Dr. Nora Lumentut NIP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dr. Nora Lumentut NIP"

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR Salah satu sarana yang dapat digunakan untuk melaporkan hasil pemantauan terhadap pencapaian hasil pembangunan kesehatan, termasuk kinerja dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Sulawesi Utara di tahun 2008 adalah Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun Dengan demikian dapat dikatakan Buku Profil Kesehatan ini pada intinya berisi berbagai data dan informasi yang menggambarkan situasi dan kondisi kesehatan masyarakat di Sulawesi Utara pada tahun Oleh karena kedudukannya yang sangat strategis itu, penyusunan Buku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 ini perlu disusun dengan cermat dan sedapat mungkin diusahakan kesesuaian antara berbagai sumber data yang menjadi acuan dalam penyusunan Buku Profil Kesehatan ini, baik data yang berasal dari lingkungan Dinas Kesehatan tingkat Provinsi, Tingkat Kabupaten/Kota maupun dengan sektor terkait diberbagai tingkatan administrasi. Isi Buku profil Kesehatan dimulai dengan Pendahuluan, Gambaran Umum, Pembangunan Kesehatan Daerah, Pencapaian Pembangunan Kesehatan, Upaya Pelayanan Kesehatan, Sumber Daya Kesehatan, Penutup dan Daftar Pustaka. Buku Profil Kesehatan ini disajikan dalam bentuk hard copy (pencetakan buku) dan soft copy (CD), dan dapat diakses dalam website resmi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara dengan alamat http : Kepada tim yang telah bekerja keras serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Buku Profil Kesehatan ini, kami sampaikan penghargaan dan terima kasih. Kami menyadari bahwa data yang tersedia dan bentuk penyajian dalam Buku Profil Kesehatan ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan masukan dari pengguna untuk perbaikan buku ini di masa mendatang. Semoga Buku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 ini dapat bermanfaat. Manado, Oktober 2009 Kepala Balai Data, Surveilans dan Sistem Informasi Kesehatan Dr. Nora Lumentut NIP i

3 KATA SAMBUTAN KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI UTARA Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan karunianya sehingga Buku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 dapat diterbitkan sebagai wujud kerja keras dan partisipasi seluruh jajaran lingkup Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. Saya menyambut baik terbitnya Buku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 ini karena di era informasi dan teknologi sekarang ini, semakin dirasakan bahwa data dan informasi kesehatan sangat dibutuhkan, baik untuk manajemen kesehatan, pelaksanaan pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan serta dapat digunakan sebagai salah satu rujukan data dan informasi. Oleh karena itu perlu dibangun kerjasama dalam mengembangkan Data Kesehatan dengan cara meningkatkan koordinasi dalam pertukaran data dan informasi baik di lingkungan Dinas Kesehatan tingkat Provinsi, tingkat Kabupaten/Kota maupun dengan sektor terkait di berbagai tingkatan administrasi. Kerja sama tersebut dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas data yang dibutuhkan untuk manajemen kesehatan. Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik untuk penyempurnaan buku ini sangat kami harapkan, kerja sama yang telah dibina dalam proses penyusunan buku ini harus terus ditingkatkan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam menyumbangkan usulan, pikiran, data dan informasi dalam pembuatan Buku Profil ini. Semoga Buku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara ini dapat bermanfaat. Manado, Oktober 2009 Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara Dr. MAXI R. RONDONUWU, DHSM NIP ii

4 DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii iii iv vi BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 A. KEPENDUDUKAN 3 B. KEADAAN EKONOMI C. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA BAB III PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH 9 A. VISI 9 B. MISI 9 C. STRATEGI D. PROGRAM PROGRAM BAB IV PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN 13 A. UMUR HARAPAN HIDUP A. MORTALITAS B. MORBIDITAS C. STATUS GIZI BAB V UPAYA PELAYANAN KESEHATAN 35 A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR 35 B. UPAYA KESEHATAN PENGEMBANGAN 43 C. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN 46 D. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT 47 E. PELAYANAN KESEHATAN DALAM SITUASI BENCANA 49 F. PEMBERANTASAN PENYAKIT 51 G. PENYEHATAN LINGKUNGAN 74 BAB VI SUMBER DAYA KESEHATAN 79 A. SARANA KESEHATAN 79 B. TENAGA KESEHATAN 84 C. PEMBIAYAAN KESEHATAN 86 BAB VII PENUTUP iii

5 DAFTAR TABEL TABEL I.1. LUAS WILAYAH, JUMLAH PENDUDUK DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 TABEL I.2. PERBANDINGAN IPM KABUPATEN/KOTA 6 TABEL I.3. TABEL IV.1. TABEL IV.2. TABEL IV.3. TABEL IV.4. TABEL V.1. TABEL V.2. KOMPONEN PENYUSUN IPM MENURUT KABUPATEN KOTA SE- PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 JUMLAH LAHIR HIDUP, LAHIR MATI, KEMATIAN BAYI DAN BALITA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN SEPULUH (10) BESAR PENYAKIT MENULAR MENONJOL DI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 DISTRIBUSI KASUS HIV/AIDS TOTAL TAHUN 1997 S/D 2008 MENURUT KABUPATEN/KOTA SE-PROVINSI SULAWESI UTARA DISTRIBUSI KASUS GIGITAN DAN LYSSA PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 DATA PUSKESMAS, TENAGA KESEHATAN DILATIH MTBS DAN SDIDTK TAHUN 2008 DATA PUSKESMAS, TENAGA KESEHATAN DILATIH MANAJEMEN ASFIK- SIA DAN BBLR TAHUN 2008 TABEL V.3. JUMLAH BIDAN/BIDAN DESA DAN BIDAN KIT 40 TABEL V.4. TABEL V.5. TABEL V.6 JUMLAH PUSKESMAS DAN RUMAH SAKIT DI SULAWESI UTARA YANG MAMPU MELAKSANAKAN PONED DAN PONEK JUMLAH DUKUN DAN DUKUN YANG BERMITRA DI PROVINSI SULAWESI UTARA S/D TAHUN 2008 KABUPATEN, KECAMATAN, PUSKESMAS DAN NAMA PULAU YANG TER- MASUK DTPK SULAWESI UTARA TAHUN 2008 TABEL V.7. HASIL CAKUPAN PROGRAM GIZI TAHUN TABEL V.8. TABEL V.9. TABEL V.10. TABEL V.11. TABEL V.12. TABEL V.13. JENIS PELATIHAN DAN JUMLAH TENAGA KESEHATAN TERLATIH PENANGGULANGAN BENCANA PROVINSI SULAWESI UTARA SAMPAI TAHUN 2008 PRESENTASE PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MENURUT PENGETA- HUAN TENTANG HIV/AIDS DAN KABUPATEN KOTA DI PROVINSI SU- LAWESI UTARA DISTRIBUSI PETUGAN YANG TELAH DILATIH MTBS DI PROVINSI SU- LAWESI UTARA TAHUN 2001 S/D 2007 PREVALENSI ISPA, PNEUMONIA, TB, CAMPAK, MENURUT KABUPATEN/ KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA PREVALENSI DIARE, DAN PEMAKAIAN OBAT DIARE MENURUT KABU- PATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA PREVALENSI FILARIASIS, DEMAM BERDARAH DENGUE, MALARIA, DAN PEMAKAIAN OBAT PROGRAM MALARIA MENURUT KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA iv

6 TABEL V.14. TABEL V.15. TABEL V.16. TABEL V.17. TABEL V.18. TABEL V.19. TABEL VI.1. TABEL VI.2. PERSENTASE ANAK UMUR BULAN YANG MENDAPATKAN IMU- NISASI DASAR MENURUT KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI UTARA PERSENTASE ANAK UMUR BULAN YANG MENDAPATKAN IMU- NISASI LENGKAP MENURUT KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI UTARA PREVALENSI PENYAKIT PERSENDIAN, HIPERTENSI, DAN STROKE MENU- RUT KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA PREVALENSI PENYAKIT PERSENDIAN, HIPERTENSI, DAN STROKE MENU- RUT KARAKTERISTIK RESPONDEN DI PROVINSI SULAWESI UTARA PREVALENSI PENYAKIT ASMA, JANTUNG, DIABETES, DAN TUMOR MENURUT KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA PREVALENSI PENYAKIT ASMA, JANTUNG, DIABETES, DAN TUMOR BER- DASARKAN DIAGNOSIS TENAGA KESEHATAN ATAU GEJALA MENURUT KARAKTERISTIK RESPONDEN DI PROVINSI SULAWESI UTARA RASIO PUSKESMAS-PENDUDUK PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 PERBANDINGAN DANA KESEHATAN DEKONSENTRASI PROVINSI SU- LAWESI UTARA TAHUN (x 1000) v

7 DAFTAR GAMBAR GAMBAR II.1. PETA WILAYAH PROVINSI SULAWESI UTARA DAN 13 KABUPATEN/KOTA TA- HUN 2009 GAMBAR II.2. PDRB ORVINSI SULAWESI UTARA TAHUN TRILIUN RUPIAH) 4 GAMBAR II.3. STRU7KTUR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR II.4. PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR IV.1. TREN UMUR HARAPAN HIDUP PROVINSI SULAWESI UTARA 13 GAMBAR IV.2. PERBANDINGAN AKB NASIONAL DAN PROVINSI SULAWESI UTARA 14 GAMBAR IV.3. JUMLAH KEMATIAN NEONATAL PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR IV.4. GAMBAR IV.5. GAMBAR IV.6. PERSENTASE PENYEBAB KEMATIAN NEONATAL DI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 PERBANDINGAN ANGKA KEMATIAN IBU MATERNAL NASIONAL DAN SU- LAWESI UTARA KECENDERUNGAN JUMLAH KEMATIAN IBU PROVINSI SULAWESI UTARA TA- HUN 2008 GAMBAR IV.7. JUMLAH KEMATIAN IBU DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR IV.8. GAMBAR IV.9. PERSENTASE PENYEBAB KEMATIAN IBU DI PROVINSI SULAWESI UTARA TA- HUN 2008 JUMLAH KASUS AFP DAN NON POLIO AFP RATE PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 GAMBAR IV.10. NON POLIO AFP RATE PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR IV.11. JUMLAH KASUS HIV/AIDS PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR IV.12. GAMBAR IV.13. GAMBAR IV.14. PENDERITA MALARIA KLINIS DAN AMI DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN DISTRIBUSI KASUS MALARIA KLINIS KABUPATEN/KOTA SEPROVINSI SU- LAWESI UTARA TAHUN 2008 SPR KASUS MALARIA KLINIS SE PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2005 S/D 2008 GAMBAR IV.15. JUMLAH KASUS DBD DAN KEMATIAN SELANG TAHUN GAMBAR IV.16. GRAFIK IR DAN CFR DBD GAMBAR IV.17. GAMBAR IV.18. KASUS DBD DAN KEMATIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA MENURUT BU- LAN TAHUN 2008 DISTRIBUSI KASUS DBD DAN KEMATIAN MENURUT KABUPATEN KOTA SE- PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 GAMBAR IV.19. CDR TB PARU PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR IV.20. ANGKA KESEMBUHAN (CURE RATE) TB PARU PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 GAMBAR IV.21. KASUS DIARE BALITA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR IV.22. KASUS GIGITAN DAN LYSSA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN vi

8 GAMBAR IV.23.. KASUS GIGITAN DAN PEMBERIAN VAR DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR IV.24. KASUS GIZI BURUK MENURUT KABUPATEN/KOTA TAHUN GAMBAR V.1. GAMBAR V.2. GAMBAR V.3. GAMBAR V.4. GAMBAR V.5. GAMBAR V.6. CAKUPAN PELAYANAN K1 IBU HAMIL PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 CAKUPAN PELAYANAN K4 IBU HAMIL PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 PERSENTASE DISTRIBUSI PENOLONG PERSALINAN PROVINSI SULAWESI UTARA DETEKSI IBU HAMIL RISTI/KOMPLIKASI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 GRAFIK CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN NEONATAL (KN2) PROVINSI SU- LAWESI UTARA TAHUN 2008 GAMBAR V.7. CAKUPAN UCI KABUPATEN/KOTA PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR V.8. CAKUPAN IMUNISASI DPT1-Hb1 PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR V.9. DROP OUT (DPT1-CAMPAK) SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR V.10. DATA PUSKESMAS BINA KESEHATAN LANJUT USIA PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2007 GAMBAR V.11. JUMLAH POSYANDU USILA SE-PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR V.12. GAMBAR V.13..GAMBAR V.14. GAMBAR V.15. GAMBAR V.16. GAMBAR V.17. GAMBAR V.18. GAMBAR V.19. GAMBAR V.20. CAKUPAN PELAYANAN PRA USILA DAN USILA SE-PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN PEKERJA INFORMAL PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 CAKUPAN MASYARAKAT MISKIN YANG MENDAPATKAN ASKESKIN DI SU- LAWESI UTARA TAHUN 2008 CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A (2 KALI) BALITA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 CAKUPAN PEMBERIAN TABLET BESI Fe-1 dan Fe-3 DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 DISTRIBUSI KASUS HIV/AIDS BERDASARKAN TAHUN DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 1997 S/D 2008 JUMLAH KASUS AIDS DAN KEMATIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 1997 S/D 2008 DISTRIBUSI KASUS HIV DAN AIDS BERDASARKAN KELOMPOK UMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 1997 S/D 2008 JUMLAH KASUS HIV DAN AIDS BERDASARKAN FAKTOR RESIKO DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 1997 S/D 2008 GAMBAR V.21. CASE NOTIFICATION RATE TAHUN PROVINSI SULAWESI UTARA 53 GAMBAR V.22. POLA PENULARAN KASUS TBC PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN vii

9 GAMBAR V.23.. PENDERITA BARU BTA POSITIF (cdr) DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2004 S/D 2008 GAMBAR V.24. ERROR RATE < 5% DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN GAMBAR V.25. GAMBAR V.26. GAMBAR V.27. GAMBAR V.28. DATA CURE RATE PENDERITA BARU BTA (+) PER KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2004 S/D 2007 DISTRIBUSI KASUS PNEUMONIA PADA BALITA BERDASARKAN KABUPATEN/ KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2007 S/D 2008 DISTRIBUSI KASUS PNEUMONIA PADA BALITA BERDASARKAN KELOMPOK UMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2007 S/D 2008 TREND PENYAKIT DIARE DAN KEMATIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA TA- HUN 2005 S/D 2008 GAMBAR V.29. CDR/ PENDUDUK DALAM 10 TAHUN TERAKHIR 58 GAMBAR V.30. PROPORSI CACAT 2 DAN PROPORSI ANAK DALAM 10 TAHUN TERAKHIR 59 GAMBAR V.31. JUMLAH MALARIA KLINIS, SD DIPERIKSA, SD POSITIF, POSITIF MALARIA PF + MIX DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2005 S/D 2008 GAMBAR V.32. GAMBAR V.33. GAMBAR V.34. SITUASI MALARIA BERDASARKAN AMI 0/00 DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2004 S/D 2008 PETA VEKTOR MALARIA KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI UTARA TAHUN 2007 DISTRIBUSI KASUS DBD PER BULAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2005 S/D 2008 GAMBAR V.35. JUMLAH KASUS DBD PER KABUPATEN/KOTA DALAM 4 TAHUN TERAKHIR 62 GAMBAR V.36. GAMBAR V.37. GAMBAR V.38. GAMBAR V.39. GAMBAR V.40. GAMBAR V.41. GAMBAR V.42. GAMBAR V.43. GAMBAR V.44. GAMBAR V.45. ZONASI STATUS WARNA BERDASARKAN INCIDENCE RATE PER KABUPATEN/ KOTA DI SULAWESI UTARA SELAMA 4 TAHUN TERAKHIR KASUS KRONIS FILARIA (KAKI GAJAH) PADA 5 KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2005 S/D 2007 MIKROFILARIA RATE (Mf RATE) PADA 4 (EMPAT) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2007 KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (GHPR) DAN LYSSA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (GHPR) PER BULAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 JUMLAH SPESIMEN HEWAN DIPERIKSA DAN YANG POSITIF DI PROVINSI SU- LAWESI UTARA TAHUN 2005 S/D 2008 TREN % RUMAH YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN DI SULAWESI UTARA DALAM PERSEN TAHUN 2006 S/D 2008 TREN % JAMBAN YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN DI SULAWESI UTARA DALAM PERSEN TAHUN 2006 S/D 2008 TREN % SPAL YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN DI SULAWESI UTARA DALAM PERSEN TAHUN 2006 S/D 2008 TREN % TP PESTISIDA YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN DI SULAWESI UTARA DALAM PERSEN TAHUN 2006 S/D viii

10 GAMBAR V.46.. GAMBAR V.47. TREN % TTU YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN DI SULAWESI UTARA DALAM PERSEN TAHUN 2006 S/D 2008 TREN % TPM YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN DI SULAWESI UTARA DALAM PERSEN TAHUN 2006 S/D ix

11 BAB I PENDAHULUAN Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara adalah gambaran situasi kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara yang diterbitkan setahun sekali. Profil ini memuat data tentang kesehatan, baik yang meliputi derajat kesehatan, upaya kesehatan dan sumber daya kesehatan. Profil kesehatan juga menyajikan data pendukung lain yang berhubungan dengan kesehatan seperti data kependudukan, data sosial ekonomi, data lingkungan. Data dianalisis dengan analisis sederhana dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Dalam setiap penerbitan Profil Kesehatan Sulawesi Utara selalu terdapat perbedaan baik dari segi materi, analisis maupun dari bentuk tampilan fisiknya sesuai masukan dari para pengelola program di lingkungan Dinas Kesehatan dan pemakai pada umumnya. Informasi yang disajikan dalam profil ini bersumber dari beberapa pihak baik dari bidangbidang di lingkungan internal Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se Sulawesi Utara maupun yang bersumber dari luar seperti kantor statistik (BPS Sulawesi Utara) dan hasil-hasil survey dan riset seperti Riset Kesehatan Daerah tahun 2007 (yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan) dan Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (Indonesia Demographic and Health Survey 2007 (yang dilaksanakan oleh Macro International bekerja sama dengan Depkes, BKKBN dan BPS) Bab II Gambaran Umum. Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Sulawesi Utara. Selain uraian tentang letak geografis, demografis, administrasi, pendidikan ekonomi, bab ini juga menyajikan uraian singkat mengenai Indeks Pembangunan Manusia Bab III. Pembangunan Kesehatan Daerah. Bab ini berisi tentang Visi, Misi, Strategi dan Program Pembangunan Kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara. Bab IV. Pencapaian Pembangunan Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang situasi Derajad Kesehatan, antara lain Umur Harapan Hidup, Angka Kematian, Angka Kesakitan dan Status Gizi. Bab V. Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini menguraikan hasil-hasil upaya-upaya kesehatan baik upaya kesehatan wajib seperti Kesehatan Ibu dan Anak, Perbaikan Gizi, Promosi Kesehatan, Pengendalian Penyakit Menular (dan Tidak Menular), Lingkungan Sehat maupun upaya kesehatan pengembangan, termasuk uraian singkat tentang situasi jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin. Bab VI. Situasi Sumber Daya Kesehatan Bab ini menguraikan tentang sarana kesehatan, ketenagaan pembiayaan kesehatan. Bab VII. Penutup. Tujuan utama diterbitkannya Profil Kesehatan Sulawesi Utara 2008 adalah untuk memberikan informasi / gambaran keadaan kesehatan / hasil pembangunan di bidang kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara, khususnya untuk tahun 2008 dalam bentuk narasi, tabel dan gambar. Profil Kesehatan Sulawesi Utara 2008 ini terdiri dari 7 (tujuh) bab yaitu: Bab I Pendahuluan. Bab ini menyajikan tentang maksud dan tujuan penulisan Profil Kesehatan Sulawesi Utara serta sistematika penyajiannya 1

12 2

13 BAB I I GAMBARAN UMUM Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur, yang berbatasan dengan Laut Sulawesi, Republik Philipina dan Laut Pasifik disebelah utara serta Laut Maluku di sebelah timur. Batas sebelah selatan dan barat masing-masing adalah Teluk Tomini dan Provinsi Gorontalo. Gambar II. 1. Peta wilayah Provinsi Sulawesi Utara dan 13 Kabupaten/Kota Tahun 2008 Luas Wilayah Sulawesi Utara tercatat ,60 km2 (luas ini memang mengalami perubahan karena dihitung dengan menggunakan peta rupa bumi skala 1 : ) yang meliputi sembilan kabupaten dan empat kota. Bolaang Mongondow merupakan kabupaten terluas dengan luas wilayah 6.230,95 km2 atau 40,79 persen dari wilayah Sulawesi Utara. Pada akhir tahun 2008 wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow telah mengalami pemekaran menjadi tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Oleh karena data demografik pasti tentang kabupaten-kabupaten baru tersebut belum diketahui, maka data demografi yang dimasukkan dalam buku ini hanyalah data Kabupaten Bolaang Mongondow sebelum pemekaran. Di Sulawesi Utara terdapat 41 gunung yang tersebar pada beberapa kabupaten/kota. Sedangkan jumlah danau tercatat ada sebanyak 17 danau dan jumlah sungai yang mengaliri wilayah Sulawesi Utara sebanyak 30 sungai. B erda sarkan pe nc atatan St as i u n Meteorologi Sam Ratulangi, rata-rata temperatur di Kota Manado dan sekitarnya sepanjang tahun 2007 adalah sekitar 26,2 o C. a. Kependudukan Berdasarkan estimasi data penduduk menurut Buku Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan yang diterbitkan oleh Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI Tahun 2009, jumlah penduduk di Sulawesi Utara tahun 2008 sebanyak jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari penduduk yang berjenis kelamin perempuan, yang tercermin dari angka rasio jenis kelamin yang lebih besar dari 100 yaitu 103,82. Jika dibandingkan dengan luas wilayah provinsi yang seluas ,60 km 2 maka kepadatan penduduk / km 2 adalah 144,56 jiwa/ km 2. Luas wilayah, jumlah penduduk (dijabarkan menurut rumus estimasi) dan kepadatan penduduk menurut Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel I.1.berikut. 3

14 Tabel II. 1. Luas Wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut Kabupaten/Kota se Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Luas Jumlah Kepadatan No Kabupaten / Kota Wilayah penduduk penduduk (jiwa/ (km2 )* ** km 2 ) 1 Kab.Bolaang Mongondow 6.230, ,33 2 Kab. Bolmong Utara 1.696, ,05 3 Kab. Kepulauan Sangihe 625, ,90 4 Kab. Kepulauan Talaud 1.250, ,36 5 Kab. Kepulauan SITARO 387, ,62 6 Kab. Minahasa 1.025, ,48 7 Kab. Minahasa Selatan 1.496, ,84 8 Kab. Minahasa Utara 937, ,96 9 Kab. Minahasa tenggara 583, ,53 10 Kota Tomohon 146, ,48 11 Kota Manado 157, ,82 12 Kota Bitung ,93 13 Kota Kotamobagu 431, ,27 Jumlah , ,56 Sumber : ** Depkes 2009, * BPS 2008 b. Keadaan ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008 dihitung dengan menggunakan tahun dasar 2000 meningkat bila dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Nilai PDRB yang pada tahun 2005 hanya sebesar triliun rupiah menurut harga berlaku (ADHB) pada tahun 2008 telah mencapai triliun. pada tahun 2008 telah mencapai triliun, sebagaimana terlihat pada grafik II.2 di bawah. Semakin lebarnya perbedaan nilai antara PDRB atas dasar harga berlaku dengan PDRB atas dasar harga konstan yang terlihat pada gambar 2 di bawah menunjukkan semakin tingginya nilai inflasi yang terjadi di tingkat harga produsen di Provinsi Sulawesi Utara. Sementara PDRB menurut harga konstan (ADHK) pada tahun 2005 sebesar triliun, Gambar II. 2. PDRB Provinsi Sulawesi Utara Tahun (Triliun Rupiah) Sumber : BPS

15 Struktur ekonomi Struktur ekonomi Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 ini didominasi oleh sektor pertanian dengan peranan sebesar 20,70 persen diikuti oleh sektor bangunan 17,17 persen, sektor jasa-jasa sebesar 17,04 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran; 15,33 persen, sektor angkutan dan komunikasi 10,75 persen; serta sektor industri pengolahan 8,04 persen. Untuk sektor-sektor lain, peranannya terhadap perekonomian Sulawesi Utara di bawah 6 persen. Gambar II. 3. Struktur ekonomi Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : BPS 2008 Pertumbuhan ekonomi Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Utara mengalami peningkatan dimana nilai pada tahun 2001 dan 2005 adalah masing-masing 2.13 dan 4.9, pada tahun 2007 dan 2008 menjadi masing-masing 6.47 dan Gambar II. 4. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara Tahun Sumber : BPS

16 C. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) Indeks pembangunan manusia digunakan sebagai alat ukur untuk melihat dampak kemajuan pembangunan, IPM tersebut menggunakan empat indicator yaitu Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah dan Pengeluaran per kapita riil. Secara nasional tahun 2008 Provinsi Sulawesi Utara berada di posisi ke- 2 nasional dengan IPM 75,16 lebih tinggi dibandingkan IPM tahun 2007 sebesar Meskipun demikian jika dibandingkan dari 13 Kabupaten/ Kota, Kota Manado mempunyai ranking nasional tertinggi yaitu ranking 13, sedangkan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan mencapai ranking 282. Selengkapnya seperti pada tablel berikut Tabel II.2. Perbandingan IPM Kabupaten /Kota KABUPATEN/KOTA IPM RANKING NASIONAL Sumber : BPS Bolang Mongondow 71,98 72, Minahasa 74,50 74, Sangihe 74,19 74, Talaud 73,77 74, Minahasa Selatan 73,32 73, Minahasa Utara 74,80 75, Bolmong Utara 71,30 71, Minahasa Tenggara 71,45 71, Siau Tagulandang Biaro 72,10 72, Bolmong Selatan - 69, Bolmong Timur - 71, Manado 76,76 77, Bitung 74,15 74, Tomohon 75,12 76, Kotamobagu 73,80 74, SULUT , INDONESIA 70,10 70,50 Jika dilihat Dari indikator-indikator kesehatan dalam IPM tersebut, maka Angka Harapan Hidup di Sulawesi Utara Tahun 2008 mencapai 72,01, Angka melek huruf %, Rata-rata lama sekolah 8.80 tahun dan Pengeluaran per kapita riil adalah Rp ,- sebagaimana terlihat pada tabel II.3. 6

17 Tabel II. 3. Komponen penyusun IPM menurut Kabupaten/kota se Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 No Kab/Kota Angka Harapan Hidup (tahun) Angka Melek Huruf Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Pengeluaran per kapita riil (.000 Rp.) 1 Bolang Mongondow 71,19 98,22 7,39 608,55 2 Minahasa 72,18 99,52 8,80 619,74 3 Sangihe 72,50 98,50 7,70 628,55 4 Talaud 71,29 99,30 8,47 623,35 5 MinSel 71,89 99,40 8,54 610,86 6 MinUt 72,20 99,68 9,07 622,71 7 Bolmong Utara 69,45 98,30 7,10 620,13 8 Minahasa Tenggara 69,77 99,38 8,08 605,77 9 Siau Tagulandang Biaro 68,31 99,61 8,24 623,27 10 Bolmong Selatan 71,20 98,21 6,05 589,52 11 Bolmong Timur 71,22 99,38 6,30 607,37 12 Manado 72,37 99,83 10,58 631,88 13 Bitung 70,20 99,03 9,20 628,47 14 Tomohon 72,16 99,83 9,60 621,61 15 Kotamobagu 71,35 99,49 8,85 620,26 SULUT 72,01 99,31 8,80 625,58 INDONESIA (2007) 68,70 91,87 7,47 624,37 Sumber : BPS

18 8

19 BAB III PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH A. VISI Pembangunan kesehatan yang berkualitas merupakan prasyarat untuk mendukung pembangunan secara keseluruhan. Kegiatan sektor kesehatan dapat diwujudkan dengan mendorong antara lain pengembangan sumberdaya kesehatan yang meliputi sarana dan prasarana, dokter dan tenaga kesehatan, dan pengembangan perilaku hidup sehat sebagai basis budaya masyarakat di masa depan. Pembangunan kesehatan mensyaratkan adanya partisipasi masyarakat sehingga diperlukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan manusia dan lingkungan yang sehat. Program pembangunan kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara harus diletakkan pada pengembangan manajemen kesehatan dan pembudayaan perilaku hidup sehat yang bersumber pada sumberdaya kesehatan lokal. Sejalan dengan Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, pembangunan kesehatan yang merupakan tanggung jawab institusional Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara dilaksanakan dengan memperhatikan dasar-dasar pembangunan kesehatan sesuai RPJM tersebut yaitu : (I) Perikemanusiaan : tiap upaya kesehatan harus berlandaskan perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Pemberdayaan dan Kemandirian : Setiap orang dan juga masyarakat bersama dengan pemerintah berperan, berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya; (3) Adil dan merata : Dalam pembangunan kesehatan, setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa memandang perbedaan suku, agama, status dan status sosial ekonominya; dan (4) Pengutamaan dan Manfaat : Penyelenggaraan upayakesehatan yang bermutu dan mengikuti perkembangan IPTEK, harus lebih mengutamakan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, danpencegahan penyakit. Upaya kesehatan diarahkan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat, serta dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Mengutip Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Utara bidang Kesehatan dimana terdapat 6 masalah yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara, yaitu: 1. Besarnya disparitas status kesehatan antara kelompok masyarakat, 2. Rendahnya jumlah, kualitas, pemanfaatan, dan keterjangkauan sarana dan prasarana kesehatan. 3. Rendahnya pelayanan kesehatan kepada kelompok masyarakat miskin dan terpencil. 4. Terbatasnya kualitas dan jumlah sumber daya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata. 5. Rendahnya perilaku masyarakat untuk menumbuhkan budaya hidup bersih dan sehat berdasarkan sumberdaya lokal. 6. Rendahnya kondisi sanitasi lingkungan pemukiman dan lingkungan kerja. Dengan memperhatikan dasar-dasar pembangunan kesehatan nasional sebagaimana disebutkan di atas dan RPJMD Sulawesi Utara , maka ditetapkan visi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara adalah : Terwujudnya Masyarakat Sulawesi Utara Mandiri untuk Hidup Sehat B. MISI Dalam rangka menujudkan visi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, maka misi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara adalah sebagai berikut: 1. Memantapkan Manajemen Kesehatan Yang Dinamis dan Akuntabel Keberhasilan pembangunan berwawasan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh 9

20 hasil kerja keras sektor kesehatan saja, tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil kerja keras serta. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara berperan sebagai penggerak utama dan memfasilitasi sektor-sektor lain agar segala upayanya memberikan kontribusi yang positif terhadap perwujudan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Dengan terciptanya manajemen kesehatan yang akuntabel di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, diharapkan fungsi-fungsi administrasi kesehatan dapat terselenggara secara efektif dan efisien yang didukung oleh sistem informasi, IPTEK, serta hukum kesehatan. Melalui penyelenggaraan manajemen kesehatan yang a k u n t a be l d e n ga n m e ne r a pk a n tata penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance), diharapkan upaya pembangunan kesehatan dapat dipertanggungjawabkan kepada semua lapisan masyarakat. 2. Meningkatkan Kinerja dan Mutu Upaya Kesehatan Peningkatan kinerja dan mutu kesehatan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara melalui pengembangan kebijakan pembangunan kesehatan, yang meliputi kebijakan manajerial, teknis serta pengembangan standar dan pedoman berbagai upaya kesehatan dari sisi tenaga, pembiayaan kesehatan, sumberdaya obat dan perbekalan kesehatan bagi para pelaku upaya/pembangunan kesehatan. Dengan meningkatkan kinerja dan mutu upaya kesehatan, diharapkan upaya kesehatan dapat terselenggara dengan baik, dapat dicapai (accessible), terjangkau dari sisi pembiayaan (affordable) oleh segenap kalangan masyarakat, serta terjamin mutunya (quality). 3. Memberdayakan masyarakat dan desa Peran aktif masyarakat termasuk swasta, sangat penting dan akan menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara melaksanakan pemberdayaan masyarakat dengan tujuan agar masyarakat dapat berperan sebagai subjek pembangunan kesehatan. Pelaksanaan desentralisasi di bidang kesehatan sedang berproses yang tentu saja memerlukan fasilitasi dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. Fasilitasi lebih diutamakan pada pengembangan kapasitas (capacity building), pelembagaan institusi di semua jajaran serta pengembangan sistem kesehatan daerah, sehingga ada kesinambungan program kesehatan dari tingkat nasional sampai daerah. 4. Melaksanakan Pembangunan Kesehatan Yang Berskala Nasional Disamping berperan dalam pembinaan dan pengembangan pembangunan kesehatan daerah, isu kesehatan yang berskala nasional juga memerlukan perhatian serta intervensi yang optimal untuk menjamin dan mengamankan derajat kesehatan penduduk secara nasional. Kegiatan-kegiatan berskala nasional tersebut dapat berupa pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, penanggulangan penyakit menular dan ganguan gizi, promosi kesehatan, pembangunan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan serta pendayagunaan tenaga kesehatan. Pelaksanaan Pembangunan nasional bidang kesehatan merupakan suatu tuntutan untuk menjawab permasalahan nasional yang semakin kompleks dan tantangan yang semakin besar akibat perubahan lingkungan yang begitu cepat dan sukar diprediksi. C. STRATEGI Untuk dapat mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan tersebut maka pada tahun periode ditempuh strategi sebagai berikut: 1. Memantapkan Koordinasi Lintas Program / Lintas Sektor. Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan kerjasama lintas sektor yang mantap. Demikian pula optimalisasi pembangunan kesehatan, menuntut adanya penggalangan kemitraan lintas sektor dan segenap potensi bangsa. Kebijakan dan pelaksanaan pembangunan sector lain perlu memperhatikan dampak dan mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan. Untuk itu upaya sosialisasi masalahmasalah dan upaya pengguna kesehatan ke sector lain perlu dilakukan secara intensif dan berkesinambungan. Kerjasama lintas sektor harus dilakukan sejak perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan pengendalian, sampai pada pengawasan dan penilaiannya. 10

21 2. Menggerakkan Peran Serta Masyarakat dan Swasta dalam Pembangunan Kesehatan. Agar masyarakat dan swasta dapat berperan aktif dalam pembangunan kesehatan, maka perlu dilakukan upaya sosialisasi mengenai berbagai permasalahan pembagunan kesehatan. Disamping itu perlu dilaksanakan upaya advokasi kepada para pengambil keputusan di kalangan penyelenggara Negara, guna terwujudnya komitmen, dukungan dan sinergisme pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan. Saat ini, masyarakat termasuk swasta harus berperan aktif dalam pembangunan kesehatan yang dimulai sejak penyusunan kebijakan pembangunan kesehatan. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan mendorong masyarakat agar mampu secara mandiri menjamin terpenuhinya kebutuhan kesehatan dan keseinambungan pelayanan kesehatan. Kemitraan dengan swasta diarahkan pada pengembangan upaya kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan peran swasta dalam upaya kesehatan masyarakat. 3. Meningkatkan Pemerataan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin maupun Daerah Terpencil, dan Perbatasan Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara memberikan perhatian khusus pada pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, penangulangan penyakit menular dan gizi buruk, promosi kesehatan, pembangunan kesehatan di daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perbatasan dan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. 4. Meningkatkan Sistem Surveilans, Monitoring dan Informasi Kesehatan. Peningkatan surveilans dan monitoring dilaksanakan dengan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pelaporan masalah kesehatan di wilayahnya. Disamping itu dikembangkan sistem peringatan dini dan penunjang kedaruratan kesehatan dengan mengembangkan dan memantapkan sistem informasi kesehatan pada semua tingkatan administrasi kesehatan sehingga tersedia informasi yang akurat, tepat waktu dan lengkap serta sesuai dengan kebutuhan sebagai bahan dalam proses pengambil keputusan termasuk di dalamnya pengawasan dan penilaian program kesehatan di semua tingkat administrasi. 5. Membina Sistem Kesehatan dan Sistem Hukum di Bidang Kesehatan. Untuk kesinambungan dan percepatan pembangunan kesehatan, hasil-hasil pengembangan pembangunan kesehatan dilembagakan dengan memberikan dukungan dan fasilitas dalam berbagai bentuk pedoman, standar-standar dan peraturan perundang-undangan, serta pelembagaan norma dan tata nilai masyarakat di bidang kesehatan. Dalam merespons dan menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan yang dengan terus baik nasional, regional maupun global, maka pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan terus mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan secara berkesinambungan. D. PROGRAM-PROGRAM Dengan memperhatikan secara seksama tentang perkembangan, permasalahan dan isu strategis dalam pembangunan kesehatan, maka program-program pembangunan kesehatan yang perlu dilaksanakan oleh semua pelaku pembangunan kesehatan baik pemerintah maupun swasta adalah sebagai berikut: 1. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Program ini bertuuan untuk memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat agar ampu menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM) 2. Program Lingkungan Sehat. Program ini bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui penghembangan system kesehatan kewilayahan untuk mengerakkan pembangunan berwawasan kesehatan. 3. Program Upaya Kesehatan Masyarakat. Program ini betujuan untuk meningkatkna jumlah, pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan melalui Puskesmas dan jaringannya meliputi Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Bidan di Desa. 11

22 4. Program Upaya Kesehatan Perorangan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses, keterjangkauan dan kaulitas pelayanan kesehatan perorangan. 5. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Program ini bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan tidak menular. 6. Program Perbaikan Gizi Masyarakat Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi, balita serta usia produktif. 7. Program Sumberdaya Kesehatan. Program ini betujuan untuk meningkatkan jumlah, mutu dan penyebaran tenaga Kesehatan, sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan. 8. Program Pengawasan Obat dan Perbekalan Kesehatan. Program ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan, pemerataan mutu, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatann termasuk obat tradisional, perbekalan kesehatan Rumah Tanga, dan Kosmetk serta pemberdayaan dan partisipasi masyarakat akan penyediaan tanaman obatobatan. 9. Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan. Program ini bertujuan untuk mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan guna mendukung penyelenggaraan Sistem Kesehatan Nasional. 10. Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Program ini bertujuan untuk meningkatkan penelitian dan p[engembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Kesehatan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan dan program kesehatan. 12

23 BAB IV PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN Untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat di Sulawesi Utara, maka digunakan angka-angka Umur Harapan Hidup, mortalitas dan morbiditas serta status gizi masyarakat. A. UMUR HARAPAN HIDUP WAKTU LAHIR Umur harapan hiidup (UHH) penduduk Indonesia dari tahun ke Tahun terus mengalami peningkatan yang bermakna terutama pada periode tahun Estimasi UHH sebesar pada tahun 1980 (SP 1980) meningkat menjadi 63,48 tahun pada tahun 1995 (SUPAS 1995), tahun pada tahun 2000, dan menjadi 69 tahun pada tahun UHH penduduk Sulawesi Utara juga mengalami peningkatan, dari tahun tahun 1997 menjadi 69 tahun pada tahun 2000 (SP 2000) tahun 2004 meningkat lagi menjadi 71,0 tahun (BPS Sulut 2004), dan tahun 2008 sebesar 72,01 tahun, dengan posisi lebih tinggi dari angka nasional yang 68.5 tahun (BPS Sulut 2009). Gambar IV.1. Trend Umur harapan Hidup Provinsi Sulawesi Utara Sumber : BPS 2009 B. MORTALITAS Untuk mengevaluasi program program kesehatan /pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini biasanya dihubungkan dengan angka kematian bayi dan anak. Angka Kematian Bayi (AKB) bukan hanya digunakan untuk mengevaluasi kemajuan program kesehatan tetapi juga dimanfaatkan untuk memonitor situasi demografi dan memberikan masukan untuk proyeksi penduduk. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi subpopulasi yang yang mempunyai risiko kematian yang tinggi. a). Angka Kematian Bayi (AKB). Angka kematian Bayi (AKB) adalah angka probabilitas untuk meninggal di umur antara lahir dan 1 tahun dalam 1000 kelahiran hidup. AKB di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun. Berdasarkan SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) berturut-turut tahun 1997, dan 2007, AKB Indonesia adalah 46, 35 dan 34. AKB di Provinsi Sulawesi Utara mempunyai pola yang berbeda dengan AKB nasional menurut SDKI. Jika pada tahun 1994 AKB Sulawesi Utara berdasarkan SDKI adalah 66/1.000 KH, menurun menjadi 48 pada SDKI 97, selanjutnya menurun tajam pada tahun 2002 menjadi 25/1.000 KH, tetapi tetapi di tahun 2007 meningkat menjadi 35/1.000 KH. 13

24 Perbandingan AKB Nasional dan Provinsi Sulawesi Utara menurut tahun SDKI seperti terlihat pada gambar IV.2 di bawah Gambar IV. 2. Perbandingan AKB Nasional dan Provinsi Sulawesi Utara Sumber : Indonesia Demographic Health Survey, 2008 Beberapa faktor berpengaruh terhadap peningkatan angka kematian bayi termasuk di dalamnya status sosioekonomi, lingkungan dan faktor biologis. Faktor sosioekonomi termasuk di dalamnya tempat tinggal, pendidikan ibu dan indeks kesejahteraan ibu. Faktor biologis termasuk didalamnya jenis kelamin anak, usia ibu, paritas dan interval kelahiran. Beberapa variabel lain seperti berat waktu lahir, pemeriksaan antenatal dan penolong persalinan juga dipertimbangkan berpengaruh terhadap angka kematian bayi yang tinggi tersebut, yang untuk tahap lanjutan perlu dila-kukan studi lebih dalam. Sebagai contoh, anak-anak yang dilahirkan ibu yang tinggal di kota mempunyai angka kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang dilahirkan ibu yang tinggal di daerah rural, hal ini mungkin berhubungan dengan ketersediaan fasilitas dan praktek health seeking masyarakat yang tinggal di perkotaan. Komitmen untuk terus melakukan upaya percepatan penurunan AKB secara nasional tetap diperlukan. Bayi sangat rentan terhadap keadaan kesehatan dan kesejahteraan yang buruk; karena itu AKB merefleksikan derajat kesehatan masyarakat yang sekaligus juga mencerminkan umur harapan hidup pada saat lahir. Penurunan AKB menunjukan adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat. Upaya percepatan penurunan AKB memperhatikan kondisi yang mempengaruhi AKB, antara lain lokasi geografis, taraf sosio-ekonomi masyarakat serta perilaku hidup sehat. Berdasarkan Riskesdas 2007, proporsi kematian bayi pada kelompok umur di bawah 1 tahun di daerah pedesaan labih besar dari perkotaan, yaitu 11% di pedesaan dan 6,3% di perkotaan. Strategi percepatan penurunan AKB mencakup: 1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas baik ditingkat dasar maupun rujukan, terutama bagi bayi dan balita dengan menggunakan intervensi yang telah terbukti menurunkan AKB: a. Tatalaksana penanganan asfiksia (bayi lahir tidak bisa menangis spontan) dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). b. Kunjungan neonatal secara berkala. c. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). d. Pelayanan Emergensi. 2. Menggerakkan dan mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat luas untuk hidup sehat. 3. Menggerakkan penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). 4. Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan anak. 14

25 Berdasarkan pengolahan data program KIA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008, kematian neonatal adalah sebagai berikut; Gambar IV. 3. Jumlah kematian neonatal Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008 Sumber : Bidang Kesga dan Gizi, 2009 Adapun penyebab kematian neonatal tersebut di atas adalah seperti grafik IV.4 berikut : Gambar IV. 4. Persentase penyebab kematian neonatal di Sulawesi Utara Tahun 2008 Sumber : Bidang KIA Kesga, 2009 Penyebab kematian terbesar pada bayi adalah BBLR dan asfiksia, sedangkan penyebab kematian pada umur lebih dari 1 bulan sampai 5 tahun adalah diare dan pneumonia. Persalinan juga masih banyak yang terjadi di rumah dan masih ditolong oleh biang kampung/dukun bayi, status gizi ibu hamil masih kurang, sarana dan prasarana masih terbatas, adanya disparitas pendidikan, sosial ekonomi dan pelayanan kesehatan, kendala geografis (DTPK), sumber daya manusia dan kompetensi yang masih belum memadai.dari gambaran tersebut di atas menunjukkan bahwa kesehatan anak masih merupakan masalah yang harus dilakukan langkah-langkah strategis untuk penanggulangannya. 15

26 Angka Kematian Balita (AKABA) Angka kematian balita (0-4 ) tahun adalah angka probabilitas kematian anak umur umur 0-4 tahun per anak. AKABA mengambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lingkungan yang ber-pengaruh terhadap kesehatan anak Balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan. Indikator ini menggambarkan tingkat kesejahteraan social dan tingkat kemiskinan penduduk. AKABA di Indonesia menurut SDKI 97, dan 2007 adalah 58, 46 dan 44. AKABA di Provinsi Sulawesi Utara menurut SDKI 2007 adalah 43 yang masih lebih rendah dari angka nasional. Dari hasil penelitian terhadap semua kasus kematian balita yang disurvey pada SKRT 1995 dan Surkesnas 2001 diperoleh gambaran bahwa gambaran besarnya proporsi penyebab utama kematian balita menunjukkan adanya pola penyakit penyebab kematian balita dimana penyakit infeksi masih merupakan penyebab kematian terbanyak. Pneumonia merupakan penyakit terbanyak penyebab kematian diikuti oleh Diare. Angka Kematian Ibu Maternal. Kematian maternal didefinisikan sebagai setiap kematian ibu yang terjadi pada waktu kehamilan, melahirkan, atau dua bulan setelah melahirkan atau penghentian kehamilan. Kematian maternal juga didefinisikan sebagai proporsi kematian pada wanita usia reproduktif atau proporsi kematian pada semua wanita di usia reproduktif yang disebabkan oleh penyebab maternal. Analisis Angka Kematian Maternal (MMR=Maternal Mortality Ratio) Indonesia sesuai SDKI 1994 adalah 390 per kelahiran. Data SDKI (yang tidak dipublikasi) 1997 mengimplikasikan sedikit penurunan yaitu 334 kematian per kelahiran selama periode SDKI mendapatkan estimasi AKI Maternal Indonesia sebesar 307 kematian per kelahiran dan menurun lagi pada SDKI 2007 menjadi 228 kematian per kelahiran. Angka ini semakin mendekati target nasional RPJMN sebesar 226 / kelahiran. Gambaran tersebut menegaskan bahwa tren AKI maternal di Indonesia menurun, diperjelas dengan analisis angka pengurangan tahunan (Annual reduction rate=arr) antara SDKI dan SDKI 2007 sekitar 5 persen, dibandingkan ARR antara SDKI 1997 dan SDKI sebesar 2 persen. Namun jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010 yaitu 125 per kelahiran maka apabila penurunannya masih seperti gambaran di atas, maka dapat dipastikan target tersebut tidak akan dapat tercapai. Di Provinsi Sulawesi Utara, AKI maternal menggunakan data SKRT 1992 sebesar 421 kematian per kelahiran dan berdasarkan SDKI 1994 sebesar 390 kematian per kelahiran. Sedangkan menurut SUPAS 1995 sebesar 212 kematian per kelahiran. Tahun 2005 berdasarkan laporan Depkes bahwa situasi AKI maternal di Sulawesi Utara sebesar 150 kematian per kelahiran. Gambaran tren AKI maternal Indonesia dan Provinsi Sulawesi Utara sebagaimana terlihat pada grafik 4.3 berikut. Gambar IV. 5 Perbandingan Angka Kematian Ibu maternal Nasional dan Sulawesi Utara 16

27 AKI merupakan salah satu indikator penting yang merefleksikan derajat kesehatan di suatu negara, yang mencakup tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan terutama bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu pada masa nifas. Kesehatan ibu hamil/bersalin dan AKI memiliki korelasi erat dengan kesehatan bayi dan AKB. Faktor kesehatan ibu saat dia hamil dan bersalin berkontribusi terhadap kondisi kesehatan bayi yang dikandung serta resiko yang dilahirkan dengan lahir mati (still birth) atau yang mengalami kematian neonatal dini (umur 0-6 hari). Sementara itu Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa gangguan kehamilan dan persalinan menempati urutan ke-5 penyebab kematian utama untuk semua umur di Indonesia. Berdasarkan data yang diolah program Kesga Dinas Kesehatan Provinsi yang bersumber dari laporan kabupaten/kota menunjukkan bahwa pada tahun 2008 terjadi kelahiran hidup, kelahiran mati, kematian bayi, kematian balita serta kematian maternal dengan jumlah seperti pada tabel IV. 1. berikut. Tabel IV.1. Jumlah lahir hidup, lahir mati, kematian bayi dan balita di Provinsi Sulawesi Utara Tahun Lahir hidup Lahir mati Kematian bayi Kematian balita Kematian maternal Sumber : Bidang Kesga dan Gizi, 2009 Adapun dari perbandingan jumlah kematian ibu dari tahun 2004 s/d tahun 2008 terlihat penurunan yang cukup berarti dari 75 di tahun 2004 menjadi 50 di tahun Gambar IV. 6. Kecenderungan Jumlah Kematian Ibu di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008 Sumber : Bidang kesga dan Gizi,

28 Adapun distribusi kematian ibu menurut Kabupaten/Kota selama tahun 2008 adalah seperti pada Gambar IV. 7. Gambar IV. 7. Jumlah kematian ibu di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008 Sumber : Bidang Kesga dan Gizi, 2009 Adapun penyebab kematian ibu sepanjang tahun 2008 adalah sebagai berikut : Gambar IV. 8. Persentase penyebab kematian ibu di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008 Sumber : Bidang Kesga dan Gizi, 2009 Karena itulah Provinsi Sulawesi Utara memprioritaskan upaya kesehatan ibu dan penurunan AKI searah dengan kebijakan Departemen Kesehatan dalam dalam menurunkan AKI yaitu mendekatkan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas kepada masyarakat untuk mewujudkan 3 pesan kunci untuk persalinan yang sehat (Making Pregnancy Safer): 1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. 2. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal ditangani secara memadai. 3. Setiap perempuan usia subur memiliki akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi abortus yang tidak aman. 18

29 C. MORBIDITAS Angka Kesakitan penduduk diperoleh dari data yang bersumber dari masyarakat (community based data) yang diperoleh melalui survey serta hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan yang berasal dari fasilitas kesehatan (facility based data) dan dikelola melalui sistem pencatatan dan pelaporan seperti pelaksanaan Surveilans Penyakit Terpadu (STP). Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, penyakit menular untuk wilayah Sulawesi Utara dalam satu bulan terakhir, berdasarkan diagnosa+gejala penyakit malaria, penyakit ini ditemukan di semua kabupaten/kota dengan prevalensi sangat bervariasi antara 0,3%- 11,2%. Dalam 12 bulan terakhir, berdasarkan diagnosa+gejala penyakit DBD, penyakit ini juga ditemukan di semua kabupaten/kota dengan prevalensi 0,1%-0,7%. Filariasis diketemukan di lima kabupaten/kota. Dalam 1 bulan terakhir, berdasarkan diagnosa+gejala penyakit ISPA diketemukan di semua kabupaten/kota dengan prevalensi 20,5% penduduk, sementara dalam 12 bulan terakhir, prevalensi TBC sebesar 0,6%, lebih rendah ketimbang angka nasional. Prevalensi diare dalam satu bulan terakhir 5,4%, dan tertinggi di Kabupaten Kepulauan Talaud (8,8%). Untuk penyakit tidak menular prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran cukup tinggi (31,2%), dan diketemukan dua kabupaten dengan prevalensi >40% yakni Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon. Prevalensi penyakit sendi juga cukup tinggi (25%), dengan prevalensi tertinggi 34% diketemukan di Kabupaten Minahasa Selatan. Dalam satu tahun terakhir, berdasarkan diagnosa+gejala penyakit jantung, prevalensi jantung 8,2%, dan prevalensi asma 2,7%. Secara rerata di Provinsi Sulawesi Utara hampir 1 di antara 10 penduduk (8,97%) menderita gangguan mental emosional, dan tertinggi di Kabupaten Kepulauan Talaud (20%). Prevalensi low vision dan kebutaan penduduk umur 5 tahun dalam 5 tahun terakhir 3,4 % dan 0,5%. Di Sulawesi Utara, berdasarkan diagnosa+gejala katarak, prevalensi katarak penduduk umur 30 tahun sebesar 20%, dengan prevalensi tertinggi 34% di Kabupaten Kepulauan Talaud. Hampir satu di antara tiga penduduk di Provinsi Sulawesi Utara mempunyai masalah gigi-mulut namun persentase yang menerima perawatan gigi baru satu di antara empat. Sebagai negara tropis, Indonesia termasuk di dalamnya Provinsi Sulawesi Utara menghadapi permasalahan penyakit menular, diantaranya Tuberkolosis (TB), malaria, dan Demam Berdarah Dengue (DBD) selain HIV/AIDS dan beberapa penyakit lainnya. a ) 10 penyakit menonjol Berdasarkan pengolahan data laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui surveilans terpadu penyakit didapatkan sepuluh besar penyakit menonjol di Sulawesi Utara tahun 2008 dengan urutan ranking sebagaimana pada tabel IV.2. di bawah. Tabel IV. 2. Sepuluh (10) besar penyakit menular menonjol di Sulawesi Utara tahun 2008 No urut Jenis Penyakit Jumlah 1. Influenza Diare Malaria Klinis Tersangka TB Paru Malaria Falciparum Malaria Vivax TBC BTA(+) Pneumonia DBD Batuk rejan 360 Sumber : Seksi Surveilans, 2009 Dari tabel IV. 2. di atas terlihat bahwa penyakit influenza masih menjadi penyakit yang paling banyak di derita oleh masyarakat dan yang berobat ke Puskesmas diikuti oleh penyakit Diare dan malaria klinis. Meskipun demikian data 10 penyakit menonjol tersebut sangat dipengaruhi oleh kelengkapan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang merupakan indikator utama dari pelaksanaan surveilans terpadu penyakit. Secara umum laporan STP Kabupaten/Kota dikirimkan setiap bulan, namun beberapa Kabupaten/Kota tidak mempunyai cakupan kelengkapan laporan STP 100 persen. 19

30 b) Acute Flaccid Paralysis (AFP) Polio merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya yang disebabkan oleh virus yang menyerang sitem saraf. Penyakit ini umumnya menyerang anak usia 3 tahun ini dan dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, lumpuh layu (kecacatan) bahkan kematian. Penyakit ini tidak dapat diobati dan hanya bisa dicegah dengan pemberian imunisasi polio sebanyak empat kali pada bayi umur dibawah satu tahun. Setalah cacar, polio merupakan penyakit yang dapat dieradikasi dari muka bumi. Pada hakekatnya, polio belum sepenuhnya dapat diberantas total dan masih menjadi masalah kesehatan yang perlu ditangani secara seksama. Dengan target mencapai mencapai status Indonesia Bebas Polio pada tahun 2010, Departemen Kesehatan memfokuskan strategi pemberantasan polio pada upaya surveilans Acute Flaccid Paralysis atau AFP secara ketat dan peningkatan cakupan imunisasi rutin. Starategi tersebut dijabarkan sebagai berikut : 1. Melaksanakan program imunisasi dasar lengkap pada seluruh bayi dibawah satu tahun secara konsisten dan berkesinambungan. 2. Meningkatkan surveilans secara berkesinambungan di seluruh wilayah Indonesia. 3. Mengamankan virus polio di laboratorium, 4. Memanfaatkan Posyandu sebagai sarana sosialisasi sekaligus pelaksanaan imunisasi. 5. Sosialisasi pentingnya imunisasi bagi balita melalui berbagai media secara terus menerus di seluruh wilayah Indonesia. 6. Menjalin kerjasama dengan ormas perempuan, ormas keagamaan, toko masyarakat, serta pihak-pihak lain yang relevan untuk bersama-sama mendorong masyarakat melaksanakan imunisasi bagi balita. Target Indonesia Bebas Polio 2010 mengukur keberhasilan pelaksanaan strategi melalui indikator tercakupnya seluruh balita Indonesia (100%) dalam kegiatan imunisasi serta tidak adanya kasus serangan polio di seluruh wilayah Indonesia. Upaya program atau kegiatan yang dilakukan mencakup : 1. Imunisasi rutin dengan sasaran anak / balita usia kurang dari 1 tahun yang bertujuan melindungi anak secara individual agar tidak terserang polio. 2. Pekan Imunisasi Nasional atau PIN yang dilaksanakan pada tahun 1995, 1996, 1997, 2000, 2005, dan 2006 dengan Sub-PIN dilaksanakan pada tahun 1998, 2000, 2001 dan Sasaran PIN adalah anak usia sekolah 6 14 tahun, dengan tujuan memutuskan rantai penularanvirus polio liar. WHO merekomendasikan pemberian imunisasi sejak anak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6 sampai 8 minggu, yang kemudian diulang pada usia 1,5 tahun dan 15 tahun. 3. Surveilans AFP atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layu pada usia dibawah usia 15 tahun, untuk kemudian diperiksa tinjanya agar dapat dipastikan apakah karena polio atau bukan. 4. Mopping-Up, yaitu pemberian vaksinasi massal didaerah yang ditemukan penderita polio, terhadap anak usia dibawah 5 tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya. Keberhasilan program eradikasi polio secara global dinilai dari keberhasilan pelaksanaan surveilans AFP. Melalui pelaksanaan surveilans AFP maka pendeteksian secara dini munculnya kasus polio liar yang mungkin terdapat di masyarakat dilakukan sehingga memungkinkan untuk segera dilakukan upaya penanggulangan. Terdapat 4 indikator pelaksanaan AFP diantaranya adalah Non Polio AFP rate anak berusia kurang dari 15 tahun. Secara nasional ditetapkan indikator non polio AFP rate 2 per anak berusia kurang 15 tahun. 20

31 Gambar IV. 9. Jumlah kasus AFP dan Non Polio AFP rate Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Seksi Surveilans, 2009 Sumber : Bidang PMK, 2009 Dari grafik di atas terlihat bahwa kontribusi terbanyak pada penemuan kasus AFP adalah Kota Manado sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja surveilans AFP Kota Manado lebih baik dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya. Non Polio AFP rate Provinsi Sulawesi Utara dalam 4 tahun terakhir masih di atas indikator nasional (2.62 untuk tahun 2008) seperti terlihat pada gambar IV. 10. berikut. Gambar IV. 10. Non Polio AFP rate Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Seksi Surveilans,

32 c) Penyakit HIV/AIDS HIV / AIDS merujuk pada sindroma menurunnya kekebalan tubuh yang berakibat fatal. HIV / AIDS telah menjadi masalah kesehatan pada tataran global, terutama pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Selama satu dasawarsa terakhir ( ) kasus AIDS yang dilaporkan meningkat tajam, dengan kasus AIDS terbanyak DKI Jakarta, Papua, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali. Menurut kelompok umur tahun yaitu sebesar 54% dari keseluruhan kasus; suatu hal yang mengkhawatirkan mengingat kelompok umur ini adalah kelompok umur yang produktif, dan dapat berdampak buruk terhadap pembangunan sosioekonomi Indonesia serta berpotensi menyebabkan umur harapan hidup menurun. Berdasarkan cara penularan, kasus penularan AIDS terbanyak adalah melalui penggunaan jarum suntik bersama terutama di kalangan penyalahguna NAPZA suntik (IDU). Upaya penanggulangan penyakit HIV / AIDS ditujukan bukan hanya pada penanganan penderita yang ditemukan, tetapi juga diarahkan pada upaya pencegahan melalui penemuan penderita secara dini melalui upaya penjangkauan yang dilanjutkan dengan upaya konseling. Upaya penemuan penderita dilakukan melalui skrining HIV / AIDS terhadap darah donor, pemantauan terhadap kelompok beresiko penderita Penyakit Menular Seksual (PMS), penyalahguna obat dengan suntik IDUs), penghuni Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) serta yang tidak kalah penting pemantauan dan penelitian terhadap kelompok umur beresiko rendah seperti ibu rumah tangga. Sejauh ini belum ditemukan obat atau vaksin yang efaktif bagi kasus HIV / AIDS; pengobatan terhadap HIV / AIDS dikelompokan sesuai tujuannya : a. Pengobatan suportif yang bertujuan meningkatkan keadaan umum penderita, mencakup pemberian gizi yang baik, obat simtomatik, vitamin dan dukungan psikososial. b. Pengobatab infeksi oportunistik yang dilakukan secara empiris c. Pengobatan anti-retrovital (ARV) yang dapat menghambat perkembangbiakan virus HIV, namun belum dapat menyembuhkannya atau membunuh virus HIV. Pengobatan ini terbukti dapat memperbaiki kualitas hidup penderita karena kemungkinan untuk menjadi infeksi oportunistik lebih jarang atau mudah diatasi. Di Provinsi Sulawesi Utara, kasus HIV/AIDS yang pertama kali dilaporkan pada tahun 1997, selang empat tahun terakhir terjadi peningkatan kasus yang cukup bermakna. Total kasus HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Utara adalah sampai akhir tahun 2008 adalah 456 kasus dengan perincian 199 kasus HIV dan 257 kasus AIDS. Gambaran kasus HIV/AIDS menurut tahun seperti terlihat pada gambar IV. 11 berikut. Gambar IV. 11. Jumlah kasus HIV/AIDS Provinsi Sulawesi Utara tahun Sumber : Bidang PMK,

33 Perubahan status HIV ke AIDS yang memerlukan waktu pada akhirnya akan mempengaruhi gambaran kurva dari tahun ke tahun pada waktu data di update. Diharapkan dengan pemberian ARV yang adekuat maka proses perubahan status HIV ke AIDS menjadi lebih lama atau bahkan tidak sama sekali. Dari 13 Kabupaten / Kota se Provinsi Sulawesi Utara maka Kota Manado, Kota Bitung dan Kabupaten Minahasa adalah 3 kabupaten/kota penyumbang kasus terbanyak, yaitu masingmasing 177, 115 dan 45 kasus. Distibusi kasus HIV/ AIDS menurut Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel IV. 3. di bawah. Tabel IV. 3. Distribusi kasus HIV/AIDS total tahun 1997s/d 2008 menurut Kab/Kota se Provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten/Kota HIV Diagnosa AIDS Total Manado Bitung Minahasa Tomohon Minahasa Utara Minahasa Selatan Sangihe Bolaang Mongondow Talaud SITARO Bol. Mongondow Utara Tidak diketahui Jumlah Sumber : Bidang PMK, 2009 Melihat perkembangan kasus AIDS yang menunjukkan peningkatan yang signifikan dari waktu ke waktu, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara mengikuti kebijakan Departemen Kesehatan dalam hal penanggulangan yang berfokus pada pencegahan, yang diintegrasikan dengan perawatan, dukungan dan pengobatan. Upaya meningkatkan akses layanan kesehatan bagi penderita AIDS dilaksanakan melalui : 1. Pelayanan VCT di Rumah Sakit. Hingga akhir 2008 terdapat lima Rumah Sakit di Sulawesi Utara yang memberikan layanan terapi antiretoviral (ARV) dan Voluntary Counselling and Testing (VCT) yaitu RSU Prof. Dr. R. D. Kandou -Manado, RS TNI Teling-Manado, RS Prof. Ratumbuysang-Manado, RSUD Bitung, RSU Bethesda-Tomohon 2. Meningkatkan cakupan penderita yang mendapatkan perawatan anti-retoviral, serta meningkatkan cakupan penderita yang memperoleh Terapi Anti-retroviral Kombinasi. 3. Mengembangkan layanan MST (Maintenance Substitution Treatment). d) Malaria Pengendalian penyakit Malaria telah menjadi prioritas penanggulangan masalah kesehatan masyarakat di dunia, termasuk Indonesia lebih khusus Provinsi Sulawesi Utara. Hampir disetiap bagian dunia, tidak terkecuali Indonesia yang merupakan salah satu negara yang beresiko malaria, penyakit malaria muncul sebagai Kejadian Luar Biasa. Upaya pemberantasan penyakit malaria dilakukan melalui strategi yang menekankan empat aspek, yaitu : 1. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. 2. Pengendalian vektor yang selektif. 3. Pengendalian Kejadian Luar Biasa. 4. Sistem Surveillans yang efektif. 23

34 Strategi tersebut dijabarkan dalam program -program berikut : 1. Pencegahan dan perlindungan kelompok masyarakat beresiko tertular malaria melaui kegiatan kelambunisasi dengan kelambu berinsektisida yang tahan lama (long lasting nets) untuk pencegahan. Tahun telah dibagikan kelambu berinsektisida didaerah berpotensi/endemis malaria 2. Integrasi dan peningkatan penemuan kasus malaria (active case detection) dan pengendalian malaria. 3. Penggunaan rapid diagnostic tests untuk mempermudah diagnosis 4. Pengobatan profilaksis dan penggunaan obat malaria kombinasi derivat artemesinin. 5. Peningkatan jangkauan penemuan, pengobatan dan perawatan malaria yang berkualitas didaerah terpencil : a. Pembentukan revitalisasi Pos Malaria Desa (Posmaldes) b. Pelatihan dan pemberdayaan kader Posmaldes yang aktif c. Pendirian pos malaria desa di wilayah yang sulit dijangkau tenaga kesehatan. d. Penggunaan pokesdes pada Desa Siaga 6. Memenuhi kebutuhan obat. Target dan tujuan pemberantasan penyakit malaria adalah eliminasi penyakit ini yang dilakukan secara bertahap dimana untuk wilayah Sulawesi ditargetkan tereliminasi di tahun Selain itu, ditetapkan pula tujuan-tujuan khusus pemberantasan penyakit malaria sebagai berikut: 1. Penurunan 50% jumlah desa dengan kasus malaria lebih dari 5 per penduduk pada tahun Seluruh kabupaten / kota mampu melaksanakan pemeriksaan atas sedian darah malaria dan memberikan pengobatan secara tepat dan terjangkau pada tahun Seluruh wilayah Indonesia telah melaksanakan intensifikasi dan integrasi dalam pengendalian malaria pada tahun Di Provinsi Sulawesi Utara, jumlah penderita malaria klinis tidak mempunyai pola yang tetap, namun jumlah kasus malaria klinis pertahun selama empat tahun terakhir berkisar pada angka kasus, seperti pada gambar IV.12 di bawah. Gambar IV. 12. Penderita Malaria Klinis dan AMI di Provinsi Sulawesi Utara Tahun Kasus AMI (0/00) 15,23 15,56 13,88 13, , , , ,5 Sumber : Bidang PMK,

35 Dari grafik IV.12 terlihat bahwa selama 4 tahun terakhir kasus malaria klinis menunjukkan tren penurunan dengan Annual Malaria Incidence (AMI) per penduduk Provinsi Sulawesi Utara lebih rendah dari indikator yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Penyakit malaria. AMI adalah Angka Kesakitan Malaria yang didasari oleh gejalah-gejalah klinis tanpa melalui tes laboratorium. Sepanjang tahun 2008, Kabupaten Bolaang Mongondow melaporkan kasus malaria terbanyak diikuti oleh Kabupaten Sangihe dan Kabupaten Minahasa Tenggara sementara Kota Tomohon melaporkan kasus yang paling kecil diikuti oleh Kabupaten Sitaro dan Kota Manado. Distribusi kasus malaria klinis dapat dilihat pada grafik distribusi kasus malaria klinis dan angka kematian karena malaria. Gambar IV. 13. Distribusi kasus malaria klinis kab/kota se Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008 Sumber : Bidang PMK, 2009 Dari sejumlah kasus malaria klinis sebagaimana grafik di atas, rata-rata selama 4 tahun terakhir hanya 35.7 persen yang diperiksa, dengan hasil positif (slide positive rate) sebesar 49 persen, seperti pada gambar IV. 14. berikut. Gambar IV. 14. SPR kasus malaria klinis se Provinsi Sulawesi Utara tahun 2005 s/d 2008 Utara tahun 2005 s/d ,7 48,4 48, Sumber : Bidang PMK,

36 Malaria positif ditemukan dengan persentase meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit malaria adalah penyakit musiman dimana penyakit ini akan semakin meningkat seiring dengan pergantian cuaca. Malaria biasanya meningkat pada kondisi dimana curah hujan pada waktu itu meningkat sehingga menyebabkan breeding place akan meningkat. Oleh karena itu upaya penyemprotan dilaksanakan pada saat-saat dimana curah hujan tinggi agar kepadatan nyamuk penular penyakit malaria akan berkurang. Sementara itu, angka kematian karena malaria berhasil ditekan dari 0.92 % pada tahun 2005 menjadi 0,42% pada tahun 2006 dan 0,56% pada tahun e) Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegpti ini telah berkembang menjadi masalah kesehatan yang semakin serius. Selain faktor nyamuk penular serta keganasan virus yang terus berevolusi seiring dengan perubahan iklim (pemanasan global), serta keterlambatan mencari pengobatan dan kurangnya kesadaran akan kebersihan lingkungan, menyebabkan kasus (Incidence Rata) penyakit DBD ini masih muncul dari tahun ke tahun. Target atau sasaran pengendalian DBD adalah menjaga Case Fatality Rate di bawah 1% dengan menurunkan Incidence Rate dan Case Fatality Rate. Upaya pemberantasan penyakit DBD mencakup langkah-langkah pencegahan dan penemuan kasus yang dapat secara efektif mengendalikan penyakit ini, yang meliputi: a) Upaya pencegahan yang memiliki peran penting dalam pemberantasan DBD : 1. Gerakan 3M Plus : Menguras, dan Menutup tempat penampungan air serta Mengubur barang-barang bekas, ditambah dengan menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk dan kelambu dan menaburkan bubuk abate. 2. Memberantas sarang nyamuk. 3. Melakukan pemeriksaan jentik secara berkala, baik secara mandiri maupun oleh Jumantik. 4. Memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan (fogging) secara periodik. 5. Menghilangkan genangan air 6. Menggalakkan perilaku hidup sehat dan bersih. b) Upaya penemuan kasus DBD dan pemberian pengobatan bagi penderita DBD yang dirawat di RS rujukan, dan disarana pelayanan kesehatan lain untuk menerima kartu Jamkesmas. c) Meningkatkan ketatalaksana kasus dan pelayanan kesehatan melaui pembentukan tim penanggulangan saat wabah KLB, penerapan sietem monitoring dan pengembangan Rapid Diagonostic Test untuk deteksi dini kasus DBD d) Meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dan pemerintah daerah untuk melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan DBD e) Penerapan COMBI (communication for behavioral inpact atau komunikasi perubahan perilaku), sebuah metode baru dalam program PSN DBD baik di pusat maupun daerah, suatumetode pendekatan PSN yang bersifat spesifik di suatu wilayah dan dengan cara PSN yang tepat (local area spesific), lebih mengoptimalkan kerjasama lintas sektor dan didukung data (evidence base) terutama data sosial budaya. Pelaksanaan COMBI telah dilaksanakan di Jakarta Timur(2005), Mojokerto (2006), Padang (2007), dan Yokyakarta (2007). Sedang dalam pelaksanaan di Surabaya, Semarang, Bandung, KabupatenTangerang dan Jakarta Selatang (2008). Keberhasilan pengendalian penyakit DBD ditujukan keberhasilan oleh persentase jumlah kasus yang ditangani. Kasus DBD dengan CFR di Provinsi Sulawesi Utara selama tahun 2005 s/d 2008 terlihat seperti gambar IV. 15 berikut. Gambar IV. 15. Jumlah Kasus DBD dan kematian selang tahun Kasus meninggal Sumber : Bidang PMK,

37 Dapat dilihat bahwa selama tahun 2008 terjadi kenaikan kasus setelah 3 tahun berturut-turut dengan kecenderungan menurun, yang disertai dengan peningkatan kasus kematian. Jika dihitung dengan menggunakan Incidence Rate (angka kejadian per penduduk) dan Case Fatality Rate ( Angka kematian), maka didapatkan pola yang berbeda seperti pada gambar IV. 16. berikut. Gambar IV. 16. Grafik IR dan CFR DBD IR 90,4 59,6 63,6 86,1 CFR 1,3 1,5 1,1 1,3 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Sumber : Bidang PMK, 2009 Pada tahun 2006, meskipun jumlah kasus dan kematian lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2005 tetapi CFR tahun 2006 menunjukkan pola yang berlawanan dengan pola pada grafik IV.15. Terjadinya peningkatan CFR dapat disebabkan oleh masalah manajemen kasus dan perilaku pencarian pengobatan selain oleh virulensi virus sendiri. Sepanjang tahun 2008, jika dianalisis menurut bulan maka terlihat bahwa kasus tertinggi terjadi pada bulan Januari, Pebruari dan Maret. Pola ini sama seperti pola tahun-tahun yang sebelumnya. Begitu juga dengan kasus meninggal dimana banyak terjadi di bulan Januari. Gambar IV. 17. Kasus DBD dan kematian di Provinsi Sulawesi Utara menurut bulan Tahun JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGUS SEP OKT NOP DES Kasus DBD Kematian Sumber : Bidang PMK,

38 Gambar IV. 18. memperlihatkan grafik distribusi kasus DBD dan kematian menurut Kabupaten / Kota se Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 dimana Manado berkontribusi besar pada tingginya jumlah kasus DBD Tahun Gambar IV. 18. Distribusi kasus DBD dan kematian menurut Kabupaten/Kota se Provinsi Sulawesi Utara Tahun Mdo Btg Tmhn Ktmbg Minhs Mitra Blmng Bolmut Sangihe Talaud Sitaro Minsel Minut Kasus Meninggal Sumber : Bidang PMK, 2009 TUBERKOLOSIS (TB) Secara global, Tuberkolosis atau TB masih menjadi masalah kesehatan yang serius, sedangkan secara nasional beban TB masih sangat tinggi; data Riskesdas 2007 menunjukan sekitar 7,5 % angka kematian Indonesia disebabkan oleh penyakit yang mematikan ini. Dari data tersebut juga didapatkan prevalensi TB paru DI Provinsi Sulawesi Utara cenderung meningkat sesuai bertambahnya umur dan prevalensi tertinggi pada usia lebih dari 65 tahun. Prevalensi TB paru 20% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan, tiga kali lebih tinggi di pedesaan dibandingkan perkotaan dan empat kali lebih tinggi pada pendidikan rendah dibandingkan pendidikan tinggi. Target pengendalian TB mencakup: 1. Tercapainya penemuan pasien baru TB menular (Basil Tahan Asam positif / BTA positif setidaknya sebanyak 70 % dari perkiraan. Angka Penemuan Kasus (Case Detectian Rate) = CDR) adalah persentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibandingkan dengan jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan dalam suatu wilayah. 2. Menyembukan 85% dari semua pasien tersebut dan mempertahankanya. Angka kesembuhan menujukan persentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembu maupun pengobatan lengkap) diantara pasien baru TB paru BTAS positif yang tercatat. Penyakit TB Paru bukan hanya membawa kerugian terhadap sector kesehatan dan social, tetapi juga terhadap sector ekonomi, karena 75% penderita TB adalah mereka yang berusia produktif secara ekonomi (15-54 tahun) dan pada kelompok ekonomi lemah serta yang berpendidikan rendah. TB Paru menyebabkan sumberdaya manusia ekonomis berkurang, tingkat produktifitas ekonomi menurun, pendapatan berkurang dan pada akhirnya berdampak terhadap ekonomi secara luas. Tahun 2008, Angka penemuan kasus Baru TB Paru di Sulawesi Utara (CDR)secara umum memperlihatkan hasil yang baik kecuali di beberapa Kabupaten/Kota masih rendah/belum memenuhi target nasional >70 %, seperti terlihat pada gambar IV

39 Gambar IV. 19. CDR TB Paru Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Bidang PMK, 2009 Dari 13 Kabupaten/Kota, Kota Manado dan Kabupaten Minahasa Utara mempunyai CDR di atas 100%, sementara lima Kabupaten/Kota sepanjang tahun 2008 memperlihatkan kinerja yang belum baik dalam penemuan kasus yaiu Talaud, Minahasa Tenggara, Bolaang Mongondow Utara, Sangihe dan Talaud. Dari analisis kesembuhan penderita kasus 2007 didapatkan hasil sebagaimana terlihat pada grafik gambar IV. 20. Gambar IV. 20. Angka kesembuhan (Cure Rate) Tb Paru Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Bidang PMK 2009 Dari 13 Kabupaten/Kota di Provinsi, tiga diantaranya belum mencapai hasil yang diharapkan yaitu angka kesembuhan 85 % kasus yang ditangani sepanjang tahun 2007, namun demikian secara provinsial telah melebihi target yang diharapkan. Keberhasilan penanganan penyakit TB tidak terlepas dari program peningkatan akses kepada pelayanan kesehatan dan peningkatan peran serta masyarakat melalui upaya kesehatan berbasis masyarakat serta mengaktifkan para kader Pos yandu untuk terlibat dalam penemuan suspek penderita TB. Selain itu keterlibatan Puskesmas Pembantu dan bidan desa serta para kader PKK diberbagai Kabupaten/Kota juga berkontribusi terhadap peningkatan penemuan dan kesembuhan penderita. 29

40 g) DIARE Penyakit Diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, walaupun secara umum angka kesakitan masih berflukutuasi. Menurut data Riskesdas 2007, pada tingkat Provinsi, prevalensi penyakit diare di Sulawesi Utara lebih rendah daripada angka nasional. Sebaran antar kabupaten/kota bervariasi dari 3,1% - 9,4%. Prevalensi terendah (3,1%) ditemukan di Kota Manado, dan tertinggi di kabupaten Kepulauan Talaud. Prevalensi diare berdasarkan kelompok umur tertinggi berturutturut adalah tahun, tahun,1-4 tahun dengan prevalensi yang lebih banyak di daerah persedaan berbeda dengan typhoid yang cenderung lebih banyak diperkotaan. Sepanjang tahun 2008, kasus diare terlaporkan lebih banyak terjadi di wilayah Kota Bitung. Keseluruhan penderita Diare yang ditemukan dilaporkan ditangani (100 %). Gambar IV Kasus Diare Balita di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Bidang PMK, 2009 g) INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) Menurut laporan Riskesdas bahwa infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) tersebar di seluruh Provinsi Sulawesi Utara dengan bervariasi dengan rerata prevalensi tingkat Provinsi dalam satu bulan terakhir sebesar 20,5%, dengan rentang (12,1 34,6%). Angka prevalensi ISPA dalam sebulan di atas 20% ditemukan di 5 kabupaten/ kota. Seperti diketahui ISPA yang tidak ditangani dengan tuntas dapat berkembang menjadi pneumonia. Di Provinsi Sulawesi Utara, secara rerata, prevalensi penyakit pneumonia dalam satu bulan terakhir sebesar 1%, di bawah angka nasional (1,88%), dengan rentang 0,5 2,7%. Prevalensi terendah ditemukan di Kota Bitung dan Kota Tomohon, masing-masing 0,5% dan tertinggi didapatkan di Kabupaten Kepulauan Talaud (2,7%). Prevalensi ISPA tertinggi pada balita (>35%), sedangkan terendah pada kelompok umur tahun. Prevalensi cenderung meningkat lagi sesuai dengan meningkatnya umur. Prevalensi antara laki -laki dan perempuan relatif sama, dan sedikit lebih tinggi di perdesaan. Prevalensi ISPA cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran RT per kapita lebih rendah. h) RABIES Penyakit Rabies masih menjadi masalah kesehatan di Sulawesi Utara. Kasus gigitan rabies dalam empat tahun terakhir menunjukkan kecenderungan meningkat dibandingkan dengan tahun 2003 dan tahun Dalam empat tahun terakhir rata-rata kasus gigitan setiap tahun adalah kasus dengan kematian karena rabies (lyssa) tidak pernah kurang dari 10. Angka ini masih jauh di atas harapan nasional yaitu 0 kematian pada setiap kasus gigitan. 30

41 Untuk melihat gambaran kasus gigitan dan kasus lyssa tahun , dapat terlihat pada gambar IV.21 berikut.. Gambar IV Kasus gigitan dan Lyssa di Provinsi Sulawesi Utara tahun Gigitan Lyssa Sumber : Bidang PMK, 2009 Kasus lyssa yang terjadi mungkin akan menjadi wajar jika melihat perbandingan antara jumlah kasus gigitan dengan jumlah kasus yang mendapatkan vaksin anti rabies. Gambar IV.22 menunjukkan bahwa ketersediaan VAR untuk mencegah terjadinya kasus Lyssa di Sulawesi Utara masih kurang setiap tahun. Gambar IV Kasus gigitan dan pemberian VAR di Provinsi Sulawesi Utara tahun Sumber : Bidang PMK,

42 Distribusi kasus gigitan menurut kabupaten/ kota se Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 dan kasus lyssa seperti pada tabel 4.2 berikut Tabel IV. 4. Distribusi kasus gigitan dan Lyssa Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008 Kab/Kota Gigitan Lyssa Manado Bitung 86 0 Tomohon Minahasa Bolmong 86 2 Sangihe 44 2 Talaud 41 2 Minsel Minut 71 1 Mitra Sitaro 11 0 Kotamobagu 1 0 Bolmut 23 0 Jumlah 1, Sumber : Bidang PMK, 2009 D. STATUS GIZI Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang mengambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tinggi rendahnya prevalensi gizi buruk dan kurang mengindikasikan ada tidaknya masalah gizi pada balita, tetapi tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut bersifat kronis atau akut. Jumlah kasus gizi buruk Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 sebanyak 49 kasus. Jumlah tersebut adalah jumlah terkecil dalam 3 tahun terakhir yaitu 257 kasus pada tahun 2006 dan 106 kasus pada tahun Kota Manado merupakan penyumbang terbesar kasus gizi buruk di Sulawesi Utara tahun 2008, seperti terlihat pada gambar IV.23 berikut. 32

43 Gambar IV. 24. Kasus gizi buruk menurut kabupaten/kota tahun 2008 Sumber : Bidang Kesga dan Gizi, 2009 PEMANTAUAN PERTUMBUHAN Pemantauan pertumbuhan balita adalah salah satu kegiatan penting untuk mengetahui adanya hambatan dalam pertumbuhan (growth faltering) secara dini. Untuk mengetahui hambatan tersebut perlu dilakukan penimbangan rutin setiap bulan di posyandu. Dalam pelaksanaan penimbangan di posyandu ditemukan kecenderungan makin tinggi umur anak, makin rendah cakupan penimbangan rutin. Jadi makin tinggi umur anak makin rendah pula persentase anak yang ditimbang diposyandu. Balita yang naik berat badannya pada tahun 2008 sebesar 84,14% melebihi target nasional sebesar 80%. Kabupaten Minahasa Selatan adalah daerah yang paling tinggi jumlah balita yang naik berat badannya yaitu sebesar 90,93% sedangkan daerah yang paling rendah adalah sebesar 77,22 persen di Kota kotamobagu. Balita dengan hambatan pertumbuhan yang ada di Sulawesi Utara adalah sebesar 1,12 %. Angka ini lebih rendah dari target nasional sebesar 5%. Hambatan pertumbuhan terbesar ada didaerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 37,97 % sedangkan hambatan pertumbuhan terkecil ada di Kota Bitung sebesar 0,18 %. kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan tambahan makanan dan minuman. Cakupan ASI Eksklusif (ASIE) didapat dengan meng-hitung Jumlah bayi yang mendapat hanya ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi dengan jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan disatu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama dikali 100 persen. Di Sulawesi Utara jumlah bayi usia 0-6 yang mendapat ASIE pada tahun 2008 sebanyak bayi dan yang mendapat ASIE sebesar bayi. Cakupan pemberian ASI Eksklusif tahun 2008 adalah sebesar 19,2 persen. Rendahnya cakupan ASI eksklusif disebabkan ketidaktahuan ibu akan gunanya ASI, gencarnya iklan susu formula, kurang trampilnya dan kurang pedulinya petugas kesehatan pada kebutuhan ibu dan bayi tentang manajemen laktasi. ASI EKSKLUSIF Untuk membantu menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan meningkatkan status gizi bayi di Sulawesi Utara, dilakukan pemberian Air Susu Ibu Eksklusif yaitu Air susu ibu yang diberikan 33

44 34

45 BAB V UPAYA PELAYANAN KESEHATAN Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan, dan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Sulawesi Utara dimana salah satu strategi utamanya adalah Meningkatkan Kinerja dan Upaya Kesehatan, maka dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut ini diuraikan situasi upaya kesehatan sepanjang tahun A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat sudah dapat di atasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut. 1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak a. Kesehatan Anak Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa Angka Kematian Neonatal (AKN) di Provinsi Sulawesi Utara adalah 24/1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi 33/1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Anak Balita 43/1000 kelahiran hidup. Cakupan kunjungan neonatal (KN 1) hanya 56%, cakupan kunjungan bayi 53% (target nasional 83%), Cakupan penanganan komplikasi neonatal 9%(target nasional 70%), cakupan imunisasi Hepatitis B 0 38,8%(target nasional 80%), cakupan injeksi Vitamin K 03,55%, Cakupan imunisasi lengkap 58%, Cakupan ASI eksklusif 67,7%, dan cakupan inisiasi menyusui dini 67,7%. Prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) 7-20%, prevalensi balita dengan gizi kurang 11,4%, prevalensi balita gizi buruk 4,3% dan prevalensi gizi. Penyebab kematian terbesar pada bayi adalah BBLR dan asfiksia, sedangkan penyakit pe - nyebab kematian pada umur lebih dari 1 bulan sampai 5 tahun adalah diare dan pneumonia. Selain itu faktor-faktor seperti persalinan yang terjadi di rumah dan masih ditolong oleh biang kampung/dukun bayi, status gizi ibu hamil masih kurang, sarana dan prasarana masih terbatas, adanya disparitas pendidikan, sosial ekonomi dan pelayanan kesehatan, kendala geografis (DTPK), sumber daya manusia dan kompetensi yang masih belum memadai menjadi pernyebab masih tingginya angka kematian bayi. Dari gambaran tersebut di atas menunjukkan bahwa kesehatan anak masih merupakan masalah yang harus dilakukan langkah-langkah strategis untuk penanggulangannya Jika ditinjau dari kesiapan petugas dalam hal kapasitasnya untuk penangulangan masalah kesehatan anak, maka hingga tahun 2008 telah dilakukan beberapa pelatihan dengan data sebagaimana terlihat dalam tabel V.1 dan V.2. Tabel V. 1. DATA PUSKESMAS,TENAGA KESEHATAN DILATIH MTBS DAN SDIDTK TAHUN 2008 PUSKESMAS PKM DILATIH NAKES DILATIH TT NON TT MTBS SDIDTK MTBS SDIDTK Sumber : Bidang Kesga dan Gizi,

46 Tabel V. 2. DATA PUSKESMAS, TENAGA KESEHATAN DILATIH MANAJEMEN ASFIKSIA DAN BBLR TAHUN 2008 Dr MANAJEMEN ASFIKSIA Bida n Per awa t Jlh. PKM Yg tenagan ya tlh dilatih Dr MANAJEMEN BBLR Bid an Pe ra wa t Jlh. PKM Yg tenaga nya tlh dilatih Jlh. Kab/Kota Yg mlkkn plth Afiksia Sumber : Bidang Kesga dan Gizi, 2009 Dari data tersebut di atas terlihat bahwa seharusnya cukup banyak tenaga kesehatan dan puskesmas yang sudah pernah mengikuti pelatihan MTBS, SDIDTK, manajemen asfiksia dan BBLR tapi hasil yang dicapai belum optimal. Masih banyak petugas pengelolah program kesehatan anak yang merangkap tugas lain sehingga pencapaian program mengalami kendala. b. Kesehatan Ibu Seorang ibu mempunyai peran yang sangat besar di dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan anak. Ganguan yang dialami seorang ibu yang sedang hamil bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi dan anaknya. Kebijakan tentang kesehatan ibu dan bayi baru lahir secara khusus berhubungan dengan pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di semua jenis fasilitas kesehatan, mulai dari Posyandu sampai Rumah Sakit baik pemerintah maupun swasta. Pelayanan Antenatal (K1 dan K4) Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu yang mengandung maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur. Hal ini dilakukan guna menghindari gangguan sedini mungkin dari segala sesuatu yang membahayakan terhadap kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) yang meliputi pengukuran ber badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta pemberian tablet besi kepada ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan dapat dilihat dari cakupan pelayanan kunjungan ibu hamil K1 dan K4. Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan Cakupan K4 ibu hamil adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar serta paling sedikit empat kali kunjungan, dengan distribusi sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga. Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan kepada ibu hamil. Cakupan pelayanan K1 dapat dilihat pada grafik berikut. 36

47 Gambar V.1. Cakupan pelayanan K1 ibu hamil Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008 Sumber : Profil kab/kota 2008 Dari grafik di atas, maka cakupan K1 terbesar pada tahun 2008 adalah di Kabupaten Bolaang Mongondow (107,2 %) dan Kabupaten Sangihe merupakan daerah dengan cakupan K1 terkecil (62,6 %). Semenara itu jika dilihat dari cakupan K4 (grafik V.2) maka cakupan terbesar adalah di Kabupaten Minahasa Utara (94,1 %) dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara merupakan kabupaten dengan pelayanan K4 terkecil (60,71%). Gambar V.2 Cakupan pelayanan K4 Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Profil kab/kota 2008 Pertolongan Persalinan oleh tenaga Kesehatan dengan Komptensi Kebidanan Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa sekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan tidak dilkaukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan (professional). Pada grafik terlihat cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menurut kabupaten/kota tahun 2008 dengan cakupan tertinggi adalah Kabupaten Bolmong (98.2%), sedangkan cakupan terendah adalah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (57.51%). Secara Provinsial, cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan adalah 80.92%. 37

48 Gambar V.3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Profil kab/kota 2008 Angka-angka di atas cukup baik dibandingkan dengan target nasional yaitu 60 %, juga ketika membandingkan dengan data SDKI 2007, dimana dari seluruh kejadian kelahiran hidup, hanya 55 % yang ditolong di lokasi / fasilitas kesehatan, yaitu 26.6 % di fasilitas kesehatan pemerintah dan 28.4% di fasilitas swasta. Berdasarkan SDKI 2007, persentase distribusi penolong persalinan dari yang ditolong di fasilitas kesehatan adalah seperti pada gambar di bawah. Gambar V. 4. Persentase distribusi penolong persalinan Provinsi Sulawesi Utara Sumber : IDHS, 2007 Dari gambaran di atas terlihat bahwa persentase terbanyak penolong persalinan adalah Bidan/ perawat/bidan desa, yang memperlihatkan bahwa peranan mereka sangat besar dalam menekan angka kematian ibu maternal. Deteksi Risiko dan Penanganan Komplikasi Kegiatan deteksi dini dan penanganan ibu hamil berisiko/komplikasi kebidanan perlu lebih ditingkatkan baik di fasilitas pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) maupun di masyarakat. Deteksi Risiko oleh tenaga kesehatan untuk tahun 2008 Provinsi Sulawesi Utara adalah sebesar 30,76 %. Risiko/komplikasi adalah keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Risti/ komplikasi kebidanan meliputi Hb< 8 g%, Tekanan darah tinggi (systole >140 mmhg, diastole > 90 mmhg). Oedema nyata, eklamsia, perdarahan pervaginam. Ketuban pecah dini, letak lintang pada usia kehamilan >32 minggu, letak sungsang pada primigravida, infeksi berat/sepsis, persalinan premature. 38

49 Dari 13 kabupaten/kota yang melakukan deteksi risiko tinggi ibu hamil, Kota Tomohon mendeteksi ibu hamil paling tinggi yaitu 62,56 dan Kabupaten Minahasa Utara paling rendah yaitu 4,95 Gambar V. 5. Deteksi ibu hamil risti/komplikasi Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Bidang Kesga dan Gizi 2009 Dari semua kasus bumil risti/komplikasi seluruhnya (100%) dilakukan penanganan. Kunjungan Neonatus (KN1 dan KN2) Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28 hari) minimal dua kali, satu kali pada umur 0-7 hari (KN1) dan satu kali lagi pada umur 8-28 hari (KN2). Dalam melaksanakan pelayanan neonatus, petugas kesehatan disamping melakukan pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan konseling perawatan bayi kepada ibu.pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar (tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan eksklusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan pemberian imunisasi ); pemberian vitamin K; manajemen terpadu balita muda (MTBM); dan penyuluhan perawatan neonatus di rumah mengunakan buku KIA. Cakupan kunjungan neonatal (KN2)menurut kabupaten/kota tahun 2008 seperti pada grafik berikut. Gambar V. 6. Grafik Cakupan pelayanan kesehatan neonatal (KN2) Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Profil kab/kota

50 Dari grafik tersebut terlihat bahwa cakupan KN2 tertinggi adalah Kabupaten Minahasa Selatan dan terendah pada Kabupaten Sangihe. Jika dilihat dari sumberdaya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan ibu, maka di sektor pemerintah telah ada bidan desa / bidan PTT yang ditempatkan di Poskesdes / Polindes namun penyebarannya belum merata di seluruh wilayah Provinsi Sulut. Melalui program desa siaga telah dilatih bidan desa dan bidang Koordinator serta dokter puskesmas di beberapa Puskesmas di Provinsi Sulawesi Utara. Sampai dengan tahun 2009 telah ada 1440 desa siaga di Provinsi Sulawesi Utara. Data Kesehatan Ibu 2008 menunjukkan ada 872 orang bidan desa di Provinsi Sulawesi Utara. 478 (67,2 %) orang bidan tinggal di desa dan 573 ( 81 % ) orang bidan desa yang memiliki bidan kit. Data menunjukkan belum semua desa memiliki bidan desa demikian juga untuk Kab./Kota masih ada 3 Kabupaten / Kota yang belum memiliki dokter spesialis kebidanan yaitu Kab. Bolaang Mongondow Utara, Kab. Minahasa Tenggara, Kab. Sitaro. Tabel V.3.Jumlah Bidan / Bidan Desa & Bidan Kit Total Total Bidan Bidan Telah APN Mampu Punya Desa Bidan Desa Tinggal di GDON Bidan Kit Sumber : Bidang Kesga dan gizi, 2009 Di tingkat Puskesmas yang mempunyai dokter umum dan bidan, khususnya Puskesmas dengan tempat tidur, belum semua mampu memberikan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Di Provinsi Sulawesi Utara dari 56 Puskesmas Rawat Inap hanya 34 Puskesmas yang sudah mampu PONED. Demikian pula untuk Rumah Sakit Kabupaten / Kota belum semua kab./ kota yang memiliki memberikan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif ( PONEK). Di Provinsi Sulawesi Utara terdapat 29 Rumah Sakit Pemerintah / Swasta hanya 9 Rumah Sakit yang mampu PONEK. Tabel V.4. Jumlah Puskesmas dan Rumah Sakit di Sulawesi Utara yang mampu melaksanakan PONED & PONEK Jumlah PKM Mampu Jumlah RS Mampu PONEK Sumber : Bidang Kesga dan gizi, Sistem Pencatatan dan Pelaporan pelayanan kesehatan ibu di Kabupaten / Kota masih masih belum adekuat. Pelayanan Kesehatan Ibu di Rumah Sakit belum dapat didata secara tepat. Beberapa Kabupaten tidak bisa menyertakan data dari rumah sakit. Format format untuk pendataan dan pelaporan data tidak tersedia di tingkat Puskesmas. Demikian juga tidak dilaksanakan lagi Audit Maternal Perinatal (AMP) di Kabupaten / Kota. Posyandu yang dikelola oleh Kader Kesehatan memberi pelayanan antenatal dengan bantuan Bidan di desa. Dukun bayi diharapkan berperan dalam membantu bidan dalam memberikan pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas. Di Provinsi Sulawesi Utara terdapat 1282 orang dukun bayi namun data 2008 menunjukkan yang bermitra hanya 356 atau orang dukun bayi. 40

51 Gambar V. 5. Jumlah Dukun dan Dukun yang Bermitra di Provinsi Sulawesi Utara s/d tahun 2008 Total Dukun Sumber : Bermitra Fasilitas bidan praktek swasta terdapat di desa dan kota yang juga memberikan pertolongan persalinan. Namun sistem pencatatan data dan penyampaian laporan ke Puskesmas tidak ada. Sesuai data Riskesdas 2007 pemanfaatan pelayanan polindes / bidan di desa masih sangat rendah yaitu < 20 %. Lebih dari 50 % responden memberikan alasan yang tidak jelas mengapa tidak memanfaatkan polindes / bidan di desa. Jenis pelayanan polindes / bidan yang paling banyak dimanfaatkan dalam 3 bulan terakhir adalah pengobatan ( > 80 % ). Dalam hal pembiayaan program, pembiayaan program kesehatan ibu di Provinsi Sulawesi Utara untuk tahun 2009 sepenuhnya berasal dari APBN ( dana dekonsentrasi ). APBD Provinsi belum menyediakan dana untuk program kesehatan ibu. Program kesehatan ibu terdapat pada beberapa instansi pemerintah disamping Dinas Kesehatan seperti Badan Pemberdayaan Perempuan, BKKBN, Bappeda, Biro Sosial dan Dinas Sosial. Dinas dan Badan tersebut di atas tidak jarang mempunyai kepentingan yang sama di beberapa bidang namun kadang kadang kegiatan ini sulit untuk diintegrasikan di lapangan, sehingga dapat menciptakan tumpang tindih yang tidak dapat dihindari serta tidak terlaksananya kemitraan. 5. Pelayanan Imunisasi Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk bayi umur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, Hb), imuisasi untuk Wanita Usia Subur/Ibu hamil (TT) dan imunisasi untuk anak SD (kelas 1:DT dan kelas 2-3: TT), sedangkan kegiatan imunisasi tambahan dilakukan atas dasar ditemukannya masalah seperti Desa non UCI, potensial/ risti KLB, ditemukan/diduga adanya virus polio liar atau kegiatan lainnya berdasarkan kebijakan teknis. Pencapaian Universal child Immunization (UCI) pada dasarnya merupakan proksi terhadap cakupan atas imunisasi secara lengkap pada sekelompok bayi. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah tertentu, berarti dalam wilayah tersebut tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi (herd immunity) terhadap penularan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Dalam hal ini Pemerintah menargetkan pencapaian UCI pada wilayah administrasi desa/kelurahan. Suatu desa/kelurahan telah mencapai target UCI apabila >80% bayi di desa/kelurahan tersebut mendapat imunisasi lengkap. Secara Provinsi, pencapaian UCI tingkat desa/kelurahan tahun 2008 seperti pada grafik berikut. Gambar V. 7. Cakupan UCI Kabupaten/Kota se Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Bidang PMK,

52 Dari grafik di atas, seratus persen desa/ kelurahan di Kota Tomohon tercakup dengan UCI diikuti oleh Bolaang Mongondow Utara (93,0%) dan Kabupaten Minahasa Selatan (86,8%) sedangkan Kota Kotamobagu paling rendah cakupan UCI yaitu 17,2 %. Target jangkauan imunisasi bayi ditunjukkan dengan cakupan imunisasi DPT1, karena imunisasi ini merupakan salah satu antigen kontak pertama dari semua imunisasi yang diberikan pada bayi. Sedangkan target tingkat perlindungan imunisasi bayi ditunjukkan dengan cakupan imunisasi campak karena imunisasi inim erupakan antigen kontak terakhir dari semua imunisasi yang diberikan pada bayi. Untuk menunjukkan tingkat efektifitas program digunakan angka drop out (DO)DPT1 Campak. Gambar V. 8. Cakupan imunisasi DPT1-Hb1 Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Bidang PMK, 2009 Cakupan imunisasi DPT1-Hb1 di Sulawesi Utara dengan 90,4 % dari gambar terlihat cukup dipengaruhi oleh pencapaian Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebanyak 154% diikuti oleh Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 116%. Dua kabupaten masih belum mencapai target nasional yaitu Kabupaten Sitaro dan Kota Kotamobagu (58,7 % dan 70,1%). Tingkat efektifitas program digunakan angka drop out (DO)DPT1 Campak dapat dilihat seperti pada grafik berikut. Gambar V. 9. Drop Out (DPT1-Campak) Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : 42

53 Dari data di atas maka perlu dilakukan revisi data yang berasal dari Kabupaten Sitaro dan Kabupaten Minahasa Tenggara dimana cakupan campak jauh lebih besar dibandingkan cakupan DPT1- Hb1 sehingga menghasilkan cakupan negatif. Adapun DO terbesar terdapat di kabupaten Sitaro dan Kota Tomohon meskipun secara keseluruhan terdapat lima Kabupaten yang tidak mencapai target program ( >10%) atau dengan kata lain terdapat 5 kabupaten yang tidak mencapai tingkat perlindungan program. Cakupan imunisasi bayi untuk masing-masing jenis vaksinasi menurut kabupaten/kota dapat dilihat pada lampiran tabel 23. Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan salah satu kegiatan imuniasi tambahan yang bertujuan untuk menurunkan jumlah kasus Tetanus Neonatal di setiap Kabupaten hingga < 1 kasus per 1000 kelahiran hidup pertahun. Pada masa lalu sasaran kegiatan MNTE adalah calon penganten dan ibu hamil namun pencapaian target agak lambat sehingga dilakukan kegiatan akselerasi berupa pemberian TT 5 dosis pada seluruh Wanita Usia Subur termasuk ibu hamil (usia tahun). Untuk cakupan imunisasi TT ibu hamil tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 26. B. UPAYA KESEHATAN PENGEMBANGAN Seperti diketahui, bahwa Upaya kesehatan pengembangan merupakan salah satu kegiatan Puskesmas di samping upaya kesehatan wajib. Kegiatan upaya kesehatan pengembangan tersebut dilaksanakan bila upaya kesehatan wajib telah terlaksana secara optimal (target cakupan dan mutu terpenuhi), namyn dalam keadaan tertentu ditetapkan sebagai penugasan dari Dinas kesehatan). Pemilihan kegiatan kesehatan Pengembangan oleh Puskesmas dilakukan bersama-sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan masukan dari Badan penyantun Pelayanan (BPP). Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok yang telah ada, yakni : Upaya Kesehatan Usia Lanjut Upaya Kesehatan Kerja Upaya Kesehatan Indera Upaya Kesehatan Olah Raga Upaya Pembinaan pengobatan Tradisional Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut Upaya Kesehatan Jiwa Perawatan Kesehatan Masyarakat Sebagai hasil pembangunan terlihat adanya peningkatan umur harapan hidup yang membawa dampak peningkatan jumlah usia lanjut dengan berbagai masalah dan kebutuhan bagi usia lanjut di bidang kesehatan. Prioritas pembangunan kesehatan saat ini masih ditujukan pada upaya penanggulangan penyakit menular, kekurangan gizi, kematian ibu maternal, sementara pada saat yang bersamaan pola penyakit juga bergeser yakni meningkatnya penyakit degeneratif dan kardiovaskuler. Dengan keterbatasan sumber daya yang ada, maka upaya promotif dan preventif harus ditingkatkan kepada kelompok pra usia lanjut di samping upaya kuratif yang perlu biaya tinggi. 1. Kesehatan Usila Dari 13 Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, maka terdapat 8 Kabupaten yang melaporkan kegiatan kesehatan bagi lanjut usia yaitu Kotas Manado, Kota Bitung dan Kota Kotamobagu, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Tengara dan Kabuapten Sabgihe dan Kabupaten Talaud. Dari 8 Kabupaten/Kota tersebut, hanya 1 kabupaten yang mempunyai Puskesmas Santun Usila yaitu Kota Kotamobagu dengan 1 Puskesmas santun usila. Gambar V. 10. Data Puskesmas Bina Kesehatan Lanjut Usia Provinsi Sulawesi Utara tahun 2007 Sumber : Bidang UPK,

54 Dari gambar 5 di atas, maka terdapat 5 Kabupaten dimana seluruh Puskesmas (100 %) melaksanakan pembinaan kesehatan Usia lanjut, yaitru kota Manado, Kabupaten Minahasa, kabupaten Minahasa Utara Kabupaten Minahasa Tenggara dan Kota Bitung. Dari gambar 6. terlihat bahwa Kabupaten Minahasa Utara memiliki jumlah posyandu usila terbanyak di provinsi Sulawesi Utara, yaitu 97 posyandu, diikuti Kota Bitung dengan 40 posyandu, Kabupaten Sangihe 29 posyandu, Kota Manado 15 posyandu, Kota Kotamobagu 10 posyandu dan Kabupaten Minahasa Tenggara 7 posyandu. Sedangkan kabupen/kota lainnya, yaitu Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Sitaro, Kabupaten Bolaang Mongondow dan Bolaang Mongondow Utara belum melaporkan datanya Gambar V. 11. Jumlah Posyandu Usila se-provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 SULUT TAHUN MINUT BITUNG SANGIHE MANADO KOTAMO BAGU MITRA TOMOHO MINAHA N SA MINSEL SITARO TALAUD BOLMON G BOLMUT Jlh Pos Sumber : Bidang UPK, 2009 Secara keseluruhan di Sulawesi Utara, ada 4 kabupaten/kota yaitu Manado (92,9%), Minahasa Utara (100%), Minahasa Tenggara (100%) dan Bitung (100%) yang telah mencapai bahkan melampaui target yang ditetapkan sebesar 70 persen seperti terlihat pada gambar 7 Gambar V. 12. Cakupan pelayanan kesehatan Pra Usila dan Usila se-provinsi Sulawesi Utara tahun Target : 70 % 50 0 MANADO BITUNG KOTAMO BAGU MITRA SANGIH E MINUT MINSEL MINAHA SA SITARO TOMOHO N TALAUD BOLMON BOLMUT PROP. G SULUT Pra usila Usila Sumber : Bidang UPK, 2009 Untuk cakupan pelayanan kesehatan prausila dan usila di seluruh kabupaten/kota se-sulawesi Utara tahun 2007, hanya kabupaten Minahasa Utara yang telah mencapai sasaran yang ditetapkan, yaitu 78,3 persen untuk usila dan 100 persen untuk prausila. Kabupaten lain, meskipun telah melaporkan mempunyai Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan Usila, namun tidak melaporkan cakupan pelayanan yang dilakukan. 44

55 3. Upaya Kesehatan pengembangan lainnya Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam Upaya Kesehatan pengembangan yaitu Kesehatan kerja, Kesehatan Indera, Kesehatan Olah Raga, Battra, Kesehatan Gigi Mulut, Kesehatan jiwa dan Perawatan Kesehatan Masyarakat. Pelayanan kesehatan kerja tidak dilaksanakan oleh semua kabupaten/kota oleh karena keterbatasan program dimana sarana pekerja formal yang dilayani sesuai program tidak tersedia. Oleh karena itu kegiatan pelayanan kesehatan kerja hanya pada beberapa Kabupaten/Kota saja. Adapun cakupan pelayanan kesehatan kerja pekerja formal seperti pada grafik berikut. Gambar V. 13. Cakupan pelayanan kesehatan pekerja informal Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Bidang UPK, Upaya Pelayanan Kesehatan Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) Upaya pelayanan kesehatan di DTPK se Provinsi Sulawesi Utara dilaksanakan dalam kerangka upaya kesehatan komunitas di daerah DTPK. Pada tahun 2008 pelayanan kesehatan DTPK dilaksanakan di beberapa kabupaten yang mempunyai DTPK sesuai Keppres 78/2005 tentang Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan, sebagaimana dalam tabel berikut. Tabel V. 6. Kabupaten,Kecamatan, Puskesmas dan nama pulau yang termasuk DTPK Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Bidang UPK,

56 Adapun kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan berbeda menurut tingkat administrasi di provinsi dan kabupaten. Sebagai contoh, di tingkat Provinsi kegiatan yang dilakukan adalah monitoring dan evaluasi pelaksanaan pelayanan kesehatan DTPK Kabupaten/Kota serta beberapa pelayanan spesialistik seperti pada kegiatan Manunggal ABRI, dimana dilakukan periksaan kesehatan gratis, operasi katarak dan pelayanan psikiatrik. Di tingkat Kabupaten, kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan pelayanan kesehatan yang meliputi promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular; kegiatan Kordinasi pelaksanaan serta monitoring evaluasi. Pengembangan sarana kesehatan di DTPK dilakukan dengan menggunakan dana yang bersumber dari DAK masing-masing serta bantuan dari Subdirektorat DTPK Depkes RI. C. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN Sebagaimana diketahui bahwa salah satu program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah upaya kesehatan perorangan yang bertujuan meningkatkan akses, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan yang aman melalui sarana pelayanan kesehatan perorangan (Puskesmas, Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya). Beberapa kegiatan pokok upaya kesehatan perorangan adalah peningkatan kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III di rumah sakit dan lain-lain. Berikut adalah uraian singkat tentang pelayanan kesehatan rujukan tersebut. Indikator Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Upaya kesehatan perorangan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara, meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan/ memulihkan kesehatan perorangan. Upaya pelayanan kepada masyarakat dilakukan secara rawat jalan bagi masyarakat yang mendapat gangguan kesehatan ringan dan pelayanan rawat inap baik secara langsung maupun melalui rujukan pasien bagi masyarakat yang mendapatkan gangguan kesehatan sedang hingga berat Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit biasanya dilihat dari berbagai segi yaitu tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan tingkat efisiensi pelayanan. Beberapa indicator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dipantau antara lain pemanfaatan tempat tidur (BOR), rata-rata lama hari perawatan (LOS), rata-rata tempat tidur dipakai (BTO), rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur (TOI). Persentase pasien keluar yang meninggal (GDR) dan persentase pasien keluar yang meningal < 24 jam perawatan (NDR). Pada tahun 2008, dari 30 Rumah Sakit yang tercatat di Provinsi Sulawesi Utara, hanya RSU Liun Kendage Sangihe, RSUD Manembo-nembo Bitung, RS Chantia Tompaso Baru, RSU Bethesda Tomohon, RSU Budi Mulia Bitung, RS Kalooran Amurang, RS TNI AL Bitung yang mengirimkan data kunjungan penderita, sehingga indicatorindikator berkaitan dengan keberhasilan pelayanan di rumah sakit tidak dapat dihitung secara umum. Demikian pula data yang diharapkan dari program kesehatan rujukan, oleh karena itu diperlukan upaya-upaya terobosan untuk mendapatkan data-data yang dimaksud dalam kerangka monitoring dan evaluasi serta perencanaan kesehatan di masa mendatang yang lebih baik. Pelayanan Kesehatan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM) Tujuan umum JPKMM adalah terselenggaranya jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin secara berhasil guna dan berdaya guna. Tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan khusus yang meliputi : (1) terlaksananya registrasi masyarakat miskin yang tepat sasaran sebagai peserta program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin, (ii) terlaksananya pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif dalam meningkatkan pemanfaatan dan taraf kesehatan masyarakat miskin, (iii) terlaksananya pengelolaan keuangan yang akuntabel dan efisien dalam program jaminan kesehatan masyarakat miskin. Salah satu program yang member andil besar dalam peningkatan kesehatan masyarakat adalah program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin (JPKMM). Program ini menjadi vital mengingat sebagian penduduk Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. Mereka yang termasuk kelompok keluarga miskin (gakin) seringkali direpotkan masalah biaya saat berhadapan dengan problem kesehatan. Melalui program ini, gakin bisa terlepas dari beban biaya kesehatan, sebab pemerintah akan menanggung biaya pelayanan kesehatan untuk gakin. 46

57 Di Provinsi Sulawesi Utara, jumlah seluruh masyarakat miskin adalah orang. Dari jumlah tersebut % dicakup oleh Askeskin dan yang mendapatkan pelayanan adalah % untuk rawat jalan dan 1.17 % untuk rawat inap. Jumlah absolut masyarakat miskin menurut kabupaten/kota dan yang terjangkau askeskin serta pemanfaatannya menurut jenis perawatan dapat dilihat pada tabel 37. Cakupan masyarakat miskin yang mendapatkan askeskin menurut kabupaten/kota seperti pada grafik berikut. Gambar V. 14. Cakupan masyarakat miskin yang mendapatkan askeskin di Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Bidang Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat, 2009 Dari grafik di atas nampak bahwa terdapat enam kabupaten yang tidak semua masyarakat miskinnya terjangkau oleh askeskin. Dalam program JPKMM, masyarakatmiskin tidak hanya mendapat pelayanan kesehatan umum/ dasar, tetapi juga untuk penyakit-penyakit berat misalnya hemodialisa, operasi jantung, cesar dan kanker. D. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT Upaya perbaikan gizi masyarakat pada hakikatnya dimaksudkan untuk menangani permasalahan gizi yang dihadapi masyarakat. Berdasarkan pemantauan yang telah dilakukan ditemukan beberapa permasalahan gizi yang sering dijumpai pada kelompok masyarakat antara lain kekurangan vitamin A dan anemia gizi Gambaran status gizi masyarakat pada saat ini ditandai dengan tingginya masalah kekurangan gizi dan mulai meningkatnya masalah kelebihan gizi dan masalah-masalah gizi lain yang terkait penyimpangan gaya hidup. Masalah-masalah kekurangan zat gizi makro terutama kurang energi protein balita dan kekurangan gizi seperti anemia gizi besi (AGB), kurang vitamin A (KVA) dan gangguan akibat kekurangan iodium (GAKY) belum secara tuntas dapat diatasi. Hasil cakupan program dari tahun 2000 s/d 2008 dapat dilihat pada tabel berikut 47

58 Sumber : Bidang Kesga & Gizi, 2009 Tabel V. 7. Hasil Cakupan Program Gizi tahun NO KEGIATAN HASIL CAPAIAN Vitamin A - Bayi bulan Peb ,6 89,8 bulan Agust ,6 94,7 90,5 - Balita bulan Peb , , ,9 88,9 83,4 bulan Agust 84 76,5 76,2 87,6 92,2 94, ,7 87,2 - Ibu Nifas ,6 51,9 50, Tablet Tambah Darah - Fe ,1 76,3 86,2 - Fe ,1 70,1 70,2 77,7 3 Pemantauan Balita - D/S 67, , ,9 65,8 70,5 67,9 - N/D 82,4 83,3 88, ,7 84,9 84, BGM 4,1 5,7 1,2 0,8 4 ASI Ekslusif ,8 16,9 19,2 5 Pemantauan Status Gizi - Gizi Buruk 1,5 0,55 0,99 0,56 0,74 0,44 0,60 4,3 - - Gizi Kurang 11,1 7,36 9,42 7,31 6,27 6,07 8,2 11,4 - - Gizi Baik 76,4 89,4 87,86 89,43 90,69 89,11 89,07 81,2 - - Gizi Lebih 2,2 2, ,7 2,3 1,71 2,63 3,1-6 Kasus Gizi Buruk Pemberian Kapsul Vitamin A Upaya perbaikan gizi juga dilakukan pada beberapa sasaran yang diperkirakan banyak mengalami kekurangan terhadap vitamin A, yang dilakukan melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan balita yang diberikan sebanyak 2 kali dalam satu tahun (Februari dan Agustus) dan pada ibu nifas diberikan 1 kali. Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh yang bergunan untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dan kesehatan mata. Anak yang menderita kurang vitamin A, bila terserang campak, diare atau penyakit infeksi lain, penyakit tersebut akan bertambah parah dan dapat mengakibatkan kematian. Infeksi akan menghambat kemampuan tubuh untuk menyerab zat-zat gizi dan pada saat yang sama akan mengikis habis simpanan vitamin A dalam tubuh. Kekurangan vitamin A untuk jangka waktu lama juga akan mengakibatkan terjadinya gangguan pada mata, dan bila anak tidak segera mendapat vitamin A akan mengakibatkan kebutaan. Pemberian kapsul vitamin A menurut sasaran dalam tahun 2008 dapat dilihat pada grafik berikut. Gambar V. 15. Cakupan pemberian vitamin A (2kali) balita di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Bidang Kesga dan Gizi,

59 Dari grafik di atas nampak cakupan yang sangat ekstrim yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow, yang mungkin terjadi karena sasaran yang sangat rendah atau hal lain yang perlu untuk diklarifikasi. Pemberian Tablet Besi Pelayanan pemberian tablet besi (Fe) dimaksudkan untuk mengatasi kasus anemia serta meminimalisasi dampak buruk akibat kekurangan Fe khususnya yang dialami ibu hamil. Perkembangan cakupan pemberian tablet besi pada ibu hamil 30 tablet (Fe-1) dan 90 tablet (Fe-3) Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2008 dapat dilihat pada grafik di bawah. Gambar V. 16. Cakupan pemberian tablet besi Fe-1 dan Fe-3 di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : Bidang Kesga dan Gizi, 2009 Dari grafik di atas nampak bahwa cakupan pemberian tablet besi Fe-1 dan Fe-3 terendah berada di Kabupaten Sangihe dan Kabupaten Sitaro. E. PELAYANAN KESEHATAN DALAM SITUASI BENCANA Bencana di Indonesia dapat dikategorikan menjadi 2 macam yaitu bencana lingkungan hidup dan bencana alam. Bencana lingkungan hidup terjadi akibat kerusakan lingkungan seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, kecelakaan industry, tumpahan minyak di laut, sedangkan bencana alam terjadi sebagai akibat aktifitas lapisan/kerak bumi/fenomena alam seperti gempa bumi, gelombang tsunami, letusan gunung berapi, badai atau angin rebut yang kejadiannya sulit diprediksi. Provinsi Sulawesi Utara yang telah ditetapkan Depkes sebagai Pusat Penanggulangan Krisis Regional 8 yang membawahi provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo dan Makassar menjadi tulang punggung dalam penanganan bencana yang terjadi di tiga Provinsi tersebut. Tercatat selama tahun 2008 terdapat 14 kejadian bencana alam, mulai dari banjir bandang, angin kencang, tanah longsor, gunung meletus, tanah longsor dimana kejadiannya tersebar di hamper seluruh kabupaten/ kota se Provinsi Sulawesi Utara. Untuk menghadapi situasi bencana, maka hingga tahun 2008, kesiapsiagaan mutlak diperlukan yaitu adanya SDM kesehatan (kualitas dan kuantitas) yang mampu untuk memberikan pelayanan kesehatan secara optimal. Untuk itu berbagai pelatihan telah dilakukan untuk mempersiapkan sumberdaya manusia yang mampu bereaksi cepat dalam penanggulangan bencana. Adapun pelatihan-pelatihan yang telah diberikan dengan jumlah tenaga terlatih hingga tahun 2008 adalah sebagai mana terlihat pada tabel berikut 49

60 Tabel V. 8. Jenis pelatihan dan jumlah tenaga kesehatan terlatih penanggulanan bencana Provinsi Sulawesi Utara sampai tahun 2008 No Jenis Pelatihan Jumlah 1 ATLS 120 orang 2 ACLS 61 orang 3 Emergency Nursing 90 orang 4 Em. Nursing basic 2 15 orang 5 Rumah sakit lapangan 36 orang 6 Farmasi bencana 85 orang 7 Perahu karet 30 orang 8 Sistem komunikasi dan informasi 7 orang 9 Management bencana 29 orang 10 Contingency plan 5 kab/kota 11 Dasipena 1400 orang 12 Bidan desa 377 orang Sumber : Bidang PMK 2009 Selain pelatihan-pelatihan seperti di atas, pada tahun 2008 dilakukan pula simulasi bencanabencana seperti gladi posko tsunami (bekerja sama dengan Korem Santiago), gladi lapang Flu Burung yang bekerja sama dengan Kementerian Kesejahteraan Rakyat dan Tsunami drill yang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Untuk menangani bencana secara cepat, maka telah dibentuk tim di masing-masing unit, yaitu Tim Reaksi Cepat, Tim BSB (petugas Rumah Sakit Kandouw), Satgas bencana (Puskesmas dan Kabupaten/Kota). Berbagai peralatan kesehatan emergency seperti peralatan resusitasi jalan nafas, resusitasi jantung, peralatan pneumatic/listrik, peralatan/ perlengkapan penanganan luka serta peralatan RS lapangan sudah dimiliki untuk menunjang penanganan bencana di regional Sulawesi utara. Begitu pula dengan sarana transportasi dan alat komunikasi telah disiapkan untuk mendukung pelaksanaan penanggulangan pada setiap kejadian bencana. 50

61 F. PEMBERANTASAN PENYAKIT 1. Penyakit Menular Langsung a. HIV DAN AIDS Kasus AIDS pertama kali ditemukan di Sulawesi utara pada tahun 1997 di Rumah Sakit Bethesda. Sejak penemuan kasus tersebut jumlah kasus HIV dan AIDS di Provinsi Sulawesi Utara terus bertambah dari tahun ke tahun, sampai dengan bulan Desember tahun 2008 HIV dan AIDS di Provinsi Sulawesi Utara berjumlah 456 kasus, 257 diantaranya penderita AIDS sementara jumlah kasus yang meninggal berjumlah 87 orang. Kasus HIV dan AIDS tersebut tersebar di 11 (sebelas) Kabupaten / Kota dari 15 Kab/Kota yang ada di Provinsi Sulawesi Utara. Penyebaran kasus ini sangat cepat terutama pada kelompok usia produktif, sedangkan hubungan seks merupakan cara penularan tertinggi Hal ini memberikan gambaran bahwa epidemi HIV dan AIDS berkembang dengan kecepatan yang mengkhawatirkan seperti terlihat dalam grafik di bawah ini. Gambar V.17. Distribusi kasus HIV AIDS berdasarkan tahun di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 1997 s/d 2008 Sumber : Bidang PMK 2009 Gambar V.18. Jumlah kasus AIDS dan kematian di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 1997 s/d 2008 Sumber : Bidang PMK 2009 Dari Grafik di atas terlihat gambaran fatalitas dari HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Utara. Apabila kasus HIV dan AIDS dikelompokkan menurut kelompok umur, maka penderita terutama berasal dari kelompok umur produktif yakni tahun (50%) dan tahun (26%) seperti yang terlihat pada grafik 3 dibawah ini: 51

62 Gambar V.19. Distribusi kasus HIV dan AIDS berdasarkan kelompok umur di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 1997 s/d < > 60 Tdk diket Sumber : Bidang PMK 2009 HIV AIDS Faktor risiko tertinggi penyebab penularan kasus HIV dan AIDS di Provinsi Sulawesi Utara adalah heteroseks (75%) diikuti oleh IDU (Injecting Drug User / pengguna jarum suntik) 13%, seperti yang disajikan pada grafik 4 di bawah ini. Gambar V.20. Jumlah kasus HIV dan AIDS berdasarkan faktor resiko di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 1997 s/d 2008 DI PROPINSI SULUT TAHUN Homoseksual Biseksual Heteroseksual Perinatal IDU Transfusi Drh Hetero&IDU 3 Tdk diket HIV AIDS Sumber : Bidang PMK 2009 Hasil Riskesdas menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat tentang HIV/AIDS masih pada level menengah seperti terlihat dalam tabel di bawah ini Tabel V.9. Persentase Penduduk 10 tahun ke Atas menurut Pengetahuan Tentang HIV/AIDS dan Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Utara Kabupaten/Kota Pernah Mendengar Berpengetahuan benar tentang penularan HIV/AIDS Berpengetahuan benar tentang pencegahan HIV/AIDS Bolaang Mangondow 20,2 5,3 30,8 Minahasa 72,5 15,4 32,2 Kepulauan Sangihe 30,8 5,1 25,6 Kepulauan Talaud 38,8 6,0 28,1 Minahasa Selatan 63,3 11,3 63,7 Minahasa Utara 65,8 2,2 43,8 Kota Manado 77,3 20,9 72,5 Kota Bitung 68,1 5,7 57,7 Kota Tomohon 69,0 7,3 45,9 Sulawesi Utara 58,6 12,5 51,8 Sumber : Riskesdas

63 Secara rerata di tingkat Provinsi, 58% penduduk yang berumur 10 tahun di Provinsi Sulawesi Utara pernah mendengar tentang HIV/ AIDS. Persentase tertinggi di Kota Manado (77%) dan terendah di Kabupaten Bolaang Mongondow (20%). Secara rerata yang mempunyai pengetahuan benar tentang HIV/AIDS hanya 12,5% atau satu di antara delapan penduduk yang berumur 10 tahun. Sementara yang berpengetahuan benar tentang cara penularan HIV/AIDS sebesar 50% dari yang pernah mengetahui. b. TUBERKULOSIS Sejak mulai di pakai di provinsi Sulawesi Utara pada tahun 1993, maka strategi DOTS telah diterapkan di seluruh Kabupaten/Kota dan 95 % Puskesmas telah mengadopsi strategi ini, sisanya belum dapat dikembangkan berhubungan dengan keterbatasan sumber daya tenaga kesehatan yang akan mengimplementasikan strategi ini terutama di puskesmas pemekaran Trend penemuan kasus pada 5 tahun terakhir tergambar pada Grafik Case Notification Rate di bawah ini. Gambar V. 21. Case Notification Rate Tahun Provinsi Sulawesi Utara Thn 2004 Thn 2005 Thn 2006 Thn 2007 Thn 2008 Sumber : Bidang PMK 2009 Fokus penemuan tetap pada penderita BTA positif untuk menuntaskan sumber penularan, tanpa meninggalkan kasus lainnya, sepertin terlihat dalam grafik 6 di bawah ini. Gambar V. 22. Pola penemuan kasus TBC Provinsi Sulawesi Utara tahun BTA POSITIF BTA NEGATIF Sumber : Bidang PMK

64 Angka penemuan kasus baru pada beberapa tahun terakhir ini menggambarkan fluktuasi yang bukan disebabkan oleh pergeseran epidemiologis, tetapi lebih banyak disebabkan oleh dinamika program, seperti terlihat dalam grafik di bawah ini. Gambar V.23. Penderita baru BTA positif (CDR) di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2004 s/d 2008 Sumber : Bidang PMK 2009 Ket : Thn 2005 PR 210/10000 Pddk Kualitas Diagnosa TB menunjukkan perkembangan yang cukup baik dimana pada tahun 2003 masih menunjukkan angka 5 %, tetapi kemudian mulai menurun ke kisaran 3 %, walaupun ada beberapa kabupaten error ratenya masih terlalu tinggi seperti di Minahasa Gambar V.24. Error rate < 5 % di Provinsi Sulawesi Utara tahun Sangihe Minahasa Bolmong Manado Bitung Talaud Tomohon Minsel Minut Sulut Sumber : Bidang PMK

65 Kegiatan pembinaan pengobatan selama 5 tahun terakhir ini berlangsung cukup baik dimana angka kesembuhan mencapai diatas 85 % di seluruh Kabupaten/Kota, seperti terlihat pada grafik di bawah ini. Gambar V.25. Data Cure rate penderita baru BTA (+) per kab/kota di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2004 s/d Thn 2004 Thn 2005 Thn 2006 Thn 2007 Sangihe Minahasa Bolmong Manado Bitung Talaud Tomohon Minsel Minut Sulut Sumber : Bidang PMK 2009 c. ISPA Pada lokakarya nasional ke-3 tahun 1990, telah disepakati penanggulangan dan pemberantasan ISPA yang dititikberatkan pada penanggulangan Pnemonia Balita. Hal ini merupakan tindak lanjut dari fakta yang ada bahwa penyebab kematian tertinggi pada anak usia dibawah 5 (lima) tahun adalah penyakit pernafasan dan sebagian besar disebabkan oleh Pnemonia. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) khususnya Pnemonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan pada bayi dan balita di Provinsi Sulawesi Utara. Angka cakupan penemuan penderita Pnemonia pada Balita di Provinsi Sulawesi Utara selang 2 tahun terakhir (2007 s/d 2008) mengalami peningkatan. Distribusi kasus Pnemonia berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara selang 2 (dua) tahun terakhitr (2006 s/d 2008), seperti yang disajikan pada Grafik 10 di bawah ini. Gambar V.26. Distribusi kasus Pneumonia pada Balita berdasarkan Kab/Kota di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2007 s/d JLH KASUS TAHUN 2007 TAHUN KOTA KOTA BITUNG KOTA KOTA KAB. KAB/KOTA KAB. MINSEL KAB. MINUT KAB. KAB. BOLMUT KAB. MITRA KAB. SANGIHE KAB. TALAUD KAB. SITARO : Sumber : Bidang PMK

66 Berdasarkan Grafik 10 terlihat bahwa penemuan kasus Pnemonia pada Balita di Provinsi Sulawesi Utara mengalami peningkatan dari tahun 2006 s/d Kasus tertinggi ditemukan di Kab. Minahasa (2.165 kasus) diikuti dengan Kab. Bolmong (2.127 kasus). Sedangkan distribusi penyakit Pnemonia berdasarkan kelompok umur di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008, terutama ditemukan pada kelompok umur 1-4 tahun, seperti pada Grafik 11 berikut: Gambar V.27. Distribusi kasus Pnemonia pada Balita berdasarkan kelompok umur di Provinsi Sulawesi Utara tahun <1TH KASUS TH KOTA MANADO KOTA KOTAMUBAGU KAB. MINUT KAB. MITRA KAB. SITARO KAB/KOTA Sumber : Bidang PMK 2009 Perkembangan MTBS di Provinsi Sulawesi Utara Upaya untuk meningkatkan cakupan penemuan kasus dan kualitas tatalaksana penderita Pnemonia Balita, maka DepKes RI telah menerapkan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar. Di Provinsi Sulawesi Utara kegiatan tersebut telah dimulai dengan sosialisasi MTBS dan pelatihan TOT yang diselenggarakan oleh DepKes RI. Jumlah puskesmas sudah mendapat pelatihan MTBS adalah 27 buah, sedangkan jumlah puskesmas yang melaksanakan MTBS yaitu 9 buah (33,3%). Adapun distribusi petugas yang telah dilatih MTBS, disajikan pada Tabel 2 berikut. Table V.10. Distribusi Petugas yang telah dilatih MTBS di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2001 s/d 2007 No. Tahun Jumlah Petugas (orang) Sumber : Bidang PMK 2009 Dari tabel diatas terlihat adanya ketidaksinambungan upaya ekspansi MTBS ke layanan kesehatan lainnya. Fakta-fakta epidemiologis dan layanan kesehatan P2 TB dan ISPA yang berbasis dari laporan unit pelayanan kesehatan ini ketika di komparasi dengan hasil Riskesdas 2007, menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan, seperti terlihat pada table 3 di bawah ini. Asumsi awal dari ketidak cocokan ini adalah hasil Riskesdas tidak memisahkan antara kejadian infeksi dalam 56

67 suatu periode waktu dan kumpulan kumulasi kasus bergejala pada saat survey dilangsungkan. Sementara pada penyakit-penyakit kronik seperti TB hal ini sungguh teramat penting untuk menilai kondisi epidemiologis sebenarnya dari penyakit ini. Tabel V.11. Prevalensi ISPA, Pneumonia, TB, Campak menurut Kota/Kabupaten di Provinsi Sulawesi Kabupaten/Kota ISPA Pneumonia TB Campak D DG D DG D DG D DG Bolaang Mongondow 1,5 19,0 0,1 0,9 0,0 0,2 0,6 0,6 Minahasa 6,5 25,7 0,1 0,8 0,1 0,5 0,3 0,5 Kepulauan Sangihe Talaud 1,6 25,3 0,1 1,1 0,4 1,1 0,5 0,6 Kepulauan Talaud 6,1 34,6 0,3 2,7 0,3 1,0 1,2 1,9 Minahasa Selatan 1,3 29,9 0,0 1,4 0,1 0,6 0,1 0,4 Minahasa Utara 0,9 21,3 0,1 0,8 0,4 0,9 0,5 0,7 Kota Manado 1,6 12,1 0,1 0,9 0,4 0,7 0,2 0,8 Kota Bitung 3,1 15,7 0,1 0,5 0,2 0,8 0,4 0,5 Kota Tomohon 0,8 18,1 0,0 0,5 0,0 0,2 0,2 0,2 Sulawesi Utara 2,6 20,5 0,1 1,0 0,2 0,6 0,4 0,6 Sumber : Riskesdas 2007 d. DIARE Penyakit Diare hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, hal ini erat kaitannya dengan masih tingginya perilaku hidup tidak sehat dan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk. Berdasarkan survey P2 Diare di Indonesia pada tahun 2000, angka kesakitan Diare (insiden) adalah 301 per 1000 penduduk dan tahun 2003 sebesar 374 per 1000 penduduk, sedangkan episode penyakit Diare pada Balita adalah 1,0 1,5 kali pertahun. Selain angka kesakitan yang relative tinggi di Provinsi Sulawesi Utara, penyakit Diare merupakan penyakit yang potensial menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).Tahun 2005 jumlah kasus Diare sebanyak kasus, dengan Insiden Rate 8,5 per 1000 penduduk, tahun 2006 jumlah kasus Diare sebanyak kasus, dengan Insiden Rate 10,7 per 1000 penduduk, tahun 2007 jumlah kasus Diare kasus, dengan Insiden Rate 12,5 per 1000 penduduk. Sedangkan tahun 2008 jumlah kasus Diare kasus, dengan Insiden Rate 7,9 per 1000 penduduk. Case Fatality Rate berada di bawah 0,05 % dengan angka kematian abosult tertinggi ada pada tahun 2007 sebanyak 8 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik 12 dibawah ini: Gambar V. 28. Trend Penyakit Diare dan Kematian di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2005 s/d 2008 Sumber : Bidang PMK

68 Hasil Riskesdas 2007 memperlihatkan hasil seperti table 4 dibawah ini. Tabel V.12. Prevalensi, Diare dan Pemakaian Obat Diare menurut Kota/Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara Kabupaten/Kota Diare D DG O Bolaang Mongondow 3,1 3,9 37,0 Minahasa 5,2 6,7 45,2 Kepulauan Sangihe Talaud 2,1 4,9 23,5 Kepulauan Talaud 1,7 9,4 23,2 Minahasa Selatan 2,7 8,8 30,0 Minahasa Utara 2,5 7,5 41,7 Kota Manado 1,4 3,1 47,1 Kota Bitung 2,5 4,3 31,8 Kota Tomohon 1,9 6,0 41,0 Sulawesi Utara 2,7 5,4 37,4 Sumber : Riskesdas 2007 Pada tingkat Provinsi, prevalensi penyakit diare di Sulawesi Utara lebih rendah daripada angka nasional. Sebaran antar kabupaten/kota bervariasi dari 3,1% - 9,4%. Prevalensi terendah (3,1%) ditemukan di Kota Manado, dan tertinggi di kabupaten Kepulauan Talaud. Hasil Riskesdas adalah survey sesaat, sehingga prevalensi yang dihasilkan juga hanya memperlihatkan gambaran pada periode tersebut, sehingga untuk mengkonversi ke periode yang lebih besar dan tepat seperti halnya indikator program akan sangat sulit. Karena pada penyakit-penyakit akut dengan perlangsungan penyakit yang pendek prevalensi setiap saat bisa berbeda. Tetapi Hasil Riskesdas akan sangat bermanfaat untuk menggambarkan kesenjangan antara kejadian penyakit sebenarnya di masyarakat dan yang terdeteksi oleh petugas kesehatan. 5.KUSTA Perubahan visi Program penanggulangan kusta dari orientasi eliminasi kemudian bergerak kearah kesinambungan program yang berkualitas di lapangan, melahirkan beberapa kebijakan baru yang lebih memperhatikan aplikasi teknis pelayanan kusta yang berkualitas dari level Puskesmas ke level rujukan. Ekspansi program kearah kegiatan rehabilitasi medik maupun sosial ekonimi juga mulai dijajaki. Akan tetapi secara epidemiologis masalah kusta di Sulawesi utara terlihat sangat statis. Perlangsungan penyakit dan beberapa faktor lainnya yang masih belum terjawab diperkirakan menyebabkan hal ini. Gambar V.29. CDR/ penduduk dalam 10 tahun terakhir Sumber : Bidang PMK

69 Trend penemuan kasus selama sepuluh tahun terakhir masih menggambarkan status yang high endemis untuk Provinsi Sulawesi Utara. Walaupun kecenderungan 5 tahun terakhir memperlihatkan grafik yang mulai menurun. Penjangkauan layanan Kusta sampai ke daerah-daerah terpencil tidak serta merta menambah penemuan kasus, karena di sisi lain penemuan kasus di daerah urban mulai memperlihatkan penurunan trend, meskipun trend ini lebih banyak terkait dengan intensitas kegiatan penemuan kasus di level puskesmas. Analisa dan perhatian khusus terhadap window periode dari setiap penderita belum dilakukan optimal di lapangan, padahal dengan pendekatan melalui indikator ini akan dapat menekan waktu penderita menularkan terhadap orang lain. Dari survey sederhana terhadap 38 responden yang diinterview selama kegiatan supervisi ditemukan hasil window periode rata-rata di Sulawesi Utara adalah 1 tahun 6 bulan. Ke depan nanti perhatian terhadap masalah ini dengan penelitian khusus terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penderita dalam memperoleh layanan kusta, akan dapat mengidentifikasi lebih jelas alasan keterlambatan mereka dalam memperoleh pengobatan kusta yang tepat. Gambar V. 30. Proporsi cacat 2 dan proporsi anak dalam 10 thn terakhir Sumber : Bidang PMK 2009 Proporsi cacat tk II mengalami kenaikan yang cukup bermakna, penyebab utama adalah ditemukannya penderita backlog pada waktu kegiatan SAPEL di Kepulauan Sangihe dan pemekaran Kabupaten baru yang memungkinkan penjangkauan layanan di daerah-daerah sulit. Sama halnya dengan Proporsi Cacat, Proporsi Anak juga masih menggambarkan kondisi yang cukup tinggi, walaupun agak menurun dibanding tahun sebelumnya. Secara absolute (lihat tabel berikutnya) angka anak terbanyak ada di Kabupaten Bolaang Mongondow, dalam 1 kegiatan supervise tim provinsi mendiagnosa 3 kasus anak di bawah 10 tahun di satu Puskesmas yang sebelumnya masih dinyatakan suspek oleh Petugas Puskesmas. Kabupaten ini memang menjadi salah satu kantong endemis dari Kusta dan transmisi penyakit masih berlangsung di masyarakat, mengingat penderita anak di daerah ini adalah penduduk yang pasif bila dilihat dari segi mobilitas. Kota Tomohon dan Kota Kotamobagu mencatat proporsi yang terbesar untuk kasus anak walaupun secara absolute hanya ada masing masing 3 orang anak di tiap Kota. Kegiatan survey sekolah menjadi salah satu sebab meningkatnya kasus anak di kota ini. 59

70 2. PENANGGULANGAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG (P2B2) a. MALARIA Kebijakan Pemerintah untuk program PENANGGULANGAN penyakit Malaria di daerah luar Jawa Bali menggunakan strategi diagnosa kasus dengan Malaria Klinis atau dikenal dengan Annual malaria Incidence (AMI). Namun bagi daerah yang resisten cloroquin untuk Plasmodium falsifarum diharapkan tidak lagi menggunakan diagnosis secara klinis dan menggantikan penggunaan cloroquin dengan ACT. Sedangkan untuk pengobatan Malaria di daerah yang sudah termasuk resisten malaria menggunakan Obat Artesunate Combine Therapy (ACT), dimana pada saat ini sesuai penelitian yang telah dilakukan tahun 1995/1996 di Kabupaten Minahasa Selatan sudah menggunakan obat tersebut. Akan tetapi diharapkan pada tahun tahun yang akan datang pengobatan Malaria sudah menggunakan Obat Artesunate Combine Therapy (ACT), dengan pembiayaann masing masing Kabupaten / Kota. Di Provinsi Sulawesi Utara, diagnosis Malaria melalui klinis masih sering dilakukan, karena masih terbatasnya fasilitas pendukung laboratorium baik alat seperti mikroskop maupun bahan seperti reagen. Keadaan penyakit malaria berdasarkan jumlah malaria klinis, Sediaan Darah (SD) yang diperiksa, SD Positif, jenis parasit (Plasmodium falsifarum + Mix) di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2003 s/d 2007, disajikan pada Grafik 15 berikut: Gambar V. 31. Jumlah Malaria Klinis, SD Diperiksa, SD positif, Positif Malaria Pf + Mix Di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2005 s/d M ANA DO BITUN G 2005 DIPERIKSA POSITIP DIPERIKSA POSITIP DIPERIKSA POSITIP DIPERIKSA POSITIP Sumber : Bidang PMK 2009 TOM O HON KOTA M OBA GU M INA HASA M INUT M INSE L M ITR A BOLM ONG BOLM UT SANGI HE TALA UD SITAR O Angka kesakitan Malaria Klinis periode 4 tahun terakhir menurun, dimana pada tahun 2005 angka kesakitan malaria klinis sebesar 15,23 per mil, sedangkan tahun 2008 turun menjadi 13,7 per mil. Angka tersebut menurun akibat adanya beberapa puskesmas belum melaporkan situasi penyakit malaria ke kabupaten/kota, sehingga laporan klinis malaria sangat kecil. 60

71 Situasi AMI berdasarkan periode waktu dari tahun 2005 s/d 2008 di Provinsi Sulawesi Utara, memperlihatkan penurunan yang cukup signifikan, seperti yang terlihat pada Grafik berikut. Gambar V. 32. Situasi Malaria berdasarkan Annual Malaria Incidence (AMI) di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2004 s/d 2008 Sumber : Bidang PMK 2009 PENANGGULANGAN VEKTOR Upaya penanggulangan vektor (nyamuk) di Provinsi Sulawesi Utara mencakup 3 (tiga) jenis penyakit yang dapat ditularkan melalui nyamuk yaitu penyakit DBD, Malaria dan Filariasis. Kegiatan penangulangan dilakukan berdasarkan klasifikasi vektor yang ditemukan pada masingmasing wilayah. Adapun distribusi jenis vektor malaria yang terdapat di Provinsi Sulawesi Utara, disajikan pada peta di bawah ini. Gambar V.33. Peta vektor malaria Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara tahun 2007 KET : 1.An. Barbirostis; 2.An. Vagus ; 3.An. Paragensis 4.An. Kochi; 5.An. Tesalatus; 6.An. Flavirostis; 7.An. Sub Pictus Sumber : Bidang PMK

72 2. DEMAM BERDARAH DENGUE (P2 DBD) Di Indonesia saat ini dikenal 4 serotipe virus dengue yaitu D-1,D-2, D-3, D-4. Dari serotipe tersebut yang paling banyak bersirkulasi adalah serotipe D-3. Kasus DBD di Provinsi Sulawesi Utara biasanya meningkat pada bulan Oktober sampai dengan bulan Maret, dimana peningkatan kasus ini sejalan dengan mulai terjadinya musim hujan. Distribusi kasus DBD berdasarkan periode 2005 s/ d 2008 dapat dilihat pada Grafik 17 dibawah ini: Gambar V. 34. Distribusi kasus DBD per bulan Di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2005 s/d Sumber : Bidang PMK 2009 Gambar V. 35. Jumlah Kasus DBD Per Kabupaten/Kota dalam 4 tahun terakhir Sumber : Bidang PMK

73 Kasus tertinggi pada tahun 2008 ditemukan di Kota Manado (CFR :1%o) dan urutan ke-2 kembali Kota Bitung menempatinya yang pada tahun 2007 menempati urutan ke 2 sedangkan urutan ke 3 bergeser dari Kabupaten Minahasa Selatan (CFR:0,63%) ke kabupaten Minahasa Utara kasus 170 dengan CFR = 0 %o. Jumah kabupaten/kota terjangkit DBD sampai dengan tahun 2008 meliputi 9 kabupaten/kota. Sedangkan kabupaten/kota yang dapat dikategorikan sebagai daerah endemis DBD, meliputi semua kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara (9 kabupaten/ kota), dimana kasus DBD terdapat di daerah tersebut selama 3 tahun berturut-turut. Grafik dibawah ini menggambarkan perkembangan endemisitas DBD di Kabupaten Kota selama 4 tahun terakhir. Gambar V. 36. Zonasi status warna berdasarkan Incidence rate per Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara selama 4 tahun terakhir Sumber : Bidang PMK

74 Angka Bebas Jentik (ABJ) sebagai tolok ukur upaya pemberantasan vektor melalui PSN-3M menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Oleh karena itu pendekatan pemberantasan DBD yang berwawasan kepedulian masyarakat merupakan salah satu alternatif pendekatan baru. Upaya untuk memonitoring peningkatan kasus DBD setiap saat, perlu dilaksanakan kegiatan surveilans termasuk surveilans vektor yang dilakukan melalui kegiatan pemantauan jentik oleh tenaga/kader pemeriksa jentik (Jumantik/ Kamantik). Tahun 2007 telah dilatih sebanyak 50 orang Kamantik yang tersebar di Kota Manado dan Kota Bitung. 3. FILARIA Program P2 Filaria kembali bergulir sejak adanya komitmen Internasional bahwa di seluruh Indonesia harus bebas kasus Filaria (kaki gajah) sampai dengan tahun Pada tahun 2005 di Provinsi Sulawesi Utara dilaksanakan pemetaan kasus Kaki Gajah dengan menggunakan formulir Rapid Survey Kaki Gajah yang disebarkan ke seluruh puskesmas. Dari 123 formulir yang disebarkan hampir 90% yang mengembalikannya dan ditemukan beberapa kasus kronis Kaki Gajah, seperti yang tampak pada Grafik 20 di bawah ini: Gambar V. 37. Kasus Kronis Filaria (Kaki Gajah) pada 5 Kab/Kota di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2005 s/d Bitung TomohonMinahasaBolmong Sangihe Kasus Sumber : Bidang PMK 2009 Pada Grafik ini, menunjukkan bahwa kasus kronis Filaria terbanyak di Kota Tomohon. Dari hasil Rapid Survey Kaki Gajah, maka sejak tahun 2005 di Provinsi Sulawesi Utara dilakukan juga survey darah jari di daerah-daerah yang ditemukan kasus Kaki Gajah. Jumlah pengambilan darah jari sebanyak 500 orang dengan usia 13 tahun keatas dan apabila tidak sampai sampel darah maka dipindahkan ke desa tetangga. Dari rapid survey ini akan diadakan survey darah jari yang diikuti dengan pemetaan didaerah daerah yang endemis Kaki Gajah. Rapid Survey kasus Kaki Gajah belum memenuhi semua wilayah ini disebabkan masih adanya 10% puskesmas yang belum melapor dan kebanyakan berada di daerah-daerah yang sangat terpencil, jauh dari jangkauan transportasi, jauh dari jangkauan pelayanan kesehatan dan daerah tersebut sangat rawan dengan kasus kaki gajah dimana adanya tempat-tempat perindukan yang sangat potensial untuk perindukan nyamuk terutama nyamuk penular Kaki Gajah seperti Anopheles, Culex dan lain sebagainya. Alasan lainnya adalah masih adanya ketidaktahuan masyarakat akan akibat penyakit ini dimana kebiasaan masyarakat bahwa penyakit Kaki Gajah ini akibat kutukan, guna-guna dan atau memang akibat kesalahan dari orang tua mereka yang tidak menuruti kemauan dari opo- opo sehingga yang kena getahnya adalah anak-anak mereka. Sejak adanya laporan hasil Rapid Survey maka Tim dari Provinsi Sulawesi Utara melaksanakan Survey darah jari Filaria baik di daerah yang ada kasus kronis Kaki Gajah maupun di daerah yang dulunya ada kasus dimana penderitanya sudah meninggal, yang kemungkinan di daerah tersebut masih ada mikrofilaria. 64

75 Pada tahun 2007 dilaksanakan kegiatan Survey Darah Jari di daerah Kota Bitung dan ditemukan 1 kasus kronis, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kab. Sangihe dan Kab. Talaud, dengan hasil seperti Grafik berikut. Gambar V. 38. Mikrofilaria Rate (Mf Rate) pada 4 (empat) Kab/Kota di Provinsi Sulawesi Utara tahun ,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 0, Bitung Bolmong Sangihe Talaud Mf Rate(%) Sumber : Bidang PMK 2009 Berdasarkan standar Nasional bahwa suatu kabupaten/kota dikatakan endemis Filaria bila pada survei darah jari mikrofilaria rate (Mf Rate) 1%. Dari Grafik B.4.2 diatas terlihat bahwa Mf Rate di Kabupaten Sangihe sebesar 0.3% belum dapat dikatakan sebagai daerah endemis Filaria. Tahun 2007 survei darah jari belum sepenuhnya dilaksanakan, karena terjadi efisiensi dana. Dari hasil survei tahun 2005 dan 2006 di Provinsi Sulawesi Utara dilaporkan jenis vektor Brugria Malayi dan dan Bwuchereria Bancrofti sebagai penyebab kasus filaria kronis yang ada. Di Indonesia hingga saat ini telah teridentifikasi 23 species nyamuk dari Genus Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Aermigeras, yang merupakan vektor penyebab Filariasis. Untuk mengetahui pemberantasan vektor Filariasis perlu diketahui bionemik (tata hidup) vektor, seperti tempat berkembangbiak, perilaku menggigit (mencari darah) dan tempat istirahat. Pada umumnya nyamuk beristirahat di tempat-tempat teduh, seperti semak-semak, di dalam rumah pada tempat-tempat yang gelap. Pada tahun 2008 upaya penanggulangan vektor Filariasis di Provinsi Sulawesi Utara tidak dilakukan karena tidak adanya dana baik yang dialokasikan dari Dana APBN maupun APBD. Hasil Riskesdas memperlihatkan gambaran seperti di tabel di bawah ini. Tabel V. 13. Prevalensi Filariasis, Demam Berdarah Dengue, Malaria dan Pemakaian Obat Program Malaria menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Utara Sumber : Riskesdas,

76 Di Sulawesi Utara dalam sebulan terakhir dijumpai prevalensi malaria 2,1%, dengan sebaran antar kabupaten/kota sangat bervariasi antara 0,2%-11,2%. Rerata prevalensi tingkat Provinsi ini dua kali lebih tinggi daripada angka nasional (1,13%). Terdapat lima kabupaten/kota yang prevalensinya di atas angka rerata Provinsi. Prevalensi penyakit malaria tertinggi di Kabupaten Kepulauan Talaud 11,2% dan terendah di Kota Tomohon, Dalam Riskesdas 2007 juga ditanyakan berapa banyak penderita penyakit malaria klinis dalam sebulan terakhir yang minum obat program untuk malaria. Secara rerata yang meminum obat masih rendah (38%), dengan kisaran 0-73%. Tampak bahwa di kabupaten/kota dengan prevalensi malaria tinggi, persentase orang yang minum obat program bervariasi dari sekitar 20-73%. Di Kabupaten Kepulauan Talaud dengan prevalensi penyaklit malaria tertinggi, justru persentase orang yang minum obat masih rendah (19%), keadaan ini perlu mendapat perhatian karena dapat menimbulkan resistensi obat. Dalam 12 bulan terakhir penyakit DBD dapat diditeksi di seluruh Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara dengan rerata prevalensi sebesar 0,4%. Prevalensi tertinggi ditemukan di Kabupaten Minahasa (0,7%), dan terendah di Kota Bitung (0,1%). Sebaran prevalensi penyakit DBD, semakin jelas bahwa penyakit DBD tidak hanya menyerang daerah perkotaan saja, tetapi sudah menyebar sampai daerah perdesaan. Kejadian penyakit DBD sangat dipengaruhi oleh musim. Kejadian DBD umumnya meningkat pada awal musim penghujan. Penyakit DBD dapat bersifat fatal bila tidak segera ditangani dengan benar. Program promosi kesehatan yang selama ini dilakukan dengan menekankan pentingnya upaya masyarakat melakukan 3M masih perlu ditingkatkan secara intensif sehingga memungkinkan kewaspadaan dan deteksi dini terhadap penyakit ini menjadi lebih baik Prevalensi Filariasis secara rerata di Sulawesi Utara cukup rendah sekitar satu permil (hampir sama dengan rerata nasional). Kabupaten Kepulauan Talaud dan Kepulauan Sangihe Talaud merupakan dua kabupaten dengan prevalensi masing-masing empat dan dua kali angka Provinsi masing-masing dua dan 4 permil. 4.RABIES (P2 RABIES) Rabies (sinonim: Lyssa, hidrophobia, rege, toilwer) adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit tersebut ditandai dengan disfungsi susunan saraf pusat dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Pada tahun 2008 di Provinsi Sulawesi Utara kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) terbanyak dilaporkan dari Kabupaten Minahasa (574 kasus) dan yang terkecil dari Kota Kotamobagu (1 kasus). Kasus Rabies pada manusia (Lyssa) di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 sebanyak 14 kasus, yang paling banyak melaporkan yaitu Kabupaten Minahasa (4 kasus). Masih tingginya kasus kematian di Provinsi Sulawesi Utara disebabkan karena kurangnya sosialisasi penyakit rabies di masyarakat dan juga keenganan masyarakat untuk melaporkan adanya kasus gigitan ke Unit Pelayanan Masyarakat. Distribusi kasus gigitan yang menyebabkan kematian paling tinggi di Kabupaten Minahasa, diikuti oleh Kabupaten Bolmong, seperti yang terlihat pada Grafik 24 dibawah ini: Gambar V. 39. Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) dan Lyssa di Provinsi Sulawesi Utara 2008 Jlh Gigitan Kota Manado Kota Bitung Kota Tomohon Kab Minahasa Kab Bolmong Kab Sangihe Kab Talaud Kab.Minsel Kab. Minut Kab. Mitra Kab. Sitaro Kota Kotamobagu Kab. Bolmut Kab/Kota G L Lyssa Sumber : Bidang PMK

77 Distribusi kasus gigitan yang menyebabkan kematian paling tinggi di Kabupaten Minahasa, diikuti oleh Kota Manado, seperti yang terlihat pada Grafik dibawah ini: Gambar V. 40. Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) per Bulan di Provinsi Sulawesi Utara Tahun Jlh Gigitan Series1 0 Jan Febr Maret April Mei Juni Juli Series Sumber : Bidang PMK 2009 Bulan Agus t Sept Okt Nov Des Dari Grafik 25 diatas terlihat bahwa tidak ada pola yang baku pada saat ini untuk memprediksikan kapan (bulan) dimana kasus gigitan tinggi. Pada tahun 2007 kasus mulai meningkat pada bulan Januari hingga Maret yang kemungkinan pada saat itu musim pancaroba dari musim hujan ke musim kemarau dimana biasanya pada musim tersebut musim kawin dari hewan penular Rabies. Berdasarkan laporan yang diterima dari kabupaten/kota selang tahun 2005 s/d 2008, jumlah hewan tersangka rabies yang diperiksa dan yang positif disajikan pada Grafik dibawah ini: Gambar V. 41. Jumlah Spesimen Hewan Diperiksa dan yang Positif di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2005 s/d 2008 Deperiksa Diperiksa Positif 0 Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun Sumber : Bidang PMK

78 Dari Grafik 26 diatas hewan tersangka Rabies yang diperiksa tahun 2005 ke tahun 2007 mengalami penurunan. Sedangkan keadaaan yang ada di masyarakat menunjukkan masih banyaknya gigitan hewan tersangka rabies khususnya anjing. Pada tahun 2007 di Provinsi Sulawesi Utara dilaporkan jumlah gigitan sebanyak 1798 dan jumlah yang divaksinasi 561 kasus. Hal tersebut dapat disebabkan karena tidak adanya laporan dari masyarakat karena masih minimnya pengetahuan masyarakat terhadap bahaya Rabies, kemungkinan HPRs sudah dibunuh dan HPRs tidak ditemukan. Faktor lain yang meyebabkan masih tingginya kasus GHPR di Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2007 adalah ketersediaan VAR untuk HPRs tidak sebanding dengan jumlah HPRs khususnya anjing, masih adanya HPRs (anjing) yang berkeliaran secara liar. Pada tahun 2007 ketersediaan VAR untuk HPRs adalah ± dosis, sedangkan jumlah HPRs yang ada (anjing) yaitu sekitar ekor anjing (Dinas Peternakan Prop. Sulut, 2007). Demikian halnya dengan ketersedian VAR untuk manusia masih minim yaitu hanya ± 100 dosis per tahun. 3. Status Imunisasi Cakupan imunisasi pada anak umur bulan sesuai hasil riskesdas 2007 dapat dilihat pada tabel bawah ini. Tabel V. 14. Persentase Anak Umur Bulan yang Mendapatkan Imunisasi Dasar menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Sumber : Bidang PMK 2009 Dilihat dari tabel di atas dari lima jenis imunisasi, imunisasi dengan cakupan terendah di Sulawesi Utara ialah imunisasi Hepatitis (71,5%), sedangkan cakupan tertinggi ialah imunisasi BCG (94,8%). Secara umum, di Sulawesi Utara cakupan imunisasi anak sudah mencapai di atas 80%, kecuali imunisasi HB3. Cakupan imunisasi BCG di perkotaan Bitung dan Minahasa sudah mencapai 100%, dan tujuh kabupaten/kota lainnya masih di bawah 100% tetapi sudah di atas 90%. Empat kabupaten/kota sudah mencapai 90% cakupan imunisasi Polio 3, sementara lima kabupaten/kota lainnya masih di bawah 60%. Cakupan DPT 3, baru lima kabupaten/kota yang mencapai hampir 90%, empat kabupaten/kota masih di bawah 80%. Hanya tiga kabupaten/kota yang mencapai cakupan imunisasi HB3 80%, dan enam kabupaten/ kota lainnya cakupannya masih di bawah 80%. Tujuh kabupaten/kota sudah mencapai cakupan imunisasi Campak 90%, dua kabupaten lainnya yakni Tomohon dan Bolaang Mongondow masih di bawah 90%. 68

79 Tabel V. 15. Persentase Anak Umur Bulan yang Mendapatkan Imunisasi Lengkap menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Sumber : Bidang PMK 2009 Cakupan per antigen tidak serta merta menggambarkan perlindungan secara meyeluruh terhadap penyakit, karena itu dalam table 8 diatas gambaran sebenarnya terlihat bahwa hanya 48 % ratarata se provinsi Sulawesi Utara yang di Imunisasi lengkap, dalam hal ini banyak Balita yang drop out. Cakupan imunisasi lengkap anak balita umur bulan tertinggi (74.6%) di Kabupaten Minahasa Utara dan terendah (28%) di Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud. 4. PENYAKIT TIDAK MENULAR Karena distribusi dan pelaporan surveilans penyakit tidak menular belum merata di seluruh fasilitas kesehatan, sehingga tidak akan dapat menggambarkan secara tepat beban epidemiologisnya, maka penyusun menggunakan sepenuhnya data Riskesdas 2007 untuk menggambarkan situasi pengendalian penyakit tidak menular termasuk faktor resikonya. a. Penyakit Tidak Menular Utama, Penyakit Sendi, dan Penyakit Keturunan Data penyakit tidak menular (PTM) yang disajikan meliputi penyakit sendi, asma, stroke, jantung, DM, hipertensi, tumor/kanker, gangguan jiwa berat, buta warna, glaukoma, bibir sumbing, dermatitis, rinitis, talasemiaa, dan hemofiliaa dianalisis berdasarkan jawaban responden p e r n a h d i d i a g n o s i s o l e h t e n a g a kesehatan (notasi D pada tabel) atau mempunyai gejala klinis PTM. Prevalensi PTM adalah gabungan kasus PTM yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan dan kasus yang mempunyai riwayat gejala PTM (dinotasikan sebagai DG pada tabel). Cakupan atau jangkauan pelayanan tenaga kesehatan terhadap kasus PTM di masyarakat dihitung dari persentase setiap kasus PTM yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan dibagi dengan persentase masingmasing kasus PTM yang ditemukan, baik berdasarkan diagnosis maupun gejala (D dibagi DG). Penyakit sendi, hipertensi dan stroke ditanyakan kepada responden umur 15 tahun ke atas, sedangkan PTM lainnya ditanyakan kepada semua responden. Riwayat penyakit sendi, hipertensi, stroke dan asma ditanyakan dalam kurun waktu 12 bulan terakhir, dan untuk jenis PTM lainnya kurun waktu riwayat PTM adalah selama hidupnya. Untuk kasus penyakit jantung, riwayat pernah mengalami gejala penyakit jantung dinilai dari 5 pertanyaan dan disimpulkan menjadi 4 gejala yang mengarah ke penyakit jantung, yaitu penyakit jantung kongenital, angina, aritmia, dan dekompensasi kordis. Responden dikatakan memiliki gejala jantung jika pernah mengalami salah satu dari 4 gejala termaksud. Data hipertensi didapat dengan metode wawancara dan pengukuran. Hipertensi berdasarkan hasil pengukuran/pemeriksaan tekanan darah/tensi, ditetapkan menggunakan alat pengukur tensimeter digital. 69

80 Tensimeter digital divalidasi dengan menggunakan standar baku pengukuran tekanan darah (sfigmomanometer air raksa manual). Pengukuran tensi dilakukan pada responden umur 15 tahun ke atas. Setiap responden diukur tensinya minimal 2 kali, jika hasil pengukuran ke dua berbeda lebih dari 10 mmhg dibanding pengukuran pertama, maka dilakukan pengukuran ke tiga. Dua data pengukuran dengan selisih terkecil dihitung reratanya sebagai hasil ukur tensi. Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik 140 mmhg atau tekanan darah diastolik 90 mmhg. Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk usia 18 tahun keatas, maka prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tensi dihitung hanya pada penduduk umur 18 tahun ke atas. Mengingat pengukuran tekanan darah dilakukan pada penduduk 15 tahun ke atas maka temuan kasus hipertensi pada usia tahun sesuai kriteria JNC VII 2003 akan dilaporkan secara garis besar sebagai tambahan informasi. Selain pengukuran tekanan darah, responden juga diwawancarai tentang riwayat didiagnosis oleh tenaga kesehatan atau riwayat meminum obat anti-hipertensi. Dalam penulisan tabel, kasus hipertensi berdasarkan hasil pengukuran diberi inisial U, kasus hipertensi berdasarkan diagnosis nakes diberi inisial D, dan gabungan kasus hipertensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dengan kasus hipertensi berdasarkan riwayat minum obat hipertensi diberi istilah diagnosis/minum obat dengan inisial DO. Tabel V. 16. Prevalensi Penyakit Persendian, Hipertensi, dan Stroke menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Utara Sumber : Riskesdas, 2007 Hampir semua kasus PTM dalam Riskesdas 2007, ditetapkan berdasarkan jawaban responden pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan atau mengalami gejala PTM. Pengukuran atau pemeriksaan fisik hanya dilakukan untuk penetapan kasus hipertensi yaitu melalui pengukuran tekanan darah. Kriteria Hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik >= 140 mmhg atau tekanan darah diastolik >= 90 mmhg. Di Sulawesi Utara, satu dari empat penduduk umur >15 tahun menderita penyakit sendi yang didasarkan pada diagnosis tenaga kesehatan dan gejala. Penyakit sendi yang didasarkan pada diagnosis dan gejala terdapat di seluruh Kabupaten/Kota dengan prevalensi bervariasi antara 16,% - 34,1% Penyakit sendi tertinggi di Kabupaten Minahasa Selatan 34,1% atau sekitar satu di antara tiga, dan terendah di Kota Manado (16,6%) atau satu di antara enam penduduk umur >15 tahun. Sementara jika didasarkan pada diagnosis saja maka penyakit sendi ditemukan pada sekitar satu diantara sepuluh penduduk umur > 15 tahun (11,4%). 70

81 Prevalensi tertinggi ditemukan di Kabupaten Bolaang Mongondow yakni hampir satu di antara empat penduduk umur > 15 tahun dan terendah di Kota Tomohon, empat di antara seratus penduduk > 15 tahun (4%) Berdasarkan pengukuran tekanan darah, secara rerata di Sulawesi Utara, penyakit hipertensi diderita oleh hampir satu di antara tiga penduduk umur >18 tahun (31,2%). Penyakit hipertensi tertinggi di Kabupaten Kota Tomohon yakni empat di antara sepuluh penduduk (41,6%) dan terendah di Kota Bitung sekitar satu di antara lima penduduk (22,5%). Stroke di Sulawesi Utara diderita oleh satu di antara 100 penduduk dewasa (1,0%). Stroke tertinggi ditemukan di Kabupaten Kepulauan Talaud dan Kota Bitung, masing-masing 1,4%, dan terendah di Kota Tomohon (0,4%). Tabel V. 17. Prevalensi Penyakit Persendian, Hipertensi, dan Stroke menurut Karakteristik Responden Di Provinsi Sulawesi Utara Sumber : Riskesdas,

82 Penyakit sendi, stroke, hipertensi meningkat dengan bertambahnya umur dan tertinggi pada umur > 65 tahun. Prevalesni hipertensi dan stroke cenderung lebih tinggi meski sedikit pada perempuan dibandingkan laki-laki, sementara prevalensi penyakit sendi tidak berbeda. Semakin tinggi tingkat pendidikan, prevalensi penyakit sendi, hipertensi, dan stroke semakin rendah. Penyakit sendi, hipertensi dan stroke ditemukan pada penduduk dengan semua jenis pekerjaan. Tidak terlihat pola hubungan antara prevalesni ke tiga penyakit PTM tersebut dengan jenis pekerjaan. Penyakit sendi cenderung lebih banyak pada penduduk perdesaan, sebaliknya hipertensi dan stroke cenderung lebih tinggi di perkotaan. Semakin tinggi tingkat pengeluaran rumahtangga per kapita per bulan, prevalensi penyakit sendi, stroke dan hipertensi juga cenderung semakin tinggi. Tabel V. 18. Prevalensi Penyakit Asma*, Jantung*, Diabetes* Dan Tumor**Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Sulawesi Utara Sumber : Riskesdas, 2007 Prevalensi asma yang didasarkan pada diagnosis secara rerata di Provinsi Sulawesi Utara sekitar satu di antara sepuluh reponden (1,2%), dan prevalensi berdasarkan diagnosis dan gejala dua kali dari angka berdasarkan diagnosis (2,7%). Angka-angka tersebut lebih rendah dari angka tingkat nasional. Prevalensi terendah asma berdasarkan diagnosis ditemukan di Kota Tomohon (0,2%) dan tertinggi di Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud (1,6%). Sementara prevalensi asma yang didasarkan pada diagnosis dan gejala, angka terendah didapatkan di Kota Bitung dan tertinggi di Kabupaten Kepulauan Talaud. Prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis hampir sama dengan prevalensi asma yakni 1,3%, terendah 0,7% di Kabupaten Bolaang Mongondow dan Minahasa Utara, tertinggi di Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud. Sementara itu prevalensi penyakit jantung yang didasarkan pada data diagnosis dan gejala jauh lebih tinggi. Pada tingkat Provinsi, secara rerata didapatkan prevalensi 8,2%, tertinggi 15,2% di Kabupaten Kepaulauan Talaud dan terendah di Kabupaten Bolaang Mongondow (5,2%). Angka-angka prevalensi tersebut lebih tinggi dari angka tingkat nasional. Prevalensi diabetes, baik berdasarkan diagnosis maupun diagnosis dan gejala, secara rerata di tingkat Provinsi Sulawesi Utara didapatkan angka lebih tinggi daripada angka nasional. Penyakit ini tersebar di seluruh Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara, dengan prevalensi tertinggi di Kota Manado dan terendah di Kabupaten Bolaang Mongondow. Secara rerata, prevalensi Tumor di Provinsi Sulawesi Utara lebih tinggi daripada angka nasional. Prevalensi Tumor tertinggi di Kota Tomohon (0,9%), dan terendah di Kabupaten Bolaang Mongondow (0,1%). 72

83 Tabel V. 19. Prevalensi Penyakit Asma*, Jantung*, Diabetes* dan Tumor** Berdasarkan Diagnosis Tenaga Kesehatan Atau Gejala menurut Karakteristik Responden di Provinsi Sulawesi Utara Asma Jantung Diabetes Tumor Karakteristik responden D D/G D D/G D D/G D Kelompok Umur (tahun) <1 0,0 0,0 0,0 1,6 0,0 0,0 0, ,2 0,3 0,1 0,7 0,1 0,1 0, ,8 1,7 0,2 1,8 0,0 0,3 0, ,8 1,4 0,5 4,9 0,1 0,3 0, ,4 1,3 0,5 6,8 0,2 0,4 0, ,8 2,3 2,0 11,4 1,1 1,7 0, ,2 4,6 2,1 13,9 2,3 3,9 1, ,3 5,5 3,1 15,8 2,0 3,1 2, ,0 8,5 4,6 21,6 6,1 7,9 1, ,4 8,2 2,4 15,2 2,4 4,1 0,7 Jenis kelamin Laki-laki 1,2 2,7 1,1 7,1 0,7 1,4 0,3 Perempuan 1,2 2,7 1,5 9,4 1,3 1,9 0,9 Pendidikan Tidak sekolah 2,5 5,0 1,3 11,8 0,0 0,7 0,6 Tidak tamat SD 2,4 4,9 1,4 12,2 1,0 1,8 0,8 Tamat SD 1,2 3,2 1,3 10,1 1,0 1,9 0,4 Tamat SLTP 0,8 2,4 1,5 8,8 1,2 1,7 0,7 Tamat SLTA 1,4 2,2 1,5 8,6 1,2 2,0 0,7 Tamat PT 0,8 1,4 2,6 8,1 2,3 2,9 2,0 Pekerjaan Tidak kerja 2,2 1,7 1,7 11,0 1,6 2,9 0,9 Sekolah 0,7 0,1 0,1 2,8 0,1 0,4 0,1 Ibu RT 1,4 2,0 2,0 13,6 1,8 2,5 1,4 Pegawai 0,6 2,1 2,1 8,3 1,6 2,0 0,8 Wiraswasta 0,8 2,0 2,0 10,2 1,0 2,8 0,2 Petani/nelayan/ 1,9 1,2 1,2 10,5 0,6 1,0 0,3 Buruh Lainnya 1,6 2,5 2,5 10,3 3,7 4,6 1,1 Tipe daerah Perkotaan 1,2 2,3 1,3 7,7 1,2 2,3 0,7 Perdesaan 1,2 3,0 1,3 8,8 0,9 1,2 0,5 Sumber : Riskesdas, 2007 Prevalensi penyakit asma, jantung, dan diabetes meningkat tajam dengan bertambahnya umur, sejak umur >45 tahun, sementara untuk penyakit tumor meningkat tajam sejak umur 35, dan menurun pada umur > 75 tahun. Penurunan prevalensi tumor pada usia >74 tahun kemungkinan karena kasus-kasusnya sudah banyak yang meninggal dunia. Prevalensi penyakit asma pada laki-laki dan perempuan sama, sedangkan pada penyakit jantung, diabetes, dan tumor pada perempuan lebih tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan, prevalensi penyakit asma menurun. Penyakit jantung yang didasarkan pada diagnosis meningkat hampir dua kali pada kelompok berpendidikan perguruan tinggi, sebaliknya jika didasarkan pada diagnosis dan gejala, prevalensinya semakin menurun seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan. 73`

84 G. PENYEHATAN LINGKUNGAN 1. Program Sanitasi Perumahan dan Lingkungan a. Sosialisasi Pendekatan Kabupaten/Kota Sehat. Sampai tahun 2008 penyebaran informasi tentang Kabupaten/Kota Sehat telah dilaksanakan di 13 Kabupaten/Kota. Berkenaan dengan pelaksanaan sosialisasi, dalam rangka pembentukan forum kota sehat melibatkan seluruh lintas sektor / program terkait disetiap kabupaten/kota. Dari 13 Kabupaten/Kota, 7 kabupaten/kota telah melaksanakan program pembentukan kabupaten / kota sehat yaitu Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud. Kabupaten/Kota tersebut telah memiliki Forum Kabupaten/Kota Sehat ataupun dengan nama lainnya yang sesuai dengan daerah masingmasing, sedangkan kabupaten / kota lainnya masih dalam proses pembentukan Tim Pembina Kabupaten / Kota Sehat. Untuk menentukan tatanan yang akan dipilih, masing-masing daerah menyesuaikan dengan kesiapan dan kemampuan sumber daya yang dimiliki. Pada tahun 2007 Prop. Sulawesi Utara telah mengajukan 3 (tiga ) Kab/Kota yaitu Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kota Bitung dan Kota Manado untuk dinilai di tingkat Nasional dalam penilaian Kota Sehat, dan hasil yang dicapai yaitu Prop. Sulawesi Utara mendapatkan penghargaan Kota Sehat untuk Kota Manado dan Kota Bitung dengan Swasti Saba kategori Padapa. Sedangkan tahun 2009, hanya 4 Kaupaten/Kota yang layak diusulkan untuk penilaian tingkat nasional yaitu, Kota Bitung, Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Kepulauan Sangihe. b. Penyehatan Perumahan dan Lingkungan Kondisi perumahan yang ada di Provinsi Sulut sangat bervariasi karena hal ini dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat dalam membangun rumahnya, dan data yang ada belum merupakan hasil secara keseluruhan dari jumlah rumah yang ada di seluruh daerah tetapi hanya menggambarkan dari jumlah rumah yang dapat dipantau oleh petugas di Puskesmas, namun demikian dari hasil pemantauan petugas, kualitas perumahan yang memenuhi syarat cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Gambar V. 42. Trend % Rumah Yang Memenuhi Syarat Kesehatan di Sulawesi Utara dalam persen Tahun 2006 s/d 2008 Sumber : Bidang PMK 2009 Jumlah rumah yang ada di Provinsi Sulawesi Utara kurang lebih sebanyak kegiatan pemantauan yang dilaksanakan dari tahun 2007 yaitu jumlah rumah yang dapat diperiksa sejumlah dan yang memenuhi syarat sebanyak rumah atau sebesar 69,85 %, dan pada tahun 2008 jumlah rumah yang dapat diperiksa sebanyak rumah, yang memenuhi syarat sebanyak rumah atau sebesar 70,33 %. 74

85 Dari data tersebut diatas dapat dilihat peningkatan rumah yang memenuhi persyaratan yaitu dari 69,85% menjadi 70,33 %. Hasil yang dicapai untuk penyehatan perumahan tersebut telah mencapai target yang ditetapkan pada tahun 2008 yaitu sebesar 69 %. C. Penyehatan tempat pembuangan kotoran manusia. Dalam pelaksanaan pemantauan dan pengawasan pemanfaatan jamban keluarga, petugas melaksanakan kegiatan tersebut bersamaan pada saat melakukan pemantauan penyehatan perumahan. Gambar V. 43. Trend % jamban Yang Memenuhi Syarat (MS) Kesehatan di Sulawesi Utara Tahun 2006 s/d 2008 Sumber : Bidang PMK, 2009 Hasil kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2007 yaitu, pemantauan sebanyak unit jamban. Dari sejumlah jamban yang dapat diperiksa tersebut hasilnya menunjukkan bahwa jumlah masyarakat yang memanfaatkan / menggunakan jamban sebanyak atau sebesar 63,69 %, sedangkan untuk tahun 2008 menunjukkan adanya penurunan jumlah jamban yang dipantau yaitu sebanyak jamban yang dapat diperiksa, dan dari jumlah tersebut terjadi peningkatan sebesar unit jamban yang digunakan masyarakat atau sebesar 70,50 %. Dari jumlah jamban yang dapat diperiksa tersebut, hanya menunjukkan kuantitas /jumlah dan belum menggambarkan segi kualitasnya. Dengan kondisi yang demikian memungkinkan timbulnya kasus penyakit yang berhubungan dengan masalah pembuangan kotoran manusia yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Disamping masalah penyakit yang mungkin dapat timbul tersebut diatas, yang menyebabkan terjadinya penurunan pemanfaatan jumlah jamban keluarga yang ada mungkin disebabkan karena sering terjadinya bencana alam sehingga jamban tersebut tidak / belum dimanfaatkan lagi. d. Sarana Pembuangan Air Limbah. Penyehatan Sarana Pembuangan Air Limbah yang ada dipermukiman masyarakat pada umumnya dengan sistem terbuka dan masih banyak yang di wilayah desa / kelurahan dengan sistem peresapan secara individu karena belum tersedianya riol yang disediakan oleh pemerintah. Sehingga yang menggunakan sistem riolering biasanya didaerah pusat perkotaan dan di pusat ibukota kecamatan. 75

86 Dari hasil pemantauan di lapangan menunjukkan bahwa dari jumlah yang dapat diperiksa pada tahun 2007 sebanyak , yang memenuhi persyaratan hanya sebesar atau 46,12 %, untuk tahun 2008 yang dapat diperiksa sebanyak dan yang memenuhi persyaratan sejumlah atau sebesar 49,44 %, Dari data tersebut diatas dapat dilihat adanya peningkatan jumlah SPAL yang diperiksa, meskipun jumlahnya yang memenuhi persyaratan tetap namun dengan kondisi yang demikian, faktor ini dapat mempengaruhi kualitas lingkungan yang ada secara keseluruhan dan kondisi lingkungan yang demikian ini dapat digunakan vektor sebagai media penularan penyakit. Capaian kegiatan dapat dilihat seperti dibawah ini. Gambar V. 44. Tren % SPAL Yang Memenuhi Syarat Kesehatan di Sulawesi Utara dalam persen Tahun 2006 s/d 2008 Sumber : Bidang PMK, 2009 e.program TP3 Pestisida Pengawasan Tempat Pengelolaan Pestisida. Dari hasil pemantauan terhadap Tempat Penyimpanan, Pengolahan dan Penjualan Pestisida di Provinsi Sulawesi Utara, hasilnya menunjukkan peningkatan kualitas dalam penanganan pestisida yaitu pada tahun 2007 dari 103 yang diperiksan Tempat Pengelolaan Pestisida yang memenuhi syarat sebanyak 92 atau sebesar 89,32 %, dan pada tahun 2008 dari 103 TP Pestisida yang diperiksa, yang memenuhi syarat 92 atau sebesar 89,32 %. Gambar V. 45. Tren % TP PESTISIDA Yang Memenuhi Syarat Kesehatan di Sulawesi Utara dalam persen Tahun 2006 s/d 2008 Sumber : Bidang PMK,

87 F. Program Hygiene Sanitasi Tempat Tempat Umum. Kondisi tempat-tempat umum di Provinsi Sulawesi Utara selama periode adalah sebagai berikut, pada tahun 2007 kegiatan yang dilaksanakan yaitu dengan pengawasan pada TTU yang diperiksa dan yang memenuhi syarat sebanyak atau sebesar 78,6 %, sedangkan pada tahun 2008 dari TTU yang diperiksa yang memenuhi syarat atau sebesar 78,61 %, hasil tersebut tidak dapat dibandingkan karena jumlah yang diperiksa sangat berbeda, karena ini dipengaruhi oleh kemampuan dan ketersediaan sarana yang ada, namun dari hasil tersebut masing-masing telah menunjukkan hasil yang cukup yaitu diatas 70 % yang memenuhi syarat. Gambar V. 46. Tren % TTU Yang Memenuhi Syarat Kesehatan di Sulawesi Utara Tahun 2006 s/d 2008 Sumber : Bidang PMK 2009 g. Pengawasan TPM. P e n g a w a s a n / p e m e r i k s a a n T e m p a t Pengolahan Makanan dan Minuman di Provinsi Sulawesi Utara juga belum menunjukkan hasil yang memuaskan.jumlah TPM yang dapat diperiksa pada tahun 2007 sebanyak dan yang memenuhi syarat sebanyak atau sebesar 73,8 %, dan pada tahun 2008 dari TPM yang diperiksa, yang memenuhi syarat sebanyak atau sebesar 77%. Dari hasil tersebut menunjukkan adanya penurunan TPM yang diperiksa, tetapi jumlah TPM yang memenuhi syarat mengalami peningkatan. Gambar V. 47. Tren % TPM yang memenuhi syarat Kesehatan di Sulawesi Utara Tahun 2006 s/d 2008 Sumber : Bidang PMK Sumber 2009 : 77

88 h. Program Pengawasan Kualitas Air. Program Pengawasan kualitas air bertujuan untuk memantau akses masyarakat terhadap air bersih dari segi kuantitas terlebih memperhatikan dan memantau kondisi kualitasnya. Dalam rangka pelaksanaan program pengawasan kualitas air di 13 Kabupaten/Kota, untuk kegiatan penyediaan air bersih pedesaan dan perkotaan penekanannya lebih besar diberikan kepada peran serta masyarakat dalam pencarian sumber air, perencanaan pembangunan sarana serta pemanfaatan dan pemeliharaannya. Ada beberapa sarana yang menjadi obyek dalam pelaksanaan tugas pengawasan kualitas air adalah sebagai berikut : Ledeng (PDAM), Depot Air Minum (Air Isi Ulang), PMA, PAH, PP Non PDAM, SGL, SPT, Sumur Bor, Kolam Renang, Pemandian Umum, Sungai, Danau dan lain lain. Untuk penyediaan air bersih pedesaan perhatian lebih besar diberikan kepada peran serta masyarakat dalam penyiapan sumber air bersih. Cakupan air bersih sampai dengan tahun 2006 di pedesaan sebesar 58,79 %, tahun 2007 terjadi peningkatan yaitu 60, 33% sedangkan untuk untuk daerah perkotaan tahun 2007 adalah 61,32 % pedesaan 57 %. Sedangkan tahun 2008 perkotaan 60,37 % dan pedesaan 57 %. Penurunan cakupan disebabkan adanya bencana banjir yang mengakibatkan rusaknya sarana air bersih di daerah bencana. Dalam tugas pengawasan air bersih dilapangan lebih khusus pengambilan sampel air, maka dari 258 sampel air bersih yang diambil yang berasal dari sarana air bersih yang diperiksa pada tahun 2006, ternyata hanya 193 (74,81 %) yang memenuhi syarat bakteriologis. Sedangkan pengawasan terhadap depot air minum tahun 2006 sampel yang diambil dan diperiksa sebanyak 126 sampel yang memenuhi syarat bakteriologis sebanyak 122 sampel (96,82 %). 78

89 BAB VI SUMBERDAYA KESEHATAN Gambaran mengenai situasi sumber daya kesahatan dikelompokkan menjadi sarana kesehatan, tenaga kesahatan dan pembiayaan kesehatan. A. SARANA KESEHATAN Sarana kesehatan meliputi puskesmas, rumah sakit (rumah sakit umum dan rumah sakit khusus), sarana Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) dan Pedagang Besar farmasi/ Apotik/Toko Obat. 1. Puskesmas Puskesmas merupakan unit pelaksanan teknis dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota yang berada di wilayah kecamatan yang melaksanakan tugas-tugas operasional pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan di tiap kecamatan memiliki peran yang sangat penting dalam memelihara kesehatan masyarakat. Pada tahun 2008 jumlah puskesmas di seluruh Sulawesi Utara sebanyak 149 unit. Jika dibandingkan dengan tahun 2007 terdapat peningkatan dari jumlah 147 unit. Distribusi puskesmas menurut kabupaten/kota Distribusi puskesmas menurut kabupaten/kota se Provinsi Sulawesi Utara tahun 2007 dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar VI. 1. Distribusi Puskesmas menurut jenis pelayanan Dari gambaran di atas terlihat bahwa jumlah Puskesmas Non Rawat Inap lebih banyak dari Puskesmas Rawat Inap. Kota Kotamobagu adalah daerah yang tidak mempunyai Puskesmas Rawat inap, sebaliknya pada tahun 2008 Kota Tomohon hanya mempunyai Puskesmas dengan fasilitas Rawat Inap. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, maka pada tahun 2008 rasio Puskesmas - penduduk adalah satu puskesmas melayani penduduk, atau 6,75 Puskesmas per penduduk. 79

90 Tabel VI.1. Rasio Puskesmas penduduk Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Kab / Kota Jml Penduduk Jml Pusk Ratio Pusk/ pddk 1 Kab. Bolaang Mongondow : Kab. Bol. Mongondow Utara : Kab. Kepulauan Sangihe : Kab. Kepulauan Talaud : Kab. Kepulauan SITARO : Kab. Minahasa : Kab. Minahasa Selatan : Kab. Minahasa Utara : Kab. Minahasa tenggara : Kota Tomohon : Kota Manado : Kota Bitung : Kota Kotamobagu : Provinsi Sulawesi Utara : Dari tabel di atas, maka dapat dikatakan bahwa rasio puskesmas pada tahun 2008 memenuhi konsep wilayah kerja Puskesmas, yaitu rata-rata satu unit puskesmas melayani penduduk. Perkembangan Puskesmas di Sulawesi Utara dapat terlihat dalam tiga tahun berturut-turut, dimana meskipun kecil, namun terjadi peningkatan dari tahun 2006, 2007 dan 2008 sebagaimana diperlihatkan pada gambar dibawah Gambar VI. 2. Perkembangan Puskesmas se Sulawesi Utara tahun

91 2. Rumah Sakit Indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan sarana rumah sakit antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan yang biasanya diukur dengan menghitung jumlah rumah sakit dan tempat tidurnya serta rasionya terhadap jumlah penduduk. Pada tahun 2008, jumlah rumah sakit se Sulawesi Utara sebanyak 31 unit dimana 15 unit dikelola oleh Pemerintah yang terdiri atas rumah sakit milik Departemen Kesehatan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, TNI/POLRI dan 16 unit dikelola oleh swasta. Dari 13 kabupaten/kota di Sulawesi Utara, empat kabupaten tidak memiliki rumah sakit, yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow, SITARO, Minahasa Tenggara dan Bolaang Mongondow Utara. Distribusi rumah sakit se Sulawesi Utara seperti pada gambar berikut. Gambar VI. 3. Distribusi rumah sakit di Sulawesi Utara berdasarkan kepemilikan tahun 2008 Perkembangan jumlah rumah sakit di Sulawesi Utara tahun 2006, 2007 dan 2008 dapat terlihat sebagaimana pada gambar berikut, Gambar VI. 4. Perkembangan jumlah Rumah Sakit di Sulawesi Utara tahun 2006, 2007,

92 Jika dilihat dari kepemilikan maka perkembangan rumah sakit dalam 3 tahun terakhir terjadi pada rumah sakit yang dikelola oleh swasta, sebagaimana terlihat pada gambar VI. 5 di bawah Gambar VI.5. Perkembangan RS di Sulawesi Utara menurut kepemilikan tahun Selain jumlah rumah sakit, untuk menggambarkan ketersediaan sarana pelayanan, perlu pula disajikan informasi jumlah tempat tidur rumah sakit. Rincian jumlah tempat tidur rumah sakit se Sulawesi. 3. Apotek dan Toko Obat Sebagai penunjang pelayanan kesehatan khususnya dalam penyediaan obat di masyarakat maka terdapat 117 apotek dan 141 toko obat yang tersebar di sembilan kabupaten/kota se- Sulawesi Utara pada tahun Keberadaan apotek dan took obat tersebut ditunjang pula dengan keberadaan Pedagang Besar Farmasi sebanyak 43 perusahaan dimana 41 diantaranya berdomisili di Manado dan dua di Kabupaten Minahasa Utara. Distribusi apotek dan toko obat dapat dilihat pada gambar berikut Gambar VI. 6. Distribusi apotek dan toko obat se Sulawesi Utara tahun

93 4. Sarana Kesehatan Bersumber daya Masyarakat Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan masyarakat, berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumberdaya yang ada termasuk yang ada di masyarakat. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) diantaranya adalah Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), Polindes (Pondok Bersalin desa), Desa Siaga. Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang paling dikenal di masyarakat. Posyandu menyelenggarakan minimal 5 program prioritas yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi dan penanggulangan diare. Untuk memantau perkembangannya, Posyandu dikelompokkan ke dalam 4 strata posyandu yaitu Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri. Pada tahun 2008, jumlah Posyandu sebanyak buah. Jumlah ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2007 dan 2006 yang sebanyak masingmasing 1898 dan 1888 Jika dibandingkan dengan jumlah desa dan kelurahan, maka rasio Posyandu terhadap desa/ kelurahan adalah 1,55 artinya 2 Posyandu melayani 3 desa. Polindes yang merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakatdalam rangka mendekatkan pelayanan kebidanan, melalui penyediaan tempat pertolongan persalinan da pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk keluarga berencana. Polindes ini juga dikelompokkan ke dalam 4 strata atau tingkat perkembangannya yaitu Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri. Jika pada tahun 2006 jumlah Polindes sebanyak 425 dan pada tahun 2007 sebanyak 463, maka pada tahun 2008, jumlah Polindes sebanyak 444 yang berarti partisipasi masyarakat berkurang. Rasio Polindes terhadap desa/kelurahan tahun 2008 adalah 0,3 artinya 3 unit polindes untuk 10 desa/kelurahan. Perkembangan Posyandu dan Polindes Sulawesi Utara tahun dalam 3 tahun berturut-turut dapat terlihat pada gambar di bawah Gambar VI.7. Perkembangan Posyandu di Sulawesi Utara tahun Sumber : Profil kesehatan kabupaten/kota, 2009 Adapun data jumlah Posyandu dan Polindes menurut kabupaten/kota tahun Salah satu kriteria desa siaga adalah memiliki minimal satu Poskesdes dengan tenaga Poskesdes minimal 1 (satu) orang bidan dan 2(dua) kader. Pada tahun 2008 jumlah desa siaga di Sulawesi Utara adalah sebanyak 718 buah. Namun jika dibandingkan dengan jumlah Poskesdes sebanyak 215 buah, hanya 30% dari seluruh desa siaga yang ditetapkan yang mempunyai Poskesdes. Perbandingan antara desa siaga dan poskesdes menurut Kabupaten/kota dapat dilihat dari gambar berikut. 83

94 Adapun data jumlah Posyandu dan Polindes menurut kabupaten/kota tahun Salah satu kriteria desa siaga adalah memiliki minimal satu Poskesdes dengan tenaga Poskesdes minimal 1 (satu) orang bidan dan 2(dua) kader. Pada tahun 2008 jumlah desa siaga di Sulawesi Utara adalah sebanyak 718 buah. Namun jika dibandingkan dengan jumlah Poskesdes sebanyak 215 buah, hanya 30% dari seluruh desa siaga yang ditetapkan yang mempunyai Poskesdes. Perbandingan antara desa siaga dan poskesdes menurut Kabupaten/kota dapat dilihat dari gambar berikut. Gambar VI.8. Jumlah Desa Siaga dan Poskesdes menurut Kabupaten/kota tahun 2008 Sumber : Profil kesehatan kabupaten/kota, 2009 B. TENAGA KESEHATAN 1. Persebaran Tenaga Kesehatan a. SDM kesehatan di Puskesmas Jumlah sumber daya manusia yang bertugas di Puskesmas di Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2008 tercatat sebanyak orang yang terdiri atas 430 orang tenaga medis, orang tenaga perawat dan bidan, 85 tenaga farmasi, 110 orang tenaga gizi, 15 orang teknisi medis, 219 orang tenaga sanitasi, 84 orang tenaga kesehatan masyarakat lain. 3 daerah yang mempunyai tenaga medis terbanyak adalah Kabupaten Minahasa Utara (69), Kota Manado (67), dan Kabupaten Minahasa (50) seperti pada gambar di bawah. Gambar VI.9. Persebaran tenaga medis di Puskesmas menurut Kabupaten/Kota tahun 2008 Sumber : Profil kesehatan kabupaten/kota,

95 Jumlah dokter umum yang bekerja di Puskesmas sebanyak 336 orang, sehingga jika dibandingkan dengan jumlah Puskesmas sebanyak 149 puskesmas, maka rata-rata tiap Puskesmas dilayani oleh 2,2 dokter umum. Jumlah paramedis (perawat dan bidan) yang bekerja di Puskesmas tahun 2008 adalah sebanyak 2,278 orang dengan wilayah terbanyak adalah Kab. Bolaang Mongondow (482 orang), Kab. Minahasa Utara (259 orang) dan Kota Manado (239 orang), sehingga rata-rata terdapat 15,3 perawat dalam 1 Puskesmas sebagaimana terlihat pada gambar berikut. Gambar VI.10. Distribusi paramedis yang bekerja di Puskesmas menurut Kabupaten/Kota tahun 2008 Sumber : Profil kesehatan kabupaten/kota, 2009 b. Tenaga kesehatan di Rumah Sakit Distribusi tenaga kesehatan di rumah sakit tahun 2008 di rumah sakit pemerintah masih terkonsentrasi di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou sedangkan di rumah sakit swasta terkonsentrasi di RS Bethesda-Tomohon sebagaimana terlihat pada lampiran tabel no SDM Kesehatan status Pegawai Tidak tetap. Departemen Kesehatan memiliki 3 jenis tenaga kesehatan sebagai pegawain tidak tetap (PTT) yaitu dokter umum, dokter gigi, dan bidan. Sampai dengan tahun 2008 tenaga kesehatan PTT yang masih aktif di lapangan tercatat sebanyak 56 orang dokter umum, 4 dokter gigi. Dokter umum PTT terbanyak bertugas di Kabupaten Minahasa (6 orang), Kabupaten Talaud (12 orang) dan Kabupaten Minahasa Selatan (6 orang) Gambar VI.11. Keberadaan jumlah dokter umum dan dokter gigi PTT Provinsi Sulawesi Utara s/d Desember 2008 Sumber : Profil kesehatan kabupaten/kota,

96 3. Peserta didik pada Institusi Pendidikan tenaga kesehatan. Jumlah peserta didik pada institusi pendidikan tenaga kesehatan dikelompokkan menjadi peserta didik Poltekkes dan Non Poltekkes. Pada tahun ajaran 2008/2009 jumlah peserta didik di Poltekkes sebanyak 1049 orang dimana peserta didik di jenis profesi Kebidanan mempu nyai jumlah mahasiswa terbanyak diantara jenis profesin yang lain, diikuti oleh keperawatan dan gizi. Diantara peserta didik di keperawatan dan kebidanan terdapat peserta didik yang berasal dari jalur khusus Kaimana (Keperawatan 60 orang, Kebidanan 30 orang) dan jalur khusus Halamahera Barat (Kebidanan 32 orang). Gambar VI.12. Jumlah Peserta didik di Poltekkes Depkes -Manado menurut jurusan tahun 2008 Sumber : Poltekkes Manado, 2009 Peserta didik non Poltekkes tersebar di beberapa perguruan tinggi yang melaksanakan pendidikan kesehatan seperti Universitas Sam Ratulangi, Universitas Sari Putra (UNSRIT), Universitas De La Salle, Akademi Keperawatan RS Teling, Akademi Keperawatan Matuari waya, Akademi Fisioterapi dan lain-lain. C. PEMBIAYAAN KESEHATAN Pembiayaan kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 yakni bersumber Pusat yaitu dari Dana Depkes berupa Dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan serta dana transfer ke daerah yakni dana perimbangan berupa dana Alokasi Khusus (DAK) serta dana yang bersumber Pendapatan daerah yaitu APBD. Dana Dekonsentrasi tahun 2008 berjumlah Rp. 15,444, ,- yang digunakan untuk kegiatan Promosi Kesehatan, Kebijakan dan manajemen kesehatan, Upaya Kesehatan Masyarakat, Perbaikan gizi, Obat-obatan dan sumberdaya kesehatan. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, maka dana dekonsentrasi tahun 2008 mengalami penurunan. Gambar VI.13. Dana kesehatan sumber dekonsentrasi Sulawesi Utara menurut program tahun ( x 1.000) Sumber : Seksi perencanaan,

97 Adapun tabel dana dekonsentrasi selengkapnya menurut program tahun adalah sebagai berikut Tabel VI.2. Perbandingan Dana Kesehatan Dekonsentrasi Provinsi Sulawesi Utara tahun (x 1.000) Tahun Program UKM Gizi Rujukan P2M Promkes Manajemen Lingkungan Obatobatan Gambar VI.10. Jumlah Peserta didik di Poltekkes Depkes -Manado menurut jurusan tahun ,000 24,339,913 9,695,180 1,549, ,600 1,750, , , , ,647,065 4,465,220 18,670,643 7,090,330 4,055,700 5,940, ,000 1,054,210 2,016,732 SDK ,983,510 3,430,381 24,054,225 4,410,894 1,274,511 1,393, , , , ,208,100 3,219,554 9,473, , ,800 1,047,882 Sumber : Seksi perencanaan, 2009 Dana kesehatan bersumber APBD dari tahun sampai dengan tahun 2008 mempunyai kecenderungan peningkatan, meskipun pada tahun 2008 terjadi penurunan. Alokasi dan penyerapan dana APBD tahun 2008 dapat terlihat pada gambar berikut. Gambar VI.14. APBD Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara (x ) Sumber : Seksi perencanaan,

98 Jika dibandingkan antara APBD dan dana dekonsentrasi maka gambaran yang terlihat menjelaskan prosentase APBD kesehatan terhadap dana dekonsentrasi setiap tahun sangat kecil Gambar VI.15. Perbandingan dana kesehatan Provinsi Sulawesi Utara sumber Dekonsentrasi dan sumber APBD (belanja publik) tahun (dalam Milyar) Sumber : Seksi perencanaan, 2009 Sumber : Seksi perencanaan,

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 DAFTAR ISI hal. KATA SAMBUTAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i ii iv v x BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 A. KEADAAN PENDUDUK 3 B. KEADAAN EKONOMI 8 C. INDEKS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dr. Nora Lumentut NIP

KATA PENGANTAR. Dr. Nora Lumentut NIP KATA PENGANTAR Salah satu sarana yang dapat digunakan untuk melaporkan hasil pemantauan terhadap pencapaian hasil pembangunan kesehatan, termasuk kinerja dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Sulawesi

Lebih terperinci

Tim Penyusun Pengarah : dr. Hj. Rosmawati. Ketua : Sitti Hafsah Yusuf, SKM, M.Kes. Sekretaris : Santosa, SKM

Tim Penyusun Pengarah : dr. Hj. Rosmawati. Ketua : Sitti Hafsah Yusuf, SKM, M.Kes. Sekretaris : Santosa, SKM KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2014 ini dengan baik. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka merupakan

Lebih terperinci

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rakhmatnya sehingga buku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR dr. Hj. Rosmawati

KATA PENGANTAR dr. Hj. Rosmawati KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka ini dengan baik. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka merupakan salah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i KATA PENGANTAR Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Taufik dan Hidayah - NYA, sehingga buku Profil Kesehatan Tahun dapat disusun. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka Tahun merupakan gambaran pencapaian

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan. kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan. kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas Kecamatan Matraman Tahun 2017 selesai disusun. Laporan Tahunan dan Profil

Lebih terperinci

Seluruh isi dalam buku ini dapat dikutip tanpa izin, dengan menyebut sumber.

Seluruh isi dalam buku ini dapat dikutip tanpa izin, dengan menyebut sumber. Pelindung/ Penasehat : Dr. dr. H. Rachmat Latief, SpPD., M.Kes., FINASIM drg.hj. Susilih Ekowati, M.Si Pengarah : Hj. Asmah, SKM., M.Kes Penyusun : Mohamad Nur, SKM Syahrir, S.Kom Agusyanti, SKM Nurmiyati

Lebih terperinci

JUMLAH DESA/KELURAHAN DAN KECAMATAN PER KAB/KOTA DI PROV. SULUT TAHUN JMH DESA/KELURAHAN JMH KECAMATAN

JUMLAH DESA/KELURAHAN DAN KECAMATAN PER KAB/KOTA DI PROV. SULUT TAHUN JMH DESA/KELURAHAN JMH KECAMATAN JUMLAH DESA/KELURAHAN DAN KECAMATAN PER KAB/KOTA DI PROV. SULUT TAHUN 2016 270 202 167 153 177 131 144 109 93 81 80 87 69 44 33 15 25 15 19 17 10 6 10 12 6 5 12 8 5 4 JMH DESA/KELURAHAN JMH KECAMATAN JUMLAH

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kolaka, Maret 2012 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka, dr. Hj. Rosmawati NIP Pembina Tk. I Gol.

KATA PENGANTAR. Kolaka, Maret 2012 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka, dr. Hj. Rosmawati NIP Pembina Tk. I Gol. KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah dan nayah-nya atas tersusunnya Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka Tahun. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka merupakan salah

Lebih terperinci

Dr. PHEBE WATUSEKE, MPHM NIP

Dr. PHEBE WATUSEKE, MPHM NIP KATA PENGANTAR Laporan pencapaian hasil pembangunan di Sulawesi Utara khususnya pembangunan kesehatan dilakukan melalui berbagai sarana diantaranya melalui buku profil kesehatan. Ketersediaan profil kesehatan

Lebih terperinci

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017-2019 Lampiran 2 No Sasaran Strategis 1 Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, lintas sektor, institusi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi baik untuk jajaran manajemen kesehatan maupun untuk masyarakat umum perlu disediakan suatu paket data/informasi kesehatan yang ringkas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Gorontalo, Agustus 2011 KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI GORONTALO

KATA PENGANTAR. Gorontalo, Agustus 2011 KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI GORONTALO KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-nya sehingga Buku Profil Kesehatan Provinsi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-program kesehatan di Indonesia. Pada edisi ini selain

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 738 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SERANG Menimbang : DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN IV.1. IV.2. VISI Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu dari penyelenggara pembangunan kesehatan mempunyai visi: Masyarakat Jawa

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KINERJA DAERAH (RAD) DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Target ,10 per 1000 KH

RENCANA AKSI KINERJA DAERAH (RAD) DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Target ,10 per 1000 KH Sasaran No. Strategis 1. Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, lintas sektor, institusi swasta, organisasi profesi dan dunia usaha dalam rangka sinergisme, koordinasi diantara pelaku

Lebih terperinci

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor DATA/INFORMASI KESEHATAN KABUPATEN LAMONGAN Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI 2012 Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG BERKUALITAS Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat.

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat. Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat. Pada misi V yaitu Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat telah didukung dengan 8 sasaran sebagai

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN BUKU SAKU DINAS KESEHATAN P R O V I N S I K A L I M A N T A N T I M U R

DINAS KESEHATAN BUKU SAKU DINAS KESEHATAN P R O V I N S I K A L I M A N T A N T I M U R DINAS KESEHATAN BUKU SAKU DINAS KESEHATAN 2012-2016 P R O V I N S I K A L I M A N T A N T I M U R KATA PENGANTAR KEPALA DINAS KESEHATAN Assalamu alaikum Wr.Wb. Segala Puji Syukur kita panjatkan Kehadirat

Lebih terperinci

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA 1 BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas kinerja pada Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar secara umum sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang terukur berdasar Rencana Strategis yang mengacu

Lebih terperinci

2014 Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

2014 Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 2014 Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta KATA PENGANTAR Profil Kesehatan merupakan data dan informasi yang menggambarkan situasi dan kondisi Kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

Dr.dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA, AAK

Dr.dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA, AAK Dr.dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA, AAK Millennium Development Goals (MDGs) Komitmen Negara terhadap rakyat Indonesia dan global Komitmen Indonesia kepada masyarakat Suatu kesepakatan dan kemitraan global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan pembangunan pada dasarnya disusun untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat sebesarbesarnya yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN 3.1. TUJUAN UMUM Meningkatkan pemerataan, aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat terutama kepada masyarakat miskin dengan mendayagunakan seluruh

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGI 1. Visi Visi 2012-2017 adalah Mewujudkan GorontaloSehat, Mandiri dan Berkeadilan dengan penjelasan sebagai berikut : Sehat, adalah terwujudnya

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Piere Tendean No. 24 Semarang Telp. 024-3511351 (Pswt.313) Fax. 024-3517463 Website : www.dinkesjatengprov.go.id

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... I II VII VIII X BAB I PENDAHULUAN BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG A. GEOGRAFI... 4 B. KEPENDUDUKAN / DEMOGRAFI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 2016 i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberi rahmat dan hidayah Nya sehingga dapat tersusunnya Profil Kesehatan Dinas Kesehatan

Lebih terperinci

Filosofi. Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat. UKM_Maret

Filosofi. Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat. UKM_Maret Filosofi Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat UKM_Maret 2006 1 MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS Tujuan Pembangunan Millenium (MDG) yg meliputi : 1 Menghapuskan kemiskinan & kelaparan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Gorontalo, 25 Februari 2017 Plt. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo

KATA PENGANTAR. Gorontalo, 25 Februari 2017 Plt. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas izin dan perkenan-nya dapat menyelesaikan dan menyajikan Laporan Pelaksanaan Program dan Kegiatan Tahun Anggaran

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN. karena oleh perkenanannya, buku profil kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun

KATA SAMBUTAN. karena oleh perkenanannya, buku profil kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun KATA SAMBUTAN - Pembaca yang saya hormati, Salam sejahtera dalam kasih Tuhan, Syalom.. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu Puji dan syukur saya persembahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2015

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2015 UNIT KERJA : DINAS KESEHATAN A. Tugas Pokok : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 1 BAB II PERENCANAAN KINERJA Dalam mencapai suatu tujuan organisasi diperlukan visi dan misi yang jelas serta strategi yang tepat. Agar lebih terarah dan fokus dalam melaksanakan rencana strategi diperlukan

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 PRIORITAS 3 Tema Prioritas Penanggung Jawab Bekerjasama dengan PROGRAM AKSI BIDANG KESEHATAN Penitikberatan pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan preventif, tidak

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA Dl JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

JUMLAH KELAHIRAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015 JUMLAH KELAHIRAN

JUMLAH KELAHIRAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015 JUMLAH KELAHIRAN TABEL 4 JUMLAH KELAHIRAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KABUPATEN/KOTA SE JUMLAH KELAHIRAN KABUPATEN KOTA LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI + PEREMPUAN HIDUP MATI HIDUP + MATI HIDUP MATI HIDUP + MATI HIDUP MATI

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016 DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Piere Tendean No. 24 Semarang Telp. 024-3511351 (Pswt.313) Fax. 024-3517463 Website : www.dinkesjatengprov.go.id

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA DINAS KESEHATAN KAB. BOALEMO TAHUN 2016 KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN UNTUK MENCAPAI TARGET

EVALUASI KINERJA DINAS KESEHATAN KAB. BOALEMO TAHUN 2016 KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN UNTUK MENCAPAI TARGET EVALUASI KINERJA DINAS KESEHATAN KAB. BOALEMO TAHUN 06 TUJUAN SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA Meningkatkan Meningkatkan Upaya Upaya Kesehatan Kesehatan Masyarakat melalui program melalui Program Kesehatan

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2012 PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TABEL 1 LUAS WILAYAH, DESA/KELURAHAN, PENDUDUK, RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KECAMATAN NO KABUPATEN/KOTA LUAS RATA-RATA KEPADATAN WILAYAH

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 1762,4 km2 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 desa 270+ kel 10 = 280 3 JUMLAH PENDUDUK 1 341700 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 2388161 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI BENGKULU TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI BENGKULU TAHUN 2012 PROFIL KESEHATAN TABEL 1 LUAS WILAYAH, DESA/KELURAHAN, PENDUDUK, RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KABUPATEN/KOTA LUAS RATA-RATA KEPADATAN KABUPATEN/KOTA WILAYAH RUMAH JIWA/RUMAH PENDUDUK DESA

Lebih terperinci

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 UNIT KERJA : DINAS KESEHATAN A. Tugas Pokok : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 167 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 151 3 JUMLAH PENDUDUK 1 1260565 1223412 2483977 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 1083136 1048577 2131713 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan Kab. Purbalingga 2013 hal 1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan Kab. Purbalingga 2013 hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran,

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 4037,6 ha 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 15 3 JUMLAH PENDUDUK 1 558178 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 327536 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 1118KM2 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 367 3 JUMLAH PENDUDUK 1 576,544 561,855 1,138,399 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 469,818 464,301 934,119.0 5 PENDUDUK 10 TAHUN

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945,

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 1.753,27 KM 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 309 3 JUMLAH PENDUDUK 1 2,244,772 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Manggal Karya Bakti Husuda

Manggal Karya Bakti Husuda LAPORAN INDIKATOR INDONESIA SEHAT 2010 DAN PENETAPAN INDIKATOR KABUPATEN SEHAT SEBAGAI TARGET KABUPATEN POLEWALI MANDAR SEHAT (Keputusan Menkes RI No. 1202 /Menkes/SK/VIII/2003) Disajikan Dalam Rangka

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI GORONTALO TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI GORONTALO TAHUN 2012 PROFIL KESEHATAN TAHUN 2012 Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2011 KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyukseskan program kabinet SBY jilid 2, khususnya dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyukseskan program kabinet SBY jilid 2, khususnya dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam rangka menyukseskan program kabinet SBY jilid 2, khususnya dalam hal ini departemen kesehatan RI mencanangkan program Meningkatkan Kesehatan Masyarakat, maka

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2008 Kepala Pusat Data dan Informasi. DR. Bambang Hartono, SKM, MSc. NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2008 Kepala Pusat Data dan Informasi. DR. Bambang Hartono, SKM, MSc. NIP KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2007 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-program kesehatan di Indonesia. Pada edisi ini selain

Lebih terperinci

Target Tahun. Kondisi Awal Kondisi Awal. 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 Program pengadaan, peningkatan dan penduduk (tiap 1000 penduduk

Target Tahun. Kondisi Awal Kondisi Awal. 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 Program pengadaan, peningkatan dan penduduk (tiap 1000 penduduk PEMERINTAH KOTA MALANG MATRIK RENCANA STRATEGIS DINAS KESEHATAN KOTA MALANG (PENYEMPURNAAN) TAHUN 2013-2018 Lampiran : KEPUTUSAN KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA M Nomor : 188.47/ 92 / 35.73.306/ 2015 Tanggal

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 203 KABUPATEN CIREBON NO INDIKATOR TABEL A. GAMBARAN UMUM LUAS WILAYAH 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 3 JUMLAH PENDUDUK 4 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 0

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM - 1 LUAS WILAYAH 1 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 381/ 5 3 JUMLAH PENDUDUK 1 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI SMP+ 6 JUMLAH

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 972 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 192 3 JUMLAH PENDUDUK 1 852,799 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 682,447 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat,

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 343 3 JUMLAH PENDUDUK 1 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI SMP+ 6 JUMLAH BAYI

Lebih terperinci

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2011

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2011 Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2011 Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo i Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2011 KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahirobbilalamin,

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM LUAS WILAYAH 8,5 Ha 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 68 3 JUMLAH PENDUDUK 50,884 493,947,004,83 4 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 407,97 382,66 790,533 5 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS DENGAN

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 299,019 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 417 desa/17 kel 3 JUMLAH PENDUDUK 1 5,077,210 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 17,650 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 20,994 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 DESA=309 KEL=8-3 JUMLAH PENDUDUK 1 869,767 819,995 1,689,232 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 673,079 551,261 1,224,340 5 PENDUDUK

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) Instansi Visi : DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR : Mewujudkan Masyarakat Jawa Timur Mandiri untuk Hidup Sehat Misi : 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan 2.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Deklarasi pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) yang merupakan hasil kesepakatan 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September 2000

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 203 K0TA TASIKMALAYA NO INDIKATOR TABEL A. GAMBARAN UMUM LUAS WILAYAH 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 3 JUMLAH PENDUDUK 4 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 0

Lebih terperinci

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR REVIEW INDIKATOR DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR 2015-2019 MISI 1 : Menyediakan sarana dan masyarakat yang paripurna merata, bermutu, terjangkau, nyaman dan berkeadilan No Tujuan No Sasaran Indikator Sasaran

Lebih terperinci

BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 2014 GAMBARAN UMUM

BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 2014 GAMBARAN UMUM BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 214 GAMBARAN UMUM Kota Makassar sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Selatan dan merupakan pintu gerbang dan pusat perdagangan Kawasan Timur Indonesia. Secara

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

TUJUAN 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu

TUJUAN 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu TUJUAN 5 Meningkatkan Kesehatan Ibu 57 Tujuan 5: Meningkatkan Kesehatan Ibu Target 6: Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara 1990 dan 2015. Indikator: Angka kematian ibu. Proporsi

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET PROGRAM /KEGIATAN (1) (2) (3) (4) (5) I Meningkatnya kualitas air 1 Persentase

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 305,519 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 442 3 JUMLAH PENDUDUK 1 1,277,610 1,247,873 2,525,483 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas Indikator Kinerja Utama Pemerintah Kota Tebing Tinggi 011-016 3 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS KESEHATAN TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komitmen Indonesia untuk mencapai MDG s (Millennium Development Goals) mencerminkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

PROFIL DINAS KESEHATAN

PROFIL DINAS KESEHATAN PROFIL DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2012 DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KATA PENGANTAR Alhamdulillahirrabbil alamiin. Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan

Lebih terperinci

TREND PEMBANGUNAN KESEHATAN

TREND PEMBANGUNAN KESEHATAN TREND JAWA TIMUR TREND PEMBANGUNAN KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2000 2011 Jl. A. Yani 118 Surabaya HTTP://dinkes.jatimprov.go.id Email : info@dinkesjatim.go.id DINAS Tahun KESEHATAN 2012 PROVINSI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP 27 November 2014 KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Program

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Program BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurunkan kesakitan dan kematian ibu telah menjadi salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Program Pembangunan Nasional.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi tahun 2003 di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen kesehatan pada periode 2005-2009.

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 belum mendapat data dari BPS 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 Kabupaten 3 JUMLAH PENDUDUK 1 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN KESEHATAN PROVINSI GORONTALO

BAB III PEMBANGUNAN KESEHATAN PROVINSI GORONTALO BAB III PEMBANGUNAN KESEHATAN PROVINSI GORONTALO Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Undang Undang Kesehatan Nomor 36 memberikan batasan; Kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANGGAI

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANGGAI INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANGGAI PEMERINTAH KABUPATEN BANGGAI DINAS KESEHATAN JLN. JEND. AHMAD YANI NO. 2D TELP. (0461) 211906 LUWUK SULAWESI TENGAH KEPUTUSAN KEPALA DINAS

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal, Angka Kematian Ibu (AKI)

Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal, Angka Kematian Ibu (AKI) kesehatan ibu dan anak, penyediaan SDM yang berkulitas dan penyediaan sarana dan prasarana dalam upaya percepatan penurunan AKI di Kabupaten Bangka Tengah. Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal,

Lebih terperinci