BAB 2 LANDASAN TEORI
|
|
- Sucianty Sumadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan definisi, teori, dan kerangka berfikir yang dijadikan landasan penulis dalam melakukan penelitian berkaitan dengan gambaran emosi positif pada mahasiswa/i Bina Nusantara yang mengikuti semester pendek. Penjelasan yang akan diutarakan sepanjang bab dua ini antara lain adalah definisi dari EP dan unsur-unsur pembentuknya, tahapan dewasa muda. 2.1 Emosi Positif Definis Emosi Positif Emosi memiliki unsur perasaan, indrawi, pemikiran, dan tindakan (Seligman, 2002). Baumgardner (2010) mengatakan jika dievaluasi berdasarkan efek psikologis dan phisiologis, emosi dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu afek positif dan afek negatif. Afek positif mengacu pada emosi seperti: keriangan, kedamaian, kepuasan, dan kebahagiaan. Afek negatif mengacu pada emosi, seperti: amarah, takut, kesedihan, rasa bersalah, jijik, dan penghinaan. (hal. 39) Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa EP adalah suatu keadaan mental yang memiliki unsur perasaan, indrawi, pemikiran dan tindakan yang dapat menghasilkan afek-afek positif, seperti: keriangan, kedamaian, kepuasan, dan kebahagiaan. Sedangkan Emosi negatif [singkat EN] adalah kebalikannya, yaitu suatu keadaan mental yang memiliki unsur perasaan, indrawi, pemikiran dan tindakan yang dapat menghasilkan afek-afek negatif, seperti: amarah, takut, kesedihan, rasa bersalah, jijik, dan penghinaan. 8
2 2.1.2 Manfaat Emosi Positif Seligman (2002) mengatakan EP dapat membantu individu untuk memaknai hidupnya, memberikan kehidupan yang menyenangkan, karena kehidupan yang menyenangkan adalah hidup yang berhasil mendapatkan EP masa sekarang, masa lalu, dan masa depan. Kemudian EP akan mengerahkan kekuatan khas yang merupakan jalan alami untuk menuju kehidupan yang baik. Kehidupan yang baik adalah dimana individu menggunakan kekuatan personal untuk memperoleh gratifikasi semaksimal mungkin pada wilayah-wilayah utama kehidupan. Kehidupan yang baik sendiri merupakan sebuah komponen penting untuk membawa individu pada kehidupan yang bermakna. Kehidupan yang bermakna adalah menggunakan kekuatan khas dan kebajikan untuk melayani sesuatu yang lebih akbar dari diri sendiri. Jika individu dapat mengalami kedua kehidupan tersebut diatas, maka individu tersebut dapat mengalami kehidupan yang utuh. Kehidupan yang utuh adalah mengalami EP tentang masa lalu dan masa sekarang, menghayati perasaan positif dari kenikmatan, memperoleh banyak gratifikasi dengan cara mengerahkan kekuatan pribadi, dan menggunakan kekuatan ini untuk melayani sesuatu yang lebih akbar demi memperoleh makna hidup. (hal ) Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Alice Isen dan seorang mahasiswa Universitas Cornell (2000). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Estrada, dkk (dalam Seligman, 2002) ditemukan bahwa EP juga dapat membuat individu menjadi lebih kreatif dan mengalami lejitan intelektual. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa para partisipan tidak terjebak kedalam pembuatan kesimpulan prematur atau bentuk-bentuk pemrosesan intelektual (hal 46). EP membuat individu memiliki cara berfikir yang sama sekali berbeda dengan cara berpikir yang berasal dari EN. EP membuat individu 9
3 berpikir kreatif, toleran, konstruktif, murah hati, tidak defensif, dan lateral. Cara berpikir ini tidak berjalan dengan mendeteksi kesalahan karena tidak melakukan sesuatu, tetapi dengan mengasah kebajikan dari perbuatan. Cara berfikir individu dengan EP dan individu yang berfikir dengan EN bahkan mungkin timbul dibagian otak yang berbeda dan memiliki neurokimiawi yang berbeda pula (Davidson, 1999). Barbara (dalam Seligman, 2002) menemukan EP juga dapat menetralkan EN. Ostir (dalam Seligman, 2002) mengatakan bahwa EP melindungi individu dari kondisi-kondisi buruk yang mengiringi penuaan Pembagian Emosi Positif Seligman (2002) membagi EP menjadi tiga jenis dilihat dari masa waktunya, yaitu: EP yang ditujukan pada masa lalu, EP yang ditujukan pada masa depan, dan terakhir EP yang ditujukan pada masa kini. Perlu diketahui bahwa ketiga jenis EP ini berbeda dan tidak mesti berhubungan erat, karena ketiga EP ini terbentuk pada tiga masa waktu yang berbeda. Waktu adalah sebuah satuan yang terus berubah, bahkan tiap detiknya. Oleh sebab itu, penulis mendefinisikan; masa lalu sebagai satuan waktu yang telah dilalui individu, masa depan sebagai satuan waktu yang akan dilalui individu, dan masa kini adalah satuan waktu yang sedang dialami individu. Tentu saja, karena waktu yang terus dinamis dan pengalaman individu ditiga masa waktu tidak pernah sama. Maka sangat wajar jika individu memiliki pengalaman emosi yang bisa saja jauh berbeda dari tiap masa waktunya dan tidak memiliki hubungan yang erat. 10
4 Berdasarkan Seligman (2002) EP sendiri terdiri dari beragam emosi, misalnya: 1. Emosi Positif (masa lalu): puas, bangga, tenang, memaafkan, bersyukur, kesuksesan, kelegaan. 2. Emosi Positif (masa depan): optimisme, harapan, percaya diri, kepercayaan, keyakinan, kepercayaan. 3. Emosi Positif (masa kini): kenikmatan, kegembiraan, ekstase, rasa senang, flow, ketenangan, semangat, gratifikasi Masa Lalu Terdapat hubungan antara pikiran dan emosi yang menjadi perdebatan. Sesuai yang dibahas oleh Seligman (2005), penulis akan membahas dua sudut pandang mengenai hubungan antara pikiran dan emosi tentang masa lalu. Emosi tentang masa lalu bisa meliputi: kelegaan, kepuasan, dendam, kegetiran, dan lain-lain. Pandangan pertama oleh kalangan Freudian klasik mengatakan, bahwa isi pikiran disebabkan oleh emosi dan hal ini ditegaskan oleh Teasdale. Menurut Teasdale 1997 (dalam Seligman, 2002) hal ini terjadi karena pada saat individu mengalami depresi, lebih mudah baginya untuk mengenang pengalaman atau kenangan yang menyedihkan dari pada kenangan yang membahagiakan. Emosi negatif inilah yang kemudian mendorong pikiran untuk bergerak kearah negatif pula. (Seligman, 1970). menemukan bahwa, muntah dan mual menciptakan kebencian akan cita rasa makanan terakhir yang dimakan, bahkan walaupun individu tersebut tahu bahwa yang menjadi penyebab muntah bukan makanan tersebut (hal ). 11
5 Pandangan kedua disampaikan sekitar tiga puluh tahun lalu saat revolusi psikologi kognitif terjadi. Ditegaskan oleh Aaron T. Beck (dalam Seligman, 2002), pakar teori terkemuka tentang terapi kognitif, bahwa emosi selalu ditimbulkan oleh kognisi, bukan sebaliknya. Pikiran tentang hal negatiflah yang kemudian menciptakan emosi negatif. Contohnya: pikiran tentang bahaya menimbulkan ketakutan, pikiran tentang kehilangan menimbulkan kecemasan. Pada individu yang mengalami depresi pikirannya didominasi oleh interpretasi negatif yang berujung pada pemunculan emosi negatif. Dua pandangan yang sangat berbeda, namun ditemukan bahwa ternyata keduanya terkadang saling berganti peran (Seligman, 2002).Interpretasi individu tentang apa yang terakhir dia rasakan dari pengalamannya merupakan faktor penting dalam menanggapi apa yang dialaminya. Poin terpentingnya agar individu mampu melalui masa lalu dengan EP adalah memiliki kepuasan akan masa lalu dan tidak terpenjara didalamnya. Pemahaman negatif dan penghayatan yang tidak memadai tentang masa lalu merupakan kunci EN pada masa lalu. Terlalu menekan peristiwa buruk juga merupakan biang keladinya. Ada dua cara untuk membawa emosi-emosi tentang masa lalu ini keranah kelegaan dan kepuasan. Memiliki EP bersyukur dan EP memaafkan adalah cara yang paling menjanjikan. Bersyukur menambah penghayatan dan pemahaman terhadap peristiwa baik pada masa lalu dan menulis ulang sejarah dengan disertai rasa maaf dan kegetiran peristiwa buruk (dan bahkan bisa mengubah kenangan buruk menjadi kenangan indah). 12
6 Memaafkan Memaafkan adalah kesediaan untuk menetralkan kenangan negatif. Fincham & Kashdan, 2004; McCullough, Pargament, & Thoresen, 2000; McCullough & Witvliet, 2002; Worthington, 1998 (dalam Baumgarder, 2010) memaafkan dapat menurunkan efek dari amarah dan rasa ingin balas dendam. Rasa marah dan benci dibuat oleh perasaan pribadi yang bisa merusak hubungan dan memenjarakan individu dalam penumbuhan emosi negatif yang obsesif terhadap pelaku. Memaafkan bukanlah melupakan atau membiarkan memori tentang pelaku menghilang. Hingga saat ini belum ditemukan cara untuk meningkatkan secara langsung proses melupakan dan menekan memori buruk. Ditambah lagi, upaya untuk menekan pemikiran negatif merupakan suatu upaya yang kontra-produktif, karena hanya akan membuat individu terus teringat hal yang ingin dilupakan (Wegner & Zanakos, 1994). Memaafkan juga berbeda dengan rekonsiliasi, karena tidak dibutuhkan persetujuan dari kedua belah pihak (McCullough & Witvliet, 2002). Fincham & Kashdan, 2004; McCullough et al., 2000; McCullough & Witvliet, 2002; Peterson & Seligman, 2004 (dalam Baumgardner, 2010) belum ada definisi konsensus tentang memaafkan, karena memaafkan sendiri masih sangat bersifat subjektif. Oleh karena atu-satunya cara untuk menata ulang EN tentang masa lalu adalah dengan memaafkan (Seligman, 2002). Sebuah tindakan yang membiarkan masa lalu tetap utuh, tetapi EN yang telah dirasakan ditransofrmasikan. penulis mendefinisikan memaafkan sebagai kesediaan untuk menetralkan kenangan negatif. Memaafkan tidak selamanya dapat menstransformasi EN menjadi EP, tapi setidaknya selalu mampu mengubah EN menjadi netral, dan dengan demikian memungkinkan individu untuk memperoleh kepuasan hidup yang lebih besar. 13
7 Memaafkan memiliki perasaan positif dan tindakan nyata terhadap pelaku atau setidaknya tidak memiliki EN terhadap kenangan tersebut. Memaafkan tidak mengarah pada penghapusan, melainkan memberikan kesan baru terhadap kenangan. Didapati bahwa memaafkan menurunkan amarah, stress berkurang, optimisme bertambah, kesehatan meningkat, kesediaan untuk memaafkan bertambah, dan efek-efek tersebut dapat diukur Harris et al. (dalam Seligman, 2002) Bersyukur Bersyukur merupakan penerimaan terhadap masa lalu yang diwujudkan dengan rasa terima kasih akan segala sesuatu yang telah diterima. Penelitian membuktikan bahwa bersyukur menghasilkan EP yang dapat membuat individu merasa bahagia, damai, dan mau berpendapat (Bono et al., 2004; Emmons, & McCullough, 2004). Rasa bersyukur dapat ditunjukan dengan mengucapkan terima kasih setiap harinya. EP bersyukur akan lebih kuat jika jasa/keuntungan/pertolongan yang diterima diperoleh secara cuma-cuma dan saat pemberi pertolongan mengorbankan sesuatu (Emmons & Shelton, 2002). Bersyukur juga disertai dengan perilaku membalas budi sebagai tanda bahwa apa yang telah dilakukan penolong merupakan hal yang berarti baginya. Dari penelitian yang dilakukan oleh Robert Emmons & Mike McCullough (2002) yang menugaskan secara acak individu-individu untuk membuat jurnal harian selama dua minggu. Sebagian ditugasi mencatat kejadian yang mereka syukuri, yang lainnya mencatat kejadian mengganggu, atau sekadar peristiwa hidup biasa. Hasilnya, pada kelompok tang bersyukur, kegembiraan, kebahagiaan, dan kepuasan hidup bertambah. 14
8 Masa Depan EP tentang masa depan antara lain optimisme, harapan, percaya diri, kepercayaan, keyakinan, kepercayaan. Diantara EP tersebut, optimisme dan harapanlah yang paling sering menjadi tema penelitian dan pembahasan empiris (Seligman 2002). Seligman (Baumgardner, 2010) Optimisme dan harapan memberikan daya tahan lebih baik dalam menghadapi depresi, memberikan kinerja yang lebih tinggi, dan kesehatan fisik menjadi lebih baik. Dengan pertimbangan diatas, peneliti memilih untuk berfokus pada optimisme dan harapan Optimisme Seligman (2002) mengatakan optimis adalah pemikiran atau ekspektasi positif terhadap masa depan. Individu yang optimis merupakan individu yang dapat melihat peluang yang ada, memiliki pandangan positif, mengacu pada fakta logis, percaya diri, dan bisa menghadapi tantangan. Sedangkan individu pesimis merupakan individu yang memiliki pandangan negatif, melihat apa yang tidak tersedia, meragukan kemampuan diri, dan mudah menyerah(baumgardner, 2010). Berdasarkan dimensinya, Seligman (2002) membagi optimisme menjadi dua: 1. Optimisme Permanen 2. Optimisme Pervasif Seligman (2002) menjelaskan individu yang mudah menyerah percaya bahwa penyebab kejadian-kejadian buruk yang menimpa mereka bersifat permanen, kejadian buruk itu akan terus berlangsung, selalu hadir mempengaruhi hidup mereka. Individu yang melawan ketidak berdayaan percaya bahwa penyebab kejadian buruk itu bersifat sementara. Jika individu memikirkan 15
9 hal-hal yang buruk dengan kata selalu dan tidak pernah disertai ciri-ciri yang menyertainya, individu tersebut memiliki gaya pesimistis yang permanen. Jika individu berpikir dalam istilah kadang-kadang dan akhir-akhir ini, menggunakan kata sifat, dan menyalahkan hal-hal yang sementara sifatnya, individu tersebut mempunyai gaya optimistis. Individu yang percaya peristiwa baik memiliki penyebab yang permanen lebih optimistis dari pada mereka yang percaya bahwa penyebabnya temporer. Individu yang optimistis menerangkan peristiwa dengan mengaitkannya dengan penyebab permanen, contohnya watak dan kemampuan. Orang yang pesimistis menyebutkan penyebab sementara seperti suasana hati dan usaha. Individu yang meyakini bahwa peristiwa baik memiliki penyebab permanen, ketika berhasil, mereka berusaha lebih keras lagi pada kali berikutnya. Orang-orang yang menganggap peristiwa baik disebabkan oleh alasan temporer mungkin menyerah bahkan ketika berhasil, karena mereka percaya itu hanya suatu kebetulan. Orang yang paling bisa memanfaatkan keberhasilan dan terus bergerak maju begitu segala sesuatu mulai berjalan dengan baik adalah orang yang optimis (hal ). 1. Optimis Pervasif. Optimis pervasif berkaitan dengan masalah ruang. Terdapat dua jenis optimis pervasif, yaitu universal dan spesik (Seligman 2002). Dalam menjelaskan kegagalan, individu yang optimis universal akan mengaitkannya dengan seluruh aspek kehidupan, sedangkan optimis spesifik hanya mengaitkannya dengan satu aspek kehidupan. Seligman (2002) mengatakan bahwa dimensi permanen menentukan berapa lama seseorang menyerah, penjelasan permanen atas kejadian buruk menghasilkan ketidakberdayaan yang berlangsung lama dan 16
10 penjelasan temporer menghasilkan kelenturan. Dimensi pervasif menentukan apakah ketidak berdayaan melebar ke banyak situasi atau terbatas pada wilayah asalnya saja. Gaya penjelasan optimistis atas peristiwa baik berlawanan dengan penjelasan optimis atas peristiwa buruk. Orang yang optimistis percaya bahwa peristiwa baik akan meningkatkan apapun yang dia lakukan, sedangkan orang yang pesimistis yakin bahwa peristiwa baik disebabkan oleh factor tertentu (hal ) Harapan Harapan adalah kepercayaan bahwa hal yang diinginkan akan terjadi. Harapan merupakan salah satu tabiat positif manusia yang dapat memberikan kekuatan untuk menghadapi cobaan. Harapan berevolusi dari optimisme kedalam bentuk yang lebih besar guna mempertahankan kelangsungan hidupnya. Seligman (2002) menjelaskan, bahwa menemukan penyebab permanen dan universal dari peristiwa baik serta menemukan penyebab temporer dan spesifik untuk musibah, adalah seni harapan. Sedangkan menemukan penyebab permanen dan universal dari peristiwa buruk serta penyebab temporer dan spesifik untuk peristiwa baik, adalah perilaku putus asa. Peristiwa buruk dapat diterangkan melalui cara tanpa harapan atau penuh harapan, seperti contoh berikut in Tanpa harapan: Saya bodoh, laki-laki memang penindas Penuh harapan: Suasana hati suami saya lagi jelek 17
11 Begitu pula dengan peristiwa baik: Tanpa harapan: Saya beruntung, Dosen saya sedang senang Penuh harapan: Saya berbakat, Individu yang membuat penjelasan permanen dan universal untuk kejadian baik, begitu pula penjelasan temporer dan spesifik untuk kejadian buruk, dengan cepat pulih kembali dan dengan mudah kembali melangkah begitu mereka mendapatkan sebuah keberhasilan. Individu yang memberikan penjelasan temporer dan spesifik untuk keberhasilan, serta penjelasan permanen dan universal untuk kegagalan, cenderung kolaps ketika terkena tekanan, keduanya dalam waktu lama dan menyebar keberbagai dimensi, dan jarang kembali aktif (hal )z Masa Sekarang EP tentang masa sekarang antara lain: kenikmatan, kegembiraan, ekstase, rasa senang, flow, ketenangan, semangat, gratifikasi. EP tentang masa sekarang bersifat lahiriah dan batiniah. EP yang bersifat lahiriah bersifat sementara dan dirasakan secara indrawi, sedangkan EP yang bersifat batiniah bertahan lebih lama dan memerlukan interpretasi secara kognitif. EP tentang masa sekarang yang meliputi seluruh unsur batiniah adalah kenikmatan dan EP yang merupakan puncak dari unsur lahiriah adalah gratifikasi, oleh karena itu peneliti memutuskan untuk berkonsentrasi terhadap dua buah EP tersebut Kenikmatan Kenikmatan adalah kesenangan yang memiliki komponen indrawi yang jelas dan komponen emosi yang kuat, yang disebut oleh parah filsuf sebagai perasaan-perasaan dasar (raw feels): Ekstase, gairah, orgasme, rasa senang, riang, ceria, dan nyaman (Seligman, 2002). Untuk mengetahui sesuatu 18
12 membawa kenikmatan atau tidak, hal tersebut tidak perlu diajarkan, karena itu EP jenis ini hanya membutuhkan sedikit interpretasi. Kenikmatan ini mencakup kelima sistem indrawi: meraba, mengecap, menggerakan tubuh, melihat, dan mendengarkan. Kenikmatan hanya bertahan sementara dan sensasi saat pertamakali merasakan kenikmatan yang sama tidak seperti sensasi berikutnya, hal ini terjadi karena terjadi proses pembiasaan. Contoh dari kenikmatan adalah makan, mendengarkan musik, mandi, dan lain-lain Gratifikasi Gratifikasi adalah keadaan menyenangkan yang mengikuti pencapaian hasrat (Seligman, 2002). Kriteria pendefinisian gratifikasi juga meliputi ketiadaan perasaan, hilangnya kesadaran diri, dan keterhanyutan total. Gratifikasi datang dari kegiatan yang sangat kita sukai yang ditopang oleh kekuatan dan kualitas individu, tetapi tidak mesti disertai oleh perasaan-perasaan dasar. Gratifikasi membuat individu terbuai dalam hal yang sedang dilakukannya. Gratifikasi bertahan lebih lama dari pada kenikmatan dan melibatkan lebih banyak pemikiran dan interpretasi. Gratifikasi dibentuk oleh kekuatan diri dan kualitas khas individu. Gratifikasi merupakan keterserapan individu pada kegiatan yang benar-benar ingin dilakukan dan dapat membuat seseorang mencapai sebuah pertumbuhan psikologis. Individu cenderung memilih kenikmatan dari pada gratifikasi, hal itu disebabkan karena gratifikasi membutuhkan usaha yang lebih banyak dan juga memiliki resiko. Contohnya: individu lebih memilih untuk jalan-jalan ke mall ketimbang berlatih judo. Jalan-jalan ke mall merupakan kegiatan tanpa usaha lebih dan tanpa resiko untuk gagal, dibandingkan berlatih judo. Gratifikasi merupakan tantangan, oleh karena itu terbuka kemungkinan untuk gagal. 19
13 Mike (dalam Seligman, 2002) mengatakan: Kenikmatan adalah sumber motivasi yang kuat, tetapi tidak menghasilkan perubahan; kenikmatan adalah kekiuatan konservatif yang membuat kita ingin memenuhi kebutuhan, meraih kenyamanan dan relaksasi. Sebaliknya, gratifikasi tidak selalu terasa nikmat dan terkadang bisa betul-betul membuat tegang. Seorang pendaki gunung mungkin menghadapi resiko nyaris membeku, kelelahan luar biasa, jatuh ke jurang tak berdasar, tetapi dia tidak akan menginginkan berada di tempat lain. Meminum cocktail di bawah pohon kelaoa di tepi samudra biru memang menyenangkan, tetapi tidak sebanding dengan kesenangan yang di puncak yang membeku itu. Uraian diatas menunjukan bahwa gratifikasi menyediakan kesenangan yang lebih besar dan bertahan lama, namun lebih sukar untuk diperoleh dibandingkan kenikmatan. Individu yang memiliki gratifikasi akan memiliki kekuatan dan kualitas kehidupan yang lebih utuh. 2.2 Kerangka Berpikir Gambar 2.1 Kerangka berpikir Hasil penelitian Seligman menunjukan bahwa memiliki EP dapat menambah kemampuan menghadapi peristiwa buruk. Dilakukan pengukuran untuk mengetahui tingkat EP pada mahasiswa/i Bina Nusantara yang sedang mengikuti semester pendek. Hasil dari Survey dengan schedule menunjukan bahwa mahasiswa/i Bina Nusantara tidak memiliki EP jika prestasi akademisnya buruk. 20
BAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan sering digunakan sebagai sinonim untuk kesejahteraan lansiatif dalam literatur psikologi. Hampir tanpa kecuali, kebahagiaan menjadi kata pengganti
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi profil subjek, hasil, analisis, dan data tambahan penelitian. 4.1 Profil Subjek Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i Bina Nusantara yang sedang mengikuti
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. A. Tingkat Syukur Penyandang Cacat Netra. aspek syukur, dengan prosentase sebesar 73%. Sedangkan yang berada pada
BAB V PEMBAHASAN A. Tingkat Syukur Penyandang Cacat Netra Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyandang cacat netra di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang berada pada tingkat tinggi untuk aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang pada dasarnya berusaha untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan merupakan sebuah kebutuhan dan telah menjadi sebuah kewajiban moral. Biasanya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir semua bidang kehidupan berkembang sangat pesat. Berkembangnya berbagai bidang kehidupan
Lebih terperincijuga kelebihan yang dimiliki
47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang diinginkan,
Lebih terperinciKARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK
Karakteristik Guru sebagai Pembimbing di Taman Kanak-kanak 127 KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK Penata Awal Guru adalah pembimbing bagi anak taman kanak-kanak. Proses tumbuh kembang
Lebih terperinciPENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak
PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya senantiasa selalu mendambakan kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini kota besar masih memiliki daya tarik bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah kegiatan perekonomian dan pendidikan yang menyebabkan banyak
Lebih terperinciEMOSI DAN SUASANA HATI
EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang
Lebih terperinci5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)
Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman semakin dibutuhkan pula individu yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi individu tercermin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker serviks menempati terbanyak kedua di seluruh dunia yang mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi penyebab kanker terbanyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
BAB II TINJAUAN TEORI A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Kebahagiaan dalam hidup adalah suatu hal yang menjadi harapan di dalam kehidupan banyak orang, bahkan sepertinya semua orang mendambakan kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bidang yang penting dan perlu mendapatkan perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat dari golongan ekonomi kelas atas saja, tapi juga sudah masuk kedalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Narkoba khususnya di Indonesia saat ini penyebarannya sudah hampir merata di seluruh lapisan masyarakat. Narkoba kini bukan hanya disalahgunakan oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2000 diperoleh data bahwa jumlah lansia (kaum lanjut usia) mencapai 15,8 juta jiwa atau 7,6%. Sementara itu populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang
Lebih terperinciAngket Optimisme. Bayangkan anda mengalami situasi yang tergambar dalam setiap. persoalan, walaupun untuk beberapa situasi mungkin anda belum pernah
LAMPIRAN Lampiran 1 Angket Optimisme Bayangkan anda mengalami situasi yang tergambar dalam setiap persoalan, walaupun untuk beberapa situasi mungkin anda belum pernah mengalaminya. Pilihlah salah satu
Lebih terperinci: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog
Nama : Rifdaturahmi NPM : 16512334 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji
Lebih terperinciPENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing
PENGANTAR Konflik dalam Pernikahan Pernikahan melibatkan dua individu yang berbeda dan unik, baik dari kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing pasangan menuntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dianggap penting. Melalui pendidikan, individu dapat belajar. pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pendidikan telah menjadi suatu kebutuhan dan dianggap penting. Melalui pendidikan, individu dapat belajar mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan darah tinggi > 140/90 mmhg selama beberapa minggu dan dalam jangka waktu yang lama (Sarafino,
Lebih terperinci3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?
Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) merupakan tahap terakhir dari tahapan perkembangan manusia. Didalam masyarakat, masa lansia sering diidentikkan dengan masa penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak selalu ada kebutuhan untuk dikasihi dan merasakan bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. Keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitas
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan- Nya. Dalam kehidupan ini secara alamiah manusia mempunyai daya tarik menarik antara satu individu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Membicarakan tentang pendidikan memang tidak ada habisnya. Tidaklah heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur menunjukkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Flow Akademik 1. Definisi Flow Akademik Menurut Bakker (2005), flow adalah suatu keadaan sadar dimana individu menjadi benar-benar tenggelam dalam suatu kegiatan, dan menikmatinya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN MOTIVASI BELAJAR MELALUI OPTIMISME MASA DEPAN PADA SISWA SMP N 2 JENAWI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN MOTIVASI BELAJAR MELALUI OPTIMISME MASA DEPAN PADA SISWA SMP N 2 JENAWI TESIS Oleh : ANTON FAJAR HIDAYAT Q 100 040 087 PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fase perkembangannya memiliki keunikan tersendiri. Papalia (2008) menyebutkan bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas suatu hal tentang remaja adalah suatu yang menarik karena dalam setiap fase perkembangannya memiliki keunikan tersendiri. Papalia (2008) menyebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerolehan proses belajar di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah salah satu masalah yang terjadi dalam
Lebih terperinciREVITALISASI USAHA PEDAGANG KLITHIKAN PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006 di DIY (Tinjauan Aspek psikologis)
REVITALISASI USAHA PEDAGANG KLITHIKAN PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006 di DIY (Tinjauan Aspek psikologis) Oleh: Kartika Nur Fathiyah, M.Si Disampaikan dalam acara seminar tentang Revitalisasi Usaha Pedagang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi
Lebih terperinciLATAR BELAKANG. diekspresikan pada waktu yang salah dapat mengurangi kinerja karyawan. Tetapi ini tidak emosional ke tempat kerja setiap hari.
EMOSI DAN SUASANA HATI Prof. Dr. Umi Narimawati, M.Si. LATAR BELAKANG Adanya keyakinan bahwa segala jenis emosi bersifat mengganggu. Mereka beranggapan bahwa emosi negative yang kuat khususnya sn kemarahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pada umumnya dalam menyokong pembangunan suatu negara.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang dan masyarakat pada umumnya dalam menyokong pembangunan suatu negara. Namun, pada saat ini banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIK
BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah golongan intelektual yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi dan diharapkan nantinya mampu bertindak sebagai pemimpin yang terampil,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Menurut Suryabrata (2006), variabel diartikan sebagai segala sesuatu
27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Menurut Suryabrata (2006), variabel diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Jadi, variabel adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Pengertian Pemaafan Pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada umumnya memiliki harapan dengan memiliki tubuh yang selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang terjadi
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH
HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH NASKAH PUBLIKASI Diajukan oleh: ARRIJAL RIAN WICAKSONO F 100 090 117 Kepada : FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Subjective Well Being Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan eudaimonic dan kebahagiaan hedonis. Istilah eudaimonic berasal dari bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
Lebih terperinciIMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS
IMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS Part 6 Edy Prihantoro Universitas Gunadarma Pokok Bahasan Understanding your communication style Building high self esteem (self esteem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan
Lebih terperinciSITUASI SULIT SAAT MEMFASILITASI
SAAT MEMFASILITASI 1 81 1 82 BAB 4 Teknik Menangani Situasi Sulit Saat Memfasilitasi Bayangkan situasi sulit apa yang bisa dihadapi seorang fasilitator infomobilisasi saat mengelola kegiatan kelompok atau
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana Psikologi S-1 Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan tugas pemerintah untuk menciptakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan tugas pemerintah untuk menciptakan keadilan (Pembukaan UUD 1945 alinea IV). Pembangunan nasional diwujudkan melalui berbagai
Lebih terperinci( ) Perguruan Tinggi lulus / tidak lulus, semester
76 1. Memiliki anak cerebral palsy yang bersekolah di YPAC : YA / TIDAK 2. Pendidikan terakhir ibu, beri tanda silang (X) : ( ) SD lulus / tidak lulus, kelas ( ) SMP lulus / tidak lulus, kelas ( ) SMA
Lebih terperinciKEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA
KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat
Lebih terperinciANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.
Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 4-9 4 ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER Ali Rachman* ABSTRAK Kecemasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak yang sepenuhnya tergantung pada orangtua, ke masa remaja yang ditandai oleh pencarian identitas
Lebih terperinciKonsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com
Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com Krisis merupakan suatu titik balik yang memungkinkan individu untuk tumbuh dan berkembang, atau menyebabkan dirinya merasa tidak puas, gagal, dan kehidupannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode untuk mendisiplinkan anak. Cara ini menjadi bagian penting karena terkadang menolak untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan maupun perusahaan, baik di Indonesia maupun diluar negeri. Definisi asuransi menurut
Lebih terperinciBAGAIMANA MENGENAL DIRI ANDA
BAGAIMANA MENGENAL DIRI ANDA DENGAN LEBIH BAIK ERIK HADI SAPUTRA 1 BELAJAR MENGENALI DIRI ANDA MEMERLUKAN SATU SIFAT YANG SANGAT PENTING : KEJUJURAN 2 CITRA DIRI 1. CITRA TUBUH SOSOK YANG NYATA. KONKRET
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.
BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan ini, tentunya seseorang pasti pernah mengalami beberapa masalah. Sesuatu dirasakan atau dinilai sebagai suatu masalah ketika kenyataan
Lebih terperinciIDENTITAS RESPONDEN. Umur :.
LAMPIRAN 76 IDENTITAS RESPONDEN Isilah identitas Anda dengan lengkap pada kolom yang telah disediakan untuk nama diperbolehkan menggunakan inisial/disingkat. Nama :. Umur :. A. Petunjuk Pengisian Dalam
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal
HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa menjadi ibu dengan memiliki seorang anak di dalam kehidupannya. Anak merupakan anugerah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang pendek yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal manusia hadir di muka bumi, yang menjadi perbincangan manusia adalah mengenai kehidupannya. Manusia lahir di dunia ini sebagai seorang bayi, lalu tumbuh
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. ekspresi emosi pada keempat suku tersebut baik di rumah sendiri maupun di
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum terdapat perbedaan
Lebih terperinciLAMPIRAN A-1 SKALA DEPRESI PADA REMAJA
LAMPIRAN A-1 SKALA DEPRESI PADA REMAJA A. IDENTITAS Kelas : B. PETUNJUK PENGISIAN SKALA 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian kerjakan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan
Lebih terperinciTerapi Kognitif dan Perilaku Untuk Penderita Hipomania dan Mania
Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Danperawat pendamping Terapi Kognitif dan Perilaku Untuk Penderita Hipomania dan Mania Oleh: TirtoJiwo,
Lebih terperinci15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional
15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam barang serta jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu sangat penting bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa mengandung dan bersalin adalah masa yang penting bagi seorang wanita.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa mengandung dan bersalin adalah masa yang penting bagi seorang wanita. Keadaan persalinan adalah keadaan di mana masa hamil, melahirkan dan penanganan pada
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa memang ada beberapa individu yang memfokuskan diri pada aspek sipiritual yang juga sekaligus kaya akan emosi positif dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membuat perubahan hidup positif adalah sebuah proses multi tahapan yang dapat menjadi kompleks dan menantang. Pengalaman emosi marah, benci, dan kesedihan yang terjadi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan berkelanjutan dalam
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional 2.1.1 Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional sangat penting dalam kehidupan karena pada hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan
Lebih terperinci