BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Kemampuan Menulis a. Hakikat Kemampuan Menulis Terdapat empat keterampilan berbahasa yang terbagi menjadi dua, yaitu keterampilan berbahasa lisan meliputi keterampilan mendengarkan (menyimak) dan keterampilan berbicara, sedangkan keterampilan berbahasa tulis meliputi keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Tarigan (2008: 1) menjelaskan bahwa tiap-tiap keterampilan tersebut memiliki hubungan yang erat. Pada umumnya, keterampilan berbahasa diperoleh atau dikuasai melalui suatu urutan yang teratur, yaitu pada masa kecil, seseorang belajar mendengarkan atau menyimak bahasa sehari-hari di lingkungan sekitar, berbicara dengan mengungkapkan apa yang dikenalnya, kemudian baru belajar membaca dan menulis. Pendapat lain disampaikan oleh Zainurrahman (2011: 2) yang menyatakan bahwa di antara keterampilan berbahasa lain, menulis merupakan keterampilan yang tidak dikuasai oleh setiap orang, apalagi menulis dalam konteks akademik (academic writing), seperti menulis esai, karya ilmiah, laporan penelitian, dan lain sebagainya. Pernyataan tersebut searah dengan pendapat Musaba (2012: 24), yang menyampaikan bahwa keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang biasanya dikuasai paling akhir oleh seseorang. Menulis berarti mengungkapkan pikiran, perasaan, pengalaman, dan hal lain melalui tulisan. Modal dasar yang dimiliki dalam kegiatan menulis adalah memiliki banyak ide, ilmu pengetahuan, dan pengalaman. Di samping modal dasar tersebut, seorang penulis harus menguasai banyak perbendaharaan kata untuk menyampaikan ide, pengetahuan, serta pengalaman yang dimiliki (Kusumaningsih dkk, 2013: 66). Ketika seseorang mempunyai sebuah gagasan, kemudian hendak menuangkannya 10

2 11 ke dalam sebuah tulisan, banyak hambatan yang akan muncul. Adapun senjata penulis ialah tulisan itu sendiri. Kelihaian dan kecekatan penulis dalam memainkan tulisan inilah yang akan menentukan kalah atau menang dalam peperangan ide tersebut (Lasa, 2011: 5). Pendapat lain disampaikan oleh Dalman (2014: 3) yang mengungkapkan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan komunikasi berupa penyampaian informasi secara tertulis kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis sebagai medianya. Tanpa memiliki pengetahuan atau informasi yang banyak, tulisan siswa memiliki kecenderungan berputar-putar di sekitar hal-hal yang sama (monoton). Berbeda dengan siswa yang mempunyai latar belakang informasi yang luas akan merasa mudah meramu tulisannya dengan berbagai referensi dan ilmu yang dimiliki sebelumnya sehingga hal-hal yang dituangkan dalam sebuah tulisan menarik dan komunikatif. Melihat hal tersebut siswa diharapkan mampu dan terampil dalam menghasilkan tulisan yang baik. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Andayani (2009: 29) bahwa untuk menghasilkan tulisan yang baik, seorang penulis hendaknya memiliki tiga keterampilan dasar, meliputi: 1) berbahasa, yaitu keterampilan menggunakan ejaan, tanda baca, pembentukan kata, pemilihan kata serta penggunaan kalimat yang efektif; 2) penyajian, yaitu keterampilan pembentukan dan pengembangan paragraf, merinci pokok bahasan dan sub pokok bahasan ke dalam susunan yang sistematis; 3) perwajahan, yaitu keterampilan pengaturan tipografi dan pemanfaatan sarana tulis dan efektif, tipe huruf dan penjilidan, penyusunan tabel. Ketiga keterampilan dasar yang harus dimiliki penulis tersebut, tentu diimbangi dengan keterampilan menyimak, membaca serta berbicara dengan baik. Keraf (2010: 38) menyatakan bahwa syarat tulisan yang baik di antaranya harus: mengandung pokok pikiran, kesatuan gagasan, kohesi dan koherensi atau keterpaduan yang baik dan kompak, serta penalaran baik induktif maupun deduktif.

3 12 Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, kemampuan menulis adalah alat komunikasi pasif yang digunakan untuk mengungkapkan ide, gagasan, dan pendapat kepada orang lain melalui proses latihan terus-menerus disertai dengan praktik yang teratur dengan melibatkan penalaran dan menggunakan bahasa tulis sehingga pesan dapat diterima dan dipahami oleh pembaca. b. Tujuan Menulis Suatu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan menuangkan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan tidak terlepas dari tujuan yang ingin dicapai. Tujuan utama menulis adalah sebagai alat komunikasi secara tidak langsung. Penulis dan pembaca dapat berkomunikasi melalui tulisan. Pada prinsipnya menulis adalah menyampaikan pesan penulis kepada pembaca, sehingga pembaca memahami maksud yang dituangkan atau yang disampaikan melalui tulisan tersebut (Kusumaningsih dkk, 2013: 67). Pendapat lain disampaikan oleh Dalman (2014: 13 14) yang menyampaikan bahwa ditinjau dari sudut kepentingan pengarang menulis memiliki beberapa tujuan, yaitu: tujuan penugasan, tujuan estetis, tujuan penerangan, tujuan pernyataan diri, tujuan kreatif, dan tujuan konsumtif. 1) Tujuan Penugasan Tujuan penugasan dilakukan penulis karena adanya tugas. Misalnya, para pelajar yang mendapatkan tugas dari guru untuk menulis sebuah karangan dengan tujuan untuk memenuhi tugas. Bentuk tulisan ini biasanya berupa makalah, laporan, atau karangan bebas. 2) Tujuan Estetis Tujuan estetis dilakukan penulis dengan memperhatikan kata yang dipilih guna memperindah tulisan. Misalnya, sastrawan pada umumnya menulis dengan tujuan untuk mencapai sebuah keindahan (estetis) dalam sebuah puisi, cerpen, maupun novel. Untuk itu penulis pada umumnya memerhatikan benar pilihan kata atau diksi serta penggunaannya gaya bahasa.

4 13 3) Tujuan Penerangan Tujuan penerangan dilakukan penulis untuk menyampaikan informasi penting pada pembaca. Dalam hal ini, informasi yang dibutuhkan pembaca dapat berupa politik, ekonomi, pendidikan, agama, sosial, maupun budaya. Sebagai contoh misalnya, surat kabar maupun majalah merupakan salah satu media yang berisi tulisan dengan tujuan penerangan. 4) Tujuan Pernyataan Diri Tujuan pernyataan diri dilakukan penulis dengan tujun untuk memperkenalkan diri kepada pembaca. Misalnya, menulis surat pernyataan untuk tidak melakukan pelanggaran. Menulis surat perjanjian juga termasuk menulis dengan tujuan untuk menegaskan tentang apa yang telah diperbuat. 5) Tujuan Kreatif Tujuan kreatif dilakukan penulis dengan mengembangkan tulisan. Misalnya, dalam mengembangkan penokohan, melakukan setting yang ada di dalam cerita. Menulis sendiri sebenarnya selalu berhubungan dengan proses kreatif, terutama dalam menulis karya sastra, baik itu berbentuk puisi maupun prosa. 6) Tujuan Konsumtif Tujuan konsumtif dilakukan penulis untuk memperoleh kepuasan pada diri sendiri dan lebih diutamakan dri pada pembaca. Ada kalanya sebuah tulisan diselesaikan untuk dijual dan dikonsumsi oleh para pembaca. Dalam hal ini, penulis lebih mementingkan kepuasan pada diri pembaca. Penulis lebih berorientasi pada bisnis. Salah satu bentuk tulisan ini adalah novel-novel yang populer. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, tujuan menulis ialah untuk menuangkan ide dan gagasan guna memberikan informasi dengan berbagai macam tujuan yang ingin dicapai dari penulis kepada pembaca melalui tulisan. Tujuan-tujuan menulis tersebut,

5 14 merupakan kegiatan kreatif yang mempunyai banyak makna tergantung dengan kepentingan dan motif yang ingin dicapai. Berkaitan dengan kegiatan menulis ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, di antaranya adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Bagheri dan Behzad (2012) dari Iran yang meneliti tentang pembinaan menulis yang baik akan mempengaruhi kualitas komunikasi lisan siswa dengan judul An Investigation of the Effect of Journal Writing on EFL Learners Oral Production. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas, perlu adanya usaha pembinaan terhadap siswa. Artinya, guru selaku pembimbing harus memiliki pemahaman yang baik terhadap psikologi siswa dalam belajar. Guru harus memilih metode dan media yang tepat dalam pembelajaran. Selain itu, penelitian ini mendorong siswa untuk lebih berkomunikasi secara efektif dengan guru mereka dan teman sekelas. Jadi, motivasi yang diberikan guru merupakan salah satu faktor perkembangan kemampuan menulis. Semakin seorang memiliki kemampuan menulis yang baik, maka kesuksesan dapat diperoleh dengan mudah. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada peran guru sebagai motivator dari luar siswa. Adanya keuntungan yang akan diperoleh seorang siswa jika dirinya rajin berlatih menulis, hal tersebut dianggap sebagai faktor bagi siswa untuk terus rajin berlatih menulis. Kemampuan menulis yang baik akan mempengaruhi kualitas komunikasi lisannya. Perbedaannya terdapat pada tujuan yang ingin dicapai Bagheri dan Behzad yaitu dengan pembinaan menulis yang baik dapat mempengaruhi kualitas komunikasi lisan dalam bahasa Inggris sedangkankan peneliti di sini kualitas komunikasi lisan yang ingin dicapai adalah dalam bahasa Jawa. Penelitian yang dilakukan Bhushan (2014) dari India dengan judul Fostering Writing and Critical Thinking through Dialogue Journal juga dipandang relevan dengan penelitian ini. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bhusnan peran guru ialah memotivasi siswa untuk menulis dalam bahasa Inggris. Dalam pembelajaran bahasa Inggris peserta didik terdapat

6 15 praktik berbicara sehingga dalam usaha mencapai kefasihan lisan menulis secara bebas merupakan kesempatan mengembangakan pemikiran kritis tanpa takut sedang dikoreksi dan mengeksplorasi pemikiran mereka sebelum diskusi kelas. Persamaan dengan penelitian ini, yaitu selain guru sebagai motivator dalam pembelajaran, terdapat kesamaan objek yang diteliti, yaitu meneliti tentang kemampuan menulis dalam mencapai kefasihan berbahasa. Berlatih menulis merupakan salah satu cara untuk mengeksplorasi ide dan gagasan. Perbedaan dalam penelitian ini, yaitu Bhusnan menggunakan kemampuan menulis untuk mencapai kefasihan berbahasa dalam bahasa Inggris sedangkan peneliti di sini menggunakan kemampuan menulis digunakan untuk mencapai kefasihan berbahasa dalam bahasa Jawa. 2. Dialog a. Hakikat Dialog Dalam bahasa Jawa istilah lain dialog adalah pacelathon. Oleh karena itu antara dialog, pacelathon maupun percakapan memiliki makna yang sama. Ketiga istilah tersebut merupakan komunikasi antara dua orang atau lebih. Hardjana (2006: 49 50) menyampaikan bahwa dialog merupakan percakapan antara para tokoh di dalam sebuah cerita, yang mencerminkan pikiran dan pendapat. Dialog tidak boleh dilupakan ketika seseorang akan mengarang karena merupakan unsur penting yang membuat cerita menjadi memikat dan lebih hidup ketika dibaca. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Marahimin (2004: 104) yang mengungkapkan bahwa dialog merupakan percakapan antara tokohtokoh di dalam narasi. Berbeda dengan film yang beberapa menit dapat meluncur tanpa adanya dialog karena penghayatan penonton dibantu dengan gerak. Emzir dan Saifur (2015: 265) menyampaikan bahwa ada dua hal yang harus dipenuhi dalam dialog, yaitu: (1) dialog harus dapat mempertinggi gerak; dan (2) dialog harus baik dan bernilai tinggi. Pendapat lain disampaikan oleh Rokhmansyah (2014: 42) yang menyampaikan bahwa dialog

7 16 merupakan mimetik (tiruan) dari kehidupan keseharian. Dialog dalam drama ada yang realistis komunikatif, tetapi ada juga yang tidak realistis (estetik, filosofis, dan simbolik). Diksi dialog disesuaikan dengan karakter tokoh dalam cerita. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Waluyo (2002: 20 21) yang mengungkapkan bahwa ciri khas suatu drama adalah naskah berbentuk cakapan atau dialog. Dalam menyusun dialog, pengarang harus memperhatikan pembicaraan para tokoh dalam kehidupan sehari-hari. Ragam bahasa yang digunakan oleh para tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis. Dialog juga harus bersifat estetis, artinya memiliki keindahan bahasa dan bersifat filosofis yang mampu mempengaruhi keindahan. Hal ini disebabkan kenyataan yang ditampilkan dipentas harus lebih indah dari kenyataan yang benarbenar terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hardjana (2006: 50) menerangkan bahwa dialog yang dilakukan dengan baik mempunyai beberapa fungsi, antara lain: 1) dialog dapat membuat cerita lebih hidup dan lancar untuk dibaca; 2) dialog mampu menggugah perasaan pembaca untuk menghayati suasana di dalam cerita; 3) dialog dapat memberikan petunjuk tentang watak dan sifat tokoh cerita; dan 4) dialog seringkali dapat digunakan untuk menggambarkan sebuah situasi atau peristiwa yang sulit jika digambarkan melalui cerita narasi. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dialog, percakapan, atau pacelathon merupakan komunikasi yang berbentuk aktivitas kerja sama berupa interaksi komunikatif yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk saling bertukar informasi, menyampaikan gagasan, dan berbagi prinsip-prinsip umum yang membuat mereka dapat saling menginterpretasikan ujaran-ujaran yang mereka hasilkan guna mencapai tujuan tertentu. b. Langkah-Langkah Menulis Dialog Menulis dialog bukan hal yang mudah, karena dialog yang dibuat harus dapat menggambarkan suatu keadaan yang terjadi di dalam cerita. Apabila ceritanya lucu, maka dialog yang dibuat harus dapat menceritakan

8 17 kelucuan cerita sehingga orang yang membaca atau mendengar dialog dapat tertawa. Apabila ceritanya sedih maka dialog yang dibuat harus mampu membuat orang yang membaca atau mendengar dialog dapat menangis. Sanggoro (2007: 36) mengungkapkan langkah-langkah membuat dialog, yaitu: 1) menentukan masalah atau topik yang akan diperbincangkan dalam percakapan; 2) menentukan tokoh-tokoh yang akan melakukan percakapan, 3) memerhatikan penggunaan tanda baca misalnya: titik dua (:); tanda petik (... ), tanda titik (.), tanda koma (,); dan tanda baca lainnya yang diperlukan dalam penulisan teks percakapan. Suwarna (2009: ) menyampaikan bahwa ditinjau dari peran masing-masing partisipan dialog dipilah menjadi tiga, yaitu: 1) dialog berimbang merupakan dialog yang pembagian peran partisipannya mempunyai kesempatan yang sama; 2) dialog dominasi merupakan dialog yang salah satu mendominasi peran dari pada pelaku lainnya; 3) dialog humor merupakan dialog yang sifatnya lucu dan santai. Menurut Hardjana (2003: 105) yang mengungkapkan untuk dapat mengadakan dialog yang mendatangkan hasil, orang-orang yang mengadakan sebaiknya: 1) mengerti benar makna, maksud, dan tujuan yang memiliki kecakapan untuk melaksanakan; 2) mempunyai pendidikan dan pengetahuan yang setaraf mengenai topik yang dijadikan bahan dialog; 3) mempunyai kehendak baik untuk mencari kebenaran, bersikap terbuka, tidak memihak dan tidak berprasangka; 4) menciptakan suasana damai dan senang, jauh dari emosi dan rasa superior; 5) menyampaikan gagasan dengan jelas, semangat, tetapi dengan nada enak dan bijak; dan 6) keseluruhan dialog hendaknya bersikap jujur, tulus, tidak manipulatif, mencari-cari kelemahan rekan dialog. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkanan bahwa menulis dialog merupakan kegiatan menuangkan ide dan gagasan dengan memperhatikan langkah-langkah penting yang terkait misalnya, tema, tokoh, dan tanda baca. Selain itu, dialog yang dibuat disesuaikan dengan peran partisipan supaya dialog dapat mendatangkan hasil sehingga tujuan dari dialog tersebut dapat tersampaikan.

9 18 3. Unggah-Ungguh Basa a. Hakikat Unggah-Ungguh Basa Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang mengenal adanya tingkat tutur atau unggah-ungguh basa. Bahasa Jawa juga merupakan bahasa ibu yang memiliki nilai-nilai luhur, karena menjunjung tinggi kesopansantunan dalam berhubungan, baik berbicara maupun bertingkah laku dengan orang lain. Mengenalkan sopan santun pada anak sangat penting, karena dalam keseharian anak melakukan interaksi sosial dengan lingkungannya. Supartinah dalam jurnal yang berjudul Peran Pembelajaran Unggah-Ungguh Bahasa Jawa dalam Penanaman Nilai Sopan Santun di Sekolah Dasar yang menyampaikan bahwa, bahasa Jawa mengajarkan dan menanamkan nilai sopan santun kepada peserta didik, yang dapat digunakan sebagai modal dasar untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Hal tersebut menjadi sangat penting, karena di dalam lingkungan tersebut terjadi interaksi dengan orang lain dan diperlukan cara berperilaku yang benar untuk menjaga kesopansantunan. Nilai kesopansantunan tersebut salah satunya dapat dipelajari dari mata pelajaran bahasa Jawa, yaitu dalam materi unggah-ungguh bahasa Jawa yang mengajarkan kesantunan bertutur dan kesopanan dalam bertingkah laku. Sutardjo (2008: 16) mengungkapkan bahwa unggah-ungguh di sini maksudnya ialah kaidah tata bahasa menurut tatakrama yang berlaku. Tata krama tersebut dapat digunakan misalnya, ketika berkomunikasi dengan orang lain harus memperhatikan tindhak-tandhuk maupun tingkah laku baik ucapan maupun patrap. Undha-usuk merupakan variasi-variasi bahasa yang perbedaan antara satu dan lainnya ditentukan oleh perbedaan sikap santun yang ada pada diri pembicara terhadap mitra bicara. Unggah-ungguh basa digunakan untuk menjaga kesopansantunan dalam menjalin hubungan ketika berkomunikasi sebagai wujud adanya rasa saling menghormati dan mengahargai orang lain. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Dwiraharjo (2001: 67) yang menjelaskan bahwa unggah-ungguh adalah

10 19 tingkah laku berbahasa menurut adat sopan santun masyarakat yang menyatakan rasa menghargai atau mengormati orang lain. Purwadi, Mahmudi, dan Setijaningrum (2005: 14) menyatakan bahwa ketika seseorang berbicara selain memperhatikan kaidah tata bahasa, juga masih harus memperhatikan siapa orang yang diajak berbicara sehingga kata-kata atau bahasa yang ditujukan pada orang lain itu baik, itulah yang disebut unggah-ungguh basa. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Andayani (2011: 84) yang mengungkapkan unggahungguh basa merupakan perangkat aturan yang digunakan oleh pemakai bahasa Jawa dengan tujuan memelihara rasa saling menghargai atau saling menghormati kepada orang lain dalam berbahasa yang tampak pada 1) sikap serta tingkah laku; 2) tutur bahasa yang tercermin dalam pemilihan kata; dan 3) pembentukan kalimat serta lagu bicara. Dari pendapat di atas, dapat simpulkan bahwa unggah-ungguh basa merupakan kaidah yang ada pada masyarakat Jawa dalam bertutur kata atau bertingkah laku dengan memperhatikan penutur dan lawan tutur serta melihat situasi dengan tujuan menjaga kesopansantunan untuk saling menghormati serta menghargai orang lain. Mengenalkan unggah-ungguh bahasa Jawa kepada anak berpengaruh terhadap perkembangan yang diperoleh pada periode berikutnya hingga masa dewasa dan secara praktis dapat membiasakan anak untuk berperilaku sopan. b. Tingkatan Unggah-Ungguh Basa Tingkat tutur atau unggah-ungguh basa digunakan dengan tujuan untuk menjaga kesopansantunan ketika berkomunikasi dengan mempertimbangkan orang yang menjadi lawan tutur/mitra tutur. Sutardjo (2008: 16) menyampaikan bahwa unggah-ungguh basa juga sering disebut undha-usuk, tingkat tutur, tingkat ujaran, atau speech level. Pendapat lain disampaikan oleh Poedjosoedarmo (Dwiraharjo, 2001: 37 38) yang menyebutkan bahwa tingkat tutur merupakan variasi bahasa yang perbedaannya ditentukan oleh anggapan penutur dan relasinya dengan orang

11 20 yang diajak bicara. Relasi yang dimaksud dapat bersifat akrab, sedang, berjarak, menaik, mendatar atau menurun. Padmasoesastra (Sutardjo, 2008: 20) mengungkapkan bahwa telah membagi unggah-ungguh basa menjadi enam, di antaranya: 1) basa ngoko terdiri dari ngoko lugu dan ngoko andhap (antya basa dan basa antya); 2) basa krama terdiri dari wredha krama, mudha krama dan kramantara; 3) krama inggil; 4) krama desa; 5) basa kedhaton (basa bagongan); dan 6) basa kasar. Dwirahardjo (2001: 39) mengungkapkan pembagian jenis tingkat tutur yang terlalu banyak akan membingungkan. Pembagian tersebut tidak menguntungkan, baik secara teoritis maupun praktis. Pendapat lain disampaikan oleh Poedjosoedarmo (Dwirahardjo, 2001: 39) yang menyampaikan bahwa tingkat tutur dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tingkat tutur yang berbentuk krama, madya, dan ngoko. Pendapat tersebut sejalan dengan pernyataan yang disampaikan Sutardjo (2008: 20) bahwa unggah-ungguh basa memiliki tiga tingkatan yaitu ngoko, madya, dan krama. Unggah-ungguh basa ini yang mempunyai makna dan tujuan untuk mewujudkan sopan santun dalam bab bahasa (linguistic etiquette), yang terbagi menjadi tiga jenis, di antaranya: 1) low honorifics, yaitu sopan santun yang diartikan rendah (andhap); 2) middle honorifics, yaitu sopan santun yang berada ditengah; dan 3) high honorifics, yaitu sopan santun yang tinggi (sangat menghormati). Harjawiyana & Supriya (2001: 4) menyampaikan bahwa tingkatan bahasa Jawa dibagi menjadi dua macam, yaitu bahasa ngoko dan krama. Bahasa ngoko masih dibagi menjadi dua macam, yaitu: bahasa ngoko biasa (disebut bahasa ngoko) serta bahasa ngoko alus, yang terdiri atas bahasa ngoko disertai kata-kata krama inggil untuk lebih menghormati orang yang diajak berkomunikasi atau orang yang sedang dibicarakan. Kemudian bahasa krama juga masih dibagi menjadi dua macam, yaitu bahasa krama biasa (disebut bahasa krama) dan bahasa krama alus, yang disertai kata-kata krama inggil untuk lebih menghormati orang yang diajak berkomunikasi atau orang yang sedang dibicarakan. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Sasangka (2009: ) yang

12 21 menegaskan bahwa secara emik unggah-ungguh dibagi menjadi dua bentuk, yaitu bentuk ngoko dan bentuk krama, sedangkan secara etik unggahungguh bahasa Jawa terdiri atas ngoko lugu dan ngoko alus; krama lugu dan krama alus. Berikut ini penjelasan mengenai tingkatan unggah-ungguh basa yaitu ragam ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu dan krama inggil. 1) Ragam Ngoko Sasangka (2009: 102) menjelaskan bahwa ragam ngoko merupakan bentuk unggah-ungguh dari bahasa Jawa yang menjadi unsur inti adalah leksikon ngoko, bukan leksikon lain. Afiks yang muncul berbentuk ngoko (misalnya di-, -e, dan -ake). Ragam ngoko digunakan oleh orang yang sudah akrab, oleh mereka yang merasa dirinya lebih tinggi status sosialnya daripada lawan bicara (mitra wicara). Ragam ngoko terbagi menjadi dua yaitu ngoko lugu dan ngoko alus. a) Ngoko Lugu Sasangka (2009: ) menjelaskan bahwa ngoko lugu merupakan bentuk unggah-ungguh dari bahasa Jawa yang semua kosa katanya berbentuk ngoko dan netral, tanpa terselipkan krama, krama inggil, atau krama andhap, baik untuk O2, O2, maupun O3. Ragam ini bisa disebut murni ngoko, baik awalan dan akhiran semuanya ngoko dan tidak boleh diubah ke bentuk lainnya. Ragam ngoko lugu, digunakan oleh orang yang sudah akrab, oleh seseorang yang umurnya lebih tua kepada yang umurnya lebih muda, oleh seseorang yang status jabatan/sosialnya lebih tinggi dan digunakan untuk berbicara dengan dirinya sendiri/monolog. Berikut contoh dari ngoko lugu: (1) Yen mung kaya ngono wae, aku mesthi ya bisa! (Jika cuma seperti itu saja, dia pasti bisa!) (2) Dhik tulung aku tukokke gula kanggo nggawe wedang kopi! (Dik, saya belikan gula untuk membuat kopi!)

13 22 b) Ngoko Alus Sasangka (2009: ) menjelaskan bahwa ngoko alus merupakan bentuk unggah-ungguh dari bahasa Jawa yang di dalamnya bukan hanya terdiri atas leksikon ngoko dan netral, namun juga terdiri atas leksikon krama inggil, krama andhap, dan krama. Leksikon krama inggil, krama andhap, atau leksikon krama dalam ragam ini hanya digunakan untuk menghormati mitra wicara (O2 atau O3) dan jumlahnya hanya terbatas pada kata benda (nomina), kata kerja (verba), atau kata ganti orang (pronomina). Ragam ngoko alus digunakan oleh orang yang muda kepada orang tua karena menghargai, oleh orang tua kepada yang lebih muda karena menghargai, teman yang status/pangkat sama tetapi terbiasa menghargai. Berikut contoh dari ngoko lugu: (1) Budhe mengko arep tindak karo sapa? (Budhe nanti akan pergi dengan siapa?) (2) Panjenengan sida arep ngejak adhik apa ora, Mas? (Anda jadi mengajak adik atau tidak, Kak?) 2) Ragam Krama Sasangka (2009: ) menjelaskan bahwa ragam krama merupakan bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang menjadi unsur inti dalam ragam krama adalah leksikon krama, bukan leksikon lain. Afiks yang muncul berbentuk krama (misalnya, afiks dipun-, -ipun, dan -aken). Ragam krama digunakan oleh mereka yang belum akrab dan oleh mereka yang merasa dirinya lebih rendah status sosialnya daripada lawan bicara. Ragam krama terbagi menjadi dua, yaitu krama lugu dan krama alus. a) Krama Lugu Sasangka (2009: ) menjelaskan bahwa istilah lugu pada krama lugu tidak didefinisikan seperti lugu pada ngoko lugu. Makna lugu pada ngoko lugu mengisyaratkan makna bahwa bentuk leksikon yang terdapat di dalam unggah-ungguh tersebut semuanya

14 23 ngoko. Lugu dalam krama lugu tidak diartikan sebagai suatu ragam yang kosakatanya terdiri atas leksikon krama, tetapi digunakan untuk menandai suatu ragam yang kosakatanya terdiri atas leksikon krama, madya, netral, dan/atau ngoko serta dapat ditambah leksikon krama inggil atau krama andhap. Secara semantis ragam krama lugu merupakan suatu bentuk ragam kehalusannya rendah. Masyarakat awam menyebut ragam ini dengan sebutan ragam krama madya. Ragam krama lugu digunakan antara lain oleh orang sebaya tetapi belum akrab, oleh orang yang baru kenal, oleh orang tua kepada yang lebih muda tetapi belum akrab. Berikut ini contoh krama lugu: 1) Bu, reginipun tigan sekilo punika pinten? (Bu, harga telur satu kilo berapa?) 2) Bank ngriki boten saged ngijoli dhuwit dholar. (Bank di sini tidak bisa untuk menukar uang dolar). b) Krama Alus Sasangka (2009: 119) menjelaskan bahwa krama alus merupakan bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang seluruh kosakatanya terdiri atas leksikon krama dan dapat ditambah dengan leksikon krama inggil atau krama andhap. Leksikon inti dalam ragam ini leksikon berbentuk krama. Leksikon madya dan leksikon ngoko tidak pernah muncul dalam tingkat tutur ini. Selain itu, leksikon krama inggil atau krama andhap secara konsisten selalu digunakan untuk penghormatan terhadap mitra wicara. Secara semantis, ragam krama alus dapat berupa bentuk ragam krama yang kehalusannya tinggi. Ragam krama alus digunakan oleh orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, oleh orang yang statusnya lebih rendah kepada statusnya lebih tinggi, orang yang usianya lebih tua kepada orang yang status sosialnya lebih tinggi. Berikut ini contoh krama alus:

15 1) Kula rencangipun Mbak Ela. Menawi saged, kula badhe pinanggih. (Saya teman Mbak Ela. Jika bisa, saya akan bertemu) 2) Arta punika dipunlintokaken wonten bank ingkang dumunung ing kitha (Uang ini ditukarkan di bank yang berada di kota). Sutardjo (2008: 32) menyampaikan bahwa setiap tingkatan tutur memiliki penggunaan yang berbeda, berikut merupakan penggunaan tataran unggah-ungguh basa: 1) ragam ngoko digunakan untuk berkomunikasi antara anak dengan anak, teman seumuran yang memiliki kedudukan yang sama dan sudah akrab, penutur tua dari lawan tutur yang lebih muda, penutur lebih tinggi kedudukannnya dari lawan tutur, cerita yang ada dalam karangan dan prosa, serta orang yang berbicara dengan dirinya sendiri; 2) ragam krama digunakan untuk berkomunikasi antara penutur yang belum kenal dengan lawan tutur tau lawan tutur kelihatan lebih tua atau pangkatnya lebih tinggi dari pada penutur, penutur dan lawan tutur seumuran tetapi belum akrab, penutur umurnya lebih tua tetapi pangkat lawan tutur lebih tinggi, penutur dan lawan tutur memiliki pangkat yang sama serta penutur lebih muda umurnya dari lawan tutur. c. Faktor yang Mempengaruhi Unggah-ungguh Basa Orang Jawa memperhatikan unggah-ungguh, subasita atau tata krama, untuk menjaga kesopasantunan ketika menjalin hubungan sebagai tanda menghormati dan menghargai orang lain. Menurut Haryawiyana & Supriya (2001: 13-14) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan unggah-ungguh basa yang digunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain. 1) Faktor umur Dalam menjalin hubungan dengan orang lain, faktor umur dapat mempengaruhi unggah-ungguh basa. contohnya: anak kecil yang berkomunikasi dengan orang yang dewasa menggunakan bahasa Jawa ragam krama, dan orang yang lebih muda yang berkomunikasi dengan orang lebih tua menggunakan bahasa Jawa ragam krama. 24

16 25 2) Faktor yang ada hubungannya dengan kekerabatan (peprenahan) Dalam menjaga kesopansantuan faktor kekerabatan berpengaruh pada unggah-ungguh, subasita, dan tata krama yang digunakan ketika menjalin hubungan sebagai wujud menghormati orang lain. Contohnya: adik yang menghormati kakak, anak yang menghormati bapak lan ibu (tiyang sepuh), cucu yang menghormati kakek & nenek, dan keponakan yang menghormati paman dan bibi, dsb. 3) Faktor derajat pangkat Seseorang yang mempunyai derajat pangkat atau jabatan yang lebih tinggi akan lebih dihormati oleh orang lain. Contohnya: seorang murid yang menghormati guru, pegawai yang menghormati pimpinan, dan warga dalam suatu perkumpulan yang menghormati ketua. 4) Faktor derajat semat Seseorang yang mempunyai derajat lebih tinggi akan lebih dihargai oleh orang lain. Contohnya: orang yang mempunyai harta, orang yang mempunyai tanah yang luas dan orang yang mempunya gaji yang besar. 5) Faktor darah atau keturunan (trah) Seseorang yang terlahir dari keturunan bangsawan atau orang yang mempunyai gelar akan lebih hargai ketika menjalin hubungan dengan orang lain. Contohnya: sebutan raden ajeng dan raden mas akan lebih dihargai. 6) Faktor kualitas pribadi (luhuring pribadi) Seseorang yang mempunyai kualitas diri yang bagus akan lebih dipandang dan diperlakukan dengan baik. Contohnya: orang yang pintar yang mempunyai gelar, para pahlawan, ahli budaya, ahli seni, dan para ngulama akan lebih dihargai oleh orang lain. 7) Faktor tingkat keakraban (tetepangan) Dalam menjalin hubungan dengan orang lain tingkat keakraban berpengaruh pada unggah-ungguh basa yang digunakan. Seseorang

17 26 yang berkomunikasi dengan orang yang belum kenal, belum terlalu akrab, atau baru menjalin hubungan biasanya akan lebih dihormati dari pada seseorang yang sudah terbiasa atau sudah lama dikenalnya. 8) Faktor lainnya. Faktor lain tidak menutup kemungkinan seseorang akan lebih dihormati tergantung pada situasi dan kondisi faktor lain yang mempengaruhinya. 4. Media Pembelajaran Kartu Tokoh a. Hakikat Media Pembelajaran Arsyad (2014: 3) mengungkapkan bahwa kata media berasal dari bahasa Latin medius, secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Disamping sebagai sistem atau pengantar, media atau mediator menurut Fleming (Sukiman, 2012: 28) diartikan sebagai penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Dengan istilah mediator, media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar peserta didik dan isi pelajaran. Anitah (2009: 5 6) berpendapat media adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pembelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Gerlach & Ely (Arsyad, 2014: 3) yang mengatakan bahwa media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Guru, buku teks, dan lingkungan sekolah dapat diartikan sebagai media. Pendapat lain disampaikan oleh Sanaky (2009: 4) yang menyampaikan bahwa media pembelajaran merupakan sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

18 27 Secara lebih khusus, Arsyad (2014: 3) mengungkapkan bahwa media dalam proses belajar mengajar dapat diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun informasi visual atau verbal. Pendapat lain disampaikan Smaldino dkk. (Anitah, 2009: 5) yang mengatakan bahwa media adalah alat komunikasi dan sumber informasi. Dikatakan media pembelajaran, bila segala sesuatu tersebut membawakan pesan untuk suatu tujuan pembelajaran. Pendapat lain juga disampaikan oleh Sukiman (2012: 28) yang mengungkapkan bahwa media pembelajaran digunakan untuk menyalurkan segala sesuatu misalnya, menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan peserta didik sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan suatu sarana atau alat yang terlihat secara fisik yang berfungsi untuk menyalurkan informasi, pengetahuan, keterampilan, atau pesan dari pemberi informasi (guru) kepada penerima pesan (siswa) sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. b. Manfaat Media Pembelajaran Kehadiran media dalam proses pembelajaran mempunyai arti yang cukup penting, karena media pembelajaran merupakan alat perantara yang memudahkan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Sanaky (2009: 5) mengungkapkan manfaat media pembelajaran, di antaranya: 1) bagi pengajar, yaitu memudahkan pedoman untuk mencapai tujuan pembelajaran yang terstruktur, terkendali dan membantu kecermatan dalam penyajian materi yang dapat membangkitkan percaya diri bagi pengajar sehingga meningkatkan kualitas pengajaran; dan 2) bagi siswa, yaitu meningkatkan motivasi karena variasi belajar yang baru, dan memudahkan untuk belajar karena media memberikan informasi dengan merangsang kemudian menciptakan kondisi belajar tanpa tekanan sehingga dapat siswa

19 28 memahami materi melalui media pembelajaran yang disajikan oleh pengajar. Sudjana dan Rifai (Sukiman, 2012: 43) mengemukakan bahwa, beberapa manfaat media pembelajaran, di antaranya: 1) pembelajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik; 2) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya; 3) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak sematamata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru; dan 4) peserta didik dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang dilakukan tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain. Pendapat tersebut sejalan dengan pernyataan Arsyad (2014: 29) yang menyatakan bahwa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar, yaitu: 1) media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi; 2) media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak; 3) media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu; 4) media pembelajaran dapat meningkatkan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa di lingkungan sekitar. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran dapat menarik perhatian, menumbuhkan motivasi, dan mempermudah pemahaman yang akan mempertinggi proses belajar peserta didik serta memudahkan guru dalam menyampaikan materi sehingga menambah variasi pembelajaran yang diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar dan mencapai tujuan pembelajaran sehingga peserta didik tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga. c. Klasifikasi Media Pembelajaran Beraneka macam jenis media pembelajaran dalam proses belajar mengajar ditentukan oleh suatu tujuan pembelajaran yang akan atau ingin dicapai. Anitah (2009: 2) mengklasifikasikan media pembelajaran menjadi tiga, yaitu: 1) media visual yang terdiri dari media visual yang tidak diproyeksikan dan media visual yang diproyeksikan; 2) media audio; dan

20 29 3) media audio-visual. Pendapat lain disampaikan oleh Soemarsono (2007: 73) yang mengelompokan media pembelajaran menjadi enam kelompok, di antaranya: 1) media asli dan tirunan; 2) media grafis; 3) media proyeksi (proyeksi diam dan proyeksi gerak); 4) media dengar; 5) media pandang; dan 6) media cetak. Bretz (Sukiman, 2012: 44 45) yang mengklasifikasikan media pembelajaran berdasarkan unsur pokoknya, yaitu suara, visual (berupa gambar, garis, dan simbol), dan gerak. Disamping itu, membedakan antara media siar (telecommunication) dan media rekam (recording). Dengan demikan, Bretz mengelompokkan menjadi delapan kategori, yaitu: 1) media audio visual gerak; 2) media audio visual diam; 3) media audio semi gerak; 4) media media visual gerak; 5) audio visual diam; 6) media semi gerak 7) media audio; dan 8) media cetak. Pendapat lain disampaikan oleh Thomas (Soemarsono, 2007: 72) yang mengklasifikasikan media pembelajaran berdasarkan tiga jenjang pengalaman, yaitu: 1) pengalaman melalui dari benda asli sebagai contoh: kereta api, bola dan gajah; 2) pengalaman dari benda tiruan sebagai contoh: model, gambar dan film; dan 3) buku, majalah, dan piringan hitam. Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa, beraneka ragam media pembelajaran ditentukan oleh tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Klasifikasi atau pengelompokkan media pembelajaran dapat memperjelas perbedaan tujuan penggunaan, fungsi, dan kemampuan yang dibutuhkan sehingga dapat dijadikan acuan dalam memilih media yang sesuai dalam proses pembelajaran. d. Bentuk Media Kartu Tokoh Media kartu tokoh merupakan media grafis yang termasuk media visual berbentuk gambar. Sanaky (2009: 69) mengatakan bahwa, media grafis termasuk media visual yang berfungsi menyalurkan pesan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan, salah satu contohnya adalah gambar atau foto. Media kartu tokoh merupakan tiruan dari kehidupan nyata

21 30 sehingga sebagai tiruan peralatan yang menyertai selayaknya yang digunakan manusia pada umumnya. Dalam penelitian ini, kartu yang digunakan mirip seperti kartu remi tetapi sudah dimodifikasi menjadi kartu tokoh yang berisi berbagai macam tokoh dengan variasi usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan dilengkapi dengan sifat, latar, serta judul yang ditentukan. Media kartu tokoh digunakan untuk memberikan suatu inovasi dan variasi pada proses pembelajaran menulis dialog sesuai unggah-ungguh basa yang diharapkan dapat mempermudah guru dalam menyampaikan materi dan dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil pembelajaran pada siswa. Bentuk media kartu tokoh dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2 1) Bagian Depan Gambar 1. Bentuk Kartu Tokoh Bagian Depan (Sumber: yonassnevert.blogspot.co.id)

22 31 2) Bagian Belakang Gambar 2. Bentuk Kartu Tokoh Bagian Belakang Berdasarkan bentuk gambar 1 dan gambar 2, diketahui bahwa gambar 1 merupakan bentuk bagian depan dari kartu tokoh. Sementara itu, gambar 2 merupakan bentuk bagian belakang dari kartu tokoh. Terdapat dua warna kartu tokoh yaitu berwarna merah dan ungu. Desain yang berwarna merah merupakan kartu tokoh yang berisi gambar orang tua sedangkan kartu tokoh yang didesain dengan warna ungu adalah kartu tokoh yang berisi gambar anak-anak. Perbedaan desain warna tersebut, dipilih supaya dapat membedakan siswa yang mendapatkan kartu tokoh sebagai orang tua dan siswa yang mendapatkan kartu tokoh sebagai anak-anak. Perbedaan desain warna juga dipilih untuk menambah variasi kartu tokoh supaya lebih menarik. Tidak hanya desain warna yang berbeda, bentuk kartu tokoh bagian depan juga berisi berbagai macam tokoh dengan variasi profesi yang ada berdasarkan peran di masyarakat, misalnya: dokter, guru, siswa, petani, polisi, dan sebagainya.

23 32 e. Kelebihan Media Kartu Tokoh Kelebihan media kartu tokoh dapat dilihat sebagai berikut: 1) Mudah dibawa: media kartu tokoh ini tergolong kecil karena berukuran seperti kartu remi dapat simpan di tas bahkan saku, dan tidak membutuhkan ruang yang luas sehingga dapat digunakan di mana saja baik di dalam kelas ataupun luar kelas. 2) Praktis: kartu tokoh dapat dilihat dari cara pembuatan dan cara penggunaanya yang sangat praktis tidak membutuhkan keahlian khusus karena tidak perlu membutuhkan listrik. 3) Mudah diingat: karakteristik media kartu tokoh yaitu menyajikan gambar-gambar pada setiap kartu yang disajikan. Sajian kartu tokoh ini memudahkan siswa dalam mengingat karena dilengkapi dengan gambar tokoh dengan variasi usia, profesi, jenis kelamin dan sifat serta judul yang ditentukan. 4) Murah: biaya pembuatan media kartu tokoh tergolong murah karena cukup menggunakan kertas yang didesain seperti kartu kemudian dilengkapi dengan gambar tokoh-tokoh yang ada dalam kehidupan sehari-hari disertai dengan variasi usia, profesi, jenis kelamin, dan sifat serta judul yang ditentukan. 5) Melatih keberanian siswa: dalam memainkan kartu tokoh siswa dapat berperan menjadi tokoh yang tidak terduga sehingga hal ini menarik dan menyenangkan karena secara tidak langsung dapat melatih keberanian siswa untuk mengeksplorasi kemampuan siswa pada saat berkomunikasi sesuai unggah-ungguh basa dengan orang lain. Berkaitan dengan media kartu tokoh ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2001), pada siswa IX G SMP Negeri 2 Kalimanah yang berjudul Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa dalam Berdialog sesuai Unggah-Ungguh Basa dengan Media Kartu Berkarakter dipandang relevan dengan penelitian ini. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas yang digunakan yaitu media pembelajaran yang

24 33 digunakan yaitu Damayanti menggunakan media kartu berkarakter sementara peneliti di sini menggunakan media kartu tokoh. Media pembelajaran yang digunakan mempunyai tahap dan penggunaan konsep yang sama. Perbedaan di antaranya terletak pada variabel terikat yaitu, Damayanti meneliti tentang peningkatan keterampilan berbicara bahasa Jawa dalam berdialog sedangkan peneliti meneliti keterampilan menulis yang lebih berorientasi kepada peningkatan kualitas pembelajaran meliputi proses kinerja siswa dan hasil produk siswa dalam kemampuan menulis dialog sesuai unggah-ungguh basa. Relevansinya dengan penelitian ini adalah adanya keterlibatan serta keaktifan siswa dalam memberikan umpan dari proses dan hasil karya, khususnya produktivitas siswa. Secara singkat penjelasannya, apabila siswa aktif dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuannya dalam pembelajaran khususnya menulis dialog sesuai unggah-ungguh basa. Selain itu, penggunaan media kartu tokoh diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam materi ajar dan juga dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan menulis dialog sesuai unggah-ungguh basa. Penelitian yang dilakukan oleh Prihatmoko yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Dialog Percakapan melalui Media Pembelajaran Gambar Seri Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri II Bowan Tahun Ajaran 2011/2012 juga dipandang relevan dengan penelitian ini. Persamaan peneliti dengan penelitian yang dilakukan Prihatmoko ialah media gambar menunjukkan peningkatan hasil belajar menulis dialog. Sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, penelitian yang dilakukan oleh Andrzejczak, Guy, dan Monique dalam jurnal yang berjudul From Image to Text: Using Images in the Writing Process juga mempunyai tujuan yang sama yaitu meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis dengan menggunakan media gambar. Penelitian ini terbukti dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis seperti

25 34 yang tercantum pada penelitian Andrzejczak, Guy dan Monique (2005: 1) yang menyatakan: The advantages of using production of art and artwork in the prewriting process provided a motivational entry point, a way to developand elaborate on a scene or a narrative. This study shows that the benefits of a rich visual art experience can enhance thought and writing in response tothe finished artwork. Persamaan dengan penelitian ini, yaitu Andrzejczak, Guy dan Monique menggunakan media gambar untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis. Manfaat menggunakan gambar dalam menulis ialah selain untuk menambah motivasi untuk mengembangkan imajinasi, meningkatkan daya pikir untuk meningkatkan kekreatifan siswa yang dituangkan siswa dalam bentuk tulisan dengan kepentingan atau tujuan yang hendak dicapai. Perbedaan di antaranya pada jenis penelitian yang dilakukan oleh Andrzejczak yang menggunakan jenis penelitian kualitatif. Sementara itu, peneliti di sini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas. 5. Teknik Peer Correction a. Hakikat Teknik Peer Correction Teknik peer correction atau juga disebut koreksi teman sebaya yaitu kegiatan koreksi tulisan yang dilakukan peserta didik dengan temannya dalam bentuk kelompok, baik kelompok besar (lebih dari 5 orang) maupun kelompok kecil. Walz (Purwanto, Handoko, & Sujoko, 2004: 11) menjelaskan berbagai bentuk pelaksanaan teknik peer correction, baik dalam kelompok kecil yang terdiri dari dua orang, maupun dalam kelompok besar yang terdiri lebih dari lima orang dapat diwujudkan dengan cara sebagai berikut: 1) Menggunakan media proyeksi Proses yang dilakukan dengan cara menayangkan sebuah tulisan siswa (misalnya, melalui OHP) yang kemudian siswa lain dalam satu kelompok di bawah bimbingan guru menemukan letak-letak kesalahan, menemukan penyebab terjadinya kesalahan, dan

26 35 membetulkan kesalahan tersebut. Dalam hal ini, guru hendaknya menyeleksi tulisan yang hendak dibahas dalam penelitian. 2) Membahas secara berkelompok Penerapannya dapat dilakukan dengan cara membahas sebuah tulisan secara bersama-sama oleh sekelompok kecil siswa (bisa dua orang) yang kemudian melakukan kegiatan koreksi terhadap tulisan tersebut berdasarkan tipe-tipe kesalahan yang telah ditentukan sebelumnya. 3) Tukar-menukar tulisan teman sebaya Prosesnya berupa tukar-menukar tulisan misalnya dengan teman sebangku untuk dikoreksi. Jadi, antara siswa yang satu dengan yang lain saling mengkoreksi hasil tulisan yang telah dibuat oleh temannya. Proses ini harus berada dalam bimbingan guru. Guru harus memberi pengertian dan penegasan kepada siswa bahwa mereka harus bersungguh-sungguh dalam mengoreksi dan koreksi dilakukan berdasarkan tipe-tipe kesalahan yang telah ditentukan sebelumnya. 4) Menulis secara berkelompok Bentuk ini bisa diterapkan pada kelas dengan jumlah siswa banyak yang kemudian dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok untuk membuat sebuah tulisan. Kemudian tulisan tersebut dikoreksi secara bersama-sama sehingga akan menghasilkan tulisan final yang akan dikumpulkan kepada guru. Dengan demikian, hasil tulisan tersebut merupakan hasil dari kerjasama kelompok dan hendaknya penilaian yang dilakukan juga berdasarkan aspek kerjasama dan kekompakan anggota kelompok. Selain itu, Walz (1982) juga mengungkapkan kelebihan penerapan umpan balik dari teman sebaya, yaitu: 1) akan dapat memperkuat motivasi; 2) akan mampu melibatkan lebih banyak siswa yang aktif dalam proses belajar-mengajar; 3) koreksi yang diberikan lebih mudah dipahami oleh siswa-siswa lainnya; dan 4) dengan diterapkannya koreksi teman sebaya maka siswa akan lebih banyak berperan aktif dalam pembelajaran. Ada beberapa pakar bahasa lain yang menyampaikan berbagai kelebihan dari

27 36 penerapan teknik peer correction. Barnas (Purwanto, 2008: 20 21) menyampaikan kelebihan teknik peer correction, yaitu: 1) teknik ini berpusat pada kegiatan siswa sebagai peserta didik; 2) dapat memotivasi siswa untuk aktif berpikir; 3) siswa terlibat langsung dalam menilai hasil tulisan; 4) memberikan pengalaman langsung dalam menilai hasil tulisan; 5) menghilangkan kejemuan saat proses pembelajaran di kelas; dan 6) guru lebih mudah memantau perkembangan kemampuan menulis siswa karena setiap kegiatan tahapan menulis terlihat nyata. Pendapat lain disampaikan oleh Purwo (Purwanto, 2008: 20) yang menyampaikan bahwa dengan adanya kegiatan siswa mencari dan menemukan kesalahan dalam suatu kelompok kelas, siswa akan berpeluang mengambil bagian secara aktif untuk mencoba, mencari, dan membetulkan kesalahan temannya sehingga memungkinkan siswa yang lebih mampu akan mengambil porsi yang lebih besar. Pada kegiatan ini siswa yang lemah akan belajar banyak kepada siswa yang lebih mampu. Disampaikan bahwa apa yang disampaikan oleh teman sebayanya akan lebih mudah dipahami daripada apa yang disampaikan oleh guru. Pendapat lain juga disampaikan oleh Stevick (Purwanto, 2008: 20) yang menyampaikan bahwa pemberian koreksi atau umpan balik yang dilakukan oleh temannya merupakan cara koreksi kesalahan yang lebih informatif karena diberikan oleh orang yang memiliki kemampuan sebanding. Lebih lanjut Li (Purwanto, 2008: 20) mengungkapkan bahwa dalam proses pembelajaran menulis, pada umumnya siswa senang berbagi tulisan dan komentar dengan teman satu kelompok yang dipercayainya. Oleh karena itu, dengan adanya penerapan teknik peer correction diharapkan akan mampu menumbuhkan sikap kritis sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam menulis dengan menghindari kesalahan-kesalahan bahasa yang seperti dilakukan oleh temannya.

28 37 b. Feedback dalam Penerapan Peer Correction Umpan balik (feedback) merupakan alat utama yang bisa memberitahukan kepada pembelajar mengenai ketepatan dalam menggunakan bahasa (Sumarwati, Mulyono, & Wuryati, 2010: 13). Penggunaan umpan balik dalam rangka koreksi kesalahan berbahasa merupakan sumber pengembangan berbahasa sangat potensial. Adapun fungsi Alwright (Sumarwati, Mulyono, & Wuryati, 2010: 13) mengatakan bahwa feedback mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagai reinforcement penguatan, information informasi, dan motivasion motivasi. Dijelaskan lebih lanjut olehnya bahwa feedback dapat memberikan pertimbangan padapembelajaran untuk mengulangi pemakaian pola-pola bahasa yang benar. Informasi yang ada pada feedback dapat digunakan oleh pembelajar untuk membenarkan atau tidak membenarkan dugaandugaan yang telah muncul dalam pikirannya terhadap suatu bentuk pemakaian bahasa. Adapun pemberi motivasi, feedback dapat mempengaruhi pembelajar untuk mencoba memperbaiki kesalahan bahasa yang terjadi. Ini disebabkan tidak adanya feedback akan menimbulkan kecemasan akan terjadinya kegagalan. Menurut Walz (Purwanto, Handoko, Sujoko, 2004: 13 14) yang mengungkapkan bahwa sebelum teknik peer correction dilakukan, pada tahap-tahap permulaan hendaknya siswa perlu diberi umpan balik (feedback) dengan berbagai cara, seperti berikut ini. 1) Memberi simbol-simbol dan singkatan Cara yang digunakan guru untuk memotivasi pembelajaran khususnya yang sedang belajar menulis supaya bisa melakukan koreksi sendiri dengan memberi simbol atau singkatan pada tulisannya. Penanda tersebut biasanya ditempatkan pada bagian margin, tidak pada sumber atau letak kesalahan yang sebenarnya. Dengan demikian, pembelajaran harus menentukan sendiri letak-letak kesalahannya dan membetulkan kesalahan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan suatu keunggulan kecerdasan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan suatu keunggulan kecerdasan manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu keunggulan kecerdasan manusia yang sangat diperlukan oleh masyarakt manusia (Gardner dalam Sukardi, 2005: 67). Kecerdasan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Keahlian itu sangat ditekankan pada arah dan tujuan pembentukan emosional. Seseorang

Lebih terperinci

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Mashura SMP Negeri 2 ToliToli, Kab. ToliToli, Sulteng ABSTRAK Strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu dimana manusia mempunyai perasaan, jiwa, hati dan pikiran masing-masing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wajib untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Dasar. Sekolah Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. wajib untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Dasar. Sekolah Dasar BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran muatan lokal yang tercantum dalam Garis- Garis Besar Program Pengajaran ialah mata pelajaran Bahasa Jawa sebagai mata pelajaran wajib untuk Sekolah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh: Ajeng Wulandari A

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh: Ajeng Wulandari A PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN PENERAPAN TEKNIK RANGSANG GAMBAR DAN SUMBANG KATA PADA SISWA KELAS VII E DI SMP NEGERI 1 JATEN TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

2015 PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA SEKOLAH DASAR

2015 PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA SEKOLAH DASAR A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mempunyai peran penting didalam komunikasi baik secara lisan maupun tulisan dan digunakan sebagai bahasa nasional sehingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Berikut ini terdapat beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia laninnya.

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia laninnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat terpenting yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Dengan bahasa, manusia akan dapat mengungkapkan segala pemikirannya. Selain itu, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menulis. Menurut Tarigan (2008:21) Proses menulis sebagai suatu cara. menerjemahkannya ke dalam sandi-sandi tulis.

BAB I PENDAHULUAN. menulis. Menurut Tarigan (2008:21) Proses menulis sebagai suatu cara. menerjemahkannya ke dalam sandi-sandi tulis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk berkomunikasi. Kita dapat menyatakan pendapat, perasaan, gagasan yang ada di dalam pikiran terhadap orang lain melalui

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA DENGAN UNGGAH-UNGGUH BAHASA JAWA PESERTA DIDIK SMP NEGERI 2 KALIWIRO KABUPATEN WONOSOBO

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA DENGAN UNGGAH-UNGGUH BAHASA JAWA PESERTA DIDIK SMP NEGERI 2 KALIWIRO KABUPATEN WONOSOBO HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA DENGAN UNGGAH-UNGGUH BAHASA JAWA PESERTA DIDIK SMP NEGERI 2 KALIWIRO KABUPATEN WONOSOBO Aris Hidayat, Gusti Surawening Pradanasiwi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN TEORY

BAB III DATA DAN TEORY BAB III DATA DAN TEORY A. Data Perancangan 1. Data Anak Anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Di masa ini pendidikan untuk mereka sangatlah penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreativitas bangsa itu sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreativitas bangsa itu sendiri dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan sepanjang hayat yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia atau peserta didik dengan cara mendorong kegiatan belajar.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sekitar serta individu lainnya, maupun berdirinya suatu komunitas bangsa dan

PENDAHULUAN. sekitar serta individu lainnya, maupun berdirinya suatu komunitas bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak seorang bayi lahir dari rahim ibunya dan mulai berinteraksi dengan alam sekitar serta individu lainnya, maupun berdirinya suatu komunitas bangsa dan mengikrarkan

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PILANGSARI 1 SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010 (Penelitian Tindakan Kelas) SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum. Saat ini sempat diterapkan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum. Saat ini sempat diterapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang guru yang berhasil akan selalu memperhatikan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum. Saat ini sempat diterapkan Kurikulum 2013. Penerapan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar pada naskah drama. Dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar pada naskah drama. Dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Standar Kompetensi KTSP, kompetensi dasar dari aspek menulis, di sekolah menengah pertama kelas XI terdapat kompetensi dasar tentang mendeskripsikan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PARAGRAF KELAS VI SD YPKP 1 SENTANI, KABUPATEN JAYAPURA PAPUA

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PARAGRAF KELAS VI SD YPKP 1 SENTANI, KABUPATEN JAYAPURA PAPUA PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PARAGRAF KELAS VI SD YPKP 1 SENTANI, KABUPATEN JAYAPURA PAPUA Etyn Nurkhayati SD YPKP I Sentani Jayapura Papua Abstrak:Kesulitan siswa dalam menulis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari sudut pandang: (i) hakikat menulis, (ii) fungsi, tujuan, dan manfaat menulis, (iii) jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang terpelajar atau bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang terpelajar atau bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Di era informasi sekarang ini kiranya tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang terpelajar atau

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar bahasa pada hakikatnya sama dengan belajar berkomunikasi. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. belajar bahasa pada hakikatnya sama dengan belajar berkomunikasi. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan berbahasa pada dasarnya kegiatan berkomunikasi. Oleh karena itu, belajar bahasa pada hakikatnya sama dengan belajar berkomunikasi. Kegiatan berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah mempertinggi kemahiran siswa dalam menggunakan bahasa meliputi kemahiran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERENCANAAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA DI SD BERBASIS BUDAYA LOKAL. Oleh Supartinah, M.Hum.

PENGEMBANGAN PERENCANAAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA DI SD BERBASIS BUDAYA LOKAL. Oleh Supartinah, M.Hum. PENGEMBANGAN PERENCANAAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA DI SD BERBASIS BUDAYA LOKAL Oleh Supartinah, M.Hum. supartinah@uny.ac.id Pendahuluan Budaya dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran di sekolah. Pembelajaran menulis

BAB I PENDAHULUAN. terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran di sekolah. Pembelajaran menulis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang termasuk ke dalam ruang lingkup mata pelajaran bahasa indonesia dan tidak dapat terpisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Manusia memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Manusia memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah terlepas dari bahasa. Manusia memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa bagaikan udara bagi manusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional harus memberikan dasar bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dengan segala aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan karakter bangsa masa kini.

Lebih terperinci

SILABUS BAHASA JAWA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR JAWA TENGAH

SILABUS BAHASA JAWA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR JAWA TENGAH SILABUS BAHASA JAWA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR JAWA TENGAH Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Materi Pokok Keterangan Kelas 1 1. Mendengarkan Mampu mendengarkan dan memahami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi dan seni. Peningkatan pengetahuan berbahasa Indonesia berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi dan seni. Peningkatan pengetahuan berbahasa Indonesia berhubungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP secara umum adalah sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. Hal ini tercermin dalam undang-undang nomor 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran berbahasa di Sekolah Dasar tidak dapat terlepas dari pengembangan aspek kemampuan berbahasa. Hal tersebut memiliki tujuan untuk memperlancar dan mempermudah

Lebih terperinci

Analisis Kesalahan Menulis Karangan Narasi Ragam Krama pada Siswa Kelas XI SMA Islam Sudirman Kaliangkrik Kabupaten Magelang

Analisis Kesalahan Menulis Karangan Narasi Ragam Krama pada Siswa Kelas XI SMA Islam Sudirman Kaliangkrik Kabupaten Magelang Analisis Kesalahan Menulis Karangan Narasi Ragam Krama pada Siswa Kelas XI SMA Islam Sudirman Kaliangkrik Kabupaten Magelang Oleh: Amelinda Putri Widya Sony Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis melalui media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya, sebagai alat. bersosialisasi, bahasa juga merupakan suatu cara merespon orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya, sebagai alat. bersosialisasi, bahasa juga merupakan suatu cara merespon orang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan bahasa dipelajari dan diperoleh anak usia dini secara alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya, sebagai alat bersosialisasi, bahasa juga merupakan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam kehidupan modern saat ini, penguasaan bahasa bagi seseorang mutlak diperlukan. Keterampilan berbahasa seseorang harus mengacu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kondisi ini sangat menguntungkan bagi guru dan anak didik. dipahami, digunakan oleh siswa dengan baik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kondisi ini sangat menguntungkan bagi guru dan anak didik. dipahami, digunakan oleh siswa dengan baik. 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Teknik Penyajian Pelajaran Penggunaan teknik yang tepat dan bervariasi akan dapat dijadikan sebagai alat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Peserta didik lebih

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA KRAMA LUGU

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA KRAMA LUGU PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA KRAMA LUGU PADA SISWA KELAS II SDN PRAJEKSARI 02 KABUPATEN MAGELANG Tatin Wasiyat Ernawati SDN Prajeksari 02 Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung saat tulisan tersebut dibaca oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung saat tulisan tersebut dibaca oleh orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tulis. Seorang penulis berkomunikasi melalui tulisan mereka untuk mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu alat komunikasi dan alat pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan hasil kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan bahasa dalam kehidupan manusia amat penting. Oleh karena itu, wajar jika bahasa menjadi perhatian banyak orang, terutama para ahli bahasa dan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran bahasa Jawa antara lain untuk melestarikan budaya Jawa dan membentuk budi pekerti generasi bangsa. Hal tersebut tertuang dalam standar isi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), standar kompetensi bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu hal yang terpenting dalam kehidupan manusia adalah bahasa. Bahasa merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. Pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lisan. Secara tertulis merupakan hubungan tidak langsung, sedangkan secara. sebuah percakapan antar individual atau kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. lisan. Secara tertulis merupakan hubungan tidak langsung, sedangkan secara. sebuah percakapan antar individual atau kelompok. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasai untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat. Ada dua cara untuk dapat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berkomunikasi dengan orang lain sebagai wujud interaksi. Interaksi tersebut selalu didukung oleh alat komunikasi vital yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia yaitu menyangkut bahasa yang digunakan oleh warga negara Indonesia dan sebagai bahasa persatuan antar warga, yang merupakan salah satu

Lebih terperinci

MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN ENCEP KUSUMAH

MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN ENCEP KUSUMAH MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN ENCEP KUSUMAH PENGERTIAN MEDIA Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar Media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti

TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau, pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah sebuah perantara atau

Lebih terperinci

PERANAN MEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN MENULIS D.Syahruddin. Kata Kunci: Media Gambar, Pembelajaran Menulis

PERANAN MEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN MENULIS D.Syahruddin. Kata Kunci: Media Gambar, Pembelajaran Menulis PERANAN MEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN MENULIS D.Syahruddin ABSTRAK Media dalam pengertian umum merupakan sarana komunikasi. Sedangkan dalam pendidikan media dapat diartikan sebagai alat bantu yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, memengaruhi atau dipengaruhi orang lain. Melalui bahasa, orang dapat

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, memengaruhi atau dipengaruhi orang lain. Melalui bahasa, orang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa bahasa lisan dan bahasa tulis. Melalui bahasa seseorang dapat mengemukakan pikiran dan keinginannya kepada orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, manusia dapat menemukan hal-hal baru yang dapat dikembangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, manusia dapat menemukan hal-hal baru yang dapat dikembangkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Pendidikan merupakan tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan bermain peran merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting dikuasai oleh siswa, termasuk siswa Sekolah Menengah Pertama. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas seolah-olah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas seolah-olah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas seolah-olah sudah menjadi sempit. Interaksi antar manusia dalam wujud tertentu sudah tidak dapat dibatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar-mengajar. membimbing dan memfasilitasi siswa dalam kegiatan belajar.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar-mengajar. membimbing dan memfasilitasi siswa dalam kegiatan belajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar-mengajar dilakukan siswa dan guru di sekolah. Siswa mendapatkan ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar-mengajar. Kegiatan Belajar Mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari bahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarsesama manusia. Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia 1. Pengertian Keterampilan Menulis. Menulis adalah salah satu standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia merupakan salah satu pokok yang wajib dipelajari dan diajarkan di sekolah-sekolah, pelajaran bahasa Indonesia juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan yang lainnya. Kegiatan ini membutuhkan alat, sarana atau media yaitu bahasa. Salah satu media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini haruslah disadari benar, terutama oleh guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam merangkai kata. Akan tetapi, dalam penerapannya banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. dalam merangkai kata. Akan tetapi, dalam penerapannya banyak orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterampilan menulis merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kegiatan belajar mengajar siswa di sekolah. Kegiatan menulis menjadikan siswa aktif dalam kegiatan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MEMPRODUKSI TEKS ANEKDOT SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 BONGOMEME

KEMAMPUAN MEMPRODUKSI TEKS ANEKDOT SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 BONGOMEME KEMAMPUAN MEMPRODUKSI TEKS ANEKDOT SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 BONGOMEME Agung Gede Suputra Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo Anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbicara dipelajari sebelum memasuki jenjang sekolah, sedangkan menulis

BAB I PENDAHULUAN. berbicara dipelajari sebelum memasuki jenjang sekolah, sedangkan menulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketrampilan berbahasa ada empat macam yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat ketrampilan tersebut memiliki hubungan yang saling berkaitan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu ciri orang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu ciri orang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterampilan menulis sangat dibutuhkan dalam kehidupan modern ini. Kiranya tidaklah berlebihan bila kita katakan bahwa keterampilan menulis merupakan salah satu ciri

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN UNIT 5 9.1 Menyimpulkan pesan pidato/ ceramah/ khotbah yang didengar 10.1 Berpidato/ berceramah/ berkhotbah dengan intonasi yang tepat dan artikulasi serta volume suara yang jelas 15.1 Mengidentifikasi

Lebih terperinci

berbahasa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan

berbahasa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia yang dilaksanakan seumur hidup. Pendidikan ini harus terus dilaksanakan untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan Bahasa Nasional Republik Indonesia dan Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar. Dalam kurikulum,

Lebih terperinci

MEDIA GAMBAR SEBAGAI ALAT BANTU PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI PADA SISWA SEKOLAH DASAR Oleh: Arif Mustofa*

MEDIA GAMBAR SEBAGAI ALAT BANTU PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI PADA SISWA SEKOLAH DASAR Oleh: Arif Mustofa* MEDIA GAMBAR SEBAGAI ALAT BANTU PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI PADA SISWA SEKOLAH DASAR Oleh: Arif Mustofa* Abstrak Selama ini, pembelajaran apresiasi puisi sering menjadi momok yang menakutkan bagi siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan terhadap empat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan terhadap empat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar adalah mendukung kepemilikan kompetensi tamatan Sekolah Dasar yang memiliki pengetahuan, nilai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas delapan hal. Pertama, dibahas latar belakang masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa sekolah dasar. Kemudian, dibahas identifikasi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan dua hal yang merupakan jawaban dari perumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya. Simpulan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada dasarnya dibutuhkan oleh setiap manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Seiring berkembangnya zaman pembelajaran di dunia pendidikanpun semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Menurut Tarigan (2008:1) ada

BAB I PENDAHULUAN. bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Menurut Tarigan (2008:1) ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengetahuan tentang kode bahasa, kode budaya dan kode sastra.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengetahuan tentang kode bahasa, kode budaya dan kode sastra. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memahami sebuah karya sastra pada dasarnya bukanlah persoalan mudah, karena pemahaman sastra berkaitan erat dengan proses sifat karya sastra itu sendiri. Maka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Reni Febriyenti, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Reni Febriyenti, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis karangan merupakan kompetensi dasar yang harus dicapai pada pembelajaran Bahasa Indonesia kelas IV sekolah dasar. Terdapat beberapa kompetensi dasar yang memiliki

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS X-2 SMA PGRI 1 KARANGMALANG SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS X-2 SMA PGRI 1 KARANGMALANG SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010. PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS X-2 SMA PGRI 1 KARANGMALANG SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010 Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Linguistik merupakan suatu ilmu yang mempelajari bahasa. Bahasa memiliki peranan sangat besar karena mampu mengungkapkan keinginan, gagasan, kehendak, kemauan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa itu sendiri terbagi menjadi empat komponen, yaitu: menyimak, berbicara, membaca,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis dan Hipotesis Tindakan a. Landasan Teoritis 1. Kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Dalam setiap kegiatan belajar memiliki suatu tujuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran dalam Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran dalam Kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang wajib dilaksanakan dari jenjang sekolah dasar hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku siswa agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran, hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya anggapan bahwa keterampilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya anggapan bahwa keterampilan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya anggapan bahwa keterampilan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang paling sulit. Hal ini

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus. dipelajari dan diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan

Bahasa Indonesia merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus. dipelajari dan diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bisa diartikan sebagai sebuah proses kegiatan pelaksanaan kurikulum suatu lembaga pendidikan yang telah ditetapkan (Sudjana, 2001: 1). Pembelajaran

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Ke- : 1, 2, 3, 4 Alokasi Waktu : 4 40 menit Standar Kompetensi : Memahami pembacaan puisi Kompetensi Dasar : Menanggapi cara pembacaan puisi 1. mengungkapkan isi puisi 2. menangkap isi puisi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI SISWA KELAS V SD NEGERI I GEBANG NGUNTORONADI WONOGIRI

PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI SISWA KELAS V SD NEGERI I GEBANG NGUNTORONADI WONOGIRI PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI SISWA KELAS V SD NEGERI I GEBANG NGUNTORONADI WONOGIRI SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci