BAB I PENDAHULUAN. akademisi yang mengkaji serta merumuskan pengertian presidential party

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. akademisi yang mengkaji serta merumuskan pengertian presidential party"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Studi ini bermaksud mengkaji tentang fenomena presidential party di Indonesia dimana presidential party merupakan istilah yang peneliti pakai untuk mengkaji gejala pembentukan partai-partai politik baru yang dirikan oleh elit poilitik sebagai sarana untuk mencalonkan diri sebagai kepala pemerintahan atau presiden. Karena hingga saat ini belum ada ilmuan atau akademisi yang mengkaji serta merumuskan pengertian presidential party secara teoritis. Seperti diketahui jauh sebelum republik ini lahir, partai politik di Indonesia hadir dan pernah menjadi alat perjuangan untuk membentuk negeri ini. Pada setiap era yang dilaluinya, partai politik di Indonesia hadir dengan berbagai latar belakang yang beragam maksud dan tujuan pula mengingat banyak kepentingan politik didalamnya. Pada dasarnya kehadiran partai politik selama ini adalah untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan yang berbeda pada setiap zaman yang dilalui, meskipun pada titik tertentu seringkali partai politik kehilangan akan relevansinya. Pemilihan umum Era Reformasi untuk memilih partai politik dilaksanakan pertama kali pada tahun 1999 pada masa pemerintahan BJ Habibie, mirip pada peristiwa yang pernah terjadi pada pemilu tahun 1955, setidaknya hal itu dibuktikan dengan banyaknya partai politik baru yang 1

2 terbentuk dan mengikuti proses pemilihan umum tersebut. Fenomena ini dianggap sebuah perjalanan sejarah yang wajar, setelah tiga puluh dua tahun dikungkung dalam rezim tirani yang otoriter bernama Orde Baru. Ketika tirani tersebut berhasil dilumpuhkan dan tumbang, rakyat Indonesia meresponnya dengan beragam cara pula. Salah satunya adalah banyaknya elit politik berlomba-lomba mendirikan partai politik baru untuk memperoleh kekuasaan baik di legislatif maupun di eksekutif. Drama politik ini menjadi bagian dari sejarah bagi partai-partai politik baru dengan berbagai kepentingan politiknya. Partai politik mempunyai peran penting baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pemilihan kepemimpinan nasional di Indonesia dalam hal ini pemilihan seorang kandidat presiden. Proses ini secara langsung melibatkan keaktifan organisasi pekerja partai atau mesin politik partai untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya dalam agenda pemenangan seorang kandidat Presiden. Selain itu, partai politik juga dapat memobilisasi konstituennya untuk terlibat langsung dalam kampanye serta dapat berpartisipasi secara aktif dalam setiap proses demokratisasi di negara yang sedang berkembang dan belajar berdemokrasi ini di tengah-tengah tantangan global yang kian kompetitif. Sistem persaingan politik dan kontrol media masa dewasa ini membuat partai politik perlu bertransformasi mengikuti dinamika politik yang terus bergerak. Cara-cara klasik seperti manipulasi, tekanan, dan eksploitasi sudah seyogyanya segera di tinggalkan, karena masyarakat kita saat ini mulai kritis 2

3 melihat fenomena politik yang disajikan elit politik negeri ini. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa memenangkan sebuah persaingan politik tidak dapat dicapai dengan cara-cara instan, terlebih lagi untuk membangun sebuah kepercayaan publik agar partai politik dapat berlangsung lama (sustainable). Ketentuan tentang sistem rekruitmen, seleksi, kaderisasi, pemilihan ketua partai dan pemilihan kader-kader partai harus sesuai dengan prinsip kaidahkaidah yang telah disepakati bersama. Selain dari ketokohan seorang kandidat yang diusung, partai politik merupakan instrumen perjuangan nilai atau ideologi. Partai politik sebagai sebuah alat perjuangan atas sebuah nilai yang mengikat kolektivitas dalam sebuah organisasi politik. Nilai atau ideologi itu diyakini kebenarannya oleh kolektivitas individu yang tergabung dalam organisasi bernama partai politik. Pada kerangka itu, nilai atau ideologi memiliki beberapa fungsi politik juga mempunyai peran penting dalam pemenangan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam sebuah pemilihan kepemimpinan nasional di Indonesia. Proses ini secara langsung melibatkan keaktifan organisasi pekerja partai untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya dalam agenda pemenangan seorang kandidat presiden melalui proses demokratisasi di tanah air (pemilu). Menyadari adanya persoalan tersebut, peran partai politik sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan secara konstitusional baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pemilihan umum presiden perlu untuk dikaji, karena dalam memasuki era multipartai di era reformasi muncul berbagai 3

4 partai politik baru yang berbasis pada pembentukan elit partai. Dimana elit politik tersebut menggunakan partai politik sebagai electoral machine untuk memenangkan pemilihan umum presiden. Sejak era reformasi bergulir, muncul fenomena baru ketika banyak kalangan elit yang secara berjamaah mendirikan partai politik sebagai electoral machine. Bukti bahwa elit mendirikan partai untuk electoral machine di tandai dengan adanya fenomena pembentukan partai-partai politik baru di era Orde Reformasi saat ini diantaranya; Partai Demokrat (PD), partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), PKPI dan Partai Nasional Demokrat (NasDem). Menyadari persoalan fenomena baru tersebut, maka studi ini perlu dilakukan mengkaji lebih jauh terkait fenomena pembentukan partai-partai politik baru yang dibentuk untuk pencalonan kandidat presiden dan wakil presiden. Partai-partai politik baru muncul sebagai salah satu respons terhadap berbagai masalah dalam sistem kepartaian yang selama ini dirasa kurang relevan. Secara komparatif fenomena-fenomena ini juga muncul di berbagai negara lain seperti yang terjadi di Amerika Latin Argentina, Brazil, Meksiko, Filiphina dan lain-lain. Secara teoritik teori tentang tipologi kepartaian selama ini belum mengakomodir jenis tipologi presidential party. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji bagaimana muncul dan berkembangnya partai Gerindra sebagai presidential party di Indonesia, dengan mengambil fokus dalam penelitian partai Gerakan Indonesia Raya 4

5 (Gerindra) karena partai ini merupakan salah satu partai politik baru yang lahir pada Era Reformasi yang sejak awal berdiri telah mengusung figur Prabowo sebagai satu-satu calon presiden tunggal. B. Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Rumusan Masalah Berawal dari latar belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana muncul dan berkembangnya partai Gerindra sebagai presidential party di Indonesia? 2. Tujuan dan Manfaat Penelitian: a. Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana proses terbentuknya partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). b. Untuk menganalisis partai Gerindra sebagai presidential party di Indonesia. c. Secara akademik studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi wawasan dalam kajian tentang presidential party di Indonesia serta dapat memberi warna baru tentang kajian tipologi kepartaian di Indonesia. d. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi para politisi tanah air serta sebagai bahan masukan bahwa perjalan karir politik di tanah air ini memerlukan proses yang tidak mudah. 5

6 C. Literatur Review Allen Hicken and Heather Stoll 1 dalam Electoral Rules and the Size of the Prize: How Political Institutions Shape Presidential Party mengungkapkan bagaimana lembaga-lembaga politik membentuk peraturan pemilihan presiden dan membentuk sistem kepartaian. Fokusnya terkait dengan peran presiden sebagai otoritas yang terkonsentrasi secara langsung dengan legislatif (sentralisasi horisontal) di tingkat nasional dari pemerintah yang sama seperti ditingkat level subnasional (sentralisasi vertikal). Mereka menemukan hubungan non linier antara horisontal sentralisasi pada otoritas lembaga kepresidenan yang dioperasioanalkan dengan baik oleh kandidat presiden dalam sistem kepartaian. Untuk mendapatkan legitimasi sebagai presiden saat berkuasa, secara khusus kandidat presiden baik yang lemah maupun yang sangat kuat dengan cara meningkatkan kekuatan presidensial (eksekutif) yang dimiliki sehingga menghasilkan kekuatan yang lebih besar pula bagi kandidat. Selanjutnya di temukan bahwa substantif dari efek horisontal sentralisasi pada umumnya lebih besar dari efek pemilu hingga saat ini. Comparing Presidential Party Leadership Transfers: Two Cases 2 yang ditulis oleh Harold F. Bass Jr mengungkapkan studinya menunjukkan kerangka komparatif untuk menganalisis satu tahap khususnya kepemimpinan partai presiden. Kerangka kerja ini terdiri dari 1 Allen Hicken and Heather Stoll Electoral Rules and the Size of the Prize: How Political Institutions Shape Presidential Party Systems. The Journal of Politics, Vol. 70, No. 4 (Oct., 2008), pp Harold F. Bass Jr Comparing Presidential Party Leadership Transfers: Two Cases. Presidential Studies Quarterly, Vol. 23, No. 1, Democracy in Transition (Winter, 1993), pp

7 tahapan dalam siklus pemilihan presiden yang dilewati dalam hubungannya dengan partai. Fokusnya di sini adalah pada tahap keberangkatan / aksesi, dimana partai secara resmi menunjuk calon baru dan pemimpin sementara yang berkuasa tetap di tingkat pemerintahan atau eksekutif. Misalnya dari Eisenhower ke Nixon (1960) dan Reagan ke Bush (1988) mendapat perhatian dan mempengaruhi nominasi serta mengendalikan konvensi, keterlibatan kampanye presiden dan hasil pemilu. Hal ini menjadi pertimbangan atas keterlibatan kampanye calon presiden, pengambilalihan kedudukan partai dan electoral outcome dimana ke depan terus menerapkan kerangka kerja ini untuk menguraikan perbandingan yang sama terkait kepemimpinan partai presiden. Penelitian ini berupaya untuk mengembangkan kerangka kerja untuk membandingkan presiden sebagai pemimpin partai. Bahwa penelitian ini difokuskan pada tahap yang berbeda dari kepemimpinan partai presiden yang telah mempertimbangkan dua kasus modern di atas. Selanjutnya Harold F. Bass Jr berusaha untuk menerapkan kerangka kerja ini untuk penelitian modern lainnya dan untuk menguraikan kerangka pemikiran komparatif yang sama untuk menganalisis kepemimpinan pada partai presiden. Pada tahun 1992 kerugian yang melekat pada jabatan seorang presiden terjadi pada tubuh Partai Republik yang kemudian berkembang menjadi sebuah kasus. Selain itu dia mengikuti dengan seksama kepemimpinan Presiden Clinton dari Partai Demokrat di Amerika Serikat yang sempat menghebohkan. 7

8 Disisi lain menurut pandangan Scott Mainwaring, presidensialisme tidak otomatis menghambat kinerja dan stabilitas demokrasi di suatu negara. Presidensialisme menjadi masalah apabila terkombinasi dengan sistem multi partai. Dari hasil observasi terhadap 31 negara yang telah stabil demokrasinya, yaitu negara-negara yang mampu mempertahankan demokrasinya sejak 1967 hingga 1992, Mainwaring menemukan bahwa semua negara yang menganut presidensialisme dan berhasil mempertahankan demokrasi ternyata menganut sistem dwipartai. 3 Kolumbia, Kostarika, Venezuela dan Amerika Serikat menganut sistem presidensiil. Dua puluh empat negara menganut sistem parlementer, dua negara menganut semi presidensiil (Finlandia, Prancis) dan Switzerland menggunakan gabungan keduanya (hibrid). Menurut Scott Mainwaring terkait Presidensialisme di Amerika Latin menyebutkan bahwa kelemahan sistem presidensialisme karena kegagalan dalam membedakan dengan tugas antara faktor negara yang otoriter dengan negara-negara demokrasi. Beberapa negara seperti Chili, Costa Rica dan Uruguay merupakan contoh dari negara-negara yang menerapkan sistem presidensial akan tetapi terlihat dalam prakteknya bahwa kekuasaan kongres yang lemah dan sebaliknya kekuasaan presiden yang kuat. 4 Hal ini menjadi permasalahan yang cukup berdampak kepada 3 Scott Mainwaring Presidentialism, Multipartism, and Democrazy: The difficult combination, Comparative Political Studies, Vol.26,No2. hl:204 4 Scott Mainwaring, Presidensialisme di Amerika Latin, dalam, Arend Lijphart, op.cit., h

9 kestabilan politik di negara-negara tersebut dan perlu mendapat perhatian lebih. Persoalan pokok dalam implementasi konsep presidensialisme di negara-negara ini adalah faktor kecenderungan kekuasaan yang otoriter dan demokratis. Negara seperti Chili, Costa Rica, dan Uruguay sekalipun negara-negara yang cukup demokratis, namun pada kenyataannya mereka cukup mengalami kesulitan dalam merancang program pembangunan negaranya. Sekalipun peranan presiden cukup besar untuk menyusun pembangunan, akan tetapi tidak dapat dihindari bahwa mereka ternyata tidak mendapatkan dukungan untuk menjalankan kebijaksanaan pembangunan negaranya. 5 Menurut Mainwaring, jika menggunakan pendekatan teoritis bahwa kekuasaan eksekutif yang lebih kuat dari pada parlemen dalam sistem presidensial, ternyata fenomena yang terjadi amat berbeda. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa sistem presidensiil bergantung pada keseimbangan dan pemisahan kekuasaan pemerintahan, tetapi keseimbangan ini seringkali menimbulkan imobilisime atau kemandegan. Oleh karenanya perlu sebuah rancangan sebuah sistem politik demokrasi yang mampu menghasilkan pemerintahan presidensial yang efektif secara nasional, sehingga stabilitas nasional dapat terjaga. Dibalik itu semua beberapa persoalan pokok yang mendorong terciptanya instabilitas tidak saja semata-mata keinginan rakyat yang 5 Ibid., h

10 cukup kuat untuk mendistribusikan kekuasaan ke lembaga-lembaga yang variatif, tetapi sistem politik yang dianut oleh negara-negara tersebut amat menentukan terhadap keseimbangan pemerintahan di negara tersebut. Seperti faktor banyak partai ternyata ikut menentukan terciptanya ketidakeimbangan dalam sistem presidensial. Untuk mempertahankan kekuasaannya agar tidak di veto oleh parlemen, sering eksekutif melakukan terobosan-terobosan politik melalui kebijakan pembesaran kekuasaan, seperti membentuk lembaga-lembaga baru dan bahkan kadang-kadang melampaui kewenangannya atas nama konstitusi. Persoalannya akan menjadi berbeda ketika dikembalikan ke sistem pemerintahan Indonesia. Dalam konstitusi cukup jelas ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara dengan sistem presidensial. Artinya, kekuasaan kepala negara, model parlemen, dan cabang-cabang kekuasaan eksekutif secara penuh di tangan eksekutif (presiden) hal ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara dengan sistem presidensial. Namun, tidak dapat dipungkiri, bahwa ketika Presiden sebelumnya diangkat oleh parlemen, maka apa yang dimaksud dengan model presidensial tersebut menjadi tidak tepat 6, hal ini juga berlangsung sampai dengan perubahan UUD 1945, di mana Presiden apabila melanggar konstitusi atau haluan negara serta melakukan hal-hal yang melanggar hukum, maka DPR dapat mengajukan kepada MPR untuk memberhentikan Presiden. 6 Kondisi ini berlangsung sebelum amandemen terhadap UUD

11 Padahal, sebagaimana dijelaskan oleh teori kedaulatan rakyat, bahwa presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Teori presidensial sendiri meniscayakan adanya pemberhentian presiden di tengah jalan, memperlihatkan kekaburan pengertian presidensial dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Beragamnya pandangan ahli ketatanegaraan terhadap sistem yang dianut Indonesia, apakah sistem parlementer, presidensial atau quasi-presidensial, atau ada yang menyebut dengan istilah model MPR, jelas merupakan suatu persoalan konseptual yang perlu dielaborasi untuk mendapatkan kepastian seperti apa sebenarnya sistem pemerintahan Indonesia tersebut dalam konstitusinya. Di Indonesia, sebagaimana yang diungkapkan Koichi Kawamura (2013) 7 dalam Presidentialism and political parties in Indonesia: Why are all parties not presidentialized. Presidensialisme dan partai politik di Indonesia, tidak semua partai itu terpresidensial. Dari pemaparanya menganalisa proses presidensialisasi partai politik di Indonesia baru-baru ini, sebagaimana diungkapkan Samuels dan Shugart (2010). Di Indonesia tidak semua partai menjadi terpresidensial. Partaipartai akan menjadi presidensial ketika mereka mempunyai struktur organisasi yang solid dan mempunyai potensi untuk memenangkan pemilu presiden. Partai-partai yang didirikan oleh kandidat atau calon presiden tidak harus sejalan dengan lembaga legislatif maupun eksekutif, karena pimpinan partai bukanlah sebuah agen akan tetapi ketua partai. 7 Kawamura, Koichi Presidentialism and political parties in Indonesia: Why are all parties not presidentialized Ide discussion paper No 409. h1: 27 11

12 Di sisi lain, partai-partai kecil dan menengah yang hanya mempunyai sedikit prospek untuk memenangkan pemilu presiden serta tidak aktif terlibat di dalam proses pemilihan umum oleh karena itu organisasi partai bukan menjadi terpresidensial. Proses presidensialisasi partai-partai politik dimulai sejak 2005 sebagaimana di level lokal ketika kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. Disisi lain, partai politik di Indonesia mempunyai disiplin organisasi yang cukup kuat dibawah negara penganut sistem pemerintahan presidensiil. Kekuatan ini dapat dilihat dari sistem pemilihan, dengan sistem representasi yang proporsional di Indonesia, dimana pemilih dihitung berdasarkan pada sebuah basis partai, anggotaanggota parlemen cenderung tergantung kepada partai mereka sendiri, selain itu calon-calon wakil rakyat harus mematuhi kebijakan partai karena jajaran elit partai/pemimpin-pemimpin partai mempunyai otoritas untuk membuat kebijakan para kandidat partai (caleg) telah ada sejak pemilu parlemen di Di kalangan eksekutif partai masih memegang kekuasaan yang kuat dalam menentukan para kandidat yang mewakili partainya. Lebih jauh anggota-anggota parlemen sulit untuk melawan kebijakan eksekutif partai, karena bisa saja dikeluarkan atau kursi parlemen apabila mereka melawan peraturan/kebijakan partai. Sistem kepartaian dan calon Presiden dipilih secara langsung di Indonesia yang diawali dengan pemilihan presiden pertama pada tahun Tipikal sistem kepartaian di Indonesia bersifat pluralis yang 12

13 terpolarisasi (melebar), yang terbentuk sebagai akibat dari sistem perwakilan proporsional yang secara sengaja diadopsi untuk mencerminkan kemajemukan bangsa, agama, suku bangsa di Indonesia. Pluralisme sebagai akibat dari berkembangya partai-partai baru yang mencari dukungan dari pemilih-pemilih sayap partai. Sejak dimulainya proses demokratisasi para pemilih di Indonesia telah kehilangan identitas partai mereka sehingga menyebabkan perilaku pemilih mudah untuk berubah. Total jumlah angka perubahan perilaku pemilih yang berubahubah di Indonesia yaitu 23 % di pemilu 2004 dan 28,7 di tahun Diskusi diatas melihat sitem kepartaian yang terjadi sejak pengenalan pemilu presiden secara langsung di 2004 di Indonesia. Artikel dari Koichi Kawamura (2013) ini menganalisis bagaimana pengenalan pilpres secara langsung, setelah demokratisasi memberikan efek terhadap partai-partai politik di indonesia. Sistem presidensial di Indonesia tidak secara langsung menyebabkan partai politik terpresidensialisasi. Sementara itu sebuah partai yang berbasis organisasi seperti Golkar dapat dijelaskan sebagai presidensial, sementara partai-partai manengah dan kecil tidaklah presidensial karena mereka hanya mencari dan memaksimalkan jumlah pemilih yang mereka dapatkan di pemilu parlemen dari pada pemilu presiden dan mereka tetap berpartisipasi dalam pemerintahan koalisi sebagai salah satu partai yang berkuasa dimana partai-partai personal pribadi didirikan oleh politikus yang kuat, logikanya tidak dapat menjadi presiden karena pemimpin partai itu adalah ketua. 13

14 Studi kasus di indonesia dari partai-partai politik dan presidensialisme di indonesia menunjukkan pada kita bahwa efek dari institusi eksekutif dalam organisasi partai akan berkurang karena kelemahan dari sistem partai dan organisasi partai dalam negara demokrasi yang baru, disaat yang sama studi ini menunjukkan bahwa pemisahan kekuasaan di sistem politik cenderung terlihat mempengaruhi organisai partai yang lebih kuat di level lokal dari pada di level nasional. Ketika kita menganalisa hubungan antara institusi eksekutif dan organisasi partai khususnya di negara-negara demokrasi yang baru, perlu mempertimbangkan waktu dari konsolidasi institusi. Kita harus mempertimbangkan ketidakstabilan pada sistem partai partai politik, baik yang akan mempengarungi hubungan antara eksekutif maupun partai politik. Pada negara-negara demokrasi gelombang ketiga, kemampuan partai untuk merekrut pemimpin partai dari kader-kader partai ditentukan oleh institusi eksekutif. Apa yang telah dijelaskan dalam studi Koichi Kawamura (2013) hanya menjelaskan proses presidensialisasi partai-partai besar di Indonesia yang mempunyai struktur organisasi yang kuat dan solid saja, sedangkan apa yang terjadi di Indonesia saat ini banyak partai-partai kecil dan menengah mengusung calonnya masing-masing menjadi kandidat presiden. Partai-partai menengah dan kecil tidak hanya memburu dan memaksimalkan jumlah pemilihnya akan tetapi juga tengah mencari dukungan untuk calon presiden yang tengah di usung, seperti halnya apa 14

15 yang terjadi pada partai Gerakan Indonesia Raya. Dalam kajiannya Kawamura tidak mejelaskan dan mengakomodir jenis tipologi kepartaian yang baru muncul di Indonesia. Setelah Era Reformasi bergulir dimana muncul fenomena jenis tipologi partai baru presidential party yang tidak dijelaskan oleh Kawamura. Fenomena kemunculan partai-partai politik baru tentu membawa dampak bagi perpolitikan di tanah air yang terus mengalami perubahan, oleh karena itu perlu dikaji lebih lanjut terkait fenomena tersebut. D. Kerangka Teoritis Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem di negara demokrasi. Partai politik memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara prosesposes pemerintahan dan warga negara. 8 Partai politik juga merupakan satu bentuk wadah yang mengakomodasi hak kebebasan berserikat dan berkumpul. Berdasarkan sejarahnya, partai politik pertama lahir di negaranegara Eropa Barat. 9 Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik modern yang demokratis, sebagai konsekuensi dari sistem perwakilan atau demokrasi. Akan tetapi, sekali partai politik muncul maka segera membangun sendi-sendi yang mampu memperkuat kelangsungan demokrasi dan pemerintahan konstitusional. 8 Asshiddiqie, Jimly Pergumulan peran pemerintah dan parlemen dalam sejarah: Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara. Jakarat: UI Press. hlm:52 9 Budiarjo, Miriam Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. hlm:397 15

16 Menurut Carl J Friedrich partai politik merupakan sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat adil serta materiil (a political party is a group of human beings, stably organized with the objective of securing or maintaining for its leaders the cntrol of a government, with the further of objective of giving to members of the party, through such control ideal and material benefits and advantages). 10 Senada dengan pengertian di atas, Miriam Budiarjo mendefinisikan partai politik sebagai suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya. 11 Sedangkan definisi paling operasional menurut Riswandha Imawan adalah definisi yang diberikan Giovanni Sartori dalam Parties dan Party System (1976) yang mendefinisikan partai politik sebagai any political group identified by an official label that presents at elections, and is capable of placing through elections candidates for public 10 Friedrich, 1967, Constitutional Government and Democracy: Theorie and Practice in Europe and America, edisi ke 5, Weltham Mass; Blasidell Publishing Company, hl Sebagaimana dikutip miriam Budiardjo, ibid, hl Ibid.hal:398 16

17 offices 12. Artinya partai politik merupakan kelompok politik apapun yang dikenali lewat label resmi yang ada saat pemilihan umum dan mampu menempatkan wakil-wakilnya pada jabatan publik melalui pemilihan umum. Dalam kajian akademis mengenai partai politik telah menghasilkan beragam cara dalam melakukan klarifikasi terkait tipologi partai politik. Metode pertama dan paling sederhana adalah mencoba mengembangkan satu kerangka teori analis sederhana yang membantu menganalisis tipe-tipe partai politik dan merinci karakter masing-masing hal substansi dari partai politik. Klasifikasi Katz dan Mair dalam Pamungkas yang membedakan partai politik ke dalam empat tipologi, yaitu elit, massa, catch-all, dan kartel. 13 Berdasarkan ciri-ciri khusus dan kemiripan fokus, Krouwel telah mengelompokkan beragam tpe partai politik ke dalam lima jenis dasar, yaitu; 1) partai elit, caucus dan kader; 2) partai massa; 3) partai catch-all, Elektoralis; 4) partai kartel; dan 5) partai firma bisnis. 14 Perkembangan partai politik juga menunjukkan adanya partai politik yang tidak semata-mata bertujuan memenangi pemilihan umum. Terdapat pula partai politik yang tujuan utamanya adalah untuk memperjuangkan kebijakan tertentu atau mendudukkan tokoh/kadernya dalam jabatan tertentu. Dari keseluruhan tipologi partai politik yang selama ini 12 Imawan, Riswanda Pemilu Sebagai Sarana Demokratisasi Politik di Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. hl:3 13 Pamungkas,Sigit Partai Politik teori dan praktik di Indonesia. Yogyakarta: Institute for Democracy and Welfarism. hal:24 14 Ibid 17

18 diperbincangkan oleh mereka yang mendalami studi tentang kepartaian hanya terfokus pada beberapa tipologi partai yang telah ada selama ini dan tidak memperhatikan munculnya presdiential party, oleh karena itu studi ini mencoba memperkenalkan satu elemen kontekstual dalam membahas jenis tipologi partai politik baru yang bernama presidential party yang selama ini terabaikan. Sistem pemerintahan presidensial merupakan sistem pemerintahan dimana badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen atau sejajar. Kepala pemerintahan presidensial (presiden) dipilih oleh rakyat baik secara langsung atau melalui badan pemilihan, adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut: 15 Eksekutif tidak bertanggung jawab secara politik kepada legislatif. Pemisahan kekuasaan adalah kondisi klasik inti dari presidensialisme, yang menjamin bahwa eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif. Sebaliknya, presiden bertanggung jawab hanya untuk pemilih yang memberinya mandat untuk memerintah. Mengingat bahwa presiden tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif merupakan hal logis, apalagi untuk masa jabatan dalam jangka waktu tertentu. Seperti halnya dalam kasus Amerika, seorang presiden dapat dikenakan impeachment oleh legislatif karena alasan ketidakpantasan 15 Poguntke, Thomas and Paul Webb The presidentialization of Politics in Democratic Societies. dalam Poguntke, Thomas and Paul Webb. Op. Cit. h:2-3 18

19 nyata atau perbuatan tercela. Doktrin pemisahan kekuasaan bekerja dua arah, sehingga presiden tidak dapat membubarkan parlemen. Rezim Presiden terpilih adalah kepala pemerintahan. Dalam sistem politik ini, untuk mendapat label presiden dalam arti formal, presiden harus menjadi kepala pemerintahan yang benar dan yang paling umum dimana status tersebut dapat diberikan dalam demokrasi adalah presiden terpilih secara populer, baik secara langsung oleh rakyat atau melalui electoral college yang erat mencerminkan preferensi populer dari pemilih (Lijphart 1992:3). Sebagai aturan, seperti mandat rakyat merupakan prasyarat penting dari legitimasi demokratis presiden dan oleh karena itu, otoritas pribadinya untuk memerintah. Rezim Presiden ditandai dengan tanggung jawab eksekutif unipersonal. Dalam presidensialisme, presiden hanya diberi mandat oleh rakyat untuk memerintah, karena itu dia hanya bertanggung jawab secara politik. Ini tidak berarti bahwa eksekutif benar-benar terdiri dari satu individu, Presiden AS misalnya, menunjuk anggota kabinetnya, yang mengambil alih kebijakan di departemen pemerintah yang berbeda, tetapi mereka tidak secara individu bertanggung jawab kepada para pemilih (atau legislatif, mengingat pemisahan kekuasaan yang beroperasi). Hanya presiden sendiri memiliki mandat demokratis pribadi, yang berarti bahwa ia memiliki wewenang penuh untuk membentuk dan melantik anggota 19

20 kabinetnya, dan mereka bertanggung jawab langsung kepadanya lalu kemudian membawa tanggung jawab atas seluruh rakyat. Kita tahu bahwa tiga fitur dari seorang pemimpin eksekutif yang dipilih oleh rakyat, pemisahan kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif tanggung jawab secara unipersonal merupakan kondisi formal yang perlu dan tampaknya cukup menentukan dalam arti hukum konstitusional. Sementara otonomi aktual dan kekuatan seorang presiden mungkin sangat jauh dalam parameter konstitusional sesuai dengan faktor kontinjensi dan institusional, namun rezim presiden tetap formal. Sebelumnya menunjukkan bahwa sistem presidensial telah menawarkan sumber daya yang jauh lebih besar kepada eksekutif sementara eksekutif disisi lain memberinya otonomi yang cukup kepada partai-partai politik di parlemen (dan sebaliknya). Pada dasarnya, logika fungsional yang melekat pada rezim presidensialisme memiliki tiga efek: 1. Sumber daya kepemimpinan: Logika presidensialisme memberikan kekuasaan kepala pemerintahan dengan sumber daya kekuasaan eksekutif yang superior. Hal ini langsung dari fakta bahwa dia tidak bertanggung jawab kepada parlemen, biasanya langsung disahkan dan memiliki kekuatan untuk membentuk kabinet tanpa gangguan berarti dari lembaga lain. Singkatnya, sehubungan dengan cabang eksekutif pemerintah, kepala pemerintahan eksekutif dapat memerintah tanpa banyak gangguan dari luar. 20

21 2. Kepemimpinan yang otonom: ini merupakan dampak langsung akibat dari pemisahan kekuasaan. Ini bekerja dua arah, namun parlemen yang terbentuk tidak dapat dibatasi baik untuk mendukung pemerintah atau untuk menampilkan diri sebagai oposisi yang layak. Dengan kata lain, otonomi kepemimpinan hanya dapat membuat kekuatan kepemimpinan ditingkatkan dalam memimpin, tetapi bergantung pada keberhasilan pemilu dan tidak didasarkan pada pengendalian organisasi partai politik. Singkatnya, kepemimpinan yang otonom dapat menemukan ekspresi dalam dua zona yang berbeda dari tindakan organisasi partai itu sendiri serta mengatur eksekutif. 3. Personalisasi proses pemilihan: Ini mengikuti langsung dari fokus alami tertinggi dan menyiratkan bahwa semua aspek dari proses pemilu yang tegas dibentuk oleh kepribadian dari kandidat terkemuka. 16 Berbeda dengan prinsip presidensialisme diatas presidensialisasi secara de facto politik dapat dipahami sebagai proses pengembangan untuk meningkatkan sumber daya kepemimpinan dalam bingkai kekuasaan yang masing-masing memiliki otonomi dalam partai politik dan eksekutif politik serta bagian dari proses pemilihan kepemimpinan yang semakin berpusat. Dasarnya adalah masing-masing dari tiga arena pusat pemerintahan demokratis dipengaruhi oleh 16 Poguntke, Thomas and Paul Webb The presidentialization of Politics in Democratic Societies. dalam Poguntke, Thomas and Paul Webb. Op. Cit. h:5 21

22 perubahan ini yang kita sebut sebagai tiga wajah sistem presidensialisasi, yaitu wajah eksekutif (presiden), wajah partai, dan wajah pemilu. Sehingga presidensialisasi merupakan proses dari ketiga wajah tersebut yang diperkuat oleh faktor-faktor lain yang mengalir dari struktur konstitusional formal yang ada. 17 Presidensialisasi dalam konteks ini berbeda dengan sistem presidensial yang selama ini dikenal, sebagaimana yang terjadi pada partai Gerakan Indonesia Raya yang selama ini memfokuskan diri kepada figur kandidat yang diusung oleh partai tersebut, baik melalui kampanye, pengelolaan organisasi, perjuangan partai maupun terkait pendanaan partai yang banyak dipengaruhi oleh figur Prabowo Subianto. Terjadinya proses pergeseran di awal menjadi presidential party justru terjadi setelah pemilu pertama yang semakin menguat menjadi partai politik yang semakin terpresidensialisasi, sehingga dapat kita ukur dari pertama; peran Prabowo Subianto yang begitu dominan di partai tersebut dengan kekuasaan sentral yang dimiliki di partai sebagai ketua dewan pembina partai (veto player). Kedua, setelah dua kali mengikuti pemilu legislatif tahun 2009 dan 2014 melalui proses rekrutmen, pelembagaan partai, sosialisasi, maupun kampanye selama ini masih konsisten dalam mengusung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon tunggal sebagai 17 Poguntke, Thomas and Paul Webb The presidentialization of Politics in Democratic Societies. dalam Poguntke, Thomas and Paul Webb. Op. Cit. h:5 22

23 calon presiden dari partai Gerindra. Ketiga, pengaruh ketua dewan pembina partai yang sangat mendominasi dan memiliki kekuasaan penuh dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan partai Gerindra baik internal maupun eksternal berdasarkan amanat dari Prabowo Subianto. Bahkan menurut ketua umum partai Gerindra dalam setiap Munas maupun Rapimnas di kalangan internal partai telah sepakat satu suara dalam mengusung kandidat presiden yang diajukan sejak partai ini. Dinamika Presidensialisasi Presidensialisasi Mayoritas System (struktur bipolar persaingan) Sistem konsensual (pemerintah minoritas, koalisi yang luas) Zona besar otonomi Zona kecil otonomi Kekuasaan bergantung pada toleransi partai mayoritas Kekuasaan bergantung pada kemampuan pemimpin sampai pemain veto Kekuatan lebih cepat; kekuatan perlu dipertahankan dengan membela kontrol atas zona otonomi terhadap pihak mayoritas Kekuasaan diperoleh melalui zona memperluas otonomi dengan mendominasi veto Sumber: The presidentialization of Politics in Democratic Societies 18 Dalam dinamika proses presidensialisasi diatas terdapat dua zona kecil dan zona besar otonomi, dimana masing-masing zona memiliki kekuatan dan pengaruhnya sendiri. Dari pemaparan diatas maka dapat ditarik 18 Poguntke, Thomas and Paul Webb The presidentialization of Politics in Democratic Societies. dalam Poguntke, Thomas and Paul Webb. Op. Cit. h:12 23

24 kesimpulan mengenai ciri-ciri konsep presidensialisasi adalah sebagai berikut: a) Kepemimpinan dalam bingkai kekuasaan memiliki otonomi khusus pada partai politik yang semakin terpusat kepada pimpinan tertinggi partai dalam memonopoli setiap kebijakan organisasi. b) Presidensialisasi memiliki ciri tiga wajah demokrasi yaitu eksekutif, partai politik dan pemilu. c) Kekuasaan bergantung (terpusat) kepada kemampuan pemimpin tertinggi partai politik serta memiliki hak veto terhadap setiap kebijakan partai politik yang menjadi mesin politiknya. d) Adanya sentralisasi kekuasan eksekutif partai dalam setiap kebijakannya untuk menentukan langkah strategis setiap kebijakan yang diambil. Disisi lain dalam konteks sistem presidensial di Indonesia, fungsifungsi seremonial terkombinasikan dalam kekuasaan politik dan administrator serta tanggung jawab presiden bersifat menyeluruh. Karena itu, presiden mempunyai fungsi ganda, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Pemusatan kekuasaan ini pulalah yang kemudian menjadi kritik tajam kalangan pendukung kabinet parlementer, di mana penggabungan kekuasaan yang memusat tersebut membuat presiden memiliki kharisma yang luar biasa, dan akibatnya, rasa penghormatan, kekecewaan dan rasa tidak puas sulit untuk dikembangkan dalam model-model yang demokratis. Menurut Jimly, tidak mungkin dalam satu wujud kekuasaan yang mutlak tersebut rakyat akan 24

25 mudah untuk menentukan sikap suka atau tidaknya terhadap presiden. 19 Dalam kerangka yang sama, Juan J. Linz mengatakan bahwa sistem presidensial tidak cukup mampu bersikap inklusif dalam proses politik, yang tentu berbeda dengan sistem parlementerisme yang lebih fleksibel dalam mengembangkan proses politik dan pemerintahannya. 20 Konsep presidential party Model seminal Kramer mengandung dua asumsi yang kuat. Pertama, ia menganggap bahwa partai yang memerintah suatu negara merupakan pihak yang mengontrol presiden. Kedua, ia menganggap bahwa semua calon dari partai dihakimi sama oleh pemilih ketika menetapkan tanggung jawab fluktuasinya. Dengan sedikit pengecualian, asumsi-asumsi ini bekerja di seluruh literatur empiris yang mengikuti Kramer. 21 Ada dua cara untuk melihat potensi masalah yang melekat dalam pendekatan ini. Cara pertama adalah dengan mempertimbangkan bahwa penantang presidential party tidak ada hubungannya dengan kebijakan apa pun yang diberlakukan. Cara kedua untuk melihat masalah ini dengan menyadari bahwa presidential party juga mempunyai kewajiban terhadap partai non presiden. Di sisi lain, golongan perilaku pemilih benar-benar akan menciptakan insentif yang buruk bagi partai non presiden yang benar-benar memiliki pengaruh atas kebijakan pemerintah yang berkuasa. Mengingat 19 Ibid., h Juan J. LInz, Resiko dari Presindensialisme, dalam, Arend Lijphar, op.cit., h Kevin B. Grier and Joseph P. McGarrity,2002. Presidential Party, Incumbency, and the Effects of Economic Fluctuations on House Elections, Public Choice, Vol. 110, No. 1/2, pp

26 pemilih mempunyai keinginan untuk meningkatkan keadaan ekonominya, hal itu tidak masuk akal bagi mereka yang menggunakan aturan mengurangi insentif bagi partai untuk bekerja meningkatkan perekonomian. Sementara hasil studi Kramer menjelaskan bahwa kondisi ekonomi memiliki efek yang kuat terhadap calon partai presiden (presidential party) di pemilu bukannya tidak mendapat tantangan (Stigler, 1973), namun metodologi nya hampir secara universal diadopsi. Ada beberapa hal yang di bahas dalam melihat jabatan legislatif (presiden) daripada perolehan suara partai, akan tetapi hampir semua kajian terbaru mengabaikan jabatan tersebut. Penelitian Kramer sebelumnya telah menunjukkan bahwa, dengan memperlakukan semua kandidat dari presidential party yang sama merupakan kesalahan, karena jabatan merupakan faktor penentu yang penting bagi kondisi ekonomi yang berpengaruh terhadap suara partai tersebut. Dalam kajian diatas Kramer belum menjelaskan tentang konsep presidential party yang merupakan istilah baru dimana peneliti pakai dalam mengkaji dan mengungkap fenomena pembentukan partai-partai politik baru di Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya pada saat menjelang pemilu presiden dan wakil presiden, partai-partai politik berlomba mempersiapkan kandidat calon presiden yang diusung untuk maju sebagai kandidat dari partainya. Salah satu agenda yang dilakukan partai politik tersebut dengan adanya pembentukan partai-partai politik baru yang muncul sebagai bagian dari upaya untuk menduduki jabatan di eksekutif (pemerintahan). Kemudian 26

27 dalam perjalanannya muncul tentang konsep presidential party sebagai bagian dari perubahan arus reformasi yang sedang bergulir di tanah air. Konsep presidential party ini muncul sebagai bagian dari fenomena baru ketika banyak kalangan elit beramai-ramai mendirikan partai politik sebagai electoral machine untuk pencalonan kandidat presiden. Skenario ini merupakan bagian dari upaya elit partai untuk menempatkan diri menjadi bagian dari kompetitor calon presiden melalui jalur konstitusional yakni partai politik sebagai kendaraan politik. Bukti bahwa elit mendirikan partai untuk electoral machine di tandai dengan adanya fenomena pembentukan partai-partai politik baru. Sehingga dapat dipahami bahwa konsep presidential party merupakan sebuah upaya yang sistematis dari elit politik dalam membentuk sebuah partai politik baru sebagai sarana untuk merebut/menduduki jabatan kekuasaan di eksekutif (presiden) yang sah secara konstitusional berdasarkan peraturan perundang-undangan. Di sisi lain, partai politik menyandang peran penting dan strategis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pemilihan kepemimpinan nasional yang dalam konteks hal ini adalah pemilihan seorang kandidat presiden. Proses politik ini secara langsung melibatkan keaktifan organisasi pekerja partai atau mesin politik partai untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya dalam agenda pemenangan seorang kandidat Presiden yang tengah di usung serta kandidat lain yang akan duduk di parlemen. Selain itu, partai politik dapat memobilisasi konstituennya untuk terlibat langsung 27

28 dalam setiap kampanye serta dapat berpartisipasi secara aktif dalam setiap proses demokratisasi secara konstitusional. Dari penjelasan-penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan karakteristik dari konsep presidential party dapat dirangkum diantaranya adalah sebagai berikut: a) Mulcul dan berkembangnya partai-partai politik baru disertai tokoh sentral di dalamnya yang menjadi daya tarik tersendiri dari partai politik tersebut. b) Dalam dinamika perkembangan partai politik selanjutnya terjadi penggiringan opini publik terkait kandidat yang di usung sebagai calon presiden. c) Sejak partai terbentuk bahkan sebelum partai politik berdiri aroma wacana untuk pencapresan kandidat tertentu telah mengemuka ke publik. d) Kekuasaan bergantung (terpusat) kepada kemampuan pemimpin tertinggi partai politik yang memiliki hak veto terhadap setiap kebijakan partai politik tersebut. E. Metode Penelitian 1. Jenis, Lokasi, dan Definisi Konseptual a. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan. Metode tersebut digunakan sebagai suatu proses dan prosedur yang digunakan untuk mendekati masalah dan 28

29 mencari jawaban. Pengertian kualitatif dimaksudkan untuk memahami fenomena yang dialami subjek penelitian misalnya perilaku, tindakan dengan cara deskripsi berupa teks, gambar, kata-kata dan bahasa yang diungkap dan ditemukan dalam penelitian ini. Data tersebut dapat berasal dari wawancara, catatan, video, maupun dokumentasi penting lain yang dianggap perlu. Metode digunakan untuk memperoleh data dan informasi sesuai dengan prosedur teknis dalam melakukan penelitian serta kebutuhan penelitian yang dilakukan di lapangan. b.lokasi Penelitian Lokasi yang penulis pilih dalam penelitian ini adalah Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra di Jakarta, DPD partai Gerindra yang ada di daerah yang di masih relevan dengan fokus penelitian dan beberapa tempat terkait dengan obyek penelitian, karena terdapat fenomena menarik berkaitan dengan kebijakan partai banyak diambil di DPP maupun di DPD yang terdapat di daerah. Selain itu beberapa tempat lain dimana dapat dijadikan obyek penelitian apabila memenuhi kebutuhan yang akan di teliti, sehingga menyesuaikan kebutuhan penelitian di lapangan. 2. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara langsung dari informan/narasumber yang telah dipilih dan memahami terkait partai Gerindra sebagai salah satu partai politik di 29

30 indonesia. Data yang diperoleh dari narasumber kunci terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan partai Gerindra. Pemilihan narasumber kunci ini disesuaikan dengan kebutuhan data yang dibutuhkan dalam mengeksplorasi tema yang sedang diteliti. Sementara itu, data sekunder merupakan data yang diperoleh dari arsip maupun dokumentasi yang terkait dengan masalah penelitian yang sedang di teliti sesuai dengan tema dan fokus penelitian. Dalam penelitian ini kemudian data-data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode sebagai berikut: a. Observasi Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis hal-hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Pengamatan ini diperlukan untuk memahami secara garis besar bagaimana situasi dan kondisi di lingkungan Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra maupun tempat lain yang relevan. Observasi ini digunakan sebagai bahan pemeriksaan data hasil wawancara dengan situasi yang sebenarnya dilingkungan DPP. Pengamatan bersifat sistemis yang bersifat fisik maupun non fisik dengan menggunakan indera atau nalar, terutama dalam mendalami dan menafsirkan gejala-gejala yang akan berhubungan dengan obyek penelitian b. Wawancara Mendalam Data yang diperoleh melalui wawancara langsung secara mendalam (in depth interview) dengan bertatap muka secara langsung antara penulis dengan nara sumber (informan). Wawancara dilakukan 30

31 dengan kerangka pertanyaan yang telah disiapkan, tetapi penyajiannya tidak terikat oleh kerangka yang telah disiapkan tersebut. Hal ini berarti peneliti dapat memperdalam suatu informasi spesifik yang muncul dari narasumber tetapi tidak ada dalam pedoman wawancara. Wawancara mendalam terhadap narasumber terkait dilakukan untuk menjawab fokus permasalahan yang tengah diteliti yaitu menjelaskan bagaimana proses Kemunculan partai Gerindra serta proses partai yang terpresidensialisasi di Indonesia dalam konteks partai Gerindra. Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak terkait, yang berkaitan langsung dengan topik penelitian seperti : Ketua Umum Partai Gerindra, Dewan Pembina Partai, jajaran DPP partai Gerindra, DPD partai Gerindra dan beberapa pihak lain yang terkait dengan topik penelitian ini. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan jawabanjawaban atas semua yang menjadi tema pertanyaan dengan jawaban yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan c. Dokumentasi Dokumentasi dalam penelitian ini terkait dengan data-data sekunder berupa buku-buku, dokumen, koran, majalah, serta literaturliteratur yang relevan serta arsip-arsip lain yang terkait dengan topik penelitian yang sedang diteliti. Dalam melakukan dokumentasi diperlukan sumber yang memiliki data yang relevan serta dapat dijadikan rujukan untuk memperoleh informasi sesuai dengan topik 31

32 penelitian yang sedang diteliti sehingga penelitian tersebut sesuai dengan yang diharapkan. 3. Teknik Analisis Data Berdasarkan jenis yang digunakan, maka data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknis analis data yaitu analisis deskriptif kualitatif. Hal tersebut bertujuan untuk mendiskripsikan keadaan realitas dan fakta sosial dilapangan sesuai dengan topik penelitian. Kemudian mengumpulkan data dari informan dengan menyusun pertanyaan umum sesuai topik penelitian untuk mendapatkan informasi yang diperlukan melalui teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi. Peneliti selanjutnya memasuki lokasi penelitian dan mengumpulkan data dari informan dengan merekam hasil wawancara, membuat catatan dari wawancara, mengumpulkan data hasil dokumentasi. Triangulasi untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen. Verifikasi diklarifikasikan sesuai rumusan masalah, diinterpretasikan atau penafsiran data untuk menggambarkan pandangan peneliti terhadap pemikiran secara cermat terhadap data yang paling relevan dan dibutuhkan, kemudian analisis data secara secara deskualitatif untuk mendeskripsikan keadaan realitas dan fakta sosial lapangan sesuai dengan topik penelitiann ini, kemudian menyampaikan 32

33 laporan laporan atau hasil penelitian berdasarkan pengumpulan data dan pernyataan baru dan kesimpulan dari hasil penelitian tersebut. Analisis data dalam penelitian ini meliputi 3 (tiga) kegiatan yang terjadi sejak awal, bersamaan dengan pengumpulan data, yaitu reduksi data, penyajian data dan penampilan kesimpulan. 33

Budiarjo, Miriam Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Budiarjo, Miriam Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Daftar Pustaka Ali Safa at, Muchamad. 2001. Pembubaran Partai Politik Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik dalam Pergulatan republik. Jakarta: Rajawali Pers. Amal, Ichlasul. 1988. Teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum yang menganut sistem demokrasi, yang artinya pemegang kekuasaan atau kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat namun tetap

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF Susilo Imam Santosa I Ketut Suardita Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Constitutionally Indonesia adopted a presidential

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal era reformasi, terjadi beberapa perubahan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, hal ini dilatarbelakangi oleh kehendak segenap bangsa untuk meruntuhkan tirani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

SISTEM KEPARTAIAN DAN PEMILU. Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017

SISTEM KEPARTAIAN DAN PEMILU. Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017 SISTEM KEPARTAIAN DAN PEMILU Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017 Silabus 1. Pengertian dan Konsep Partai Politik 2. Fungsi-fungsi partai politik 3. Tipologi partai

Lebih terperinci

IMPLIKASI HUKUM KOALISI PARTAI POLITIK DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

IMPLIKASI HUKUM KOALISI PARTAI POLITIK DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF IMPLIKASI HUKUM KOALISI PARTAI POLITIK DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF Oleh I Gede D.E. Adi Atma Dewantara I Dewa Gde Rudy Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract In the

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1

GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1 GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1 Dengan menggunakan teori Arend Lijphart (1999) tentang pola negara demokrasi, Tulisan Yudi Latif berjudul Basis Sosial GBHN (Kompas,12/2/2016) memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik di era reformasi ini memiliki kekuasaan yang sangat besar, sesuatu yang wajar di negara demokrasi. Dengan kewenanangannya yang demikian besar itu, seharusnnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi masih menjadi masalah mendasar di dalam berjalannya demokrasi di Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi menjadi terhambat.

Lebih terperinci

PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5)

PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5) PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5) Definisi Partai Politik Secara umum dapat dikatakan partai politik adalah suatu kelompok

Lebih terperinci

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan.

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan. BAB I PENDAHULUAN I. 1.Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan tulang punggung dalam demokrasi karena hanya melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan. Kenyataan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Sebagaimana diungkapkan oleh Rudy (2007 : 87)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan politik di landasi oleh Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan politik di landasi oleh Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan politik di landasi oleh Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik pasal 11 huruf a,b,c,d, dan e. Partai politik berfungsi sebagai, a) sarana

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1 PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL Muryanto Amin 1 Pendahuluan Konstitusi Negara Republik Indonesia menuliskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Sebagaimana diungkapkan oleh Teuku May Rudy (2007

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251). BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang dianggap paling

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. wujud dari prinsip kedaulatan rakyat, dalam sistem penyelenggaraan negara yang

BAB I. PENDAHULUAN. wujud dari prinsip kedaulatan rakyat, dalam sistem penyelenggaraan negara yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem penyelenggaraan kekuasaan negara yang dipandang paling sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern dewasa ini adalah sistem demokrasi. Sebagai wujud dari prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka.

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka. 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Reformasi 1998 menghadirkan perubahan proses demokrasi di Indonesia. Pemilihan Presiden/ Wakil Presiden hingga Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini kehidupan politik di Indonesia sangat dinamis. Ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini kehidupan politik di Indonesia sangat dinamis. Ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kehidupan politik di Indonesia sangat dinamis. Ini dapat ditunjukkan oleh partisipasi masyarakat yang menyalurkan aspirasinya dengan cara masuk menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat (anggota) yang menjadi cikal bakal dari partisipasi politik. Dalam meningkatkan

Lebih terperinci

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia Oleh Syamsuddin Haris Apa Masalah Pemilu-pemilu Kita? (1) Pemilu-pemilu (dan Pilkada) semakin bebas, demokratis, dan bahkan langsung,

Lebih terperinci

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Sistem pemerintahan negara Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Semuanya itu tidak terlepas dari sifat dan watak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

SISTEM PRESIDENSIIL. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1

SISTEM PRESIDENSIIL. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1 SISTEM PRESIDENSIIL Oleh: Muchamad Ali Safa at 1 Panggung politik nasional hari-hari terakhir ini diwarnai dua fenomena menarik. Fenomena pertama aadalah alotnya pertarungan antara kelompok Koalisi Kebangsaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,

Lebih terperinci

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental (Adinda Tenriangke Muchtar, Arfianto Purbolaksono The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research) http://www.shnews.co/detile-28182-gelombang-efek-jokowi.html

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. Dalam paham ini, rakyat memiliki kedudukan yang sangat penting, sebab kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah

Lebih terperinci

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang mengalami perkembangan demokrasi yang sangat pesat. Hal tersebut ditandai dengan berbagai macam ekspresi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN  A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca reformasi tahun 1998 partai politik memiliki kedudukan yang semakin penting dalam sistem politik Indonesia. Dari sisi kaderisasi untuk mengisi jabatan-jabatan

Lebih terperinci

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada oleh AA Gde Putra, SH.MH Demokrasi (pengertian Umum) Bentuk sistem pemerintahan yang setiap warganya memiliki kesetaraan

Lebih terperinci

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL SUMONO, SH Abstrak Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden merupakan perwujudan demokrasi dalam sistem presidensiil. Namun sistem presidensiil

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH Policy Brief [04] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Sukses-tidaknya pemilu bisa dilihat dari sisi proses dan hasil. Proses pemilu dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang memperoleh sekitar 11, 98 persen suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 9 april 2014 tidak mampu mengajukan

Lebih terperinci

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA SISTEM PEMERINTAHAN SISTEM PEMERINTAHAN Sistem Pemerintahan di seluruh dunia terbagi dalam empat kelompok besar: Sistem

Lebih terperinci

MAKALAH PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA

MAKALAH PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA Makalah Perbandingan Sistem Pemerintahan Negara MAKALAH PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA RUSDIANTO KARIM SMA NEGERI 1 BONTOMARANNU TAHUN AJARAN 2011-2012 BAB I PENDAHULUAN Sistem pemerintahan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara independen, sebetulnya adalah konsekuensi logis dari redistribusi kekuasaan negara yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Partai Gerindra sebagai realitas sejarah dalam sistem perpolitikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Partai Gerindra sebagai realitas sejarah dalam sistem perpolitikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Partai Gerindra sebagai realitas sejarah dalam sistem perpolitikan di Indonesia, untuk yang kedua kalinya menjadi peserta di Pemilu 2014. Sebagai partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah kebutuhan manusia dengan berkomunikasi manusia dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga maupun bermasyarakat

Lebih terperinci

DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA. Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH.

DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA. Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH. Modul ke: DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia Fakultas FAKULTAS RINA KURNIAWATI, SHI, MH Program Studi http://www.mercubuana.ac.id DEFINISI

Lebih terperinci

DINAMIKA POLITIK LOKAL SUKSESI PEMILU KEPALA DAERAH

DINAMIKA POLITIK LOKAL SUKSESI PEMILU KEPALA DAERAH DINAMIKA POLITIK LOKAL SUKSESI PEMILU KEPALA DAERAH Heri Wahyudi UPBJJ-UT Denpasar heriw@ut.ac.id Abstrak Pasca Putusan Makamah Konstitusi (MK) tentang calon perseorangan, telah memberikan kesempatan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini yang fokus terhadap Partai Golkar sebagai objek penelitian, menunjukkan bahwa pola rekrutmen perempuan di internal partai Golkar tidak jauh berbeda dengan partai

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema. Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN

Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema. Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN dan Deficit Demokrasi. Cut Maya Aprita Sari, S.Sos., M.Soc.Sc Program Studi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara 187 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara bentuk negara kesatuan Indonesia. Ditemukan 7 peluang yuridis terjadinya perubahan non-formal

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM MULTI PARTAI DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

PENGARUH SISTEM MULTI PARTAI DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA PENGARUH SISTEM MULTI PARTAI DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA Jumadi Dosen Fakultas Syari ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Abstrak Sistem multi partai adalah salah satu varian dari beberapa sistem kepartaian

Lebih terperinci

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan

Lebih terperinci

BAB I. Pengantar. Momen pemilihan umum merupakan sebuah momen yang secara berkala

BAB I. Pengantar. Momen pemilihan umum merupakan sebuah momen yang secara berkala BAB I Pengantar Gerindra Menang, Prabowo Presiden! (Slogan Partai Gerindra Menuju Pemilu 2014) A. Latar Belakang Momen pemilihan umum merupakan sebuah momen yang secara berkala diselenggarakan oleh sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat beberapa hal yang mutlak keberadaannya, yakni mengharuskan adanya pemilihan umum, adanya rotasi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial adalah impian bagi setiap Negara dibelahan dunia termasuk di Indonesia. Upaya untuk mencapai mimpi tersebut adalah bentuk kepedulian sebuah Negara

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia BAB II PEMBAHASAN A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara hukum, hubungan fundamental antara pemerintah dan rakyatnya adalah sesuatu yang penting untuk diperhatikan. Hubungan tersebut terselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Strategi Strategi adalah suatu seni dalam merencanakan pemanfaatan segenap sumber daya nasional (sumber daya alam, manusia, dan dana) dalam suatu tata kerja yang

Lebih terperinci

BADAN EKSEKUTIF OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-6 (IK-1,3,4,5)

BADAN EKSEKUTIF OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-6 (IK-1,3,4,5) BADAN EKSEKUTIF OLEH: ADIYANA SLAMET Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-6 (IK-1,3,4,5) Pemerintah Dan Pemerintahan Pemerintah (Government) secara etimologis berasal dari bahasa

Lebih terperinci

KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN. Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri

KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN. Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri PEMBAGIAN SISTEM KETATANEGARAAN Bentuk Negara Bentuk Pemerintahan Sistem Pemerintahan Sistem Politik 1. Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN A. CALEG PEREMPUAN DI KELURAHAN TEWAH MENGALAMI REKRUTMEN POLITIK MENDADAK Perempuan dan Politik di Tewah Pada Pemilu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau rakyat selalu berada. terbaik dalam perkembangan organisasi negara modern.

I. PENDAHULUAN. Hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau rakyat selalu berada. terbaik dalam perkembangan organisasi negara modern. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau rakyat selalu berada dalam bingkai interaksi politik dalam wujud organisasi negara. Hubungan negara dan rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. Istilah tersebut baru muncul pada abad 19 Masehi, seiring dengan berkembangnya lembaga-lembaga

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai politik di Provinsi Lampung terhadap wacana pemilihan gubernur oleh DPRD Provinsi, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Negara kesatuan Republik indonesia melalui jajak pendapat yang. dilakukan pada Agustus 1999 dan merdeka pada 20 Mei 2002 akan

BAB I PENDAHULUAN. dari Negara kesatuan Republik indonesia melalui jajak pendapat yang. dilakukan pada Agustus 1999 dan merdeka pada 20 Mei 2002 akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Timor Leste adalah sebuah negara baru yang melepaskan diri dari Negara kesatuan Republik indonesia melalui jajak pendapat yang dilakukan pada Agustus

Lebih terperinci

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA HERLAMBANG P. WIRATRAMAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SISTEM KETATANEGARAAN 2017 POIN DISKUSI Memahami teori kekuasaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan pilar demokrasi dalam suatu negara seperti di Indonesia. Kehadiran partai politik telah mengubah sirkulasi elit yang sebelumnya tertutup bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan suatu proses dalam pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu negara yang menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah

Lebih terperinci

Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer. Teguh Kurniawan

Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer. Teguh Kurniawan Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer Teguh Kurniawan http://staff.blog.ui.edu/teguh1 Sistem Pemerintahan Sistem pemerintahan presidensial model Amerika Sistem pemerintahan parlementer/ sistem

Lebih terperinci

Relevansi dan Revitalisasi GBHN dalam Perencanaan Pembangunan di Indonesia 1. Tunjung Sulaksono 2

Relevansi dan Revitalisasi GBHN dalam Perencanaan Pembangunan di Indonesia 1. Tunjung Sulaksono 2 Relevansi dan Revitalisasi GBHN dalam Perencanaan Pembangunan di Indonesia 1 Tunjung Sulaksono 2 A. Pendahuluan Runtuhnya rezim otoriter Orde Baru membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek dan dimensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN Untuk memahami lebih jauh mengenai pengertian sistem, berikut ini akan ditemukan beberapa pendapat tentang defenisi dari sistem tersebut. Sistem adalah suatu

Lebih terperinci

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH Policy Brief [05] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Demokrasi bukanlah bentuk pemerintahan yang terbaik, namun demokrasi adalah bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Situasi perkembangan politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini telah membawa perubahan sistem yang mengakomodasi semakin luasnya keterlibatan masyarakat dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laju reformasi yang menghantarkan Negara Republik Indonesia menuju negara yang lebih demokratis ditandai dengan diamandemennya Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan. Rakyat dilibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Sebagai intisari dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya dan

BAB V PENUTUP. Sebagai intisari dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai intisari dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya dan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, telah teridentifikasi bahwa PDI Perjuangan di Kabupaten

Lebih terperinci