BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Migren dilaporkan mengenai sekitar 12% populasi dewasa di Negara Barat.
|
|
- Doddy Yuwono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Migren II.1.1 Epidemiologi Migren dilaporkan mengenai sekitar 12% populasi dewasa di Negara Barat. Penelitian epidemiologi yang dilakukan di Amerika menemukan bahwa prevalensi migren adalah 13,2% dengan prevalensi pada wanita (17,5%) lebih tinggi dibandingkan pria (8,6%). Pada penelitian epidemiologi di Denmark, ditemukan insiden migren adalah 8,1/1000 orang/tahun, dan pada penelitian yang dilakukan di Jerman, ditemukan bahwa prevalensi migren kronik yang berdasarkan kriteria international classification headache disorder (ICHD)-II yang telah direvisi adalah 0,5%, dan 2 % jika berdasarkan kriteria transformed migraine. (Jensen et al., 2008; Katsarava, 2010; Lipton et al., 2007) Berdasarkan penelitian multisenter Sjahrir (2004) pada 5 RS besar di Indonesia (Medan, Bandung, Makasar dan Denpasar), ditemukan bahwa prevalensi migren tanpa aura adalah 10% dan migren dengan aura 1,8%. Distribusi prevalensi migren berdasarkan usia memiliki puncak bimodal, dimana puncak prevalensi ditemukan pada usia tahun-an dan sekitar usia 50 tahun. Rasio migren pria:wanita adalah 1:2 hingga 1:3. (Sjahrir, 2008; Victor et al., 2009) II.1.2 Klasifikasi Migren seacara garis besar diklasifikasikan menjadi: (Machfoed et al., 2010) 1. Migren tanpa aura
2 2. Migren dengan aura 3. Sindroma periodik pada anak yang sering menjadi prekursor migren 4. Migren retinal 5. Komplikasi migren 6. Probable migren 7. Migren tanpa aura II.1.3 Kriteria diagnostik 1. Migren Tanpa Aura merupakan nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam. Karakteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan/atau fotofobia dan fonofobia (Machfoed et al., 2010) Kriteria diagnostik : A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D B. Serangan nyeri kepala berlangsung 4-72 jam (tidak diobati atau tidak berhasil diobati) C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut: 1. Lokasi unilateral 2. Kualitas berdenyut 3. Intensitas nyeri sedang atau berat
3 4. Keadaan bertambah berat oleh aktivitas fisik atau penderita menghindari aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga) D. Selama nyeri kepala disertai slaah satu dibawah ini: 1. Nausea dan/atau muntah 2. Fotofobia dan fonofobia E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain 2. Migren dengan aura merupakan serangan nyeri kepala berulang, dimana didahului gejala neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5-20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit, dengan gambaran nyeri kepala yang menyerupai migren tanpa aura (Machfoed et al., 2010) Kriteria diagnostik: A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B- D B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini, tetapi tidak ditemukan kelemahan motorik: 1. Gangguan visual yang revesibel seperti: positif (cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan) 2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (pins and needles), dan/atau negatif (hilang rasa/kebas) 3. Gangguan berbicara disfasia yang reversibel sempurna C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
4 D. Nyeri kepala memenuhi kriteria B-D (migren tanpa aura) yang dimulai bersamaan dengan aura atau sesudah aura selama 60 menit E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain 3. Migren kronik yaitu nyeri kepala yang berlangsung 15 hari dengan paling tidak ada 8 hari serangan migren atau probable migren dalam satu bulan selama lebih dari 3 bulan dan tidak adanya riwayat penggunaan obat berlebihan (Machfoed et al., 2010) Kriteria diagnostik: A. Nyeri kepala (tension type headache dan/atau migren) dalam > 15 hari perbulannya dan berlangsung lebih dari 3 bulan B. Didapati pada pasien yang mendapat > 5 serangan yang memenuhi kriteria migren tanpa aura a. Mempunyai gejala paling tidak 2 dari dibawah ini: 1. Lokasi unilateral 2. Berdenyut 3. Intensitas nyeri sedang-berat 4. Bertambah berat apabila melakukan aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau naik tangga b. Mempunyai gejala paling tidak 2 dari dibawah ini: 1. Mual dan/atau muntah 2. Fotofobia dan fonofobia
5 C. Didapati perbaikan apabila diberikan obat triptan atau ergot pada saat sebelum yang diduga akan timbul gejala B.a. diatas D. Tidak ada penggunaan obat berlebihan dan tidak berkaitan dengan penyebab gangguan lain II.1.4 Patogenesa Pada tahun an, Wolf et al., merupakan yang pertama kalinya memperkenalkan teori vaskular sebagai dasar patofisologi migren, yang kemudian teori ini mulai ditinggalkan dan berkembang lebih kompleks menuju teori neurogenik yang dikenal dengan teori sensitisasi sentral yang menganggu input sensorik dibatang otak terutama pada nukleus trigeminal kaudalis (gambar 1.). (Silberstein et al, 2005; Sjahrir, 2008) Beberapa eksperimen menyatakan bahwa nyeri pada migren mungkin suatu bentuk inflamasi neurogenik steril, dimana inflamasi neurogenik steril ini dihasilkan akibat aktivasi neuron sensorik primer. Serabut trigeminal mempersarafi struktur kranial dan pembuluh darah kranial yang jika teraktivasi akan mengakibatkan pelepasan neuropeptida sepeti substansi P, neurokinin A dan CGRP. Pada penelitian immunohistikimiawi, ditemukan bahwa nervus trigeminal mengandung 40% CGRP, 18% substansi P, 15% NOs, dan 20% pituitary adenilate cyclase activating peptide (PACAP). (Edvinsson, 2001; Sjahrir, 2008)
6 Current theories suggest that there are several key steps in the generation of migraine pain: (1) Intracranial meningeal blood vessel dilation which activates perivascular sensory trigeminal nerves. (2) Vasoactive neuropeptide release from activated trigeminal sensory nerves. These peptides can worsen and perpetuate any existing vasodilation, setting up a vicious cycle that increases sensory nerve activation and intensifies headache pain. The peptides include substance P (increased vascular permeability), neurokinin A (dilation and permeability changes) and calcitonin gene-related peptide (CGRP; long-lasting vasodilation). (3) Pain impulses from activated peripheral sensory nerves are relayed to second-order sensory neurons within the trigeminal nucleus caudalis in the brain stem and upper cervical spinal cord (C1 and C2, trigeminocervical complex). (4) Headache pain signals ascend to the thalamus, via the quintothalamic tract which decussates in the brain stem, and on to higher cortical centers where migraine pain is registered and perceived. Gambar 1. Postulat Mekanisme Patofisiologi Migren Dikutip dari: Silberstein et al Atlas of Migraine adn Other headache. Second Edition. New York; Tylor and Francis Group Reseptor CGRP ditemukan pada sel mast dan sel mononuklear lainnya, ganglion trigeminal, second order sensory neuron didalam nukleus trigeminal dan didalam sel otot polos arterial. Aktivasi reseptor CGRP dalam sel otot polos arterial mengakibatkan vasodilatasi arteri serebral dan ekstraserebral. Aktivasi reseptor CGRP pada sel mast dural mengakibatkan pelepasan sitokin dan
7 mediator inflamasi lainnya (IL-6), TNF-α, dan NO). Pada ganglion trigeminal, CGRP mengakibatkan peningkatan sintesa CGRP dan menstimulasi pelepasan NO dan sitokin inflamasi seperti TNF-α dan MCP-1 (Monocyte Chemotactic Protein-1). Diduga bahwa peningkatan reseptor CGRP didalam ganglia trigeminal, mengakibatkan terjadinya sensitisasi pada ganglion trigeminal ketika diaktivasi oleh CGRP. Peningkatan sintesis CGRP dan yang diikuti dengan inflamasi neurogenik, diduga mengakibatkan peningkatan sensitisasi nosiseptif. Prostaglandin dan NO juga merupakan mediator endogen yang dapat diproduksi secara lokal dan dapat mensensitisasi nosiseptor. (Silberstein et al, 2005; Thalakoti et al, 2007;Theoharides et al, 2005) Ada bukti kuat bahwa disfungsi midbrain terutama periaquaductal grey matter (PAG) dan nukleus trigeminal spinalis (yang berperan dalam modulasi pathway antinosiseptif dari brain stem) berperan dalam patofisiologi migren, terutama migren kronik. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa regio tertentu di batang otak seperti nucleus raphe dorsalis (NRD) dan nucleus raphe magnus (NRM), locus coeruleus (LC) dan PAG terlibat pada genesis migren. Pada penelitian binatang, ditemukan bahwa stimulasi listrik pada area LC dan NRD mengakibatkan perubahan mikrosirkulasi area kortikal yang ipsilateral dan juga pada sirkulasi ekstrakranial. Implant elektroda stimulasi yang diletakkan pada PAG manusia, ditemukan dapat menginduksi terjadinya nyeri kepala. Pada penelitian yang menggunakan positron emission tomography (PET), menemukan aktivasi NRD, LC dan PAG selama serangan migren yang terjadi secara spontan, dan terlihat perubahan intensitas nyeri dan aliran darah serebral pada pemberian triptan, tetapi aktivitas batang otak masih persisten. Pada penelitian in vitro dengan menggunakan imunohistokimiawi, menemukan bahwa pada badan sel di
8 LC banyak mengandung CGRP (80%) dan sejumlah kecil PACAP (40%), sedangakan sejumlah immunoreactive substansi P, CGRP dan PACAP ditemukan pada serabut saraf di NRM, LC dan PAG. (Sjahrir, 2008;Tajti et al., 2000) Pada penelitian anatomi, ditemukan proyeksi dari PAG ke NRM dalam rostroventral medula oblongata, dan NRM mengirimkan serabut saraf yang mengandung serotoninergik dan LC mengirimkan serabut saraf yang mengandung noradrenergik ke nukleus trigeminal kaudalis. Temuan anatomikal ini mengindikasikan bahwa brain stem memiliki peranan dalam transmisi nyeri pada sistem trigeminovaskular. (Tajti et al., 2000) II.2 Tension Type Headache II.2.1 Epidemiologi Tension type headache adalah jenis nyeri kepala primer yang terbanyak dengan range life time prevalence pada populasi yang bervariasi, yaitu 30-78%. Berdasarkan population based studies, rata-rata prevalensi TTH episodik dan kronik dalam 1 tahun adalah 38,3% dan 2,2%. Pada Penelitian epidemiologi di Denmark, ditemukan insiden TTH adalah 14,2/1000 orang/tahun, dan life time prevalence TTH adalah 86%, dengan kebanyakan pasien (59%) dengan TTH episodik infrequent, 24-37% pasien dengan beberapa serangan dalam 1 bulan, 10% dengan serangan setiap minggu dan 2-3% populasi dengan TTH kronik. Rata-rata onset usia terjadinya TTH adalah tahun dengan puncak prevalensi ditemukan pada usia tahun dan menurun secara perlahan seiring dengan usia. Rasio pria:wanita adalah 1:3. (Bendtsen et al.,, 2009; Fernandez, 2007; Jensen et al., 2008)
9 Dari hasil pengamatan pasien-pasien yang berobat jalan di praktek swasta di Medan, menemukan profil rincian insiden pasien TTH adalah 44,1% dengan TTH kronik dan 9,8% dengan TTH episodik. Pada poliklinik Sefalgia Bagian Neurologi FK. USU/RS H. Adam Malik Medan, ditemukan penderita TTH mencapai 78%, sedangkan di Bagian Neurologi FK UNPAD/RS Hasan Sadikin mencapai 65%. Pada penelitian yang dilakukan dalam waktu 6 bulan (Januari- Mei 2004) di poliklinik Sefalgia Bagian Neurologi/RS H. Adam Malik Medan ditemukan 89,1% pasien TTH, dengan 58,2% TTH episodik, 16,4% TTH kronik, dan 14,5% probable TTH (Iqbal et al., 2004; Sjahrir, 2004) II.2.2 Klasifikasi 1. Tension type headache episodik yang infrequent 2. Tension type headache episodik yang frequent 3. Tension type headache kronik 4. Probable tension type headache II.2.3 Kriteria Diagnostik 1. Tension type headache episodik yang infrequent yaitu nyeri kepala yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari. Nyeri kepala bilateral, menekan atau mengikat, tidak berdenyut. Intensitas ringan atau sedang, tidak bertambah pada aktivitas fisik rutin, tidak ada mual/muntah, tetapi mungkin terdapat fotofobia/fonofobia (Machfoed et al., 2010) Kriteria diagnostik:
10 A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata-rata kurang dari 1hari/bulan selama paling tidak 3 bulan (kurang dari 12 hari/tahun) dan memenuhi kriteria B-D B. Nyeri kepala berlangsung 30 menit hingga 7hari C. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas: 1. Lokasi bilateral 2. Menekan atau mengikat (tidak berdenyut) 3. Intensitas nyeri ringan atau sedang D. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga 2. Tension type headache episodik yang frequent Kriteria diagnostik: (Machfoed et al., 2010) A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata-rata 1-15 hari/bulan selama paling tidak 3 bulan ( hari/tahun) dan memenuhi kriteria B-D B. Nyeri kepala berlangsung 30 menit hingga 7hari C. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas: 1. Lokasi bilateral 2. Menekan atau mengikat (tidak berdenyut) 3. Intensitas nyeri ringan atau sedang 4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga D. Tidak didapatkan: 1. Mual dan/atau muntah (bisa anoreksia)
11 2. Fotofobia dan fonofobia secara bersamaan E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain 3. Tension type headache kronik yaitu nyeri kepala yang berasal dari TTH episodik, dengan serangan tiap hari atau serangan episodik nyeri kepala yang lebih sering yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari. Nyeri kepala bersifat bilateral, menekan atau mengikat dalam kualitas dan intensitas ringan atau sedang, dan nyeri tidak memberat dengan aktivitas fisik yang rutin. Kemungkinan terdapat mual, fotofobia atau fonofobia ringan (Machfoed et al., 2010) Kriteria diagnostik: A. Nyeri kepala timbul 15 hari/bulan, berlangsung > 3 bulan ( 180 hari/tahun) dan juga memenuhi kriteria B-D B. Nyeri kepala berlangsung beberapa jam atau terus menerus C. Nyeri kepala memiliki paling tidak 2 karakteristik berikut: 1. Lokasi bilateral 2. Menekan atau mengikat (tidak berdenyut) 3. Intensitas nyeri ringan atau sedang 4. Tidak memberat dengan aktivitas fisik yang rutin D. Tidak didapatkan: 1. Lebih dari satu: fotofobia, fonofobia atau mual yang ringan 2. Mual yang sedang atau berat, maupun muntah E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain
12 II.2.4 Patogenesa Nyeri miofasial memiliki peranan pada TTH. Nyeri miofasial didefenisikan sebagai nyeri yang berasal dari otot striata termasuk fascia dan insersi tendonnya. Gejala yang menonjol pada pasien dengan TTH yaitu nyeri tekan yang bertambah pada palpasi jaringan miofasial perikranial. Berdasarkan hipotesa updated pain model pada TTH, dinyatakan bahwa TTH terjadi akibat referred nyeri dari trigger point di otot posterior servikal, kepala dan bahu yang dimediasi melalui medula spinalis dan nukleus trigeminal kaudalis. Penelitian pada binatang dan manusia, menemukan bahwa aferen somatik nosiseptif dari otot servikal atas (C1-C3) dan nervus trigeminal (n.v1 (oftalmikus) dan V3 (mandibula)) berkonvergensi kedalam nukleus trigeminal kaudalis yang sama, sehingga diasumsikan bahwa struktur supraspinal menjadi salah interpretasi terhadap impuls yang diterima dan lokasi nyeri diartikan menjadi berasal dari struktur yang jauh dari asal stimulus nyeri (muscle reffered pain). Mekanisme timbulnya nyeri miofasial dan nyeri tekan adalah: (Bendsten, 2000; Ferdinanz et al.,2007; Sjahrir, 2008) 1. Sensitisasi nosiseptor miofasial perifer 2. Sensitisasi second order neuron pada level kornu dorsalis medula spinalis/ nukleus trigeminal 3. Sensitisasi neuron supraspinal (hipersenitivitas supraspinal terhadap stimulus nosiseptif) 4. Berkurangnya aktivitas antinosiseptif dari struktur supraspinal Pada keadaan normal, nyeri miofasial dimediasi oleh serabut saraf kecil yang bermielin(aδ) dan tidak bermielin (C), sedangkan serabut saraf
13 tebal bermielin (Aα dan Aβ) normalnya memediasi sensasi innocuous. Berbagai rangsangan noxious dan innocuous seperti iskemik, stimulus mekanikal dan mediator kimiawi dapat mengeksitasi dan sensitisasi serabut saraf Aδ dan C, dan berperan dalam peningkatan nyeri tekan pada TTH (gambar 2.). Mediator kimiawi yang mensensitisasi nosiseptif nerve endings, terutama yang efektif menstimulasi nosiseptor otot skeletal adalah substansi endogen seperti serotonin (dilepaskan oleh platelet), bradikinin ( dari pemecahan molekul prekursor plasma kallin ) dan ion kalium (dilepaskan oleh sel otot ketika terjadi proses patologis (injury, iskemia, vascular damage)), serta pelepasan neuropeptida seperti substansi P, CGRP dan neurokinin A. (Bendsten, 2000; Fernandez et al., 2007; Sjahrir, 2008) Pelepasan mediator kimiawi yang berkepanjangan mengakibatkan aktivasi reseptor post sinaptik yang normalnya terblok, yaitu reseptor NMDA. Aktivasi reseptor NMDA menimbulkan peningkatan influks kalsium, yang menginisiasi terjadinya kejadian biokimiawi berupa peningkatan produksi NO, prostaglandin dan protein kinase. Hal ini mengakibatkan perubahan metabolik dalam jangka panjang dan peningkatan eksitabilitas sel yang terlibat. (Bendsten, 2000) Peningkatan eksitabilitas neuron kornu dorsalis mengakibatkan perubahan persepsi nyeri, dimana serabut saraf Aβ yang normalnya menginhibisi serabut saraf Aδ dan C melalui mekanisme presinaptik pada kornu dorsalis, menjadi aktif memberikan input pada nosiseptif second
14 order neuron dan mengakibatkan input impuls nosiseptif menjadi lebih panjang (gambar 2.). ( Bendsten, 2000; Fernandez et al., 2007) Sensitisasi pada second order neuron, mengakibatkan tranmisi stimulus nosiseptif pada struktur supraspinal meningkat (sensitisasi neuron supraspinal) dan hal ini yang diduga mengakibatkan nyeri tekan perikranial yang abnormal pada TTH (gambar 2.). Sensitisasi pada neuron supraspinal mengakibatkan penurunan inhibisi atau peningkatan fasilitasi transmisi nosiseptif dalam kornu dorsal spinalis yang bermanifestasi sebagai generalized pain hypersensitivity yang ditemukan pada TTH kronik. (Bendsten, 2000; Fernandez et al., 2007) Updated pain model for tension type headache (TTH) in which peripheral sensitization provoked by muscle trigger points (TrPs) can lead to sensitization of dorsal horn neurons. Gambar 2. Updated pain model pada TTH dikutip dari: Fernandez-de-las-Penas et al Myofascial Trigger Points and Sensitozation: an Updated Pain Model for Tension Type Headache. Cephalalgia;27
15 Terdapat 2 struktur pain modulatory, yaitu PAG pada mesensefalon yang berperan dalam inhibisi descending pathways ke kornu dorsalis medula spinalis, dan rostral ventromedial medulla (RVM) di batang otak yang mengandung sel yang dapat menginhibisi atau menfasilitasi transmisi nosiseptif di dalam kornu dorsalis medula spinalis. Ambang batas refleks fleksi nosiseptif ditemukan menurun pada TTH kronik, dibandingkan kontrol, yang menandakan disfungsi sistem antinosiseptif pada TTH kronik. (Bendtsen, 2000; Fernandez et al., 2007) Faktor-faktor miofasial dan sensitisasi perifer dari nosiseptor memegang peranan dalam kejadian TTH episodik, sedangkan sensitisasi sentral berperan terhadap TTH kronik. (Sjahrir, 2008) II.3 Adiponektin II.3.1 Defenisi Adiponektin adalah protein yang disekresikan dari sel adiposit, berukuran 30 kda dengan sekuensi 244 asam amino dan memiliki domain terminal kolagen dan carboxyl. (Assaad, 2007; Dadson et al., 2011) II.3.2 Regulasi Transkripsi adiponektin diregulasi oleh peroxisome proliferator-activated receptor γ (PPARγ), C/EBP, SREBP, E47, dan protein Id3. Salah satu mekanisme yang mengaktivasi transkripsi adiponektin adalah melalui regulasi SREBP-1c, dimana Id3 dan E47 merupakan regulator SREBP-1c. Interaksi E47 dengan SREBP-1c, akan mempotensiasi SREBP-1c dalam memediasi aktivasi promoter adiponektin dan Id3 menginhibisi aktivasi SREBP-1c ini. Juga telah ditemukan pada beberapa penelitian, bahwa obat-obatan golongan
16 thiazolidinedione yang merupakan kelas PPARγ agonist dapat meningkatkan induksi ekspresi adiponektin, dan sitokin proinflamasi seperti TNF-α merupakan faktor yang ditemukan dapat menurunkan ekspresi adiponektin pada pasien yang obese atau diabetes. (Dadson et al., 2011; Kadowaki et al., 2005) Translasi berperan dalam membentuk kompleks oligomer adiponektin yang fungsional. Multimerisasi adiponektin tahap awal melibatkan domain globular non-kolagen dan membentuk trimer. Selanjutnya ikatan rantai disulfida dengan Cys36 dan Cys39 akan membentuk adiponektin dengan berat molekul yang lebih berat berdasarkan bentruk trimer-nya. Modifikasi post-translasi termasuk hidroklasi dan glikolasi dari 4 residu lisin (lys68, lys71, lys80, lys104) pada domain kolagen diperlukan dalam membentuk komplek oligomer HMW. Disulfide bond A oxidoreductase-like protein (DsbA-L) ditemukan meregulasi proses multimerisasi adiponektin. (Dadson et al., 2011) Sekresi adiponektin secara spesifik diregulasi oleh protein retikulum endoplasma yaitu ER44 dan Ero 1-Lα. Ikatan kovalen yang dibentuk oleh ER44 dan Cys 39 mengakibatkan penahanan adiponektin didalam retikulum endoplasma, sedangkan ikatan disulfida yang dibentuk oleh ER44 dan Erol-Lα mengakibatkan sekresi adiponektin ke sirkulasi. Bentuk oligomerik adiponektin dalam plasma yang bersirkulasi dapat ditemukan dalam bentuk HMW (oligomer), medium molecular weight/mmw (hexamer) dan low molecular weight/lmw (Trimer). Kombinasi semua bentuk oligomerik ini disebut dengan full length adiponectin (fad), dan pemecahan pada terminal domain globular dari fad oleh protease disebut dengan globular adiponektin (gad). (Assaad, 2007; Dadson et al., 2011; Kadowaki et al., 2005)
17 Several transcription factors (top left) which mediate adiponectin gene transcription are regulated to increase (thiazolidinedione, TZD) or decrease (tumor necrosis factor-alpha, TNF-α) adiponectin expression. Monomeric adiponectin (mad) is posttranslationally modified and further oligomerized to form trimers (low molecular weight, LMW), hexamers (medium, MMW) and oligomeric (high,hmw) forms. Various mechanisms (bottom right) mediate this oligomerization and secretion resulting in secretion of HMW, MMW, and LMW forms. Gambar 3. Regulasi Adiponektin Dikutip dari Dadson et al.., Adiponectin action: a combination of endocrine and autocrine/paracrine effects. Frontiers in Endocrinology-Cellular Endocrinology;2(62) II.3.3 Reseptor Efek selular adiponektin terjadi akibat ikatan reseptor adiponektin dengan domain transmembran. Adiponektin memiliki 2 isoform reseptor yaitu adiponektin reseptor 1 (AdipoR1) dan adiponektin reseptor 2 (AdipoR2) yang memiliki pola distribusi yang berbeda pada berbagai jaringan. Adiponektin reseptor 1 memiliki afinitas yang tinggi dengan gad dan ApoR2 memiliki afinitas yang sama terhadap
18 gad dan fad. Ekspresi AdipoR1lebih dominan ditemukan pada otot skeletal, sedangkan ekspresi AdipoR2 lebih dominan ditemukan pada hati, dan kedua reseptor ini juga ditemukan pada Reseptor adiponektin juga ditemukan pada adiposit dan makrofag. (Assaad, 2007; Dadson et al.., 2011) II.3.4 Fisiologi Adiponektin bersirkulasi dengan range konsentrasi 3-30 μg/ml pada individu yang sehat. Adiponektin diperkirakan ± 0,01% total protein plasma dan merupakan salah satu sekresi adipositokin yang ditemukan paling tinggi pada sirkulasi dibandingkan adipositokin lainnya. Waktu paruh adiponektin pada berbagai penelitian adalah bervariasi, dimana pada penelitian dengan tracking fluorescently labeled recombinant adiponectin, ditemukan waktu paruh adiponektin adalah 75 menit, sedangkan pada penelitian binatang sebelumnya dengan menggunakan recombinant human adiponectin, ditemukan bahwa adiponektin memiliki waktu paruh 14 jam, adiponektin HMW memiliki waktu paruh 13 jam dan LMW memiliki waktu paruh 17,5 jam. (Assaad, 2007; Dadson et al., 2011; Peterlin et al., 2007) Adiponektin berperan dalam regulasi metabolisme glukosa dan asam lemak, melalui peningkatkan sensitivitas kerja insulin, yang melibatkan aktivasi adenosine monophosphate-activated protein kinase (AMPK) yang diketahui meregulasi konsentrasi selular malonyl coenzyme A (CoA) melalui inhibisi acetyl CoA carboxylase yang dapat mengakibatkan penurunan kadar malonyl CoA intraselular dan selanjutnya akan menurunkan lipogenesis yang berhubungan dengan peningkatan oksidasi mitochondrial fatty acid beta. Adiponektin juga meregulasi produksi glukosa hati melalui penurunan ekspresi mrna dari
19 phosphoenolpyruvate carboxylase dan glucose-6-phosphatase yang merupakan 2 enzim yang terlibat pada neoglukogenesis. (Ahima, 2006; Bastard et al, 2006) Adiponektin memiliki efek anti aterogenik, dimana adiponektin menginhibisi ekspresi vascular cell adhesion molecule (VCAM)-1, intercelullar adhesion molecule (ICAM)-1 dan E-selectin, sehingga mensupresi adherence dari monosit dan platelet pada endotelium, serta adiponektin juga menginhibisi ekspresi reseptor scavenger kelas A-1 Makrofag, yang mengakibatkan penurunan oksidasi low density lipoprotein oleh makrofag dan menginhibisi pembentukan foam cell. (Ekmekci et al, 2006; Kadowaki et al, 2005) Adiponektin juga memiliki efek antiinflamasi, yaitu; menginhibisi IL-6 dan TNF yang menginduksi IL-8, serta menginduksi IL-10, dan IL-1RA (reseptor antagonis). Sitokin pro-inflamasi seperti IL-1, IL-6, 1L-8 dan TNF diprodusi oleh sel imun yang teraktivasi dan amplifikasi sitokin ini ditemukan sebagai respon inflamasi, sedangkan IL-1RA dan IL-10 terlibat dalam reduksi respon inflamasi. (Peterlin et al, 2007) Adiponectin and tumor necrosis factor (TNF)-α mutually inhibit each other s production in adipose tissue. In addition, adiponectin inhibits TNF-α induced monocyte attachment and endothelial adhesion, TNF-α expression in macrophages and smooth muscle cell (SMC) proliferation. Expression of adiponectin is suppressed by interleukin
20 (IL)-6. C-reactive protein (CRP) is negatively regulated adiponectin. NF-kB, Nuclear factor kappa beta; VCAM-1, vascular cell adhesion molecule-1. Gambar 4. Peranan adiponektin dalam cascade inflamasi Dikutip dari: Peterlin et al Migraine and Adiponectine: Is There a Connection?. Cephalalgia;27 Adiponektin juga diduga memiliki efek pro-inflamasi, dimana efek proinflamasi dan anti-inflamasi dari adiponektin ini ditentukan oleh bentuk adiponektin. Globular adiponektin mengaktivasi pahways proinflamasi NF- κβ dan menginduksi sekresi NO dan sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan TNF-α. Adiponektin HMW ditemukan mengaktivasi NF-ƙβ yang akan menginduksi sekresi IL-6, sedangkan adiponektin LMW ditemukan menurunkan sekresi IL-6. (Ahima, 2006; Peterlin et al, 2008) II.4 Hubungan Adiponektin dengan Nyeri Kepala Hubungan adiponektin dengan nyeri kepala hanya ditemukan pada penelitian Peterlin dkk. (2008), yang menemukan bahwa kadar total adiponektin ditemukan lebih tinggi pada kelompok pasien dengan CDH (10,1±4,0 μg/ml) dibandingkan pasien dengan migren episodik (8,6±3,5 μg/ml) dan kontrol (7,5±4,0 μg/ml) (p=0,024). Kadar adiponektin HMW ditemukan lebih tinggi pada CDH (6,1±2,8 μg/ml) dibandingkan migren episodik (4,2±1,7 μg/ml) dan kontrol (3,9±1,5 μg/ml) (p=0,003), serta kadar adiponektin MMW juga ditemukan lebih tinggi pada CDH (2,0±1,2 μg/ml) dibandingkan migren episodik (1,5±0,7 μg/ml) dan kontrol (1,1±0,4 μg/ml) (p=0,009). Tetapi tidak ditemukan perbedaan yang bermakana dari adiponektin LMW pada CDH, migren atau kontrol (P =0,22). Sehingga diduga terdapat efek pro-inflamasi dari adiponektin pada nyeri kepala yang kronik. (Peterlin et al., 2008)
21 Aktivitas biologi adiponektin bergantung pada struktur kompleks oligomernya. Berdasarkan penelitian in vitro, telah ditemukan bahwa adiponektin HMW mengaktivasi pathways NF-ƙβ dan selanjutnya menginduksi sekresi IL-6. Nuclear factor-ƙβ dan IL-6 diketahui memiliki implikasi pada inflamasi neurogenik pada migren. Pada penelitian in vitro lainnya, juga menemukan bahwa kadar gad 10 µg/ml dapat mengakibatkan peningkatan aktivasi NF-ƙβ sebesar 13,6 kali dibandingkan adiponektin HMW, dan aktivasi NF-ƙβ ini menginduksi ekspresi dari berbagai pro-inflamasi dan adhesion molecule genes. (Haugen et al, 2007; Peterin et al., 2007; Tomizawa et al., 2008) Adiponektin baik dalam bentuk gad dan fad juga telah ditemukan dapat meningkatkan produksi NO, dan NO berperan dalam meningkatkan sensitisasi sentral pada patofisiologi nyeri kepala primer, termasuk migren dan TTH kronik. (Ashina et al, 2000; Jensen, 2001; Peterlin et al, 2007; Sjahrir, 2008) Pendapat lain mengenai hubungan adiponektin terhadap nyeri kepala adalah, bahwa adipokines seperti TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8 yang merupakan proinflamasi, ditemukan meningkat pada obesitas, sedangkan kadar adiponektin yang disekresikan dari sel adiposit ditemukan menurun pada subjek dengan obesitas, sehingga diduga efek adiponektin sebagai anti-inflamasi pada individu obesitas menjadi terbatas. (Aprahamian et al., 2011; Assaad, 2007; Peterlin et al., 2007). Pada penelitian yang lain, telah ditemukan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya headache chronification. (Scher et al., 2008)
22 II.5. Kerangka Teori Sel Adiposit Assaad (2007): Adiponektin merupakan protein dengan 244 asam amino yang disekresikan dari sel adiposit Peterlin et al. (2007): Level adiponektin didalam sirkulasi ditemukan menurun pada obesitas Adiponektin Obesitas Peterlin et al. (2007): Adiponektin HMW mengaktivasi pathways NF-kB dan menginduksi sekresi IL-6, sedangkan adiponektin LMW menginhibisi sekresi IL-6 Haugen dkk (2007) dan Tomizawa dkk (2008): Adiponektin HMW dan gad meningkatkan aktivasi NF- ƙβ Peterlin et al. (2007): Adiponektin baik dalam bentuk gad dan fad meningkatkan produksi NO Aprahamian et al. ( 2011): TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8 ditemukan meningkat pada obesitas Scher et al. (2008): Obesitas merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya headache chronification Proinflamasi dan Sitokin Peterlin et al. (2007): NF-kB dan IL-6 memiliki implikasi pada inflamasi neurogenik pada migren Peterlin et al. (2008): kadar total adiponektin, HMW dan MMW ditemukan lebih tinggi pada CDH dibandingkan migren episodik dan kontrol Jensen, (2001), Ashina et al. (2008): NO berperan terhadap sensitisasi sentral yang menimbulkan TTH kronik Fernandez-de-las-Penas et al. (2006): ditemukan pelepasan CGRP, subst.p, serotonin, IL-1β, dan TNF-α pada area trigger point yang aktif pada TTH Migren & Tension type headache
23 II.6.Kerangka Konsep Adiponektin OBESITAS PRO-INFLAMASI TNF-α IL-6 NO Migren dan TTH
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 tahun ini bertambah 2 kali lipat. Penderita DM mempunyai resiko terhadap penyakit kardiovaskular 2 sampai 5
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tension-Type Headache (TTH) merupakan satu penyakit dengan. gejala yang sangat beragam, yang diagnosisnya terutama ditegakkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Tension-Type Headache (TTH) merupakan satu penyakit dengan gejala yang sangat beragam, yang diagnosisnya terutama ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan
BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada pria (Karli,2012). Sebagai contoh, 18% wanita memiliki migren sedangkan pria hanya 6%. Wanita
Lebih terperinci1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI
1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan. A. Definisi
Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Menurut International Association Study of Pain (IASP), nyeri adalah bentuk pengalaman emosional, sensasional subjektif, dan tidak menyenangkan yang berpotensi untuk menimbulkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit
Lebih terperincia. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber:
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Definisi Trigeminal neuralgia atau yang dikenal juga dengan nama Tic Douloureux merupakan kelainan pada nervus trigeminus (nervus kranial V) yang ditandai dengan adanya rasa nyeri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan kausanya digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di seluruh daerah kepala batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala. Berdasarkan kausanya digolongkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas secara sederhana diartikan sebagai akumulasi lemak tubuh yang berlebihan atau abnormal dan berisiko menimbulkan berbagai gangguan kesehatan (World Health Organization
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma
3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Data World Heart Organization menunjukkan bahwa
Lebih terperinciPengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional
Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan
Lebih terperinciPendahuluan. Nyeri orofasial, bergantung dari penyebab utamanya, secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis nyeri, yaitu: 1
Bab 1 Pendahuluan Nyeri orofasial, bergantung dari penyebab utamanya, secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis nyeri, yaitu: 1 1. Nyeri musculoskeletal (Musculoskeletal pain) 2.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kontributor utama terjadinya aterosklerosis. Diabetes mellitus merupakan suatu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 adalah insiden kardiovaskuler yang didasari oleh proses aterosklerosis. Peningkatan Agregasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan atau
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Nyeri Nyeri dapat didefinisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan atau potensial terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, diabetes melitus merupakan permasalahan yang harus diperhatikan karena jumlahnya yang terus bertambah. Di Indonesia, jumlah penduduk dengan diabetes melitus
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20
70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada
BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Data umum Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada perempuan, laki-laki sebanyak 53,3%, perempuan 46,7% dengan rerata usia lakilaki 55,38 tahun
Lebih terperinciClinical Science Session Pain
Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN
Lebih terperinciNyeri. dr. Samuel Sembiring 1
Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan
Lebih terperinciBAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang
BAB 2 NYERI Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi
Lebih terperinciGASTROPATI HIPERTENSI PORTAL
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan perubahan kepekaan sistem saraf dan aktivasi dari sistem trigeminal
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. MIGREN II.1.1. Definisi Migren merupakan suatu gangguan neurobiologik yang berkaitan dengan perubahan kepekaan sistem saraf dan aktivasi dari sistem trigeminal vaskular
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obesitas merupakan kelainan metabolisme yang paling sering diderita manusia. Saat ini penderita obesitas di dunia terus meningkat. Penelitian sejak tahun 1990-an menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin pesat secara tidak langsung telah menyebabkan terjadinya pergeseran pola hidup di masyarakat. Kemajuan teknologi dan industri secara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hiperglikemia merupakan manifestasi penyakit diabetes mellitus (DM). Pada saat ini prevalensinya makin meningkat di negara maju. Penyakit ini menempati peringkat empat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Nyeri Kepala Nyeri diartikan sebagai sensasi tidak menyenangkan yang melibatkan emosi dengan atau tanpa kerusakan jaringan(sembulingam, 2006). Menurut Oxford Concise
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,
lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN SEFALGIA
LAPORAN PENDAHULUAN SEFALGIA A. Definisi Sefalgia adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbital sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus uremia (PU) masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada 15%
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan
BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian (Stirban et al., 2012). Merokok telah menjadi gaya hidup tidak sehat hampir di seluruh
Lebih terperinciDasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf
Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis
Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Berdasarkan durasi terjadinya nyeri, nyeri orofasial dapat dibedakan menjadi nyeri orofasial akut serta nyeri orofasial kronis. Nyeri orofasial akut
Lebih terperinciserta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah (Ruan, et al., 2013). Hiperglikemia tidak hanya meningkatkan resiko
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronik yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia akibat gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma metabolik adalah sekumpulan gejala akibat resistensi insulin
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma metabolik adalah sekumpulan gejala akibat resistensi insulin disertai abnormalitas fungsi dan deposisi lemak. Sindroma metabolik menjadi faktor risiko penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia
Lebih terperinciMigrasi Lekosit dan Inflamasi
Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk
Lebih terperinciDasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf
Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan bersifat monoklonal. 1,2 Prevalensi mioma uteri di Amerika serikat sekitar 35-50%. 1
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. meningkat. Di Amerika Serikat angka kejadian SM telah mencapai 39%. SM
B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian obesitas meningkat dan telah mencapai tingkatan epidemi di seluruh dunia. Sejalan dengan itu angka kejadian sindroma metabolik (SM) juga meningkat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri kepala menurut The International Headache Society (IHS-2) 2004
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Migren sebagai nyeri kepala primer Nyeri kepala menurut The International Headache Society (IHS-2) 2004 dibagi atas 2 golongan besar yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Migren adalah nyeri kepala berulang dengan adanya interval bebas gejala
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengaruh Riboflavin pada Migren Migren adalah nyeri kepala berulang dengan adanya interval bebas gejala dan sedikitnya memiliki 3 dari gejala berikut: nyeri perut, mual atau
Lebih terperinciNyeri Kepala pada Tumor Otak Oleh : dr. IGN Purna Putra, Sp.S (K)
Nyeri Kepala pada Tumor Otak Oleh : dr. IGN Purna Putra, Sp.S (K) Prevalensi menunjukkan bahwa 35 90% dari populasi dapat mengalami nyeri kepala setidaknya satu kali dalam hidup kita. Oleh karena itu,
Lebih terperinciBIOPSIKOLOGI Unita Werdi Rahaeng ANATOMI SISTEM SARAF DAN OTAK
BIOPSIKOLOGI Unita Werdi Rahaeng www.unita.lecture.ub.ac.id ANATOMI SISTEM SARAF DAN OTAK SISTEM SARAF Pusat kontrol seluruh aktivitas tubuh Repon dan adaptasi perubahan yang terjadi di dalam dan di luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai dengan peradangan pada sinovium, terutama sendi sendi kecil dan seringkali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit menjadi penyakit endemis di negara-negara tropis, salah penyertanya
Lebih terperinciBAHAN AJAR I TENSION HEADACHE
1 BAHAN AJAR I TENSION HEADACHE Nama Mata Kuliah/Bobot SKS Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Level Kompetensi Alokasi Waktu : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS : area kompetensi 5: landasan ilmiah
Lebih terperinciGAMBARAN NYERI KEPALA PERI IKTAL PADA PENDERITA EPILEPSI YANG. BEROBAT DI POLIKLINIK SARAF RS. DR. M. DJAMIL PADANG Meiti Frida
GAMBARAN NYERI KEPALA PERI IKTAL PADA PENDERITA EPILEPSI YANG ABSTRAK BEROBAT DI POLIKLINIK SARAF RS. DR. M. DJAMIL PADANG Meiti Frida LATAR BELAKANG Epilepsi seringkali disertai oleh penyakit yang menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,
Lebih terperinciABSTRAK... 1 ABSTRACT
DAFTAR ISI ABSTRAK... 1 ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR SINGKATAN... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari
5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat kemoterapi vinkristin Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari tanaman Vinca Rosea yang memiliki anti kanker yang diberikan secara intravena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. orang pada tahun 2030 (Patel et al., 2012). World Health Organization (WHO)
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit dengan insidensi yang cukup tinggi di masyarakat. Saat ini diperkirakan 170 juta orang di dunia menderita DM dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. NYERI PUNGGUNG BAWAH II.1.1. Definisi Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya.
Lebih terperinciFAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS
FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang
Lebih terperinciReaksi Biomolekular Kompleks Dibalik Simple Healthy life style sebagai Upaya Preventif dan Rehabilitatif pada Obesitas
Reaksi Biomolekular Kompleks Dibalik Simple Healthy life style sebagai Upaya Preventif dan Rehabilitatif pada Obesitas Firman Adi Prasetyo * Mahasiswa Semester VI Fakultas Kedokteran UNS Solo A. PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah suatu keadaan dimana terdapat akumulasi lemak secara berlebihan. Obesitas merupakan faktor risiko dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi, sindrom
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan respon normal dalam menghadapi stres, namun sebagian orang dapat mengalami kecemasan yang berlebihan sehingga mengalami kesulitan dalam mengatasinya.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana terjadi produksi urin
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global,
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global, jumlah penderita DM
Lebih terperinciDIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen
DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dua jenis yaitu nyeri fisiologis dan nyeri patologis, pada nyeri sensor normal
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Nyeri merupakan pengalaman tidak menyenangkan baik sensori maupun emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan
Lebih terperinci2.1. Definisi dan Kriteria Diagnosis Migren
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Kriteria Diagnosis Migren Sakit kepala merupakan keluhan yang sangat umum pada anak. 6 Sakit kepala termasuk migren adalah alasan yang paling sering pada anak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. selain kelainan vaskular ( Junaidi, 2011). Terdapat dua macam stroke,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah sindrom klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal maupun global dengan gejala yang berlangsung selama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Estrogen adalah hormon steroid karbon 18 yang terdiri dari. estron(e1), estradiol (E2), dan estriol (E3).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1.Hormon Seksual Wanita II.1.1. Estrogen dan Progesteron Estrogen adalah hormon steroid karbon 18 yang terdiri dari estron(e1), estradiol (E2), dan estriol (E3). Steroid secara
Lebih terperinciBAB 2 DEFINISI GAG REFLEX. Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral
BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX 2.1 Definisi Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral radiography, gagging merupakan salah satu masalah terbanyak. Gagging yang juga sering disebut gag
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari
14 BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tantangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat mengakibatkan stres pada manusia(garciá et al., 2008). Organ yang berperan penting dalam respon terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan. endometrium yang mencapai rongga peritoneal.
BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian. Endometriosis merupakan penyakit yang timbul pada 10% wanita reproduktif dan memiliki gejala nyeri pelvis, dismenorea, dan infertilitas. 1 Endometriosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebiasaan merokok dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit seperti kanker paru dan tumor ganas lainnya, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), dan kardiovaskular.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di
Lebih terperinciDi seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi rokok sudah menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat di seluruh dunia. Menurut laporan WHO yang ditulis dalam Tobacco Atlas tahun 2012, konsumsi rokok terus
Lebih terperinciI. Pendahuluan. suatu gejala yang sebagian besar dipicu oleh adanya Coronary Heart. arteri koroner yang merupakan produk dari coronary artery disease
1 I. Pendahuluan a. Latar Belakang Angina pectoris adalah rasa nyeri di bagian dada dan merupakan suatu gejala yang sebagian besar dipicu oleh adanya Coronary Heart Disease (CHD). Coronary heart disease
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja
Lebih terperinciSISTEM SARAF MANUSIA
SISTEM SARAF MANUSIA skema sistem saraf manusia m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti SEL SARAF Struktur sel saraf neuron: Badan sel, Dendrit Akson Struktur
Lebih terperinciEFEK METABOLIK TELMISARTAN PADA PASIEN DIABETES-HIPERTENSI. Augusta L.Arifin
EFEK METABOLIK TELMISARTAN PADA PASIEN DIABETES-HIPERTENSI Augusta L.Arifin Sub Bagian Endokrinologi & Metabolisme Bagian/UPF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD / RSUP dr Hasan Sadikin Bandung
Lebih terperinci2. proses pada perjalanan nyeri yang paling berperan dalam terjadinya nyeri pada pasien ini adalah
Seorang pasien, laki2 57 th, dtg ke poliklinik dengan keluhan nyeri pd daerah lutu yang dialami sejak setahun yang lalu, kadang membengkak, nyeri terus menerus, terutama bila berjalan agak jauh. Riwayat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Preeklampsia merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia 2.1.1 Definisi Preeklampsia merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai wanita hamil dengan usia kehamilan > 20 minggu dengan tanda yang utama berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes tipe 2 merupakan kelainan heterogen yang ditandai dengan menurunnya kerja insulin secara progresif (resistensi insulin), yang diikuti dengan ketidakmampuan
Lebih terperinci