BAB I PENDAHULUAN. Tension-Type Headache (TTH) merupakan satu penyakit dengan. gejala yang sangat beragam, yang diagnosisnya terutama ditegakkan
|
|
- Yuliana Makmur
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Tension-Type Headache (TTH) merupakan satu penyakit dengan gejala yang sangat beragam, yang diagnosisnya terutama ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan adanya jenis nyeri kepala lainnya seperti migren. Nyeri kepala ini tidak memiliki karakteristik tertentu kecuali adanya nyeri. Istilah TTH pertama kali digunakan oleh the Classification Committee of the International Headache Society untuk penamaan nyeri kepala dengan dasar patogenesis yang belum jelas, walaupun menunjukkan kemungkinan adanya peranan ketegangan mental atau otot (Furnal dan Schoenen, 2008). Frequent ETTH dan CTTH disebabkan oleh kombinasi genetik dan faktor lingkungan, sedangkan penyebab utama infrequent ETTH adalah faktor lingkungan (Russell, 2007). Tension- Type Headache merupakan salah satu tipe nyeri kepala yang sangat sulit didiagnosis. Masih menjadi tanda tanya apakah TTH merupakan penyakit tunggal atau lebih merupakan suatu sindroma. Banyak penyakit dari bidang ilmu kedokteran misalnya pengaruh gas lingkungan, konflik psikis maupun kelainan pada leher dapat menyerupai TTH (Sjaastad, 2011). Tension-Type Headache kronik adalah satu jenis nyeri kepala primer yang paling umum dan menjadi masalah kesehatan dan sosial ekonomi yang penting (Ashina, 2004). Berdasarkan frekuensinya, International Headache Society membedakan 3 bentuk TTH yaitu : 1.
2 TTH episodik infrekuen (nyeri kepala <12 hari/ tahun); 2. TTH episodik frekuen ( hari/ tahun); dan 3. TTH kronik ( >180 hari/ tahun). Tension-Type Headache kronik berbeda dari bentuk episodik, tidak hanya dalam frekuensinya, namun juga pada patofisiologi, kurangnya respon terhadap strategi terapi, pemakaian obat yang berlebihan (medication overuse), disabilitas yang lebih besar dan biaya yang lebih tinggi (Bendtsen, 2009). Prevalensi seumur hidup TTH episodik bervariasi antara 13-66%, dan TTH kronik antara 1-3%. Suatu penelitian di Jerman menemukan prevalensi TTH kronik 2.6%, wanita lebih banyak daripada pria, dengan prevalensi tertinggi pada umur tahun. Sekitar 20% dari penderita ini mencari pertolongan medis (Yan, 2012). Di Denmark, prevalensi TTH episodik 74%, TTH kronik 3%, migren 10% dan drug-induced headace 2% (Jensen, 2001). Secara global 46% populasi dewasa diperkirakan menderita nyeri kepala aktif, 11% migren, 42% TTH dan 3% chronic daily headache (Stovner, 2011). Secara definisi, TTH kronik terjadi bila nyeri berlangsung sedikitnya 15 hari dalam 1 bulan, selama 6 bulan, meskipun pada praktik klinis biasanya terjadi setiap hari atau hampir setiap hari, dengan karakteristik nyeri kepala bilateral, bersifat menekan atau mengikat dengan intensitas ringan hingga sedang. Tidak seperti migren, nyeri kepala ini tidak diperberat oleh aktifitas fisik, dan tidak berhubungan dengan muntah. Namun penderita dapat mengalami nausea, mialgia dan artralgia, kesulitan untuk memulai dan mempertahankan tidur, fatigue kronik,
3 carbohydrate craving, penurunan libido, iritabilitas serta gangguan memori dan konsentrasi. Oleh karenanya, gangguan ini mirip dengan gejala depresi, namun pada TTH kronik tidak dijumpai anhedonia, lebih jarang dijumpai gangguan mood dan keluhan utamanya adalah nyeri kepala (Solomon, 2002). Beberapa mekanisme terlibat dalam patofisiologi TTH kronik, termasuk mekanisme perifer, mekanisme sentral, perbedaan dalam biokimia, faktor muskular dan faktor mekanik. Oleh karena ketegangan pada otot-otot wajah, kepala dan kulit kepala sangat menonjol pada keadaan ini, faktor muskular biasanya yang pertama kali ditelaah ketika meneliti patofisiologi nyeri kepala kronik. Ternyata aktifitas otot memang sedikit lebih tinggi dibandingkan pada penderita migren. Tension-Type Headache kronis, begitu juga jenis episodik dikarakteristikkan dengan nyeri (tenderness) pada otot wajah, kepala dan kulit kepala, dimana nyeri tersebut berkorelasi positif dengan frekuensi dan intensitas nyeri kepala. Selanjutnya, dijumpai nyeri pada tendon-tendon di wajah dan kepala. Tidak hanya nyeri bila disentuh, namun juga keras (Jensen, 2001). Perkembangan dalam neurobiologi molekuler dalam nyeri dan peningkatan jumlah studi mengenai TTH telah menambah pengetahuan mengenai mekanisme yang mendasari nyeri kepala kronik. Bukti-bukti eksperimental menunjukkan sensitisasi sentral, yaitu peningkatan eksitabilitas neuron di sistem saraf pusat yang dihasilkan oleh adanya input nosiseptif yang memanjang dari jaringan miofasial perikranial, memainkan peranan penting dalam patofisiologi nyeri kronik dan TTH
4 kronik. Selanjutnya, penemuan neurotransmitter dan neuromodulator, seperti : nitric oxide (NO), calcitonin gene-related peptide (CGRP), substansi P (SP), neuropeptida Y (NPY) dan vasoactive intestinal polypeptide (VIP) yang terlibat dalam proses nyeri telah memberikan pandangan baru bagi pemahaman kita mengenai aspek biologi nyeri kepala kronis (Ashina, 2007). Sejumlah studi juga telah meneliti kadar sitokin dalam darah dalam hubungannya dengan nyeri kepala, mayoritas pada migren. Sitokin proinflamasi, interleukin (IL)-1β dan Tumor Necrosis Factor (TNF)-α paling banyak diteliti dan kadarnya dalam saat serangan ditemukan bervarisi, meningkat atau tidak berubah. Bo dkk meneliti kadar sitokin dalam cairan serebrospinal (CSS) penderita nyeri kepala dan menemukan bahwa dijumpai peningkatan kadar IL-1, TGF-b1 (transforming growth factor-b1), dan MCP-1 (monocyte chemoattractant protein-1) pada TTH episodik dan migren dibandingkan kontrol, dan adanya perbedaan yang signifikan pada MCP-1 antara nyeri kepala servikogenik dan migren tanpa aura. Monocyte Chemoattractant Protein -1 intratekal berkorelasi dengan IL-1, IL-10 dan TGF-b1 pada TTH episodik, dan MCP-1 dengan IL-10 pada migren dengan aura (Bo, Davidsen, Gilbrandsen, 2008). Kocer menemukan adanya peningkatan kadar IL-6 pada penderita TTH episodik dan kronik dibandingkan kontrol. Oleh karenanya mereka meyakini bahwa IL-6 terlibat dalam induksi nyeri atau mekanisme inflamasi pada TTH (Kocer, Memisogullari, Domac, Ilhan, Kocer, Okuyucu, et.al, 2010).
5 Studi oleh Rozen menemukan adanya peningkatan kadar TNF-α pada CSS penderita new daily persistent headache (NDPH) dan migren, namun tidak dalam serum. Tumor Necrosis Factor -α adalah suatu sitokin pro-inflamasi yang terlibat dalam aktifitas imunitas dan inflamasi otak, begitu juga dalam inisiasi nyeri. Dari penelitian terdahulu dijumpai sekitar 30% penderita NDPH mengalami nyeri kepala setelah mengalami infeksi atau penyakit, kemungkinan adanya kondisi persisten dari inflamasi sistemik atau sistem saraf pusat menjadi pertanyaan. Peningkatan kadar TNF-α yang dijumpai pada hampir seluruh penderita NDPH pada penelitian Rozen, menunjukkan adanya peran TNF-α pada patogenesis keadaan ini (Rozen, 2010). Peranan faktor miofasial pada TTH telah diteliti dengan pemeriksaan nyeri perikranial (pericranial tenderness) dengan palpasi manual atau deteksi nyeri dan toleransi nilai ambang dengan algometer tekanan (pressure algometer). Pericranial tenderness meningkat selama masa bebas nyeri dan selanjutnya meningkat bila nyeri kepala muncul pada kebanyakan penderita TTH (Jensen, 1995). Nilai ambang (threshold) nyeri tekan pada pemeriksaan dengan algometer menurun pada kebanyakan penderita TTH kronik dibandingkan kontrol, tapi perbedaan ini kurang nyata dibandingkan nilai ambang nyeri tekan pada palpasi manual. Pada penderita TTH episodik, nilai ambang nyeri tekan pada lokasi sefalik tidak berbeda dibandingkan kontrol yang sehat. Nilai ambang nyeri tekan pada penderita TTH kronik juga abnormal pada lokasi ekstrasefalik, misalnya di tendon Achilles, otot paravertebral
6 atau di jari-jari. Nilai ambang nyeri tekan juga lebih rendah di kranium dibandingkan di ekstremitas, yang mungkin menjelaskan mengapa reduksi umum dari ambang nyeri (peningkatan sensitifitas) dapat menyebabkan nyeri kepala tanpa nyeri pada bagian tubuh yang lain (Schoenen, Gerard, De Pasqua, Sianrd-Gainko, 1999). Edwards meneliti mengenai hubungan nyeri akut yang sangat berat (catastrophizing pain) dengan respons IL-6 dan menemukan hubungan yang sangat kuat antara IL-6 dengan reaktifitas IL-6 yang lebih tinggi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa respons kognitif dan emosional selama mengalami nyeri dapat membentuk respons sistem imun proinflamasi terhadap stimulasi nyeri (noxious stimulation) (Edwards, Holden, Felitti, Anda, 2003). Penelitian oleh Backonja, 2008, juga menemukan adanya peningkatan level reseptor TNF pada darah dan CSS, juga adanya peningkatan kadar IL-1β pada CSS yang berhubungan dengan intensitas nyeri, sementara IL-10 berhubungan terbalik dengan gejala nyeri. Ketidakseimbangan antara sitokin pro dan anti-inflamasi tampaknya merupakan gambaran relevan yang berkontribusi terhadap menetapnya nyeri kronik (Backonja, Coe, Muller, Schell, 2008). Peranan faktor psikologis dalam nyeri kepala telah lama menjadi fokus penelitian. Banyak studi menunjukkan bahwa penderita dengan nyeri kepala primer, khususnya migren menunjukkan beberapa abnormalitas psikologik. Sejumlah studi telah mempelajari struktur kepribadian penderita dengan nyeri kepala primer, dan ditemukan bahwa
7 penderita tersebut mengalami ansietas ringan dan depresi, relatif terhadap waktu bebas nyeri kepalanya. Namun, lebih sedikit penjelasan pada literatur mengenai karakter kepribadian pada penderita nyeri kepala kronik tipe tegang. Studi oleh Chen menunjukkan bahwa tingginya skor Zuckerman-Kuhlman Personality Questionnaire (ZKPG) untuk ansietasneurotik dan depresi berhubungan dengan TTH kronik (Chen dan Smith, 2012). Efek TTH pada individu termasuk penderitaan fisik, hilangnya kualitas hidup dan efek ekonomi, namun hal ini sulit untuk dikuantifikasi. Menurut Lipton (2000), TTH kronik memiliki efek negatif pada kehidupan emosional, dimana dijumpai terganggu 7x lipat pada seluruh subskala survei kualitas hidup dibandingkan dengan kontrol (Jensen dan Stovner, 2008). Beberapa peneliti telah melaporkan peningkatan skor skala depresi pada penderita dengan TTH kronik, namun tidak depresi yang nyata/ jelas (overt), meskipun sulit untuk menentukan apakah mood depresif bersifat primer atau sekunder pada penderita-penderita ini (Furnal dan Schoenen, 2008). Namun, penemuan bahwa penderita yang nyeri kepala dan mengalami depresi lebih rentan terhadap nyeri kepala yang diinduksi stresor laboratorik (Janke, Holroyd, Romanek, 2004). Penelitian terdahulu telah menemukan hubungan yang positif antara beberapa sitokin dengan beberapa tipe nyeri kepala. Sayangnya sebagian besar pengukuran kadar sitokin dilakukan pada CSS, yang relatif menyulitkan apabila dilakukan secara rutin dalam praktek sehari-
8 hari. Belum pernah diteliti hubungan antara kadar IL-1, IL-6 dan TNF-α secara bersama-sama di dalam serum pada penderita TTH kronik. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perubahan kadar serum TNF-α, IL-1, IL-6 pada kelompok yang diberikan Amitriptilin dan kelompok yang diberikan Deksketoprofen serta korelasinya dengan tingkat intensitas nyeri pada penderita TTH kronik Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan perubahan kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 pada serum penderita TTH kronik setelah pemberian Amitriptilin dengan setelah pemberian Deksketoprofen? 2. Berapakah rerata kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 pada serum penderita TTH kronik? 3. Apakah terdapat hubungan antara kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 serum dengan tingkat intensitas nyeri pada penderita TTH kronik? 4. Apakah terjadi perubahan kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 pada serum penderita TTH kronik setelah pemberian Amitriptilin? 5. Apakah terjadi perubahan kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 pada serum penderita TTH kronik setelah pemberian Deksketoprofen?
9 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui perubahan kadar kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 serum setelah pemberian Amitriptilin atau Deksketoprofen, serta hubungan antara kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 serum dengan tingkat intensitas nyeri pada penderita TTH kronik Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui perbedaan perubahan kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 pada serum penderita TTH kronik pada kelompok yang mendapat terapi Amitriptilin dengan kelompok yang mendapat terapi Deksketoprofen 2. Untuk mengetahui rerata kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 serum pada penderita TTH kronik. 3. Untuk mengetahui hubungan kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 serum dengan tingkat intensitas nyeri pada penderita TTH kronik. 4. Untuk mengetahui perubahan kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 serum setelah pemberian Amitriptilin pada penderita TTH kronik. 5. Untuk mengetahui perubahan kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 serum setelah pemberian Deksketoprofen pada penderita TTH kronik Pertanyaan Penelitian 1. Apakah terdapat perbedaan perubahan kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 pada serum penderita TTH kronik pada kelompok yang mendapat
10 terapi Amitriptilin dengan kelompok yang mendapat terapi Deksketoprofen? 2. Berapakah rerata kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 pada serum penderita TTH kronik? 3. Apakah terdapat hubungan antara kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 serum dengan tingkat intensitas nyeri pada penderita TTH kronik? 4. Apakah terjadi perubahan kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 pada serum penderita TTH kronik setelah pemberian Amitriptilin? 5. Apakah terjadi perubahan kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 pada serum penderita TTH kronik setelah pemberian Deksketoprofen? 1.5. Hipotesis 1. Terdapat perbedaan perubahan kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 pada serum penderita TTH kronik antara kelompok yang mendapat terapi Amitriptilin dengan kelompok yang mendapat terapi Deksketoprofen. 2. Semakin tinggi kadar TNF-α serum, semakin tinggi intensitas nyeri, pada penderita TTH kronik. 3. Semakin tinggi kadar IL-1 serum, semakin tinggi intensitas nyeri, pada penderita TTH kronik. 4. Semakin tinggi kadar IL-6 serum, semakin tinggi intensitas nyeri, pada penderita TTH kronik. 5. Kadar TNF-α serum pada penderita TTH kronik akan menurun pada kelompok yang mendapat terapi Amitriptilin.
11 6. Kadar IL-1 serum pada penderita TTH kronik akan menurun pada kelompok yang mendapat terapi Amitriptilin. 7. Kadar IL-6 serum pada penderita TTH kronik akan menurun pada kelompok yang mendapat terapi Amitriptilin. 8. Kadar TNF-α serum pada penderita TTH kronik akan menurun pada kelompok yang mendapat terapi Deksketoprofen. 9. Kadar IL-1 serum pada penderita TTH kronik akan menurun pada kelompok yang mendapat terapi Deksketoprofen. 10. Kadar IL-6 serum pada penderita TTH kronik akan menurun pada kelompok yang mendapat terapi Deksketoprofen Manfaat Penelitian Dengan diketahuinya perubahan kadar kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 serum setelah pemberian Amitriptilin atau Deksketoprofen, serta hubungan antara kadar TNF-α, IL-1, dan IL-6 serum dengan tingkat intensitas nyeri pada penderita TTH kronik diharapkan akan bermanfaat untuk hal-hal berikut : Untuk ilmu pengetahuan : agar dapat menambah pemahaman mengenai dasar patofisiologi penyakit TTH kronik dan mengetahui apakah Amitriptilin atau Deksketoprofen bermanfaat pada tata laksana penyakit ini yang lebih efektif dan efisien Untuk klinisi : agar dapat menambah pemahaman tentang patofisiologi penyakit TTH kronik sehingga dapat memberikan pengobatan yang lebih baik terhadap penderita penyakit ini
12 termasuk dengan mengetahui apakah Amitriptilin atau Deksketoprofen bermanfaat pada TTH kronik Untuk masyarakat : agar masyarakat dapat lebih memahami penyakit TTH kronik serta penyulitnya, sehingga dapat mencari pengobatan yang tepat dan efektif Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dari disertasi ini adalah diketahuinya hubungan biomarker ini dengan tingkat intensitas nyeri dan perubahan kadarnya dalam serum pada penderita TTH kronik setelah pemberian Amitriptilin atau Deksketoprofen.
BAHAN AJAR I TENSION HEADACHE
1 BAHAN AJAR I TENSION HEADACHE Nama Mata Kuliah/Bobot SKS Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Level Kompetensi Alokasi Waktu : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS : area kompetensi 5: landasan ilmiah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Setiap tahun sekitar 500.000 penderita kanker serviks baru di
Lebih terperinciSUMMARY. Tension-type headache (TTH) is the most common form of. headache and is causing a high degree of disability.
24 SUMMARY Tension-type headache (TTH) is the most common form of headache and is causing a high degree of disability. Its chronic form, CTTH is one of the most neglected and difficult headaches to treat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai dengan peradangan pada sinovium, terutama sendi sendi kecil dan seringkali
Lebih terperinciNyeri. dr. Samuel Sembiring 1
Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setidaknya pernah mengalami satu kali nyeri kepala dalam satu tahun. Bahkan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri kepala atau headache adalah suatu rasa nyeri atau rasa yang tidak enak pada daerah kepala, termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher (Perdossi, 2013).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun
i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah kelompok kelainan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari
14 BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tantangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat mengakibatkan stres pada manusia(garciá et al., 2008). Organ yang berperan penting dalam respon terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus uremia (PU) masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada 15%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan respon normal dalam menghadapi stres, namun sebagian orang dapat mengalami kecemasan yang berlebihan sehingga mengalami kesulitan dalam mengatasinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema batas tegas ditutupi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata Kering (MK) merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan mata untuk mempertahankan jumlah air mata yang cukup pada permukaan bola mata. MK
Lebih terperincia. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber:
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Definisi Trigeminal neuralgia atau yang dikenal juga dengan nama Tic Douloureux merupakan kelainan pada nervus trigeminus (nervus kranial V) yang ditandai dengan adanya rasa nyeri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan kausanya digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di seluruh daerah kepala batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala. Berdasarkan kausanya digolongkan
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia,
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia, Diperkirakan sekitar 90% manusia pernah mengalami minimal satu kali nyeri kepala berat yang
Lebih terperinciKata kunci:nyeri kepala tipe tegang kronik, kadar magnesium serum. xii ABSTRAK
ABSTRAK KADAR MAGNESIUM SERUM RENDAH SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI KEPALA TIPE TEGANG KRONIK PADA MAHASISWA/MAHASISWI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA Banyak faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas secara sederhana diartikan sebagai akumulasi lemak tubuh yang berlebihan atau abnormal dan berisiko menimbulkan berbagai gangguan kesehatan (World Health Organization
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri kepala atau cephalalgia adalah rasa tidak mengenakkan pada seluruh daerah kepala. Nyeri kepala merupakan salah satu keluhan subjektif yang sering dilaporkan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
16 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Ekstrak buah mahkota dewa digunakan karena latar belakang penggunaan tradisionalnya dalam mengobati penyakit rematik. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan
BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada pria (Karli,2012). Sebagai contoh, 18% wanita memiliki migren sedangkan pria hanya 6%. Wanita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit infeksi kronis yang hingga saat ini masih menimbulkan permasalahan yang bersifat kompleks baik bagi penderita maupun masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki
I. PENDAHULUAN Epilepsi adalah terganggunya aktivitas listrik di otak yang disebabkan oleh beberapa etiologi diantaranya cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, dan tumor otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nyeri pinggang bawah atau dalam istilah medisnya Low Back Pain (LBP)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri pinggang bawah atau dalam istilah medisnya Low Back Pain (LBP) merupakan masalah bagi setiap klinisi dewasa ini. Adapun penyebab dan faktorfaktor risiko
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari dan seringkali dikeluhkan ke dokter. Nyeri kepala. patologis (suatu penyakit) (M.I Widiastuti, 2005).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri kepala merupakan bagian dari pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari dan seringkali dikeluhkan ke dokter. Nyeri kepala diklasifikasikan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Infeksi Toxoplasma gondii (T. gondii) dan Cytomegalovirus (CMV) pada
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Infeksi Toxoplasma gondii (T. gondii) dan Cytomegalovirus (CMV) pada manusia merupakan infeksi yang memberikan efek membahayakan umumnya pada ibu dan anak.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Artritis Reumatoid Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun dengan karakteristik adanya inflamasi kronik pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti
Lebih terperincitumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa
tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa pembukaan mulut (pada umumnya). 8 Pasien dengan sindroma nyeri
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis
Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Berdasarkan durasi terjadinya nyeri, nyeri orofasial dapat dibedakan menjadi nyeri orofasial akut serta nyeri orofasial kronis. Nyeri orofasial akut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menua 2.1.1 Definisi Menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang rentan dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Populasi lanjut usia (lansia) di dunia akan bertambah dengan cepat dibanding penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri kepala atau cephalgia adalah nyeri yang dirasakan di daerah kepala atau merupakan suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah kepala (Goadsby, 2002).
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker. Terhitung 1
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Stroke sebagai penyebab kematian ketiga masih merupakan masalah kesehatan di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker. Terhitung 1 dari 15 orang yang meninggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya populasi kematian usia produktif di banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit yang sering dijumpai pada remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu kelainan yang dapat sembuh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciBAB I. gejala utama nyeri di daerah tulang punggung bagian bawah. 1
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Nyeri punggung bawah (NPB) adalah sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri di daerah tulang punggung bagian bawah. 1 NPB merupakan penyebab tersering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade
Lebih terperinciMenurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut
Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan
Lebih terperinciPenyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio
Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20
70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Adanya kelainan struktural atau fungsional pada ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut sebagai gagal ginjal kronis (Tanto, et al, 2014). Di Amerika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinosinusitis kronik (RSK) merupakan inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya
Lebih terperinciEFEKTIVITAS DAN KENYAMANAN TRANCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS) DALAM MENGURANGI NYERI KRONIK MUSKULOSKELETAL PADA USIA LANJUT
EFEKTIVITAS DAN KENYAMANAN TRANCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS) DALAM MENGURANGI NYERI KRONIK MUSKULOSKELETAL PADA USIA LANJUT SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Penurunan Kognitif pada Infeksi STH. Infeksi cacing dapat mempengaruhi kemampuan kognitif.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mekanisme Penurunan Kognitif pada Infeksi STH Infeksi cacing dapat mempengaruhi kemampuan kognitif. 13 Efek cacing terhadap kognitif dapat terjadi secara langsung maupun tidak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF)
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus telah mencapai epidemi tingkat global. Perkiraan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan aliran nafas yang persisten, bersifat progresif dan berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) diluar kavum uterus. Terutama pada
Lebih terperinciDi Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat.
BAB 1 PENDAHULUAN Epilepsi merupakan suatu gangguan fungsional kronik yang relatif sering terjadi dimana ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya dan membutuhkan biaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cedera saraf tepi dapat diakibatkan oleh proses traumatik misalnya karena
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera saraf tepi dapat diakibatkan oleh proses traumatik misalnya karena kecelakaan, penekanan tumor, pembedahan, maupun proses penyakit seperti diabetes mellitus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis. Keluhan pruritus yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus penyakit ginjal kronis masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis. Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada
Lebih terperinciBAB l PENDAHULUAN. yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya
BAB l PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkat tertentu. Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena beberapa penyakit sistemik dapat bermanifestasi ke rongga mulut (Mays dkk., 2012). Stomatitis aftosa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup.dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa wanita masa menstruasi merupakan masa-masa yang sangat menyiksa. Itu terjadi akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan menstruasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor dengan gejala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum usia 20 minggu kehamilan atau berat janin kurang dari 500 gram (Cunningham et al., 2005). Abortus adalah komplikasi umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Saraf dan Radiologi Rumah Sakit di Kota Yogyakarta,yaitu Rumah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala traumatik merupakan masalah utama kesehatan dan sosial ekonomi di seluruh dunia (Ghajar, 2000; Cole, 2004). Secara global cedera kepala traumatik merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia baik di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit malaria telah menjangkiti 103 negara di dunia. Populasi orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma
3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ansietas 2.1.1. Definisi Kecemasan atau ansietas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu peradangan kronik dari folikel pilosebasea yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas (Siregar, 2013). Gambaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit
Lebih terperinciPendahuluan. Bab Pengertian
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Pengertian Nyeri dento alveolar yang bersifat neuropatik merupakan salah satu kondisi nyeri orofasial dengan penyebab yang hingga saat ini belum dapat dipahami secara komprehensif.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan penyakit kronik tidak menular yang paling sering dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri berkorelasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia
Lebih terperinciIMPLEMENTASI SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA PENYAKIT SAKIT KEPALA DENGAN MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING
IMPLEMENTASI SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA PENYAKIT SAKIT KEPALA DENGAN MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING Dahlan Abdullah, Muslem Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak dengan penyakit kronis lebih rentan mengalami gangguan psikososial dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit neurologi seperti
Lebih terperinci