LAPORAN PENELITIAN MANDIRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PENELITIAN MANDIRI"

Transkripsi

1 LAPORAN PENELITIAN MANDIRI PENGARUH TULANGAN MEMANJANG TERHADAP PENURUNAN KEKUATAN TEKAN BETON PASCA PEMBAKARAN Nama Peneliti : Anak Agung Gede Sutapa, ST., MT. Anak Agung Diah Parami Dewi, ST., MT., Ph.D. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana 2016

2 ABSTRAK Penurunan kuat tekan beton pasca bakar dapat disebabkan oleh perbedaan angka muai antara agregat dan pasta-semen. Pasta cenderung menyusut, sedangkan agregat cenderung mengembang. Perbedaan ini menyebabkan rusaknya lekatan (agregat interlocking) antara agregat dan pasta-semen yang akhirnya menyebabkan penurunan kekuatan tekan beton. Pada kenyataannya struktur beton bertulang terdiri atas bagian beton dan baja tulangan. Adanya perbedaan angka muai material pembentuk beton tentu keberadaan tulangan akan berpengaruh terhadap tingkat penurunan kuat tekan beton bertulang pasca pembakaran. Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa silinder beton dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Perlakuan benda uji dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu : benda uji tanpa tulangan, benda uji dengan tulangan tipe I menggunakan tulangan longitudinal 4 Ø 6 mm,, dan benda uji dengan tulangan tipe II menggunakan tulangan longitudinal 6 Ø 6 mm. Komposisi campuran beton dalam satuan berat menggunakan perbandingan 1 semen : 2 pasir : 3 batu pecah dengan faktor air semen 0,5. Pada pembuatan benda uji dilakukan 6 kali ulangan dimana pada setiap ulangan dicetak 6 buah benda uji. Sehingga jumlah total benda uji sebanyak 36 buah. Masing-masing perlakuan akan mengalami pembakaran dan tanpa pembakaran. Pembakaran benda uji dilakukan setelah umur beton 28 hari dengan menggunakan tungku pembakaran keramik. Pembakaran dimulai pada temperatur tungku 32 ºC sampai mencapai temperatur maksimum ± 800 ºC yang dicapai pada menit ke 150. Temperatur tersebut kemudian dipertahankan selama 20 menit, sehingga proses pembakaran berlangsung selama 170 menit. Pengujian kuat tekan dilakukan setelah beton didiamkan selama 24 jam pasca pembakaran. Pengujian kuat tekan menggunakan mesin desak, merk Controls buatan Milano-Italy kapasitas 2000 KN. Hasil penelitian pada beton tanpa pembakaran menunjukkan kekuatan tekan rata-rata silinder beton tanpa tulangan sebesar 547,5 KN, silinder beton dengan tulangan tipe I diperoleh kuat tekan rata-rata sebesar 532,5 KN dan silinder beton dengan tulangan tipe II sebesar 550 KN. Namun setelah dilakukan pembakaran, kuat tekan silinder beton tanpa tulangan turun menjadi 336 KN atau terjadi penurunan sebesar 38,630%, kuat tekan silinder beton dengan tulangan tipe I turun menjadi 256,5 KN atau terjadi penurunan sebesar 51,894%, dan kuat tekan silinder beton dengan tulangan tipe II turun menjadi 262 KN atau terjadi penurunan sebesar 52,364%. Meningkatnya jumlah tulangan dalam silinder beton berdampak pada meningkatnya tingkat penurunan kuat tekan beton pasca pembakaran. Penurunan kuat tekan beton ini diakibatkan oleh terganggunya lekatan antara beton dan baja tulangan sehingga baja tulangan tidak dapat bekerja secara maksimal. Kata kunci : kuat tekan, tulangan longitudinal, pasca pembakaran. i

3 UCAPAN TERIMA KASIH Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nyalah penelitian dengan judul Pengaruh Tulangan Memanjang Terhadap Tingkat Penurunan Kekuatan Tekan Beton Pasca Pembakaran dapat diselesaikan dengan baik. Tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rektor Universitas Udayana, Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana dan Bapak Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, yang telah memfasilitasi penelitian ini. Penelitian ini masih jauh dari sempurna dan oleh karena itu diharapkan masukan-masukan dari semua pihak untuk pengembangan dan penyempurnaan penelitian ini. Segala saran dan kritik yang bermanfaat sangat diharapkan untuk kesempurnaan penelitian ini. Denpasar, Juni 2016 Tim Peneliti ii

4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK.... i UCAPAN TERIMA KASIH.. ii DAFTAR ISI.... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR TABEL vi DAFTAR NOTASI vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Masalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Beton Bertulang Pengaruh Suhu pada Beton Bertulang Sifat-sifat Beton pada Suhu Tinggi Jenis Kerusakan Beton Akibat Kebakaran... 6 BAB III METODW PENELITIAN 3.1 Benda Uji Bahan-Bahan Untuk Penelitian Alat-Alat Penelitian Langkah-Langkah Penelitian Pemeriksaan Material Pembuatan Benda Uji Pengukuran Nilai Slump Pencetakan Benda Uji Pembukaan Benda Uji dari Cetakan Perawatan Benda Uji Pembakaran Benda Uji Pengukuran Berat Satuan Pemeriksaan Fisik Beton Pasca Pembakaran Retak-Retak Pengelupasan Perubahan Warna Pengujian Penetrasi Panas Pengujian Kuat Tekan Beton Pengambilan Baja Tulangan dalam Beton Sampel Uji Tarik Baja tulangan Pengujian Kuat Tarik Baja iii

5 3.5 Kerangka Penelitian.. 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeriksaan Material Pembentuk Beton Pemeriksaan Agregat Halus Pemeriksaan Agregat Kasar Pemeriksaan Semen Proporsi Campuran Beton Pembakaran Beton Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Beton Pasca Pembakaran Hasil Pemeriksaan Berat Satuan Hasil Pengamatan Perubahan Warna Hasil Pemeriksaan Lebar Retak Hasil Pengamatan Pengelupasan Hasil Pemeriksaan Penetrasi Panas Pengujian Baja Tulangan Hasil Pengujian Tarik baja Pengujian Beton Pengujian Kuat Tekan Beton tanpa Tulangan Pengujian Kuat Tekan Beton dengan Tulangan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 45 LAMPIRAN iv

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Pengujian Kuat Tekan Beton. 9 Gambar 2.1 Perubahan Warna Berdasarkan Temperatur Pembakaran. 8 Gambar 3.1 Rencana Benda Uji.. 10 Gambar 3.2 Potongan Melintang Benda Uji Silinder 11 Gambar 3.3 Gradasi Agregat Halus Zone II. 13 Gambar 3.4 Gradasi Agregat Kasar Diameter Maksimum 20 mm. 14 Gambar 3.5 Pengujian Nilai Slump Gambar 3.6 Rencana Pembakaran Benda Uji. 17 Gambar 3.7 Diagram Alir Penelitian. 22 Gambar 4.1 Grafik Gradasi Pasir Zona Gambar 4.2 Grafik Gradasi Batu Pecah Ukuran Maksimum 20 mm. 24 Gambar 4.3 Tata letak benda uji Gambar 4.4 Tungku pembakaran Gambar 4.5 Digital Pyrometer.. 26 Gambar 4.6 Hubungan Antara Waktu dan Temperatur Tungku 27 Gambar 4.7 Berat Satuan Rata-rata Gambar 4.8 Persentase Perubahan Warna.. 30 Gambar 4.9 Perubahan Warna Beton. 31 Gambar 4.10 Pengukuran Lebar Retak Gambar 4.11 Retak Pasca Pembakaran Gambar 4.12 Persentase Lebar Retak pada Silinder Pasca Pembakaran. 33 Gambar 4.13 Persentase Spalling pada Beton Pasca Pembakaran.. 35 Gambar 4.14 Kedalaman Penetrasi Panas pada Beton Pasca Pembakaran.. 50 Gambar 4.14 Pengambilan Baja Tulangan pada Silinder Pasca Bakar Gambar 4.15 Mesin Uji Tarik.. 36 Gambar 4.16 Control Mesin Uji Tarik dengan Komputer. 37 Gambar 4.17 Grafik Tegangan Regangan Baja pada Silinder Tanpa Pembakaran. 38 Gambar 4.18 Grafik Tegangan Regangan Tulangan Tipe I pada Silinder dengan Pembakaran 38 Gambar 4.19 Grafik Tegangan Regangan Tulangan Tipe II pada Silinder dengan Pembakaran 39 Gambar 4.20 Grafik Tegangan Leleh Baja Gambar 4.21 Grafik Kuat Tekan Silinder Tanpa Tulangan.. 41 Gambar 4.22 Grafik Kuat Tekan Silinder dengan Tulangan Tipe I dan Tulangan Tipe II.. 43 Gambar 4.23 Mekanisme Keruntuhan Silinder Gambar 4.24 Perilaku Tulangan pada Silinder Beton setelah Uji Desak.. 44 v

7 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Rencana Jumlah Benda Uji.. 9 Tabel 4.1 Kenaikan Temperatur Tungku pada Pembakaran Beton. 26 Tabel 4.2 Berat Satuan Rata-rata Silinder Beton dan Persentase Penurunan Tabel 4.3 Perubahan Warna Beton Tabel 4.4 Pemeriksaan Lebar Retak. 32 Tabel 4.5 Pengamatan Spalling Tabel 4.6 Pemeriksaan Penetrasi Panas Tabel 4.8 Hasil Pengujian Tarik Baja Tabel 4.9 Tegangan Leleh Baja Tulangan pada Silinder Beton Tabel 4.10 Kuat Tekan Silinder Beton Tanpa Tulangan. 41 Tabel 4.11 Hasil Pengujian Kuat Tekan Silinder dengan Tulangan vi

8 DAFTAR NOTASI fc = Kuat tekan beton yang diperoleh dari benda uji (MPa) P = Beban maksimum yang diberikan (N) A = Luas tekan bidang benda uji (mm 2 ) fcr = Kuat tekan rata-rata (MPa) ø = Diameter Tulangan (mm) fy = tegangan leleh baja (N/mm 2 ) D = Diameter silinder (cm) STD 1 = Benda uji tanpa tulangan tanpa pembakaran STD 2 = Benda uji tanpa tulangan dengan pembakaran TUL 1 = Benda uji dengan tulangan tipe I TUL 2 = Benda uji dengan tulangan tipe II vii

9 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton merupakan salah satu bahan bangunan yang paling banyak digunakan dalam struktur bangunan. Disamping memiliki kuat tekan yang besar beton juga memiliki daya tahan terhadap api, hal ini disebabkan karena beton adalah penghantar panas yang rendah. Sehingga pengetahuan tentang sifat sifat beton sangat penting untuk merencanakan suatu struktur bangunan. Kuat tekan beton tanpa tulangan sangat dipengaruhi oleh temperatur, seperti yang terjadi pada peristiwa kebakaran. Beton mengalami pemanasan yang sangat tinggi, hal ini akan membawa dampak yang sangat serius terhadap kondisi beton. Berdasarkan hasil penelitian Saba (2007), beton setelah dibakar pada temperatur 400 o C 800 o C penetrasi panas pada temperatur tersebut 6 8 mm dari kulit terluar beton. Ini berarti sebagian besar inti beton tidak menerima panas yang berarti, namun pada kenyataannya kuat tekan beton berkurang sampai 68,119%. Tingkat penurunan seperti itu merupakan hal yang sangat merugikan dan membahayakan jika terjadi pada struktur beton. Penurunan kuat tekan beton dapat disebabkan oleh adanya perbedaan angka muai antara agregat dan pasta-semen. Perbedaan ini menyebabkan kerusakan pada bidang perlekatan, sehingga lekatan antara batuan menjadi berkurang. Pada temperatur kamar, angka muai batuan pada umumnya lebih rendah dari pada pasta-semen. Sampai pada temperatur 200 o C pasta-semen menyusut sedangkan batuan mengembang. Akhirnya perbedaan ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kuat tekan beton pasca bakar. Pada kenyataannya struktur beton bertulang terdiri atas bagian beton dan baja tulangan. Dengan adanya tulangan diharapkan dapat mengurangi tingkat penurunan kuat tekan beton pasca bakar, sehingga penurunan kuat tekan beton bertulang pasca kebakaran tidak sebesar penurunan kuat tekan beton tanpa tulangan. 1

10 Berdasarkan uraian di atas maka akan dilakukan suatu penelitian yang akan meneliti tentang peranan tulangan longitudinal terhadap tingkat penurunan kuat tekan beton pasca pembakaran. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Berapakah perbedaan tingkat penurunan kuat tekan beton tanpa tulangan dengan kuat tekan beton bertulang setelah dibakar dengan temperatur maksimum ±800ºC yang dicapai pada menit ke 150 menit dan dipertahankan pada temperatur tersebut selama 20 menit. 2. Bagaimana perubahan fisik beton pasca pembakaran, ditinjau terhadap retak (crack), pengelupasan (spalling), perubahan warna (colour changing) dan kedalaman penetrasi panas. 1.3 Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang ada, maka yang menjadi tujuan penelitian ini antara lain : 1. Untuk mengetahui peranan tulangan longitudinal terhadap tingkat penurunan kuat tekan silinder beton yang mengalami pembakaran dengan temperatur maksimum ±800ºC yang dicapai pada menit ke 150 dan dipertahankan selama 20 menit. 2. Untuk mengetahui perubahan fisik yang terjadi pada beton pasca pembakaran, antara lain retak (crack), pengelupasan (spalling), perubahan warna (colour changing) dan seberapa dalam penetrasi panas yang dialami oleh beton. 2

11 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk : 1. Memberikan informasi kepada pembaca tentang pengaruh tulangan longitudinal terhadap tingkat penurunan kuat tekan silinder beton yang mengalami pembakaran dengan temperatur maksimum ±800ºC yang dicapai pada menit ke 150 dan dipertahankan selama 20 menit. 2. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai perubahan fisik yang terjadi pada beton pasca pembakaran, antara lain retak (crack), pengelupasan (spalling), perubahan warna (colour changing) dan seberapa dalam penetrasi panas yang dialami oleh beton. 1.5 Batasan Masalah Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini maka dilakukan pembatasan sebagai berikut ini : 1. Temperatur di dalam tungku pembakaran dianggap merata atau sama. 2. Penelitian ini tidak meneliti reaksi kimia yang terjadi. 3

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Bertulang Beton bertulang merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan yaitu beton polos yang memiliki kekuatan yang tinggi akan tetapi kekuatan tariknya rendah, dan batangan-batangan baja yang ditanamkan di dalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. Baja dan beton dapat bekerjasama atas dasar beberapa alasan (Chu-Kia Wang, 1993) : 1. Lekatan (bond atau interaksi antara baja tulangan dengan beton keras sekelilingnya) yang mencegah slip dari baja relatif terhadap beton. 2. Campuran beton yang memadai memberikan sifat anti resap yang cukup dari beton untuk mencegah karat baja. 3. Angka kecepatan muai hampir sama yakni dari 0, sampai dengan 0, untuk beton dan 0, untuk baja tulangan per derajat Fahrenheit (ºF), atau dari 0, sampai dengan 0, untuk beton dan 0, untuk baja per derajat Celcius (ºC). 2.2 Pengaruh Suhu pada Beton Bertulang Kerusakan beton bertulang dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya karena pengaruh temperatur yang tinggi. Penelitian tingkat kerusakan pada beton bertulang akibat kebakaran dapat dibagi atas beberapa langkah pokok yaitu pengukuran kualitatif dan kuantitatif, serta penentuan kerusakan struktur akibat api. Sebagai indikasi awal, warna beton yang berubah akibat pemanasan dapat dipakai sebagai petunjuk temperatur maksimum yang terjadi dan lama api equivalen. Untuk baja tulangan, umumnya kekuatannya akan pulih kembali setelah dingin jika mengalami kenaikan suhu tidak melebihi 600 o C. Diatas itu, dipastikan akan terjadi penurunan permanen dari kuat leleh baja, sehingga 4

13 pengukuran suhu yang dicapai elemen struktur beton bertulang saat terjadi kebakaran menjadi suatu hal yang sangat penting. Pada temperatur tinggi, pemuaian besi beton akan lebih besar dari betonnya sendiri. Tetapi, pada konstruksi beton, pemuaian akan tertahan sampai suatu taraf tertentu karena adanya lekatan antara besi beton dengan beton. Pada temperatur lebih tinggi dapat menyebabkan terjadinya retak dan pecah-pecah di sekeliling tulangan. Kadang-kadang, gejala demikian dapat diikuti tertekuknya batang baja tulangan (Purba, 2000). 2.3 Sifat-sifat Beton pada Suhu Tinggi Pengaruh pemanasan sampai pada temperatur ±200ºC sebenarnya menguntungkan terhadap beton, karena akan menyebabkan penguapan air (dehidrasi) dan penetrasi ke dalam rongga-rongga beton lebih dalam, sehingga memperbaiki sifat lekatan antar partikel-partikel C-S-H. Penelitian Wijaya (dalam Priyosulistyo, 2000) menunjukkan bahwa kuat tekan beton benda uji silinder yang dipanaskan dalam tungku pada temperatur 200ºC meningkat sekitar 10-15% dibandingkan dengan beton normal yang tanpa dipanaskan. Warna beton yang dipanaskan pada temperatur ini umumnya berwarna hitam gelap, selanjutnya jika panas dinaikkan lagi, kekuatan beton cenderung menurun. Pada suhu antara 400ºC-600ºC, penurunan kuat tekan hingga mencapai 50% dari kuat tekan sebelumnya. Penurunan ini disebabkan karena adanya proses dekomposisi unsur C-S-H yang terurai menjadi kapur bebas CaO serta SiO 2 yang tidak memiliki kekuatan sama sekali. Karena unsur C-S-H merupakan unsur utama yang menopang kekuatan beton, maka pengurangan C-S-H yang jumlahnya cukup banyak akan sangat mengurangi kekuatan beton. Jika suhu dinaikkan sampai mencapai 1000ºC terjadilah proses karbonisasi yaitu terbentuknya Calsium Carbonat (CaCO 3 ) yang berwarna keputih-putihan sehingga mengubah warna permukaan beton menjadi lebih terang. Disamping itu pada temperatur ini terjadi penurunan lekatan antara batuan dan pasta semen, yang ditandai oleh retak-retak dan kerapuhan beton. 5

14 2.4 Jenis Kerusakan Beton Akibat Kebakaran Jenis kerusakan yang terjadi pada beton perlu diketahui untuk menentukan metode perbaikan apa yang paling sesuai, disamping memperhatikan tujuan yang ingin dicapai dalam perbaikannya. 1. Retak-retak (cracking) Menurut Smith (dalam Prasetya, 2005) suhu yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi pada beton. Dehidrasi mulai muncul pada suhu 400 o C dan terjadi dehidrasi sempurna pada suhu 800 o C, reaksi ini bersifat irreversibel atau tidak dapat terjadi reaksi balik. Suhu pada pasta semen menyebabkan terjadinya dehidrasi atau menguapnya air C-S-H terdekomposisi menjadi CaO + H 2 O ( ) + SiO 2. Senyawa CaO tersebut jika bereaksi kembali dengan air akan menjadi senyawa hidroksida (Ca(OH) 2 ) dan akan terjadi penambahan volume sehingga memicu terjadinya retak. Menguapnya air juga akan menimbulkan retak kecil atau microcrack. Kerusakan beton dapat pula disebabkan oleh perbedaan angka muai antara agregat dan pasta semen. Perbedaan ini menyebabkan lekatan antara batuan dan pasta semen menjadi banyak berkurang. Pada temperatur kamar, angka muai batuan pada umumnya lebih rendah daripada pasta-semen. Sampai pada temperatur 200 o C pasta-semen menyusut sedangkan batuan mengembang. Perbedaan ini dapat menimbulkan retak-retak pada beton. Berikut ini adalah jenis-jenis retak berdasarkan lebar retak : a. Retak kecil dengan lebar retak kurang dari 0,5 mm. b. Retak sedang dengan lebar retak antara 0,5 mm sampai dengan 1,2 mm. c. Retak besar dengan lebar retak lebih dari 1,2 mm. 2. Pengelupasan (spalling) Spalling pada beton yang terbakar memiliki pengertian pecahnya atau lepasnya lapisan atau bagian permukaan beton setelah mengalami proses pemanasan. Spalling dapat dibedakan menjadi : Spalling yang bersifat destruktif Spalling yang bersifat non-destruktif 6

15 Dalam kelompok yang destruktif akan terjadi pecahan besar yang bisa menyebabkan perubahan kualitas beton. Kelompok yang bersifat non-destruktif dapat membantu menambah indikasi kualitas beton, kualitas agregat, dan tingkat pengaruh kebakaran. Dalam kelompok ini termasuk : a) Pecahnya agregat besar dan komponen kecil beton turut lepas (ketebalan spalling sekitar mm). Spalling ini terjadi karena pemuaian yang tidak sama antara agregat kasar dengan pasta beton. Pasta semen memiliki koefisien pemuaian yang bervariasi antara 11 x x 10-6 per o C dan lebih tinggi dari koefisien agregat. Selain itu dapat terjadi karena meningkatnya tekanan udara atau uap air dalam pori-pori beton. b) Terlepasnya sebagian komponen-komponen beton setebal 5-15 mm. Umumnya terjadi pada beton kualitas tinggi dengan agregat kasar yang relatif berukuran kecil. Spalling c) kulit beton mengelupas setebal sekitar 0,5-3 mm. Umumnya karena pasta beton lapisan terluar memiliki karakteristik yang relatif lemah 3. Perubahan warna (colour change) Perubahan warna pada beton dapat disebabkan oleh batuan sedimen dan metamorph yang mengalami perubahan susunan akibat temperatur tinggi. Temperatur tinggi juga menyebabkan terjadinya proses karbonisasi yaitu terbentuknya Calsium Carbonat (CaCO 3 ) yang berwarna keputih-putihan sehingga mengubah warna permukaan beton menjadi lebih terang (Rochman, 2006). Perubahan warna pada beton biasanya digunakan sebagai indikasi awal berapa temperatur tertinggi yang terjadi pada saat kebakaran. Sukarni (2008) melakukan penelitian tentang perubahan warna pada beton pasca dibakar dengan membandingkan beton dari masing-masing temperatur pembakaran dengan beton tanpa pembakaran, hasil pengamatannya menunjukkan bahwa terjadi perubahan dari warna beton normal (keabu-abuan) menjadi pink, putih keabuan sampai putih kekuningan. 7

16 Menurut Sukarni (2008), pada pemeriksaan warna beton pasca dibakar, untuk pembakaran dengan temperatur 200 o C sebagian benda uji berubah warna menjadi pink dan sisanya tidak terjadi perubahan warna dari beton normal (warna tetap abu-abu), untuk pembakaran dengan temperatur 400 o C terdapat beton dengan warna pink dan putih keabu-abuan, sedangkan untuk yang telah dibakar dengan temperatur 600 o C terdapat beton dengan warna putih keabu-abuan dan putih kekuning-kuningan, dan untuk beton yang telah dibakar dengan temperatur 800 o C warna beton menjadi putih keabu-abuan. 25 C 200 o C 400 o C 600 C 800 C Abu-abu Pink Putih keabuan Putih kekuningan Gambar 2.1 Perubahan warna berdasarkan temperatur pembakaran 8

17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Benda Uji Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa silinder beton dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Perlakuan benda uji dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu : benda uji tanpa tulangan, benda uji dengan tulangan tipe I, dan benda uji dengan tulangan tipe II. Setiap kategori akan mengalami dua perlakuan yaitu tanpa pembakaran dan dengan pembakaran. Pada pembuatan benda uji dilakukan 6 kali ulangan dimana pada setiap ulangan dicetak 6 buah benda uji. Setiap perlakuan akan menggunakan 6 buah benda uji, sehingga jumlah total benda uji sebanyak 36 buah. Rencana jumlah benda uji yang akan dibuat dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Rencana jumlah benda uji Ulangan Tanpa Tulangan Penulangan Tipe I Penulangan Tipe II Tanpa Tanpa Tanpa Dibakar Dibakar Dibakar dibakar dibakar dibakar I II III IV V VI sub total Total 36 Jumlah total benda uji adalah 36 benda uji, dengan pembakaran sebanyak 18 benda uji, dan tanpa pembakaran sebanyak 18 benda uji. 9

18 Keterangan : Tanpa Tulangan Penulangan Tipe I Penulangan Tipe II : Benda uji silinder beton tanpa tulangan : Benda uji silinder beton dengan tulangan longitudinal 4 Ø 6 mm (Penulangan Tipe I) : Benda uji silinder beton dengan tulangan longitudinal 6 Ø 6 mm (Penulangan Tipe II) B.U tanpa Penulangan B.U dengan Penulangan B.U dengan Penulangan (Penulangan Tipe I) (Penulangan Tipe II) Gambar 3.1 Rencana benda uji 10

19 Adapun potongan melintang benda uji silinder beton dapat dilihat pada Gambar 3.2 sebagai berikut : 300mm 300mm Tulangan Utama 4 Ø6 Tulangan Utama 6 Ø6 25mm 25mm 25mm 25mm 150mm 150mm 4 Ø6 6 Ø6 25mm 25mm 25mm 25mm 150mm 150mm Gambar 3.2 Potongan melintang benda uji silinder 3.2 Bahan-Bahan untuk Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, bahan-bahan yang digunakan antara lain: 1. Agregat kasar menggunakan Batu Pecah Eks Karangasem. 2. Semen menggunakan Semen Portland tipe 1 merk Gresik (OPC). 3. Agregat halus menggunakan pasir super Karangasem. 4. Air yang digunakan adalah air PDAM di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran. 5. Baja Tulangan menggunakan baja tulangan polos berdiameter 6 mm. 11

20 3.3 Alat-Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pembuatan beton bertulang a. Timbangan (Heavy Duty), merk Ohaus, USA. b. Timbangan Specific Gravity (table balance), Cina, kapasitas 5000 gram dengan ketelitian 0,1 gram. c. Timbangan Triple Beam Balance, kapasitas 2610 gram, ketelitian 0,1 gram. d. Satu set ayakan USA Standart Testing Sieve, ASTM E-11 Specification mesin pengayak merk Ticino buatan Italia. e. Satu set alat uji slump standar ASTM C143, berupa kerucut Abrams terpancung dengan diameter atas 100 mm, diameter bawah 200 mm, dan tinggi 300 mm, pelat baja 500 x 500 mm 2 dan tongkat pampat baja ø16, panjang 600 mm dengan ujung bulat. f. Alat pengering (oven) tipe L15, 50Hz, 1400 W, 220 o C merk Memmert buatan Jerman Barat. g. Mesin desak, merk Controls buatan Milano-Italy kapasitas 2000 KN. h. Alat pengaduk beton (molen). i. Alat penguji kekerasan agregat dengan menggunakan Mesin Los Angeles, dari Hitachi, Ltd, Tokyo Japan. j. Tungku pembakaran keramik k. Alat-alat kelengkapan lainnya seperti piknometer kapasitas 500 ml, gelas ukur kapasitas 1000 ml, kotak takar, sendok semen dan lain-lain. 2. Pengujian uji tarik baja a. Alat uji tarik dengan beban maksimum 12 ton, dengan ketelitian 0,01 mm. 3.4 Langkah-langkah Penelitian Adapun langkah-langkah penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut: 12

21 % Lolos Ayakan Pemeriksaan Material Pemeriksaan material yang akan dilakukan meliputi : 1. Agregat halus (Pasir) Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus (pasir) meliputi : - Berat jenis ( specific gravity) dan penyerapan air (absorption) - Berat satuan (unit weight) - Kadar lumpur (mud content) - Kadar air (surface moisture content) - Gradasi butiran (sieve analysis). Gradasi agregat halus yang akan dipergunakan adalah yang memenuhi gradasi agregat halus zone II. Adapun batas atas dan batas bawah gradasi agregat halus zone II dapat dilihat pada Gambar 3.3. Batas Gradasi Pasir (Sedang) No Ukuran Mata Ayakan (mm) Batas Atas Batas Baw ah Gradasi Terpakai Gambar 3.3 Gradasi agregat halus Zone II 2. Agregat kasar (batu pecah ) Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat kasar (batu pecah) meliputi: - Berat jenis ( specific gravity) dan penyerapan air (absorption) - Berat satuan (unit weight) 13

22 % Lolos Ayakan - Kadar air (surface moisture content) - Kadar lumpur (mud content) - Gradasi butiran (sieve analysis). Gradasi agregat kasar yang akan dipergunakan adalah yang memenuhi gradasi agregat kasar dengan diameter maksimum 20 mm. Adapun batas atas dan batas bawah gradasi agregat kasar dengan diameter maksimum 20 mm dapat dilihat pada Gambar 3.4. Batas Gradasi Agregat Kasar Ukuran Maksimum 20 mm Ukuran Mata Ayakan (mm) Batas Atas Batas Baw ah Gradasi Terpakai Gambar 3.4 Gradasi agregat kasar diameter maksimum 20 mm 3. Semen Pemeriksaan semen dilakukan hanya terhadap berat satuan. Untuk pemeriksaan berat satuan semen sama dengan proses pemeriksaan berat satuan pasir. 4. Baja tulangan Pemeriksaan baja tulangan yang akan dipakai meliputi pemeriksaan terhadap kondisi permukaan tulangan, seperti yang disyaratkan dalam SK SNI T

23 3.4.2 Pembuatan benda uji Benda uji yang digunakan berupa silinder beton dengan dimensi 150 mm dan tinggi 300 mm. Proporsi campuran menggunakan perbandingan berat 1 perekat : 2 pasir : 3 batu pecah. Langkah-langkah pembuatan benda uji silinder dengan tulangan adalah sebagai berikut : 1. Persiapkan alat dan bahan sesuai ketentuan. 2. Mula-mula tuangkan batu pecah kemudian pasir sesuai kebutuhan. Apabila pasir dan batu pecah sudah tercampur merata kemudian dilanjutkan dengan penuangan semen dan selanjutnya penuangan air. 3. Setelah tercampur merata, dilakukan pengukuran nilai slump. 4. Adukan beton dimasukkan secara bertahap ke dalam cetakan yang sebanyak tiga lapis dan digetarkan. 5. Setelah 24 jam cetakan boleh dibuka. Selanjutnya dilakukan perawatan beton dengan karung goni basah sampai dengan umur uji Pengukuran Nilai Slump Pengukuran slump dilakukan untuk setiap campuran beton dan sebelum campuran beton dicetak. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kekentalan dari adukan beton yang selanjutnya dapat menggambarkan workability dari campuran tersebut. Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran slump adalah kerucut Abrams. 1/3 h 1/3 h h = 30 cm 1/3 h b = 20 cm Nilai Slump Kerucut Abrams Gambar 3.5 Pengujian nilai slump 15

24 3.4.4 Pencetakan Benda Uji Setelah cetakan silinder siap, baja tulangan yang telah dirangkai dimasukkan kedalam cetakan dan diatur posisinya sedemikian hingga jarak beton decking sebesar 25 mm. Adukan beton dimasukkan secara bertahap ke dalam cetakan sebanyak tiga lapis dan pada setiap lapisannya digetarkan dengan mesin penggetar. Bagian atas adukan beton yang terdapat dalam cetakan kemudian diratakan Pembukaan Benda Uji dari Cetakan Pembukaan benda uji dari cetakan dilakukan setelah umur 1 hari (24 jam). Benda uji tersebut kemudian diberikan tanda sesuai dengan perlakuan Perawatan Benda Uji Perawatan benda uji pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan karung goni yang dibasahi untuk menyelimuti benda uji. Cara ini dilakukan agar hidrasi berjalan dengan sempurna tanpa adanya kehilangan air akibat penguapan Pembakaran Benda Uji Pembakaran benda uji dilakukan setelah umur beton lebih dari 28 hari, dengan menggunakan tungku pembakaran keramik BPPT. Mula-mula benda uji diletakkan sedemikian rupa sesuai perlakuan. Pembakaran dilakukan pada suhu ruangan (27 C), suhu yang ditargetkan adalah 800 C yang direncanakan dicapai pada menit ke-150 (2,5 jam) kemudian dipertahankan selama 20 menit sehingga proses pembakaran berlangsung selama 170 menit. Setelah itu proses pembakaran dihentikan seperti ditunjukkan dalam gambar 3.6. Metode ini mengacu pada SNI Metode Pengujian Bakar Bahan Bangunan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung. Pencatatan suhu menggunakan Pyrometer digital dan pengaturan temperatur menggunakan regulator tekanan gas. 16

25 Temperatur ( 0 C) Pembakaran Durasi (menit) Gambar 3.6 Rencana pembakaran benda uji Pengukuran Berat Satuan Pengukuran berat satuan ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan berat benda uji sebelum pembakaran dan setelah pembakaran. Metode pengukuran berat satuan adalah sebagai berikut: 1. Benda uji ditimbang sebelum dilakukan pembakaran kemudian beratnya dibagi dengan volume benda uji (Bb). 2. Benda uji ditimbang setelah dilakukan pembakaran kemudian beratnya dibagi dengan volume benda uji (Ab). 3. Persentase penurunan berat satuan benda uji dihitung dengan Bb Ab persamaan Pbs x100% Bb Pemeriksaan Fisik Beton Pasca Pembakaran Kerusakan fisik yang terjadi pada beton pasca dibakar bisa dijadikan indikator untuk menentukan temperatur tertinggi yang pernah dialami oleh beton. Adapun metode pemeriksaan fisik yang terjadi pada beton akibat dibakar dengan temperatur tinggi antara lain sebagai berikut: 17

26 Retak-retak (Cracking) Pengamatan lebar retak dilakukan dengan cara menempelkaan garis dengan berbagai ukuran yang dicetak di lembar mika transparan pada retak yang terjadi. Untuk memudahkan dalam pengamatan bisa digunakan lup (kaca pembesar). Garis-garis tersebut kemudian dicocokkan dengan lebar retak pada beton. Maka dapat diketahui lebar retak beton tersebut Pengelupasan (Spalling) Pengamatan pengelupasan dilakukan dengan cara memeriksa setiap bidang pada beton pasca dibakar, apabila terdapat pengelupasan maka daerah tersebut diamati dengan lup, kemudian ditentukan tipe dari pengelupasan tersebut. Tipe pengelupasan pada beton dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu pengelupasan pada pasta dan pengelupasan pada agregat Perubahan Warna (Colour Change) Pengamatan perubahan warna dilakukan dengan cara memeriksa warna permukaan pada beton pasca dibakar, pengamatan dilakukan pada tempat yang memiliki cahaya yang cukup agar memudahkan dalam pengamatan warna yang terdapat pada beton tersebut Pengujian Penetrasi Panas Proses pengujian penetrasi panas dilakukan setelah beton mengalami pembakaran dengan temperatur yang telah ditentukan. Alat-alat yang digunakan Larutan Phenolphatelein, Kuas, Penggaris, Lup. Proses pengujian : a) Belah benda uji secara vertikal menggunakan mesin desak dengan cara menempatkan baja tulangan di bagian atas dan bagian bawah benda uji secara sejajar kemudian ditekan dengan mesin desak hingga benda uji terbelah dua. b) Tempatkan benda uji pada daerah yang memiliki cahaya yang cukup agar memudahkan dalam pengamatan perubahan warna larutan Phenolphatelein. 18

27 c) Tempatkan larutan Phenolphatelein ke dalam gelas, kemudian oleskan larutan ini ke bagian beton yang terbelah secara merata. Tunggu beberapa saat hingga cairan Phenolphatelein yang pada asalnya berwarna bening berubah menjadi merah. Larutan tidak akan berubah warna apabila bidang yang dioles memiliki ph < 8,5. d) Ukur dengan penggaris lebar daerah yang tidak berubah warna, dibantu dengan menggunakan lup (kaca pembesar) agar memudahkan dalam melihat ukurannya karena biasanya kedalaman penetrasi panas hanya beberapa millimeter Pengujian Kuat Tekan Beton Pengujian kuat tekan beton dilaksanakan setelah umur 28 hari. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kuat tekan beton. Alat yang digunakan adalah mesin desak merk controls dengan kapasitas 2000 KN Pengambilan Baja Tulangan dalam Beton Setelah beton dibakar, kemudian baja tulangan yang ada di dalam beton diambil dengan cara membelah beton menggunakan palu. Kemudian baja yang sudah dikeluarkan dibersihkan dari sisa-sisa beton yang masih merekat dengan menggunakan sikat baja Sampel Uji Tarik Baja Tulangan Untuk sampel benda uji tarik, yaitu : 1. Sampel tulangan tanpa mengalami pembakaran. 2. Sampel tulangan diambil dari silinder beton yang telah mengalami pembakaran Pengujian Kuat Tarik Baja Tes uji tarik dilakukan dengan menggunakan alat uji tarik. Sampel uji tarik diperlakukan sebagai berikut: 1. Deformasi (perpanjangan) diambil konstan dengan pertambahan sebesar 0,014 mm sampai baja meleleh. Hal ini dilakukan agar tidak ada data yang hilang, 19

28 terutama bagian yang akan meleleh baik itu batas leleh atau batas bawah. Setelah baja meleleh perpanjangan diambil dengan pertambahan 0,5 sampai baja putus. 2. Jumlah sampel yang akan diuji berjumlah 3 sampel yang terdiri dari 1 sampel yang dibakar dari tulangan tipe I, 1 sampel yang dibakar dari tulangan tipe II, dan 1 sampel yang tidak dibakar sebagai pembanding. 3.5 Kerangka Penelitian Diagram alir dari kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.7 sebagai berikut : 20

29 Mulai Persiapan alat dan material Pemeriksaan bahan Semen Berat satuan Agregat Halus Berat jenis & penyerapan air Berat satuan Gradasi Butiran Kadar lumpur Kadar air Agregat Kasar Berat jenis & penyerapan air Berat satuan Gradasi Butiran Kadar lumpur Kadar air Baja Tulangan Pemeriksaan kondisi permukaan tulangan Campuran beton dengan perbandingan berat 1 : 2 : 3 Pemotongan baja tulangan Pengukuran nilai slump Perakitan tulangan Pencetakan benda uji silinder beton dengan ukuran 150 mm dan tinggi 300 mm Benda uji dibuka cetakannya setelah umur beton 1 hari (24 jam) Perawatan benda uji dengan karung goni yang dibasahi selama 28 hari 1 21

30 1 Pembakaran benda uji pada temperatur 800 o C yang dicapai selama 2,5 jam. Pengambilan baja tulangan dari dalam benda uji silinder beton Pengujian kuat tekan pada benda uji pasca kebakaran Pengujian kuat tekan benda uji tanpa pembakaran Pembuatan sampel uji tarik baja Pengujian kuat tarik baja Data dan analisis data Kesimpulan Selesai Gambar 3.7 Diagram alir penelitian 22

31 % Lolos Ayakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeriksaan Material Pembentuk Beton Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium, dihitung dan dianalisis kemudian dibandingkan sesuai dengan syarat-syarat material yang dipakai dalam campuran beton Pemeriksaan agregat halus Hasil pemeriksaan agregat halus diperoleh data sebagai berikut : 1. Berat jenis dan penyerapan air : Berat jenis bulk = 2,555 gr/cm 3 Berat jenis SSD = 2,617 gr/cm 3 Penyerapan air = 2,459 % 2. Berat satuan pasir diperoleh hasil 1,619 kg/lt 3. Kadar lumpur yang terkandung dalam dalah 0,98%. 4. Kadar air dari pasir adalah 1,552 % 5. Gradasi pasir dirancang memenuhi zone 2 dengan Modulus kehalusan pasir (FM) sebesar 3,74. berikut ini ditampilkan grafik gradasi pasir zone 2: Batas Gradasi Pasir (Sedang) No Ukuran Mata Ayakan (mm) Batas Atas Batas Baw ah Gradasi Terpakai Gambar 4.1 Grafik gradasi pasir zone 2. 23

32 % Lolos Ayakan Pemeriksaan agregat kasar Pemeriksaan agregat kasar dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu pecah dari Karangasem. Dari hasil pemeriksaan agregat kasar diperoleh data sebagai berikut : 1. Berat jenis dan penyerapan air (Lampiran A.7) : Berat jenis bulk = 2,659 gr/cm 3 Berat jenis SSD = 2,675 gr/cm 3 Penyerapan air = 0,6 % 2. Berat satuan batu pecah diperoleh hasil 1,471 kg/lt 3. Kadar lumpur batu pecah pada penelitian ini adalah 0,1 %. 4. Kadar air batu pecah adalah 0,603 % 5. Daya tahan terhadap pembubukan dari batu pecah yang digunakan dalam penelitian ini adalah 21,94%. 6. Gradasi batu pecah dengan diameter maksimum 20. Modulus kehalusan batu pecah (FM) 6,525. Berikut ini ditampilkan grafik gradasi batu pecah dengan ukuran maksimum 20 mm : Batas Gradasi Agregat Kasar Ukuran Maksimum 20 mm Ukuran Mata Ayakan (mm) Batas Atas Batas Baw ah Gradasi Terpakai Gambar 4.2 Grafik Gradasi batu pecah ukuran maksimum 20 mm 24

33 4.1.3 Pemeriksaan semen Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen Gresik tipe 1. Pemeriksaan yang dilakukan hanya berupa pemeriksaan berat satuan semen. Dari hasil pemeriksaan diperoleh berat satuan semen adalah 1,271 gr/lt Proporsi Campuran Beton Proporsi campuran beton yang digunakan dengan perbandingan berat adalah 1 semen : 2 pasir : 3 batu pecah Pembakaran Beton Pembakaran benda uji dilakukan dengan menggunakan tungku pembakaran keramik BPPT. Adapun tata letak benda uji dalam tungku pembakaran dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini ALAT PENYEMBUR API BELAKANG PELAT ATAS BENDA UJI 3 TUL 1 2 TUL 2 4 STD 2 1 TUL 1 5 TUL 2 6 TUL 2 3 STD 2 2 STD 2 4 TUL 2 1 STD 2 5 STD 2 6 STD 2 3 TUL 2 2 TUL 1 4 TUL 1 1 TUL 2 5 TUL 1 6 TUL 1 UJI TARIK TUL 2 UJI TARIK TUL 1 DINDING TUNGKU ALAT PENYEMBUR API DEPAN Gambar 4.3 Tata letak benda uji 25

34 Gambar 4.4 Tungku pembakaran Gambar 4.5 Digital pyrometer Pengaturan kenaikan temperatur dilakukan dengan kontrol pada regulator tekanan gas. Pencatatan kenaikan temperatur dilakukan setiap 10 menit dengan menggunakan pyrometer atau thermocouple digital. Hasil pengamatan kenaikan temperatur pada tungku pembakaran ditampilkan dalam Tabel 4.2. Tabel 4.1 Kenaikan temperatur tungku pada pembakaran beton Waktu (menit) Temperatur Tungku ( 0 C) Waktu (menit) Temperatur Tungku ( 0 C)

35 Pembakaran dimulai dari temperatur ruangan (±32 o C) sampai mencapai temperatur maksimum yang ditargetkan ± C pada menit ke 150. Temperatur tersebut kemudian dipertahankan selama 20 menit sehingga proses pembakaran berlangsung selama 170 menit. Setelah itu proses pembakaran dihentikan dengan menutup saluran regulator tekanan gas. Pengamatan penurunan temperatur setelah pembakaran dilakukan selama 1 jam. Data dari hasil pengamatan kenaikan temperatur tungku pembakaran pada Tabel 4.2 kemudian diplot dalam suatu sistem diagram garis seperti Gambar 4.6. Gambar 4.6 Hubungan antara waktu dan temperatur tungku 4.4. Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Beton Pasca Pembakaran Pengamatan terhadap sifat-sifat fisik beton pasca pembakaran pada benda uji silinder beton menggunakan visual inspection yang mendasarkan pada perubahan secara fisik yang terjadi pada permukaan beton meliputi perubahan warna, jenis retak serta pengelupasan (spalling) yang terjadi pada beton pasca pembakaran. Selain pengamatan secara visual juga dilakukan pengamatan secara kimia sebagai pembanding dari hasil uji fisik yaitu menggunakan phenolphthalein yang merupakan salah satu indikator kimia yang lazim digunakan untuk mengetahui sifat asam atau basa suatu material, melalui respon warna material yang diuji akibat diolesi atau ditetesi phenolphthalein tersebut. 27

36 4.4.1 Hasil pemeriksaan berat satuan Pemeriksaan berat satuan dilakukan dengan cara menimbang masingmasing benda uji sebelum pembakaran dan setelah pembakaran. Hasil pengujian berat satuan rata-rata dari benda uji kolom dapat dilihat pada Tabel 4.3 (Lampiran D) : Tabel 4.2 Berat satuan rata-rata silinder beton dan persentase penurunan Benda Uji Berat Satuan Rata-rata (kg/ m 3 ) Tanpa Pembakaran 2405,597 Dengan Pembakaran 2206,499 Penurunan Berat satuan (kg/ m 3 ) Penurunan (%) 199,098 8,276 Gambar 4.7 Berat Satuan Rata-rata Dari tabel 4.3 dan gambar 4.7, penurunan berat satuan rata-rata yang terjadi pada silinder beton pasca pembakaran adalah sebesar 8,276%. Penurunan ini disebabkan adanya dehidrasi pada beton, dimana pada temperatur 800 ºC beton mengalami dehidrasi sempurna. Semakin lama durasi pembakaran, maka penetrasi panas semakin masuk ke dalam beton, sehingga penguapan air semakin besar dan menyebabkan berat satuan semakin berkurang. 28

37 4.4.2 Hasil pengamatan perubahan warna Pengamatan perubahan warna dilakukan dengan melihat warna beton pada kolom setelah dibakar. Data perubahan warna beton pada silinder beton pasca pembakaran ditampilkan dalam Tabel 4.4 : Tabel 4.3 Perubahan warna beton Warna Dominan Ulangan Putih Keabuabuakuningan Putih Kekuning- Pink STD STD TUL TUL1 - - TUL TUL2 - - STD STD TUL TUL1 - - TUL TUL2 - - STD STD TUL TUL1 - - TUL TUL2 - - STD STD TUL TUL1 - - TUL TUL

38 STD STD TUL TUL1 - - TUL TUL2 - - STD STD TUL TUL1 - - TUL TUL2 - - % - 33,33 66,67 Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa terjadi perubahan warna akibat pembakaran. Persentase perubahan warna putih keabu-abuan dan putih kekuningkuningan pada benda uji sebesar 33,33% dan 66,67%. Putih keabu-abuan Putih kekuning-kuningan Gambar 4.8 Persentase perubahan warna Dalam penelitian ini, warna beton setelah dibakar cenderung menuju ke putih kekuning-kuningan. Perubahan ini disebabkan oleh adanya proses karbonasi yaitu terbentuknya calsium carbonat (C a CO 3 ) yang merubah warna permukaan beton menjadi lebih terang (keputih-putihan) dan permukaan yang terkena paparan api warnanya cenderung putih kekuning-kuningan. 30

39 A B C Gambar 4.9 Perubahan warna beton a. Warna beton sebelum pembakaran b. Warna beton putih keabu-abuan c. Warna beton putih kekuning-kuningan Hasil pemeriksaan lebar retak Pengamatan lebar retak dilakukan dengan cara menempelkan garis dengan berbagai ukuran pada retak yang terjadi. Garis-garis tersebut kemudian dicocokkan dengan lebar retak pada beton sehingga dapat diperkiraan lebar retak pada beton tersebut. Gambar 4.10 Pengukuran lebar retak Gambar 4.11 Retak pasca pembakaran 31

40 Tabel 4.4 Pemeriksaan lebar retak Ulangan Durasi Pembakaran 2,5 jam Lebar Retak (mm) 0,05-0,15 mm 0,2-0,3 mm 0,35-0,5 mm STD1 STD2 0,09 1 TUL1 TUL1 0,09 TUL2 TUL2 0,15 STD1 STD TUL1 TUL1 0,15 TUL2 TUL2 0,15 STD1 STD2 0,4 3 TUL1 TUL1 0,15 TUL2 TUL2 0,09 STD1 STD2 0,5 4 TUL1 TUL1 0,3 TUL2 TUL2 0,15 STD1 STD2 0,13 5 TUL1 TUL1 0,3 TUL2 TUL2 0,13 STD1 STD2 0,15 6 TUL1 TUL1 0,25 TUL2 TUL2 0,09 % 66,67 16,67 11,11 32

41 Dari Tabel 4.5 didapat bahwa pada pembakaran silinder beton selama 150 menit (2,5 jam), persentase lebar retak 0,05-0,15 (mm), 0,2-0,3 (mm) dan 0,35-0,5 (mm) berturut-turut sebesar 66,67%, 16,67% dan 11,11%. Lebar retak 0,05 0,15 mm Lebar retak 0,2 0,3 mm Lebar retak 0,35 0,5 mm Gambar 4.12 Persentase lebar retak pada silinder pasca pembakaran Retak-retak pada beton disebabkan oleh perbedaan angka muai antara agregat dan pasta semen. Angka muai batuan umumnya lebih rendah daripada pasta semen. Perbedaan ini menyebabkan lekatan antar batuan menjadi berkurang banyak sehingga dapat menyebabkan retak-retak pada beton Hasil pengamatan pengelupasan (spalling) Pengamatan spalling dilakukan setelah pembakaran. Dari pengamatan tersebut didapat bahwa tidak ada beton yang mengalami pengelupasan. Data spalling pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.6 : 33

42 Tabel 4.5 Pengamatan spalling Spalling Ulangan Durasi Pembakaran (2,5 jam) Tidak ada Spalling pada pasta 1 STD1 STD2 - TUL1 TUL1 - TUL2 TUL2 - STD1 STD2-2 TUL1 TUL1 - TUL2 TUL2 - STD1 STD2-3 TUL1 TUL1 - TUL2 TUL2 - STD1 STD2-4 TUL1 TUL1 - TUL2 TUL2 - STD1 STD2-5 TUL1 TUL1 - TUL2 TUL2 - STD1 STD2-6 TUL1 TUL1 - TUL2 TUL2 - % Persentase terjadinya pengelupasan pada benda uji kolom adalah sebagai berikut: 34

43 4.4.5 Hasil Pemeriksaan Penetrasi Panas Test ini menggunakan larutan Phenolphatelein yang merupakan salah satu indikator kimia yang lazim digunakan untuk mengetahui sifat asam atau basa suatu material. Phenolphatelein akan berubah menjadi merah muda yang menandakan bahwa daerah tersebut memiliki kebasaan yang tinggi. Sedangkan, warna beton tanpa pembakaran setelah dioleskan Phenolphatelein adalah ungu. Hasil pemeriksaan penetrasi panas pada beton pasca pembakaran menunjukkan bahwa kedalaman penetrasi panas antara 3-4 (mm). Semakin ke dalam temperatur panas semakin berkurang. Baja tulangan berada pada kedalaman 25 mm dari kulit terluar beton, relatif tidak terkena panas yang berarti. Dengan kata lain baja tulangan sudah cukup terlindungi dengan adanya selimut beton sebesar 25 mm. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.6 Pemeriksaan penetrasi panas Ulangan Penetrasi panas (mm) 3-4 mm 5-6 mm 7-8 mm I II - - III IV - - V - - VI - - % 100% 0% 0% 3-4 mm Gambar 4.7 Perubahan warna setelah dioleskan Phenolphatelein 35

44 4.5 Pengujian Baja Tulangan Hasil Pengujian Tarik Baja Pengujian tarik baja diawali dengan pengambilan baja tulangan di dalam benda uji silinder beton yang dibakar. Pengambilan baja pada silinder beton yang tidak dibakar tidak diperlukan, karena langsung menggunakan sampel baja pada kondisi mula-mula. Gambar 4.14 Pengambilan baja tulangan pada silinder pasca bakar Gambar 4.15 Mesin Uji Tarik (Universal Testing Material Shimatsu UMH30) 36

45 Gambar 4.16 Control Mesin Uji Tarik dengan Komputer Hasil pengujian tarik baja yang diperoleh yaitu berupa data hasil pengujian tarik baja yang ditampilkan dalam Tabel 4.8 dan grafik tegangan regangan baja yang ditampilkan pada Gambar 4.19, Gambar 4.20 dan Gambar Tabel 4.8 Hasil Pengujian Tarik Baja Tulangan tipe I Tulangan tipe Baja Tulangan dari Tulangan Tanpa Dengan II Dengan Benda Uji Pembakaran Pembakaran Pembakaran Luas penampang (mm 2 ) 18,096 18,096 18,096 Beban Maksimum (kgf) ,5 418,5 0,2% Tegangan leleh (kgf/ mm 2 ) 20,889 14,948 17,85 Tegangan Leleh (kgf/ mm 2 ) 20,779 15,031 18,458 Tegangan putus (kgf/ mm 2 ) 26,857 20,475 23,127 Regangan (%) 22,33 21,6 27,97 37

46 Gambar 4.17 Grafik tegangan regangan baja pada silinder tanpa pembakaran Gambar 4.18 Grafik tegangan regangan tulangan tipe I pada silinder dengan pembakaran 38

47 Gambar 4.19 Grafik tegangan regangan tulangan tipe II pada silinder dengan pembakaran Tabel 4.9 Tegangan leleh baja tulangan dalam silinder beton Perlakuan Tegangan leleh (MPa) Tulangan tanpa bakar 207,79 Tulangan I pasca bakar 150,31 Tulangan II pasca bakar 184,58 Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa tegangan leleh baja akan turun jika mengalami pemanasan. Untuk lebih jelasnya apakah penurunan yang terjadi sangat signifikan atau tidak dapat dilihat dalam bentuk lain yaitu berupa grafik batang yang memperlihatkan tegangan leleh baja pada beton pasca pembakaran terhadap baja pada beton tanpa pembakaran. 39

48 (27,66%) (11,19%) (100%) (72,34%) (88,81%) Gambar 4.20 Grafik tegangan leleh baja Dari grafik di atas (Gambar 4.22) dapat dilihat bahwa nilai tegangan leleh pada baja tanpa pembakaran, tulangan tipe I pada beton pasca pembakaran, baja tulangan tipe II pada beton pasca pembakaran tegangan lelehnya berturut-turut sebesar 207,79 Mpa, 150,31 Mpa, dan 184,54 Mpa. Penurunan tegangan leleh yang disebabkan oleh pembakaran pada tulangan tipe I sebesar 27,66 %, sedangkan pada tulangan tipe II sebesar 11,19 %. 4.6 Pengujian Beton Pengujian kuat tekan beton tanpa tulangan Kuat tekan beton adalah besarnya gaya tekan P (N) yang dapat diterima per-satuan luas A (mm 2 ) yang menyebabkan benda uji silinder tersebut hancur. Pengujian dilakukan terhadap benda uji berbentuk silinder dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm setelah benda uji berumur 28 hari dengan f.a.s sebesar 0,5. Uji kuat desak 12 buah silinder beton tanpa tulangan bertujuan mengetahui kuat tekan beton (fc) pada model, hasil uji disajikan pada Tabel 4.10 : Tabel 4.10 Kuat tekan silinder beton tanpa tulangan 40

49 Ulangan P Kuat Tekan (KN) Kuat Tekan = (MPa) A Tanpa Pasca Tanpa Pasca Pembakaran pembakaran Pembakaran pembakaran Kuat tekan rata-rata 547, ,98 19,01 Hasil uji tekan silinder tanpa tulangan menunjukkan kuat tekan beton (fc) tanpa pembakaran sebesar 547,5 atau 30,98 Mpa, sedangkan kuat tekan beton pasca pembakaran sebesar 336 KN atau 19,01 Mpa atau terjadi penurunan kuat tekan sebesar 38,63 %. (38,63%) (100%) (61,37%) Gambar 4.21 Grafik kuat tekan silinder tanpa tulangan. 41

50 4.6.2 Hasil pengujian kuat tekan beton dengan tulangan Hasil pengujian kuat desak silinder dengan tulangan selengkapnya ditampilkan dalam Tabel Tabel 4.11 Hasil pengujian kuat desak silinder dengan tulangan KET KUAT TEKAN (KN) ULANGAN SILINDER DENGAN TULANGAN TIPE I TANPA BAKAR BAKAR SILINDER DENGAN TULANGAN TIPE II TANPA BAKAR BAKAR RATA-RATA , PENURUNAN (%) % % Hasil pengujian pada Tabel 4.11 menunjukkan bahwa kuat tekan rata-rata silinder beton dengan tulangan tipe I tanpa pembakaran sebesar 532,5 KN sedangkan silinder dengan tulangan tipe I pasca pembakaran sebesar 256,2 KN atau terjadi penurunan kuat tekan sebesar 276,3 KN, sedangkan kuat tekan ratarata silinder beton dengan tulangan tipe II tanpa pembakaran sebesar 550 KN sedangkan silinder dengan tulangan tipe II pasca pembakaran sebesar 262 KN atau terjadi penurunan kuat tekan sebesar 288 KN. Besarnya penurunan yang terjadi dijabarkan dalam grafik batang sebagai berikut: 42

51 (51,89%) (52,36%) (100%) (48,11%) (47,64%) Gambar 4.22 Grafik kuat tekan silinder dengan tulangan tipe I & tulangan tipe II Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa penurunan kuat tekan beton pasca pembakaran dengan tulangan tipe I 51,89 %, sedangkan penurunan kuat tekan beton dengan tulangan tipe II pasca pembakaran sebesar 52,36 %. Penurunan kuat tekan pada silinder beton dengan tulangan tipe I (tulangan longitudinal 4 Ø 6 mm) pasca pembakaran relatif sama dengan penurunan kuat tekan pada silinder beton dengan tulangan tipe II (tulangan longitudinal 6 Ø 6 mm) pasca pembakaran. Sehingga adanya penambahan jumlah tulangan pada silinder beton dengan tulangan tipe II tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan kuat tekan beton pasca pembakaran. Penurunan kuat tekan dipengaruhi oleh perilaku silinder beton pada saat menerima beban dari mesin desak. Pada saat menerima beban dari mesin desak, selimut beton mengalami keruntuhan lebih dahulu sedangkan inti beton belum mengalami keruntuhan. Hal ini terjadi karena inti beton masih diikat kuat oleh tulangan. Faktor lain yang mempengaruhi penurunan kuat tekan silinder beton pasca pembakaran adalah rusaknya lekatan antara beton dengan baja tulangan sehingga baja tulangan tidak dapat bekerja secara maksimal. 43

52 a b Gambar 4.23 Mekanisme keruntuhan silinder a. Silinder beton tanpa tulangan b. Silinder beton dengan tulangan Pada silinder beton tanpa tulangan pola keruntuhan yang terjadi setelah uji desak seperti gambar 4.25a, sedangkan pola keruntuhan yang terjadi pada silinder beton dengan tulangan setelah uji desak seperti gambar 4.25b. Gambar 4.24 Perilaku tulangan pada silinder beton setelah uji desak 44

53 Pada gambar 4.24 terlihat bahwa tulangan pada silinder beton menekuk, dimana pada saat silinder beton dengan tulangan dibebani sampai runtuh, yang pertama terjadi adalah mengelupasnya selimut beton, yang berakibat berpindahnya beban ke inti beton dan tulangan memanjang. Hilangnya kekakuan dari tulangan memanjang yang mulai meleleh atau menekuk ke luar, menimbulkan tegangan tambahan pada inti beton. Penekukan yang terjadi pada tulangan tersebut mengakibatkan kekuatan silinder beton menjadi berkurang, sehingga hal tersebut mempengaruhi tingkat penurunan kuat tekan silinder beton. 45

54 BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Dari hasil pemeriksaan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembakaran silinder beton dengan temperatur maksimum ±800ºC yang dicapai pada menit ke 150 dan suhu tersebut dipertahankan selama 20 menit adalah: a. Adanya tulangan longitudinal dalam silinder beton berdampak pada tingkat penurunan kuat tekan beton pasca pembakaran lebih besar dibandingkan beton tanpa tulangan. Penurunan kuat tekan beton tanpa tulangan pasca pembakaran adalah sebesar 38,63 %, penurunan kuat tekan pada silinder dengan tulangan tipe I (tulangan longitudinal 4 Ø 6 mm) pasca pembakaran adalah sebesar 51,894%, sedangkan penurunan kuat tekan pada silinder tulangan tipe II (tulangan longitudinal 6 Ø 6 mm) pasca pembakaran adalah sebesar 52,364%. b. Berdasarkan pengamatan perubahan sifat-sifat fisik beton pasca pembakaran, maka diperoleh hasil penurunan berat satuan rata-rata pasca pembakaran sebesar 8,276%, perubahan warna pada beton pasca pembakaran cenderung menuju ke putih kekuning-kuningan, retak yang timbul pasca pembakaran yaitu retak dengan lebar 0,05-0,15 (mm) sebesar 66,67%, retak dengan lebar 0,2-0,3 (mm) sebesar 16,67% dan retak dengan lebar 0,35-0,5 (mm) sebesar 11,11%. Pembakaran pada beton tidak menyebabkan pengelupasan pada beton. Penetrasi panas yang terjadi dengan suhu pembakaran ±800ºC umumnya adalah 3-4 mm. 46

55 5.2 Saran Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diberikan saran sebagai berikut : a. Perlu ditambahkan tulangan sengkang. b. Perlu dilakukan analisa lebih lanjut mengenai lekatan antar tulangan dan beton pada struktur beton bertulang pasca pembakaran. c. Bisa dilanjutkan dengan menggunakan variasi jumlah tulangan dan komposisi campuran yang lain. 47

56 DAFTAR PUSTAKA Anonimus Analisa Beton menggunakan Indikator PP. Website: Kurniawan, Y Permeabilitas dan Kuat Tarik Belah Beton Normal dengan Menggunakan Batu Kapur sebagai Agregat Kasar Alternatif. Tugas Akhir, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana. Denpasar. Mulyono, T Teknologi Beton. Andi: Jakarta. Murdock, LJ, Brook, KM Bahan dan Praktek Beton, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta. Pamungkas, EA Pengaruh Durasi Pembakaran Terhadap Kuat Tekan dan Perubahan Fisik Beton. Tugas Akhir, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana. Denpasar. Prasetya, A Perilaku Kolom Pendek Akibat Temperatur Tinggi Dengan Ketebalan Selimut Beton Yang Berbeda. Jurnal Teknik Sipil, Vol. 5, April, pp Purba, A Perbaikan Striktir Gedung Akibat Kebakaran. Majalah Konstruksi, November-Desember. Rochman, A Gedung Pasca Bakar Estimasi Kekuatan Sisa dan Teknologi Perbaikannya. Dinamika Teknik Sipil, Volume 6, Nomor 2. Surakarta. Saba, A Pengaruh Variasi Temperatur Tinggi Terhadap Kuat Tekan Beton, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar Bali. Sangkara, J Pengaruh Diameter Maksimum Agregat Kasar Batu Pecah Terhadap Kuat Tekan dan Kuat Tarik Belah Beton Pasca Pembakaran, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar Bali. Subakti, A Teknologi Beton dalam Praktek. Divisi Percetakan Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya. Suroso, Pengaruh Lamanya Pembakaran dan Tebal Selimut Beton Terhadap Penurunan Kuat Leleh Baja Tulangan Polos Pada Beton Pasca Kebakaran, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar Bali. Wangsadinata, W Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI). Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Direktorat Jendral Cipta Karya. Jakarta. Wang, C Disain Beton Bertulang, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta. 48

57 LAMPIRAN F FOTO PELAKSANAAN ALAT DAN MATERIAL Gambar F.1 Oven Gambar F.2 Los Angeles Abrasion Machine Gambar F.3 Kerucut Terpancung & Penumbuk Logam Gambar F.4 Kotak Takar Gambar F.5 Timbangan Heavy Duty Gambar F.6 Timbangan Specific Gravity

58 Gambar F.7 Mesin Ayakan & Saringan Gambar F.8 Mesin Desak Gambar F.9 Pasir Bergradasi Gambar F.10 Batu Pecah Bergradasi Gambar F.11 Persiapan Tulangan Gambar F.12 Mesin Pengaduk (Molen)

59 Gambar F.13 Mesin Penggetar Gambar F.14 Cetakan Silinder Gambar F.15 Semen OPC jenis I Gambar F.16 Kerucut Abram Gambar F.17 Tungku Pembakaran Gambar F.18 Regulator Tekanan Gas

60 Gambar F.19 Tulangan Tipe I Gambar F.20 Tulangan Tipe II Gambar F.21 Mesin Uji Tarik (Universal Testing Material Shimatsu UMH30)

61 PENGERJAAN DAN PENCETAAN BENDA UJI Gambar F.22 Cetakan dengan tulangan Gambar F.23 Pencampuran beton Gambar F.24 Penuangan beton Gambar F.25 Pengisian tiap lapis pada kerucut abram Gambar F.26 Pengukuran dan pembacaan nilai slump Gambar F.27 Pengisian tiap lapis pada cetakan

62 Gambar F.28 Pemadatan dengan penggetaran Gambar F.29 Perataan benda uji Gambar F.30 Hasil pengecoran tiap ulangan Gambar F.31 Hasil semua ulangan Gambar F.32 Beton setelah 24 jam Gambar F.33 Perawatan beton dengan karung goni yang dibasahi

63 PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON Gambar F.34 Pengujian Kuat Tekan Beton Gambar F.35 Silinder sebelum di uji Gambar F.36 Silinder setelah di uji

64 PENGUJIAN PENETRASI PANAS Gambar F.37 Benda uji dibelah Gambar F.38 Benda uji tanpa pembakaran setelah diolesi Phenolphatelein Gambar F.39 Benda uji pasca pembakaran setelah diolesi Phenolphatelein Gambar F.40 Pengukuran penetrasi Gambar F.41 Pengukuran penetrasi

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di 26 BAB III METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil pemeriksaan material (bahan-bahan) pembentuk beton dan hasil pengujian beton tersebut. Tujuan dari pemeriksaan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KEKUATAN TEKAN KOLOM PENDEK PASCA PEMBAKARAN Nama Peneliti : Anak Agung Gede Sutapa, ST., MT. Ni Nyoman Rosita Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana 2016 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Material Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam campuran beton dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Agregat halus yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Semen Semen adalah bahan pembentuk beton yang berfungsi sebagai pengikat butiran agregat dan mengisi ruang antar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penilitian ini adalah : 1). Semen Portland jenis I merk Semen Gersik 2). Agregat kasar berupa krikil, berasal dari Sukoharjo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan abu terbang dan superplasticizer. Variasi abu terbang yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan abu terbang dan superplasticizer. Variasi abu terbang yang digunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup yang akan diteliti adalah penggantian sebagian semen Portland dengan abu terbang dan superplasticizer. Variasi abu terbang yang digunakan

Lebih terperinci

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit merek Holcim, didapatkan dari toko bahan

Lebih terperinci

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram) Lampiran 1 Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI 03-1968-1990) 1. Berat cawan kosong = 131,76 gram 2. Berat pasir = 1000 gram 3. Berat pasir + cawan = 1131,76 gram Ukuran Berat Tertahan Berat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Metode campuran beton yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN berikut. BAB IV METODE PENELITIAN A. Bahan atau Material Penelitian Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada uraian 1. Agregat halus yang berupa pasir Merapi, 2. Agregat kasar yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu dan tempat pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada jam 08.00 sampai dengan 12.00

Lebih terperinci

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian terhadap agregat halus yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Alat-alat yang Digunakan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini mulai dari pemeriksaan bahan susun beton, pembuatan benda uji, perawatan benda uji, dan sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian Pengaruh Substitusi Pasir Dengan Bottom Ash Terhadap Kuat Tekan, dilakukan di Laboratorium Material dan Struktur DPTS FPTK UPI,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratortium Bahan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FAKTOR AIR SEMEN DAN TEMPERATUR TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Irzal Agus. (Dosen Fakultas Teknik Unidayan Baubau) ABSTRACT

PENGARUH VARIASI FAKTOR AIR SEMEN DAN TEMPERATUR TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Irzal Agus. (Dosen Fakultas Teknik Unidayan Baubau) ABSTRACT PENGARUH VARIASI FAKTOR AIR SEMEN DAN TEMPERATUR TERHADAP KUAT TEKAN BETON Irzal Agus (Dosen Fakultas Teknik Unidayan Baubau) ABSTRACT This research is to see the effect of factor variation of semen water

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metodelogi penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental laboratorium. Pengujian dilakukan untuk menguji perbandingan kuat lekat bambu petung bertakikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara yang digunakan dalam sebuah penelitian, sehingga dalam pelaksanaan dan hasil penelitian dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Metode penelitian merupakan langkah-langkah penelitian suatu masalah, kasus, gejala atau fenomena tertentu dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah balok dengan ukuran panjang 300 cm, tinggi 27 cm dan lebar 15 cm. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah beton

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai kuat tekan awal beton ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Berdasarkan SNI 03 2847 2012, beton merupakan campuran dari semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan tambah (admixture). Beton sering

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan secara langsung untuk mendapatkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland Composite Cement) Merek Holcim, didapatkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB V HASIL PEMBAHASAN BAB V HASIL PEMBAHASAN A. Umum Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang dilaksanakan di laboratorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, dalam pelaksanaan eksperimen

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dalam perancangan beton bertulang dengan variasi panjang sambungan lewatan. Penelitian ini

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ABU SEKAM TERHADAP KUAT TEKAN DAN POROSITAS BETON DENGAN MENGGUNAKAN AGREGAT HALUS BATU KAPUR KRISTALIN TUGAS AKHIR PROGRAM SI

PENGARUH PENAMBAHAN ABU SEKAM TERHADAP KUAT TEKAN DAN POROSITAS BETON DENGAN MENGGUNAKAN AGREGAT HALUS BATU KAPUR KRISTALIN TUGAS AKHIR PROGRAM SI PENGARUH PENAMBAHAN ABU SEKAM TERHADAP KUAT TEKAN DAN POROSITAS BETON DENGAN MENGGUNAKAN AGREGAT HALUS BATU KAPUR KRISTALIN TUGAS AKHIR PROGRAM SI Oleh: INDRA WIDIARTA (0304105040 ) JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tinjauan Umum Variabel bebas yaitu variasi perbandingan agregat kasar, antara lain : Variasi I (1/1 : 1/2 : 2/3 = 3 : 1 : 2) Variasi II (1/1 : 1/2 : 2/3 = 5 : 1 : 3) Variasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metoda Pelaksanaan Penelitian Mulai Studi literatur Persiapan alat dan bahan Pengujian material pembentuk mortar (uji pendahuluan) : - Uji berat jenis semen - Uji berat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1.Ruang Lingkup

BAB III METODOLOGI. 3.1.Ruang Lingkup BAB III METODOLOGI 3.1.Ruang Lingkup Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian beton ringan dengan perbandingan 1 semen : 4 agregat dan menggunakan agregat buatan dari kertas dengan diameter 10-20

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Mutu Tinggi Sesuai dengan perkembangan teknologi beton yang demikian pesat, ternyata kriteria beton mutu tinggi juga selalu berubah sesuai dengan kemajuan tingkat mutu

Lebih terperinci

4. Gelas ukur kapasitas maksimum 1000 ml dengan merk MC, untuk menakar volume air,

4. Gelas ukur kapasitas maksimum 1000 ml dengan merk MC, untuk menakar volume air, 22 BAB IV METODE PENELITIAN A. Bahan atau Material Penelitian Bahan-bahan penyusun campuran beton yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada lampiran. Bahan-bahan tersebut antara lain: 1. Agregat

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200)

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200) PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200) Asri Mulyadi 1), Fachrul Rozi 2) Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, teknologi mengenai beton merupakan hal yang wajib untuk dipahami secara teoritis maupun praktis mengingat bahwa beton merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu dengan melakukan percobaan untuk mendapatkan hasil yang menunjukkan hubungan antara

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK.

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK. TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana-1 Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton PT. Pionir Beton

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton PT. Pionir Beton BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Sampel penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton PT. Pionir Beton Cimareme, Padalarang, Bandung. Sampel dalam penilitian menggunakan benda uji

Lebih terperinci

PENGARUH LUBANG DALAM BETON TERHADAP KEKUATAN MEMIKUL BEBAN AKSIAL

PENGARUH LUBANG DALAM BETON TERHADAP KEKUATAN MEMIKUL BEBAN AKSIAL PENGARUH LUBANG DALAM BETON TERHADAP KEKUATAN MEMIKUL BEBAN AKSIAL SAFRIN ZURAIDAH 1, HANDO 2, K BUDIHASTONO Jurusan Teknik Sipil-UNITOMO Surabaya Email : safrini@yahoo.com Abstrak Dunia usaha properti

Lebih terperinci

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR Oleh : Garnasih Tunjung Arum 09510134004 ABSTRAK Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** *Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan **

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%) BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratortium Bahan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Pelaksanaan Penelitian Proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini: Mulai

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Pelaksanaan Penelitian Proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini: Mulai 18 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian Proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini: Mulai Mengumpulkan Data dan Informasi Persiapan Alat dan Bahan Pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. TINJAUAN UMUM Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu variasi persentase limbah

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Umum Penelitian ini adalah menggunakan metode studi eksperimental yaitu dengan melakukan langsung percobaan di laboratorium. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengauh

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Negeri Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. SISTEMATIKA PENELITIAN Metode penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pengujian di laboratorium sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar Indonesia SNI

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pada penelitian pelaksanaan pembuatan beton dilakukan dari bulan Februari- April 2016 di laboratorium dimulai dari jam 08.00 sampai dengan 13.00

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LUMPUR LAPINDO SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR BETON

PEMANFAATAN LUMPUR LAPINDO SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR BETON PEMANFAATAN LUMPUR LAPINDO SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR BETON Agus Susanto 1, Prasetyo Agung Nugroho 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN ANALISA AYAKAN PASIR UNTUK MATERIAL BETON (ASTM C 136-84a) Nama Nim Material Tanggal : Rumanto : 8 44 153 : Pasir : 12 Maret 214 9.5 (3/8 - in) 4.75 (No.4) 2.36 (No.8) 1.18

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus dalam penelitian ini meliputi pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana di Kampus Bukit Jimbaran. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON Hendra Purnomo Alumni Jurusan Teknik Sipil Universitas Bangka Belitung

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 51 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Bahan Pembuatan Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton dilakukan di laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Metode penelitian adalah urutan-urutan kegiatan penelitian, meliputi pengumpulan data, proses rekayasa, pengujian sample, dan diteruskan penarikan kesimpulan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Pemeriksaan bahan material harus dilakukan sebelum direncanakannya perhitungan campuran beton (mix design). Adapun hasil pemeriksaanpemeriksaan agregat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PENELITIAN

BAB IV ANALISA PENELITIAN BAB IV ANALISA PENELITIAN 4.1 ANALISA AGREGAT 4.1.1 Agregat Halus 4.1.1.1 Pengujian Berat Jenis dan Absorpsi Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar ASTM C 128-93. Tujuan pengujian berat jenis dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTACT. iii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN. xii DAFTAR GAMBAR. xiii DAFTAR TABEL. xvi DAFTAR GRAFIK I-1

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTACT. iii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN. xii DAFTAR GAMBAR. xiii DAFTAR TABEL. xvi DAFTAR GRAFIK I-1 DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK i ii iii v x xii xiii xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium struktur dan bahan JPTS FPTK UPI. Bentuk sampel penelitian ini berupa silinder dengan ukuran

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK PADA PASIR. Volume (cc) 1 Pasir Nomor 2. 2 Larutan NaOH 3% Secukupnya Orange

PEMERIKSAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK PADA PASIR. Volume (cc) 1 Pasir Nomor 2. 2 Larutan NaOH 3% Secukupnya Orange L. 1 PEMERIKSAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK PADA PASIR Hasil penelitian : No Jenis Bahan Volume (cc) Volume Total (cc) Warna Larutan yang terjadi 1 Pasir 130 200 Nomor 2 2 Larutan NaOH 3% Secukupnya Orange

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya (seperti abu pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga sebelum

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT TEKAN BETON DENGAN SERBUK BATU GAMPING SEBAGAI BAHAN TAMBAH PADA CAMPURAN BETON

TINJAUAN KUAT TEKAN BETON DENGAN SERBUK BATU GAMPING SEBAGAI BAHAN TAMBAH PADA CAMPURAN BETON TINJAUAN KUAT TEKAN BETON DENGAN SERBUK BATU GAMPING SEBAGAI BAHAN TAMBAH PADA CAMPURAN BETON Ginanjar Bagyo Putro ; Yenny Nurchasanah Teknik Sipil UMS Abstrak Sejauh ini belum banyak alternatif lain selain

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan. pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan. pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai 77 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Nilai kuat tekan beton rerata pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton menggunakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bahan atau Material Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bahan atau Material Penelitian 23 BAB IV METODE PENELITIAN A. Bahan atau Material Penelitian Bahan-bahan penyusun campuran beton yang digunakan pada penelitian ini, Bahan-bahan tersebut antara lain : 1. Agregat kasar kerikil yang berasal

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan Persen Lolos Agregat (%) A. Hasil Pemeriksaan Bahan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Proses penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu; proses pengujian keadaan fisik bahan-bahan beton ( cth : specific gravity, absorpsi, dan kadar air ) serta preparasi benda

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5..Pemeriksaan Sifat-Sifat Fisik Agregat Kertas 5..2.Berat Jenis Agregat Kertas Data berat jenis agregat yang berasal dari kertas didapatkan dari pengujian sebelum

Lebih terperinci

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8) KUAT TEKAN BETON YANG MENGGUNAKAN ABU TERBANG SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PORTLAND DAN AGREGAT KASAR BATU

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT TEKAN DAN KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR. Naskah Publikasi

TINJAUAN KUAT TEKAN DAN KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR. Naskah Publikasi TINJAUAN KUAT TEKAN DAN KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Sipil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen PCC merk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen PCC merk 51 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen PCC merk Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan III. METODOLOGI PENELITIAN Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan diantaranya adalah : A. Populasi Populasi adalah subyek

Lebih terperinci

ANALISA EKSPERIMENTAL KUAT TARIK BELAH BETON PASCA PEMBAKARAN JURNAL TUGAS AKHIR

ANALISA EKSPERIMENTAL KUAT TARIK BELAH BETON PASCA PEMBAKARAN JURNAL TUGAS AKHIR ANALISA EKSPERIMENTAL KUAT TARIK BELAH BETON PASCA PEMBAKARAN JURNAL TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Strata 1 (S1) pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian terhadap agregat halus atau pasir yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi Lampiran 1 PENGUJIAN PENELITIAN TUGAS AKHIR A. Pemeriksaan Gradasi Butiran Agregat Halus ( Pasir ) Bahan : Pasir Merapi Asal : Merapi, Yogyakarta Jenis Pengujian : Gradasi Butiran Agregat Halus (Pasir)

Lebih terperinci

BAB IV METODE ANALISIS

BAB IV METODE ANALISIS BAB IV METODE ANALISIS 4.1 PEMERIKSAAN AGREGAT Tujuan Percobaan Menentukan berat isi agregat sebagai perbandingan antara berat material kering dengan volumenya. 4.1.1 Analisis Agregat Halus Peralatan a.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 42 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan merupakan pengujian yang dilaksanakan untuk mengetahui karateristik material yang akan digunakan pada saat penelitian.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III-1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tinjauan Umum Dalam penelitian ini yang digunakan adalah variabel bebas dan terikat. Variabel bebas meliputi prosentase Silica fume dalam campuran beton (5%) dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1. HASIL PENGUJIAN MATERIAL Sebelum membuat benda uji dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan berbagai pengujian terhadap material yang akan digunakan. Tujuan pengujian

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL KAJIAN PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS PADA BETON MUTU TINGGI DENGAN SILICA FUME, SUPERPLATICIZER DAN FILLER PASIR KWARSA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELTIAN

BAB III METODOLOGI PENELTIAN BAB III METODOLOGI PENELTIAN 3.1 Lokasi dan Sample Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Struktur Universitas Pendidikan Indonesia. Sampel penilitian adalah benda uji yang berupa silinder

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Mortar Mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini mengenai perbandingan hasil uji

III. METODE PENELITIAN. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini mengenai perbandingan hasil uji 21 III. METODE PENELITIAN Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini mengenai perbandingan hasil uji tekan, uji tarik belah dan uji modulus elatisitas antara benda uji tanpa perkuatan GFRP dan dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton dilakukan di Laboratorium Struktur dan Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN ANALISA AYAKAN PASIR UNTUK MATERIAL BETON (ASTM C 136-84a) Nama : M. Hafiz Nim : 08 0404 081 Material : Pasir Tanggal : 11 Januari 2014 Diameter Ayakan. () (No.) Berat Fraksi

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT MEKANIK TULANGAN BETON PASCA BAKAR (SEBAGAI BAHAN PENGAYAAN MATA KULIAH BAHAN BANGUNAN DAN STRUKTUR BETON) Agus Santoso

ANALISIS SIFAT MEKANIK TULANGAN BETON PASCA BAKAR (SEBAGAI BAHAN PENGAYAAN MATA KULIAH BAHAN BANGUNAN DAN STRUKTUR BETON) Agus Santoso ANALISIS SIFAT MEKANIK TULANGAN BETON PASCA BAKAR (SEBAGAI BAHAN PENGAYAAN MATA KULIAH BAHAN BANGUNAN DAN STRUKTUR BETON) Agus Santoso (Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY) ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV. Gambar 4.1 Pasir Merapi 2. Semen yang digunakan adalah semen portland tipe I merk Gresik, lihat Gambar 4.2.

BAB IV. Gambar 4.1 Pasir Merapi 2. Semen yang digunakan adalah semen portland tipe I merk Gresik, lihat Gambar 4.2. BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian mortar dengan bahan tambahan abu merang dilakukan di Laboratorium Struktur dan Teknologi Bahan Konstruksi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan.

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan. /BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen Portland, dan air (PBI-2,1971). Seiring dengan penambahan umur, beton akan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Dalam penelitian ini akan mencari hubungan antara faktor air semen dengan kuat tekan menggunakan bahan lokal. Disini akan dipelajari karakteristik agregat baik

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 UMUM Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil dan Laboratorium di P4TK.

Lebih terperinci

material lokal kecuali semen dan baja tulangan. Pembuatan benda uji, pengujian

material lokal kecuali semen dan baja tulangan. Pembuatan benda uji, pengujian BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN 4.1 Tinjauan Umum Dalam pelaksanaan penelitian ini yang dilakukan adalah membuat benda uji balok dengan tiga variasi. Pembuatan adukan beton untuk benda uji direncanakan dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 24 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental laboratorium. Eksperimen pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas lentur balok beton

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang peneliti lakukan adalah dengan cara membuat benda uji di laboratorium Teknik Bahan Konstruksi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dimana penelitian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Berdasarkan SNI 03 2847 2012, beton diartikan sebagai campuran semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan tambah (admixture). Penggunaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium beton PT. Pionirbeton, Cimareme, Ngamprah, Bandung Barat. Bentuk sampel penelitian ini berupa

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR KUARSA SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN PADA SIFAT MEKANIK BETON RINGAN

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR KUARSA SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN PADA SIFAT MEKANIK BETON RINGAN PENGARUH PENGGUNAAN PASIR KUARSA SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN PADA SIFAT MEKANIK BETON RINGAN Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci