TINJAUAN YURIDIS PRAKTIK CESSIE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN YURIDIS PRAKTIK CESSIE"

Transkripsi

1 TINJAUAN YURIDIS PRAKTIK CESSIE ATAS SEBAGIAN PIUTANG SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMPAILITKAN CESSUS (Studi Kasus Cessie atas Sebagian Piutang PT Daya Satya Abrasives atas PT Saint Gobain Abrasives Indonesia kepada PT Multi Karya Usaha Bersama) Imam Purbo Jati Abstract This research aims to determine the validity of Partial Assignment on personal lien that undertaken in an effort to obtain the status of bankruptcy for Cessus, especially in the case of Partial Assignment that performed by PT Daya Satya Abrasives to PT Multi Karya Usaha Bersama in order to obtain the status of bankruptcy for PT Saint Gobain Abrasives Indonesia. This research is a normative juridical law using secondary data, such as legislation and books. From this research, it is concluded, that basically, that partial cession was not legally because the implementation of assignment agreement was not carried out in good faith and it has been detrimental to the third party that caused the violation of public order which PT Saint Gobain Abrasives can t use its rights in the field of property because of the status of bankruptcy that given to him. Keywords: bankruptcy; partial assignment on personal lien; public order Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan cessie atas sebagian piutang yang dilakukan sebagai upaya untuk mempailitkan cessus, khususnya dalam kasus cessie atas sebagian piutang PT Daya Satya Abrasives atas PT Saint Gobain Abrasives Indonesia kepada PT Multi Karya Usaha Bersama. Penelitian ini penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan dan buku-buku terkait. Hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pada dasarnya cessie atas sebagian piutang tersebut adalah tidak sah karena pelaksanaan perjanjian cessie tersebut didasarkan pada itikad buruk dan telah merugikan pihak ketiga sehingga menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap ketertiban umum dimana PT Saint Gobain Abrasives Indonesia kehilangan haknya dalam bidang harta kekayaan karena status kepailitan yang diperolehnya. Kata Kunci : cessie atas sebagian piutang; kepailitan; ketertiban umum A. Pendahuluan Dengan semakin berkembangnya perekonomian di Indonesia yang berjalan seiring dengan perkembangan era globalisasi perdagangan dunia telah mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan barang dan jasa di masyarakat. Berbagai bentuk perjanjian baik

2 2 perjanjian bernama 1 maupun perjanjian tidak bernama 2 dilakukan demi untuk mewujudkan keinginan para pihak yang terikat dalam perjanjian dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. 3 Akibat adanya hal yang dijanjikan tersebut yaitu untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu tersebut, 4 maka perjanjian tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang terikat di dalamnya. Kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat antara para pihak tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan yang diperjanjikan. Oleh karenanya dalam suatu perjanjian juga timbul tagihan dari si berpiutang (kreditur) kepada si berutang (debitur) sebagai konsekuensi dari kewajiban atas perjanjian yang belum dilaksanakan oleh debitur tersebut dan bersamaan dengan munculnya tagihan tersebut maka kreditur mempunyai hak tagih kepada debitur atas kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian yang mengikat debitur dan kreditur tersebut. Pada dasarnya hak tagihan yang dimiliki kreditur terhadap debiturnya atas prestasi yang belum dipenuhi hanya dapat dimiliki oleh pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut, yaitu kreditur itu sendiri sebagai konsekuensi bahwa suatu perjanjian hanya dapat berlaku bagi pihak-pihak yang membuatnya. 5 Hal ini berarti bahwa tidak ada pihak-pihak di luar perjanjian yang boleh ikut campur dalam perjanjian antara kreditur dan debitur tersebut termasuk mendapatkan hak tagihan kreditur atas debitur dalam perjanjian tersebut, kecuali bahwa kreditur menjual seluruh/sebagian piutang terhadap debiturnya kepada pihak lain dengan alasan bahwa dia sangat membutuhkan uang sedangkan piutangnya belum jatuh 1 Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai namanya sendiri. Maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banya terjadi sehari-hari. Perjanjian tersebut terdapat dalam Bab V sampai Bab XVII KUHPerdata. (Mariam Darus Badrulzaman, et. al., Kompilasi Hukum Perikatan, cet. 1, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 67.) 2 Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian atau partij otonomi. (Ibid.) 3 Subekti, Hukum Perjanjian, cet.19, (Jakarta: Intermasa, 2002), hlm Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004). Ps Pasal 1340 Ayat (1) KUHPerdata menyatakan, Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.

3 3 tempo sehingga dilakukanlah penjualan piutang tersebut kepada pihak lain dengan harga dibawah nilai nominal piutang dan nantinya pihak yang membeli piutang tersebut yang akan menagih pembayaran kepada debitur sesuai dengan nilai nominalnya. 6 Perbuatan hukum tersebut dapat dimungkinkan untuk dilakukan mengingat ketentuan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) sendiri juga telah mengatur bahwa piutang dapat dialihkan kepada pihak lain sebagaimana diatur dalam pasal 613 KUHPerdata. Dengan adanya pengalihan piutang kreditur atas debitur kepada pihak lain baik dilakukan untuk sebagian maupun seluruh piutang, maka hal ini dapat memperlancar kepentingan kreditur yang mengalihkan piutangnya tersebut. Jual beli piutang tersebut tidak serta merta dapat mengalihkan hak atas piutang tersebut kepada pembeli piutang karena sesuai dengan ketentuan pasal 1459 jo. Pasal 613 KUHPerdata, pengalihan piutang atas nama harus dilakukan dengan cara cessie. Hal ini disebabkan oleh karena perjanjian jual beli piutang antara kreditur (penjual) dengan pembeli piutang merupakan bentuk perjanjian yang bersifat konsensual obligatoir. 7 Fase ini baru merupakan kesepakatan (konsensual) dan harus diikuti dengan perjanjian penyerahan (perjanjian kebendaan). 8 Perjanjian jual beli piutang yang bersifat obligatoir tersebut harus diikuti dengan perjanjian kebendaan untuk mengalihkan hak atas piutang dari kreditur lama, yang disebut sebagai Cedent, kepada pembeli piutang yang akhirnya akan menjadi kreditur baru, yang disebut sebagai Cessionaris, bagi debitur, yang dalam konteks cessie disebut sebagai Cessus. Dengan kata lain bahwa perjanjian jual beli piutang yang bersifat obligatoir harus diikuti dengan perjanjian cessie yang merupakan perjanjian kebendaan (zakelijk) sebagai bentuk penyerahan agar hak tagih Cedent atas Cessus dapat beralih kepada Cessionaris. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan ekonomi yang menuntut persaingan usaha dalam perdagangan baik nasional maupun internasional, pengalihan piutang secara cessie yang telah banyak digunakan demi memperlancar usaha kreditur, ternyata oleh kreditur yang mempunyai itikad buruk juga dapat digunakan untuk mempailitkan Cessus yang mana cessie tersebut berakibat pada terpenuhinya syarat kepailitan sebagaimana ditentukan dalam 6 Soeharnoko dan Endah Hartati, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, cet.3, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm Ibid., hlm Mariam Darus Badrulzaman, et. al., Op. cit., hlm. 68.

4 4 peraturan perundang-undangan tentang kepailitan. Dalam hal pengalihan piutang secara cessie dilakukan untuk seluruh piutang kreditur maka tidak menjadi permasalahan karena hak-hak kreditur lama beralih kepada kreditur baru secara keseluruhan, yang berarti bahwa cessie atas seluruh piutang mempunyai akibat hukum yang penuh. Hal yang dapat menjadi permasalahan adalah apabila pengalihan piutang secara cessie dilakukan untuk sebagian piutang kreditur atas debitur kepada pihak lain. Dalam sejarah Anglo Saxon, cessie atas sebagian piutang yang disebut sebagai cessie parsial ini pernah tidak diperbolehkan, tetapi perkembangan dewasa ini, larangan cessie sudah banyak ditinggalkan, karena memang tidak mempunyai dasar yang kuat untuk melarangnya. 9 Adanya cessie atas sebagian piutang tersebut akan membawa akibat hukum yang terbatas, berbeda dengan cessie atas seluruh piutang. Pada awalnya sebelum perbuatan hukum cessie atas sebagian piutang, debitur hanya mempunyai seorang kreditur. Tetapi, dengan adanya cessie atas sebagian piutang kreditur atas debitur tersebut maka menyebabkan debitur menjadi mempunyai dua kreditur, yaitu Cedent (yang masih mempunyai hak tagih kepada debitur) dan Cessionaris, yang masingmasing memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pemenuhan pembayaran dari debitur pada tanggal jatuh tempo yang sama sesuai dengan jumlah piutangnya sebagai hasil dari cessie atas sebagian piutang. Maksud serta tujuan yang sebenarnya dari dilaksanakannya praktik cessie atas sebagian piutang biasanya baru diketahui oleh debitur Cessus setelah tiba-tiba ada surat panggilan dari Pengadilan Niaga setempat tentang adanya permohonan kepailitan yang diajukan kepada dirinya sehingga dalam hal ini sulit bagi Cessus ingin mengajukan pembatalan cessie atas sebagian piutang yang dilakukan krediturnya. Kondisi tersebut sama halnya dengan kasus sengketa kepailitan yang telah diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat antara PT Daya Satya Abrasives (Pemohon Pailit) melawan PT Saint Gobain Abrasives Indonesia (Termohon Pailit). Pada kasus tersebut PT Daya Satya Abrasives telah mengalihkan sebagian piutangnya secara cessie atas PT Saint Gobain Abrasives Indonesia kepada PT Multi Karya Usaha Bersama. Beberapa hari setelah ditandatanganinya Akta Cessie tersebut, PT Daya Satya Abrasives selaku Cedent mengajukan permohonan kepailitan PT Saint Gobain Abrasives Indonesia selaku Cessus dengan alasan salah satunya bahwa PT 9 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis): Buku Kedua, cet. 1, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 153.

5 5 Saint Gobain Abrasives Indonesia telah mempunyai dua kreditur, yaitu PT Daya Satya Abrasives dan PT Multi Karya Usaha Bersama. Akhirnya oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, permohonan kepailitan PT Daya Satya Abrasives atas PT Saint Gobain Abrasives Indonesia dikabulkan dan putusan ini juga dikuatkan pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Ketidakpastian hukum dalam hal perbuatan hukum cessie khususnya cessie atas sebagian piutang tersebut yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini. Dalam perbuatan hukum cessie atas sebagian piutang yang dilakukan oleh Cedent, Cessus hanya bertindak pasif sebagai pihak ketiga dalam perjanjian jual beli piutang yang kemudian dilanjutkan dengan perjanjian cessie sebagai perjanjian kebendaan untuk mengalihkan hak tagih atas piutang tersebut. Sebagai pihak ketiga, Cessus tidak mungkin mengetahui apa maksud dari pengalihan piutang secara cessie oleh Cedent tersebut karena yang diketahuinya hanyalah kreditur ingin cepat mendapatkan piutangnya untuk melancarkan kegiatan usahanya sehingga Cessus tidak akan mengetahui maksud lain dari pengalihan piutang secara cessie yang dilakukan oleh Cedent tersebut, apalagi jika maksud dari Cedent adalah ingin mempailitkan Cessus. Dengan demikian, sangatlah penting untuk meninjau mengenai keabsahan dari cessie atas sebagian piutang yang dilakukan dengan tujuan sebagai upaya mempailitkan Cessus sekaligus pula meninjau keabsahan permohonan kepailitan yang diajukan atas dasar cessie atas sebagian piutang yang mana menimbulkan akibat hukum yang merugikan pihak Cessus karena lembaga kepailitan seharusnya merupakan upaya terakhir (ultimum remedium) dan bukan menjadi upaya awal (premium remedium) untuk menagih utang kepada debitur. 10 Berdasarkan uraian-uraian latar belakang diatas, dalam skripsi ini akan membahas beberapa permasalahan yang akan diangkat, yaitu: (1) Bagaimana mekanisme dari pelaksanaan cessie atas sebagian piutang yang sah dan mengikat, serta akibat hukumnya bagi para pihak? (2) Bagaimana keabsahan pengalihan sebagian piutang secara cessie PT Daya Satya Abrasives atas PT Saint Gobain Abrasives Indonesia kepada PT Multi Karya Usaha Bersama? (3) Apakah permohonan kepailitan PT Saint Gobain Abrasives Indonesia yang 10 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, ed. 1, cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 83.

6 diajukan oleh PT Daya Satya Abrasives dengan didasarkan pada pengalihan sebagian piutangnya secara cessie kepada PT Multi Karya Usaha Bersama sah secara hukum? 6 B. Pembahasan 1. Mekanisme Pelaksanaan Cessie atas Sebagian Piutang serta Akibat Hukumnya Bagi Para Pihak Dalam Pasal 613 KUHPerdata hanya dijelaskan bahwa cessie dibuat dalam suatu akta otentik atau dibawah tangan serta diberitahukan, atau disetujui atau diakui secara tertulis oleh cessus. Berdasarkan ketentuan Pasal 584 jo. Pasal 613 KUHPerdata tersebut, maka mekanisme pelaksanaan cessie atas sebagian piutang atas nama adalah sebagai berikut: a. Adanya suatu peristiwa hukum yang sah yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang antara kreditur dengan debitur. Dalam hal ini peristiwa hukum yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang adalah perjanjian sehingga dalam pembuatan perikatan tersebut harus tunduk pada ketentuan Buku III KUHPerdata dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. b. Untuk dapat melakukan tindakan hukum cessie, maka tentunya juga harus ada benda tertentu yang akan di-cessie-kan, yaitu piutang atas nama dan benda tertentu tersebut dialihkan melalui suatu peristiwa perdata sebagaimana dijelaskan Pasal 584 KUHPerdata sebelum diserahkan secara cessie dari pihak kreditur kepada pihak ketiga. Peristiwa perdata yang mendasarinya tersebut harus tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku sehingga dalam hal apabila peristiwa perdatanya melanggar hukum dan tidak sah, maka cessie sebagai kelanjutan dari tindakan pengalihan piutang tersebut dari kreditur kepada pihak ketiga juga ikut tidak sah. c. Cessie dibuat dalam suatu akta otentik atau dibawah tangan sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata jo. UU Jabatan Notaris. Dengan demikian, apabila cessie tidak memenuhi syarat materiil sesuai dengan ketentuan Pasal 613 KUHPerdata dan/atau cessie tidak memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam UU Jabatan Notaris, maka cessienya batal demi hukum karena cessie merupakan perjanjian kebendaan untuk mengalihkan piutang atas nama tersebut sehingga dengan tidak dibuatnya cessie

7 7 dalam suatu akta, berarti cessie tersebut telah melanggar syarat objektif pembuatan perjanjian. d. Dengan ditandatanganinya akta cessie tersebut, maka sejak saat itu pula cessie atas sebagian piutang atas nama dinyatakan sah dan mengikat cedent dan cessionaris dan sebagian piutang atas nama telah beralih dari cedent kepada cessionaris. e. Bahwa setelah ditandatanganinya akta cessie tersebut, pihak cessus harus diberitahukan secara tertulis oleh cedent dan/atau cessionaris bahwa telah terjadi pengalihan atas sebagian piutang kreditur kepada pihak ketiga. Dengan adanya pemberitahuan tersebut, maka hal ini mempunyai akibat hukum bahwa cessie tersebut telah mengikat debitur dan mempunyai akibat hukum kepadanya. Kemudian, dengan adanya tindakan hukum cessie atas sebagian piutang tersebut, maka tentunya akan menimbulkan akibat hukum bagi para pihak khususnya pihak debitur (cessus) adalah sebagai berikut: - Bahwa dengan adanya cessie atas sebagian piutang mengakibatkan hanya sebagian piutang cedent terhadap cessus yang beralih kepada cessionaris sesuai dengan perjanjian obligatoirnya (perjanjian pokoknya). - Karena hanya sebagian piutang yang beralih berarti tidak membebaskan cessus dari kewajiban pembayaran utang kepada cedent karena cessus masih memiliki sebagian kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada cedent. - Peristiwa penggantian kreditur tersebut hanya untuk sebagian piutangnya saja dan sebagian piutang yang lain masih berada dalam kepemilikan kreditur lama sehingga kedudukan cedent atas sebagian piutang telah digantikan oleh kedudukan cessionaris, yang berarti cessionaris juga memiliki segala hak yang dimiliki oleh cedent terhadap cessus dan dapat digunakan sepenuhnya sesuai dengan peristiwa perdata yang mendasarinya. - Tindakan hukum cessie atas sebagian piutang mengakibatkan debitur (cessus) memiliki dua kreditur, yaitu cedent dan cessionaris yang masing mempunyai hak yang hampir sama dalam melakukan penagihan kepada cessus dan harus dipenuhi cessus dengan jangka waktu yang sama dengan jangka waktu pemenuhan pembayaran utang dalam hubungan hukum utang piutang antara cessus dan cedent.

8 8 2. Keabsahaan Cessie atas Sebagian Piutang PT Daya Satya Abrasives atas PT Saint Gobain Abrasives Indonesia kepada PT Multi Karya Usaha Bersama Pada dasarnya Pasal 613 KUHPerdata tidak mengatur apa pun mengenai jenis cessie yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan karena hanya mengatur bagaimana cara cessie itu dilakukan agar cessie sah menurut hukum sehingga dapat dikatakan bahwa cessie dalam jenis apa pun termasuk cessie atas sebagian piutang boleh dilakukan asalkan dibenarkan oleh hukum. Menurut Munir Fuady, ada cessie yang tidak dibenarkan oleh hukum, yaitu sebagai berikut: 11 a. Cessie yang bertentangan dengan undang-undang. b. Cessie yang bertentangan dengan ketertiban umum. c. Cessie yang bertentangan dengan kesusilaan. d. Cessie yang secara signifikasi dapat mengubah kewajiban dari pihak debitur. e. Cessie yang dilarang dalam perjanjian yang menimbulkan hak yang dialihkan. Lalu, bagaimana dengan cessie atas sebagian piutang sebagai upaya untuk mempailitkan cessus? Karena Pasal 613 KUHPerdata tidak mengatur apa pun mengenai cessie atas sebagian piutang, maka dalam hal ini dapat ditafsirkan bahwa cessie atas sebagian piutang diperbolehkan oleh hukum asalkan tidak melanggar ketertiban umum, kesusilaan, maupun undang-undang yang berlaku. Walaupun dalam hal cessie diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata yang merupakan bagian dari Buku II KUHPerdata tentang benda, sedangkan ketentuan mengenai perjanjian dibuat harus berdasarkan ketertiban umum, kesusilaan, maupun undang-undang terdapat dalam Pasal 1337 KUHPerdata yang merupakan bagian dari Buku III KUHPerdata tentang Perikatan, namun disini menurut Scholten, cessie tidak hanya berkaitan dengan cara memperoleh hak kebendaan, namun juga berkaitan dengan lembaga hukum perikatan karena adanya cessie ditentukan oleh adanya perjanjian obligatoirnya yang memperjanjikan tentang pergantian kualitas kreditur 12 sehingga sudah merupakan kewajiban apabila secara keseluruhan yang berkaitan dengan peristiwa cessie tunduk pada ketentuan hukum tertulis (undang-undang) dan hukum tidak tertulis (ketertiban umum dan/atau kesusilaan) yang berlaku di masyarakat. 11 Munir Fuady, Op. cit., hlm J. Satrio, Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie & Percampuran Hutang, cet. 2, (Bandung: Alumni, 1999), hlm. 34.

9 Berkaitan dengan keabsahan cessie atas sebagian piutang yang dilakukan PT Daya Satya Abrasives atas PT Saint Gobain Abrasives Indonesia kepada PT Muti Karya Usaha Bersama, maka dalam hal ini perlu diketahui terlebih dahulu duduk perkara yang terjadi dalam kasus tersebut dimana penulis akan sampaikan dalam bentuk alur bagan sebagai berikut: (dalam bagan dibawah ini PT Daya Satya Abrasives disingkat PT DSA, PT Saint Gobain Arbasives Indonesia disingkat PT SGAI, dan PT Multi Karya Usaha Bersama disingkat PT MKUB) Bagan 1: Duduk Perkara Kasus antara PT Daya Satya Abrasives dan PT Saint Gobain Abrasives Indonesia 9 24/01/2007, dibuat suatu perjanjian Commercial Agreement antara PT DSA (Pemohon) dengan PT SGAI (Termohon) 21/5/2010, dibuat Akta Pengalihan Piutang (cessie) No. 108 dihadapan Notaris Humberg Lie 27/5/2010. PT MKUB memberitahukan secara tertulis perihal adanya pengalihan sebagian piutang tersebut kepada PT SGAI Diluar Commercial Agreement, PT SGAI juga mengajukan permintaan kepada PT DSA agar mensupply Ampelas ½ jadi kepada PT SGAI 21/5/2010, PT DSA jual sebagian piutangnya terhadap PT SGAI kepada PT MKUB sebesar Rp ,20 31/5/2010, PT DSA mendaftarkan permohonan pailit atas PT SGAI di Pengadilan Niaga Jakpus Jumlah total tagihan PT DSA terhadap PT SGAI sebesar Rp ,77 PT DSA telah melakukan penagihan berkali-kali kepada PT SGAI 28/7/2010, Majelis Hakim mengabulkan permohonan pailit melalui putusannya Berdasarkan uraian kasus posisi tersebut, adapun tanggapan penulis berkaitan dengan pernyataan bahwa Cessie atas sebagian piutang yang dilakukan PT Daya Satya Abrasives merupakan upaya untuk mempailitkan PT Saint Gobain Abrasives Indonesia (cessus), yaitu: - Bahwa alasan yuridis penulis menyatakan bahwa cessie atas sebagian piutang tersebut dilakukan PT Daya Satya Abrasives hanya untuk mempailitkan PT Saint Gobain Abrasives Indonesia adalah berkaitan dengan akibat hukum dari cessie atas sebagian piutang bagi cessus dan syarat kepailitan itu sendiri, dimana penulis akan membuat suatu perbandingan dalam bentuk tabel, yaitu:

10 Tabel 1: Tabel Perbandingan Akibat Hukum Cessie atas Sebagian Piutang dengan Syarat Kepailitan Akibat Cessie Bagi Cessus Syarat Kepailitan Cessus masih mempunyai kewajiban pembayaran utang kepada cedent; 2. Cessus yang awalnya hanya mempunyai satu kreditur, menjadi mempunyai dua kreditur akibat adanya cessie atas sebagian piutang; 1. Satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih; 2. Adanya dua atau lebih kreditur 3. Pembuktian secara sederhana Dengan demikian untuk menilai keabsahan tindakan hukum cessie yang dilakukan oleh PT Daya Satya Abrasives yang bertujuan hanya untuk mempailitkan debitur/cessus perlu dianalisis berdasarkan tahapan mekanisme pelaksanaan cessie yaitu sebagai berikut: a. Tahap Peristiwa Perdata Peristiwa perdata yang dimaksud disini adalah peristiwa perdata yang mendasari dialihkannya piutang atas nama sebagaimana dimaksud Pasal 584 KUHPerdata, dimana dalam kasus ini adalah berupa perjanjian jual beli piutang atas nama yang diadakan oleh PT Daya Satya Abrasives dan PT Multi Karya Usaha Bersama sehingga dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian jual beli piutang tersebut wajib tunduk pada ketentuan dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan khususnya berkaitan dengan syarat sahnya perjanjian dan pelaksanaan perjanjian. Bahwa disini karena maksud dan tujuan kreditur yang akan mencessie-kan sebagian piutangnya adalah agar kreditur dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debitur sehingga debitur dapat memenuhi syarat untuk dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, maka maksud untuk mempailitkan tersebut berarti telah muncul sejak adanya keinginan kreditur untuk menjual piutang atas namanya melalui perjanjian jual beli piutang yang kemudian diserahkan dengan cara cessie. Berdasarkan hal tersebut maka hal-hal yang perlu dibahas lebih lanjut adalah syarat objektif sebab yang halal sebagaimana 13 Indonesia, Undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No. 37 tahun 2004, LN No.131 Tahun 2004, TLN No. 4443, Ps. 2 ayat (1) jo. 8 ayat (4).

11 11 dimaksud dalam Pasal 1320 jo KUHPerdata, serta pelaksanaan perjanjian jual beli piutang itu sendiri. Kedua hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Syarat sahnya perjanjian sebab yang halal Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata, sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, maupun undang-undang. Hal tersebut berarti bahwa: - kausa terlarang oleh undang-undang, dimana menurut V. Brakel 14, kausa terlarang ini dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu (a) yang prestasinya merupakan tindakan yang dilarang oleh undang-undang, misalnya suatu perjanjian untuk menyelundupkan barang, dan (b) larangan yang berhubungan dengan tanah, misalnya pemilikan tanah oleh orang asing. - kausa yang bertentangan dengan kesusilaan, yang dalam hal ini terdapat dua perbedaan pendapat mengenai dasar apakah suatu kausa bertentangan dengan kesusilaan 15, dimana pendapat pertama, hanya mau menerima kesusilaan dalam lapangan terbatas, yaitu kalau ia merupakan penerapan moral umum pada kalangan terbatas atau hubungan hukum tertentu, sedangkan yang lain, dimana bahwa kesusilaan diartikan dalam arti luas, yaitu mau menerima kesusilaan dalam kalangan yang terbatas, asal tak bertentangan dengan kesusilaan umum. - kausa yang bertentangan dengan ketertiban umum, dimana pada dasarnya kesusilaan berkaitan dengan kesadaran susila bagian terbesar dari anggota masyarakat, sehingga apa yang bertentangan dengan kesusilaan umum mempunyai kaitan pula dengan ketertiban umum. 16 Sedangkan menurut Wiryono Prodjodikoro bahwa ketertiban umum adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepentingan umum, seperti keamanan Negara, keresahan dalam masyarakat, dan lain-lain, dan karenanya dikatakan yang mengenai masalah ketatanegaraan J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian Buku II, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995, hlm Ibid., hlm Ibid., hlm R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, cet. 11, (Jakarta: Sumur Bandung, 1989), hlm. 39.

12 12 Dengan untuk melihat apakah cessie atas sebagian piutang ini melanggar salah satu atau keseluruhan hal diatas, perlu dilihat terlebih dahulu akibat kepailitan sebagaimana maksud dan tujuan dari PT Daya Satya Abrasives untuk mempailitkan PT Saint Gobain Abrasives Indonesia, yaitu: 18 - Secara umum, status kepailitan mempunyai akibat sebagai berikut: i. Seluruh harta kekayaan debitur serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan berada dalam sitaan umum; ii. Semua perikatan debitur yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit, tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit (Pasal 25 UU No. 37 Tahun 2004); iii. Untuk kepentingan harta pailit, segala perbuatan hukum debitur pailit yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit dapat dimintai pembatalan kepada Pengadilan. - Secara khusus, status kepailitan mempunyai akibat sebagai berikut: i. Terhadap suatu perjanjian yang belum/sebagian dipenuhi, mitra dapat meminta kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian (Pasal 36 UU No. 37 Tahun 2004); ii. Terhadap buruh, Kurator dapat mem-phk buruh sesuai dengan UU Ketenagakerjaan (Pasal 39 UU No. 37 Tahun 2004); iii. Debitur pailit yang mengajukan gugatan terhadap tergugat, maka atas permohonan tergugat perkara harus ditangguhkan untuk memberikan kesempatan kepada tergugat memanggil kurator untuk mengambil alih perkara, dan seterusnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa adanya status kepailitan menyebabkan hak subjektif seseorang (orang maupun badan hukum) dilanggar karena sejak adanya kepailitan berarti dia tidak boleh lagi mengurusi harta kekayaannya. Selain itu, bagi debitur yang telah banyak memperkerjakan orang, maka dengan adanya status kepailitan, kurator dapat mem- PHK buruh sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Hal tersebut berarti bahwa cessie atas sebagian piutang yang tujuannya hanya untuk mempailitkan cessus/debitur telah melanggar ketertiban umum karena status kepailitan akan membawa keresahan tidak hanya bagi pihak 18 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm

13 yang menerimanya, namun juga bagi pihak lain yang mempunyai hubungan dengan pihak yang menerima status kepailitan tersebut. 13 2) Pelaksanaan Perjanjian Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hal ini berarti bahwa adanya kebebasan para pihak dalam membuat suatu perjanjian (kebebasan berkontrak) memiliki batasan-batasan tertentu dimana pelaksanaan perjanjian itu tetap mengindahkan norma-norma kepatutan dan kerasionalan. Bahwa untuk mengukur apakah tindakan cessie atas sebagian piutang ini didasarkan pada itikad baik atau buruk, perlu dilihat kembali duduk perkara yang terjadi, dimana ada dua alasan berkaitan dengan kerasionalan, yaitu: - Hal yang patut dipertanyakan adalah pernyataan dari Pihak Pemohon (PT Daya Satya Abrasives) dimana cessie atas sebagian piutang tersebut dilakukan adalah guna kelancaran usaha dan menjaga keuangan perusahaan. Jika memang alasan dilakukannya cessie tersebut hanya untuk keuangan perusahaan, mengapa hanya sebagian piutang saja yang dialihkan? Mengapa tidak seluruh piutangnya yang dialihkan? Dengan adanya pengalihan seluruh piutang, PT Daya Satya Abrasives justru akan mendapatkan kembali piutangnya dan otomatis uang hasil penjualan piutang tersebut akan dapat digunakan untuk tujuan yang lebih tidak hanya sekedar untuk menjaga keuangan saja, melainkan juga dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya. - Dimana tanggal 31 Mei 2010 atau sekitar 4 hari sejak adanya pemberitahuan adanya cessie tersebut (tanggal 27 Mei 2010), secara tiba-tiba PT Daya Satya Abrasives melalui kuasa hukumnya mendaftarkan permohonan pailit atas PT Saint Gobain Abrasives Indonesia. Hal yang ini jelas terdapat suatu maksud serta tujuan khusus dari PT Daya Satya Abrasives dalam mengalihkan piutangnya karena merupakan suatu hal yang tidak wajar apabila secara mendadak, PT Daya Satya Abrasives mengajukan permohonan kepailitan terhadap PT Saint Gobain Abrasives Indonesia sehingga dalam hal ini terkesan bahwa hanya dalam jangka waktu 4 hari tersebut, PT Saint Gobain Abrasives Indonesia harus melunasi hutangnya kepada PT Multi Karya Usaha Bersama dan PT Daya Satya Abrasives walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa utangnya

14 14 terhadap PT Daya Satya Abrasives telah jatuh tempo, sedangkan utangnya terhadap PT Multi Karya Usaha Bersama belum jatuh tempo. Dengan demikian, telah jelas bahwa tindakan cessie atas sebagian piutang yang dilakukan oleh PT Daya Satya Abrasives mengandung unsur ketidakwajaran sehingga dapat dikatakan terdapat adanya itikad buruk dalam melakukan tindakan hukum tersebut. Namun demikian, disini penulis hanya menyatakan berdasarkan pada pendapat penulis semata, sedangkan yang berwenang menilai adanya itikad baik atau buruk tetap merupakan kewenangan dari Majelis Hakim yang memeriksa perkara. Kemudian berkaitan dengan asas individual sebagaimana diatur dalam Pasal 1340 ayat (2) yang dapat ditafsirkan bahwa selain suatu perjanjian hanya berlaku diantara para pembuatnya dimana dalam hal ini berarti perjanjian jual beli piutang hanya berlaku bagi cedent dan cessionaris, perjanjian jual beli piutang tersebut juga seharusnya tidak membawa kerugian bagi pihak ketiga yang dalam hal ini adalah cessus. Oleh karena itu, perjanjian jual beli piutang sebagai dasar untuk melaksanakan cessie atas sebagian piutang ini telah membawa kerugian bagi PT Saint Gobain Abrasives Indonesia sebagai pihak ketiga dalam perjanjian jual beli piutang tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan itikad baik dalam perjanjian jual beli piutang tersebut tidak diperhatikan dengan baik. b. Tahap Perjanjian Kebendaan Tahap perjanjian kebendaan yang dimaksud disini adalah cessie itu sendiri dimana sebagai tindak lanjut atas peristiwa perdata yang mendasarinya untuk mengalihkan suatu benda. Untuk melihat keabsahaan pada tahap ini maka perlu dilihat dalam dua hal yang kumulatif, yaitu materiil dan formil. Agar memenuhi syarat materiil maka perlu dilihat dari keabsahan rechtstitel-nya atau dalam kasus ini adalah perjanjian jual beli piutangnya. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, karena pelaksanaan perjanjian jual beli piutang tersebut didasarkan pada itikad yang tidak baik hanya untuk mempailitkan cessus, maka jelas perjanjian jual beli piutang tersebut patut dipertanyakan keabsahannya karena pada dasarnya suatu perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk berarti perjanjian tersebut batal demi hukum. Dengan demikian, tahap cessie-nya juga ikut tidak sah atau dengan kata lain bahwa piutang atas nama tersebut seharusnya tidak beralih sama sekali sebagai akibat dianutnya

15 teori penyerahan kausal dimana apabila rechtstitel-nya tidak sah, maka penyerahannya juga ikut tidak sah Keabsahan Pengajuan Permohonan Kepailitan PT Saint Gobain Abrasives Indonesia oleh PT Daya Satya Abrasives Berkaitan dengan keabsahan pengajuan permohonan kepailitan tersebut bahwa dalam hal ini terdapat beberapa alasan perlunya mempertanyakan keabsahaan pengajuan permohonan kepailitan oleh PT Daya Satya Abrasives atas PT Saint Gobain Abrasives Indonesia, yaitu: - Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai cessie yang dilakukan PT Daya Satya Abrasives tersebut, telah jelas bahwa terdapat suatu maksud dan tujuan tertentu dari PT Daya Satya Arbasives dalam men-cessie-kan sebagian piutang atas nama yang dimilikinya terhadap PT Saint Gobain Abrasives Indonesia, dan ternyata diketahui bahwa maksud dan tujuan adanya pengalihan piutang tersebut hanyalah untuk mempailitkan cessus (PT Saint Gobain Abrasives Indonesia). Dari maksud dan tujuan yang hanya untuk mempailitkan Cessus dapat diketahui bahwa berarti terdapat itikad buruk dari PT Daya Satya Abrasives karena perbuatan hukum yang dilakukannya tersebut telah merugikan pihak ketiga, yaitu PT Saint Gobain Abrasives Indonesia, yang merupakan pihak ketiga dalam hubungan hukum perjanjian jual beli piutang yang diadakan oleh PT daya Satya Abrasives dan PT Multi Karya Usaha Bersama, yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan hukum cessie sebagai bentuk penyerahannya. Dengan demikian, tindakan hukum tersebut telah bertentangan dengan ketertiban umum serta undang-undang. - Bahwa dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah dianut beberapa asas yang mendasari pembentukan undangundang tersebut sebagaimana telah dijelaskan dalam Penjelasan Umum UU No. 37 Tahun 2004, dimana salah satunya adalah Asas Keseimbangan yang pengertiannya berbunyi: Indonesia, Op. cit., Penjelasan Umum

16 Undang-Undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Kreditor yang tidak beritikad baik. Dengan demikian, permohonan kepailitan yang didasarkan pada itikad buruk seharusnya dapat tolak oleh Hakim. Namun, penolakan ini bukan berarti bahwa ketika perkara ini didaftarkan Hakim berhak untuk menolaknya karena dalam hal ini Hakim justru wajib untuk memeriksanya, baik perkara tersebut terdapat itikad buruk atau tidak. Berkaitan dengan itikad tidak baik tersebut, maka hal itu akan dibuktikan dalam proses pembuktian di persidangan. Dengan demikian, yang dimaksud keabsahan disini adalah terbukti atau tidaknya syarat-syarat kepailitan berkaitan dengan adanya cessie atas sebagian piutang tersebut. Hal-hal yang harus dibuktikan dalam perkara kepailitan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 tahun 2004 adalah sebagai berikut: 16 a. Satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih Dalam sengketa kepailitan antara PT Daya Satya Abrasives melawan PT Saint Gobain Abrasives Indonesia diatas bahwa sebenarnya terdapat dua utang yang dimiliki oleh PT Saint Gobain Abrasives Indonesia, yaitu utang terhadap PT Daya Satya Abrasives dan utang PT Saint Gobain Abrasives Indonesia terhadap PT Multi Karya Usaha Bersama. Namun, UU No. 37 Tahun 2004 hanya mensyaratkan adanya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Dengan demikian, utang tersebut cukup dinilai berdasarkan utang kepada PT Daya Satya Abrasives Indonesia. Lagi pula utang PT Saint Gobain Abrasives Indonesia kepada PT Multi Karya Usaha Bersama merupakan utang yang muncul dari cessie atas sebagian piutang tersebut, dimana patut dipertanyakan keabsahannya. - Utang terhadap PT Daya Satya Abrasives Indonesia Utang yang timbul dalam hubungan hukum antara PT Daya Satya Abrasives dan PT Saint Gobain Abrasives Indonesia termasuk utang dalam arti sempit karena utang tersebut timbul akibat hubungan hukum utang-piutang antara PT Saint Gobain Abrasives Indonesia dengan PT Daya Satya Abrasives. Hubungan hukum utang piutang yang terjadi ini ada dua macam, yaitu pertama, hubungan hukum utang piutang karena Commercial Agreement dimana

17 17 menimbulkan kewajiban bagi PT Daya Satya Abrasives untuk mengoperasikan teknologi produksi ampelas, dan hanya akan akan menjual ampelas yang telah selesai diproduksi kepada PT Saint Gobain Abrasives Indonesia. Kedua, hubungan hukum utang piutang yang terjadi diluar Commercial Agreement, yaitu jual beli ampelas ½ jadi yang dibuktikan dari alat bukti purchase order, Invoice, dan Surat jalan (tanda terima). b. Adanya dua atau lebih kreditur Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa karena cessie merupakan perjanjian kebendaan yang timbul dari suatu peristiwa perdata yang mendasarinya, maka jika pelaksanaan cessie atas sebagian piutang tersebut mengandung unsur itikad tidak baik, secara otomatis maksud dan tujuan daripada PT Daya Satya Abrasives untuk mempailitkan PT Saint Gobain Abrasives ada sejak dibuatnya Perjanjian Jual Beli Piutang atas nama. Dengan demikian, ketika cessie atas sebagian piutang tersebut tidak sah karena peristiwa perdatanya juga tidak sah, maka dalam hal ini munculnya kreditur baru, yaitu PT Multi Karya Usaha Bersama sebagai kreditur dari PT Saint Gobain Abrasives Indonesia juga tidak akan terjadi karena dianggap tidak pernah terjadi adanya cessie atas sebagian piutang tersebut. Hal ini berarti bahwa syarat adanya dua kreditur atau lebih akan terbantahkan karena PT Saint Gobain Abrasives Indonesia hanya mempunyai satu kreditur yaitu hanya PT Daya Satya Abrasives semata. c. Pembuktian sederhana Dari penjelasan mengenai keterkaitan antara keabsahan cessie atas sebgaian piutang tersebut dengan syarat adanya dua kreditur diatas, dapat dilihat bahwa untuk menilai keabsahan suatu perjanjian sangatlah rumit sehingga pembuktiannya tidak dapat dilaksanakan secara sederhana. Pembuktian secara sederhana mempunyai pengertian sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 dimana fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua atau lebih kreditur dan fakta utang yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar. Dengan demikian, dalam kasus ini perlu dipertanyakan lebih lanjut apakah adanya dua kreditur PT Saint Gobain Abrasives Indonesia patut dinyatakan sebagai sebuah fakta karena munculnya PT Multi Karya Usaha Bersama berasal dari hubungan hukum yang patut dipertanyakan keabsahannya. Sehingga sudah

18 18 sepantasnya apabila dikatakan bahwa dalam kasus ini diperlukan pembuktian yang rumit atau pembuktian yang tidak dapat dilaksanakan secara sederhana dan perkara ini seharusnya diselesaikan di Pengadilan Perdata umum. Sebagaimana penafsiran Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 tahun 2004, bahwa apabila syarat-syarat kepailitan tersebut tidak terbukti secara sederhana, maka Majelis Hakim wajib untuk tidak mengabulkan permohonan kepailitan dari pemohon pailit, yaitu PT Daya Satya Abrasives. Dengan tidak terpenuhinya syarat adanya dua kreditur tersebut dan serta pembuktian secara sederhana, maka disini yang bertindak sebagai kreditur dari PT Saint Gobain Abrasives Indonesia hanyalah PT Daya Satya Abrasives dan dia dapat mengajukan upaya penagihan utang dengan biasa ke Pengadilan Perdata umum karena upaya penagihan utang melalui kepailitan merupakan upaya yang tidak biasa dan sudah seharusnya menjadi upaya hukum yang terakhir (ultimum remedium) 20 seandainya juga terpenuhi syarat-syarat kepailitan. C. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Secara garis besar, mekanisme pelaksanaan cessie baik atas seluruh piutang maupun atas sebagian piutang adalah sama karena pelaksanaan cessie baik untuk seluruh piutang maupun sebagian piutang yang sah dan mengikat para pihak, yaitu cedent, cessionaris, dan cessus, harus dilakukan dengan berdasarkan pada ketentuan 613 KUHPerdata. Sedang yang membedakan cessie atas seluruh piutang dan cessie atas sebagian piutang adalah akibat hukumnya. Akibat hukum dari cessie atas sebagian piutang tersebut, pada dasarnya karena hanya sebagian piutang atas nama yang dialihkan, maka hak tagih atas piutang tersebut juga hanya sebagian yang beralih tergantung dari peristiwa perdata yang mendasarinya. Dengan demikian, Cedent masih mempunyai hak tagih atas piutang kepada Cessus dan Cessus kini telah mempunyai dua kreditur yaitu Cedent dan Cessionaris. 20 Hadi Shubhan, Op. cit., hlm. 83.

19 19 b. Pada dasarnya cessie atas sebagian piutang PT Daya Satya Abrasives sebagai upaya untuk mempailitkan debiturnya sendiri yaitu PT Saint Gobain Abrasives Indonesia adalah tidak sah. Dengan melihat akibat hukum pernyataan status kepailitan yang diterima oleh debitur dapat dikatakan bahwa cessie atas sebagian piutang tersebut telah melanggar ketertiban umum sehingga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata. Selain itu, tindakan hukum cessie atas sebagian piutang PT Daya Satya Abrasives sebagai upaya untuk mempailitkan PT Saint Gobain Abrasives Indonesia dapat dikatakan telah melanggar ketentuan Pasal 1340 KUHPerdata dimana pelaksanaan suatu perjanjian tidak boleh merugikan para pihak yang ada dalam perikatan, juga pihak ketiga yang tidak termasuk dalam perikatan tersebut. Dengan demikian, tindakan hukum cessie tersebut dilaksanakan dengan itikad buruk karena niat PT Daya Satya Abrasives dalam membuat perjanjian dengan PT Multi Karya Usaha Bersama untuk mengalihkan piutangnya bukanlah untuk memperlancar kegiatan usahanya, melainkan hanya untuk menagih utang dengan cara yang tidak biasa melalui kepailitan yang dapat merugikan PT Saint Gobain Abrasives Indonesia. c. Bahwa dengan tidak sahnya cessie atas sebagian piutang tersebut, maka secara tidak langsung seharusnya permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh PT Daya Satya Abrasives untuk mempailitkan PT Saint Gobain Abrasives Indonesia tidak dapat dikabulkan oleh Majelis Hakim. Dengan tidak sahnya cessie atas sebagian piutang tersebut seharusnya syarat adanya dua kreditur tidak terpenuhi karena hak milik atas sebagian piutang dianggap tidak pernah beralih dari PT Daya Satya Abrasives kepada PT Multi Karya Usaha Bersama dan piutang atas nama tersebut masih sepenuhnya milik dari PT Daya Satya Abrasives. 2. Saran Terdapat beberapa saran dari penulis agar pelaksanaan cessie tidak disalahgunakan, yaitu sebagai berikut: a. Pelaksanaan cessie perlu mendapat perhatian lebih lanjut dan serius karena selama ini dasar hukum pelaksanaan cessie hanya berlandaskan pada 1 (satu) pasal saja dalam KUHPerdata, yaitu Pasal 613 KUHPerdata. Selebihnya para sarjana hanya menafsirkan

20 20 ketentuan dalam pasal tersebut yang dituangkan dalam beberapa literatur sehingga hanya menjadi sebuah doktrin saja. b. Syarat-syarat pengajuan kepailitan dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU perlu lebih diperketat dan diperjelas kembali agar setiap orang (orang perorangan maupun badan hukum) yang mempunyai utang tidak mudah untuk dipailitkan sehingga upaya kepailitan dapat dijadikan sebagai upaya ultimum remedium dalam melakukan penagihan utang kepada debitur. c. Apabila seorang debitur berada dalam keadaan yang dirugikan oleh tindakan kreditur sehingga mengakibatkan debitur dinyatakan pailit, maka dalam hal ini Kuasa hukum debitur seharusnya lebih jeli, pintar dan kreatif dalam membantu kliennya agar tidak dinyatakan pailit. d. Berkaitan dengan adanya tindakan hukum cessie atas sebagian piutang sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka debitur dapat pula melakukan upaya mengajukan gugatan Perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Perdata umum saat proses kepailitan sedang berlangsung atau apabila sudah dinyatakan pailit untuk membatalkan cessie atas sebagian piutang tersebut, atau apabila debitur sudah dinyatakan pailit, maka dalam hal ini Kurator dapat mengajukan upaya tersebut ke Pengadilan Negeri setempat karena dengan dipailitkannya debitur, seluruh hal yang berkaitan dengan harta kekayaan debitur berada dibawah pengampuan kurator. e. Dalam hal ini Majelis hakim seharusnya lebih berhati-hati dalam memeriksa suatu perkara tidak terbatas pada perkara kepailitan saja, namun juga perkara-perkara lainnya bahwa dengan adanya itikad buruk PT Daya Satya Abrasives dalam melaksanakan perjanjian pengalihan piutang (cessie) yang telah melanggar undang-undang, berarti secara ex-officio Majelis hakim tidak mengabulkan permohonan kepailitan tersebut karena pelanggaran dalam pelaksanaan perjanjian cessie tersebut menjadikan perjanjian tersebut batal demi hukum, tanpa adanya keharusan untuk dimintakan pembatalan perjanjian oleh pihak yang dirugikan.

21 21 DAFTAR PUSTAKA I. BUKU Fuady, Munir. Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek. Cet. 1. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis). Cet. 1. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Hukum Pailit Dalam Teori Dan Praktek. Cet. 4. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, HS, Salim. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Cet. 3. Jakarta: Sinar Grafika, Iriawan, Bagus. Aspek-Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi: Analisis Yuridis tentang Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi Manulife dan Prodential. Bandung: P.T. Alumni, Iriawan, Wawan. Cessie: Piutang Kredit, Hak dan Perlindungan Bagi Kreditur Baru. Jakarta: Djambatan, Jono. Hukum Kepailitan. Ed. 1. Cet. 1. Jakarta: Sinar Grafika, Khairandy, Ridwan. Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak. Jakarta: Pascasarjana Fakultas Hukum, Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Perikatan: Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian. Ed. 1. Cet. 1. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Seri Hukum Bisnis: Pedoman Menangani Perkara Kepailitan. Ed. Revisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia. Cet. 2. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Satrio, J. Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku II. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie & Percampuran Hutang. Bandung: Alumni, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya. Ed. 1. Cet. 3. Bandung: Alumni, Cessie Tagihan Atas Nama. Jakarta: Yayasan DNC, Setiawan, Rachmad dan J. Satrio. Penjelasan Hukum Tentang Cessie. Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010.

22 22 Setiawan, R. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Cet. 5. Bandung: Binacipta, Shubhan, Hadi. Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan. Jakarta: Kencana, Simanjuntak, P.N.H. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Djambatan, Sjahdeini, Sutan Remy. Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa, Suharnoko dan Endah Hartati. Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie. Jakarta: Kencana, Widjaja, Gunawan. Risiko Hukum & Bisnis Perusahaan Pailit. Cet. 1. Jakarta: Forum Sahabat, II. ARTIKEL Kurniawan. Tanggung Jawab Direksi Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Mimbar Hukum Volume 24, Nomor 2 (Juni 2012): Putriyanti, Erma Defiana dan Tata Wijayanta. Kajian Hukum Tentang Penerapan Pembuktian Sederhana Dalam Perkara Kepailitan Asuransi. Mimbar Hukum Volume 22, Nomor 3 (Oktober 2010): Sularto, Perlindungan Hukum Kreditur Separatis Dalam Kepailitan. Mimbar Hukum Volume 24, Nomor 2 (Juni 2012): III. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia. Undang-undang tentang Jabatan Notaris. UU No. 30 Tahun LN No. 17 Tahun TLN No Undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU No. 37 Tahun LN No.131 Tahun TLN No Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh Subekti R. dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1996.

23 23 IV. SKRIPSI/TESIS Kuswiratmo, Aji Bonifasus. Analisis Yuridis Terhadap Hak dan Kewajiban Kreditur Baru yang timbul Karena Perjanjian Pengalihan Piutang (Cessie): Studi Kasus Goal Trading Assets, Ltd. dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Tesis Magister Hukum. Jakarta, Nataliasari, Puteri. Pengalihan Piutang Secara Cessie dan Akibatnya Terhadap Jaminan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia. Tesis Magister Kenotariatan Universitas Indonesia. Depok, 2010.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

CESSIE SEBAGAI BENTUK PENGALIHAN PIUTANG ATAS NAMA

CESSIE SEBAGAI BENTUK PENGALIHAN PIUTANG ATAS NAMA CESSIE SEBAGAI BENTUK PENGALIHAN PIUTANG ATAS NAMA Oleh: AKHMAD BUDI CAHYONO Staff Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam dunia bisnis perputaran modal merupakan indikasi

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PENGALIHAN HAK TAGIHAN MELALUI CESSIE 1 Oleh: Muhamad Rizky Djangkarang 2

ASPEK HUKUM PENGALIHAN HAK TAGIHAN MELALUI CESSIE 1 Oleh: Muhamad Rizky Djangkarang 2 ASPEK HUKUM PENGALIHAN HAK TAGIHAN MELALUI CESSIE 1 Oleh: Muhamad Rizky Djangkarang 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah jaminan hukum terhadap pengalihan hak

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan jika terdapat fakta atau keadaan yang terbukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PENGALIHAN PIUTANG ATAS NAMA (CESSIE) KARENA WANPRESTASI PT. BANK SRI PARTHA KEPADA PT. SRI PARTHA PUSAKA DENPASAR

ASPEK HUKUM PENGALIHAN PIUTANG ATAS NAMA (CESSIE) KARENA WANPRESTASI PT. BANK SRI PARTHA KEPADA PT. SRI PARTHA PUSAKA DENPASAR ASPEK HUKUM PENGALIHAN PIUTANG ATAS NAMA (CESSIE) KARENA WANPRESTASI PT. BANK SRI PARTHA KEPADA PT. SRI PARTHA PUSAKA DENPASAR Oleh Ida Bagus Gede Partha Suwirya I Gst. Ayu Puspawati Dewa Gde Rudy Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun belakangan ini, nampak adanya kemajuan yang sangat berarti bagi pembangunan di bidang ekonomi, akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

07/11/2016 SYARAT DALAM CESSIE. Pengalihan Hak dalam Kontrak (cessie) & Pengalihan Kewajiban (delegasi) CESSIE

07/11/2016 SYARAT DALAM CESSIE. Pengalihan Hak dalam Kontrak (cessie) & Pengalihan Kewajiban (delegasi) CESSIE Pengalihan Hak dalam Kontrak (cessie) & Pengalihan Kewajiban (delegasi) Disusun oleh : 1. Bambang Arif Dermawan Katili 156010200111087 (35) 2. Cesari Harnindya Mukti 156010200111021 (07) 3. Hamzah Ibnu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap perusahaan membutuhkan dana investasi sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan bisnis perusahaan itu sendiri. Hal tersebut

Lebih terperinci

Journal Of Judicial Review

Journal Of Judicial Review Tinjaun Yuridis Terhadap Pengalihan Piutang Melalui Cessie Menurut KUHPerdata Siti Nur Janah Abstract Account receivable from the events of the legal form of a treaty on behalf of the bill. In the bill

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA JUDUL PENGALIHAN PIUTANG SECARA CESSIE DAN AKIBATNYA TERHADAP JAMINAN HAK TANGGUNGAN DAN JAMINAN FIDUSIA TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA JUDUL PENGALIHAN PIUTANG SECARA CESSIE DAN AKIBATNYA TERHADAP JAMINAN HAK TANGGUNGAN DAN JAMINAN FIDUSIA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA JUDUL PENGALIHAN PIUTANG SECARA CESSIE DAN AKIBATNYA TERHADAP JAMINAN HAK TANGGUNGAN DAN JAMINAN FIDUSIA TESIS PUTERI NATALIASARI NPM : 0806427631 FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

ANALISA MENGENAI PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO.22/PAILIT/2003/PN

ANALISA MENGENAI PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO.22/PAILIT/2003/PN ANALISA MENGENAI PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO.22/PAILIT/2003/PN.NIAGA/JKAT-PST DALAM PERKARA PT HANIF DINAMIKA YANG DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NO 4 TAHUN 1998 TENTANG KEPAILITAN Oleh : Dendi Tjahjadi

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) diatur pada pasal 222 sampai dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan ketidakmampuan membayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan dengan manusia lain. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014 AKIBAT HUKUM PUTUSAN PENGADILAN NIAGA TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 1 Oleh : Evie Sompie 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perjanjian kredit, pihak kreditor perlu untuk mengantisipasi kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada kepastian

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga Putusan pernyataan pailit adalah putusan yang diberikan oleh pengadilan niaga atas permohonan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini memberi pengaruh yang tidak menguntungkan terbadap kehidupan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan

Lebih terperinci

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Syarat Permohonan Pernyataan Pailit Dalam UUK dan PKPU disebutkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI Oleh Ni Komang Nopitayuni Ni Nyoman Sukerti Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak masalah. Modal

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepailitan merupakan kondisi dimana debitor yang telah dinyatakan pailit tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2 AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah akibat hukum yang timbul dari kelalaian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. keputusan kepailitan masih banyak yang tidak tepat dan salah dalam

BAB III PENUTUP. keputusan kepailitan masih banyak yang tidak tepat dan salah dalam BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penerapan prinsip-prinsip hukum kepailitan oleh Hakim dalam pengambilan keputusan kepailitan masih banyak yang tidak tepat dan salah dalam mengartikannya. Kesalahannya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN Oleh: Adem Panggabean A. PENDAHULUAN Pada dunia bisnis dapat terjadi salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya membayar hutang-hutangnya kepada

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penerapan Pengajuan Kepailitan Perusahaan Sekuritas dalam Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterpurukan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan menyisakan sedikit yang mampu bertahan.

Lebih terperinci

Diwa Ardhaza dan Parulian Aritonang. Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Kegiatan Ekonomi.

Diwa Ardhaza dan Parulian Aritonang. Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Kegiatan Ekonomi. Analisis Terhadap Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Berdasarkan Ketentuan UUK-PKPU (Tinjauan Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 355 K/Pdt.Sus PKPU/2013) Diwa Ardhaza dan Parulian Aritonang Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, baik dilihat dari segi

BAB I PENDAHULUAN. keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, baik dilihat dari segi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu motif utama badan usaha meminjam atau memakai modal adalah keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, baik dilihat dari segi jumlah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman maka semakin tinggi tingkat problematika sosial yang terjadi. Di zaman yang yang semakin berkembang bukan hanya masalah hukum yang menjadi

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana

Lebih terperinci

ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN

ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN 90 Jurnal Cepalo Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2018 ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN Rilda Murniati Fakultas Hukum, Universitas Lampung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, yang merata secara materiil maupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI 1. Ketentuan Dalam Pasal 21 UUJF Mengenai Benda Persediaan yang Dialihkan dengan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI Oleh : Anak Agung Cynthia Tungga Dewi Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA Oleh I Komang Indra Kurniawan Ngakan Ketut Dunia Ketut Sukranatha Hukum Perdata, Fakultas

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H A. PENGANTAR Disaat pertama kali kita mendengar Pailit, maka yang pertama kali ada di dalam bentak kita adalah bangkrut. Bangkrut, diidentikkan dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

DAFTAR REFERENSI. Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001. DAFTAR REFERENSI I. Buku Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001. Djojosoedarso, Soeisno. Prinsip-Prinsip Manajemen Resiko Dan Asuransi.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan BAB IV PEMBAHASAN A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit Karyawan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG

PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG (Studi pada Kantor Notaris dan PPAT Harti Virgo Putri, S.H.

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci