ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA"

Transkripsi

1 ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKATT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA Tbk (Kasus: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanung gal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh: DEBBIEE LUCIANI PRASTIWI I DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 20122

2 Kupersembahkan untuk: Kedua orang tuaku, Mamahku tersayang Jubaedah dan Papahku tersayang Tjeng Min Latif yang telah mendidikku dengan penuh kasih sayang dan selalu mendoakanku dalam setiap doa mereka. Terima kasih Mamah dan Papah..

3 ABSTRACT DEBBIE LUCIANI PRASTIWI. I Gender Analysis for CSR Implementation of Local Economic Empowerment PT Holcim Indonesia Tbk Succes Rate (Case: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Kembang Kuning Village, Klapanunggal Sub-district, Bogor District, West Java Province). (Supervised by TITIK SUMARTI). Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi is Corporate Social Responsibility (CSR) of local economic empowerment by PT Holcim Indonesia Tbk. Gender analysis is used as an analysis tools to see the success rate of BMT Swadaya Pribumi from a gender perspective by understanding the roles (division of labour) in the household, access, control to get resources (credit, training, and mentoring efforts), and the benefits for participants. The result shows that BMT is successful and it has considerd gender practical and strategic gender needs are different between the participants of women and men. Key words: local economic empowerment, gender analysis, roles (division of labor) in the household, access, control, benefits, practical needs and strategic needs.

4 RINGKASAN DEBBIE LUCIANI PRASTIWI. I Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI). Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi merupakan salah satu bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) bidang pemberdayaan ekonomi lokal yang telah berhasil dilakukan oleh PT Holcim Indonesia Tbk. Dua produk BMT Swadaya Pribumi, yaitu produk pembiayaan dan produk simpanan. Salah satu produk dari BMT Swadaya Pribumi yang diteliti dalam penelitian ini adalah produk pembiayaan atau kredit. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi diukur oleh pihak BMT Swadaya Pribumi dan PT Holcim Indonesia Tbk melalui peningkatan aset dan jumlah peserta dari tahun ke tahun, namun apakah produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender peserta perempuan dan peserta laki-laki? Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1) Karakteristik individu terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai faktor internal peserta yang meliputi umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan peserta serta hubungannya dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi, 2) Peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi dalam rumahtangga peserta, 3) Kesetaraan gender yang meliputi akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat yang dinikmati peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, 4) Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi, 5) Hubungan antara kesetaraan gender dengan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan Desa Kembang Kuning termasuk kawasan Ring 1 penerima

5 v program CSR PT Holcim Indonesia Tbk, salah satunya program pembiayaan usaha mikro dari Baitul Maal wa Tamwil Swadaya Pribumi. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode survai dan didukung oleh pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam terhadap narasumber serta observasi. Sampel penelitian berjumlah 30 responden yang diambil secara acak non-proposional (non-propotional random sampling) dan terdiri atas 15 orang responden perempuan dan 15 responden laki-laki. Pengujian hipotesis dalam penelitan ini menggunakan uji non-parametik Chi Square dan uji korelasi Rank Spearman. Pemilihan informan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan teknik bola salju. Informan kunci yang dipilih adalah pihak Community Relation PT Holcim Indonesia Tbk, pengurus BMT Swadaya Pribumi, tokoh masyarakat, beserta masyarakat Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal yang memperoleh manfaat dari program BMT Swadaya Pribumi. Teknik analisis gender yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 1) analisis terhadap peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, 2) analisis akses peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, 3) analisis kontrol peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, 4) analisis manfaat yang dinikmati peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, dan 5) analisis keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Hasil penelitian terhadap peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi menunjukkan bahwa peserta perempuan memiliki beban kerja yang berlebih (over burden) daripada peserta laki-laki, disamping bekerja untuk merawat dan mengurusi keluarga (kegiatan reproduktif), serta mengikuti kegiatan sosial-kemasyarakatan, sebagian besar peserta perempuan juga membantu menopang perekonomian keluarga dengan mencari nafkah (kegiatan produktif). Tingkat akses atau peluang peserta perempuan dan peserta laki-laki terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi sama-sama tinggi, namun jumlah peserta laki-laki yang memiliki akses tinggi untuk memperoleh sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi relatif lebih

6 vi banyak daripada peserta perempuan. Selain memliki akses yang tinggi, peserta laki-laki juga memiliki kontrol atau kendali yang lebih tinggi daripada peserta perempuan dalam memperoleh sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi. Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah peserta laki-laki merasa bahwa manfaat yang mereka nikmati lebih rendah daripada manfaat yang dinikmati oleh peserta perempuan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat akses dan kontrol yang tinggi dari peserta laki-laki ternyata tidak memberikan manfaat yang sama tingginya bagi peserta laki-laki. Akumulasi dari ketiga variabel, yaitu akses, kontrol, dan manfaat menjadi penilaian dalam mengukur kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Baik peserta laki-laki maupun peserta perempuan sama-sama menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender, namun persentase peserta laki-laki yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih tinggi daripada peserta perempuan. Hal ini dikarenakan peserta laki-laki memiliki akses terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dan kontrol terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi yang lebih besar daripada yang dimiliki oleh peserta perempuan. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam penelitian ini diukur melalui pemenuhan kebutuhan gender, yaitu kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender. Pemenuhan kebutuhan praktis yang dirasakan oleh peserta perempuan lebih tinggi daripada yang dirasakan peserta laki-laki sedangkan dari segi pemenuhan kebutuhan strategis, peserta laki-laki merasakan tingkat pemenuhan kebutuhan strategis yang lebih tinggi daripada peserta perempuan. Hasil dari pendekatan secara kuantitatif menunjukkan bahwa baik peserta laki-laki maupun peserta perempuan menyatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dan dapat dikatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah responsif gender. Hal ini didukung oleh hasil uji korelasi Rank Spearman yang menunjukkan tingkat kesetaraan gender gender yang setara dalam BMT Swadaya Pribumi berhubungan dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam memenuhi kebutuhan praktis dan strategis gender peserta produk pembiayaan.

7 ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKATT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA Tbk (Kasus: Baitul Maal wa Tamwil/ BMT Swadaya Pribumi Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanung gal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh: DEBBIEE LUCIANI PRASTIWI I SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Padaa Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 20122

8 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa : Debbie Luciani Prastiwi NIM : I Judul Studi :Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS NIP Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP Tanggal Pengesahan:

9 LEMBAR PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA TBK (KASUS: BAITUL MAAL WA TAMWIL/ BMT SWADAYA PRIBUMI, DESA KEMBANG KUNING, KECAMATAN KLAPANUNGGAL, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT) BELUM PERNAH DIAJUKAN DAN DITULIS PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Januari 2012 Debbie Luciani Prastiwi I

10 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah penulis bernama Tjeng Min Latif dan Ibu penulis bernama Jubaedah. Adik-adik penulis bernama Ferdy Arrahman Damin dan Adelia Angeline Hafidzah. Penulis lahir di Bogor pada tanggal 6 November Penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Akbar Bogor pada tahun , SD Negeri Gunung Gede Bogor pada tahun , SMP Negeri 8 Bogor pada tahun , dan SMA Negeri 6 Bogor pada tahun Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Angkatan 45. Kegiatan penulis selama menempuh studi di IPB adalah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah (MK) Sosiologi Umum (KPM 130) pada program Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan mengikuti kursus Bahasa Mandarin level 1A di Lembaga Bahasa IPB. Penulis juga bergabung di Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) sebagai anggota Divisi Public Relation ( ). Kegiatan magang yang dilakukan penulis, yaitu magang sebagai pengajar di Playgroup and Childcare Rumah Kita Bogor, magang di Pusat Studi Pengembangan Pedesaan dan Pertanian (PSP3) IPB, dan saat ini menjadi pengajar di lembaga bimbingan belajar BTA 8 Bogor. Selama menjadi mahasiswi, penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Prestasi yang diperoleh penulis, yaitu juara III Lomba Public Speaking yang diadakan BEM FEM 2009, Finalis Duta Fema 2011, dan mengikuti Program Akselerasi Departemen SKPM.

11 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat serta hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal Wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari dukungan, motivasi, serta bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya membimbing, memotivasi, serta memberikan arahan, masukan, dukungan, dan saran yang membangun selama penulisan studi pustaka, proposal penelitian, dan skripsi. 2. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan dan penilaian terhadap skripsi peneliti. 3. Ir. Hadiyanto, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen dan penguji petik skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat bermanfaat terhadap penulisan skripsi peneliti. 4. Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. 5. Keluarga tercinta: Mamah tersayang Jubaedah, Papah tersayang Tjeng Min Latif, Tante Isam, dan Kedua adikku tersayang Ferdy Arrahman Damin dan Adelia Angeline Hafidzah, yang telah memberikan motivasi yang begitu besar bagi penulis melalui doa dan kasih sayangnya serta melalui dukungan baik secara moril maupun materil. 6. dr. Sri Maryati yang telah memotivasi, mendukung, dan menjadi inspirasi bagi penulis. 7. Andhi Reza Atmadiputra yang selalu memberikan warna hidup bagi penulis, memberikan motivasi dan menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12 xii 8. Bapak Ary Wahyu (Koordinator Community Relation PT Holcim Indonesia Tbk), Bapak Sulaeman (Manajer BMT Swadaya Pribumi), Ibu Neneng (Sekretaris Desa) yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian, memberikan informasi, dan membimbing penulis dalam melakukan penelitian. 9. Mas Siwi dan Mba Hana yang telah membimbing dan memberikan gambaran mengenai lokasi penelitian kepada penulis. 10. Desy Sasana Utami Putri sahabat peneliti sejak kecil yang selalu setia menjadi sahabat hingga saat ini. 11. Brownies Crew (Andhin, Mba Dea, Fardil, Desyang, Didit, Gladis) yang selalu memberikan dukungan dan semangat bagi peneliti sejak SMA hingga saat ini. 12. Teman-teman Program Akselerasi SKPM 45 (Irna, Yessy, Nisa, Ary, Dini, Didit, Mareta, Shella, Selvi, Mila, Febli, Agus, Putri, Rika, Ifa) yang telah bersama-sama berjuang menyelesaikan skripsi dan memberikan semangat bagi penulis. 13. Seluruh teman-teman SKPM 45 yang telah memberikan motivasi dan keceriaaan selama penulis menyelesaikan kuliah di SKPM IPB. 14. Masyarakat Desa Kembang Kuning yang telah banyak membantu memberikan informasi terkait penelitian ini. 15. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. Bogor, Januari 2012 Penulis

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xix DAFTAR LAMPIRAN... xx BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 9 BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL Tinjauan Pustaka Corporate Social Responsibility (CSR) Baitul Maal wa Tamwil Tujuan ke-3 MDGs Definisi Gender Kesetaraan dan Keadilan Gender Peran (Pembagian Kerja) Gender Analisis Gender dalam CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal Kerangka Pemikiran Hipotesis Pengarah Definisi Konseptual Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Pendekatan Penelitian Teknik Pemilihan Informan dan Responden Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data Uji Chi Square Uji Korelasi Rank Spearman BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB V GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT) SWADAYA PRIBUMI... 48

14 xiv 5.1 Sejarah Singkat BMT Swadaya Pribumi Visi dan Misi BMT Swadaya Pribumi Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi Produk Pembiayaan Produk Simpanan Kepedulian Sosial Persyaratan Karakteristik Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi Umur Status Pernikahan Tingkat Pendidikan Jenis Usaha Tingkat Pendapatan BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta Ikhtisar BAB VII ANALISIS GENDER TERHADAP PELAKSANAAN PRODUK PEMBIAYAAN BMT SAWADAYA PRIBUMI Akses Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi Kontrol Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Ikhtisar BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI Hubungan Umur dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Hubungan Status Pernikahan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Hubungan Jenis Usaha dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi... 89

15 xv 8.6 Ikhtisar BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam Pemenuhan Kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis Gender Analisis Gender terhadap Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi Ikhtisar BAB X PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

16 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Tingkatan Tanggung Jawab Perusahaan Tabel 2 Indikator dari Tujuan Ketiga MDGs Tabel 3 Klasifikasi Tiga Peran Gender: Peran Reproduktif, Peran Produktif, dan Peran Sosial Tabel 4 Konsep dan Pengertian Istilah Gender Tabel 5 Definisi Operasional Penelitian Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim Indonesia Tbk Tabel 6 Jenis dan Sumber Data Penelitian Tabel 7 Luas dan Persentase Penggunaan Lahan/Tanah di Desa Kembang Kuning, Tabel 8 Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Tabel 9 Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning Berdasarkan Mata Pencaharian, Tabel 10 Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tabel 11 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur Median dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Tabel 12 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur Produktif Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Tabel 13 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Status Pernikahan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Tabel 14 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Tabel 15 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang Ditamatkan, Tingkat Pendidikan, dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Tabel 16 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Tabel 17 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Tabel 18 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendapatan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Tabel 19 Jumlah dan Persentase Pembagian Keja dalam Rumahtangga Responden... 67

17 xvii Tabel 20 Tabel 21 Tabel 22 Tabel 23 Tabel 24 Tabel 25 Tabel 26 Tabel 27 Tabel 28 Tabel 29 Tabel 30 Tabel 31 Tabel 32 Tabel 33 Tabel 34 Tabel 35 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Akses Peserta terhadap Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kontrol terhadap Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Responden Menurut Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, Hasil Analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara Karakteristik Responden terhadap Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender menurut Umur (Median) Responden di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Umur (BPS) Responden di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Status Pernikahan Responden di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendidikan Responden di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Penggolongan Jenis Usaha Responden di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendapatan Responden di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Praktis di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Strategis di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, Hasil Analisis Uji Statistik Rank Spearman antara Akses, Kontrol, Manfaat, dan Kesetaraan Gender terhadap Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Akses Responden dalam Memperoleh Sumberdaya BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning,

18 xviii Tabel 36 Tabel 37 Tabel 38 Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Kontrol Responden dalam Memperoleh Sumberdaya BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Manfaat yang Responden Nikmati dari BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning,

19 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Triple Bottom Line Gambar 2 Perbedaan Seks dan Gender Gambar 3 Bagan Analisa SWOT Gambar 4 Kerangka Pemikiran Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi Gambar 5 Peta Lokasi Penelitian Gambar 6 Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi Gambar 7 Flow Chart Proses Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi Gambar 8 Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Gambar 9 Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur Produktif Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Gambar 10 Persentase Sebaran Responden menurut Status Pernikahan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Gambar 11 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Gambar 12 Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Gambar 13 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendapatan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Gambar 14 Persentase Responden Menurut Tingkat Akses Memperoleh Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Gambar 15 Persentase Responden Menurut Tingkat Kontrol Memperoleh Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Gambar 16 Persentase Responden Menurut Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Gambar 17 Persentase Responden berdasarkan Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, Gambar 18 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Praktis di Desa Kembang Kuning, Gambar 19 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Strategis di Desa Kembang Kuning, Gambar 20 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning,

20 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Lampiran 2 Panduan Wawancara Mendalam Lampiran 3 Hasil Olah Data Primer Lampiran 4 Kerangka Sampling dan Sampel Penelitian

21 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Hubeis (2010) kualitas hidup manusia dapat diukur berdasarkan pengukuran Human Development Index (HDI), Gender Development Index (GDI), dan Gender Empowerment Measure (GEM). Ketiga pengukuran tersebut memiliki tujuan untuk mengevaluasi kualitas hidup dan pembangunan manusia serta mengukur kesetaraan dan keadilan gender secara global. Nilai HDI Indonesia tahun berada pada peringkat 107 dan tahun 2009 HDI Indonesia mengalami penurunan, yaitu berada pada peringkat 111 dengan predikat Medium Human Development 1. Nilai GEM Indonesia tahun 2009 berada pada peringkat 96 dari 177 negara 2. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup manusia di Indonesia masih tergolong lebih rendah daripada negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia dan Singapura. Nilai HDI Malaysia tahun 2009 berada pada peringkat 66 dan GEM Malaysia tahun 2009 berada pada peringkat 68 dengan predikat High Human Development 3. Negara ASEAN lainnya adalah Singapura yang termasuk negara dengan predikat Very High Human Development. HDI Singapura tahun 2009 berada pada peringkat 23 dan GEM Singapura tahun 2009 berada pada peringkat Hasil dari HDI, GDI, dan GEM Indonesia yang rendah menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan gender (gap) antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender terdapat pada peran (pembagian kerja), akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat dalam pembangunan nasional. Kebijakan Nasional GBHN Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pogram Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun merupakan salah satu upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dalam pembangunan nasional. Bentuk upaya lainnya yang dilakukan 1 [HDI] Human Development Report Human Development Index (HDI). [Internet]. [dinduh 28 April 2010]. Dapat diunduh dari: 2 [HDI] Human Development Report Gender Empowerment Measure (GEM). [Internet]. [diunduh 28 April 2010]. Format/ Ukuran: PDF/ 113 KB. Dapat diunduh dari: 3 Ibid. 4 Ibid.

22 2 pemerintah adalah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. Pengarusutamaan Gender adalah: Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. PUG tersebut disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Upaya secara global juga dilakukan melalui Millennium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milenium yang merupakan hasil dari Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara, termasuk Indonesia dan ditandatangani oleh 147 Kepala Negara dan Pemerintahan pada UN Millennium Summit yang diadakan bulan September tahun MDGs mengandung delapan tujuan utama yang harus dapat terealisasikan pada tahun Kedelapan tujuan tersebut, yaitu: 1) memberantas kemiskinan ekstrim dan kelaparan; 2) dicapainya pendidikan tingkat dasar yang merata dan universal; 3) memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4) mengurangi tingkat mortalitas anak; 5) memperbaiki kualitas kesehatan ibu hamil; 6) memerangi HIV/AIDS; malaria dan penyakit lain; 7) menjamin kelestarian lingkungan; 8) menjalin kerjasama global bagi perkembangan kesejahteraan. Tujuan pertama sampai dengan tujuan keenam berkaitan dengan isu gender yang merupakan suatu upaya memasukkan kepentingan atau kebutuhan perempuan dalam pembangunan, sedangkan tujuan ketujuh dan tujuan kedelapan merupakan upaya mencapai pembangunan berkelanjutan (UNDP Indonesia, 2007). Salah satu program perusahaan yang sedang gencar dilakukan saat ini adalah Corporate Social Responsibility (CSR) atau disebut juga sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Menurut The World Business Council for Sustainable Development, CSR adalah komitmen berkelanjutan dari para pelaku bisnis untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, sementara pada saat yang sama meningkatkan kualitas hidup dari para pekerja dan

23 3 keluarganya demikian pula masyarakat lokal dan masyarakat secara luas. CSR merupakan tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan (stakeholder), yaitu pemegang saham, karyawan, konsumen, masyarakat luas, dan pemangku kepentingan lainnya. Konsep dan implementasi CSR mengalami perubahan dari waktu ke waktu. CSR tidak lagi bersifat sukarela tetapi merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap perusahaan (korporat) atau perseroan yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang disahkan pada tanggal 20 Juli Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan: 1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL); 2) TJSL merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; 3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. CSR tidak lagi berorientasi pada nilai perusahaan semata (single bottom line), yaitu aspek ekonomi (profit), melainkan harus berorientasi pada tiga pilar utama (triple bottom lines), yaitu aspek ekonomi (profit), aspek sosial (people), dan aspek lingkungan (planet) yang saling bersinergi memberdayakan masyarakat (Solihin, 2009). CSR tidak hanya menjadi suatu bentuk kewajiban tetapi juga dapat menjadi bentuk promosi perusahaan. Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) usaha (Wibisono, 2007). Setiap perusahaan memiliki berbagai bentuk kebijakan, program, atau kegiatan dalam mengimplementasikan CSR. PT Holcim Indonesia Tbk merupakan produsen semen, beton jadi dan aggregate terkemuka serta terintegrasi dengan keunikan dan perluasan usaha waralaba yang menawarkan solusi menyeluruh untuk pembangunan rumah, dari penyediaan bahan material sampai rancangan yang cepat serta konstruksi yang aman. Tahun 2008, merek Holcim memperoleh penghargaan Superbrand yang pertama kali untuk industri semen dan juga memperoleh penghargaan pertama untuk kategori lingkungan dalam Sustainable Development Reporting Awards.

24 4 Pada tahun yang sama PT Holcim Indonesia Tbk juga memperoleh penghargaan dari Presiden Republik Indonesia untuk keselamatan kerja, tahun 2006 meraih penghargaan dari Dupont atau Warta Ekonomi sebagai "Most caring company for safety" serta mendapatkan medali emas dari Kepolisian Republik Indonesia untuk manajemen keamanan. Sebagai produsen pemanfaatan energi dan sumberdaya bahan mentah, PT Holcim Indonesia Tbk memiliki tanggung jawab atas dampak operasional perusahaan. Bentuk tanggung jawab tersebut salah satunya melalui program CSR, diantaranya program infrastruktur, sosial, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi lokal. CSR PT Holcim Indonesia Tbk diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak operasional dari kegiatan produksi yang dilakukan perusahaan. Desa-desa sekitar yang terkena dampak operasional tersebut dibagi ke dalam tiga ring berdasarkan jarak wilayah dan besarnya dampak yang dirasakan masyarakat, yaitu Ring 1, Ring 2, dan Ring 3. Pemberdayaan ekonomi lokal tanggung jawab sosial PT Holcim Indonesia Tbk terdiri dari penyerapan tenaga kerja, penyediaan peralatan dan pelatihan kejuruan serta pembiayaan usaha mikro melalui Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi. CSR perusahaan, salah satunya dalam bidang pemberdayaan ekonomi lokal merupakan bentuk upaya merealisasikan tujuan pertama MDGs untuk mengurangi kemiskinan masyarakat. BMT Swadaya Pribumi merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dan mengelola keuangan masyarakat yang menggunakan sistem syari ah dalam pengelolaan dan pembagian hasilnya. Sasaran dari BMT Swadaya Pribumi adalah masyarakat sekitar Holcim Indonesia Pabrik Narogong yang termasuk ke dalam Ring 1, Ring 2, dan Ring 3 wilayah yang terkena dampak operasional perusahaan. Desa Kembang Kuning dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan Desa Kembang Kuning merupakan salah satu desa pada Ring 1 yang terkena dampak paling besar dari kegiatan operasional Holcim Indonesia Pabrik Narogong. Kegiatan BMT Swadaya Pribumi melibatkan kontribusi dari berbagai pihak untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan perekonomian masyarakat melalui produk pembiayaan (kredit) dan produk simpanan (tabungan). Menurut penuturan Koordinator Community Relation Holcim Indonesia Pabrik Narogong,

25 5 BMT Swadaya Pribumi merupakan salah satu program CSR Holcim yang sukses dan berkelanjutan 5. Hingga Desember 2010, sudah lebih dari warga sekitar Holcim Indonesia Pabrik Narogong telah mendapatkan manfaat fasilitas tabungan dan pinjaman dana untuk pengembangan usaha ataupun kebutuhan lainnya. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam memberikan manfaat bagi pesertanya telah diakui oleh pihak perusahaan dan pengurus BMT Swadaya Pribumi, namun apakah keberhasilan BMT Swadaya Pribumi telah mempertimbangkan kebutuhan atau kepentingan yang berbeda antara peserta perempuan dan peserta laki-laki? Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu analisis gender terhadap keberhasilan BMT Swadaya Pribumi, khususnya pada produk pembiayaan (kredit) untuk mengetahui apakah program BMT Swadaya Pribumi telah mempertimbangkan kesetaraan gender antara peserta perempuan dan peserta laki-laki dalam pelaksanaannya? dan apakah program BMT Swadaya Pribumi masih bersifat bias gender 6, netral gender 7, atau telah responsif gender 8? 1.2 Perumusan Masalah Kegiatan mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga merupakan tanggung jawab dan kewajiban suami sebagai kepala keluarga sedangkan seorang istri memiliki kewajiban untuk mengurus keluarga dan rumahtangga melalui kegiatan yang bersifat domestik. Pandangan patriarkhi tersebut dianut oleh sebagian besar penduduk di Indonesia. Ketika laki-laki tidak mampu memenuhi kebutuhan perekonomian keluarganya, maka perempuan akan memanfaatkan sisa waktu istirahat mereka untuk bekerja mencari nafkah tambahan. Biasanya pekerjaan yang dipilih oleh perempuan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya adalah pekerjaan yang dapat dikerjakan di rumah, seperti berdagang. Pinjaman atau kredit dari lembaga keuangan mikro, seperti bank, koperasi, BMT, dan lembaga keuangan lainnya menjadi salah satu 5 Hasil wawancara dengan Koordinator Community Relation Holcim Indonesia Pabrik Narogong pada tanggal 9 September Bias gender adalah kebijakan/program/kegiatan yang memihak pada salah satu jenis kelamin. 7 Netral gender adalah kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang tidak memihak pada salah satu jenis kelamin. 8 Responsif gender adalah kebijakan, program, atau kegiatan yang telah memperhitungkan kepentingan perempuan dan laki-laki.

26 6 pilihan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga dan menambah modal usaha. Kredit merupakan salah satu jenis dari sumberdaya ekonomi. Menurut Simatauw et al. (2001), marginalisasi atau peminggiran yang dialami oleh perempuan terlihat dari lemahnya kesempatan perempuan terhadap sumbersumber ekonomi. Proyek-proyek untuk membangkitkan pendapatan perempuan seringkali untuk kegiatan-kegiatan marginal dengan potensi pasar yang terbatas dan hasil kerja kecil, serta didasarkan pada asumsi pendapatan yang diperoleh perempuan hanyalah pendapatan tambahan dari pendapatan yang diperoleh lakilaki. Selain itu, pinjaman untuk laki-laki seringkali lebih besar dan berjangka lebih panjang daripada yang diberikan untuk perempuan, namun perempuan memiliki tingkat pengembalian kredit yang tinggi (Handayani dan Sugiarti, 2008). Produk pembiayaan (kredit) BMT Swadaya Pribumi merupakan pemberian modal atau pinjaman usaha dan kebutuhan lainnya yang pembayarannya dapat dilakukan secara mengangsur. Terdapat empat jenis produk pembiayaan dengan ketentuan yang berbeda, yaitu murabahah, mudharabah, ijarah, dan musyarakah. Produk pembiayaan tidak sebatas diberikan kepada para peserta produk pembiayaan yang membutuhkan permodalan bagi usahanya, tetapi juga diberikan kepada peserta produk pembiayaan yang membutuhkan dana segera untuk kebutuhan lainnya, seperti biaya sekolah, pengobatan, dan pembiayaan lainnya. Evaluasi terhadap CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal Holcim Indonesia Pabrik Narogong telah dilakukan oleh berbagai pihak. Rahman (2009) melakukan evaluasi terhadap CSR Holcim Indonesia Pabrik Narogong, BMT Swadaya Pribumi melalui lima komponen, yaitu masukan, proses, hasil, manfaat, dan dampak. Menurut Rahman (2009), proses pengelolaan BMT Swadaya Pribumi memenuhi indikator pemberdayaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Pembiayaan usaha mikro menyadarkan masyarakat terhadap manfaat usaha mikro, merubah akses masyarakat terhadap pembiayaan, dan hambatan yang dihadapi, serta meningkatkan solidaritas ekonomi komunitas. BMT Swadaya Pribumi memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan kreditur setelah menerima pembiayaan dan menjalankan usahanya.

27 7 Analisis pelaksanaan CSR PT Holcim Indonesia Tbk dalam upaya pengembangan masyarakat melalui BMT Swadaya Pribumi juga dilakukan oleh Asrianti (2010), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi bersifat partisipatif pada tahapan konsultasi hingga kontrol masyarakat. Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai BMT Swadaya Pribumi, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam peningkatan pendapatan peserta, namun manfaat dari keberhasilan BMT Swadaya Pribumi apakah sudah dinikmati oleh setiap peserta, baik peserta laki-laki maupun peserta perempuan? Apakah kebutuhan dan kepentingan antara peserta perempuan dan peserta laki-laki telah dipertimbangkan dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi? Sebagai upaya untuk mengetahui hal tersebut maka perlu dilakukan analisis gender dalam menganalisis keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. Analisis gender dilakukan dengan menggunakan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, peserta perempuan dan peserta laki-laki. Peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi terdiri atas peserta perempuan dan peserta laki-laki dengan karakteristik sosial-ekonomi (tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan) dan karakteristik demografi (umur dan status perkawinan) yang beragam. Berdasarkan keterangan dari Manajer BMT Swadaya Pribumi, jumlah peserta perempuan sekitar 60 persen sedangkan peserta laki-laki sekitar 40 persen sehingga perempuan yang menjadi peserta BMT Swadaya Pribumi lebih banyak jumlahnya daripada laki-laki 9, namun apakah kuantitas peserta perempuan yang lebih banyak daripada peserta laki-laki tersebut mengindikasikan peserta perempuan memiliki akses, kontrol, dan manfaat yang juga besar terhadap sumberdaya (pembiayaan, pelatihan, dan pendampingan usaha) dari BMT Swadaya Pribumi? Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirumuskan pertanyaanpertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik individu peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi (umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis 9 Hasil wawancara dengan Manajer BMT Swadaya Pribumi pada tanggal 7 Oktober 2011.

28 8 usaha, dan tingkat pendapatan) terpilah berdasarkan jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) serta hubungannya dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi? 2. Bagaimana peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi dalam rumahtangga peserta? 3. Sejauhmana tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dilihat dari akses, kontrol, dan manfaat yang dinikmati oleh peserta serta hubungannya dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi? 4. Sejauhmana tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini, yaitu untuk menganalisis kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam pemenuhan kebutuhan gender yang berbeda antara peserta perempuan dan peserta laki-laki melalui suatu alat analisis, yaitu analisis gender (pada penelitian ini menggunakan teknik analisis gender Harvard dan teknik analisis gender Moser). Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis: 1. Karakteristik individu terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai faktor internal peserta yang meliputi umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan peserta serta hubungannya dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. 2. Isu beban kerja berlebih (over burden) yang dialami oleh salah satu pihak (perempuan atau laki-laki) melalui analisis peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi dalam rumahtangga peserta. 3. Kesetaraan gender yang meliputi akses, kontrol, dan manfaat yang dinikmati oleh peserta BMT Swadaya Pribumi.

29 9 4. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi. 5. Hubungan antara kesetaraan gender dengan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi berbagai pihak yang berminat terhadap studi gender dan terkait dengan CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal, manfaat tersebut diantaranya: 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dalam menerapkan berbagai konsep dan teori berkenaan CSR dan analisis gender untuk dapat mengetahui Sejauhmana program CSR pemberdayaan ekonomi lokal BMT Swadaya Pribumi telah responsif gender. 2. Bagi perusahaan, yaitu PT Holcim Indonesia Tbk dan BMT Swadaya Pribumi diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, khususnya BMT Swadaya Pribumi agar dapat menjadi suatu perbaikan bagi program CSR selanjutnya. 3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan mengenai konsep dan analisis gender dalam program CSR sebagai suatu upaya untuk mencapai kesetaraan gender.

30 BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate Social Responsibility (CSR) telah ada sejak abad ke-17 dan terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pada awal kemunculannya di tahun 1970-an, konsep CSR telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Potensi dampak negatif dari kegiatan usaha telah menjadi perhatian pembuat kebijakan sejak dahulu. Tahun 1940-an istilah community development atau pengembangan masyarakat dipergunakan di Inggris, tepatnya pada tahun Pengembangan masyarakat merupakan pendekatan alternatif berbasis komunitas yang dapat melibatkan pemerintah, swasta, ataupun lembaga-lembaga non-pemerintah. Pengembangan masyarakat tidak hanya menjadi kebutuhan masyarakat, namun juga menjadi kebutuhan bagi perusahaan. Manajer perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap kepentingan perusahaan tetapi juga memiliki kepentingan pada masyarakat yang lebih luas dan lingkungan 10. Tahun 1950-an menjadi masa konsep CSR modern. Konsep CSR dikemukakan oleh Howard R Bowen dalam Solihin (2009) melalui karyanya yang diberi judul Social Responsibilities of The Businessman. Dua hal yang menjadi perhatian mengenai CSR pada era tersebut, yaitu pada saat itu dunia bisnis belum mengenal dunia korporasi sebagaiman kita saat ini dan judul buku Bowen saat itu masih menyiratkan bias gender karena para pelaku bisnis didominasi oleh kaum laki-laki (businessman). 10 [CSR Jawa Timur]. T.t. Sejarah CSR. [Internet]. [diunduh 30 Maret 2011]. Format/ Ukuran: PDF/ 278 KB. Dapat diunduh dari:

31 11 sebagai: Tanggung jawab sosial didefinisikan oleh Bowen dalam Solihin (2009) The obligations of businessman to pursue those policies, to make those decisions, or to follow those lines of action which are desireable in terms of the objectives and values of our society. Tahun 1960-an, Keith Davis menegaskan adanya tanggung jawab sosial perusahaan diluar tanggung jawab ekonomi. Tahun an, para pimpinan perusahaan terkemuka di Amerika serta para peneliti membentuk Commite for Economic Development (CED). CED membagi tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam tiga lingkaran tanggung jawab, yaitu inner circle of responsibilities: tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi, intermediate circle responsibilities: tanggung jawab melaksanakan fungsi ekonomi dan secara bersamaan juga peka terhadap nilai-nilai atau prioritas sosial, dan outer circle of responsibilities: mencakup kewajiban perusahaan dalam meningkatkan kualitas lingkungan sosial. Tahun 1992, diadakan Earth Summit yang dilaksanakan di Rio de Janeiro. Earth Summit dihadiri oleh 172 negara dengan tema utama Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan. Pertemuan tersebut menghasilkan Agenda 21, Deklarasi Rio dan beberapa kesepakatan lainnya. Hasil akhir dari pertemuan tersebut secara garis besar menekankan pentingnya ecoefficiency dijadikan sebagai prinsip utama dalam berbisnis dan menjalankan pemerintahan 11. Definisi CSR menurut Sukada et al. (2007) adalah Segala upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak-dampak positif di setiap pilar. Definisi CSR menurut ISO adalah: Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the enviroment throught transparent and ethical behaviour that is consistent with sustainable development and welfare of society; tasks into 11 Ibid.

32 12 account the expectation of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization. Tingkatan tanggung jawab yang dilakukan oleh perusahaan (korporat) menurut Carroll dan Wood (1991) dalam Zainal (2006) adalah sebagai berikut ini: Tabel 1 Tingkatan Tanggung Jawab Perusahaan Tingkatan/ Level Uraian Level Ekonomi Dimana perusahaan bertanggung jawab untuk memproduksi barang dan jasa sesuai dengan keinginan masyarakat, dan menjualnya kepada masyarakat dengan motif profit. Level Legalitas Perusahaan mematuhi semua peraturan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah (contoh: pajak, regulasi). Level Etika Perusahaan bertanggung jawab untuk memenuhi keinginan dan ekspektasi dari masyarakat terhadap bisnis yang dijalankannya, melebihi apa yang seharusnya dilakukan perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab legalitasnya. Level Keterbukaan Perusahaan melakukan tanggung jawabnya melebihi dari apa yang diinginkan masyarakat, dan menganggap perusahaan adalah bagian dari komunitas. Dua tahapan pertama banyak terjadi pada era tahun 1970 dan 1980 dimana perusahaan hanya mementingkan dan mengutamakan pada aspek ekonomi dan legalitas dalam pemenuhan tanggung jawabnya. Pendekatan ini sering disebut juga sebagai pendekatan corporate philantrophy, yaitu pelaksanaan CSR oleh perusahaan hanya sebatas dalam bentuk derma atau charity yang diberikan oleh perusahaan kepada komunitas lokal di sekitar perusahaan. Pada era 1990, arah tanggung jawab perusahaan beralih ke inisiatif perusahaan itu sendiri untuk melakukan CSR yang mengedepankan etika. Triple Bottom Line merupakan tiga prinsip dasar yang terdapat dalam CSR. Istilah ini dipopulerkan oleh Jhon Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business. Triple bottom line, meliputi economic prosperity, enviromental quality, dan social justice (Wibisono, 2007). Ketiga prinsip tersebut (3P: People, Planet, Profit) saling bersinergi satu sama lain.

33 13 Sosial (People) Ekonomi (Profit) Lingkungan (Planet) Sumber: Wibisono (2007). Gambar 1 Triple Bottom Line Profit atau ekonomi menjadi salah satu aspek terpenting dan menjadi tujuan dalam setiap kegiatan usaha karena merupakan tanggung jawab ekonomi yang paling esensial terhadap para pemegang saham. People atau sosial merupakan tanggung jawab sosial dari perusahaan terhadap masyarakat. Planet atau lingkungan menjadi salah satu tanggung jawab perusahaan atas dampak negatif dari operasi perusahaannya terhadap lingkungan. Menurut Wibisono (2007), terdapat empat tahapan penerapan CSR, yaitu: 1) Tahap perencanaan: tahapan awal dari penerapan CSR, langkah-langkah yang biasa dilakukan pada tahapan ini antara lain menetapkan visi, misi, tujuan, kebijakan CSR, merancang struktur organisasi, menyediakan SDM, merencanakan program operasional, membuat wilayah, dan mengelola dana. Tahapan ini terdiri atas tiga langkah utama, yaitu awareness building, CSR assesement, dan CSR manual building; 2) Tahap implementasi: tahapan ini terdiri atas tiga langkah, yaitu sosialisasi, implementasi, dan internalisasi. Sosialisasi merupakan tahap memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR. Implementasi kegiatan dilakukan sejalan dengan pedoman CSR yang ada. Internalisasi adalah tahap jangka panjang yang mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR di dalam seluruh proses bisnis perusahaan; 3) Tahap evaluasi: tahap ini merupakan tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur Sejauhmana efektivitas penerapan CSR; dan 4) Tahap pelaporan: tahap pelaporan

34 14 diterapkan untuk membangun sistem informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Pengembangan masyarakat (community development) merupakan salah satu upaya bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengembangan masyarakat dalam CSR melibatkan berbagai stakeholders dan shareholders dalam implementasinya. Menurut Princes of Wales Foundation dalam Untung (2008) ada lima hal penting yang dapat mempengaruhi implementasi CSR, yaitu 1) menyangkut human capital atau pemberdayaan manusia, 2) environments (lingkungan), 3) good corporate governance, 4) social cohesion, yaitu pelaksanaan CSR jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial, 5) economic strenght atau memberdayakan lingkungan menuju kemandirian di bidang ekonomi. Peningkatan ekonomi masyarakat lokal adalah konsentrasi CSR pada eksternal stakeholders. Dengan meningkatkan kemampuan ekonomi komunitas sekitar perusahaan, maka perusahaan telah turut berpartisipasi mengurangi kemiskinan yang merupakan tujuan pertama yang tercantum dalam MDGs. Pemberdayaan ekonomi lokal berarti memampukan masyarakat sekitar agar dapat mandiri secara ekonomi atau setidak-tidaknya memberikan pemacu agar terjadi perkembangan ekonomi di daerah tersebut. Pembangunan ekonomi lokal dapat digolongkan dalam penyediaan modal manusia (human capital) dalam bentuk pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, usaha (business capital) dapat dalam bentuk pemberian mesin dan peralatan, serta pengetahuan (knowledge capital) dalam bentuk pemberian pengetahuan (Radyati, 2008). Menurut Hubeis (2010), pemanfaatan dana CSR dalam konteks ekonomi makro merupakan sarana cerdas dan tangguh dalam memberdayakan perempuan menuju ketahanan ekonomi keluarga melalui pendidikan dan model PENDANAAN PLUS (Pelatihan dan Pendampingan Usaha). Pemberdayaan ekonomi lokal menjadi salah satu program CSR PT Holcim Indonesia Tbk melalui pelaksanaan Baitul Maal wa Tamwil Swadaya Pribumi.

35 Baitul Maal wa Tamwil Sistem ekonomi dan perbankan yang dominan dikembangkan di Indonesia adalah sistem perbankan konvensional yang menggunakan teori dari Negara Barat. Perbankan konvesional memberikan permodalan kepada peminjam modal dengan peraturan yang rumit dan kewajiban membayar bunga yang ditentukan oleh pihak bank. Berbeda dengan sistem perbankan dari Negara Barat, sistem perbankan dengan syariat Islam berprinsip pada saling mempercayai antara pelaku ekonomi sehingga apabila mendapatkan keuntungan ataupun kerugian akibat jalinan kerjasama akan ditanggung bersama (Koesoemowidjojo, 2000). Baitul Maal wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan mikro berbasis syariat Islam. Baitul Maal wa Tamwil atau padanan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil, dalam rangka meningkatkan derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual BMT memiliki dua fungsi: 1) Baitut Tamwil (Bait = Rumah, at-tamwil = Pengembangan harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. 2) Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) menerima titipan dana zakat, infaq, dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya 12. Lembaga keuangan mikro berbasis syari ah, seperti bank syari ah, koperasi syari ah, atau Baitul Maal wa Tamwil memiliki jenis produk yang tidak lepas dari akad (perjanjian). Menurut Ascarya (2008), berbagai jenis akad dapat dibagi ke dalam enam kelompok pola, yaitu: 1) Pola titipan, seperti wadi ah yad amanah dan wadi ah yad dhamanah; 2) Pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan; 12 Prof. Dr. Ir. M. Amin Azis. Tata Cara Pendirian BMT. [Internet]. [diunduh 3 Januari 2012]. Format/Ukuran: PDF/ 470KB. Dapat diunduh dari:

36 16 3) Pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musharakah; 4) Pola jual beli, seperti murabahah, salam, dan istishna; 5) Pola sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina; dan 6) Pola lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah, ujr, sharf, dan rahn. Salah satu Baitul Maal wa Tamwil yang merupakan bagian dari CSR suatu perusahaan adalah Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi. BMT Swadaya Pribumi merupakan salah satu bentuk dari lembaga keuangan mikro yang berbasis syari ah yang dibentuk secara bersama oleh pihak Community Relation PT Holcim Indonesia Tbk dan tokoh masyarakat di Kecamatan Klapanunggal. BMT Swadaya Pribumi memiliki dua jenis produk, yaitu produk pembiayaan (murabahah, mudharabah, ijarah, dan musyarakah) dan produk simpanan (simpanan swadaya pribumi, simpanan pendidikan, simpanan Idul Fitri, simpanan qurban, dan simpanan berjangka mudharabah). Penjelasan mengenai BMT Swadaya Pribumi dan jenis produk yang ada di BMT Swadaya Pribumi dijelaskan pada BAB V Tujuan ke-3 MDGs MDGs memiliki delapan tujuan yang harus dicapai pada tahun 2015, diantara kedelapan tujuan tersebut terdapat tujuan yang berkaitan dengan kesetaraan gender, yaitu tujuan pertama sampai dengan tujuan keenam. Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan secara lebih spesifik diuraikan pada tujuan ketiga MDGs: mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Salah satu tujuan pembangunan manusia di Indonesia adalah mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam meningkatkan kualitas hidup manusia tanpa membeda-bedakan antara laki-laki maupun perempuan. Meskipun telah banyak pembangunan yang dicapai, namun kenyataan menunjukkan bahwa kesenjangan gender (gender gap) masih ada dalam sebagian besar bidang (UNDP Indonesia, 2007). Perempuan dan laki-laki memang berbeda, namun tidak untuk dibeda-bedakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender diantaranya dengan menghilangkan ketimpangan gender dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan di sektor

37 17 formal maupun informal, dan berbagai kegiatan atau program lainnya, termasuk program CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal PT Hocim Indonesia Tbk. Tabel 2 Indikator dari Tujuan Ketiga MDGs Tujuan 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4 Sumber: UNDP Indonesia (2007). Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari dari tahun Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi, yang diukur melalui angka partisipasi murni anak perempuan terhadap anak laki-laki (%) 4.2 Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia tahun, yang diukur melalui angka melek huruf perempuan/laki-laki (indeks paritas melek huruf gender) (%) 4.3 Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK ) perempua 4.4 T ingkat pengangguran terbuka (TPT) perempua 4.5 Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upaha 4.6 T ingkat daya beli (Purchasing Power Parity, PPP) pada kelompok perempua 4.7 Proporsi perempuan dalam lembaga-lembaga publik (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) (%). Tabel 2 menunjukkan indikator atau pengukuran terhadap pencapaian tujuan ketiga MDGs, yaitu mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Indonesia dapat dikatakan berhasil mencapai tujuan ketiga apabila indikator tersebut telah tercapai dengan optimal. Beberapa tantangan yang dihadapi untuk mencapai tujuan ketiga, yaitu: 1) menjamin kesetaraan gender dalam berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota, terutama dibidang-bidang pembangunan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, ekonomi, hukum, dan politik; 2) meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan melalui aksi afirmasi (affirmative action) di berbagai bidang pembangunan; 3) meningkatkan kualitas dan kapasitas kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender; 4) meningkatkan peran lembaga masyarakat dalam pemberdayaan perempuan; 5) merevisi peraturan perundang-undangan dan

38 18 kebijakan yang bias gender dan/atau diskriminatif terhadap perempuan (UNDP, 2007) Definisi Gender Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 Tanggal 19 Desember 2000 tentang Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang dimaksud dengan gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Gender menurut Hubeis (2010) adalah: Suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan hubungan antara perempuan dan laki-laki yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosialbudaya, politik, dan ekonomi sehingga tidak bersifat kodrati atau mutlak. Selain itu, menurut Hubeis (2010) gender lebih mengacu pada perbedaan peran sosial serta tanggung jawab perempuan dan laki-laki pada perilaku dan karakteristik yang dipandang tepat untuk perempuan dan laki-laki dan pada pandangan tentang bagaimana beragam kegiatan yang mereka lakukan seharusnya dinilai dan dihargai. WHO (2011) memberi batasan gender sebagai 13 : "Gender refers to the socially constructed roles, behaviours, activities, and attributes that a given society considers appropriate for men and women. (Gender mengacu pada seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi perempuan dan laki-laki, yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu masyarakat). Menurut Simatauw et al. (2001) gender dan jenis kelamin (sex) memiliki konsep yang berbeda. Gender merupakan bentukan manusia yang tidak mutlak dan dapat berubah tergantung situasi, kondisi, dan waktu, serta dipengaruhi oleh 13 [WHO] World Health Organization What do we mean by "sex" and "gender"?. [Internet]. [dikutip 18 Mei 2011]. Dapat diunduh dari:

39 19 budaya dan kehidupan sosial, seperti perempuan memasak, mengurus rumahtangga, mengurus anak, dan kegiatan lainnya. Sedangkan jenis kelamin (sex) merupakan sesuatu yang bersifat kodrat yang tidak dapat diubah, seperti perempuan menstruasi, hamil, menyusui, dan ciri-ciri biologis perempuan lainnya. Laki-laki menghamili, memiliki sperma, dan ciri-ciri biologis lainnya. Seks Tidak dapat dipertukarkan (kodrat) Gender Dapat dipertukarkan dan merupakan bentukan manusia Laki-laki Ciri dan fungsi Perempuan Ciri dan fungsi Laki-laki Citra/jati diri Perempuan Citra/jatidiri Penis Vagina /peran /peran Jakun Sperma Membuahi Sel telur Menyusui Melahirkan Kuat Rasional Tampan Lemah Emosional Cantik Kasar Halus/lembut Maskulin Feminim Publik Domestik Sumber: Depkeu (T.t). Gambar 2 Perbedaan Seks dan Gender Kesetaraan dan Keadilan Gender Instruksi Presiden dalam Pedoman PUG dalam Pembangunan Nasional mendefinisikan kesetaraan gender sebagai kesamaan kondisi bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap perempuan dan laki-laki. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender antara lain (Simatauw et al. 2001): 1) Marjinalisasi (peminggiran) ekonomi Lemahnya kesempatan perempuan meliputi akses dan kontrol perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi, seperti tanah, kredit, pasar.

40 20 Perempuan dipinggirkan dalam berbagai kegiatan yang lebih memerlukan laki-laki. 2) Subordinasi (penomorduaan) Keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin lebih baik, lebih penting, atau lebih diutamakan dibandingkan jenis kelamin yang lain. Terdapat batasan-batasan yang berasal dari kultural, agama, atau kebijakan terhadap perempuan dalam melakukan sesuatu. Perempuan tidak memiliki peluang untuk mengambil keputusan bahkan yang menyangkut dengan dirinya. Perempuan diharuskan tunduk terhadap keputusan yang dibuat oleh laki-laki. Laki-laki sebagai pencari nafkah utama (a main breadwinner) sedangkan perempuan sebagai pencari nafkah tambahan (secondary breadwinner). 3) Beban kerja berlebih (over burden) Pembagian peran dibagi menjadi produktif, reproduktif, memelihara masyarakat, dan politik masyarakat. Perempuan biasanya memiliki tiga peran (triple role), yaitu produktif, reproduktif, dan memelihara masyarakat. Perempuan lebih dominan pada tiga peran tersebut sedangkan laki-laki lebih dominan pada peran produktif dan politik masyarakat. 4) Cap-cap negatif (stereotype) Pelabelan negatif pada salah satu jenis kelamin, umumnya perempuan. Perempuan digambarkan sebagai sosok yang emosional, tidak rasional, lemah, dan lainnya. Padahal laki-laki juga dapat berperilaku seperti itu. Pelabelan negatif dapat melahirkan ketidakadilan yang merugikan dan berdampak buruk pada salah satu pihak. 5) Kekerasan (violence) Kekerasan berbasis gender didefinisikan sebagai kekerasan terhadap perempuan. Bentuknya bermacam-macam dapat berupa kekerasan fisik maupun psikologis. Kekerasan terjadi akibat dari adanya konstruksi sosial yang sering dibudayakan di dalam masyarakat.

41 Peran (Pembagian Kerja) Gender Peran (pembagian kerja) gender terlihat dari perbedaan peran atau kegiatan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki berdasarkan nilai sosialbudaya yang berlaku. Perempuan dan laki-laki dibeda-bedakan dalam melakukan peran atau kegiatan karena persepsi masyarakat yang lazim terbentuk secara umum. Peran gender berbeda antar masyarakat atau bahkan antar kelompok di dalam masyarakat tertentu dan seringkali mengalami perubahan setiap saat. Peran gender menampilkan kesepakatan pandangan dalam masyarakat dan budaya tertentu perihal ketepatan dan kelaziman bertindak untuk seks tertentu atau jenis kelamin tertentu, namun secara perseorangan ada kemungkinan bahwa seorang perempuan dan/atau lelaki memiliki peran aktual gender yang bertentangan dengan peran gender per jenis seks yang dipandang tepat dan lazim serta disepakati di masyarakat bersangkutan (Hubeis, 2010). Peran perempuan dan laki-laki diklasifikasikan dalam tiga jenis peran, yaitu peran reproduktif, produktif, dan sosial. Menurut Simatauw et al. (2001) peran produktif adalah kegiatan yang menghasilkan uang atau mengahasilkan barang-barang lainnya yang tidak dikonsumsi atau digunakan sendiri, misalnya bertani, beternak, berburu, menjadi buruh, berdagang. Peran reproduktif adalah kegiatan-kegiatan yang sifatnya merawat dan mengurusi keperluan keluarga seperti, merawat anak, mengambil air, memasak (Simatauw et al. 2001). Peran sosial terdiri dari peran merawat masyarakat dan politik masyarakat. Peran merawat masyarakat, yaitu kegiatan-kegiatan masyarakat yang sifatnya menjalin kebersamaan, solidaritas antar masyarakat, menjaga keutuhan masyarakat, seperti arisan, pengajian, upacara adat. Peran politik masyarakat yaitu kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengambil keputusan yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat, seperti pemilihan kepala desa, rapat pembagian tanah, dan lain-lain (Simatauw et al. 2001). Menurut Hubeis (2010) peran reproduktif (domestik) adalah peran yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya insani (SDI) dan tugas kerumahtanggan seperti menyiapkan makanan, mengumpulkan air, mencari kayu bakar, berbelanja, memelihara kesehatan dan gizi keluarga, mengasuh dan mendidik anak. Peran

42 22 produktif menurut Hubeis (2010) menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan (petani, nelayan, konsultasi, jasa, pengusaha, dan wirausaha). Peran sosial menurut Hubeis (2010) adalah peran masyarakat terkait kegiatan jasa dan partisipasi politik. Tabel 3 Klasifikasi Tiga Peran Gender: Peran Reproduktif, Peran Produktif, dan Peran Sosial Gender Reproduktif Produktif Sosial Perempuan Peran Utama: Istri, Ibu, Ibu Rumahtangga (Keluarga) Lelaki Bapak Kepala keluarga 1. Acap diansumsikan tidak memiliki peran produktif 2. Pembantu (turut) mencari nafkah keluarga Peran Utama: Mencari nafkah keluarga 1. Manajemen, jasa penyuluhan terkait pada aspek peran reproduktif 2. Pekerja tidak dibayar (informal) 1. Kepemimpinan 2. Politik 3. Ketahanan/ militer 4. Pekerja dibayar/ formal Sumber: Hubeis (2010). Pembagian peran gender mempengaruhi pembagian kerja, relasi antara perempuan dan laki-laki, akses dalam memperoleh sumberdaya dan manfaat, kontrol atau kuasa dalam memperoleh suamberdaya dan manfaat. Implikasi pembagian kerja gender yang tercantum dalam Panduan Pelatihan PUG (Depkeu, T.t) adalah sebagai berikut: 1) Perempuan menjalankan pekerjaan yang beragam dan pergantian peran yang lebih banyak dan lebih cepat daripada laki-laki 2) Pekerjaan perempuan lebih banyak berhubungan dengan pekerjaan rumahtangga dan pengasuhan anak (reproduktif), sementara laki-laki bertanggung jawab untuk melakukan pekerjaan yang lebih nyata terlihat oleh masyarakat seperti pekerjaan ekonomi maupun politik Analisis Gender dalam CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal Kegiatan atau program dikatakan telah responsif gender apabila kebijakan, program, kegiatan atau kondisi yang sudah memperhitungkan

43 23 kepentingan perempuan dan laki-laki (lihat Tabel 4). BMT Swadaya Pribumi merupakan program CSR Holcim Indonesia Pabrik Narogong di bidang pemberdayaan ekonomi lokal yang bergerak sebagai lembaga keuangan mikro berbasis syari ah dengan tujuan memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Kebutuhan atau kepentingan peserta perempuan dan peserta laki-laki meliputi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender. Analisis gender menjadi suatu alat analisis untuk mengetahui sejauhmana kesetaraan gender dipertimbangkan dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi. Tabel 4 Konsep dan Pengertian Istilah Gender Konsep Pengertian Buta gender (gender blind) Sadar gender (gender aware) Bias gender Netral gender Sensitif gender Responsif gender Peka gender Perspektif gender Sumber: Dephut (2004). Kondisi atau keadaan seseorang yang tidak memahami tentang pengertian atau konsep gender (ada perbedaan kepentingan antara perempuan dan laki-laki). Mengenali perbedaan antara prioritas dan kebutuhan perempuan dan laki-laki. Pandangan dan sikap yang lebih mengutamakan salah satu jenis kelamin daripada jenis kelamin lain sebagai akibat pengaturan kepercayaan budaya yang lebih berpihak kepada laki-laki daripada perempuan dan sebaliknya. Kebijakan, program, kegiatan, atau kondisi yang tidak memihak pada salah satu jenis kelamin. Kemampuan dan kepekaan seseorang dalam melihat dan menilai hasil pembangunan dan aspek kehidupan lainnya dari perspektif gender (disesuaikan dengan kepentingan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki). Kebijakan, program, kegiatan, atau kondisi yang sudah memperhitungkan kepentingan perempuan dan laki-laki. Selalu mempertanyakan apakah suatu kebijakan, program, proyek, atau kegiatan organisasi adalah adil dan berdampak sama terhadap perempuan dan laki-laki dan hasilnya juga sama-sama dinikmati oleh perempuan dan laki-laki. Menggunakan aspek gender untuk membahas atau menganalisis isu-isu dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, dan psikologi untuk memahami bagaimana aspek gender tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan, program, proyek, dan dalam kegiatankegiatan pembahasan tersebut dipelajari bagaimana faktor gender menumbuhkan diskriminasi dan menjadi perintang bagi kesempatan dan pengembangan diri seseorang.

44 24 Definisi analisis gender dalam Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional adalah: Proses yang dibangun secara sistematis untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja atau peran perempuan dan laki-laki, akses dan kontrol terhadap sumber-sumberdaya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara perempuan dan laki-laki yang timpang, yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa. Analisis gender merupakan suatu alat kunci bagi gender mainstreaming 14 untuk memperoleh pemahaman lebih mengenai lingkungan, dampak dan manfaat dari suatu kegiatan, dan prakarsa pemberdayaan masyarakat bagi perempuan dan laki-laki. Analisis gender menjadi himpunan dan analisis informasi dan data mengenai: 1) Peran, kewajiban, dan hak-hak berbeda bagi perempuan dan lakilaki; 2) Kebutuhan, prioritas, peluang, dan hambatan berbeda bagi perempuan dan laki-laki; 3) Alasan mengapa terjadi perbedaan tersebut; dan 4) Peluang-peluang serta strategi untuk meningkatkan kesetaraan gender 15. Kegiatan analisa gender tersebut meliputi: a. Mengidentifikasi kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh manfaat dari kebijakan dan program pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan, b. Mengidentifikasi dan memahami sebab-sebab terjadinya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dan menghimpun faktorfaktor penyebabnya, c. Menyusun langkah-langkah yang diperlukan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, d. Menetapkan indikator gender untuk mengukur capaian dari upayaupaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. 14 Gender mainstreaming adalah proses penilaian dampak dari setiap tindakan yang terencana terhadap perempuan dan laki-laki. 15 Sophie Dowling Analisis Gender: Sebuah Panduan Pengantar Disiapkan untuk PT Kaltim Prima Coal (KPC) Mitra Proyek. (Alih bahasa dari bahasa Inggris oleh Aria Jalil). [Internet]. [diunduh 30 April 2011]. Format/ Ukuran: PDF/ 431 KB. Dapat diunduh dari: empoweringcommunities.anu.edu.au/.../gender%20analysis%20toolkit_bahasa%20version.pdf

45 25 Terdapat lima komponen kunci dalam analisis gender tersebut, yaitu: a. Data yang dipilah-pilah berdasarkan jenis kelamin: data sosialekonomi yang dipilah berdasarkan jenis kelamin dan variabel demografis, seperti umur, kelompok sosial, dan etnis (kuantitatif maupun kualitatif), b. Analisis pembagian tugas: apa, dimana, kapan, dan berapa banyak yang dikerjakan oleh laki-laki maupun perempuan untuk menggambarkan tuntutan yang berbeda-beda terhadap waktu dan tenaga perempuan dan laki-laki, berapa pekerjaan mereka dihargai, pola kerja musiman dan strategi dalam memenuhi kebutuhan seharihari, c. Analisis akses dan kontrol, d. Analisis kebutuhan strategis dan kebutuhan praktis, e. Analisis konteks sosial: meneliti dan memahami konteks sosial setempat (hukum, sosio-kultural, agama, institusi, kebijakan pemerintah) yang mempengaruhi peran dan hubungan gender 16. Teknik dalam analisis gender memiliki beberapa model yang telah dikembangkan oleh beberapa ahli (Depkeu, T.t), yaitu: 1) Model Harvard Model Harvard dikembangkan oleh Harvard Institute for International Development bekerjasama dengan Kantor Women in Development (WID)-USAID. Model Harvard didasarkan pada pendekatan efisiensi WID yang merupakan kerangka analisis gender dan perencanaan gender paling awal. Model analisis Harvard lebih sesuai digunakan untuk perencanaan proyek, menyimpulkan data basis atau data dasar (Dephut, 2004). Komponen dasar dalam model Harvard, yaitu: a. Profil kegiatan (produktif, reproduktif, dan sosial) yang didasarkan pada pembagian kerja dan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, b. Profil akses dan kontrol, c. Faktor yang mempengaruhi kegiatan akses dan kontrol, 16 Ibid. h. 7-8.

46 26 d. Analisis siklus proyek. 2) Model Moser Teknik analisis Moser adalah suatu teknik analisis yang membantu perencana atau peneliti dalam menilai, mengevaluasi, merumuskan usulan dalam tingkat kebijaksanaan program dan proyek yang lebih peka gender dengan menggunakan pendekatan terhadap persoalan perempuan (kesetaraan, keadilan, anti kemiskinan, efisiensi, penguatan atau pemberdayaan), identifikasi terhadap peranan majemuk perempuan (reproduksi, produksi, sosial-kemasyarakatan), serta identifikasi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis (Handayani dan Sugiarti, 2008). Model Moser didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan gender bersifat teknis dan politis, kerangka ini mengasumsikan adanya konflik dalam perencanaan dan proses transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu debat. Terdapat kelemahan dalam model ini yang tidak memperhitungkan kebutuhan strategis laki-laki (Dephut, 2004). Komponen dasar model Moser adalah: a. Tiga peran gender, b. Kontrol dan pengambilan keputusan, c. Kebutuhan strategis dan praktis gender, d. Matriks Women In Development (WID) dan Gender And Development (GAD), e. Pelibatan organisasi untuk pemastian pemasukan kebutuhan startegis gender dan kebutuhan praktis gender. Kebutuhan praktis gender merupakan kebutuhan dasar atau hidup, seperti pangan, air, tempat tinggal, air, sandang, penghasilan, dan perawatan kesehatan sedangkan kebutuhan strategis gender merupakan kebutuhan akan kesetaraan dan pemberdayaan, seperti pemerataan tanggung jawab dan pengambilan keputusan, akses pendidikan dan pelatihan yang sama Nelien Haspels dan Busakorn Suriyasarn Panduan Praktis bagi Organisasi: Meningkatkan Kesetaraan Gender dalam Aksi Penaggulangan Pekerja Anak serta Perdagangan Perempuan dan Anak. [Internet]. [diunduh 10 Mei 2011]. Format/ Ukuran: PDF/808 KB. Dapat diunduh dari: ilojakarta/documents/publication/wcms_ pdf

47 27 3) Model SWOT Analisis manajemen dengan cara mengindetifikasikan secara internal mengenai kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta secara eksternal mengenai peluang (opportunity) dan ancaman (threats). Aspek internal dan eksternal tersebut dipertimbangkan dalam rangka menyusun program aksi, langkah-langkah atau tindakan untuk mencapai sasaran maupun tujuan kegiatan dengan cara memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman, sehingga dapat mengurangi resiko dan meningkatkan efektivitas. STRENGTH WEAKNESS OPPORTUNITY THREATS Sumber: Depkeu (T.t). Gambar 3 Bagan Analisa SWOT 4) Model PROBA Suatu teknik atau cara analisis gender untuk mengetahui masalah kesenjangan gender sekaligus menyusun kebijakan program dan kegiatan yang responsif gender serta rancangan monitoring dan evaluasi. 5) Model GAP dan POP Suatu alat analisis gender yang dapat digunakan untuk membantu para perencanaan dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan, program, proyek, atau kegiatan pembangunan. Model analisis gender yang dilakukan dalam menganalisis keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam penelitian ini adalah menggunakan model Harvard dan model Moser. Kedua model tersebut digunakan dengan pertimbangan pengukuran keberhasilan yang digunakan dalam penelitian ini adalah keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dengan

48 28 menggunakan profil kegiatan, profil akses, profil kontrol, dan manfaat yang dirasakan dan diperoleh oleh peserta perempuan dan peserta laki-laki. 2.2 Kerangka Pemikiran Pihak Comrel Holcim menyatakan BMT Swadaya Pribumi sebagai salah satu program CSR PT Holcim Indonesia Tbk yang telah berhasil dan berkelanjutan. Salah satu cara meninjau apakah suatu program telah berhasil atau tidak adalah melalui ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender (Lu lu, 2005). BMT Swadaya Pribumi merupakan salah satu bentuk upaya memberdayakan ekonomi lokal masyarakat sekitar Holcim Indonesia Pabrik Narogong. Pemberdayaan ekonomi dilakukan melalui pembiayaan berupa pinjaman (kredit) yang diberikan kepada peserta produk pembiayaan agar dapat meningkatkan perekonomian dan mengembangkan usaha sehingga pemenuhan kebutuhan ekonomi dapat terpenuhi. Menurut Anwar (1997) dalam Koesoemowidjojo (2000) upaya perbaikan dan peningkatan ekonomi sangat ditentukan oleh peranan gender. Analisis gender yang dapat dilihat dari data terpilah gender antara perempuan dan laki-laki, diantaranya dalam hal akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat dilakukan sebagai upaya meningkatkan kesetaraan gender (ILO, 2001). Analisis gender dalam BMT Swadaya Pribumi dilihat dari data terpilah peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi berdasarkan karakteristik sosial-ekonomi (tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan) dan karakteristik demografi (umur dan status perkawinan) peserta perempuan dan peserta laki-laki. Karakteristik individu terpilah antara peserta perempuan dan peserta laki-laki tersebut merupakan faktor internal yang berasal dari diri individu masing-masing yang mempengaruhi kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dianalisis dengan melihat dan mengukur akses atau peluang peserta produk pembiayaan terhadap sumberdaya (pembiayaan, pelatihan, dan pendampingan) dari BMT Swadaya Pribumi, kontrol atau kuasa peserta produk pembiayaan terhadap sumberdaya (pembiayaan, pelatihan, dan pendampingan) dari BMT Swadaya Pribumi, dan

49 29 manfaat yang dinikmati peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi (peningkatan pendapatan, peningkatan status sosial, pemenuhan kebutuhan dasar, dan peningkatan kemampuan berwirausaha) yang dirasakan peserta produk pembiayaan setelah memperoleh pembiayaan dari BMT Swadaya Pribumi. Semakin tinggi tingkat akses, kontrol, dan manfaat yang dinikmati peserta produk pembiayaan, maka kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Peran (pembagian kerja) di dalam rumahtangga peserta produk pembiayaan diukur berdasarkan jumlah kegiatan (produktif, reproduktif, dan sosial-kemasyarakatan) yang dilakukan oleh setiap pekerja keluarga (perempuan dan laki-laki). Perempuan memiliki jumlah kegiatan yang lebih banyak daripada laki-laki. Perempuan tidak hanya mengerjakan kegiatan reproduktif dan kegiatan sosial-kemasyarakatan tetapi juga turut serta dalam mengerjakan kegiatan produktif di sela waktu istirahat mereka. Perempuan umumnya membantu suami mereka mencari nafkah dengan berdagang di sekitar rumah. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan perempuan dalam mengerjakan kegiatan mengurus rumahtangga dan mencari nafkah secara bersamaan. Peran (pembagian kerja) tidak dihubungkan dengan keberhasilan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dengan pertimbangan peran dalam rumahtangga merupakan variabel diluar kegiatan pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, namun analisis terhadap peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga peserta tetap dilakukan untuk melihat isu beban kerja berlebih (over burden) yang dialami salah satu pihak, umumnya perempuan. Kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi mempengaruhi keberhasilan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Keberhasilan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dalam penelitian ini diukur dengan mempertimbangkan kesetaraan gender dalam pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender yang dirasakan oleh peserta produk pembiayaan perempuan dan laki-laki. Ketika kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender peserta perempuan dan peserta laki-laki terpenuhi, maka pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dan dapat dikatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah responsif gender.

50 30 Karakteristik Sosial Ekonomi dan Demografi Individu terpilah jenis kelamin (X1) X1.1 : Umur X1.2 : Status Pernikahan X1.3 : Tingkat Pendidikan X1.4 : Jenis Usaha X1.5 : Tingkat Pendapatan Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi (X2) X2.1: Tingkat Akses Peserta terhadap Sumberdaya X2.2: Tingkat Kontrol Peserta terhadap Sumberdaya X2.3: Tingkat Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Kegiatan Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi Responsif Gender Tingkat Keberhasilan Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi (Y) dalam Pemenuhan Kebutuhan Praktis dan Kebutuhan Startegis Gender Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga (X3) Isu beban kerja berlebih (over burden) yang ditanggung oleh perempuan Keterangan : Berhubungan : Berhubungan tetapi tidak diuji : Analisis gender Gambar 4 Kerangka Pemikiran Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi

51 Hipotesis Pengarah Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1) Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara karakteristik individu peserta terpilah berdasarkan jenis kelamin dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. a. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara umur peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. b. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara status pernikahan peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. c. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara tingkat pendidikan peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. d. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara jenis usaha yang ditekuni peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. e. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara tingkat pendapatan peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. 2) Perempuan memiliki beban kerja berlebih (over burden) yang ditunjukkan melalui peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga peserta BMT Swadaya Pribumi. 3) Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. a. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara tingkat akses peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.

52 32 b. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara tingkat kontrol peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. c. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara tingkat manfaat yang dinikmati oleh peserta dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. 2.4 Definisi Konseptual 1) Gender adalah konsep mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. 2) Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi baik perempuan dan lakilaki untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. 3) Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap perempuan dan laki-laki. 4) Analisis gender adalah proses yang dibangun secara sitematis untuk mengidentifikasi dan memahami peran (pembagian kerja) perempuan dan laki-laki, akses dan kontrol terhadap sumber-sumberdaya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara perempuan dan laki-laki yang timpang, yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya, seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa. 5) Peran produktif adalah kegiatan yang menghasilkan uang. 6) Peran reproduktif adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat mengurus dan merawat keluarga. 7) Peran sosial adalah kegiatan-kegiatan masyarakat yang sifatnya untuk menjalin kebersamaan dan solidaritas antar masyarakat.

53 33 8) Kebutuhan praktis gender adalah kebutuhan segera, kebutuhan material yang diperlukan perempuan dan laki-laki yang tidak harus memerlukan perubahan-perubahan terhadap hubungan gender yang ada. Contoh: tempat tinggal, makanan, air, dan pekerjaan yang memadai. 9) Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan yang memerlukan perubahan-perubahan jangka panjang terhadap hubungan gender agar kebutuhan itu tercapai. Kebutuhan strategis secara langsung dapat berkaitan dengan kebutuhan praktis. Contoh: kebutuhan praktis perempuan untuk mendapatkan tempat tinggal atau makanan dapat berkaitan dengan kebutuhan strategis mereka untuk mendapatkan hak yang sama untuk memiliki tanah atau hak untuk mendapatkan serangkaian pilihan pekerjaan dan mendapatkan sumber penghasilan. 2.5 Definisi Operasional Tabel 5 Definisi Operasional Penelitian Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim Indonesia Tbk Definisi No. Variabel Operasional 1. Karakteristik Individu a. Jenis kelamin b. c. Umur 1.Umur berdasarkan median 2.Umur berdasarkan BPS Status pernikahan Identitas biologis peserta. Lamanya hidup peserta produk BMT Swadaya Pribumi. Identitas pernikahan peserta saat diwawancarai. Indikator Laki-laki = 1 Perempuan = 2 Umur (median): < 45 tahun = 1 45 tahun = 2 Umur (BPS): tahun = tahun = tahun = 3 Belum menikah = 1 Menikah = 2 Cerai (janda/ duda) = 3 Pengukuran Data Nominal Ordinal Nominal d. Tingkat Jenis pendidikan Tidak tamat Ordinal

54 34 pendidikan e. Jenis usaha f. Tingkat pendapatan per bulan sekolah tertinggi yang ditamatkan oleh peserta. Usaha yang ditekuni oleh peserta saat memperoleh pembiayaan dari BMT Swadaya Pribumi. Rata-rata hasil kerja berupa uang yang diterima peserta atas pekerjaan utama peserta setiap bulan. 2. Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga a. b. Peran produktif Peran Reproduktif Kegiatan yang menghasilkan uang yang terdiri dari satu kegiatan (mencari nafkah). Kegiatan mengurus rumahtangga dan keluarga yang terdiri dari 12 kegiatan rumahtangga (masak, cuci pakaian, cuci piring, menyapu,mengepel, menyetrika, urus anak, mandikan anak, menyuapi anak, gendong anak, antar anak ke posyandu, dan perbaiki perkakas rumahtangga). SD/tamat SD = 1 (rendah) Tamat SMP = 2 (sedang) Tamat SMA/PT = 3 (tinggi) Usaha makanan = 1 Usaha nonmakanan = 2 Rp s.d Rp = 1 (rendah) Rp s.d Rp = 2 (sedang) >Rp = 3 (tinggi) Laki-laki saja = 1 Perempuan saja = 2 Bersama = 3 Laki-laki saja = 1 Perempuan saja = 2 Bersama = 3 Nominal Ordinal Nominal Nominal

55 35 c. Peran Sosial Kegiatan kemasyarakatan yang terdiri dari 6 kegiatan (arisan, pengajian, PKK, kerjabakti,kematian, pernikahan). Laki-laki saja = 1 Perempuan saja = 2 Bersama = 3 Nominal a. b. c. 3. Tingkat Kesetaraan Gender Peserta dalam BMT Swadaya Pribumi Pengkategorian: Tidak setara gender = Setara gender = Akses terhadap sumberdaya Kontrol terhadap sumberdaya Manfaat yang dinikmati Peluang atau kesempatan yang dimiliki peserta dalam memperoleh izin usaha, pembiayaan(kredit), pembayaran angsuran, pelatihan kewirausahaan, dan pendampingan usaha. Kuasa yang dimiliki peserta atas besarnya pinjaman, pemanfaatan uang, jenis usaha, dan kendali atas usaha. Manfaat yang dinikmati oleh peserta berupa peningkatan pendapatan, status sosial, kebutuhan dasar, dan kemampuan berwirausaha. 4. Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi Pengkategorian: Keberhasilan rendah = Keberhasilan tinggi = a. Pemenuhan kebutuhan praktis Pemenuhan kebutuhan peserta terhadap permodalan usaha, pengetahuan Skor total 6-9 = 1 (rendah) Skor total = 2 (tinggi) Skor total 5-8 = 1 (rendah) Skor total 9-10 = 2 (tinggi) Skor total 4-6 = 1 (rendah) Skor total 7-8 = 2 (tinggi) Skor total 5-8 = 1 (rendah) Skor total 9-11 = 2 (tinggi) Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal

56 36 kewirausahaan, kebutuhan ekonomi, perbaikan kondisi hidup, dan perkembangan usaha. b. Pemenuhan kebutuhan strategis Pemenuhan kebutuhan peserta dalam memperoleh kesempatan yang setara dalam memperoleh pembiayaan, mengikuti kegiatan pelatihan kewirausahaan, dan pengambilan keputusan dalam keluarga. Skor total 6-7 = 1 (rendah) Skor total 8-9 = 2 (tinggi) Ordinal

57 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu di Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Bogor yang merupakan kawasan Ring 1 penerima program CSR PT Holcim Indonesia Tbk, salah satunya program pembiayaan usaha mikro dari Baitul Maal wa Tamwil Swadaya Pribumi. Desa Kembang Kuning dinilai oleh PT Holcim Indonesia Tbk sebagai desa yang terkena dampak paling besar dari kegiatan operasional PT Holcim Indonesia Tbk karena lokasinya yang berdekatan dengan Holcim Indonesia Pabrik Narogong. Sebelum menentukan lokasi penelitian, peneliti melakukan observasi dan telaah dokumen yang berkaitan dengan lokasi penelitian. Peneliti juga menanyakan langsung kepada pihak-pihak yang melakukan penelitian terhadap CSR PT Holcim Indonesia Tbk. Penjajagan lokasi penelitian dilakukan pada bulan Juli- Oktober dan penelitian dimulai pada bulan Oktober dan berakhir pada bulan November akhir tahun Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif berperan sebagai landasan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dan didukung pendekatan kualitatif yang berguna untuk menjawab perumusan masalah secara lebih mendalam sehingga memperkuat data yang diperoleh melalui pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi, 2008). Kuesioner berisi pertanyaan dan pernyataan kepada sejumlah responden. Kuesioner merupakan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun penelitian survai pada penelitian ini digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabelvariabel melalui pengujian hipotesis yang disebut juga sebagai penelitian penjelasan atau explanatory research (Singarimbun dan Effendi, 2008).

58 38 Pendekatan kualitatif yang digunakan adalah studi kasus yang bersifat multi metode, yaitu wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen (Sitorus, 1998). 3.3 Teknik Pemilihan Informan dan Responden Terdapat dua subyek penelitian dalam penelitian ini, yaitu responden dan informan. Responden adalah pihak yang memberikan keterangan atau informasi mengenai keadaan dirinya dan kegiatan yang dilaksanakan dengan mengisi kuesioner yang diberikan peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Desa Kembang Kuning yang menjadi peserta program BMT Swadaya Pribumi yang berjumlah 317 orang. Dari populasi tersebut, dibentuklah kerangka sampling yang berjumlah 66 orang yang merupakan masyarakat Desa Kembang Kuning yang menjadi peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan berprofesi sebagai pedagang atau wiraswasta. Kemudian ditentukanlah sampel penelitian yang berjumlah 30 responden yang diambil secara acak nonproposional (non-propotional random sampling) dan terdiri atas 15 orang responden laki-laki dan 15 responden perempuan. Unit sasaran dalam penelitian ini adalah individu. Pemilihan informan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan teknik bola salju. Informan kunci yang dipilih adalah pihak Community Relation PT Holcim Indonesia Tbk, pengurus BMT Swadaya Pribumi, tokoh masyarakat, beserta masyarakat Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal yang memperoleh manfaat dari program BMT Swadaya Pribumi. Data-data lainnya juga diperoleh dari informan selain informan kunci. Informasi yang diperoleh dari informan lainnya berfungsi untuk melengkapi informasi dari informan kunci. 3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden dan informan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran dokumen atau arsip. Teknik pengumpulan data pada metode kuantitatif dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden penelitian sedangkan penelitian kualitatif dilakukan dengan metode triangulasi untuk memperoleh data yang

59 39 akurat berupa wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, dan penelusuran dokumen. Tabel 6 Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis Data Data yang Dikumpulkan Sumber Data Data Sekunder 1.Gambaran umum lokasi penelitian 2.Profil dan sejarah BMT Swadaya Pribumi 3.Visi dan misi BMT Swadaya Pribumi 4.Jenis Produk Pembiayaan 1.Laporan hasil survai CSR 2.Laporan tahunan CSR 3.Publikasi berkala oleh perusahaan 5.Jenis Produk Simpanan 4.Laporan tahunan BMT Swadaya 6.Kepedulian Sosial BMT Swadaya Pribumi Pribumi 5.Leaflet BMT 7.Flow chart proses pengajuan produk pembiayaan Swadaya Pribumi Data Primer 1.Identitas dan karakteristik responden 2.Peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga 3.Akses dalam memperoleh sumberdaya BMT Swadaya Pribumi 4.Kontrol dalam memperoleh sumberdaya BMT Swadaya Pribumi 5.Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi 6.Kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi 7.Pemenuhan kebutuhan praktis gender dalam BMT Swadaya Pribumi 8.Pemenuhan kebutuhan strategis gender dalam BMT Swadaya Pribumi 9.Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi 1.Informan 2.Responden 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data sekunder yang diperoleh secara kualitatif dari lapangan, seperti data gambaran umum lokasi penelitian Desa Kembang Kuning dan gambaran umum

60 40 BMT Swadaya Pribumi dideskripsikan ke dalam bentuk tabel serta diinterpretasikan. Data primer yang diperoleh secara kuantitatif dari lapangan melalui proses pengeditan informasi yang sesuai dengan yang diteliti, kemudian data kuantitatif tersebut dikode, diberikan skor, dan di entry ke dalam Microsoft excel 2007 dan software SPSS Statistic Data kuantitatif tersebut kemudian diolah dengan menggunakan tabulasi silang untuk menyajikan gambaran hubungan data terpilah berdasarkan jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) dengan karakteristik peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi, dan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. Selanjutnya, data kuantitatif yang ditampilkan ke dalam tabulasi silang diuji dengan uji statistik non-parametik Chi Square untuk data skala minimal nominal pada taraf nyata (α)=0,05 dan uji korelasi Rank Spearman untuk data dengan skala minimal ordinal pada taraf nyata (α)=0,05. Tanda bintang (*) yang terdapat pada nilai korelasi koefisien juga menunjukkan signifikansi atau hubungan antar variabel. Semakin banyak jumlah bintang (*) pada koefisien korelasi maka semakin tinggi tingkat signifikan atau hubungan antar variabel Uji Chi Square Hasil uji non-parametik Chi Square menghasilkan nilai Asympyotic Significance (Asymp Sig.) yang menunjukkan hubungan antara variabel yang diujikan pada taraf nyata (α) = 0,05. Jika nilai Asymp Sig. (2-side) lebih kecil dari nilai taraf nyata (α) = 0,05, maka H 0 ditolak. 1) H 0 : Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara status pernikahan peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. H 1 : Terdapat hubungan nyata/signifikan antara status pernikahan peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. 2) H 0 : Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara jenis usaha peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi.

61 41 H 1 : Terdapat hubungan nyata/signifikan antara jenis usaha peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi Uji Korelasi Rank Spearman Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang berskala ordinal (Uyanto, 2009). Hasil uji korelasi akan menunjukkan nilai koefisien korelasi yang bernilai positif (+) atau negatif (-). Jika nilai koefisien korelasi bernilai positif maka hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat bersifat searah, artinya jika variabel bebas besar maka variabel terikat juga besar. Jika koefisien korelasi bernilai negatif maka hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat bersifat tidak searah, artinya jika variabel bebas besar maka variabel terikat kecil. Hasil uji korelasi Rank Spearman menghasilkan p-value yang menunjukkan hubungan antara variabel yang diujikan pada taraf nyata (α) = 0,05. Jika nilai p-value lebih kecil dari nilai taraf nyata (α) = 0,05, maka H 0 ditolak. 1) H 0 : Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara umur (median) peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. H 1 : Terdapat hubungan nyata/signifikan antara umur (median) peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. 2) H 0 : Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara umur (BPS) peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. H 1 : Terdapat hubungan nyata/signifikan antara umur (BPS) peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. 3) H 0 : Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat pendidikan peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. H 1 : Terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat pendidikan peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi.

62 42 4) H 0 : Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat pendapatan peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. H 1 : Terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat pendapatan peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. 5) H 0 : Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat akses peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. H 1 : Terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat akses peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. 6) H 0 : Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat kontrol peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. H 1 : Terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat kontrol peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. 7) H 0 : Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat manfaat yang dinikmati oleh peserta dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. H 1 : Terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat manfaat yang dinikmati oleh peserta dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. 8) H 0 : Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. H 1 : Terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.

63 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI Desa Kembang Kuning terbagi atas tiga dusun atau kampung, yakni Dusun I atau Kampung Narogong, Dusun II atau Kampung Kembang Kuning, dan Dusun III atau Kampung Tegal Baru. Desa Kembang Kuning juga terbagi atas 7 RW dan 25 RT. Adapun batas-batas wilayah Desa Kembang Kuning adalah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Desa Klapanunggal Sebelah timur berbatasan dengan Desa Klapanunggal Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Nambo Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Gunung Putri Sumber: Gambar 5 Peta Lokasi Penelitian Desa Kembang Kuning merupakan desa yang memiliki akses jalan yang sudah cukup baik, mudah diakses kendaraan umum maupun kendaraan pribadi, serta letaknya yang dilalui jalan yang lebar dan sudah beraspal (lihat garis kuning

64 44 pada Gambar 5). Kawasan industri atau pabrik cukup banyak dan berkembang di Desa Kembang Kuning sehingga desa ini sering dilalui kendaraan-kendaraan industri atau pabrik. Jumlah luas penggunaan lahan di Desa Kembang Kuning adalah sekitar 295,08 ha. Sebagian besar lahan digunakan sebagai perumahan atau pemukiman masyarakat (77,9%). Penggunanaan lahan lainnya adalah lahan untuk sawah (13,6%), jalan (1,2%), pemakaman/kuburan (1,3%), perkantoran (0,0%), lapangan olahraga (1,5%), bangunan pendidikan (1,3%), dan bangunan peribadatan (3,2%). Rincian penggunaan lahan di Desa Kembang Kuning dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Luas dan Persentase Penggunaan Lahan/Tanah di Desa Kembang Kuning, 2009 No. Penggunaan Lahan Luas Ha 1. Perumahan/ Pemukiman 230 (77,9) 2. Sawah 40 (13,6) 3. Jalan 3.58 (1,2) 4. Pemakaman/ Kuburan 3.7 (1,3) 5. Perkantoran 0.1 (0,0) 6. Lapangan Olahraga 4.5 (1,5) 7. Tanah/ Bangunan Pendidikan 3.7 (1,3) 8. Tanah/ Bangunan Peribadatan 9.5 (3,2) Jumlah (100,0) Sumber: Data sekunder yang diolah dalam Siwi (2011). Dari segi infrastrukur, Desa Kembang Kuning telah memiliki infrastruktur yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari jalan utama yang lebar dan telah beraspal serta menghubungkan jalan antar desa lainnya sehingga menjadi jalur utama yang dapat diakses oleh warga dari desa lainnya. Selain itu, infrastruktur lainnya seperti bangunan pendidikan, perumahan atau pemukiman warga, perkantoran atau pabrik, dan bangunan lainnya juga cukup banyak ditemui di Desa Kembang Kuning.

65 45 Tabel 8 Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2009 Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,53 Jumlah , , ,00 Sumber: Data sekunder yang diolah dalam Siwi (2011). Jumlah penduduk di Desa Kembang Kuning tahun 2009 adalah sekitar jiwa. Jika jumlah penduduk dilihat dari jenis kelaminnya, jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki, yaitu jiwa laki-laki dan jiwa perempuan (data tahun 2009). Berdasarkan kelompok umur, sebagian besar penduduk Desa Kembang Kuning tergolong ke dalam umur produktif bekerja menurut BPS (umur tahun), yaitu sekitar 65 persen. Penduduk Desa Kembang Kuning yang tergolong ke dalam kelompok umur Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah (umur 5-19 tahun) adalah sekitar 29 persen. Penduduk Desa Kembang Kuning yang tergolong lanjut usia (umur lebih dari 65 tahun) lebih sedikit, yakni sekitar 5 persen.

66 46 Tabel 9 Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning Berdasarkan Mata Pencaharian, 2009 No. Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase 1. Petani 25 0,27 2. Pedagang ,32 3. Pegawai Negeri 25 0,27 4. TNI/ POLRI 6 0,07 5. Pensiunan/ Purnawirawan 10 0,11 6. Swasta ,44 7. Buruh Pabrik ,38 8. Pengrajin 12 0,13 9. Tukang Bangunan 60 0, Penjahit 10 0, Tukang Las 20 0, Tukang Ojeg 202 2, Bengkel 9 0, Sopir Angkutan 600 6, Lain-lain 205 2,23 Jumlah ,00 Sumber: Data sekunder yang diolah dalam Siwi (2011). Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk berprofesi sebagai karyawan swasta (49,44%), profesi kedua terbanyak yang ditekuni oleh penduduk Desa Kembang Kuning adalah sebagai buruh pabrik (27,38%), dan profesi ketiga terbanyak yang ditekuni oleh penduduk Desa Kembang Kuning adalah sebagai pedagang (10,32%). Jumlah pabrik dan industri yang cukup berkembang di Desa Kembang Kuning memberikan pengaruh terhadap mata pencaharian penduduk Desa Kembang Kuning. Desa Kembang Kuning merupakan desa yang sudah cukup modern, karakteristik penduduknya pun heterogen karena banyaknya penduduk pendatang yang memberikan pengaruh kepada penduduk asli Desa Kembang Kuning. Jumlah perkantoran, pabrik, dan industri yang saat ini berkembang di Desa Kembang Kuning juga turut memberikan pengaruh kepada penduduk. Penduduk Desa Kembang Kuning merasa termotivasi untuk bersekolah agar dapat bersaing

67 47 untuk bekerja di pabrik dan industri yang berkembang di sekitar Desa Kembang Kuning, seperti yang diutarakan oleh Sekretaris Desa Kembang Kuning sebagai berikut: Pendidikan masyarakat sudah meningkat karena banyaknya pendatang. Penduduk juga termotivasi dengan industri yang ada di Desa Kembang Kuning karena syarat untuk bekerja di industri adalah tamat SMA Tabel 10 Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2009 No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase 1. Tidak Tamat SD/ Sederajat 565 4,87 2. Tamat SD/ Sederajat 820 7,06 3. Tamat SLTP/ Sederajat ,65 4. Tamat SLTA/ Sederajat ,10 5. Tamat Akademi 548 4,72 6. Tamat Perguruan Tinggi/ S ,55 7. Tamat Perguruan Tinggi/ S2 5 0,04 Jumlah ,00 Sumber: Data sekunder yang diolah dalam Siwi (2011). Data pada Tabel 10 menunjukkan tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk di Desa Kembang Kuning. Jumlah penduduk yang bersekolah adalah sekitar penduduk. Pendidikan yang ditamatkan penduduk terbagi ke dalam tujuh tingkatan, yaitu tidak tamat SD atau sederajat, tamat SD atau sederajat, tamat SMP atau sederajat, tamat SMA atau sederajat, tamat Akademi, tamat Perguruan Tinggi atau S1, dan tamat perguruan tinggi atau S2. Jumlah penduduk Desa Kembang Kuning yang tidak tamat SD atau sederajat adalah 565 orang (4,87%), tamat SD atau sederajat adalah 820 orang (7,06%), tamat SLTP atau sederajat adalah orang (27,65%), tamat SMA atau sederajat adalah orang (51,10%), dan tamat akademi adalah 548 orang (4,72%), dan jumlah penduduk yang tamat perguruan tinggi (S1 dan S2) adalah 533 orang (4,59%). 18 Hasil wawancara dengan Sekretaris Desa Kembang Kuning pada tanggal 21 Oktober 2011.

68 BAB V GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT) SWADAYA PRIBUMI 5.1 Sejarah Singkat BMT Swadaya Pribumi BMT Swadaya Pribumi lahir dari insiatif Dharmawan Reksodiputro, manajer Community Relations Departement, PT Holcim Indonesia Tbk. Community Relations Departement bekerjasama dengan para tokoh masyarakat di Kecamatan Klapanunggal mendirikan sebuah lembaga keuangan mikro syari ah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan. Tanggal 9 Juni 2006, tokoh-tokoh masyarakat sebanyak 43 orang diundang oleh PT Holcim Indonesia Tbk untuk sosialisasi pentingnya pembentukkan BMT Swadaya Pribumi. Setelah disepakati oleh pihak Holcim serta para tokoh masyarakat di Kecamatan Klapanunggal maka pada tanggal 9 Juni 2006 berdirilah BMT Swadaya Pribumi dengan modal awal sebesar Rp ,00. Awal pembentukkannya, BMT Swadaya Pribumi menemui beberapa kendala, salah satunya adalah terdapat peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi yang menunggak pembayaran angsuran, seperti yang diungkapkan oleh manajer BMT Swadaya Pribumi sebagai berikut: Pada awal terbentuk BMT Swadaya Pribumi, kendala yang dihadapi masih besar. Dua tahun pertama berdiri masyarakat peserta pembiayaan masih sering menunggak pembayaran dari pembiayaan karena mereka beranggapan bahwa dana tersebut merupakan dana dari perusahaan jadi tidak apa-apa jika tidak dikembalikan.... Kendala tersebut masih ditemukan pada beberapa peserta produk pembiayaan hingga saat ini, namun berjalannya waktu dan berkat dukungan berbagai pihak, BMT Swadaya Pribumi dapat terus berkembang. Memasuki usianya yang keempat BMT Swadaya Pribumi mencatat aset sebesar Rp ,00 dengan jumlah nasabah mencapai orang. Adapun pembiayaan yang terserap oleh masyarakat mencapai Rp ,00 dengan

69 49 penerima manfaat pembiayaan mencapai nasabah (Sumber: Data sekunder BMT Swadaya Pribumi, 2011). 5.2 Visi dan Misi BMT Swadaya Pribumi Visi BMT Swadaya Pribumi yakni menjadi lembaga keuangan mikro syari ah yang profesional, kokoh, bermanfaat, dan amanah dalam menumbuhkembangkan ekonomi umat berlandaskan asas dan prinsip-prinsip dasarnya yang maju, berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan berkehati-hatian. Sedangkan misi BMT Swadaya Pribumi, yaitu: 1. Meningkatkan dan mengembangakan ekonomi umat khususnya ekonomi kecil. 2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha, meningkatkan kesempatan kerja, dan penghasilan masyarakat. 3. Menghimpun dan mengelola dana masyarakat sehingga memiliki nilai tambah bagi orang lain. 4. Membebaskan masyarakat kecil dari riba dan rentenir. 5.3 Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi Sebagai suatu organisasi formal, BMT Swadaya Pribumi memiliki struktur organisasi yang terdiri dari dewan pendiri, dewan pengawas, dewan pengurus, dan pengelola. Dewan Pendiri Dewan Pengawas Dewan Pengurus Manajer Kabag. Marketing Kabag. Keuangan dan Operasional Marketing 1 Marketing 2 Teller Gambar 6 Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi

70 50 Dewan pendiri terdiri atas 22 orang sedangkan dewan pengawas terdiri atas tiga orang, yaitu ketua pengawas syari ah, manajemen, dan keuangan yang dipegang oleh perwakilan masyarakat dan pihak Community Relations PT Holcim Indonesia Tbk (Sumber: Data sekunder BMT Swadaya Pribumi, 2011). 5.4 Produk Pembiayaan Produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi terdiri dari empat jenis produk, yaitu: 1. Murabahah Akad jual beli suatu barang dimana BMT Swadaya Pribumi (penjual) menyebutkan harga jual terdiri dari harga pokok barang dan tingkat keuntungan tertentu atas barang tersebut yang disetujui oleh nasabah (pembeli). Murabahah sangat berguna bagi nasabah yang membutuhkan barang secara mendesak tetapi kekurangan dana pada saat ia kekurangan likuiditas, maka nasabah meminta pada BMT Swadaya Pribumi agar membiayai pembelian barang tersebut dan nasabah membayarnya secara angsuran. 2. Mudharabah Akad kerjasama usaha antara BMT Swadaya Pribumi (shahibul maal) dengan nasabah (mudharib) dimana BMT Swadaya Pribumi menyediakan modal (100%), sedangkan nasabah menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan bersama berupa nisbah bagi hasil dan dituangkan dalam akad perjanjian. Mudharabah sangat tepat bagi nasabah yang membutuhkan modal kerja untuk pengembangan usaha perdagangan atau jasa. 3. Ijarah Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa/jasa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Ijarah bisa digunakan bagi nasabah yang kekurangan dana untuk menyewa bangunan (misal: ruko), biaya sekolah, biaya berobat, dan lain-lain yang harus dibayar secara tunai tanpa diangsur. Nasabah

71 51 meminta BMT Swadaya Pribumi untuk membayarnya secara tunai dan nasabah tersebut mengangsurnya ke BMT Swadaya Pribumi. 4. Musyarakah Akad kerjasama usaha antara BMT Swadaya Pribumi dengan nasabah dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atas usaha tersebut dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Musyarakah sangat tepat bagi nasabah yang kekurangan dana untuk penyelesaian suatu proyek dimana nasabah dan BMT Swadaya Pribumi sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati dengan BMT Swadaya Pribumi. 5.5 Produk Simpanan 1. Simpanan Swadaya Pribumi (Swami) Merupakan simpanan investasi yang mudah dan sesuai syari ah. Nasabah dapat melakukan penyetoran dan penarikan dana sewaktuwaktu dengan mudah. Swami menggunakan akad mudharabah yang memberikan bagi hasil yang adil, halal, dan sesuai syari ah. Setoran awal minimal Rp25.000, Simpanan Pendidikan (Sipendi) Merupakan simpanan untuk mempersiapkan dana pendidikan bagi putra-putri nasabah untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Nasabah akan mendapatkan bagi hasil atas dana yang diinvestasikan. Penarikan simpanan dapat dilakukan satu bulan sebelum tahun ajaran baru. Setoran awal Rp25.000, Simpanan Idul Fitri (Sifitri) Merupakan simpanan khusus untuk persiapan kebutuhan keuangan yang meningkat ketika menghadapi Idul Fitri. Nasabah akan mendapatkan bagi hasil atas dana yang diinvestasikan. Penarikan

72 52 simpanan dapat dilakukan satu bulan sebelum Idul Fitri. Setoran awal Rp25.000, Simpanan Qurban (Siqur) Simpanan ini diperuntukkan bagi nasabah yang ingin berqurban pada Idul Adha. Nasabah akan mendapatkan bagi hasil dari dana yang diinvestasikan. Penarikan simpanan dapat dilakukan satu bulan sebelum Idul Adha. Setoran awal Rp25.000, Simpanan berjangka mudharabah Simpanan ini sama dengan simpanan Swami, namun penarikannya dibatasi jangka waktu tertentu. Setoran minimal Rp ,00. Porsi atau nisbah bagi hasil antara BMT dan nasabah bervariasi sesuai dengan jangka waktunya. 5.6 Kepedulian Sosial BMT Swadaya Pribumi bekerjasama dengan PT Holcim Indonesia Tbk melalui Community Relations Departement terus berusaha aktif terlibat dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, sampai bidang pendidikan. Salah satunya melalui pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi dan tidak mampu yang tercatat sebagai warga desa binaan PT Holcim Indonesia Tbk, Pabrik Narogong. Salah satu program pemberdayaan ekonomi masyarakat bersama dengan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil memulai program Pemberian Pembiayaan Qordhul Hasan (kebajikan atau tanpa bagi hasil) kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan permodalan. Besar pembiayaan Rp ,00 s.d Rp ,00. Selain itu BMT Swadaya Pribumi juga terlibat dalam program: 1. Pengadaan bazar sembako murah. Program kepedulian sosial berupa bazar sembako murah diadakan setiap menjelang bulan Ramadhan dengan menawarkan kepada para nasabah produk simpanan, peserta produk pembiayaan, serta masyarakat non-nasabah yang berlokasi di sekitar BMT Swadaya

73 53 Pribumi sembako dengan harga murah (setengah harga dari harga di pasaran). 2. Pemotongan hewan qurban. 3. Pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat umum. Pelatihan kewirausahaan diselenggarakan oleh pihak Community Relation PT Holcim Indonesia Tbk di Club House PT Holcim Indonesia Tbk. Pelatihan kewirausahaan diadakan setiap tahunnya dengan materi dan narasumber yang berbeda. Pada tahun 2011, pelatihan kewirausahaan diadakan dua kali sebelum bulan Ramadhan dan dua kali setelah bulan Ramadhan. 4. Pemberian sumbangan kegiatan masyarakat dan PHBI. Pemberian sumbangan kegiatan masyarakat, diantaranya sumbangan pada saat acara 17 Agustusan. 5. Pembinaan bagi nasabah pembiayaan. 6. Pengajian bagi nasabah BMT Swadaya Pribumi. (Sumber: Data sekunder BMT Swadaya Pribumi, 2011). 5.7 Persyaratan Sebagian besar responden menyatakan alasan mereka menjadi peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi adalah karena persyaratan pengajuan produk pembiayaan yang mudah dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya, seperti yang diungkapkan responden berikut ini: Ibu lebih milih ngajuin pembiayaan di BMT karena syaratnya yang mudah dan cepet cair uangnya... (Ibu Pn, 33 tahun) Syarat di BMT mudah, tidak seperti di bank yang pengajuannya saja ribet, harus difoto-foto rumahnya, kasih jaminan, dan prosesnya juga lama... (Bapak Sl, 44 tahun) Terdapat beberapa persyaratan untuk menjadi anggota atau nasabah BMT Swadaya Pribumi. Adapun persyaratan untuk produk simpanan, yaitu: 1. Menyerahkan fotokopi KTP atau SIM dan identitas lainnya.

74 54 2. Mengisi formulir pembukaan simpanan. 3. Setoran awal mengikuti ketentuan yang berlaku. 4. Bagi hasil atau nisbah sewaktu-waktu dapat berubah. Sedangkan syarat untuk produk pembiayaan, yaitu: 1. Menyerahkan fotokopi KTP atau SIM dan identitas lainnya. 2. Mengisi formulir permohonan pembiayaan. 3. Menyerahkan jaminan berupa: surat kios, BPKB motor/mobil, akte jual beli tanah, sertifikat tanah atau rumah dan jaminan lainnya yang memenuhi aspek legal. Beberapa responden menyatakan tidak menyerahkan surat jaminan ketika mengajukan produk pembiayaan, seperti yang diungkapkan responden berikut ini: Syarat dapet pinjaman dari BMT mudah, asal nabung aja juga bisa ngajuin, ga kayak di bank-bank yang harus pake jaminan ini itu dan lama prosesnya... (Ibu Yn, 45 tahun) Responden yang tidak menyerahkan surat jaminan pada saat pengajuan pembiayaan, umumnya kenal dan dekat dengan pengurus BMT Swadaya Pribumi sehingga melakukan perjanjian atas rasa percaya antara pengurus dan peserta. Peserta yang tidak menyerahkan surat jaminan juga memiliki tabungan di BMT Swadaya Pribumi sehingga menjadi peserta juga pada produk simpanan.

75 55 PERMOHONAN PEMBIAYAAN NASABAH CUSTOMER SERVICE KEPALA BAGIAN PEMBIAYAAN AO/ SURVEYOR KOMITE PEMBIAYAAN MANAJER 1.Form aplikasi 2.FC KTP 3.FC KK 4.Rek listrik 5.FC SPPT PBB 6.FC surat jaminan ditolak Cek berkas pembiayaan 1.Jadwal survai 2.Jadwal komite pembiayaan Survai nasabah oleh AO Laporan hasil survai Analisa pembiayaan oleh AO 1.Resume komite pembiayaan 2.Persetujuan pembiayaan Manajer 1Berkas pembiayaan 2.Persetujuan Pembiayaan 3Deposisi instruksi 4.Aqad pembiayaan 5.Penyerahan surat jaminan OK diterima Pencairan pembiayaan oleh teller/marketing Gambar 7 Flow Chart Proses Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi

76 Karakteristik Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi Karakteristik individu merupakan faktor internal dari masing-masing individu peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi yang dibagi ke dalam lima variabel, yaitu umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan per bulan. Pada sub-bab ini diuraikan kelima variabel karakteristik individu peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi Umur Umur terendah responden pada penelitian ini adalah 25 tahun sedangkan umur tertinggi responden adalah 71 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa selang umur responden berkisar antara tahun. Peneliti mengkategorian umur responden ke dalam dua kategori umur, yaitu umur 45 tahun ke bawah dan umur 45 tahun ke atas. Pengkategorian umur ini diperoleh dari nilai tengah (median) selang umur responden penelitian, yaitu 44,5 45 tahun. Adapun jumlah dan persentase sebaran responden menurut umur (median) dan jenis kelamin tertera pada Tabel 11 berikut ini: Tabel 11 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur Median dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 Umur (tahun) Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Total < (66,7) 5 (33,3) 15 (50,0) 45 5 (33,3) 10 (66,7) 15 (50,0) Total 15 (100,0) 15 (100,0) 30 (100,0) Sumber: Data primer (2011). Sebagian besar responden laki-laki berumur 45 tahun ke bawah, yakni sebesar 66,7 persen dan hanya sebesar 33,3 persen responden laki-laki yang berumur lebih dari 45 tahun sedangkan sebagian besar responden perempuan berumur 45 tahun ke atas, yakni sebesar 66,7 persen dan hanya sebesar 33,3 persen responden perempuan yang berumur kurang dari 45 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peserta laki-laki produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi

77 57 berumur lebih muda daripada peserta perempuan Swadaya Pribumi (lihat Gambar 8). produk pembiayaan BMT 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% Kurang dari 45 tahun Lebih dari sama dengann 45 tahun Laki-laki Perempuan Laki-lak Perempuan Gambar 8 Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 Pengkategorian umur yang dilakukan peneliti tidak hanya berdasarkan nilai tengah (median) dari selang umur responden. Pengkategorian umur juga dilakukan berdasarkan selang umur produktif bekerja yang ditetapkan oleh BPS, yaitu umur tahun. Penggolongan umur produktif bekerja dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu umur produktif bekerja rendah (15-31 tahun), umur produktif bekerja sedang (32-48 tahun), dan umur produktif bekerja tinggi (49-64 tahun). Adapun jumlah dan persentase sebaran responden menurut golongan umur produktif bekerja dan jenis kelamin tertera pada Tabel 12 berikut ini: Tabel 12 Jumlah dan Persentase Sebaran Respondenn menurut Golongan Umur Produktif Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 Jenis Kelamin Umur (tahun) Laki-lak Perempuan (13,3) (66,7) (20,0) 2 (13,3) 6 (40,0) 7 (46,7) Total Sumber: Data primer (2011). 15 (100,0) 15 (100,0) Total 4 (13,3) 16 (53,3) 10 (33,3) 30 (100,0)

78 58 Sebaran umur produktif bekerja terbesar padaa respondenn laki-laki berada pada kategori umur produktif bekerja sedang di selang umur tahun, yakni sebesar 66,7 persen sedangkann sebaran umur produktif bekerja terbesar pada respondenn perempuan berada pada kategori umur produktif bekerja tinggi di selang umur tahun, yakni sebesar 46,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peserta aki-laki relatif berumurr produktif bekerja lebih muda daripada peserta perempuan (lihat Gambar 9). 80.0% 60.0% Laki-lak 40.0% Perempuan 20.0% 0.0% tahun 32-48tahun tahun Perempuan Laki-laki Gambar 9 Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur Produktif Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Status Pernikahan Status pernikahan responden pada penelitiann ini dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu belum menikah, menikah, dan cerai (janda atau duda) lihat Tabel 13 berkut ini: Tabel 13 Jumlah dan Persentase Sebaran Respondenn menurut Status Pernikahan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 Jenis Kelamin Status Laki-lak Perempuan Pernikahan Belum menikah 0 (0,0) 0 (0,0) Menikah 15 (100,0) 13 (86,7) Cerai 0 (0,0) 2 (13,3) Total Sumber: Data primer (2011). 15 (100,0) 15 (100,0) Total 0 (0,0) 28 (93,3) 2 (6,7) 30 (100,0)

79 59 Seluruh responden laki-laki pada penelitian ini berstatuss sudah menikah dan mayoritas responden perempuan juga berstatus sudah menikah, yakni sebesar 86,7 persen. Hanya terdapat 13,3 persen responden perempuan yang berstatus janda (lihat Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar peserta, baik peserta laki-lak maupun peserta perempuan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi berstatus sudah menikah. Laki-lak Perempuan 0% 100% 13% 0% 87% Belum menikah Menikah Cerai Gambar 10 Persentase Sebaran Responden menurut Status Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 Pernikahann dan Tingkat Pendidikan Sebaran pendidikan yang ditamatkan oleh responden pada penelitian ini adalah tidak tamat SD, tamat SD, tamatt SMP, dan tamat SMA. Tidak ada respondenn yang telah menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi, seperti yang diungkapkan salah satu responden berikut ini: Tamat SD saja sudah alhamdulillah neng, apalagi zaman dulu mah. Nah, sekarang giliran anak-anak ibu dan bapak harus gesit cari uang... ibu yang sekolah tinggi, sampai kuliah, makanyaa (Ibu Rh, 46 tahun). Sebagian besar responden laki-lakii dalam penelitian ini telah tamat SMA, yakni sebesar 40 persen sedangkan sebagian besar responden perempuan hanya tamat SD, yakni sebesar 66,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwaa peserta laki-laki telah berpendidikan formal lebih tinggi daripada peserta perempuan (lihat Tabel 14).

80 60 Tabel 14 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 Pendidikan yang Ditamatkan Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Total Tidak tamat SD 1 (6,7) 2 (13,3) 3 (10,0) Tamat SD 4 (26,7) 10 (66,7) 14 (46,7) Tamat SMP 4 (26,7) 3 (20,0) 7 (23,3) Tamat SMA 6 (40,0) 0 (0,0) 6 (20,0) Tamat Perguruan Tinggi 0 (0,0) 0 (0,0) 0 (0,0) Total 15 (100,0) 15 (100,0) 30 (100,0) Sumber: Data primer (2011). Tingkat pendidikan reponden perempuan dan responden laki-laki pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tidak tamat atau tamat SD disebut tingkat pendidikan rendah, tamat SMP disebut tingkat pendidikan sedang, dan tamat SMA digolongkan ke dalam tingkat pendidikan tinggi. Adapun jumlah dan persentase sebaran responden menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan dan jenis kelamin tertera pada Tabel 15 berikut ini: Tabel 15 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang Ditamatkan, Tingkat Pendidikan, dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 Pendidikan yang Ditamatkan Tidak tamat SD Tamat SD Tingkat Pendidikan Laki-laki Jenis kelamin Perempuan Total Rendah 5 (33,3) 12 (80,0) 17 (56,7) Tamat SMP Sedang 4 (26,7) 3 (20,0) 7 (23,3) Tamat SMA Tinggi 6 (40,0) 0 (0,0) 6 (20,0) Sumber: Data primer (2011). Total 15 (100,0) 15 (100,0) 30 (100,0) Berdasarkan tingkat pendidikan responden, terlihat bahwa responden laki-laki berada pada tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi daripada responden perempuan karena mayoritas responden laki-laki berada pada kategori

81 61 pendidikann tinggi, yaitu tamat SMA sebesar 40 persen sedangkann sebagian besar respondenn perempuan berada pada kategori pendidikan rendah, yaitu tidak tamat atau tamatt SD sebesar 80 persen (lihat Gambar 11). Hal ini menunjukkan bahwa peserta aki-laki produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi berpendidikan formal lebih tinggi daripada peserta perempuan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi % 60.00% Laki-lak Perempuan 40.00% 20.00% 0.00% Tidak tamat SD s.d Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Perempuan Laki-laki Gambar 11 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Jenis Usahaa Seluruh responden pada penelitian ini merupakan pedagang atau wiraswasta yang memiliki jenis usaha yang beragam Jumlah jenis usaha yang ditekuni oleh responden perempuan dan responden laki-laki adalah 21 jenis usaha. Jenis usaha warung nasi, gado-gado, gorengan, es campur, beras, dan klontong/warung dominan ditekuni oleh responden perempuan sedangkan jenis usaha ketoprak, sate, bakso keliling, bakso goreng, madu, mebel, minyak wangi, percetakan, pengumpul kain perca, dan pangkas rambut mayoritas merupakan jenis usaha yang ditekuni oleh respondenn laki-laki (lihat Tabel 16). Dari data tersebut terlihat kecenderungan jenis usaha yang ditekuni perempuan adalah jenis usaha makanann melalui kegiatan oleh responden memasak yang pemasarannya dilakukan di rumah atau sekitar rumah sedangkan jenis usaha yang ditekuni responden aki-laki lebih beragam tidak hanyaa usaha makanan tetapi juga usaha non-makanan, seperti kerajinan mebel, percetakan, pengumpul kain perca yang omset per bulannya lebih besar daripada usaha makanan dalam skala kecil.

82 62 Responden laki-laki yang menekuni usaha makanan memiliki kecenderungan menjual dagangan mereka dengan cara berkeliling sehingga memiliki peluang yang besar dalam memperoleh lebih banyak pembeli daripada hanya menjual makanan di rumah. Tabel 16 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 Jenis Usaha Laki-laki Jenis kelamin Perempuan Total Warung nasi 1 (20) 4 (80) 5 (100) Gado-gado 0 (0) 2 (100) 2 (100) Ketoprak 1 (100) 0 (0) 1 (100) Sate 1 (100) 0 (0) 1 (100) Bakso keliling 1 (100) 0 (0) 1 (100) Bakso goreng 1 (100) 0 (0) 1 (100) Makanan/jajanan anak 1 (100) 1 (0) 1 (100) Gorengan 0 (0) 1 (100) 1 (100) Es campur 0 (0) 1 (100) 1 (100) Beras 0 (0) 1 (100) 1 (100) Klontong/warung 4 (40) 6 (60) 10 (100) Madu 1 (100) 0 (0) 1 (100) Mebel 1 (100) 0 (0) 1 (100) Minyak wangi 1 (100) 0 (0) 1 (100) Percetakan 1 (100) 0 (0) 1 (100) Pulsa 1 (50) 1 (50) 2 (100) Pengumpul kain perca 1 (100) 0 (0) 1 (100) Pangkas rambut 1 (100) 0 (0) 1 (100) Sumber: Data primer (2011). Penggolongan jenis usaha responden dilakukan oleh peneliti untuk menyederhanakan dan mengelompokkan jenis usaha responden menjadi dua

83 63 kategori, yaitu jenis usaha makanan dan jenis usaha non-makanan sehingga diperoleh hasil sebagai berikut ini: Tabel 17 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 Jenis usaha Jenis kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan Makanan 11 (42,9) 15 (57,1) 26 (100,0) Non-makanan 6 (85,7) 1 (14,3) 7 (100,0) Sumber: Data primer (2011). Jenis usaha makanan dominan ditekuni oleh responden perempuan sedangkan jenis usaha non-makanan dominan ditekuni oleh responden laki-laki. Responden perempuan cenderung menekuni usaha di bidang makanan atau kuliner yang dapat dikerjakan di rumah sambil merawat dan mengurus keluarga (domestik) sedangkan responden laki-laki menekuni usaha yang lebih beragam, tidak hanya usaha makanan tetapi juga usaha non-makanan yang cenderung menghasilkan omset yang lebih besar setiap bulannya daripada jenis usaha makanan pada skala kecil. Sebagian besar responden laki-laki yang berdagang makanan, menjual dagangan mereka dengan cara berkeliling kampung, tidak berdagang di rumah (lihat Gambar 12). Makanan Non-makanan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan 14% 43% 57% 86% Gambar 12 Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011

84 Tingkat Pendapatan Pendapatan responden setiap bulannya relatif beragam dan tidak semua responden dapat mengatakan dengan jujur jumlah pendapatan mereka. Sebagian besar responden juga kesulitan dalam menyebutkan secara pasti nominal pendapatan mereka, seperti yang di ungkapkan salah satu responden berikut ini: Duh neng, kalau pendapatan ibu setiap harinya mah ga tentu, bingung nyebutinnya juga berapa. Kadang ada, kadang juga sedikit hasilnya neng... (Ibu En, 49 tahun) Berdasarkan kisaran pendapatan yang responden ungkapkan maka diperoleh data pendapatan terendah responden pada penelitian ini adalah Rp ,00 per bulan dan pendapatan tertinggi responden adalah Rp ,00. Dari hasil tersebut, peneliti membagi kategori pendapatan per bulan responden menjadi tiga kategori, yaitu pendapatan Rp ,00-Rp ,00 per bulan, Rp ,00-Rp ,00 per bulan, dan kurang dari Rp ,00 per bulan. Tabel 18 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendapatan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 Tingkat pendapatan/ bulan Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Total (66,7) 9 (60,0) 19 (63,3) (26,7) 1 (6,7) 5 (16,7) > (6,7) 5 (33,3) 6 (20,0) Total 15 (100,0) 15 (100,0) 30 (100,0) Sumber: Data primer (2011). Berdasarkan tingkat pendapatan responden per bulan, sebagian besar responden perempuan dan laki-laki berada pada kategori tingkat pendapatan Rp ,00-Rp ,00. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden, baik responden laki-laki maupun responden perempuan berpendapatan rendah dan jumlah responden laki-laki yang berpendapatan rendah lebih banyak daripada responden perempuan yang berpendapatan rendah. Hal yang menarik adalah bahwa jumlah responden perempuan yang berpendapatan tinggi (33,3%)

85 65 lebih banyak dari responden laki-laki (6,7%) lihat Gambar 13. Salah satu responden perempuan yang berpendapatan tinggi adalah Ibu Pn yang melakukan usaha secara bersama dengan suaminya. Ibu Pn menekuni usaha warung yang cukup besar dan menekuni usaha tersebut bersama suaminya yang juga berjualan makanan pada malam hari di depan warung mereka sehingga penghasilan yang Ibu Pn terima setiap bulannya lebih besar daripada penghasilan responden lainnya % 70.00% 60.00% 66.70% 60% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 26.70% 33.30% Laki-laki Perempuan 10.00% 0.00% 6.70% % Keterangan : 1 : Pendapatan Rp s.d Rp : Pendapatan Rp s.d Rp : Pendapatan lebih dari Rp Gambar 13 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendapatan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Ikhtisar Peserta perempuan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi memiliki karakteristik, yaitu: 1) berumur produktif bekerja tua, 2) mayoritas peserta perempuan berstatus sudah menikah dan minoritas peserta perempuan berstatus janda, 3) berpendidikan rendah, 4) dominan menekuni jenis usaha makanan, 5) berpendapatan rendah. Peserta laki-laki produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi memeliki karakteristik, yaitu: 1) berumur produktif bekerja muda, 2) berstatus sudah menikah, 3) berpendidikan tinggi, 4) dominan menekuni jenis usaha non-makanan, 5) berpendapatan rendah.

86 BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI 6.1 Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta Peran atau pembagian kerja tidak hanya terdapat dalam suatu organisasi atau lingkup formal lainnya. Pembagian kerja juga terdapat dalam keluarga di suatu rumahtangga yang dilakukan oleh suami, istri, atau dibantu oleh anak. Pembagian kerja oleh perempuan dan laki-laki dalam rumahtangga terbagi ke dalam tiga kegiatan, yaitu kegiatan produktif, kegiatan reproduktif, dan kegiatan sosial-kemasyarakatan. Kegiatan produktif dalam penelitian ini diukur melalui satu kegiatan, yaitu kegiatan mencari nafkah. Kegiatan reproduktif dalam penelitian ini diukur melalui 12 kegiatan, yaitu memasak, mencuci pakaian, mencuci piring, menyapu, mengepel, menyetrika, mengurus anak, memandikan anak, menyuapi anak, menggendong anak, mengantar anak ke posyandu, dan memperbaiki perkakas rumahtangga. Kegiatan sosial-kemasyarakatan dalam penelitian ini diukur melalui enam kegiatan, yaitu arisan, kelompok pengajian, PKK, kerjabakti, kematian, dan pernikahan. Jumlah seluruh kegiatan yang ditanyakan kepada responden adalah 19 kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut ditanyakan kepada responden untuk mengetahui siapa yang mengerjakan apa di dalam rumahtangga dan masyarakat? apakah laki-laki saja, perempuan saja, bersama, atau dibantu oleh anak (perempuan dan laki-laki)? Pada kenyataannya terdapat kegiatan yang didominasi laki-laki atau perempuan saja, seperti kegiatan produktif biasanya di dominasi oleh kaum laki-laki dan kegiatan reproduktif didominasi oleh kaum perempuan saja. Dominasi tersebut menimbulkan terjadinya pembedaan antara perempuan dan laki-laki dalam pembagian kegiatan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi timbulnya persepsi mengenai jenis kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh lakilaki atau perempuan, diantaranya hukum, sosio-kultural, agama, institusi, kebijakan pemerintah, dan lain-lain.

87 67 Tabel 19 Jumlah dan Persentase Pembagian Keja dalam Rumahtangga Responden Kegiatan Tidak ada Pekerja Keluarga Laki-laki saja Perempuan saja (1) Kegiatan Produktif Bersama Total Mencari nafkah 0 (0,0) 10 (33,3) 5 (16,7) 15 (50,0) 30 (100,0) (2) Kegiatan Reproduktif Masak 0 (0,0) 0 (0,0) 30 (100,0) (0,0) 30 (100,0) Cuci pakaian 1 (3,3) 1 (3,3) 28 (93,3) 0 (0,0) 30 (100,0) Cuci piring 1 (3,3) 0 (0,0) 29 (96,7) 0 (0,0) 30 (100,0) Menyapu 3 (10,0) 0 (0,0) 24 (80,0) 3 (10,0) 30 (100,0) Mengepel 4 (13,3) 0 (0,0) 24 (80,0) 2 (6,7) 30 (100,0) Menyetrika 4 (13,3) 1 (3,3) 24 (80,0) 1 (3,3) 30 (100,0) Urus anak 0 (0,0) 0 (0,0) 21 (70,0) 9 (30,0) 30 (100,0) Mandikan anak 0 (0,0) 0 (0,0) 28 (93,3) 2 (6,7) 30 (100,0) Menyuapi anak 0 (0,0) 0 (0,0) 27 (90,0) 3 (10,0) 30 (100,0) Gendong anak 1 (3,3) 0 (0,0) 24 (80,0) 5 (16,7) 30 (100,0) Antar anak ke posyandu Perbaiki perkakas rumahtangga 0 (0,0) 0 (0,0) 29 (96,7) 1 (3,3) 30 (100,0) 0 (0,0) 23 (76,7) 7 (23,3) 0 (0,0) 30 (100,0) (3) Kegiatan Sosial Arisan 22 (73,3) 1 (3,3) 7 (23,3) 0 (0,0) 30 (100,0) Kelompok pengajian 6 (20,0) 5 (16,7) 9 (30,0) 10 (33,3) 30 (100,0) PKK 27 (90,0) 0 (0,0) 3 (10,0) 0 (0,0) 30 (100,0) Kerjabakti 4 (13,3) 18 (60,0) 0 (0,0) 8 (26,7) 30 (100,0) Kematian 1 (3,3) 2 (6,7) 2 (6,7) 25 (83,3) 30 (100,0) Pernikahan 1 (3,3) 2 (6,7) 3 (10,0) 24 (80,0) 30 (100,0) Sumber: Data primer (2011). Tabel 19 menyajikan data pembagian kegiatan dalam rumahtangga responden yang menjadi salah satu alat pengukuran dalam analisis gender. Dari

88 68 data tersebut diperoleh informasi bahwa kegiatan produktif melalui kegiatan mencari nafkah utamanya dikerjakan secara bersama oleh suami dan istri dalam rumahtangga (50,0%), kedua dikerjakan oleh laki-laki saja (33,3%), dan ketiga dikerjakan oleh perempuan saja (16,7%). Responden perempuan maupun responden laki-laki, sebagian kecil menjadi pencari nafkah tunggal dalam rumahtangganya karena statusnya sebagai janda ataupun karena pasangan dari responden tersebut tidak bekerja, seperti yang diungkapkan beberapa responden berikut ini:...yang mencari nafkah bagi keluarga saya ya saya sendiri, istri mengurus anak dan keluarga di rumah... (Bpk Yd, 36 tahun). Suami saya sudah tidak bekerja, jadi saya yang mencari nafkah dan mengurus rumahtangga... (Ibu Slw, 25 tahun). Kegiatan reproduktif atau kegiatan mengurus rumahtangga dan keluarga yang bersifat domestik dominan dikerjakan oleh perempuan, seperti kegiatan memasak (100,0%), mencuci pakaian (93,3%), mencuci piring (96,7%), menyapu (80,0%), mengepel (80,0%), menyetrika (80,0%), mengurus anak (70,0%), memandikan anak (93,3%), menyuapi anak (90,0%), menggendong anak (80,0%), dan mengantar anak ke posyandu (96,7%). Hanya kegiatan memperbaiki perkakas rumahtangga yang dominan dikerjakan oleh laki-laki (76,7%). Sebagian besar responden laki-laki mengatakan bahwa pekerjaan rumahtangga lebih banyak dikerjakan oleh istri mereka, seperti yang diungkapkan salah satu responden berikut ini: Memasak, mencuci piring, dan pekerjaan rumah mah dikerjakan oleh istri saya, saya hanya bantu-bantu menjaga anak seperti sekarang ini saja mba... (Bpk En, 40 tahun). Sebagian kecil responden laki-laki mengatakan turut serta membantu istri mereka dalam mengerjakan kegiatan reproduktif, seperti mencuci pakaian, mengurus anak, menggendong anak, atau menyuapi anak.

89 69 Istri saya baru saja melahirkan dan anak-anak saya masih kecil jadi saya suka membantu istri saya untuk mencuci pakaian... (Bpk Sl, 44 tahun). Kegiatan sosial sebagian besar dikerjakan secara bersama oleh perempuan dan laki-laki. Kegiatan arisan dan PKK dominan dikerjakan oleh perempuan sedangkan kegiatan kerjabakti dominan dikerjakan oleh laki-laki. Beberapa responden mengatakan bahwa di lokasi penelitian ini terdapat beberapa kegiatan yang sudah jarang dilakukan atau tidak dilakukan pada saat ini. Dulu saya masih tergabung dalam ibu-ibu PKK, tapi sekarang mah PKK-nya juga sudah tidak aktif lagi seperti dulu mba... (Ibu Wln, 47 tahun). Banyaknya kegiatan yang dilakukan perempuan menunjukkan bahwa perempuan memiliki beban kerja yang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Selain mengerjakan kegiatan rumahtangga, mengurusi keluarga, dan mengkuti kegiatan sosial, perempuan juga turut serta bekerja mencari nafkah tambahan untuk menopang perekonomian keluarga sehingga waktu istirahat perempuan menjadi lebih sedikit. Setiap harinya Ibu bangun jam 2 pagi untuk memasak makanan yang dijual pagi harinya, neng. Pagi-pagi berangkat ke sekolah untuk jualan. Siangnya menjaga warung dirumah dan beres-beres rumah... (Ibu Rhy, 46 tahun). 6.2 Ikhtisar Hasil penelitian secara kuantitatif dan kualitatif mengenai pembagian kerja dalam rumahtangga menunjukkan terdapat ketidakadilan gender dalam rumahtangga peserta berupa beban kerja berlebih (over burden) yang ditanggung oleh perempuan. Perempuan memiliki beban kerja berlebih (over burden) karena disamping bekerja untuk mengurusi keluarga dan rumahtangga, serta mengikuti kegiatan kemasyarakatan, sebagian besar perempuan juga membantu menopang perekonomian keluarga dengan mencari nafkah. Akibat beban kerja yang

90 70 berlebihan ini, perempuan memiliki waktu beristirahat yang sedikit dan terkadang perempuan tidak memiliki waktu untuk mengurus dirinya sendiri karena merasa kegiatan atau tugas yang dikerjakannya merupakan kewajiban dari seorang perempuan (istri) yang harus dikerjakan dengan sukarela dan sepenuh hati.

91 BAB VII ANALISIS GENDER TERHADAP PELAKSANAAN PRODUK PEMBIAYAAN BMT SAWADAYA PRIBUMI Tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dianalisis menggunakan alat analisis yang disebut analisis gender. Analisis gender pada penelitian ini dianalisis berdasarkan tingkat akses peserta perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, tingkat kontrol peserta perempuan dan peserta laki-laki terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, serta tingkat manfaat yang dinikmati oleh perempuan dan laki-laki peserta BMT Swadaya Pribumi. Bab ini akan menjelaskan hasil dari analisis gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi secara kuantitatif dan kualitatif. 7.1 Akses Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi Akses peserta terhadap sumberdaya merupakan salah satu alat dalam menganalisis tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Akses terhadap sumberdaya merupakan peluang atau kesempatan yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya. Pada penelitian ini, sumberdaya yang dimaksud terdiri dari modal uang, pelatihan kewirausahaan yang diadakan oleh PT Holcim Indonesia Tbk dan BMT Swadaya Pribumi, serta pendampingan usaha oleh BMT Swadaya Pribumi. Akses peserta perempuan dan peserta laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dibedakan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi. Akses peserta terhadap sumberdaya dikatakan tinggi apabila perempuan dan laki-laki memiliki peluang dan kemudahan untuk menjadi peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, untuk membuka usaha, untuk membayar angsuran dengan tepat waktu, untuk diundang dalam pelatihan kewirausahaan yang diadakan PT Holcim Indonesia Tbk bersama BMT Swadaya Pribumi, dan untuk memperoleh pendampingan usaha oleh BMT Swadaya Pribumi. Akses peserta terhadap sumberdaya dikatakan rendah apabila perempuan dan laki-laki memiliki peluang yang rendah dan mengalami kesulitan untuk menjadi peserta produk pembiayaan

92 72 BMT Swadaya Pribumi, untuk membuka usaha, untuk membayar angsuran dengan tepat waktu, untuk diundang dalam pelatihan kewirausahaan yang diadakan PT Holcim Indonesia Tbk bersama BMT Swadaya Pribumi, dan untuk memperoleh pendampingan usaha oleh BMT Swadayaa Pribumi. Tabel 20 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Akses Peserta terhadap Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 Tingkat Akses Rendah Tinggi Total Sumber: Data primer (2011). Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 3 12 (20,0) (80,0) 4 (26,7) 11 (73,3) 15 (100,0) 15 (100,0) Total 7 (23,3) 23 (76,7) 30 (100,0) Data Tabel 20 menunjukkan bahwa baik responden aki-laki maupun respondenn perempuan sama-sam memiliki tingkat akses yang tinggi terhadap sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi, namun jumlah responden laki-laki yang memiliki akses tinggi untuk memperoleh sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi 6,7 persen lebih banyak daripada jumlah responden perempuan yang memiliki akses tinggii terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi. 80.0% 60.0% 40.0% Laki-laki 20.0% Perempuan Perempuan 0.0% Rendah Tinggi Laki-laki Gambar 14 Persentase Responden Menurut Tingkat Akses terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 20111

93 73 Seluruh responden menyatakan bahwa mereka tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh izin membuka usaha karena sebagian besar responden tidak mengurus izin usaha mereka ke kelurahan untuk memperoleh izin usaha. Sebagian besar responden juga menyatakan bahwa mereka tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh pembiayaan dari BMT Swadaya Pribumi. Syarat yang mudah dalam mengajukan pembiayaan menjadi alasan mereka untuk mengajukan pembiayaan ke BMT Swadaya Pribumi....di BMT mah syaratnya mudah, tidak seperti di Bank X pakai foto-foto rumah atau warung dulu, ada tahapan ini atau itu. Pokoknya di BMT syaratnya mudah buat minjem... (Bpk Sp, 58 tahun). Kemudahan dalam mengajukan pembiayaan juga terlihat dari jenis jaminan. Sebagian besar responden tidak menyertakan surat jaminan untuk mengajukan pembiayaan. Sebagian besar responden hanya menjadi nasabah dalam produk simpanan (tabungan) untuk dapat mengajukan pembiayaan, seperti yang diutarakan oleh responden berikut ini:...kalau di BMT antara warga dan pengurus BMT sudah saling kenal jadi tidak dipersulit dalam persyaratannya, tidak perlu pakai jaminan juga bisa minjem asal menabung di BMT saja... (Bpk Ugn, 42 tahun). Kemudahan tersebut tidak dirasakan oleh seluruh responden, terdapat beberapa responden yang harus melampirkan surat jaminan, seperti BPKB motor, surat jual atau beli tanah, ataupun sertifikat rumah....persyaratan BMT memang mudah daripada persyaratan di bank, namun saya merasa bahwa bunga di BMT terlalu besar, dan terdapat diskriminasi antara penduduk asli dengan penduduk pendatang. Saya harus menyertakan jaminan BPKB motor sedangkan nasabah yang lain tidak memakai jaminan tetap bisa mendapatkan pembiayaan... (Bpk Sl, 44 tahun).

94 74 Beberapa responden juga menyatakan pernah menunggak karena sedang tidak ada uang pada saat jatuh tempo pembayaran angsuran, ada keperluan mendesak, dan lain-lain. Bunga yang dianggap terlalu besar juga dinyatakan oleh beberapa responden lainnya, namun syarat yang mudah serta pencairan dana yang cepat menjadi alasan responden untuk tetap mengajukan pembiayaan kepada BMT Swadaya Pribumi. Akses terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi tidak hanya dilihat dari aspek pembiayaan saja, namun juga dari fasilitas atau keuntungan yang ditawarkan oleh BMT Swadaya Pribumi dan PT Holcim Indonesia Tbk, seperti kegiatan pelatihan kewirausahaan dan pendampingan usaha....pelatihan kewirausahaan pada tahun 2011 ini telah diadakan sebanyak empat kali. Dua kali diadakan sebelum lebaran dan dua kali diadakan setelah lebaran. Pelatihan yang diberikan adalah: 1) manajemen usaha klontongan, 2) menyusun laporan keuangan, 3) perencanaan pengembangan usaha, dan 4) budiadaya lele. Pelatihan diadakan di Gedung Serbaguna PT Holcim Indonesia Tbk. Narasumber kegiatan pelatihan juga di undang oleh PT Holcim Indonesia Tbk. Pelatihan ini diberikan kepada nasabah dan masyarakat umum yang berlokasi di sekitar PT Holcim Indonesia Tbk... (Bapak Su). Sebagian besar responden mengaku diundang oleh BMT Swadaya Pribumi untuk mengikuti kegiatan pelatihan, namun tidak seluruhnya dapat menghadiri pelatihan tersebut karena beberapa alasan tertentu, seperti harus berdagang, tidak sempat hadir karena ada acara keluarga, dan lain-lain. Kegiatan pendampingan usaha diakui oleh Manajer BMT Swadaya Pribumi masih sulit untuk dilakukan secara langsung dan satu per satu ke lokasi usaha peserta produk pembiayaan karena keterbatasan waktu, dana, dan sumberdaya manusia pengurus BMT Swadaya Pribumi. Banyaknya jumlah peserta BMT Swadaya Pribumi juga menjadi salah satu kendala untuk dilakukannya pendampingan usaha sehingga untuk saat ini pendampingan usaha hanya dilakukan dengan menanyakan perkembangan usaha kepada peserta pembiayaan ketika peserta datang ke BMT Swadaya Pribumi.

95 Kontrol Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi Kontrol peserta terhadap sumberdaya merupakan salah satu alat dalam menganalisis tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Kontrol peserta terhadap sumberdaya merupakan kendali atau kuasa yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya. Pada penelitian ini, sumberdaya yang dimaksud dalam kontrol peserta adalah modal yang mereka terima dari BMT Swadaya Pribumi dan usaha yang mereka tekuni. Kontrol peserta perempuan dan peserta laki-laki terhadap sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dibedakan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi. Kontrol peserta terhadap sumberdaya dikatakan tinggi apabila peserta perempuan dan peserta laki-laki sama-sama memiliki kendali atau kuasa yang tinggi untuk menentukan besarnya pinjaman, pemanfaatan dari uang pinjaman, memiliki kekuasaan dalam menentukan jenis usaha, memiliki wewenang terhadap usaha yang ditekuni, serta memiliki kendali atas segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha yang ditekuni tanpa campur tangan atau dominasi dari pasangan. Kontrol peserta terhadap sumberdaya dikatakan rendah apabila peserta perempuan dan peserta laki-laki memiliki kendali atau kuasa yang rendah untuk menentukan besarnya pinjaman, pemanfaatan dari uang pinjaman, memiliki kekuasaan dalam menentukan jenis usaha, memiliki wewenang terhadap usaha yang ditekuni, serta memiliki kendali atas segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha yang ditekuni tanpa campur tangan atau dominasi dari pasangan. Tabel 21 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kontrol terhadap Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 Tingkat kontrol Laki-laki Jenis kelamin Perempuan Total Rendah 1 (6,7) 10 (66,7) 11 (36,7) Tinggi 14 (93,3) 5 (33,3) 19 (63,3) Total 15 (100,0) 15 (100,0) 30 (100,0) Sumber: Data primer (2011). Data pada Tabel 21 menunjukkan bahwa responden laki-laki berada pada kategori tinggi pada kontrol dalam memperoleh sumberdaya (93,3%) sedangkan

96 76 respondenn perempuan beradaa pada kategori rendah dalam memperoleh sumberdaya (66,7%) sehingga dapat dikatakan bahwaa peserta aki-laki memiliki kontrol yang lebih besar daripada peserta perempuan untuk menentukan besarnya pinjaman, pemanfaatan dari uang pinjaman, jenis usaha, wewenang terhadap usaha yang ditekuni, serta memiliki kendali atas segalaa sesuatu yang berhubungan dengan usaha yang ditekuni % 80.0% 60.0% 40.0% Laki-laki Perempuan 20.0% 0.0% Rendah Tinggi Gambar 15 Persentase Responden Menurut Tingkat Kontrol terhadap Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, Berbeda dengan responden laki-laki yang memiliki kontrol yang besar terhadap penentuan besarnya pinjaman, pemanfaatan dari uang pinjaman, kendali atau kekuasaan dalam menentukan jenis usaha, wewenang terhadap usaha yang ditekuni, serta kendali atas segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha yang ditekuni. Sebagian besar responden perempuan ternyata tidak memiliki kekuasaan yang sama besarnyaa dengan responden laki-laki dalam menentukan besarnya pinjaman yang mereka butuhkan, pemanfaatan dari uang pinjaman, serta kendali atas segalaa sesuatu yang berhubungan dengan usaha yang ditekuni. Sebagian besar respondenn perempuan mengatakan harus meminta izin dahuluu kepada suami mereka untuk mengajukan pinjaman, mengelola keuangan, usaha, dan lain-lain....kalau ingin meminjam, saya tetap minta izin duluu sama suami dan mendapatkan masukan dari suami, boleh meminjam atau tidak... (Ibu El, 36 tahun).

97 77 Empat orang responden perempuan menjawab kelima aspek kontrol dalam kuesioner dengan jawaban memiliki kontrol terhadap pembiayaan dan usaha yang ditekuni karena mereka berstatus janda dan dua responden berstatus menikah yang memiliki kontrol dalam mengelola usaha dan mengajukan pembiayaan kepada BMT Swadaya Pribumi karena suaminya tidak ikut campur dan tidak ikut membayar angsuran atas pembiayaan yang istrinya ajukan. Bapak gak tahu berapa saya minjem atau membantu saya membayar angsuran, semuanya saya yang mengajukan dan membayarnya sendiri... (Ibu Rh, 51 tahun). 7.3 Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi Manfaat yang dinikmati oleh peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi merupakan salah satu alat dalam menganalisis tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Manfaat yang dinikmati perempuan dan laki-laki peserta produk pembiayaan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi. Manfaat yang dinikmati oleh peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dikatakan tinggi apabila peserta perempuan dan peserta laki-laki merasakan dan mengalami peningkatan pendapatan, peningkatan status sosial, kebutuhan makan atau kebutuhan dasar terpenuhi, dan merasakan adanya peningkatan kemampuan berwirausaha setelah memperoleh pelatihan kewirausahaan. Manfaat yang dinikmati oleh peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dikatakan rendah apabila perempuan dan laki-laki tidak merasakan dan tidak mengalami peningkatan pendapatan, peningkatan status sosial, kebutuhan makan atau kebutuhan dasar terpenuhi, dan merasakan adanya peningkatan kemampuan berwirausaha setelah memperoleh pelatihan kewirausahaan. Besarnya manfaat yang dinikmati oleh setiap peserta dijawab cukup beragam oleh peserta karena masing-masing peserta memiliki pandangan dan penilaian berbeda mengenai manfaat berupa besarnya pendapatan, status sosial, dan pengetahuan yang mereka peroleh selama menjadi peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi.

98 78 Tabel 22 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 Tingkat manfaat Rendah Tinggi Total Sumber: Data primer (2011). Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 10 5 (66,7) (33,3) 6 9 (40,0) (60,0) 15 (100,0) 15 (100,0) Total 16 (53,3) 14 (46,7) 30 (100,0) Perbedaan jumlah responden perempuan dan respondenn laki-laki dalam memperoleh manfaat tidak terlalu besar, hanya selisih 6,7 persen. Sebagian besar respondenn perempuan merasa dirinya memperoleh manfaat yang tinggi dari BMT Swadaya Pribumi (60,0%) sedangkan sebagian besar responden laki-laki merasa memperoleh manfaat yang rendah dari BMT Swadayaa Pribumi (66,7%). Sebesar 53,3 persen peserta, baik peserta laki-laki maupun perempuan menyatakan manfaat yang dinikmati dari BMT Swadayaa Pribumi rendah. 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% Rendah Tinggi Laki-laki Perempuan Gambar 16 Persentase Responden Menurut Manfaat yang Dinikmati Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 oleh Jenis Tidak seluruh peserta merasakan adanya peningkatan pendapatann dan peningkatan status sosial setelah memperoleh pembiayaan dari BMT Swadaya

99 79 Pribumi, sebagian besar mengatakan bahwa pendapatan sebelum dan sesudah sama saja karena pembiayaan tidak sepenuhnya untuk kegiatan usaha tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, kebutuhan anak sekolah, kebutuhan berobat anak yang sakit, dan lain-lain....yang kemaren ibu pinjem dari BMT adalah untuk biaya rumah sakit anak, tidak digunakan untuk usaha, makanya pendapatannya sama saja karena modal usahanya juga tidak bertambah... (Ibu Wl, 47 tahun). Manfaat dalam peningkatan kemampuan berwirausaha juga dirasakan tidak terlalu besar, baik bagi responden perempuan maupun responden laki-laki karena materi dalam pelatihan dirasakan tidak sesuai dengan jenis usaha mereka masing-masing sehingga tidak seluruhnya dapat dipraktekkan dalam kegiatan usaha responden namun pelatihan tersebut mampu memberikan pengetahuan tambahan bagi responden mengenai jenis usaha lainnya, seperti budidaya lele yang menjadi salah satu materi dalam pelatihan kewirausahaan tahun Ibu mah seneng aja neng ikut kumpul-kumpul pelatihan yang di gedung serbaguna Holcim itu neng, tapi ibu kurang ngerti kalau tentang usaha-usaha lain selain usaha beras, ibu pengennya ada pelatihan juga tentang usaha beras... (Ibu Hs, 66 tahun). Manfaat dalam pemenuhan makan atau kebutuhan dasar dirasakan sudah cukup terpenuhi oleh sebagian besar responden dari sebelum atau sesudah memperoleh pembiayaan dari BMT Swadaya Pribumi. Hasil data mengenai manfaat yang dirasakan responden memberikan hasil yang menarik, peserta lakilaki memiliki akses dan kontrol yang tinggi terhadap sumberdaya BMT Swadaya Pribumi tetapi manfaat yang responden laki-laki nikmati tergolong rendah, sebaliknya responden perempuan memiliki akses dan kontrol yang lebih rendah daripada responden laki-laki tetapi manfaat yang responden perempuan nikmati lebih tinggi daripada responden laki-laki. Responden perempuan menjawab pertanyaan mengenai manfaat yang mereka nikmati dengan jawaban dan

100 80 tanggapan yang baik, menurut sebagian besar responden perempuan, keadaan mereka saat ini sudah lebih baik dan mereka mensyukuri keadaan mereka saat ini dan merasa pembiayaan yang mereka peroleh dari BMT Swadaya Pribumi bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan mereka dan keluarga. Dari segi pendapatan, responden perempuan menikmati peningkatan pendapatan yang mereka peroleh walaupun jumlah peningkatannya tidak besar dan belum tentu dapat memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya. Berbeda dengan responden perempuan, sebagian besar responden laki-laki merasa keadaan mereka sebelum dan sesudah memperoleh pembiayaan berjalan sama saja dan tidak ada perubahan yang lebih baik. Sebagian besar responden laki-laki menjawab tidak merasakan adanya peningkatan pendapatan, peningkatan status sosial, dan peningkatan pengetahuan kewirausahaan setelah menjadi peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran mengenai manfaat yang dirasakan oleh peserta perempuan dan peserta laki-laki. Keadaan saya saat ini setelah meminjam uang ke BMT malah semakin terpuruk, karena saya tidak memiliki penghasilan tetap seperti sebelumnya sehingga kesulitan dalam membayar angsuran setiap bulannya... (Bapak Sl, 44 tahun). 7.4 Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Tingkat kesetaraan gender diperoleh dari akumulasi nilai responden mengenai akses terhadap sumberdaya BMT Swadaya Pribumi, kontrol terhadap sumberdaya BMT Swadaya Pribumi, dan manfaat yang dinikmati oleh peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Kesetaraan gender memiliki tingkatan yang lebih tinggi daripada keadilan gender. Keadilan gender merupakan proses untuk menjadi adil terhadap perempuan dan laki-laki dan kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh hak-haknya. Kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi adalah kesamaan kondisi baik perempuan dan laki-laki untuk memperoleh kesempatan dan hakhaknya dalam kesempatan dan pengambilan keputusan serta dalam menikmati hasil dan manfaat dari keterlibatannya sebagai peserta produk pembiayaan BMT

101 81 Swadaya Pribumi. Nilai terendah dari akumulasi ketiga aspek tersebut adalah 15 dan nilai tertinggi adalah 30. Peneliti mengkategorikan tingkat kesetaraan gender ke dalam dua kategori, yaitu tidak setara dan setara gender. Selang nilai untuk kategori tidak setara gender adalah dan nilai setara gender adalah (lihat Tabel 23). Tabel 23 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 Tingkat kesetaraan gender Tidak setara Setara Total Sumber: Data primer (2011). Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 0 (0,0) 4 (26,7) 15 (100,0) 11 (73,3) 15 (100,0) 15 (100,0) Total 4 (13,3) 26 (86,7) 30 (100,0) 100.0% 80.0% 60.0% 40. 0% 20. 0% 0..0% Tidak setara Setara Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Gambar 17 Persentase Responden berdasarkan Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 Responden laki-laki maupun respondenn perempuan sama-sama Pribumi telah menyatakan bahwa tingkat kesetaraan gender di BMT Swadaya setara gender, namun jumlah responden perempuan yang menyatakan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi lebih sedikit daripada responden laki-laki dengan selisih 26,7 persen. Hanya 73,3 persen responden perempuan yang menyatakan setara sedangkan seluruh responden laki-laki menyatakan

102 82 tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Hal ini dipengaruhi oleh nilai akses dan kontrol yang rendah dari responden perempuan dalam hal pengelolaan dana pembiayaan dan pengelolaan usaha sehingga terdapat 26,7 persen responden perempuan yang menyatakan bahwa tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi tidak setara gender. Hal ini menunjukkan bahwa peserta laki-laki lebih setara gender dalam BMT Swadaya Pribumi daripada peserta perempuan. 7.5 Ikhtisar 1) Peserta perempuan dan peserta laki-laki sama-sama memiliki tingkat akses yang tinggi terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, namun jumlah peserta laki-laki yang memiliki akses tinggi untuk memperoleh sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi lebih banyak daripada jumlah peserta perempuan yang memiliki akses tinggi terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi. 2) Peserta laki-laki memiliki kontrol yang lebih besar daripada peserta perempuan untuk menentukan besarnya pinjaman, pemanfaatan dari uang pinjaman, jenis usaha, wewenang terhadap usaha yang ditekuni, serta memiliki kendali atas segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha yang ditekuni. 3) Peserta perempuan merasa dirinya memperoleh manfaat yang tinggi dari BMT Swadaya Pribumi sedangkan peserta laki-laki merasa manfaat yang mereka peroleh dari BMT Swadaya Pribumi masih tergolong rendah karena perbedaan ukuran mengenai manfaat yang dirasakan oleh peserta perempuan dan peserta laki-laki. 4) Baik peserta laki-laki maupun peserta perempuan sama-sama menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender, namun persentase peserta laki-laki yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih tinggi daripada peserta perempuan. Hal ini dikarenakan peserta laki-laki memiliki akses dan kontrol terhadap sumberdaya yang lebih tinggi daripada peserta perempuan.

103 BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI Hubungan antara karakteristik peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dianalisis menggunakan tabulasi silang dan kemudian dilakukan uji statistik non-parametik Chi Square untuk menganalisis hubungan antara data skala nominal dengan data skala ordinal dan Rank Spearman untuk menganalisis hubungan antara data skala ordinal dengan data skala ordinal. Patokan pengambilan keputusan berdasarkan nilai Asymp Sig. Jika Asymp Sig. (2-sided) atau p-value lebih kecil dari taraf nyata (α) = 0,05, maka H 0 ditolak, yang berarti terdapat hubungan yang nyata antara variabel-variabel yang diuji. Tanda bintang (*) pada koefisien korelasi juga menunjukkan adanya hubungan antar variabel yang diuji. Semakin banyak jumlah bintang (*), maka semakin tinggi tingkat signifikan atau hubungan antar variabel yang diuji. Tabel 24 Hasil Analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara Karakteristik Responden terhadap Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 Karakteristik Responden Koefisien Korelasi Asymp Sig. (2-sided)/ p-value Keterangan Umur (median) -0,392* 0,032 Signifikan Umur (BPS) -0,504** 0,005 Signifikan Status pernikahan 0,105 0,581 Tidak signifikan Tingkat pendidikan 0,330 0,075 Tidak signifikan Jenis usaha 0,405* 0,027 Signifikan Tingkat pendapatan 0,291 0,119 Tidak signifikan Tabel 24 menyajikan data mengenai hasil analisis Chi Square dan Rank Spearman antara karakteristik individu peserta dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Dari keenam karakteristik tersebut, tiga variabel

104 84 signifikan atau memiliki hubungan dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi, yaitu umur berdasarkan median, umur produktif bekerja (BPS), dan jenis usaha. Hal ini ditunjukkan dari hasil p-value ketiga variabel tersebut yang lebih kecil dari taraf nyata (α) = 0,05. Nilai koefisien korelasi ketiga variabel tersebut juga memiliki tanda bintang (*) yang menunjukkan adanya hubungan antara umur (median), umur produktif bekerja (BPS), dan jenis usaha dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Ketiga variabel lainnya, yaitu status pernikahan, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Umur berdasarkan median dan umur produktif bekerja (BPS) memiliki nilai koefisien korelasi yang negatif dengan kesetaraan gender sedangkan status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan memiliki nilai koefisien korelasi yang positif dengan kesetaraan gender. Nilai koefisien korelasi yang positif berarti terdapat hubungan yang positif antara variabel-variabel yang diuji, misalnya hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan kesetaraan gender memiliki arti, yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan peserta maka kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi semakin setara. Hubungan negatif antara umur dengan kesetaraan gender memiliki arti, yaitu semakin tinggi umur peserta maka kesetaraan gender semakin tidak setara. 8.1 Hubungan Umur dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Pengkategorian umur berdasarkan nilai tengah (median) selang umur responden dibagi ke dalam dua kategori, yaitu umur kurang dari 45 tahun dan umur lebih besar sama dengan dari 45 tahun. Responden berumur kurang dari 45 tahun dan responden berumur lebih dari 45 tahun sama-sama menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender, namun jumlah persentase responden berumur kurang dari 45 tahun yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swdaya Pribumi lebih banyak daripada persentase responden berumur lebih dari 45 tahun yang menyatakan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Selisih persentase keduanya adalah 26,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang berumur kurang dari 45 tahun lebih merasakan tingginya tingkat kesetaraan

105 85 gender dalam BMT Swadaya Pribumi daripada responden yang berumur lebih dari 45 tahun. Tabel 25 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender menurut Umur (Median) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 Tingkat kesetaraan gender < 45 Umur (tahun) 45 Total Tidak setara 0 (0,0) 4 (26,7) 4 (13,3) Setara 15 (100,0) 11 (73,3) 17 (86,7) Total 15 (100,0) 15 (100,0) 30 (100,0) Keterangan: p-value = 0,032 Taraf nyata = 0,05 Peserta yang dominan berumur kurang dari 45 tahun adalah peserta lakilaki sedangkan peserta yang dominan berumur lebih dari 45 tahun adalah peserta perempuan (lihat Tabel 11 pada BAB V). Hubungan antara umur peserta dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi juga menunjukkan bahwa peserta berumur kurang dari 45 tahun menyatakan kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi tinggi dan persentasenya lebih besar daripada peserta berumur lebih dari 45 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peserta laki-laki memiliki karakteristik umur yang lebih muda daripada peserta perempuan dan persentase peserta laki-laki yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar daripada peserta perempuan. Selain menggunakan pengkategorian umur berdasarkan median selang umur responden, pengkategorian umur juga dilakukan menurut umur produktif bekerja dari BPS yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori umur, yaitu umur produktif bekerja rendah (15-31 tahun), umur produktif bekerja sedang (32-48 tahun), dan umur produktif bekerja tinggi (49-64 tahun). Berdasarkan Tabel 26, terlihat bahwa responden pada kategori umur produktif kerja rendah (15-31 tahun), umur produktif kerja sedang (32-48 tahun), dan umur produktif kerja tinggi (49-64 tahun) sama-sama menyatakan bahwa kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi adalah setara gender namun persentase kesetaraan gender dari ketiga kategori umur tersebut berbeda. Responden pada kategori umur

106 86 produktif bekerja rendah dan sedang yang termasuk ke dalam kategori umur muda, 100 persen menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swdaya Pribumi telah setara gender sedangkan responden pada kategori umur produktif bekerja tinggi yang termasuk ke dalam kategori umur tua hanya 60 persen yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Hal ini menunjukkan bahwa peserta pada kategori umur produktif bekerja muda (rendah dan sedang) lebih merasakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swdaya Pribumi telah setara gender dan peserta yang dominan berumur muda adalah peserta laki-laki (lihat Tabel 12 pada BAB V). Hasil uji korelasi Rank Spearman juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara umur peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaaan BMT Swadaya Pribumi. Tabel 26 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Umur (BPS) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 Tingkat kesetaraan gender Umur (tahun) Total Tidak setara 0 (0,0) 0 (0,0) 4 (40,0) 4 (13,3) Setara 4 (100,0) 16 (100,0) 6 (60,0) 26 (86,7) Total 4 (100,0) 16 (100,0) 10 (100,0) 30 (100,0) Keterangan: p-value = 0,005 Taraf nyata = 0, Hubungan Status Pernikahan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Karakteristik responden berikutnya yang dihubungkan dengan kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi adalah status pernikahan. Sebagian besar responden telah berstatus menikah dan hanya dua orang responden perempuan yang berstatus janda. Responden yang berstatus menikah dan responden yang berstatus cerai (janda) sama-sama menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender (lihat Tabel 27). Hasil uji statistik non-parametik Chi Square juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara status pernikahan

107 87 peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Hal ini terlihat dari nilai Asymp Sig. (2-sided) = 0,581 lebih besar dari 0,05 sehingga tolak H 0, yaitu tidak terdapat hubungan antara status pernikahan peserta dengan kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Tabel 27 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Status Pernikahan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 Tingkat kesetaraan gender Belum menikah Status pernikahan Menikah Cerai Total Tidak setara 0 (0,0) 4 (14,3) 0 (0,0) 4 (13,3) Setara 0 (0,0) 24 (85,7) 2 (100,0) 26 (86,7) Total 0 (0,0) 28 (100,0) 2 (100,0) 30 (100,0) Keterangan: Asymp Sig (2-sided) = 0,581 Taraf nyata = 0,05 Baik responden yang berstatus menikah maupun responden yang berstatus janda sama-sama menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan tidak membeda-bedakan peserta berdasarkan status pernikahan peserta. 8.3 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Tingkat pendidikan responden terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu rendah apabila pendidikan terakhir responden adalah tidak tamat atau tamat SD, sedang apabila pendidikan terakhir responden adalah tamat SMP, dan tinggi apabila pendidikan terakhir responden adalah tamat SMA. Nilai p-value dari uji korelasi Rank Spearman hubungan antar variabel tingkat pendidikan dengan kesetaraan gender adalah 0,075 lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa antara tingkat pendidikan dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan. Baik responden pada tingkat pendidikan rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender namun persentase responden berpendidikan sedang dan tinggi yang menyatakan

108 88 pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar daripada responden yang berpendidikan rendah dengan selisih sebesar 23,5 persen (lihat Tabel 28). Karakteristik responden yang berpendidikan tinggi dominan dimiliki oleh responden laki-laki sedangkan responden perempuan dominan berpendidikan rendah (lihat Tabel 15 pada BAB V). Hasil tersebut menunjukkan bahwa karakteristik dari peserta laki-laki produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi adalah berpendidikan lebih tinggi daripada peserta perempuan dan memiliki tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi yang juga lebih tinggi daripada peserta perempuan. Tabel 28 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendidikan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 Tingkat pendidikan Tingkat Total Rendah Sedang Tinggi kesetaraan gender Tidak setara 4 (23,5) 0 (0,0) 0 (0,0) 4 (13,3) Setara 13 (76,5) 7 (100,0) 6 (100,0) 26 (86,7) Total 17 (100,0) 7 (100,0) 6 (100,0) 30 (100,0) Keterangan: p-value = 0,075 Taraf nyata = 0, Hubungan Jenis Usaha dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Jenis usaha responden digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu jenis usaha makanan dan jenis usaha non-makanan. Hasil uji non-parametik Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara jenis usaha peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Baik responden yang menekuni jenis usaha makanan maupun non-makanan samasama menyatakan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi adalah telah setara gender, namun persentase responden yang menekuni usaha non-makanan dan menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar daripada responden yang menekuni usaha makanan dengan selisih yang cukup besar, yaitu 30,8 persen (lihat Tabel 29). Peserta lakilaki dominan menekuni jenis usaha non-makanan sedangkan peserta perempuan dominan menekuni jenis usaha makanan (lihat Tabel 17 pada BAB V).

109 89 Karakteristik laki-laki yang lebih cenderung menekuni jenis usaha non-makanan menunjukkan bahwa peserta laki-laki yang cenderung menyatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Tabel 29 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Penggolongan Jenis Usaha Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 Tingkat kesetaraan gender Penggolongan jenis usaha Makanan Non-makanan Jumlah Tidak setara 4 (30,8) 0 (0,0) 4 (13,3) Setara 9 (69,2) 17 (100,0) 26 (86,7) Jumlah 13 (100,0) 17 (100,0) 30 (100,0) Keterangan: p-value = 0,027 Taraf nyata = 0, Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Tingkat pendapatan yang diperoleh responden selama satu bulan dikategorikan ke dalam tiga kateori, yaitu pendapatan Rp ,00- Rp ,00 per bulan, pendapatan Rp ,00-Rp ,00 per bulan, dan pendapatan lebih dari Rp ,00 per bulan. Tabel 30 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendapatan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 Tingkat kesetaraan gender 1 Tingkat pendapatan (Rp) 2 3 Total Tidak setara 4 (21,1) 0 (0,0) 0 (0,0) 4 (13,3) Setara 15 (78,9) 5 (100,0) 6 (100,0) 26 (86,7) Total 19 (100,0) 5 (100,0) 6 (100,0) 30 (100,0) Keterangan : p-value = 0,119 Taraf nyata = 0,05 1 : Pendapatan Rp ,00 s.d Rp ,00 2 : Pendapatan Rp ,00 s.d Rp ,00 3 : Pendapatan Rp ,00 Uji statistik korelasi Rank Spearman juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata atau signifikan antara tingkat pendapatan peserta dengan

110 90 tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi sehingga keduanya tidak saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Nilai koefisien korelasi yang positif menunjukkan semakin tinggi tingkat pendapatan peserta, maka semakin tinggi kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Berdasarkan Tabel 30, terlihat bahwa sebagian besar responden yang berpendapatan rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama menyatakan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi telah setara gender namun persentase responden berpendapatan sedang dan tinggi yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar daripada responden yang berpendapatan rendah dengan selisih 21,1 persen. 8.6 Ikhtisar Peserta perempuan dan peserta laki-laki memiliki karakteristik yang berbeda. Dari segi umur, peserta laki-laki berumur produktif bekerja yang lebih muda daripada peserta perempuan sehingga peserta laki-laki cenderung menekuni usaha berdagang pada usia produktif muda sedangkan peserta perempuan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi berumur produktif bekerja tua. Peserta berumur muda menyatakan bahwa tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi tinggi. Peserta yang berumur muda merupakan karakteristik dari peserta laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa peserta laki-laki lebih memiliki akses yang besar terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang dinikmati yang lebih besar daripada peserta perempuan. Dari segi pendidikan, peserta perempuan menempuh tingkat pendidikan yang lebih rendah daripada peserta laki-laki. Peserta perempuan hanya menyelesaikan pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD) sedangkan peserta lakilaki telah mencapai pendidikan formal pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Perempuan yang berpendidikan rendah cenderung memiliki posisi tawar yang lemah dalam keluarganya sehingga sulit memutuskan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Semakin tinggi tingkat pendidikan peserta maka semakin tinggi tingkat kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Pendidikan yang tinggi merupakan karakteristik dari

111 91 peserta laki-laki sehingga peserta laki-laki memiliki akses yang besar terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang dinikmati lebih besar daripada peserta perempuan. Dari segi status pernikahan, sebagian besar peserta laki-laki maupun peserta perempuan telah berstatus menikah hanya sebagian kecil peserta yang berstatus janda. Peserta yang berstatus menikah tidak memiliki kuasa atau kendali yang bebas seperti pada saat dia berstatus belum menikah atau berstatus cerai. Laki-laki sebagai suami dan kepala keluarga cenderung dominan dalam pengambilan keputusan keluarga. Oleh karena itu, perempuan yang ingin mengajukan pembiayaan kepada BMT Swadaya Pribumi harus memperoleh izin terlebih dahulu dari suami mereka. Peserta perempuan yang berstatus janda memiliki akses yang besar terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang dinikmati lebih besar daripada peserta yang berstatus berkeluarga. Dari segi jenis usaha, peserta perempuan cenderung menekuni usaha makanan skala kecil yang dapat dikerjakan dirumah sambil mengurusi dan merawat keluarga (domestik) seperti membuka warung di depan rumah, berjualan gado-gado, es campur, dan jenis usaha makanan lainnya di rumah. Berbeda dengan peserta perempuan, peserta laki-laki menekuni jenis usaha yang lebih beragam. Tidak hanya jenis usaha makanan tetapi juga jenis usaha non-makanan, seperti percetakan, mebel, dan lain-lain yang menghasilkan omset lebih besar daripada jenis usaha makanan dalam skala kecil. Peserta laki-laki yang menekuni jenis usaha makanan cenderung menjual dagangan mereka dengan cara berkeliling, seperti ketoprak keliling, baso keliling, dan lain-lain. Sehingga peserta laki-laki yang menekuni jenis usaha makanan dengan cara bekeliling memiliki lebih besar peluang dalam memperoleh pembeli daripada hanya berjualan di depan rumah. Peserta yang menekuni usaha jenis non-makanan menyatakan kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi lebih tinggi daripada peserta yang menekuni jenis usaha makanan. Jenis usaha non-makanan menjadi karakteristik jenis usaha yang ditekuni oleh peserta lakilaki. Hal ini menunjukkkan bahwa peserta laki-laki memiliki akses yang besar

112 92 terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang dinikmati lebih besar daripada peserta perempuan. Dari segi pendapatan, peserta perempuan dan peserta laki-laki sama-sama berada pada kategori pendapatan yang rendah. Pendapatan tinggi biasa dimiliki oleh peserta yang memiliki usaha dalam skala besar dan memiliki lebih dari satu jenis usaha dengan manajemen keuangan yang baik. Tiga dari enam karakteristik individu peserta yang berbeda memiliki hubungan dengan kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Tiga karakteristik individu peserta tersebut adalah umur berdasarkan median selang umur responden, umur berdasarkan umur produktif bekerja dari BPS, dan jenis usaha yang ditekuni oleh peserta. Umur peserta menunjukkan koefisien korelasi yang negatif, yaitu semakin muda umur peserta maka semakin tinggi kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Sedangkan karakteristik lainnya, yaitu status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan menunjukkan nilai koefisien yang positif.

113 BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI 9.1 Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam Pemenuhan Kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis Gender Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi pada penelitian ini diukur dari sejauhmana pemenuhan kebutuhan praktis serta kebutuhan strategis gender peserta produk pembiayaan (perempuan dan laki-laki) dipertimbangkan dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi. Jumlah pertanyaan untuk mengukur keberhasilan BMT Swadaya Pribumi adalah delapan pertanyaan yang terdiri dari lima pertanyaan pemenuhan kebutuhan praktis dan tiga pertanyaan pemenuhan kebutuhan strategis. Pemenuhan kebutuhan praktis peserta produk pembiayaan dalam keberhasilan BMT Swadaya Pribumi diukur berdasarkan lima pertanyaan mengenai pemenuhan kebutuhan antara peserta perempuan dan peserta laki-laki terhadap kebutuhan permodalan, pengetahuan kewirausahaan, kebutuhan ekonomi, perbaikan kondisi hidup, dan perkembangan usaha. Nilai terendah dalam pemenuhan kebutuhan praktis peserta perempuan dan peserta laki-laki dalam BMT Swadaya Pribumi adalah 5 sedangkan nilai tertingginya adalah 10 sehingga diperoleh nilai tengah, yaitu 7,5 8. Pemenuhan kebutuhan praktis dikategorikan ke dalam dua kategori, yaitu rendah dan tinggi. Pemenuhan kebutuhan praktis peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dikatakan rendah apabila skor yang diperoleh berkisar antara 5-8 sedangkan pemenuhan kebutuhan praktis peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dikatakan tinggi apabila skor yang diperoleh berkisar antara Sebagian besar responden laki-laki berada pada kategori rendah dalam pemenuhan kebutuhan praktis (53,3%) sedangkan sebagian besar responden perempuan berada pada kategori tinggi dalam pemenuhan kebutuhan praktis (66,7%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden perempuan merasa kebutuhan praktis mereka, seperti pemenuhan kebutuhan permodalan, pengetahuan kewirausahaan, kebutuhan ekonomi, perbaikan kondisi hidup, dan perkembangan usaha. Hal ini juga berhubungan dengan tingginya tingkat pemenuhan manfaat yang dirasakan oleh responden perempuan (lihat

114 94 Tabel 22 pada BAB VII). Responden perempuan cenderung mensyukuri apapun yang mereka nikmati dari keikutsertaan mereka sebagai peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Tabel 31 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Praktis di Desa Kembang Kuning, 2011 Pemenuhan kebutuhan praktis Rendah Tinggi Total Sumber: Data Primer (2011). Jenis kelamin Laki-laki 8 (53,3) 7 (46,7) 15 (100,0) Perempuan Total 5 (33,3) 13 (43,3) 10 (66,7) 17 (56,7) 15 (100,0) 30 (100,0) Peserta perempuan cenderung mengajukan n permohonan pembiayaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga sehari-hari yang bersifat praktis sedangkan peserta laki-laki cenderung mengajukan permohonan pembiayaan dengan tujuan memperbesar skala usahaa mereka. Oleh karena itu, peserta perempuan biasanya mengajukan pembiayaan yang lebih sedikit daripada peserta aki-laki sehingga tingkat pengembalian peserta perempuan cenderung lebih tinggi daripada peserta laki-laki. 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% Rendah Tinggi Laki-laki Perempuan Gambar 18 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Praktis di Desa Kembang Kuning, 2011

115 95 Kebutuhan strategis memiliki tingkatan yang lebih tinggi daripada kebutuhan praktis. Kebutuhan strategis tersebut meliputi kebutuhan terhadap akses, kontrol, dan manfaat yang bersifat strategis yang dapat dinikmati oleh peserta. Peserta yang telah mampu memenuhi kebutuhan praktis belum tentu mampu memenuhi kebutuhan strategis gender. Peserta yang telah mampu memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender, maka peserta tersebut telah memiliki tingkat pemenuhan kebutuhan gender yang tinggi. Kebutuhan strategis merupakan kebutuhan yang bersifat jangka panjang yang mengacu pada perubahan hubungan gender antara perempuan dan laki-laki, seperti kebutuhan terhadap hak yang sama dalam memperoleh pembiayaan, pelatihan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan strategis peserta produk pembiayaan dalam keberhasilan BMT Swadaya Pribumi diukur berdasarkan tiga perubahan hubungan gender, yaitu hak atau kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh pembiayaan, mengikuti kegiatan pelatihan, dan pengambilan keputusan dalam mengatur rumahtangga. Sebagian besar responden perempuan berada pada kategori rendah dalam pemenuhan kebutuhan strategis (60,0%) sedangkan sebagian besar responden laki-laki berada pada kategori tinggi dalam pemenuhan kebutuhan strategis (86,7%), dengan selisih perbedaan 26,7% (lihat Tabel 32). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden laki-laki merasa kebutuhan strategis mereka, seperti kesempatan memperoleh pembiayaan, pelatihan kewirausahaan, dan pengambilan keputusan dalam rumahtangga telah terpenuhi. Tabel 32 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Strategis di Desa Kembang Kuning, 2011 Pemenuhan kebutuhan strategis Laki-laki Jenis kelamin Perempuan Total Rendah 2 (13,3) 9 (60,0) 11 (36,7) Tinggi 13 (86,7) 6 (40,0) 19 (63,3) Total 15 (100,0) 15 (100,0) 30 (100,0) Sumber: Data Primer (2011).

116 96 Peserta laki-laki kebutuhan strategis mereka, baik di lingkungan masyarakat maupun keluarga. Dalam keluarga, laki-lak sebagai suami dan kepala keluaraga bertindak sebagai pengambil keputusan utama di dalam keluarga sedangkan perempuan berperan sebagai pendamping suaminya dan menerima setiap keputusan dari suami mereka sehingga perempuan harus memperoleh izin dari cenderung memiliki pengaruh dan kendali yang besar dalam pemenuhan suami mereka sebelum mengajukan pembiayaan. Tidak seluruh keluarga didominasi oleh keputusan suami mereka, terdapat beberapa keluarga yang saling merundingkan persoalan yang mereka hadapi dan mencari jalan keluarnya secara bersama. Perempuan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi atau pendapatan tinggi pada umumnya memiliki posisi tawar yang cukup tinggi dan memiliki pengaruh dalam keluarga. 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% Rendah Tinggi Laki-laki Perempuan Gambar 19 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Strategis di Desa Kembang Kuning, 2011 Penggabungan pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender antara peserta perempuan dan peserta laki-laki dapat mengukur tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender para peserta produk pembiayaan. Tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu rendah dan tinggi. Secara kuantitatif, jawaban sebagian besar responden perempuan dan respondenn laki-laki mengenai keberhasilan BMT Swadaya Pribumi sama-sama berada pada menunjukkan bahwaa tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi kategori tinggi karena telah berhasil memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan

117 97 strategis gender peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi (lihat Tabel 33). Hanya sebesar 13,3 persen peserta perempuan dan 13, 3 persen peserta laki- kebutuhan praktis dan strategis mereka tergolong rendah. laki yang merasa tingkat keberhasilan BMT Swadayaa Pribumi dalam memenuhi Tabel 33 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 Tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi Rendah Tinggi Total Sumber: Data Primer (2011). Jenis kelamin Laki-laki 2 (13,3) 13 (86,7) 15 (100,0) Perempuan Total 2 (13,3) 4 (13,3) 13 (86,7) 26 (86,7) 15 (100,0) 30 (100,0) 100.0% 80.0% 60. 0% 40..0% 20..0% Perempuan Laki-lak Perempuan 0.0% Rendah Tinggi Laki-laki Gambar 20 Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumii di Desa Kembang Kuning, Analisis Gender terhadap Keberhasilan BMT Swadaya Pribumii Pelaksanaann suatu program dapat dikatakan berhasil apabila memperhatikan persoalan kesetaraan gender dalam pelaksanaan suatu program telah memperhatikan pelaksanaannya. Ketika kesetaraan gender dalam pemenuhan kebutuhan gender yang berbeda antara perempuan dan laki-laki, maka program tersebut dapat dikatakan telah responsif gender. Analisiss gender sebagai suatu alat analisis hubungan gender dalam suatu kegiatan atau program dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1 [HDI] Human Development Report Human Development Index (HDI). [Internet]. [dinduh. 4 Ibid.

BAB I PENDAHULUAN. 1 [HDI] Human Development Report Human Development Index (HDI). [Internet]. [dinduh. 4 Ibid. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Hubeis (2010) kualitas hidup manusia dapat diukur berdasarkan pengukuran Human Development Index (HDI), Gender Development Index (GDI), dan Gender Empowerment

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu di Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Bogor yang merupakan kawasan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I34060667 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Perkembangan CSR (1) Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Indah Widowati, MP. Eko Murdiyanto, SP., M.Si. Pertemuan-3 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UPN

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK TERHADAP MASYARAKAT LOKAL (Studi kasus di Desa Nambo, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki keanekaragaman dalam hal adat istiadat, bahasa, kepercayaan, norma, dan nilai budaya lainnya. Tidak hanya dalam hal budaya,

Lebih terperinci

ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI

ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI DWIMORA EFRINI I34052103 SKRIPSI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate Social Responsibility (CSR) telah ada sejak abad ke-17 dan terus mengalami perkembangan dari masa

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA Tbk

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA Tbk ISSN : 1978-4333, Vol. 06, No. 01 ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA Tbk Gender Analysis on CSR Program of Local Economic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan tujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Konseptualisasi CSR Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Indah Widowati, MP. Eko Murdiyanto, SP., M.Si. Pertemuan-1 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UPN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia turut serta dan berperan aktif dalam setiap kegiatan dan program-program pembangunan yang menjadi agenda organisasi negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI 9.1 Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam Pemenuhan Kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis Gender Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi pada penelitian ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJP) atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan sesuai kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan sebagai sebuah sistem, dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak dapat berdiri sendiri. Keberadaan perusahaan dalam lingkungan masyarakat membawa pengaruh

Lebih terperinci

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA i PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA (Kasus: Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ANNISA AVIANTI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.1. Pengertian CSR Definisi Corporate Social Responsibility yang biasanya disingkat CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan merupakan suatu kesatuan usaha yang menghasilkan barang dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan merupakan suatu kesatuan usaha yang menghasilkan barang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu kesatuan usaha yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam setiap aktivitasnya, komunikasi adalah suatu instrumen yang penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era persaingan bisnis saat ini, sebuah perusahaan dituntut untuk mampu memiliki langkahlangkah inovatif yang mampu memberi daya saing dengan kompetitor. Selain

Lebih terperinci

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ERNA SAFITRI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Meski bukan lagi menjadi isu baru, CSR dapat menjembatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi situasi ekonomi pasar bebas. Perkembangan bisnis dalam

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi situasi ekonomi pasar bebas. Perkembangan bisnis dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Corporate Social Responsibility (CSR), merupakan suatu wacana yang sedang mengemuka di dunia bisnis atau perusahaan. Wacana CSR tersebut digunakan oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini banyak sekali perusahaan yang terus berlomba melakukan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mendapatkan perhatian stakeholdersnya. Selain

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (PERSERO) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek

EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (PERSERO) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (PERSERO) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek Cabang Semarang, Jawa Tengah) Oleh : NURINA PANGKAURIAN A14204012 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan tidak hanya bertanggungjawab kepada investor dan kreditor, tetapi juga

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan tidak hanya bertanggungjawab kepada investor dan kreditor, tetapi juga 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan sebagai salah satu pelaku ekonomi mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan perekonomian dan masyarkat luas, sehingga suatu perusahaan tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), juga aspek sosial dan lingkungan yang biasa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN (Kasus PT Indofarma Tbk. Cikarang, Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat) FACHRI AZHAR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai sebuah sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai sebuah sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan sebagai sebuah sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak dapat berdiri sendiri. Keberadaan perusahaan dalam lingkungan masyarakat membawa pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemanasan global telah menjadi berita sehari-hari sekarang. (Suartana,2010). Salah satu upaya tersebut terangkum dalam beragam

BAB I PENDAHULUAN. pemanasan global telah menjadi berita sehari-hari sekarang. (Suartana,2010). Salah satu upaya tersebut terangkum dalam beragam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu informasi yang sering diminta untuk diungkapkan perusahaan saat ini adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan.tanggung jawab sosial perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maraknya pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR),

BAB I PENDAHULUAN. Maraknya pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maraknya pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR), belakangan ini patut untuk dirayakan. Corporate Social Responsibility (CSR) memang sedang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan dapat dikatakan sebagai salah satu aktor ekonomi dalam satu wilayah, baik itu wilayah desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan negara. Sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program tanggung jawab sosial perusahaan atau lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang direkomendasikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada waktu itu istilah yang umum dikenal adalah Social Responsibility (SR), hal

BAB I PENDAHULUAN. pada waktu itu istilah yang umum dikenal adalah Social Responsibility (SR), hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejarah perkembangan CSR modern diawali pada tahun 1950-an dimana pada waktu itu istilah yang umum dikenal adalah Social Responsibility (SR), hal ini disebabkan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten)

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) NUR PUTRI AMANAH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan telah menjadi isu perkembangan utama perusahaan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi ditandai dengan perkembangan industri pada. umumnya. Perkembangan industri merupakan hasil dari perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi ditandai dengan perkembangan industri pada. umumnya. Perkembangan industri merupakan hasil dari perkembangan 18 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi ditandai dengan perkembangan industri pada umumnya. Perkembangan industri merupakan hasil dari perkembangan perusahaan yang pesat. Perusahaan

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan), yang dalam Pedoman ini disebut BADAN, adalah badan hukum publik yang dibentuk dengan

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG (Kasus: RT 005/002 Kampung Baru Selatan, Kecamatan Serpong Utara, Kabupaten Tangerang) SITI HANI RAHMANITA I34050585 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Berdasarkan UNFPA (2003) dalam Population and Development Strategies Series

BAB I PENDAHULUAN. 1 Berdasarkan UNFPA (2003) dalam Population and Development Strategies Series BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beberapa waktu dalam dasawarsa terakhir ini, konsep mengenai programprogram Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama kurun waktu 20-30 tahun terakhir ini, kesadaran masyarakat akan peran perusahaan dalam lingkungan sosial semakin meningkat. Banyak perusahaan besar

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER (Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia) ALWIN TAHER I34051845 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SOCIAL CAPITAL TERHADAP REPAYMENT RATE PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (Studi Kasus KBMT Wihdatul Ummah, Bogor) Oleh

ANALISIS PENGARUH SOCIAL CAPITAL TERHADAP REPAYMENT RATE PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (Studi Kasus KBMT Wihdatul Ummah, Bogor) Oleh 1 ANALISIS PENGARUH SOCIAL CAPITAL TERHADAP REPAYMENT RATE PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (Studi Kasus KBMT Wihdatul Ummah, Bogor) Oleh WAWAN KURNIA H14103116 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN DAN DAMPAK INTERNET DI KALANGAN MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Kasus Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekologi Manusia)

POLA PENGGUNAAN DAN DAMPAK INTERNET DI KALANGAN MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Kasus Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekologi Manusia) POLA PENGGUNAAN DAN DAMPAK INTERNET DI KALANGAN MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Kasus Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekologi Manusia) Oleh: Sushane Sarita A14203008 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY/CSR) SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT

ANALISIS TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY/CSR) SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT ANALISIS TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY/CSR) SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT (Studi Kasus Pengembangan Perekonomian Lokal Melalui Program Kemitraan PT ANTAM Tbk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (Studi Kasus Perusahaan Geothermal di Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat) LUSSI SUSANTI

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi Kasus Proyek Kesehatan, Pendidikan dan Ekonomi Pada Program Pengembangan Wilayah atau Area Development Program (ADP) di Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI Hubungan antara karakteristik peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan dalam

Lebih terperinci

Gender, Social Inclusion & Livelihood

Gender, Social Inclusion & Livelihood Gender, Social Inclusion & Livelihood LATAR BELAKANG KOMITMEN AWAL PEMBANGUNAN UTK MELIBATKAN SELURUH KOMPONEN BANGSA BAIK L/P DALAM PEMBANGUNAN Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender ditujukan untuk

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Corporate Social Responsibility 2.1.1.1 Konsep Corporate Social Responsibility Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) memiliki banyak definisi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT (Kasus: Program PHT Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon) LUKI SANDI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK

PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK (Kasus : Perokok Aktif di Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan, Kotamadya Jakarta Selatan) Oleh DYAH ISTYAWATI A 14202002 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY KAMPUNG SIAGA INDOSAT

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY KAMPUNG SIAGA INDOSAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY KAMPUNG SIAGA INDOSAT (Studi Kasus: RW 04, Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan) Oleh : YOHANA DESI FEBRIANA A14204047

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) pertama kali dikemukakan oleh Howard R. Bowen pada tahun 1953. Setelah itu,csr

Lebih terperinci

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN i EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN Kasus Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor Oleh : PARNAMIAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN. 1. Surat Tugas 2. Daftar hadir peserta pengabdian masyarakat 3. Materi pengabdian masyarakat 4. Foto kegiatan

LAMPIRAN. 1. Surat Tugas 2. Daftar hadir peserta pengabdian masyarakat 3. Materi pengabdian masyarakat 4. Foto kegiatan LAMPIRAN 1. Surat Tugas 2. Daftar hadir peserta pengabdian masyarakat 3. Materi pengabdian masyarakat 4. Foto kegiatan 25 26 27 28 PENGABDIAN PADA MASYARAKAT Peningkatan Kesadaran Hukum Pelaku Usaha Kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan suatu negara menjadi tanggung jawab semua insan yang berada di dalam negara tersebut, tidak terkecuali perusahaan ataupun industri, untuk mewujudkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap warga negara mempunyai tanggung jawab dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap warga negara mempunyai tanggung jawab dalam perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dalam rangka pembangunan nasional dalam suatu negara bukan merupakan tanggung jawab pemerintah saja. Setiap warga negara mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan ekonomi dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi, baik perorangan yang menjalankan perusahaan maupun badan-badan usaha, baik yang mempunyai kedudukan sebagai badan

Lebih terperinci

STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO

STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA (Kasus: Program Urban Masyarakat Mandiri, Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur) Oleh: DEVIALINA

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008) Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A 14204030 PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN AKUNTANSI SOSIAL PERUSAHAAN PADA PT. TEJA SEKAWAN COCOA INDUSTRIES SURABAYA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN AKUNTANSI SOSIAL PERUSAHAAN PADA PT. TEJA SEKAWAN COCOA INDUSTRIES SURABAYA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN AKUNTANSI SOSIAL PERUSAHAAN PADA PT. TEJA SEKAWAN COCOA INDUSTRIES SURABAYA SKRIPSI Diajukan oleh : MIRANTI DYAH DWI NURMAYANI 0713010045/FE/EA

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan dalam melakukan kegiatan operasinya selalu berusaha untuk memaksimalkan laba untuk mempertahankan keberlangsungannya. Dalam upaya memaksimalkan laba

Lebih terperinci

KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (Kasus pada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi)

Lebih terperinci

2014 KIROYAN PARTNERS. Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang.

2014 KIROYAN PARTNERS. Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang. . Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang. 1. CSR sama dengan community development 2. CSR sama dengan kedermawanan atau filantropi 3. CSR menyangkut aspek sosial semata-mata 4. CSR dilaksanakan oleh suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan atau dalam bahasa Inggris adalah enterprise terdiri dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan atau dalam bahasa Inggris adalah enterprise terdiri dari satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perusahaan atau dalam bahasa Inggris adalah enterprise terdiri dari satu atau lebih unit-unit usaha yang disebut pabrik. Perusahaan merupakan suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebuah perusahaan yang baik harus mampu mengontrol potensi finansial maupun potensi non finansial di dalam meningkatkan nilai perusahaan untuk eksistensi

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Perkembangan CSR (2) Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Indah Widowati, MP. Eko Murdiyanto, SP., M.Si. Pertemuan-4 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UPN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Corporate Social Responsibility (CSR) telah menjadi isu global yang fenomenal di dunia usaha atau bisnis, bahkan saat ini pengambilan keputusan ekonomi tidak

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

Kantor Perjuangan: Komplek Pemerintah Kota Bekasi, Jln. Ir. H. Juanda 100 Kota Bekasi Telepon/ Fax :

Kantor Perjuangan: Komplek Pemerintah Kota Bekasi, Jln. Ir. H. Juanda 100 Kota Bekasi Telepon/ Fax : Endorsed by: Supported by: Pemerintah Kota Bekasi Kadinda Kota Bekasi Kantor Perjuangan: Komplek Pemerintah Kota Bekasi, Jln. Ir. H. Juanda 100 Kota Bekasi Telepon/ Fax : 021 8801339 E-mail : bsr.@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, perusahaan merupakan salah satu bentuk organisasi yang memiliki tujuan. Salah satu tujuan perusahaan yaitu untuk memenuhi kepentingan para stakeholder.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal. Berpihaknya perusahaan kepada pemilik modal mengakibatkan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. modal. Berpihaknya perusahaan kepada pemilik modal mengakibatkan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah akuntansi yang berkembang pesat setelah terjadi revolusiindustri di Inggris (1760-1860), menyebabkan pelaporan akuntansi lebih banyak digunakan sebagai

Lebih terperinci

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER 1. Tentang Lahirnya PUG Pengarusutamaan Gender PUG secara formal diadopsi dalam Beijing Flatform For Action BPFA tahun yang menyatakan bahwa pemerintah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergeraknya kegiatan bisnis yang dilakukan. Penunjang tersebut berguna

BAB I PENDAHULUAN. bergeraknya kegiatan bisnis yang dilakukan. Penunjang tersebut berguna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berjalannya kegiatan usaha dari perusahaan di suatu negara akan melibatkan pihak-pihak atau lingkungan sekitarnya sebagai penunjang bergeraknya kegiatan bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama negara-negara berkembang, khususnya Indonesia. Ditambah lagi. baru yang memanfaatkan kawasan Free Trade Area dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. terutama negara-negara berkembang, khususnya Indonesia. Ditambah lagi. baru yang memanfaatkan kawasan Free Trade Area dalam tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi yang ditandai dengan adanya keterbukaan dan kebebasan mengakibatkan terjadinya perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama negara-negara berkembang,

Lebih terperinci

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMA Negeri di Kawasan Jakarta Selatan) ANGGA TAMIMI OESMAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi hubungan yang tidak harmonis antar perusahaan dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi hubungan yang tidak harmonis antar perusahaan dengan lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era yang serba modern ini, perkembangan bisnis dan persaingannya sangatlah ketat. Semua manajer ingin mengunggulkan perusahaannya dengan cara apapun agar

Lebih terperinci

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI 6.1 Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta Peran atau pembagian kerja tidak hanya terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan persaingan dan tantangan yang semakin ketat. Untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan persaingan dan tantangan yang semakin ketat. Untuk menghadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktek Lapangan Seiring perkembangan zaman yang sangat pesat pada saat ini, menimbulkan persaingan dan tantangan yang semakin ketat. Untuk menghadapi hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan. Keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability) hanya akan terjamin

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah) Oleh: SITI NURUL QORIAH A14204066 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR Oleh EVITA DWI PRANOVITANTY A 14203053 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah dicerminkan oleh besar kecilnya angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan PDRB Per Kapita. Kesehatan

Lebih terperinci

RANCANGAN PENILAIAN MANAJEMEN KINERJA BERDASARKAN KRITERIA MALCOLM BALDRIGE UNTUK KINERJA TERBAIK (STUDI DI PT. INDONESIA POWER) PROJEK AKHIR

RANCANGAN PENILAIAN MANAJEMEN KINERJA BERDASARKAN KRITERIA MALCOLM BALDRIGE UNTUK KINERJA TERBAIK (STUDI DI PT. INDONESIA POWER) PROJEK AKHIR RANCANGAN PENILAIAN MANAJEMEN KINERJA BERDASARKAN KRITERIA MALCOLM BALDRIGE UNTUK KINERJA TERBAIK (STUDI DI PT. INDONESIA POWER) PROJEK AKHIR Oleh: ANWAR YANUAR ISHAK NIM: 29106312 Program Magister Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada perubahan lingkungan yang menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam dunia industri. Makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan seringkali melatar belakangi perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan seringkali melatar belakangi perusahaan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ketatnya persaingan seringkali melatar belakangi perusahaan untuk menghalalkan segala cara untuk menekan biaya serendah-rendahnya dan meraih keuntungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini dunia usaha semakin berkembang pesat dan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini dunia usaha semakin berkembang pesat dan masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini dunia usaha semakin berkembang pesat dan masing-masing perusahaan beradu strategi dan inovasi untuk menarik konsumen. Persaingan ketat yang ini

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KEMENTERIAN BUMN TENTANG PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

KEBIJAKAN KEMENTERIAN BUMN TENTANG PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) KEBIJAKAN KEMENTERIAN BUMN TENTANG PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DISAMPAIKAN OLEH : ASDEP PEMBINAAN KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PADA ACARA RAKOR PENGUATAN KERJASAMA PENGELOLAAN PELUANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak atas single bottom line, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak atas single bottom line, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan bisnis semakin berkembang dari tahun ke tahun sesuai dengan perkembangan teknologi dunia yang semakin canggih. Salah satu kegiatan bisnis yang terus berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada perekonomian merupakan pelaku-pelaku ekonomi, baik pelaku. tidak lain yaitu masyarakat itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. pada perekonomian merupakan pelaku-pelaku ekonomi, baik pelaku. tidak lain yaitu masyarakat itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era sekarang ini, perekonomian suatu negara banyak sekali didukung dari berbagai pihak. Para pihak yang memberikan sumbangsihnya pada perekonomian merupakan

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN

DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN (Kasus di Sekitar Kawasan Pariwisata Kota Bunga, Desa Sukanagalih, Kecamatan Pacet,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci