau yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah juga diharuskan memenuhi persyaratan laik operasional. Jumlah kapal sungai yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah sekarang ini adalah sebanyak 96 unit. Dalam rangka menjamin kselamatan pelayaran di sungai, sebaiknya kapal tersebut memiliki persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. Khusus untuk kapal sungai dan danau telah dipersyaratkan bahwa setiap kapal yang melayani angkutan sungai dan danau, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memenuhi persyaratan teknis / kelaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana pelabuhan pada trayek yang dilayani; c. memiliki awak kapal sesuai dengan ketentuan persyaratan pengawakan untuk kapal sungai dan danau; d. memiliki fasilitas utama dan/atau fasilitas pendukung baik bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang, barang dan/atau hewan, sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku; e. mencantumkan identitas perusahaan / pemilik dan nama kapal yang ditempatkan pada bagian kapal yang mudah dibaca dari samping kiri dan kanan kapal; f. mencantumkan informasi/petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan bahasa Indonesia 70. Dalam rangka mengetahui kelaikan dari persyaratan material kapal, maka setiap kapal yang memiliki ukuran dibawah GT 7 ( < 7 GT ) yang akan dioperasikan untuk melayani 67 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota Pada Halalaman Ibid, Hal Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan Pada Pasal 9 70 Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau Pada Pasal 4 Laporan Akhir VIII - 48

49 angkutan sungai dan danau dapat diukur, didaftarkan dan memenuhi persyaratan kelaikan kapal dan pengawakan kapal. Sementara untuk kapal yang memiliki ukuran mulai dari GT 7 ke atas ( > 7 GT ) yang akan dioperasikan untuk melayani angkutan sungai dan danau wajib diukur, didaftarkan, memenuhi persyaratan kelaikan kapal, persyaratan pengawakan kapal, dan dapat diberikan tanda kebangsaan. Kapal yang telah diukur diberikan surat ukur. Sementara kapal yang telah didaftarkan diberikan surat tanda pendaftaran dan tanda pendaftaran. Untuk kapal dengan ukuran mulai dari GT 7 ke atas ( > 7 GT ) yang telah diberi surat ukur dan surat tanda pendaftaran dapat diberikan surat tanda kebangsaan kapal Indonesia. Kapal yang telah memenuhi persyaratan kelaikan kapal dan pengawakan kapal diberikan sertifikat kelaikan kapal dan sertifikat pengawakan kapal. Pemberian surat ukur, surat tanda pendaftaran dan tanda pendaftaran, sertifikat kelaikan kapal dan sertifikat pengawakan kapal dibawah GT 7 ( < 7 GT ) diberikan oleh Bupati/Walikota sebagai tugas desentralisasi 71 Berkenaan dengan itu, untuk mengetahui apakah kapal sungai aspek persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan adanya sertfikat setelah dilakukan pemeriksaan, maka dilakukan wawancara terhadap sepuluh (10) juru mudi kapal angkutan sungai. Dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap sepuluh (10) kapal angkutan sungai, ternyata semua aspek yang dipersyaratkan memiliki sertfikat dan dapat dibuktikan melalui adanya sertifikat pada aspek yang dipersyaratkan tersebut Berdasarkan informasi dari Kantor Kota Palangkaraya, semua kapal sebelum beroperasi haris diukur terlebih dahulu, dan setelah memenuhi persyaratan maka diberikan tanda surat ukur, dan yang melakukan pengukuran adalah SDM yang ada di Dinas Perhubungan Kota Palangkaraya. Setelah sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan, maka Walikota Palangkaraya memberikan surat ukur bagi pemilik kapal di bawah 7 GT. Jika terjadi perubahan nama pemilik kapal, dan perubahan mesin atau struktur konstruksi kapal di bawah 7 GT diharuskan diukur kembali. Artinya, jumlah kapal di bawah 7 GT sebanyak 95 unit memiliki surat ukur. Lebih jelasnya hasil wawancara dan pengamatan pada kapal dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.22 Aspek Keselamatan Yang Dibuktikan Dengan Adanya Sertifikat No Aspek Keselamatan Keberadaan Srtfikat Material Konstruksi Bangunan Permesinan dan Perlistrikan Stabilitas Tata Susunan Radio Elektronik Perlengkapan Alat Penolong Ada sertifikast Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Sumber: Hasil wawancara dan pengataman di lapangan, 2013 Definisi operasional adalah terpenuhinya standar keselamatan dan/atau terpenuhinya standar keselamatan kapal dengan ukuran dibawah 7 GT yang beroperasi pada sungai antarkabupaten/kota dalam propinsi terhadap jumlah kapal angkutan di bawah 7 GT pada lintas angkutan sungai antarkabupaten/kota dalam propinsi. 71 Ibid, Pada Pasal 5 s/d Pasal 6 Laporan Akhir VIII - 49

50 % Keselamatan Kapal Kapal dibawah 7 GT + Kapal penyeberangan memenuhi standar keselamatan = x100 % Kapal Dibawah 7 GT + Kapa penyeberangan lintas antar kab/kota dlm Prop = x 100 % = 100 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi untuk nilai capaian tersedianya pelabuhan penyeberangan pada tahun 2014 ditetapkan 100 %. Sementara hasil nilai capaian dalam tahun 2012 sudah mencapai 100 %. Artinya, jaminan keselamatan angkutan sungai dengan pelayaran antar kota/kabupaten dalam Propinsi Kalimantan Tengah sudah lebih terjamin, terkecuali jika Juru Mudi lagi kurang sehat dan/atau mabuk. Pengertian masing masing aspek keselamatan adalah sebagai berikut; a. Material Persyaratan material adalah kapal yang berbedera Indonesia yang diwajibkan melakukan klasifikasi kapal atau kapal yang wajib kelas dengan kententuan; a. panjang > = 20 m dan atau, b. tonase > = 100 GT dan atau, c. mesin penggerak > = 250 PK dan atau, d. yang melakukan pelayaran Internasional meskipun telah memiliki sertifikat dari Biro Klasifikasi asing 72. Lingkup klasifikasi kapal meliputi: a. lambung kapal, instalasi mesin, instalasi listrik, perlengkapan jangkar, b. Instalasi pendingin yang terpasang permanen dan merupakan bagian dari kapal, c. Semua perlengkapan dan permesinan yang dipakai dalam operasi kapal, d. Sistem konstruksi dan perlengkapan yang menentukan tipe kapal 73. Sebelum kapal dapat diregistrasi di BKI, kapal tersebut harus memenuhi persyaratan dan peraturan teknik BKI. Pemenuhan tersebut melalui proses persetujuan gambar teknik yang selanjutnya dilakukan survey di lapangan. Untuk kapal yang dibangun sesuai dengan persyaratan peraturan klasifikasi akan ditetapkan notasi klas kapal tersebut pada saat selesainya pemeriksaan secara keseluruhan melalui survey klasifikasi dengan hasil yang memuaskan. Untuk kapal yang sudah dioperasikan, BKI juga melaksanakan survey periodei untuk menjamin bahwa kapal masih meemnuhi persyaratan klasifikasi kapal. Seandainya terjadi kerusakan yang mungkin berpengaruh terhadap kondisi klasifikasi diantara masa survey periodic, maka pemilik kapal dan/atau operatornya diwajibkan menginformasikan kerusakan tersebut kepada BKI. 72 Peraturan Menteri Perhubungan No. 7 Tahun Tahun 2013 tentang Kewajiban Klasifikasi Bagi Kapal Berbendera Indonesia Pada Badan Klasifikasi Pasal Laporan Akhir VIII - 50

51 Dalam melaksanakan proses klasifikasi, BKI mengimplementasikan peraturan teknik meliputi; a. evaluasi teknis terhadap rencana desain dan dokumen yang berkaitan dengan kapal yang akan dibangun untuk memeriksa pemenuhan terhadap peraturan yang berlaku; b. melaksanakan survey dan pemeriksaan proses konstruksi kapal di galangan kapal oleh surveyor klasifikasi dan juga pemeriksaan pada fasilitas produksi yang menghasilkan komponen utama kapal, seperti pelat baja, permesinan, generator, propeller dll untuk menjamin bahwa kapal dan komponennya dibangun sesuai dengan persyaratan klasifikasi; c. pada saat selesainya pembangunan tersebut diatas dan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan selama pembangunan, bila seluruh persyaratan dipenuhi, maka BKI akan menerbitkan sertifikat klasifikasi; d. Pada saat kapal tersebut beroperasi/ berlayar, pemilik kapal harus mengikuti program survey periodik dan diluar survey periodic untuk mempertahankan klasifikasinya. Kapal yang sudah memiliki klasifikasi, diwajibkan untuk terus melaksanakan survey yang dipersyaratkan untuk mempertahankan status klasifikasinya. Jenisjenis survey periodik ini, antara lain survey pembaruan kelas (class renewal), survey tahunan, (annual survey), survey antara (intermediate survey) dan survey dok (docking/bottom survey). Selain itu survey poros baling-baling, boiler, permesinan dan survey khusus lainnya sesuai dengan persyaratan klasifikasi. BKI akan menerbitkan survey status dan diinformasikan kepada pemilik. Klasifikasi kapal dilaksanakan berdasarkan pengertian bahwa kapal dimuati, dioperasikan dan dirawat dengan cara yang benar oleh awak kapal yang kompeten dan kualifikasi. Pemilik kapal bertanggung jawab untuk menjamin bahwa perawatan kapal dilakukan dengan cara yang benar hingga survey periodik berikutnya sesuai dengan persyaratan. Juga menjadi kewajiban pemilik kapal atau yang mewakilinya untuk menginformasikan kepada surveyor klasifikasi saat survey diatas kapal, semua kejadian atau kondisi yang berpengaruh terhadap status klasifikasi. Bila kondisi mempertahankan klasifikasi ini tidak dipenuhi, maka BKI akan menegguhkan (suspend) atau mencabut (withdrawn) status klasifikasinya berdasarkan referensi persyaratan klasifikasi. Kapal mungkin akan kehilangan status kualifikasinya untuk sementara atau atau secara permanen. Demikian juga, kapal yang tidak melaksanakan survey periodik tepat waktu sesuai dengan peraturan klasifikasi,maka BKI akan menangguhkan (suspend) status klasifikasinya. Surveyor klasifikasi dalam melaksanakan survey meliputi ; a. Keseluruhan pemeriksaan item survey sesuai dengan daftar isian yang telah didesain sesuai dengan persyaratan kualifikasi; b. Pemeriksaan yang lebih mendetail terhadap bagian-bagian tertentu; c. menyaksikan (witness) proses pengujian (testing), pengukuran (measurement) dan percobaan (trial) untuk meyakinkan pemenuhan terhadap persyaratan klasifikasi. Bila mana surveyor menemukan korosi, kerusakan struktur atau kerusakan lambung kapal, permesinan dan peralatan terkait dimana menurut opini surveyor akan mempengaruhi status klasifikasi kapal tersebut, maka surveyor akan mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasi ketidaksesuaian tersebut diatas. Rekmendasi tersebut wajib dilaksanakan oleh pemilik kapal untuk Laporan Akhir VIII - 51

52 melakukan tindakan perbaikan dan repair pada periode waktu tertentu dalam rangka mempertahankan klasifikasinya. Semua status klasifikasi kapal, berupa sertifikat dan laporan survey yang dikeluarkan oleh BKI dijadikan referensi dalam mengambil keputusan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam operasional kapal tersebut.pihak asuransi mempergunakannya untuk menetapkan premi asuransi dan klaim asuransi, pihak pemilik muatan mempergunakannya untuk jaminan bahwa muatannya diangkut oleh kapal yang laik, pihak pemilik kapal mempergunakannya untuk mengetahui status kondisi kapal dan perawatannya serta untuk kepentingan komersial memasarkan jasanya angkutannya dan pihak Pemerintah mempergunakannya sebagai law enforcemen untuk memberikan clearance atau surat ijin berlayar. Pada sertifikat telah terlihat material dengan kode sebagai berikut ; HTS ; Hight Tensile Steel AL ; Alumuniun FRP ; Fiber Reinforced K ; Kayu b. Konstruksi Konstruksi kapal adalah kekuatan kapal untuk menahan terjangan air yang mampu mengakibatkan tegangan-tegangan konstruksi kapal. Karena itu, haluan sebuah kapal merupakan bagian yang paling besar mendapatkan tekanan dan tegangan, sebagai akibat terjangan terhadap air dan pukulan-pukulan ombak. Untuk mengatasi tegangan-tengangan tersebut, konstruksi haluan sebuah kapal harus dibangun cukup kuat dengan cara sebagai berikut; 1) Di depan sekat pelanggaran bagian bawah, dipasang wrangwrang terbuka yang cukup tinggi yang diperkuat dengan perkuatan-perkuatan melintang dan balok-balok geladak 2) Wrangwrang dipasang membentang dari sisi yang satu ke sisi lainnya, dimana bagian atasnya diperkuat lagi dengan sebuah flens. Pada bagian tengah-tengah wrang secara membujur dipasang penguat tengah ( center girder ) yang berhenti pada jarak beberapa gading linggi depan 3) Gading-gading pada haluan, biasanya jaraknya lebih rapat satu sama lain. Pada jarak 15 % panjang kapal terhitung dari linggi depan, gading-gading pada bagian bawah ( deep framing ) diperkuat, ( 20 % lebih kuat ) kelinganya lebih rapat, juga pelat lutut antara gadinggading dengan kulit kapal, dan juga lajur-lajur di dekat lunas, pelatnya dipertebal Untuk mengetahui, apakah kostruksi layak digunakan maka BKI selalu melakukan pemeriksaan. Jika ternyata layak dan data tahannya baik, BKI memberikan sertifikasi. Sertifikasi konstruksi kapal penyeberangan yang ada di Bengkulu memperlihatkan adanya sertifikasi yang dikeluarkan BKI, artinya persyaratan operasional masih terjamin. Laporan Akhir VIII - 52

53 c. Bangunan Bangunan kapal adalah bentuk dan/atau ukuran sebuah kapal yang terdiri dari ukuran membujur/memanjang ( longtidunial ) dan ukuran melintang/melebar ( transversal) sesuai dengan yang dipersyaratkan. Bangunan kapal harus mampu mencerminkan kelaikan operasional kapal pada saat berlayar. Bangunan kapal akan menggambarkan beberapa aspek: 1) Panjang; a) LOA ( Length Over All ) artinya Panjang seluruhnya atau juga disebut panjang maksimum kapal dari titik linggi haluan sampai pada titik paling belakang pada linggi buritan b) LBP ( Length Between Perpartikuler ), artinya jarak membujur titik potong linggi haluan dengan garis air ( musim panas) c) LOWL ( Length On Board Water Line ), artinya panjang membujur sepanjang garis air ( musim panas ) d) Panjang kapal dapat dikelompokkan pada tiga bagian yaitu: a. panjang seluruhnya disebut LOA,b. Panjang menurut kelas, c. panjang terdaftar /RB, d. panjang sepanjang garis air ( LOWL ) 2) Lebar : a) Lebar terdaftar ( Registered Breadth ) ialah lebar seperti yang tertera di dalam sertifikat kapal ) b) Lebar Tonase ( Tonnage Breadth ) ialah lebar sebuah kapal dari bagian dalam wilayah keringat lambung yang satu sampai ke bagian dalam wilayah keringat lambung lainnya, diukur pada lebar terbesar dan sejajar lunas 3) Dalam : a) Dalam ( Depth) ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal sampai ke geladak lambung bebas. Jarak ini merupakan dalam menurut Biro klasifikasi dimana kapal tersebut dikelaskan b) Dalam Tonase ialah dalam yang dihitung mulai dari alas dasar sampai geladak lambung 4) Ukuran Tegak ( Vertikal ): a) Sarat kapal ialah jarak tegak diukur dari titik terendah badan kapal sampai garis air. Jarak ini sering di istilahkan dengan sarat moulded b) Lambung bebas ( Free Board ) ialah jarak tegak dari garis air sampai geladak lambung bebas atau garis deck ( Deck Line ) 5) Tonase; a) Kapal adalah sebuah benda terapung yang digunakan untuk sarana pengangkutan di atas air. Besarnya kecilnya kapal dinyatakan dalam ukuran memanjang, membujur, melintang, tegak dalam dan ukuran isi maupun berat disebut tonase. Kegunaan ukuran ukuran ini adalah untuk Laporan Akhir VIII - 53

54 mengetahui besar kecilnya sebuah kapal, besar kecilnya daya angkut kapal dan besarnya bea yang akan dikeluarkan b) Tonase sebuah kapal dapat dirinci sebagai ebrikut; (1) Isi kotor ( Gross Tonnage ) GT (2) Isi kotor besarnya tertera di sertifikasi kapal, isi kotor merupakan jumlah (3) Isi ruangan di bawah geladak ukur atau geladak tonase (4) Isi ruangan/tempat-tempat antara geladak kedua dan geladak atas (5) Isi ruangan-ruangan yang tertutup secara permanen pada geladak atas atau geladak di atasnya (6) Isi dari ambang palka ( ½ % dari BRT kapal ) (7) Isi atau volume ruangan ruangan di bawah geladak ukur mengandung pengertian volume dari ruangan-ruangan yang dibatasi: (a) di sebelah atas oleh geladak jalan terus paling atas (b) Di sebelah bawah oleh bagian atas dari jalur dasar dalam (c) Di sebelah samping oleh bagian sebelah dalam gading-gading Bangunan kapal, telah diformulasikan dalam bentuk gambar. Jika ada yang kurang tepat, maka harus diperbaiki, sehingga opearsional kepal tidak mengalami kendala. Oleh kapten kapal penyeberangan sebagai sampel studi telah memperlihatkan sertifikasi bangunan, sebagai bukti bahwa bangunan kapal telah laik digunakan dan laik berlayar. d. Permesinan dan Perlistrikan Mesin listrik merupakan alat listrik yang berputar dan dapat mengubah energi mekanis menjadi energy listrik ( menggunakan Generator AD/DC) serta dapat mengubah energi listrik menjadi energy mekanis (menggunakan Motor AC/DC). Di ain pihak juga dapat menditribusikan energy listrik dari satu rangkaian ke rangkaian lain ( menggunakan Transformator) dengan tegangan yang bias berubah-ubah dan dengan frekuensi yang tetap melalui suatu medium berupa medan magnet atas dasar prinsip Elektro Magnetis. 74. mesin dan listrik adalah suatu yang hakiki dan sangat diperlukan dalam operasional kapal, karena itu kelayakan mesin dan lsitrik harus disertifikasi. Dari ahsil wawancana dengan Kapten Kapal angkutan penyeberangan telah memperlihatkan adanya sertifikasi BKI dalam mesin dan lsirtik, artinya masin dan listrik yang digunakan masih layak digunakan dalam operasional kapal. e. Stabilitas Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal pada saat diapungkan, tidak miring ke kiri atau ke kanan, demikian pula pada saat berlayar disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya pada saat kapal diolengkan oleh ombak atau angin, kapal dapat tegak kembali. Stabilitas kapal dapat dogolongkan dalam dua (2) jenis yaitu 75 : 74 www. national _ blogspot.com/2009/07/defenisi mesin listrik.html, SOLAS, 1984 Laporan Akhir VIII - 54

55 1) Stabilitas melintang kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah melintang yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal. 2) Stabilitas membujur kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget dalam arah membujur yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang berdampak pada kapal Untuk menjaga stabilitas kapal dalam pelayaran diperlukan adanya beberapa perangkat alat, yaitu 76 : 1) Sirip lambung adalah sirip lunas atau disebut juga sebagai Bilge Keel yang berfungsi untuk meningkatkan friksi melintang kapal sehingga lebih sulit untuk terbalik dan menjaga stabilitas kapal. Bisanya digunakan pada kapal dengan bentuk V 2) Tangki menyeimbang merupakan tangki yang berfungsi menstabilkan posisi kapal dengan mengalirkan air ballast kapal dari kiri ke kanan kalau kapal miring ke kiri dan sebaliknya kalau miring ke kanan tangki ini berfungsi untuk menjaga stabilitas kapal 3) Sirip stabilisir merupakan sirip di lunas kapal yang dapat menyesuaikan posisinya pada saat kapal oleng sehingga dapat menjaga stabilitas kapal Mengingat stabilitas kapal sangat urgen bagi operasional, BKI selalu mengingatkan perlu survey secara berkala, agar kapal dapat lebih nyaman, aman serta selamat dalam pelayaran. Kapten kapal, telah memperlihatkan adanya sertifikat stabilitas kapal penyeberangan, sebagai bukti bahwa secara berkala telah dilakukan sertifikasi. f. Tata Susunan Tata susunan adalah penempatan alat-alat keselamatan sesuai dengan fungsinya dan bilamana dibutuhkan secara cepat dapat didapatkan terutama dalam keadaan darurat. Tentunya harus dibantu dengan koridor yang tersedia diserta dengan adanya tanda penujuk. Alat-alat penolong tersebut adalah sebagai berikut 77 ; 1) Alat penolong otomatis ( inflatable liferafts ), yaitu rakit penolong yang ditiup secara otomatis. Alat peniupnya merupakan satu atau lebih botol angina (asam arang) yang diletakkan diluar lantai rakit, 2) Alat-alat apung (Buoyant apparatus). Alat apung ini, dapat terapung, dan dapat menahan orang-orang sehingga dapat tetap terapung. Alat apung meliputi: Sekoci penolong Pelampung penolong, c.rakit penolong yang ditiup secara otomatis dan Baju penolong. Hal ini berguna untuk menolong jiwa manusia pada waktu terjadi kecelakaan kapal yang sangat mendadak. 3) Line throwing apparatus ( alat untuk melempar tali ). Alat ini gunanya untuk melemparkan tali di atas kapal penumpang dan barang harus dilengkapi dengan sebuah alat pelempar tali. Alat tersebut harus dapat melemparkan tali paling sedikit sejauh 230 meter. Kegunaan alat pelempar tali itu ialah untuk mengadakan hubungan tali antara kapal yang dalam 76 htp;//pelayaran.net/tag/pengertian-stabilitas kapal, SOLAS 1960 ( International Convention for The Safety 0f at Life At Sea, 1960 ) Laporan Akhir VIII - 55

56 keadaan membutuhkan pertolongan dengan kapal lain, atau antara kapal yang kandas dengan si penolong didaratan. Alat pelempar tali yang sering atau umum dipergunakan oleh kapal kapal ialah jenis Schermuly. 4) Alat keselamatan pelayaran meliputi alat penolong yang terdiri dari; (1) Alat-alat penolong (live saving appliance), (2) Sekoci (life boat) beserta perlengkapannya, (3) Alat-alat peluncur dewi-dewi (davits), (4) Pelampung penolong (life buoy), Baju penolong otomatis (life jacket or life belt), Rakit penolong otomatis (inflatable life raft), Dan lainnya, (5) Alat-alat pemadam kebakaran. (Fire Appliances) dan (6) Tanda-tanda bahaya dengan cahaya atau suara (light and sound signals). 5) Pelampung Penolong ( Life Buoy ) meliputi dua (2) macam yaitu bantuk lingkiran dan bentuk tapal kuda. 6) Dewi-Dewi ( davits ), adalah alat untuk meluncurkan sekoci dari kapal ke air, yang terdiri dari; (1) Dewi-dewi dengan system berputar ( radial ), dan (2) Dewi-dewi system menuang/brengsel ( luffing davist ). Dewi-dewi dengan system berputar adalah digunakan untuk menurunkan sekoci-sekoci kerja, dan melayani tali-tali. Sementara Dewi-Dewi dengan system menuang ( brengsel/ luffing davits ) adalah digunakan sebagai sekoci penolong kapal pelayaran samudra atau juga hal ini disebut system gravitasi atau kombinasi antara dua system di atas. 7) Sekoci, adalah bagian dari perlengapak pelayaran yang harus dipenuhi pada syarat-syarat pembuatan kapal termasuk konstruksi, mekanis perlengkapannya untuk menurunkan dan mengankat sekoci. Sekoci ini terdiri dari dua bagian yaitu sekoci penolong yang terbuka dengan lambung dan tetap dan disisi dalamnya terdapat kotak-kotak udara, serta sekoci biasa yang terbuka tanpa ada perubahan kotak-kotak udara sebagai alat penambah daya apung. Ditinjau dari segi fungsinya, sekoci dikelompokkan tiga (3 ) bagian yaitu; (a) Sekoci penolong, untuk menolong awak kapal apabila terjadi kecelakaan. (b) Sekoci penyeberang, gunanya untuk mengangkut awak kapal dari tengah laut ke pantai atau sebaliknya. Pada kapal barang kadang-kadang sekoci ini juga dipergunakan untuk menarik tongkang-tongkang muatan dari darat ke kapal dan sebaliknya dimana kebetulan tidak ada motor boat yang tersedia. (c) Sekoci meja, untuk memindahkan barang-barang yang berat dan untuk mengangkut perlengakapan perbaikan kapal. Ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan sekoci penolong dan umumnya mempunyai dasar yang rata. Tata susun peralatan tersebut ditempatkan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh BKI ( Biro klasifikasi Indonesia ), dan oleh Kapten Kapal Penyeberangan sebagai sampel studi telah memperlihatkan penempatan alat keselamatan yang ada sesuai dengan prosedur yang telah diisyaratkan. Penempatan sekoci-sekoci penolong di atas kapal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut 78 ; 1) Harus ditempatkan sedemikian rupa hingga dapat diluncurkan atau diturunkan keair, dalam waktu sesingkat mungkin dan tidak boleh lebih dari. 2) Dapat diturunkan dengan mudah, cepat dan aman walaupun miring 15o. 78 Solas, 1974 Laporan Akhir VIII - 56

57 3) Para pelayar harus dapat cepat dan aman masuk dalam sekoci. 4) Tidak boleh dipasang pada sisi atau bagian belakang kapal,bilamana diturunkan keair akan membahayakan karena dekat propeller. 5) Di atas kapal penumpang penempatan sekoci-sekoci itu diperbolehkan satu diatas lainnya atau berjejer dengan catatan apabila penempatan yang satu diatas yang lainnya harus terdapat alat yang baik untuk menumpu serta menjaga kerusakan pada sekoci yang dibawanya. 6) Untuk kapal barang berukuran kecil, yang daerah pelayarannya terbatas, yang praktis hanya dapat membawa satu sekoci penolong saja maka penempatannya sedemikian rupa dapat diturunkan baik daris isi kiri atau pun dari sisi kanan dengan mudah, umumnya ditempatkan pada Derek dibelakang cerobongnya. Dari hasil pengamatan di beberapa kapal menjadi yang menjadi sampel studi, terlihat bahwa penempatan alat penolong telah ditempatkan sesuai dengan aturan, dan kapten kapal telah menunjukkan sertfikasi tata susunan alat penlong. Karena pentingnya tata susunan alat penolong tersebut, secara utin ada verifikasi dari BKI, sehingga pada saat terjadi musibah, para awak kapal dapat dipastikan dan para penumpang dapat menggunakan secara efektif. Semua alat penolong tersebut, telah ditempatkan pada kapal penyeberangan yang beropearsi di Propinsi NTT. g. Radio Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi ekeltromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang ini melintasi dan merambat lewat udara dan bias juga merambat lewat ruang angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut seperti molekul udara 79. Radio sebagai salah satu media memiliki karakteristik cepat dalam menyampaikan pesan, luas jangkauannya dalam arti tidak mengenal medan, tidak terikat waktu, ringan dan dapat dibawa kemanapun, murah dan tidak memerlukan banyak konsentrasi karena radio hanya untuk didengarkan 80 Radio sangat berfungsi untuk operasional kapal, dan biasanya jenis radio yang digunakan adalah ; 1) GMDSS( Global Maritime Distress Safety System) GMDSS adalah satu paket keselamatan yang disetujui secara internasional yang terdiri dari prosedur keselamatan, jenis-jenis peralatan, protocolprotokol komunikasi yang dipakai untuk meningkatkan keselamatan dan mempermudah saat menyelamatkan kapal dan perahu. GMDS terdiri dari beberapa system dan system ini berfungsi untuk ; a. bersiap siaga ( termasuk memantau posisi dari unit yang mengalami kecelakaan), b. menggkoordinasikan Serach and Rescue, mencari lokasi ( mengevakuasi korban untuk kembali kedaratan ), c. menyiarkan informasi maritime mengenai keselamatan, komunikasi umum, dan komunikasi antar kapal. Radio komunikasi yang spesifik diperlukan sesuai dengan daerah operasi kapal, bukan berdasarkan tonase. Sistem tersebut juga terdiri dari peralatan Laporan Akhir VIII - 57

58 pemancar sinar berulang sebagai tanda bahaya serta memiliki sumber power darurat untuk menjalan fungsinya 81 2) EPIRB ( Emergency Position Indicating Radio Beacon) EPIRB berfungsi untuk mendeteksi keberadaan/lokasi satu benda (kapal laut) yang sedang mengalami distress atau musibah sehingga mempermudah tim SAR atau tim penolong untuk mengetahui lokasi dimana kapal laut mengalami distress atau musibah sehingga cepat untuk mengadakan pertolongan atau bantuan. EPIRB adalah merupkan salah satu alat keselamatan yang berada di atas kapal. Untuk kapal boat atau kapal kecil biasanya ditempatkan di sisi luar main deck atau tempat untuk mudah di realase 82 Dari hasil pengamatan di beberapa kapal sebagai sampel studi, kapal penyeberangan yang ada di Propinsi NTT telah menggunakan EPIRB. Berdasarkan informasi dari kapten kapal, teknologi ini sangat akurat digunakan dan penggunaannya juga relative lebih mudah. Karena radio adalah merupakan salah satu alat keselamatan yang harus ada peda setiap kapal, maka BKI ( Biro Klasifikasi Indonesia ) melakukan survey atau memeriksa tentang kehandalan radio yang digunakan. Setelah dilakukan survey, dan dinyatakan baik, maka selanjutnya diberikan sertfikat radio. Di dalam kapal penyeberangan sebagai sampel studi, kapten kapal telah menujukkan adanya sertifikasi radio, dan alat ini diharuskan diperiksa agar dalam pelayaran terhindar dari permsalahan pada waktu digunakan. h. Navigasi Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage, dan pekerjaan bawah air untuk kepentingan keselamatan pelayaran kapal. Sementara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas kapal 83. Pada setiap kapal diharuskan memiliki kenavigasian,dengan maksud untuk menjamin keselamatan berlayar. Karena bernavigasi berfungsi melayarkan kapal dari suatu tempat ketempat lain. Sistem navigasi di laut mencakup beberapa aspek kegiatan pokok antara lain; a. menentukan tempat kedudukan ( posisi ) dimana kapal berada di permukaan bumi, b. mempelajari serta menentukan rute/jalan yang harus ditempuh agar kapal dengan aman, cepat, selamatn, dan efisien sampai ke tujuan, c. menentukan haluan antara tempat tolak dan tempat tiba yang diketahui sehingga jauhnya/jaraknya dapat ditentukan, d. menentukan tempat tiba bilamana titik tolak haluan dan jauh jauh diketahui 84 Karena itu, navigasi adalah proses melayarkan kapal dari suatu kerjanya 83 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian Pada Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) 84 SOLAS, 1974 Laporan Akhir VIII - 58

59 tempat ke tempat lain dengan lancer aman dan efisien. Alat navigasi dibagi menjadi dua (2) macam yaitu alat navigasi konvensional dan elektronik. Di dalam kapal, yang digunakan adalah navigasi elektronik yaitu radar. Radar singkatan dari Radio Detection AND Ranging yaitu peralatan navigasi elektronik yang berfungsi mendeteksi dan mengukur jarak suatu objek dalam pelayaran. Di samping itu, juga memberikan petunjuk adanya kapal, pelampung, kedudukan pantai dan objek lain disekeliling kapal, alat ini juga dapat memberikan baringan dan jarak antara kapal dan objek-objek lainnya. Mengingat peranan navigasi dalam pelayaran, secara periodek diharus melakukan survey atau uji kelayakan, sehingga keamanan dan keselamatan berlayar dapat lebih terjamin. Kapal yang ditetapkan sebagai sampel studi telah memperlihatkan sertfikasi navigasi yang dikeluarkan oleh BKI. Artinya, navigasi yang ada di kapal penyeberangan tersebut laik digunakan, dan berdasarkan informasi dari Kapten Kapal secara rutin harus diperikasa kelaikan operasional penggunaan alat tersebut, sehingga tidak mengalami permasalahan pada waktu kapal berlayar. i. Alat pertolongan Nama kapal penyeberangan yang menghubungkan Pulau Enggano Bengkulu adalah KMP Raja Enggano dengan GRT ± 400 dengan kapasitas penumpang 400 orang. Sesuai dengan ketentuan SOLAS dengan kapal GT hingga 500 dengan jarak lintasan yang dilayani mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan/alat pertolongan sebagai berikut 85 ; 1) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit 2) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang 3) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) 4) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang 5) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) 6) Means Of Rescue (alat penolong) 7) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) 8) Helicopter Pick Up Area (area 59ystem59ter) 9) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) 10) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) 11) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) 12) SART (2 Unit) 13) Distress Flare 12 14) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) 15) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) 16) Public Address System (59ystem informasi umum) 17) Life Buoys (pelampung) 8 unit 18) Muster list and Emergency instruction 19) (tanda berkumpul dan instruksi bahaya) 20) 1 Unit Survival Craft (perahu kerja) 21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship 22) (sekoci penolong pada dua sisi kapal) 85 SOLAS, 1974 Laporan Akhir VIII - 59

60 Bagi kapal di bawah 7 GT tidak memungkinkan alat pertolongan keselamatan seperti dijelaskan sebelumnya diterapkan bagi kapal di bawah 7 GT, dikarenakan ruang yang sangat terbatas. Karena itu, untuk menjamin keselamatan bagi para penumpang maka yang hanya diperlukan adalah adanya alat pertolongan seperti jaket dan pelampung diharuskan ada dalam kapal di bawah GT 7. Setiap penumpang yang akan masuk kapal langsung dibagikan dan dipakai. Dengan demikian pada waktu perlayaran jaket sudah dipakai penumpang termasuk pelampung dipegang. Hal ini disebabkan, pada waktu terjadi kecelakaan kapal, tidak ada lagi kesempatan Juru Mudi kapal membagibagikan jaket dan pelampung, karena juru mudi juga sudah ikut langsung terjungkal. Karena itu, untuk menjamin keselamatan kapal dibawah GT 7 sebaiknya mengikuti persyaratan yang disesuaikan dengan jumlah penumpang yaitu sebagai berikut; Bagi kapal dengan GT hingga 300 dengan jarak lintasan yang dilayani hingga 15 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut 86 ; 1) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit 2) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang 3) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) 4) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang 5) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) 6) Means Of Rescue (alat penolong) 7) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) 8) Helicopter Pick Up Area (area 60ystem60ter) 9) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) 10) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) 11) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units) 12) SART (1 Unit) 13) Distress Flare 12 14) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) 15) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) 16) Public Address System (60ystem informasi umum) 17) Life Buoys (pelampung) 4 unit Di antara persyaratan tersebut, bagi kapal di bawah GT 7 dikarenakan keterbatasan ruang dan/atau sangat terbatas, sebaiknya yang diharuskan memiliki alat penolong sebagai berikut; 1) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang 2) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya Di lain pihak, untuk menjamin keselamatan operasional kapal, maka beberapa alat yang tersedia perlu siap siaga dalam kapal. Hal ini adalah sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Convensi Berbendera Indonesia ( Non Covention Vessel Standard ) dan keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. UM.008/20/9/DJPL-2012 tentang Pemberlakuan Standard dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia alat keselamatan untuk kapal 7 GT dapat dilihat pada tabel berikut. 86 SOLAS, 1974 Laporan Akhir VIII - 60

61 Tabel 8.23 Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Di Bawah 7 GT Dan Belum dipenuhi Berdasarkan Pengamatan di Lapangan No Peralatan Keselamatan Keberadaan di Kapal Pedoman Magnet Pelorus atau Alat Baring Peta Laut Publikasi Nautika Alat Ukur Kecepatan Perum Gema Indikator Sudut daun Kemudi Corong Pemberitahuan Lampu Isyarat Reflector Sumber : Hasil pengamatan,2013 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada Ada Ada Ada Tidak ada Setelah dilakukan wawancara terhadap Juru Mudi Kapal Sungai dan pengamatan terhadap kapal sungai, ternyata semua peralatan yang disebutkan dalam tabel sebelumnya sesuai sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Convensi Berbendera Indonesia (Non Covention Vessel Standard) dan keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. UM.008/20/9/DJPL-2012 tentang Pemberlakuan Standard dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia belum seluruhnya tersedia di dalam kapal. Di antara sepuluh persyaratan yang telah ditetapkan hanya ada empat (4) unit dan lebih jelasnya lihat tabel sebelumnya. Dalam hal ini defenisi operasionalnya adalah terpenuhinya alah keselamatan dalam kapal dibawah 7 GT yang beroperasi antarkabupaten/kota dalam propinsi atau daerah pelayaran perairan daratan. Karena itu, nilai capaian tersedianya alat keselamatan yang terpenuhinya dalam kapal di bawah bawah 7 GT dapat dihitung dengan rumus; % Pemenuhan Alat Keselamatan Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Dibawah 7 GT = x 100% Alat Keselamatan Yang Wajib Dipenuhi 4 = x 100 % 10 = 40 % Penjelasan masing-masing alat keselamatan adah sebagai berikut; 1) Pedoman Magnet Pedoman adalah sebuah navigasi yang digunakan untuk menetapkan arah di laut, baik berupa haluan kapal maupun baringan. Kompas biasanya disebut pedoman, yang digunakan untuk menentukan arah/haluan kapal serta untuk mengetahui arah benda lain dari kapal ( baringan ) sehingga Laporan Akhir VIII - 61

62 posisi kapal dapat diketahui 87. Pedoman Magnet atau juga disebut Kompas Magnetik terbagi atas kompas magnetic kemudi, kompas magnatik standar. Persyaratan umum pedoman magnetic ( kompas magnetic ) : a) ditempatkan sedemikian rupa sehingga pandangan ke depan dari posisi kemudi, sedapat mungkin tidak terhalangi, berada pada bujur minimal dari kanan depan pada kedua sisi kapal, b) ditempatkan di depan kemudi/control sedemikian rupa sehingga dapat mudah dibaca dari posisi kemudi norma, c) dipasang dengan penerangan yang efisien bersama-sama dengan alat untuk peredup pencahayaan, ditopang dengan alas datar sehingga tetap pada posisi horizontal ketika rumah kompas dimiringkan 40 0 ke arah manapun, d) dipasang pada posisi sedemimian rupa sehingga mudah dilakukan penyesesuaian ( penimbalan ), e) tepat guna dan dipasang di bidang tegak melalui garis tengah membujur kapal ( center lines ). Tempat pemasangan pedoman termasuk unsure magnit untuk keperluan navigasi dan pengawasan dan pengawasan harus sedemikian sehingga alat ini tidak mengalami gangguan yang berarti dari massa besi dan aliran listrik yang ditempatkan didekatnya, f. penempatan pedoman magnet, tidak boleh menghalangi pandangan bebas yang meliputi suatu busur cakrawala sekurang-kurangnya dihitung dari arah lurus ke depan sampai 25 0 di belakang garis melintang kapal pada setiap sisi 88 2) Pelorus atau Alat Baring Poisi adalah tempat kapal berada pada suatu yang dinyatakan dalam lintang dan bujur atau juga disebut baraingan dan jarak dari suatu titik referensi dihitung berdasarkan metode-metode pengambilan posisi. Metode penentuan posisi atau baring meliuti tiga (3) yaitu: a)visual, b) Astronomi, c) Elektronika. Kegunaan baring adalah : (1) Menjamin keselamatan kapal (2) Menentukan elemen-elemen hydrometeo ( angin dan arus ) (3) Menentukan perhitungan lintas laut (4) Memberikan gambaran situasi taktis 3) Peta Laut Peta laut adalah sebagai perangkat peta terdiri dari atas peta pelayaran, jalur perairan dunia, peta ikhtisar, peta cuaca, petunjuk pelayaran/buku kepanduan bahari, daftar suar, daftar pasang surut, daftar stasiun radio, tabel navigasi, choronometer, clinometers, stpwath, jangka, penggaris parallel/mister jajar, segitiga, pensil, karet penghapus, pemberat kertas, tabel logaritma, berita pelaut Indoensia/NTM, tabel arus, daftar peta, dan daftar koreksi peta 89. Persyaratan teknis neliuti: SOLAS, Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Nonkonvensi ( Non Convention Vessel standard Berbendera Indonesia ) Chapter II hal Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi ( Non Convention Vessel Standard Berbendera Indonesia ) Chapter II hal III Ibid, Chapter II hal 9 Laporan Akhir VIII - 62

63 a) Peta-peta yang digunakan untuk navigasi biasanya berupa peta meractorial/lintang bertumbuh, peta proyeksi lingkaran besar/genomonis b) Kertas yang digunakan untuk peta harus memiliki susut minimal sehingga jarak antar titik tidak melebar atau menyempit akibat suhu c) Pensil yang digunakan yang tanda-tanda yang dibuat di atas peta umumnya dapat dihapus tanpa merusak kertas ( pensil jenis 2 B atau yang lembut ) d) Peta harus dimutahirkan dengan informasi resmi, misalnya informasi dari radio, berita pelaut Indonesia ( edisi mengguan)/notice to mariners e) Peta-peta navigasi, jalur perairan dunia, peta cuaca, petunjuk pelayaran, daftar lampu penerangan, daftar pasang surut, daftar sinyal radio, tabel navigasi, berita pelaut Indonesia, dan daftar arus harus diterbitkan secara berkala oleh organisasi pelayaran resmi untuk tujuan navigasi f) Chronometer harus diuji dan dikalibrasi oleh layanana merologi dan harus disesuaikan atau dicatat oleh nahkoda kapal setiap hari 4) Publikasi Nautika Publikasi navigasi ( Penertbitan Navigasi ) adalah publis buku-buku dan bahan-bahan penting yang diterbitkan dan disiarkan untuk membantu seorang navigator dalam melayarkan kapalnya dengan sebaik-baiknya. Buku-buku dan bahan tersebut antara lain; a) peta laut yang erat hubungannya dengan peta laut yaitu berupa catalog peta, b) almanak nautika, c) buku-buku navigasi, d) daftar meliput: suar, daftar pasang surut, daftar ilmu pelayaran, daftar pelampung-pelampung, daftar rambu, daftar isiyarat radio, daftar jarak, dan e) peta khusus seperti peta pandu, peta cuaca, peta arus, peta angin, f) berita pelaut ( BP ) atau Notice to Mariners, g) berita peringatan navigasi ( navigational warning ) 91 5) Alat Ukur Kecepatan Alat ukur kecepatan adalah menghitung jarak yang harus ditempuh oleh kapal dalam suatu haluan tertentu dan/atau jarak/jauh yang ditempuh oleh kapal dalam 1 jam. 6) Perum Gema Perum gema adalah suatu alat yang dirancang untuk mengukur kedalaman laut. Alay tersebut salah satunya adalah Echosounder yaitu suatu alat navigasi elektronik dengan menggunakan system gema yang dipasang pada dasar kapal yang berfungsi untuk mengukur kedalaman perairan, mengetahui bentuk dasar suatu perairan dan untuk mendeteksi gerombolan ikan dibagian bawah kapal secara vertical SOLAS, 1974 & Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi ( Non Convention Vessel Standar Berbendera Indonesia ) 92 SOLAS, 1974 & Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi ( Non Convention Vessel Standar Berbendera Indonesia ) Laporan Akhir VIII - 63

64 7) Indikator Sudut Daun Kemudi Indikator sudut daut kemudi adalah gay dan momen yang bekerja pada kemudi serta gaya dan momen pada kapal ketika kapal berbelok akan berbeda dari jenmis kemudi. Besarnya gaya yang dihasilkan oleh kemudi tergantung pada modifikasi desain ( chamber ) dan sudut serang ( angle of attack ). Bisanya untuk 30 sampai 40 derajat untuk luas 25 % bagian yang tetap ( fixed portion ) dan 75 % bagian yang bergerak ( movable ) akan menghasilkan lebih dari 90 % gaya gaya angkat daripada jenis kemudi 8) Corong Pemberitahuan Corong pemberitahuan adalah suatu alat yang digunakan untuk memberitahukan kepada para penumpang pengumuman tiba kapal dan/atau sedang mengalami kerusakan dan juga digunakan untuk mengumkan keberangkatan kepal. 9) Lampu Isyarat Untuk kapal motor dengan panjang 20 meter atau lebih, lampu tiang harus ditempatkan sebagai berikut; a) lampu tiang depan, atau jika hanya ada satu lampu tiang, maka lampu tersebut dengan tinggi di atas lambung kapal tidak kurang 6 meter, dan jika lebar kapal lebih dari 6 meter, maka tinggi lampu tiang di atas lambung kapal tidak boleh kurang dari ukuran lebar kapal, namun lampu tidak perlu dipasang dengan tinggi lebih dari 12 meter di atas lambing kapal.b) bilamana kapal memiliki dua (2) lampu, maka lampu yang dibelakang harus sekurang-kurangnya 4,5 meter tegak lurus lebih tinggi dari pada yang di depan. Tetapi dalam hal ini perlu diperhatikan sebagai berikut 93 : a) Pemisah secara tegak lampu lampu tiang pada kapal motor harus dibuat sedemikian rupa sehingga dalam kondisi tinggi normal, lampu belakang akan tampak di atas dan terpisah dari lampu depan pada jarak 1000 m dari tinggi muka ketika dilihat dari pemukaan laut b) Lampu tiang kapal motor dengan panjang 12 meter atau lebih namun kurang dari 20 meter harus ditempatkan tinggi di atas bordu kapal namun tidak kurang dari 2,5 meter c) Sebuah kapal motor dengan panjang kurang dari 12 meter boleh memasang lampu yang paling atas dengan tinggi kurang dari 2,5 meter di atas bordu jika lampu tiang tersebut merupakan tambahan dari lampu dari lampu lambung ( sesuai Auran 23 ( c ) (i) tentang COLREG/KEPRES No.5 Tahun 1979 dan lampu buritan maka lampu tiang demikian harus dipasang sekurang-kurangnya 1 meter lebuh tinggi di atas lampu lampu lambung d) Salah satu dari dua (2) atau tiga lampu-lampu tiang yang ditentukan untuk kapal motor ketika digunakan untuk menunda atau mendorong kapal lain harus ditempatkan pada posisi yang sama dengan lampu tiang belakang asalkan bahwa, jika dipasang sekurang-kurangnya harus vertical 4,5 meter lebih tinggi dari lampu tiang depan ; (1) 93 SOLAS, 1974 & Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Convensi ( Non Convention Vessel Standard Berbendera Indonesia) Pasa hal Chapter III hal 38 Laporan Akhir VIII - 64

65 4. Sumber Daya Manusia Studi Evaluasi Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di lampu atau lampu-lampu tiang sebagaimana ditetapkan pada aturan 23 (a) ( COLREG/KEPRES No. 50 Tahun 1979 harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga berada di atas dan bebas dari semua lampu dan bebas rintangan lainnya kecuali seperti diuraikan dalam klausul aturan 23 (a) (ii) (COLREG/KEPRES No. 50 tahun 1979), (2) jika tidak memungkinkan untuk menempatkan lampu keliling seperti ditetapkan dalam aturan 27 (b) (i) atau aturan 28 CORLEG ialah di bawah lampu lampu tiang, maka lampu-lampu tersebut boleh dipasang di atas lampu belakang atau secara vertical di antara lampu tiang depan dan lampu tiang belakang Pada waktu malam hari, satu sama lain di dalam alur pelayaran atau air pelayarann yang sempit, dimana kapal bermaksud menyesul kapal lain, maka harus menunjukkan a) isyarat isyarat pada sulingnya; (1) dua ( 2 ) bunyi lanjut disusul oleh satu bunyi pendek yang berarti saya bermaksud untuk menyusulmu pada sisi lambung kananmu ( I intend to overtake you on your staboard side ), (2) dua (2) bunyi lanjut disusul dua bunyi pendek yang berarti saya bermaksud menyusulmu. Kapal yang akan disusul, harus menunjukkan persetujuannya dengan dengah isyarat berikut pada serulingnya : satu (1 ) bunyi lanjut, satu bunyi pendek, satu lanjut dan satu pendek dalam urutan itu 94 Sumber Daya Manusia ( SDM ) maksudnya adalah tersedianya SDM yang mempunyai kompetensi sebagi awak kapal angkutan laut dengan ukuran di bawah 7 GT. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun Tahun 1998 telah ditegaskan, bahwa jumlah Perwira Kapal Berdasarkan GT.500 s.d < 500 dan KW < 750 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.24 Jumlah Awak Awak Kapal Menurut GT Kapal No JABATAN GT < 500 JML DOC COP 1 MASTER 1 ANT - IV 9c1) ( b-h) 2 CHIEF OFFICER 1 ANT - IV 9c (2-7 ) 3 2 nd OFFICER rd OFFICER RADIO OFFICER 1 ORU/REK -II - 6 BOATSWAIN QUARTER MASTER 1-9f 8 SAILOR COOC 1-9g 94 SOLAS, MESS BOY NO JABATAN KW < 750 JML COC COP 1 CHIEF ENGINEER 1 ATT-IV 10c(2-5) 2 2 nd ENGINEER 1 ATT-IV 10c(2-5) 3 3 rd OFFICER 1 ATT-IV 10c(2-5) 4 4 th OFFICER ENG.FOREMAN 1-10d 6 OILER 3-10d 7 WIPER Laporan Akhir VIII - 65

66 Sumber : Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 Tahun 1998 tentang Perwira Kapal Niaga Pelayaran Kawasan indonesia Mengingat kapal di bawah 7 GT relatif kecil dan daya tampungnyapun tidak terlalu banyak, maka untuk kapal di bahwa 7 GT cukup memiliki dua ( 2) awak kapal. Kedua awak kapal tersebut yaitu Ahli Nautika tingkat V (ANT V) sebanyak satu (1) orang, sementara satu (1) orang sebagai Ahli Teknik Tingkat V (ATT V). AHLI Nautika Tingkat V (ANT V adalah perwira kapal kapal kecil yang digunakan antar pulau). Sementara Ahli Teknik Tingkat V (ATT V) adalah sebagai ahli mesin kapal pelayaran terbatas (AMKPT) atau masinis untuk kapal-kapal kecil antar pulau 95. Berdasarkan wawancara dari pihak Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang Angkutan Laut maupun Bidang Angkutan darat Propinsi Kaliman Tengah serta wawancara dengan Juru Mudi kapal dibawah 7 GT ternyata awak kapal yang ada belum memiliki sertifikat seperti telah dipersyaratkan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut sebaiknya perlu dibuatkan aturan yang jelas, baik dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/ Kota mengharuskan setiap awak kapal di bahwah 7 GT yang ada adi sungai harus memiliki keahlian sebagai Mualim Pelayaran Terbatas dan keahlian bidang mesin kapal pelayaran terbatas. Hal ini dimaksudkan, untuk menghindarkan kecelakaan kapal yang membawa manusia sebagai penumpang. Dengan demikian, nilai capaian tersedianya SDM sebagai awak kapal dikaitkan dengan jumlah kapal sungai di bawah 7 GT sebanyak 95 unit dapat dihitung dengan rumus : % SDM sebagai awak kapal yang professional SDM sebagai awak kapal yang memiliki sertfikat = x 100% Kapal sungai di bawah 7 GT yang memiliki awak kapal Memiliki sertfikast 0 = x 100% 95 = 0 % C. Angkutan Penyebrangan Karena di provinsi Kalimantan Tengah tidak terdapat angkutan penyebrangan maka dalam hal ini tidak dibahas angkutan penyebrangan di provinsi Kalimantan Tengah D. Angkutan Laut 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Laut Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal 96. Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan 95 Pelaut, Undang Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 Ayat (3 ) Laporan Akhir VIII - 66

67 yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut 97. Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan & Informatika c.q Bidang Program Propinsi Kalimantan Tengah sekarang ini belum ada angkutan laut yang melayani antar kabupaten/kota dalam Propinsi Papua Barat. Angkutan laut yang melayani antarkota/kabupaten dalam Propinsi Kalimantan Tengah adalah angkutan laut perintis. Pelayaran-Perintis adalah pelayanan angkutan di perairan pada trayek-trayek yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melayani daerah atau wilayah yang belum atau tidak terlayani oleh angkutan perairan karena belum memberikan manfaat komersial 98. Perairan kapal laut perintis sangat diperlukan pada daerah yang kondisi ekonomi daerah dan masyarakat masih lemah. Karena itu, untuk memobilisasi pergerakan masyarakat dan barang dari dan ke daerah tersebut diperlukan adanya kapal laut perintis. Sekarang ini, jumlah kapal perintis di Propinsi Kalimantan Tengah terdapat sebanyak satu (1) unit kapal utama dan satu (1) unit kapal pengganti, dan untuk lebih jelasnya nama kapal utama dan kapal pengganti dapat lihat tabel berikut. Tabel 8.25 Jumlah Kapal Laut Perintis di Propinsi Kalimantan tengah Dalam Tahun 2013 No Kode Kapal Pangkalan Kapal Utama Trayek Pengganti 1 R - 10 Sukamara KM Bukit KM. Bahtera Hermon Patung Sumber : - Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Kalimantan Tengah, Direktorat LALA, Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, 2013 Sementara jaringan trayek yang telah dilayani oleh angkutan kapal laut perintis dalam suatu Propinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 8.26 Realisasi dan Rencana Jaringan Kapal Perintis Provinsi Kalimantan Tengah No Provinsi/ Pangkalan Kode Trayek Jaringan Trayek dan Jaran (Mil) 1 Sukamara R-9 Sukamara 2- P. Nibung 21 Kuala Jelai 211 Semarang 270 Kuala Pembuang 270 Semarang Kuala Jelai 21 Pulau Nibung 20 - Sukamara Jumlah Jarak (Mil) Ukuran dan type Kapal*) Km. Bukit Patung/ 350 DWT Lama Pelayaran 1 Round Voyage Target Frekuensi per Tanggal 11 Hari 33 Voyage Sumber : - Dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Kalimantan Tengah, Direktorat LALA, Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, 2013 Untuk menghitung nilai capaian tersedianya angkutan laut kapal perintis dengan Kode R.10, langkah pertama yang harus diketahui adalah kapasitas kapal perintis. Berdasarkan data dan informasi, kapasitas kapal perintis Kode R.10 dengan nama KM. Bukit Patung memiliki 196 orang. Kapal tersebut memiliki 33 Voyage. Dengan demikian, kapasitas KM. Bukit Patung dalam satu (1) tahun = 196 orang x 33 = orang. Sementara jumlah penumpang yang diangkut dalam tahun 2011 terdapat sebanyak 512 orang Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan Pada Pasal 1 Ayat (2 ) 98 Undang Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal 1 ayat (8) 99 Direktorat Jenderal Perhubungan Laut- Kementerian Perhubungan, Setelah diolah, 2012 Laporan Akhir VIII - 67

68 Karena itu, nilai capaian tersedianya angkutan kapal perintis yang melayani trayek dengan Kode R.55 dapat dihitung dengan rumus 100 ; % Jaringan Trayek Linier Rata-rata Muatan Penumpang Per Tahun = x 100 % Rata rata Kapasitas Penumpang Yang Tersedia Per Tahun 512 Orang = x 100 % Orang = 7,91 % Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi telah ditetapkan tersedianya kapal laut perintis yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/Kota dalam propinsi pada wilayah yang memiliki alur dan tidak ada alternatif jalan ditetapkan 100% hingga tahun Sementara nilaian capain sekarang ini hanya mencapai 7,91%, artinya perkembangan penduduk yang menggunakan kapal perintis belum begitu berkembang. Faktor lain mungkin disebabkan karena ada transportasi alternatif yang digunakan. Aspek lain yang perlu diperhatikan, dengan angka nilai capaian 7,91 % dalam tahun 2011, artinya bahwa kapal yang melayani trayek tersebut perlu meningkatkan konektivitas pelayanan ke beberapa pulau/daerah lainnya lainnya, sehingga keberadaan apal dapat menjangkau beberapa daereah yang belum terlayani transportasi selama ini. Konotasi lainnya, dengan nilai capaian 7,91 % artinya pada trayek ini tidak perlu peningkatan dan atau penambahan kapal, karena nilaian capaiannya masih relatif rendah yaitu hanya 7,91 %. Kecuali jika nilaia capaiannya mencapai lebih besar dari 65 % (enam puluh lima perseratus) dapat diizinkan penambahan 1 ( satu ) unit kapal dalam satu jaringan trayek tersebut. Sementara jika lebih kecil dari 65 % tidak akan diizinkan penambahan kapal dalam satu jaringan trayek tersebut 101. Lebih jelasnya jaringan pelayanan 100 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 101 Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Pada hal 23 Laporan Akhir VIII - 68

69 Gambar 8.11 Peta Jaringan Trayek R.10 Laporan Akhir VIII - 69

70 2. Jaringan Prasarana Angkutan Laut Kapal Perintis Di Propinsi Kalimantan Tengah, hingga sekarang belum ditemukan adanya pelabuhan kapal angkutan laut antarkota/kabupaten dalam propinsi. Ditemukan adalah pelabuhan kapal laut perintis antarkabupaten/kota dalam propinsi. Karena itulah, yang menjadi kajian dalam hal ini adalah jaringan prasarana (pelabuhan) kapal laut perintis. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi 102. Sementara angkutan laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut kapal perintis. Dalam angkutan laut, haruslah tersedia alur pelayaran di laut, artinya alur pelayaran dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayani kapal angkutan laut. Untuk menjamin kelancaran berlabuh, diperlukan adanya dermaga, yaitu sebagai tempat kapal bersandar untuk naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang. Propinsi Kalimantan Tengah terdiri dari beberapa pulau, karena itu angkutan laut sangat diperlukan, dimana sebelumnya harus tersedia adanya prasarana pelabuhan. Jumlah pelabuhan kapal perintis tersebar di wilayah Propinsi Kalimantan Tengah. Lebih jelasnya pelabuhan kapal angkutan laut kapal perintis dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.27 Nama-Nama Pelabuhan Kapal Laut Perintis di Propinsi Papua Barat Dalam Tahun 2013 No Nama Pelabuhan Fasilitas Eksisting Status 1 Sukamara Dermaga (50x8)m2, Trestle (20x6)m2+ Pelebaran (10,4) m2 Reklamasi (35x70)m2, Fasilitas Darat 2 Kuala Jelay Areal darat, trestle, Dermaga ( 50x 8) 2 Pematangan reklamasi (62,4 x 36,5)m2 Sumber :- Kantor Syahbandar Propinsi Kalimantan Tengah, Ditjen Perhubungan Laut c.q Direktorat LALA, 2013 Sementara rencana pembangunan pelabuhan kapal laut perintis di Propinsi Papua Barat dalam tahun 2013 s/d 2014 per trayek dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 8.28 Kebutuhan Pelabuhan Kapal Laut Perintis di Propinsi Kalimantang Tengah Pangkalan Kode Trayek Pelabuhan Jumlah Pelabuhan Sukamara R- 9 a.pelabuhan Sukamara b.pelabuhan P.Nibung c.pelabuhan Kuala Jelai d.pelabuhan Pembuang Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan pada Pasal 1 ayat (1 ) Laporan Akhir VIII - 70

71 Jumlah Pangkalan Kode Trayek Pelabuhan Pelabuhan Jumlah 4 Sumber : Kementerian Perhubungan Ditjen perhubungan Laut, Direktorat Pelabuhan & Pengerukan, 2013 Berdasarkan data tersebut, jumlah kebutuhan pelabuhan kapal laut perintis di propinsi Kalimantan Tengah terdapat 4 unit, di antaranya yang sudah terbangun hingga sekarang hanya 2 unit. Artinya, jumlah pelabuhan yang masih kurang terdapat dua (2) unit yaitu di P.Nibung dan Kuala Pembuang. Berkenaan dengan itu, nilai capaian tersedianya pelabuhan/dermaga kapal laut perintis dapat dihitung dengan rumus 103 : % Tingkat Pelayanan Dermaga dalam satu propinsi = x 100 % Kabupaten/Kota dalam propinsi yang memiliki alur pelayaran dan Tidak ada alternative jalan 2 unit. = x 100 % 4 unit = 50 % Berdasarkan peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan telah ditetapkan, bahwa tersedianya pelabuhan/dermaga kapal laut perintis hingga tahun 2014 mencapai 100 %. Sementara nilai capaian dermaga pada tahun 2012 hanya 50 %. Karena itu, nilai capaian yang harus dicapai hingga tahun 2014 adalah sebesar 50 % ( 100 % - 50 % = 50 %). Untuk mewujudkan pembangunan pelabuhan/dermaga tersebut perlu adanya kerjasama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terutama dalam pembiaan dan pengadaan tempat sebagai lokasi pelabuhan/dermaga. 3. Keselamatan Keselamatan kapal dalam hal ini adalah difokuskan kepada kapal di bawah 7 GT. Keselamatan adalah terpenuhinya persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian 104 Setiap kapal berukuran tonase kotor kurang dari GT 7 ( < GT7 ) yang dioperasikan hanya di perairan daratan ( sungai dan danau ) dilakukan: a. pengawasan keselamatan kapal, b. pengukuran kapal, c. penertiban pas perairan daratan, d. pencatatan kapal dalam buku 103 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 104 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Laporan Akhir VIII - 71

72 register pas perairan daratan, e. pemeriksaan konstruksi kapal, f. pemeriksaan permesinan kapal,g. pemeriksaan perlengkapal kapal, h. penerbitan sertifikat keselamatan kapal, i. penerbitan dokumen pengawakan kapal, j. pemberian Surat Izin Berlayar dilaksanakan dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten/Kota di tempat pemberangkatan kapal sebagai tugas desentralisasi, k. pemberian izin berlayar berlaku hanya 1 ( satu ) kali perjalanan. Pelaksanaan urusan ini dilaksanakan oleh petugas pemegang fungsi keselamatan pelayaran angkutan sungai dan danau pada dinas Kabupaten/Kota 105 Hal yang sama juga dilakukan pada kapal di bawah 7 GT, dimana persyaratan keselamatan harus dijamin yang berlayar di perairan laut. Surat ukur diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/kota, sementara izin berlayar diberikan oleh syahbandar. Artinya sertifikasi aspek keselamatan juga harus disertifikasi. Berdasarkan informasi dari dinas Perhubungan & Informatika Propinsi Kalimantan Tengah jumlah Kapal dibawah 7 GT yang berlayar di perairan diperkirakan kurang lebih 45 unit, dengan berbagai ukuran di bawah GT 7. Kapal tersebut, juga berlayar di sungai, tetapi kadangkala juga berlayar di perairan laut namun tidak sampai kepedalaman. Batasnya adalah sepanjang masih terlihat daratan, tetapi jika tidak terlihat daratan, rata-rata kapal di bawah 7 GT tidak mau berlayar. Berdasarkan informasi, kapal di bawah 7 GT yang berlayar di perairan harus memiliki surat ukur dan/atau persyaratan keselamatan. Persyaratan keselamatan yang harus dipenuhi adalah meliputi; material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan, serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, belum dapat menunjukkan dan/atau memperlihatkan sertifikat. Karena untuk mengetahui, apakah kapal di bawah GT 7 memiliki persyaratan keselamatan yang dibuktikan dengan sertifikat, telah dilakukan wawancana terhadap 10 Juru Mudi kapal dibawah GT 7 sebanyak 10 orang. Pertanyaanya adalah sekitar kepemilikan sertifikat masing-masing persyaratan keselamatan kapal di bawah GT 7 dan jawabannya dapat dilihat pada tabel berikut; Tabel 8.29 Keberadaan Sertifikasi Pada Kapal di Bawah GT 7 Di Propinsi Papua Barat No Aspek Keselamatan Keberadaan Sertifikat Material Konstruksi Bangunan Permesinan & Perlistrikan Stabilitas Tata Susunan Alat Penolong Radio Elektronik Kapal Alat penolong: a. Jaket b. Pelampung Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Ada sertifikat Tidak ada sertifikat Tidak ada sertifikat Tidak ada sertifikat Tidak ada sertifikat Tidak ada dalam kapal Tidak ada dalam kapal Sumber; -Hasil Wawancara Dengan Juru Mudi di Propinsi Papua Barat, Solas, 1974 Mengingat kapal di bawah 7 GT tidak memiliki ruang yang sempit, maka tata susunan yang telah ditetapkan tampaknya kurang memungkinkan. Karena itu, aturan SOLAS, seperti telah disebutkan sebelumnya menyangkut tata susunan kurang relevan. 105 Peraturan Menteri Perhubungan No. 58 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan No. Km 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau Pada Pasal 6 s/d Pasal 8 Laporan Akhir VIII - 72

73 Defenisi operasional dalam konteks keselamatan bagi kapal di bawah 7 GT adalah terpenuhinya standar keselamatan kapal dengan ukuran di bahwa 7 GT yang beroperasi perairan antarkabupaten/kota dalam propinsi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut 106 ; % Keselamatan Kapal Kapal di bawah 7 GT yang memenuhi standar keselamatan = x 100 % Kapal di bawah 7 GT 0 = x 100 % 95 unit = 0 % Sementara nilai capaian persentase pemenuhan alat keselamatan kapal dengan ukuran di bawah 7 GT yang beroperasi pada perairan antarkabupaten/kota dalam propinsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus 107 : % Pemenuhan Alat Keselamatan Alat Keselamatan Yang Dipenuhi Kapal Dibawah 7 GT = x 100% Alat Keselamatan Yang Wajib Dipenuhi 5 = x 100 % 10 = 50 % Sebagai gambaran kapal di bawah 7 GT yang beroperasi di sungai dan di perairan dapat dilihat pada gambar berikut. 106 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota 107 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Laporan Akhir VIII - 73

74 Gambar 8.12 Contoh Kapal dibawah 7 GT Untuk menjamin keselamatan, alat pertolongan seperti jaket dan pelampung diharuskan ada dalam kapal di bawah GT 7, tentunya disesuikan dengan jumlah penumpang. Mengingat ukuran kapal sangat kecil, maka setiap penumpang yang akan masuk kapal langsung dibagikan dan dipakai setiap penumpang termasuk pelampung dengan ukuran skala kecil. Dengan demikian pada waktu perlayaran jaket sudah dipakai penumpang termasuk pelampung dipegang. Hal ini disebabkan, pada waktu terjadi kecelakaan kapal, tidak ada lagi kesempatan juru mudi kapal membagi-bagikan jaket dan pelampung, karena juru mudi juga sudah ikut langsung terjungkal. Berkenaan dengan itu, untuk menjamin keselamatan kapal dibawah GT 7 sebaiknya mengikuti persyaratan yang disesuaikan dengan jumlah penumpang yaitu sebagai berikut; Bagi kapal dengan GT hingga 300 dengan jarak lintasan yang dilayani hingga 15 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut 108 ; a) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit b) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang c) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) d) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang e) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) f) Means Of Rescue (alat penolong) g) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) h) Helicopter Pick Up Area (area 74ystem74ter) i) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) j) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) k) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units) l) SART (1 Unit) m) Distress Flare 12 n) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) o) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) p) Public Address System (74ystem informasi umum) q) Life Buoys (pelampung) 4 unit 108 SOLAS, 1974 Laporan Akhir VIII - 74

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

Penempatan marka jalan

Penempatan marka jalan Penempatan marka jalan 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan marka jalan ini mengatur pengelompokan marka jalan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya. Tata cara perencanaan

Lebih terperinci

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1244, 2014 KEMENHUB. Jalan. Marka. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminal Menurut Abubakar I, dkk (1995) bahwa terminal transportasi merupakan : 1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagi pelayanan umum. 2. Tempat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PROGRAM & KEGIATAN STRATEGIS BIDANG PERHUBUNGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2019

KEBIJAKAN PROGRAM & KEGIATAN STRATEGIS BIDANG PERHUBUNGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2019 KEBIJAKAN PROGRAM & KEGIATAN STRATEGIS BIDANG PERHUBUNGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2019 DALAM PELAKSANAAN FORUM GABUNGAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2018 Palangka Raya, 21-22

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2006 T E N T A N G MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS JALAN DALAM KOTA PANGKALPINANG DENGAN

Lebih terperinci

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI TERMINAL Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk atau keluar dari sistem jaringan transportasi. Ditinjau dari sistem jaringan transportasi secara keseluruhan, terminal merupakan simpul

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN TOL LINGKAR LUAR JAKARTA (JORR) I E1 SEKSI

Lebih terperinci

Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto

Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto Terminal Halte Bandara Pelabuhan Simpul Tranportasi Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU RAMBU, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN RAMBU-RAMBU LALU LINTAS,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN JALAN TOL CIREBON (PALIMANAN KANCI)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI JALAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL)

Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Saka Bhayangkara Polres Bantul 2012 ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Alat pemberi isyarat lalu lintas berfungsi untuk mengatur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan lalu lintas yang teratur,

Lebih terperinci

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng TERMINAL DEFINISI TERMINAL Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal Transportasi merupakan: 1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. 2. Tempat pengendalian,

Lebih terperinci

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS, RAMBU LALU LINTAS DAN MARKA JALAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS, RAMBU LALU LINTAS DAN MARKA JALAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS, RAMBU LALU LINTAS DAN MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS TOL CIKAMPEK PURWAKARTA PADALARANG (CIPULARANG)

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU- RAMBU, MARKA JALAN

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG (ZoSS). Pasal 1 (1) Pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas pada Zona Selamat Sekolah dilakukan dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI JALAN DENGAN

Lebih terperinci

PENGENALAN RAMBU-RAMBU DAN MARKA LALU LINTAS BAGI SISWA SMK DALAM RANGKA MEMBENTUK PERILAKU TERTIB BERLALU LINTAS

PENGENALAN RAMBU-RAMBU DAN MARKA LALU LINTAS BAGI SISWA SMK DALAM RANGKA MEMBENTUK PERILAKU TERTIB BERLALU LINTAS PENGENALAN RAMBU-RAMBU DAN MARKA LALU LINTAS BAGI SISWA SMK DALAM RANGKA MEMBENTUK PERILAKU TERTIB BERLALU LINTAS Wardan Suyanto, Ed.D wardansuyanto@uny.ac.id Disampaikan dalam Pengabdian kepada Masyarakat

Lebih terperinci

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012 BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, 30-31 Mei 2012 Pengemudi dan pengendara menangkap 90% informasi melalui mata mereka! Engineer harus menyampaikan informasi berguna melalui rambu-rambu dan garis

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN TOL SEMARANG (SEKSI A, SEKSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 04 TAHUN 2003 TENTANG PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 04 TAHUN 2003 TENTANG PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 04 TAHUN 2003 TENTANG PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk menunjang kelancaran, keamanan dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, 18 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ALAT PENGENDALI LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

Lebih terperinci

BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI PAPUA BARAT

BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI PAPUA BARAT BAB IV STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI PAPUA BARAT A. Angkutan Jalan 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang Standar

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 5 TAHUN : 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 20007 PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, PETUNJUK DAN PERINGATAN PADA JALAN TOL BOGOR RING ROAD SEKSI

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai 19 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah juga yang sering terjadi di Jalan Tanjakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI KABUPATEN MURUNG RAYA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, DAN PETUNJUK PADA RUAS JALAN DALAM KABUPATEN SIAK / KOTA SIAK SRI INDRAPURA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah yang juga sering terjadi di Jalan Wonosari,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, MENIMBANG : a. bahwa untuk mengoptimalkan penggunaan fasilitas perlengkapan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB VII STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA

BAB VII STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA BAB VII STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA A. Angkutan Jalan 1. Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan. 81 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG RAMBU-RAMBU, MARKA JALAN, DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI WILAYAH KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang : a. bahwa Lalu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1. Ruang Lingkup Acuan normatif Definisi dan istilah Kendaraan Bermotor Mobil Penumpang...

DAFTAR ISI. 1. Ruang Lingkup Acuan normatif Definisi dan istilah Kendaraan Bermotor Mobil Penumpang... DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup...3 2. Acuan normatif...3 3. Definisi dan istilah...3 3.1 Kendaraan Bermotor...3 3.2 Mobil Penumpang...4 3.3 Mobil Bus...4 3.4 Jumlah Berat yang Diperbolehkan...4 3.5 Jumlah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Terminal Terminal dapat dianggap sebagai alat pemroses, dimana suatu urutan kegiatan tertentu harus dilakukan untuk memungkinkan suatu lalu lintas (kendaraan, barang,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi penilaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah 2.2 Angkutan Undang undang Nomer 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

EVALUASI PURNA HUNI SIRKULASI DAN FASILITAS TERMINAL KARTASURA

EVALUASI PURNA HUNI SIRKULASI DAN FASILITAS TERMINAL KARTASURA 165 EVALUASI PURNA HUNI SIRKULASI DAN FASILITAS TERMINAL KARTASURA An Nuurrika Asmara Dina, Wisnu Setiawan Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 9 Tahun 200 Lampiran : (satu) berkas TENTANG TATALAKSANA PENYELENGGARAAN PELAYANAN DI TERMINAL BIS - KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu 002 O Persimpangan jalan 003 X Permukaan jalan yang menonjol 004 O Turunan berbahaya 005 O Jembatan sempit 006 O Bundaran 007 X alan sempit 008 O Rel kereta api

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-07-04-06-02 LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN KECELAKAAN TUNGGAL MOBIL BUS AKAP JATUH KE DALAM JURANG DAN MASUK SUNGAI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kewenangan bidang perhubungan merupakan

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa kewenangan

Lebih terperinci

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN BERLALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DALAM WILAYAH KOTA SAMARINDA W A L I K O T A S A M A R I N D A Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, segmen jalan perkotaan/semi perkotaan mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO) KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003 Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO) DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah diatur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.19,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Dinas Perhubungan Kabupaten Bantul. Jaringan, lalu lintas, angkutan, jalan. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, PETUNJUK DAN PERINGATAN PADA SIMPANG SUSUN STA 15 + 400 JALAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Doc. No 1 Revised Date Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Pengembangan Data Perhubungan Darat Propinsi Kalimantan Tengah 1 KONDISI WILAYAH DAFTAR ISI 2 3 KONDISI TRANSPORTASI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : TAHUN 2007 SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN BUPATI NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PADA

Lebih terperinci