PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN"

Transkripsi

1 PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN ADI BUDI YULIANTO F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : ADI BUDI YULIANTO F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

3 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : ADI BUDI YULIANTO F Dilahirkan di Mataram pada tanggal 13 Juli 1986 Tanggal Lulus :... Menyetujui, Bogor, September 2008 Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc NIP : NIP : Mengetahui, Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian

4 Adi Budi Yulianto. F Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Dari Lahan Padi Gambut Serta Analisis Serapan Karbon Oleh Tanaman. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc dan Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc RINGKASAN Sekitar 85% penduduk Indonesia tergantung pada beras sebagai makanan utama. Beras sebagai bahan pangan utama terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan, tidak diikuti dengan adanya lahan pertanian yang subur. Untuk mengatasi masalah itu maka dilakukanlah intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian harus dilakukan secara bijak dan terkendali. Banyak faktor lingkungan yang akan rusak bila dilakukan tanpa memperhatikan faktor lingkungan di sekitar.para pemerhati lingkungan, khususnya lingkungan atmosfer, melihat bahwa ekstensifikasi lahan pertanian pada tanah gambut akan meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK) akibat manipulasi lingkungan yang akan dilakukan pada ekosistem tersebut, dimana didalamnya terkandung bahan organik dalam jumlah besar yang saat ini secara alami berada pada kondisi stabil selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun. Selain itu, kandungan karbon yang terlepas ke atmosfer dari tanah gambut cukup besar. Kandungan karbon yang terlepas ke atmosfer selain dapat diabsorbsi oleh tanah itu sendiri, juga dapat diabsorbsi oleh tanaman yang tumbuh di tanah itu. Berdasarkan hal inilah, maka penelitian tentang pendugaan emisi gas rumah kaca dari tanah gambut dan kemampuan tanaman dalam mengabsorbsi karbon dilakukan. Gas rumah kaca yang keluar dari lahan gambut dianalisis menggunakan gas kromatografi (GC), yang dilengkapi dengan FID (Flame Ionisation Detector). Sampel gas CH 4 diambil secara otomatis sedangkan sampel gas N 2 O dan CO 2 diambil secara manual menggunakan jarum suntik. Sampel gas CH 4 diambil sekali dalam satu minggu dan dilakukan selama satu hari penuh, sedangkan gas N 2 O dan CO 2 diambil saat pagi hari yang dilakukan sekali dalam seminggu. Analisis kandungan karbon yang diserap oleh tanaman dilakukan dengan metode pengabuan. Biomas dari tanaman dikeringkan kemudian dihancurkan dan diabukan dalam tanur pembakar. Hasil penelitian selama satu musim tanam menunjukkan bahwa emisi CH 4 terbesar dihasilkan oleh tanah gambut dengan pemberian perlakuan jerami kering dengan nilai total emisi sebesar kg/ha, kemudian diikuti oleh perlakuan tanpa amelioran, dolomit dan pupuk kandang dengan nilai total emisi masingmasing sebesar , , dan kg/ha. Total emisi N 2 O yang dihasilkan oleh tanah gambut tiap perlakuan berkisar antara kg/ha. Sedangkan total emisi CO 2 yang dihasilkan tiap perlakuan pada lahan padi gambut berkisar antara kg/ha. Pemberian amelioran pupuk kandang pada tanah gambut mampu menghasilkan total kandungan C-organik sebesar kg-c/ha, jerami kering kg-c/ha, tanpa amelioran kg-c/ha, dan dolomit kg-c/ha. Sedangkan emisi GRK setara karbon dari karbondioksida yang dihasilkan dari

5 pemberian amelioran pupuk kandang sebesar kg CO 2 -C/ha, diikuti dolomit, tanpa amelioran, dan jerami kering secara berturut-turut , , dan jerami kering kg CO 2 -C/ha. Net karbon terendah dihasilkan oleh tanah gambut dengan perlakuan pupuk kandang sebesar kg-c/ha, diikuti perlakuan dolomit sebesar kg-c/ha, tanpa amelioran kg-c/ha, dan tertinggi jerami kering kg-c/ha. Rasio perbandingan antara net kabon dengan hasil gabah pada tanah gambut dengan penambahan dolomit sebesar kg gabah/ton CO2-C, disusul pupuk kandang, tanpa amelioran, dan jerami kering masing-masing sebesar , , dan kg gabah/ton CO 2 -C. Artinya, setiap satu kg gabah menghasilkan satu ton emisi. Penambahan amelioran pada tanah gambut ternyata berpengaruh terhadap hasil produktivitas padi dan emisi GRK. Laju subsidensi atau laju penurunan permukaan tanah gambut dengan perlakuan pupuk kandang sebesar 1.7 cm/tahun. Sehingga penambahan pupuk kandang mampu menjaga tanah gambut (kedalaman 1 m) hingga 58 tahun, yang berarti tanah gambut dapat digunakan lagi untuk kegiatan pertanian selama 58 tahun. Pemberian dolomit mampu menjaga tanah gambut hingga 55 tahun, dengan laju penurunan gambut sebesar 1.8 cm/tahun. Laju subsiden tanah gambut dengan penambahan jerami kering dan tanah gambut tanpa amelioran tidak berbeda jauh, masing-masing sebesar 3.5 dan 3.4 cm/tahun.

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis, Adi Budi Yulianto dilahirkan di Mataram pada tanggal 13 Juli Anak sulung dari dua bersaudara dari pasangan Sukidi S,Pd dan Yuni Kamsiyati S,Pd. Penulis menempuh jenjang pendidikan dasar di SD N 6 Mataram dan lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTP N 1 Mataram. Pada tahun 2001, penulis pindah ke SLTP N 1 Magetan karena mengikuti orang tua yang pindah tugas dan lulus pada tahun yang sama. Penulis menamatkan pendidikan menengah umumnya di SMU N 1 Magetan pada tahun Di tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan di Departemen Teknik Pertanian, penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) sebagai Kepala Biro Kewirausahan dari Departemen Ekonomi pada tahun 2006/2007. Penulis melakukan Praktek Lapang di Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna (PPKS) dengan judul Mempelajari Aspek Keteknikan Dalam Bangunan Produksi Tanaman dan Produksi Ternak di Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Menggambar Teknik pada tahun 2006/2007. Penulis juga aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) yaitu Ikatan Mahasiswa Pelajar dan Alumni Magetan (IMPATA) sebagai Sekretaris (2005/2006) dan Ketua (2006/2007).

7 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya, serta salawat dan salam yang tak henti-hentinya dipanjatkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, karena berkat suri tauladannya yang telah menerangi bumi ini sehingga penelitian berjudul PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN dapat selesai tepat pada waktunya. Penelitian ini akan digunakan penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan, saran dan bimbingan kepada penulis selama pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini. 3. Seluruh dosen pengajar di Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, atas bekal ilmu yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB. 4. Keluarga besar Laboratorium GRK, Mbak Lina, Mbak Mira, Mbak Rina, Mbak Titi, Pak Yarpani, Pak Jumari, Pak Darmin, Pak Yoto, Mas Yanto, Mas Yono atas bantuannya selama penelitian. 5. Bapak, Ibu dan adikku yang selalu memberikan kasih sayang serta doanya. 6. Teman seperjuangan selama penelitian di Pati, yaitu Haris. 7. Teman-teman kosan yaitu, Indra, Andika, Siwi, Heru, Iboy, Salamun, Anami dan Busan atas doa dan bantuannya selama ini. 8. Seluruh teman-teman Teknik Pertanian angkatan 41 atas dukungan dan doanya. Tidak ada yang sempurna di dunia ini, maka dari itu penulis menyadari akan kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam menyusun skripsi ini. Penulis berharap adanya masukan dan kritikan untuk skripsi ini sehingga menjadi lebih i

8 baik. Akhir kata penulis berharap semoga penelitian yang telah dilakukan dan dibukukan dalam bentuk skripsi ini dapat bermanfaat. Terima kasih. Bogor, September 2008 Penulis ii

9 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN RINGKASAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR v DAFTAR TABEL vi DAFTAR LAMPIRAN vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Pembentukan Gambut Pemanasan Global Emisi Gas Rumah Kaca Gas-Gas Rumah Kaca Gas Metana Gas Dinitro Oksida Gas Karbondioksida Serapan Karbon Oleh Tanaman III. METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Pelaksanaan Penelitian Analisis Serapan Karbon Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Emisi Gas Rumah Kaca Pada Setiap Aplikasi Amelioran Emisi CH Emisi N 2 O iii

10 Emisi CO Potensial Redoks (Eh) dan Kemasaman Tanah (ph) Potensial Redoks (Eh) Kemasaman Tanah (ph) Parameter Tanaman dan Komponen Hasil Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan Total Emisi Gas Rumah Kaca Global Warming Potential GWP) Kandungan Karbon Organik Pada Tanaman V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Mikroplot untuk penanaman padi Gambar 2. Skema penyusunan perlakuan bahan amelioran Gambar 3. Bagan Alir Kegiatan Penelitian Gambar 4. Susunan tanaman padi gambut dalam mikroplot Gambar 5. Boks otomatik penangkap gas CH Gambar 6. Boks manual Gambar 7. Tanur pembakar C Gambar 8. Tanur pembakar C Gambar 9. Kondisi tanaman padi dalam boks Gambar 10. Lokasi pengukuran CH 4 secara otomatis Gambar 11. Grafik fluks metana Gambar 12. Fluks kumulatif metana Gambar 13. Dinamika produksi dan emisi metana dari lahan sawah Gambar 14. Pengambilan gas N 2 O secara manual Gambar 15. Grafik fluks N 2 O Gambar 16. Fluks kumulatif N 2 O Gambar 17. Grafik fluks CO Gambar 18. Fluks kumulatif CO Gambar 19. Pengukuran potensial redoks dan ph Gambar 20. Grafik pengukuran potensial redoks (Eh) Gambar 21. Grafik kemasaman tanah gambut (ph) v

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Emisi CH 4 dari sumber alami (natural) dan kegiatan manusia (anthropogenic) Tabel 2. Source & sink gas N2O di atmosfer secara global menurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) Tabel 3. Emisi CH 4 dari beberapa varietas padi pasang surut Tabel 4. Hasil analisis jumlah anakan dan tinggi anakan di tanah gambut dengan 4 pemberian amelioran Tabel 5. Total emisi gas rumah kaca dan hasil gabah selama satu musim Tabel 6. Kandungan organik akar padi Tabel 7. Serapan karbon tanaman berdasarkan bagian tanaman Tabel 8. Rasio perbandingan net karbon dengan hasil gabah vi

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Total emisi gas rumah kaca dan global warming potential (GWP) selama satu musim tanam Lampiran 2. Hasil analisis C-organik tanaman di tanah gambut Lampiran 3. Hasil konversi dan perhitungan arbon tanaman per lahan Lampiran 4. Hasil perhitungan kandungan organik pada akar gulma Lampiran 5. Hasil perhitungan total kandungan karbon organik dan net karbon vii

14 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 1980-an, perubahan lingkungan global mulai menjadi pertimbangan di seluruh dunia. Pemanasan global, hujan asam, perusakan lapisan ozon dan disertifikasi tanah/lahan mempunyai hubungan yang erat dengan pertanian. Sejak itu pertanian bertambah penting perannya dalam mempertahankan dan memperkuat lingkungan melalui konservasi lahan dan lingkungan berdasarkan fungsi-fungsi ekologinya, namun fungsi-fungsi tersebut telah rusak oleh alih fungsi lahan pertanian, perubahan iklim global dan intensifikasi pertanian (Mulya et al., 2003). Bagi negara agraris seperti Indonesia, sektor pertanian sangat penting dalam mendukung perekonomian nasional terutama sebagai penyedia bahan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia. Sekitar 85% penduduk Indonesia tergantung pada beras sebagai makanan utama. Intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian harus dilakukan secara bijak dan terkendali. Banyak faktor lingkungan yang akan rusak bila dilakukan tanpa memperhatikan faktor lingkungan di sekitar. Sebagai contoh, pengembangan Proyek Lahan Gambut (PLG) satu juta hektar pada tahun 1995 meninggalkan sejumlah permasalahan lingkungan yang cukup parah seperti kemasaman tinggi dan pencucian besi dalam jumlah besar pada badan air yang merusak kehidupan biota sungai. Para pemerhati lingkungan, khususnya lingkungan atmosfer, melihat bahwa ekstensifikasi lahan pertanian pada tanah gambut akan meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK) akibat manipulasi lingkungan yang dilakukan pada ekosistem tersebut, dimana didalamnya terkandung bahan organik dalam jumlah besar yang saat ini secara alami berada pada kondisi stabil selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun (Barchia, 2006). Selain itu, kandungan karbon yang terlepas ke atmosfer dari tanah gambut cukup besar. Kandungan karbon yang terlepas ke atmosfer selain dapat diabsorbsi oleh tanah, juga dapat diabsorbsi oleh tanaman yang tumbuh di tanah itu. Berdasarkan hal inilah, maka penelitian tentang pendugaan emisi gas rumah kaca 1

15 dari tanah gambut dan kemampuan tanaman dalam mengabsorbsi karbon dilakukan Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan data emisi gas rumah kaca (GRK) dari pengelolaan padi pada tanah gambut dan teknologi mitigasi untuk menekan emisi GRK. 2. Menganalisis kemampuan tanaman dalam mengabsorbsi karbon yang terlepas ke atmosfer. 2

16 II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pengertian dan Pembentukan Gambut Berbagai istilah telah diberikan kepada tanah yang berkadar bahan organik tinggi, misalnya istilah tanah gambut oleh Wirjodihardjo pada tahun 1953, organosol oleh Dudal dan Soepraptohardjo pada tahun 1961, dan histosol oleh FAO-UNESCO (Food and Agriculture Organization-United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) tahun Menurut Hardjowigeno (1993), gambut terbentuk dari bahan organik yang terdekomposisi secara anaerob dimana laju penambahan bahan organik lebih cepat daripada laju dekomposisinya. Semula para ahli dari Eropa berpendapat bahwa tanah organik tidak akan ditemui di daerah tropika karena bahan organik dari tumbuh-tumbuhan akan cepat terdekomposisi dan tidak akan terakumulasi di daerah beriklim panas seperti di Indonesia. Akan tetapi dugaan ini tidak benar, karena Maens dan Vlaardingen pada tahun 1885 menemukan tanah organik di Besuki dan Rembang. Sedangkan pada tahun 1893 telah diterbitkan ekspedisi dari Yzerman di Sumatera yang melaporkan adanya tanah organik di Siak. Hal ini sekaligus membantah dugaan yang mengatakan bahwa di daerah tropis tidak mungkin terbentuk tanah dengan kadar bahan organik tinggi (Hakim et al., 1986). Luas lahan gambut di Indonesia menempati urutan ke empat terbesar di dunia setelah Rusia, Kanada dan Amerika Serikat. Gambut yang tersebar di Kalimantan dan Sumatera 90% arealnya merupakan gambut pedalaman. Salah satu faktor pembatas yang sering diperbincangkan tentang pengelolaan gambut adalah hubungan negatif antara ketebalan gambut dengan produktivitas lahan. Makin tebal gambut, makin besar kendala biofisiknya dan makin rendah produktivitas lahannya (Barchia, 2006). Lahan gambut memiliki fungsi antara lain sebagai habitat beranekaragam makhluk hidup, pengendali banjir dan kekeringan, menampung kelebihan air di musim hujan dan menyalurkan cadangan air di musim kemarau, serta sebagai cadangan karbon terrestrial yang penting. Hakim et al., (1986) menyatakan bahwa pembentukan tanah gambut merupakan akumulasi bahan organik atau pembentukan gambut merupakan proses 3

17 pengkarbonan, karena relatif bersifat mempertinggi kadar C dalam tanah bila dibandingkan dengan kadar N, H, dan O. Dalam proses ini akan terjadi : a. Perubahan komposisi bahan-bahan yang larut serta pengangkutannya. b. Bagian utama tumbuh-tumbuhan berupa sellulose dan hemi sellulose akan diuraikan perlahan-lahan. c. Akumulasi bahan bagian tumbuh-tumbuhan yang resisten, seperti lignin, damar, gabus, dan kutin yang akan mempertinggi kadar C tanah. Lignin mengandung 60-63% C, sellulose 40-46% C. d. Makin aktifnya kehidupan jasad renik, setelah mereka memperoleh energi dari penguraian sellulose dan hemi-sellulose. Kegiatan ini akan menghasilkan protein dan dengan makin berkembangnya jumlah bakteri, berarti kadar N dalam gambut akan meningkat pula sehingga lebih banyak dari kadar N dari tanaman hidup. Berdasarkan lingkungan fisiknya, lahan gambut dapat dibedakan atas enam macam bentuk (Noor, 2001), yaitu : 1. Gambut dataran rawa pantai. 2. Gambut rawa lagun. 3. Gambut cekungan/lembah kecil yang menyatu dengan dataran. 4. Gambut yang terisolasi pada lembah sungai. 5. Gambut endapan karang (khusus kawasan salin). 6. Gambut rawa delta. Berdasarkan ketebalan gambut, lahan gambut dapat dibedakan menjadi 5 kelompok (Najiyati et al., 2005), yaitu: 1. Lahan bergambut (0-50 cm) 2. Gambut dangkal ( cm) 3. Gambut sedang ( cm) 4. Gambut dalam ( cm) 5. Gambut sangat dalam (>300 cm) Lahan gambut umumnya memiliki tingkat kesuburan yang rendah, miskin unsur hara, dan ph tanah yang sangat rendah (kisaran 3-5), sehingga memerlukan bahan amelioran sebelum dimanfaatkan untuk lahan pertanian. 4

18 Sedangkan berdasarkan proses pembentukan dan sifat-sifat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Gambut topogen (gambut air tanah) Gambut topogen terbentuk karena pengaruh dominan topografi, dimana vegetasi hutan yang menjadi sumber biomassa bahan gambut dan tumbuh dengan memperoleh unsur hara dari air tanah (Subagyo, 2003). Gambut ini dapat berkembang dengan mengambil nutrisi tanah mineral yang mengandung air humifikasi sisa-sisa tumbuhan yang mendapat pengaruh dari air permukaan tanah (Setiadi, 1990). Gambut ini juga memiliki kesuburan alami yang tinggi karena memiliki banyak unsur hara. 2. Gambut ombrogen (gambut air hujan) Gambut ombrogen terletak di bagian tengah depresi dan umumnya membentuk kubah gambut (peat dome). Bagian tengah depresi, dimana air tanah terletak di dalam dan perakaran vegetasi hutan tidak mampu mencapainya. Vegetasi hutan hanya memperoleh sumber hara yang seluruhnya bersal dari air hujan. Gambut ini memiliki kesuburan yang rendah (Subagyo, 2003). Gambut ini bersifat sangat asam dan miskin unsur hara. Lahan gambut menyimpan cadangan karbon yang sangat besar berupa bahan organik yang terakumulasi selama ribuan tahun. Dalam keadaan alami, lahan gambut berpotensi menyerap karbon, karena ph-nya yang rendah. Pengelolaan tanah gambut yang tidak bijak akan berdampak terhadap meningkatnya emisi gas rumah kaca seperti CH 4 (Sabiham et al., 2003) Pemanasan Global Selama dua abad terakhir telah terjadi peningkatan suhu atmosfer di bumi sehingga mengakibatkan beberapa bencana, salah satunya 'El Nino'. Kenaikan suhu yang diprediksi oleh 'Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)' pada akhir tahun 2100 akan mencapai o C (IPCC, 1992). Hal ini disebabkan oleh terakumulasinya gas rumah kaca (CO 2, CFCs, N 2 O, CH 4 ) di atmosfer sehingga menghambat pantulan radiasi matahari (inframerah) dari permukaan 5

19 bumi ke luar angkasa. Sebagai gambaran, kenaikan gas metana sebanyak 1.3 ppm CH 4, dapat meningkatkan suhu atmosfer sebesar 1 o C (Neue, 1993). Saat ini sumber utama emisi gas metana berasal dari padi sawah, karena padi menghasilkan emisi gas metana cukup tinggi, yaitu antara 20 sampai dengan 100 Tg CH 4 /tahun (IPCC 1992). Indonesia, yang memiliki 10.6 juta hektar padi sawah, diperkirakan menyumbang sekitar 1 % dari total emisi gas metana global (Neue, 1993). Emisi metan secara global diduga Tg/tahun dan konsentrasinya meningkat 1% (IPCC 1992). Sedangkan emisi gas N 2 O terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya penggunaan pupuk urea untuk memacu peningkatan produksi padi. Emisi gas CO 2, CH 4 dan N 2 O masing-masing menyumbang 55%, 15% dan 6% dari total efek rumah kaca (Mosier et al., 1994). Walaupun sumbangan gas N 2 O terhadap atmosfer rendah, namun gas N 2 O di atmosfer sangat stabil dan mempunyai waktu tinggal sampai 150 tahun (Cicerone, 1989) Emisi Gas Rumah Kaca Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer saat ini terus menjadi perhatian serius dari masyarakat global. Pembakaran energi fosil karbon dan konversi hutan hujan tropis menjadi sorotan utama penyebab pelepasan gas rumah kaca (radiatively active gases) seperti CO 2, CH 4, dan N 2 O. Barchia (2006) menyatakan bahwa, kebakaran lahan gambut pada tahun 1997 di Indonesia menghasilkan emisi karbon sebesar juta ton atau 75 persen dari total emisi karbon dan 5 juta ton partikel debu. Kemudian informasi ini diperbaharui dimana pada tahun 2002 diketahui bahwa jumlah karbon yang dilepaskan selama terjadinya kebakaran hutan dan lahan tahun 1997/1998 adalah sebesar 2.6 milyar ton. Apabila lahan gambut yang merupakan tempat akumulasi karbon (carbon reservoir) yang tersimpan selama ribuan tahun, kemudian dikelola dengan tidak bijaksana. Laju pelepasan CH 4, dan CO 2 meningkat sehingga dapat berimplikasi pada peningkatan pemanasan global. Tidak hanya itu, emisi gas rumah kaca juga dihasilkan dari lahan persawahan. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dalam produksi padi sangatlah 6

20 unik. Selain memproduksi gas metana yang berasal dari peruraian bahan organik, produksi padi juga menghasilkan karbondioksida (CO 2 ) yang muncul dari pembakaran sisa tanaman padi. Usaha tani padi juga memproduksi dinitro oksida (N 2 O) dari peruraian pupuk. Emisi gas rumah kaca pada lahan sawah dipengaruhi oleh kondisi oksidasi dan reduksi. Emisi gas metana lebih tinggi pada kondisi sawah saat tergenang, sebaliknya emisi gas N 2 O lebih tinggi pada sawah saat kondisi kering. Peran lahan sawah tadah hujan sebagai source dan sink GRK dalam pola tanam satu tahun akan menentukan net emisi GRK meskipun sangat dipengaruhi juga oleh budidaya dan pengelolaan lahan. Moiser et al., (1994) menyatakan bahwa, lahan sawah merupakan sumber beberapa gas rumah kaca, khususnya CO 2, CH 4, N 2 O yang berperan penting pada pemanasan bumi secara global. Emisi gas CO 2, CH 4 dan N 2 O masing-masing menyumbang 55%, 15% dan 6% dari total efek rumah kaca. Meskipun sumbangan gas N 2 O terhadap atmosfer rendah, namun gas N 2 O di atmosfer sangat stabil dan mempunyai waktu tinggal sampai 150 tahun (Cicerone, 1989). Lahan sawah dicirikan oleh ko-eksistensi struktur komunitas mikrobia yang sangat berbeda kegiatan metaboliknya. Pada kondisi sawah terjadi pertukaran senyawa yang ekstensif mengikuti gradien konsentrasi source sink. Senyawa-senyawa yang mudah menguap dapat keluar dari siklus internal ini melalui emisi ke atmosfer. Emisi gas pada budidaya padi adalah hasil dari sistem yang kompleks dari proses fisiko-kimia dan interaksi tanaman-mikrobia. Eksudat dari akar dan akar yang mati merupakan substrat bagi mikrobia yang menghasilkan dan menggunakan gas-gas yang terbentuk. Gas rumah kaca (CO 2, CH 4, N 2 O) menyebabkan peningkatan suhu bumi secara global. Pola dan besarnya emisi dan produksi gas-gas rumah kaca di Indonesia masih sedikit informasinya. Rennenberg et al., (1992) berpendapat, proses-proses mikrobiologis penting yang menghasilkan gas N 2 O meliputi denitrifikasi, nitrifikasi kemolitotrofik, oksidasi amonia menjadi nitrat (NO - 3 ) dan terbentuklah gas N 2 O. Bakteri dan cendawan berperan penting sebagai katalis pada proses nitrifikasi heterotropik dalam pembentukan gas N 2 O. Peran masingmasing proses dalam keseluruhan pembentukan gas N 2 O masih belum diketahui dengan pasti. 7

21 2.4. Gas-gas Rumah Kaca Pemanasan global (global warming) yang terjadi tidak lepas dari aktivitas manusia yang menghasilkan gas-gas rumah kaca. Gas-gas rumah kaca yang dihasilkan antara lain : Gas Metana (CH 4 ) Gas metana adalah salah satu gas rumah kaca yang keberadaanya saat ini telah banyak meresahkan, karena keberadaanya yang mampu meningkatkan efek pemanasan global. Gas metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang 21 kali lebih berpotensi menyebabkan efek rumah kaca dibanding karbondioksida yang menyebabkan kerusakan ozon dan kenaikan suhu. Gas metana yang muncul tidak hanya dari kegiatan manusia sehari-hari, tetapi gas metana juga dapat dihasilkan dari kegiatan pertanian terutama dari lahan persawahan. Menurut Koordinator Konsorsium Padi dan Perubahan Iklim, Reiner Wassman dari International Rice Research Institute (IRRI) Filipina menyatakan bahwa budidaya tanaman padi merupakan penyumbang emisi metana terbesar. Konsentrasi metana di atmosfer dewasa ini mencapai 1700ppbv (part per billion volume), dua kali lebih besar konsentrasinya dibanding tahun yang lalu ( ppbv). Angka tersebut terus berubah karena laju kenaikan metana di atmosfer saat ini kurang lebih 0.7% atau setara dengan beban bertambahnya gas metana di atmosfer sebesar 40Tg per tahun (1 Tg = ton). Indonesia sendiri dengan luas panen padi sawah sekitar 8.83 juta per hektar diperkirakan bertanggung jawab atas 1% emisi global metana (Setyanto, 1994). Pembentukan metana menurut Ciceron dan Oremland (1988), terjadi melalui dua cara: (1) degradasi bahan organik secara anaerob (biogenik) dan (2) pembebasan langsung melalui 8

22 produksi dan pembakaran bahan bakar minyak dan kebocoran gas alam (non biogenik). Pembentukan metana secara biogenik merupakan hasil dekomposisi bahan organik yang dilakukan oleh bakteri methanogen. Bakteri ini berkembang pesat pada tanah dengan kondisi anaerob, oleh sebab itu banyak dijumpai pada tanah tergenang. Proses metanogenesis merupakan proses biologi pada tanah yang dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah seperti suhu tanah, potensial redoks, ph tanah, akumulasi dan dekomposisi bahan organik, dan varietas tanaman (Setyanto, 1994). Sedangkan menurut Patrick et al., (1977) dalam Setyanto, (1994) bahwa, proses pembentukan metana adalah akibat dekomposisi bahan organik pada kondisi anaerob. Organisme yang berperan dalam proses dekomposisi ini khususnya bakteri methanogen, tidak dapat berfungsi dengan baik apabila terdapat oksidan (elektron akseptor). Sebelum oksidan-oksidan tanah tereduksi, metana tidak akan terbentuk. Oksidan tanah yang harus tereduksi dahulu sebelum metana terbentuk adalah oksigen (tereduksi pada Eh +350mV), diikuti Mn 4+ dan NO + 3 (pada Eh +250mV), Fe (pada Eh +150mV) dan SO 4 (pada Eh -150mV). Metan (CH 4 ) terbentuk dari akibat reduksi CO 2 pada Eh yang kurang dari -200mV. Seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1, menunjukkan bahwa sumber emisi CH 4 berasal dari alam (natural) dan kegiatan manusia (anthropogenic). Secara fisiologisnya, tanaman adalah merupakan salah satu media untuk pelepasan metana ke atmosfer. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa, bagian batang tanaman melepaskan metana lebih besar dibanding bagian daun. Akar tanaman juga ikut memberikan kontribusi dalam proses pembentukan metana oleh bakteri methanogen. Sebab, akar tanaman dalam metabolismenya menghasilkan semacam substrat (eksudat akar) yang mempercepat proses pembentukan metana. 9

23 Tabel 1. Emisi CH 4 dari sumber alami (natural) dan kegiatan manusia (anthropogenic) Sumber Emisi CH 4 * Standar emisi CH 4 (Tg/th) (Tg/th) Natural Lahan basah 100 tdk Anai anai Samudra/laut lepas 4 tdk Sedimen laut Geologi Kebakaran hutan 2 tdk Total emisi natural 145 tdk Anthropogenic Padi Hewan 81 tdk Pupuk 14 tdk Pengisian lahan 22 tdk Penanganan limbah cair 25 tdk Pembakaran biomassa Penambangan batubara 46 Gas alam Lain lain Bahan bakar bersuhu rendah Total emisi anthropogenic 17 tdk 358 tdk Total 503 * : IPCC (1991) tdk : tidak diketahui Sumber : Mattews et al., (1993) dalam Khalil (1993) 10

24 Gas Dinitro Oksida (N 2 O) Pembentukan gas N 2 O melalui dua proses yaitu, nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrifikasi terjadi dalam dua langkah (Haynes, 1986). Langkah pertama adalah oksidasi sebagai berikut: NH 4 menjadi NO 2, reaksinya adalah 1 + NH 4 + O NO 2H H O energi Bakteri yang berperan dalam reaksi ini adalah bakteri nitrosomonas. Dan langkah kedua adalah oksidasi sebagai berikut: NO 2 menjadi NO 3 dengan reaksi 1 NO 2 + O NO energi Bakteri yang berperan adalah bakteri nitrobacter. Kemudian hasil dari nitrifikasi berupa NO 3 akan diubah menjadi N 2 O dalam proses denitrifikasi. Denitrifikasi adalah langkah terakhir dalam siklus N dan terjadi pada kondisi anaerobik. Kemudian N 2 O direduksi menjadi N 2 oleh enzim nitrous oxide yang tereduksi (Stouthamer, 1988). Reduksi N 2 O juga dapat dilalukan dengan enzim nitrogenase (Hardy dan Knight, 1966), sedangkan proses nitrifikasi terjadi pada kondisi aerobik. Erickson dan Keller (1997) berpendapat bahwa, peningkatan emisi gas N 2 O berkaitan erat dengan perubahan penggunaan lahan dan penggunaan pupuk nitrogen. Beberapa hasil studi dan literatur tentang emisi nitrogen oksida yaitu N 2 O dan NO yang berasal dari tanah menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan sangat mempengaruhi atmosfer baik secara regional maupun global (Veldkamp et al., 1998). Tanah merupakan sumber dan rosot yang sangat penting terhadap ketiga gas tersebut (CH 4, N 2 O, CO 2 ) dimana kondisi kimia, biologi maupun fisik tanah berperan penting dalam proses pertukaran gas-gas dari tanah ke atmosfer. Perubahan fungsi hutan menjadi lahan pertanian merupakan salah satu kegiatan yang menyebabkan pemanasan global. Veldkamp dan Keller (1997) menyatakan bahwa N 2 O memiliki dua peranan penting dalam pemanasan global yaitu, berperan dalam penurunan 11

25 lapisan ozon stratosfer yang diketahui berfungsi untuk melindungi biosfer dari efek radiasi ultraviolet langsung dan sebagai gas rumah kaca. Konsentrasi N 2 O di atmosfer meningkat sekitar % per tahun dan menyumbang sekitar 6% dalam pemanasan global, sedangkan CO 2 (55%) dan metana (15%). Jika dibandingkan dengan metana dan karbondioksida jumlahnya memang lebih rendah. Erickson dan Keller (1997) juga berpendapat bahwa, potensial gas N 2 O dalam pemanasan rumah kaca 200 kali lebih kuat dari pada CO 2 dan telah berlangsung selama 100 hingga 175 tahun. N 2 O adalah salah satu gas biogenik yang dihasilkan akibat dari adanya perubahan penggunaan lahan, pemakaian bahan bakar fosil, pembakaran biomassa dan penggunaan pupuk nitrogen yang intensif, asam-asam nitrik dan adipik dari proses pembutan nilon. Sumber utama N 2 O atmosfer berasal dari proses mikrobiologi baik secara alamiah maupun antropogenik (Hutabarat, 2001). Pemupukan tanah merupakan kontribusi yang penting pada sumber total emisi NO dan N 2 O ke atmosfer. Sumber biogenik NO dan N 2 O ke atmosfer disebabkan oleh pemupukan kimia dalam bentuk N, waktu pemupukan dilakukan, metode dan aplikasi dosis/angka pupuk N yang diberikan (Skiba et al., 1993). Sumber atropogenik N 2 O paling besar berasal dari tanah pertanian yaitu diperkirakan hampir 70% kontribusinya dalam meningkatkan efek rumah kaca (Chang et al., 1998). Seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2 tentang emisi N 2 O secara global. Masa hidup dari N 2 O sangat panjang yaitu sekitar 150 tahun di atmosfer, oleh karena itu peningkatan emisi-emisi kecil dapat meningkatkan konsentrasi. Pemakaian bahan bakar fosil dan pemakaian pupuk nitrogen akan menyumbang terjadinya pencemaran udara yang pada akhirnya terjadi penumpukan emisi N 2 O di atmosfer. 12

26 Tabel 2. Source & sink gas N 2 O di atmosfer secara global menurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) Alami Source N 2 O (Tg/tahun) Lautan Tanah tropis: Hutan basah Savana Tanah temperate: Hutan Padang rumput Total emisi alami Anthropogenic tdk Pengolahan tanah Pembakaran biomassa Industri Kendaraan bermotor Pembentukan asam Apidic Pembentukan asam Nitrat Total emisi anthropogenic Total emisi Hilang dalam tanah Sink N 2 O (Tg/tahun) tdk Photolisis di stratosfer 7-13 Peningkatan konsentrasi di atmosfer tdk: tidak diketahui (Sumber: IPCC, 1992) Gas Karbondioksida (CO 2 ) Karbondioksida adalah gas rumah kaca yang paling besar kontribusinya terhadap pemanasan global. Konsentrasi alaminya kecil, hanya sekitar 0.03 persen di atmosfer, tetapi secara alamiah 13

27 karbondioksida bisa diserap oleh tanaman dengan bantuan sinar matahari yang kemudian diuraikan untuk membentuk jaringan tanaman yang dikenal dengan proses fotosintesis. Bila tanaman atau hewan mati, kandungan karbon terlepas dalam bentuk karbondioksida, demikian pula kegiatan membakar kayu atau bahan bakar fosil juga melepaskan karbondioksida. Tanah secara alami juga mengandung karbon sampai 50%, dari berat keringnya bisa berupa bahan organik yang membusuk sebagian. Jika tanah ini dibalik menggunakan cangkul maka sejumlah karbon terlepas ke atmosfer dalam bentuk karbondioksida. Makin banyaknya pemakaian kendaraan bermotor, menyebabkan pemakaian bahan bakar fosil juga bertambah. Hal ini bisa menyebabkan bertambahnya kadar karbon di atmosfer bumi dan akan menyebabkan pembentukan semacam perisai, kemudian panas yang seharusnya keluar dari atmosfer dipantulkan kembali ke bumi yang menyebabkan suhu bumi mengalami kenaikan. Hutan secara alamiah menyerap kadar karbon yang dilepas, tetapi apabila terjadi kerusakan hutan dan penimbunan kadar karbon yang semakin meningkat karena kegiatan manusia akan menyebabkan gas karbondioksida makin menumpuk (Nurmaini, 2001). Penebangan hutan atau perladangan berpindah dengan membakar hutan, dituduh ikut menyumbang gas-gas pencemar karbondioksida (CO 2 ) dan hutan itu sendiri berfungsi secara alamiah untuk menyerap karbon monoksida (CO). Untuk negara maju hutan lebih berfungsi sebagai unsur konservasi. Selain itu, gas CO 2 dapat dihasilkan melalui proses dekomposisi bahan organik dalam keadaan aerob. Menurut Powlson dan Olk (2000), tanah dapat berperan sebagai sink utama C (karbon) yang dapat digunakan sebagai upaya mitigasi peningkatan CO 2 di atmosfer. Mekanisme pelepasan CO 2 dan N 2 O tidak sama dengan CH 4. Pelepasan CO 2 dan N 2 O melalui difusi di air atau melalui gelembung-gelembung udara pada kondisi anaerobik. Oleh karena itu, pengambilan contoh gas untuk analisis CO 2 dan N 2 O dilakukan pada sela-sela tanaman padi. CO 2 adalah gas yang diperlukan dalam proses 14

28 fotosintesis tanaman, dan N 2 O merupakan hasil samping dari proses nitrifikasi dan dentirifikasi nitrogen dalam tanah. Gas CO 2 terbentuk dari proses respirasi dan dekomposisi oleh mirkoorganisme tanah. Fotosintesis adalah proses perubahan senyawa anorganik menjadi senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein, dan lain sebagainya) di mana energi foton matahari diperlukan dalam proses tersebut. Karena gas CO 2 yang dilepas dari lahan sawah akan kembali ditranslokasikan tanaman padi melalui proses fotosintesis sebagai satu keseimbangan antara source dan sink emisi (zero CO 2 net emission). Gas CO 2 memiliki waktu urai hingaa tahun dan memiliki daya tangkap sinar matahari seperti efek rumah kaca. Dari jaman pre industri ( ), konsentrasi CO 2 telah bertambah dari 280 ppmv (parts per million volume) menjadi 353 ppmv pada tahun Saat ini laju penambahan CO 2 di atmosfer rata-rata berjumlah 1,8 ppmv. Kehadiran gas CO 2 memberikan kontribusi yang besar terhadap kenaikan suhu permukaan bumi dan IPCC menyarankan agar emisi gas CO2 sekurang-kurangya 60% dari emisi gas yang dikeluarkan saat ini (Bappenas, 2004) 2.5. Serapan Karbon Oleh Tanaman Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Pelepasan gas rumah kaca seperti gas asam arang atau karbondioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dan dinitro oksida (N 2 O) yang terus meningkat, semakin menyebabkan keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer terganggu. Saat ini konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer bumi telah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem. Kegiatan pertanian atau pengolahan lahan yang kurang tepat dapat mengakibatkan konsentrasi GRK meningkat. Salah satunya adalah dengan pembakaran vegetasi hutan secara luas secara bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Saat ini Indonesia adalah negara ke tiga penghasil emisi CO 2 15

29 terbesar di dunia. Emisi CO 2 yang dihasilkan Indonesia mencapai dua miliar ton per tahunnya atau menyumbang 10% dari emisi CO 2 di dunia. Tumbuhan memerlukan sinar matahari, CO 2 yang diserap dari udara dan air serta hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Hara dan karbon yang diserap oleh tanaman akan disimpan dalam tubuh tanaman. Hairiah et al., (2007) menyatakan bahwa, proses penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup disebut dengan proses sekuestrasi (C-sequestration). Mengukur jumlah C yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan, berarti dapat menggambarkan banyaknya atau jumlah CO 2 yang diserap oleh tanaman dari atmosfer. Sedangkan pengukuran C yang disimpan oleh bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa), secara tidak langsung telah menggambarkan banyaknya CO 2 yang tidak dilepas ke udara melalui pembakaran. Dalam kurun dekade terakhir ini, mulai disadari perhatian yang besar dalam sekuestrasi karbon (carbon sequestration) sebagai salah satu cara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Sekuestrasi karbon merupakan salah satu cara potensial berbiaya rendah yang dianjurkan untuk mengurangi konsentrasi atmosferik gas-gas rumah kaca. Protokol Kyoto yang diprakarsai oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) memberikan dorongan terhadap aspek-aspek sekuestrasi karbon. Jika diratifikasi, perjanjian ini mewajibkan negara-negara industri maju untuk mengurangi emisi gas-gas rumah kacanya sebesar 6-8 %. Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh di lahan pertanian. Keragaman tanaman dan pohon yang tumbuh menjulang tinggi dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak, menyebabkan hutan alami memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan karbon yang sangat baik. Tanaman atau pohon yang memiliki umur panjang yang biasanya tumbuh di hutan merupakan tempat penyimpanan atau penimbunan C yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tanaman semusim. Berkaitan dengan kegiatan pengembangan lingkungan yang bersih, maka jumlah CO 2 di udara harus dikendalikan melalui cara meningkatkan jumlah CO 2 16

30 yang diserap oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan emisi CO 2 ke udara serendah mungkin. Berdasarkan hal inilah, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam tanaman dan pepohonan pada lahan-lahan pertanian serta melindungi lahan gambut sangatlah penting dalam hal mengurangi jumlah CO 2 yang terlepas secara berlebihan ke udara. Jumlah C tersimpan dalam setiap pengunaan lahan tanaman, seresah dan tanah, biasanya disebut juga sebagai cadangan C. Banyaknya kadar C yang diserap dan disimpan oleh tanaman tergantung dari lahan atau tanah dimana tanaman itu tumbuh. Menurut Hairiah et al., (2007) menyatakan bahwa jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaanya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah C yang tersimpan di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C yang tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah). Menurut Lal (2002), pada dasarnya tanah di seluruh dunia mengandung lebih dari 3.2 triliun ton karbon pada lapisan 6 feet teratas. 17

31 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan) di Jakenan, Pati, Jawa Tengah. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April-Juli Bahan dan Alat Bahan 1. Benih padi dari varietas Batanghari. 2. Gas N 2, gas H 2, gas Argon, gas standar CH 4, CO 2, N 2 O. 3. Aquades. 4. Tanah Gambut. 5. Pupuk N, pupuk P 2 O 5, pupuk K 2 O. 6. Jerami kering, pupuk kandang, dan dolomit. Alat-alat 1. Boks penangkap gas secara manual. 2. Boks penangkap gas otomatis. 3. Jarum suntik. 4. Eh dan ph meter. 5. Elektroda. 6. Gas Kromatografi. 7. Komputer. 8. Tanur Pembakar dan cawan. 9. Grinder Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini menggunakan mikroplot yang diisi dengan tanah gambut dari Kalimantan Selatan. Kurang lebih 9 m 3 tanah gambut diangkut untuk 18

32 ditempatkan dalam mikroplot tersebut. Tanah gambut diambil sampai kedalaman 30 cm menggunakan cangkul, kemudian ditempatkan dalam karung plastik berukuran 25 kg. Setelah pengepakan, karung berisi tanah gambut segera diangkut menggunakan truk. Contoh tanah gambut ditempatkan pada mikroplot berukuran 1,5 m x 1,5 m x 1 m. Gambar 1 merupakan sketsa bentuk mikroplot yang digunakan untuk penaman padi plastik 0.25 m permukaan tanah 0.75 m 1.5 m Gambar 1. Mikroplot untuk penanaman padi Dua belas mikroplot selanjutnya akan disusun seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2 sesuai dengan urutannya yaitu: (1) Tanpa Amelioran (2) Dolomit (2 ton/ha) (3) Jerami kering (2 ton/ha) (4) Pupuk kandang (2 ton/ha) III U II I Gambar 2. Skema penyusunan perlakuan bahan amelioran 19

33 Semua perlakuan amelioran diberikan 7 hari sebelum tanam. Perlakuan disusun dengan rancangan acak kelompok yang diulang tiga kali. Skema kegiatan penelitian ditunjukkan dalam bagan alir (Gambar 3). Pembuatan mikroplot Tanah gambut dimasukkan ke dalam mikro-plot Pengambilan sampel gas CH 4, CO 2, dan N 2 O setiap 1 minggu sekali Penanaman dan pemeliharaan padi Sampel gas dianalisis dengan Gas Kromatografi Hasil Analisis dari Gas Kromatografi Gambar 3. Bagan alir kegiatan penelitian emisi gas rumah kaca Mikroplot tersebut ditanami padi varietas Batanghari dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Bibit padi ditanam pada usia 21 hari setelah sebar (HSS). Pemupukan diberikan berkala dengan dosis pupuk sama untuk semua perlakuan yaitu 90 kg N + 60 kg P 2 O kg K 2 O/ha. Pupuk N dan K diberikan 3 kali yaitu saat tanaman berumur 5 hari setelah tanam (HST), 21 HST dan sisanya pada saat tanaman berumur 42 HST. Pupuk P dalam bentuk SP36 diberikan sekali pada saat tanam padi. Hara mikro (Zn) diberikan jika tanaman menunjukkan gejala kahat atau gejala dimana warna daun pada tanaman menjadi kuning. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara intensif. Pengendalian hama utama lainnya dilakukan dengan penyemprotan insektisida sesuai dengan jenis hama yang berkembang di lapangan. Gambar 4 menunjukkan susunan tanaman padi gambut 20

34 dalam mikroplot dan bagian tanaman yang diambil sebagai parameter seperti perhitungan jumlah anakan, tinggi tanaman, dan potensial redoks. 1 Keterangan: 1. Titik pengamatan parameter tanaman. 2. Potensial redoks (Eh). 3. Boks manual Boks otomatik Gambar 4. Susunan tanaman padi gambut dalam mikroplot Data yang dikumpulkan selama penelitian adalah : (1) Emisi gas CH 4 yang keluar dari tanah gambut langsung diukur menggunakan Sistem Sampling Gas Otomatik. Fluks CH 4 diukur secara otomatik yaitu sekali dalam satu minggu selama pertumbuhan tanaman. Pengukuran dilakukan selama satu hari penuh (24 jam). Setiap mikroplot percobaan dipasang boks berukuran 1 m x 1 m x 1 m. Boks terbuat dari fleksiglas yang dilengkapi dengan pompa hidrolik untuk membuka menutupnya tutup boks secara otomatik seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5. 21

35 Gambar 5. Boks otomatik penangkap gas CH 4 Di dalam boks dilengkapi 2 buah kipas elektrik (24 VCD) untuk mencampur gas atau udara di dalam boks supaya homogen. Sampel udara dari dalam boks dihisap secara otomatik menuju alat gas kromatografi (GC), yang selanjutnya dianalisis konsentrasi gas CH 4 nya dengan menggunakan GC yang dilengkapi dengan FID (Flame Ionisation Detector). Untuk menghitung emisi gas CH 4 digunakan rumus: E = dc dt x Vch Ach x mw mv x ( T ) E : Emisi gas CH 4 (mg/m 2 /hari) dc/dt : perbedaan konsentrasi CH 4 per waktu (ppm/menit) Vch : Volume boks (m 3 ) Ach : Luas Boks (m 2 ) mw : Berat molekul CH 4 (g) mv : Volume molekul CH 4 (22.41 L) T : Temperatur rata-rata selama pengambilan sampel ( 0 C) (2) Emisi CO 2 dan N 2 O diukur secara manual setiap satu minggu sekali menggunakan sungkup atau boks dengan ukuran 40 cm x 60 cm x 40 cm yang dapat dioperasikan secara manual seperti dalam Gambar 6. 22

36 Gambar 6. Boks manual Pengambilan sampel untuk CO 2 dan N 2 O dilakukan pada pukul 6 pagi dan tidak dilakukan satu hari penuh. Sampel yang telah diambil kemudian dianalisis dengan analisis sampel gas secara manual. (3) Berbagai parameter tanaman padi seperti hasil gabah, komponen hasil, jumlah anakan, bobot jerami, dan lain-lain. (5) Data perubahan redoks potensial tanah (Eh) dan ph, yang dilakukan sekali dalam seminggu. Untuk menghitung total emisi gas rumah kaca selama satu musim tanam digunakan rumus sebagai berikut: E Total = E x U x (10000 / ) E Total E U : Total Emisi CH 4 atau CO 2 (kg/ha/musim) : Rata-rata emisi harian CH 4 atau CO 2 (mg/m 2 /hari) : Umur tanaman saat dipanen (satu musim tanam) E Total = E x U x (10000 / ) E Total E U : Total Emisi N 2 O (kg/ha/musim) : Rata-rata emisi harian N 2 O (µg/m 2 /hari) : Umur tanaman saat dipanen (satu musim tanam) 23

37 3.4. Analisis Serapan Karbon Tanaman Biomasa tanaman atas (tidak termasuk akar) dikeringkan dengan menggunakan oven pengering. Biomasa yang telah kering kemudian dihancurkan menggunakan mesin grinder hingga halus atau berbentuk serbuk. Berikut adalah urutan kegiatan dalam menganalisis serapan karbon oleh tanaman: 1. Timbang biomas tanaman yang telah dihaluskan, lalu tempatkan dalam cawan yang telah ditimbang bobotnya. 2. Panaskan dalam tanur pembakar sampai C. Gambar 7 menunjukkan tanur pembakar untuk suhu dibawah C. Hal ini dilakukan untuk menghitung kadar air yang tersimpan dalam biomas. Gambar 7. Tanur pembakar C Gambar 8. Tanur pembakar C 3. Setelah didinginkan, cawan dan sampel biomas ditimbang untuk mengetahui bobot yang hilang setelah pembakaran. 4. Cawan dan sampel kemudian dimasukkan kembali ke dalam tanur pembakar hingga tanur bersuhu C, dan sampel telah berubah menjadi abu. 5. Cawan dan sampel ditimbang kembali untuk mengetahui kadar C organik yang tertinggal dalam tanaman. Kadar C organik berbentuk abu. Gambar 8 adalah tanur pembakar hingga suhu maksimal C. 24

38 Untuk menganalisis karbon organik, kadar air, dan kadar abu dari sampel tanaman yang telah diambil menggunakan rumus sebagai berikut: C-Organik (%) = C C D A : * 100 Kadar Air (%) = B C C A * 100 Kadar Abu (%) = D C Keterangan: A : Bobot Cawan Kosong. A A * 100 B : Bobot Cawan Kosong + Contoh. C : Bobot Cawan Kosong + Contoh setelah dipanasi dengan suhu C. D : Bobot Cawan Kosong + Contoh setelah dipanasi dengan suhu C = Rumus Baku ( kadar C 58% mudah teroksidasi) 25

39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Emisi Gas Rumah Kaca Pada Setiap Aplikasi Amelioran Gas rumah kaca merupakan kumpulan gas-gas yang paling besar memberikan kontribusinya terhadap terjadinya pemanasan global (global warming). Pemberian amelioran diharapkan dapat menekan laju emisi gas rumah kaca terutama dari sektor pertanian yang diusahakan di tanah gambut. Penelitian yang dilakukan di Balingtan, tepatnya di Jakenan, Pati-Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada koordinat LS dan BT serta beriklim D menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, dengan curah hujan rata-rata kurang dari 1600 mm Emisi CH 4 Emisi gas rumah kaca (GRK) akhir-akhir ini telah menjadi sorotan dunia. Dampak yang dihasilkan dari emisi GRK telah menyebabkan kekhawatiran bagi seluruh umat manusia. Gas CH 4 merupakan salah satu gas rumah kaca yang 21 kali lebih berpotensi menyebabkan efek rumah kaca. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa, lahan sawah memegang peranan penting dalam emisi CH 4. Kegiatan ekstensifikasi lahan pertanian pada tanah gambut berpotensi meningkatkan emisi (GRK), terutama CH 4. Perubahan penggunaan lahan gambut menjadi lahan sawah akan mempengaruhi muka air dan perubahan suhu tanah secara drastis sehingga akan merubah keseimbangan ekosistem dan lingkungan lahan gambut serta pelepasan CH 4 ke atmosfer. Boer et al., (1996) berpendapat bahwa, laju emisi CH 4 pada hutan gambut lebih besar jika dibanding dengan sawah pada tanah bergambut yang nilainya yaitu berturut-turut sebesar 9.40 mg.m -2.jam -1 dan 5.71 mg.m -2.jam -1. Gambar 9 menunjukkan dimana tanaman padi dalam boks pada usia 10 HST (Hari Setelah Tanam) 26

40 Gambar 9. Kondisi Tanaman Padi Dalam Boks Padi yang digunakan pada penelitian ini adalah padi varietas batanghari. Karena berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, varietas Batanghari menghasilkan emisi metana yang lebih rendah jika dibandingkan dengan varietas padi pasang surut lainnya, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3 di bawah. Tabel 3. Emisi CH 4 dari beberapa varietas padi pasang surut (Setyanto, 2005) Varietas Padi Emisi CH 4 (kg/ha/musim) Punggur Banyuasin Martapura Sei Lalan Indragiri Tenggulang Batanghari

41 Pengukuran emisi CH 4 dimulai pada 13 hari sebelum tanam pindah, hal ini dilakukan untuk mengetahui emisi CH 4 dari tanah gambut sebelum dan sesudah tanah gambut ditanami padi. Gambar 10. Lokasi Pengukuran CH 4 Secara Otomatis Pada awal pengukuran fluks CH 4 terlihat masih rendah, setelah ditanami padi fluks CH 4 mulai meningkat dan fluktuatif seiring dengan pertumbuhan tanaman (Gambar 11). Dari grafik terlihat nilai fluks metana pada 13 hari sebelum tanam berkisar antara mg/m 2 /hari. Fluks metana meningkat setelah pemberian amelioran pada tanah gambut. Emisi CH 4 yang dihasilkan tidak lepas dari nilai potensial redoks (Eh). Pada tanah gambut dengan tanpa amelioran memiliki Eh pada kisaran -100 mv sampai -150 mv. Sesuai dengan teori bahwa semakin rendah suatu Eh pada tanah gambut maka emisi CH 4 yang dihasilkan semakin tinggi. Sedangkan tanah gambut dengan pemberian amelioran memiliki Eh pada kisaran lebih besar dari -100 mv, menghasilkan emisi CH 4 lebih rendah dibandingkan dengan tanah gambut tanpa pemberian amelioran. Dari grafik juga terlihat bahwa pemberian pupuk kandang menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa amelioran, dolomit, dan jerami. Gambar 12 adalah kumulatif fluks CH 4 yang menunjukkan secara jelas bahwa pemberian pupuk kandang menghasilkan emisi CH 4 lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. 28

42 Tanpa amelioran Dolomit Jerami Pupuk Kandang Fluks CH 4 (m g/m 2 /hari) HST Gambar 11. Grafik fluks metana Tanpa amelioran Dolomit Jerami Pupuk Kandang Fluks K um ulatif CH4 (mg/m 2 ) HST Gambar 12. Fluks kumulatif metana Schutz et al., (1989) melaporkan bahwa penambahan jerami kering 3 t/ha menghasilkan emisi CH kali lebih tinggi dibanding dengan tanpa pemberian jerami. Emisi CH 4 akan meningkat dua kali lebih tinggi pada penambahan jerami 5 t/ha, dan akan meningkat lagi sebesar 2.4 kali 29

43 lebih tinggi pada penambahan jerami 12 t/ha. Sedangkan penambahan 60 t/ha jerami memberikan emisi yang sama dengan pemberian 12 t/ha. Yagi dan Minami (1990) menemukan bahwa, penambahan jerami 6 t/ha dapat meningkatkan emisi CH kali lebih besar dibanding hanya pemberian pupuk organik. Pada penambahan 9 t/ha jerami kering emisi CH 4 yang dihasilkan 3.5 kali lebih besar. Pada awal pertumbuhan tanaman padi setelah tanam pindah, fluks CH 4 hariannya masih sangat rendah. Hal ini disebabkan karena adanya proses adaptasi fisiologis dari tanaman terhadap kondisi lingkungan yang baru akibat tanam pindah dan eksudat akar yang dihasilkan berupa karbon organik (C-organic) masih sangat sedikit. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya umur tanaman, fluks CH 4 harian pun meningkat. Pada saat fase ini, fotosintat yang dihasilkan tidak banyak digunakan untuk pertumbuhan tanaman sehingga banyak eksudat akar yang dikeluarkan. Menurut Kimura et al., (1991), eksudat akar merupakan hasil samping metabolisme karbon yang berupa senyawa organik yang mengandung gula, asam amino dan asam organik yang akan digunakan sebagai bahan bagi bakteri methanogen dalam pembentukkan CH 4. Fluks CH 4 cenderung tinggi pada HST, hal ini disebabkan tanaman padi mengalami perkembangan jumlah anakan. Semakin banyak jumlah anakan, maka semakin banyak media yang digunakan sebagai cerobong untuk jalan keluar dan pelepasan CH 4 ke atmosfer. Jaringan aerenkimia pada tanaman padi merupakan cerobong untuk jalan keluar dan pelepasan CH 4 ke atmosfer. Raimbault et al., (1977) menyatakan bahwa 90% CH 4 yang dilepas dari lahan sawah ke atmosfer dipancarkan melalui tanaman dan sisanya melalui gelembung air (ebullition). Ruang udara pada pembuluh aerenkimia daun, batang dan akar yang berkembang dengan baik menyebabkan pertukaran gas pada tanah tergenang berlangsung cepat. Pembuluh tersebut bertindak sebagai cerobong (chimney) bagi pelepasan CH 4 ke atmosfer. Suplai O 2 untuk respirasi pada akar melalui pembuluh aerenkimia dan demikian pula gas-gas yang dihasilkan dari dalam tanah, 30

44 seperti CH 4 akan dilepaskan ke atmosfer juga melalui pembuluh yang sama untuk menjaga keseimbangan termodinamika. Rejim air merupakan faktor utama yang menentukan iklim mikro dari pertanaman padi. Kompleksitas iklim mikro menjadi lebih besar karena fluktuasi intensitas sinar matahari, suhu, reaksi tanah (ph, Eh), konsentrasi O 2 di dalam air genangan, dan status hara tanah (Watanabe and Roger, 1985) seperti yang disajikan dalam Gambar 13. Gambar 13. Dinamika produksi dan emisi metana dari lahan sawah (Watanabe and Roger, 1985) Emisi N 2 O Fluks N 2 O diukur saat tanaman berumur 2 HST (Hari Setelah Tanam). Selanjutnya pengukuran fluks N 2 O dilakukan setiap satu minggu sekali dengan menggunakan boks manual seperti yang disajikan dalam Gambar 14. Dinitro oksida (N 2 O) dihasilkan oleh tanaman melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi nitrogen dalam rizosfer tanah, proses ini melibatkan bakteri nitrosomonas dan nitrobacter. Kondisi lingkungan yang anaerobik merupakan kondisi yang baik bagi bakteri untuk menghasilkan gas N 2 O. Lahan basah juga dicurigai sebagai sumber dari nitro oksida, karena kondisi anaerob akan mendukung produksi nitro 31

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN ADI BUDI YULIANTO F14104065 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI

PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI Oleh : YANUESTIKA DWIJAYANTI F14103011 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Buletin PSL Universitas Surabaya 28 (2012): 3-5 Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Hery Purnobasuki Dept. Biologi, FST Universitas Airlangga Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Bakteri metanotrof adalah bakteri Gram negatif, bersifat aerob dan menggunakan metan sebagai sumber karbon dan energi (Auman 2001). Karakteristik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah dan Pemanasan Global Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menyiapkan tempat persemaian, memberantas gulma, memperbaikai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR

POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR Potensi Emisi Metana ke Atmosfer Akibat Banjir (Lilik Slamet) POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR Lilik Slamet S Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, Lapan e-mail: lilik_lapan@yahoo.com RINGKASAN

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL PEMANASAN GLOBAL APA ITU PEMANASAN GLOBAL Perubahan Iklim Global atau dalam bahasa inggrisnya GLOBAL CLIMATE CHANGE menjadi pembicaraan hangat di dunia dan hari ini Konferensi Internasional yang membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah BAB VII PERKIRAAN EMISI A. GAS RUMAH KACA Gas rumah Kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kehilangan karbon di sektor pertanian disebabkan oleh cara praktik budidaya yang tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global

Lebih terperinci

NERACA KARBON PADA PENGELOLAAN PADI GAMBUT

NERACA KARBON PADA PENGELOLAAN PADI GAMBUT NERACA KARBON PADA PENGELOLAAN PADI GAMBUT MAYANG HAYUNING ASTUTI F14050555 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR NERACA KARBON PADA PENGELOLAAN PADI GAMBUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi sejak tahun 80-an telah memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep ini berdampak kepada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Karbondioksida (CO2)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Karbondioksida (CO2) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Gas rumah kaca adalah gas-gas yang dapat membentuk suatu lapisan perangkap panas di atmosfer bumi yang dapat memantulkan kembali panas yang dipancarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Dinamika Unsur Hara pada Berbagai Sistem Pengelolaan Padi Sawah 4.1.1. Dinamika unsur N Gambar 12 menunjukkan dinamika unsur nitrogen di dalam tanah pada berbagai sistem pengelolaan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 4.1.1. Karbondioksida (CO 2 ) Keanekaragaman nilai fluks yang dihasilkan lahan pertanian sangat tergantung pada sistem pengelolaan lahan tersebut.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

Perlu Inovasi Teknologi Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca dari Lahan Pertanian

Perlu Inovasi Teknologi Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca dari Lahan Pertanian Perlu Inovasi Teknologi Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca dari Lahan Pertanian Oleh : Prihasto Setyanto Banyak pihak menulis tentang emisi gas rumah kaca (GRK), pemanasan global dan perubahan iklim di media

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI EMISI GAS RUMAH KACA DAN ANALISIS SERAPAN C-ORGANIK PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PAD1 MUHAMMAD HARIS RIZA F

IDENTIFIKASI EMISI GAS RUMAH KACA DAN ANALISIS SERAPAN C-ORGANIK PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PAD1 MUHAMMAD HARIS RIZA F IDENTIFIKASI EMISI GAS RUMAH KACA DAN ANALISIS SERAPAN C-ORGANIK PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PAD1 MUHAMMAD HARIS RIZA F14104092 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

MAKALAH PEMANASAN GLOBAL

MAKALAH PEMANASAN GLOBAL MAKALAH PEMANASAN GLOBAL Disusun Oleh : 1. MUSLIMIN 2. NURLAILA 3. NURSIA 4. SITTI NAIMAN AYU MULIANA AKSA 5. WAODE FAJRIANI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar belakang disusunnya makalah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Secara alami CO 2 mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan makhluk hidup. Tumbuhan sebagai salah satu makhluk hidup di bumi memerlukan makanannya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi dunia pada saat ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca yang menurut sebagian

Lebih terperinci

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO 2 Tanah Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi CO 2 atmosfer. Hampir 10% CO 2 dari tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

PENIPISAN LAPISAN OZON

PENIPISAN LAPISAN OZON PENIPISAN LAPISAN OZON Sebab-sebab Penipisan Lapisan Ozon Lapisan ozon menunjukkan adanya ozon di atmosfer. Stratosfer merupakan lapisan luar atmosfer dan terpisah dari troposfer (lapisan bawah) oleh tropopause.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH 4 dan dinitrogen oksida (N 2 O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH 4 dan N 2 O

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut 4 perbedaan antar perlakuan digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan emisi CH 4. HASIL a. Fluks CH 4 selama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

FENOMENA GAS RUMAH KACA

FENOMENA GAS RUMAH KACA FENOMENA GAS RUMAH KACA Oleh : Martono *) Abstrak Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO 2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO 2 ini disebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2 Rasional Penambahan pupuk N pada lahan gambut dapat mempengaruhi emisi GRK. Urea merupakan pupuk N inorganik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Padi IP 400. Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Padi IP 400. Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang TINJAUAN PUSTAKA Padi IP 400 Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang mengalami pengindentifikasian guna meningkatkan produksi padi tanpa memerlukan tambahan fasilitas irigasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Menurut Sedjo dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Stok Karbon 4.1.1 Panai Jaya Data stok karbon yang digunakan pada kebun Panai Jaya berasal dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yulianti (2009) dan Situmorang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. Provinsi Lampung pada tahun 2013 memiliki luas panen untuk komoditi singkong sekitar 318.107 hektar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI PRINSIP DAN KONSEP ENERGI DALAM SISTEM EKOLOGI 1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI ENERGI DALAM EKOSISTEM Hukum thermodinamika I energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim dewasa ini menjadi isu yang paling hangat dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi termasuk manusia. Pelepasan gas-gas yang disebabkan

Lebih terperinci

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Ozon (O 3 ) mempunyai fungsi melindungi bumi dari radiasi sinar Ultraviolet Ozon sekarang ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dengan cara bercocok tanam. Salah satu proses terpenting dalam bercocok tanam adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

FIsika PEMANASAN GLOBAL. K e l a s. Kurikulum A. Penipisan Lapisan Ozon 1. Lapisan Ozon

FIsika PEMANASAN GLOBAL. K e l a s. Kurikulum A. Penipisan Lapisan Ozon 1. Lapisan Ozon Kurikulum 2013 FIsika K e l a s XI PEMANASAN GLOBAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Dapat menganalisis gejala pemanasan global, efek rumah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Berdasarkan jumlah keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% di antaranya tersimpan

Lebih terperinci

MENGURANGI EMISI GAS RUMAH KACA

MENGURANGI EMISI GAS RUMAH KACA 2004 Irmansyah Posted 4 June 2004 Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor June 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (penanggung

Lebih terperinci

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA Pengelolaan lingkungan diperlukan agar lingkungan dapat terus menyediakan kondisi dan sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Lingkungan abiotis terdiri dari atmosfer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga

Lebih terperinci