Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan"

Transkripsi

1 25Oktober2013 PenilaianPerforma PengelolaanPerikanan menggunakanindikatoreafm KabupatenKonaweSelatan,KabupatenKonawe, KabupatenButonUtaradanKabupatenWakatobi HALILI UNIVERSITAS HALUOLEO

2 DaftarIsi 1 Pendahuluan Latar Belakang Tujuan dan Manfaat Studi Sekilas Kondisi Perikanan Perikanan Kabupaten Konawe Selatan Perikanan Kabupaten Konawe Perikanan Kabupaten Buton Utara Perikanan Kabupaten Wakatobi Metode Penilaian Performa Indikator EAFM Pengumpulan data Analisa Komposit Analisis Tematik Pengelolaan Perikanan Perikanan Kabupaten Konawe Selatan Domain Habitat Domain Sumberdaya Ikan Domain Teknologi Penangkapan Ikan Domain Sosial Domain Ekonomi... Error! Bookmark not defined Domain Kelembagaan Perikanan Kabupaten Konawe Domain Habitat Domain Sumberdaya Ikan... Error! Bookmark not defined Domain Teknologi Penangkapan Ikan... Error! Bookmark not defined Domain Sosial... Error! Bookmark not defined Domain Ekonomi... Error! Bookmark not defined Domain Kelembagaan... Error! Bookmark not defined. 4.3 Perikanan Kabupaten Buton Utara Domain Habitat Domain Sumberdaya Ikan Domain Teknologi Penangkapan Ikan Domain Sosial Domain Ekonomi

3 4.3.6 Domain Kelembagaan Perikanan Kabupaten Wakatobi Domain Habitat Domain Sumberdaya Ikan Domain Teknologi Penangkapan Ikan Domain Sosial Domain Ekonomi Domain Kelembagaan Analisis Komposit Pengelolaan Perikanan Analisa menggunakan sistem Flag Perikanan Kabupaten Konawe Selatan Perikanan Kabupaten Konawe Perikanan Kabupaten Buton Utara Perikanan Kabupaten Wakatobi Analisa menggunakan sistem Flag dan Koneksitas Perikanan Kabupaten Konawe Selatan Perikanan Kabupaten Konawe Perikanan Kabupaten Buton Utara Perikanan Kabupaten Wakatobi Pembahasan Metode dan analisa indikator EAFM yang digunakan Performa perikanan yang dikaji Perikanan Kabupaten Konawe Selatan Perikanan Kabupaten Konawe Perikanan Kabupaten Buton Utara Perikanan Kabupaten Wakatobi Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Metode dan analisa indikator EAFM Pengelolaan perikanan dari hasil kajian EAFM Rekomendasi Metode dan analisa indikator EAFM Pengelolaan perikanan dari hasil kajian EAFM

4 8 Referensi Lampiran Lampiran 1. Tabel hasil analisis domain habitat Lampiran 2. Tabel hasil analisis domain sumberdaya ikan Lampiran 3. Tabel hasil analisis domain teknologi penangkapan Lampiran 4. Tabel hasil analisis domain sosial Lampiran 5. Tabel hasil analisis domain ekonomi Lampiran 6. Tabel hasil analisis domain Kelembagaan

5 1 Pendahuluan 1.1 LatarBelakang Pengelolaan perikanan merupakan sebuah kewajiban seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang No 31/2004 yang ditegaskan kembali pada perbaikan undang-undang tersebut yaitu pada Undang-Undang No 45/2009. Dalam konteksadopsihukumtersebut,pengelolaanperikanandidefinisikansebagaisemua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan-peraturan perundangundangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairandantujuanyangtelahdisepakati. Secaraalamiah,pengelolaansistemperikanantidakdapatdilepaskandaritiga dimensi yang tidak terpisahkan satu sama lain yaitu (1) dimensi sumberdaya perikanandanekosistemnya;(2)dimensipemanfaatansumberdayaperikananuntuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat; dan (3) dimensi kebijakan perikanan itu sendiri(charles,2001).terkaitdengantigadimensitersebut,pengelolaanperikanan saatinimasihbelum mempertimbangkankeseimbanganketigadimensitersebut,di mana kepentingan pemanfaatan untuk kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dirasakan lebih besar dibanding dengan misalnya kesehatan ekosistemnya. Dengan kata lain, pendekatan yang dilakukan masih parsial belum terintegrasi dalam kerangka dinamika ekosistem yang menjadi wadah dari sumberdaya ikan sebagai target pengelolaan. Dalam konteks ini lah, pendekatan terintegrasi melalui pendekatan ekosistem terhadap pengelolaan perikanan (ecosystem approach to fisheriesmanagement,selanjutnyadisingkateafm)menjadisangatpenting. FAO(2003)mendefinisikanEcosystemApproachtoFisheries(EAF)sebagai an ecosystem approach to fisheries strives to balance diverse societal objectives, by taking account of the knowledge and uncertainties about biotic, abiotic and human componentsofecosystemsandtheirinteractionsandapplyinganintegratedapproach to fisheries within ecologically meaningful boundaries. Mengacu pada definisi tersebut, secara sederhana EAF dapat dipahami sebagai sebuah konsep bagaimana

6 menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan (kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumberdaya ikan, dll) dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan, informasi dan ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaanperikananyangterpadu,komprehensifdanberkelanjutan. Implementasi EAFM memerlukan perangkat indikator yang dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi mengenai sejauh mana pengelolaan perikanan sudah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan berbasis ekosistem. Selanjutnya. Dalam konteks ini, beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam implementasi pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan (EAF) antara lain adalah (1) perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh ekosistem; (2) interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga; (3 perangkat pengelolaan sebaiknya compatible untuk semua distribusi sumberdaya ikan; (4) prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilankeputusanpengelolaanperikanan;(5)tatakelolaperikananmencakup kepentingansistemekologidansistemmanusia(fao,2003). WilayahPropinsiSulawesiTenggaramemilikiluaswilayah153,019Km 2 yang meliputiluasdaratanseluas38.140km²(28%)danperairanlautseluas km (72%) dengan garis pantai sepanjang km, 542 pulau dan 115 pulau diantaranya telah berpenduduk dan sisanya belum dihuni penduduk (Biro Pemerintahan Sultra, 2010) serta 71 Teluk (Mitra Bahari, 2010). Kawasan ini memilikikeanekaragamansumberdayahayatimaupunnonhayatiyangcukupbesar sepertiperikanan,mangrove,terumbukarang(coralreefs),padanglamun(seagrass beds), rumput laut, mangrove, ikan, krustasea, mollusca, sumberdaya mineral dan potensipariwisatayangbelumbanyakdikelolasecaraoptimal. Sulawesi Tenggara dikaruniai dengan ekosistem perairan tropis memiliki karakterstik dinamika sumberdaya perairan, termasuk di dalamnya sumberdaya ikan, yang tinggi. Tingginya dinamika sumberdaya ikan ini tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem tropis (tropical ecosystem complexities yang telah menjadi salahsatuciridariekosistemtropis.dalamkonteksini,pengelolaanperikananyang tujuan ultimatnya adalah memberikan manfaat sosial ekonomi yang optimal bagi

7 masyarakat tidak dapat dilepaskan dari dinamika ekosistem yang menjadi media hidup bagi sumberdaya ikan itu sendiri. Gracia and Cochrane (2005) memberikan gambaran model sederhana dari kompleksitas sumberdaya ikan sehingga membuat pendekatanterpaduberbasisekosistemmenjadisangatpenting. Perairan laut Sulawesi Tenggara memiliki potensi sumberdaya ikan sebesar ton/tahun, yang telah dikelola sampai saat ini mencapai 15,41% atau sebesar ton(dkpsultra,2011)potensisumberdayaikanprovinsisulawesi Tenggara tersebut berada pada WPP 713 dan 714 meliputi wilayah perairan laut pengelolaan sumberdaya ikan di laut Flores dan selat Makasar, namun daerah penangkapan ikan dapat mencakup LautBanda, laut Arafuru, laut Seram dan Teluk Bone. Potensi sumberdaya ikan tersebut terdiri dari beberapa jenis ikan ekonomis pentingantaralainikantuna,cakalang,kerapu,layangtembang,lobster,ikankarang danlainnya.padawilayahpengelolaantangkapsepertidilautflores-selatmakassar danlautbanda,terdapatbeberapajenisikanyangpemanfaatannyatelahmelampaui potensilestarinyasehinggadiperlukanpengaturanpengelolaanditingkatpemerintah Daerah.NelayanSulawesiTenggaraumumnyamasihbersifattradisionaldanmereka menangkap ikan pada daerah terbatas, pada daerah pantai (<4 mil) dengan menggunakan alat tangkap yang sederhana dan armada penangkapan didominasi perahujukungdanperahutanpamotor. Kapal atau perahu merupakan salah satu sarana yang dipergunakan dalam kegiatan penangkapan ikan di perairan laut. Sebagian besar kapal perikanan yang digunakanadalahjeniskapaldenganmotortempeldanperahutanpamotor. Keragaan armada perikanan tangkap yang digunakan nelayan Sulawesi Tenggara menunjukkan jumlah armada tangkap jenis Perahu Tanpa Motor (PTM) sebanyak4.956unitmotortempelsebanyak15.280unitdankapalmotorsebanyak 3.121unit(DKPProv.Sultra,2011). Keragaan armada penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan mengindikasikan nelayan tergolong nelayan tradisional, dimana perahu motor temple sangat banyak mendominasi. Sedang armada kapal motor pada umumnya berkapasitas di bawah GT. Hal ini berarti daya jangkau nelayan sangat terbatas dalammencaridanmenemukandaerahpenangkapan(fishingground)yangpotensial dengan kata lain wilayah penagkapan masih terkonsentrasi pada perairan pesisir

8 yangselamainitelahmengalamitekananpemanfaatan.disisilainpotensiperikanan padabeberapafishingground,sepertilautbanda,lautflores,telukbonedanlain lain sangat prospek terutama perikanan pelagis besar yang bernilai ekonomis penting. Sulawesi Tenggara memiliki potensi sumberdaya perikanan baik ikan pelagis maupunikandemersaltermasukikankarangdidalamnya.besarnyapotensitersebut telahdimanfaatkanbegitulamadanpemanfaatansumberdayaperikanandidaerah ini hingga saat ini belum terkelola dengan baik kondisi ini dibuktikan sangat minimnya dokumen-dokumen pengelolaan sumberdaya perikanan yang tersedia untuk diakses oleh publik. Disi lain adanya permintaan pasar yang begitu tinggi mendorong nelayan melakukan ekploitasi secara tak terkendali sehingga pada akhirnya semakin menambah deretan permasalahan dalam pengelolaan sumbedaya tersebut. Informasi yang berkaitan dengan status pengelolaan perikanan tangkap khususnya ikan karang (kerapu, kakap, sunu) dan ikan pelagis (tuna. Cakalang, kembung dan layang) di Sulawesi Tenggara hingga saat ini masih belum banyak terungkaphalinidisebabkansinergitasantarpemangkukepentinganbelumberjalan dengan baik dan fokus kajian terhadap sumberdaya tersebut umumnya hanya terfokus pada domain sumberdaya dan teknik penankapannya sedangkan domain yang lain masih berjalan secara parsial. Oleh karena itu berdasarkan infromasi tersebutmakapemerintahprovinsisulawesitenggaramelaluikementriankelautan dan Perikanan mengembangkan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistemmeginisiasipengelolaanperikananmelaluipendekatanekosistem(eafm) khususnya pengelolaan perikanan di perairan Sulawesi Tenggara pada WPP 714. Sebagai implemtasi untuk mewujudkan hal tersebut maka dilakukan kajian status pengelolaan sumberdaya perikanan dengan topik Kajian Penilaian Performa Perikanan Dengan Indikator EAFM di Sulawesi Tenggara dengan wilayah kajian terfokus pada Kabupaten Konawe Selatan, Konawe Buton Utara dan Kabupaten Wakatobi.

9 1.2 TujuandanManfaatStudi Maksud dilakukannya kegiatan ini adalah untuk mengetahui nilai serta rekomendasi perbaikan pengelolaan perikanan dengan pendekatan indikator EAFM dalampengelolaanperikanantangkapdisulawesitenggarayangmeliputikabupaten KonaweSelatan,Konawe,ButonUtaraUtaradanKabupatenWakatobi..sebagaisalah satu kawasan wilayah pengelolaan perikanan 714. Sedangkan tujuan dari kegiatan KajianPenilaianPerformaPerikananDenganIndikatorEcosystemApproachto FisheriesManagement(EAFM)adalahsebagaiberikut 1. Mendukung kegatan nasional khususnya Dirjen Tangkap Kementrian Kelautan danperikanandalammelakukan perbaikan danpengujianterhadapmetodologi dalampenilaianeafmyangtelahdihasilkanpadatahun2012khususnya untuk mendukungpenialainwpp MengidentifikasistatustingkatpemanfaatansumberdayaperikanandiWPP714 wilayah Sulawesi Tenggara yang terkait dengan aspek ekonomi, ekologi dan sosialberdasarkandayadukunglingkungan(ekosistem)sebagaisalahsatudasar kebijakanpengelolaanperikanantangkapdisulawesitenggara 3. Mengidentifikasi usulan rekomendasi perbaikan pengelolaan perikanan dengan pendekatanekosistemsesuaiindikatoryangadadisulawesitenggara

10 2 SekilasKondisiPerikanan 2.1 PerikananKabupatenKonaweSelatan Sumberdaya perikanan tangkap di perairan laut Kabupaten Konawe Selatanterdiridarikelompokikanpelagisbesar,pelagiskecildandemersal/ ikankarang.kelompokikanpelagisbesarmerupakankelompokyangpaling sedikittercatatjenisnyayaknihanyaspesiesdanproduksinyadidominasi oleh cakalang dan tenggiri yang tertangkap di perairan Selat Tiworo dan SelatWawonii.Spesiesyangdominantersebuttertangkapterutamadengan rawai. Kelompok ikan pelagis kecil sedikitnya tercatat 16 jenis namun didominasiolehikantembang,layang,kembung,teridankuwe.spesiesyang dominantersebuttertangkapdenganpurseseinedanpayang.kelompokini tertangkap terutama di perairan Teluk Staring, Selat Tiworo dan Teluk Kolono. Kelompok ikan demersal dan ikan karang termasuk kelompok dengan jenis terbanyak namun baru tercatat sedikitnya 16 jenis, dan produksinya didominasi oleh kerapu sunu, rajungan, kepiting bakau dan udang.spesiesyangdominanterutamatertangkapdenganrawaidasar,bubu dan jaring/pukat udang. Kelompok ini tertangkap di sepanjang perairan pesisirkabupatenkonaweselatan.produksiperikanantangkapdiperairan lauttahun2012disajikanpadatabel1. Tabel dengan jelas memperlihatkan adanya jenis-jenis yang produksinya dominan pada masing-masing kelompok sumberdaya ikan. Komposisi produksi tersebut sekaligus menggambarkan ketersediaan atau melimpahnya jenis-jenis ikan tersebut di perairan Kabupaten KonaweSelatanatauperairansekitarnyayangdapatdiaksesolehnelayan setempat dengan teknologi penangkapan yang mereka miliki. Dengan demikianpotensijenissumberdayaikandiwilyahiniikuttergambarkan. Tabel 1. Produksi Perikanan Tangkap di Perairan Laut dan Harga di TingkatNelayanBerdasarkanJenisIkanTahun2011. HargadiTingkat No JenisIkan Produksi(ton) Nelayan(Rp/Kg) IkanPelagisBesar 1 Tenggiri 390, Cakalang 109,

11 Tabellanjutan No JenisIkan Produksi(ton) HargadiTingkat Nelayan(Rp/Kg) A IkanPelagisBesar 3 Setuhuk 3, Cucut 1, Tongkol 1, IkanPelagisKecil 1 Tembang 2.367, Layang 2.098, Kembung 1.653, Teri 763, Kuwe 686, Cumi-cumi 5, Belanak 2, Cendro 0, Sotong 0, Pisang-pisang 0, IkanTerbang 0, Julung-julung 0, Ikan Demersal/Karang 1 KerapuSunu 63, Rajungan 20, Kepiting 10, Udangdogol 5, UdangLainnya 5, udangputih 3, Teripang 3, Baronang 2, Gurita 2, Layur 1, Gerot-gerot 0, KakapMerah 0, Kerong-kerong 0, Tiram 0, Napoleon 0, Rejung 0, Sumber: DKP Kabupaten Konawe Selatan (2012) Alat tangkap merupakan salah satu faktor kunci dalam pengembanganperikanantangkapselainsumberdayaikannya.rancangan

12 alat tangkap sangat tergantung pada jenis ikan target dan kondisi perairan di daerah penangkapan yang dituju. Oleh karena itu komposisi jenis dan sebaran alat penangkap ikan di suatu wilayah juga dapat menggambarkan potensi spesies target dan karakteristik perairan di wilayah tersebut. Sebaran alat tangkap pada masing-masing kecamatan pesisirdikabupatenkonaweselatandapatdilihatpadatabel2. Tabel2.SebaranAlatPennagkapanIkanpadasetiapKecamatanPesisir KabaupatenKonaweSelatanTahun2011. No. KECAMATAN PAYANG PURSE SEINE JR. INSANG HANYUT JR. INSANG LINGKAR JR. INSANG TETAP TRAMMEL NET BAGAN PERAHU 1 Moramo , BAGAN TANCAP 2 Moramo Utara Laonti Tinaggea Palangga Sel Laeya Lainea Kolono ,310 JUMLAH Sumber: DKP Kabupaten Konawe Selatan (2012) Dua kecamatan yang memiliki sebagian besar jenis alat tangkap yang ada adalah Kecamatan Moramo dan Laonti. Penangkapan ikan di kecamatan Moramo terpusat pada perairan Teluk Staring Alat tangkap yang dominan adalahalat penangkap ikan pelagisseperti payang, jaring insang hanyut dan bagan, serta alat penangkap ikan demersal seperti jarringinsangdasar,rawaidanpancing.penangkapanikandikecamatan LaontiterpusatdiTelukLaontidenganalattangkapyangdominanadalah alattangkapikanpelagissepertipayangdanbagansertaalatpenangkap ikandemersalsepertijaringinsangdasar,rawai,pancingdanbubu.kedua telukinimemilikisumberdayaperairan denganekosistemyangberragam mulai dari hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang dan laut dalam. SEROK JR. ANGKAT LAINNYA RAWAI PANCING TONDA PANCING ULUR SERO BUBU TOGO RAKANG

13 Kecamatan lainnya yang memiliki jumlah alat tangkap dengan jumlah yang cukup menonjol adalah Kecamatan Tinanggea yang didominasiolehalatpenangkapikandemersaldankepitingsepertijaring insang tetap dan bubu lipat untuk penangkap rajungan. Demikian juga kecamatan Laonti yang didominasi alat penangkap ikan demersal yaitu jarring insang dasar, rawai dasar, pancing tonda (kedo-kedo) dan bubu. KhususdiPulau-pulauCemepedakbanyakdioperasikanbubuyangdalam pengoperasiannyamenggunakanalatbantucompressor. 2.2 PerikananKabupatenKonawe Kegiatan perikanan di kabupaten Konawe mencakup perikanan budidaya air tawar dan perikanan tangkap. Kegiatan perikanan tangkap hanya terpusat pada beberapa kecamatan yang berada diwilayah pesisir seperti kecamatan soropia dan Lalonggasumeeto.merupakansumbermatapencahariansebagianbesarmasyarakat pesisir. Kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Konawe mencakup perikanan karang dan ikan-ikan pelagis kecil yang relative masih sederhana. Hal ini terlihat denganpenggunaansaranapenangkapansepertiperahudanalattangkapyangmasih sederhana. Jumlah perahu/ kapal yang digunakan untuk penangkapan ikan tahun 2011tercatatsebanyak4.132unit.Sebagianbesarberupaperahutidakbermotorsebesar 60,72persenatau2.509unit,motortempelsebesar18,82persen(778unit),dankapal motorsebesar20,45persen(845unit).padatahun2011,alatpenangkapanyangbanyak digunakanmasyarakatadalahalattangkaptradisional.misalnyabubumasihsekitar 56,98persendarijumlahalatyangdigunakan. StrukturarmadapenangkapanikandiKabupatenKonawemasihdidominasi oleh jukung dan perahu yang berbahan papan (bodi batang). Kedua jenis perahu inilahyangdigunakanuntukmengoperasikanpancing,jaringinsangdanbubuuntuk penangkapanikandiperairanpantaidanterumbukarang.kapal-kapalberkapasitas >5GT sangat sedikit yang digunakan untuk penangkapan ikan, sebagian besar digunakan untuk transportasi. Jumlah armada penangkapan selengkapnya disajikan padatabel3.

14 Tabel3.JumlahPerahu/KapalPenangkapanIkanMenurutJenisnyadiKabupaten KonaweTahun2012. Jenis perahu/kapal (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Perahu tanpa motor a. Jukung b. Perahu papan Motor tempel Kapal Motor Total Sumber : DDA Kabupaten Konawe Tahun 2012 Tabel di atas memperlihatkan bahwa jumlah armada penangkapan selama periode tahun 2007 sampai 2012 penggunaan perahu tanpamotor baik jukung maupun perahu papan menunjukkan trend yang berpluktuasi. Begitu juga dengan penggunaan motor tempel dan kapal motor. Namun dibandingkan dengan tahuntahun awal, tahun 2012 menunjukkan perkembangan jumlah armada penangkapan. Tabel diatas juga menggambarkan bahwasanya kegiatan perikanan di Kabupaten Konawe masih terbatas pada daerah pantai terutama ikan-ikan karang. Kegiatan perikananyangrelativemasihsederhanamasihmemberikanpeluangpengembangan kegiatan perikanan tangkap yang lebih intensif. Selain itu juga dengan perikanan tangkap yang sederhana artinya bahwa kabupaten ini masih menyediakan sumberdayaikan-ikanpelagisyangbanyak. Kegiatan perikanan tangkap mencakup perairan umum dan perairan laut. BerdasarkandataDinasPerikanandanKelautanKabupatenKonawejumlaharmada penangkapanuntukperairanlautlebihbanyakdibandingkanperairanumum.halini disebabkanolehbesarnyapotensiyangterkandungdidalamnya.berikutdatajumlah jenisperahumenurutjenisperairan. Tabel4.JumlahPerahu/KapalPenangkapanmenurutjenisnya. JenisPerahu/Kapal 2012 Perairanumum Perairanlaut Jumlah (1) (2) (3) (4) 1.Perahutanpamotor a.jukung b.perahupapan Motortempel KapalMotor Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Konawe 2012

15 Tabel diatas menunjukan bahwa kegiatan perikanan tangkap untuk perairan lautlebihbanyakdibandingkanperairanumum(sungai,danau,rawadanlain-lain). Tahun 2012 penggunaan perahu tempel untuk perairan laut tercatat 495 unit sedangkan perairan umum hanya 283 unit. Hal ini juga bermakna bahwa kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan diperiaran laut lebih berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga disebabkan oleh luasnya potensi perairanlautdalammenghasilkansumberdayaperikanan. Kegiatan perikanan tangkap diwilayah pesisir juga memiliki perbedaan yang dapat disebabkan oleh daya jangkau dan kapasitas peralatan tangkap termasuk perahu/kapal yang digunakan berikut disebabkan oleh besaran modal dan target penangkapan. Kapasitas armada penangkapan ikan di Kabupaten Konawe khusus untuk kapal bermotor berbeda-beda. Berikut adalah data jumlah armada penangkapanikandikabupatenkonawe Tabel.ArmadaPenangkapanKabupatenKonaweberdasarkanKapasitas NO ARMADAPENANGKAPAN JUMLAH(UNIT) Jukung PerahuPapan MotorTempel KapalMotor0-GT 283 KapalMotor5-10GT 93 KapalMotot10-20GT 17 SumberLaporanTahunanStatistikPerikananTangkapTahun2012DKPProvinsi Tabel diatas menujukkan jumlah perahu motor tempel lebih mendominasi kegiatan penangkapan ikan, sedangkan kapal motor dengan kapasitas GT sebanyak 283 unit, sedangkan kapal motor GT hanya terdapat 17 unit. SebagianbesarkegiatanperikanantangkapdiKabupatenKonawesepertiyangtelah disebutkan sebelumnya bahwasanya masih tergolong sedikit. Dengan demikian diketahui bahwa kegiatan perikanan tangkap di Kabuapten Konawe masih dalam skalakecilyakniperikananpantai. Penangkapan ikan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikandiperairandenganmenggunakanalatataucaraapapun,termasukkegiatanyang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya. Alat yang digunakan oleh nelayan disesuaikan

16 dengan jenis ikan target yang diupayakan. Berikut data jenis alat tangkap yang digunakan, jumlah trip dalam kurun waktu setahun dan produksi perikanan KabupatenKonawe. Tabel6.JumlahJenisAlatTangkap,TripdanProduksiPerikananKabupatenKonawe NO ALATTANGKAP JUMLAH (UNIT) TRIP/THN PRODUKSI (TON) 1 Payang 63 17, PukatPantai ,046 1,845.5 PukatCicin ,455 2, JaringInsangHanyut ,957 1, JaringInsangLingkar 33 4, JaringInsangtetap ,038 2, BaganPerahu 81 19, BaganTancap , JaringAngkatLainnya 7, PancingCumi 24 3, PukatTarikUdangTunggal , RawaiTetap , PancingLainnya 1,175 32, PancingTonda ,150 1, Sero 108 5, Bubu 569 8, SumberLaporanTahunanStatistikPerikananTangkapTahun2012DKPProvinsi Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa penggunaan alat tangkap pancinglainnyalebihbanyak1.175unit,intensitaspenggunaanalatmencapai trip/tahun dengan jumlah produksi ikan 679,4 ton/tahun. Sedangkan alat tangkap jarringangkatlainnyahanyaterdapat7unit,7.072trip/tahundenganprosuksilebih sedikityakni158,3ton/tahun.khususalattangkapyangdioperasikandilepaspantai pukatcincinyangdioperasikansebanyak158unitdenganjumlahtrippenangkapan trip/tahun. Volume produksi untuk alat tangkap ini lebih banyakdibandingkan dengan alat tangkap lainnya mencapai 2.118,0 ton/tahun. Selanjutnyabaganperahutercatat158unitdenganjumlahtrippenangkapan trip/tahun sementara volume produksi untuk alat tangkap ini lebih sedikit yakni 898.2ton/tahun.Selanjutnyaalattangkappancingtondaterdapat198unitdengan jumlah trip penangkapan yang lebih banyak dibandingkat pukat cincin yakni sebanyak trip/tahun.volumeproduksiuntukalattangkapinilebihsedikit dibandingkandenganbaganperahuyakni1.931,8ton/tahun.

17 Tabel diatas juga menunjukkan bahwa alat tangkap jenis pancing, jaring insang hanyut dan bubu merupakan jenis alat tangkap yang dominan digunakan dikabupaten Konawe. Keempat jenis alat tangkap ini digunakan terutama untuk menangkapikan-ikanpelagiskecilyangbergeromboldiperairanpantaidansekitar perairankarangdarijenisikan-ikankarang.termasukdalamkategoripancingadalah pancingtondauntukpenangkapanikantunadiperairanlepaspantai. Nelayan merupakan orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasipenangkapanikanataubinatangairlainnya.keterbatasanperalatanmaupun modal kerja menyebabkan adanya pengelompokan nelayan. nelayan yang memiliki modal besar biasanya memiliki perlengkapan penangkapan yang lebih baik dengan jangkauanpenangkapanlepaspantai.berbedadengannelayanyangmemilikimodal terbatas, mereka lebih intensif melakukan penangkapan dipesisir pantai dengan peralatanseadanya. Widodo2006mengemukakanbeberapapembagianlainsepertidayajangkau armada perikanan dan juga lokasi penangkapan ikan. Dapat disebutkan misalnya nelayanpantaiataubiasanyadisebut: 1. Perikanan pantai untuk usaha perikanan skala kecil dengan armada yang didominasiolehperahutanpamotorataukapalmotortempel, 2. Perikanan lepas pantai untuk perikanan dengan kapasitas perahu rata-rata 30 GT,dan 3. Perikanan samudera untuk kapal-kapal ukuran besar misalnya 100 GT dengan targetperikanantunggalsepertituna. Kehidupan masyarakat pesisir biasanya didominasi oleh masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan baik sebagai nelayan penuh maupun sebagai nelayan sambilan. Banyaknya jumlah masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan biasanya memberikan pengaruhterhadapdinamikakehidupanmasyarakatbiasanyasemakin banyak jumlah nelayan dalam komunitas masyarakat akan menimbulkan kecenderungan nelayan untuk lebih mengembangkan cara maupun jangkauan penangkapannya. Berdasarkan kategori nelayan di wilayah pesisir Kabupaten Konawedisajikanpadatabelberikut

18 Tabel7.JumlahNelayanPerairanLautMenurutKategoriNelayanDiKabupaten Konawe2012 NO KATEGORINELAYAN JUMLAH(orang) 1 NelayanPenuh NelayanSambilanUtama NelayanSambilanTambahan 1476 Total 9641 Sumber : Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Tahun 2012 DKP Provinsi Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya ikan, kebanyakan perikanan diklasifikasikan menurut produk yang ditangkap, yakni spesies yang menjadi target penangkapan nelayan. Oleh sebab itu dalam kegiatan perikanan tangkap dikenal perikanan tuna dan cakalang, perikanan udang, perikanan layang, dan lain sebagainya. Juga dikenal pengelompokan perikanan lain seperti perikanan pelagis kecil (layang, kembung, selar, dan lain-lain), perikanan demersal (kakap, bawal, layar, kerapu), perikanan karang, dan lain-lain. Sedangkan kegiatan penangkapannya biasa dilakukan oleh berbagai jenis usaha perikanan, baik perikanan skala kecil yang biasanya terbatas dekat tempat pendaratan atau pelabuhan, sampai perikanan skala besar. Dalam kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Konawe berikut tercatat jenis ikan target, jumlah produksi serta nilai produksi Tabel8.JenisIkandanProduksiKabupatenKonawe NO JENISIKAN PRODUKSI(TON) NILAIPRODUKSI(Rp) 1 Manyung ,725 2 Kuwe(karang) 1, ,150,000 Layang 1, ,360,825 4 Tetengkek ,900 5 BawalPutih ,712,980 KakapPutih ,290,025 7 Golok-Golok ,775 8 Tembang 2, ,625,875 9 Lemuru ,336, Teri 2, ,383, Julung-julung ,929, Lencam ,220, KakapMerahBambangan ,614, Belanak ,497,875

19 Tabellanjutan NO JENISIKAN PRODUKSI(TON) NILAIPRODUKSI(Rp) 15 BijiNangka , Kurisi ,641, Gulumah/Tigawaja 2,7 144, Cakalang 1, ,250, Kembung 1, ,730, Tenggiri ,384, Madidihang , Tongkolabu-abu , KerapuKarang ,331, IkanBaronang ,017, Layur ,030, PariKekeh , IkanLainnya ,619,075 TabeldiatasmemperlihatkanbahwasanyakomoditiperikanandiKabupaten Konawe cukup beragam mulai dari perikanan pantai seperti ikan karang dan ikanikanpelagiskecilhinggaperikananlepaspantaisepertiikancakalang.dalamkurun waktutahun2012komoditiikantembangdanterimemilikijumlahproduksiterbesar yakni masing-masing 2.565,0 dan 2,815.0 ton. Nilai produksi tersebut memberikan pengaruh pada besarnya nilai produksi yakni Rp ,- untuk ikan tembang danrp ,-untukikanteri.untukperikanankarangsepertiikan kuwe memiliki produksi 1.217,6 ton dengan nilai prosuksi Rp ,-,kakap putih825,2tondengannilaiproduksirp ,-,kakapmerahataubambangan hanya83,5tondengannilaiproduksirp ,-dankerapukarang135,6ton dengan nilai produksi Rp ,-. Sedangkan untuk perikanan lepas pantai, produksiikancakalangmencapai1.710,0tondengannilaiproduksirp ,- danikankembung1.007,7tondengannilaiproduksirp ,-.tabeldiatasjuga memperlihatkan bahwasanya kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Konawe cukup memberikan peluang untuk terus dikembangkan mengingat potensi sumberdaya perikanan belum dimanfaatkan secara optimal. Nilai produksi yang diperoleh sebenarnya masih cukup rendah dibandingkan kabupaten lainnya seperti Konawe Selatan, sehingga masih dibutuhkan pengembangan sarana penangkapan untukmeningkatkankesejahteraanmasyarakat.

20 2.3 PerikananKabupatenButonUtara Sebagai salah satu Kabupaten dengan wilayahpesisir yang luas di Sulawesi Tenggara,KabupatenButonUtaramempunyaipotensiperikanandanKelautanyang sangat besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal. Pengelolaan sumberdaya perikanan dari daerah ini masih perlu peningkatan dan optimalisasi dengan berbagai upaya yang komprehensif. Kabupaten Buton utara mempunyai kewenanganlautsepanjangmillautdarigarispantainya.posisikewenanganlaut ini berbatasan dengan Kabupaten tetangga dan bahkan Laut Lepas. Beberapa Kecamatan yang mempunyai batas kewenangan berhadapan langsung dengan Laut BandaadalahKecamatanKulisusuUtaradan KecamatanKulisusu.Sementarauntuk Kecamatan Wakorumba Utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Muna. Kecamatan Bonegunu mempunyai kewenangan didalam Teluk Kulisusu yang mempunyai sumberdaya mangrove dan perikanan demersalyangcukupmelimpah. Rumah Tangga Perikanan Kabupaten Buton Utara merupakan wilayah kepulauan. Kabupaten Buton Utara terdiri dari Kecamatan dan terbagi atas 49 Desa, Kelurahan, dan Unit PemukimanTransmigrasi.Darihasilsurveydi(enam)KecamatandiButonUtara yaitu Kecamatan Bonegunu, Kecamatan Kulisusu, Kecamatan Kulisusu Barat, KecamatanKulisusuUtara,KecamatanKambowadanKecamatanWakorumbaUtara. Jumlah keseluruhan Rumah Tangga di Kabupaten Buton Utara dari Kecamatan tersebutyaitu11.848rt.masing-masingkecamatanbonegunu1639rt,kecamatan Kulisusu 4293 RT, Kecamatan Kulisusu Barat 1504 RT, Kecamatan Kulisusu Utara 1603RT,KecamatanKambowa1351RTdanKecamatanWakorumbaUtara1458RT. Untuk jumlah Rumah Tangga Perikanan di Kab. Buton Utara dapat dilihat pada Gambar

21 917 RTP PENGOLAHAN RTP PEMASARAN RTP BUDIDAYA RTP TANGKAP TOTAL RTP Gambar3.JumlahRumahTanggaPerikanan(RTP)diKabupatenButonUtara Nelayan Nelayan sebagai salah satu sumberdaya utama penggerak perikanan tangkap dapat menjadi indikator potensi pengembangan perikanan tangkap di suatu wilayah. Indikator tersebut dapat diukur dari jumlah dan kualitas nelayan. Sebaran nelayan padasetiapkecamatandisajikanpadagambar4. Gambar4.SebaranJumlahNelayandanRTPBerdasarkanKecamatanTahun2010 Tampaknya ada kecenderungan jumlah nelayan menyebar secara proporsionalberdasarkansebaranjumlahpenduduk.kecamatandengankonsentrasi penduduk yang tinggi seperti Kecamatan Kulisusu dan Wakorumba Utara juga memiliki jumlah nelayan yang lebih banyak. Hal ini dapat dipahami karena untuk kecamatan-kecamatanyangnelayannyaberoperasiditelukkulisusupadaumumnya

22 dapat menjangkau seluruh perairan ini sehingga sebaran nelayan tidak ditentukan oleh sebaran daerah penangkapan ikan. Sebaliknya nelayan di Kecamatan Wakorumba Utara dan Kulisusu Utara yang beroperai di pantai utara dan timur, sebaran nelayannya mengikuti sebaran daerah penangkapan. Sebaran nelayan tersebutjelasmenggambarkanmasihbesarnyaketergantungannelayanpadadaerah penangkapan ikan yang dekat dengan pemukiman mereka disebabkan oleh keterbatasan jangkauan operasi dari sarana dan teknologi penangkapan ikan yang merekamiliki. ArmadaPenangkapan Keberhasilan pemanfatan sumberdaya laut juga banyak ditentukan oleh kemapuan atau jangkauan operasi dari armada nelayan. Tentunya ini ditentukan olehukurankapalyangdigunkan.efisisensitekniskapalikantergantungpadajarak daerah penangkapan dan banyaknya hasil tangkapan. Gambaran armada perikanan yangdigunakannelayandikabupatenbutonutaradapatdilihatpadatabel9. Tabel9.JumlahArmadaPenangkapanIkanBerdasarkankecamatandiKanbupaten ButonUtara SumberDKPKabupatenButonUtara,2011 Berdasarkan sebaran nelayan perkecamatan, jumlah perahu/kapal dan alat penangkapan ikan juga menyebar proporsional dengan jumlah nelayan namun didominasi oleh perahu papan dan alat tangkap tradisional, diantaranya perahu papanbermotor(katinting),danperahutanpamotor(sampan).halinimenunjukkan bahwausahaperikanandikabupatenbutonutaradidominasiolehusahaperikanan skalakecil,danhanyasedikityangbergerakpadausahaskalamenengah.jikadilihat darikondisiarmadapenangkapandikabupatenbutonutara,jumlahtertinggiadalah kategori perahu tanpa motor, yakni sampan-sampan yang dioperasikan dengan

23 menggunakandayungdanbiasanyadigunakanuntukkegiatanperikanandiperairan pantai yang dekat seperti memancing, memasang bubu, memasang jaring insang, menangkap gurita atau mengambil hasil tangkapan sero. Kategori terbanyak kedua adalah perahu dengan motor tempel atau biasa disebut katinting. Pada umumnya perahu katinting didisain untuk penangkapan ikan di perairan yang lebih jauh atau lepas pantai yaitu perahu papan berukuran panjang 7-8 meter yang digerakkan dengan mesin katinting berkekuatan 9-13 PK. Perahu ini digunakan untuk mengoperasikan pancing tonda tuna dan cakalang, rawai, jaring insang yang dioperasikanpadarumponlautdalam,jaringkepiting,pukatudang,dansebagaialat pengangkuthasiltangkapanpadaperikananbuaganperahudansero.sebagiankapal motorberkapaitas<5gtdigunakanpulauntuksaranatransportasiumum. AlatTangkap Kegiatan penangkapan ikan telah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat dengansistemdanmetodesertaalatpenangkapanyangsifatnyasederhana.seiring dengan perkembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia, teknologi penangkapan di daerah ini turut berkembang, namun tidak menyentuh semua lapisan masyarakat. Teknologi penangkapan ikan yang sifatnya memperbesar kapasitastangkapumumnyaberkembangpadaalattangkapdenganskalabesaryang memerlukanmodalbesarsehinggasulitdiadopsiolehmasyarakatnelayankecilatau dalam skala perikanan rakyat. Adapun teknologi penangkapan ikan yang sifatnya meningkatkan efisiensi teknis penangkapan bagi perikanan skala kecil berkembang denganbaikdidaerahini. Mobilitas nelayandalam melakukanoperasi penangkapan ikan dikabupaten Buton Utara umumnya hanya di perairan dalam wilayah Kabupaten Buton Utara, kecuali untuk perikanan pancing tonda yang menangkap Tuna dan Cakalang menjangkau keluar hingga perairan Kabupaten Wakatobi (sekitar Wangi-wangi), perairan Kabupaten Buton (sekitar Lasalimu) dan perairan Kabupaten Konawe (sekitar Wawonii). Hal ini disebabkan oleh ketersediaan sumber daya laut yang dirasakan masih memadai, belum meratanya penyebaran teknologi penangkapan ikansertaketerbatasanjangkauanoperasiarmadapenangkapanikanyangada. Sebaran karakteristik sumberdaya perikanan dan lingkungan daerah penangkapan menetukan komposisi jenis alat tangkap yang digunakan nelayan.

24 Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buton Utara, sebaran jenis alat tangkap pada masing-masing kecamatan dapatdilihatpadatabel10. Tabel 10. Jumlah Unit Alat Tangkap Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Buton Utara Tahun Sumber:DKPKabupatenButonUtara,2011 Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa alat penangkapan ikan yang berkembangdikabupatenbutonutaradidominasiolehkelompokalatpenangkapan ikan skala kecil dengan kemampuan menangkap yang kecil seperti beberapa jenis pancingdanbubu.beberapajenisalattangkapdengankapasitastangkapyangsedang sepertijaringinsangdanserodikelompokberikutnya.adapunalattangkapyang memiliki kapasitas tangkap yang relatif besar seperti pukat cincin, pole and line (huhate)danbaganperahujumlahnyamasihsangatsedikit. Hasilstudimenunjukkanbahwadominannyaalattangkapskalakecillebih desebabkan oleh faktor ketersediaan sumberdaya ikan yang menjadi target alat tangkap tersebut cukup besar dan daerah penangkapan yang dekat dengan daerahdaerah pemukiman yakni sumberdaya ikan demersal di perairan pantai dan ikan karang. Alat tangkap skala besar yang masih potensial berkembang berdasarkan ketersediaan sumberdaya ikan adalah pukat cincin dengan target ikan pelagis kecil sepertilayang,kembungdantongkol,sertapoleandlinedengantargetikancakalang.

25 Bagan perahu dengan target ikan teri dalam pandangan nelayan tidak dapat lagi berkembangdalamjumlahyangbanyakkarenaketerbatasandaerahpenangkapan. Alat tangkap ikan pelagis kecil umumnya menggunakan Jaring insang. Masyarakat menggunakan jaring insang yang terbuat dari bahan monofilamen dengan ukuran yang beragam. Ukuran yang umum digunakan oleh masyarakat adalahlebar2-6danpanjangsekitar50-80denganmeshsizesekitar2-5cm. Jaring Insang juga digunakan untuk menangkap ikan layang yang dikumpulkan denganrumponlautdalam.untukinidigunakanjaringinsangberukuranpanjang10 danlebar13,5m.alattangkapikanpelagisbesaryangdominanadalahpancing tonda yang dioperasikan dengan menggunakan perahu papan bermesin katinting kengankekuatan9-13pk.nelayansetempatmengenalbeberapamodifikasipancing tondabaikumpanmaupunmetodepengoperasiannya.umpanyangdigunakanadalah umpan hidup berupa ikan terbang dan cumi-cumi maupun umpan buatan dengan bantuan layang-layang. Alat tangkap ikan demersal yang dominan adalah pancing ulur,bubu,serodanrawaidasar.alatpenangkapguritaberupapanahdenganumpan buatanberbentukguritayangdiberimatapancing. DaerahPenangkapanIkan Syaratsuatu wilayahperairan menjadidaerahpenangkapanikan apabiladi perairan tersebut terdapat spesies ikan yang menjadi target penangkapan dan wilayahitudapatdijangkauolehnelayandandapatdioperasikanalattangkapuntuk menangkap spesies tersebut. Berdasarkan persyaratan tersebut maka daerah penangkapan ikan dapat dipetakan. Dengan demikian daerah penangkapan ikan dapat digolongkan berdasarkan sumberdaya ikannya. Namun demikian dengan keterbatasjumlahsaranadanprasaranayangdimilikiolehmasyarakatpesisirbuton Utara,sebagianbesarhanyamelakukanpenangkapanpadakedalamandibawah700 m. Kedalaman ini yang umum dijadikan sebagai daerah untuk menangkap ikan pelagiskecildandemersal. Daerah penangkapan ikan di Kabupaten Buton Utara dapat dikelompokkan menjadidaerahpenangkapanikandemersal,daerahpenangkapanikanpelagiskecil dan daerah penangkapan ikan pelagis besar. Sumberdaya ikan demersal yang menjadi target penangkapan oleh nelayan Buton Utara menyebar di perairan laut dangkal mulai dari garis pantai meliputi muara sungai (estuaria), padang lamun,

26 laguna, hamparan terumbu karang hingga batas tubir (slope) yang ditumbuhi terumbukarangtepi.batasberupatubirinisangatjelasterlihatmenyusursepanjang pantaidiwilayahbutonutara.diperairaninidioperasikanalattangkapsero,jaring insangdasar,jaringkepiting,bubu,rawaidasar,pancingguritadanpancingulur. Alat tangkap tersebut ditujukan untuk menangkap ikan-ikan perairan dangkal seperti baronang, belanak, peperek, pisang-pisang, pari, gurita, sotong dan ikan ikan karang seperti lencam, kerapu, kakap dan sebagainya. Demikian pula beberapa kelompok crustacea seperti kepiting bakau, rajungan dan beberapa jenis udang. Berdasarkan analisis peta dipestimasi luas daerah penangkapan ikan demersaldiperairanbutonutaramencapai160,39km 2 Daerah penangkapan ikan pelagis kecil diestimasi mulai dari batas terluar daerahpenangkapanikandemersalkearahlautbebassampaijarakyangterjangkau oleharmadanelayanbutonutarapadaumumnyayaknidiperkirakan10millautdari garispantai.hasilestimasiluasdaerahpenangkapan ikanpelagiskecilberdasarkan batasan tersebut mencapai 2.066,79 km 2 Areal tersebut menjadi daerah pengoperasian alat tangkap bagan perahu pada perairan yang terlindung di dalam TelukKulisususertajaringinsang,pancingulurdanpukatcincinpadaperairanyang terbuka. Spesies targetnya adalah teri, tembang, layang, kembung, tongkol, layur, kuwe,cumu-cumi,ikanterbangdansebagainya. Berdasarkaninformasidarinelayansetempat,luasdaerahpenangkapanikan pelagisbesardiestimasimulaidarijarakmillautdarigarispantaikearahlautlepas sampaijarakjangkauanoperasiumumnyanelayanpancingtondasekitar10mildari garis pantai. Berdasarkan batasan tersebut diperoleh luasan daerah penangkapan ikanpelagisbesarseluas1.432,54km2.daerahinimenjadiareapengoperasianalat tangkap pancing tonda (trolling line) yang sangat dominan di Buton Utara dan beberapaunithuhate(poleandline).spesiestargetnyaadalahtunakhususnyatuna ekorkuning,cakalangdantenggiri. MusimPenangkapanIkan SecaraumummusimpenangkapanikandiPerairanKabupatenButonUtara sebagaimana perairan lain di Indonesia dipengaruhi oleh dua musim angin yakni anginmusonbaratdananginmusontimur.anginmusonbaratmencapaipuncaknya

27 padabulanjanuaridanpebruarisedangkananginmusontimurmencapaipuncaknya pada bulan Juli dan Agustus. Posisi geografis wilayah Buton Utara yang sebagian besarwilayahpantainyamenghadapketimurmenyebabkananginmusontimuryang menimbulkan gelombang tinggi dari arah timur berpengaruh besar pada kegiatan penangkapan ikan sepanjang perairan pantai timur Kecamatan Kulisusu Utara, Kulisusu, sebagian Bonegunu, Kambowa dan Laut Banda. Akibatnya intensitas penangkapanikanuntuksemuajenisalattangkapberkurangpadabulanjulihingga Septembersehinggaterjadipenurunanproduksiperikanan(musimpaceklik). Pada periode tersebut intensitas penangkapan ikan yang tinggi terjadi di perairan Kecamatan Wakorumba Utara dan Teluk Kulisusu (meliputi perairan Bonegunu bagian Utara dan pesisir timur Kecamatan Kulisusu) karena perairan tersebut cukup terlindung sehingga kondusif untuk kegiatan penangkapan. Namun demikiandinamikasumberdayaikanditelukkulisusudipengaruhijugaolehmusim angindanmusimhujan. Pada musim angin timur ikan-ikan demersal dan pelagis kecil banyak terkonsentrasidiperairantelukkulisusubagianluar,sedangkanpadamusimangin baratyangbiasanyaidentikdenganmusimhujansungai-sungaibesar(s.lambale,s. Langkumbe, S. Ronta dan S. Laea) yang bermuara di Teluk Kulisusu mengalirkan nutrien yang banyak yang menyebabakan perairan teluk Kulisusu bagian dalam menjadisuburdankayaikan. Nelayan mensiasati fenomena ini dengan melakukan pergiliran daerah operasi penangkapan sehingga dapat mengoptimalkan produksi sepanjang tahun. Pergiliran metode penangkapan juga dilakukan oleh nelayan pancing tonda di Kelurahan Lakonea Kec. Kulisusu. Pada puncak musim angin Timur dimana sulit untuk mengoperasikan Pancing Tonda untuk menangkap tuna, mereka mengoperasikan gill net di rumpon untuk menangkap ikan layang dan kembung. Rumpon-rumpontersebutsesungguhnyadipasanguntukpengoperasianpukatcincin. Langkah ini juga dilakukan untuk memanfaatkan kekosongan bila rumpon mereka tidakdilingkariolehpukatcincin.padabulanoktoberhinggajunimerupakanperiode yang kondusif untuk kegiatan penangkapan ikan. Variasi jumlah hasil tangkapan sepanjang periode tersebut lebih dipengaruhi oleh perubahan-perubahan kondisi

28 lingkunganlokalsepertipolaarusdankondisicuacasepertihujansertadinamika sumberdayaikan. 2.4 PerikananKabupatenWakatobi Kegiatan perikanan di kabupaten Wakatobi merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat pesisir. Kegiatan perikanan tangkap merupakan bidang perikanan yang utama, sedangkan kegiatan budidaya laut yang menonjol hanyalah budidaya rumput laut. Sumberdaya perikanan yang dimanfaatkanadalahikan-ikanpelagiskecilsepertilayang,kembung,selar,tongkol, kuweh,terbang,danjulung-julung,danpelagisbesarseperticakalangdantuna,serta ikandemersalutamanyaikan-ikankarang.beberapajenishewanlunaksepertigurita dan teripang juga memberi kontribusi yang cukup signifikan pada produksi perikanan.produksiikanlautdikabupatenwakatobidiperlihatkanpadatabel11. Tabel11.ProduksibulananperikananlautKabupatenWakatobiTahun2010. JenisHasilLaut(Ton) Bulan Ikan Ikan IkanDasar Teripang Pelagis Sunu Gurita Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) Januari 200,3 130,5 0,24 6,5 0,6 Februari 210,5 99 0,38 4,5 0,5 Maret 327,2 167,5 0,37 1,8 April 386,7 308,9 0,5 8,3 2,1 Mei 354,1 195,8 0,58 8,6 1,2 Juni 279,4 154,8 0,65 6,1 1,8 Juli 252,9 142,5 0,46 5,5 0,8 Agustus ,3 0,38 3,4 0,9 September 296,9 191,7 0,4 6,6 1,4 Oktober 364,3 200,1 0,43 9,8 0,7 November 333,7 284,7 0,5 Desember 382,2 203,1 0,41 7,5 1,5 Jumlah 3645,2 2201,9 5,3 84,8 15,3 5952,5 SumberDKPKab.WakatobiTahun2011 Tabel di atas memperlihatkan bahwa produksi ikan pelagis kecil memberi porsiyangterbesardalamproduksiperikanandiwilayahini.penyumbangproduksi terbesar kedua adalah ikan demersal (ikan karang). Dua spesies biota ekosistem pesisirdanterumbukarangyangmemberikontribusiyangsignifikanyaituikansunu dangurita,sedangkankomoditiikanpelagisbesaryangcukupsignifikanadalahtuna. Ketiga spesies tersebut di tangkap secara khusus oleh nelayan dan juga dipasarkan

29 denganalurpemasaranyangkhususdengantargetpasarantarpulau/antarwilayah bahkanekspor. Jumlah alat tangkap di Kabupaten Wakatobi tahun 2009 selengkapnya disajikanpadatabelalattangkappancing,jaringinsangdanbubumerupakanjenis alattangkapyangdominanhampirdisemuakecamatan.ketigajenisalattangkapini digunakan terutama untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil yang bergerombol di perairan pantai dan ikan-ikan karang. Termasuk dalam kategori pancing adalah pancingtondauntukpenangkapanikantunadiperairanlepaspantai. Tabel 12. Jumlah unit alat tangkap untuk penangkapan ikan karang di Kabupaten Wakatobitahun2009. Sumber:CRITCDKPKab.Wakatobi(2011) Struktur armada penangkapan ikan di Kabupaten Wakatobi masih didominasi oleh jukung danbodi batang.kedua jenis perahu inilah yang digunakan untuk mengoperasikan pancing,jaring insang dan bubu untuk penangkapan ikan di perairan pantai dan terumbu karang. Kapal-kapal berkapasitas >5GT sangat sedikit yang digunakan untuk penangkapan ikan, sebagian besar digunakan untuk transportasi.jumlaharmadapenangkapanselengkapnyadisajikanpadatabel13. Tabel13.JumlaharmadapenangkapanikanberdasarkankecamatandiKabupaten WakatobiTahun2009 JENIS KECAMATAN Jumlah Wangi2 Wangsel Kaledupa Kalsel Tomia Tomtim Bnk Tg.Bnk JUKUNG PRHPAPAN MOTORTMPL BODYBATANG KAPALGT KAPAL5-10GT 32

30 PerikananIkanKarang Ikan karang merupakan komponen sumberdaya ikan yang sagat penting di Kabupaten Wakatobi. Perikanan berbasis ikan karang di wilayah ini telah menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat nelayan dari generasi ke generasi. Secaraartisanalpenangkapanikankarangdilakukanmasyarakatpadaareaterumbu karang yang relatif dekat dengan area-area pemukiman di pesisir pantai. Adapun perikanankomersial selainmemanfaatkanareaterumbukarangyangdekatdengan area pemukiman/perkampungan nelayan di sekeliling pulau-pulau utama (main islandjugasecaraintensifmemanfaatkanterumbukarangpenghalangdanatolyang luasdisebelah Selatan(southernattolssertabeberapa gosongkarangdanatolluar disebelahtimur(outerreef).beberapaareapenangkapanikankarangutamaantara lain Karang Kapota, Karang Kaledupa, Karang Tomia, Karang Koko dan Karang Koromaha. Sejumlah 15 famili ikan ditemukan selama pemantauan kesehatan karang tahun2011.ikankakaktua(familiscaridae),ikankakap(famililutjanidae)danikan kulit pasir (famili Acanthuridae) merupakan famili ikan yang mendominasi nilai biomassa keseluruhan ikan, dengan persentase biomassa berturut-turut sebesar 24%, 21% dan 19%. Berdasarkan kelompok fungsional ikan, famili Scaridae mendominasi 54% biomassa ikan herbivora, sedangkan famili Lutjanidae mendominasi45%biomassaikankarnivora. Biomassa (kg.ha -1 ) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Total Herbivora Karnivora Sphyraenidae Siganidae Serranidae Scombridae Scaridae Myliobatidae Lutjanidae Lethrinidae Labridae Kyphosidae Haemulidae Ephippidae Carangidae Caesionidae Acanthuridae Gambar 5. Persentase biomassa rata-rata (kg.ha -1 ikan total semua famili, ikan herbivora dan ikan karnivora hasil pemantauan tahun 2011 (Sumber: WWF2011)

31 Biomassa rata-rata ikan total (semua famili) tertinggi ditemukan di zona larang ambil-atol selatan sebesar kg/ha dengan densitas sebesar ind/ha.biomassa dan densitas rata-rata ikan karang hasil pemantauan Tahun2011 dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada ketiga kelompok terumbu karang yang di pantau, atol selatan atau terumbu karang penghalangmemilikibiomassadandensitasikanyangrelatiflebihtinggidibanding dua kelompok lainnya. Berdasarkan kategori zonasinya, biomasa ikan total pada semuakelompokterumbukaranglebihtinggi padazonalarangambildibandingkan dengan zona pemanfaatan. Demikian juga dengan densitas ikan total menunjukkan nilaiyanglebihtinggidizonalarangambildibandingkandenganzonapemanfaatan, kecualipadatipehabitatkarangluar,dimanadensitasikantotallebihtinggidizona pemanfaatandaripadadizonalarangambil Biomassa (kg.ha -1 ) a No Take Use No Take Use No Take Use Densitas (ind.ha -1 ) b No Take Use No Take Use No Take Use Main Island Outer reef Sth Attols Gambar6.Biomassarata-rata(kg.ha -1 ±SE)dandensitasrata-rata(ind.ha -1 ±SE)ikan karang di TNW hasil pemantauan tahun 2011 (Sumber: Taman Nasional Wakatobi) Perikanan karang di Kabupaten Wakatobi merupakan perikanan tertua dan sangat familiar bagi nelayan setempat, namun teknologi penangkapan yang digunakan dari masa ke masa hampir tidak berkembang. Alat tangkap seperti pancing, jaring insang, bubu, dan panah masih mendominasi. Upaya modifikasi alat tangkaphanyadalamhalukuran.modifikasikonstruksidanmetodeoperasiyang pernah tercatat adalah pada alat tangkap pancing yang dikenal dengan pancing kedo-kedo untu menangkap ikan danpancing gurita namun penggunaannya masih terbataspadakomunitasnelayantertentu. Main Island Outer reef Sth Attols

32 Alattangkapyangterlihatmengalamipenurunanjumlahyangsignifikandalam sepuluhtahunterakhiradalahsero.penurunaninisekaligusmenggambarkanadanya penurunankelimpahanpopulasiikanpadaekosistempantaiyangdangkalkhususnya padaareayangrelatifdekatdengankawasanperkampunganpendudukdimanasero biasanya dipasang. Penurunan jumlah unit tersebut tentunya disebabkan oleh penurunanproduksidariwaktukewaktu. Alattangkapyangsangatsederhananamunmemilikijumlahyangcukupbesar adalah panah. Penggunaan panah untuk menangkap ikan biasanya digunakan oleh nelayan-nelayan artisanal yang menangkap ikan untuk konsumsi keluarga sendiri. Banyak pula nelayan komersil yang mengoperasikan alat tangkap pancing, jaring maupun bubu yang juga memiliki panah sebagai alat tangkap sampingan. Penggunaan panah sebagai alat tangkap untuk perikanan komersil terutama pada penangkapan gurita. Pada penangkapan gurita modifikasi terhadap pengoperasian alat tangkap panah dilakukan dengan menggunakan atraktor berupa boneka berbentuk gurita berwarna hitam atau merah sebagai alat bantu untuk memikat guritaagarkeluardarisarangnya. Aktivitas penangkapan ikan karang di Perairan Kabupaten Wakatobi sesungguhnya berlangsung sepanjang tahun. Musim penangkapan terutama dipengaruhi oleh musim angin dan gelombang serta arus. Musim angin dan kondisi gelombang di Perairan Wakatobi diuraikan pada Tabel 14. Dalam mengatasi pengaruh musim angin terhadap aktivitas penangkapan ikan, nelayan melakukan perpindahan/pergiliran daerah penangkapan atau bahkan pergiliran metode penangkapan.olehkarenaitumusimpenangkapanikanbiasanyabervariasimenurut jenisalattangkap.sebagaicontohmisalnya,penangkapanikankerapusunudengan alattangkappancingulurdikarangkapotaberlangsungdaribulannopemberhingga April, faktor pembatasnya adalah gelombang dan arus yang menyebabkan visibility menurunsehinggamenyulitkanpengoperasianpancinguluryangsaatpemancingan nelayanperlumelihatsecaralangsungkeberadaanikandidasarperairan. Rata-rata jumlah hasil tangkapan nelayan per hari dari masing-masing desa pesisir yang mengelola perikanan karang bervariasi dengan kisaran 2-27 kg/hari. Sekitar63%desa-desapesisiryang diobsevasimemilikijumlahrata-rata tangkapan nelayan<5kg/haridanhanyasekitar11%yangmencapai15kg/hari.variasijumlah

33 rata-rata tangkapan nelayan dari masing-masing desa disajikan pada Gambar 3. Variasiiniberkaitandengankelimphansumberdayaikanpadadaerahpenangkapan yang dapat diakses oleh masyarakat nelayan di masing-masing desa. Dua desa di Kecamatan Tomia yakni Desa Lamanggau dan Desa Runduma serta tiga desa di KecamatanWangi-wangiyakniDesaLonga,DesaWandokadanDesaWandokaUtara memiliki nilai rata-rata hasil tangkapan nelayan yang relatif lebih tinggi. Nelayan Desa Lamanggau yang dihuni orang bajo mengakses karang Tomia dan beberapa gosongkarangdisebelahtimur,nelayanrundumamengakseskarangsekitarpulau Runduma dan beberapa gosong karang disekitarnya, nelayan Desa Longan dan WandokamengaksesterumbukarangtepidisebelahUtaraPulauWangi-wangi. Tabel14.MusimAngindanKondisiGelombangdiPerairanKabupatenWakatobi Gambar7.Rata-RataJumlahHasilTangkapanNelayanIkanKarangdariSetiap DesaPesisirdiKabupatenWakatobi.

34 PerikananIkanTuna Kepulauan Wakatobi merupakan sebuah kepulauan yang menjorok ke Laut Bandasehinggadaerahoperasinelayanuntukperikananlepaspantaiadalahperairan LautBanda.PerairanLautBandamerupakanperairanyangsuburyangdisebabkan oleh adanya penambahan makanan/zat hara (nutrient) dari darat ke laut dan terjadinya proses upwelling di beberapa tempat. Kondisi seperti ini diduga merupakandaerahasuhanuntukjenis-jenisikantunadancakalangdanjugamungkin memegang peranan penting sebagai basis penambahan stok baru (rekruitment) ke perairan sekitarnya. Dengan kondisi perairan seperti tersebut di atas maka, pemanfaatansumberdayaikantunadancakalangdiperairanlautbandamerupakan lapangan usaha yang potensial dalam mendukung perekonomian daerah maupun devisanegarayangmeliputiusahapenangkapanikantunadancakalang. Dalam konteks Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI maka perairan Wakatobi termasuk dalam WPP RI 714 yang meliputi Laut Banda dan teluk Tolo. Karena itu untuk menggambarkan potensi perikanan tuna bagi nelayan Wakatobo dapatdilihatdaripotensiperikanantunadiwppri714.secaraterperincidari jenis tuna yang sering tertangkap di Perairan Laut Banda, Uktolseja dkk dalam Widodo, dkk (1998) melaporkan bahwa TML untuk ikan madidihang (Thunnus alabacares),tunamatabesar(thunnus obesus dan albakor (Thunnus allalunga), berturut-turut adalah ton, ton dan 150 ton. Potensi ikan pelagis kecil sebesar ton dengan kepadatan rata-rata 1,2 ton/km2 (Merta, dkk dalam Widododkk1998) Tabel 15. Kepadatan ikan (ind m -3 ) pada berbagai strata kedalaman perairan di Laut Banda, bulan Oktober sampai dengn Nopember 2003 SumberNurhakim,2007. DariTabel15.initerlihatbahwasebaranvertikalbiomassatertinggiterdapat pada kedalaman antara 25 sampai dengan 50 m. Pada kedalaman lebih dari 50 m,

35 biomassasemakinmengecildenganbertambahnyakedalaman.sebaranvertikalikan tunamatabesarumumnyaberadapadalapisanmassaairdisekitartermoklin(200 sampai dengan 250 m), sedangkan ikan madidihang berada pada lapisan massa air yang lebih dangkal. Secara horisontal, densitas ikan pada permukaan perairan membentuk pemusatan isodepth yaitu di bagian timur ( BT) dengan kelimpahanrata-rata10ind.1.000m-3,bagiantengah( BT),dengan kelimpahan rata-rata ind m-3 dan bagian barat ( BT) dengan kelimpahanrata-rata11ind.1.000m-3(nurhakim,2007) Usaha penangkapan tuna di Wakatobi saat ini cukup berkembang dan bersifat perikanan rakyat. Alat tangkap yang digunakan adalah pancing tonda dan pancing ulur yang dioperasikan oleh 1-3 orang nelayan per unit perahu. Dalam perkembangannya, teknologi pancing tonda yang beroperasi di perairan Wakatobi telahterdiferensiasimenjadilimajenissebagaibentukinovasinelayandalamupaya memanfaatkan tingkah laku ikan, menjangkau berrbagai swimming layer ikan dan spesies target yang lebih bervariasi. Hanya satu diantara lima jenis tersebut yang dioperasikan dengan kapal dalam keadaan bergerak. Kelima jenis pancing tonda tersebutdapatdigolongkansebagaiberikut: 1. TipeStatis(dioperasikandengankapaldalamkeadaandiam): a. Pancingdiberiumpanhidupsepertiikanterbang,cumi-cumidansebagainya. b. Pancing diikatkan pada sendok yang terlipat sehingga memberikan gaya tenggelamdanefekmeliuk-liukdidalamair c. Pancingdiberiumpansegardanmenggunakanbatusebagaialatbantuuntuk menurunkanpancinghinggakedalamanyangdiinginkandanselanjutnyabatu akanterlepasketikadihentakkan. d. Pancingdiberipemberattimahdandiberiplastiklentursehinggamenyerupai ekorikan. 2. TipeBergerak(dioperasikandengankapaldalamkeadaanbergerak). Pancing dipasangi umpan buatan yang umumnya menyerupai ikan terbang dan digunakanlayanglayanguntukmemberiefekseolah-olahumpantersebutterbang danmelompat-lompatdipermukaanair. Seorangnelayanbiasanyamenggunakansatuataulebihdarimetode-metodetersebut tergantungpadakondisiikandidaerahpenangkapan.konsekuensidarihaltersebut

36 adalah perlunya redesain kapal pancing tonda agar lebih sesuai dengan peruntukannyauntukmengoperasikankelimametodetersebutdiatas. Produksi tuna dari nelayan wakatobi dalam empat tahun terakhir memperlihatkan trend peningkatan mskipun terjadi sedikit penurunan pada tahun Produksi tuna Kabupaten Wakatobi tahun diperlihatkan pada Gambar 4. Peningkatan produksi tersebut didorong oleh peningkatan kapasitas tangkap akibat perbaikan metode penangkapan dan peningkatan ukuran kapal khususnya pada nelayan di Pulau Wangi-wangi. Modifikasi metode penangkapan sebagaimana diuraikan di atas mampu meningkatkanlaju tangkap sehingga ukuran kapaldapatdiperbesarsehinggadapatdioperasikanolehorangnelayan. Produksi (kg) 250, , , , , , ,000 50,000 33, Gambar8.ProduksiTunaKabupatenWakatobiTahun Dari data produksi bulanan dapat dilihat kecenderungan musim penangkapan.musimpenangkapanikantunadiwilayahinisangatdipengaruhioleh musim angin Barat dan angin Timur serta pergeseran dalam pola ruaya tuna. BerdasarkanGambar5.terlihatadanyakecenderunganpuncakproduksipadabulan SeptemberhinggaDesemberkhususnyadalamtahunterakhir.Padaperiodeinilah diduga menjadi periode musim puncak penangkapan setiap tahunnya. Periode ini merupakanperalihandarimusimangintimurkemusimanginbarat. Daerah penangkapan adalah perairan sekitar Kepulauan Wakatobi, nelayan melakukan pergiliran darah penangkapan berdasarkan kondisi perairan. Daerah penangkapan tuna oleh nelayan Wakatobi meliputi Perairan Utara Pulau WangiwangihinggaSelatanPulauBoton,PerairanBaratKepulauanWakatobihinggaPulau

37 BatuAtas,PerairanTimurKepulauanWakatobihinggaPulauRunduma,danPerairan SelatanKepulauanWakatobisekitarPulauBinongko Gambar9.TrendProduksiBulananTunadiKabupatenWakatobiTahun Hasiltangkapandariparanelayanberupacakalangdantunaberukurankecil umumnya dipasarkan dalam bentuk utuh ke pasar-pasar lokal, sedangkan tuna berukuran besar dipasarkan dalam bentuk loin kepada para pengumpul lokal. SelanjutnyapengumpullokalmengirimlointunakepadapengumpuldiKotaKendari untuk selanjutnya diteruskan ke Kota Makassar. Harga di tingkat lokal saat ini berkisarrp perkg.dalam meningkatkanjaminanpasar, pengumpul lokalbiasanyamembinabeberapanelayanpenangkapdalambentukbantuanmodal, teknologidanjaminanharga. Rantaidistribusiyangpanjangberpotensimenyebabkanpenurunankualitas loin tuna. Untuk mengatasi hal itu nelayan berupaya memulai rantai dingin lebih awal, yaitu setelah ikan tertangkap nelayan langsung membelah dan membuat loin tunadandiawetkandenganessejakdiatasperahu.solusilainyangdapatdiupayakan adalah mendekatkan PPI dengan daerah penangkapan, dalam hal ini dengan mendirikan PPI sesuai standar selain sebagai tempat pemasaran juga sebagai penyediaan sarana produksi dan bahan pengawet khususnya es, lokasi pembinaan danpendataanproduksi. KawasanTamanNasionalLautKepulauanWakatobi Sejak tahun 1996, wilayah Kepulauan Wakatobi seluas Ha ditetapkan sebagai Taman Nasional oleh Kementrian Kehutanan untuk melindungi

38 ekosistem laut dan pesisirnya dengan tujuan dapat terus menyediakan kebutuhan bagikepentinganperikanan,ekowisatadanperlindunganpesisirkhususnyaterumbu karang.kawasankepulauanwakatobiterdiridari39pulau,gosongdanatolserta perairan di sekitarnya. Tercatat sebanyak 396 jenis karang keras berterumbu (scleractanian hermatripic), 10 spesies karang keras tak-berterumbu (scleractanian ahermatripic),28generakaranglunak,dan31spesieskarangfungiditnw. Sebanyak 590 spesies ikan ditemukan di Wakatobi, bahkan hasil ekstrapolasi menggunakan Coral Fish Diversity Index diperkirakan ikan karang di Wakatobi mencapai942spesies(wwf-tnc,2003).sejaktahun2003kawasanwakatobisecara administrasi menjadi Kabupaten Wakatobi dengan luasan yang sama dengan luas kawasantnw. Sekitar penduduk tinggal di Wakatobi (BPS Wakatobi, 2010), menjadikanwakatobisebagaisalahsatudaribeberapatamannasionaldiindonesai dengan populasi penduduk yang padat. Ketergantungan penduduk terhadap sumberdaya laut sangat tinggi, mengingat sebagian besar penduduknya adalah nelayan,baiksebagaimatapencaharianutamamaupunsampingan. Padamasalalu,terumbukarangdi TNWmengalamipengrusakanyangluas akibat praktek perikanan yang merusak. Ancaman terkini bagi kesehatan terumbu karang dan perikanan berkelanjutan di TNW adalah perikanan illegal dan penangkapan berlebih, serta penambangan karang dan pasir oleh masyarakat lokal untuk bahan bangunan. Ledakan populasi biota mahkota berduri (COTs) yang merupakan predator karang tercatat di TNW pada tahun 2007 (Purwanto et al 2009). Terumbu karang juga mengalami ancaman akibat penyakit karang dan oleh meningkatnyasuhupermukaanlautsebagaiakibatdariperubahaniklim. Rencana pengelolaan dan zonasi TNW telah direvisi tahun 2008 dan telah diimplemantasikan oleh Balai TNW dengan dukungan dari TNC dan WWF. Zonasi baru ini memungkinkan penggunaan kawasan untuk berbagai peruntukan seperti perikanan,budidayadanekowisata.zonasiyangbaruterdiridarizonadengan zona larang ambil (Zona Inti, ZonaPerlindungan Laut dan Zona Pariwisata), zona pemanfaatan (lokal dan umum), serta zona khusus daratan yang diperuntukkan bagi pengembangan infrastruktur untuk masyarakat dan pemerintah. Zona Inti merupakan kawasan yang sepenuhnya dilindungi. Zona Perlindungan Bahari dan

39 Pariwisata terlarang bagi kegiatan perikanan, tetapi memungkinkan bagi pemanfaatan yang tidak merusak, seperti rekreasi penyelaman, keduanya diperuntukkan untuk melindungi sumberdaya yang penting dan berfungsi sebagai bank ikan. Zona Pemanfaatan Lokal yang sangat luas khusus diperuntukkan bagi masyarakatlokalwakatobi.zonapemanfatan Umumdiperuntukkanbagiperikanan pelagis laut dalam. Secara keseluruhan, zona larang ambil di Wakatobi hanya mencakup 3.7%daritotalluas wilayahwakatobi,namundemikiantelah mencakup 37%darihabitatpentingsepertiterumbukarang,mangrovedanlamun. Zonasi TNW tersebut dibuat melalui serangkaian tahapan termasuk didalamnya konsultasi public, namun zona inti yang merupakan zona dimana penangkapan dilarang sepenuhnya masih dipandang terlalu kecil dibanding luas TNW secara keseluruhan. Melalui Program COREMAP II telah difasilitasi pembentukan Daerah Perlindungan Laut (DPL) di semua desa pesisir. DPL ini merupakan upaya perluasan zona larangan ambil (no take zone), upaya meningkatkan kapasitas dukungan lingkungan terhadap rekruitmen sumberdaya ikan di kawasan ini serta upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam konservasilingkungan.zonasitnwdansebarandpldapatdilihatpadagambar10. Gambar 10. Peta Zonasi dan Sebaran Daerah Perlindungan Laut di Taman Nasional LautWakatobi(Sumber:CoremapII)

40 3 MetodePenilaianPerformaIndikatorEAFM 3.1 Pengumpulandata LokasipelaksanaanKajianPenilaianPerformaPerikananKarangDengan Indikator Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) Tahun Anggaran2014dilaksanakandiSulawesiTenggarayangmeliputiKabupatenKonawe Selatan,Konawe,KonaweUtaradanKonaweKepulauansebagaisalahsatukawasan wilayah pengelolaan perikanan Pengumpulan data primer dilakukan melalui survei dan pengamatan langsung serta wawancara di lapangan pada sejumlah responden yang berkaitan dengan aktivitas perikanan ikan karang. Pengumpulan data sekunder perikanan yanng dimaksud lebih diprioritaskan di Dinas Perikanan dankelautanprovinsisulawesitenggara,dinaskelautandanperikanankabupaten Konawe Selatan, Konawe Utara dan Konawe Kepulauan, Data sekunder yang dikumpulkan berupa Laporan Tahunan dan Statistik Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Konawe Selatan, Konawe, Konawe Utara dan Konawe Kepulauansejaktahun Pengumpulan data yang berkaitan dengan Domain Habitat dan Ekosistem bersumber dari hasil-hasil penelitian baik telah terpublikasi dalam bentuk jurnal maupun laporan-laporan penelitian dan dokumen yang relevan khusunya yang mengkajimengenaisumberdayaperikaandanperairanpesisirdanlautdisulawesi Tenggara. Selain melakukan pengumpulan data sekunder tersebut, dilakukan pula pengumpulan informasi melalui wawancara. Wawancara ini dibagi menjadi dua kelompokyaituwawancarayangdilakukanuntukmengumpulkaninformasitentang kelembagaandansebagai respondennyaadalahkepaladinas,kepalabidangpesisir danpulau-pulaukecil,kepalabidangpengawasan,dinaskelautandanperikanandi wilayahkajianbaikdkpprovinsimaupundkpkabupaten,,camatdankepaladesadi lingkunganlokasitargetsurveidiwilayahkajian. Kelompok kedua yang menjadi responden adalah nelayan sebagai sumber informasi dilapangan pada setiap kecamatan nelayan atau penduduknya mayoritas sebagainelayan,ikankarangdenganjumlahnelayanrespondenditentukansejumlah 1015.

41 Sedangkan pengumpulan data yang terkait domain habitat atau ekosisten makadilakukansurveyataupengamatanlangsungpadalokasi-lokasisurveydisetiap kecamatanlokasinelayanrespondendenganmetodeyangdisesuaikandengankaidah ilmiahuntukpengamatanekosistenmaupunkualitasperairan. Adapun pengumpulan data untuk penilaian status indikator setiap domain yangmenjadifokuspenilaianini,sebagaiberikut a. IndikatorDomainSumberdayaIkan Indikator Sumber data Kriteria CPUE Baku (Standarize CPUE) Ukuran Ikan Proporsi Ikan Yuwana (Juvenile) yang ditangkap Komposisi Spesies "Range Collapse" sumberdaya Ikan Spesies ETP Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder 1 = CPUE baku menurun tajam 2 = CPUE baku menurun sedikit 3 = CPUE baku stabil atau meningkat 1 = trend ukuran rata-rata ikan yang ditangkap semakin kecil 2 = trend ukuran relatif tetap 3 = trend ukuran semakin besar 1 = banyak sekali (> 60 %) 2 = banyak (30 60 %) 3 = sedikit (<30 %) 1 = proporsi target lebih sedikit 2 = proporsi target sama dengan non-target 3 = proporsi target lebih banyak 1 = semakin Sulit 2 = relatif tetap 3 = makin mudah 1 = fishing ground menjadi sangat jauh 2 = fishing ground jauh 3 = fishing ground relatif tetap jaraknya. 1 = banyak tangkapan spesies ETP 2 = sedikit tangkapan spesies ETP 3 = tidak ada spesies ETP yang tertangkap b. IndikatorDomainHabitatdanEkosistem Indikator Sumber data Kriteria Kualitas perairan Status lamun Data primer hasil pengamatan Data skunder : Hasil penelitian baik telah dipublikasikan maupun tidak terpublikasi, laporan dan dokumen yang relevan. Data primer hasil pengamatan Limbah yang reidentivikasi secara klinis, audio/visual 1 = tercemar 2 = tercemar sedang 3 = tidak tercemar Tingkat kekeruhan 1 = > 20 mg/m 3 konsentrasi tinggi 2 = mg/m 3 konsentrasi sedang 3 = < 10 mg/m 3 konsentrasi rendah Eutrofikasi 1 = konsentrasi klorofil a > 10 mg/m 3 terjadi eutrofikasi. 2 = konsentrasi klorofil a 1-10 mg/m 3 potensi terjadi eutrofikasi. 3 = konsentrasi klorofil a < 1 mg/m 3 tidak terjadi eutrofikasi 1 = tutupan rendah, 29,9 % 2 = tutupan sedang, 30 49,9 %.

42 Status Mangrove Status Terumbu Karang Habitat unik/khusus (spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling). Data skunder : Hasil penelitian baik telah dipublikasikan maupun tidak terpublikasi, laporan dan dokumen yang relevan. Data primer hasil pengamatan Data skunder : Hasil penelitian baik telah dipublikasikan maupun tidak terpublikasi, laporan dan dokumen yang relevan.. Data primer hasil pengamatan Data skunder : Hasil penelitian baik telah dipublikasikan maupun tidak terpublikasi, laporan dan dokumen yang relevan. Data skunder : Hasil penelitian baik telah dipublikasikan maupun tidak terpublikasi, laporan dan dokumen yang relevan. 3 = tutupan tinggi 50 % 1 = keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1) 2 = kanekaragaman sedang (3,20<H <9,97 atau 1<H <3); 3 = keanekaragaman tinggi (H >9,97 atau H >3) 1 = kerapatan rendah, <1000 pohon/ha, tutupan <50%; 2 = kerapatan sedang pohon/ha, tutupan 50-75%; 3 = kerapatan tinggi, >1500 pohon/ha, tutupan >75% 1 = keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1) 2 = kanekaragaman sedang (3,20<H <9,97 atau 1<H <3); 3 = keanekaragaman tinggi (H >9,97 atau H >3) Kriteria Luasan : 1= luasan mangrove berkurang dari data awal; 2= luasan mangrove tetap dari data awal; 3= luasan mangrove bertambah dari data awal 1 = INP rendah; 2 = INP sedang; 3 = INP tinggi; 1 = tutupan rendah, < 25 % 2 = tutupan sedang, 25 49,9 %. 3 = tutupan tinggi > 50 % 1 = keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1) 2 = kanekaragaman sedang (3,20<H <9,97 atau 1<H <3); 3 = keanekaragaman tinggi (H >9,97 atau H >3) 1 = tidak diketahui adanya habitat unik/khusus; 2=diketahui adanya habitat unik/khusus tapi tidak dikelola dengan baik; 3 = diketahui adanya habitat unik/khusus dan dikelola dengan baik Status dan produktivitas Estuari dan perairan sekitarnya Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat Data primer hasil pengamatan Data skunder : Hasil penelitian baik telah dipublikasikan maupun tidak terpublikasi, laporan dan dokumen yang relevan. Data skunder : Hasil penelitian baik telah dipublikasikan maupun tidak terpublikasi, laporan dan dokumen yang relevan. 1 = produktivitas rendah; 2 = produktivitas sedang; 3 = produktivitas tinggi 1= belum adanya kajian tentang dampak perubahan iklim; 2= diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi; 3 = diketahui adanya dampak perubahan iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi

43 c. IndikatorDomainTeknikPenangkapanIkan Indikator Sumber data Kriteria Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan. Fishing capacity dan Effort Selektivitas penangkapan Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder d. IndikatorDomainEkonomi Kepemilikan aset 1 = frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun 2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun 3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun 1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm 2 = 25-50% ukuran target spesies < Lm 3 = <25% ukuran target spesies < Lm 1 = R kecil dari 1; 2 = R sama dengan 1; 3 = R besar dari 1 1 = rendah (> 75%) ; 2 = sedang (50-75%) ; 3 = tinggi (kurang dari 50%) penggunaan alat tangkap yang tidak selektif) 1 = kesesuaiannya rendah (lebih dari 50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 2 = kesesuaiannya sedang (30-50% sampel tdk sesuai dgn dokumen legal); 3 = kesesuaiannya tinggi (kurang dari 30%) sampel tidak sesuai dgn dokumen legal 1= Kepemilikan sertifikat <50%; 2= Kepemilikan sertifikat 50-75%; 3 = Kepemilikan sertifikat >75% Indikator Sumber data Kriteria Nilai Tukar Nelayan (NTN) Pendapatan rumah tangga (RTP) Saving rate Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder 1 = nilai aset berkurang (lebih dari 50%) ; 2 = nilai aset tetap (kurang dari 50%); 3 = nilai aset bertambah (di atas 50%) 1 = kurang dari 100, 2 = 100, 3 = lebih dari = kurang dari rata-rata UMR, 2 = sama dengan rata-rata UMR, 3 = > rata-rata UMR 1 = kurang dari bunga kredit pinjaman; 2 = sama dengan bungan kredit pinjaman; 3 = lebih dari bunga kredit pinjaman e. DomainSosial Indikator Sumber data Kriteria Partisipasi pemangku kepentingan Data primer dan Data skunder : Hasil penelitian baik telah dipublikasikan maupun tidak terpublikasi, laporan dan 1 = kurang dari 50%; 2 = %; 3 = 100 % dokumen yang relevan. Konflik perikanan Data primer dan data sekunder 1= lebih dari 5 kali/tahun; 2 = 2-5 kali/tahun; Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge) Data primer dan data sekunder 3 = kurang dari 2 kali/tahun 1 = tidak ada; 2 = ada tapi tidak efektif; 3 = ada dan efektif digunakan

44 f. DomainKelembagaan Indikator Sumber data Kriteria Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah Data primer dan data sekunder ditetapkan baik secara formal maupun non-formal (Alat) 3 = tidak ada informasi pelanggaran Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan Mekanisme Kelembagaan Mekanisme Kelembagaan Rencana pengelolaan perikanan Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder Data primer dan data sekunder 1 = lebih dari 5 kali terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan perikanan; 2 = 2-4 kali terjadi pelanggaran hukum; 3 = kurang dari 2 kali pelanggaran hukum Non formal 1 = lebih dari 5 informasi pelanggaran, 2 = lebih dari 3 informasi pelanggaran, 1 = tidak ada; 2 = ada tapi tidak lengkap; 3 = ada dan lengkap Elaborasi untuk poin 2 1 = ada tapi jumlahnya berkurang; 2 = ada tapi jumlahnya tetap; 3 = ada dan jumlahnya bertambah 1 = tidak ada penegakan aturan main; 2 = ada penegakan aturan main namun tidak efektif; 3 = ada penegakan aturan main dan efektif 1 = tidak ada alat dan orang; 2 = ada alat dan orang tapi tidak ada tindakan; 3 = ada alat dan orang serta ada tindakan 1 = tidak ada teguran maupun hukuman; 2 = ada teguran atau hukuman; 3 = ada teguran dan hukuman 1 = tidak ada mekanisme kelembagaan; 2= ada mekanisme tapi tidak berjalan efektif; 3 = ada mekanisme kelembagaan dan berjalan efektif 1 = ada keputusan tapi tidak dijalankan; 2 = ada keputusan tidak sepenuhnya dijalankan; 3 = ada keputusan dijalankan sepenuhnya 1 = belum ada RPP; 2 = ada RPP namun belum sepenuhnya dijalankan; 3 = ada RPP dan telah dijalankan sepenuhnya 1 = konflik antar lembaga (kebijakan antar lembaga berbeda kepentingan); 2 = komunikasi antar lembaga tidak efektif; 3 = sinergi antar lembaga berjalan baik Kapasitas pemangku kepentingan Data primer dan data sekunder 1 = terdapat kebijakan yang saling bertentangan; 2 = kebijakan tidak saling mendukung; 3 = kebijakan saling mendukung 1 = tidak ada peningkatan; 2 = ada tapi tidak difungsikan; 3 = ada dan difungsikan 3.2 AnalisaKomposit AnalisisEcosystemApproachtoFisheriesManagement(EAFM)merupakansalah satu pendekatan multi atribut, dengan pendekatan kepada gejala atau performa indikasi kondisi ekosistem perairan secara umum. Berbeda dengan pendekatan berbasis ekosistem (Ecosystem Based Management) yang terkesan rumit dan perlu

45 efortyangbesar,tetapiefektivitasnyamasihdipertanyakan(talliset.all.2010),yang jugadisebabkanjustrukarenaprasyaratyangtidakterpenuhi. Perlu dicatat bahwa model-model matematis tentang dinamika spesies awalnya diturunkan dari fenomena single species dengan mengasumsikan spesies tersebutterisolasidansemakinterbatasnyapengaruhfaktor-faktoryangmendorong dinamika tersebut. Pada kondisi perairan tropis, kondisi ini tidak bisa diabaikan mengingat kompleksnya jejaring antar spesies. Karena bersifat multispesies, opsi manajemenjugajugamenyebabkansemakinbanyaknyatujuanpengelolaan(multiple objective). Permasalahannya bukan hanya pada model, tapi juga data yang bisa dieksplorasi. Karena kompleksnya sistem sumberdaya, maka pengukuran dari satu variable juga samakin tinggi tingkat ketidakpastiannya atau semakin tinggi tingkat erornya (Padila and Copes, 1994). Sehingga pendekatan yang diajukan agar lebih operatif terutama pada negara-negara dengan data dan tata kelola yang terbatas adalaheafm. EAFMmerefleksikanpenyatuanduakonsepyangberbedatetapimasihterkait yaitu pengelolaan ekosistem (ecosystem management dan pengelolaan perikanan (fisheriesmanagement).pengelolaanekosistembertujuanuntukmelindungistruktur, keanekaragaman dan fungsi ekosistem melalui seperangkat aksi pengelolaan yang menitikberatkan pada komponen biofisik dari ekosistem. Sedangkan pengelolaan perikananbertujuanuntukmemenuhitujuanmencapaitujuansosialdankebutuhan manusiadalamhalpangandanmanfaatekonomimelaluitindakanpengelolaanyang menitikberatkanpadaaktivitaspenangkapandantargetsumberdaya.walaupundua konsepsi tersebut mempunyai arah yang terlihat berlawanan, tetapi pembangunan berkelanjutanmemerlukankeduakonseptersebut. Secara substansial, penilaian indikator EAFM merupaka sebuah sistem multikriteriayangberujungpadaindekskompositterkaitdengantingkatpencapaian sebuahpengelolaanperikanansesuaidenganprinsipeafm.dalammodulini digunakanpendekatankompositsederhanadenganteknikflagmodeling. TeknikFlagModelingdilakukan dengan menggunakanpendekatanmulti-criteria analysis (MCA) di mana sebuah set kriteria dibangun sebagai basis bagi analisis keragaan wilayah pengelolaan perikanan dilihat dari pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan (EAFM) melalui pengembangan indeks komposit dengan

46 tahapansebagaiberikut(adrianto,matsuda,andsakuma,2005) Tentukankriteriauntuksetiapindikatormasing-masingaspekEAFM(habitat, sumberdayaikan,sosialekonomidankelembagaan) Kaji keragaan masing-masing unit perikanan (misalnya WPP) untuk setiap indikator yang diujibaikmenggunakan sumber primer atau sekunder sesuai dengantingkatketersediaandatayangterbaik(thebestavailabledata Berikannilaiskor(nsijuntuksetiapindikatorke-idomainke-jpadamasingmasing unit perikanan yang diukur (misalnya WPP) dengan menggunakan skor Likert (berbasis ordinal 1,2,3) sesuai dengan keragaan pada setiap unit perikananyangdiuji(misalnyawpp)dankriteriayangtelahditetapkanuntuk masing-masingdomain(dj). Tentukan bobot berdasarkan rangking (brij untuk setiap indikator ke-i, domainke-j Identifikasi tingkat konektivitas antar domain dan indikator dengan menentukan skor domain (sdi dari hasil coginitive mapping keterkaitan antar indikator. Keterkaitan ini merupakan salah satu penciri utama dari EAFM. Kembangkanpenilaiankompositpadamasing-masingdomainke-j(Dj)dengan formulasederhanasebagaiberikut C-Djnsijbrijsdi Kembangkan indeks komposit agregat untuk seluruh domain ke-j (Dj) pada unitperikananyangdievaluasi(misalnyawpp)dengan modelfungsisebagai berikut C- WPPi (Dj, nsij brij sdi ).Basis formula untuk analisis komposit agregat adalah C-WPPiAVEdjnsijbrijsdi DimanaAVErata-rataaritmetikdaridomainke-j(Dj)daritotalperkalian antaransij(nilaiskorindikatorke-idaridomainke-j)danbrij(bobotranking indikatorke-idomainke-j)dansdi(skordensitasdariindikatorke-i) Secara diagramatik, algoritma dari pendekatan flag modelling dapat dilihat padagambar11berikutini.sedangkancontohkonektivitasantarparameterdalam EAFMdapat dilihat pada Gambar 12.

47 Gambar 11. Algoritma Flag Modeling dengan Menggunakan Konektivitas antar ParameterdalamIndikatordanDomain (DenganContohDomainHabitat danekosistemperairan) Gambar12.KonektivitasAntarParameterBerdasarkanCoginitiveMappingyang disusunolehexpertgroupdalamevaluasieafm

48 Dari Gambar 12 tersebut di atas maka nilai sdi (skor densitas indikator ke-i) dapat diidentifikasi dari berapa jumlah garis linkages yang masuk ke dalam indikator tersebut. Dari total tiap indikator yang dinilai, kemudian dianalisis dengan menggunakananalisiskompositsederhanaberbasisrataanaritmetikyangkemudian ditampilkandalambentukmodelbendera(flagmodel)dengankriteriasepertiyang dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini. Dalam konteks total penilaian, maka nilai minimal adalah 100 dan nilai maksimal adalah Dengan menggunakan pendekatan rasio persentase sebagai persen maka rentang nilai dalampersentasisecaralengkapdapatdilihatpadatabelberikutini. Tabel 16. Tabel. Batasan Skor Nilai Domian dan Agregat Rendah Rentang nilai Tinggi Model Bendera Deskripsi 1 20 Buruk dalam menerapkan EAFM Kurang dalam menerapkan EAFM Sedang dalam menerapkan EAFM Baik dalam menerapkan EAFM Baik Sekali dalam menerapkan EAFM

49 4 AnalisisTematikPengelolaanPerikanan 4.1 PerikananKabupatenKonaweSelatan DomainHabitat Indikator-indikatoryangtermasukdalamdomainhabitatdanekosistemyang meliputi kualitas perairan, status lamun status mangrove, status terumbu karang, habitat unik/khusus (spawning ground nursery ground feeding ground, upwelling), statusdanproduktivitasestuaridanperairansekitarnya,perubahaniklimterhadap kondisiperairandanhabitat.berdasarkanhasilanalisissetiapindikatoreafmpada domainhabitatdanekosistemditampilkandalamtabel17. WilayahKabupatenKonaweSelatanmerupakanbagianselatan dari Sulawesi Tenggara yang memiliki ekosistem yang kompleks. Di wilayah pesisir khususnya di SelatTiworotermasukdidalamnyaTelukLaineadanTelukKolonoterbentanghutan mangrove.sepanjanggarispantaiterbentangdangkalanyanglandaidantubir-tubur karang. Perairan Kabupaten Konawe Selatan terbagi menjadi dua bagian yaitu kawasan perairan semi tertutup yang terletak di Selat Tiworo yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Muna dan Bombana. Sedangkan kawasan perairan lainnya adalah perairan terbuka berada di bagian timur Kabupaten konawe Selatan yangsangatdipengaruhiolehmusimtimurdankondisilautbandadengangelombang danarusyangcukuptinggi Aktivitas pembangunan khususnya industri yang dapat mempengaruhi kualatasperairansudahdirasakanolehmasyarakatkhususnyakawasan perairan di Selat Tiworo dimana aktivitas pertambangan sangat berpengaruh terhadap kualitas perairan.sehinggadampakaktivitasdidarattersebutadalahpeningkatankekeruhan di sepanjang pesisir selatan Kabupaten Konawe Selatan. Sedangkan di perairan bagian timur pengaruh aktivitas darat masih sangat sedikit sehingga kondisi ini relatif terisolasi oleh keberadaan gelombang dan arus.. Nilai beberapa parameter kualitasairdikabupatenkonaweselatandisajikanpadatabel17adan17b.

50 Tabel 17. Hasil Analisis Komposit Indikator Domain Habitat dan Ekosistem. INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN KRITERIA DATA ISIAN SKOR 1. Kualitas perairan 2. Status ekosistem lamun Limbah yang teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual (Contoh :B3-bahan berbahaya & beracun) Tingkat kekeruhan (NTU) untuk mengetahui laju sedimentasi perairan Eutrofikasi 1= tercemar; 2=tercemar sedang; Parameter kualitas air berada dibawah batas ambang baku mutu 3= tidak tercemar perairan dalam KEPMEN No. 51/2004 tentang Baku Mutu Perairan. 66,7% responden mengatakan daerah tempat tinggal tercemar sedang dan 33,3% tidak tercemar 1= > 20 mg/m^3 konsentrasi tinggi Nilai kekeruhan yang terukur di perairan 2= mg/m^3 konsentrasi Torobulu kecamatan sedang; Palangga Selatan adalah 3= <10 mg/m^3 konsentrasi rendah 53,75-55,78 NTU yang Satuan NTU termasuk dalam kategori tinggi (Fitryani, 2013) 1= konsentrasi klorofil a < 2 µg/l; terjadi eutrofikasi; 2= konsentrasi klorofil a 2-5 µg/l; potensi terjadi eutrofikasi; 3= konsentrasi klorofil a > 5 µg/l tidak terjadi eutrofikasi Hasil analisa data primer 2013 konsentrasi klorofil = 4,9 mg/l Luasan tutupan lamun. 1=tutupan rendah, 29,9%; Nilai tutupan lamun dapat dilihat Moramo 2=tutupan sedang, 30-49,9%; 3=tutupan tinggi, 50% 1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1), jumlah spesies < 3 Utara = 30-70%, di Laonti = 30-80%. Jadi rata-rata tutupan lamun = 55% (KKPD Prov. SUltra, 2012) nilai keanekaragaman 2 BOBOT (%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI , ,5

51 3. Status ekosistem mangrove Kerapatan, nilai penting, perubahan luasan dan jenis mangrove 2 = kanekaragaman sedang (3,20<H <9,97 atau 1<H <3), jumlah spesies = keanekaragaman tinggi (H >9,97 atau H >3), jumlah spesies > 7 1=tutupan rendah, < 50%; 2=tutupan sedang, 50 - < 75%; 3=tutupan tinggi, 75 % atau jumlah spesies lamun sebanyak 2-6 jenis dari dua lokasi(kkpd Prov. SUltra, 2012) Penutupan mangrovedi pesisir Kab. Konawe Selatan % =kerapatan rendah, <1000 pohon/ha, tutupan <50%; 2=kerapatan sedang pohon/ha, tutupan 50-75%; 3=kerapatan tinggi, >1500 pohon/ha, tutupan >75% Kerapatan mangrove berkisar ind/ha. (Muh. Ramli 2012, Alfajar, 2013, KKP, 2012) 2 4. Status ekosistem terumbu karang > Persentase tutupan karang keras hidup (live hard coral cover). 1=tutupan rendah, <25%; 2=tutupan sedang, 25-49,9%; 3=tutupan tinggi, >50% 1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1); 2 = kanekaragaman sedang (3,20<H <9,97 atau 1<H <3); 3 = keanekaragaman tinggi (H >9,97 atau H >3) Putupan karang hidup yang terukur di kecaatan Laonti ratarata berkisar 27% sedang di kecamatan Moramo = 25% (KKPD, 2012). Di pulau Lara tutupan karang hidup mencapai 64,82% (Adi, dkk 2012), Teluk Stairng = 29,6-70,48 (KKP, 2012) nilai keanekaragaman di Teluk Wawatu 3,64 dengan jumlah jenis karang batu = 51 jenis. (Siringiringo, 2012) Habitat unik/khusus Luasan, waktu, siklus, distribusi, dan kesuburan 1=tidak diketahui adanya habitat unik/khusus; Masyarakat hingga sat ini belum di ketahui ,69

52 perairan, spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling, nesting beach 2=diketahui adanya habitat unik/khusus tapi tidak dikelola dengan baik; 3 = diketahui adanya habitat unik/khusus dan dikelola dengan baik 2=produktivitas sedang; 3=produktivitas tinggi adanya habitat khusus 6. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat Untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat > State of knowledge level : Berdasarkan 1= belum adanya kajian tentang dampak perubahan iklim; 2= diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi; 3 = diketahui adanya dampak perubahan iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi pengamatan secara kualitatif dan informasi dari masyarakat bahwa di kawasan ini terkena dampak perubahan iklim khsuusnya pada ekosistem pesisir namun hingga saat ini belum ada strategi dan mitigasi untuk mengaadapi hal teresebut > state of impact (key indicator menggunakan terumbu karang): 1= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching >25%); 2= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching 5-25%); 3= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching <5%) Infromasi dari responden mengatakan bahwa di kawasan terumbu karang mengalami pemutihan, kondisi ini diduga merupakan dampak dari perubahan iklim, khususnya pada kedalaman kurang dari 7 meter 2 RERATA TOTAL TOTAL 1, ,52

53 Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh KKP tahun 2012 terhadapbeberapaparameterkualitasperairansepertiditunjukanpadatabel18 mengindikasikanbahwakualitasperairandariaspekpencemarantabel17maka indikator penilaian untuk kualitas air berada dibawah batas ambang baku mutu perairan dalam KEPMEN No. 51/2004 tentang Baku Mutu khususnya perairan yang berhadapan langsung dengan laut banda. Namun perairan yang berada di SelatTiworokhusunyadiwilayahpesisirsecaravisualmenunjukanadanyatandatanda pencemaran. Kondisi ini diperkuat dengan hasil wawancara kepada masyarakat yang bermukim disekitar perairan bahwa 66,7% mengatakan perairannya tercemar akibat kegiatan pertambangan. Berdasarkan kondisi tersebut maka perairan Kabupaten Konawe Selatan dikategorikan tercemar sedangdengannilaiskor2. Tabel18.Parameter bio-fisik perairan laut Kecamatan Moramo dan Moramo UtaraKabupatenKonaweSelatan No. Parameter Kualitas Air Desa/Perairan Tanjung Tiram Wawatu Pulau Lara Lapuko A 1 Salinitas(ppt) ph 7,5 7,5 7,2 7,2 3 DO (ppm) 6,5 5,7 5,9 5,9 4 Suhu ( 0 C) V. Arus (m/det) 0,06 0,25 0,30 0,30 6 Tinggi Gelombang (m) 0,15 0,4 0,4 0,4 7 Kedalaman (m) Kecerahan (%) Jarak Intertidal (m) Tipe Substrat P P PK PL 11 Posfat (ppm) 0,155 0,174 0,184 0, Nitrat (ppm) 5,321 7,437 8,141 6,442 B. Parameter Biologi (Plankton) 13 Jumlah Jenis Kelimpahan (ind/l) Keanekaragaman 0,791 0,666 1,139 Sumber: KKP, 2012 Nilai kekeruhan yang yang terdapat disalah satu perairan Kabupaten SelatanyaitudiSelatTiworokhususnyadiperairanTorobulukecamatanPalangga Selatanberkisar53,7555,78NTUyang termasukdalamkategoritinggisebagai akibat aktivitas pertambangan lokasi darata daerah tersebut. (Fitryani, 2013).

54 Berdasarkankondisitersebutmakakriteriakekeruhandapatdiberikannilaiskor 1. Sedangkan eutrofikasi dilakukan melalui analisa konsetrasi klorofil-a dan berdasarkan hasil analisis data di laboratorium maka diperoleh konsenrasi klorofil-asebesar4,9mg/lyangmenunjkanbahwaperirantersebutmenunjukan gejalaakanterjadieutrofikasisehinggadiberinilaikriteriadenganskor2. EkosistempadanglamunbanyakditemukandisekitarPulauSapondadan PulauHari,sedangkandikecamatanpesisirlainnyaditemukandalamjumlahyang sedikit.ekosistemlamunyangdijumpaimasihberagam,sebagianbesarberbentuk sporadis (spot-spot) dengan jenis yang dominan adalah E.acoroides. Kondisi ini disebabkan perairannya pada musim hujan sering terjadi peningkatan sedimen akibataliransungaisehinggadapatmenghambatpertumbuhanlamun.jenis-jenis lamunyangditemukandikawasanyangdicadangkansebagaikawasankonservasi terdiri dari E. acoroides, T. Hemprichii, H. Ovalis, S. Isotifolium dan Halophila sp. PersentasepenutupanekosistemlamundiKabupatenKonaweSelatan,Tabel19.. Berdasarkantersebutterlihatbahwapersentasepenutupanlamunpadabeberapa kecamatan berkisar 20-80% dengan rata-rata 55%. Dengan demikian untuk indikator persen tutupan lamun dapat diberi skor atau tergolong tingkat penutupantinggi(>50%).sedangkanjumlahjenislamunyangterdapatjenis sehinggaberdasarkaninformasitersebutmakauntukindikatorkeanekaragaman jenis lamun dapat diberi skor yakni keanekaragaman sedang dengan jumlah spesieslamun3-7spesies. Tabel 19 PersentasepenutupanekosistemlamundiKabupatenKonaweSelatan. No Kecamatan/ Desa NamaJenisDominan Penutupan (%) Kondisi MoramoUtaradanMoramoKab.KonaweSelatan Puasana E.acoroidesT.hemprihii Buruk TanjungTiram E.acoroidesT.hemprichii Baik H.ovalis Wawatu E.acoroidesT.hemprichii Baik H.ovalis Lapuko E.acoroides,T.hemprichii S.isotifolium Sedang 2 LaontiKab.KonaweSelatan Tambolosi E.acoroidesT.hemprichii Baik H.ovalis,H.univervis Tambeanga H.ovalisH.univervis Sedang

55 No Kecamatan/ NamaJenisDominan Penutupan Kondisi Desa (%) CempedakBesar E.acoroidesH.ovalis H.univervis Baik Sumber: Laporan akhir penyusunan master plan pengembangan Minapolitan Kabupaten KonaweSelatan2011,danKKP HutanmangrovediKabupatenKonaweSelatanmempunyaivegetasiyang padat yang menyebar disepanjang pesisir Kecamatan Tinaggea hingga di Teluk Lainea,dihampirTelukKolono,TelukStaringdanbeberapatitikyangtidakbegitu padadikecamatanlainnya.hampirsetiapdaerahlandaiyangmempunyaisubstrat lumpur dan pasir dapat kita temukan vegetasi mangrove yang lebat. Ketebalan mangrove juga menyebar dihampir seluruh muara aliran sungai. Untuk lebih jelasnyakitadapatmelihatpenutupanvegetasimangrovepadatabel20berikut. Tabel 20. Kerapatan Vegetasi Mangrove Pada Beberapa Wilayah di Kabupaten KonaweSelatan Kabupaten Konawe Selatan Kecamatan/ Desa Jenis Dominan Moramo dan Moramo Utara Puasana Rhyzophora sp. Sonneratia sp. Bruguera sp. Tanjung Tiram Rhyzophora sp. (Data primer) Sonneratia sp. Bruguera sp. Wawatu (Data primer) Wawatu Jaya (Data primer) Lapuko (Data primer) Laonti Tambolosi Rhyzophora sp. Sonneratia sp. Bruguera sp. Rhyzophora sp. Sonneratia sp. Rhyzophora sp. Soneratia sp. Bruguera sp. Ceriop sp. Rhyzophora sp. Soneratia sp. Bruguera sp. Ukuran Dominan (diameter cm) Kerapatan (Jumlah pohon/ha) Baik Kondisi Sedang Baik Sedang Baik Baik Tambeanga Rhyzophora sp Baik

56 Soneratia sp. Bruguera sp. Cempedak Besar Rhyzophora sp. Soneratia sp Sedang Sumber: Adaptasi laporan akhir penyusunan master plan pengembangan minapolitan KabupatenKonaweSelatan2011,danAsrin,2013.Ramli,2011 Berdasarkan diatas terlihat bahwa kondisi vegetasi hutan mangrove di KabupatenKonaweSelatansearakeseluruhankondisipenutupannyaberadapada ksaran2070%.sedangkantingkatkerapatanberkisarantara ind/ha. Berdasarkan informasi di atas maka untuk indikator status ekosistem mangrove yang dilihat dari aspek tingkat penutupan dan kerapatannya dapat diberi skor yakni penutupan dan tingkat kerapatan tergolong sedang (penutupan berada antara5075dankerapatanantara ind/ha). Ekosistem terumbu karang merupakan bagian penting dari ekosistem pesisir yang memberi kontribusi yang signifikan bagi produksi perikanan dikonaweselatan.terumbukarangdiwilayahinipadaumumnyaadalahterumbu karang tepi yang menyebar sepanjang tubir sejajar garis pantai, kecuali pada beberapalokasiberupaguguskarangnamundenganluasanyangsempit. Tabel 21. Tutupan karang karang di perairan Teluk Starring Konawe Selatang Kategori Penutupan (%) Karang Hidup ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5 ST.6 ST.7 ST.8 ST.9 a. Hard coral 45,54 29,6 67,44 52,43 50,93 70,48 43,48 40,14 64,32 62,38 b. Sponge 0,52 1,16 1,18 0,17 3,83 0 1, c. Soft Coral 3,00 1,86 1,04 1,70 14,97 0,4 1,26 0 5,52 0,98 Death coral 50,70 67,38 28,54 44,83 29,03 29,12 53,52 59,86 28,88 36,64 Others 0,24 0 1,8 0,87 1, ,28 0 Total Tutupan karang hidup 49,06 32,62 69,66 54,30 69,73 70,88 46,48 40,14 69,84 63,36 Kategori Tutupan Sedang Sedang Baik Sedang Baik Baik Sedang Sedang Baik Baik Sumber: KKP, 2012 Tabel21memperlihatkanutupankaranghidupyangterukurdikecaatan Laontirata-rataberkisar27%sedangdikecamatanMoramo25%(KKP,2012). Di pulau Lara tutupan karang hidup mencapai 64,82% (Adi, dkk 2012), Teluk Stairng 29,6 70,48 (KKP, 2012). Berdasarkan hasil analisis dari Tabel 21 menunjukankondisipenutupankarangdikonaweselatanberadapadakisaran25

57 49,5% dengan kategori sedang sehingga indikator status karang aspek penutupandiberinilaiskor2.denganmelihat karakteristikpenyebaranterumbu karangyangbervariasisertakualitasairpadakondisiduakawasanperairan(laut bada dan Selat Tiworo) maka dapat diduga bahwa keanekaragaman terumbu karang di daerah ini termasuk sedang, hal ini didukung hasil penelitian Siringiringo, 2012 bahwa nilai indeks keanekaragaman terumbu karang di kecamatanmoramoutarasebesar3,65atau51jenis.berdasarkankondisitersebut maka indikatorkeanekaragaman jenis terumbukarang dapat diberi skor yakni keanekaragamansedang((3,20<h <9,97). Informasi indikator habitat khusus/unik yang berkaitan dengan spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling, nesting beach di Kabupaten Konawe Selatan diperoleh berasarkan hasil wawancara dengan nelayan. Berdasarkan informasi yang dihimpun maka sebagian besar masyarakat belum mengetaui adanya lokasi atau habitat khusus. Oleh karena itu berdasarkan informasitersebutmakaindikatorhabitatkhususdapatdiberikanskoryaitu tidak diketahui adanya habitat unik/khusus sehingga indikator habitat khusus diberinilaiskor1. Pengkajian dampak perubahan iklim di Kabupaten Konawe Selatan belum banyakdilakukan,namunsecarakualitatifdampakperubahaniklimsudahdapat dirasakanolehmasyarakatyaituadanyaperubahantinggigelombangsertahujan yangsulitdiprediksidantidakteraturnamuninformasiterkaitdenganadanya coralbleachingpadasaattertentukhususnyapadakedalamankurangdarimeter Keberadaan infromasi yang demikian belum diikuti langkah-langkah strategis untukmengantisipasinya,olehkarenanitukriteriainidapatdiberikanskor DomainSumberdayaIkan Penilaian Domain Sumberdaya Ikan terbagi dalam 6 indikator penilaian yaitu CPUE Baku, Ukuran ikan, Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap, Komposisi spesies, "Range Collapse" sumberdaya ikan dan Spesies ETP. Berdasarkan hasil analisis pemberian skor kriteria indikator-indikator domain sumberdaya ikan dapat dilihat pada Tabel 22. Indikator CPUE baku dianilasa terhadap 4 jenis ikan di Kabupaten Konawe Selaan yang meliputi; ikan cakalang, ikan karang, ikan kembung dan ikan layang.

58 Tabel 22. Hasil Analisis Komposit Indikator Domain Sumberdaya Ikan INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN KRITERIA DATA ISIAN SKOR 1. CPUE Baku CPUE adalah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan. Upaya penangkapan harus distandarisasi sehingga bisa menangkap tren perubahan upaya penangkapan. 2. Tren Ukuran ikan - Panjang total - Panjang standar - Panjang karapas / sirip (minimum dan maximum size, modus) 3. Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap Persentase ikan yang ditangkap sebelum mencapai umur dewasa (maturity). 4. Komposisi spesies Jenis target dan non-target (discard dan by catch) 1 = menurun tajam (rerata turun > 25% per tahun) 2 = menurun sedikit (rerata turun < 25% per tahun) 3 = stabil atau meningkat 1 = trend ukuran rata-rata ikan yang ditangkap semakin kecil; 2 = trend ukuran relatif tetap; 3 = trend ukuran semakin besar Secara umum ke empat jenis ikan memiliki CPUE yang stabil Hasil wawancara nelayan: Perikanan cakalang dan ikan karang 50-66,7% cenderung menurun, ikan kembung dan layang 50-62,5 % menyatakan trend ukuran relatif tetap. 1 = banyak sekali (> 60%) Umumnya nelayan ikan karang tidak 2 = banyak (30-60%) megetahui karakter 3 = sedikit (<30%) ikan yang belum bertelur % responden mengatakan ian yang tertangkap umumnya belum bertelur 1 = proporsi target lebih sedikit (< 15% dari total volume) 2 = proporsi target sama dgn nontarget (16-30% dari total volume) 3 = proporsi target lebih banyak (> 31 % dari total volume) Spesies ikan karang dan kembung target berkisar 35,5-46,7 % (Abdullah, 2011). 83,3 100% responden mengatakan lebih dari 50% merupakan ikan target. BOBOT (%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI 2, , ,69 2,

59 5. "Range Collapse" sumberdaya ikan SDI yang mengalami tekanan penangkapan akan "menyusut" biomassa-nya secara spasial sehingga semakin sulit / jauh untuk ditemukan/dicari. 6. Spesies ETP Populasi spesies ETP (Endangered species, Threatened species, and Protected species) sesuai dengan kriteria CITES 1 = semakin sulit, tergantung spesies target 2 = relatif tetap, tergantung spesies target 3 = semakin mudah, tergantung spesies target 1 = fishing ground menjadi sangat jauh, tergantung spesies target 2= fishing ground jauh, tergantung spesies target 3= fishing ground relatif tetap jaraknya, tergantung spesies target Hasil wawancara nelayan: 66,7-100% menyatakan kondisimencari ikan menurun dalam 3 tahun terakhir fishing ground semakin jauh kecuali yang menggunakan alat bantu cahaya fishing groundnya 1= > 1 tangkapan spesies ETP; Ada satu spesies ETP yang biasa 2 = 1 tangkapan spesies ETP; tertangkap di sero yaitu penyu sisik 3 = tidak ada spesies ETP yang tertangkap 1, ,43 1,5 1, ,75 RERATA TOTAL TOTAL 1, ,9

60 Berdasarkan analisa data Statistik Perikanan DKP Prov 2013 terhadap produksi dan jumlah alat tangkap disimpulkan bahwa CPE baku belum bisa tergambar dengan baik atas data yang tersedia karena. Nelayan sukar untuk memprediksi adanya penurunan atau peningkatan CPUE karena variabilitas kondisi penangkapan dan kapasitas tangkap yang kecil. Demikian pula dengan penentuan nilaitangkapanminimumyangmenguntungkankarenaperikanankarangdiwilayah ini dapat dikatakan semi komersil dengan biaya operasi yang rendah dan meningkatnyahargaikan.meskipundemikiannelayanmenyadariadanyaperbedaan hasiltangkapansaatinidibandingdengan5-10tahunyanglaluakibatdaridestructive fishing Data yang memungkinkan untuk digunakan hanya dari presepsi atau pandangannelayan,datainilahdilakukanpendugaancpuepadabeberapajenisikan namun datanya tidak lengkap. Berasarkan hasil wawancara khsusnya pada ikan cakalang 67,7 responden responden mengatakan telah terjadi penurunan hasil tangkapan sedangkan ketiga jenis ikan lainnya umumnya responden mengatakan bahwahasiltangkapanrelatifstabil. Berdasarkan informasidiatas makaindikator CPUEBakudiberikan skor2,5 atau berada pada kondisi stabil. Penggambaran sedemikian ini disebabkan jumlah produksitiapjenisikantidakjelasdenganalattangkapnyadansehinggapendekatan CPUEdilakukanmelaluihasilwawancarasehinggabelumtergambarjelasCPUEbaku. Indikator ukuran keempat jenis ikan yang dikaji menunjukan bahwa perikanan cakalang dan ikan karang 50 66,7% responden mengatakan bahwa ukuranikansemakinkecil,13,330resondenmengatakanukuranikancenderung meningkatdan20respodenmengatakanukuranikancenderungtetaptetapdari hasiltagkapan10tahunterakhir.sedangkanpeikanankembungdanikanlayang menunjukan5062.5respondenmengatakanukuranikanrelatiftetap,20,533,7 respondenmengatakanukuranikancenderunsemakinmenurutdan16,317 respondenmengatakanukuranikancenderun lebihpanjangdarihasiltagkapan 10tahunterakhir.Berdasarkanhaltersebutmakaindikatorukuranikandiberikan skor1,5 Datakuantitatifyangberkaitandenganproporsiikanyuwanayangtertangkap khususnyaindikatorproporsiikanyuwanatidaktersedia.olehkarenaitudilakukan indikatorinidilakukanmelaluiwawancarapadanelayanyangtelahberpengalaan

61 10tahun.Berdasarkanhasilwawancaramenunjukanbahwaperikananikankarang 100 responden tidak mengetahui karakter ikan yang belumbertelur sedangakan ketiga perikanan lainnya responden mengatakan ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil dan belum bertelur, oleh karena itu indikator ini dapat diberikanskoratauproporsiikanyuwanayangtertangkapsedikit(>30%). Komposisi spesies keempat jenis ikan yang tertangkap selama tahun terakhirmenggambarkankecenderungankomposisihasiltangkapanikantargetlebih banyak dari pada non target. Perikanan ikan cakalang, ikankarang dan ikan layang 83,3100respondenmengatakankomposisiketigajenisikantersebutlebihdari 50% merupakan ikan target. Hasil penelitian Abdullah (2011) mengatakan bahwa komposisiikankarangdanikankembung35,346,7merupakanikantarger. Penggunaan alat tangkap pancing dan bubu untuk menangkap ikan karang bersifat lebih selektif terutama karena dapat dilakukan pemilihan umpan dan tempat pemasangan bubu yang disesuaikan untuk ikan-ikan target khususnya untuk menangkap ikan cakalang dan ikan karang. Untuk alat tangkap sero, meskipun cenderungkurangselektifterhadapjenisbaikikanpelagismaupunikankarangtetapi sebagianbesarjenisikanhasiltangkapanseromerupakantargetnelayandandapat dikomersilkan.jadiproporsiikantargetlebihbesardarinontarget.kondisiinidapat memberikan gambaran indikator komposisi spesies tangkapan di berikan skor yaituproporsiikantarget>30%volumetangkapan. Dari hasil wawancara kepada nelayan keempat jenis ikan yang dikaji maka diperoleh66,7100respondenmenyatakankondisimencariikantahunterakhir semakinsulitdansekitar33,3respodenmengatakankondisimencariikansama saja..adapununtukindikatorperubahanjarakfishinggroundseagiabesarresponden menyatakan semakin jauh jaraknya kecuali perikana kembung yang menggunakan alat bantu cahaya pada alat tangkap bagan dimana 66,3 respoden mengatakan kondisi fishing ground sama saja sejak tahun terakhir. Berdasarkan hal tersebut makauntukindikatorrange collapse sumberdaya ikan, yaitu tingkat kesulitan memperolehikandalamtahunterakhirdapatdiberikanskorkriteriayangberarti semakin menurun tergantung spesies target. Adapun tentang jarak lokasi fishing ground umumnya respoden mengatakan bahwa lokasi penangkapan semakin jauh sehingganilaiskorkriteriainidiberikannilai1,5

62 Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan responden yang menangkap ikancakalang,ikangkarang,ikankembungdanikanayangmenunjukanbahwa33,3 66,7mengatakanbahwanelayangmenangkapikanyangtergolongETPlebihdari ekorkhususnyajenisikannapoleonuntukalatangkappancingdangillnet,sedangkan alattangkapserojugatertangkapspesiesetpyaitupenyusisik.makaberdasarkan kriteriapadaindikatorspesiesetppadanelayankempatjenisikanyangdikajimaka dapatdiberiskor1,8yaitulebihdaritangkapanspesiesetp.terkaitdenganhalini, sosialisasi tentang spesies-spesies ETP masih perlu ditingkatkan karena sebagian besarnelayantidakmengetahuispesiesetptersebut DomainTeknologiPenangkapanIkan Berdasarkan aspek teknis penangkapan ikan telah dirumuskan (enam) indikator utama, yakni: (1) metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal, (2) modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan, (3) Fishing capacity dan effort (4) Selektivitas penangkapan, (5) Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal, dan (6) Sertifikasi awak kapalperikanansesuaidenganperaturan.berdasarkanhasilanalisissetiapindikator EAFMpadadomainteknikpenangkapanikanditampilkandalamTabel23. Akhir-akhirinikegiatanfrekuensipengawasandiperairanKabupatenKonawe Selatan Kegiatan masih sangat sedikit diaibatkan terbatasanya anggara yang mendukungpengawasan.kegiatanpengawasandialakukanterpadudenganprovinsi selain itu juga telah ada kelompok-kelompok masyarakat penawasa namun hingga saat ini belum efektif. Adanya kegiatanya pengwasan tersebut dapat memberikan harapan bahwa tekanan perikanan yang ilegal bisa menurun. Luasnya wilayah perairanyangdisebabkancakupanwilayahkabupatenkonaweselatanyangmeliputi Selat Tiworo dan Laut Banda maka efektfitas pengawasan menjadi berkurang. Kegiatanpenangkapanikansecaradestruktifsepertipenggunaanbahanpeledakdan racun/bius yang biasa terjadi di wilayah ini sudah mulai berkurang namun karena keterbatasansumberdayadibidangpengawasanmenyebabkankegiatanilegalfishing masihbelumbisadatasisepenuhnya. Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Keluatan dan Perikanan Provinsi SulawesiTenggara tahun 2012 menjelaskan bahwa perikanan ikan cakalang terjadi

63 pelanggaranantarasampai10kalidalamsetahunsedangkanketigajenisperikanan lainnyajumlahpelangaranyangtercaratrata-ratadiatas10kalipertahun.menurut informasi masyarakat, setidaknya 78 responden mengatakan bahwa telah terjadi pelanggaranlebihdari10kalidalamsetahun.berdasarkaninformasitersebutmaka indikatormetodepenangkapanyangdestruktifatauilegaldapatdiberiskor1,3yaitu frekuensipelanggaranlebihdari10kalipertahun. AlatpenangkapikandiKabupatenKonaweSelatananbaikikankarangmaupn ikan pelagis yaitu sero, jaring insang dasar, bubu, rawai dan pancing ulur, purse seine,bagan,payang.beberapabentukmodifikasidisainmaupunpengoperasianalat tangkap khususnya untuk menangkap ikan karang di daerah ini adalah (1) Jaring insang yang umumnya dioperasikan secara pasif di dasar perairan, untuk meningkatkanproduktivitasnelayanmengoperasikangillnetdengancaramelngkari dan mempersempit ruang gerak ikan (aktif) Modifikasi ini bisa menyebabkan penurunan ukuran ikan sebab ukuran ikan dipengaruhi ukuran mata jaring, sedangkan nelayan setempat untuk mendapatkan hail yang tingggi maka mereka mengaturmeshsizemenjadi,lebihkecil.(2)seromenggunakanjaringsebagaidinding padapenaju,sayapdanbadanbahkanwaringpadaareabunuhannya.modifikasiini tidak selektif terhadap jenis dan ukuran tagkapan. (3) Modifikasi pancing adalah dengan mengubah ukuran mata pancing dan jenis umpan. Sedangkan alat tangkap untuk menangkap ikan pelagis modifikasinya dalam oprasi penangkapannya khususnya penggunaan rumpon pada alat tangkap purse seine yang menyebabkan semuakelompokikantertangkapmulaidarijuvenilhinggayangdewasa. Beradasarkanmodifiasialattangkaptersebutmakainfrmasiyangdiberikan respondenkeempatjenisikanyangdikajimaka5084%mengatakanukuran ikan yangtertangkapberadapadakisaranlm.ikancakalang60lebihkecildariukuran Lm, ikan arang yang tertangkap adalah kerapu, kakap, sunu, lentjam juga berada dibawasaukuranlm,ikankembungdanikanlayangberukuran17,4cmdan 13,2 cm dimana ukuran Lm 17,6 cm dan 13,8 cm (Abdullah, 2011). Berdasarkan informasi tersebut kemungkinan hasil tangkapan lebih kecil dari Lm. Maka untuk indikator modifikasi alat tangkap dapat diberi skor yaitu >50% ukuran target spesieslm.

64 Tabel 23. Hasil Analisis Komposit Indikator Domain Teknik Penangkapan Ikan. INDIKATOR 1. Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal 2. Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan. 3. Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Fishing Capacity and Effort) 4. Selektivitas penangkapan 5. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal 6. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. DEFINISI/ PENJELASAN Penggunaan alat dan metode penangkapan yang merusak dan atau tidak sesuai peraturan yang berlaku. Penggunaan alat tangkap dan alat bantu yang menimbulkan dampak negatif terhadap SDI Besarnya kapasitas dan aktivitas penangkapan Aktivitas penangkapan yang dikaitkan dengan luasan, waktu dan keragaman hasil tangkapan Sesuai atau tidaknya fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen legal Kualifikasi kecakapan awak kapal perikanan (kualitatif panel komunitas) KRITERIA DATA ISIAN SKOR 1=frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun ; 2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun ; 3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun 1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm ; 2 = 25-50% ukuran target spesies < Lm 3 = <25% ukuran target spesies < Lm 1 = Rasio kapasitas penangkapan < 1; 2 = Rasio kapasitas penangkapan = 1; 3 = Rasio kapasitas penangkapan > 1 Hasil wawancara nelayan: Dalan 1 tahun masih dapat ditemukan 5-10 kali penggunaan bahan peledak(ikan caalang), ikan lainnya lebih dari 10 kali pelanggaran (DKP Proc, 2012) responden keempat jenis ikan 50 84% mengatakan ukuran ikan yang tertangkap < Lm. Ikan cakalang 60 % < Lm, ikan karang 50% < Lm, ikan kembung dan ikan layang berukuran 9 17,4 cm dan 6 13,2 cm dimana ukuran Lm 17,6 cm dan 13,8 cm (Abdullah, 2011). 1 = rendah (> 75%) ; Terdapat 3 jenis alat tangkap ikan 2 = sedang (50-75%) ; di daerah ini dari total 13 jenis alat 3 = tinggi (kurang dari 50%) tangkap sehinggga PS = 23,07% penggunaan alat tangkap yang sehingga ektivitasnya kategori tinggi tidak selektif) DKP, 2012) 1 = kesesuaiannya rendah (lebih dari 50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 2 = kesesuaiannya sedang (30-50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 3 = kesesuaiannya tinggi (kurang dari 30%) sampel tidak sesuai dengan dokumen legal 1 = Kepemilikan sertifikat <50%; 2 = Kepemilikan sertifikat 50-75%; 3 = Kepemilikan sertifikat >75% BOBOT (%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI 1, ,29 1, ,86 Data tidak tersedia dan infromasi responden mengatakan tidak ada perbedaan fishing capasity. dalam beberapa tahun terakhir FCn = FCm 1, Sebagain besar kapal untuk menagka ikan tidak memiliki dokumen legal karena ukuran kapal < 5GT sedangkan purse seine dan payang memiliki esesuain dengan dokumen legalnya Seluruh awak kapal ikan karang tidak memiliki sertifikasi kecakapan sedang lainnya hanya nakoda yang memiliki sertifikat 3, , , ,8 RERATA 1,8 100 TOTAL 2431,42

65 Informasi yang berhubungan dengan Indikator fishing capacity dan effort di Kabupaten Konawe Selatan tidak tersedia khususnya estimasi produksi pada tahn berikutnya.namundariinformasirespndenhasilwawancaranelayandirasakantidak ada perbedaan fishing capacity dalam beberapa tahun terakhir. Dengan demikian indikatorfishingcapacitydapatdiberiskoryaknifcmfcn1. Padatahun2012diKabupatenKonaweSelatanterdapatterdapat13jenisalat tangkapikanyangdigunaanolehnelayandanterdaftardidkpkabupatenkonawe Selatan.Dari13jenisalattangkaptersebutterdapatjenisalattangkapyangtidak selektif sehinggga persentase antara jumlah alat tangkap yang tergolong memiliki selektivitas rendah (PS) adalah adalah 23,07% (DKP, 2012). Sehingga itu indikator ini dapat diberi skor yaitu selektivitas penangkapan tinggi (kurang dari 50% penggunaanalattangkapyangtidakselektif) Hasil penelusuran pada masyarakat nelayan Konawe Selatan menunjukkan bahwa sebagian besar dari kapal yang digunakan untuk perikanan terumbu karang adalahkapal-kapalyangtidakmemilikidokumenlegaldimanaukurankapalnyarataratadibawahgtkhususnyakapalpenangkapanikanyangmenangkapikankarang dengan alat tangkap pancing, sero dan alat tangkap bagan Sedangkan kapal kapal yang berukuran besar (mulai dari GT) khususnya yang menagkap ikan cakalang, kembungdanikanlayangdenganalattangkappurseseinememilikidokumenlegal. BerdasarkanfenomenatersebutmakaIndikatorkesesuaianfungsidanukurankapal penangkapan ikan dengan dokumen legal dapat diberi skor yaitu kesesuaiannya tinggi(kurangdari30%)sampeltidaksesuaidengandokumenlegal. Pada umumnya nelayan ikan karang di Konawe Selatan adalah nelayan tradisionaldansemikomersildenganskalausaha yangkecilkhusunyaalattangkap pancing untuk menangkap ikan karang dan alat tangkap bagan berukuran kurang dari GT, sehingga tidak diwajibkan memiliki sertifikat, bahkan tidak mengetahui akan perlunya sertifikat. Sedangkan nelayan pada alat tangkappurse seine dan payang nahkodanya memiiki sertifikasi kecakapan. Berdasarkan hal tersbut maka indikatorsertifikasiawakkapalperikanansesuaidenganperaturandapatdiberiskor 1,8yaitukepemilikansertifikat<75%.

66 4.1.4 DomainSosial Terdapat indikator penilaian untuk domain sosial yaitu partisipasi pemangkukepentingan,konflikperikanandanpemanfaatanpengetahuanlokaldalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK,traditional ecological knowledge).berdasarkanhasilanalisissetiapindikatoreafmperikananyangdikajdi KabupatenKonaweSelatanpadadomainsosialditampilkandalamTabel24. Pengelolaan perikanan tangkap di Kabuate Konawe Selatan khususnya di DKPmasihmerupakandomainbidangperikanantangkapDKPsehinggapartisipasi dansikluspengelolaansifatnyaparialbelumjelas.partispasipemangkukepentingan di tandai hanya dengan keikutsetaan setiap kegiatan pelatihan, workshop maupun bintek yang hanya berkaitan dengan tupoksi masing-masing bidang. Keterkaitan denganinstansilaindilingkupkabupatenkonaweselatanbelumberjalanwalaupun sudah dicanangkan sebagai sebagai kabupaten minapolitan namun bersifat sektoral sehinggakegiatansatuinstansijarangdiketahuiinstansilain.berdasarkaninformasi tersebut maka indikator partisipasi pemangku kepentingan pengelolaan perikanan tangkapdikabupatenkonaweselatankurangdari50khusnyaperianancakalang dan ikan karang sedangkan terkait perikanan kembung dan layang partisipanya kurangdari100%sehinggadiberikanskor1,5 Konflik dalam pemanfaatn sumberdaya perikanan tangkap di Kabupaten Konawe Selatan umumnya konflik antar jenis perikanan dan konflik antar sektor. Konflik antar sektor terutama dalam pemanfaatan ruang perairan antara perikanan tangkap dan budidaya seperti perikanan jaring insang, sero dan bubu dengan kegiatan budidaya rumput laut atau antara budidaya rumput laut dengan transportasi lokal. Hal ini timbul karena belum adanya ketegasan penerapan tata ruang pesisir. Konflik antar perikanan berupa konflik daerah penangkapan antara perikanan cakalang dengan alat tangkap pancing tonda dan perikanan pelagis kecil dengan alat tangkap pukat cincindan alat bantu rumpon.konflik antar nelayan ian cakalang berlangsung insidentil dengan intensitas kurang dari kali setahun, sedangkankonflikantarperikananberlangsungsepanjangmusimpenangkapandan lebih dari kali seahun. Berdasarkan hal tersebut maka indikator konflik pemanfaatandiberiskor1,25.

67 Pengetahuan dan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan diwilayahinipadaumumnyaadalahpengetahuanyangterkaitdenganmusim,iklim dandinamikasumberdayaikan.pengetahuan tersebutbersumber daripengalaman. Kearifan lokal yang terkait dengan pengaturan penangkapan hampir tidak dikenal lagi oleh masyarakat karena telah lebih dari dua generasi tidak lagi diwujudkan. Pengetahuandankearifanlokaltersebuttidakdigunakandalambentukpengelolaan perikanansecarakolektif.berdasarkaninfrmasirespondenpadakeempatjenisikan yang dikaji dieroleh bahwa semua responden di lokasi survei mengatakan tidak memanfaatkan pengetahuan lokal dalam melakukan penangkapan ikan krn sdh seringadapenyuluhandanmenangkapikansaatinisdhsemakinsulit.berdasarkan informasi tersebut maka indikator pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK/traditional ecological knowledgediberikanstatusrendahdenganskor1.

68 Tabel 24. Hasil Analisis Komposit Indikator Domain Sosial. INDIKATOR 1. Partisipasi pemangku kepentingan DEFINISI/ PENJELASAN Keterlibatan pemangku kepentingan 2. Konflik perikanan Resources conflict, policy conflict, fishing gear conflict, konflik antar sector. KRITERIA DATA ISIAN SKOR 1 = kurang dari 50%; Pengelolaan perikanan tangkap masih merupakan Domain 2 = %; Bidang perikanan tangkap DKP sehingga partisipasi dan siklus 3 = 100 % pengelolaan sifatnya parial belum jelas, keterlibatan hanya terjadi pada kegiatan pelatihan, workshop dan bintek, DKP Konsel, 2013) 1 = lebih dari 5 kali/tahun; Konflik antara nelayan cakalang Frekuensi < 2 kal/tahun 2 = 2-5 kali/tahun; sedangkan nelayan perikanan lainnya lebih dari 5 kali setahun 3 = kurang dari 2 kali/tahun BOBOT (%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI 1, , ,5 3. Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge) Pemanfaatan pengetahuan lokal yang terkait dengan pengelolaan perikanan 1 = tidak ada; Semua responden di lokasi survei mengatakan tidak 2 = ada tapi tidak efektif; memanfaatkan pengetahuan lokal dalam melakukan 3 = ada dan efektif digunakan penangkapan ikan krn sdh sering ada penyuluhan dan menangkap ikan saat ini sdh semakin sulit ,9 RERATA TOTAL TOTAL 1, ,36

69 4.1.5 DomainEkonomi Aspekekonomiditetapkan(empat)indikatorutama,yakni:(1)kepemilikanaset,(2)pendapatanrumahtanggaperikanan (RTP),dan(3)rasiotabungan,BerdasarkanhasilanalisissetiapindikatorEAFMpadadomainekonomiditampilkandalamTabel25. Tabel25.HasilAnalisisKompositIndikatorDomainEkonomi. INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN KRITERIA DATA ISIAN SKOR 1. Kepemilikan Aset Perubahan nilai/jumlah aset usaha RTP cat : aset usaha perikanan atau aset RT. 2. Pendapatan rumah tangga (RTP) 3. Rasio Tabungan (Saving ratio) Pendapatan total RTP yang dihasilkan dari usaha RTP menjelaskan tentang rasio tabungan terhadap pendapatan bersih 1 = nilai aset berkurang (lebih dari 50%) ; 2 = nilai aset tetap (kurang dari 50%); 3 = nilai aset bertambah (di atas 50%) Dalam 1 tahun terakhir seluruh responden menyatakan ada peningkatan aset usaha perikanan maupun aset rumah tangga, tetapi <50% 1= kurang dari rata-rata UMR, 100% responde memeiliki pendapatan diatas UMR (Rp 2= sama dengan rata-rata UMR, Rp ) 3 = > rata-rata UMR 1 = kurang dari bunga kredit pinjaman; 2 = sama dengan bunga kredit pinjaman; 3 = lebih dari bunga kredit pinjaman SR= 46,33% - 72,79%. Besarnya bunga kredit pinjanman = 7,52 8,22% per September 2013 BOBOT (%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI 2, , , RERATA TOTAL TOTAL 2,

70 Berdasarkan wawancara dengan responenden pada setiap perikanan menunjukkanbahwanilaiasetcenderungbertambahsesuaidenganomsetusahadan kepemilikan sarana usaha. Pada umumnya nelayan Konawe Selatan merupakan nelayan skala kecildengan aset milik sendiri. Buruh nelayan hanya pada perikanan skalabesarsepertipukatcincindanpoleandline.dengandemikianmeskipunskala usahakeciltetapipendapatandapatdiharapkanmeningkatkanasetrumahmeskipun dalam tingakatan <50%. Aset yang menjadi prioritas adalah HP, sepeda motor, TV. Aset lainnya seperti kulkas, mesin cuci, generator, VCD/DVD, merupakan prioritas berikutnya. Peningkatan aset dalam tahun terakhir berkisar antara %. Olehkarenaituberdasarkankriteriapadaindikatoriniskordapatdiberikankarena nilaiasetrata-ratabertambahkurangdari50%). Indikator saving ratio (SR) yakni perbandingan antara perndapatan dan pengeluaranpadamasing-masingperikanandapatdilihatpadatabel25: Tabel25.PerbandinganPendapatandanPengeluaransertaSavingRateRata-rata padamasing-masingjenisperikanandikabupatenkonaweselatan. No. JenisPerikanan Pendapatan Pengeluaran SavingRate 1 Ikankarang ,11% 2 Ikankembung ,79% 3 Ikanlayang ,33% 4 Ikancakalang ,75% Berdasarkan hasil wawancara nelayan seperti pada Tabel 25 maka pendapatan dari semua perikanan lebih besar dibandingkan dengan UMR regional Sulawesi Tenggara sebesar Rp Maka untuk kriteria Pendapatan Rumah Tangga Perikanan skornya mencapai 3, yaitu lebih besar dengan rata-rata UMR regional. Pengeluarannelayan terbesar di Kabupaten Konawe Selatan adalah untuk keperluanbiayahidupberkisarrp hinggarp totalpendapatan masing-masing jenis perikanan berkisar Rp Dengan demikiansavingrate(sr)berkisar46,33%72,80%,nilaiinijauhlebihtinggidari tingkatbungapinjamansebesar7,528,22%.berdasarkaninformasitersebutmaka secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa indikator saving rate (SR) dapat diberikanskor3.

71 4.1.6 DomainKelembagaan Aspek kelembagaan telah dirumuskan (tujuh) indikator utama, yakni: (1) kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaanperikananyangtelahditetapkanbaiksecaraformalmaupunnon-formal (alat), (2) kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan, (3) mekanisme kelembagaan, (4) rencana pengelolaan perikanan, (5) tingkat sinergisitas kebijakan dankelembagaanpengelolaan perikanan,dan (6)kapasitaspemangkukepentingan. Berdasarkan hasil analisis setiap indikator EAFM pada domain kelembagaan di KabupatenKonaweSelatanditampilkandalamTabel26. Pelanggaran tertulis yang terjadi dikabupaten Konawe Selatan yang ditemukan umumnya berkaitan dengan dokumen dimma kapal-kapal penangkapan ikan tidak dilengkapi dengan dokumen resmi. Data tertulis tentang pelanggaran terhadapaturan-aturanperikananyangtelahditetapkanbaik formalmaupun tidak formal pada tahun 2012 ditemukan sebanak kali dengan penyelesaian kasus dilakukan dengan pembinaa. Sedangkan berdasarkan wawancara dengan nelayan responden berhasil diidentifikasi beberapa jenis pelanggran baik formal maupun informal. Pelangaran utama yang diketahui nelayan adalah penggunaan bahan peledak/bahankimiapadaperikananterumbukarangdenganintensitaslebihdari kali per tahun. Adapun beberapa jenis potensi pelanggaran namun tidak diketahui nelayan adalah: 1) Perijinan tidak lengkap 2) Pelanggaran daerah penangkapan. Olehkarenaitukriteriapelanggaranterhadapaturanperikanandapatdikategorikan burukdenganskor1.sedangkanuntukpelangaranterhadapaturannonformaltidak ada informasi pelanggaran sebab tidak ada aturan non formal yang diketahui masyarakatsehinggakriteriainidapatdiberikankategoribaikdenganskor3. Berdasarkan wawancara dengan perangkap DKP Kabupaten Konawe Selatan diketahui bahwa RPP belum ada, namun aturan-aturan lain khususnya secara nasional masih mendominasi aturan untuk dijadikan rujukan dalam pengelolaan perikanandikabupatenkonaweselatanyangmeliputiuuno27tahun2007,uuno 45Tahun2009,UUNo45tahun2007,UUNo45tahun2004,PPNo60tahun2009. Sedangkan aturan yang bersifat teknis dan operasional yang ada meliputi; Perda SIUP,SIPI,SIKPI.Berdasarkankriteriaskormakatermasukdalamskoradatapi tidaklengkap.

72 BeberapadokumenrencanapembangunantelahdisusunsepertiRencanaTata Ruang Wialayah, Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau KeciltelahdisusunyangdiikutidengandokumenMasterplanMinapolitanKabupaten Konawe Selatan, namun hingga tahun 2013 jumlahnya tidak bertambah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikananjumlahnyatetap,sehinggauntukindikatorinidapatdiberiskor(adadan jumlahnyatetap). Dalam hal penegakkan aturan main, DKP dan pihak kepolisian telah melakukan upaya penegakkan aturan namun belum efektif, (untuk itu indikator ini dapat diberi skor 2). Menurut pihak DKP hal ini disebabkan karena keterbatasan petugas dan sarana pengawasan. Petugas pengawas telah ada namun jumlahnya belum memadai dan peralatannya sangat terbatas sehingga kapasitas penegakkan aturan masih rendah (untuk itu indikator ini dapat diberi skor 2). Dalam rangka penegakkan aturan, teguran biasanya diberikan kepada oknum yang menjual bahan racun/potas/bius, sedangkan hukuman yang pernah diberikan pada pelaku bom ikan (untuk itu indikator ini dapat diberi skor 2). Dalam hal mekanisme pengambilan keputusan, program yang terkait dengan pengelolaan perikanan masih merupakan kebijakan Dinas Kelautan dan Perikanan. Pelibatan stakeholders hanya sebagai prosedur penyusunan dokumen perencanaan pembangunan (Indikator ini dapat diberi skor 2).Beberapa kebijakan dan program terkaitpengelolaanperikananbelumsepenuhnyadijalankansebagaimanamestinya, banyak hal masih dilakukan dengan pertimbangan kepentingan dan pertimbangan politispimpinanyangberkuasa.akibatnyaseringkaliditemukankeluhanmasyarakat yang memandang berbagai program tidak tepat sasaran (karena itu indikator ini dapatdiberiskor2). Indikator rencana pengelolaan perikanan, di Kabupaten Konawe Selatan belumdisusunrencanapengelolaanperikanansehinggaindikatorinidiberiskor1. Dalam hal indikator Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaanperikanan,terlihatbahwakoordinasiantarlembagadalammenjalankan program masing-masing lembaga belum sepenuhnya efektif dan belum ada sistem yangdibuatuntukituselainkoordinasikepaladaerah.sinergitashanyaterbatassaat ada kegiatan workshop maupun pelatihan sehingga karena ndikator inidapat diberi

73 skor 2). Selain komunikasi antar lembaga belum sistematis juga adanya kebijkana sekotrsatutidakdiketahuiolehsektoryanglainsehinggaindikatorinidiberiskor3. Terkait dengan indikator kapasitas pemangku kepentingan, sering terjadi bimbingan teknis namun tidak difungsikan sesuai dengan kehlian (peran politik dominan) belum ada kegiatan peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem sehingga kriteria ini diberi skor2.

74 Tabel26.HasilAnalisisKompositIndikatorDomainKelembagaan. INDIKATOR 1. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal maupun nonformal 2. Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan DEFINISI/ PENJELASAN Tingkat kepatuhan (compliance) seluruh pemangku kepentingan WPP terhadap aturan main baikformal maupun tidak formal Sejauh mana kelengkapan regulasi dalam pengelolaan perikanan Ada atau tidak penegakan aturan main dan efektivitasnya KRITERIA DATA ISIAN SKOR 1= lebih dari 5 kali terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan perikanan; 2 = 2-4 kali terjadi pelanggaran hukum; 3 = kurang dari 2 kali pelanggaran hukum Non formal 1= lebih dari 5 informasi pelanggaran, 2= lebih dari 3 informasi pelanggaran, 3= tidak ada informasi pelanggaran 1 = tidak ada; 2 = ada tapi tidak lengkap; 3 = ada dan lengkap Elaborasi untuk poin 2 1= ada tapi jumlahnya berkurang; 2= ada tapi jumlahnya tetap; 3= ada dan jumlahnya bertambah 1=tidak ada penegakan aturan main; 2=ada penegakan aturan main namun tidak efektif; 3=ada penegakan aturan main dan efektif 1= tidak ada alat dan orang; 2=ada alat dan orang tapi tidak ada tindakan; 3= ada alat dan orang serta ada tindakan 1= tidak ada teguran maupun hukuman; 2= ada teguran atau hukuman; 3=ada teguran dan hukuman Jenis pelanggaran yang diketahui secara umum adalah penggunaan bahan peledak dan racun/bius. Frekuensi pelanggaran > 5 kali/tahun Tidak ada aturan non formal 3 Perda yang ada hanya tentang Izin usaha penangkapan ikan. Perda tentang perikanan lainnya setiap tahun terus ditingkatkan secara bertahap. Penegakkan aturan main yang ada telah dilakukan namun belum sepenuhnya efektif Telah ada Petugas pengawas namun jumlahnya belum memadai dan peralatannya sangat terbatas, sehingga kapasitas penegakkan aturan sangat rendah Teguran biasanya diberikan kepada oknum yang menjual bahan racun/potas/bius. Hukuman diberikan pada pelaku bom ikan. BOBOT (%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI ,

75 3. Mekanisme pengambilan keputusan 4. Rencana pengelolaan perikanan 5. Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan 6. Kapasitas pemangku kepentingan Ada atau tidaknya mekanisme pengambilan keputusan (SOP) dalam pengelolaan perikanan Ada atau tidaknya RPP untuk wilayah pengelolaan perikanan dimaksud Semakin tinggi tingkat sinergi antar lembaga (span of control-nya rendah) maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan semakin baik Semakin tinggi tingkat sinergi antar kebijakan maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan semakin baik Seberapa besar frekuensi peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem 1=tidak ada mekanisme pengambilan keputusan; 2=ada mekanisme tapi tidak berjalan efektif; 3=ada mekanisme dan berjalan efektif 1= ada keputusan tapi tidak dijalankan; 2= ada keputusan tidak sepenuhnya dijalankan; 3= ada keputusan dijalankan sepenuhnya 1=belum ada RPP; 2=ada RPP namun belum sepenuhnya dijalankan; 3=ada RPP dan telah dijalankan sepenuhnya 1=konflik antar lembaga (kebijakan antar lembaga berbeda kepentingan); 2 = komunikasi antar lembaga tidak efektif; 3 = sinergi antar lembaga berjalan baik 1= terdapat kebijakan yang saling bertentangan; 2 = kebijakan tidak saling mendukung; 3 = kebijakan saling mendukung 1=tidak ada peningkatan; 2 = ada tapi tidak difungsikan (keahlian yang didapat tidak sesuai dengan fungsi pekerjaannya) 3 = ada dan difungsikan (keahlian yang didapat sesuai dengan fungsi pekerjaannya) Program yang terkait dengan pengelolaan perikanan masih merupakan kebijakan Dinas Kelautan dan Perikanan. Pelibatan stakeholders hanya sebagai prosedur penyusunan dokumen perencanaan pembangunan Beberapa kebijakan dan program terkait pengelolaan perikanan belum sepenuhnya dijalankan sebagaimana mestinya Belum ada RPP ,52 Koordinasi antar lembaga dalam menjalankan program masingmasing lembaga belum sepenuhnya efektif dan belum ada sistem yang dibuat untuk itu selain koordinasi kepala daerah Meskipun komunikasi antar lembaga belum sistematis namun Pada umumnya kebijakan dari masing-masing lembaga/ instansi/dinas tidak saling bertentangan Belum ada kegiatan peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem RERATA TOTAL TOTAL 1, ,52

76 4.2 PerikananKabupatenKonawe DomainHabitat Indikator-indikatoryangtermasukdalamdomainhabitatdanekosistemyang meliputi kualitas perairan, status lamun status mangrove, status terumbu karang, habitat unik/khusus (spawning ground nursery ground feeding ground, upwelling), statusdanproduktivitasestuaridanperairansekitarnya,perubahaniklimterhadap kondisiperairandanhabitat.berdasarkanhasilanalisissetiapindikatoreafmpada domainhabitatdanekosistemdikabupatenkonaweditampilkandalamtabel27. Wilayah Kabupaten Konawe merupakan bagian tenggara dan seaan dari Sulawesi Tenggara yang memiliki ekosistem wilayah pesisir yang kompleks seperti daerah-daerah lainnya di Sulawesi Tenggara. Wilayah perairan pesisir Kabupaten Konawe hanya terdiri dari perairan kecamatan Soropia dan Lalonggasomeeto sedangkanwilayahperairanpulauwawoniidanpulausapondasudamenjadidaerah otonomi sendiri sehingga wilayah peairannya semakin berkurang. Disepanjang pesisir perairan tersebut terdapat berbagai ekosistem, diantaranya ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang. Sepanjang garis pantai terbentang dangkalan yang landai dan tubir-tubur karang. Perairan Kabupaten Konawe merupakan perairan terbuka yang berhubungan langsung dengan Laut Banda sehinggaperairannya sangat dipengaruhi oleh musim timur dan kondisi laut Banda yangmemilikigelombangdanarusyangcukuptinggi Seperti perairan lainnya di Sulawesi Tenggara, kualitas perairan Kabupaten Konawe juga dipengaruhi aktivias di darat. DI daerah ini terdapat beberapa sungai besaryangyangbermuaradiperairaniniberpotensimempengaruhikondisikualitas. NilaibeberapaparameterkualitasairdiKabupatenKonawedisajikanpadaTabel28.

77 Tabel27.HasilAnalisisKompositIndikatorDomainHabitatdanEkosistem. INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN KRITERIA DATA ISIAN SKOR 1. Kualitas perairan 2. Status ekosistem lamun Limbah yang teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual (Contoh :B3-bahan berbahaya & beracun) Tingkat kekeruhan (NTU) untuk mengetahui laju sedimentasi perairan Eutrofikasi 1= tercemar; 60% daerah tempat tinggal tercemar 2=tercemar sedang; sedang dan 40% tidak 3= tidak tercemar tercemar 1= > 20 mg/m^3 konsentrasi tinggi nilai kekeruhan dapat dilihat dari nilai 2= mg/m^3 konsentrasi kecerahan di 8 sedang; stasiun. ST 1 = 20%, 3= <10 mg/m^3 konsentrasi rendah ST 2 = 30%, ST 3 = Satuan NTU 35%, ST 4 = 50%, ST 5 = 100%, ST 6 = 90%, ST 7 = 100%, dan ST 8 = 90%. Jdi rata-rata kecerahan = 64,38% (KKPD,2012). Penelitian Salwiyah, = konsentrasi klorofil a < 2 µg/l; terjadi eutrofikasi; 2= konsentrasi klorofil a 2-5 µg/l; potensi terjadi eutrofikasi; 3= konsentrasi klorofil a > 5 µg/l tidak terjadi eutrofikasi Konsentrasi klorofil a berkisar 1,4-2,6 µg/l (Salwiyah, 2011). Hasil analisa data primer 2013 konsentrasi klorofil-a adalah 2,4 µg/l; Luasan tutupan lamun. 1=tutupan rendah, 29,9%; nilai tutupan lamun dapat dilihat pada 8 2=tutupan sedang, 30-49,9%; 3=tutupan tinggi, 50% 1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1), jumlah spesies < 3 stasiun. ST 1 = 37,5%, ST 2 = 53,12%, ST 3 = 31,25%, ST 4 = 56,25%, ST 5 = 84,37%, ST 6 = 37,5%, dan ST 7 = 37,5%. Jdi rata-rata tutupan lamun = 48,21% (KKPD, 2012) nilai keanekaragaman atau jumlah spesies 2 2 BOBOT (%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI

78 3. Status ekosistem mangrove 4. Status ekosistem terumbu karang Kerapatan, nilai penting, perubahan luasan dan jenis mangrove > Persentase tutupan karang keras hidup (live hard coral cover). 2 = kanekaragaman sedang (3,20<H <9,97 atau 1<H <3), jumlah spesies = keanekaragaman tinggi (H >9,97 atau H >3), jumlah spesies > 7 1=tutupan rendah, < 50%; 2=tutupan sedang, 50 - < 75%; 3=tutupan tinggi, 75 % 1=kerapatan rendah, <1000 pohon/ha, tutupan <50%; 2=kerapatan sedang pohon/ha, tutupan 50-75%; 3=kerapatan tinggi, >1500 pohon/ha, tutupan >75% 1=tutupan rendah, <25%; 2=tutupan sedang, 25-49,9%; 3=tutupan tinggi, >50% 1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1); 2 = kanekaragaman sedang (3,20<H <9,97 atau 1<H <3); 3 = keanekaragaman tinggi (H >9,97 atau H >3) lamun dapat dilihat pada 8 stasiun. ST 1 = 3 spesies, ST 2 = 4 spesies, ST 3 = 2 spesies, ST 4 = 5 spesies, ST 5 = 5 spesies, ST 6 = 2 spesies, dan ST 7 = 1 spesies. Jdi rata-rata = 3,14 spesies (KKPD, 2012) Penutupan mangrovedi pesisir Kab. Konawe berkisar % Kerapatan mangrove dapat dilihat pada 5 stasiun pengamatan. ST 1 = ind/ha, ST 2 = ind/ha, ST 3 = ind/ha, ST 4 = ind/ha, ST 5 = ind/ha. (DKP Konawe, 2012) nilai tutupan karang dapat dilihat pada 12 stasiun. ST 1 = 54,82%, ST 2 = 63,1%, ST 3 = 59,46%, ST 4 = 45,32%, ST 5 = 60,12%, ST 6 = 70,16%, dan ST 7 = 61,92%, ST 8 = 68,56%, ST 9 = 12,6%, ST 10 = 38,62, ST 11 = 10,94, dan ST 12 = 49,02%. Jdi rata-rata tutupan karang = 49,55% (DKP Konawe, 2012) , ,50

79 Penelitian indeks keanekaragaman jenis karang di Kabuaten Konawe belu terungkat shingga di beri nilai Habitat unik/khusus 6. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat Luasan, waktu, siklus, distribusi, dan kesuburan perairan, spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling, nesting beach Untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat 1=tidak diketahui adanya habitat unik/khusus; 2=diketahui adanya habitat unik/khusus tapi tidak dikelola dengan baik; 3 = diketahui adanya habitat unik/khusus dan dikelola dengan baik 2=produktivitas sedang; 3=produktivitas tinggi > State of knowledge level : Berdasarkan 1= belum adanya kajian tentang dampak perubahan iklim; 2= diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi; 3 = diketahui adanya dampak perubahan iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi > state of impact (key indicator menggunakan terumbu karang): 1= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching >25%); 2= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching 5-25%); 3= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching <5%) Belum diketahui keberadaan habitat khusus terutama lokasi penijahan ikan karang maupun ikan pelagis 1 pengamatan secara kualitatif dan informasi dari masyarakat bahwa di kawasan ini terkena dampak perubahan iklim khsuusnya pada ekosistem pesisir namun hingga saat ini belum ada strategi dan mitigasi untuk mengaadapi hal teresebut Disekitar Desa Toli- Toli kawasan terumbu karang mengalami pemutihan, kondisi ini diduga merupakan dampak dari perubahan iklim, khususnya pada kedalaman kurang dari 7 meter , RERATA TOTAL TOTAL 1, ,69

80 Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Salwiyah tahun 2011 terhadapbeberapaparameterkualitasperairansepertiditunjukanpadatabel28 mengindikasikanbahwakualitasperairandariaspekpencemarantabel27maka indikator penilaian untuk kualitas air berada dibawah batas ambang baku mutu perairandalamkepmenno.51/2004tentangbakumutu.namunperairanyang berada di Selat Tiworo khusunya di wilayah pesisir secara visual menunjukan adanya tanda-tanda pencemaran. Kondisi ini diperkuat dengan hasil wawancara kepada masyarakat yang bermukim disekitar perairan bahwa 60% mengatakan perairannya tercemar akibat kegiatan industri pertambangan di daratan. Berdasarkan kondisi tersebut maka perairan Kabupaten Konawe dikategorikan tercemarsedangdengannilaiskor2. No. Tabel28.ParameterkualitasairdiperairansekitarPLTUNiiTanasa KabupatenKonaweSulawesiTenggara Parameter Stasiun I II III IV 1 Suhu ( o C) Salinitas (%o) ph 7, Kecerahan (cm) 1.7 9,8 10,5 1,5 5. Arus (m/dtk) 0,12 0,04 0,02 0,02 6. Kekeruhan (NTU) 1,7 1,65 1,30 1,15 7. Nitrat (mg/l) 0,0098 0,0082 0,0082 0, Posfat (mg/l) 0,0244 0,0226 0,0223 0, BOT (mg/l) 42,344 42,976 42,976 40, Klorofil-a (mg chl-a/m 3 ) 0,026 0,014 0,021 0, Kelimpahan fitoplankton (ind/l) Sumber: Salwiyah, 2011 Nilai kekeruhan yang yang terdapat di perairan Kabupaten Konawe khususnyadiperairanniitanasaberkisar1.151,7ntuyang termasukdalam kategorirendahdilokasitersebut.(salwiyah,2011).berdasarkankondisitersebut maka kriteria kekeruhan dapat diberikan nilai skor 3. Sedangkan eutrofikasi ditentukan berdasarkan konsentrasi klorofil dimana berkisar µg/l (Salwiyah, 2011). Berdasarkan hasil analisa data primer 2013 di laboratorium makadiperolehkonsenrasiklorofil-asebesar0,48mg/lyangmenunjukanbahwa

81 periran tersebut tidak terjadi eutrofikasi sehingga diberi nilai kriteria ada indikatoreutrofikasidiberikanskor Persentasi penutupan padang lamun pada beberapa pengamatan di perairankonawemenunjukankisarannilaitutupanlamunst37,5%,st 53,12%,ST31,25%,ST56,25%,ST84,37%,ST37,5%,danST 37,5%. 48,21% (KKPD, 2012) Berdasarkan tersebut terlihat bahwa persentase penutupan lamun pada beberapa kecamatan berkisar 30-83% dengan rata-rata 48,21%.Dengandemikianuntukindikatorpersentutupanlamundapatdiberiskor atautergolongtingkatpenutupansedang5075%;). Sedangkan jumlah jenis lamun yang terdapat jenis yang meliputi; Thalassia hemprichii, Halophyla minor, Enhalus acoroides, Halodule pinifolia, Halophylaovalis.sehinggaberdasarkaninformasitersebutmakauntukindikator keanekaragaman jenis lamun dapat diberi skor yakni keanekaragaman sedang denganjumlahspesieslamun3-7spesies. Sepanajng pesisir perairan Konawe sebagian wilayahnya ditumbuhi vegetasi mangrove dengan bervariasi. Hutan mangrove di Kabupaten Konawe menyebardisepanjangpesisirutarakecamatansoropiahinggasebagianbesaridi pesisirkecamatanlalonggasomeeto.jenis-jenismangroveyangumumditemukan dikawasaniniyaitu,rhizophorasp.,sonneratiasp.,aviceniasp.,bruguerasp.dan Nypa fruticans, denganpenutupanberkisar2060%.olehkaenaitukriteria indikatorpenutupanmangrovediberikanskor2. Sedangkan kerapatan mangrove di daerah ini bervariasi pula diana berdasarkan laoran hasil penelitian DKP Konawe tahun 2012 maka kondisi kerapatanmangrovepadastasiunpengamatandiperolehhasilsebagaiberikut;. Stasiundngankerapatan ind/ha,stasiundengankeraatan ind/ha, stasiun dengan kerapatan ind/ha, stasiun dengan kerapatan ind/ha dan stssiun dengan kerapatan ind/ha. Seingga berdasarkan data tersebut maka rata-rata kerapatan mangrove berkisar kurang dari1000ind/ha,olehkarenaituindiktorinidiberikannilaiskor1. Ekosistem terumbu karang merupakan bagian penting dari ekosistem pesisir yang memberi kontribusi yang signifikan bagi produksi perikanan dikonawe. Terumbu karang di wilayah ini pada umumnya adalah

82 terumbu karang tepi yang menyebar sepanjang tubir sejajar garis pantai. Hasil Penelitian DKP Koawe tahun 2012 dalam rangka indentifikasi calon kawasan konservasi perairan daerhan yang dilakukan pada 12 titik pengamatan terlihat bahwanilaitutupankarangadalahsebagaiberikut;stasiun154,82%,stasiun 63,1%, stasiun 59,46%, stasiun 45,32%, stasiun 60,12%, stasiun 70,16%,stasiun61,92%,stasiun68,56%,stasiun12,6%,stasiun10 38,62,stasiun1110,94,danstasiun1249,02%,sehinggasecarakeseluruhan rata-ratatutupankarang49,55%dengankategorisedang(dkpkonawe,2012). Berdasarkan informasi tersebut maka indikator status karang aspek penutupan diberinilaiskor2.denganmelihatkarakteristikpenyebaranterumbukarangyang bervariasi serta kualitas air pada kondisi dua kawasan perairan (Laut bada dan Selat Tiworo) maka dapat diduga bahwa keanekaragaman terumbu karang di daerah ini termasuk sedang. Data terkait dengan keanekaragaman jenis karang diaerahinibelumbanyakdiketahui.berdasarkankondisitersebutmakaindikator keanekaragamanjenisterumbukarangdapatdiberiskoryaknikeanekaragaman sedang((3,20<h <9,97). Informasi indikator habitat khusus/unik yang berkaitan dengan spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling, nesting beach di Kabupaten Konawe diperoleh berasarkan hasil wawancara dengan nelayan. Berdasarkan informasi yang dihimpun maka sebagian besar masyarakat belum mengetaui adanyalokasiatauhabitatkhusus.olehkarenaituberdasarkaninformasitersebut maka indikator habitat khusus dapat di berikan skor yaitu tidak diketahui adanyahabitatunik/khusussehinggaindikatorhabitatkhususdiberinilaiskor1. Pengkajian dampak perubahan iklim di Kabupaten Konawe belum banyak dilakukan namun berdasarkan pengamatan secara kualitatif dan informasi dari masyarakat bahwa di kawasan ini terkena dampak perubahan iklim khsuusnya pada ekosistem pesisir namun hingga saat ini belum ada strategi dan mitigasi untukmengaadapihalteresebut.dampakperubahaniklimsudahdapatdirasakan olehmasyarakatyaituadanyaperubahantinggigelombangsertahujanyangsulit di prediksi dan tidak teratur namun informasi terkait dengan adanya coral bleaching pada saat tertentu khususnya pada kedalaman kurang dari meter Keberadaan infromasi yang demikian belum diikuti langkah-langkah strategis

83 untuk mengantisipasinya, oleh karenan itu kriteria ini dapat diberikan skor 2. DisekitarDesaToli-Tolikawasanterumbukarang mengalami pemutihan,kondisi inididugamerupakandampakdariperubahaniklim,khususnyapadakedalaman kurangdarimeterolekarenaituindikatorindidiberikananilaskor DomainSumberdayaIkan Penilaian Domain Sumberdaya Ikan terbagi dalam indikator penilaian yaitu CPUE Baku, Ukuran ikan, Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap, Komposisi spesies, "Range Collapse" sumberdaya ikan dan Spesies ETP. Berdasarkan hasil analisis pemberian skor kriteria indikator-indikator domain sumberdaya ikan di Kabupaten Konawe dapat dilihat pada Tabel 29. Domain simberdayaikandenganmenganilasaterhadapjenisikandikabupatenkonawe yangmeliputi;ikancakalang,ikankarang,ikankembungdanikanlayang. Berdasarkan analisa data Statistik Perikanan DKP Prov 2013 terhadap produksi dan jumlah alat tangkap disimpulkan bahwa CPUE baku belum bisa tergambardenganbaikatasdatayangtersediakarena adanyaketidaksikronnya antara data hasil tangkapan dengan alat yang digunakan. Nelayan sukar untuk memprediksi adanya penurunan atau peningkatan CPUE karena variabilitas kondisi penangkapan dan kapasitas tangkap yang kecil. Demikian pula dengan penentuan nilai tangkapan minimum yang menguntungkan karena perikanan karang di wilayah ini dapat dikatakan semi komersil dengan biaya operasi yang rendah dan meningkatnya harga ikan. Meskipun demikian nelayan menyadari adanyaperbedaanhasiltangkapansaatinidibandingdengan5-10tahunyanglalu akibat dari destructive fishing Data yangmemungkinkan untuk digunakan hanya dari presepsi atau pandangan nelayan, data inilah dilakukan pendugaan CPUE padabeberapajenisikannamundatanyatidaklengkap.salahsatucaradilakukan untuk memprediksi kecenderungan CPUE maka dilakukan wawancara dengan nelayan yang berpengalaman minimal antara tahun. Berasarkan hasil wawancarakhsusnyapadanelayanikanlayang,ikankembungdanikancakalang 7490respondenmengatakankondistangkapanikancakalangselamatahun terakhir relatif stabil sedangkan ikan ikan karang semua responden mengatakan bahwahasiltangkapanikankarangselamatahunterakhirsemaknmenurundan merekasemakinjauhmencari(keluardariwilayahmerekamenangkap).

84 Tabel 29. Hasil Analisis Komposit Indikator Domain Sumberdaya Ikan INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN KRITERIA DATA ISIAN SKOR 1. CPUE Baku CPUE adalah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan. Upaya penangkapan harus distandarisasi sehingga bisa menangkap tren perubahan upaya penangkapan. 2. Tren Ukuran ikan - Panjang total - Panjang standar - Panjang karapas / sirip (minimum dan maximum size, modus) 3. Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap Persentase ikan yang ditangkap sebelum mencapai umur dewasa (maturity). 4. Komposisi spesies Jenis target dan non-target (discard dan by catch) 1 = menurun tajam (rerata turun > 25% per tahun) 2 = menurun sedikit (rerata turun < 25% per tahun) 3 = stabil atau meningkat 1 = trend ukuran rata-rata ikan yang ditangkap semakin kecil; 2 = trend ukuran relatif tetap; 3 = trend ukuran semakin besar Secara umum ke empat jenis ikan memiliki CPUE yang stabil Hasil wawancara nelayan: Perikanan cakalang dan ikan karang 50-66,7% cenderung menurun, ikan kembung dan layang 50-62,5 % menyatakan trend ukuran relatif tetap. 1 = banyak sekali (> 60%) Umumnya nelayan ikan karang tidak 2 = banyak (30-60%) megetahui karakter 3 = sedikit (<30%) ikan yang belum bertelur % responden mengatakan ian yang tertangkap umumnya belum bertelur 1 = proporsi target lebih sedikit (< 15% dari total volume) 2 = proporsi target sama dgn nontarget (16-30% dari total volume) 3 = proporsi target lebih banyak (> 31 % dari total volume) Spesies ikan karang dan kembung target berkisar 35,5-46,7 % (Abdullah, 2011). 83,3 100% responden mengatakan lebih dari 50% merupakan ikan target. BOBOT (%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI , , ,5

85 5. "Range Collapse" sumberdaya ikan SDI yang mengalami tekanan penangkapan akan "menyusut" biomassa-nya secara spasial sehingga semakin sulit / jauh untuk ditemukan/dicari. 6. Spesies ETP Populasi spesies ETP (Endangered species, Threatened species, and Protected species) sesuai dengan kriteria CITES 1 = semakin sulit, tergantung spesies target 2 = relatif tetap, tergantung spesies target 3 = semakin mudah, tergantung spesies target 1 = fishing ground menjadi sangat jauh, tergantung spesies target 2= fishing ground jauh, tergantung spesies target 3= fishing ground relatif tetap jaraknya, tergantung spesies target Hasil wawancara nelayan: 66,7-100% menyatakan kondisimencari ikan menurun dalam 3 tahun terakhir fishing ground semakin jauh kecuali yang menggunakan alat bantu cahaya fishing groundnya 1= > 1 tangkapan spesies ETP; Ada satu spesies ETP yang biasa 2 = 1 tangkapan spesies ETP; tertangkap di sero yaitu penyu sisik 3 = tidak ada spesies ETP yang tertangkap 1, ,39 1 2, ,75 RERATA TOTAL TOTAL 1, ,33

86 Berdasarkan informasi di atas maka Indikator CPUE Baku diberikan skor atau berada pada kondisi stabil. Penggambaran sedemikian ini disebabkan jumlah produksitiapjenisikantidakjelasdenganalattangkapnyadansehinggapendekatan CPUEdilakukanmelaluihasilwawancarasehinggabelumtergambarjelasCPUEbaku. Indikator ukuran keempat jenis ikan yang dikaji menunjukan bahwa perikanan cakalang dan ikan karang % responden mengatakan bahwa ukuranikansemakinkecil,2040resondenmengatakanukuranikancenderung tetap dari hasil tagkapan 10 tahun terakhir. Sedangkan peikanan kembung dan ikanlayangmenunjukan100respondenmengatakanukuranikanhasiltagkapan 10 tahun terakhir semakin menurun. Berdasarkan hal tersebut maka indikator ukuranikandiberikanskor Datakuantitatifyangberkaitandenganproporsiikanyuwanayangtertangkap khususnyaindikatorproporsiikanyuwanatidaktersedia.olehkarenaitudilakukan indikatorinidilakukanmelaluiwawancarapadanelayanyangtelahberpengalaan 10tahun.Berdasarkanhasilwawancaramenunjukanbahwaperikananikankarang dan ikan cakalang 100 responden tidak mengetahui karakter ikan yang belum bertelur sedangakan perikanan kembung dan ikan layang responden mengatakan ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil dan belum bertelur, oleh karena itu indikator ini dapat diberikan skor atau proporsi ikan yuwana yang tertangkapsedikit(>30%). 100%respondenmengatakanproporsiikantargetberkisar8098karena menggunakanalatangkappolendlinedanpurseseineyangselektif.100%reponden mengaakan volume ikan target kurang 30 dari total hasil tangkapan Hasil tangkapan berkisar 35,3 46,7 merupakan ikan target (Abdullah, 2011) 100% proporsihasiltangkapandidominasiikantargetyaitusekitar40% Komposisispesieskeempatjenisikanyangtertangkapselamatahunterakhir menggambarkankecenderungankomposisihasiltangkapanikantargetlebihbanyak daripadanontarget.perikananikancakalang,ikankarangdanikanlayang100 respondenmengatakankomposisiketigajenisikantarget3089%hasiltangkapan merupakan ikan target. Hasil penelitian Abdullah (2011) mengatakan bahwa komposisihasiltangkapanikankembungberkisar35,346,7merupakanikan target. Penggunaan alat tangkap pancing dan bubu untuk menangkap ikan karang

87 bersifatlebihselektifterutamakarenadapatdilakukanpemilihanumpandantempat pemasangan bubu yang disesuaikan untuk ikan-ikan target khususnya untuk menangkap ikan cakalang dan ikan karang. Untuk alat tangkap sero, meskipun cenderungkurangselektifterhadapjenisbaikikanpelagismaupunikankarangtetapi sebagianbesarjenisikanhasiltangkapanseromerupakantargetnelayandandapat dikomersilkan.jadiproporsiikantargetlebihbesardarinontarget.kondisiinidapat memberikan gambaran indikatorkomposisi spesies tangkapan di berikan skor 2,75 yaituproporsiikantarget>30%volumetangkapan. Dari hasil wawancara kepada nelayan ikan karang, ikan kembung dan ikan layangyangdikajimakadiperoleh60respondenmenyatakankondisimencariikan tahun terakhir semakin sulit dan sekitar 33,3 respoden mengatakan kondisi mencari ikan sama saja. Sedangkan responden perikana cakalang 60% resoden mengatakankondismencariikansamasajatahunterakhir.adapununtukindikator perubahan jarak fishing ground seagia besar responden menyatakan semakin jauh jaraknyakecualiperikanakembungyangmenggunakan alatbantucahayapada alat tangkap bagan dimana respoden mengatakan kondisi fishing ground semakin sulit dan semakin jauh sejak tahun terakhir. Berdasarkan hal tersebut makauntukindikatorrange collapse sumberdaya ikan, yaitu tingkat kesulitan memperoleh ikan dalam tahun terakhir dapat di berikan skor kriteria 1,25 yang berarti semakin menurun tergantung spesies target. Adapun tentang jarak lokasi fishinggroundumumnyarespodenmengatakanbahwalokasipenangkapansemakin jauhsehingganilaiskorkriteriainidiberikannilai Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan responden yang menangkap ikancakalang,ikangkarang,ikankembungdanikanayangmenunjukanbahwa75 100mengatakanbahwanelayantidakpernahmenangkapikanyangtergolongETP lebihdanlainnyamenatakanpernahmenagkapikanyangtergolongkhususnyajenis ikan hiu untuk alat angkap pancing dan gillnet, Maka berdasarkan kriteria pada indikatorspesiesetppadanelayankempatjenisikanyangdikajimakadapatdiberi skor2,75yaitulebihdaritangkapanspesiesetp.terkaitdenganhalini,sosialisasi tentangspesies-spesiesetpmasihperluditingkatkankarenasebagianbesarnelayan tidakmengetahuispesiesetptersebut.

88 4.2.3 DomainTeknologiPenangkapanIkan Berdasarkan aspek teknis penangkapan ikan telah dirumuskan (enam) indikator utama, yakni: (1) metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal, (2) modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan, (3) Fishing capacity dan effort (4) Selektivitas penangkapan, (5) Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal, dan (6) Sertifikasi awak kapalperikanansesuaidenganperaturan.berdasarkanhasilanalisissetiapindikator EAFM pada domain teknik penangkapan ikan di Kabupaten Konawe ditampilkan dalamtabel30. Kegiatan penangkapan ikan yang merusak masing sering dijupai di periran Kabupaten Konawe. Menurut informasi masyarakat, setidaknya 90 responden mengatakan bahwa telah terjadi pelanggaran terkait pengkapan ikan yang merusak lingkungan khususya penggunaan bom untuk mennagkap ikan pelais maupun ikan dasar dan penggunaan bius unuk manangkap ikan kerapu. Informasi tersebut umumnyatidaktercatatnamuninformasitersebutterjadidiperairanpesisirkonawe sebagai akibat belum intensifnyakegiatan pengawasan dan penindakan aparat DKP KabupatenKonawe.BerdasarkandataDKPProvinsitahun2011sedikitnyatercatat kasus pelanggaran penagkapan ikan di Kabupaten Konawe (DKP Provinsi, 2012) Berdasarkaninformasitersebutmakaindikatormetodepenangkapanyangdestruktif atauilegaldapatdiberiskor1,8 Alat penangkap ikan di Kabupaten Konawe baik ikan karang maupn ikan pelagis yaitu sero, jaring insang dasar, bubu, rawai dan pancing ulur, purse seine, bagan, payang. Beberapa bentuk modifikasi disain maupun pengoperasian alat tangkap khususnya untuk menangkap ikan karang di daerah ini adalah (1) Jaring insang yang umumnya dioperasikan secara pasif di dasar perairan, untuk meningkatkanproduktivitasnelayanmengoperasikangillnetdengancaramelngkari dan mempersempit ruang gerak ikan (aktif) Modifikasi ini bisa menyebabkan penurunan ukuran ikan sebab ukuran ikan dipengaruhi ukuran mata jaring, sedangkan nelayan setempat untuk mendapatkan hail yang tingggi maka mereka mengaturmeshsizemenjadi,lebihkecil.(2)seromenggunakanjaringsebagaidinding padapenaju,sayapdanbadanbahkanwaringpadaareabunuhannya.modifikasiini tidak selektif terhadap jenis dan ukuran tagkapan. (3) Modifikasi pancing adalah

89 dengan mengubah ukuran mata pancing dan jenis umpan. Sedangkan alat tangkap untuk menangkap ikan pelagis modifikasinya dalam oprasi penangkapannya khususnya penggunaan rumpon pada alat tangkap purse seine yang menyebabkan semuakelompokikantertangkapmulaidarijuvenilhinggayangdewasa. Beradasarkanmodifiasialattangkaptersebutmakainfrmasiyangdiberikan respondenkeempatjenisikanyangdikajimaka7194%mengatakanukuranikan yangtertangkapberadapadakisarankurangdarilm.ikancakalang50lebihkecil dari ukuran Lm, ikan karang yang tertangkap adalah kerapu, kakap, sunu, lentjam jugaberadadibawasaukuranlm,ikankembungdanikanlayangberukuran17,2 cm dan 13,2 cm dimana ukuran Lm 17,6 cm dan 13,8 cm (Abdullah, 2011). Berdasarkan informasi tersebut kemungkinan hasil tangkapan lebih kecil dari Lm. Maka untuk indikator modifikasi alat tangkap dapat diberi skor 1,5 yaitu >50% ukurantargetspesieslm. Informasi yang berhubungan dengan Indikator fishing capacity dan effort di Kabupaten Konawe tidak tersedia khususnya estimasi produksi pada tahn berikutnya.namundariinformasirespndenhasilwawancaranelayandirasakantidak ada perbedaan fishing capacity dalam beberapa tahun terakhir. Dengan demikian indikatorfishingcapacitydapatdiberiskoryaknifcmfcn1. Pada tahun 2012 di Kabupaten Konawe terdapat terdapat 16 jenis alat tangkapikanyangdigunaanolehnelayandanterdaftardidkpkabupatenkonawe Selatan.Dari13jenisalattangkaptersebutterdapatjenisalattangkapyangtidak selektif sehinggga persentase antara jumlah alat tangkap yang tergolong memiliki selektivitas rendah (PS) adalah adalah 18,75% (DKP, 2012). Sehingga itu indikator ini dapat diberi skor yaitu selektivitas penangkapan tinggi (kurang dari 50% penggunaanalattangkapyangtidakselektif).

90 Tabel 30. Hasil Analisis Komposit Indikator Domain Teknik Penangkapan Ikan. INDIKATOR 1. Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal 2. Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan. 3. Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Fishing Capacity and Effort) 4. Selektivitas penangkapan 5. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal 6. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. DEFINISI/ PENJELASAN Penggunaan alat dan metode penangkapan yang merusak dan atau tidak sesuai peraturan yang berlaku. Penggunaan alat tangkap dan alat bantu yang menimbulkan dampak negatif terhadap SDI Besarnya kapasitas dan aktivitas penangkapan Aktivitas penangkapan yang dikaitkan dengan luasan, waktu dan keragaman hasil tangkapan Sesuai atau tidaknya fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen legal Kualifikasi kecakapan awak kapal perikanan (kualitatif panel komunitas) KRITERIA DATA ISIAN SKOR 1=frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun ; 2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun ; 3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun 1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm ; 2 = 25-50% ukuran target spesies < Lm 3 = <25% ukuran target spesies < Lm 1 = Rasio kapasitas penangkapan < 1; 2 = Rasio kapasitas penangkapan = 1; 3 = Rasio kapasitas penangkapan > 1 Hasil wawancara nelayan: Dalan 1 tahun masih dapat ditemukan 5-10 kali penggunaan bahan peledak(ikan caalang), Data DKP Provinsi melaporkan 6 kali pelanggaran (DKP Prov, 2012) responden keempat jenis ikan 71 94% mengatakan ukuran ikan yang tertangkap < Lm. Ikan cakalang 60 % < Lm, ikan karang 50% < Lm, ikan kembung dan ikan layang berukuran 9 17,4 cm dan 6 13,2 cm dimana ukuran Lm 17,6 cm dan 13,8 cm (Abdullah, 2011). 1 = rendah (> 75%) ; Terdapat 3 jenis alat tangkap ikan 2 = sedang (50-75%) ; di daerah ini dari total 16 jenis alat 3 = tinggi (kurang dari 50%) tangkap sehinggga PS = 18,75% penggunaan alat tangkap yang sehingga ektivitasnya kategori tinggi tidak selektif) DKP, 2012) 1 = kesesuaiannya rendah (lebih dari 50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 2 = kesesuaiannya sedang (30-50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 3 = kesesuaiannya tinggi (kurang dari 30%) sampel tidak sesuai dengan dokumen legal 1 = Kepemilikan sertifikat <50%; 2 = Kepemilikan sertifikat 50-75%; 3 = Kepemilikan sertifikat >75% BOBOT (%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI 1, ,50 1, ,50 Data tidak tersedia dan infromasi responden mengatakan tidak ada perbedaan fishing capasity. dalam beberapa tahun terakhir FCn = FCm 1, ,52 Sebagain besar kapal untuk menagkap ikan tidak memiliki dokumen legal karena ukuran kapal < 5GT sedangkan purse seine dan pole and line memiliki esesuain dengan dokumen legalnya Seluruh awak kapal ikan karang tidak memiliki sertifikasi kecakapan sedang lainnya hanya nakoda yang memiliki sertifikat 3, , , ,8 RERATA TOTAL 5039,27

91 Hasil penelusuran pada masyarakat nelayan Konawe menunjukkan bahwa sebagianbesar dari kapal yang digunakan untuk perikanan terumbu karang adalah kapal-kapal yang tidak memiliki dokumen legal dimana ukuran kapalnya rata-rata dibawah GT khususnya kapal penangkapan ikan yang menangkap ikan karang dengan alat tangkap pancing, sero dan alat tangkap bagan Sedangkan kapal kapal yang berukuran besar (mulai dari GT) khususnya yang menagkap ikan cakalang, kembungdanikanlayangdenganalattangkappurseseinememilikidokumenlegal. BerdasarkanfenomenatersebutmakaIndikatorkesesuaianfungsidanukurankapal penangkapan ikan dengan dokumen legal dapat diberi skor yaitu kesesuaiannya tinggi(kurangdari30%)sampeltidaksesuaidengandokumenlegal. PadaumumnyanelayanikankarangdiKonaweadalahnelayantradisionaldan semi komersil dengan skala usaha yang kecil khusunya alat tangkap pancing untuk menangkap ikan karang dan alat tangkap bagan berukuran kurang dari GT, sehingga tidak diwajibkan memiliki sertifikat, bahkan tidak mengetahui akan perlunya sertifikat. Sedangkan nelayan pada alat tangkappurse seine dan payang nahkodanya memiiki sertifikasi kecakapan. Berdasarkan hal tersbut maka indikator sertifikasiawakkapalperikanansesuaidenganperaturandapatdiberiskor1,8yaitu kepemilikansertifikat<75% DomainSosial Terdapat indikator penilaian untuk domain sosial yaitu partisipasi pemangkukepentingan,konflikperikanandanpemanfaatanpengetahuanlokaldalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK,traditional ecological knowledge).berdasarkanhasilanalisissetiapindikatoreafmperikananyangdikajdi KabupatenKonawepadadomainsosialditampilkandalamTabel31. PengelolaanperikanantangkapdiKabuateKonawekhususnyadiDKPmasih merupakan domain bidang perikanan tangkap DKP sehingga partisipasi dan siklus pengelolaan sifatnya parial belum jelas. Partispasi pemangku kepentingan di tandai hanyadengankeikutsetaansetiapkegiatanpelatihan,workshopmaupunbintekyang hanyaberkaitandengantupoksimasing-masingbidang.keterkaitandenganinstansi lain di lingkup kabupaten Konawe belum berjalan baik bersifat sektoral sehingga kegiatan satu instansi jarang di ketahui instansi lain. Selain itu pentahapan

92 pengelolaan perikanan belum jelas sehingga partisipasi dari sektor terkait siklus pengelolaanbelumadai,dkpkonawe,2013).berdasarkaninformasitersebutmaka indikator partisipasi pemangku kepentingan pengelolaan perikanan tangkap di Kabupaten Konawe kurang dari 50 khusnya perianan cakalang dan ikan karang sedangkan terkait perikanan kembung dan layang partisipanya kurang dari 100% sehinggadiberikanskor Konflik dalam pemanfaatn sumberdaya perikanan tangkap di Kabupaten Konaweumumnyaterjadiyangberkaitandenganpemanfaatandaerahpenangkapan ikan cakalang dimana 56 respondeg mengatakan adanya konflik pemanfaatan fishing ground dan kebijakan khususnya nelayan yang memanfaatkan rumpon bersama. Sedangka nelayan pada ketiga perikanan lainnya yang dikaji semua responden mengatakan tidak ada konflik baik antar nelayan maupun peanfaatan daerah penangkapan ataupun kebijakan. Berdasarkan hal tersebut maka indikator konflikpemanfaatandiberiskor2,75. Pengetahuan dan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan diwilayahinipadaumumnyaadalahpengetahuanyangterkaitdenganmusim,iklim dandinamikasumberdayaikan.pengetahuan tersebutbersumberdaripengalaman. Kearifan lokal yang terkait dengan pengaturan penangkapan hampir tidak dikenal lagi oleh masyarakat karena telah lebih dari dua generasi tidak lagi diwujudkan. Pengetahuandankearifanlokaltersebuttidakdigunakandalambentukpengelolaan perikanansecarakolektif.berdasarkaninfrmasirespondenpadakeempatjenisikan yang dikaji dieroleh bahwa semua responden di lokasi survei mengatakan tidak memanfaatkanpengetahuanlokaldalammelakukanpenangkapanikankarenasudah sering ada penyuluhan namun peanfaatan pengetahuan lokal sudah tidak efektif khussnya perikana karang sedangkan perikarikana lainnya tidak memanfaatkan pengetahuan lokal. Berdasarkan informasi tersebut maka indikator pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK/traditionalecologicalknowledgediberikanstatusrendahdenganskor1,25.

93 Tabel 32. Hasil Analisis Komposit Indikator Domain Sosial. INDIKATOR 1. Partisipasi pemangku kepentingan DEFINISI/ PENJELASAN Keterlibatan pemangku kepentingan 2. Konflik perikanan Resources conflict, policy conflict, fishing gear conflict, konflik antar sector. KRITERIA DATA ISIAN SKOR 1 = kurang dari 50%; Pengelolaan perikanan tangkap masih merupakan Domain 2 = %; Bidang perikanan tangkap DKP sehingga partisipasi dan siklus 3 = 100 % pengelolaan sifatnya parial belum jelas, keterlibatan hanya terjadi pada kegiatan pelatihan, workshop dan bintek, DKP Konawe, 2013) 1 = lebih dari 5 kali/tahun; Konflik antara nelayan cakalang sedangkan nelayan perikanan 2 = 2-5 kali/tahun; lainnya menurut respnden tidak ditemukan adanya konflik 3 = kurang dari 2 kali/tahun BOBOT (%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI ,38 2, Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge) Pemanfaatan pengetahuan lokal yang terkait dengan pengelolaan perikanan 1 = tidak ada; Semua responden di lokasi survei mengatakan tidak 2 = ada tapi tidak efektif; memanfaatkan pengetahuan lokal dalam melakukan 3 = ada dan efektif digunakan penangkapan ikan krn sdh sering ada penyuluhan dan menangkap ikan saat ini sdh semakin sulit walaupun penegtahuan lokal masih ada namun sudah tidak digunakan 1, RERATA TOTAL TOTAL 1, ,88

94 4.2.5 DomainEkonomi Aspekekonomiditetapkan(tigat)indikatorutama,yakni:(1)kepemilikanaset,(2)pendapatanrumahtanggaperikanan (RTP), dan (3) rasio tabungan. Berdasarkan hasil analisis setiap indikator EAFM pada domain ekonomi di Kabupaten Konawe ditampilkandalamtabel33. Tabel33.HasilAnalisisKompositIndikatorDomainEkonomi. INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN KRITERIA DATA ISIAN SKOR 1. Kepemilikan Aset Perubahan nilai/jumlah aset usaha RTP cat : aset usaha perikanan atau aset RT. 2. Pendapatan rumah tangga (RTP) 3. Rasio Tabungan (Saving ratio) Pendapatan total RTP yang dihasilkan dari usaha RTP menjelaskan tentang rasio tabungan terhadap pendapatan bersih 1 = nilai aset berkurang (lebih dari 50%) ; 2 = nilai aset tetap (kurang dari 50%); 3 = nilai aset bertambah (di atas 50%) Dalam 1 tahun terakhir seluruh responden menyatakan ada peningkatan aset usaha perikanan maupun aset rumah tangga, tetapi <50% 1= kurang dari rata-rata UMR, 100% responde memeiliki pendapatan diatas UMR (Rp 2= sama dengan rata-rata UMR, Rp Rp ) 3 = > rata-rata UMR 1 = kurang dari bunga kredit SR= 29,95% - 63,12%. pinjaman; Besarnya bunga kredit 2 = sama dengan bunga kredit pinjanman = 7,52 8,22% per pinjaman; September = lebih dari bunga kredit pinjaman BOBOT (%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI 2, , , RERATA TOTAL TOTAL 2, ,5

95 Berdasarkan wawancara dengan responenden pada setiap perikanan menunjukkanbahwanilaiasetcenderungbertambahsesuaidenganomsetusahadan kepemilikansaranausaha.padaumumnyanelayankonawemerupakannelayanskala kecil dengan aset milik sendiri. Buruh nelayan hanya pada perikanan skala besar sepertipukatcincindanpoleandline.dengandemikianmeskipunskalausahakecil tetapi pendapatan dapat diharapkan meningkatkan aset rumah meskipun dalam tingakatan <50%. Aset yang menjadi prioritas adalah HP, sepeda motor, TV. Aset lainnya seperti kulkas, mesin cuci, generator, VCD/DVD, merupakan prioritas berikutnya. Peningkatan aset dalam tahun terakhir berkisar antara %. Olehkarenaituberdasarkankriteriapadaindikatoriniskordapatdiberikankarena nilaiasetrata-ratabertambahkurangdari50%). Indikator saving ratio (SR) yakni perbandingan antara perndapatan dan pengeluaranpadamasing-masingperikanandapatdilihatpadatabel34: Tabel34.PerbandinganPendapatandanPengeluaransertaSavingRateRata-rata padamasing-masingjenisperikanandikabupatenkonawe. No. JenisPerikanan Pendapatan Pengeluaran SavingRate 1 Ikankarang ,12% 2 Ikankembung ,70% 3 Ikanlayang ,67% 4 Ikancakalang ,95% Berdasarkan hasil wawancara nelayan seperti pada Tabel 34 maka pendapatan dari semua perikanan lebih besar dibandingkan dengan UMR regional Sulawesi Tenggara sebesar Rp Maka untuk kriteria Pendapatan Rumah Tangga Perikanan skornya mencapai 3, yaitu lebih besar dengan rata-rata UMR regional. Pengeluaran nelayan terbesar di Kabupaten Konawe adalah untuk keperluan biaya hidup berkisar Rp hingga Rp Total pendapatan masing-masing jenis perikanan berkisar Rp Dengan demikian saving rate (SR) berkisar 29,95% 63,12%, nilai ini jauh lebih tinggi dari tingkat bunga pinjaman sebesar 7,52 8,22%. Berdasarkan informasi tersebut maka secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa indikator saving rate (SR)dapatdiberikanskor3.

96 4.2.6 DomainKelembagaan Aspek kelembagaan telah dirumuskan (tujuh) indikator utama, yakni: (1) kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaanperikananyangtelahditetapkanbaiksecaraformalmaupunnon-formal (alat), (2) kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan, (3) mekanisme kelembagaan, (4) rencana pengelolaan perikanan, (5) tingkat sinergisitas kebijakan dankelembagaanpengelolaan perikanan,dan (6)kapasitaspemangkukepentingan. Berdasarkan hasil analisis setiap indikator EAFM pada domain kelembagaan di KabupatenKonaweditampilkandalamTabel35. Pelanggaran tertulis yang terjadi di Kabupaten Konawe yang ditemukan umumnya berkaitan dengan dokumen dimana kapal-kapal penangkapan ikan tidak dilengkapidengandokumenresmidanadanyapenangkapanyangmenggunakanbius. Data tertulis tentang pelanggaran terhadap aturan-aturan perikanan yang telah di tetapkan baik formal maupun tidak formal pada tahun 2012 ditemukan sebanak kalidenganpenyelesaiankasusdilakukandenganpembinaa.sedangkanberdasarkan wawancara dengan nelayan responden berhasil diidentifikasi beberapa jenis pelanggranbaikformalmaupuninformal.pelangaranutamayangdiketahuinelayan adalahpenggunaanbiuspadaperikananterumbukarangdenganintensitaslebihdari kalipertahun.adapunbeberapajenispotensipelanggarannamuntidakdiketahui nelayan adalah: 1) Perijinan tidak lengkap 2) Pelanggaran daerah penangkapan. Olehkarenaitukriteriapelanggaranterhadapaturanperikanandapatdikategorikan burukdenganskor1.sedangkanuntukpelangaranterhadapaturannonformaltidak ada informasi pelanggaran sebab tidak ada aturan non formal yang diketahui masyarakatsehinggakriteriainidapatdiberikankategoribaikdenganskor3. BerdasarkanwawancaradenganperangkapDKPKabupatenKonawediketahui bahwarppbelumada,namunaturan-aturan lainkhususnyasecara nasionalmasih mendominasi aturan untuk dijadikan rujukan dalam pengelolaan perikanan di KabupatenKonaweyangmeliputiUUNo27Tahun2007,UUNo45Tahun2009,PP No60tahun2009.Sedangkanaturanyangbersifatteknisdanoperasionalyangada meliputi; Perda SIUP, SIPI, SIKPI. Berdasarkan kriteria skor maka termasuk dalam skoradatapitidaklengkap.

97 BeberapadokumenrencanapembangunantelahdisusunsepertiRencanaTata RuangWilayah,RencanaStrategisPengelolaanWilayahPesisirdanPulau-PulauKecil telah disusun, namun hingga tahun 2013 jumlahnya tidak bertambah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikananjumlahnyatetap,sehinggauntukindikatorinidapatdiberiskor(adadan jumlahnyatetap). Dalam hal penegakkan aturan main, DKP dan pihak kepolisian telah melakukan upaya penegakkan aturan namun belum efektif, (untuk itu indikator ini dapat diberi skor 2). Menurut pihak DKP hal ini disebabkan karena keterbatasan petugas dan sarana pengawasan. Petugas pengawas telah ada namun jumlahnya belum memadai dan peralatannya sangat terbatas sehingga kapasitas penegakkan aturan masih rendah (untuk itu indikator ini dapat diberi skor 2). Dalam rangka penegakkanaturan,teguranbiasanyadiberikankepadaoknumyangmenjualbahan racun/potas/bius,sedangkanhukumanyangpernahdiberikanpadapelakubomikan (untukituindikatorinidapatdiberiskor2). Dalam hal mekanisme pengambilan keputusan, program yang terkait dengan pengelolaan perikanan masih merupakan kebijakan Dinas Kelautan dan Perikanan. Pelibatan stakeholders hanya sebagai prosedur penyusunan dokumen perencanaan pembangunan (Indikator ini dapat diberi skor 2).Beberapa kebijakan dan program terkaitpengelolaanperikananbelumsepenuhnyadijalankansebagaimanamestinya, banyak hal masih dilakukan dengan pertimbangan kepentingan dan pertimbangan politispimpinanyangberkuasa.akibatnyaseringkaliditemukankeluhanmasyarakat yang memandang berbagai program tidak tepat sasaran (karena itu indikator ini dapatdiberiskor2). Indikator rencana pengelolaan perikanan, di Kabupaten Konawe belum menyusunrencanapengelolaanperikanansehinggaindikatorinidiberiskor1. Dalam hal indikator Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaanperikanan,terlihatbahwakoordinasiantarlembagadalammenjalankan program masing-masing lembaga belum sepenuhnya efektif dan belum ada sistem yangdibuatuntukituselainkoordinasikepaladaerah.sinergitashanyaterbatassaat adakegiatanworkshopmaupunpelatihansehinggakarenaindikatorinidapatdiberi

98 skor 2). Selain komunikasi antar lembaga belum sistematis juga adanya kebijkana sekotrsatutidakdiketahuiolehsektoryanglainsehinggaindikatorinidiberiskor3. Terkait dengan indikator kapasitas pemangku kepentingan, sering terjadi bimbingan teknis namun tidak difungsikan sesuai dengan keahlian (peran politik dominan) belum ada kegiatan peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem sehingga kriteria ini diberi skor2.

99 Tabel35.HasilAnalisisKompositIndikatorDomainKelembagaan. INDIKATOR 1. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal maupun nonformal 2. Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan DEFINISI/ PENJELASAN Tingkat kepatuhan (compliance) seluruh pemangku kepentingan WPP terhadap aturan main baikformal maupun tidak formal Sejauh mana kelengkapan regulasi dalam pengelolaan perikanan Ada atau tidak penegakan aturan main dan efektivitasnya KRITERIA DATA ISIAN SKOR 1= lebih dari 5 kali terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan perikanan; 2 = 2-4 kali terjadi pelanggaran hukum; 3 = kurang dari 2 kali pelanggaran hukum Non formal 1= lebih dari 5 informasi pelanggaran, 2= lebih dari 3 informasi pelanggaran, 3= tidak ada informasi pelanggaran 1 = tidak ada; 2 = ada tapi tidak lengkap; 3 = ada dan lengkap Elaborasi untuk poin 2 1= ada tapi jumlahnya berkurang; 2= ada tapi jumlahnya tetap; 3= ada dan jumlahnya bertambah 1=tidak ada penegakan aturan main; 2=ada penegakan aturan main namun tidak efektif; 3=ada penegakan aturan main dan efektif 1= tidak ada alat dan orang; 2=ada alat dan orang tapi tidak ada tindakan; 3= ada alat dan orang serta ada tindakan 1= tidak ada teguran maupun hukuman; 2= ada teguran atau hukuman; 3=ada teguran dan hukuman Pelanggaran hukum terkait WPPdi wilayah perairan Kabupaten Konawe sebanyak 6 kali, (DKP, 2012) 90 % reponden mengatakan bahwa pelanggaran hukum terkait WPP lebih dari 5 kali Ada aturan main hanya di tingkat provinsi (Perda Pesisir, Pergub dan aturan retribusi) Kelengkapan regulasi hingg tahun 2013 jumlahnya tetap Ada penegakan aturan main namun tidak efektif Jarang dilakukan patroli dan pengawasan, hanya administrasi di kantor Dalam menjumpai adanya pelanggaran, sebelum ditindak maka dilakukan teguran terlebih dahulu sebelum tindakan hukuman (DKP, 2013) BOBOT (%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI ,

100 3. Mekanisme pengambilan keputusan 4. Rencana pengelolaan perikanan 5. Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan 6. Kapasitas pemangku kepentingan Ada atau tidaknya mekanisme pengambilan keputusan (SOP) dalam pengelolaan perikanan Ada atau tidaknya RPP untuk wilayah pengelolaan perikanan dimaksud Semakin tinggi tingkat sinergi antar lembaga (span of control-nya rendah) maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan semakin baik Semakin tinggi tingkat sinergi antar kebijakan maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan semakin baik Seberapa besar frekuensi peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem 1=tidak ada mekanisme pengambilan keputusan; 2=ada mekanisme tapi tidak berjalan efektif; 3=ada mekanisme dan berjalan efektif 1= ada keputusan tapi tidak dijalankan; 2= ada keputusan tidak sepenuhnya dijalankan; 3= ada keputusan dijalankan sepenuhnya 1=belum ada RPP; 2=ada RPP namun belum sepenuhnya dijalankan; 3=ada RPP dan telah dijalankan sepenuhnya 1=konflik antar lembaga (kebijakan antar lembaga berbeda kepentingan); 2 = komunikasi antar lembaga tidak efektif; 3 = sinergi antar lembaga berjalan baik 1= terdapat kebijakan yang saling bertentangan; 2 = kebijakan tidak saling mendukung; 3 = kebijakan saling mendukung 1=tidak ada peningkatan; 2 = ada tapi tidak difungsikan (keahlian yang didapat tidak sesuai dengan fungsi pekerjaannya) 3 = ada dan difungsikan (keahlian yang didapat sesuai dengan fungsi pekerjaannya) Belum ada SOP namun terdapat mekanisme pengambilan keputusan terkait pengelolaan perikanan tapi belum efektif (DKP, 2013) Ada keputusan yang dihasilkan namuntidak dijalankan yang disebabkan keterbatasan sarana prasarana (DKP, 2013) D Kabuaten Konawe belum terdapat RPP (DKP, 2013) Komunikasi terjadi ketika pihak DKP mengundang pada kegiatan workshop dan itu sangat terbatas frekuensinya Kebijakan disetiap sektor sebaian besari tidak diketahui oleh sektor lain sehingga dapat dikatakan tidak saling mendukung Sering terjadi bimbingan teknis namun tidak difungsikan sesuai dengan kehlian (peran politik dominan) , , RERATA TOTAL TOTAL 1, ,62

101 4.3 PerikananKabupatenButonUtara DomainHabitat Gambaran mengenai indikator-indikator yang termasuk dalam domain habitat dan ekosistem yang meliputi kualitas perairan, status lamun, status mangrove, status terumbu karang, habitat unik/khusus (spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling), status dan produktivitas estuari dan perairan sekitarnya, perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat. Berdasarkan hasil analisis setiap indikator EAFM pada domain habitat dan ekosistem ditampilkan dalam Tabel 36. Wilayah Kabupaten Buton Utara merupakan bagian sebelah Utara dari Pulau Buton yang memiliki ekosistem yang kompleks. Didarat, sebagian besar daratan Buton Utara adalah hutan hujan tropis yang lebat dengan status hutan lindung. Di wilayah pesisir khususnya di Teluk Kulisusu bagian dalam terbentang hutan mangrove di sepanjang muara S. Laea, S. Ronta, S. Lambale dan S. Langkumbe serta seluruh Pulau Wotaitonga. Sepanjang garis pantai terbentang dangkalan yang landai dan tubir-tubur karang. Di sisi sebelah barat adalah perairan Selat Buton dan di sisi sebelah Utara dan Timur adalah Laut Banda dengan kedalaman yang mencapai 6000 m. Hampir seluruh perairan yang mengelilingnya adalah perairan terbuka dengan sirkulasi yang baik bahkan mendapat terpaan gelombang yang kuat pada musim angin muson barat dan timur. Aktivitas pembangunan khususnya industri yang dapat mempengaruhi kualatas perairan masih sangat kecil. Satu-satunya dampak aktivitas di darat adalah peningkatan kekeruhan di beberapa muara sungai di Teluk Kulisusu bagian dalam dimusim hujan, namun kondisi ini relatif terisolasi oleh keberadaan Pulau Witaitonga sehingga tidak menyebar ke perairan lain. Nilai beberapa parameter kualitas air yang tekait dengan dampak aktivitas pertanian didarat turun melalui sungai disajikan pada Tabel 37 dan 38.

102 Tabel 36. Hasil Analisis Komposit Indikator Domain Habitat dan Ekosistem. INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN KRITERIA DATA ISIAN SKOR 1. Kualitas perairan 2. Status ekosistem lamun 3. Status ekosistem mangrove Limbah yang teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual (Contoh :B3-bahan berbahaya & beracun) Tingkat kekeruhan (NTU) untuk mengetahui laju sedimentasi perairan Eutrofikasi 1= tercemar; Parameter kualitas air berada dibawah batas 2=tercemar sedang; ambang baku mutu 3= tidak tercemar perairan dalam KEPMEN No. 51/2004 1= > 20 mg/m^3 konsentrasi tinggi 2= mg/m^3 konsentrasi sedang; 3= <10 mg/m^3 konsentrasi rendah Satuan NTU 1= konsentrasi klorofil a > 10 mg/m^3 terjadi eutrofikasi; 2= konsentrasi klorofil a 1-10 mg/m^3 potensi terjadi eutrofikasi; 3= konsentrasi klorofil a <1 mg/m^3 tidak terjadi eutrofikasi Nilai kecerahan kurang dari 5 m. Nilai TSS 0,7-0,9 mg/l, nilai TDS mg/l Nilai kadar Total Phosphor (TP) tidak terdeteksi Luasan tutupan lamun. 1=tutupan rendah, 29,9%; persentase tutpan lamun pada setiap Kerapatan, nilai penting, perubahan luasan dan jenis mangrove 2=tutupan sedang, 30-49,9%; 3=tutupan tinggi, 50% 1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1), jumlah spesies < 3 2 = kanekaragaman sedang (3,20<H <9,97 atau 1<H <3), jumlah spesies = keanekaragaman tinggi (H >9,97 atau H >3), jumlah spesies > 7 1=tutupan rendah, < 50%; 2=tutupan sedang, 50 - < 75%; 3=tutupan tinggi, 75 % 1=kerapatan rendah (<1000 pohon/ha); 2 = kerapatan sedang ( pohon/ha); 3 = kerapatan tinggi (> 1500 pohon/ha) kecamatan berkisar % dengan rata-rata 58% Jumlah spesies 3-7 spesies Tutupan mangrovedi Kabupaten Buton Utara berkisar %. Kerapatan mangrove di Kabupaten Buton Utara mencapai 4000 pohon/ha (Kehutanan, 2011) BOBOT (%) RANKING SKOR DENSITAS NILAI , , ,5 2

103 4. Status ekosistem terumbu karang > Persentase tutupan karang keras hidup (live hard coral cover). 1=tutupan rendah, <25%; 2=tutupan sedang, 25-49,9%; 3=tutupan tinggi, >50% 1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1); 2 = kanekaragaman sedang (3,20<H <9,97 atau 1<H <3); Persentse penutupan karang hidup pada kedua titik pengamatan adalah berkisar 37 40% Keanekaragaman karang sedang (Bappeda, 2013) = keanekaragaman tinggi (H >9,97 atau H >3) 5. Habitat unik/khusus Luasan, waktu, siklus, distribusi, dan kesuburan perairan, spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling, nesting beach 1=tidak diketahui adanya habitat unik/khusus; 2=diketahui adanya habitat unik/khusus tapi tidak dikelola dengan baik; 3 = diketahui adanya habitat unik/khusus dan dikelola dengan baik Masyarakat mengetahui adanya titik-titik lokasi pemijahan ikan dan tempat peneluran penyu, tetapi belum ada upaya-upaya perlindungan Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat Untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat > State of knowledge level : Belum ada kajian tentang Fenomena 1= belum adanya kajian tentang dampak perubahan iklim perubahan iklim; seperti: pergeseran 2= diketahui adanya dampak perubahan musim, tinggi iklim tapi tidak diikuti dengan strategi gelombang, abrasi dll. adaptasi dan mitigasi; Telah terjadi namun belum ada langkahlangkah adaptasi dan 3 = diketahui adanya dampak perubahan iklim dan diikuti dengan mitigasi strategi adaptasi dan mitigasi ,345 > state of impact (key indicator menggunakan terumbu karang): 1= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching >25%); 2= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching 5-25%); 3= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching <5%) Masyarakat juga belum melihat adanya indikasi pemutihan karang yang signifikan. 1 RERATA TOTAL TOTAL 2, ,68

104 Tabel 37. Kondisi Kualitas Air Beberapa Perairan Sungai di Buton Utara No. Parameter Satuan 1 Fisika air a. Kecepatan arus b. Suhu c. Salinitas d. TDS e. TSS f. Warna g. kedalaman h. Bau i. Lapisan minyak j. Kecerahan 2 Kimia air a. ph b. DO c. BOD5 d. COD e. Besi f. Minyak g. Timbal h. Cadmium i. Tembaga j. Seng k. Total Phosphat l. Nitrat m. Nitrit n. Amoniak m/dtk o C o /oo mg/l mg/l - cm mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l Muara Sungai Kambowa ,9 coklat muda 274 alami nihil , ,1 Ttd 0,0052 0,0024 0,0010 Ttd Ttd 0,02 ttd ttd Muara Sungai Kioko ,8 hijau 373 alami nihil , ,1 Ttd 0,0064 0,0031 0,0074 Ttd Ttd 0,03 Ttd Ttd Stasiun Muara Sungai Bubu ,9 hijau 293 alami nihil , ,1 Ttd 0,0043 0,0406 0,0052 0,050 Ttd 0,03 Ttd Ttd Sungai Lambale ,7 jernih 300 alami nihil ,7 9 72,08 0,2 Ttd Ttd Ttd 0,020 Ttd Ttd 0,02 Ttd Ttd Sungai langkumbe ,7 coklatmuda 350 Alami Nihil ,0 5 37,04 0,1 Ttd 0,0049 0,0031 0,0048 0,168 Ttd 0,03 Ttd Ttd 3 Fisika sedimen Tekstur o lumpur lumpur berpasir pasir lumpur /oo Posisi 05 Lintang Bujur Keterangan : * = Peraturan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara No. 7 Tahun 2005 Tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tenggara (Sumber: PT. SSA) Tabel 37 dan 38 menunjukkan rendahnya kecerahan perairan pada beberapa muara sungai dan perairan pesisir khusunya di Teluk Kulisusu bagian Barat. Hal ini dimungkinkan oleh banyaknya bermuara sungai-sungai besar yang memasok padatan tersuspensi dari darat. Nilai kecerahan kurang dari m. Nilai TSS0,7-0,9mg/L,nilaiTDS mg/L.Nilai-nilaiinidapatmeggambarkan tingginya tingkat kekeruhan. Namun demikian kondisi tersebut relatif terkonsentrasi pada perairan pantai Teluk Kulisusu bagian Barat atau sekitar Kecamatan Kulisusu Barat dan Bonegunu, sedangkap perairan lainnya jauh lebih jernih karena tidak adanya sungai besar yang bermuara dan sangat terbuka terhadaplautlepas. * - Deviasi ,03-0,03 0,01 0,02 0, ,06 -

105 Tabel 38. Kondisi Kualitas Air Beberapa Perairan Laut di Buton Utara No. Parameter Satuan 1 Fisika air a. Kecepatan arus b. Suhu c. Salinitas d. TDS e. TSS f. Warna g. kedalaman h. Bau i. Lapisan minyak j. Kecerahan 2 Kimia air a. ph b. DO c. BOD5 d. COD e. Besi f. Minyak g. Timbal h. Cadmium i. Tembaga j. Seng k. Total Phosphat l. Nitrat m. Nitrit n. Amoniak m/dtk o C o /oo mg/l mg/l - cm mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l Stasiun Karang Kioko Teluk Kulisusu (sekitar Kambowa) ,8 biru muda 280 alami nihil , ,2 Ttd 0,027 0,052 0,009 0,037 Ttd 0,05 Ttd Ttd ,9 biru muda 160 alami nihil , ,2 Ttd 0,036 0,003 0,069 0,007 Ttd 0,03 Ttd Ttd * - alami alami 20 alami alami nihil - >3&>5 7-8,5 > nihil 0,008 0,001 0,008 0,05 0,015 0, Fisika sedimen Tekstur o /oo berpasir Pasir alami Posisi Lintang Bujur Keterangan : * = Kepmen KLH No. 51 tahun 2004 Tentang Baku mutu air laut untuk biota laut (Sumber : PT.SSA) Secara umum, perairan pantai dan sungai daerah studi masih tergolong baik. Hal ini ditunjukan dengan tidak ditemukannya jenis-jenis plankton yang menjadiindikatorpencemaranperairanbaikyangdapatmenyebabkanperubahan warna, bau maupun bahan organik tinggi yang memicu terjadinya blooming plankton sehingga dapat merusak kualitas perairan tersebut (lihat tabel 39). Kelimpahan jenisnya ditemukan sangat kurang/sedikit yang menggambarkan bahwa perairan tersebut miskin (oligotrofik). Kondisi ini merupakan cerminan kondisiperairanlautyang masihbaiksebabperairanlautyangnormal/baikbila kondisiharayangdapatdilihatdarikelimpahanjenisplanktonrendahdantidak ditemukan indikator biologi dari jenis-jenis plankton sebagai indikasi adanya pencemaran perairan. Disamping itu bila eutrofikasi diindikasikan berdasarkan

106 kadar Total Phosphor (TP) maka pada seluruh titik pengamatan kadar Total phosphortidakterdeteksisehinggaperairantersebuttidakmengalamieutrofikasi. Hasil identifikasi plankton di daerah studi ditemukan sebanyak 14 jenis plankton. Fitoplankton ditemukan 13 spesies dan zooplankton dari 1 spesies. Kelimpahan plankton di beberapa sungai dan perairan pantai di Kabupaten Buton Utara disajikan pada Tabel 39. Tabel 39. Kelimpahan plankton di beberapa perairan di Kabupaten Buton Utara No Jenis Plankton Lokasi I Fitoplankton Sungai Kambowa Sungai Langkumbe Karang Kioko Sungai Bubu Sungai Kioko Karang Kambowa A. Kelas Bacillariophyceae 1. Synedra sp Stephanodiscus sp Nitzchia sp Navicula sp Chaetoceros sp Rhizosolenia sp 78 B. Kelas Cyanophyceae 1. Merismopedia sp Micro alga Oscillatoria sp C. Kelas Trochelminthes 1. Keratella sp Notholca sp 78 D. Kelas Dinophyceae 1. Ceratium sp 78 E. Kelas Protodaordata 1. Rhabdonella sp 39 II. Zooplankton Kelas Copepoda 1. Acartia sp Sumber: PT. SSA Berdasarkan Tabel37dan38maka indikatorpenilaianuntukkualitasair yang terdiri dari komponen limbah yang teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual (Contoh B3-bahanberbahaya beracun), kemudian kekeruhan dan eutrofikasi,perairankabupatenbutonutaraberadadibawahbatasambangbaku mutuperairandalamkepmenno.51/2004tentangbakumutuperairansehigga secara umum perairan Kabupaten Buton Utara dapat di katakan tidak tercemar dengan skor 3, kekeruhan tinggi dengan skor dan belum terjadi eutrofikasi denganskor3.

107 PadanglamundiKabupatenButonUtaramenyebarberdasarkantopografi pantai.padadaerahdengantopografiyanglandaidansubstratberpasiryangpada bagian luarnya terdapat tubir karang yang berperan sebagai pelindung dari terpaan gelombang ditemukan beberapa hamparan padang lamun yang cukup luas. Padang lamun ditemukan pada beberapa kecamatan yang memiliki hamparanpantaiyanglandaisepertidisajikanpadatabel40.berdasarkantabel 40 terlihat bahwa persentase penutupan lamun pada setiap kecamatan berkisar %denganrata-rata58%.Dengandemikianuntukindikatorpersentutupan lamundapatdiberiskoratautergolongtingkatpenutupantinggi(>50%). Berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Potensi Kelautan Buton Utara Tahun 2011 disebutkan jenis-jenis yang dominan adalah Thalasia hemprichii, EnhalusaccoroidesdanHalodulespBerdasarkaninformasitersebutmakauntuk indikatorkeanekaragamanjenislamundapatdiberiskoryaknikeanekaragaman sedangdenganjumlahspesieslamun3-7spesies. Tabel40.LuasareapadanglamunberdasarkanKecamatandiKabupatenButon Utara\ No. Kecamatan TotalLuas Lamun(ha) LuasLamun KondisiBaik(ha) Persentase Bonegunu 2064,6 1259,6 61% 2 KulisusuBarat KulisusuUtara % 4 Kulisusu % 5 WakorumbaUtara 19,4 19,4 100% 6 Kambowa Total % KabupatenButonUtaraadalahsalahsatukabupatendiSulawesiTenggara yang mempunyai potensi hutan mangrove sangat besar. Luas hutan mangrove KabupatenButonUtaraadalah11.706,04Hadenganluasanterbesarterdapatdi kecamatanbonegunuseluas7.109,51haatausekitar61daritotalluasanhutan Mangrove Kabupaten Buton Utara. Hutan mangrove Buton Utara mempunyai vegetasi yang padat yang menyebar disepanjang pantai di hampir seluruh kecamatan yang ada di Buton Utara. Penyebaran vegetasi yang bervariasi tergantung pada topograsi pantai dan kemiringan pantai. Hampir setiap daerah

108 landai yang mempunyai substrat lumpur dan pasir dapat kita temukan vegetasi mangroveyanglebat.ketebalanmangrovejugamenyebardihampirseluruhmuara aliran sungai. Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat penutupan vegetasi mangrovepadatabel41berikut. Tabel 41 Kerapatan Vegetasi Mangrove pada tiap kecamatan di Kabupaten Buton Utara Sumber: DKP Buton Utara (2011) Berdasarkan hasil survei lapangan mengenai kondisi vegetasi hutan mangrove di Kabupaten Buton Utara Tahun 2011 dengan berdasarkan pada 59 titik koordinat yang telah ditentukan, secara keseluruhan kondisi penutupannya berada diatas 60%. Penutupan terendah berada di beberapa titik di Wilayah Tanjung Waode Buri Kecamatan Kulisusu Utara dan Kulisusu Barat dengan presentase penutupan 60% 75 %. Begitu halnya di beberapa titik di Teluk Kulisusu Kecamatan Kulisusu Walaupun demikian, ada beberapa tempat denganpenutupanmangroveyangmencapai70100yangberadaditeluk KulisusupadaWilayahKecamatanBonegunudanwilayahTanjungWaodeBuri khususnya pada Kecamatan Kulisusu Utara. Dari hasil survei terlihat bahwa penutupan mangrove sangat beragam dan tergantung pada daerah-daerah yang mempunyai akses dengan masyarakat. Daerah-daerah dengan akses yang mudah dijangkau oleh masyarakat khususnya pada daerah aliran sungai (atau dekat Muara) dan atau pada daerah yang dekat dengan pemukiman. Berdasarkan informasi di atas maka untuk indikator kerapatan mangrove dapat diberi skor yaknikerapatantergolongtinggi(>1500pohon/ha)dantutupandari75%. HasilsurveiPotensiMangrovediKabupatenButonUtaratahun2011juga memperlihatkan,jenis-jenismangroveyangditemukanantaralainyaitubruguiera gymnorhiza, Bruguiera parviflora, Bruguiera sp., Rhizopora stylosa, Rhizopora

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 40 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Fisik Geografis Wilayah Kota Ternate memiliki luas wilayah 5795,4 Km 2 terdiri dari luas Perairan 5.544,55 Km 2 atau 95,7 % dan Daratan 250,85 Km 2 atau

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak di antara 6 o 57-7 o 25 Lintang Selatan dan 106 o 49-107 o 00 Bujur Timur dan mempunyai

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis III. KEADAAN UMUM 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bangka Selatan, secara yuridis formal dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015 7 POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara 58 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara 0 15 5 34 Lintang Utara dan antara 123 07 127 10 Bujur Timur,

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU 4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU 4.1 Provinsi Maluku Dengan diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 46 tahun 1999 tentang pemekaran wilayah Provinsi Maluku menjadi Provinsi Maluku Utara dan Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai

Lebih terperinci

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung 6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

Isi Manual Penggunaan database perikanan versi 2.1

Isi Manual Penggunaan database perikanan versi 2.1 Isi Manual Penggunaan database perikanan versi 2.1 1. Instalasi Program 2. Struktur Menu 3. Input data 4. Penelusuran Informasi 5. Mencetak Tabel 6. Berkomunikasi dengan Excell 7. Menghapus record 1- Instalasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM Kajian Pada Perikanan Ikan Karang dan Ikan Tuna di Kabupaten Sulawesi Tenggara Ir. Halili, M.Sc. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 48 IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 4.1 Geografi dan Pemerintahan 4.1.1 Geografi Secara geografi Kabupaten Kepulauan Aru mempunyai letak dan batas wilayah, luas wilayah, topografi, geologi dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km 2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak

Lebih terperinci

Perahu Tanpa Motor Boat. Kapal Motor Motorship Jumlah District

Perahu Tanpa Motor Boat. Kapal Motor Motorship Jumlah District Tabel VI.5.1. Banyaknya Armada Perikanan Laut Menurut di Kabupaten Ende Number Of Marine Fisheries By In Ende Regency Perahu Tanpa Motor Boat Motor Tempel Kapal Motor Motorship Perahu Outboard Jukung 0

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 30 5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 5.1 Kapal-kapal Yang Memanfaatkan PPS Cilacap Kapal-kapal penangkapan ikan yang melakukan pendaratan seperti membongkar muatan

Lebih terperinci

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ)

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) 1 Nurintang dan 2 Yudi ahdiansyah 1 Mahasiswa Manajemen

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGANTAR ILMU PERIKANAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Bumi Yang Biru begitu Kecilnya dibandingkan Matahari Bumi, Planet Biru di antara Planet lain The Blue Planet 72 % Ocean and 28 % Land Laut Dalam Al Qur

Lebih terperinci

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : FRANSISKUS LAKA L2D 301 323 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk 1) Geografis dan topografis Kabupaten Banyuwangi terletak diantara koordinat 7 o 43` 8 o 46`

Lebih terperinci

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON 6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON Pada dasarnya pengelolaan perikanan tangkap bertujuan untuk mewujudkan usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan. Untuk itu, laju

Lebih terperinci

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DRAFT Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/14 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: ht tp :// w w w.b p s. go.id Katalog BPS: 5402003 PRODUKSI PERIKANAN LAUT YANG DIJUAL DI TEMPAT PELELANGAN IKAN 2008 ISSN. 0216-6178 No. Publikasi / Publication Number : 05220.0902 Katalog BPS / BPS Catalogue

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua usaha penangkapan budidaya ikan dan kegiatan pengelolaan hingga pemasaran hasilnya Mubiyarto (1994) dalam Zubair dan Yasin (2011). Sedangkan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kabupaten Serang 4.1.1 Letak geografis dan kondisi perairan pesisir Pasauran Serang Secara geografis Kabupaten Serang terletak pada koordinassi 5 5 6 21 LS dan 105

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011 KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011 TENTANG ESTIMASI POTENSI SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER ANALISIS FUNGSI KELEMBAGAAN NON-PASAR (NON- MARKET INSTITUTIONS) DALAM EFISIENSI ALOKASI SUMBERDAYA PERIKANAN (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kab. Sukabumi) RIAKANTRI

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi dan Keadaan Umum Kabupaten Tojo Una-una

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi dan Keadaan Umum Kabupaten Tojo Una-una 46 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN.. Lokasi dan Keadaan Umum Kabupaten Tojo Unauna... Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Tojo Unauna merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMAKAIAN ALAT TANGKAP DAN ATAU ALAT BANTU PENGAMBILAN HASIL LAUT DALAM WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN WAKATOBI

Lebih terperinci

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi ALAT PENANGKAPAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi A. Alat Penangkap Ikan Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana:

Lebih terperinci

SURVEI PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP DEFINISI & KLASIFIKASI DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP

SURVEI PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP DEFINISI & KLASIFIKASI DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP SURVEI PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP DEFINISI & KLASIFIKASI DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP METODE SURVEI PENGGUNAAN DEFINISI & KLASIFIKASI PELAKSANAAN PENGUMPULAN DATA PELAKSANAAN PENGOLAHAN DATA TINGKAT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan Otonomi Daerah yang diamanatkan melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang termaktub pada pasal 117, yang berbunyi : "Ibukota Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Ikan Sebelah. Manyung 1 680,00 0,00 232,00 0,00 292,00 385,00 0,00 218,00 0,00 253,00 37,00 0,00 209,00 23,00 314,00 31,00 0,00 32,00 0,00 31,00

Ikan Sebelah. Manyung 1 680,00 0,00 232,00 0,00 292,00 385,00 0,00 218,00 0,00 253,00 37,00 0,00 209,00 23,00 314,00 31,00 0,00 32,00 0,00 31,00 Tabel Table Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis Ikan dan di Provinsi (Ton), 2016 Quantity of Marine Fisheries Production by Type and in Province (Ton), 2016 Manyung Ikan Sebelah Ekor Kuning /Pisangpisang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia masih didominasi oleh perikanan rakyat dengan menggunakan alat tangkap yang termasuk kategori sederhana, tidak memerlukan

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 656 TAHUN 2003

BUPATI JEMBRANA KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 656 TAHUN 2003 BUPATI JEMBRANA KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 656 TAHUN 2003 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IJIN USAHA PERIKANAN BUPATI JEMBRANA,

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 44 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Selat Malaka Perairan Selat Malaka merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dan merupakan satu bagian dengan dataran utama Asia serta

Lebih terperinci

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP Cilacap merupakan salah satu wilayah yang berpotensi maju dalam bidang pengolahan budi daya perairan. Memelihara dan menangkap hewan atau tumbuhan perairan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/Permen-KP/2015. Tanggal 08 Januari 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/Permen-KP/2015. Tanggal 08 Januari 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan 2015/05/31 07:49 WIB - Kategori : Warta Penyuluhan SOSIALISASI PERMEN KP RI NOMOR 2/PERMEN-KP/2015 DILEMATIS BAGI PENYULUH PERIKANAN KAB. BARITO KUALA PROV. KALSEL BARITO KUALA (31/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Daerah Penelitian 5.1.1. Letak Geografis Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah perikanan potensial di perairan selatan Jawa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 61 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis 4.1.1 Kota Ambon Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas Kota Ambon adalah 377 Km 2 atau 2/5 dari luas wilayah Pulau Ambon.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF

USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF OLEH: Nama : FEMBRI SATRIA P NIM : 11.02.740 KELAS : D3-MI-01 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMASI DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI ADRIANI GUHAR L231 07 032 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman, hewan, dan ikan. Pertanian juga berarti kegiatan pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Tobelo 4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo 1) Letak geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak pada posisi koordinat 0 o 40

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Singkil beriklim tropis dengan curah hujan rata rata 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim timur maksimum 15 knot, sedangkan

Lebih terperinci

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000-2015 ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Hari Suharyono Abstract Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL LOKASI 4.1. Letak Geografis dan Kondisi Alam

BAB IV PROFIL LOKASI 4.1. Letak Geografis dan Kondisi Alam 34 BAB IV PROFIL LOKASI 4.1. Letak Geografis dan Kondisi Alam Desa Pulau Panjang merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Administrasi wilayah Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak pada 1 0 LU 4 0 LS dan 102,25 0 108,41 0 BT, dengan luas mencapai 87.017,42 km 2, atau 8.701.742 ha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia (Noviyanti

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim

Lebih terperinci