BAB II LANDASAN TEORI. Kecemasan merupakan keadaan emosi yang ditandai secara subjektif, secara
|
|
- Susanti Kusnadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI A. Kecemasan Komunikasi 1. Pengertian Kecemasan Kecemasan merupakan keadaan emosi yang ditandai secara subjektif, secara sadar merasakan ketegangan, ketakutan, gugup, yang berkaitan dengan sistem saraf otonom (Xun, 2008). Pendapat lain disampaikan oleh Spielberger (dalam Kuper & Kuper, 2000) mengenai kecemasan, ia menyatakan bahwa kecemasan adalah perasaan ketakutan yang ditandai dengan beberapa simtom seperti pusing, mual, gangguan otot seperti tremor, perasaan gelisah dan lemas. Hal ini sejalan dengan pendapat Kuper & Kuper (2000) bahwa kecemasan merupakan perasaan takut, gugup, khawatir, panik yang disertai dengan detak jantung meningkat, berkeringat, ketegangan otot, peningkatan pernapasan dan mulut kering. Menurut (Gunarsa, 1989), kecemasan merupakan rasa takut ditimbulkan oleh adanya ancaman sehingga seseorang akan menghindar. Pendapat yang hampir sama di sampaikan oleh Ayres & Bristow (2008) bahwa kecemasan adalah rasa atau perasaan tidak nyaman dan khawatir tentang ancaman yang berupa ancaman fisik atau psikologis yang muncul secara alami. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu ketakutan, perasaan gugup, panik, tegang, tidak nyaman dan kekhawatiran tentang ancaman yang ancaman yang berupa ancaman fisik atau psikologis yang muncul secara alami.
2 2. Pengertian Komunikasi Menurut Richert dan Strohner (2008), komunikasi adalah interaksi sosial yang berbentuk tindakan kolektif dan bekerjasama. Komunikasi merupakan proses pembentukan dan bertukar informasi dalam percakapan informal, interaksi grup atau berbicara di depan publik ( Verbender, Verbender & Sellnow, 2009). Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Merujuk pada pengertian Ruben dan Steward (2006) mengenai komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain. Menurut Effendy (2003) istilah komunikasi merujuk pada kalimat mendiskusikan makna, mengirim pesan dan memberikan informasi, pesan, atau gagasan pada orang lain dengan maksud agar orang lain tersebut memiliki kesamaan informasi, pesan atau gagasan dengan pengirim pesan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses interaksi sosial dan pertukaran informasi yang melibatkan individuindividu dalam suatu hubungan, kelompok dan masyarakat dalam mendiskusikan makna ataupun gagasan pada orang lain dengan mengirimkan pesan.
3 3. Pengertian Kecemasan Komunikasi Kecemasan dapat terjadi dalam berbagai situasi, salah satunya adalah kecemasan yang dialami dalam lingkup komunikasi. Kecemasan dalam melakukan komunikasi diungkapkan oleh West & Turner (2009) sebagai kecemasan komunikasi yaitu ketakutan berupa perasan negatif yang dirasakan individu dalam melakukan komunikasi, biasanya berupa perasaan tegang, gugup atau pun panik ketika melakukan komunikasi. Hal ini sama seperti yang di kemukakan oleh Sellnow (2005) bahwa kecemasan dalam komunikasi dapat diartikan sebagai ketakutan atau kekhawatiran individu yang berkaitan dengan komunikasi nyata dengan orang lain. Pengertian tersebut sejalan dengan penjelasan Weiten, Lloyd, Dunn, & Hammer (2009) yang menyatakan bahwa kecemasan komunikasi merupakan ketegangan yang dialami individu ketika akan berbicara dengan orang lain seperti perasaan gugup. Philip (dalam Soonthornsawad, 2009) berpendapat bahwa kecemasan komunikasi adalah perasaan takut untuk ikut berpartisipasi dalam komunikasi lisan pada situasi tertentu. Individu yang merasakan kekhawatiran ketika melakukan hubungan komunikasi dengan orang lain maupun orang banyak berarti merasakan kecemasan dalam berkomunikasi (McCroskey, dalam Soonthornsawad, 2009). Powell & Powell (2010) menjelaskan kecemasan komunikasi sebagai tingkat ketakutan individu yang diasosiasikan dengan situasi komunikasi, baik komunikasi yang nyata ataupun komunikasi yang akan dilakukan individu dengan orang lain maupun dengan orang banyak.
4 Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan komunikasi yaitu ketakutan, kekhawatiran, berupa perasaan negatif yang dirasakan individu dalam melakukan komunikasi, biasanya berupa perasaan tegang, gugup, atau pun panik yang dialami individu dalam melakukan komunikasi ketika berada didalam situasi tertentu, baik dalam situasi komunikasi yang nyata ataupun komunikasi yang akan dilakukan individu dengan orang lain maupun dengan orang banyak. 4. Karakteristik Kecemasan Komunikasi Individu yang mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi akan memiliki beberapa karaktersitik. Powell & Powell (2010) menjelaskan 4 karakteristik individu yang mengalami kecemasan komunikasi, yaitu : a. Penghindaran Individu akan menghindari situasi atau keadaan yang memerlukan komunikasi, individu yang mengalami kecemasan komunikasi akan memilih untuk tidak terlibat dan tidak ikut berada dalam situasi yang membutuhkan komunikasi. Contoh perilaku penghindaran yaitu misalnya tidak mau bergabung ketika terdapat diskusi kelompok. b. Penarikan diri Individu akan menarik diri ketika berada dalam situasi yang membutuhkan komunikasi, memilih tidak berpartisipasi ketika diminta untuk berkomunikasi, memilih untuk tidak berbicara atau diam ketika diminta untuk berkomunikasi dalam situasi komunikasi. Contohnya yaitu ketika dalam diskusi kelompok,
5 individu diminta untuk menyampaikan pendapatnya, namun individu tersebut memilih untuk tidak menyampaikan pendapatnya. c. Ketidaknyamanan internal Individu mengalami perasaan tidak nyaman dalam diri ketika menghadapi peristiwa yang membutuhkan komunikasi, mendapat rangsangan negatif untuk melakukan komunikasi dalam situasi komunikasi, rangsangan tersebut berhubungan dengan ketakutan. Contoh ketidaknyamanan internal yaitu mengalami rangsangan negatif berupa perasaan gelisah, tidak tenang, dan tegang. d. Overcommunication Individu memberikan respon yang relatif mendominasi situasi komunikasi dengan melakukan komunikasi yang berlebihan. Dalam hal ini individu dapat lebih peduli dengan kuantitas daripada kualitas dari komunikasi yang disampaikan. Misalnya dalam melakukan presentasi, individu menyampaikan presentasi dengan berbicara tanpa henti namun pokok utama dari pembicaraan sedikit atau mengulang-ngulang kalimat. 5. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Komunikasi Kecemasan komunikasi yang dialami individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Powell & Powell (2010), faktor yang mempengaruhi munculnya kecemasan komunikasi yaitu : a. Genetika : Kecemasan komunikasi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dari individu tersebut, dimana bersifat genetik bahwa kecemasan komunikasi adalah ketakutan terkait dengan faktor-faktor seperti sosialisasi,
6 penampilan fisik, bentuk tubuh. Hal ini juga ditingkatkan atau dibatasi oleh faktor lingkungan. Richmond (dalam Sellnow, 2005) menjelaskan bahwa individu yang berada yang dalam keluarga yang cenderung merasa cemas ketika melakukan komunikasi akan dapat memiliki kecenderungan untuk mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi. b. Skill acquisition : Individu akan merasa cemas dipengaruhi oleh keberhasilan individu mengembangkan ketrampilan dalam komunikasi. Keterampilan seperti penggunaan bahasa, kepekaan terhadap komunikasi nonverbal, keterampilan manajemen interaksi dengan orang lain sehingga individu cenderung mengalami kecemasan dalam berkomunikasi. c. Modelling : Kecemasan komunikasi berkembang dari proses imitasi terhadap orang lain yang diamati oleh seseorang di dalam interaksi sosialnya. Ketika individu mengamati orang lain yang mengalami kecemasan, maka kecemasan komunikasi cenderung muncul dalam diri invidu tersebut. Bandura (dalam Sellnow, 2005) juga menjelaskan bahwa proses melihat orang lain dalam berperilaku dan memberikan respon terhadap komunikasi akan membuat indididu cenderung berperilaku atau memberikan respon yang sama. d. Reinforcement : Kecemasan komunikasi dipengaruhi oleh seberapa sering individu mendapat penguatan untuk melakukan komunikasi dari lingkungan sekitarnya. Individu yang menerima reinforcement positif dalam komunikasi akan dapat mengurangi kecemasan komunikasi, sedangkan individu yang jarang diberikan kesempatan untuk melakukan komunikasi dan tidak
7 didorong untuk berkomunikasi akan mengembangkan sikap negatif mengenai komunikasi sehingga muncul kecemasan komunikasi. Hal ini juga disampaikan oleh Sellnow (2005) bahwa reinforcement adalah proses belajar, individu yang belajar mengembangkan komunikasi akan dapat mengurangi kecemasan komunikasi dibandingkan individu yang tidak belajar untuk mengembangkan komunikasi yang akan dilakukan. 6. Tipe-Tipe dari Kecemasan Komunikasi Kecemasan komunikasi dapat dibagi berdasarkan tipe-tipe dari kecemasan komunikasi, ada 4 tipe dari kecemasan komunikasi menurut Powell & Powell (2010) yaitu : a. Traitlike adalah derajat kecemasan yang relatif stabil dan relatif panjang waktunya ketika seseorang dihadapkan pada berbagai konteks komunikasi, seperti misalnya dalam public speaking, pertemuan-pertemuan (meetings), komunikasi antar pribadi, dan komunikasi kelompok, sementara itu Traitlike Communucation Apprehension juga bisa dilihat sebagai refleksi orientasi kepribadian dari seseorang yang mengalami tingkat kecemasan berkomunikasi. b. Audience-Based merupakan kecemasan komunikasi yang dialami seseorang ketika ia berkomunikasi dengan tipe-tipe orang tertentu tanpa memandang waktu atau konteks dan akan memicu munculnya reaksi kecemasan.
8 c. Situational adalah kecemasan komunikasi yang berhubungan dengan situasi ketika seseorang mendapatkan perhatian yang tidak biasa (unusual) dari orang lain. d. Context-Based merupakan kecemasan komunikasi hanya pada setting tertentu. Kecemasan komunikasi timbul karena berada dalam tempat-tempat tertentu. B. Pendekatan Pembelajaran Pendekatan pembelajaran adalah serangkaian kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan (Gora & Sunarto, 2003). Pengertian di atas juga serupa dengan pernyataan Colburn (2003) bahwa pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Roqib (2009) juga mendefinisikan pendekatan pembelajaran sebagai suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan atau cara yang tepat dan cepat untuk meraih tujuan pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pendapat lain mengenai pendekatan pembelajaran disampaikan oleh Gladene Robertson (dalam Gora & Sunarto, 2003) bahwa pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu kerangka umum dalam praktek profesional pendidik, yaitu serangkaian dokumen yang dikembangkan untuk mendukung pencapaian kurikulum. Pendekatan pembelajaran adalah kerangka besar tentang tugas profesional pendidik yang didalamnya meliputi model-model
9 pembelajaran, strategi-strategi pembelajaran, metode-metode pembelajaran (Saskatchewan dalam Gora & Sunarto, 2003). Pendekatan pembelajaran yang saat ini digunakan terdiri dari dua jenis pendekatan yaitu: pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered learning) dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada dosen (teacher centered learning) (Killen dalam Sanjaya, 2009). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran yaitu serangkaian kegiatan pembelajaran, perencanaan pembelajaran atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, serta suatu kerangka umum, kerangka besar tentang tugas profesional pendidik yang didalamnya meliputi model-model pembelajaran, strategi-strategi pembelajaran, metode-metode pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang saat ini digunakan terdiri dari dua jenis pendekatan yaitu: pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered learning) dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada dosen (teacher centered learning) (Killen, dalam Sanjaya, 2009).
10 1. Student Centered Learning a. Pengertian Student Centered Learning Menurut Colburn (2003) student centered learning yaitu pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, pemikiran bahwa mahasiswa sebagai peserta penting dalam proses pembelajaran. student centered learning merupakan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa yang menekankan peran sentral pada pengalaman dalam proses belajar (Kolb, Boyatzis, & Mainemelis, 1999). Smith (dalam Kolb, Boyatzis, & Mainemelis, 1999) menjelaskan bahwa student centered learning sebagai pengalaman belajar yang melibatkan pembelajaran langsung mengenai fenomena yang sedang di pelajari bukan hanya memikirkan fenomena yang sedang di pelajari, pengalaman berperan penting dalam meningkatkan proses belajar. Pendekatan student centered learning merupakan proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa/peserta didik, maka mahasiswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk dapat membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas mahasiswa. Melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, maka mahasiswa diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis, mampu menganalisa dan dapat memecahkan masalahnya sendiri (Weimer, 2002). Pendekatan pembelajaran student centered learning adalah suatu model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar. Dalam menerapkan konsep student centered leaning, peserta didik diharapkan
11 sebagai peserta aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggung jawab dan berinitiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab kebutuhannya, membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang ditemukannya (Pongtuluran, 2008). Lingkungan pembelajaran dengan pendekatan student centered learning di desain untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa berperan secara aktif dalam proses belajarnya. Pada pendekatan student centered learning mahasiswa diberi kesempatan untuk mengatur, menganalisa isi pembelajaran dari dosen kepada mahasiswa (Means dalam Bush dan Saye, 2000) Hirumi (2005) menjelaskan bahwa pendekatan student centered learning merupakan metode yang berpusat pada mahasiswa dimana para mahasiswa diajarkan agar memiliki keterampilan berfikir problem solving dan kemampuan memproses informasi yang tinggi. Pendekatan ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa bekerja bersama dosen dan mahasiswa lainnya untuk memilih tujuan belajar berdasarkan permasalahan yang dihadapi dan ketertarikan mahasiswa sehingga mahasiswa sering menjalin komunikasi antara dosen maupun mahasiswa lainnya. Pendekatan student centered learning memiliki strategi belajar yang ditentukan bersama antara mahasiswa dan dosen, dimana mahasiswa juga diberikan kesempatan untuk mengakses langsung keberbagai sumber informasi.
12 Para dosen dalam pendekatan student centered learning menilai para mahasiswa berdasarkan pada kinerja dan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan pengetahuannya dimana hal tersebut diukur secara integral. Dosen juga berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar yang membantu para mahasiswa untuk mendapatkan dan memproses informasi. Para mahasiswa dalam metode pembelajaran ini berperan aktif dalam mengkonstruksikan pengetahuan serta bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. Lingkungan belajar pada metode student centered learning lebih banyak bekerja dalam kelompok kecil dan secara mandiri (Hirumi, 2005). Pertanyaan terbuka, jurnal, dan penelitian berbasis kegiatan laboratorium merupakan contoh pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa. Pada pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, pekerjaan pendidik adalah untuk mengatur situasi agar peserta didik dapat berhasil dibimbing dalam proses belajar. Peserta didik bekerja secara aktif untuk memahami apa yang terjadi di sekitar mereka, mahasiswa secara aktif membangun pengetahuan yang baru dipelajari (Colburn, 2003). Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode student centered learning merupakan pendekatan yang berfokus pada mahasiswa dan proses belajar mengajar, dimana para mahasiswa diberi kesempatan untuk melakukan komunikasi dengan dosen maupun dengan mahasiswa lainnya dan mahasiswa dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran serta para dosen berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar.
13 b. Strategi belajar dalam Student Centered Learning Pendekatan student centered learning menerapkan beberapa strategi belajar yang akan diikuti oleh mahasiswa, di bawah ini beberapa strategi yang digunakan dalam pendekatan pembelajaran Student Centered Learning (Santrock, 2007) : 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Metode ini menekankan pada pemecahan masalah kehidupan nyata. Kurikulum berbasis problem akan memberi problem riil kepada mahasiswa, yakni problem yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Fokus dalam pembelajaran ini adalah pada suatu problem yang harus dipecahkan melalui kerja kelompok kecil, mahasiswa mengidentifikasi masalah atau isu yang ingin mereka kaji, kemudian mencari materi dan sumber bahan lain yang mereka butuhkan untuk menangani isu atau masalah tersebut, dosen bertindak sebagai pembimbing, membantu murid memonitor upaya pemecahana mereka. Sarana untuk mengembangkan pembelajaran problem based learning disebut dengan tutorial. 2. Pertanyaan esensial. Pertanyaan yang merefleksikan inti dari kurikulum. Pertanyaan esensial akan membuat mahasiswa bingung yang merangsang mereka untuk berpikir, dan memotivasi rasa ingin tahu mereka. 3. Pembelajaran penemuan (Discovery Learning). Pembelajaran dimana mahasiswa menyusun pemahaman sendiri. Pembelajaran ini mendorong murid untuk berpikir sendiri dan menemukan cara menyusun dan mendapatkan pengetahuan. Dosen memfasilitasi pembelajaran dengan memberikan aktivitas yang merangsang murid untuk mencari tahu.
14 c. Prinsip dalam Pendekatan Student Centered Learning Prinsip student centered learning yang dikembangkan oleh gugus tugas American Psychology Association (dalam Santrock, 2007) dapat diklasifikasikan berdasarkan empat faktor : 1. Faktor Kognitif dan Metakognitif - Sifat proses pembelajaran. Pelajar yang sukses adalah pelajar yang aktif, punya tujuan, dan mampu mengatur diri sendiri. Mereka mau bertanggungjawab terhadap pembelajaran mereka sendiri. - Tujuan proses pembelajaran. Mahasiswa perlu menciptakan dan mengejar tujuan yang relevan secara personal yang bisa menyukseskan pelajar tersebut. Seiring dengan waktu, mahasiswa diharapkan paham dengan pengetahuan yang ada, memecahkan masalah, memperdalam pemahaman terhadap suatu pelajaran sehingga mereka dapat mancapai tujuan jangka panjang. Penting bagi pengajar untuk membantu murid menentukan cara belajar. - Konstruksi pengetahuan. Pelajar yang sukses bisa menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan cara yang mengandung makna tertentu. - Pemikiran strategis. Pelajar yang sukses akan dapat menciptakan dan menggunakan berbagai strategi pemikiran dan penalaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. - Memikirkan tentang pemikiran (metakognisi). Pelajar yang sukses adalah pelajar yang menggunakan metakognisi. Mereka merenung cara belajar
15 mereka dan berpikir, menentukan tujuan pembelajaran yang dapat dipahami, memiliki strategi yang tepat, dan memantau tujuan mereka menuju tujuan pembelajaran. Mereka bisa membuat tujuan alternatif untuk mencapai tujuan atau menilai kembali ketepatan tujuan tersebut. - Konteks pembelajaran. Pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti kultur, teknologi, dan praktek pembelajaran. Dosen memainkan pembelajaran penting dalam pembelajaran individu. Kultur bisa mempengaruhi banyak aspek pembelajaran dan pendidikan, seperti motivasi, proses belajar, dan cara belajar, serta cara berpikir. Teknologi dan praktek pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan, kemampuan, dan strategi pembelajaran murid. 2. Faktor Motivasi dan Emosional - Pengaruh motivasi dan emosi terhadap pembelajaran. Keyakinan dan ekspektasi pelajar dapat memperkuat atau melemahkan kualitas pemikiran dan pemrosesan informasi pelajar. Emosi positif, seperti rasa ingin tahu, biasanya akan membantu memperlancar proses belajar. - Motivasi intrinsik untuk belajar. Motivasi intrinsik adalah motivasi dari diri sendiri (self-determined). Rasa ingin tahu, pemikiran mendalam, dan kreativitas adalah indikator yang baik dari motivasi intrinsik individu untuk belajar. - Efek motivasi terhadap usaha. Usaha adalah aspek penting dari motivasi untuk belajar. Pembelajaran yang efektif membutuhkan banyak waktu,
16 energi, dan ketekunan. Pembelajaran mahasiswa akan membaik jika dosen mendorong usaha anak dan ketekunan individu pada tugas. 3. Faktor Sosial dan Developmental - Pengaruh perkembangan pada pembelajaran. Individu akan belajar dengan baik apabila pembelajarannya sesuai dengan tingkat perkembangan individu, karena perkembangan fisik, kognitif dan domain sosioemosional individu itu bervariasi, maka prestasi dalam domain ini juga bervariasi. - Pengaruh sosial terhadap pembelajaran. Pembelajaran dipengaruhi oleh interaksi sosial dan komunikasi dengan orang lain. 4. Faktor Perbedaan Individual - Perbedaan individual dalam pembelajaran. Seseorang mempunyai strategi yang berbeda, pendekatan berbeda, dan kemampuan berbeda untuk belajar - Pembelajaran dan diversitas. Pembelajaran akan lebih efektif jika perbedaan bahasa, kultural, dan latar belakang sosial mahasiswa ikut dipertimbangkan. Prinsip dasar yang sama dari pembelajaran, motivasi, dan instruksi berlaku untuk semua individu. Akan tetapi, bahasa, etnis, dan status sosioekonomi dapat mempengaruhi pembelajaran individu. - Standard dan penilaian. Menentukan standar yang tinggi dan menentang, dan menilai kemajuan pembelajaran dan siswa, adalah bagian integral dari proses pembelajaran. Pembelajaran yang efektif terjadi ketika murid ditantang untuk bekerja meraih tujuan yang tinggi dan tepat.
17 2. Teacher Centered Learning a. Pengertian Teacher Centered Learning Menurut Santrock (2007) teacher centered learning merupakan pembelajaran yang berfokus pada perencanaan dan instruksi dosen, dimana dosen mengarahkan pembelajaran mahasiswa. Teacher centered learning merupakan proses belajar yang mengacu pada pembelajaran yang berpusat pada instruksi dosen, instruksi langsung dari dosen kepada mahasiswanya (Colburn, 2003). Harden dan Crosby (dalam Colburn, 2003) menyebutkan bahwa teacher-centered learning adalah sebuah paradigma berupa metode pembelajaran dalam dunia pendidikan di mana dosen selaku pakar (expert) di bidangnya memfokuskan diri untuk menyampaikan (transfer) ilmu pengetahuan yang ia miliki kepada mahasiswa-mahasiswanya selaku orang awam (novice). Pengertian lain disampaikan Kurdi (2009) mengenai teacher centered learning, ia berpendapat bahwa teacher centered learning yaitu sistem pembelajaran yang bersifat satu arah, dimana pemberian materi oleh dosen yang menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan menjadi satusatunya sumber ilmu sehingga mahasiswa tidak berperan aktif dalam proses pembelajaran. Teacher centered learning adalah proses pembelajaran dimana dosen berdiri didepan kelas dan memberikan ceramah atau mendikte informasi mengenai topik yang dibahas pada mahasiswa (Johnson, Haenn, Buckwalter, 2009).
18 Teacher centered learning adalah pendekatan proses belajar-mengajar dimana dosen merancang pelajaran-pelajaran yang dimaksudkan untuk memenuhi standar dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, menggunakan prosedurprosedur yang mendukung perolehan pengetahuan dan ketrampilan yang ditetapkan. Dalam pendekatan ini mahasiswa sering berperan pasif dan tidak diberikan kesempatan untuk aktif berkomunikasi di dalam kelas, mahasiswa mendengarkan keterangan dosen, atau membaca, mempraktikan ketrampilan yang ditetapkan oleh dosen, dimana tugas perencanaan belajar sangat didominasi dosen, terkait erat dengan standar dan tujuan kurikulum yang ditetapkan sebelumnya (Arends, 2008). Pendekatan teacher centered learning dicirikan oleh adanya arahan dan kontrol dari dosen, ekspektasi dosen yang tinggi atas kemajuan mahasiswa, memaksimalkan waktu yang dihabiskan mahasiswa untuk tugas-tugas akademik, dan usaha oleh dosen untuk meminimalkan pengaruh negatif terhadap mahasiswa. Pendekatan ini berfokus pada aktivitas akademik, sedangkan materi yang tidak bersifat akademik (seperti permainan, teka-teki) cenderung tidak dipakai. Interaksi mahasiswa dan dosen juga tidak begitu ditekankan (Santrock, 2007). Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa metode teacher centered learning merupakan model pendekatan yang berfokus pada perencanaan dan instruksi dosen, dimana dosen mengarahkan pembelajaran mahasiswa yang bersifat satu arah, dosen menjadi satu-satunya sumber ilmu sehingga mahasiswa tidak berperan aktif, mendengarkan keterangan dosen, atau membaca,
19 mempraktikan ketrampilan yang ditetapkan oleh dosen, dimana tugas perencanaan belajar sangat didominasi dosen. b. Strategi Instruksional Teacher Centered Learning Strategi yang digunakan dalam pendekatan pembelajaran teacher centered learning terdiri dari 6 strategi, dibawah ini 6 strategi yang digunakan dalam pendekatan teacher centered learning (Santrock, 2007), yaitu : 1. Mengorientasikan : Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, haruslah menyusun kerangka pelajaran dan orientasi ke materi baru tersebut : (1) review aktivitas sehari sebelumnya; (2) diskusikan sasaran pelajaran; (3) memberikan instruksi yang jelas dan eksplisit tentang tugas yang harus dilakukan; dan (4) memberi ulasan atas pelajaran pada hari tersebut. 2. Pengajaran, penjelasan dan demonstrasi : Pengajaran dengan paparan/ceramah (lecturing), penjelasan dan demostrasi, dosen lebih banyak menghabiskan waktu untuk menerangkan dan mendemonstrasikan materi baru. 3. Pertanyaan dan Diskusi : Diskusi dan pertanyaan perlu diintegrasikan ke dalam pendekatan teacher centered. Dalam menggunakan strategi ini penting untuk merespons setiap kebutuhan pembelajaran mahasiswa sembari menjaga minat dan perhatian kelompok. Juga, penting untuk mendistribusikan partisipasi luas sembari mempertahankan semangat belajar.
20 4. Mastery Learning : Pembelajaran satu konsep atau topik secara menyeluruh sebelum pindah ke topik yang lebih sulit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mastery learning efektif dalam meningkatkan waktu yang dihabiskan mahasiswa untuk mempelajari suatu tugas. Program mastery learning yang rapi untuk remedial reading akan membuat mahasiswa dapat melangkah maju berdasarkan keahlian mereka, motivasi mereka, dan waktu mereka. 5. Seatwork : Semua mahasiswa untuk belajar sendiri-sendiri dibangku mereka. Beberapa dosen menggunakan strategi ini setiap hari, namun ada juga yang jarang menggunakan strategi ini. 6. Homework : Memberikan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan mahasiswa. Penelitian menemukan bahwa pekerjaan rumah memberi efek lebih positif jika didistribusikan selama periode waktu tertentu, ketimbang diberikan sekaligus dalam satu waktu. C. Mahasiswa Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu (Basir dalam Anwar 2010). Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel, 1997). Rentang umur mahasiswa ini dibagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I sampai dengan semester IV; dan periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V sampai semester VIII (Winkel, 1997). Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.
21 Menurut Sarwono (dalam Anwar, 2010) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar tahun. Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008). Winkel (1997) mengatakan tugas perkembangan yang dihadapi mahasiswa pada dasarnya adalah mahasiswa di semester awal harus menyesuaikan diri dengan pola kehidupan di kampus dan di luar kampus, baik yang menyangkut hal-hal akademik maupun non-akademik, mahasiswa di semester tinggi harus memantapkan diri dalam mengejar cita-cita dibidang studi akademik, dipekerjaan dan dibidang kehidupan. D. Profil Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Fakultas Kedokteran Gigi USU merupakan Fakultas Kedokteran Gigi pertama yang berada di luar pulau Jawa, didirikan pada tanggal 19 Oktober 1961 berdasarkan SK Menteri PTIP No. 0048/Sek/PU dan diresmikan pada tanggal 3 Nopember Visi dan Misi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Visi : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara sebagai Fakultas Kedokteran Gigi unggulan dalam menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing global untuk mendukung pencapaian visi Universitas Sumatera Utara, yaitu The University for Industry.
22 Misi : Untuk mencapai visi, Fakultas Kedokteran Gigi USU melaksanakan misi sebagai berikut : 1. Menyelenggarakan pendidikan bidang kedokteran gigi yang bertumpu pada aktifitas belajar mahasiswa yang berorientasi pada perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat dalam bidang kesehatan gigi dan mulut untuk menghasilkan Sarjana Kedokteran Gigi dan Dokter Gigi yang berpengetahuan dan berketerampilan, bersikap demokratis, penuh tanggung jawab, dan berbudi pekerti yang luhur sesuai dengan etika profesi kedokteran gigi. 2. Melaksanakan penelitian yang berorientasi pada pengembangan IPTEK untuk dapat menyelesaikan masalah kesehatan gigi dan mulut secara ilmiah yang merupakan landasan utama untuk menumbuhkan dan membina kemampuan menguasai metode penyelesaian masalah, melalui kemampuan berpikir kritis, penalaran ilmiah, berpikir alternatif dan kemampuan pengambilan keputusan secara benar. 3. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat melalui Pengalaman Belajar Klinik (PBK) dan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) dengan memanfaatkan kemajuan IPTEK secara tepat guna untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat (Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2011).
23 Fakultas Kedokteran Gigi merupakan salah satu Fakultas yang telah menggunakan pendekatan student centered learning. Fakultas ini mulai menerapkan pendekatan tersebut sejak tahun Pendekatan sebelumnya yang digunakan oleh Fakultas Kedokteran Gigi adalah pendekatan pembelajaran teacher centered learning. Fakultas ini kemudian mengganti pendekatan pembelajaran yang mereka gunakan menjadi pendekatan pembelajaran student centered learning seiring dengan bergantinya kurikulum dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi, kurikulum tersebut menggunakan pendekatan pembelajaran student centered learning (fauzi, 2010). E. Perbedaan Kecemasan Komunikasi antara Mahasiswa yang Menerapkan Pendekatan Pembelajaran Student Centered Learning dengan Teacher Centered Learning. Dalam lingkup kehidupan akademis, kecemasan berkomunikasi dapat dialami oleh mahasiswa. Mahasiswa akan merasa cemas ketika ia harus menyampaikan sesuatu di hadapan orang lain maupun orang banyak (Lukmantoro, 2000). Bahkan seseorang yang telah berpengalaman dalam melakukan komunikasi, baik berbicara antar pribadi, berbicara dalam forum diskusi, berbicara untuk presentasi juga tidak terlepas dari perasaan kecemasan (Ulandari, 2010). Mahasiswa yang mengalami kecemasan komunikasi akan mengalami kesulitan dalam memulai berbicara, individu tersebut akan merasa canggung dan tidak terlibat pembicaraan dalam situasi tertentu, selain itu dalam
24 pembicaraan formal tidak berani mengutarakan pendapat maupun kritik (Fitrianingrum, 2009). Pada beberapa individu peristiwa komunikasi mampu menimbulkan perasaan yang menyenangkan namun tidak jarang juga beberapa individu cenderung merasa bahwa peristiwa komunikasi tidak menarik, dan bahkan cenderung untuk menghindari komunikasi (Wulandari, 2004). Kecemasan komunikasi pada mahasiswa dapat muncul pada saat diskusi kelompok, bertanya pada dosen maupun ketika berbicara di depan kelas untuk melakukan presentasi (Wrench, Richmond & Gorham, 2009). Kecemasan komunikasi yang dialami individu dapat muncul dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya kecemasan komunikasi yaitu adanya reinforcement yang diterima individu. Reinforcement dapat berasal dari lingkungan belajar individu tersebut, lingkungan belajar yang mendorong individu untuk sering melakukan komunikasi akan berdampak baik bagi komunikasi individu sehingga kecemasan komunikasi dapat berkurang karena individu terbiasa melakukan komunikasi (Powell & Powell, 2010). Johnson (2001) berpendapat bahwa kecemasan komunikasi memiliki hubungan dengan proses belajar yang diikuti mahasiswa. Penelitian dari Tanian (2002) juga memiliki pendapat yang hampir sama mengenai kecemasan komunikasi, bahwa pendekatan belajar yang diikuti dapat membuat mahasiswa mengalami atau tidak mengalami kecemasan dalam berkomunikasi. Pendekatan pembelajaran yang lebih berfokus pada mahasiswa untuk aktif dalam belajar dapat mengurangi kecemasan komunikasi dalam diri mahasiswa dan pendekatan
25 pembelajaran yang tidak menuntut mahasiswanya untuk aktif dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kecemasan komunikasi pada mahasiswa itu sendiri. Menurut Rohman (2011) terdapat dua macam pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada keaktifan dan ketidakaktifan mahasiswa. Pendekatan pembelajaran yang berfokus pada keaktifan mahasiswa adalah pendekatan student centered learning dan pendekatan pembelajaran yang tidak menuntut mahasiswanya untuk berperan aktif adalah pendekatan teacher centered learning. Pendekatan student centered learning menekankan mahasiswa untuk aktif mengerjakan tugas dan banyak berdiskusi dengan dosen sebagai fasilitator (Hadi, 2007). Keaktifan mahasiswa telah dilibatkan sejak awal dalam bentuk desain belajar yang memperhitungkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman belajar yang telah didapatkan sebelumnya (Harsono, 2007). Peneliti melakukan komunikasi personal dengan beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan ini untuk melihat kecemasan komunikasi yang dialami oleh mahasiswa. Hasil komunikasi personal menunjukkan bahwa beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan ini masih mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi yang mereka lakukan. Masih mengalami perasaan takut yang menunjukkan adanya kecemasan yang mereka alami. Pendekatan kedua yaitu pendekatan teacher centered learning. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang tidak menuntut mahasiswanya untuk aktif dalam proses pembelajaran (Colburn, 2003). Hadi (2007) menyatakan bahwa pendekatan belajar ini adalah pendekatan dimana dosen lebih banyak melakukan kegiatan
26 belajar mengajar sehingga mahasiswa cenderung tidak aktif atau bersikap pasif dalam proses pembelajaran. Peneliti juga melakukan komunikasi personal dengan beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan ini. Hasil komunikasi personal menunjukkan bahwa beberapa mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi dan beberapa mahasiswa lainnya tidak mengalami kecemasan dalam melakukan komunikasi. Beberapa mahasiswa mengalami perasaan takut, khawatir ketika melakukan komunikasi dalam proses pembelajaran, namun beberapa mahasiswa yang lain mengalami perasaan tenang ketika berkomunikasi dan berani untuk melakukan komunikasi. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kecemasan dalam melakukan komunikasi masih muncul pada beberapa mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning. Pada mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran teacher centered learning, kecemasan komunikasi masih muncul pada mahasiswa, namun beberapa mahasiswa juga tidak muncul kecemasan dalam melakukan komunikasi. Hasil wawancara yang diperoleh menunjukkan hal yang berbeda dengan penelitian Tanian (2002) yang menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran yang lebih berfokus pada mahasiswa untuk aktif dalam belajar dapat mengurangi kecemasan komunikasi dalam diri mahasiswa dan pendekatan pembelajaran yang tidak menuntut mahasiswanya untuk aktif dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kecemasan komunikasi pada mahasiswa itu sendiri.
27 Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin melihat perbedaan kecemasan komunikasi antara mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dengan teacher centered learning. F. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kecemasan komunikasi antara mahasiswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran student centered learning dengan teacher centered learning.
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat, segala sesuatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat, segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan tidak akan dapat berjalan tanpa adanya komunikasi.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. saraf otonom (Xun, 2008: 126). Pendapat lain disampaikan oleh Spielberger
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan Komunikasi 2.1.1 Pengertian Kecemasan Kecemasan merupakan keadaan emosi yang ditandai secara subjektif, secara sadar merasakan ketegangan, ketakutan, gugup, yang berkaitan
Lebih terperincibagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi salah satu hal yang penting bagi setiap manusia. Melalui pendidikan seseorang dapat belajar mengenai banyak hal, mulai dari hal yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang dan Masalah Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan
BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber daya yang lebih berkualitas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adaperilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh proses komunikasi, baik
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat erat kaitannya dengan komunikasi. Tidak adaperilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh proses komunikasi, baik komunikasi verbal,
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI
BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1. Sejarah Fakultas Kedokteran Gigi 1 Fakultas Kedokteran Gigi merupakan Fakultas Kedokteran Gigi pertama yang berada di luar pulau Jawa, didirikan pada tanggal 19 Oktober
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah komunikasi dalam konteks pedagogi adalah hal yang penting karena ketika proses pembelajaran berlangsung didalamnya terdapat interaksi antara guru dengan siswa
Lebih terperinciKURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015
KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3c MODEL PROBLEM BASED LEARNING 2 Model Problem Based Learning 3 Definisi Problem Based Learning : model pembelajaran yang dirancang agar peserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup menarik adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).
BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) kecemasan komunikasi interpersonal adalah kondisi ketika individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,
Lebih terperincicommit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera dicari pemecahannya adalah masalah kualitas pendidikan, khususnya kualitas pembelajaran.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pendidikan sains di Indonesia mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pemahaman tentang sains dan teknologi melalui pengembangan keterampilan berpikir, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Begitu pula dengan mahasiswa yang baru menjalani proses pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu fondasi yang menentukan ketangguhan dan kemajuan suatu bangsa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dituntut untuk melaksanakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang
I. PENDAHULUAN Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang harus diperoleh sejak dini. Dengan memperoleh pendidikan, manusia dapat meningkatkan dirinya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERCAYA DIRI 1. Pengertian percaya diri Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional Indonesia menyatakan perlunya masyarakat melaksanakan program pembangunan nasional dalam upaya terciptanya kualitas manusia dan
Lebih terperinciPEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN
BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN Kegiatan pembelajaran di Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan menekankan
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Intan Purnama Sari
PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN KOMUNIKASI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KLASIKAL DENGAN PROBLEM BASED LEARNING PADA MAHASISWA D III KEBIDANAN SEMESTER II STIKES AISYIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang terjadi. Melalui bahasa, setiap individu dapat meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kemampuan yang sangat penting dimiliki setiap individu dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah Matematis Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran berbasis masalah, sebelumnya harus dipahami dahulu kata masalah. Menurut Woolfolk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Anonim 2008). pembelajaran saat pembelajaran berlangsung.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
Lebih terperinciPERANAN DOSEN DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERORIENTASI PADA PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA
PERANAN DOSEN DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERORIENTASI PADA PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA Eka Trisianawati 1, Handy Darmawan 2 Program Studi Pendidikan Fisika IKIP PGRI Pontianak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika
BAB II LANDASAN TEORI A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika Pengertian pembelajaran sebagaimana tercantum dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah suatu proses interaksi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIK. NCTM (2000) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan
5 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Komunikasi Matematis NCTM (2000) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan suatu cara dalam berbagi ide-ide dan memperjelas suatu pemahaman. Within (Umar, 2012)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ataupun kelangsungan peradaban di seluruh dunia. Di Indonesia, tujuan bangsa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan penghubung antara sumber daya manusia dengan peradaban, dimana pendidikan memegang peranan penting dalam kemajuan ataupun kelangsungan
Lebih terperinciII. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)
7 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan
Lebih terperinciII. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja
II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Problem Based Learning (PBL) Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam konteks pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu
Lebih terperinciMODEL & PENDEKATAN PEMBELARAN. (A. Suherman)
MODEL & PENDEKATAN PEMBELARAN (A. Suherman) Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan pedoman bagi guru dan murid dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Joyce dan Weil (1980: 1) mendefinisikan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted
72 A. Deskripsi Data 1. Aktivitas Siswa BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Aktivitas Siswa Siklus I Hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran melalui model pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Slameto (2003:1) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kejayaan suatu bangsa di dunia ditentukan oleh pembangunan di bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kejayaan suatu bangsa di dunia ditentukan oleh pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan bermutu yang dibangun oleh sumber daya manusia yang berkualitas.
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan terkait fokus penelitian pertama: Bagaimana implementasi
BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan terkait fokus penelitian pertama: Bagaimana implementasi kurikulum 2013 pada pembelajaran PAI dan Budi Pekerti tahap perencanaan di SMAN 1 Ngunut? Setiap kegiatan pasti memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta
2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil penelitian Program for International Student Assesment (PISA) 2012 yang befokus pada literasi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mengukuhkan peserta didik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia
Lebih terperinciMODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) Definisi/Konsep Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi utama dalam upaya memajukan bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan maju apabila pendidikan di negara tersebut dapat mengelola sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran menurut Asmani (2012:17) merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Sedangkan menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pendidikan sanggat tergantung pada proses pembelajaran di dalam kelas. Pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya
Lebih terperinciBAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.
BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdapat kapasistas bagi timbulnya keterampilan anti sosial (anti-sosial behaviour)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rousseau (martini, 2004: 28) menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat kapasistas bagi timbulnya keterampilan anti sosial (anti-sosial behaviour) dan keterampilan
Lebih terperinciBADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Definisi/Konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian integral dari pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PSIK FK UMY) menggunakan
13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada buku panduan akademik PSIK tahun 2007 tercantum bahwa model pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 pada tingkat dasar menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik saintifik mengedepankan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan dihampir semua aspek kehidupan manusia, termasuk dalam pendidikan formal. Pendidikan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. partisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidak terlepas dari peran guru dalam mengelola proses pembelajaran di kelas. Namun secara khusus keberhasilan dalam belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan metakognisi merupakan salah satu Standar Kompetensi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan metakognisi merupakan salah satu Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dari aspek pengetahuan yang harus dikuasai oleh siswa SMA dalam Kurikulum 2013. Kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan orang yang sedang dalam proses pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut maupun akademi. Mahasiswa adalah generasi
Lebih terperinci2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini disampaikan pendahuluan penelitian yang meliputi latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan formal maupun nonformal. mempermudah mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data dari Badan
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Persaingan hidup yang semakin tinggi menyebabkan setiap individu perlu bersaing dengan individu lainnya. Agar individu dapat bersaing di dunia kerja, individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat penting dalam kehidupan manusia, karena pendidikan memiliki peranan stategis dalam menyiapkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Problem Based Learning (PBL) 1. Pengertian Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang berbasis pada masalah, dimana masalah
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Komunikasi Matematis Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dimana individu atau beberapa orang atau kelompok menciptakan dan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang
A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Berdasarkan Undang Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Penemuan (Discovery Method) Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan upaya secara sistematis yang dilakukan pengajar untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua dengan pembelajaran berbasis
Lebih terperinciBelajar Dan Pembelajaran Metode Based Learning
Author : Edy Santoso Publish : 25-09-2011 09:46:35 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran di sekolah adalah kegiatan pendidikan pada umumnya, yang menjadikan siswa menuju keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dalam pembelajaran yaitu: 1) kemampuan melakukan penalaran. 5) keterampilan komunikasi (Trisni dkk, 2012: 3).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran Biologi memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan wahana mengembangkan kemampuan. Salah satu kemampuan yang dikembangkan adalah kemampuan berfikir
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN
LAMPIRAN KUESIONER KEMANDIRIAN Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan berbagai kemungkinan jawaban. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan
Lebih terperincipermasalahan untuk merangsang pemikiran siswa supaya siswa dapat lebih aktif menjawab pertanyaan, mampu memecahkan masalah dengan mudah dan dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran mengajar terlebih dahulu membuat desain atau perencanaan pembelajaran. Dalam mengembangkan rencana pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Proses pembelajaran merupakan proses yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini berbagai lembaga pendidikan tinggi berkompetisi untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kualitas yang baik agar bisa terserap di dunia kerja. Saat ini biasanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntansi mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 1642. Bukti yang jelas terdapat pada pembukuan Amphioen Societeit yang berdiri di Jakarta sejak 1747. Selanjutnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertama dan utama adalah pendidikan. Pendidikan merupakan pondasi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukung meningkatnya sendi-sendi kehidupan dalam negara tersebut, salah satu faktor pertama dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi diharapkan proses pemahaman akan menjadi lebih berkembang dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan era globalisasi membuat setiap orang harus mampu untuk bersaing sesuai kompetensi yang dimiliki. Upaya pengembangan sumber daya manusia (SDM) tertuju pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu mengembangkan potensi siswa secara optimal. senantiasa mengharapkan agar siswa-siswanya dapat belajar serta mencapai hasil
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pendidikan merupakan hal yang tidak akan habis dibicarakan dan diupayakan. Salah satu upaya peningkatan kualitas pendidikan tersebut adalah
Lebih terperinciDAFTAR ISI. DAFTAR ISI 1 Lembar Pengesahan 2 Daftar Distribusi 2 Catatan Perubahan 2
Halaman : 1 dari 13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI 1 Lembar Pengesahan 2 Daftar Distribusi 2 Catatan Perubahan 2 KATA PENGANTAR 3 BAB I PENDAHULUAN 4 BAB II ARAH KEBIJAKAN 5 Umum 5 Pendidikan 5 Penelitian
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peningkatan Aktivitas Siswa Keberhasilan siswa dalam belajar bergantung pada aktivitas yang dilakukannya selama proses pembelajaran, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat,
Lebih terperinciII. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang
II. KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Problem Based Learning (PBL) Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. seharusnya dicapai melalui proses pendidikan dan latihan. mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan peserta didik guna
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang utama bagi setiap bangsa, bahkan dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari kemajuan pendidikan serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus perjuangan bangsa yang merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.
BAB II KAJIAN TEORI A. Partisipasi dan Prestasi Belajar Matematika 1. Partisipasi Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI : 2007) partisipasi adalah turut berperan serta dalam suatu kegiatan (keikutsertaan/
Lebih terperinciBAGIAN SATU. Mengapa Harus Berubah? Penerapan Metode Problem-Based Learning (PBL)
BAGIAN SATU Mengapa Harus Berubah? Penerapan Metode Problem-Based Learning (PBL) 1 2 Elsa Krisanti, Ph.D. & Kamarza Mulia, Ph.D. Aniek dan Tara adalah dua mahasiswa jurusan Teknik Kimia semester tiga yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Matematika Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir pada semua bidang ilmu pengetahuan. Menurut Suherman (2003:15), matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas pendidikan baik pendidikan formal, informal maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting. Suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan dalam teknologinya, jika pendidikan
Lebih terperinci