STUDI PENURUNAN TANAH (LAND SUBSIDENCE) DENGAN PENGUKURAN GLOBAL POSITION SYSTEM (GPS) DAN VLF-EM DI DAERAH LUMPUR SIDOARJO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PENURUNAN TANAH (LAND SUBSIDENCE) DENGAN PENGUKURAN GLOBAL POSITION SYSTEM (GPS) DAN VLF-EM DI DAERAH LUMPUR SIDOARJO"

Transkripsi

1 TESIS RG STUDI PENURUNAN TANAH (LAND SUBSIDENCE) DENGAN PENGUKURAN GLOBAL POSITION SYSTEM (GPS) DAN VLF-EM DI DAERAH LUMPUR SIDOARJO JUAN PANDU GYA NUR ROCHMAN DOSEN PEMBIMBING Dr. Ing. Teguh Hariyanto, M.Sc Dr.A.Syaeful Bahri, S.Si, MT Ira Mutiara A. ST, M.Phil, PhD PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN SURVEY DAN PEMETAAN JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 i

2 THESIS RG STUDYING LAND SUBSIDENCE USING GPS AND VLF-EM METHODS IN LUSI MUD VOLCANO JUAN PANDU GYA NUR ROCHMAN SUPERVISORS Dr. Ing. Teguh Hariyanto, M.Sc Dr.A.Syaeful Bahri, S.Si, MT Ira Mutiara A. ST, M.Phil, PhD MASTER PROGRAM SURVEYING AND MAPPING MANAGEMENT EXPERTISE DEPARTMENT OF GEOMATICS ENGINEERING THE FACULTY OF CIVIL AND PLANNING SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2014 iii

3

4 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, yang selalu melimpahkan Rahmat dan PetunjukNYA sehingga Tesis berjudul STUDI PENURUNAN TANAH (LAND SUBSIDENCE) DENGAN PENGUKURAN GLOBAL POSITION SYSTEM (GPS) DAN VLF-EM DI DAERAH LUMPUR SIDOARJO dapat selesai dengan baik dan tepat waktu. Selesainya tesis ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, karena itu penulis sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu selesainya tesis ini, terutama kepada : 1. Kedua Orang Tua (Ibu & Ayah), Keempat adik-adik dan Keluarga besar yang selalu mendukung dengan doa ataupun support yang lain sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas akhir ini dengan baik. 2. Direktur Jendral Perguruan Tinggi (DIKTI) atas pemberian beasiswa Unggulan kepada penulis. 3. Dr-Ing. Ir. Teguh Hariyanto, M.Sc selaku Pembimbing I dan Koordinator Magister Teknik Geomatika atas kesempatan, bimbingan, dukungan dan bantuan yang telah diberikan hingga tesis ini dapat terselesaikan. 4. Dr. A. Syaeful Bahri, S.Si MT, selaku pembimbing II yang dengan sabar membantu dan memberi diskusi sehingga Thesis ini dapat terselesaikan dengan baik. 5. Ira Mutiara A. ST, M.Phil, PhD selaku pembimbing III atas segala masukan dan sarannya. 6. Prof.Dr. Ir. Bangun MS DEA DESS dan M. Nur Cahyadi, D.Sc selaku penguji atas saran dan masukannya. 7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen dan karyawan Teknik Geomatika ITS, yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya. 8. Teman-teman S2 Teknik Geomatika atas persahabatan dan persaudaraannya. 9. Laboratorium Geofisika ITS atas peminjaman alat VLF-EM xi

5 10. Teman teman laboratorium Geofisika ITS atas bantuan pengambilan data. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan di masa mendatang. Semoga Tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman Jurusan Teknik Geomatika ITS. Surabaya, Juli 2014 Penulis xii

6 STUDI PENURUNAN TANAH (LAND SUBSIDENCE) DENGAN PENGUKURAN GLOBAL POSITION SYSTEM (GPS) DAN VLF-EM DI DAERAH LUMPUR SIDOARJO Nama Mahasiswa : Juan Pandu G.N.R NRP : Pembimbing : Dr. Ing. Teguh Hariyanto, M.Sc Dr.A.Syaeful Bahri, S.Si, MT Ira Mutiara A. ST, M.Phil, PhD ABSTRAK Semburan lumpur yang terjadi sejak 29 Mei 2006 sudah sampai umur 8 tahun sampai sekarang (2014) di daerah Porong Sidoarjo masih menunjukkan semburan dan dinamika yang menarik. Fenomena yang dikenal dengan nama LUSI mud volcano tersebut telah menutupi area seluas lebih dari 6.5 km dan telah menelantarkan lebih dari orang. Fenomena semburan lumpur yang terus terjadi ini mengakibatkan ketidakstabilan sistem di dearah tersebut, mengingat efek dari muatan lumpur, runtuhnya over burden karena penghilangan permukaan tanah akibat semburan, pembuatan tanggul, terjadi retakan pada dinding rumah, jalan, rel kereta api bengkok memungkinkan besar terjadi ground diplacement dan land subsidence. Dalam thesis ini dilakukan pengukuran land subsidence dengan metode GPS. Pada prinsipnya pemanfaatan metode GPS adalah pada perubahan posisi dari titik pantau yang ada pada suatu kawasan tersebut. Pemantauan dilakukan dengan melakukukan pengukuran posisi titik pantau menggunakan GPS tipe geodetik pada waktu (kala) yang berbeda. Perbedaan posisi titik pantau yang sama pada waktu pengukuran yang berbeda menunjukkan adanya pergerakan tanah. Untuk itu dalam thesis ini dilakukan pengukuran GPS selang waktu untuk mengetahui perkembangan land subsidence di daerah sekitar Porong Sidoarjo. Selain pengukuran GPS dilakukan pengukuran VLF-EM untuk mengetahui struktur bawah permukaan tanah. Dengan informasi dari data VLF-EM ini dapat diketahui perkembangan struktrur bawah permukaan daerah porong dan korelasinya terhadap pergerakan tanah di daerah sekitar lumpur lapindo. vii

7 Dari 19 titik pengukuran GPS daerah Lusi mud volcano mengalami subsidence (penurunan) dan uplift (pengangkatan). Pengukuran GPS pada bulan April-Maret 2014 didapatkan nilai perubahan tinggi antara m (BT01) sampai m (DG11). Tingkat perubahan tinggi di daerah Porong pada bulan April - Maret didapatkan m/bulan sampai m/bulan dengan penurunan tinggi mengarah ke Barat Daya. Sedangkan perubahan tinggi pada bulan Mei-April 2014 antara m (DGIJK) sampai m (DG09). Tingkat perubahan tinggi di daerah Porong pada bulan April didapatkan m/bulan sampai m/bulan dengan penurunan tinggi mengarah ke barat. Hasil pengukuran 7 lintasan VLF-EM didapatkan nilai resitivitas 2D bawah permukaan tanah yang bervariasi. Nilai resitivitas <30Ωm menunjukkan daerah yang tergenang air dari buble sedangkan nilai resitivitas >30Ωm merupakan daerah rekahan dan patahan. Kata kunci: Lumpur Sidoarjo, Land subsidence, Pengukuran GPS, VLF-EM viii

8 STUDYING LANDSUBSIDENCE USING GPS AND VLF-EM METHODS IN LUSI MUD VOLCANO Student Name : Juan Pandu G.N.R NRP : Supervisors : Dr. Ing. Teguh Hariyanto, M.Sc Dr.A.Syaeful Bahri, S.Si, MT Ira Mutiara A. ST, M.Phil, PhD ABSTRACT Mud volcano that occurred in Porong Sidoarjo since May 29, 2006 until now (2014) has reached the age of 8 years old which has been showing bursts and interesting dynamics. The phenomenon known as LUSI mud volcano has covered more than 6.5 km area and has displaced more than 30,000 people. Mudflow phenomenon that still occurred until now results instability systems, such as cracks in the walls of houses, roads, crooked railroads that allow ground displacement and land subsidence. In this thesis proposed land subsidence measurement with GPS method. In principle, the use of the GPS method is on the changing position from monitoring position that existed in the area. Monitoring is done by measuring the position of monitoring points using GPS geodetic at a different time. Different position of the same monitoring point at different measuring times indicates there is the movement of the ground. Because of that in this thesis was carried out the GPS measurement to determine the development of land subsidence in the area around Porong Sidoarjo. Besides GPS measurement, VLF-EM measurement is carried out to determine the subsurface structure. With the information from the VLF-EM data can be known subsurface structure development in Porong area and its correlation to the movement of the ground in the area around the lapindo mud. From GPS measurements in April-March 2014 obtained a change of high level (subsidence and uplift) between m to m. High level change in the area of Porong in April-March 2014 obtained m/month up to m/month with a decreasing high towards to the north. While high level change in ix

9 May-April 2014 is between m to m. high level change in the Porong area in April 2014 obtained m/month up to m/month with a decreasing high towards to soouthwest. The results of 5 lines of VLF-EM obtained the value of 2D resistivity of subsurface that is varying. Resistivity values < 30 Ωm shows flooded area of the bubble, while resistivity value > 30 Ωm is a fractures and faults area. Key word: LUSI mud volcano, Land subsidence, GPS, VLF-EM x

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... v ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... xi DAFTAR ISI... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR TABEL... xix DAFTAR LAMPIRAN... xxi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Masalah... 4 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Struktur Geologi Penurunan Tanah (Land Subsidince) Pengamatan dengan GPS Kesalahan dan Bis Kelasahan Emphemiris Bias Ionosfer Bias Troposfer Penentuan Posisi dengan GPS Penentuan Tinggi dengan GPS Perhitungan Land Subsidence dari data GPS xiii

11 2.8 Uji T-Student Pengukuram dengan VLF-EM Penelitian terdahulu BAB 3 METODA PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Alat dan Data Metodologi Penelitian BAB IV ANALISA HASIL 4.1 Hasil Pengukuran data GPS Uji t -Student Hasil Pengukuran data VLF-EM Pengukuran data VLF-EM Pengolahan data VLF-EM Korelasi Nilai Penurunan Tanah dengan Pengukuran VLF-EM BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... BIOGRAFI PENULIS... xiv

12 DAFTAR GAMBAR Gambar1.1Gambar Lokasi LUSI mud volcano berada pada kelurusan patahan watu kosek... 1 Gambar1.2 Gambar Kondisi LUSI mud volcano sampai Agustus Gambar2.1 PetaGeologi dan persebaran mud volcano di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Titik titik merah merupakan lokasi mud volcano Ukuran foto udara... 8 Gambar2.2 Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS(pendekatan vektor).. 13 Gambar2.3 Prinsip dasar penetuan posisi dengan GPS Gambar2.4 Tinggi ellipsoid dan tinggi orthometrik Gambar2.5 Penentuan tinggi secara diferensial Gambar2.6 Distribusi Medan Elektromagnetik untuk metode VLF-EM dalam polarisasi listrik dengan sinyal yang mengenai sebuah dike konduktif vertik Gambar3.1 Lokasi penelitian Gambar3.2 Peralatan GPS Geodetik Topcon Hiper Pro Dual Frequency...24 Gambar3.3 Peralatan VLF-EM Envi Scientrex...24 Gambar3.4 Diagram alir pengolahan data...28 Gambar4.1 Sebaran titik pengukuran GPS...29 Gambar4.2 Standar Deviasi masing titik kala Gambar4.3 Penurunan Tanah di titik titik pantau GPS...33 Gambar4.4 Hasil Pengukuran Lapangan Lintasan 1 data VLF-EM komponen inpahse dan quadrature. Data inphase memiliki frekuensi tinggi...35 Gambar4.5 Data pengukuran VLF-EM lapangan komponen inphase dan quadrature dan IMF Hasil dekomposisi dari filter MEMD...36 Gambar4.6 Hasil inversi dari filter MEMD: (a) Perbandingan antara hasil filter dari data pengukuran lapangan (bintang) dan hasil xv

13 inversi (garis) dan (b) Penampang Resistivitas 2D hasil inversi menggunakan Inv2DVLF dengan inisial resitivitas 50 Ωm lintasan...37 Gambar 4.7 Hasil Pengukuran lapangan lintasan 2a data VLF-EM komponen inphase dan quadrature. Data inphase memiliki frekuensi tinggi...38 Gambar 4.8 Data pengukuran VLF-EM lapangan komponen inphase dan quadrature dan IMF Hasil dekomposisi dari filter MEMD...39 Gambar 4.9 Penampang Resistivitas 2D hasil inversi menggunakan Inv2DVLF dengan inisial resitivitas 50 Ωm lintasan 2a...40 Gambar 4.10 Hasil Pengukuran lapangan lintasan 2b data VLF-EM komponen inphase dan quadrature. Data inphase memiliki frekuensi tinggi...41 Gambar 4.11 Data pengukuran VLF-EM lapangan komponen inphase dan quadrature dan IMF Hasil dekomposisi dari filter MEMD...41 Gambar 4.12 Penampang Resistivitas 2D hasil inversi menggunakan Inv2DVLF dengan inisial resitivitas 50 Ωm lintasan 2a...42 Gambar 4.13 Hasil Pengukuran lapangan lintasan 3 data VLF-EM komponen inphase dan quadrature. Data inphase memiliki frekuensi tinggi...43 Gambar 4.14 Data pengukuran VLF-EM lapangan komponen inphase dan quadrature dan IMF Hasil dekomposisi dari filter MEMD...43 Gambar4.15 Penampang Resistivitas 2D hasil inversi menggunakan Inv2DVLF dengan inisial resitivitas 50 Ωm lintasan Gambar 4.16 Hasil Pengukuran lapangan lintasan 4 data VLF-EM komponen inphase dan quadrature. Data inphase memiliki frekuensi tinggi...45 Gambar 4.17 Data pengukuran VLF-EM lapangan komponen inphase dan quadrature dan IMF Hasil dekomposisi dari filter MEMD...45 Gambar 4.18 Penampang Resistivitas 2D hasil inversi menggunakan Inv2DVLF dengan inisial resitivitas 50 Ωm lintasan Gambar 4.19 Hasil Pengukuran lapangan lintasan 5 data VLF-EM komponen xvi

14 inphase dan quadrature. Data inphase memiliki frekuensi tinggi...47 Gambar4.20 Data pengukuran VLF-EM lapangan komponen inphase dan quadrature dan IMF Hasil dekomposisi dari filter MEMD...47 Gambar4.21 Penampang Resistivitas 2D hasil inversi menggunakan Inv2DVLF dengan inisial resitivitas 50 Ωm lintasan Gambar4.22 Kontur tingkat penurunan tanah dari turunan data GPS di Sekitar Lokasi mudvolcano bulan Maret-April...49 Gambar4.23 Kontur tingkat penurunan tanah dari turunan data GPS di Sekitar Lokasi mudvolcano bulan April-Mei...50 Gambar 4.24 Peta Anomali time lapse mikrograviti (Istiadi, 2009)...53 Gambar4.25 Peta Subsidence dan uplift menggunakan INSAR...51 Gambar4.26 Foto Lokasi Rel Kereta Pinggir Tanggul 13 Januari Gambar4.27 Peta Geologi di sekitar LUSI Mud volcano...53 Gambar4.28 Foto lokai pada lintasan 1 VLF...54 xvii

15 Halaman ini sengaja dikosongkan xviii

16 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Titik Pengukuran GPS Tabel 4.2 Hasil Pengukuran di Titik Titik GPS Tabel 4.3 Beda Tinggi Pengukuran Titik Titik GPS pada Kala 1 dan Kala 2 31 Tabel 4.4 Nilai Kecepatan Penurunan titik GPS Kala 1 dan kala Tabel 4.5 Hubungan beda tinggi, kecepatan dan nilai resistivitas VLF-EM vii

17 Halaman ini sengaja dikosongkan viii

18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Hasil Pengukuran Data GPS...63 Dokumentasi Pengukuran Titik Titik GPS...67 Hasil Pengukuran VLF-EM...71 xi

19 Halaman ini sengaja dikosongkan xii

20 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semburan lumpur yang terjadi sejak 29 Mei 2006 sudah sampai umur 8 tahun sampai sekarang (2014) di daerah Porong Sidoarjo masih menunjukkan semburan dan dinamika yang menarik karena daerah tersebut memiliki kondisi struktur geologi unik (Gambar 1.1). Fenomena yang dikenal dengan nama LUSI mud volcano tersebut telah menutupi area seluas lebih dari 6.5 km dan telah menelantarkan lebih dari orang (Cyranoski, 2007). Aktifitas semburan LUSI meningkat dari 5000 m 3 /hari sampai m 3 / hari pada Agustus 2006, dan berada pada puncak semburan pada Desember 2006 mencapai m 3 /hari. Pada Juni 2007 volume semburan menurun menjadi m 3 /hari (Mazzini dkk., 2007). Sedangkan pada April 2010 mengalami perubahan mendasar intensitas dari semburan mulai menurun. Perkiraan kecepatan semburan Agustus September 2013 dari material di atas sangat berfluktuatif antara fase semburan tenang dan yang bergejolak desertai mud kick, kisarannya diperkirakan m 3 /hari dengan rata rata m 3 /hari (Hardi Prasetyo, 2013). Gambar 1. 1 Lokasi LUSI mud volcano berada pada kelurusan patahan watu Kosek (Istadi dkk., 2009) 1

21 Penyebab semburan lumpur ini masih diperdebatkan oeh beberapa peneliti (Mazzini, dkk., 2007);(Davies, dkk., 2008);(Tingay, dkk., 2008);(Sawolo, dkk., 2009);(Sawolo, dkk., 2010);(Istadi, dkk., 2009). Secara umum (Hardi Prasetyo, 2013) telah mengelompokkan tiga kelompok besar yaitu : 1) Lusi sebagai fenomena geologi yang dipicu oleh gempa bumi Yogyakarta pada 27 Mei 2006, yang terjadi dua hari sebelum semburan. Diikuti oleh reaktifasi Patahan Watukosek selanjutnya terjadi fluidasasi dari sumber lumpur di Formasi Kalibeng (Mazzini dkk., 2007) ; 2) Lusi sebagai ledakan bawah permukaan (underground blowout) (Davies dkk., 2008), dipicu kesalahan pada pelaksanaan pemboran dari sumur eksplirasi Banjar Panji-1; 3) Gabungan dari kedua teori tersebut. Namun saat ini, berdasarkan fakta faktual dari postur dan perilaku semburan, luapan dan morfologi serta pengendalian mekanismenya. Umumnya telah diterima dikalangan ahli kebumian dan publik secara universal, bahwa LUSI merupakan suatu mud volcano aktif (active mud vulcano), dimana perkembangannya mengikuti kaidah dari suatu mud volcannism ( Prasetya Hardi, 2013). Gambar 1. 2 Gambar Kondisi LUSI mud volcano sampai Agustus 2013 (Prasetya Hardi, 2013) 2

22 Fenomena semburan lumpur yang terus terjadi ini mengakibatkan ketidak stabilan sistem di dearah tersebut dan mengalami ground displacemet. Menurut Abidin (2008) daerah tersebut mengalami uplift dan subsidence sebesar 0.5-2cm/hari dan 0.1-4cm/hari. Monitoring Perkembangan Lusi seterusnya dilakukan Andreas (2009) didapatkan tingkat horizontal dan vertikal displacment/ subsidence 0.1 dan 4cm/hari; dan Andreas (2010), ground dicplacement yang terjadi disana mengalami penurunan secara eksponensial sekitar 2-4 cm/hari. Dalam penilitian ini difokuskan pada monitoring ground displacement arah vertikal atau yang dikenal land subsidence. Penelitian tentang land subsidence di dengan GPS yang sudah terbukti efektif memantau tingkat subsidence di bebarapa suatu daerah (Abidin dkk., 2001; Abidin, Andreas, dkk., 2008; Abidin dkk., 2013; Abidin, H. Z. dkk., 2009); (Abidin, H. Z. dkk., 2010). Monitoring di sekitar lusi sudah banyak dilakukan dengan menggunakan GPS (Abidin dkk., 2008) (Andreas dkk, 2010,2011); SAR interferometry (Fukushima dkk., 2009) Geologi dan Geofisika (Sumintadirejo, dkk, 2007). Pada prinsipnya pemanfaatan metode GPS adalah pada perubahan posisi dari titik pantau yang ada pada suatu kawasan tersebut. Pemantauan dilakukan dengan melakukan pengukuran posisi titik pantau menggunakan GPS tipe geodetik pada waktu (kala) yang berbeda. Perbedaan posisi titik pantau yang sama pada waktu pengukuran yang berbeda menunjukkan adanya pergerakan permukaan tanah. Selain kondisi pergerakan permukaan tanah, Informasi mengenai kondisi bawah permukaan tanah juga perlu dilakukan dalam penelitian ini karena letak LUSI mud volcano berada pada struktur kelurusan patahan watukosek (Istadi dkk., 2009). Metode Very Low Frequency Electromagnetic (VLF-EM) merupakan metode geofisika yang cukup murah dan efektif untuk memetakan struktur bawah permukaan tanah dangkal (Ming-Juin Lin and Yih Jeng, 2010; Monteiro Santos dkk., 2006; Yih Jeng dkk., 2012). Metode ini memanfaatkan sinyal dengan rentang frekuensi khz yang dipancarkan gelombang radio militer. Untuk itu dalam thesis ini dilakukan pengukuran GPS selang waktu untuk mengetahui perkembangan land subsidence dan pengukuran VLF-EM untuk mengatahui kondisi bawah permukaan di daerah sekitar Porong Sidoarjo. 3

23 1.2 Perumusan Masalah Dari uraian di atas, permasalahan yang muncul adalah : 1. Bagaimana memahami metode GPS untuk memantau pergerakan tanah (land subsidence ) di daerah sekitar mud volcano Porong. 2. Bagaimana memetakan struktur bawah permukaan dengan metode VLF-EM di daerah mud volcano di daerah sekitar mud volcano Porong. 3. Bagaimana hubungan antara kondisi pergerakan tanah (land subsidence ) dan kondisi bawah permukaan di daerah mud volcano Porong Sidoarjo. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Memetakan perkembangan land subsidence di daerah LUSI Porong Sidoarjo selama 8 tahun terakhir ini dengan menggunakan GPS. 2. Memetakan struktur bawah permukaan dengan VLF-EM di daerah LUSI Porong Sidoarjo. 3. Mengetahui hubungan kondisi perkembangan pergerakan tanah (land subsidence ) dengan kondisi bawah permukaan tanah. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini yaitu : 1 Mengetahui perkembangan land subsidence dan kondisi struktur bawah permukaan di daerah Porong Sidoarjo selama 8 tahun. 2 Memberikan rekomendasi kepada pihak terkait dalam menyusun rencana penanganan lumpur di daerah Porong Sidoarjo setelah 8 tahun semburan lumpur. 1.5 Batasan Masalah Penelitian ini di batasi dengan : 1. Penelitian ini dilakukan di daerah sekitar mud volcano Porong Sidoarjo dengan radius kurang lebih 5 km dari pusat semburan. 2. Pengukuran koordinat dilakukan dengan GPS Geodetik dengan metode statik diferensial. 4

24 3. Pengolahan data GPS dilakukan dengan software Topcon Tools. 4. Pengolahan VLF-EM menggunakan filter Multivariate Empirical Mode Decomposition (M-EMD) dan inversi data dengan software Inv2DVLF. 5

25 Halaman ini sengaja dikosongkan 6

26 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Sidoarjo merupakan Ibu kota kabupaten yang terletak di dataran rendah Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang terdapat dua Cabang sungai utama yaitu Kali Porong dan Kali Surabaya. Kota ini merupakan daerah Delta dari aliran aliran sungai Brantas, sehingga terkenal dengan sebutan Kota delta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Surabaya dan Gresik di bagian Utara, Sebelah Selatan Kabupaten Pasuruan, Sebelah Barat Kabupaten Mojokerto dan Sebelah timur Selat Madura ( On East Java - Sidoarjo, 2009) Strukur Geologi Sidoarjo terletak di Cekungan Jawa Timur pada batas tenggara paparan Sunda dimana batuan dasar Mesozoic dan melange ditemukan (Ikatan Ahli Geologi Indonesia, 2006). Cekungan Jawa timur merupakan cekungan inverted extensional (Stephen J. Matthews, 1995), di dalam (Davies, dkk., 2007). Di bagaian bawah jawa terdapat serangkaian graben dari arah timur ke barat yang dipenuhi dengan marine mud (lumpur laut) dan karbonat. Cekungan jawa memiliki geologi yang aktif sejak zaman Paleogen. Cekungan mulai mengalami over-preasure selama periode Oligo-Miocene (Osborne dan Swarbrick, 1997), dalam (Davies, dkk., 2007). Beberapa sedimen ini berubah menjadi mud volcano, yang telah diamati di Sangiran dome dan Bleduk kuwu dekat Purwodadi 200 km dari Sidoarjo Beberepa struktur utama yang mendominasi bagian utara Basin Jawa Timur (Guntoro, 2007) di dalam (Rifai, dkk., 2009) adalah pola struktur arah Timur Laut- Barat Daya dan dikoontrol oleh patahan batuan dasar, Barat-Timur (patahan strike-slipe) dan lipatan dengan arah Barat-Timur dikenal dengan Lipatan kendeng. 7

27 Di sekitar mud volcano Porong Sidoarjo, terdapat kelurusan yang dapat diidentidikasi sampai di Madura. Itu memisahkan dua sistem pelipatan. Seperti yang dijelaskan (Guntoro, 2007) dan Kadar dkk (2006) didalam (Rifai, dkk., 2009), di lingkungan Porong diidentifikasikan merupakan patahan watukosek. Mud volcano memiliki kesamaan bentuk dan arah antara patahan dan mud volcano yang menunjukkan hubungan keduanya (Guntoro, 2007); Kadar dkk, 2006) di dalam (Rifai dkk., 2009).Beberapa mud volcano yang terletak segaris dengan Porong mud volcano adalah Pulungan mud volcano, Gunung Anyar mud volcano dan Bujeltasek di Pulau Madura (Kadar dkk, 2006) di dalam (Rifai dkk., 2009) (Gambar 2.1) Gambar 2. 1 Peta Geologi dan persebaran mud volcano di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Titik titi merah merupakan lokasi mud volcano. (Peta dimodifikasi oleh (Istiadi dkk., 2009) dari (Gafoer dam Ratman, 1998) 2.2 Penurunan Tanah (Land subsidence ) Di dalam dinamika bumi, permukaan tanah akan selalu mengalami deformasi dengan berbagai macam faktor penyebab. Perubahan Permukaan tanah dapat diketahui dengan melakukan pengukuran ketinggian pada titik titik kontrol yang dapat dilakukan secara periodik maupun kontinyu. 8

28 Deformasi merupakan perubahan bentuk, posisi dan dimensi dari suatu materi, atau sebagai perubahan kedudukan (pergerakan) suatu materi baik secara absolut (ditinjau dari perilaku materi itu sendiri maupun relatif perilaku ditinjau dari materi lain) dalam suatu kerangka referensi tertentu akibat suatu gaya yang bekerja terhadap materi tersebut (Kuang, 1996). Deformasi vertikal dapat menyebabkan naiknya permukaan tanah (uplift) atau turunnya permukaan tanah (subsidence). Uplift terjadi sebagai akibat pengaruh gaya dari dalam bumi atau gaya reaksi akibat adanya beban yang berpengaruh pada daerah sekitarnya. Subsidence merupakan perubahan struktur permukaan bumi yang disebabkan secara alami ataupun olah manusia sehingga menyebabkan perubahan strukturnya (Stingelin dkk., 1975). Menurut Sulasdi (2000) di dalam (Leonard, 2000). Penurunan tanah (land subsidence ) atau disebut juga deformasi vertikal adalah perubahan konfigurasi permukaan tanah ke arah vertikal, dimana arah vertikal ditentukan dari datum vertikal atau disebut juga bidang referensi tinggi. Penurunan muka tanah (land subsidence ) merupakan suatu permasalahan geologi teknik yang sangat dipengaruhi oleh sifat fisik keteknikan lapisan batuan/tanah penyusunnya. Penurunan tanah dapat diakibatkan oleh bertambahnya beban atau berkurangnya tekanan hidraulik pada lapisan tanah. Penambahan beban dapat terjadi akibat beban bangunan diatasnya maupun beban tanah itu sendiri atau hilangnya bouyansi tanah akibat hilangnya air dalam ruang antar pori sehingga tekanan efektif menjadi bertambah. Sedangkan berkurangnya tekanan hidraulik dapat diakibatkan oleh hilangnya kompresibilitas tinggi, penambahan beban bagian atasnya dapat menyebabkan air dalam pori akan terperas keluar dan menyebabkan terjadinya konsolidasi yang menerus menyebabkan terjadinya penurunan tanah (Sophian, 2010). Dari penelitian yang dilakukan oleh (Andreas, dkk., 2010) disebutkan bahwa penurunan tanah di sekitar lumpur Sidoarjo diakibatkan oleh: 1. Beban lumpur yang ada di atasnya; 2. Naiknya lumpur yang ada dibawah permukaan; 3. Lahan pemukiman yang ada diatasnya karena adanya pekerjaan permukaan; seperti pembuatan tanggul. 9

29 2.3 Pengamatan dengan GPS Pada pengamatan GPS, beberapa titik yang ditempatkan pada beberapa lokasi yang dipilih, secara periodik ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode GPS. Sebagai referensi digunakan titik ikat yang berada di lokasi stabil di luar wilayah pemantauan atau dapat juga di dalam wilayah yang mengalami penurunan asalkan titik tersebut dimonumentasi sampai di lapisan tanah keras (bed rock). Dengan mempelajari pola perubahan tinggi dari titik-titik tersebut, maka karakteristik penurunan tanah dapat diketahui dan dipelajari lebih lanjut. Studi penurunan tanah dengan metode GPS, mempunyai beberapa keunggulan dan keuntungan (Abidin 2006), yaitu antara lain: 1. GPS memberikan nilai penurunan tanah dalam suatu sistem koordinat referensi yang tunggal, sehingga dapat digunakan untuk memantau fenomena penurunan tanah di suatu wilayah yang relatif luas secara efektif dan efisien. 2. GPS dapat memberikan komponen beda tinggi ellipsoid dengan tingkat presisi sampai beberapa mm, dengan konsistensi yang tinggi baik secara spasial maupun temporal. Dengan tingkat presisi yang tinggi dan konsistensi ini maka fenomena penurunan tanah yang kecil sekalipun akan terdeteksi dengan baik. Pengamatan yang digunakan dalam penentuan posisi antara lain menggunakan pseudorange dan carrier phase. Pseudorange merupakan jarak antara satelit dengan receiver pada epok tertentu yang didapatkan dari penerimaan sinyal dari satelit GPS. Persamaan pada data pengamatan GPS melalui jarak semu (pseudorange) dan jarak fase (phase range) (Abidin, H. Z., 2006) : ( )...(2.1) ( )...(2.2) 10

30 Dimana: Pi : pseudorange pada frekuensi fi (m), (i=1,2) Li : jarak fase pada frekuensi fi (m), (i=1,2) p : jarak geometris antara pengamat dengan satelit (m) c : kecepata cahaya dalam vakum (m/s) λ : panjang gelombang (m) dρ : kesalahan jarak yang diakibatkan kesalahan orbit dtrop : bias yang disebabkan oleh refraksi troposfer (m) dion : bias yang disebabkan oleh refraksi ionosfer (m) dt,dt : kesalahan pada jam receiver dan jam satelit (m) M Pi, MCi : efek multipath pada hasil pengamatan Pi dan Li (m) N1,N2 : ambiguitas fase dari sinyal L1 dan L2 (dalam jumlah gelombang), : gangguan (noise) dalam hasil pengamatan Pi dan Li (m) 2.4 Kesalahan dan Bias Pada saat pengambilan data menggunakan GPS, sinyal satelit yang sampai ke bumi akan dipengaruhi oleh beberapa kesalahan dan bias. Kesalahan dan bias pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi: 1. Satelit, seperti kesalahan ephemeris, jam satelit, dan selective availability (SA) 2. Medium propagansi, seperti bias ionosfer dan bias troposfer 3. Receiver GPS, seperti kesalahan jam receiver, kesalahan yang terkait dengan antena, dan noise 4. Data pengamatan, ambiguitas fase dan cycle slips 5. Lingkungan sekitar GPS receiver seperti multipath dan imaging Kesalahan Emphemiris Kesalahan Ephemeris (orbit) adalah kesalahan dimana orbit satelit yang dilaporkan oleh ephemeris satelit tidak sama dengan orbit satelit yang sebenarnya. Dengan kata lain, posisi satelit yang dilaporkan tidak sama dengan posisi yang sebenarnya. 11

31 Cara untuk mereduksi efek dari kesalahan orbit dengan menerapkan metode differential positioning, memperendek panjang baseline, memperkeceil interval waktu pengamatan, menetukan parameter kesalahan dalam proses estimasi, dan dengan menggunakan precise ephemeris atau rapid ephemiris (Abidin, 2006) Bias Ionosfer Bias ionosfer terjadi akibat adanya konsentrasi ion ion bebas (elektron) yang terdapat lapisan ionosfer yang menghambat propagasi sinyal GPS. Efek ionosfer ini berpengaruh terhadap kecepatan, arah, polarisasi, dan kekuatan sinyal, dimana akan mempengaruhi jarak ukuran yang diperoleh. Cara mereduksi efek bias ionosfer adalah menggunakan data GPS dual frekuensi (L1 dan L2), melakukan differencing hasil pengamatan, memperpendek panjang baseline, melakukan pengamatan pagi atau malam hari, menggunakan model Bent dan Klobuchar, dan menggunakan parameter koreksi yang dikirim oleh sistem Wide Area Differential GPS (WADGPS) (Abidin, 2006) Bias Troposfer Troposfer adalah lapisan atmosfer yang paling (0-16 km) dengan tebal laisan bervariai tergantung waktu dan tempat. Refraksi sinyal yang terjadi di lapisan ini mengakibatkan bias troposfer. Akibat dari bias troposfer ini memperlambat dan merubah laju psedurange dan fase, sehingga akan berpengaruh terhadap ketelitian dan hasil ukuran jarak. Untuk memodelkan bias troposfer bisa menggunakan metode Goad dan Goodman (1974) yang telah dimodifikasi model Hopfield dengan mengasumsikan bahwa suhu menurun secara linear dengan meningkatnya ketinggian di troposfer, tetapi itu tetap konstan di stratosfer (dua lapisan atmosfer). 2.5 Penentuan Posisi dengan GPS Pada dasarnya penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan ke belakang dengan jarak, yaitu pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit GPS yang koordinatnya telah diketahui. Secara vektor, prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS diperlihatkan oleh Gambar 2.2 dibawah ini. Dalam hal ini, parameter yang akan ditentukan adalah vektor posisi geosentrik pengamat (R). Untuk itu, karena vektor posisi geosentrik satelit GPS (r) telah diketahui, maka 12

32 yang perlu ditentukan adalah vektor posisi toposentris satelit terhadap pengamat (ρ). Gambar 2.2 Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS (pendekatan vektor) (Abidin, 2006)...(2.3) R= Jarak yang dicari r= Jarak yang diketahui = Jarak yang diperlukan Pada pengamatan dengan GPS, yang bisa diukur hanyalah jarak antara pengamat dengan satelit dan bukan vektor-nya. Oleh sebab itu, Persamaan 2.3 tidak dapat diterapkan. Untuk mengatasi hal ini, penentuan posisi pengamat dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap beberapa satelit sekaligus secara simultan, dan tidak hanya terdapat satu satelit, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 Perlu dicatat bahwa posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi (X,Y,Z) yang dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic System) Dengan GPS, titik yang akan ditentukan posisinya dapat diam (static positioning) ataupun bergerak (kinematic positioning). Posisi titik dapat ditentukan dengan menggunakan satu receiver GPS terhadap pusat 13

33 bumi dengan menggunakan metode absolute (point) positioning, ataupun titik yang telah diketahui koordinatnya (station reference) dengan menggunakan metode differential (relative) positioning yang menggunakan minimal dua receiver GPS. Gambar 2.3 Prinsip dasar penetuan posisi dengan GPS (Abidin, 2006) Secara garis besar penentuan posisi dengan GPS ini dibagi menjadi dua metode yaitu metode absolute dan relative. 1. Metode absolute atau juga dikenal dengan point positioning, merupakan metode untuk menentukan posisi hanya berdasarkan pada satu pesawat penerima (receiver) saja dan tipe receiver yang digunakan untuk keperluan ini adalah tipe navigasi. Ketelitian posisi yang diperoleh sangat tergantung pada tingkat ketelitian data serta geometri satelit. Metode ini tidak digunakan untuk penentuan posisi yang teliti. Aplikasi utama metode ini adalah untuk keperluan navigasi atau aplikasi-aplikasi lain yang memerlukan informasi posisi yang tidak perlu terlalu teliti tetapi tersedia secara instan (real time), seperti untuk keperluan reconnaissance dan ground truthing. 2. Metode relative atau sering disebut differential positioning, merupakan metode untuk menentukan posisi dengan menggunakan lebih dari sebuah receiver. Satu GPS dipasang pada lokasi tertentu di muka bumi dan secara terus menerus menerima sinyal satelit dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai referensi bagi yang lainnya. Metode ini menghasilkan posisi berketelitian tinggi (umumnya kurang dari 1 mm) dan diaplikasikan untuk keperluan survei Geodesi ataupun pemetaan yang memerlukan ketelitian tinggi. 14

34 2.6 Penentuan Tinggi dengan GPS Ketinggian titik yang diberikan oleh GPS adalah ketinggian titik diatas permukaan ellipsoid, yaitu ellipsoid WGS 84. Tinggi ellipsoid (h) tersebut tidak sama dengan tinggi orthometrik (H) yang umum digunakan untuk keperluan praktis sehari-hari yang biasanya diperoleh dari pengukuran sipat datar (levelling). Tinggi orthometrik suatu titik adalah titik tinggi tersebut diatas geoid diukur sepanjang garis gaya berat yang melalui titik tersebut, sedangkan tinggi ellipsoid suatu titik adalah tinggi titik tersebut di atas ellipsoid dihitung sepanjang garis normal ellipsoid yang melalui titik tersebut (Gambar 2.4) (Abidin, H. Z., 2006) Gambar 2.4 Tinggi ellipsoid dan tinggi orthometrik (Hofmann-Wellenhof, dkk 2006) H = h N...(2.4) H = tinggi ortometrik (bereferensi ke geoid) N = tinggi (undulasi) geoid di atas ellipsoid h = tinggi ellipsoid (bereferensi ke ellipsoid) Untuk mendapatkan hasil yang relatif teliti, transformasi tinggi GPS ke tinggi orthometrik umumnya dilakukan secara diferensial, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. Karena dh dapat ditentukan lebih teliti dibandingkan h, dan dn dapat ditentukan lebih teliti dibandingkan N, maka dapat diharapkan bahwa dh yang diperoleh pun akan lebih teliti. Karena tingkat fleksibilitas operasionalnya yang tinggi serta tingkat ketelitiannya yang relatif cukup tinggi, dapat diperkirakan bahwa penentuan 15

35 tinggi dengan GPS akan punya peran yang cukup besar di masa mendatang. Beberapa contoh aplikasi yang dapat dipertimbangkan adalah: Penentuan beda tinggi antar titik di kawasan yang sulit dilayani dengan pengukuran sipat datar, seperti kawasan pegunungan, rawarawa, dan daerah-daerah terpencil, Pemantauan perubahan beda tinggi antar titik (berguna untuk mempelajari deformasi struktur, pergerakan lempeng, dan survei rekayasa Penentuan tinggi orthometrik titik (seandainya geoid yang diteliti diketahui), Penentuan geoid (seandainya tinggi orthometrik diketahui), dan Transfer datum tinggi antar pulau. Gambar 2.5 Penentuan tinggi secara diferensial (Abidin, H. Z., 2006) Untuk mendapatkan hasil yang relatif teliti penentuan tinggi harus dilakukan secara differensial untuk mengeliminir kesalahan. Pada Gambar 2.5 adanya differensial tinggi N (dn) dan H (dh) dapat meningkatkan ketelitian yang ada. Karena ketelitian komponen tinggi yang ditentukan dengan GPS umumnya 2-3 lebih rendah dibandingkan komponen horizontalnya. Kadangkala bahkan 4-5 kali lebih rendah. (Abidin, 2005) 16

36 2.7 Perhitungan Land subsidence dari data GPS Pemodelan data GPS dilakukan dengan mencari besar perubahan geometri melalui perpindahan posisi titik pantau di daerah sekitar lumpur lapindo. Perpindahan posisi titik pantau dinyatakan dengan perubahan koordinat titik pantau de,dn, dh. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan sistem koordinat proyeksi karena perpindahan posisi secara horizintal dan vertikal langssung menggambarkan perilaku perubahan geometri di lapangan. Pemodelan dilakukan secara statik untuk menghitung selisih koordinat titik pantau antar 2 kala pengamatan untuk memperoleh vektor perpindahan posisi. Persamaan yang digunakan adalah (Yalcinkaya dkk., 2003) : ( ) ( ) (2.5) Dengan: : vektor perubahan koordinat (m) ( ) ( ) : vektor koordinat dari periode 1 dan 2 J : nomer titik pantau Kecepatan pergeseran dihitung dengan membagi besat perpindahan dengan selang waktu pengamatan, sedangkan percepatan dihitung dengan membagi besar perpindahan dengan kuadrat selang waktu pengamatan pada persamaan persamaan 2.6 dan 2.7 : (2.6) Dengan V : kecepatan (mm/tahun) : selang waktu pengamatan (bulan atau tahun) 2.8 Uji T-Student Uji T- student digunakan untuk membandingkan rata rata populasi dengan rata rata sampel berdasarkan derajat kebebasan yang ditetapkan. Uji ini 17

37 digunakan untuk sampel kecil (n < 30) (Wolf dan Ghilani, 1997). Persamaan yang digunakan dalam pada uji T Student adalah sebagai berikut : Persamaan (2.7) Keterangan = nilai pengukuran = nilai rata rata pengukuran = standart deviasi = jumlah pengukuran Secara statistik, nilai pengukuran dapat diterima apabila hasil perhitungan uji T Student berada pada dengan derajat kebebasan ( ) tertentu. 2.9 Pengukuran Bawah Permukaan dengan Metode VLF-EM Metode VLF-EM adalah salah satu metode elektromagnetik yang digunakan untuk memprediksi nilai resistivitas struktur bawah permukaan berdasarkan medan elektromagnetik alam. Metode ini termasuk metode pasif karena hanya menerima sinyal yang berasal dari pemancar radio militer (untuk navigasi) sebagai gelombang primer. Pemancar ini menghasilkan gelombang EM yang dapat menginduksi arus sekunder, terutama pada daerah yang memiliki nilai konduktivitas pada daerah target 2D yang memanjang. Paal (1965) mengamati pada gelombang radio pada VLF bisa digunakan memetakan daerah yang memiliki deposit mineral. Selanjutnya pemancar VLF-EM di seluruh dunia bisa digunakan sebagai sumber EM untuk pemetaan kondisi geologi dekat permukaan atau dangkal (Ramesh Babu dkk, 2007). Medan elektromagnetik primer dari pemancar radio, memiliki komponen medan listrik vertikal Epz dan komponen medan magnetik horizontal Hpy yang tegak lurus terhadap arah perambatan sumbu x. Pada jarak yang cukup jauh dari antena pemancar, komponen medan eletromagnetik primer dapat dianggap sebagai gelombang yang berjalan secara horizontal. Jika di bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif, maka komponen medan magnetik dari gelombang elektromagenetik primer akan menginduksi medium tersebut sehingga akan menimbulkan arus induksi (Eddy Current). 18

38 Prinsip metode VLF EM adalah arus induksi (Gambar 2.5) akan menimbulkan medan elektromagnetik baru yang disebut medan elektromagnetik sekunder Hs, yang mempunyai komponen horizontal dan komponen vertikal. Medan magnetik ini mempunyai bagian yang sefase (inphase) dan berbeda fase (quadrature ) dengan medan primer. Adapun besar medan elektromagnetik sekunder sangat tergantung dari sifat konduktivitas benda di bawah permukaan. Gambar 2 6 Distribusi Medan Elektromagnetik untuk metode VLF-EM dalam polarisasi listrik dengan sinyal yang mengenai sebuah dike konduktif vertikal (Bosch dan Muler, 2001) 2.10 Penelitian Terdahulu Usulan thesis yang akan diajukan didasarkan pada penelitian yang sudah dilakukan peneliti peniliti terdahulu. Selama 7 tahun setelah meluapnya lumpur Sidoarjo telah banyak penelitian mengenai LUSI mud volcano. Pertama terkait dengan penyebab terjadinya semburan lumpur sidoarjo yang masih diperdebatkan oleh ( Mazzini dkk., 2007; Davies dkk., 2007, 2008; Tingay dkk., 2008; Sawolo dkk., 2008, 2009; Istadi dkk., 2008), kedua metode metode yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi permukaan tanah dan bawah permukaan. 19

39 Sumintadireja, dkk (2007) telah Pengukuran dengan menggunakan photo udara, gravity dan mikrogravity, Very Low Frequency (VLF), mikroseismik, GPS (Global Position System) di LUSI mud volcano. Di di dapatkan keberadaan over preasure dan patahan watu kosek berpengaruh terhadap keluarnya lumpur ke permukaan. Abidin (2008) telah melakukan pengukuran dan monitoring GPS untuk pergerakan tanah (land deformation). Dari Hasil pengukuran data GPS antara Juni 2006-September 2007 mengalami subsidence 0.1-4cm/hari. Pada arah Horizontal displacement sebesar cm/hari, Uplift 0.09 cm/hari. Dari Data Insar di didapatkan hasil daerah LUSI mengalami uplift dan subsidence. Subsidence berada pada pusat semburan menuju barat laut dan uplift terjadi setelah 3-4 bulan semburan akibat pergerakan patahan watukosek. Subsidence diakibatkan berat lumpur dan tanggul buatan. Besar Subsidence diperkirakan 44 m pada 3 tahun dan 16 m selama 10 tahun. Istiadi (2009) memperkenalkan model simulasi 3 dimensi untuk memprediksi daerah terdampak selama periode 10 tahun hasilnya sebaran lumpur cenderung mengarah ke barat dan terutama ke arah timur dan utara dari pusat semburan. Model ini memperkiraakan peningkatan lumpur sampau 26 meter diatas permukaan tanah, maksimum penuruan tanah 63 meter, dengan luasan area seluas 8.4 km. Fukhusima, dkk ( 2009) menggunaan Interferometric SAR (InSAR) pada data PALSAR mengidentifikasi terdapat subsidence di sekitar pusat semburan lumpur. Andreas, dkk (2010) melalukan pengukuran data GPS didalam tanggul dan luar tanggul. Dari pengukuran data GPS pada Juni 2006-Desember 2010 yang melingkupi 10 km dari pusat semburan di dapatkan tingkat horizontal and vertikal displacment subsidence 0.1 dan 4cm/hari. GPS conntinyu yang di pasang di RW2 dan 1 antara September 2006 dan 2007 tingkat vertikal displacement dan subsidence 3.8 cm/ hari dan 1.8 cm/hari. Horizontal displacement 1.0 cm/hari dan 0.6 cm/hari. Andreas (2011) melakukan analisa selama 4 tahun pengukuran data GPS di sekitar lumpur. Hasilnya 4 bulan pertama tinggkat tingkat pergeserannya sebesar 20

40 cm/hari dan meningkat selama 8 sampai 12 bulan kemudian menjadi cm/hari. Setelah 4 tahun berlangsung semburan tingkat pergeserannya mengalami penurunan secara eksponensial. Rudolph, dkk (2013) menggunakan Multitemporal interferometri daerah LUSI dengan metode Band L dari analisis di dapatkan Lusi akan berhenti lebih cepat dari pada yang diantisipasi sebelumnya. Dengan analisis Principal Component Analysis di dapatkan tingkat deformasi lusi telah menurun secara ekponensial 2.1 ±0.4 tahum. 21

41 Halaman ini sengaja dikosongkan 22

42 BAB 3 METODA PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini di sekitar semburan lumpur sidoarjo yang terletak di Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo. Secara geografis terletak pada 112º 30'- 112º 54' Bujur Timur dan 7º 18'- 7º 30' Lintang Selatan. = Titik pantau GPS = Lintasan VLF-EM Gambar 3. 1 Lokasi Penelitian 23

43 3.2 Alat dan Data Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari : 1. Peralatan untuk Pengukuran GPS Geodetik : a. 2 Set Reciever GPS Geodetic Topcon Hiper Pro Dual Frequency yang digunakan untuk pengambilan data 19 titik pengamatan b. Perangkat lunak untuk mengolah data GPS yaitu Topcon Tool 6.11 Gambar 3. 2 Peralatan GPS Geodetik Topcon Hiper Pro Dual Frequency 2. Peralatan untuk pengukuran VLF-EM a. VLF-EM Envi Scientrex b. Perangkat lunak Matlab dan software inversi Inv2DVLF yang dikembangkan oleh (Santos, dkk., 2006) Gambar 3. 3 Peralatan VLF-EM Envi Scientrex 24

44 3. Data yang dibutuhkan : a. Peta Geologi dan struktur Sidoarjo untuk identifikasi struktur geologi yang ada di wilayah Porong b. Data pengamatan di BM yang tersebar di sekitar lokasi lumpur lapindo c. Data CORS-GPS ITS sebagai titik ikat d. Data precise ephemiris tanggal 18 Maret 26 Maret 2014, 21 April 26 April 2014, 26 Mei 30 Mei 2014 digunakan untuk koreksi jam satelit yang disediakan di Metodologi Penelitian Secara umum pelaksanaan penelitian sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.3. Diagram alir penelitian tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Studi Literatur Studi literatur diperlukan untuk mengumpulkan dan mempelajari literatur ilmiah penelitian yang telah dilakukan, penggunaan metode tentang, peta geologi, peta topografi, dan land subsidence di daerah penelitian. Peta geologi daerah penelitian digunakan untuk mengetahui secara global geologi, formasi dan jenis batuan daerah penelitian. Pengetahuan ini diperlukan sebagai bekal awal untuk survey pendahuluan. Sedangkan peta topografi digunakan untuk mengetahui jalan-jalan yang dapat dilewati dengan mudah dalam melakukan survey dan untuk mengetahui wilayah-wilayah Porong. 2. Survey Pendahuluan Survey ini dilakukan dengan membandingkan antara geologi yang ada dilapangan dan peta geologi. Hasil survey ini, digunakan sebagai acuan dalam sebaran pengambilan dan strategi pengambilan data GPS. Sebaran pengambilan data harus mewakili kondisi geologi yang ada, dan daerah yang mengalami land subsidence di Porong. 3. Pengambilan Data a. Pengambilan data VLF-EM yang memanfaatkan medan elektromagnetik yang dibangkitkan oleh pemancar radio berfrekuensi sangat rendah dengan daya besar yang biasa digunakan untuk keperluan navigasi kapal 25

45 selam. Dari data ini di dapat didapatkan dugaan struktur bawah permukaan tanah yang dapat digunakan untuk melengkapi data GPS b. Pengumpulan data menggunakan GPS Topcon HyperPro yang dilakukan di sekitar semburan lumpur selama 6 7 jam sebanyak 19 titik yang berjarak ± 5 km dari pusat semburan selama 3 kala waktu yang berbeda. Pengukuran pada bulan Maret, April dan Mei 2014 c. Data GPS harian diambil dari CORS ITS dan data emphiris satelit di International GNSS Service. Data precise ephemiris digunakan untuk mereduksi semua kesalahan karena kesalahan satelit GPS sendiri. Sehingga diharapakan mendapatkan hasil yang lebih akurat. 4. Pengolahan Data a. Pengolahan Data VLF-EM 1. Data yang di dapatkan dari VLF-EM adalah data inphase, quadrature, tillt, dan total field 2. Filtering data VLF-EM dengan menggunakan MEMD (Multivariate Epirical Mode Decomposotion). Filter ini mampu mereduksi noise non linier dan non stasoner yang tidak dapat di reduksi dengan filter linier dengan simultan dan cepat (Sungkono, dkk., 2014) 3. Inversi data inphase dan quadrature dengan menggunakan software Inv2DVLF yang dikembangkan oleh Santos (2006) dengan nilai resistivitas dengan fungsi kedalaman b. Pengolahan data GPS Pengolahan data dilakukan dengan sotfware Topcon Tools. Input data berupa data hasil pengukuran lapangan, data baseline dari CORS ITS dengan Titik BM yang ada di dalam penelitian. Hasil dari pengolahan data tersebut berupa vektor perpindahan posisi ( E, N, H) dan turunannya yaitu kecepatan dan percepatan. Kemudian dilakukan pemodelan dilakukan secara statik untuk menghitung selisih koordinat titik pantau antar 2 kala pengamatan untuk memperoleh vektor perpindahan posisi. Persamaan yang digunakan adalah (Yalcinkaya dkk., 2003) Pada persamaan 3. Pengolahan data pada sotfware tersebut menggunakan metode perataan kuadrat terkecil (least square). 26

46 5. Tahap Analisa dan Hasil Pada tahap ini analisis ini dilakukan uji ketelitian terhadap data hasil pengukuran GPS dengan Uji T-student. Sehingga dapat disimpulkan bahwa titik tersebut mengalami penuruan atau tidak. Dari dari VLF-EM di dapatkan data resistivitas dengan fungsi kedalaman yang dapat diintepretasikan struktur bawah permukaan tanah. Data VLF-EM ini dapat digunakan untuk menganalisis arah pergerakan data GPS tentang struktur bawah permukaan apakah dipengaruhi oleh patahan atau rekahan. 27

47 Studi Literatur : Struktur Geologi dan stratigrafi Penelitian Landsubsidence terdahulu dengan GPS Survey Pendahuluan: Strategi pengambilan data Penentuan Lokasi pengambilan data GPS Pengambilan data dengan GPS Pengambilan Data VLF EM : Mengetahui kondisi bawah permukaan tana Data Kala 1 Data Kala 1 Data Kala 1 Pengolahan Data GPS terjadi penurunan atau tidak Uji Statistik dengan t-student T hitung > t tabel terjadi penurunan T hitung<t tabel tidak terjadi penurunan tanah Analisis Hasil : Analisi perpindahan titik pantau dengan memperhatikan kondisi bawah permukaan tanah Gambar 3.3. Diagram Alir Penelitian 28

48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Data GPS Pengukuran data GPS dilakukan pada 19 titik yang tersebar di sekitar LUSI mud vulcano dengan radius 5 km dari pusat semburan (Gambar 4.1). Lokasi dan jumlah titik pengamatan ini didasarkan penelitian terdahulu oleh Prawoko (2008) dan BPLS yang telah mengamati land subsidence dengan GPS di sekitar lusi mud volcano. Jumlah pengukuran sebanyak 3 kala yaitu pada bulan Maret Mei 2014, dengan lama pengukuran 5 jam. Alat yang digunakan dalam pengukuran ini dengan menggunakan 2 Set Reciever GPS Geodetic Topcon Hiper Pro Dual Frequency dan CORS di Teknik Geomatika sebagai Titik Referensi. Titik titik pengukuran GPS dapat dilihat pada Tabel 4.1. Gambar 4. 1 Sebaran Titik Pengukuran GPS 29

49 Tabel 4. 1 Titik Pengukuran GPS NO Nama Titik Lokasi 1 TTG Jembatan Timbang 2 PT11 Desa Randegan 3 BT01 Jembatan Tol 4 ESDM Tepi Sungai Desa Wunut, Porong 5 TTG JAPANAN BASE 6 DG 05 B Selatan jembatan tanggul angina 7 DG 09 Tol besuki 8 DG 10a Glagaharum 9 DG 11 Gempolsari 10 DG 12 Keboguyang 11 PT06 Pinggir sawah Banjarsari 12 DG-18 Ds Kedong Solok 13 DG-24 kali dawir 14 VK 23 Ketapang 15 DG ljk Ds, lajuk 16 DG - 34 ds tambak rejo 17 BPN SIRING SIRING BARAT 18 BW 13 Sebelah rel Kereta Porong 19 TTG-1305 PU Pengairan Tabel 4. 2 Hasil Pengukuran di Titik Titik GPS NO Nama Titik Tinggi (m) Standart Deviasi (m) KALA1 KALA2 KALA2 KALA1 KALA2 KALA2 1 TTG PT BT ESDM TTG DG 05 B DG DG 10a DG DG PT DG DG VK DG ljk

50 16 DG BPN SIRING BW TTG Standart DEviasi (cm) TTG PT11 BT01 ESDM TTG DG 05 B DG 09 DG 10a DG 11 DG 12 PT06 DG-18 DG-24 VK 23 DG ljk DG - 34 BPN SIRING BW 13 TTG-1305 TItik - Titik Pengamatan GPS Kala1 Kala 2 Kala3 Gambar 4. 2 Standar Deviasi masing titik kala 1-3 Nilai standar deviasi dari masing masing titik pengukuran pada kala 1 3 dapat dilihat di Gambar 4.2. Rentang standar deviasi pengukuran 1 mm 6.5 cm. Hal ini bisa saja dipengaruhi lokasi titik pengukuran yang terkena efek obstuksi dari pepohonan. Pada Pengukuran GPS ini, pengukuran data GPS kala 1 dijadikan sebagai referensi dalam perhitungan nilai subsidence. Beda nilai tingi pengukuran GPS masing kala di dapatkan dengan Persamaan Nilai Perambatan kesalahan pada Tabel 4.3 di dapatkan dengan menghitung turunan parsial dari Persamaan Tabel 4. 3 Beda Tinggi Pengukuran Titik Titik GPS pada Kala 1 dan Kala 2 NO Nama Titik Penurunan Kala2-1 (m) Beda Tinggi Standar deviasi Penurunan Kala3-1(m) Beda Tinggi Standar deviasi 1 TTG PT BT ESDM

51 5 TTG DG 05 B DG DG 10a DG DG PT DG DG VK DG ljk DG BPN SIRING BW TTG Beda tinggi dengan tanda negatif ( - ) menunjukkan daerah tersebut terjadi penurunan tanah (land subsidence) sedangkan tanda positif ( +) menunjukkan daerah tersebut mengalami kenaikan (uplift). Hasil pengamatan titik GPS pada Kala 1 di dapatkan penurunan terbesar pada titik BT01 yaitu m, dan kenaikan terbesar pada DG 18 yaitu m. Pada pengamatan titik GPS pada kala 2 didapatkan penurunan terbesar pada titik DGIJK yaitu m sedangkan kenaikan terbesar terjadi pada titik DG09 yaitu m. Dari perhitungan beda tinggi pada masing masing titik GPS dapat dihitung juga besar kecepatan land subsidence. Besar kecepatan land subsidence dapat dihitung dengan Persamaan Hasil perhitungan kecepatan land subsidence dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4. 4 Nilai Kecapatan Penurunan titik titik GPS pada kala 1 dan kala 2 NO Nama Titik Pengukuran Kala2-1 Beda Tinggi (m) Kecepatan (m/bln) Pengukuran Kala3-2 Beda Tinggi (m) Kecapatan (m/bln) 1 TTG PT BT ESDM TTG DG 05 B

52 7 DG DG 10a DG DG PT DG DG VK DG ljk DG BPN SIRING BW TTG Kecepatan penurunan tanah paling besar pada kala 2 berada pada titik BT 01 yaitu m/bulan, sedangkan penurun tanah paling besar pada kala 2 berada pada titik DG IJK yaitu m/ bulan m/bulan TTG PT11 BT01 ESDM TTG DG 05 B DG 09 DG 10a DG 11 DG 12 PT06 DG-18 DG-24 VK 23 DG ljk DG - 34 BPN SIRING BW 13 TTG-1305 Kala 2 Kala Titik Pengamatan GPS Gambar 4. 3 Penurunan Tanah di titik titik pantau GPS Uji t Student Uji statistik ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi nilai pengukuran tanah dari masing- masing titik dan kala pengukuran. Pada pengukuran GPS ini dilakukam dengan uji T student karena data yang digunakan kurang dari 30 (Leland Blank, 1982). Nilai X didapatkan dengan Persamaan

53 Pada tingkat kepercayaan 95% (, nilai tdf adalah Di dapatkan nilai rentang X1= dan X2= untuk kala 1, dan untuk kala 2 X1= dan X2= Dengan nilai rentang tersebut dapat disimpulkan kala 1 nilai yang dapat diterima 6 titik dan dapat diterima 13 titik, sedangkan untuk kala 2 5 titik tidak diterima dan 14 titik diterima. Jika digunakan dengan tingkat kepercayaan 99% (, nilai tdf adalah , sehingga didapatkan nilai rentang X1= dan X2= untuk kala 1, dan kala 2 X1= dan X2= Dengan nilai rentang tersebut dapat disimpulkan kala 1 nilai yang dapat diterima 6 titik dan dapat diterima 13 titik, sedangkan untuk kala 2 5 titik tidak diterima dan 14 titik diterima. 4.2 Hasil Pengukuran Data VLF Pengukuran Data VLF-EM Pengukuran data VLF-EM dilakukan dengan spasi 5 m. Lokasi daerah penelitian difokuskan di sebelah barat tanggul yaitu deerah Siring dan Ketapang dikarenakan secara visual daerah tersebut yang mengalam penuruan yang signifikan dan terdapat banyak buble. Jumlah lintasan VLF-EM sebanyak 5 lintasan dengan panjang lintasan bervariasi sesuai dengan kondisi lapangan (130 m 535m) Pengolahan Data VLF-EM Pengolahan data VLF-EM ini dilakukan dengan bertahap dan sistematis. Pada tahap pertama dilakukan filtering menggunakan Multivariate Emperical Mode Decompotition (MEMD) yang bertujuan untuk menghilangkan noise yang bersifat non liner dari VLF EM itu sendiri. Metode ini sudah terbukti dapat meningkatkan kualitas data VLF-EM sehingga mudah dianalisa/diintepretasikan lebih lanjut (Sungkono, dkk., 2014). Metode Multivariate Empirical Mode Decomposition (MEMD) merupakan pengembangan baru dari metode EEMD yang dikenalkan (Rehman dan Mandic, 2010). Pada prinsipnya metode ini dapat dapat mendekomposisi data multivariate ( lebih dari dua sinyal). Pada penelitian ini data VLF-EM komponen 34

54 inphase dan quadrature dapat didekomposisi secara simultan menjadi beberapa frekuensi yang berbeda yang disebut Intrinsic Mode Functions (IMF) dan residunya. Setelah itu dipilih IMF dan dijumlahkan untuk merekuntruksi sinyal VLF-EM yang terbebas dari noise. Pemilihan IMF harus ini didasarkan pada kondisi informasi geologi setempat (Lin dan Jeng, 2010). Gambar 4. 4 Hasil Pengukuran Lapangan Lintasan 1 data VLF-EM komponen inpahse dan quadrature. Data inphase memiliki frekuensi tinggi Pada Gambar 4.3 Merupakan data VLF-EM komponen Inphase dan quadrature pada lintasan 1. Data tersebut memiliki noise ditunjukkan dengan nilai yang terlalu tinggi. Untuk itu perlu di filter dengam MEMD. Dengan menggunakan filter MEMD data VLF-EM komponen inphase dan quadrature lintasan 1 dapat didekomposisi menjadi 6 IMF dan IMF ke 7 merupakan residu. (Gambar 4.4). Sinyal sinyal dengan frekuensi tinggi dapat dihilangkan. 35

55 Gambar 4. 5 Data pengukuran VLF-EM lapangan komponen inphase dan quadrature dan IMF Hasil dekomposisi dari filter MEMD IMF hasil dekomposisi dari filter MEMD, kemudian dipilih untuk merekuntruksi VLF-EM yang terbebas noise. IMF 1 dan 2 menunjukkan energi 36

56 tinggi sehingga perlu dihilangkan. Residu biasanya berasosiasi drift dan background noise sehingga perlu dihilangkan. Pada lintasan 1 ini dipilih IMF 3-5 dan dijumlahkan sehingga didapatkan data VLF-EM yang terbebas noise (Gambar 4.5a). a b ohm-m Gambar 4. 6 Hasil inversi dari filter MEMD: (a) Perbandingan antara hasil filter dari data pengukuran lapangan (bintang) dan hasil inversi (garis) dan (b) Penampang Resistivitas 2D hasil inversi menggunakan Inv2DVLF dengan inisial resitivitas 50 Ωm lintasan 1. Setelah difilter dengan menggunakan MEMD dilakukan proses inversi dengan menggunakan Inv2DVLF. Dari proses inversi ini didapatkan penampang resistivitas 2D bawah permukaan tanah. Pada lintasan 1 (Gambar 4.5b). 37

57 Didapatkan kurva yang fit antara nilai observasi dan estimasi didapatkan nilai RMS error Hasil inversi penampang 2D lintasan 1 menunjukkan 5 anomali dengan nilai resistivitas tinggi diintepretasukan daerah tersebut terdapat rekahan atau patahan dan 3 anomali dengan nilai resitivitas rendah dapat diintepretasikan daerah tersebut tersaturasi dengan air genangan dari bubble. Pada lintasan kedua terdapat dua lintasan 2 a dan 2b. Hasil pengukuran VLF-EM komponen inphase dan quadrature. Kedua komponen berasosiasi dengan noise tinggi. (Gambar 4.6) Gambar 4. 7 Hasil Pengukuran lapangan lintasan 2a data VLF-EM komponen inphase dan quadrature. Data inphase memiliki frekuensi tinggi Dekomposisi data VLF-EM komponen inphase dan quadrature dan inphase hasil filter MEMD (Gambar 4.7). Sinyal di dekomposisi sebanyak 4 IMF dan residu. Pada lintasan 2a di gunakan IMF 3 dan IMF 4 untuk merekontruksi hasil VLF-EM data yang lebih bagus. 38

58 Gambar 4. 8 Data pengukuran VLF-EM lapangan komponen inphase dan quadrature dan IMF Hasil dekomposisi dari filter MEMD Setelah di filter dilakukan proses inversi untuk mendapatkan nilai penampang resistivitas 2D bawah permukaan tanah. Hasil inversi didapatkan RMS error sebesar Pada lintasan 2 didapatkan 2 anomali resistivitas tinggi yang diintepretasikan rekahan rekahan terjadi pada sepanjang lintasan ditandai dengan besar nilai resitivitas >30 Ωm. Selain itu terdapat 2 anomali dengan nilai resistivitas rendah yang diintepretasikan daerah yang sudah tersaturasi air oleh genangan air dari semburan bubble dengan nilai resitivitas < 30 Ωm. Pada lintasan 2b, Hasil pengukuran VLF-EM dapat dilihat pada Gambar 4.9. Komponen inphase dari data VLF-EM memiliki noise frekuensi tinggi. IMF Hasil dekomposisi filter MEMD dapat dilihat pada Gambar Didapatkan 4 IMF dan residu. Pada kasus ini digunakan IMF 3 dan IMF 4 untuk merekontruksi sinyal VLF-EM yang terbebas dari noise. 39

59 ohm-m Gambar 4. 9 Penampang Resistivitas 2D hasil inversi menggunakan Inv2DVLF dengan inisial resitivitas 50 Ωm lintasan 2a 40

60 Gambar Hasil Pengukuran Lapangan Lintasan 2b data VLF-EM komponen inphase dan quadrature. Data inphase memiliki frekuensi tinggi Gambar Data pengukuran VLF-EM lapangan komponen inphase dan quadrature dan IMF Hasil dekomposisi dari filter MEMD Setelah di filter dilakukan proses inversi untuk mendapatkan nilai penampang resistivitas 2D bawah permukaan tanah. Hasil dari proses inersi di dapatkan nilai RMS error Pada jarak 0-60m tidak terlihat jelas 3 anomali dengan nilai resistivitas rendah yang diintepretasikan daerah yang tersaturasi air dari genangan air dari bubble. Sedangkan pada jarak menunjukkan resistivitas yang tinggi yang merupakan rekahan rekahan. 41

61 ohm-m Gambar Penampang Resistivitas 2D hasil inversi menggunakan Inv2DVLF dengan inisial resitivitas 50 Ωm lintasan 2b Pada lintasan 3, Hasil pengukuran VLF-EM dapat dilihar pada Gambar Data VLF-EM komponen inphase memiliki noise frekuensi tinggi, untuk itu perlu di filter. IMF hasil dekomposisi filter MEMD dapat dilihat pada Gambar Di dapatkan 5 IMF dan residu. Pada lintasan 3 ini digunakan IMF 4 dan IMF 5 untuk mendapatkan rekontruksi sinyal VLF-EM yang lebih bagus 42

62 Gambar Hasil pengukuran lapangan lintasan 3 data VLF-EM komponen inphase dan quadrature. Data inphase memiliki frekuensi tinggi Gambar Data pengukuran VLF-EM lapangan komponen inphase dan quadrature dan IMF Hasil dekomposisi dari filter MEMD Setelah dilakukan proses filter dilakukan inversi untuk mendapatkan penampang reistivitas 2D bawah permukaan tanah. Pada Lintasan 5 terdapat 2 anomalin dengan nilai resistivitas yang besar (Gambar 4.14). Diintepretasikan berupa rekahan atau patahan yang tegas di jarak 100 dan 200 meter. Didapatkan nilai RMS error hasil inversi sebesar

63 ohm-m Gambar Penampang Resistivitas 2D hasil inversi menggunakan Inv2DVLF dengan inisial resitivitas 50 Ωm lintasan 3 Pada lintasan 4, Hasil pengukuran VLF-EM dapat dilihar pada Gambar Data VLF-EM komponen inphase memiliki noise frekuensi tinggi, untuk itu perlu di filter. IMF hasil dekomposisi filter MEMD dapat dilihat pada Gambar Di dapatkan 6 IMF dan residu. Pada lintasan 3 ini digunakan IMF 4 dan IMF 6 untuk mendapatkan rekontruksi sinyal VLF-EM yang lebih bagus 44

64 Gambar Hasil pengukuran lapangan lintasan 4 data VLF-EM komponen inphase dan quadrature. Data inphase dan quadrature memiliki frekuensi tinggi Gambar Data pengukuran VLF-EM lapangan komponen inphase dan quadrature dan IMF Hasil dekomposisi dari filter MEMD Setelah dilakukan proses filter maka dilakukan inversi untuk mendapatkan penampang resitivitas 2D bawah permukaan tanah. Hasil pengolahan dengan Inv2DVLF didapatkan nilai RMS error sebesar 3.6. Di dapatkan 2 anomali dengan nilai resitivitas tinggi berada pada jarak 200 dan 400 m. Menunjukkan rekahan dan patahan dengan kedalaman sampai 40 m. 45

65 ohm-m Gambar Penampang Resistivitas 2D hasil inversi menggunakan Inv2DVLF dengan inisial resitivitas 50 Ωm lintasan 4 Pada lintasan 3, Hasil pengukuran VLF-EM dapat dilihar pada Gambar Data VLF-EM komponen inphase memiliki noise frekuensi tinggi, untuk itu perlu di filter. IMF hasil dekomposisi filter MEMD dapat dilihat pada Gambar Di dapatkan 7 IMF dan residu. Pada lintasan 3 ini digunakan IMF 5 dan IMF 7 untuk mendapatkan rekontruksi sinyal VLF-EM yang lebih bagus. 46

66 Gambar Hasil pengukuran lapangan lintasan 5 data VLF-EM komponen inphase dan quadrature. Data inphase dan quadrature memiliki frekuensi tinggi. Gambar Data pengukuran VLF-EM lapangan komponen inphase dan quadrature dan IMF Hasil dekomposisi dari filter MEMD 47

67 ohm-m Gambar Penampang Resistivitas 2D hasil inversi menggunakan Inv2DVLF dengan inisial resitivitas 50 Ωm lintasan 5 Setelah dilakukan proses filter, maka dilakukan proses inversi untuk mendapatkan penampang resistivitas 2D bawah permukaan tanah (Gambar 4.21). Hasil inversi pada lintasan 6 didapatkan nilai RMS error sebesar Didapatkan 3 Anomali dengan nilai resitivitas besar diintepretasi nilai resistivitas 2 D terdapat 3 zona lemah di sepanjang lintasan. Selain itu didapatkan 4 anomali nilai resitivitas rendah yang diintepretasikan dengan daerah dengan saturasi air dari luapan bubble. 48

68 4.3 Korelasi Nilai Penurunan Tanah dengan Pengukuran VLF-EM Hasil perhitungan kecepatan penurunan tanah turunan GPS pada Tabel 4.4. Tingkat kecepatan subsidence bulan Maret April 2014 dapat dilihat pada Gambar Tingkat subsidence tinggi mengarah ke Utara. Sedangkan Dari tingkat penurunan tanah bulan April mei arah penurunan tanah yang tinggi mengarah Barat tanggul. Gambar Kontur tingkat penurunan tanah dari turunan data GPS di Sekitar Lokasi mud volcano bulan Maret-April 49

69 Gambar Kontur tingkat penurunan tanah dari turunan data GPS di Sekitar Lokasi mud volcano pada April Mei 2014 Tabel 4.5 Hubungan beda tinggi kecepatan dan nilai resistivitas dari VLF-EM NO Nama Titik BT01 DG 05 B VK 23 BPN SIRING Pengukuran Kala2-1 Beda Kecepatan Tinggi(m) (m/bulan) Pengukuran VLF (nilai resistivitas) Lintasan 5 dengan 3 nilai anomali resistivitas tinggi Ωm Lintasan 5 dengan 3 nilai anomali resistivitas tinggi Ωm Lintasan 1 dengan 3 anomali resistivitas 50-90Ωm dan 3 anomali resistivitas rendah <30 Ωm Lintasan 1 dengan 3 anomali resistivitas 50-90Ωm dan 3 anomali resistivitas rendah <30 Ωm 50

70 Pada Tabel 4.5 dibandingkan 4 titik GPS (BT01, DG05, VK23, dan BPN Siring) dan 2 lintasan VLF-EM (Lintasan 1 dan 2). Pada titik BT 01 dan DG 05 memiliki nilai penurunan yang sangat besar, nilai resitivitas pada lintasan 5 memiliki nilai resitivitas yang tinggi Ωm dibanding dengan nilai resitivitas lintasan yang lain. Artinya kondisi bawah permukaan disekitar titik BT01 dan DG05 terdapat patahan dan rekahan rekahan sehingga mengakibatkan daerah tersebut mengalami penurunan yang signifikan. Sedangkan Titik VK 23 dan BPN siring nilai penurunan lebih rendah dibanding dengan BT01 dan DG05, pada data VLF-EM memiliki nilai resitivitas lebih rendah Ωm. Sebagai data pembanding dari hasil pengukuran GPS, Istiadi (2009) telah mengukur data time lapse mikrogravity pada September Agustus Dari Gambar 4.24 di dapatkan perubahan arah pola anomali mikrogravity mengidentifikasikan perubahan masa di bawah permukaan tanah yang mengarah ke sekitar semburan dan utara searah dengan patahan watukosek. Abidin (2008) memetakan daerah tersebut dengan menggunakan INSAR membandingkan data Mei 2006 sampai Februari Arah subsidence mengarah pada daerah semburan lumpur dan mengarah ke Barat laut.(gambar 4.25) Gambar Peta Anomali time lapse mikrograviti (Istiadi, 2009) 51

71 Gambar Peta Subsidence dan uplift menggunakan INSAR (Abidin, 2008) Gambar Foto Lokasi Rel Kereta Pinggir Tanggul 13 Januari 2013 Pada titik titik GPS yang berada pada Sepanjang tanggul ( DG05, VK 23, dan BPN Siring) memiliki beda tinggi yang tinggi, karena titik terdekat dengan semburan terdapat beban tanggul (Gambar 4. 26). Secara geologi daerah lumpur lapindo terletak pada sedimen alluvial, sehingga daerah tersebut sangat tidak stabil. (Gambar 4.27). Dari dari intepretasi resistivitas 2D data VLF pada lintasan 1 (Gambar 4.8 dan Gambar 4.16). Nilai resistivitas yang tinggi di Lintasan 1 menunjukkan zona dengan rekahan dan patahan. Sedangkan resistivitas 52

72 rendah berhubungan dengan lapisan permukaan (<30 Ωm) tanah yang konduktif, berupa genangan air yang keluar dari bubble. Perubahan kontras nilai resitivitas menunjukkan juga perubahan struktur permukaan tanah, material tanah, dan geologi sekitar (Istadi dkk., 2009). Gambar Peta Geologi di sekitar LUSI Mud volcano (Istiadi dkk., 2012) 53

73 Gambar Foto lokasi pada lintasan 1 VLF yang menunjukkan daerah yang terjadi land subsidence, dan Buble buble yang masih aktif. 54

74 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisa dan intepretasi dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari pengukuran GPS di 19 titik pada bulan Maret April 2014 daerah di sekitar Lusi mud volcano mengalami subsidence (penurunan) dan uplift (kenaikan) 2. Pengukuran GPS pada bulan Maret didapatkan nilai perubahan tinggi antara m (Titik BT01) sampai m (DG11) 3. Tingkat perubahan tinggi di daerah Porong pada bulan April didapatkan m/bulan sampai m/bulan dengan penurunan tinggi mengarah ke Barat Daya. 4. Pengukuran GPS di 19 titik pada bulan Mei didapatkan perubahan tinggi antara m (DGIJK) sampai m (DG09) 5. Tingkat perubahan tinggi di daerah Porong pada bulan April didapatkan m/bulan sampai m/bulan dengan penurunan tinggi mengarah ke barat 6. Hasil pengukuran 5 lintasan VLF-EM didapatkan nilai resitivitas 2D bawah permukaan tanah yang bervariasi. Nilai resitivitas <30Ωm menunjukkan daerah yang tersaturai air dari bubble sedangkan nilai resitivitas >50Ωm merupakan daerah rekahan dan patahan dangkal. 7. Dari hasil pengukuran GPS dan VLF-EM daerah LUSI mud volcano masih perilaku yang menarik dengan ditandai dengan penuruanan tanah yang masih signifikan dan intepretasi bawah permukaan VLF yang menunjukkan patahan dan rekahan. 55

75 5.2 Saran Dari penelitian ini diusulkan saran sebagai berikut : 1. Dilakukan pengukuran GPS secara kontinu dengan lama pengamatan lebih lama diatas 6 jam dan penambahan jumlah titik pengamatan sehingga di dapatkan kualitas data yang lebih baik. 2. Dilakukan pengukuran VLF-EM dilintasan sebelah Utara, Timur dan Selatan Tanggul untuk membandingkan nilai VLF-E dibagian Barat tanggul 3. Membandingkan dengan data terbaru INSAR, geolistrik, seismik guna mendapatkan analisis yang lebih lengkap mengenai land subsidence 56

76 DAFTAR PUSTAKA Abidin, Hasanuddin Z., Andreas, H., Djaja, R., Darmawan, D., Gamal, M., (2008)," Land subsidence characteristics of Jakarta between 1997 and 2005", as estimated using GPS surveys. GPS Solutions, Vol.12, No.2, hal Abidin, H.Z., Andreas, H., Gamal, M., Djaja, R., Murdohardono, D., Rajiyowiryono, H., Hendrasto, M., (2013), "Studying Land subsidence of Bandung Basin (Indonesia) Using GPS Survey Technique", Survey Review, Vol. 38 No.299, hal Abidin, H. Z., Davies, R.J., Kusuma, M.A., Andreas, H., Deguchi, T., (2008). "Subsidence and uplift of Sidoarjo (East Java) due to the eruption of the Lusi mud volcano (2006 present)", Environmental Geology, Vol. 57, No. 57, hal Abidin, H.Z., Djaja, R., Darmawan, D., Hadi, S., Akbar, A., Rajiyowiryono, H., Sudibyo, Y., Meilano, I., Kasuma, M.A., Kahar, J., Subarya, C., (2001). "Land subsidence of Jakarta (Indonesia) and its Geodetic Monitoring System", Natural Hazards, Vol. 23, No. 2-3, hal Abidin, H. Z., (2006). Penentuan Posisi Dengan GPS Dan Aplikasinya. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Abidin, H. Z., Andreas H, Gumilar, I., M.Gamal, Yoichi Fukuda, T.Deguchi, (2009)" Land subsidence and Urban Development in Jakarta (Indonesia)", Proceedings of 7th FIG Regional Conference Spatial Data Serving People: Land Governance and the Environment Building the Capacity, Hanoi, Vietnam,. 57

77 Abidin, H. Z., Andreas, H., Teguh. P. Sidiq, Gamal, M., Murdohardono, Supriyadi, Yoichi Fukuda, (2010), "Studying Land subsidence in Semarang (Indonesia) Using Geodetic Methods", Proceedings of FIG Congress 2010 Facing the Challenges Building the Capacity, Sydney, Australia. Andreas, H., Abidin, H. Z., Kusuma, M. A., Sumintadireja, P, Gumilar, I., (2010). "Ground Displacement around LUSI Mud volcano Indonesia as Inffered from GPS Surveys", Proceedings of the FIG Congress 2010 (Facing the Challenge-Building Capacity), Sydney Australia. Bosch, F.P.& Müller, I.,(2005) "Improved karst exploration by VLF-EM-gradient survey: comparison with other geophysical methods", Near Surface Geophysics, Vol. 3, No.3 hal Cyranoski, D., (2007). Indonesian eruption: Muddy waters. Nature Vol. 445, hal Davies, R.J., Brumm, M., Manga, M., Rubiandini, R., Swarbrick, R., Tingay, M., (2008). The East Java mud volcano (2006 to present): An earthquake or drilling trigger? Earth and Planetary Science Letters, Vol. 272, hal Davies, R., Richard E. Swabrick, Robert J. Evans, Mads Huuse, (2007). Birth of a mud volcano: East Java, 29 May Gsa Today 17. Fukushima, Y., Mori, J., Hashimoto, M., Kano, Y., (2009). Subsidence associated with the LUSI mud eruption, East Java, investigated by SAR interferometry. Marine and Petroleum Geology 26, Gafoer, S., Ratman, N., (1998). Peta geologi lembar Jawa = Geological map of Java. Goad, C.C., and L. Goodman (1974), A modified Hopfield tropospheric refraction correction model. In: American Geophysical Union Annual Fall Meeting, December 1974, San Francisco, California, USA(abstract EOS Trans. AGU 55, 1106). Guntoro, (2007). Sidoarjo Mudflow Hypothesis in Geological-Expert. Discourse. LUSI MEDIA CENTER, Sidoarjo. 58

78 Hardi Prasetyo, (2013). Kebencanaan Lusi Mud volcano 2013 Implikasi Dan Perspektif Ke Depan. BPLS. Hofmann-Wellenhof, Bernhard and Moritz, Helmut., Physical Geodesy second edition, Springer Wien Newyork. Ikatan Ahli Geologi Indonesia, (2006). Evaluasi Semburan Lumpur Berair di Permukaan. Istadi, B.P., Pramono, G.H., Sumintadireja, P., Alam, S., (2009). Modeling study of growth and potential geohazard for LUSI mud volcano: East Java, Indonesia. Marine and Petroleum Geology Vol. 26, hal Istadi, Handoko, Wibowo, Edy Sunardi, Soffian Hadi and Nurrochmat Sawolo, (2012), "Mud volcano and Its Evolution", Earth Sciences, Vol. 17, hal Kuang, S., (1996). Geodetic network analysis and optimal design: concepts and applications. Ann Arbor Press, Chelsea, Mich. Leland Blank, (1982). Statistical Procedures for Engineering, Management, and Science. McGraw-Hill. Leonard, F. R., (2000). Penentuan Kecepatan dan Percepatan Penurunan Muka Tanah Menggunakan Data Beda Tinggi Jaring Sipat Datar. Departemen Geodesi ITB, Bandung. Mazzini, A., Svensen, H., Akhmanov, G.G., Aloisi, G., Planke, S., Malthe- Sørenssen, A., Istadi, B., (2007), "Triggering and dynamic evolution of the LUSI mud volcano, Indonesia" Earth and Planetary Science Letters 261, Ming-Juin Lin, Yih Jeng, (2010), "Application of the VLF-EM method with EEMD to the study of a mud volcano in southern Taiwan: Geomorphology 119, M. L. Rudolph, M. Shirzaei, M. Manga and Y. Fukushima, (2013)"Evolution And Future Of The Lusi Mud Eruption Inferred From Ground Deformation", Geophysical Research Letters, Vol. 40, No. 6, hal Monteiro Santos, F.A., Mateus, A., Figueiras, J., Gonçalves, M.A., (2006). "Mapping groundwater contamination around a landfill facility using the 59

79 VLF-EM method A case study:. Journal of Applied Geophysics 60, On East Java - Sidoarjo [WWW Document], (2009). URL va/cities/sidoarjo/sidoarjo.htm Osborne, M.J., Swarbrick, R.E., (1997), "Mechanisms for generating overpressure in sedimentary basins; a reevaluation." AAPG Bulletin 81, Paál, G., (1965), "Ore prospecting based on VLF-radio signals". Geoexploration Vol. 3, No. 3, hal Prawoko, A,A Pemantauan Land Subsidance untuk Daerah Sekitar Semburan Lumpur Sidoarjo dengan Menggunakan GPS, Program Studi Teknik Geomatika, ITS Ramesh Babu, V., Subhash Ram Sundararajan, N., (2007), "Modeling and inversion of magnetic and VLF-EM data with an application to basement fractures: a case study from Raigarh, India:. Geophysics, Vol. 72, No. 3-4, hal Rehman, N, Mandic, D.P, (2010), "Multivariate empirical mode decomposition", Proc. R. Soc. A: Math. Phys. Eng. Sci. 446, Rifai, R., Kuswara, E., School, G.M.U.G., (2009), "Spatial Modeling and Elements at Risk Assessment of Sidoarjo Mud Volcanic Flow". Graduate School, Gadjah Mada University. Sawolo, N., Sutriono, E., Istadi, B.P., Darmoyo, A.B., (2009)" The LUSI mud volcano triggering controversy: Was it caused by drilling?" Marine and Petroleum Geology 26, Sawolo, N., Sutriono, E., Istadi, B.P., Darmoyo, A.B., (2010), "Was LUSI caused by drilling? Authors reply to discussion", Marine and Petroleum Geology 27, Sumintadireja, P,. (2007), "Geology And Geophysics Study In Revealing Subsurface Condition Of Banjarpanji Mud Extrusion, Sidoarjo, East Java, Indonesia", Proceedings of International Association of Volcanology and Chemistry, Perugia Italia. 60

80 Sophian, R. I., (2010). Penurunan Muka Air Tanah di Kota - Kota Besar Pesisir Pantai Utara Jawa Tengah (Studi Kasus : Kota Semarang). Bulletin of Scientific Contribution, Nomor 1. Stephen J. Matthews, P.J.E.B., (1995), "Late Cretaceous and Cenozoic tectonostratigraphic development of the East Java Sea Basin, Indonesia". Marine and Petroleum Geology 12, , IN1, , IN3, , IN5, Stingelin, R.W., Baker, E.T., Cousin, S.B., Appalachian Regional Commission, Pennsylvania, Department of Environmental Resources, Overview of subsidence potential in Pennsylvania coal fields. HRB-Singer, State College, Pa. Sungkono, Ayi S.Bahri, Dwa D. Warnana, Fernando A.Monteiro Santos, Bagus J.Santosa, (2014), " Fast, simultaneous and robust VLF-EM data denoising and reconstruction via multivariate empirical mode decomposition", Computers & Geosciences 67, Tingay, M., Heidbach, O., Davies, R., Swarbrick, R., (2008).,"Triggering of the Lusi mud eruption: Earthquake versus drilling initiation", Geology 36, Wolf, Paul R., dan Ghilani, (1997), Adjustment Computations: Statistics and Least Squares in Surveying and GIS, 3 rd edition, John Willey and Sons, Inc, New York: Yalcinkaya, Mualla, Bayrak, Ternel, (2003), A Dynamic Analysis Method Regarding Groundwater Level Changes As Causative Force For Landslides. Presented at the Proceedins 11th FIG Symposium on Deformation Measurements, Santorini, Greece. Yih Jeng, Chu-Lin Huang, Lun-Tao Tong, Ming-Juin Lin, Chih-Sung Chen, Hsin- Han Huang, (2012), "Mapping possible subsurface granitic bodies in the northeastern Taiwan mountain belt using the VLF-EM method", Journal of Applied Geophysics 85,

81 Halaman ini sengaja dikosongkan 62

82 DAFTAR PUSTAKA Abidin, Hasanuddin Z., Andreas, H., Djaja, R., Darmawan, D., Gamal, M., (2008)," Land subsidence characteristics of Jakarta between 1997 and 2005", as estimated using GPS surveys. GPS Solutions, Vol.12, No.2, hal Abidin, H.Z., Andreas, H., Gamal, M., Djaja, R., Murdohardono, D., Rajiyowiryono, H., Hendrasto, M., (2013), "Studying Land subsidence of Bandung Basin (Indonesia) Using GPS Survey Technique", Survey Review, Vol. 38 No.299, hal Abidin, H. Z., Davies, R.J., Kusuma, M.A., Andreas, H., Deguchi, T., (2008). "Subsidence and uplift of Sidoarjo (East Java) due to the eruption of the Lusi mud volcano (2006 present)", Environmental Geology, Vol. 57, No. 57, hal Abidin, H.Z., Djaja, R., Darmawan, D., Hadi, S., Akbar, A., Rajiyowiryono, H., Sudibyo, Y., Meilano, I., Kasuma, M.A., Kahar, J., Subarya, C., (2001). "Land subsidence of Jakarta (Indonesia) and its Geodetic Monitoring System", Natural Hazards, Vol. 23, No. 2-3, hal Abidin, H. Z., (2006). Penentuan Posisi Dengan GPS Dan Aplikasinya. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Abidin, H. Z., Andreas H, Gumilar, I., M.Gamal, Yoichi Fukuda, T.Deguchi, (2009)" Land subsidence and Urban Development in Jakarta (Indonesia)", Proceedings of 7th FIG Regional Conference Spatial Data Serving People: Land Governance and the Environment Building the Capacity, Hanoi, Vietnam,. Abidin, H. Z., Andreas, H., Teguh. P. Sidiq, Gamal, M., Murdohardono, Supriyadi, Yoichi Fukuda, (2010), "Studying Land subsidence in Semarang (Indonesia) Using Geodetic Methods", Proceedings of FIG Congress 2010 Facing the Challenges Building the Capacity, Sydney, Australia. Andreas, H., Abidin, H. Z., Kusuma, M. A., Sumintadireja, P, Gumilar, I., (2010). "Ground Displacement around LUSI Mud volcano Indonesia as Inffered 57

83 from GPS Surveys", Proceedings of the FIG Congress 2010 (Facing the Challenge-Building Capacity), Sydney Australia. Bosch, F.P.& Müller, I.,(2005) "Improved karst exploration by VLF-EM-gradient survey: comparison with other geophysical methods", Near Surface Geophysics, Vol. 3, No.3 hal Cyranoski, D., (2007). Indonesian eruption: Muddy waters. Nature Vol. 445, hal Davies, R.J., Brumm, M., Manga, M., Rubiandini, R., Swarbrick, R., Tingay, M., (2008). The East Java mud volcano (2006 to present): An earthquake or drilling trigger? Earth and Planetary Science Letters, Vol. 272, hal Davies, R., Richard E. Swabrick, Robert J. Evans, Mads Huuse, (2007). Birth of a mud volcano: East Java, 29 May Gsa Today 17. Fukushima, Y., Mori, J., Hashimoto, M., Kano, Y., (2009). Subsidence associated with the LUSI mud eruption, East Java, investigated by SAR interferometry. Marine and Petroleum Geology 26, Gafoer, S., Ratman, N., (1998). Peta geologi lembar Jawa = Geological map of Java. Goad, C.C., and L. Goodman (1974), A modified Hopfield tropospheric refraction correction model. In: American Geophysical Union Annual Fall Meeting, December 1974, San Francisco, California, USA(abstract EOS Trans. AGU 55, 1106). Guntoro, (2007). Sidoarjo Mudflow Hypothesis in Geological-Expert. Discourse. LUSI MEDIA CENTER, Sidoarjo. Hardi Prasetyo, (2013). Kebencanaan Lusi Mud volcano 2013 Implikasi Dan Perspektif Ke Depan. BPLS. Hofmann-Wellenhof, Bernhard and Moritz, Helmut., Physical Geodesy second edition, Springer Wien Newyork. Ikatan Ahli Geologi Indonesia, (2006). Evaluasi Semburan Lumpur Berair di Permukaan. 58

84 Istadi, B.P., Pramono, G.H., Sumintadireja, P., Alam, S., (2009). Modeling study of growth and potential geohazard for LUSI mud volcano: East Java, Indonesia. Marine and Petroleum Geology Vol. 26, hal Istadi, Handoko, Wibowo, Edy Sunardi, Soffian Hadi and Nurrochmat Sawolo, (2012), "Mud volcano and Its Evolution", Earth Sciences, Vol. 17, hal Kuang, S., (1996). Geodetic network analysis and optimal design: concepts and applications. Ann Arbor Press, Chelsea, Mich. Leland Blank, (1982). Statistical Procedures for Engineering, Management, and Science. McGraw-Hill. Leonard, F. R., (2000). Penentuan Kecepatan dan Percepatan Penurunan Muka Tanah Menggunakan Data Beda Tinggi Jaring Sipat Datar. Departemen Geodesi ITB, Bandung. Mazzini, A., Svensen, H., Akhmanov, G.G., Aloisi, G., Planke, S., Malthe- Sørenssen, A., Istadi, B., (2007), "Triggering and dynamic evolution of the LUSI mud volcano, Indonesia" Earth and Planetary Science Letters 261, Ming-Juin Lin, Yih Jeng, (2010), "Application of the VLF-EM method with EEMD to the study of a mud volcano in southern Taiwan: Geomorphology 119, M. L. Rudolph, M. Shirzaei, M. Manga and Y. Fukushima, (2013)"Evolution And Future Of The Lusi Mud Eruption Inferred From Ground Deformation", Geophysical Research Letters, Vol. 40, No. 6, hal Monteiro Santos, F.A., Mateus, A., Figueiras, J., Gonçalves, M.A., (2006). "Mapping groundwater contamination around a landfill facility using the VLF-EM method A case study:. Journal of Applied Geophysics 60, On East Java - Sidoarjo [WWW Document], (2009). URL va/cities/sidoarjo/sidoarjo.htm Osborne, M.J., Swarbrick, R.E., (1997), "Mechanisms for generating overpressure in sedimentary basins; a reevaluation." AAPG Bulletin 81,

85 Paál, G., (1965), "Ore prospecting based on VLF-radio signals". Geoexploration Vol. 3, No. 3, hal Prawoko, A,A Pemantauan Land Subsidance untuk Daerah Sekitar Semburan Lumpur Sidoarjo dengan Menggunakan GPS, Program Studi Teknik Geomatika, ITS Ramesh Babu, V., Subhash Ram Sundararajan, N., (2007), "Modeling and inversion of magnetic and VLF-EM data with an application to basement fractures: a case study from Raigarh, India:. Geophysics, Vol. 72, No. 3-4, hal Rehman, N, Mandic, D.P, (2010), "Multivariate empirical mode decomposition", Proc. R. Soc. A: Math. Phys. Eng. Sci. 446, Rifai, R., Kuswara, E., School, G.M.U.G., (2009), "Spatial Modeling and Elements at Risk Assessment of Sidoarjo Mud Volcanic Flow". Graduate School, Gadjah Mada University. Sawolo, N., Sutriono, E., Istadi, B.P., Darmoyo, A.B., (2009)" The LUSI mud volcano triggering controversy: Was it caused by drilling?" Marine and Petroleum Geology 26, Sawolo, N., Sutriono, E., Istadi, B.P., Darmoyo, A.B., (2010), "Was LUSI caused by drilling? Authors reply to discussion", Marine and Petroleum Geology 27, Sumintadireja, P,. (2007), "Geology And Geophysics Study In Revealing Subsurface Condition Of Banjarpanji Mud Extrusion, Sidoarjo, East Java, Indonesia", Proceedings of International Association of Volcanology and Chemistry, Perugia Italia. Sophian, R. I., (2010). Penurunan Muka Air Tanah di Kota - Kota Besar Pesisir Pantai Utara Jawa Tengah (Studi Kasus : Kota Semarang). Bulletin of Scientific Contribution, Nomor 1. Stephen J. Matthews, P.J.E.B., (1995), "Late Cretaceous and Cenozoic tectonostratigraphic development of the East Java Sea Basin, Indonesia". Marine and Petroleum Geology 12, , IN1, , IN3, , IN5,

86 Stingelin, R.W., Baker, E.T., Cousin, S.B., Appalachian Regional Commission, Pennsylvania, Department of Environmental Resources, Overview of subsidence potential in Pennsylvania coal fields. HRB-Singer, State College, Pa. Sungkono, Ayi S.Bahri, Dwa D. Warnana, Fernando A.Monteiro Santos, Bagus J.Santosa, (2014), " Fast, simultaneous and robust VLF-EM data denoising and reconstruction via multivariate empirical mode decomposition", Computers & Geosciences 67, Tingay, M., Heidbach, O., Davies, R., Swarbrick, R., (2008).,"Triggering of the Lusi mud eruption: Earthquake versus drilling initiation", Geology 36, Wolf, Paul R., dan Ghilani, (1997), Adjustment Computations: Statistics and Least Squares in Surveying and GIS, 3 rd edition, John Willey and Sons, Inc, New York: Yalcinkaya, Mualla, Bayrak, Ternel, (2003), A Dynamic Analysis Method Regarding Groundwater Level Changes As Causative Force For Landslides. Presented at the Proceedins 11th FIG Symposium on Deformation Measurements, Santorini, Greece. Yih Jeng, Chu-Lin Huang, Lun-Tao Tong, Ming-Juin Lin, Chih-Sung Chen, Hsin- Han Huang, (2012), "Mapping possible subsurface granitic bodies in the northeastern Taiwan mountain belt using the VLF-EM method", Journal of Applied Geophysics 85,

87 Halaman ini sengaja dikosongkan 62

88 LAMPIRAN 1 HASIL PENGUKURAN DATA GPS KALA Maret & Maret 2014 CORS ITS Tinggi Standart Nama Titik NO (m) Deviasi (m) 1 TTG PT BT ESDM TTG DG 05 B DG DG 10a DG DG PT DG DG VK DG ljk DG BPN SIRING BW TTG

89 KALA 2 21 APRIL 26 APRIL 2014 CORS ITS Tinggi Standart Nama Titik NO (m) Deviasi (m) 1 TTG PT BT ESDM TTG DG 05 B DG DG 10a DG DG PT DG DG VK DG ljk DG BPN SIRING BW TTG

90 KALA 3 26 MEI 30 MEI 2014 CORS ITS NO Nama Titik Tinggi (m) Standart Deviasi(m) 1 TTG PT BT ESDM TTG DG 05 B DG DG 10a DG DG PT DG DG VK DG ljk DG BPN SIRING BW TTG

91 2. Tabel uji T student

92 LAMPIRAN 2 DOKUMENTASI PENGUKURAN GPS TITIK TTG 1304 TITIK DG05 TITIK VK23 TITIK BPN SIRING TITIK ESDM TITIK IJK 67

93 TITIK 18 TITIK 34 TITIK DG 11 TITIK DG 24 TITIK DG 10 TITIK DG 12

94 TITIK DG 09

95 Halaman ini sengaja dikosongkan

96 LAMPIRAN 3 DATA PENGUKURAN VLF-EM Lintasan 1 Nama Lintasan : Lintasan 1 Lokasi Survey : Siring Tanggal : 28 September 2013 Spasi dan Frekuensi : 5 m / 22.2 khz Jarak Inphase Quadrature T-Fild Tilt Q S

97

98

99 Nama Lintasan : Lintasan 2 a Lokasi Survey : Siring Tanggal : 28 September 2013 Spasi dan Frekuensi : 5 m / 22.2 khz Jarak Inphase Quadrature T-Fild Tilt Q S

100 Nama Lintasan : Lintasan 2 b Lokasi Survey : Siring Tanggal : 28 September 2013 Spasi dan Frekuensi : 5 m / 22.2 khz Distance Inphase Quadrature T-Fild Tilt Q S

101 Nama Lintasan : Lintasan 3 Lokasi Survey : Siring Tanggal : 28 September 2013 Spasi dan Frekuensi : 5 m / 22.2 khz Distance Inphase Quadrature T-Fild Tilt Q S

102

103 Nama Lintasan : Lintasan 4 Lokasi Survey : Siring Tanggal : 5 Oktober 2013 Spasi dan Frekuensi : 5 m / 15.6 khz Distance Inphase Quadrature T-Fild Tilt Q S p

104

105

106 Nama Lintasan : Lintasan 5 Lokasi Survey : Siring Tanggal : 5 Oktober 2013 Spasi dan Frekuensi : 5 m / 15.6 khz Jarak Inphase Quadrature T-Fild Tilt Q S

107

108

109 Halaman ini sengaja dikosongkan

110 BIOGRAFI PENULIS Juan Pandu GNR, dilahirkan pada tanggal 12 Juni 1989 di Magetan Jawa Timur. Anak pertama dari lima bersaudara. Penulis memulai pendikan formal di SDN Tamanan 1 Kecamatan Sukomoro Kabupaten Magetan ( ), SMP 1 Magetan ( ), SMA 1 Magetan ( ), dan melanjutkan jenjang Pendidikan Tinggi di Prodi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA ITS. Penulis mengambil penelitian di bidang near surface dan kebencanaan dengan Judul Tugas Akhir Analisa Mikrotremor HVSR Untuk Memetakan Potensi Likuifaksi Di Daerah Pesisir Kec. Pacitan. Selama kuliah di Fisika penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan seperti HIMASIKA ITS, FOSTRA ITS, AAPG SC ITS, dan SEG SC ITS. Penulis melanjutkan Program Pasca Sarjana di Jurusan Teknik Geomatika ITS yang dibiayai Direktur Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui Program Beasiswa Unggulan. Bagi para pembaca yang budiman dan tertarik dengan topik penelitian penulis, bisa menghubungi berikut: djuan.rochman@gmail.com

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Metode Real Time Point Precise Positioning (RT-PPP) merupakan teknologi

Lebih terperinci

PEMETAAN SUNGAI BAWAH PERMUKAAN DI WILAYAH KARS SEROPAN GUNUNGKIDUL DENGAN MENGGUNAKAN METODA GEOFISIKA VLF-EM-vGRAD

PEMETAAN SUNGAI BAWAH PERMUKAAN DI WILAYAH KARS SEROPAN GUNUNGKIDUL DENGAN MENGGUNAKAN METODA GEOFISIKA VLF-EM-vGRAD PEMETAAN SUNGAI BAWA PERMUKAAN DI WILAYA KARS SEROPAN GUNUNGKIDUL DENGAN MENGGUNAKAN METODA GEOFISIKA VLF-EM-vGRAD WAYU SUGENG MULIYOTO NRP 1105 100 009 JURUSAN FISIKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

ANALISA PENURUNANAN TANAH (LANDSUBSIDENCE) PADA DAERAH SEMBURAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN DATA SATELIT GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

ANALISA PENURUNANAN TANAH (LANDSUBSIDENCE) PADA DAERAH SEMBURAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN DATA SATELIT GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) TESIS-RG092999 ANALISA PENURUNANAN TANAH (LANDSUBSIDENCE) PADA DAERAH SEMBURAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN DATA SATELIT GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) WISNU PRIBADI 3512201006 Dosen Pembimbing: Dr. Ing. Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Gunung Kidul merupakan daerah kars yang terdiri dari batu gamping yang padat dan dengan ratusan gua dibawah permukaannya (MacDonald, 1984). Karena terjadi proses

Lebih terperinci

EVALUSI DAN ANALISIS ISU AKTUAL DINAMIKA POSTUR DAN PERILAKU SEMBURAN LUSI MENUJU WHAT NEXT? LUSI 9 TAHUN (29 Mei )

EVALUSI DAN ANALISIS ISU AKTUAL DINAMIKA POSTUR DAN PERILAKU SEMBURAN LUSI MENUJU WHAT NEXT? LUSI 9 TAHUN (29 Mei ) 0 LUSI 9 TAHUN, 29 MEI 2006-2015 9 TAHUN TRAGEDI BENCANA GEMPABUMI YOGYAKARTA, TERPAUT 2 HARI DENGAN BENCANA MUD VOLCANO LUSI 4 TAHUN SIMPOSIUM INTERNASIONAL LUSI 25 MEI 2011 MENDEKATI "GOLDEN TIME 2015"!

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS Satelit navigasi merupakan sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Satelit dapat memberikan posisi suatu objek di muka bumi dengan akurat dan

Lebih terperinci

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System Akbar.K 1 *, M.Taufik 1 *, E.Y.Handoko 1 * Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesi Email : akbar@geodesy.its.ac.id

Lebih terperinci

PERHITUNGAN VOLUME DAN SEBARAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN CITRA IKONOS MULTI TEMPORAL 2011

PERHITUNGAN VOLUME DAN SEBARAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN CITRA IKONOS MULTI TEMPORAL 2011 PERHITUNGAN VOLUME DAN SEBARAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN CITRA IKONOS MULTI TEMPORAL 2011 OLEH: AULIA MUSTIKA AKBARI 3507 100 016 DOSEN PEMBIMBING: DR.ING. IR. TEGUH HARIYANTO, MSC. TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE ABSOLUT Metode Point Positioning Posisi ditentukan dalam sistem WGS 84 Pronsip penentuan posisi adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH DI KAWASAN WATUKOSEK MENGGUNAKAN METODE SIPAT DATAR

PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH DI KAWASAN WATUKOSEK MENGGUNAKAN METODE SIPAT DATAR PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH DI KAWASAN WATUKOSEK MENGGUNAKAN METODE SIPAT DATAR Ira M. Anjasmara, Masrul Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Oleh : Ya Asurandi Jurusan Fisika Bidang Minat Geofisika MIPA ITS Surabaya 2011

Oleh : Ya Asurandi Jurusan Fisika Bidang Minat Geofisika MIPA ITS Surabaya 2011 ANALISA BAWAH PERMUKAAN DENGAN METODE GROUND PENETRATING RADAR (GPR),STUDI KASUS DI RUAS JALAN RAYA PORONG DEKAT JEMBATAN PUTUL, DESA MINDI DAN LOKASI BUBBLE SIRING Oleh : Ya Asurandi Jurusan Fisika Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi BAB II DASAR TEORI 2.1 Gunungapi Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang. Pengetahuan tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI GPS UNTUK PEMANTAUAN PENURUNAN PADA JEMBATAN MERR II-C SURABAYA. Teguh Hariyanto 1, Achmad Frandik 1

PEMANFAATAN TEKNOLOGI GPS UNTUK PEMANTAUAN PENURUNAN PADA JEMBATAN MERR II-C SURABAYA. Teguh Hariyanto 1, Achmad Frandik 1 PEMANFAATAN TEKNOLOGI GPS UNTUK PEMANTAUAN PENURUNAN PADA JEMBATAN MERR II-C SURABAYA GPS TECHNOLOGY FOR MONITORING SUBSIDENCE IN MERR II-C SURABAYA BRIDGE Teguh Hariyanto 1, Achmad Frandik 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661 A369 Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech I Gede Brawiswa Putra, Mokhamad Nur Cahyadi Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 3.1 Data yang Digunakan Data GPS yang digunakan dalam kajian kemampuan kinerja perangkat lunak pengolah data GPS ini (LGO 8.1), yaitu merupakan data GPS yang memiliki panjang

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) 2.1.1 Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS GPS (Global Positioning System) merupakan sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit.

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN POSISI HORISONTAL DI LAUT DENGAN MAPSOUNDER DAN AQUAMAP

ANALISA PENENTUAN POSISI HORISONTAL DI LAUT DENGAN MAPSOUNDER DAN AQUAMAP ANALISA PENENTUAN POSISI HORISONTAL DI LAUT DENGAN MAPSOUNDER DAN AQUAMAP Khomsin 1, G Masthry Candhra Separsa 1 Departemen Teknik Geomatika, FTSLK-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit GPS beredar mengelilingi bumi pada ketinggian sekitar 20.200 km. Satelit GPS tersebut berada di atas atmosfer bumi yang terdiri dari beberapa lapisan dan ditandai

Lebih terperinci

Amblesan di daerah Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur

Amblesan di daerah Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 1 Maret 2008: 1-9 Amblesan di daerah Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Untung Sudarsono dan Indra Budi Sudjarwo Pusat Lingkungan Geologi, Jl. Diponegoro No. 57

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Pengamatan Terhadap Ketelitian Posisi dalam Survei GPS

Pengaruh Waktu Pengamatan Terhadap Ketelitian Posisi dalam Survei GPS Jurnal Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi No. 1 Vol. 1 ISSN 2338-350X Juni 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Pengaruh Waktu Pengamatan Terhadap Ketelitian Posisi dalam Survei GPS RINA ROSTIKA

Lebih terperinci

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Reza Mohammad Ganjar Gani, Didin Hadian, R Cundapratiwa Koesoemadinata Abstrak Jaring Kontrol

Lebih terperinci

EVALUASI PENURUNAN TANAH KAWASAN LUMPUR SIDOARJO MENGGUNAKAN GPS GEODETIK DAN PERANGKAT LUNAK GAMIT/GLOBK

EVALUASI PENURUNAN TANAH KAWASAN LUMPUR SIDOARJO MENGGUNAKAN GPS GEODETIK DAN PERANGKAT LUNAK GAMIT/GLOBK HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR RG 141536 EVALUASI PENURUNAN TANAH KAWASAN LUMPUR SIDOARJO MENGGUNAKAN GPS GEODETIK DAN PERANGKAT LUNAK GAMIT/GLOBK KUKUH PRAKOSO SUDARSONO NRP 3512 100 032 Dosen Pembimbing Dr.-Ing.

Lebih terperinci

BAB 3 PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH DENGAN METODE SURVEY GPS

BAB 3 PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH DENGAN METODE SURVEY GPS BAB 3 PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH DENGAN METODE SURVEY GPS Ada beberapa metode geodetik yang dapat digunakan untuk memantau penurunan tanah, diantaranya survey sipat datar (leveling), Interferometric

Lebih terperinci

Identifikasi Pola Persebaran Sumber Lumpur Bawah Tanah Pada Mud Volcano Gunung Anyar Rungkut Surabaya Menggunakan Metode Geolistrik

Identifikasi Pola Persebaran Sumber Lumpur Bawah Tanah Pada Mud Volcano Gunung Anyar Rungkut Surabaya Menggunakan Metode Geolistrik JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.1, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) B-6 Identifikasi Pola Persebaran Sumber Lumpur Bawah Tanah Pada Mud Volcano Gunung Anyar Rungkut Surabaya Menggunakan Metode Geolistrik

Lebih terperinci

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul.... i Lembar Pengesahan.... ii Abstrak.... iii Kata Pengantar.... v Daftar Isi. vii Daftar Gambar.... ix Daftar Tabel.... xi BAB 1 : PENDAHULUAN.... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE VERY LOW FREQUENCY ELECTROMAGNETIC (VLF-EM) UNTUK MENDETEKSI REKAHAN PADA DAERAH TANGGULANGIN, SIDOARJO

PENERAPAN METODE VERY LOW FREQUENCY ELECTROMAGNETIC (VLF-EM) UNTUK MENDETEKSI REKAHAN PADA DAERAH TANGGULANGIN, SIDOARJO Penerapan Metode Very... PENERAPAN METODE VERY LOW FREQUENCY ELECTROMAGNETIC (VLF-EM) UNTUK MENDETEKSI REKAHAN PADA DAERAH TANGGULANGIN, SIDOARJO Muhammad Shafran Shofyan, Anik Hilyah, Juan Pandu G. N.

Lebih terperinci

Penentuan Posisi dengan GPS

Penentuan Posisi dengan GPS Penentuan Posisi dengan GPS Dadan Ramdani Penggunaan GPS sekarang ini semaikin meluas. GPS di disain untuk menghasilkan posisi tiga dimensi secara cepat dan akurat tanpa tergantung waktu dan cuaca. Beberapa

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH TANGGULANGIN, SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN METODA GROUND PENETRATING RADAR (GRP)

PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH TANGGULANGIN, SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN METODA GROUND PENETRATING RADAR (GRP) Pemetaan Bawah Permukaan PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH TANGGULANGIN, SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN METODA GROUND PENETRATING RADAR (GRP) Elfarabi 1), Dr. Ir. Amien Widodo, M.S 2) dan Firman Syaifudin,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Salah satu kegiatan eksplorasi seismic di darat adalah kegiatan topografi seismik. Kegiatan ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA IV.1 SOFTWARE BERNESE 5.0 Pengolahan data GPS High Rate dilakukan dengan menggunakan software ilmiah Bernese 5.0. Software Bernese dikembangkan oleh Astronomical Institute University

Lebih terperinci

BAB V DESAIN SURVEY DAN PENGOLAHAN DATA

BAB V DESAIN SURVEY DAN PENGOLAHAN DATA BAB V DESAIN SURVEY DAN PENGOLAHAN DATA 5.1 Desain Survey Pengukuran data VLF dilakukan 4 8 November 2007 di daerah Semanu, pada sistem sungai bawah permukaan Bribin, meliputi 2 lokasi pengukuran, yakni:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami penurunan muka tanah yang cukup signifikan setiap tahunnya (Abidin, 2009). Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi Itenas No. 2 Vol. 1 ISSN 2338-350X Desember 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit-satelit GPS beredar mengelilingi bumi jauh di atas permukaan bumi yaitu pada ketinggian sekitar 20.200 km dimana satelit tersebut berputar mengelilingi bumi

Lebih terperinci

Penggunaan Filter Robust Multifikatif Regulasi Pada Data Very Low Frequency Elektromagnetik (VLF-EM)

Penggunaan Filter Robust Multifikatif Regulasi Pada Data Very Low Frequency Elektromagnetik (VLF-EM) Penggunaan Filter Robust Multifikatif Regulasi Pada Data Very Low Frequency Elektromagnetik (VLF-EM) Ahmad Zikri 1109 100 702 Pembimbing : Prof. Dr. rer. Nat Bagus Jaya Santosa, S.U Dr. Dwa Desa Warnana

Lebih terperinci

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI MOCHAMMAD RIZAL 3504 100 045 PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT PENDAHULUAN Ionosfer adalah bagian dari lapisan

Lebih terperinci

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi GPS (Global Positioning System) Global positioning system merupakan metode penentuan posisi ekstra-teristris yang menggunakan satelit GPS sebagai target pengukuran. Metode ini dinamakan penentuan posisi

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan suatu Lembaga Pemerintah yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional

Lebih terperinci

Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar

Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi No. 2 Vol. 1 ISSN 2338-350X Desember 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN AZIMUT PENGAMATAN MATAHARI DAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) (Studi Kasus: Kampus ITS Sukolilo, Surabaya)

ANALISIS KETELITIAN AZIMUT PENGAMATAN MATAHARI DAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) (Studi Kasus: Kampus ITS Sukolilo, Surabaya) ANALISIS KETELITIAN AZIMUT PENGAMATAN MATAHARI DAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM () Yuwono 1, Mohammad Luay Murtadlo 2 1,2 Teknik Geomatika, FTSLK-ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia Email: yuwono@geodesy.its.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang memungkinkan rute transportasi melintasi sungai, danau, jalan raya, jalan kereta api dan lainlain.jembatan merupakan

Lebih terperinci

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH 1. Tutik Annisa (H1E007005) 2. Desi Ari (H1E00700 ) 3. Fatwa Aji Kurniawan (H1E007015) 4. Eri Widianto (H1E007024) 5. Puzi Anigrahawati

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK Lysa Dora Ayu Nugraini, Eko Yuli Handoko, ST, MT Program Studi Teknik Geomatika, FTSP ITS-Sukolilo, Surabaya

Lebih terperinci

Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai

Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai STUDI PENENTUAN TINGGI ORTHOMETRIK MENGGUNAKAN METODE GPS HEIGHTING (STUDI KASUS: KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN BANDARA ABDURAHMAN

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) A-202

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) A-202 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-202 Studi Perbandingan Ketelitian Nilai Melalui Matahari dan Global Positioning System (GPS) Terhadap Titik BM Referensi (Studi

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Struktur Bumi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Struktur Bumi BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Struktur Bumi Bumi yang kita tinggali ini memiliki jari-jari yang dihitung dari inti bumi ke permukaan terluarnya yaitu sekitar 6.357 km [NASA]. Dengan jari-jari sebesar itu, bumi

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK Oleh : Lysa Dora Ayu Nugraini 3507 100 012 Dosen Pembimbing : Eko Yuli Handoko, ST, MT DEFORMASI Deformasi

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

Evaluasi Penurunan Tanah Kawasan Lumpur Sidoarjo Berdasarkan Data Pengamatan GPS April, Mei, Juni, dan Oktober 2016

Evaluasi Penurunan Tanah Kawasan Lumpur Sidoarjo Berdasarkan Data Pengamatan GPS April, Mei, Juni, dan Oktober 2016 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-7 Evaluasi Penurunan Tanah Kawasan Lumpur Sidoarjo Berdasarkan Data Pengamatan GPS April, Mei, Juni, dan Oktober 2016 Kukuh Prakoso

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S. Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang) Jl. Raden Saleh, 43 jakarta 10330 Phone : 62.021.3143080 Fax. 62.021.327958 E-mail : Coremap@indosat.net.id

Lebih terperinci

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015 A389 Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015 Joko Purnomo, Ira Mutiara Anjasmara, dan Sulistiyani Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi Itenas No.2 Vol. 01 ISSN 2338-350x Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-titik

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA SISTIM GPS SISTEM KOORDINAT PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Singkatan : Global Positioning System Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau yang lebih dikenal dengan DKI Jakarta atau Jakarta Raya adalah ibu kota negara Indonesia. Jakarta yang terletak di bagian barat laut

Lebih terperinci

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4 Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4 Oleh : Linda Ardi Oktareni Pembimbing : Prof. DR. Ir Bangun M.S. DEA,

Lebih terperinci

Pemetaan Undulasi Kota Medan Menggunakan Hasil Pengukuran Tinggi Tahun 2010

Pemetaan Undulasi Kota Medan Menggunakan Hasil Pengukuran Tinggi Tahun 2010 Jurnal Itenas Rekayasa LPPM Itenas 1 Vol. XVII ISSN: 1410-3125 Januari 2013 Pemetaan Undulasi Kota Medan Menggunakan Hasil Pengukuran Tinggi Tahun 2010 Hary Nugroho, Rinaldy Jurusan Teknik Geodesi, Institut

Lebih terperinci

STUDI PENGAMATAN PENURUNAN DAN KENAIKAN MUKA TANAH MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI SYNTHETIC APERTURE RADAR

STUDI PENGAMATAN PENURUNAN DAN KENAIKAN MUKA TANAH MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI SYNTHETIC APERTURE RADAR STUDI PENGAMATAN PENURUNAN DAN KENAIKAN MUKA TANAH MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI SYNTHETIC APERTURE RADAR (DInSAR) STUDY OF DETECTED LAND SUBSIDANCE AND UPLIFT USING DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Input Data Setelah dilakukan pengolahan data, ada beberapa hal yang dianggap berpengaruh terhadap hasil pengolahan data, yaitu penggunaan data observasi GPS dengan interval

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS)

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) Pembahasan dasar teori GPS pada subbab ini merupakan intisari dari buku Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya oleh [Abidin, 2007] dan SURVEI

Lebih terperinci

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS BAGIAN HILIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTI TEMPORAL (STUDI KASUS: KALI PORONG, KABUPATEN SIDOARJO) Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA 1. SISTIM GPS 2. PENGANTAR TANTANG PETA 3. PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang boleh dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR III.1 Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) atau sering juga disebut DEM, merupakan

Lebih terperinci

GEOFISIKA GEOFISIKA

GEOFISIKA GEOFISIKA Tujuan GEOFISIKA Memperkenalkan GEOFISIKA sebagai salah satu elemen / aspek dalam Ilmu Kebumian, dan perannya dalam dalam Teknologi Sumber Daya Bumi pemahaman fenomena alam mitigasi bencana kebumian Dr.

Lebih terperinci

Analisis Hasil Filtering Karous-Hjelt Berdasarkan Beda Spasi Dalam Penggambaran Struktur Bawah Permukaan Tanah

Analisis Hasil Filtering Karous-Hjelt Berdasarkan Beda Spasi Dalam Penggambaran Struktur Bawah Permukaan Tanah Analisis Hasil Filtering Karous-Hjelt Berdasarkan Beda Spasi Dalam Penggambaran Struktur Bawah Permukaan Tanah Miftakhul Maulidina Universitas Nusantara PGRI Kediri Email : dhin.na_fisika@yahoo.com Received

Lebih terperinci

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada diagram alir survei mineral (bijih besi) pada tahap pendahuluan pada Gambar IV.1 yang meliputi ; Akuisisi data Geologi

Lebih terperinci

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik Modul 1 Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik Di antara sifat fisis batuan yang mampu membedakan antara satu macam batuan dengan batuan lainnya adalah massa jenis dan suseptibiltas batuan.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah, 2005]:

BAB II DASAR TEORI. Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah, 2005]: BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasang Surut Laut Pasut laut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa dan luar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan wahana satelit. Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi sumber daya alam umumnya memerlukan biaya sangat mahal. Oleh karena itu biasanya sebelum melakuka kegiatan eksplorasi dilakukan survey awal, survey

Lebih terperinci

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penerapan ilmu geofisika, geologi, maupun hidrografi dalam survey bawah laut menjadi suatu yang sangat krusial dalam menggambarkan keadaan, detail objek,

Lebih terperinci

Pengaruh Koneksitas Jaring Terhadap Ketelitian Posisi Pada Survei GPS

Pengaruh Koneksitas Jaring Terhadap Ketelitian Posisi Pada Survei GPS Jurnal Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi Itenas No. 1 Vol. 1 ISSN 2338-350X Juni 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Pengaruh Koneksitas Jaring Terhadap Ketelitian Posisi Pada Survei GPS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR 7 BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR Bagian pertama dari sistem LIDAR adalah Global Positioning System (GPS). Fungsi dari GPS adalah untuk menentukan posisi (X,Y,Z atau L,B,h) wahana

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ZONA SESAR OPAK DI DAERAH BANTUL YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI

IDENTIFIKASI ZONA SESAR OPAK DI DAERAH BANTUL YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI IDENTIFIKASI ZONA SESAR OPAK DI DAERAH BANTUL YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang Email: lutfinur.ismi@ymail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010

PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010 PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010 TUGAS AKHIR atau SKRIPSI Karya ilmiah yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik

Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-178 Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik Ahmad Fawaiz Safi, Danar Guruh Pratomo, dan Mokhamad

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS (Abidin, 2007)

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS (Abidin, 2007) BAB 2 DASAR TEORI Bab ini berisi rangkuman referensi dari studi literatur untuk pengerjaan penelitian ini. Menjelaskan tentang GPS, metode penetuan posisi, Precise Point Positioning, koreksi-koreksi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif analitis. Penelitian gaya berat yang dilakukan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran struktur bidang

Lebih terperinci

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 127

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 127 LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 127 BAGIAN 9 Dampak Sosial Ekonomi Umum Gambar 67. Isu kritis Dampak Sosial Ekonomi (Paparam Prasetyo 2008) Luapan Lusi di dalam PAT. Semburan

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci