Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Situs Megalitik Tutari Zubair Mas'ud, Balai Arkeologi Jayapura
|
|
- Hartono Agusalim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Situs Megalitik Tutari Zubair Mas'ud, Balai Arkeologi Jayapura Abstrak Management in archaeology usually called as archaeological remains advantaging. One of the cultural heritage that could manage is Tutari Megalitical site. Hope, the government as the facilitator must be give understanding about how important this archaeological remains. The public should be involved in the planning of cultural heritage management for archaeological remains preservation. Key words: Management, Tutari Megalitical site, public involved. PENDAHULUAN Pengelolaan benda eagar budaya yang meliputi penelitian, pelestarian, pemanfaaatan dan pembinaan merupakan implementasi dari Manajemen Sumber Daya Arkeologi (Archaelogical Recources Management) atau Manajemen Sumber Daya Budaya (Cultural Recources Management). Manajemen tersebut meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan dan pengevaluasian sumber daya budaya di dalam suatu format politik, dengan proses pengambilan keputusan berada dalam keseimbangan antara pelestarian sumber daya budaya di satu pihak dan pencapaian sasaran pertumbuhan kesejahteraan masyarakat di pihak lain (Kusumohartono, 1992 : 67). Dalam Undang-undang No.5 tahun 1992 tentang benda eagar budaya pada hakekatnya benda eagar budaya merupakan sumber daya budaya tinggalan masa lalu yang sifatnya terbatas, rentan terhadap pengaruh gejala alam dan manusia. Sehingga diperlukan perhatian yang kompleks dalam penanganannya. Ini berarti keberadaan benda eagar budaya dapat dipertahankan sekaligus memperpanjang usianya. Sumber daya budaya merupakan hal yang utama dalam memaksimalkan sumber dan sarana dalam kegiatan pemanfaatan sekaligus pelestariannya. Sehingga dengan potensi dan pengetahuan sumber daya manusia merupakan kunci dalam kegiatan ini. Dengan kata lain pelibatan masyarakat sangat diperlukan dalam pengelolaan benda eagar budaya, mengingat masyarakat lokal merupakan penerus kebudayaan tersebut. Tinggalan-tinggalan budaya atau lebih dikenal dengan benda eagar budaya merniliki kepentingan-kepentingan nasional yaitu menyangkut masalah idiologi (rasa nasionalisme, kesatuan dan persatuan bangsa), masalah akadernik (berbagai ilmu pengetahuan) dan masalah ekonornik (pariwisata) (Mundardjito, 1995 : 2). Pengelolaan benda eagar budaya sangat potensial untuk pengembangan perekonornian masyarakat dalam tindak lanjutnya pengembangan pariwisata. Sehingga dari usaha pengembangan tersebut merupakan satu komponen dalam Papua Vol. 1 No.1/ Juni
2 , = Zubair Mas' ud, Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Situs Megalitik Tutari usaha pelestarian benda eagar budaya. Tentunya dapat memberikan kontribusi dalam peneapaian pembangunan nasional dalam hal ini mempertahankan kepribadian bangsa. Pengelolaan sering disebut sebagai bentuk pemanfaatan benda eagar budaya, dalam artian benda eagar budaya hanya diperlakukan sebagai benda arkeologi yang wajib dilindungi. Dalam penekanan ini bermuneulan berbagai imbauan, seruan ataupun kebij akan yang menempatkan benda terse but perlu ditangani. Seiring dengan itu, dengan potensi benda eagar budaya yang besar, pemerintah telah melakukan langkah yang setidaknya memberikan pengayoman dalam kelestarian sumber daya budaya. Langkah pemerintah dalam pengelolaan benda eagar budaya diatur dalam Undang-undang No.5 tahun 1992, yang sebelumnya telah menarik perhatian dalam masa pemerintahan Kolonial dengan maksud perlindungan dan penanganan tinggalan arkeologis. Dalam hal pengelolaan benda eagar budaya, yang diatur dalam Undangundang To.5 tahun1992 pada pasal 18 ayat 1 yang berbunyi "Pengelolaan benda eagar budaya dan situs adalah tanggung jawab pemerintah". Lebih lanjut dalam pasal tersebut pada ayat 2 "Masyarakat, kelompok, atau perorangan berperan serta dalam pengelolaan benda eagar budaya dan situs"_ Sedangkan eara pembinaan dan pengawasan ditetapkan dalam peraturan pemerintah No.1 0 tahun 1993, pada pasal 42 ayat 1 berbunyi "Peran serta masyarakat dalam pelestarian atau pengelolaan benda eagar budaya dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum, yayasan, perhimpunan, perkumpulan atau badan lain yang sejenis". Berkaitan dengan hal tersebut sumber daya budaya yang merupakan warisan adalah aset yang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat seeara umum. Seperti yang dikemukakan oleh Cleere (1989) bahwa sumber daya arkeologi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan idiologis, akademis maupun untuk kepentingan yang bersifat ekonomis (Cleere, 1989 : 5-10). Di samping itu, berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang pada hakekatnya memberikan wewenang pemerintah daerah beserta segenap masyarakat lokal dalam mengembangkan dan mengelola potensi dan peluang yang ada di daerah dalam kegiatan ekonomi, dan memajukan kesejahteraan masyarakat setempat. Salah satu tinggalan sumber daya budaya yang dapat dikelola dengan manajemen pengelolaan adalah salah satu tinggalan arkeologis yang berada di Kabupaten Jayapura yakni Kompleks Megalitik Tutari, obyek tersebut memiliki kekayaan yang potensial sehingga perlu untuk dikembangkan sehingga dapat meneapai tuj uan pelestarian benda eagar budaya. Oleh karena itu, pada dasamya benda eagar budaya terutama pada situs megalitik tutari yang merupakan budaya materi perlu pengelolaan yang tepat selain dilihat dari bentuk, jenis dan kondisi lingkungan keberadaannya. Oleh sebab itu diperlukan penanganan, perlindungan dan pelestarian terhadap sumber daya tersebut. Hal ini memberikan peluang dalam 46 Papua Vol. 1 No. 1 I Juni 2009
3 , Zubair Mas'ud, Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Situs Megalitik Tutari pemberdayaan masyarakat mengingat kompleks tersebut apabila dikelola dengan baik dapat memberikan prospek untuk kepariwisataan. Lebih dari itu, untuk pengelolaan kompleks megalitik tutari harus dilakukan dengan maksimal sehingga tidak menimbulkan efek kepentingan, sebagaimana banyak terjadi dalam beberapa tinggalan arkeologi sehingga dari pengelolaanya dapat memberikan kontribusi untuk kepentingan masyarakat secara umum, selain dari segi peningkatan pendapatan asli daerah. II. Gambaran Umum Kompleks Megalitik Tutari Kawasan kompleks Megalitik Tutari, berada di kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Areal situs ini menempati topografi perbukitan yang tandus serta tepatnya berada pada punggungan perbukitan Tutari dengan ketinggian antara meter dari pennukaan tanah. Kondisi perbukitan ini merniliki puncak melengkung tumpul dengan lembah yang landai. Kompleks ini berada tepat di sisi kanan j alan poros Sentani - Genyem serta berada dekat dengan danau Sentani. Pemukiman penduduk menempati sisi pinggiran mengikuti alur danau. Posisi koordinatnya S: 02 34' 04" dane: ' 27" Vegetasi dalam areal ini berupa tanaman pohon kayu putih yang tumbuh secara tidak teratur serta beberapa jenis tanaman semak belukar. Untuk menjangkau situs ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan jarak tempuh dari kota Sentani 30 menit. Situs megalitik Tutari merupakan situs dengan sebaran bongkahan batu yang pada salah satu sisinya terdapat geresan atau gambar (batu bergambar atau batu berlukis), dengan gambar berupa ikan, biawak (soa-soa), wujud manusia, geometris, dan motif flora. Masih dalam areal ini terdapat batu temu gelang, batu berjajar dan batu tegak serta terdapat pula bongkahan batu yang oleh masyarakat setempat mempercayai sebagai perwujudan pemuka Adat (ondoafi). Kompleks ini kondisinya kurang terawat dan kurang dikelola dengan baik walaupun dalam pemeliharaan Dinas Kebudayaan Propinsi Papua. Terdapat pula rumah situs pada bagian depan sebelum sampai ke obyek serta terdapat jalan setapak untuk menjangkau areal kompleks ini. III. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan a. Masyarakat Sebagai Pernilik Warisan Budaya Berdasarkan pengamatan sementara secara umum banyak permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan pengelolaan benda eagar budaya, terlebih dengan adanya beberapa instansi yang menangani tinggalan arkeologis sehingga hal ini sangat membingungkan. Oleh karena itu setidaknya Clalam pengelolaan benda eagar budaya partisipasi masyarakat sangat kegiatan ini. Dalam artian meningkatkan peran serta masyarakat sebagai pemilik warisan budaya dalam melindungi dan melestarikan kebudayaannya Papua Vol. 1 No. 1/ Juni
4 ~ Zubair Mas'ud, Partisipasi Masyarakat do/am Pengelolaan Situs Mega/itik Tutari Kompleks megalitik Tutari, dalam masyarakat kampong Doyo Lama, menganggap bahwa tinggalan tersebut merupakan warisan dari leluhur mereka sehingga bentuk pengelolaannya dapat dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat. Hal ini memungkinkan bahwa keberadaan benda eagar budaya tersebut merupakan tinggalan yang oleh masyarakat setempat masuk dalam wilayah adat mereka. Dengan memberikan atau melibatkan masyarakat dalam pengelolaan yang tentu saja pemerintah sebagai fasilitator, berarti kelestarian benda eagar budaya dapat tereapai. Apalagi masyarakat setempat mengakui sebagai pemilik warisan. Hal ini tidak terlepas bahwa masyarakat tentu saja merniliki pemahaman tersendiri yang arif dalam memperlakukan suatu obyek, tentunya terlihat dengan adanya kearifan lokal yang mereka anut dalam memandang warisan budaya situs megalitik Tutari. b. Pemahaman dan Pelatihan Pengelolaan Berbasis Masyarakat Dalam hal pengelolaan benda eagar budaya seringkali masyarakat lokal "terpinggirkan" dalam kegiatan tersebut padahal masyarakat setempat merupakan pilar utama dalam mengawal serta mempertahankan eksistensi benda eagar budaya. Hal ini terlihat bahwa dari kurangnya perhatian masyarakat terhadap keberadaan benda eagar budaya yang tentunya merupakan warisan mereka. Sehingga usaha yang dilakukan pemerintah dalam agenda prograrnnya untuk nilai jual benda eagar budaya ataupun memasyarakatkan benda eagar budaya kurang mendapat perhatian ini berarti pengelolaannya kurang tepat. Seeara umum, masyarakat lokal berpendidikan relatif rendah dan kurang memiliki pemahaman terhadap pem1asalahan yang mereka hadapi terutama dalam bidang tinggalan budaya. Oleh karena itu usaha yang perlu adalah dengan melakukan sosialisasi tentang Undangundang Benda Cagar Budaya. Dengan penyebaran informasi tentang seluk beluk benda eagar budaya sekaligus esensi Undang-undang benda eagar budaya diharapkan masyarakat memaharni tentang pentingnya benda eagar budaya. Selain itu pelibatan masyarakat dalam pelatihan pengelolaan, dalam hal ini tidak hanya sebagai juru pelihara tetapi masyarakat juga diberi pengetahuan dan keterampilan sebagai pelestari budaya. IY. Penutup ~1ewujudka n pengelolaan benda eagar budaya dengan pelibatan partisipasi masyarakat memerlukan upaya pemberdayaan masyarakat lokal seeara tepat. Pemerintah diharapkan sebagai fasilitator dalam memberikan pemahaman tentang arti pentingnya benda eagar budaya. Upaya ini memberikan pembelajaran dan pemb ian bahwa masyarakat suku yang beragam dapat bekerja sama, mengagli potensi dan menjawab persoalan dalam pengelolaan benda eagar budaya. Keterlibatan masyarakat di dalam pereneanaan dan pengelolaan benda eagar budaya merupakan syarat yang penting untuk kelestarian tinggalan benda budaya. 48 Papua Vol. 1 No. 1/ Juni 2009
5 ! Zubair Mas' ud, Parlisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Situs Megalitik Tutari Daftar Pustaka Anonim Undang-Undang R1 No.5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya Dan Peraturan Pemerintah R1 No.5 Tahun 1993 Tentang Pelaksanaan UU R1 No.5 Tahun Depbudpar, Subdin Permuseuman dan Purbakala Dinas Kebudayaan Propinsi Papua. Cleere,H.F Archaeological Heritage Management In The Modern World. London: Unwin Hyman. Kusumohartono,Bugie.l992 "Penelitian Arkeologi Indonesia Pasca UU No.5 Tahun 1992". Makalah Pertemuan Ilmiah Arkeologi VI, Malang. Jakarta Puslit arkenas. Mundardjito, 1995 "Benda Cagar Budaya: Pengertian dan Nilai", Makalah dalam Rapat Penyusunan Petunjuk Teknis Pelestarian, Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Cisarua, Jawa Barat, Maret Papua Vol. 1 No. 1/ Juni
Pengelolaan Situs di Kawasan Kokas Kabupaten Fak-Fak Bau Mene, Balai Arkeologi Jayapura
Pengelolaan Situs di Kawasan Kokas Kabupaten Fak-Fak Bau Mene, Balai Arkeologi Jayapura Abstrak There's a large a mount of archaeological remains in Kokas region, such as rock painting, natural caves used
Lebih terperinciPENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA
PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA Luh Putu Sri Sugandhini Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana ABSTRACT Based on the fact in a pattern of religious
Lebih terperinciPengemasan Benda Cagar Budaya sebagai Aset Pariwisata di Papua Klementin Fairyo, Balai Arkeologi Jayapura
Pengemasan Benda Cagar Budaya sebagai Aset Pariwisata di Papua Klementin Fairyo, Balai Arkeologi Jayapura Abstrak The packaging of archaeological remains is the way to advantage archaeological remains
Lebih terperinciPERAN BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA (BPCB) KOORDINATOR WILAYAH JEMBER DALAM PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN JEMBER
PERAN BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA (BPCB) KOORDINATOR WILAYAH JEMBER DALAM PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Oleh Erlinda Rizky Aprilia NIM 100210302054 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Sawahlunto merupakan kota yang tumbuh karena pertambangan batu bara. Akan tetapi pada tahun 1997, produksi batu bara di PT. BA UPO kurang dari target
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wisatawan menuju daerah tujuan wisata. Terdapat dua fungsi dari atraksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atraksi wisata merupakan salah satu komponen penting dalam pariwisata. Atraksi merupakan salah satu faktor inti tarikan pergerakan wisatawan menuju daerah tujuan wisata.
Lebih terperinciUPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU. Drs. M. Nendisa 1
UPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU Drs. M. Nendisa 1 1. P e n d a h u l u a n Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki warisan masa lampau dalam jumlah
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA
P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa
PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU M. Nendisa Kebudayaan suatu masyarakat pada pokoknya berfungsi menghubungkan manusia dengan alam disekitarnya dan dengan
Lebih terperinciBAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya
BAB V A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya ilmiah ini, diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan penelitian, akan diuraikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula
Lebih terperinciYosua Adrian Pasaribu Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Permasalahan Pendaftaran dan Penetapan Cagar Budaya di Tingkat Pemerintah Daerah; Kinerja Program Pendukungan Pendaftaran dan Penetapan Cagar Budaya Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembangunan di banyak negara kini lebih berorientasi kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya adalah perkembangan industri pariwisata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fajra Adha Barita, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang kebudayaan dan pariwisata bersifat multi-sektoral dan multi disiplin, dalam suatu sistem yang sinergi dan diharapkan mampu mendorong
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciMODEL PENGELOLAAN ECO-MUSEUM KAWASAN PADANGLAWAS MELALUI PEMANFAATAN PENINGGALAN BUDAYA DESERTASI. Oleh :
MODEL PENGELOLAAN ECO-MUSEUM KAWASAN PADANGLAWAS MELALUI PEMANFAATAN PENINGGALAN BUDAYA DESERTASI Oleh : RITA MARGARETHA SETIANINGSIH NIM. 068106004/PSL SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara
Lebih terperinciBERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum
BERKALA ARKEOLOGI terdiri dari dua kata yaitu dan. adalah sebutan dalam Bahasa Sansekerta untuk jenis kerang atau siput laut. dalam mitologi Hindhu digunakan sebagai atribut dewa dalam sekte Siwa dan Wisnu.
Lebih terperinciPEMASYARAKATAN HASIL-HASIL PENELITIAN BALAI ARKEOLOGI JAYAPURA
PEMASYARAKATAN HASIL-HASIL PENELITIAN BALAI ARKEOLOGI JAYAPURA Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Correctional results of archaeological research has been done by the Institute for Archaeology
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan
Lebih terperinciMODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA
MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar Cagar Budaya dimiliki oleh masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan adat istiadat yang berbeda,yang mempunyai banyak pemandangan alam yang indah berupa pantai,danau,laut,gunung,sungai,air
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di daerah tropis dengan luas laut dua pertiga dari luas negara secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia di antara dua benua dan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 38 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN PELESTARI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciFebrie G Setiaputra, AB Putrantyo, E Wardaniyah, W Tri Julianto, F Syahyudin Jurusan Sejarah, Universitas Jember, Jember
PKMM-1-9-1 UPAYA PELESTARIAN SITUS GLINGSERAN SEBAGAI SUMBER SEJARAH DENGAN MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT SEKITAR SITUS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 Febrie G Setiaputra, AB Putrantyo,
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG
BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang mampu dan dapat diperbaharui. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang besar peranannya dalam berbagai aspek kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan diwujudkan dalam program Visit Indonesia yang telah dicanangkannya sejak tahun 2007. Indonesia sebagai
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga kelurahan (Kelurahan Hinekombe, Kelurahan Sentani Kota, dan Kelurahan Dobonsolo) sekitar kawasan CAPC di Distrik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Hutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. - Arkeologika, benda koleksi merupakan benda objek penelitian ilmu arkeologi.
PENDAHULUAN BAB 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Museum Negeri Provinsi Papua telah dirintis sejak tahun 1981/ 1982 oleh Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Departemen Pendidikan
Lebih terperinciKata kunci: persepsi, partisipasi publik, pemanfaatan, Museum Situs Sangiran, berbasis masyarakat.
ABSTRAK Penelitan dengan judul Persepsi dan Partisipasi Publik dalam Upaya Pemanfaatan Museum Situs Sangiran Berbasis Masyarakat ini membahas tentang pandangan dan peran serta masyarakat terhadap berlangsungnya
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET
LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 03 Tahun : 2007 PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET
PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang : a. bahwa burung walet
Lebih terperinciPengclolaan Situs Megalitik Tutari : Studi Pengembangan Erlin Novita Idje Djami, Balai Arkeologi Jayapura
Pengclolaan Situs Megalitik Tutari : Studi Pengembangan Erlin Novita Idje Djami, Balai Arkeologi Jayapura Abstrak Compared with other megalithic sites in Indonesia, Tutari site has its uniqueness in the
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia, Brazil, Kolombia, dan Zaire adalah empat negara terkaya di dunia dalam hal keanekaragaman hayati dan disebut megadiversitas. Indonesia dan Meksiko adalah
Lebih terperinciPelestarian Sumberdaya Budaya Dalam Bingkai Otonomi Khusus Papua Hari Suroto, Balai Arkeologi Jayapura
Pelestarian Sumberdaya Budaya Dalam Bingkai Otonomi Khusus Papua Hari Suroto, Balai Arkeologi Jayapura Abstrak The influence of globalization has been seriously threat for the endurance whether tangible
Lebih terperinciINTENSIFIKASI SOSIALISASI DAN KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ARKEOLOGI: STUDI KASUS DI KALIMANTAN
INTENSIFIKASI SOSIALISASI DAN KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ARKEOLOGI: STUDI KASUS DI KALIMANTAN Bambang Sugiyanto* Balai Arkeologi Banjarmasin, Jalan Gotong Royong II, RT 03/06, Banjarbaru 70711,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari sabang hingga merauke. Oleh karena itu Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peninggalan sejarah merupakan warisan budaya masa lalu yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peninggalan sejarah merupakan warisan budaya masa lalu yang mempresentasikan keluhuran dan ketinggian budaya masyarakat. Peninggalan sejarah yang tersebar di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga
Lebih terperinciPersepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur
Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur Oleh : Panggah Ardiyansyah, S.S Balai Konservasi Peninggalan Borobudur Pendahuluan Semenjak diresmikannya pada tanggal 23
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam
2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki tanah yang subur, yang merupakan sumber daya alam yang sangat berharga bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan alam yang berlimpah, yakni salah satunya kekayaan dalam bidang pariwisata. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa nasionalisme dalam diri kita sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan potensi pariwisata. Ribuan pulau dengan berbagai macam suku dan kebudayaan serta alamnya yang elok menjadi obyek
Lebih terperinciBAB II. DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Palembang. Wanua di daerah yang sekarang dikenal sebagai Kota Palembang.
BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Palembang 1. Sejarah Kota Palembang Kota Palembang merupakan Kota tertua di Indonesia berumur setidaknya 1382 tahun jika berdasarkan prasasti Sriwijaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pariwisata dan kebudayaan juga merupakan pintu gerbang keluar masuknya nilai-nilai budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya
Lebih terperinciNomor 66 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 66 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG
1 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 66 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN PEMBERIAN INSENTIF PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KEPADA BANGUNAN CAGAR BUDAYA DAN BANGUNAN
Lebih terperinciPengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian,
Bab 4 Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Alur Pembelajaran Pengertian Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Ragam hias Teknik Menggambar Ragam Hias Ukiran Melukis Ragam Hias di Atas Bahan Kayu Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mereka sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya arkeologi adalah semua bukti fisik atau sisa budaya yang ditinggalkan oleh manusia masa lampau pada bentang alam tertentu yang berguna untuk menggambarkan,
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara multi kulturalisme yang di dalamnya terdapat beranekaragam suku. Batak merupakan sebuah suku di Sumatera Utara, adapun Suku batak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di masa kini pariwisata merupakan sektor industri yang memiliki peran penting dalam eksistensi suatu negara. Beragam potensi dan kekhasan suatu negara akan menjadi daya
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1456 K/20/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN KARS
KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1456 K/20/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN KARS MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan
Lebih terperinciJEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH
JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstrack Humans and the environment are interrelated and inseparable. Environment provides everything and
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah
1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ragam budaya dan nilai tradisi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam peninggalan yang ditemukan dari berbagai provinsi
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN KUTAI BARAT BUPATI KUTAI
Lebih terperinciAbito Bamban Yuuwono. Abstrak
PERAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN KRATON YOGYAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA MEMINIMALISIR DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA Abito Bamban
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo 3.1 TINJAUAN KONDISI UMUM KABUPATEN KULON PROGO
BAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo Kawasan outbound training di Kabupaten Kulon Progo merupakan kawasan pusat di alam terbuka yang bertujuan untuk mewadahi kegiatan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JAYAPURA NOMOR 11 TAHUN 1996 TENTANG USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JAYAPURA NOMOR 11 TAHUN 1996 TENTANG USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II JAYAPURA Menimbang : a. bahwa dengan
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
31 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Bio-Fisik Kawasan Karst Citatah Kawasan Karst Citatah masuk dalam wilayah Kecamatan Cipatat. Secara geografis, Kecamatan Cipatat merupakan pintu gerbang Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan dunia pariwisata dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. Perkembangan suatu kota dari waktu ke waktu selalu memiliki daya tarik untuk dikunjungi.
Lebih terperinciBUPATI BANDUNG BARAT
1 BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN SITUS GUA PAWON DAN LINGKUNGANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang
Lebih terperinciRUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH
RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR
PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pengelolaan terhadap tinggalan arkeologi yang ditemukan di berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama dilakukan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha
Lebih terperinciSALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT
SALINAN Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : Mengingat : a. bahwa kawasan kars yang merupakan sumberdaya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor
Lebih terperinciBUDAYA LOKAL SEBAGAI WARISAN BUDAYA DAN UPAYA PELESTARIANNYA )
BUDAYA LOKAL SEBAGAI WARISAN BUDAYA DAN UPAYA PELESTARIANNYA ) Oleh : Agus Dono Karmadi (Kepala Subdin Kebudayaan Dinas P dan K Jawa Tengah) I. Pendahuluan Sebenarnya judul yang diberikan oleh panitia
Lebih terperinciTINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH
TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH A. Pendahuluan Maluku merupakan propinsi dengan sebaran tinggalan arkeologis yang cukup beragam. Tinggalan budaya ini meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik
Lebih terperinciBUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,
Lebih terperinciPERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D
PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN FASILITASI ORGANISASI KEMASYARAKATAN BIDANGKEBUDAYAAN, KERATON, DAN LEMBAGA ADAT DALAM PELESTARIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH BIDANG PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN A. Latar Belakang BAB I
Lebih terperinci- 458 - 2. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di bidang kebudayaan.
- 458 - Q. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1. Kebijakan Bidang Kebudayaan 1. Kebudayaan 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan di Indonesia tahun terakhir ini makin terus digalakkan dan ditingkatkan dengan sasaran sebagai salah satu sumber devisa andalan di samping
Lebih terperinciBab I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang
Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fandeli (1995:37) mengemukakan bahwa pariwisata adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek daya tarik wisata serta usaha-usaha yang
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 58 Tahun : 2016
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 58 Tahun : 2016 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS,
Lebih terperincilogo lembaga S
logo lembaga S-2 2012 LATAR BELAKANG Pulau Bali merupakan salah satu koridor ekonomi dengan fokus pariwisata dalam pengembangan MP3EI. Salah satu dari misi pembangunan nasional yang tertuang dalam UU no.
Lebih terperinciUpaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Oleh: Catrini Pratihari Kubontubuh Direktur Eksekutif BPPI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. TABEL 1.1 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA KE OBJEK WISATA KOTA BANDUNG Jumlah. Jumlah Tahun.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah sudah mencanangkan bahwa pariwisata harus menjadi andalan pembangunan Indonesia. Keputusan Presiden (Keppres) No. 38 Tahun 2005, mengamanatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sejarah dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan silsilah), terutama bagi raja-raja yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pulau Bali merupakan salah satu dari kepulauan Indonesia yang terkenal di dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang
Lebih terperincitersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali sebagai ikon pariwisata Indonesia, telah menjadi daya tarik tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai keunggulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Candi Prambanan merupakan salah satu cagar budaya Indonesia yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah UNESCO sejak
Lebih terperinciTABEL 5.1 RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN LAMONGAN
TABEL 5.1 RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN LAMONGAN Tujuan Sasaran Indikator Sasaran Kode 1. Meningkatkan
Lebih terperinciASPEK-ASPEK REVITALISASI KAWASAN SITUS KALI RAJA KABUPATEN RAJA AMPAT
ASPEK-ASPEK REVITALISASI KAWASAN SITUS KALI RAJA KABUPATEN RAJA AMPAT Sri Chiirullia Sukandar (Balai Arkeologi Jayapura) Abstrak Kali Raja site has the potential to be developed as a tourist destination.
Lebih terperinci