KAJI BANDING KEMAMPUAN BERTAHAN TERHADAP PROSES PEMBEKUAN SPERMATOZOA SAPI SIMMENTAL, LIMOUSIN DAN FRIES HOLSTEIN SKRIPSI FACHRI WIDYA NUGRAHA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJI BANDING KEMAMPUAN BERTAHAN TERHADAP PROSES PEMBEKUAN SPERMATOZOA SAPI SIMMENTAL, LIMOUSIN DAN FRIES HOLSTEIN SKRIPSI FACHRI WIDYA NUGRAHA"

Transkripsi

1 KAJI BANDING KEMAMPUAN BERTAHAN TERHADAP PROSES PEMBEKUAN SPERMATOZOA SAPI SIMMENTAL, LIMOUSIN DAN FRIES HOLSTEIN SKRIPSI FACHRI WIDYA NUGRAHA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 RINGKASAN Fachri Widya Nugraha. D Kaji Banding Kemampuan Bertahan terhadap Proses Pembekuan Spermatozoa Sapi Simmental, Limousin dan Fries Holstein. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Hj. Komariah, M.Si. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si. Kebutuhan protein hewani masyarakat akan semakin meningkat, oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut dibutuhkan ternak dengan sumberdaya genetik yang cukup tinggi. Salah satu ternak penghasil protein hewani adalah sapi. Permintaan hasil produk ternak ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, jumlah penduduk, sosial budaya, serta selera masyarakat. Permintaan di wilayah perkotaan cenderung lebih tinggi, karena jumlah penduduk lebih padat dan pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan pedesaan, oleh karena itu untuk meningkatkan produksi dan kualitas sapi saat ini diterapkan teknologi inseminasi buatan (IB). Salah satu kegiatan dari IB adalah memproduksi semen beku, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas semen beku yang dihasilkan seperti kualitas semen segar, jenis sapi yang digunakan dan proses produksi semen beku. Semen beku memiliki keunggulan yaitu dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama, namun memiliki kelemahan yaitu kualitas semen dapat menurun setelah semen diencerkan, dikarenakan selama proses pembekuan spermatozoa melewati berbagai suhu ekstrim yang dapat menurunkan kualitas semen. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan membandingkan penurunan kualitas spermatozoa semen beku sapi Simmental, Limousin dan Fries Holstein (FH) di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Bandung, Jawa Barat. Penelitian menggunakan data sekunder BIB Lembang bulan November sampai Desember Jumlah sapi yang digunakan pada penelitian ini adalah 24 ekor sapi jantan yang terdiri atas 8 Simmental, 8 Limousin dan 8 FH berumur 4 tahun dengan bobot badan kg. Data yang diambil adalah data motilitas semen segar yang meliputi, before freezing, post thawing motility (PTM) dan longivitas. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah motilitas semen segar dan before freezing sapi Simmental lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan sapi Limousin dan FH, sedangkan hasil PTM, longivitas dan recovery rate tidak nyata pada ketiga jenis sapi tersebut. Kualitas semen jenis sapi sangat berpengaruh terhadap kualitas semen yang dihasilkan. Kata-kata kunci: Kualitas semen, Proses pembekuan spermatozoa, Simmental, Limousin, Fries Holstein

3 ABSTRACT Freezability Comparison of Simmental, Limousin and Fries Holstein Spermatozoa Nugraha, F. W. Komariah dan Arifiantini, R. I The purpose of this research was to study and to compare the freezability of Simmental, Limousin and Fries Holstein (FH) frozen semen from Lembang Artificial Insemination Centre, Bandung, West Java. In total 24 bulls were used in this study consist of 8 Simmental, 8 Limousin and 8 FH, ages 4 years old with a weight of kg. Secondary data were taken from the period of November to December The data was collected from raw semen, before freezing, post thawing motility and longevity. The results showed that spermatozoa motility of raw and before freezing semen from Simmental significantly higher (P<0,05) than Limousin and FH bull. But there were no difference (P>0,05) between post thawing motility, longevity and value of recovery rate among three breeds. Keywords : Semen quality, Freezability, Simmental, Limousin, Fries Holstein

4 KAJI BANDING KEMAMPUAN BERTAHAN TERHADAP PROSES PEMBEKUAN SPERMATOZOA SAPI SIMMENTAL, LIMOUSIN DAN FRIES HOLSTEIN FACHRI WIDYA NUGRAHA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 Judul : Kaji Banding Kemampuan Bertahan Terhadap Proses Pembekuan Spermatozoa Sapi Simmental, Limousin dan Fries Holstein Nama : Fachri Widya Nugraha NRP : D Menyetujui, Pembimbing Utama Pembimbing Anggota (Ir. Hj. Komariah, M.Si) NIP (Prof. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si) NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP: Tanggal Ujian: 1 Maret 2012 Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis, Fachri Widya Nugraha dilahirkan pada tanggal 23 Januari 1990 di Jakarta dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Adil Nugraha dan Ibu Wiwit Widya Wati. Penulis mengawali pendidikan dari TK Gembira Jatibening 2 Bekasi Timur pada tahun 1994, dilanjutkan tahun 1995 ke Sekolah Dasar Negeri Jatibening 07 Bekasi Timur dan dilanjutkan ke tingkat SLTP di SLTPN 195 Jakarta Timur tahun Tahun 2004 penulis diterima di SMUN 107 Jakarta Timur dan diselesaikan pada tahun Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan tahun 2008 diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa Basket IPB tahun 2007/2008, UKM Center Enterpreneurship of The Youth (CENTURY) IPB sebagai staf akademik tahun 2007/2010, Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (HIMAPROTER) tahun 2009/2010 sebagai staf divisi animal breeding club dan di Majalah Emulsi penulis sebagai staf divisi layouter tahun 2009/2010. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2009 dan di Nusantara Polo Club pada tahun Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada Mata Kuliah Teknik Pengolahan Ternak Dasar Unggas pada tahun ajaran 2011/2012 dan juga aktif menjadi panitia pada berbagai acara yang diselenggarakan oleh Lembaga Kemahasiswaan Fakultas Peternakan dan IPB. Tahun 2009 penulis berkesempatan memperoleh PKM dengan judul usaha Pengembangan Potensi Usaha di LingkarKampus IPB.

7 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, Sang Pencipta Alam Semesta dan Pemilik Ilmu Pengetahuan, yang memberikan banyak rahmat bagi makhluk-nya. Alhamdulillah puji Syukur penulis panjatkan atas segala nikmat dan karunia-nya yang telah diberikan sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi yang berjudul Kaji Banding Kemampuan Bertahan terhadap Proses Pembekuan Spermatozoa Sapi Simmental, Limousin dan Fries Holstein. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Reproduksi adalah suatu fungsi tubuh yang secara fisiologik tidak vital bagi kehidupan individual tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan dan kelangsungan hidup hewan. Ternak sapi merupakan salah satu hewan ternak yang sangat berperan dalam suplai dan memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Penerapan teknologi inseminasi buatan (IB) pada sapi merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan populasi sapi. Inseminasi dapat dilakukan dengan menggunakan semen beku. Tingkat keberhasilan IB yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produktivitas, yang ditandai dengan meningkatnya populasi ternak sapi potong dan sapi perah di Indonesia sehingga dapat memenuhi permintaan kebutuhan daging dan susu sapi di Indonesia. Kesempurnaan hakiki hanya milik Sang Pencipta, sehingga Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk balai-balai IB dan peternakan yang ada di Indonesia khususnya dan masyarakat pada umumnya. Bogor, Maret 2012 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ii ABSTRACT. LEMBAR PERNYATAAN.. LEMBAR PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL. DAFTAR LAMPIRAN iii iv v vi vii viii ix x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang. 1 Tujuan.. 2 TINJAUAN PUSTAKA.. 3 Bangsa Sapi Sapi Fries Holstein. 4 Sapi Simmental.. 4 Sapi Limousin... 5 Inseminasi Buatan Semen... 6 Spermatogenesis 7 Spermatozoa.. 8 Pengencer Semen... 9 Semen Beku... 9 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. 11 Materi Prosedur 11 Pemeriksaan motilitas spermatozoa semen segar Pembuatan bahan pengencer.. 13 Proses pengenceran. 13 Proses pembekuan.. 14 Penyimpanan semen beku Pengujian before freezing Pengujian post thawing motility Longivitas (water incubator test)

9 Recovery rate Rancangan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN. 17 Evaluasi Semen Segar.. 18 Motilitas Spermatozoa Semen Segar, Before Freezing, Post Thawing Motility, Longivitas dan Recovery Rate KESIMPULAN DAN SARAN. 23 Kesimpulan 23 Saran UCAPAN TERIMAKASIH.. 24 DAFTAR PUSTAKA 25 LAMPIRAN.. 28

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Rataan Karakteristik Semen Sapi Limousin, Simmental dan FH Nilai Motilitas Spermatozoa Pada Berbagai Tahapan Pembekuan... 20

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Karakteristik Makroskopis Bangsa Sapi Limousin Karakteristik Mikroskopis Bangsa Sapi Limousin a. Karakteristik Mikroskopis Bangsa Sapi Limousin Karakteristik Makroskopis Bangsa Sapi Simmental Karakteristik Mikroskopis Bangsa Sapi Simmental a. Karakteristik Mikroskopis Bangsa Sapi Simmental Karakteristik Makroskopis Bangsa Sapi Fries Holstein Karakteristik Mikroskopis Bangsa Sapi Fries Holstein a. Karakteristik Mikroskopis Bangsa Sapi Fries Holstein Motilitas Spermatozoa Semen Segar Uji Tukey Motilitas Spermatozoa Motilitas Spermatozoa Before Freezing Uji Tukey Motilitas Spermatozoa Before Freezing Motilitas Spermatozoa Post Thawing Motility Longivitas Recovery Rate... 39

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi makanan secara global akan meningkat persen pada tahun 2050 (Food and Agriculture Organization, 2010). Peningkatan konsumsi makanan khususnya akan lebih cepat di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut informasi Badan Pusat Statistik (2010) pertambahan penduduk Indonesia rata-rata 1,25% per tahun, jumlah penduduk yang tercatat di badan pusat statistik tahun 2000 yaitu jiwa dan tahun 2010 adalah jiwa. Jumlah penduduk yang terus bertambah harus diimbangi dengan peningkatan ketahanan pangan berupa kebutuhan protein hewani dengan cara pembangunan sektor pertanian yang berkelanjutan. Pembangunan sektor pertanian yang berkelanjutan, tidak hanya berbicara tentang perkembangan mengenai sisi pasok tetapi juga mengedepankan aspek permintaan yang terkait pola konsumsi. Bibit sapi yang berpotensi yaitu Simmental, Limousin dan Fries Holstein (FH) karena memiliki pertumbuhan bobot badan harian yang tinggi dan dapat beradaptasi dengan baik. Berdasarkan road map pencapaian swasembada daging sapi tahun 2014, ditargetkan penyediaan daging sapi produksi lokal sebesar 420,3 ribu ton (90%) dan dari impor sapi bakalan (sapi potong dan sapi perah) sebesar 46,6 ribu ton (10%) (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012). Said (2011) menyatakan sampai saat ini Indonesia masih mengimpor sapi bakalan dan daging sapi sekitar 30% dari kebutuhan, oleh sebab itu untuk meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak salah satu cara dapat dilakukan aplikasi teknologi reproduksi inseminasi buatan (IB). Inseminasi Buatan merupakan cara yang lebih efisien dan efektif dalam penggunaan semen pejantan untuk membuahi sapi, sehingga dapat meningkatkan dan memperbaiki populasi sapi di Indonesia. Salah satu kelebihan program IB adalah daya guna seekor pejantan yang genetiknya unggul dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, namun IB juga memiliki kekurangan yaitu diperlukan pelaksana yang terlatih baik dan terampil untuk melaksanakan penampungan, penilaian, pengenceran, pembekuan semen dan inseminasi. Inseminasi dapat dilakukan dengan

13 menggunakan semen beku. Semen beku atau frozen semen adalah semen yang disimpan pada suhu di bawah titik beku (-79 C sampai -196 C). Untuk mengatasi ketergantungan pada semen beku impor, tahun 1976 didirikan Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang (Jawa Barat) dan BIB Singosari, kedua BIB tersebut merupakan BIB nasional yang melayani kebutuhan semen beku di Indonesia. Balai Inseminasi Buatan Lembang bergerak dalam usaha memproduksi semen beku bibit unggul. Semen beku memiliki keunggulan yaitu dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama, namun memiliki kelemahan yaitu kualitas semen dapat menurun setelah semen diencerkan, dikarenakan selama proses pembekuan spermatozoa melewati berbagai suhu ekstrim yang dapat menurunkan kualitas semen (Nebel, 2007). Menurut Srianto et al. (2009) volume semen, konsentrasi dan motilitas spermartozoa yang dihasilkan oleh setiap sapi pejantan yang digunakan untuk proses produksi semen beku berbeda. Selain kualitas semen segar, bangsa sapi juga berpengaruh terhadap kualitas semen beku yang dihasilkan, hal ini terbukti dari perbedaan nilai recovery rate (Garner dan Hafez, 2000). Recovery Rate adalah kemampuan pemulihan spermatozoa setelah pembekuan dengan cara membandingkan persentase motilitas spermatozoa pada semen segar dengan post thawing motility. Penilaian Recovery Rate (RR) pada semen beku sapi Simmental, Limousin dan FH sangat dibutuhkan untuk mengetahui kemampuan spermatozoa dari masing-masing bangsa terhadap proses pembekuan (freezability). Tingkat keberhasilan IB yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi, sehingga dapat memenuhi permintaan kebutuhan protein hewani di Indonesia. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan membandingkan penurunan kualitas spermatozoa semen beku sapi Simmental, Limousin dan FH di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Bandung, Jawa Barat.

14 TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi adalah hewan sosial yang hidupnya berkelompok (Bouissou dan Boissy 2005), sedangkan bangsa sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Bangsa Taurus (Simmental, Limousin dan FH) memiliki karakteristik performans yang berbeda sesuai dengan genetiknya (Kuswahyuni, 2008). Karakteristik tersebut dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Seluruh sapi berpotensi dijadikan sebagai ternak bibit yang didasarkan pada berbagai faktor. Sapi asli Indonesia yang meliputi sapi Bali, sapi Madura, sapi Pesisir, sapi Aceh dan sapi Hissar, sedangkan kelompok sapi persilangan yaitu bangsa sapi impor yang meliputi sapi Simmental, sapi Limousin, sapi Angus, sapi Brahman dan sapi Brangus. Keunggulan yang dimiliki oleh sapi Indonesia pada umumnya adalah daya adaptasi dan tingkat kesuburan tinggi, persentase karkas lebih tinggi, dapat digunakan sebagai tenaga kerja dan daya tahan terhadap caplak. Karmita et al. (2001) menyatakan khususnya sapi Bali memiliki potensi ekonomi yang tinggi dibandingkan sapi Indonesia lainnya. Adapun sapi persilangan biasanya unggul dalam hal pertumbuhan bobot badan yang tinggi dan mempunyai kualitas daging lebih baik. Sapi merupakan ternak potensial untuk memenuhi kebutuhan daging dan susu di Indonesia. Prajogo et al. (2002) menyatakan ternak sapi perah yang potensial di Indonesia adalah sapi FH, sedangkan ternak sapi potong yang potensial adalah sapi Limousin dan Simmental. Program peningkatan populasi sapi potong dapat dilakukan melalui pengendalian pemotongan ternak sapi produktif, pengendalian penyakit reproduksi dan penyediaan bibit ternak sapi bermutu (Sodiq, 2006). Faktor yang menentukan efisiensi maksimum produksi susu sapi perah adalah berapa banyak liter susu yang diproduksi per hari sepanjang hidupnya, sedangkan untuk sapi tipe pedaging faktor yang menentukan adalah kecepatan tumbuh setiap hari dan dari bagian karkas yang dapat dimakan (Philips, 2001).

15 Sapi Fries Holstein Sapi FH merupakan sapi tipe perah yang banyak terdapat di Indonesia. Sapi perah ini berasal dari daerah subtropis provinsi Belanda Utara dan daerah Friesland Barat (Philips, 2001). Sapi ini dikembangkan dari nenek moyang sapi liar Bos (Taurus) Typicus Primigineus. Sapi FH mempunyai ciri-ciri kepala panjangnya sedang, mulut lebar dengan hidung terbuka lebar, rahang kuat, dahi lebar, leher panjang dan warna tubuh belang hitam putih. Hasil penelitian di Thailand, yang juga negara tropis menunjukan bahwa sapi-sapi perah subtropis dapat beraklimatisasi dengan baik pada suhu dibawah 18 ºC dan kelembaban di atas 55% (Siregar, 2003). Sapi FH dapat dikawinkan pertama kali pada umur 15 bulan dimana bobot badannya mencapai sekitar 400 kg, dan lama bunting sapi FH umumnya 9 bulan (Oklahoma State University, 2000). Populasi sapi perah di Indonesia menunjukan perkembangan, selama kurun waktu 1970 hingga 2009 dari ekor menjadi ekor. Tahun 1994 produksi susu tercatat ton dan meningkat menjadi ton pada tahun 2009 (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2009). Philips (2001) menyatakan FH adalah sapi yang intensif dalam system produksi susu di dunia, di Inggris 90% produsen susu menggunakan sapi ini karena produksi susu sapi perah ini dapat mencapai 7342 kg/tahun (Talib et al., 2003). Faktor yang menyebabkan belum terpenuhinya kriteria mutu susu segar di Indonesia adalah kebutuhan jumlah dan jenis pakan yang tidak terpenuhi, penerapan sanitasi dan higiene yang tidak benar dalam proses pemeliharaan, pemerahan serta kebersihan kandang yang kurang memadai (Mirdhayati et al., 2008). Imbangan rumput lapangan dan konsentrat 70 : 30 merupakan ransum terbaik bila ditujukan untuk meningkatkan kadar lemak susu, kadar protein dan bahan kering tanpa lemak (Suherman, 2005). Sapi Simmental Sapi Simmental adalah bangsa Bos Taurus berasal dari lembah Simme di Swiss, sapi ini sudah banyak menyebar di daerah Eropa Tengah dan Eropa Timur (Philips, 2001). Setengah dari ternak di Swiss berasal dari sapi Simmental dan merupakan jenis ternak sapi yang paling populer di Eropa. Sapi Simmental memiliki wajah putih dengan tubuh gelap, memiliki tubuh yang besar (sapi jantan dewasa bobot badannya dari kg, sedangkan sapi betina dewasa bobot badannya

16 sekitar kg) dan dapat beradaptasi dalam berbagai iklim. Simmental memiliki pertumbuhan yang sangat cepat, sekitar 3 pon (1,4 kg) per hari (Gillespie dan Flanders, 2009). Sapi ini bukan hanya sapi dwiguna, tetapi triguna karena dapat berfungsi sebagai sapi pekerja, meskipun Simmental digolongkan dalam tipe triguna, tetapi pemanfaatan sapi ini umumnya sebagai ternak pedaging karena memiliki pertumbuhan otot yang sangat baik, menghasilkan karkas yang tinggi dan sedikit lemak (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2006). Sapi Limousin Sapi Limousin berasal dari Perancis keturunan dari Bos Taurus. Sapi Limousin memiliki bulu warna mulai dari kuning sampai merah keemasan dan tanduknya berwarna cerah dengan tanduk jantan tumbuh keluar dan melengkung. Kepala Limousin adalah kecil dan pendek dengan dahi yang lebar dan leher yang pendek. Sapi jantan dewasa bobot badan kg dan bobot badan sapi betina dewasa kg. Sapi Limousin dikenal untuk efektivitas mereka dalam efisiensi pakan ternak, karkas yang tinggi dan besarnya daerah loin (Gillespie dan Flanders, 2009). Sapi potong ini termasuk jenis yang berukuran tubuh besar, bentuk tubuh panjang, mempunyai perototan bagus dan kandungan lemaknya sedikit, menghasilkan 63% daging dengan tekstur yang baik, 16% lemak dan 21% tulang dari bobot karkas, sedangkan pada sapi jenis lain daging yang dihasilkan 43%, lemak 44% dan tulang 13%. Secara genetik Limousin merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar, voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi diluar kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi dan metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata laksana pemeliharaan yang lebih teratur (Gillespie dan Flanders, 2009). Inseminasi Buatan Aplikasi teknologi IB menggunakan semen beku telah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1972 menggunakan semen beku hasil impor. Produksi semen beku di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1976 di BIB Lembang (Jawa Barat) dan dilanjutkan di Singosari (JawaTimur) pada tahun 1982 (Feradis, 2010a). Beberapa keuntungan dari teknik IB menurut Ball dan Peters (2004) adalah :

17 a. Mendapatkan genetik yang diinginkan jadi dapat disesuaikan dengan kebutuhan para peternak dan dapat memanfaatkan pejantan yang genetik unggul dengan semaksimal mungkin. b. Penghematan biaya, tidak perlu memelihara pejantan yang belum tentu merupakan pejantan yang terbaik untuk diternakkan. c. Lebih aman, penggunaan IB dapat menghindari penggunaan hanya satu pejantan dalam persilangan dengan banyak betina di dalam suatu peternakan. d. Fleksibel, untuk mendapatkan semen dari pejantan yang berkualitas baik tidak perlu membawa pejantan ke lokasi, hanya membawa semen saja. Semen Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina saat kopulasi yang terdiri atas plasma semen dan spermatozoa. Semen normal akan mengandung sejumlah spermatozoa yang bergerak progresif, mati, hidup tetapi immotil atau motilitasnya lemah (Campbell et al., 2003a). Ejakulat normal semen sapi berwarna krem sampai putih, semen dengan konsentrasi yang rendah akan terlihat bening, tembus cahaya dan volume semen berkisar antara 6-8 ml (Garner dan Hafez, 2000). Karakteristik semen sapi dapat dilihat secara makroskopis dan mikroskopis. Penilaian secara makroskopis meliputi warna, konsistensi, volume dan ph. Derajat keasaman (ph) normal untuk semen sapi berkisar antara 6,5-6,9. Menurut Feradis (2010b) semen sapi yang normal memiliki konsistensi dari sedang sampai kental. Campbell et al. (2003b) menyatakan bahwa konsentrasi spermatozoa pada sapi jantan dewasa berkisar antara juta/ml semen. Pejantan dianggap sudah memuaskan jika memiliki konsentrasi spermatozoa >500 juta/ml dengan nilai motilitas spermatozoa sapi antara 70-80% (Garner dan Hafez, 2000). Pengamatan mikroskopis yang harus diperhatikan adalah morfologi (normalitas) dari spermatozoa. Spermatozoa dalam suatu kelompok mempunyai kecenderungan untuk bergerak bersama-sama ke satu arah yang menyerupai gelombang-gelombang yang tebal dan tipis, bergerak cepat atau lamban tergantung dari konsentrasi spermatozoa yang hidup di dalamnya. Gerakan massa semen yang memiliki kualitas baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan bergerak lamban, sedangkan kualitas yang sangat baik (+++), bila

18 terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif (Feradis, 2010b). Jumlah volume, konsentrasi dan konsistensi dari seekor pejantan sangat bervariasi hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi masing-masing individu, seperti kualitas organ reproduksi, umur dan kondisi manajemen peternakan (Gordon, 2004). Persentase motilitas spermatozoa mempunyai korelasi dengan fertilitas, sehingga motilitas dapat menjadi parameter kualitas semen yang utama (Tappa et al., 2007). Pengujian konsentrasi spermatozoa dan morfologi spermatozoa merupakan dasar hubungan kondisi spermatozoa yang dapat menentukan tingkat abnormal dan dapat berpengaruh pada fertilitas ternak (Januskaukas dan Zilinskas, 2002). Spermatogenesis Spermatozoa dibentuk di dalam testes melalui proses yang disebut spermatogenesis, tetapi mengalami pematangan lebih lanjut di dalam epididimis dimana spermatozoa disimpan sampai saat ejakulasi. Tahapan spermatogenesis meliputi: a. pembentukan spermatosit primer dan sekunder dari spermatogonia tipe A b. spermiogenesis atau metamorfosis spermatozoa dari spermatid. Spermatositogenesis dikendalikan oleh FSH dari adenohypophysa dan spermiogenesis berada di bawah pengaruh LH dan testosteron. Proses spermatogenesis pada sel-sel kelamin jantan berkembang secara progresif dan bermigrasi dari membrana basalis ke arah lumen tubuli seminiferi. a. Fase I (15-17 hari) Pembelahan mitosis spermatogonia tipe A menjadi dua anak sel yaitu spermatogonium dorman yang menjamin kontinuitas spermatogonia dan satu spermatogonium aktif yang membagi diri empat kali hingga akhirnya membentuk 16 spermatosit primer (2n). b. Fase II (kurang lebih 15 hari) Pembelahan meiosis dari spermatosit primer (2n) menjadi spermatosit sekunder (n) c. Fase III (beberapa jam) Pembelahan spermatosit sekunder menjadi spermatid d. Fase IV (kurang lebih 15 hari)

19 Metamorfosis spermatosit menjadi spermatozoa tanpa pembelahan sel. Proses spermatogenesis disini meliputi perombakan radikal bentuk sel dimana sebagian besar sitoplasma termasuk asam ribo nukleat (ARN), air dan glikogen terlepas atau menghilang (Nuryadi, 2001). Spermatid adalah suatu sel bundar yang relatif besar sedangkan spermatozoa merupakan suatu sel langsing memanjang yang kompak dan motil, dan terdiri dari kepala dan ekor. Aparat golgi dari spermatid membentuk tudung anterior atau akrosom spermatozoa dan mitokondria dari sitoplasma berkumpul pada ekor yang bertumbuh keluar sentriol (Feradis 2010a). Secara teoritis pada sapi 16 spermatosit primer dan 64 spermatozoa berkembang dari spermatogonia tipe A, akan tetapi selama meiosis terjadi kehilangan sel, sekitar 25% yang ditandai oleh adanya inti-inti piknotis. Spermatozoa akhirnya dilepaskan dari sitoplasma sel-sel sertoli dan memasuki lumen tubuli seminiferi. Kurang lebih 15 hari setelah terbentuk, spermatogonia dorman mulai membagi diri dengan cara yang sama dan proses ini berulang secara terus menerus. Fase I, II dan III disebut spermatositogenesis dan fase IV disebut spermiogenesis. Spermatozoa sapi memerlukan kira-kira 10 hari untuk melewati epididimis, karena spermatogenesis pada sapi berlangsung selama 50 sampai 62 hari maka waktu yang dibutuhkan dari spermatogonia tipe A sampai spermatozoa yang diejakulasikan pada sapi kira-kira 60 sampai 70 hari (Feradis 2010a). Spermatozoa Spermatozoa terbagi atas kepala, akrosom dan ekor. Kepala spermatozoa umumnya berbentuk oval, datar dan inti mengandung kromatin yang kompak. Inti spermatozoa terdiri deoksiribonukleat acid (DNA) kompleks yang merupakan protein dasar disebut dengan protamines spermatozoa (Ax et al., 2000) Bagian ujung anterior inti spermatozoa di lindungi oleh kantong membran berlapis ganda dan tipis yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim akrosin, hialuronidase dan enzim hidrolitik lainnya yang akan mempengaruhi proses fertilisasi. Ekor spermatozoa terdiri atas bagian leher, tengah, utama dan ujung. Ekor spermatozoa mengandung axonema yang ditutupi oleh membran plasma, dimana axonema tersebut bertanggung jawab terhadap motilitas spermatozoa. Komponen kimia utama dari spermatozoa adalah asam nukleat, protein dan lipid, sedangkan

20 unsur pokok inorganik dari spermatozoa adalah phosphor, nitrogen dan sulfur (Garner dan Hafez, 2000). Pengencer Semen Media yang digunakan untuk pengenceran semen tidak hanya menambah volume tetapi juga dapat mempertahankan kelangsungan dan lama hidup dari spermatozoa dalam jangka waktu tertentu. Tujuan utama pengenceran semen adalah untuk memperbanyak volume semen sehingga menambah jumlah betina yang akan dikawinkan (Campbell et al., 2003b) dan dilakukan untuk menjamin kebutuhan fisik dan kimiawi spermatozoa (Nuryadi, 2001). Bahan pengencer semen biasanya menggunakan kuning telur, karena mengandung lipoprotein dan lesitin yang berfungsi untuk melindungi dan mempertahankan integritas selubung lipoprotein spermatozoa (Gordon, 2004). Aku et al. (2007) menyatakan lesitin adalah campuran phosfatida dan senyawa-senyawa lemak yang meliputi Phosphatidil choline, phosphatidil anolamin dan phosphatidil inositol yang merupakan bahan penyusun alami pada hewan maupun tanaman. Zat pelindung yang sering digunakan untuk mempertahankan spermatozoa dalam jangka waktu yang lama dan mencegah spermatozoa dari pengaruh buruk pembekuan semen disebut dengan agen krioprotektan. Salah satu krioprotektan yang sering ditambahkan dalam pengencer semen adalah gliserol. Penambahan gliserol ke dalam pengencer bergantung pada jenis pengencer, metode pembekuan dan spesies hewan yang digunakan (Garner dan Hafez, 2000). Penambahan gliserol dapat mencegah pembentukan kristal es besar, pembentukan kristal es dapat merusak organel sel secara mekanis misalnya jika lisosom pecah akan mengeluarkan asam hidrolase yang dapat mencerna bagian lain dari sel, jika mitokondria rusak maka rantai oksidasi akan terputus (Gordon, 2004). Semen Beku Nebel (2007), menyebutkan semen beku atau frozen semen adalah semen yang disimpan pada suhu di bawah titik beku suhu (-79 C sampai -196 C). Salah satu kerusakan pada spermatozoa selama proses kriopreservasi sampai pencairan kembali adalah peroksidasi lipid (Waluyo, 2006). Pembekuan semen (kriopreservasi) merupakan usaha untuk menjamin daya tahan spermatozoa dalam waktu yang lama

21 melalui proses pengolahan, pengawetan dan penyimpanan semen sehingga dapat digunakan pada suatu waktu sesuai dengan kebutuhan. Pembekuan adalah suatu fenomena pengeringan fisik, pada pembekuan semen terbentuk kristal-kristal es, terjadi penumpukan elektrolit dan bahan terlarut lainnya di dalam larutan atau di dalam sel. Pada umumnya masalah pengawetan semen berkisar pada dua hal, yaitu pengaruh cold shock terhadap sel yang dibekukan dan perubahan-perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang berhubungan dengan pembentukan kristal-kristal es. Kedua masalah tersebut akan menyebabkan kerusakan pada spermatozoa. Menurut Gao dan Crister (2000), kerusakan sel selama proses pembekuan terjadi pada saat sel yang tersuspensi didinginkan hingga mencapai suhu -15 C, kristal es mulai terbentuk di ruang ekstraseluler sedangkan sel itu sendiri tidak ikut membeku, hal ini disebabkan karena membran plasma menahan perkembangan kristal es di dalam sitoplasma sel. Air yang terdapat di dalam sel kemudian berdifusi keluar karena meningkatnya konsentrasi cairan ekstraseluler yang disebabkan oleh membekunya sebagian besar air yang ada di ruang ekstraseluler. Komposisi dasar sebagai krioprotektan untuk air mani beku adalah: a) substansi non-ionik dan ion mempertahankan osmolaritas dan menyediakan kapasitas buffer, b) sumber lipoprotein untuk mencegah kejutan dingin, seperti kuning telur, susu atau kedelai (lesitin), c) glukosa atau fruktosa aditif sebagai sumber energi (Gordon, 2004).

22 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian menggunakan data sekunder di Laboratorium Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung, Jawa Barat. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder produksi semen November-Desember Materi Sapi-sapi pejantan yang digunakan sudah diseleksi dan mempunyai kualitas unggul. Jumlah sapi yang digunakan adalah 24 sapi jantan yang terdiri atas 8 ekor sapi Simmental, 8 ekor sapi Limousin dan 8 ekor sapi FH berumur sekitar 4 tahun, dengan kisaran bobot badan sapi FH 800±43,4 kg; Limousin 850±40,38 kg dan Simmental 900±50,85 kg. Materi yang diperoleh pada penelitian ini berupa data semen segar yaitu warna, volume, konsistensi, konsentrasi, ph, gerakan massa, motilitas, before freezing, post thawing motility dan longivitas. Prosedur Data yang ditabulasikan adalah : 1. Semen segar (warna, volume, konsistensi, ph, gerakan massa, motilitas spermatozoa) 2. Before freezing 3. Post thawing motility (PTM) 4. Recovery rate 5. Longivitas (water incubator test) 1. Pemeriksaan Molitilitas Spermatozoa Semen Segar a. Secara Makroskopis Melihat dan mencatat: - Volume - Warna dengan kriteria penilaian (susu, krem, kuning) - Konsistensi dengan kriteria penilaian (encer, sedang, kental) - Pemeriksaan ph dengan cara : a. Nyalakan ph meter b. Cuci elektroda dengan aquabidest lalu keringkan

23 c. Kalibrasi ph meter dengan merendam elektroda pada larutan ph 4, ph 7, dan ph 9 lalu tekan tanda cal. Sebelum dan sesudahnya elektroda harus dalam keadaan bersih d. Standar deviasi kalibrasi sekitar 0,02 e. kalibrasi berhenti sampai keluar tanda A f. ph meter siap digunakan g. Celupkan elektroda pada semen yang akan diuji lalu tekan read tunggu sampai keluar tanda A h. Baca nilai ph I. Matikan ph meter J. Masukkan elektroda yang sudah bersih pada karet pelindung yang telah berisa KCL 3 mol/1. b. Secara Mikroskopis (Gerakan massa) - Menggunakan mikroskop elektrik dengan pembesaran 4x10 - Memasang kabel fiting ke stop kontak - Menyiapkan air hangat dalam beaker glass, stick glass, object glass, cover glass dan tisu - Meletakan object glass, cover glass diatas warmer slide dan meneteskan semen yang diperiksa dengan menggunakan stick glass - Melihat dibawah mikroskop sambil mengatur jarak lensa dengan objek yang dilihat sehingga terlihat gerakan massa semen, dengan penilaian sebagai berikut: 0 : Tidak ada gerakan spermatozoa maupun gerakan massa spermatozoa + : Gerakan massa spermatozoa lemah berupa gelombang-gelombang tipis dan jarang ++ : Gerakan massa spermatozoa berupa gelombang-gelombang tebal, gelap dan cepat +++ : Gerakan massa spermatozoa berupa gelombang-gelombang tebal, gelap dan sangat cepat Semen segar yang layak diproses adalah semen dengan nilai gerakan massa minimal (++) dan Motilitas spermatozoa minimal 70 %.

24 Pemeriksaan Konsentrasi - Menggunakan spektrofotometer - Semen diambil dengan pipet scoret sebanyak 0,05 ml dimasukkan ke dalam larutan NaCl 2% 9,95 ml lalu dicampur - campuran semen dimasukkan ke dalam tabung spektrofotometer yang terlebih dahulu sudah distandarkan dengan NaCl 2 %, lalu jarum petunjuk menunjukkan angka yang kemudian harus dikonversikan pada tabel konsentrasi spermatozoa. Pembuatan bahan pengencer a. Bahan dan peralatan - Susu skim - Aquabidest - Antibiotika - Kuning telur - Glukosa - gliserol - measuring cylinder - pompa penghisap - pipet - beaker glass - tisu - pinset - filter paper - timbangan analitik - elektrothermal - stick glass - glass - thermometer b. prosedur - membuat buffer untuk 1000 cc : susu skim 100 g dan aquabidest 960 cc buffer dipanaskan sampai suhu 90 o C lalu didiamkan selama 12 menit dan disaring, setelah dingin disimpan di dalam refrigerator - setelah dingin ditambahkan antibiotika dengan perbandingan 100:1 antibiotika yang digunakan adalah penicillin 3 juta IU dan Streptomycin 3 gram di campur lalu ditambahkan aquabidest sampai volumenya 30 cc A. membuat bahan pengencer part A (untuk 1000 cc): buffer antibiotika 950 cc ditambahkan kuning telur 50 cc B. membuat bahan pengencer part B (untuk 1000 cc) buffer antibiotika : 770 cc ditambahkan gliserol : 160 cc, kuning telur : 50 cc dan glukosa : 20 gr masing-masing dihomogenkan.

25 Proses Pengenceran A. Bahan dan Peralatan - Incubator - Cool top - Beaker glass - Timer - Bahan pengencer A dan B - Measuring cylinder - Label - Air Hangat Cara kerja - Semen yang akan diproses dicampur dengan part A yang telah disimpan di dalam incubator (dalam water jacket) suhu 37 o C dan diberi label (nomor bull), kemudian disimpan dalam cool top yang bersuhu 4 o C selama 35 menit, setelah 35 menit water jacket dilepaskan menit kemudian dilakukan dengan part A yang telah disiapkan sebelumnya di dalam cool top - Pencampuran part B dilakukan sebanyak 4 kali setiap 15 menit di dalam cool top (proses glycerolisasi) - Pencampuran ini akan diikuti dengan proses pengisian/filling dan sealing ke dalam straw yang telah diberi label, pelaksanaan ini dilakukan 2,5 jam setelah pencampuran dengan part B terakhir Proses Pembekuan Cara kerja : Straw yang sudah berisi semen disusun di rak pembekuan dan hitung jumlahnya, kemudian dibekukan diatas permukaan uap N 2 cair di dalam storage container dengan temperatur -110 C sampai dengan -120 C selama 5 menit. Setelah 5 menit straw dimasukkan ke dalam goblet dengan kapasitas disesuaikan dengan jumlah straw, lalu disimpan di dalam container yang terendam N 2 cair dengan temperatur -196 C. Penyimpanan Semen Beku Cara Kerja : a. Semen beku disimpan pada storage container yang di dalamnya terdapat beberapa canister, dimana setiap canister terdapat 2-3 goblet dan setiap goblet dapat berisi dosis. Setiap storage container dapat

26 menyimpan sekitar 150, ,000 dosis mini straw dalam rendaman liter nitrogen cair b. Untuk menjaga volume N 2 yang hilang karena penguapan, maka setiap hari ditambahkan 30 liter N 2 untuk setiap storage container Pengujian Before freezing Setelah equilibrasi dalam cool top, sebelum dibekukan sample straw dievaluasi motilitasnya. Straw dihangatkan kemudian digunting dikedua sumbatnya dan semen dikeluarkan ke dalam tabung tes 1 tetes semen di simpan kedalam object glass kemudian ditutup dengan cover glass dan dilihat dibawah mikroskop pembesaran 400 X Pengujian Post Thawing Motility a. Meyiapkan tabung tes dan simpan di dalam dry/water incubator dengan temperatur 37 C. b. Ambil 2 dosis straw semen beku, thawing pada air hangat dengan temperatur 37 C selama 15 detik, keringkan dengan kertas tisu kemudian potong kedua ujung straw dengan gunting straw. c. Meneteskan semen yang telah cair ke dalam tabung yang telah disiapkan, ditutup dengan penutup karet dan telah diberi nomor. d. Dengan menggunakan stick glass homogenkan kemudian teteskan semen ke atas object glass yang telah disiapkan di atas warmer stage lalu ditutup dengan cover glass. e. Dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 40 f. Persentase spermatozoa yang motil progresif dinilai dari lima lapang pandang penilaian antara %. g. Melihat gerakan individu spermatozoa, dengan nilai sebagai berikut : 0 : Tidak ada gerakan individu spermatozoa 1 : Gerakan individu spermatozoa lambat 2 : Gerakan indivdu spermatozoa sedang 3 : Gerakan individu spermatozoa cepat 4 : Gerakan individu spermatozoa sangat cepat

27 Longivitas (Water Incubator Test) a. Setelah 4 jam ambil tabung dari dalam water/dry incubator dan buka sumbatnya b. Dengan menggunakan stick glass homogenkan kemudian teteskan semen ke atas object glass yang telah disiapkan diatas warmer stage lalu tutup dengan cover glass c. Melihat gerakan individu spermatozoa dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10 dan menentukan motilitasnya dan gerakan individu spermatozoa. Standar minimal 5-10 % gerakan individu 1. Recovery Rate (RR) Motilitas spermatozoa setelah thawing RR = x 100% Motilitas spermatozoa pada semen segar (Garner dan Hafez, 2000) Rancangan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan (bangsa sapi yang berbeda) dan empat kali ulangan pada masing-masing bangsa sapi. Seluruh data yang diproleh diolah menggunakan software Statistix 8, data disajikan dalam bentuk rataan dan simpangan baku. Pengaruh perlakuan yang nyata pada penelitian ini dilanjutkan dengan uji lanjut yaitu uji Tukey (Steel dan Torrie, 1991). Model matematisnya adalah: Keterangan: Yij = µ+p i +ℇ ij Yij = Nilai motilitas spermatozoa dari sapi ke-i yang mendapat nilai perlakuan ke-j µ = Nilai rata-rata umum P i ℇij = Pengaruh perlakuan ke-i = Pengaruh galat percobaan pada sapi ke-i yang mendapat perlakuan ke-j

28 HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a) semen adalah sekresi kelamin pejantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat ditampung untuk keperluan IB. Pemeriksaan semen dapat memberikan informasi tentang kesuburan pejantan dan indikatornya adalah meningkatnya angka konsepsi dari betina yang dikawinkan atau diinseminasikan dengan semen pejantan, sehingga bertambahnya jumlah populasi ternak. Evaluasi Semen Segar Semen segar sapi yang telah ditampung harus dilakukan evaluasi. Tujuan evaluasi semen adalah untuk mengetahui kelayakan semen untuk diproses lebih lanjut, menentukan volume pengencer yang harus ditambahkan dan untuk mengetahui jumlah straw yang dapat dihasilkan dalam proses pembekuan semen (Feradis, 2010a). Pemeriksaan semen segar meliputi makroskopis dan mikroskopis. Hasil evaluasi semen secara makroskopis meliputi warna, volume (ml), konsistensi dan ph, sedangkan mikroskopis adalah gerakan massa, motilitas (%) dan konsentrasi (jt/ml). Data nilai motilitas semen segar yang diperoleh selama penelitian dari sapi Limousin, Simmental dan FH disajikan pada Tabel 1. Menurut Ax et al., (2000) ejakulat normal semen sapi berwarna krem susu sampai putih susu, semen dengan konsentrasi yang rendah akan terlihat bening dan tembus cahaya. Semen sapi bisa saja berwarna kuning disebabkan banyaknya pigmen riboflavin dan pigmen ini tidak mempengaruhi kesuburan. Pengamatan warna semen yang diperoleh dari sapi Limousin, Simmental dan FH yaitu putih susu. Volume semen merupakan jumlah semen setiap ejakulasi. Hasil penelitian menunjukkan kualitas semen secara makroskopis cukup bagus dengan volume semen berkisar antara 6-8 ml hasil volume semen yang didapatkan masih dalam kisaran normal karena hasil yang diperoleh sesuai dengan pendapat Garner dan Hafez (2000) volume semen sapi setiap satu kali ejakulasi berkisar antara 5-8 ml. Volume rendah tidak merugikan tetapi apabila disertai konsentrasi yang rendah akan membatasi jumlah spermatozoa yang tersedia. Peningkatan frekuensi ejakulasi selain

29 menurunkan jumlah volume semen juga akan menurunkan jumlah spermatozoa (Ball dan Peters, 2004). Tabel 1. Rataan Karakteristik Semen Sapi Limousin, Simmental dan Fries Holstein Karakteristik Bangsa Sapi Limmousin Simmental Fries Holstein Makroskopis Warna Putih susu Putih susu Putih susu Volume (ml) 7,1±2,4 6,8±1,1 8,8±2,3 Konsistensi Sedang Sedang Sedang ph 6,50±0,2 6,51±0,2 6,9±0,1 Mikroskopis Gerakan massa Motilitas (%) 75,3±6,4 80,16±7,8 73,2±5,01 Konsentrasi (jt/ml) 1721,20±332, ,3±254,8 1561,8±312,5 Keterangan : (-) = Buruk (+) = Sedang (++) = Baik (+++) = Sangat Baik Konsistensi atau derajat kekentalan semen sapi dari ketiga bangsa adalah konsistensi sedang, semen sapi yang normal memiliki konsistensi dari sedang sampai kental. Konsistensi semen mempunyai korelasi dengan warna, misalnya semen yang berwarna krem biasanya konsistensinya pekat atau kental, sedangkan yang warnanya jernih atau terang biasanya konsistensinya encer (Feradis, 2010a). Rata-rata ph (derajat keasaman) semen ketiga bangsa sapi yang diperoleh selama penelitian adalah (6,49-6,54). Nilai ini termasuk normal karena kisaran ph semen sapi adalah 6,4-7,8 (Garner dan Hafez, 2000). Derajat keasaman memegang peran yang sangat penting karena mempengaruhi viabilitas spermatozoa. Ketiga bangsa sapi menunjukkan gerakkan masa spermatozoa yang normal yaitu positif 2 dengan skala 0-3, sesuai dengan pernyataan (Feradis, 2010b). Nilai ini termasuk cukup baik mengingat pada semen sapi kisaran normal gerakan massa adalah ++ sampai dengan +++ (Campbel et al., 2003a). Spermatozoa dalam suatu kelompok mempunyai kecenderungan untuk bergerak bersama-sama ke satu arah yang menyerupai gelombang-gelombang yang tebal dan tipis, bergerak cepat atau lamban tergantung dari konsentrasi spermatozoa yang hidup di dalamnya. Gerakan massa semen yang memiliki kualitas baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan bergerak lamban, sedangkan kualitas yang sangat

30 baik (+++), bila terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif (Feradis, 2010b). Nilai motilitas spermatozoa semen segar sapi Simmental adalah 80,16±7,80%, nilai ini lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan Limousin dan FH masing-masing hanya 75,3±6,4 dan 73,2±5,01%. Nilai motilitas spermatozoa dari ketiga breed tersebut termasuk normal, karena menurut Bearden et al. (2004) nilai motilitas semen sapi antara 70 sampai 80%. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan nilai motilitas spermatozoa seperti perbedaan antar bangsa, umur, kematangan spermatozoa dan plasma semen (Garner dan Hafez, 2000). Konsentrasi adalah jumlah sel spermatozoa per milliliter semen. Hasil pengamatan menunjukkan konsentrasi spermatozoa semen segar yang diperoleh dari ketiga bangsa sapi tersebut adalah 1561,87 sampai dengan 1899,3 juta/ml. Konsentrasi spermatozoa ketiga sapi tersebut sangat tinggi, mengingat bahwa konsentrasi spermatozoa pada sapi jantan dewasa berkisar antara juta/ml semen (Campbel et al., 2003b). Hal ini disebabkan karena sapi-sapi yang digunakan pada penelitian ini adalah milik Balai IB yang merupakan hasil seleksi yang sudah teruji kualitasnya dan dipelihara dengan manajemen yang baik. Jumlah spermatozoa per unit volume penting untuk mengetahui jumlah bahan pengencer yang ditambahkan dan berapa jumlah betina yang dapat diinseminasikan (Campbel et al., 2003b). Tingginya konsentrasi spermatozoa tampak pada warna semen tersebut, semakin pekat warna semen maka semakin tinggi pula konsentrasinya dan begitu pula sebaliknya (Feradis, 2010a). Gordon (2004) menyatakan bahwa warna, jumlah volume, konsentrasi, konsistensi, gerakan massa, ph dan motilitas spermatozoa semen segar dari seekor pejantan sangat bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi masing-masing individu, seperti kualitas organ reproduksi, umur ternak, kondisi manajemen peternakan, jenis pakan yang diberikan dan bangsa sapi. Hasil pemeriksaan menunjukan bahwa semen yang diperoleh selama penelitian dari sapi Limousin, Simmental dan FH berada pada kisaran normal dan dapat dikategorikan semen yang berkualitas baik sehingga dapat diproses lebih lanjut menjadi semen beku.

31 Motilitas Spermatozoa Semen Segar, Before Freezing, Post Thawing Motility, Longivitas dan Recovery Rate Pemeriksaan motilitas spermatozoa semen segar dilakukan untuk dapat diproses lebih lanjut yang digunakan sebagai produksi semen beku. Equilibrasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh spermatozoa untuk menyesuaikan diri sebelun dilakukan pembekuan dilakukan dengan cara menempatkan straw pada temperatur 5 o C selama empat jam. Berdasarkan hasil penelitian, nilai motilitas spermatozoa setelah before freezing pada Tabel 2 dan Gambar 1 menunjukkan bahwa sapi Simmental lebih tinggi yaitu 65,16±5,53% dibandingkan sapi Limmousin dan FH dengan nilai motilitas spermatozoa masing-masing adalah 63,44±3,22 dan 63,12±3,53%. Post thawing motility (PTM) yaitu pengujian motilitas spermatozoa setelah dibekukan dengan cara melakukan thawing semen beku pada air hangat dengan temperatur 37 C selama 30 detik. Motilitas spermatozoa PTM pada ketiga bangsa sapi tersebut ternyata tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) dengan nilai PTM masing-masing adalah Limousin 44,06±3,46; Simmental 44,69±2,98 dan FH 42,97±2,80%. Tabel 2. Nilai Motilitas Spermatozoa pada Berbagai Tahapan Pembekuan Perlakuan Peubah Limousin Simmental Fries Holstein % Semen segar 75,31±6,47 b 80,16±7,80 a 73,29±5,01 b Before Freezing 63,44±3,22 b 65,16±5,53 a 63,12±3,53 b Post Thawing Motility 44,06±3,46 44,69±2,98 42,97±2,80 Recovery Rate 58,87±6,37 56,27±7,08 58,87±5,31 Longivitas 13,91±5,34 13,91±4,35 14,06±5,60 Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0,05) Recovery rate (RR) adalah kemampuan pemulihan spermatozoa setelah pembekuan dengan membandingkan motilitas spermatozoa semen segar dengan motilitas spermatozoa setelah thawing (Hafez, 2000). Hasil penelitian ini juga tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) dengan nilai RR untuk masing-masing sapi Limousin, Simmental dan FH yaitu 58,87±6,37; 56,27±7,08 dan 58,87±5,31%.

32 Longivitas adalah kemampuan spermatozoa bertahan hidup pada temperatur tertentu (Hafez, 2000). Pengujian longivitas di BIB Lembang menggunakan teknik water incubator test. Hasil penelitian juga tidak menunjukan perbedaan longivitas (P>0,05) antara spermatozoa sapi Limousin, Simmental dan FH dengan nilai masingmasing 13,91±5,34; 13,91±4,35 dan 14,06±5,60%. Agar penggunaan pejantan yang bebas penyakit dan bermutu genetik tinggi secara maksimal dapat tercapai dalam program IB, maka daya fertilisasi optimum spermatozoa harus diawetkan untuk beberapa lama setelah penampungan. Untuk itu harus dicampur dengan larutan pengencer yang menjamin kebutuhan fisik dan kimiawinya dan disimpan pada suhu dan kondisi tertentu yang mempertahankan kehidupan spermatozoa selama waktu yang diinginkan untuk dipakai sesuai dengan kebutuhan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kerusakan sel selama proses pembekuan dan thawing seperti pengaruh peroksidasi lipid pada spermatozoa sehingga dapat menurunkan daya hidup (Bearden et al., 2004). Hafez (2000) menyebutkan untuk menghasilkan semen beku yang berkualitas tinggi, baik dan terjamin kualitasnya untuk semen yang akan diinseminasikan maka dibutuhkan bahan pengencer semen yang mampu mempertahankan kualitas spermatozoa selama proses pembekuan maupun pada saat pengenceran, karena itu bahan pengencer semen beku harus mengandung sumber nutrisi, buffer, bahan anti cold shock, antibiotik dan krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa selama proses pembekuan dan thawing. Beberapa karbohidrat yang sederhana seperti glukosa, dapat dipakai sebagai sumber energi bagi spermatozoa. Kuning telur dan air susu yang mengandung lipoprotein dan lesitin berfungsi melindungi spermatozoa dari cold shock. Berbagai bahan penyanggah dapat dipakai untuk mempertahankan ph semen, yaitu sitrat, phosfat dan tris. Penisilin dan streptomisin ditambahkan dalam pengencer semen untuk penghambat pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan untuk proses pembekuan perlu ditambahkan gliserol untuk melindungi spermatozoa terhadap efek letal pembekuan (Feradis, 2010a). Hasil dari analisis statistik sapi Simmental memiliki nilai motilitas spermatozoa semen segar dan before freezing nyata lebih tinggi daripada sapi Limousin dan FH. Hal ini menunjukan bahwa bangsa yang berbeda akan

33 mempengaruhi kualitas semen yang dihasilkan, hasil yang didapat sesuai dengan pernyataan Garner dan Hafez (2000) perbedaan antar bangsa juga mempengaruhi kualitas semen yang dihasilkan dan Srianto et al. (2009) menyebutkan bahwa jumlah volume, konsentrasi dan motilitas spermatozoa yang dihasilkan oleh tiap-tiap sapi pejantan yang digunakan untuk proses produksi semen beku berbeda. Perbedaan ini bisa saja disebabkan oleh genetik bangsa sapi Simmental yang lebih baik. Motilitas spermatozoa setelah thawing, recovery rate dan longivitas pada ketiga bangsa sapi tersebut tidak menunjukan perbedaan (P>0,05) diduga karena jenis pengencer yang digunakan dan pemberian pakan yang diberikan sama untuk ketiga jenis tersebut sama, hasil yang didapat dari penelitian ini berbeda dari hasil penelitian Arifiantini et al. (2005) motilitas spermatozoa setelah thawing pada sapi FH dengan menggunakan pengencer tris, asam sitrat, laktosa dan raffinosa yaitu 52,09±7,07%, sedangkan pada penelitian ini menggunakan susu skim dan glukosa, seperti yang dinyatakan Paulenz et al. (2002) bahwa jenis pengencer semen sangat bervariasi dan masing-masing memiliki keistimewaan. Kemungkinan lain juga dapat dikarenakan pengujian lama waktu longivitas yang sama yaitu 4 jam pada suhu 37 o C, sedangkan pada penelitian Arifiantini et al. (2005) diuji cobakan lama waktu longivitas dari 0 jam sampai 9 jam dengan menggunakan pengencer yang mengandung kacang kedelai pada pengamatan jam ke 4 yaitu 20,81±17,68% dan yang menggunakan pengencer Tris Raffinose yaitu 10,09±7,07%; sedangkan yang menggunakan pengencer Tris Fruktosa memiliki nilai longivitas 10,61±8,49%. Recovery rate yang menggunakan pengencer kacang kedelai 69,56±11,32% tris raffinose 63,48±9,25%, sedangkan tris fruktosa 59,40±1l,24%. Hasil penelitian yang dibandingkan dengan penelitian Arifiantini et al. (2004) dengan menggunakan pengencer berbeda dan pengamatan lama waktu longivitas yang berbeda sangat berpengaruh terhadap kualitas semen yang diencerkan.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian menggunakan data sekunder di Laboratorium Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung, Jawa Barat. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi adalah hewan sosial yang hidupnya berkelompok (Bouissou dan Boissy 2005), sedangkan bangsa sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama.

Lebih terperinci

KAJI BANDING KUALITAS SPERMATOZOA SAPI SIMMENTAL, LIMOUSIN, DAN FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PROSES PEMBEKUAN

KAJI BANDING KUALITAS SPERMATOZOA SAPI SIMMENTAL, LIMOUSIN, DAN FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PROSES PEMBEKUAN KAJI BANDING KUALITAS SPERMATOZOA SAPI SIMMENTAL, LIMOUSIN, DAN FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PROSES PEMBEKUAN FREEZABILITY COMPARISON OF SIMMENTAL, LIMOUSIN AND FRIESIAN HOLSTEIN SPERMATOZOA Komariah*, Iis

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11--18 April 2014 di Laboratoium Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah Lampung,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai 22 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPTD-BIBD) Lampung Tengah. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18--25 April 2014 di Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Insemninasi Buatan Daerah Lampung, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan domba yang bersifat profilik yaitu mampu mengatur jumlah anak yang akan dilahirkan sesuai dengan ketersediaan pakan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada ternak sapi telah banyak diterapkan di Indonesia. Menurut SNI 4896.1 (2008),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 12 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan yaitu semen yang berasal dari lima ekor kambing PE umur 2-3 tahun. 3.1.2 Bahan dan Peralatan

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara di Breeding

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara di Breeding 15 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek pada penelitian ini adalah semen yang didapat dari kambing pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan Januari 2015 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.2. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan semakin meningkat pula permintaan masyarakat terhadap bahan pangan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Teen.) Steenis) dalam pengencer tris kuning telur tehadap kualitas semen kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat akan daging domba setiap tahunnya terus meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kambing yang banyak dikembangkan yaitu jenis kambing Peranakan Etawah (PE).

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kambing Peranakan Etawah Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India yang memiliki iklim tropis/subtropis dan beriklim kering dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 72-76 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Nilawati

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 013 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.. Materi Materi yang digunakan dalam

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. ` Bahan dan Peralatan 3.1.1. Objek Penelitian Objek pada penelitian ini yaitu semen yang berasal dari domba yang ada di breeding station Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian diawali dengan survey untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO (Effect of Various Diluter on Frozen Semen Quality of Dombos Texel in Wonosobo Regency) YON SUPRI ONDHO, M.I.S.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Limousin Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. Karakteristik Sapi Limousin adalah pertambahan badan yang cepat perharinya sekitar 1,1

Lebih terperinci

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING THE EFFECT OF GLYCEROL LEVEL ON TRIS-YOLK EXTENDER

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek yang digunakan adalah semen yang berasal dari lima kambing

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek yang digunakan adalah semen yang berasal dari lima kambing III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Bahan/Objek Penelitian 2.1.1 Objek Penelitian Objek yang digunakan adalah semen yang berasal dari lima kambing peranakan etawah (PE), berumur 2-3 tahun yang berada di

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek Penelitian yang digunakan adalah semen yang didapat dari lima

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek Penelitian yang digunakan adalah semen yang didapat dari lima 15 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1. Objek Penelitian Objek Penelitian yang digunakan adalah semen yang didapat dari lima ekor kambing Peranakan Etawah jantan berumur 1,5-3 tahun

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan (UPTD BIB) Tuah Sakato, Payakumbuh. 3.2. Materi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai evaluasi kualitas semen beku sapi Brahman post

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai evaluasi kualitas semen beku sapi Brahman post 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai evaluasi kualitas semen beku sapi Brahman post thawing di dataran rendah bertempat di Poskeswan Tayu Kabupaten Pati dan dataran tinggi bertempat di kelompok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak ke arah pencapaian swasembada protein hewani untuk memenuhi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Dari hasil penampungan semen yang berlangsung pada bulan Oktober 2003 sampai dengan Juli 2004 dan rusa dalam kondisi rangga keras memperlihatkan bahwa rataan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR A. Winarto dan N. Isnaini Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian menggunakan semen kambing Peranakan Etawah

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian menggunakan semen kambing Peranakan Etawah III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian menggunakan semen kambing Peranakan Etawah berumur 2-3 tahun sebanyak lima ekor. 3.1.2. Bahan Penelitian Bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan babi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Bali masih merupakan peternakan rakyat dalam skala kecil atau skala rumah tangga, dimana mutu genetiknya masih kurang

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI (The Effect of Thawing Method on Frozen Bull Semen Quality) DAUD SAMSUDEWA dan A. SURYAWIJAYA Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Maret hingga 27 April 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Maret hingga 27 April 2017 di 23 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Maret hingga 27 April 2017 di Balai Inseminasi Buatan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah yang bertempat di Sidomulyo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) adalah ketersediaan semen beku. Semen beku yang akan digunakan untuk IB biasanya

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. TUGAS AKHIR - SB 091358 Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP. 1507 100 016 DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. Kebutuhan pangan (ikan air tawar) semakin meningkat Kualitas

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan

Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan Fachroerrozi Hoesni Fakultas Peternakan Universitas Jambi Kampus Pinang Masak Jl. Jambi-Muaro

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Semen Kambing Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara umum diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) The effect of Thawing Lenght in Ice Water (3 o C) to viability and motility of Bali

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut. Pemeriksaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi Simmental

Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi Simmental Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 43-48 ISSN: 0852-3581 E-ISSN: 9772443D76DD3 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerbau adalah salah satu ternak besar penghasil daging yang banyak dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia dan untuk mengurangi

Lebih terperinci

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer dalam Meningkatkan Kualitas Semen Beku Kerbau Lumpur (Bubalzts bztbalis). Dibimbing oleh MOZES R. TOELlHERE sebagai Ketua, TUTY

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Budi Setyono, SPi dan Suswahyuningtyas Balai Benih Ikan Punten Batu email:

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN (The Effects of Scrotal Diameter and Testical Volume in Semen Volume and

Lebih terperinci

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. diberi lima perlakuan. Domba yang digunakan ini adalah domba lokal yang

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. diberi lima perlakuan. Domba yang digunakan ini adalah domba lokal yang 20 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 TernakPercobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak domba lokal jantan umur 2 tahun sebagai sumber penghasil sperma yang

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA 81 Buana Sains Vol 12 No 1: 81-86, 2012 PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA Fitrik dan N. Supartini PS. Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI SEMEN BEKU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG, BANDUNG, JAWA BARAT TUGAS AKHIR. Oleh : DIAN PRIMASWARI

PROSES PRODUKSI SEMEN BEKU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG, BANDUNG, JAWA BARAT TUGAS AKHIR. Oleh : DIAN PRIMASWARI PROSES PRODUKSI SEMEN BEKU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG, BANDUNG, JAWA BARAT TUGAS AKHIR Oleh : DIAN PRIMASWARI PROGRAM STUDI DIII MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki kebutuhan konsumsi daging sapi yang meningkat setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. Ketersediaan daging sapi ini

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah semen kambing yang berasal 5 ekor kambing

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah semen kambing yang berasal 5 ekor kambing III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan/Objek Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian adalah semen kambing yang berasal 5 ekor kambing Peranakan Etawah yang berumur 1,5-3 tahun yang dipelihara

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

Lebih terperinci

Pengaruh Bobot Badan Terhadap Kualitas dan Kuantitas Semen Sapi Simmental

Pengaruh Bobot Badan Terhadap Kualitas dan Kuantitas Semen Sapi Simmental Pengaruh Bobot Badan Terhadap Kualitas dan Kuantitas Semen Sapi Simmental M. Adhyatma, Nurul Isnaini dan Nuryadi Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bobot badan pejantan terhadap

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH Gambar mas Disusun oleh Mas Mas Mas Faisal Ernanda h0510030 Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 Mas tolong

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal IV Dusun Wawar Lor, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai 242.013.800 jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya (Anonim,2013). Jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

Arnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L. Molle *** Oleh:

Arnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L. Molle *** Oleh: PERBANDINGAN TINGKAT KESUBURAN SAPI BALI INDUK YANG DIINSEMINSI DENGAN SEMEN BEKU DAN SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL DI KECAMATAN AMARASI BARAT KABUPATEN KUPANG Oleh: Arnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH JARAK DAN WAKTU TEMPUH TERHADAP POST THAWING MOTILITY, ABNORMALITAS DAN SPERMATOZOA HIDUP SEMEN BEKU (The Effect of Travel Distance and

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER

PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER M Fajar Agustian, M Nur Ihsan dan Nurul Isnaini Bagian Produksi Ternak,

Lebih terperinci

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c (THE QUALITY OF WAGYU BEEF AND BALI CATTLE BEEF DURING THE FROZEN STORAGE AT - 19 O C) Thea Sarassati 1, Kadek Karang Agustina

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci