BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan
|
|
- Hengki Sugiarto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan dengan manusia lain. Salah satu bentuk dari hubungan yang dilakukan oleh manusia tersebut adalah hubungan hukum. Hubungan hukum ialah hubungan yang terhadapnya hukum melekatkan hak pada satu pihak dan melekatkan kewajiban pada pihak lainnya. 1 Hubungan hukum ini timbul dari adanya perbuatan hukum, dimana perbuatan hukum merupakan perbuatan yang memang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum. Contoh perbuatan hukum dalam lingkungan hukum perdata adalah perikatan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang kemudian disingkat KUHPerdata), tidak dijelaskan mengenai definisi dari perikatan. Pasal 1233 KUHPerdata hanya menyebutkan tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan atau karena undang-undang. Oleh karena KUHPerdata tidak memberikan pengertian mengenai perikatan, maka beberapa pakar hukum memberikan definisi mengenai perikatan yakni salah satunya mendefinisikan perikatan sebagai hubungan hukum yang terjadi antara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, 1 Mariam Darus Badruldzaman et all, 2001, Hukum Perikatan dalam Rangka Menyambut Masa Bakti Purna Usia 70 Tahun, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1.
2 2 dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. 2 Pihak yang berhak atas pemenuhan prestasi disebut sebagai kreditor, sedangkan pihak yang wajib melakukan pemenuhan prestasi disebut sebagai debitor. Kreditor dan debitor ini kemudian disebut sebagai subyek perikatan. 3 Perikatan memiliki pengertian yang berbeda dengan perjanjian. Dalam Pasal 1131 KUHPerdata perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, sedangkan perikatan memiliki arti suatu hubungan hukum yang dapat lahir karena perjanjian maupun karena undang-undang. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dilihat bahwa perikatan ruang lingkupnya lebih luas dibandingkan perjanjian, sebab perikatan selain bisa timbul karena perjanjian, juga bisa timbul karena undang-undang. Dalam hukum perjanjian, pada asasnya perjanjian hanya mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya saja. Asas ini dikenal sebagai asas pacta sunt servanda yang secara tersurat dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini selalu melekat dalam suatu perjanjian, namun demikian KUHPerdata sendiri tetap memberi kesempatan kepada pihak ketiga untuk bisa masuk dalam perjanjian yang dibuat kreditor dan debitor. Pihak ketiga ini dapat menggantikan kedudukan kreditor atau debitor. 2 Ibid. 3 Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta., hlm. 98.
3 3 Penggantian debitor harus diketahui atau persetujuan kreditor, sedangkan penggantian kreditor dapat terjadi secara sepihak. 4 Dalam hal kedudukan kreditor digantikan oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga melakukan pemenuhan prestasi debitor kepada kreditor yang menimbulkan akibat hukum pergantian kedudukan kreditor oleh pihak ketiga. Pergantian kedudukan kreditor oleh pihak ketiga ini dalam KUHPerdata dikenal dengan istilah subrogasi. Subrogasi atau perpindahan hak kreditor kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepada kreditor, dapat terjadi karena persetujuan atau karena undang-undang 5. Seorang pihak ketiga yang melunasi utang seorang debitor kepada kreditornya, mengakibatkan lenyapnya hubungan hukum antara debitor dengan kreditornya, namun pada saat yang sama hubungan hukum tadi beralih kepada pihak ketiga yang melakukan pembayaran kepada kreditor. 6 Pergantian kedudukan kreditor oleh pihak ketiga secara otomatis terjadi apabila pihak ketiga ini melakukan pelunasan terhadap seluruh utang debitor kepada kreditornya, sehingga kemudian debitor tidak lagi mempunyai kewajiban untuk membayar utangnya kepada kreditor, melainkan pemenuhan atas utang tersebut beralih kepada pihak ketiga. Pergantian kedudukan kreditor ini memang dapat terjadi dengan mudah apabila pihak ketiga membayar seluruh utang debitor kepada kreditor, sebab dengan demikian pihak ketiga akan menggantikan kedudukan kreditor secara penuh, sehingga hak dan tuntutan dari kreditor seluruhnya akan beralih 4 Mariam Darus Badruldzaman et all, Op.Cit., hlm Pasal 1400 KUHPerdata 6 Mariam Darus Badruldzaman et all., hlm
4 4 kepada pihak ketiga. Namun yang menjadi persoalan adalah bagaimana halnya apabila yang terjadi pihak ketiga hanya melunasi sebagian utang debitor kepada kreditornya, bagaimana terkait kedudukan dan hak tagih pihak ketiga terhadap debitor? Salah satu contoh mengenai persoalan tersebut yakni dalam perkara Permohonan Pernyataan Pailit antara PT Chandra Sakti Utama Leasing (PT CSUL) sebagai Pemohon Pailit terhadap Alex Korompis sebagai Termohon Pailit yang merupakan penanggung pribadi dari PT Hutan Domas Raya (PT HDR) dalam Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst. Duduk perkara ini berawal yakni antara Pemohon Pailit dan PT HDR sepakat untuk membuat dan menandatangani Perjanjian Induk Sewa Guna Usaha (Master Lease Agreement), dimana PT HDR memilih fasilitas berupa penjualan dan penyewaan kembali (sale and lease back) atas 12 barang modal dari Pemohon Pailit. Bersamaan dengan disepakatinya Perjanjian Induk Sewa Guna Usaha tersebut, ternyata Pemohon Pailit juga menginginkan untuk dibuat perjanjian penanggungan atas perjanjian tersebut, sehingga akhirnya dibuatlah perjanjian penanggungan dimana Alex Korompis (Termohon Pailit) sebagai penanggung dari PT HDR yang melepaskan hak-hak istimewanya. Pelepasan hak-hak istimewa yang dilakukan oleh Termohon Pailit sebagai penanggung ini sendiri membawa akibat hukum yakni kedudukan Termohon Pailit ini sama dengan PT HDR yakni sebagai debitor dari Pemohon Pailit, sehingga Pemohon Pailit dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap
5 5 Termohon Pailit tanpa harus Pemohon Pailit mempailitkan PT HDR terlebih dahulu. Perjanjian induk sewa guna usaha yang telah disepakati sebelumnya itu kemudian ditindak lanjuti dengan pengajuan penawaran sewa dan penerimaan yang dikirim oleh Pemohon Pailit kepada Termohon Pailit, dimana atas penawaran sewa dan penerimaan tersebut, Termohon Pailit menyatakan untuk menerimanya. Berdasarkan atas penawaran sewa dan penerimaan tersebut inilah, Termohon Pailit memiliki utang sewa kepada Pemohon Pailit, hingga pada saat Permohonan Pernyataan Pailit diajukan tanggal 13 Desember 2004, Termohon Pailit masih memiliki utang sewa yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah sebesar USD 755, Utang tersebut belum termasuk bunga dan denda keterlambatan. Tanggal 6 Desember 2004, sebelum Permohonan Pernyataan Pailit diajukan, diketahui bahwa ternyata Pemohon Pailit telah menjual sebagian piutangnya terhadap Termohon Pailit kepada PT Prima Solusi Sistem (selanjutnya disebut PT PSS) sebagai pihak ketiga sebesar USD 50,000 yang dibuktikan dengan adanya alat bukti berupa Akta Perjanjian Pengalihan/Jual Beli Piutang dan Akta Penyerahan Hak (Cessie). Dalam dalil permohonan Pemohon Pailit dan tanggapan dari PT PSS menyebutkan yang pada intinya penjualan sebagian piutang yang mereka lakukan telah memenuhi ketentuan apa yang disebut dengan cessie sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata, sehingga menimbulkan akibat hukum yakni PT PSS memiliki kedudukan yang sama dengan
6 6 Pemohon Pailit sebagai kreditor dari Termohon Pailit, dan oleh karenanya maka salah satu syarat pailit yaitu adanya dua kreditor atau lebih telah terpenuhi. Termohon Pailit kemudian menanggapi dalil Pemohon Pailit dan tanggapan PT PSS dengan menyebutkan bahwa salah satu syarat cessie yakni harus ada pemberitahuan mengenai penjualan piutang kepada debitornya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 613 KUHPerdata tidak terpenuhi, karena Pemohon Pailit tidak memberitahukan atau tidak ada pemberitahuan mengenai adanya penjualan sebagian piutang tersebut kepada Termohon Pailit, sehingga PT PSS bukan merupakan kreditor dari Termohon Pailit, dan oleh karenanya maka syarat pailit harus adanya dua kreditor atau lebih tidak terpenuhi. Majelis Hakim Pengadilan Niaga kemudian memberikan pertimbangannya dengan menyatakan bahwa syarat cessie yaitu mengenai harus adanya pemberitahuan kepada debitor mengenai adanya cessie dalam perkara tersebut telah terpenuhi karena terdapat bukti berupa tanda terima atas pemberitahuan Akta Perjanjian Pengalihan/Jual Beli Piutang dan Akta Pengalihan Hak (cessie) tersebut atas nama Pemohon Pailit kepada Termohon Pailit. Berdasarkan hal tersebut, maka syarat pemberitahuan mengenai adanya cessie sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata telah terpenuhi dan oleh karenanya menjadikan PT PSS juga berkedudukan sebagai kreditor dari Termohon Pailit, sehingga syarat pailit yaitu harus adanya dua kreditor atau lebih telah terpenuhi. Majelis Hakim Pengadilan Niaga kemudian menjatuhkan putusan yang pada intinya mengabulkan permohonan Pemohon
7 7 Pailit dan menyatakan Termohon Pailit pailit dengan segala akibat hukumnya. Termohon Pailit yang merasa tidak puas terhadap putusan tersebut kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam tingkat kasasi, Mahkamah Agung berpendapat bahwa penjualan sebagian piutang yang dilakukan oleh Pemohon Pailit kepada PT PSS bukan termasuk cessie sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata, melainkan subrogasi yang diatur dalam Pasal 1400 KUHPerdata. Mahkamah Agung mendasarkan pertimbangannya tersebut pada alat bukti berupa Akta Pengalihan/Jual Beli Piutang yang pada pokoknya berisi penjualan sebagian piutang yang dilakukan oleh Pemohon Pailit (Termohon Kasasi) sebesar USD 50,000 kepada PT PSS, pembayarannya telah diterima seluruhnya oleh Pemohon Kasasi sebelum Akta Perjanjian Pengalihan/Jual Beli Piutang dan Akta Pengalihan Hak (Cessie) tersebut ditandatangani, dengan demikian yang dijual oleh Termohon Kasasi kepada PT PSS disebut sebagai subrogasi seperti yang dimaksud dalam Pasal 1400 KUHPerdata, bukan pengalihan piutang (cessie) sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata. Mahkamah Agung dalam pertimbangan selanjutnya menyebutkan bahwa menurut Pasal 1403 KUHPerdata, kedudukan PT PSS sebagai pembeli sebagian hak tagih Termohon Kasasi (subrogasi) tidak menggantikan kedudukannya sebagai kreditor dari Pemohon Kasasi dan tidak menjadikannya bersama-sama dengan Termohon Kasasi sebagai kreditor dari Pemohon Kasasi, oleh karena hak tagih yang dimiliki PT PSS baru dapat
8 8 digunakan setelah hak tagih Termohon Kasasi terpenuhi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara sederhana adanya dua kreditor dari Pemohon Kasasi. Oleh karena itu, Mahkamah Agung menjatuhkan putusan yakni membatalkan Putusan Pailit Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti menetapkan masalah sebagai berikut: 1. Mengapa pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst berbeda dengan pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005 berkaitan dengan penjualan piutang? 2. Bagaimana akibat hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005 yang membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti yakni sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui alasan perbedaan pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst dengan pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005 berkaitan dengan penjualan piutang.
9 9 b. Untuk mengetahui akibat hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005 yang membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst. 2. Tujuan Subyektif Tujuan subyektif penelitian ini adalah dalam rangka penyusunan penulisan hukum untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelurusan penelitian kepustakaan yang telah dilakukan oleh peneliti, belum pernah ada penulisan hukum yang membahas mengenai Subrogasi Sebagian terhadap Kedudukan dan Hak Tagih Pihak Ketiga kepada Debitor dalam Kepailitan (Studi Komparasi Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005), namun peneliti menemukan penulisan hukum yang hampir mirip dengan penulisan hukum peneliti. Penulisan hukum tersebut berjudul Perlindungan Hukum bagi Kreditor Pengganti dalam Subrogasi oleh Khadijatus Sholinah, dengan rumusan masalah : 1. apakah dalam setiap subrogasi selalu diperlukan adanya persetujuan dari pihak debitor?, 2. bagaimana perlindungan hukum bagi pihak ketiga selaku kreditor pengganti?. Kesimpulan penulisan hukum tersebut adalah : 1. untuk terjadinya subrogasi (pengalihan hak kreditor) sebagaimana diatur dalam
10 10 Pasal 1400 KUHPerdata tidak disyaratkan adanya persetujuan dari pihak debitor karena kepada siapapun kreditor berpindah dan berapa kalipun kreditor berpindah maka debitor demi hukum wajib memenuhi prestasi kepada kreditor baru, 2. ketentuan-ketentuan KUHPerdata yang mengatur tentang subrogasi telah memberikan jaminan dan perlindungan hukum yang memadai kepada kreditor baru. Adanya ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perlindungan hukum yang memadai kepada kreditor baru dalam subrogasi di antaranya Pasal 1400, Pasal 1401 sub 1, Pasal 1401 sub 2, dan Pasal 1402 KUHPerdata. 7 Penulisan hukum tersebut meskipun hampir mirip dengan penulisan hukum peneliti, namun tetap ada perbedaan, dimana dalam penulisan hukum peneliti, peneliti fokus mengkaji mengenai subrogasi sebagian terhadap kedudukan dan hak tagih pihak ketiga kepada debitor dalam kepailitan yang dilakukan dengan melakukan Studi Komparasi Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 51/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 06 K/N/2005. Fokus pembahasan dalam penulisan hukum peneliti yang berbeda dengan penulisan hukum milik Khadijatus Sholinah, tentunya akan menghasilkan rumusan masalah yang berbeda, sehingga dengan demikian dapat memperlihatkan keaslian penelitian dalam penulisan hukum peneliti dan jika ternyata dikemudian hari terdapat penulisan hukum yang serupa dengan penulisan hukum ini tanpa sepengetahuan peneliti, maka hal tersebut 7 Khadijatus Sholinah, 2011, Perlindungan Hukum bagi Kreditor Pengganti dalam Subrogasi, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada.
11 11 bukan suatu kesengajaan, namun diharapkan penulisan hukum ini dapat menambah informasi dan melengkapi penulisan hukum yang telah ada sebelumnya. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat akademis maupun manfaat praktis, yakni sebagai berikut: 1. Manfaat akademis a. Memberikan sumbangan pengetahuan dalam hukum perdata khususnya terkait subrogasi sebagian terhadap kedudukan dan hak tagih pihak ketiga kepada debitor dalam kepailitan. b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi mahasiswa fakultas hukum yang sedang melakukan penelitian yang serupa dengan tema penelitian ini. 2. Manfaat praktis a. Manfaat bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada peneliti terkait subrogasi sebagian terhadap kedudukan dan hak tagih pihak ketiga kepada debitor dalam kepailitan. b. Manfaat bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya mahasiswa fakultas
12 12 hukum mengenai subrogasi sebagian terhadap kedudukan dan hak tagih pihak ketiga kepada debitor.
kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perjanjian kredit, pihak kreditor perlu untuk mengantisipasi kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada kepastian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan
Lebih terperinciKESALAHAN PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM TERHADAP KEDUDUKAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING VI
KESALAHAN PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM TERHADAP KEDUDUKAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING VI (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 016/K/N/2007) STUDI KASUS HUKUM Oleh: HERMAWAN SUTRISNO Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan jika terdapat fakta atau keadaan yang terbukti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan
Lebih terperinciASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak
ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini memberi pengaruh yang tidak menguntungkan terbadap kehidupan ekonomi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi utama Bank adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan nasional kearah peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepailitan merupakan kondisi dimana debitor yang telah dinyatakan pailit tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain. Hanya dalam kehidupan bersamalah manusia dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak masalah. Modal
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di
Mekanisme Perdamaian dalam Kepailitan Sebagai Salah Satu Cara Penyelesaian Utang Menurut Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus PT. Pelita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus
Lebih terperinciKUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG
0 KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG (Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor Register 318.K/Pdt/2009 Tanggal 23 Desember 2010) TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Guna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap perusahaan membutuhkan dana investasi sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan bisnis perusahaan itu sendiri. Hal tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.
BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan biasanya pada umumnya dikaitkan dengan utang piutang antara debitor dengan kreditor yang didasarkan pada perjanjian utang piutang atau perjanjian
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana
Lebih terperinciBerdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya
Lebih terperinciBAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah
Latar Belakang Masalah BAB VIII KEPAILITAN Dalam undang-undang kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT
TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT ( Putusan Pengadilan Niaga Jak.Pst Nomor : 1 / PKPU / 2006. JO Nomor : 42 / PAILIT /2005 ) STUDI KASUS HUKUM Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Lebih terperinciB. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN
3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Penelitian Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini. Sengketa merupakan sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun Putusan pailit ini dapat dikatakan menghebohkan, k arena tidak ada yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kasus kasus kepailitan belakangan ini semakin banyak terjadi di Indonesia. Salah satu contohnya adalah kasus putusan pailit terhadap PT. Telkomsel yang dijatuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang ataupun barang kepada debitor, dengan didasari asumsi bahwa kreditor percaya debitor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang
BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu
Lebih terperinciBAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN
15 BAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN 1. Guarantor dengan Personal Guarantee : 1.1 Definisi Guarantor is a person or entity that agrees to be responsible for another s debt or a
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut
III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut juga dengan penelitian hukum teoritis atau penelitian hukum dogmatik karena tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya
Lebih terperinci(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih
ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO: 01/ PEMBATALAN PERDAMAIAN/ 2006/ PN. NIAGA.JKT. PST. TENTANG PEMBATALAN PERDAMAIAN TERHADAP P.T. GORO BATARA SAKTI (SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih FAKULTAS
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga Putusan pernyataan pailit adalah putusan yang diberikan oleh pengadilan niaga atas permohonan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah penduduk di Indonesia yang
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah
No.1514, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS
Lebih terperinciPENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara
Lebih terperinciBAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO.
69 BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO.022/K/N/2001) 4.1 Posisi Kasus Untuk membantu memahami kewenangan menggugat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin
Lebih terperinciDisusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H
Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H A. PENGANTAR Disaat pertama kali kita mendengar Pailit, maka yang pertama kali ada di dalam bentak kita adalah bangkrut. Bangkrut, diidentikkan dengan keadaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut (Subekti, 1979:7-8). Selain lahir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sehari-sehari adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari interaksi antara satu dengan yang lain. Interaksi sehari-hari itu dilakukan
Lebih terperinciPERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak )
PERJANJIAN PINJAMAN Perjanjian pinjaman ini ( Perjanjian ) dibuat pada hari dan tanggal yang disebutkan dalam Lampiran I Perjanjian ini, oleh dan antara: 1. Koperasi Sahabat Sejahtera Anda, suatu koperasi
Lebih terperinciBAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam rangka menyejahterakan hidupnya. Keinginan manusia akan benda
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan merupakan keinginan manusia terhadap barang atau jasa yang dapat memberikan kepuasan jasmani maupun kebutuhan rohani dalam rangka menyejahterakan hidupnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada tanah. Dalam berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan
Lebih terperinciBAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR. Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan perundang-undangan yang
BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR A. Syarat dan Prosedur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang Diajukan Oleh Debitur Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan perekonomian Indonesia baik dibidang perbankan, industri, real
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian Indonesia baik dibidang perbankan, industri, real estate, properti, eksport import dan lain sebagainya menumbuhkan banyak perusahaan-perusahaan
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2
AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah akibat hukum yang timbul dari kelalaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan memiliki rumah yang terjangkau bagi banyak orang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Kebutuhan akan rumah menempati kedudukan kedua setelah makanan. Tanpa rumah, manusia akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS YANG SETORAN MODALNYA BERASAL DARI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
48 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS YANG SETORAN MODALNYA BERASAL DARI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 3.1 Perlindungan Preventif Persoran Terbatas Didalam pendirian PT para pihak harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan disegala bidang ekonomi oleh masyarakat memerlukan dana yang cukup besar. Dana tersebut salah satunya berasal dari kredit dan kredit
Lebih terperinci1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak
UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PT Pupuk Kalimantan Timur (selanjutnya disebut PKT) adalah suatu perseroan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT Pupuk Kalimantan Timur (selanjutnya disebut PKT) adalah suatu perseroan terbatas yang didirikan menurut dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Utang piutang acap kali menjadi suatu permasalahan pada debitor. Masalah kepailitan tentunya juga tidak pernah lepas dari masalah utang piutang. Debitor tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah lepas dari interaksi dengan sesama. Bahkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pokok permasalahan yang penulis uraikan pada bab IV, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Perjanjian sewa guna usaha (leasing) pesawat udara A330-202
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman maka semakin tinggi tingkat problematika sosial yang terjadi. Di zaman yang yang semakin berkembang bukan hanya masalah hukum yang menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam mencapai kebutuhan hidupnya saling berinteraksi dengan manusia lain. Masing-masing individu dalam berinteraksi adalah subjek hukum yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.
BAB I PENDAHULUAN Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa semua perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang. Oleh karena itu, para pihak dalam melaksanakan
Lebih terperinciBAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK
BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK A. Syarat Kepailitan PT. Telkomsel. Tbk Seorang debitor dapat dinyatakan pailit atau dalam keadaan pailit apabila telah dinyatakan oleh hakim atau pengadilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lazimnya dalam suatu gugatan yang diajukan oleh kreditor terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah penelitian Lazimnya dalam suatu gugatan yang diajukan oleh kreditor terhadap debitor yang lalai memenuhi isi suatu kontrak, selalu disertai permohonan agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perikatan di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata. perikatan yang lahir dari undang undang. Akibat hukum suatu perikatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perikatan di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata membedakan dengan jelas antara perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun
Lebih terperinciseperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri
seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi berperan positif dalam pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi diantaranya dalam peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dapat mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. 5 Guna mewujudkan hal. tersebut diperlukan adanya pemungutan pajak.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam mendukung pelaksanaan pembangunan nasional. Penerimaan negara dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank sesuai dengan Pasal 1 butir 2 Undang-undang no.10 tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun belakangan ini, nampak adanya kemajuan yang sangat berarti bagi pembangunan di bidang ekonomi, akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat perlu melakukan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi tidak semua masyarakat mempunyai modal yang cukup untuk membuka atau mengembangkan
Lebih terperinciBAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR
BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR 3.1. Upaya Hukum dalam Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dalam penyelesaian permasalahan utang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi
Lebih terperinciLex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014
AKIBAT HUKUM PUTUSAN PENGADILAN NIAGA TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 1 Oleh : Evie Sompie 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
Lebih terperinci