ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C"

Transkripsi

1 ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 25

2 2 ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh : Indra Ambalika Syari C PROGRAN STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 25

3 3 SKRIPSI Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP Departemen : ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : Indra Ambalika Syari : C : Ilmu dan Tknologi Kelautan Disetujui : Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si Dr. Ir. Fredinan Yulianda M.Sc NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Ir. Kadarwan Soewardi, NIP Lulus Tanggal : 5 Desember 25

4 4 RINGKASAN INDRA AMBALIKA SYARI. Asosiasi Gastropoda di Ekosistem Padang Lamun Perairan Pulau Lepar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE dan FREDINAN YULIANDA Gastropoda merupakan salah satu kelompok invertebrata yang berasosiasi baik dengan padang lamun di Indonesia. Seperti halnya ekosistem terumbu karang, didalam ekosistem lamun terjadi siklus makan dan dimakan (food chain cycle), sehingga menjadikan padang lamun sebagai sumber plasma nutfah yang sangat potensial. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih jelas tentang keberadaan gastropoda pada ekosistem padang lamun di Pulau Lepar yang marak dilakukan penambangan timah secara inkonvensional. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 25. Pengambilan data terdiri dari tiga stasiun pengamatan, dimana setiap stasiun dibagi menjadi 3 sub-stasiun, setiap sub-stasiun terdiri dari 3 plot pengamatan yang berukuran,5 x,5 m 2. Secara umum, topografi pantai didaerah pengamatan landai dengan substrat dasar perairan berpasir. Parameter fisika kimia perairan diperoleh suhu berkisar 29,5 31 o C, kedalaman berkisar,2,8 m, kecepatan arus berkisar,12 -,31 m/detik, salinitas berkisar antara o /oo, ph berkisar antara 7,85 8,1 dan kecerahan perairan mendekati 1%. Gastropoda yang ditemukan di Pulau Lepar terdiri dari delapan spesies dari enam genus, lima famili dan tiga ordo. Ordo Archeogastropoda terdiri dari satu famili yang meliputi dua spesies yaitu Euchelus atratus dan Euchelus sp. Ordo Mesogastropoda terdiri dari dua famili dari tiga spesies yaitu Strombus canarium, Strombus urceus dan Cerithium granosum. Ordo Neogastropoda sebanyak tiga famili dari tiga spesies yaitu Drupa margariticola, Columbella versicolor dan Turricula crucutata. Jenis lamun yang ditemukan pada penelitian ini terdiri dari lima jenis, yaitu Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Halophila minor dan Thalassia hemprichii. Perbedaan spesies lamun mempengaruhi sebaran spasial Gastropoda. Euchelus sp. dan Columbella versicolor hidup menempel pada daun lamun sehingga pola sebarannya sangat dipengaruhi oleh sebaran lamun. Secara umum Gastropoda di Pulau Lepar didominasi oleh Cerithium granosum. iii

5 5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan izinnya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul Asosiasi Gastropoda di Ekosistem Padang Lamun Perairan Pulau Lepar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa ada sumbangan pikiran dan tenaga dari berbagai pihak.untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si sebagai Pembimbing I dan Dr. Ir. Fredinan Yulianda M.Sc sebagai Pembimbing II penelitian ini. Temen-teman kampus dan saudaraku di ISBA Bogor sebagai sumber inspirasi yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu serta keluargaku yang tersayang, sebagai sumber motivasiku dalam berjuang. Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, terlepas dari kesempurnaan tersebut, penulis berharap skripsi ini setidaknya bisa memberikan sedikit sumbangan bagi perkembangan kepedulian terhadap ekosistem padang lamun dan biota yang hidup didalamnya. Akhir kata, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan didalam skripsi ini, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan agar skripsi ini lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, November 25 Indra Ambalika Syari

6 6 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sebaran Lamun Fungsi Padang Lamun Komunitas Gastropoda Asosiasi Gastropoda Dengan Lamun Parameter Fisika Kimia Perairan BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Penentuan Stasiun Penelitian Pengambilan Contoh Pengambilan Contoh Gastropoda Metode Pengambilan dan Identifikasi Contoh Lamun Pengambilan Contoh Substrat Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Analisis Data Struktur Komunitas Gastropoda dan Lamun Indeks Nilai Penting Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi Gastropoda Pola Sebaran Gastropoda Asosiasi Gastropoda Berdasarkan Karakteristik Habitat Lamun HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Habitat Karakteristik Kimia dan Fisika Perairan Karakteristik Substrat Struktur Komunitas Lamun... 25

7 Komposisi Spesies Kepadatan Frekuensi Persen Penutupan Spesies Lamun Indeks Nilai Penting (INP) Struktur Komunitas Gastropoda Komposisi Spesies dan Kepadatan Gastropoda Indeks Keanekaragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (D) Gastropoda Pola Penyebaran Gastropoda Asosiasi Gastropoda Berdasarkan Karakteristik Habitat Lamun KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP... 57

8 8 DAFTAR TABEL No. Tabel Halaman 1. Alat dan Bahan Penelitian Karakteristik Kimia Dan Fisika Perairan (Pengukuran Dilakukan Pada Saat Air Surut) Tekstur Substrat (%), ph, Nitrat, Fospat dan C-Organik Kepadatan Spesies Lamun (Individu/M 2 ) Frekuensi Spesies Lamun Persentase Penutupan Lamun Di Perairan Pulau Lepar Indeks Nilai Penting Jenis Lamun Di Pula u Lepar Indeks Keanekaragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (D) Nilai Indeks Morisita Tiap Jenis Lamun... 34

9 9 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Peta lokasi penelitian Plot pengambilan contoh gastropoda tiap stasiun pengamatan Komposisi spesies gastropoda berdasarkan kepadatan pada tiap stasiun Grafik Rata-rata INP Lamun dan Kepadatan Gastropoda Per Stasiun... 36

10 1 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Data Individu Lamun Yang Ditemukan Di Stasiun Pengamatan Data Individu Gastropoda Yang Ditemukan Di Stasiun Pengamatan Data Kedalaman Per Transek (cm) Grafik INP Lamun dan Grafik Kepadatan Gastropoda Morfologi Tumbuhan Lamun Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii dan Halophila minor Morfologi Tumbuhan Lamun Cymodocea rotundata dan Halodule uninervis dan Foto Tumbuhan Lamun Foto Gastropoda Foto Stasiun Pengamatan Peta Provinsi Kepulauan Bangka Belitung... 54

11 11 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Laut sebagai penyedia sumber daya alam yang produktif, baik sebagai sumber pangan, tambang mineraldan energi, kawasan rekreasi dan pariwisata. Karena itu, wilayah pesisir dan lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa sekarang dan akan datang. Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, dimana secara ekologi, lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun mempunyai produktifitas primer yang tinggi dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Menurut Nybakken (1988), biomassa padang lamun secara kasar berjumlah 7 gbk/m 2, sedangkan produktifitasnya adalah 7 g C/m 2 /hari. Oleh karenanya padang lamun merupakan lingkungan laut dengan produktifitas tinggi. Perhatian terhadap ekosistem padang lamun (seagrass) masih sangat kurang dibandingkan terhadap ekosistem bakau (mangrove) dan terumbu karang (coral reefs). Padahal, lestarinya kawasan pesisir pantai bergantung pada pengelolaan yang sinergis dari ketiga ekosistem tersebut. Terlebih, padang lamun merupakan produsen primer organik tertinggi dibanding ekosistem laut dangkal lainnya. Gastropoda (keong) adalah salah satu kelas dari Moluska yang diketahui berasosiasi dengan baik terhadap ekosistem lamun. Komunitas Gastropoda merupakan komponen yang penting dalam rantai makanan di padang lamun,

12 12 dimana Gastropoda merupakan hewan dasar pemakan detritus (detritus feeder) dan serasah dari daun lamun yang jatuh dan mensirkulasi zat-zat yang tersuspensi di dalam air guna mendapatkan makanan (Tomascik et al., 1997). Selain sebagai salah satu komponen yang penting dalam rantai makanan, beberapa jenis Gastropoda juga merupakan keong yang bernilai ekonomis tinggi karena cangkangnya diambil sebagai bahan untuk perhiasan dan cenderamata, sedangkan dagingnya merupakan makanan yang lezat, seperti beberapa jenis keong dari suku Strombidae, Cypraeidae, Olividae, Conidae, dan Tonnidae (Mudjiono dan Sudjoko, 1994). Menelaah pentingnya manfaat Gastropoda dan asosiasinya dengan lamun bagi lingkungan dan sumberdaya hayati perairan maka diperlukan adanya kajian tentang komponen-komponen dan interaksi antara komponen penyusun ekosistem tersebut. Informasi ekologis komunitas Gastropoda di padang lamun sangat penting dalam upaya menggali informasi tentang keberadaan Gastropoda secara kuantitatif. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah lama dikenal sebagai penghasil timah dunia. Bangka Belitung yang merupakan sabuk timah dunia yang membentang dari Kepulauan Anambas sampai Kepulauan Seribu memiliki potensi yang besar dibidang pertambangan ini. Sejak zaman VOC dari tahun 179 M hingga sekarang, bijih timah tetap digali di bumi Bangka Belitung. Nama Bangka sendiri berasal dari kata Vanka yang artinya timah. Tidak dapat dipungkiri, pembangunan dan perkembangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak lepas dari peran pertambangan timah di daerah ini.

13 13 Ironisnya, pertambangan timah ternyata memberikan dampak eksternal yang sangat besar bagi lingkungan, yaitu kerusakan alam di darat dan laut. Ekosistem pesisir, khususnya padang lamun yang masih bertahan baik kondisinya di Pulau Bangka hanya terdapat di Kabupaten Bangka Selatan yaitu di Pulau Lepar, Pulau Ibul, Pulau Panjang dan Pulau Pongok (PKSPL-IPB, 23). Lamun disekitar pulau ini hidup pada kedalaman yang bervariasi dan umumnya selalu terendam air. Di sekitar Pulau Belitung lamun dapat ditemukan disekitar Pulau Se lat Nasik, Pulau Batu Dinding, Pulau Dua, Pulau Seribu, Pulau Sumedang dan Pulau Nado. Secara khusus lamun pada kedua lokasi tersebut hidup mengelompok. Menurut hasil laporan akhir Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL-IPB, 23), jenis lamun yang banyak ditemukan di Kepulauan Bangka Belitung yaitu : Cymodocea rotundata, Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Halophila minor, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Syringodium isoefifolium dan Thalassendron ciliatum Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : 1. Menggambarkan komposisi spesies, sebaran dan kepadatan padang lamun dan Gastropoda di perairan Pulau Lepar. 2. Menganalisis hubungan parameter-parameter fisika kimia perairan dan substrat dengan keragaman dan kepadatan Gastropoda. 3. Menelaah lebih lanjut penyebaran Gastropoda berdasarkan perbedaan penyebaran lamun.

14 14 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sebaran Lamun Salah satu sumberdaya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah padang lamun. Istilah Padang lamun masih terdengar asing di telinga banyak orang, lain halnya dengan mangrove dan terumbu karang. Padahal ketiganya merupakan kesatuan yang tak terpisahkan dari wilayah pesisir. Secara berurutan, kita dapat menemui mangrove, padang lamun, dan terumbu kara ng di wilayah pesisir pantai. Interaksi ketiga ekosistem ini sangat erat. Struktur komunitas dan sifat fisik ketiga ekosistem ini saling me ndukung, sehingga bila salah satu ekosistem terganggu, ekosistem yang lain akan terpengaruh. Padang lamun merupakan salah satu ekosistem yang terletak di daerah pesisir atau perairan laut dangkal. Lamun merupakan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari kelas Angiospermae. Keunikan tumbuhan lamun dari tumbuhan laut lainnya adalah adanya perakaran dan sistem rhizoma yang ekstensif dan ditemukan antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu dimana matahari masih dapat mencapai dasar laut. Di Indonesia tercatat ada 12 spesies lamun (dari 49 spesies yang ada diseluruh dunia) ditambah 1 spesies lagi, Halophila beccari yang di perkirakan ada (Hutomo, 1985; Fortes, 1989). Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai substrat yang berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang khas lebih sering ditemukan di substrat lumpur berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang.

15 15 Di daerah padang lamun organisme melimpah, hal ini karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi juga merupakan sumber bahan makanan baik daunnya maupun epifit atau detritus. Jenis -jenis Polichaeta dan hewan hewan nekton juga banyak ditemukan di padang lamun. Lamun juga memproduksi sejumlah besar bahan organik sebagai substrat untuk algae, epifit, mikroflora dan fauna. Kondisi ekosistem padang lamun di perarain pesisir Indonesia telah mengalami kerusakan sekitar 3-4%. Di pesisir Pulau Jawa kondisi ekosistem padang lamun telah mengalami gangguan yang cukup serius akibat pembuangan limbah indusri dan pertumbuhan penduduk, diperkirakan sebanyak 6% lamun telah mengalami kerusakan. Di pesisir Pulau Bali dan Pulau Lombok, gangguan bersumber dari penggunaan potassium sianida dan telah berdampak pada penurunan nilai dan kerapatan spesies lamun (Fortes, 1989). 2.2 Fungsi Padang Lamun Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota ya ng cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, Krustasea, Moluska ( Pinna sp., Lambis sp., dan Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Arcbaster sp., Linckia sp.) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 21). Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang produktif. Di samping itu, ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, menurut

16 16 hasil penelitian, diketahui bahwa peranan lamun di lingkungan perairan laut dangkal sebagai berikut: 1. Produsen primer Lamun mempunyai tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang (Thayer et al., 1975). 2. Habitat biota Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, pa dang lamun merupakan daerah pemijahan (spawning ground), padang pengembalaan (nursery ground) dan mencari makan (feeding ground) bagi berbagai jenis ikan herbivora dan ikan ikan karang (coral fishes). 3. Penangkap sedimen Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi. 4. Pendaur zat hara Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algaepifit.

17 17 Fungsi padang lamun memang cukup besar. Tetapi tidak banyak orang yang paham tentang hal itu. Tak heran jika di kawasan pesisir kerap ditemui kerusakan padang lamun. 2.3 Komunitas Gastropoda Avertebrata dibagi atas beberapa filum atau golongan diantaranya adalah filum Moluska dengan jumlah kedua terbanyak setelah Arthropoda. Brusca dan Brusca (199) menguraikan bahwa filum Mollusca terdiri dari delapan kelas yaitu : Caudofoveata (Chaetodermatorpha), Aplacophora, Monoplacophora, Polyplacophora, Gastropoda, Bivalvia, Scaphopoda, dan Cephalopoda. Gastropoda, Bivalvia dan Cephalopoda merupakan kelas moluska yang dominan. Gastropoda merupakan kelompok yang paling beragam dan spesiesnya diperkirakan mencapai 74. spesies, diikuti oleh Bivalvia sekitar 31. spesies dan Cephalopoda sekitar 55 spesies. Pada umumnya Gastropoda hidup di laut, meskipun banyak juga yang ditemukan di perairan tawar dan di daratan. Gastropoda merupakan kelas yang terpenting dari filum Moluska, karena sebagian diantaranya merupakan sumber protein dan bernilai ekonomis tinggi. Kelas Gastropoda terdiri dari tiga subkelas yaitu subkelas Prosobranchs, Opisthobranchs, dan Pulmonates. Subkelas Prosobranchs dikelompokkan menjadi tiga ordo, yakni : Archeogastropoda, Mesogastropoda, dan Neogastropoda (Robert et al., 1982). Kelompok Archeogastropoda memiliki bipectinate (terdiri atas dua baris insang) dan terbanyak adalah kelompok limpet laut, cangkang kerucut dan narites yang biasanya pemakan lapisan alga. Mesogastropoda yang juga memiliki dua baris insang, terbanyak adalah siput

18 18 pemangsa (Littorine sp. dan Strombus sp. ) dan pemakan deposit (deposit feeder). Neogastropoda adalah kelompok spesialis pemangsa antara lain kelompok Muricidae, Buccinidae, Naticidae, Turridae dan Conidae (cone shell ). Penelitian Gastropoda di Pulau Lepar yang terletak di selatan Pulau Bangka tergolong baru, karena belum ada penelitian mengenai asosiasi Gastropoda dengan padang lamun yang dilakukan didaerah ini sebelumnya Asosiasi Gastropoda dengan Lamun Gastropoda merupakan salah satu kelompok yang diketahui berasosiasi dengan padang lamun di Indonesia dan diperkirakan telah mengalami overeksploitasi (Tomascik et al., 1997). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa moluska merupakan komponen yang sangat penting dari ekosistem padang lamun, baik hubungannya dengan biomassa maupun peranannya didalam aliran energi. Sebanyak 2 6 % biomassa epifit di padang lamun Filipina dimanfaatkan oleh epifauna yang didominasi oleh Gastropoda (Klumpp et al., 1992). Mayoritas Gastropoda di padang lamun bersifat detrivorous, sangat sedikit yang memakan lamun hidup. Seperti halnya ekosistem terumbu karang, di dalam ekosistem lamun terjadi siklus makan dan dimakan (food chain cycle ), sehingga menjadikan padang lamun sebagai sumber plasma nutfah yang sangat potensial (Mann, 1972 in Mudjiono dan Sudjoko,1994).

19 Parameter Fisika Kimia Perairan Sebagaimana ekosistem pesisir lainnya, padang lamun memiliki faktorfaktor pembatas yang mempengaruhi distribusi, tumbuh dan berkembangnya. Berwick, 1983 in Hadijah, 2 menyatakan kisaran temperatur optimal bagi spesies lamun 28-3 o C, salinitas 1-4 o / oo optimal pada 35 o / oo dan kecepatan arus.5 m/detik. Aktivitas manusia yang berlebihan di lahan atas dapat meningkatkan muatan sedimen pada badan air akan berakibat pada tingginya kekeruhan perairan, sehingga berpotensi mengurangi penetrasi cahaya. Kegiatan penambangan timah secara inkonvensional di daerah sekitar pesisir Pulau Lepar telah menyebabkan kekeruhan perairan di daerah ini. Hal ini dapat menimbulkan gangguan terhadap produktivitas primer ekosistem padang lamun karena lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk berfotosintesis.

20 2 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pulau Lepar, bagian selatan Pulau Bangka (Gambar 1) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selama 2 hari, yaitu dari tanggal 1-2 April 25. Secara administrasi pulau ini terletak di Kecamatan Lepar Pongok, Kabupaten Bangka Selatan. Pulau ini terletak pada posisi geografis 2 o 57 LS dan 16 o BT dengan luas ,38 ha (pulau terbesar di Kabupaten Bangka Selatan). Topografi Pulau Lepar berbentuk datar dan berbukit-bukit. Penduduk pulau ini tersebar pada 3 (tiga) desa, yaitu Desa Penutuk, Tanjung Sangkar dan Tanjung Labu. Ekosistem padang lamun di Pulau Lepar merupakan ekosistem padang lamun terluas di Pulau Bangka. Padang lamun di pulau ini tersebar di perairan dangkal sekitar Desa Penutuk dan Desa Tanjung Sangkar, sedangkan Desa Tanjung Labu merupakan kawasan terumbu karang. Selain memiliki potensi yang besar dibidang perairan disekitarnya, Pulau Lepar juga memiliki potensi bahan tambang timah yang mulai marak digarap oleh masyarakat setempat dan pendatang. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian Ada dua jenis kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu kegiatan dilapangan berupa pengambilan contoh dan pengamatan beberapa parameter fisika kimia air secara in situ, serta kegiatan di laboratorium berupa pengamatan lebih lanjut terhadap contoh yang diperoleh di lapangan. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsinya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

21 21 Tabel 1. Alat dan Bahan Penelitian. No Parameter Unit Alat/Metode A. Fisika Air 1. Suhu Perairan o C Termometer Hg 2. Kecerahan cm Secchi disk 3. Kedalaman cm Tongkat Berskala 4. Kecepatan Arus m/s Bahan Apung dan Stopwatch B. Kimia Air 1. Derajat Keasaman (ph) ph meter 2. Salinitas o / oo Refraktometer A. Fisika Substrat 1. Tekstur* % Saringan Bertingkat/Hydrometri B. Kimia Substrat 1. Derajat Keasaman (ph) Soil ph Tester 2. C- Organik* % Walky dan Black 3. Nitrat* ppm Walky dan Black 4. Pospat* ppm HCl 25% Keterangan : * Substrat dianalisa di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor 3.3 Penentuan Stasiun Penelitian Lokasi pengambilan contoh dibagi menjadi tiga stasiun dimana setiap stasiun dibagi lagi menjadi tiga subs tasiun (Gambar 2) dan masing-masing substasiun terdiri dari tigaa plot/transek sehingga jumlah plot/transek yang diamati semuanya berjumlah sembilan setiap stasiunnya. Stasiun-stasiun ini ditempatkan sejajar dengan garis pantai sedangkan substasiun ditempatkan tegak lurus dengan garis pantai. Jarak antar substasiun adalah 2 meter sedangkan jarak antar transek 1 meter. Luas daerah yang diamati kurang lebih seluas 1.2 m 2. Penentuan plot/transek pengambilan contoh lamun dan Gastropoda dilakukan juga pemilihan lokasi dalam satu stasiun berdasarkan zonasi la mun. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam menganalisis asosiasi Gastropoda berdasar habitat jenis padang lamun.

22 22 Dalam penentuan stasiun, hal-hal yang diperhatikan antara lain adalah : 1. Luasan habitat, topografi habitat dan zonasi habitat. 2. Faktor eksternal yang mempengaruhi, seperti : keberadaan sungai, pencemaran, aktivitas manusia dan komunitas lain yang berasosiasi. 3. Kemampuan pelaksana dan fasilitas yang tersedia. 2 o 5 LS Keterangan : : Stasiun Pengamatan : Desa : Sungai : Jalan Raya : Lokasi Pengamatan 17 o BT Skala = 1 : 5. Gambar 1. Peta lokasi penelitian (Sumber : tanggal 11 Oktober 25) Gambar 2. Plot pengambilan contoh gastropoda tiap stasiun pengamatan

23 Pengambilan Contoh Pengambilan Contoh Gastropoda Pengambilan contoh Gastropoda dilakukan dengan menggunakan metode transek kuadrat berukuran 5 x 5 cm 2 yang dilakukan pada saat air surut. Pada setiap stasiun ditarik garis transek tegak lurus dari garis pantai kearah tubir, pada tiap-tiap jarak 1 m diletakkan transek kuadrat (Gambar 2). Gastropoda yang diambil adalah Gastropoda yang menempel pada tumbuhan lamun, permukaan sedimen dan di dalam substrat sampai kedalaman 5 cm. Penggalian dilakukan sampai kedalaman 5 cm agar Gastropoda yang hidupnya membenamkan diri disiang hari juga terkumpulkan. Semua Gastropoda yang terdapat di dalam transek diambil dan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diawetkan dalam larutan formalin 1% kemudian diidentifikasi. Identifikasi Gastropoda dilakukan di Laboratorium Biologi Laut Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor berpedoman pada Roberts et al., (1982) in Dharma (1988). Hasil identifikasi ini selanjutnya dicocokkan dengan contoh yang ada di Museum Zoologi LIPI Cibinong Metode Pengambilan dan Identifikasi Contoh Lamun Pengamatan terhadap lamun dilakukan secara visual di dalam plot yang sama dengan pengambilan contoh Gastropoda pada setiap plot dalam transek (English et al., 1994). Data lamun yang diambil pada setiap plot meliputi jumlah tegakan, frekuensi dan persen penutupan dari setiap jenis. Contoh lamun yang ada di dalam setiap plot diambil dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi tanda untuk kemudian diidentifikasi jenisnya. Identifikasi jenis-jenis lamun berpedoman pada Fortes (1989).

24 Pengambilan Contoh Substrat Contoh substrat diambil pada setiap stasiun dengan menggunakan pipa paralon. Analisis Substrat dilakukan dengan mengambil kurang lebih 5 gram contoh sedimen pada masing-masing stasiun. Analisis untuk mengetahui fraksi substrat, presentase dan tipe substrat dikelompokkan kedalam Segitiga Millar (Brower, 1989), segitiga ini mengelompokkan tipe substrat berdasarkan presentase pasir, liat dan debu. Contoh substrat dianalisa ph (in-situ), fraksi (besar butiran), Nitrat, Fosfat, dan C-Organik di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. 3.5 Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Paramerer fisika-kimia air dan sedimen diukur dengan alat dan metode yang disajikan pada Tabel Analisis Data Struktur Komunitas Gastropoda dan Lamun a. Kepadatan jenis (D i ) adalah jumlah individu (tegakan) per satuan luas. Kepadatan masing-masing jenis pada setiap stasiun dihitung dengan menggunakan rumus (Brower et al., 1989) : Di = A N i... (1) Keterangan : Di = Jumlah individu (tegakan) ke-i per satuan luas. N i = Jumlah individu (tegakan) ke-i dalam transek kuadrat A = Luas transek kuadrat

25 25 b. Kepadatan relatif (RDi) adalah perbandingan antara jumlah individu spesies dan jumlah total individu seluruh spesies : RDi = p N i = 1 i n ij... (2) Keterangan : RD i = Kepadatan relatif Ni = Jumlah individu (tegakan) ke-i dalam transek kuadrat p n ij i= 1 = Jumlah total individu seluruh spesies c. Frekuensi jenis (F) adalah peluang suatu jenis ditemukan dalam titik contoh yang diamati. Frekuensi jenis dihitung dengan rumus : F i = P i P i= 1 P... (3) Keterangan : F i = Frekuensi jenis ke-i P i = Jumlah petak contoh dimana ditemukan jenis ke -i p i= 1 P = Jumlah total petak contoh yang diamati d. Frekuensi relatif (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi spesies-i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies ( p F i i = 1 ) : RFi = p F i= 1 i F i... (4) Keterangan : RF i = Frekuensi Relatif Fi = Frekuensi jenis ke -i

26 26 p F i i = 1 = Jumlah frekuensi seluruh spesies e. Penutupan (C i ) adalah luas area yang tertutupi oleh spesies-i C i = A a i... (5) Keterangan : C i = Luas area yang tertutupi spesies-i A i = Luas total penutupan spesies ke-i A = Luas total pengambilan contoh f. Penutupan relatif (RC i ) adalah perbandingan antara penutupan individu spesies ke-i dengan jumlah total penutupan seluruh jenis. RC i = p C i= 1 i C ij...(6) Keterangan : RC i = Penutupan relatif C i = Luas area yang tertutupi spesies-i p C ij i= 1 = Penutupan seluruh spesies Indeks Nilai Penting (INP) INP digunakan untuk menghitung dan menduga secara keseluruhan dari peranan satu spesies di dalam suatu komunitas. Semakin tinggi nilai INP suatu spesies relatif terhadap spesies lainnya maka semakin tinggi peranan spesies tersebut pada komunitasnya. Rumus yang digunakan dalam menghitung INP adalah (Brower et al., 1989) : INP = RF i + RD i +RC i... (7) Keterangan : INP = indeks nilai penting

27 27 RD i = Kepadatan relatif RF i = Frekuensi Relatif RC i = Penutupan relatif Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Gastropoda Keanekaragaman menunjukkan keberagaman jenis dan merupakan ciri khas struktur komunitas. Keanekaragaman ditentukan berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener de ngan rumus : s H = - Pi log 2 Pi i 1 Keterangan : H = Indeks keanekaragaman Shannon Pi = N n i (proporsi jenis ke-i) ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu seluruh jenis Kisaran Indeks keanekaragaman Shannon dikategorikan atas nilai-nilai sebagai berikut ( Masson, 1981 in Hadijah 2) : H < 3,322 = Keanekaragaman jenis rendah, tekanan ekologi sangat kuat 3,322<H <9,966 = Keanekaragaman jenis sedang, tekanan ekologi sedang. H > 9,966 = Keanekaragaman jenis tinggi, terjadi keseimbangan ekosistem. Untuk mengetahui seberapa besar kesamaan penyebaran jumlah individu tiap jenis Gastropoda digunakan indeks keseragaman, yaitu dengan cara membandingkan indeks keanekaragaman denga n nilai maksimumnya, dengan rumus : E = H ' H ' maks

28 28 Keterangan : E = Indeks keseragaman H = Indeks keanekaragaman H maks = Indeks keanekaragaman maksimum = log 2 S = 3,3219 log S (dimana S = jumlah je nis) Indeks keseragaman berkisar antara -1. Bila indeks keseragaman kurang dari,4 maka ekosistem tersebut berada dalam kondisi tertekan dan mempunyai keseragaman rendah. Jika indeks keseragaman antara,4 sampai,6 maka ekosistem tersebut pada kondisi kurang stabil dan mempunyai keseragaman sedang. Jika indeks keseragaman lebih dari,6 maka ekosistem tersebut dalam kondisi stabil dan mempunyai keseragaman tinggi. Untuk menggambarkan jenis Gastropoda yang paling banyak ditemukan, dapat diketahui dengan menghitung nilai dominasinya. Dominasi dapat dinyatakan dalam indeks dominasi simpson (Brower, 1989) : s D = i= 1 ni N 2 Keterangan : C = Indeks dominasi Simpson ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu seluruh jenis Nilai indeks dominansi berkisar antara -1. Semakin besar nilai indeks semakin besar kecenderungan salah satu spesies yang mendominasi populasi Pola Sebaran Gastropoda Pola sebaran spesies Gastropoda ditentukan dengan menghitung indeks dispersi morisita (Brower et al., 1989) dengan persamaan :

29 29 Id = n( s i = 1 X N ( N 2 1) N ) Keterangan : Id = Indeks Dispesi Morisita n = Jumlah plot pengambilan contoh N = Jumlah individu dalam n plot X = Jumlah individu pada setiap plot Pola dispersi lamun ditentukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut (Brower et al., 1989) : Id < 1 : Pola dispersi seragam Id = 1 : Pola dispersi acak Id > 1 : Pola dispersi mengelompok Untuk menguji kebenaran nilai indeks di atas, digunakan suatu uji s tatistik, yaitu sebaran khi-kuadrat dengan persamaan aplikatif : X 2 = n s i=1 N X 2 - N, Nilai khi-kuadrat dari perhitungan diatas dibandingkan dengan nilai khikuadrat tabel statistik dengan menggunakan selang kepercayaan 95% ( á =,5 dan derajat bebas = 26). Kriteria pengujian adalah jika nilai X 2 hitung adalah lebih kecil dari nilai X 2 tabel, maka terima Ho (Id = 1), yang berarti tidak ada perbedaan yang nyata dengan penyebaran acak. Jika nilai X 2 hitung lebih besar dari nilai X 2 tabel, maka tolak H o (Id = 1), yang berarti ada perbedaan nyata dengan penyebaran acak.

30 Asosiasi Gastropoda Berdasarkan Habitat Lamun Asosiasi Gastropoda berdasar habitat padang lamun dianalisis dengan cara melihat perbandingan nilai INP (kepadatan relatif, frekuensi relatif dan penutupan relatif) lamun dengan kepadatan Gastropoda per plot/transek pengamatan. Dengan membandingkan dan menghubungkan hasil yang didapat per plot pengamatan diharapkan akan mendapatkan hasil yang baik dan mengurangi bias (kekeliruan) terhadap kesimpulan yang ditetapkan.

31 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Habitat Pulau Lepar dengan luas ,38 ha tersebar pada 3 (tiga) desa, yaitu Desa Penutuk, Desa Tanjung Sangkar dan Desa Tanjung Labu. Menurut sebarannya, padang lamun di pulau ini terdapat di dua desa, yaitu Desa Penutuk dan Desa Tanjung Sangkar. Padang lamun Pulau Lepar ditumbuhi oleh lima spesies tumbuhan lamun yang termasuk kedalam dua famili yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. Stasiun 1 dan 2 terdapat di kawasan Desa Penutuk, sedangkan Stasiun 3 terdapat di kawasan Desa Tanjung Sangkar. Stasiun 1 memiliki topografi pantai yang landai dengan substrat dasar perairan berpasir. Lamun tumbuh dari pinggir pantai sampai jarak sekitar 25 m ke arah tubir, dengan kerapatan yang semakin berkurang dengan pola spesies semakin monospesifik. Pada Stasiun 1 ekosistem padang lamun berdampingan dengan ekosistem mangrove. Penyebaran lamun di Stasiun 1 mulai dari pinggir pantai sampai jarak 5 m dari pantai ditumbuhi oleh jenis lamun Enhalus acoroides, Halophila minor dan Thalassia hemprichii. Semakin ke tengah sampai pada jarak 8 m dari pantai mulai terlihat Enhalus acoroides, Halophila minor dan Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides. Semakin ke tengah menuju tubir spesies lamun yang ada sudah mulai berkurang dan didominasi oleh jenis Enhalus acoroides. Penyebaran lamun pada Stasiun 2 mulai dari pinggir pantai sampai 5 m dari pantai ditumbuhi oleh Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, dan Cymodocea rotundata. Semakin ke tengah sampai jarak 8 m dari pantai ditumbuhi oleh Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Halophilla minor dan Thalassia 21

32 32 hemprichii. Semakin ke arah tubir jenis lamun yang tumbuh adalah Halodule uninervis, Halophilla minor dan Enhalus acoroides yang bercampur. Semakin jauh ke tengah kerapatan H. uninervis dan H. minor semakin menurun. Semakin jauh dari pantai (15 m) lamun didominasi oleh Enhalus acoroides. Pada Stasiun 3 ekosistem padang lamun berdampingan dengan ekosistem mangrove. Pada stasiun ini hanya ditemui 3 spesies lamun, yaitu E. Acoroides, H. Minor, dan H. Uninervis. Padang lamun pada stasiun ini tidak tersebar secara merata. Lamun tumbuh berkelompok-kelompok. H. Minor ditemui sampai pada jarak sekitar 3 m dari pinggir pantai. H. Uninervis dijumpai pada jarak antara 3 7 m dari pantai sedangkan E. Acoroides terlihat tersebar secara merata pada setiap kelompok lamun Karakteristik Kimia dan Fisika Perairan. Hasil pengukuran parameter fisika kimia perairan selama penelitian di Pulau Lepar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Kimia Dan Fisika Perairan No Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 A. Fisika 1. Suhu Perairan ( o C) 3, 31, 29,5 2. Kecerahan (cm) 1, 96, 1, 3. Kedalaman (cm) 57,45 28,5 43,45 4. Kecepatan Arus (m/s),3,3,1 B. Kimia 1. ph 8,1 8,2 7,85 2. Salinitas ( o / oo ) 33, 34, 28, Catatan : Pengukuran dilakukan pada saat air surut Suhu perairan mempunyai kisaran antara 29,5 31 o C. Suhu terendah terdapat pada Stasiun 3 yaitu 29,5 o C, dimana saat itu cuaca mendung dan usai hujan. Sedangkan suhu tertinggi pada Stasiun 2 yaitu 31 o C. Kisaran suhu

33 33 tersebut merupakan kisaran normal untuk daerah tropis. Keadaan pantai di lokasi penelitian yang dangkal yaitu,2,8 meter pada waktu pengambilan contoh memungkinkan suhu perairan lebih tinggi dari perairan yang lebih dalam karena kolom air lebih sedikit sehingga menyimpan panas lebih lama. Kedalaman perairan di daerah pengambilan contoh berkisar antara,2,8 m (Lampiran 2), padahal pengambilan contoh dilakukan sampai 2 m dari pinggir pantai. Ini menandakan bahwa topografi pantai di pulau ini yang landai. Kedalaman perairan diukur saat perairan dalam keadaan surut yang bertujuan agar perhitungan dan pengamatan untuk lamun dan Gastropoda mudah dilakukan. Kecepatan arus yang terukur di lokasi penelitian berkisar antara,1,3 m/s. Arus ini relatif tenang karena ekosistem padang lamun di Pulau Lepar berdekatan dengan Pulau Bangka dan pulau-pulau kecil yang mengelilinginya. Kecepatan arus pada Stasiun 3 relatif lebih rendah dari stasiun lainnya. Hal ini karena daerah pengambilan contoh Stasiun 3 di kelilingi oleh pulau-pulau kecil, sehingga arus tertahn oleh pulau-pulau tersebut. Kecerahan perairan Pulau Lepar yang didapat tidak semuanya 1%. Pada Stasiun 2 Transek 3 di setiap substasiun kecerahan berkisar antara 86 9%. Hal ini karena perairan di daerah ini dipengaruhi oleh masa air laut di Perairan Sadai Pulau Bangka yang keruh akibat aktivitas penambangan timah inkonvensional di daerah pantai dan darat. Kisaran nilai salinitas di Pulau Lepar berkisar antara o / oo. Salinitas terendah terdapat di Stasiun 3, yaitu 28 o / oo. Stasiun 3 terletak di perairan Desa Tanjung Sangkar. Pantai di daerah ini ditumbuhi oleh vegetasi mangrove dengan

34 34 kepadatan yang tinggi, selain itu di daerah pengambilan contoh terdapat dua muara sungai. Salinitas tertinggi terdapat di Stasiun 2 yaitu 34 o / oo. Nilai derajat keasaman (ph) di lokasi pengamatan berkisar antara 7,85 8,1. Derajat keasaman terendah di Stasiun 3 dengan ph 7,85 dan ph tertinggi di Stasiun 1 dengan ph 8,1. Nilai tersebut memperlihatkan bahwa ph perairan cenderung bersifat basa dan termasuk normal untuk ph air laut di Indonesia. 4.3 Karakteristik Substrat Tipe substrat pada ekosistem padang lamun di Pulau Lepar sebagian besar terdiri dari pasir. Secara umum seluruh stasiun mempunyai komposisi pasir jauh lebih besar, yaitu sekitar 86,21% - 96,11% dibandingkan dengan komposisi debu dan liat. Komposisi liat pada Stasiun 3 sebesar 5,84%. Nilai ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan Stasiun 1 dan 2 yang masing-masing bernilai 2,8% dan 2,73%. Selain itu, jumlah C-Organik pada Stasiun 3 pun memiliki nilai yang jauh lebih besar dibanding dengan Stasiun 1 dan 2. hal ini terjadi karena arus pada Stasiun 3 sangat rendah dan topografi pantai yang lebih cekung bila dibandingkan dengan Stasiun 1 dan 2 sehingga partikel-partikel kecil (liat dan debu) dan C-Organik sebagian mengendap ke dasar perairan. Partikel-partikel liat umumnya mengandung muatan negatif dan bila basah membentuk suatu lapisan ganda elektrostatis dengan ion-ion yang diperlukan dalam larutan disekelilingnya (Darusman, 1989). Derajat keasaman (ph) substrat pada daerah pengambilan contoh di Pulau Lepar tergolong asam yaitu 5,7-6,3. rendahnya ph substrat dibandingkan ph air laut karena adanya pembusukan daun-daun lamun dan vegetasi mangrove yang

35 35 hidup berdampingan dengan vegetasi lamun yang lebih bersuasana asam sedangkan ph air laut lebih dipengaruhi oleh larutan garam yang bersuasana basa dan besifat penyangga. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan laboratorium, didapat nilai-nilai parameter fisika-kimia substrat pada daerah pengambilan contoh di Pulau Lepar dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini : Tabel 3. Tekstur Substrat (%), ph, Nitrat, Fosfat dan C-Organik. Stasiun Pasir Debu Liat ph - NO 3 (ppm) Tipe Substrat P (ppm) C-Org (%) 1. 96,11 1,9 2,8 5,7 768,6 Pasir 55,8, ,5 1,77 2,73 6,3 79,3 Pasir 49,3, ,21 7,95 5,84 5,9 8,6 Pasir berlempung 178,9 O,97 Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa secara umum karakteristik substrat antar stasiun di Pulau Lepar memiliki kemiripan, sehingga lamun dan Gastropoda yang ditemui di Pulau Lepar secara umum memiliki kesamaan jenis, hanya komposisi tiap jenis yang membedakan. 4.4 Struktur Komunitas Lamun Komposisi Spesies Padang lamun di Pulau Lepar ditumbuhi oleh lima spesies tumbuhan lamun yang termasuk kedalam dua famili yaitu Hydrocharitaceae dengan tiga spesies, yaitu Enhalus acoroides, Halophila minor dan Thalassia hemprichii sedangkan dari famili Cymodoceae dua spesies yaitu Halodule uninervis dan Cymodocea rotundata.

36 Kepadatan Kepadatan spesies lamun adalah banyaknya jumlah individu/tegakan suatu spesies lamun pada luasan tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan, kepadatan lamun dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kepadatan Spesies Lamun (Individu/m 2 ) No Spesies Lamun Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 1 Enhalus acoroides Thalassia hemprichii Halophilla minor Halodule uninervis Cymodocea rotundata Tabel 4 menunjukkan bahwa Halodule uninervis memiliki nilai kepadatan yang tertinggi dibanding jenis lamun lainnya. Hal ini dikarenakan jenis ini ditemukan hidup pada zonasi tengah habitat lamun di Pulau Lepar. Berdasarkan pengamatan dilapangan, Halodule uninervis ditemukan hidup mengelompok dengan kepadatan yang tinggi dan ukuran tumbuhan yang lebih kecil dibanding jenis lamun lainnya kecuali jenis Halophila minor Frekuensi Frekuensi spesies merupakan penggambaran peluang ditemukannya spesiesspesies lamun dalam plot-plot contoh yang dibuat sehingga dapat menggambarkan sebaran spesies lamun yang ada. Substrat dasar membatasi sebaran lamun pada suatu reef flat, karena masing-masing spesies lamun memiliki kesukaan terhadap substrat berbeda. Nilai frekuensi spesies lamun dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

37 37 Tabel 5. Frekuensi Spesies Lamun (%) No Spesies Lamun Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 1 Enhalus acoroides Thalassia hemprichii Halophilla minor Halodule uninervis Cymodocea rotundata Tabel 5 menunjukkan bahwa dari lima spesies lamun yang ditemukan di Pulau lepar, terlihat bahwa E. acoroides dan H. uninervis mampu beradaptasi untuk hidup pada berbagai substrat dan tersebar cukup merata sehingga mempunyai frekuensi spesies yang tinggi Penutupan Spesies Lamun Luasan daerah tertentu yang ditutupi oleh tumbuhan lamun dan bermanfaat untuk mengetahui keadaan kondisi ekosistem lamun serta kemampuan tumbuhan lamun dalam memanfaatkan luasan yang ada disebut dengan persen penutupan lamun. Nilai persen ditenentukan berdasarkan kepadatan dari tumbuhan lamun serta ukuran morfologi dari tumbuhan lamun itu sendiri. Nilai persen penutupan spesies lamun disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Persentase Penutupan Lamun Di Perairan Pulau Lepar No Spesies Lamun Persen penutupan Lamun (%) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 1 Enhalus acoroides 18,33 11,77 18,33 2 Thalassia hemprichii 4,28 6,11 3 Halophilla minor,9,9,72 4 Halodule uninervis 22,41 14,72 1,93 5 Cymodocea rotundata 6,7 5,53 Enhalus acoroides memiliki ukuran ya ng paling besar dan Halophila minor memiliki ukuran yang paling kecil. Spesies H. uninervis memiliki nilai persen

38 38 penutupan terbesar pada Stasiun 1 daan 2 yaitu 22,41% dan 14,72%. Namun pada Stasiun 3 nilai penutupan terbesar adalah jenis lamun Enhalus acoroides yaitu 18,33% dan bila dibandingkan pada semua lokasi pengamatan, ternyata nilai penutupan Enhalus acoroides memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dengan Halodule uninervis. Padahal jika dibandingkan dengan nilai kepadatannya, jumlah Enhalus acoroides jauh lebih kecil dibanding dengan kepadatan Halodule uninervis. Ini menunjukkan bahwa ukuran tumbuhan Enhalus acoroides jauh lebih besar dibanding ukuran tumbuhan lamun Halodule uninervis Indeks Nilai Penting (INP) Indeks nilai penting menggambarkan peranan suatu spesies lamun relatif terhadap spesies lainnya dalam suatu komunitas. INP ini ditentukan oleh frekuensi relatif, kerapatan relatif dan penutupan relatif masing-masing spesies lamun sehingga mempunyai hubungan berbanding lurus. Semakin besar nilainilai tersebut maka semakin besar pula INP yang berarti semakin tingginya peranan spesies tertentu dalam komunitas. Kisaran INP menunjukkan apakah spesies tertentu mempunyai peranan yang besar, sedang atau rendah. Karena jarak antar stasiun cukup jauh sehingga memiliki karakteristik yang berbeda maka indeks nilai penting di analisis per stasiun pengamatan. Indeks nilai penting tumbuhan lamun di perairan Pulau Lepar dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

39 39 Tabel 7. Indeks Nilai Penting Jenis Lamun Di Pulau Lepar A. Stasiun 1 No Spesies Lamun RDi RCi RFi INP 1 Enhalus acoroides,125,3581,3188, Thalassia hemprichii,379,836,2428, Halophilla minor,11,18,797,925 4 Halodule uninervis,6782,4379,1594 1, Cymodocea rotundata,173,1186,1993,4882 Total 1, 1, 1, 3, B. Stasiun 2 No Spesies Lamun RDi RCi RFi INP 1 Enhalus acoroides,971,38,2175, Thalassia hemprichii,728,1599,1864, Halophilla minor,132,24,1243, Halodule uninervis,6225,3851,2825 1,291 5 Cymodocea rotundata,1943,1447,1893,5282 Total 1, 1, 1, 3, C. Stasiun 3 No Spesies Lamun RD i RC i RF i INP 1 Enhalus acoroides,2152,6114,5 1, Thalassia hemprichii 3 Halophilla minor,126,24,335, Halodule uninervis,6821,3646,165 1, Cymodocea rotundata Total 1, 1, 1, 3, Indeks nilai penting pada Stasiun 1 dan Stasiun 2 menunjukkan kisaran nilai yang tidak jauh berbeda. Hal tersebut dikarenakan jarak antar stasiun hanya sekitar 5 km dan masih berada dalam satu kawasan Desa Penutuk. Pada Stasiun 1 dan Stasiun 2, Halodule uninervis memiliki nilai Indeks Nilai Penting terbesar dibanding jenis lamun lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa lamun Halodule

40 4 uninervis memiliki peranan paling besar pada kawasan ekosistem padang lamun pada Stasiun tersebut. Kisaran nilai INP pada Stasiun 3 memperlihatkan bahwa lamun jenis Enhalus acoroides memiliki nilai terbesar. Ini berarti E. acoroides memiliki peranan paling besar dalam ekosistem padang lamun di Stasiun 3. Stasiun 3 terletak di Desa Tanjung Sangkar, bila ditempuh mela lui jalan darat menempuh jarak sekitar 2 km dari Desa Penutuk (Stasiun 1 dan Stasiun 2). Karenanya, Stasiun 3 memiliki karakteristik substrat yang berbeda dengan Stasiun 1 dan Stasiun 2 (Tabel 3). Secara umum, Indeks Nilai Penting terkecil adalah jenis lamun Halophila minor. Hal ini disebabkan karena spesies ini tumbuh secara tidak merata dengan kerapatan relatif rendah dan penutupan relatif yang rendah pula. Ini menunjukkan peranan dari spesies tersebut relatif kecil terhadap komunitas lamun secara keseluruhan di perairan Pulau Lepar. 4.5 Struktur Komunitas Gastropoda Komposisi Spesies dan Kepadatan Gastropoda Gastropoda yang ditemukan pada padang lamun Pulau Lepar selama penelitian seluruhnya ada 59 individu yang terdiri dari 8 (delapan) spesies dari 6 genus, 5 famili dan 3 ordo yakni ordo Archeogastropoda, Mesogastropoda dan Neogastropoda (Lampiran 2). Ordo Archeogastropoda terdiri dari satu famili dari satu genus yang meliputi dua spesies yaitu Euchelus atratus dan Euchelus sp. Ordo Mesogastropoda terdiri dari dua famili dan dua genus dari tiga spesies yaitu Strombus canarium, Strombus urceus dan Cerithiu m granosum. Ordo Neogastropoda sebanyak tiga

41 41 famili dan tiga genus dari tiga spesies yaitu Drupa margariticola, Columbella versicolor dan Turricula crucutata. Gastropoda di perairan ini sebagian besar ditemukan pada daun dan rhizoma lamun. Sebagian besar Gastropoda yang ditemukan selama penelitian memiliki ukuran cangkang yang kecil berkisar,5 2, cm, kecuali pada spesies Strombus canarium dan Strombus urceus yaitu 5 9 cm. Gastropoda yang ditemukan di lokasi penelitian pada Stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing sebanyak 5 spesies, 7 spesies dan 6 spesies. Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian, spesies dan kerapatan lamun mempengaruhi keberadaan dan kepadatan Gastropoda. Gastropoda spesies Euchelus sp. dan Columbella versicolor ditemukan hidup menempel pada daun lamun Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, dan Halodule uninervis sehingga keberadaannya sangat dipengaruhi oleh spesies lamun tersebut. Spesies-spesie Gastropoda yang ditemukan pada saat penelitian yaitu Cerithium granosum, Euchelus sp., Columbella versicolor, Turricula crucutata, Euchelus atratus, Strombus canarium, Strombus urceus, dan Drupa margariticola. Komposisi spesies Gastropoda berdasarkan kepadatan per plot (5 x 5 cm 2 ) yang ditemukan pada Stasiun 1, 2 dan 3 tersaji pada Gambar 3.

42 42 Stasiun 1 Stasiun 2 Cerithium granosum Euchelus sp. Columbella versicolor Turricula crucutata Strombus urceus Cerithium granosum Euchelus sp. Columbella versicolor Turricula crucutata Strombus canarium Drupa margariticola Euchelus atratus Stasiun 3 Cerithium granosum Euchelus sp. Columbella versicolor Turricula crucutata Strombus urceus Strombus canarium Gambar 3. Komposisi Spesies Gastropoda Berdasarkan Kepadatan Pada Tiap Stasiun. Gambar tersebut menunjukkan bahwa Cerithium granosum mendominasi pada setiap stasiun, yaitu 87,2 %, 38% dan 62,88% masing-masing pada Stasiun 1, 2 dan 3. Turricula crucutata, Columbella versicolor dan Euchelus sp. dengan kepadatan tertinggi masing-masing sebanyak 8,67%, 2,67% dan 26% ditemukan pada Stasiun 2. Dominannya Cerithium granosum pada setiap stasiun menandakan bahwa spesies ini mampu beradaptasi dengan baik di perairan Pulau Lepar Indeks Keanekaragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (D) Gastropoda. Indeks keanekaragaman (H ) komunitas Gastropoda pada perairan Pulau Lepar berkisar antara,715 2,149. Kisaran nilai tersebut menggambarkan bahwa komunitas Gastropoda di Pulau Lepar dapat dikategotikan memiliki keanekaragaman yang rendah. Keanekara gaman yang paling rendah terdapat pada Stasiun 1 dengan kategori rendah dan keanekaragaman tertinggi pada Stasiun 2 dengan kategori juga rendah, ini berarti bahwa komunitas Gastropoda

43 43 pada Pulau Lepar dalam keadaan tekanan ekologi yang kuat. Jenis Gastropoda yang ditemukan di Stasiun 2 lebih banyak jika diba nding dengan jenis Gastropoda yang ditemukan di Stasiun 1 dan 3. Namun, jenis Gastropoda yang ditemukan hanya tujuh spesies atau hanya berbeda sedikit dengan kondisi ekologi di Stasiun 1 dan 3. Nilai Indeks Keanekaragaman (H ), Keseragaman (E) dan Domina nsi (D) Gastropoda tersaji pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Indeks Keanekaragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (D) Stasiun H E D 1,715,38, ,149,766, ,388,537,481 Nilai keseragaman (E) berkisar antara,38,766. nilai tertinggi terdapat pada Stasiun 2 dengan kategori keseragaman tinggi dan nilai terendah pada Stasiun 1 dengan kategori keseragaman rendah. Nilai dominansi (D) Gastropoda pada perairan Pulau Lepar berkisar antara,265,768. Nilai dominansi berkisar antara 1. Nilai yang terbesar terdapat pada Stasiun 1, dimana pada stasiun ini spesies yang mendominasi adalah Cerithium granosum. Nilai ter kecil terdapat pada Stasiun 2. Semakin besar nilai indeks, maka semakin besar adanya kecenderungan salah satu spesies yang mendominasi populasi Pola Penyebaran Gastropoda Pola penyebaran Gastropoda dengan menggunakan Indeks Dispersi Morisita di perairan Pulau Lepar secara umum mengelompok, dapat dilihat pada Tabel 9.

44 44 Tabel 9. Nilai Indeks Morisita Tiap Jenis Gastropoda Spesies Id X 2 hit X 2 (,5) Sebaran Cerithium granosum 1, , ,88 Mengelompok Euchelus sp. 2, ,24 38,88 Mengelompok Columbella versicolor 2, , ,88 Mengelompok Turricula crucutata 2, , ,88 Mengelompok Strombus urceus ,88 Mengelompok Strombus canarium 4,5 36,5 38,88 Acak Drupa margariticola 25 38,88 Seragam Euchelus atratus 19, , ,88 Mengelompok Tabel 9 menunjukkan bahwa Gastropoda jenis Strombus canarium dan Drupa margariticola tidak berbeda nyata dengan penyebaran acak. Hal ini ditandai dengan nilai X 2 hit yang lebih kecil dari nilai X 2 (,5). Dapat disimpulkan bahwa Strombus canarium memiliki ciri sebaran acak yang cenderung mengelompok. Hal ini karena nilai Id > 1 dan selisih nilai X 2 hit dengan X 2 (,5) yang kecil. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, Gastropoda jenis Strombus canarium ini diambil oleh masyarakat untuk dijadikan sebagai bahan makanan khususnya bahan utama kerupuk Siput Gong-gong yang menjadi makanan khas Pulau Bangka. Pengambilan Strombus canarium dilakukan hampir setiap hari pada saat air laut surut dengan menyusuri sepanjang pantai. Hal inilah yang menyebabkan sebaran Strombus canarium terganggu atau tidak alami lagi. Nilai Id = pada Drupa margariticola menjelaskan bahwa Gastropoda jenis ini hidup secara seragam sempurna. Ini dikarenakan Drupa margarirticola hampir tidak ditemukan di Stasiun pengamatan. Sesuai dengan hasil temuan di lapanga n, Drupa margariticola ditemukan sangat sedikit yaitu hanya sebanyak 2 individu saja pada transek yang berbeda di Stasiun 2. Gastropoda jenis Cerithium granosum merupakan jenis Gastropoda yang paling banyak ditemukan di perairan Pulau Lepar. Spesies ini banyak ditemukan

45 45 pada perairan dengan kedalaman,5 m, hidup pada permukaan sedimen atau membenamkan dirinya pada kedalaman substat 5 cm. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, Euchelus sp. dan Columbella versicolor hidup menempel pada daun lamun sehingga pola sebarannya sangat dipengaruhi oleh sebaran lamun. Mengelompoknya kedua jenis ini sangat besar dipengaruhi oleh pengelompokan habitat lamun, terutama jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii dan Halodule uninervis yang ditemukan hidup mengelompok di perairan Pulau Lepar. Kedua jenis Gastropoda ini banyak ditemukan pada kondisi perairan dengan arus lemah dan dangkal. Euchelus atratus hidup pada permukaan substrat dan hanya ditemukan pada Stasiun 2. Euchelus atratus memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan Euchelus sp. dengan ukiran pada cangkang yang lebih jelas. Turricula crucutata ditemukan pada kondisi perairan yang sama dengan Cerithium granosum, namun ditemukan dalam jumlah yang se dikit. Spesies ini ditemukan pada ketiga stasiu n pengamatan. Strombus urceus merupakan jenis Gastropoda pemangsa, sama seperti kerabatnya Strombus canarium. Namun pada hasil perhitungan Indeks Morisita menunjukkan bahwa Strombus urceus adalah mengelompok. Hal ini disebabkan karena Strombus urceus tidak diambil oleh masyarakat seperti halnya strombus canarium yang diambil sebagai bahan utama kerupuk siput gong-gong sehingga sebarannya masih bersifat mengelompok. Zonasi Gastropoda sebenarnya akan lebih jelas terlihat pada kawasan pasang surut dengan tipe substrat berbatu, namun pada substrat lumpur dan pasir tidak demikian (Manginsela, 1998).

46 Asosiasi Gastropoda Berdasarkan Habitat Lamun Asosiasi Gastropoda berdasarkan habitat lamunnya merupakan hasil membandingkan antara grafik Indeks Nilai Pent ing (INP) lamun yaitu nilai kepadatan relatif (RDi), frekuensi relatif (RFi) dan penutupan relatif (RCi) dengan kepadatan Gastropoda tiap transek pengamatan (Lampiran 4 9). Grafik rata-rata INP lamun dan kepadatan Gastropoda per stasiun pengamatan tersaji pada Gambar 4 berikut : A. Stasiun RDi RFi RCi Enhalus acoroides RDi RFi RCi Thalassia hemprichii RDi RFi RCi Halophila minor RDi RFi RCi Halodule uninervis RDi RFi RCi Cymodocea rotundata Cerithium granosum Euchelus sp. Columbella versicolor Turricula crucutata Strombus urceus B. Stasiun RDi RFi RCi Enhalus acoroides RDi RFi RCi Thalassia hemprichii RDi RFi RCi Halophila minor RDi RFi RCi Halodule uninervis RDi RFi RCi Cymodocea rotundata Cerithium granosum Euchelus sp. Columbella versicolor Turricula crucutata Strombus canarium Drupa margariticola Euchelus atratus C. Stasiun RDi RFi RCi Enhalus acoroides RDi RFi RCi Thalassia hemprichii RDi RFi RCi Halophila minor RDi RFi RCi RDi RFi RCi Halodule Cymodocea uninervis rotundata Cerithium granosum Euchelus sp. Columbella versicolor Turricula crucutata Strombus urceus Strombus canarium Gambar 4. Grafik Rata-rata INP Lamun dan Kepadatan Gastropoda Per Stasiun

47 47 Gambar 4 menunjukkan bahwa INP lamun pada Stasiun 1 dan 2 memiliki pola kemiripan. Pada Stasiun 1 nilai INP jenis lamun Enhalus acoroides memiliki nilai yang lebih besar daripada Stasiun 2. Hal ini disebabkan karena kedua stasiun ini berada pada jarak yang tidak jauh ( 5 km), sedangkan jarak kedua stasiun ini dengan Stasiun 3 cukup jauh ( + 2 km). Inilah yang menjadi penyebab pola INP lamun pada Stsiun 3 berbeda dengan Stasiun 1 dan 2. Pola kepadatan Gastropoda didapat hasil pola yang berbeda setiap stasiun. Berdasar gambar diatas, secara umum Gastropoda di Pulau Lepar didominasi oleh Cerithium granosum. Gastropoda jenis Cerithium granosum menunjukkan bahwa jenis ini ditemui di semua transek pengambilan contoh. Ini menunjukkan bahwa habitat padang lamun di Pulau Lepar merupakan habitat dengan kondisi perairan yang sesuai untuk kelangsungan hidup Cerithium granosum. Hal ini pun menunjukkan bahwa Gastropoda ini dapat hidup di semua habitat jenis lamun di Pulau Lepar. Euchelus sp. dan Columbella versicolor merupakan jenis Gastropoda yang hidup menempel pada daun lamun. Kedua jenis ini memiliki persentase kepadatan 27,89% dari total individu Gastropoda yang didapat selama penelitian. Kedua spesies ini biasaanya menempel pada daun lamun jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii dan Halodule uninervis dengan penutupan relatif lamun lebih dari 35%. Pada prinsipnya Curricula crucutata memiliki pola penyebaran dan asosiasi yang mirip dengan Cerithium granosum. Namun, Gastropoda ini ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit. Spesies ini pada dasarnya tidak memiliki asosiasi khusus dengan jenis lamun tertentu.

48 48 Strombus urceus dan Strombus canarium merupakan jenis Gastropoda pemangsa. Umumnya kedua spesies ini banyak ditemukan penutupan relatif lamun kurang dari 5% kecuali pada Stasiun 3 Substasiun 3 Transek 3. Hal ini karena pada penutupan lamun yang tinggi/ padat akan menyulitkan pergerakan Gastropoda ini. Kedua spesies ini hanya ditemukan pada laun jenis Enhalus acoroides dan Halodule uninervis. Euchelus atratus hanya ditemukan di Stasiun 2 atau bagian selatan Pulau Lepar. Gastropoda jenis ini hidup dengan membenamkan diri di dalam substrat, dengan penutupan relatif lamun lebih besar dari 29%. Karena sifat hidupnya yang membenamkan diri, Gastropoda ini hidup tidak pada lamun jenis tertentu saja, namun lebih banyak ditemukan pada komposisi penutupan relatif jenis lamun dengan nilai yang hampir seragam atau merata. Drupa margariticola merpakan spesies gastropoda yang ditemukan paling sedikit di Pulau Lepar yaitu dua individu saja di Stasiun 2. Spesies ini ditemukan hidup pada penutupan relatif lamun 3-4% pada jenis lamun Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, spesies ini ditemukan hidup di permukaan substrat.

49 49 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Komposisi spesies Gastropoda yang ditemukan di Pulau Lepar terdiri dari 8 (delapan) spesies dari 6 genus, 5 famili dan 3 ordo. Ordo Archeogastropoda terdiri dari satu famili dari satu genus yang meliputi dua spesies yaitu Euchelus atratus dan Euchelus sp. Ordo Mesogastropoda terdiri dari dua famili dan dua genus dari tiga spesies yaitu Strombus canarium, Strombus urceus dan Cerithium granosum. Ordo Neogastropoda sebanyak tiga famili dan tiga genus dari tiga spesies yaitu Drupa margariticola, Columbella versicolor dan Turricula crucutata. Padang lamun di Pulau Lepar ditumbuhi oleh lima spesies tumbuhan lamun yang termasuk kedalam dua famili yaitu Hydrocharitaceae dengan tiga spesies, yaitu Enhalus acoroides, Halophila minor dan Thalassia hemprichii sedangkan dari famili Cymodoceae dua spesies yaitu Halodule uninervis dan Cymodocea rotundata. Perbedaan spesies lamun mempengaruhi sebaran spasial Gastropoda. Euchelus sp. dan Columbella versicolor hidup menempel pada daun lamun sehingga pola sebarannya sangat dipengaruhi oleh sebaran lamun. 5.2 Saran Jika terdapat kemudahan pada transportasi, sebaiknya dilakukan penelitian lebih dari tiga stasiun sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai sebaran dan asosiasi gastropoda pada ekosistem padang lamun di Pulau Lepar.

50 5 Penelitian dilakukan pada selang waktu yang lebih panjang, misalkan dilakukan pada waktu musim penghujan dan kemarau. Jadi, apabila terjadi perubahan lingkungan yang dapat mempengaruhi struktur komunitas Gastropoda dapat diketahui. Perlu dilakukan pengelolaan terhadap sumberdaya Gastropoda di wilayah Pulau Lepar yang mengatur pemanfaatan Gastropoda baik sebagai cendramata maupun sebagai sumber pangan bagi masyarakat.

51 51 DAFTAR PUSTAKA Azkab, M.H Pedoman Invetarisasi Lamun. Oseana. Nomor 1. Volume XXIV. Hal Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Jakarta. Bengen, D.G. 2. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Instititut Pertanian Bogor. Bogor Bengen, D.G. 21. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. PKSPL. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Brower, J.E. dan J.H Zar Field and Laboratory Methods for General Ecology. W. M. Brown Company Publ. Dubuque Lowa. Brusca, R. C and G. J. Brusca Invertebrates. Sinaver Associates, Inc. Publishers Sunderland. Massachusetts. Clark, J Coastal Ecosystem. Ekological Consideration for Management of Coastal Zone. The Conservation Foundation. Wansington D.C. Dahuri, R. 23. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Darusman, L.K Kimia Fisika Tanah. PAU-IPB. Bogor. Dharma, B Siput dan Kerang Indonesia. PT Sarana Graha. Jakarta. Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Kep. Bangka Belitung, 25. Profil Pulaupulau Kecil Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Eidman, M dan Yulianda, F Struktur Ekologis dan Penelaahan Dinamika Populasi Komunitas Dasar (Enhalus accoroides, L.F. dan Moluska) Di Perairan Pulau Lima, Teluk Banten. Fakultas Perikanan-IPB. Bogor. English, S.C. Wilkinson dan V. Baker Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institut of Marine Science. Townsvile. Fortes, M.D Seagrass: A Resource Unknown in The ASEAN Region. ICLARM. Manila. Phiilipphines. Hadijah, 2. Sebaran Spasial Komunitas Gastropoda dan Asosiasinya dengan Lamun di Perairan Pulau Kodingareng Kotamadya Makasar. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor Oktober 25/22. WIB

52 52 Hultera, 2. Sebaran dan Asosiasi di Rataan Terumbu Kepulauan Derawan Kalimantan Timur. Program Studi Ilmu Kelautan-IPB. Bogor. Hutomo, M telaah Ekologik Komunitas Ikan pada Padang Lamun (Seagrass, Anthophyta) di Perairan Teluk Banten. Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hyman, H.L The Invertebrates Vol. VI. Molusca I. McGraw-Hill Book Company. New York. Klumpp, D. W., J. S. Salita-Espinosa and M. D. Fortes The Role of Ephiphytic Periphyton and Mcroinvertebrate Graers in The Tropic Flux of a Tropical Seagrass Community. Aquatic Botany. Larkum, A. W. D., A. J. Mc Comb and S. A. Shepherd, Biology of Seagrass. Elsevier, Amsterdam. Manginsela Ekostruktur dan Sebaran Spasial Komunitas Gastropoda Di Kawasan Pasang Surut Teluk Manado Sulawesi Utara. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Mudjiono dan Sudjoko Fauna dan Molluska Padang Lamun di Pantai Lombok Selatan. in Kiswara, W., M.K. Moosa dan M. Hutomo (eds.). Struktur Komunitas Biologi Padang Lamun Di Pantai Selatan Lombok dan Kondisi Lingkungannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Indonesia. Nybakken. J. W Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia. Jakarta. PKSPL (Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan). 22. Perumusan Rencana Pengembangan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Proyek Kerjasama BAPPEDA Prov. Kep. Bangka Belitung dengan Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Ristiyanti. M Keong Gong-gong Strombus canarium. LBN-LIPI. Bogor. Soepardi, G Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian-IPB. Bogor. Tomascik, T; A. J. Mah; A. Nontji and M. K. Moosa The Ecology of The Indonesian Seas. Part Two. Published by Periplus Editions (HK) Ltd. Singapore. UNESCO Seagrass Resources in Southeast Asia. Jakarta, Indonesia. Zulkifli. 2. Sebaran Spasial Komunitas Perifiton dan Asosiasinya dengan Lamun di Perairan Teluk Pandan Lampung Selatan. Tesis. Program Pascasarjana IPB, Bogor.

53 53 Lampiran 1. Data Individu Lamun Yang Ditemukan di Stasiun Pengamatan. Stasiun 1. Substasiun 1 Substasiun 2 Substasiun 3 No Spesies Lamun T1 T2 T3 T1 T2 T3 T1 T2 T3 1 Enhalus acoroides Thalassia hemprichii Halophilla minor Halodule uninervis Cymodocea rotundata Stasiun 2. No Spesies Lamun Substasiun 1 Substasiun 2 Substasiun 3 T1 T2 T3 T1 T2 T3 T1 T2 T3 1 Enhalus acoroides Thalassia hemprichii Halophilla minor Halodule uninervis Cymodocea rotundata Stasiun 3. Substasiun 1 Substasiun 2 Substasiun 3 No Spesies Lamun T1 T2 T3 T1 T2 T3 T1 T2 T3 1 Enhalus acoroides Thalassia hemprichii 3 Halophilla minor Halodule uninervis Cymodocea rotundata

54 54 Lampiran 2. Kepadatan Individu Gastropoda Per Plot Pengamatan (5 x 5 cm) Stasiun 1. Substasiun 1 Substasiun 2 Substasiun 3 No Spesies Gastropoda T1 T2 T3 T1 T2 T3 T1 T2 T3 1 Cerithium granosum Euchelus sp. 4 3 Columbella versicolor 5 4 Turricula crucutata Strombus urceus 1 Stasiun 2. No Spesies Gastropoda Substasiun 1 Substasiun 2 Substasiun 3 T1 T2 T3 T1 T2 T3 T1 T2 T3 1 Cerithium granosum Euchelus sp Columbella versicolor Turricula crucutata Strombus canarium 1 6 Drupa margariticola Euchelus atratus 1 6 Stasiun 3. No Spesies Gastropoda Substasiun 1 Substasiun 2 Substasiun 3 T1 T2 T3 T1 T2 T3 T1 T2 T3 1 Cerithium granosum Euchelus sp Columbella versicolor Turricula crucutata Strombus urceus 2 6 Strombus canarium 2 1

55 55 Lampiran 3. Data Kedalaman Per Transek (cm) Stasiun 1. No Transek Substasiun 1 Substasiun 2 Substasiun Stasiun 2. No Transek Substasiun 1 Substasiun 2 Substasiun Stasiun 3. No Transek Substasiun 1 Substasiun 2 Substasiun

56 56 Lampiran 4. Grafik INP Lamun dan Kepadatan Gastropoda INP Lamun Stasiun I Enhalu Thalas Halophi Hal odul Cymod RDi RFi.5.5 RCi.5.7 Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun I Cerith Euch Colu Turric Stro Kepadatan 24 5 INP Lamun Stasiun I Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun I Cerith Euch Colu Turric Stro Kepadatan 14 1 INP Lamun Stasiun I Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi 1 RFi 1 RCi.32 Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun I Cerith Euch Colu Turric Stro Kepadatan 2 1 INP Lamun Stasiun I Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun I Cerith Euch Colu Turric Stro Kepadatan 37 1 INP Lamun Stasiun I Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun I Cerith Euch Colu Turric Stro Kepadatan 6 2

57 57 Lampiran 5. INP Lamun Stasiun I Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi 1 RFi 1 RCi.42 Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun I Cerith Euch Colu Turric Stro Kepadatan 3 INP Lamun Stasiun I Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun I Cerith Euch Colu Turric Stro Kepadatan 27 1 INP Lamun Stasiun I Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun I Cerith Euch Colu Turric Stro Kepadatan INP Lamun Stasiun I Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi 1 RFi 1 RCi.26 Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun I Cerith Euch Colu Turric Stro Kepadatan 2 1 Keterangan : I.1.1 : Nomor Stasiun : Nomor Substasiun : Nomor Transek Enhalu : Enhalus acoroides Cerith : Cerithium granosum Thalas : Thalasia hemprichii Euch : Euchelus sp. Halophi : Halophila minor Colu : Columbella versicolor Halodul : Halodule uninervis Turric : Turricula crucutata Cymod : Cymodocea rotundata Stro : Strombus urceus

58 58 Lampiran 6. INP Lamun Stasiun II Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun II Ceri Euc Col Turr Str Dru Euc Kepadatan INP Lamun Stasiun II Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun II CeriEuc Col Turr Str Dru Euc Kepadatan INP Lamun Stasiun II Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi.5.5 RCi.24.5 Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun II CeriEuc Col Turr Str Dru Euc Kepadatan INP Lamun Stasiun II Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun II CeriEuc Col Turr Str Dru Euc Kepadatan INP Lamun Stasiun II Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun II CeriEuc Col Turr Str Dru Euc Kepadatan

59 59 Lampiran 7. INP Lamun Stasiun II Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun II Ceri Euc Col Turr Str Dru Euc Kepadatan INP Lamun RDi Stasiun II.3.1 Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun II Ceri Euc Col Turr Str Dru Euc Kepadatan 5 3 INP Lamun Stasiun II Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun II Ceri Euc Col Turr Str Dru Euc Kepadatan INP Lamun Stasiun II Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun II Ceri Euc Col Turr Str Dru Euc Kepadatan Keterangan : I.1.1 : Nomor Stasiun : Nomor Substasiun : Nomor Transek Enhalu : Enhalus acoroides Thalas : Thalasia hemprichii Halophi : Halophila minor Halodul : Halodule uninervis Cymod : Cymodocea rotundata Ceri Euc Col Turr Str Dru Euc : Cerithium granosum : Euchelus sp. : Columbella versicolor : Turricula crucutata : Strombus canarium : Drupa margariticola : Euchelus atratus

60 6 Lampiran 8. INP Lamun Stasiun III Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi.5.5 RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun III Cerit Euc Colu Turri Stro Stro Kepadatan INP Lamun Stasiun III Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi.5.5 RCi.19.6 Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun III Cerit Euc Colu TurriStro Stro Kepadatan 2 22 INP Lamun Stasiun III Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi 1 RFi 1 RCi.23 Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun III Cerit Euc Colu Turri Stro Stro Kepadatan INP Lamun Stasiun III Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi.5.5 RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun III Cerit Euc Colu Turri Stro Stro Kepadatan INP Lamun Stasiun III Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun III Cerit Euc Colu Turri Stro Stro Kepadatan

61 61 Lampiran 9. INP Lamun Stasiun III Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi 1 RFi 1 RCi.19 Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun III Cerit Euc Colu Turri Stro Stro Kepadatan 4 INP Lamun Stasiun III Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi.7.3 RFi.5.5 RCi.17.1 Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun III Cerit Euc Colu Turri Stro Stro Kepadatan 27 3 INP Lamun Stasiun III Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun III Cerit Euc Colu Turri Stro Stro Kepadatan INP Lamun Stasiun III Enhalu Thalas Halophi Halodul Cymod RDi RFi.5.5 RCi Gastropoda (indv/m 2 ) Stasiun III Cerit Euc Colu Turri Stro Stro Kepadatan Keterangan : I.1.1 : Nomor Stasiun : Nomor Substasiun : Nomor Transek Enhalu : Enhalus acoroides Thalas : Thalasia hemprichii Halophi : Halophila minor Halodul : Halodule uninervis Cymod : Cymodocea rotundata Cerit Euc Colu Turri Stro Stro : Cerithium granosum : Euchelus sp. : Columbella versicolor : Turricula crucutata : Strombus urceus : Strombus canarium

62 62 Lampiran 1. Morfologi Tumbuhan Lamun Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii dan Halophila minor Enhalus acoroides (Fortes, 1989) Thalassia hemprichii (Fortes, 1989) Halophilla minor (Fortes, 1989)

63 63 Lampiran 11. Morfologi Tumbuhan Lamun Cymodocea rotundata dan Halodule uninervis dan Foto Tumbuhan Lamun Cymodocea rotundata (Fortes, 1989) Halodule uninervis (Fortes, 1989) Foto Tumbuhan Lamun : A. Thalassia hemprichii. B. Cymodocea rotundata C. Halophila minor. D. Halophila uninervis.

64 64 Lampiran 12. Foto Gastropoda 1. Columbella versicolor 2. Cerithium granosum 3. Turricula crucutata 4. Euchelus sp 5. Drupa margariticola 6. Euchelus atratus 7. Strombus urceus 8. Strombus canarium

65 65 Lampiran 13. Foto Stasiun Pengamatan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

66 Lampiran 14. Peta Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

67 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sungailiat, 6 November 1983 dari pasangan Bapak H. Ahmad Syarnubi dan Ibu Siti Asbari. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN 366 Sungailiat Bangka, SMPN 2 Sungailiat, SMUN 1 Sungailiat Bangka lulus pada tahun 21 dan Pondok Pesantren Al- Inayah Bogor. Pada tahun yang sama (21), penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada program studi Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Mahasiswa Bangka (ISBA) wilayah Bogor dan Badan Eksekutif Mahasiswa sebagai sarana menimba ilmu keorganisasian. Pada tahun 24 Penulis menjadi penyaji tingkat nasional pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XVII di STT Telkom Bandung dan pada tahun 25 menjadi ketua tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Teknologi (PKMT) dari DIKTI dengan judul Pemanfaatan sistem double filter terhadap kelangsungan hidup Anemon ( Heteractis magnifica) dalam akuarium air laut. Sebagai tugas akhir penulis melakukan penelitian dengan judul Asosiasi Gastropoda di Ekosistem Padang Lamun Perairan Pulau Lepar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan dinyatakan lulus pada tanggal 5 Desember 25.

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C64101078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian berlokasi di perairan pantai Pulau Tujuh Seram Utara Barat Kabupaten Maluku Tengah dengan tiga stasiun sampling yang ditempatkan sejajar

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD Oleh : IRMA DEWIYANTI C06400033 SKRIPSI PROGRAM STUD1 ILMU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten 16 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Madura (Gambar 6). Kabupaten Sumenep berada di ujung timur Pulau Madura,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Nurtin Y.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 17 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008-Mei 2009 di Lokasi Rehabilitasi Lamun PKSPL-IPB Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 5 3 '15 " 5 3 '00 " 5 2 '45 " 5 2 '30 " BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan April 2010, lokasi pengambilan sampel di perairan

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Gambar 3. Peta lokasi penelitian 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009 di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, lokasi penelitian mempunyai

Lebih terperinci

ASOSIASI GONGGONG (Strombus sp) DENGAN LAMUN DI WILAYAH KONSERVASI LAMUN DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN

ASOSIASI GONGGONG (Strombus sp) DENGAN LAMUN DI WILAYAH KONSERVASI LAMUN DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN ASOSIASI GONGGONG (Strombus sp) DENGAN LAMUN DI WILAYAH KONSERVASI LAMUN DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN Toto Iskandar Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan dan perikanan, FIKP, Totoghifari_Tpi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisika Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi pengambilan data (Lampiran 2), didapatkan hasil seperti tercantum

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITAN

3. METODOLOGI PENELITAN 3. METODOLOGI PENELITAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pantai Sanur Desa Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali (Lampiran 1). Cakupan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA YUSTIN DUWIRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) Gautama Wisnubudi 1 dan Endang Wahyuningsih 1 1 Fakultas Biologi Universitas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 3, Desember 2013 Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak dan dilintasi garis khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Perairan Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BB III BHN DN METODE PENELITIN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013. Tempat penelitian di Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dan analisis

Lebih terperinci

The Association of Gastropods and Seagrass in Coastal Waters of Beruk Island of North Rupat of Riau Province

The Association of Gastropods and Seagrass in Coastal Waters of Beruk Island of North Rupat of Riau Province 1 The Association of Gastropods and Seagrass in Coastal Waters of Beruk Island of North Rupat of Riau Province By Darul Amin 1, Zulkifli 2, Elizal 2 darulamin41@yahoo.com Abstract This study was conducted

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. Pengantar. A. Latar Belakang

I. Pengantar. A. Latar Belakang I. Pengantar A. Latar Belakang Secara geografis, Raja Ampat berada pada koordinat 2 o 25 Lintang Utara hingga 4 o 25 Lintang Selatan dan 130 132 55 Bujur Timur (Wikipedia, 2011). Secara geoekonomis dan

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya hayati perairan laut merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2013. Lokasi Penelitian adalah Teluk Banten, Banten.Teluk Banten terletak sekitar 175

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013. Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo

Lebih terperinci

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Siti Rahmi A.R. Nusi, 2 Abdul Hafidz Olii, dan 2 Syamsuddin 1 s.rahmi.nusi@gmail.com 2 Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH Oleh: Livson C64102004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang mampu hidup terbenam dalam air di lingkungan perairan dekat pantai. Secara taksonomi, lamun termasuk ke dalam kelompok

Lebih terperinci

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN Devi Triana 1, Dr. Febrianti Lestari, S.Si 2, M.Si, Susiana, S.Pi, M.Si 3 Mahasiswa 1, Dosen

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR Lili Kasmini 11 ABSTRAK Desa Ladong memiliki keanekaragaman mangrove yang masih tinggi yang berpotensi untuk tetap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Pulau Barrang Lompo adalah salah satu pulau di kawasan Kepulauan Spermonde, yang berada pada posisi 119 o 19 48 BT dan 05 o 02 48 LS dan merupakan salah

Lebih terperinci

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU SEMINAR KOMPREHENSIF Dibawah Bimbingan : -Dr. Sunarto, S.Pi., M.Si (Ketua Pembimbing)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak terkecuali dalam hal kelautan. Lautnya yang kaya akan keanekaragaman hayati membuat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Menurut Den Hartog (1976) in Azkab (2006)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel di Pulau Pramuka

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel di Pulau Pramuka 21 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan rehabilitasi lamun dan teripang Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian secara umum berada di Kabupaten Indramayu tepatnya di Desa Brondong Kecamatan Pasekan. Wilayah pesisir di sepanjang pantai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April 2013 sampai dengan bulan Mei 2013. Lokasi penelitian adalah Pulau Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan. 3. METODOLOGI 3.1. Rancangan penelitian Penelitian yang dilakukan berupa percobaan lapangan dan laboratorium yang dirancang sesuai tujuan penelitian, yaitu mengkaji struktur komunitas makrozoobenthos yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu adalah kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara. Kepulauan Seribu terletak pada 106

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Bintan merupakan salah satu bagian dari gugusan pulau yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.Wilayah administrasi gugus Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada dan Rusia. Panjang garis pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu: BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2012. Penelitian ini dilakukan di Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI.

STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI. STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman makhluk hidup begitu banyak dalam kehidupan di muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya tumbuhan, hewan pun memiliki

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PULAU RAMBUT. Universitas Pakuan Bogor

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PULAU RAMBUT. Universitas Pakuan Bogor KEANEKARAGAMAN GASTROPODA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PULAU RAMBUT Anggi Permatasari 1), Moerfiah 1), dan Srie Rahayu 1) 1) Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA STUDI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI PULAU KEMUJAN, KEPULAUAN KARIMUN JAWA Oleh: BAYU ADHI PURWITO 26020115130110 DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, mor 1, Juni 2013 Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Meilan Yusuf, 2 Yuniarti Koniyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Oktober 2009 dalam kawasan rehabilitasi PKSPL-IPB di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Peranan Lamun 2.1.1 Biologi Lamun Lamun (seagrass) termasuk dalam sub kelas monocotyledonae dan merupakan tumbuhan berbunga (kelas Angiospermae) (Yulianda 2002).

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pantai Nanganiki merupakan salah satu pantai yang terletak di Desa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pantai Nanganiki merupakan salah satu pantai yang terletak di Desa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai Nanganiki merupakan salah satu pantai yang terletak di Desa Ne otonda Kecamatan Kotabaru Kabupaten Ende. Keindahan Pantai Nanganiki dapat dinikmati sebagai objek

Lebih terperinci

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA (Comparison Of Community Structure Seagrasses In Bantayan, Dumaguete City Philippines And

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU w h 6 5 ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU. RICKY TONNY SIBARANI SKRIPSI sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sajana Perikanan pada Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Selat Dompak Taivjung Kepulauan Riau yang merupakan daerah pengamatan dan pengambilan sampel (Lan^iran 1).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah perairan, perairan tersebut berupa laut, sungai, rawa, dan estuari. Pertemuan antara laut dengan sungai disebut dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI Kerjasama TNC-WWF Wakatobi Program dengan Balai Taman Nasional Wakatobi Wakatobi, Juni 2008 1 DAFTAR ISI LATAR BELAKANG...

Lebih terperinci

AKUATIK. Volume 6. Nomor. 1. Tahun PENANGGUNG JAWAB Eddy Nurtjahya. REDAKTUR Eva Utami

AKUATIK. Volume 6. Nomor. 1. Tahun PENANGGUNG JAWAB Eddy Nurtjahya. REDAKTUR Eva Utami AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan Volume 6. Nomor. 1. Tahun 2012 22 ISSN 1978-1652 AKUATIK Volume 6. Nomor. 1. Tahun 2012 PENANGGUNG JAWAB Eddy Nurtjahya REDAKTUR Eva Utami DEWAN EDITOR Andri Kurniawan,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA Tipologi ekosistem laut tropis Mangrove Terumbu Lamun Pencegah erosi Area pemeliharaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Teluk Palabuhan Ratu Kecamatan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Studi pendahuluan dilaksanakan pada Bulan September 007 untuk survey

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci