ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN BARANG BUKTI TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 215/PID.B/2013/PN.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN BARANG BUKTI TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 215/PID.B/2013/PN."

Transkripsi

1 ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN BARANG BUKTI TERHADAP PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 215/PID.B/2013/PN.KLD) Ellyzabet Berliana, Eko Raharjo, Rinaldy Amrullah Abstrak Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan merupakan bagian yang terpenting dalam acara pidana.untuk kepentingan pembuktian tersebut maka sangat diperlukan kehadiran benda-benda yang berkaitan dengan suatu tindak pidana, benda-benda tersebut disebut sebagai Barang Bukti. Permasalahandalampenelitianiniyaitubagaimanakah kedudukan Barang Bukti dalam proses peradilan pidana dankeabsahan barang bukti oleh Hakim dalam memutus perkara No. 215/Pid.B/2013/PN.KLD. Pendekatan masalah yang digunakan adalahpendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris, sedangkan sumber data yang digunakan bersumber pada data primer dan data sekunder. Responden sebanyak 4 orang, yakni : 1 orang Hakim Pengadilan Negeri Kalianda, 1 orang Jaksa Kejaksaan Negeri Kalianda, 1 orang Penyidik Kepolisian Sektor Tegineneng, 1 orang Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.Keseluruhan Data yang telah diperoleh, baik dari kepustakaan maupun penelitian lapangan kemudian diprosesdan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan mengenai: (a) Kedudukan barang bukti dalam proses peradilan pidana,barang bukti memiliki kedudukan sebagai pendukung alat bukti yang sah, yang menguatkan alat bukti dalam peradilan, karena barang bukti dan alat bukti pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan. Barang bukti merupakan komponen yang penting untuk memperoleh kebenaran yang sebenar-benarnya serta untuk meyakinkan Hakim dalam mengambil keputusan.tetapi dalam hal putusan apabila tidak ada barang bukti yang dihadirkan meskipun sudah terpenuhinya syarat pembuktian dalam sidang, putusan hakim bisa batal demi hukum (Pasal 197 ayat (1) dan (2) KUHAP). (b) Keabsahan barang bukti oleh Hakim dalam memutus perkara No. 215/Pid.B/2013/PN.KLD,barang bukti pelat Nomor Polisi, dirasa belum cukup kuat. Berdasarkan Pasal 39 ayat (5) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 mengatakan bahwa Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Pelat Nomor Polisi yang tidak dikeluarkan oleh Korlantas Polri dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku.

2 Berdasarkan penilaian hakim mengenai keabsahan barang bukti, hakim cenderung menilai sah tidaknya barang bukti melihat dari keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa yang saling memiliki keterkaitan. Saran dalam penelitian ini: (1) kedudukan barang bukti dalam proses peradilan pidana, sebaiknya lebih diperjelas melalui peraturan yang mengaturnya, sehingga dalam pelaksanaannya untuk upaya pembuktian, tidak ada lagi kesenjangan. (2) keabsahan barang bukti berdasarkan penilaian hakim, hendaknya hakim bisa lebih cermat dalam menilai keabsahan barang buktibukan hanya meyakinkan keyakinannya saja, tetapi juga harus memikirkan kerugian pihak korban, dan memikirkan keadilan bagi terdakwa dalam memutus perkara. Kata Kunci : Pembuktian, Barang Bukti, Pelat Nomor Polisi

3 JURIDICAL ANALYSIS OF THE USE OF EVIDENCE TO PROVE THE CRIME OF THEFT WITH VIOLENCE (THE STUDY OF DECISION No. 215/Pid.B/2013/PN.KLD) Ellyzabet Berliana, Eko Raharjo, Rinaldy Amrullah ABSTRACT Proof of the validity of the alleged actions of defendant who do actionwas indicted is the the most important part in the criminal procedure. For the important of proof that, therefore indispensable of the objects which is associated with a crime, the objects are called as evidence. The problems are: How are the position of the evidence in the process of criminal justice and How is the validity of evidence by the judge to give the decision of case No. 215/Pid.B/2013/PN.KLD. Approach matter used in this research are Juridical Normative and Juridical Empirical Approach, meanwhile data sources used are from primary data and secondary data. The number of respondents as many as four people, they are: 1 Judge of Kalianda District Court, 1 Prosecutor of District Attorney of Kalianda, 1 Investigator of Tegineneng Sector Police Department, 1 Criminal Department of Law Faculty Lecturer of Lampung University. All results wich was collected from literature and field research. Then the data processed and analysed with qualitative way. The results of research and discussion about: (a) The position of evidence in process criminal justice, the evidence have a position equivalent to instrument of evidence, where the evidance not only have functions as the addition of valid instrument of evidence and not only for the judge merely belief, but in the decision if the evidence is not exist although already the fulfillment substantiation requirements in the trial, Judge decision can be null and void. (Pasal 197 ayat (1) dan (2) KUHAP). (b) The validation of evidence by judge for make a decision for a case No. 215/Pid.B/2013/PN.KLD, Evidence from plate of vehicle number is not full the requirment, Based on pasal 39 ayat (5) PeraturanKepalaKepolisianRepublik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 said that sign of vehicle number or plate of vehicle number wich is not from police department, it is not valid. Based on the accessment of judge about validation of evidence, judge inclined to judge whether the valid legal evidence of a clue and information from the witness and the defendant which has links with other. The advice in this research (1) The evidence in the process of criminal justice, a bit more clarified through regulations

4 that take care of that, so in the implementation to efforts substantiation, there is no more inequity. (2) The validity of evidence based on the assessment of the judge, the judge should be more careful in assessing the validity of the evidence is not just convincing his confidence course, but they should also consider disadvantages of the offering and pondered his righteousness to a defendant in deciding the case. Keywords : Proof, Evidence, Plate of Vehicle Number

5 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan merupakan bagian yang terpenting dalam acara pidana, dimana hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seorang yang didakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang ada disertai keyakinan Hakim, padahal tidak benar. 1 Berkaitan dengan pembuktian Hukum Acara Pidana mengenal asasasas yang menjadi dasar pemeriksaan, yaitu asas praduga tak bersalah dan asas kebenaran materiil. Hal ini menjadi dasar pemeriksaan karena untuk melindungi hak asasi manusia yang dimiliki setiap orang. 2 Setiap orang yang terlibat dalam perkara pidana harus dianggap belum bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahan itu, asas ini disebut asas praduga tak bersalahmenjunjung tinggi hak asasi manusia. Istilah barang bukti di dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) tidak ditafsirkan secara eksplisit dalam Pasal 1, tetapi istilah barang bukti terdapat dalam Pasal 21 ayat (1), Pasal 45 ayat (2), Pasal 46 ayat (2) dan Pasal 181.Barang bukti juga dikenal dengan istilah benda sitaan karena barang bukti diperoleh melalui proses penyitaan oleh penyidik, yang berfungsi untuk kepentingan pembuktian dalam proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan. 3 Barang-barang yang bisa dilakukan penyitaan untuk kepentingan pemeriksaan atau pembuktian, menurut Pasal 39 ayat (1) KUHAP adalah : a. Benda atau tagihan yang diduga berasal dari tindak pidana; b. Benda-benda yang digunakan untuk melakukan tindak pidana; c. Benda yang dipakai menghalanghalangi penyidikan tindak pidana; d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak pidana; e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan Hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. 4 Apabila dilihat dari ketentuan yang diatur dalam pasal 181 KUHAP tentang pemeriksaan barang bukti, seakan-akan hanya bersifat formal saja. Padahal secara material barang bukti seringkali sangat berguna bagi 1 Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm Tri Andrisman,2010, Hukum Acara Pidana, Bandarlampung, Penerbit Universitas Lampung, hlm Barang Bukti, diakses pada [04/09/2014] 4 Hari Sasangka dan Lily Rosita,2003.Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana. Bandung.Mandar Maju, hlm. 11

6 Hakim untuk menyandarkan keyakinannya. 5 Pada kasus dengan Nomor Putusan 215 /Pid.B /2013/PN.KLD, penulis ingin melakukan penelitian terhadap putusan tersebut, dimana diketahui bahwa dalam kasus tersebut terdakwa bernama Rifai dan rekannya Herdian (Daftar Pencarian Orang) melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di wilayah Tegineneng, Lampung Selatan. Terdakwa Rifai beserta rekannya berhasil merampas satu unit sepeda motor jenis Honda Beat dengan Nomor Polisi BE 7642 FQ tahun 2011 berserta Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), 2 buah Handphone dan sejumlah uang milik korban. Terdakwa didakwa dengan Pasal 365 ayat (1) dan (2) ke-1, 2 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Kejanggalan dalam kasus ini yaitu pada barang bukti yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Barang bukti tersebut adalah dua buahpelat Nomor Polisi BE 7642 FQ dan dua buah baju, satu baju bermotif kotak-kotak warna hitam dan satu kaos berwarna coklat. Barang bukti ini dirasa belum kuat untuk membuktikan perkara tersebut. Penilaian Hakim terhadap keabsahan barang bukti dinilai kurang memenuhi unsur-unsur pembuktian dalam menyamakan pelat Nomor Polisi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan keterangan saksi. Hal ini yang ingin diteliti oleh penulis, dengan judul Analisis Yuridis Penggunaan Barang Bukti Terhadap Pembuktian Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan (Studi 5 Ibid,hlm. 100 Putusan No. 215/ Pid.B/ 2013/ PN.KLD). B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah kedudukan barang bukti dalam proses peradilan pidana (2) Bagaimana keabsahan barang bukti oleh Hakim dalam memutus perkara No. 215/Pid.B/2013/PN.KLD. C. Metode Penelitian Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan di atas yaitu, pendekatan yuridis normatif, dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, dan studi lapangan. Data-data tersebut lalu dilakukan pengolahan melalui tahap editing, evaluasi, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah tersebut kemudian disajikan dalam bentuk uraian, yang lalu diinterpretasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode induktif. II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kedudukan Barang Bukti Dalam Proses Persidangan Membicarakan mengenai kedudukan barang bukti, di dalam KUHAP tidak memberikan penjelasan secara tersurat atau eksplisit, namun apabila

7 hal tersebut dihubungkan dengan pasal-pasal lain di KUHAP, maka barang bukti memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya pembuktian. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai kedudukan barang bukti, perlu mengetahui perbedaan barang bukti dengan alat bukti. Dilihat dari perumusan Pasal 1 butir 16 dan beberapa pasal di KUHAP sebagaimana diterangkan di atas dapat disimpulkan bahwa benda sitaan yang berstatus sebagai barang bukti tersebut adalah berfungsi untuk pembuktian. Namun apabila dikaitkan dengan keberadaan alatalat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, maka dapat diketahui secara jelas bahwa barang bukti tidak termasuk sebagai alat bukti yang sah. Oleh karena itu barang bukti bukan merupakan alat bukti yang sah atau tidak sama dengan alat bukti yang sah meskipun sama-sama memiliki fungsi dalam upaya pembuktian. Misalnya dalam perkara pencurian apabila benda sitaan atau barang bukti dari hasil kejahatan yang berupa perhiasan cincin, gelang dan kalung diajukan di sidang pengadilan maka sesuai dengan Pasal 181 KUHAP, hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal barang bukti itu. Jika perlu barang bukti itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi.apabila atas pertanyaan hakim ketua sidang, terdakwa dan saksi memberikan keterangan bahwa mereka mengenal barang bukti tersebut disertai penjelasan yang berkaitan dengan barang bukti maka barang bukti tersebut telah berubah menjadi keterangan saksi ( Pasal 184 ayat (1) huruf a ) dan keterangan terdakwa (Pasal 184 ayat (1) huruf e ). 6 Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa barang bukti secara yuridis formal tidak termasuk sebagai alat bukti yang sah, namun dalam proses praktik hukum atau praktik peradilan, barang bukti tersebut dapat berubah dan berfungsi 7 sebagai alat bukti yang sah, tergantung pada siapa keterangan mengenai barang bukti tersebut dimintakan. Jika mempelajari keseluruhan pasalpasal dalam KUHAP, barang bukti memiliki kedudukan yang sangat penting, tidak hanya sebagai tambahan dari alat bukti yang sah dan memperkuat keyakinan hakim dalam memutus perkara saja. Dilihat dalam putusan pemidanaan yang diatur dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP. Selanjutnya dalam Pasal 197 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa apabila tidak dipenuhinya ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf a, b,c,d,e,f,g,h,i,j,k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum. Dari rumusan Pasal tersebut diatas, menjelaskan bahwa selain benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, artinya ada pula benda yang disita yang termasuk alat pembuktian. Pada pasal ini istilah benda yang disita merupakan barang bukti. Setelah menganalisa beberapa pasalpasal dalam KUHAP terkait pembuktin, memperjelas pentingnya 6 Ibid, hlm Ibid,

8 kedudukan barang bukti dalam proses peradilan pidana, bahwa barang bukti tidak hanya berfungsi sebagai tambahan alat bukti yang sah, serta untuk keyakinan hakim semata, tetapi dalam hal putusan apabila tidak ada barang bukti yang dihadirkan meskipun sudah terpenuhinya syarat pembuktian dalam sidang, putusan hakim bisa batal demi hukum. B. Keabsahan Barang Bukti oleh Hakim dalam Memutus Perkara No. 215/ Pid.B/2013/PN.KLD Pada kasus yang diteliti penulis, jaksa penuntut umum menghadirkan barang bukti berupa dua buah pelat Nomor Polisi BE 7642 FQ dan dua buah baju milik terdakwa. Terfokus pada barang bukti pelat Nomor Polisi tersebut, dirasa belum cukup kuat dalam pembuktian. Fransisca, mengatakan bahwa barang bukti pelat Nomor Polisi yang berdiri sendiri tanpa adanya barang bukti pendukung lain seperti STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) yang menunjukan keaslian pelat tersebut, jadi pelat nomor polisi yang berdiri sendiri tidak memiliki kekuatan pembuktian. Idealnya menurut beliau, dalam pembuktian pada kasus pencurian sepeda motor, seharusnya barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan adalah sepeda motor serta surat-surat terkait kepemilikan sepeda motor tersebut, dimana barang bukti itu dikuatkan dengan nomor rangka mesin yang terdapat pada bagian mesin sepeda motor yang kemudian harus dicocokan dengan surat-surat tanda kepemilikan sepeda motor tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (1) KUHAP dan Pasal 30 ayat (1) huruf e Undang- Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, dapat diketahui bahwa beban pembuktian pada hakikatnya dilaksanakan oleh penyidik yang berupaya maksimal untuk mengumpulkan alat bukti dan barang bukti yang sah yang selanjutnya diteliti oleh penuntut umum.mencari barang bukti yang selengkap-lengkapnya sudah menjadi tanggungjawab penyidik untuk upaya pembuktian. Berdasarkan Pasal 39 ayat (5) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 yang mengatakan bahwa Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Pelat Nomor Polisi yang tidak dikeluarkan oleh Korlantas Polri dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku. Keaslian pelat nomor polisi sangatlah penting baik dalam berkendara di jalan raya maupun untuk kepentingan pembuktian dalam perkara pidana. Khusus dalam hal pembuktian, pelat nomor polisi sebagai barang bukti pada perkara pidana pencurian sepeda motor yang dilakukan terdakwa Rifai dan rekanrekanya (DaftarPencarianOrang), harus dapat dibuktikan keasliannya dalam persidangan. Menurut pendapat Shafruddin, mengungkapkan bahwa apabila pelat nomor polisi yang dijadikan sebagai barang bukti, maka untuk menghindari kekeliruan, sudah seharusnya pelat nomor tersebut dipastikan keasliannya, dengan

9 upaya-upaya seperti mengukur dan menyamakan pelat nomor polisi dengan ketentuan yang diatur undang-undang. Pelat nomor polisi sebagai barang bukti tidak dapat berdiri sendiri, karena apabila pelat tersebut berdiri sendiri tanpa ada barang bukti lain atau alat bukti yang mendukung keaslian pelat tersebut dalam peradilan tidaklah memiliki kekuatan pembuktian. Keaslian pelat nomor polisi dapat didukung oleh adanya Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), yang dicocokan dengan pelat tersebut, maka dapatlah diketahui keaslian dari pelat tersebut. Menurut pendapat Siti Yuristia Akuan, bahwa barang bukti dikatakan sah apabila memiliki keterkaitan terhadap tindak pidana yang sedang diproses dalam peradilan, ketika para saksi dan terdakwa dapat mengenali dan memberikan keterangan, maka barang bukti tersebut dianggap sudah layak atau sah. Karena pada dasarnya beban pembuktian terdapat pada penyidik Kepolisian, penyidik dianggap lebih mengerti keaslian dari barang bukti pelat nomor polisi. Pada saat dipersidangan keaslian itu akan terungkap melalui keterangan saksisaksi dan terdakwa. Hakim dalam mempertimbangkan suatu perkara pidana harus dapat mengeksplor lebih luas dan lebih dalam lagi dalam pembuktian. keterangan saksi dan keterangan terdakwa saja belum cukup untuk memperoleh kebenaran materiil dalam persidangan. Pasal 189 ayat (4) KUHAP, Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya melainkan harus disertai dengan alat bukti lain. Hal ini untuk menghindari penyelundupan orang-orang yang benar-benar bersalah. Seandainya keterangan terdakwa mempunyai kekuatan mengikat dan menentukan, akan banyak terjadi penyelewengan hukum dalam bentuk menjatuhkan pidana kepada orang bukan pelaku tindak pidana.keterangan saksi-saksi pun demikian, meskipun saksi-saksi telah disumpah sebelum memberikan keterangan, tetapi untuk menghindari kesalahan dalam menjatuhkan pidana ada baiknya hakim perlu untuk menilai keabsahan barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan.seperti contoh kasus pencurian sandal jepit yang dilakukan oleh Anjar Andreas Lagaronda di Palu Sulawesi Tengah. Pada contoh kasus tersebut, saksi Briptu Ahmad Rusdi Harahap memberikan keterangan bahwa benar Anjar Andreas Lagaronda yang mencuri sandal miliknya, dan dia juga mengakui bahwa barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan yaitu sepasang sandal jepit adalah miliknya yang dicuri Anjar Andreas Lagaronda.Pada contoh kasus ini hakim berusaha membuktikan keaslian dari sepasang sandal jepit itu adalah milik saksi korban. Hakim berupaya dan menyuruh memasangkan sandal tersebut ke kaki saksi korban, dan ternyata ukuran kaki saksi korban tidak sama dengan sandal jepit yang dijadikan barang bukti.

10 Upaya-upaya yang seperti itulah yang diperlukan hakim dalam pembuktian untuk meyakinkan ia dalam mempertimbangkan putusan, menggali kebenaran lebih dalam, melalui pembuktian tidak hanya terbatas pada keterangn saksi-saksi dan keterangan terdakwa. III. SIMPULAN Berdasarkanhasilpenelitiandanpemba hasan yang dilakukanpenulisdapatditariksimpula nbahwa : Kedudukan barang bukti, memiliki kedudukan yang setara dengan alat bukti. Meskipun barang bukti bukan merupakan alat bukti yang sah (tercantum dalam Pasal 184 KUHAP ) atau tidak sama dengan alat bukti yang sah tetapi sama-sama memiliki fungsi dalam upaya pembuktian. Dilihat dalam Pasal 197 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa apabila tidak dipenuhinya ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum. keterangan terdakwa mempunyai kekuatan mengikat dan menentukan, akan banyak terjadi penyelewengan hukum dalam bentuk menjatuhkan pidana kepada orang bukan pelaku tindak pidana DAFTAR PUSTAKA Buku/Literatur : Andrisman Tri Hukum Acara Pidana. Bandarlampung.Universitas Lampung Hamzah Andi Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta. Sinar Grafik SasangkaHari,Lily Rosita Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana. Bandung.Mandar Maju Penelusuran Internet : Keabsahan barang bukti oleh Hakim dalam memutus perkara No. 215/ Pid.B/2013/PN.KLD. Pada kasus yang diteliti penulis, barang bukti yang dihadirkan berupa dua buah pelat Nomor Polisi BE 7642 FQ dan dua buah baju milik terdakwa. Terfokus pada barang bukti pelat Nomor Polisi tersebut, dirasa belum cukup kuat.hakim dalam menilai keaslian barang bukti tersebut tidak terbatas pada keterangan yang diberikan saksi-saksi dan keterangan terdakwa saja (Pasal 189 ayat (4)). Hal ini untuk menghindari penyelundupan orang-orang yang benar-benar bersalah. Seandainya

I. PENDAHULUAN. asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seorang yang didakwa. yang ada disertai keyakinan Hakim, padahal tidak benar.

I. PENDAHULUAN. asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seorang yang didakwa. yang ada disertai keyakinan Hakim, padahal tidak benar. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan merupakan bagian yang terpenting dalam acara pidana, dimana hak asasi manusia dipertaruhkan.

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN I Gede Made Krisna Dwi Putra I Made Tjatrayasa I Wayan Suardana Hukum Pidana, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

HAK UNTUK MELAKUKAN UPAYA HUKUM OLEH KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA

HAK UNTUK MELAKUKAN UPAYA HUKUM OLEH KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA HAK UNTUK MELAKUKAN UPAYA HUKUM OLEH KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA Oleh : Ida Bagus Paramaningrat Manuaba Ni Md. Ari Yuliartini Griadhi Bagian Hukum Pidana

Lebih terperinci

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) Oleh : Ni Made Ira Sukmaningsih Tjok Istri Putra Astiti Bagian Hukum Acara Fakultas

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh : KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh : Cintya Dwi Santoso Cangi Gde Made Swardhana Bagian Hukum Peradilan, Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk KEKUATAN PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI ANAK DIBAWAH UMUR TANPA SUMPAH DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS TINDAK PIDANA MELAKUKAN KEKERASAN TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LUBUK PAKAM NOMOR:

Lebih terperinci

KEABSAHAN PERNYATAAN MAJELIS HAKIM SIDANG TERBUKA DAN TERBATAS UNTUK UMUM (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

KEABSAHAN PERNYATAAN MAJELIS HAKIM SIDANG TERBUKA DAN TERBATAS UNTUK UMUM (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) KEABSAHAN PERNYATAAN MAJELIS HAKIM SIDANG TERBUKA DAN TERBATAS UNTUK UMUM (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) Oleh : Made Sinthia Sukmayanti I Ketut Mertha Bagian Hukum Acara Fakultas

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum i JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT Program Studi Ilmu Hukum Oleh : TITI YULIA SULAIHA D1A013378 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2017 i HALAMAN

Lebih terperinci

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA Oleh: Elsa Karina Br. Gultom Suhirman Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Regulation

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN Diajukan oleh: JEMIS A.G BANGUN NPM : 100510287 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

PENGESAHAN ISI DAN FORMAT SKRIPSI

PENGESAHAN ISI DAN FORMAT SKRIPSI PENGESAHAN ISI DAN FORMAT SKRIPSI PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PURWOKERTO NOMOR :183/Pid.B/2011/PN.PWT.) Oleh: PRADITYA BUDI ENDRI YANTO

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN PEMBUKTIAN PERKARA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DENGAN ALAT BUKTI VISUM ET REPERTUM DI PERSIDANGAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO (Studi Putusan Nomor: 65/Pid.Sus/2013/PN.SKH) Penulisan Hukum (Skripsi)

Lebih terperinci

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA.

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA. ABSTRAK ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA Oleh Andika Nafi Saputra, Tri Andrisman, Rini Fathonah Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

Riva Lovianita Lumbantoruan ABSTRAK

Riva Lovianita Lumbantoruan ABSTRAK v TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENEGAKAN HUKUM DAN PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN Oleh : Wajihatut Dzikriyah I Ketut Suardita Bagian Peradilan, Fakultas Hukum Program Ekstensi Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

PUTUSAN HAKIM PIDANA YANG MELAMPAUI TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM

PUTUSAN HAKIM PIDANA YANG MELAMPAUI TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM PUTUSAN HAKIM PIDANA YANG MELAMPAUI TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM Oleh : I Putu Yogi Indra Permana I Gede Artha I Ketut Sudjana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT In societal

Lebih terperinci

IMPLIKASI YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN. Ridwan Fakultas Hukum Universitas Mataram. Abstract

IMPLIKASI YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN. Ridwan Fakultas Hukum Universitas Mataram. Abstract 147 IMPLIKASI YURIDIS PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN Ridwan Fakultas Hukum Universitas Mataram Abstract Authentication is very important in the process of resolving criminal

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM

NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM Diajukan oleh: Ignatius Janitra No. Mhs. : 100510266 Program Studi Program Kehkhususan : Ilmu Hukum : Peradilan dan Penyelesaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Mekanisme Pengembalian Barang Bukti Kendaraan Bermotor dalam Tindak Pidana Ringan Pelanggaran Lalu Lintas (Studi Kasus Kejaksaan Negeri Cirebon) Returns Mechanism of

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website : ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PEMALANG NO.51/PID.B/2012/PN.PML DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT Julian Wilmartin Lubis*, Eko soponyono, Laila Mulasari Program Studi S1 Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada suatu perkara pidana yang lepas dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu didasarkan kepada pemeriksaan

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT. Key Word : , legal evidence, evidence

ABSTRAK ABSTRACT. Key Word :  , legal evidence, evidence KEKUATAN ALAT BUKTI SURAT ELEKTRNONIK (EMAIL) DALAM PRAKTEK PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR Oleh Stefanus Alfonso Balela I Ketut Tjukup Nyoman A. Martana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA oleh Sang Ayu Ditapraja Adipatni I Wayan Sutarajaya I Wayan Bela Siki Layang Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA Yusup Khairun Nisa 1 Johny Krisnan 2 Abstrak Pembuktian merupakan hal terpenting dalam proses peradilan, proses ini

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM DALAM PERKARA NO. 1011/PID.B/2009/PN.KPJ.

ANALISIS PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM DALAM PERKARA NO. 1011/PID.B/2009/PN.KPJ. ANALISIS PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM DALAM PERKARA NO. 1011/PID.B/2009/PN.KPJ. (Studi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen dalam Tindak Pidana Penghunian Rumah oleh Bukan Pemilik) PENULISAN

Lebih terperinci

TINDAKAN HAKIM DALAM MENILAI KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI YANG BERBEDA ANTARA DI DEPAN PENYIDIK DENGAN DI PERSIDANGAN SKRIPSI

TINDAKAN HAKIM DALAM MENILAI KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI YANG BERBEDA ANTARA DI DEPAN PENYIDIK DENGAN DI PERSIDANGAN SKRIPSI TINDAKAN HAKIM DALAM MENILAI KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI YANG BERBEDA ANTARA DI DEPAN PENYIDIK DENGAN DI PERSIDANGAN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENGGARONG NOMOR: 310/PID.B/2015/PN.TRG.

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENGGARONG NOMOR: 310/PID.B/2015/PN.TRG. KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENGGARONG NOMOR: 310/PID.B/2015/PN.TRG.) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR Oleh: I Gusti Bagus Eka Pramana Putra I Ketut Mertha I Wayan Suardana Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah

TINJAUAN PUSTAKA. sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Pembuktian Hukum pembuktian merupakan bagian dari Hukum Acara Pidana yang menjadi sumber utama dalam pembuktian. Mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui BAB I LATAR BELAKANG Lembaga peradilan merupakan institusi negara yang mempunyai tugas pokok untuk memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkaraperkara yang diajukan oleh warga masyarakat.

Lebih terperinci

PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM Oleh : Komang Agung Cri Brahmanda Ida Bagus Putra Atmadja, Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI KETERANGAN TERDAKWA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI BERLANJUT (Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor:132/Pid.Sus/2010/PN. Pwt.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SIKAP KEJAKSAAN ATAS PELIMPAHAN BERKAS PERKARA OLEH PENYIDIK

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SIKAP KEJAKSAAN ATAS PELIMPAHAN BERKAS PERKARA OLEH PENYIDIK TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SIKAP KEJAKSAAN ATAS PELIMPAHAN BERKAS PERKARA OLEH PENYIDIK Oleh: I Gusti Ayu Intan Purnamaningrat I Gede Yusa Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled

Lebih terperinci

Benyamin Yasolala Zebua ( )

Benyamin Yasolala Zebua ( ) ABSTRAK Aspek Pembuktian Tindak Pidana Perjudian Bola Online Berdasarkan Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Benyamin Yasolala Zebua (1088003) Aktivitas perjudian pada prakteknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi yang telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara memerlukan penanganan yang luar biasa. Perkembangannya

Lebih terperinci

LEGALITAS SHORT MESSAGE SERVICE (SMS)

LEGALITAS SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) LEGALITAS SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PIDANA Oleh : Putu Rosa Paramitha Dewi I Ketut Keneng Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum,Universitas Udayana ABSTRACT: This journal

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016 PERTIMBANGAN YURIDIS PENYIDIK DALAM MENGHENTIKAN PENYIDIKAN PERKARA PELANGGARAN KECELAKAAN LALU LINTAS DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAMBI Islah 1 Abstract A high accident rate makes investigators do not process

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu

BAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian dalam hukum acara pidana merupakan hal sangat penting dalam proses pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Pembuktian dipandang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK KEBERADAAN KANTOR PERWAKILAN BPJS KETENAGAKERJAAN YANG BERADA DI LUAR NEGERI GUNA MENJAMIN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) YANG MENGALAMI PEMASALAHAN DALAM BIDANG ASURANSI

Lebih terperinci

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN Oleh Maya Diah Safitri Ida Bagus Putu Sutama Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The right to obtain legal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP

Lebih terperinci

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil. 12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan

Lebih terperinci

UPAYA TERDAKWAMENOLAK DAKWAAN DENGAN MENGAJUKAN

UPAYA TERDAKWAMENOLAK DAKWAAN DENGAN MENGAJUKAN UPAYA TERDAKWAMENOLAK DAKWAAN DENGAN MENGAJUKAN SAKSI YANG MERINGANKAN DALAM PERKARA PENGANIAYAAN ANAK YANG MENGAKIBATKAN MATI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO NOMOR (168/PID.SUS/2013/PN.SKH)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KONSEP RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA LALU LINTAS. Jessica Calista

IMPLEMENTASI KONSEP RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA LALU LINTAS. Jessica Calista iv IMPLEMENTASI KONSEP RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA LALU LINTAS Jessica Calista 1087008 Undang-Undang Lalu Lintas yang saat ini diberlakukan di Indonesia adalah Undang-Undang

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI KASUS NO.

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI KASUS NO. ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI KASUS NO. 281/Pid.B/2013/PN.TK) (Jurnal Penelitian) Oleh: MANGGARA GUIN TRICAHYO FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) Oleh : I Gusti Ayu Dwi Andarijati I Nengah Suharta Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Korupsi adalah masalah

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI MEDIA ELEKTRONIK BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI MEDIA ELEKTRONIK BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI MEDIA ELEKTRONIK BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) Oleh Jesisca Ariani Hutagaol (I Gusti Ngurah Parwata,S.H.,M.H) Bagian Hukum Pidana Fakultas

Lebih terperinci

PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DALAM BAP DI MUKA SIDANG PANGADILAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR)

PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DALAM BAP DI MUKA SIDANG PANGADILAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DALAM BAP DI MUKA SIDANG PANGADILAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh I Made Adhi Parwatha I Ketut Keneng I Ketut Sudjana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA MELAKUKAN PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

TINDAK PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA MELAKUKAN PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN TINDAK PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA MELAKUKAN PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN (Studi Penerapan Pasal 80 Ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak di Pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

Oleh Elza Aulia NIM. E

Oleh Elza Aulia NIM. E TINJAUAN PEMBUKTIAN DAKWAAN PERKARA PERLINDUNGAN ANAK DENGAN ALAT BUKTI SAKSI TIDAK DISUMPAH DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP MINIMUM PEMBUKTIAN (STUDI PUTUSAN NOMOR: 121/Pid.Sus/2014/PN.Spg) Penulisan Hukum

Lebih terperinci

ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM MENYUSUN DAKWAAN TUNGGAL DALAM PERKARA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (Studi Putusan Nomor: 817/Pid.B/2013/PN.

ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM MENYUSUN DAKWAAN TUNGGAL DALAM PERKARA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (Studi Putusan Nomor: 817/Pid.B/2013/PN. ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM MENYUSUN DAKWAAN TUNGGAL DALAM PERKARA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (Studi Putusan Nomor: 817/Pid.B/2013/PN.Smg) Surya Guritno Abstrak Tujuan penelitian untuk mengetahui argumentasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang dilaksanakan pemerintah meliputi semua aspek kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari semua aspek kehidupan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH

KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum Oleh: SAKTIAN NARIS

Lebih terperinci

PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) DALAM PRA PENUNTUTAN

PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) DALAM PRA PENUNTUTAN PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) DALAM PRA PENUNTUTAN Oleh I Gusti Ayu Aditya Wati Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Makalah ini berjudul Pemecahan Perkara (Splitsing)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Masalah Peranan saksi dalam setiap persidangan perkara pidana sangat penting karena kerap keterangan saksi dapat mempengaruhi dan menentukan kecenderungan keputusan

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN YURIDIS PENGABAIAN KETERANGAN SAKSI KORBAN, PETUNJUK DAN BARANG BUKTI OLEH HAKIM SEBAGAI SANDARAN HUKUM PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM DALAM PERKARA

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TESIS PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TESIS PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TESIS PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Oleh: RAHARJO YUSUF WIBISONO, S.H. NIM. 031314153057 PROGRAM MAGISTER HUKUM PASCA SARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA OLEH PENUNTUT UMUM DALAM PRAPENUNTUTAN

PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA OLEH PENUNTUT UMUM DALAM PRAPENUNTUTAN PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA OLEH PENUNTUT UMUM DALAM PRAPENUNTUTAN Oleh Anak Agung Gede Agung Dwi Saputra I Wayan Tangun Susila I Dewa Made Suartha Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan mempertimbangkan dan menilai

Lebih terperinci

KEDUDUKAN SURAT PENGANGKATAN PEGAWAI SWASTA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM JAMINAN DALAM PEYALURAN KREDIT PERBANKAN DI INDONESIA

KEDUDUKAN SURAT PENGANGKATAN PEGAWAI SWASTA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM JAMINAN DALAM PEYALURAN KREDIT PERBANKAN DI INDONESIA KEDUDUKAN SURAT PENGANGKATAN PEGAWAI SWASTA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM JAMINAN DALAM PEYALURAN KREDIT PERBANKAN DI INDONESIA ABSTRAK Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Swasta merupakan suatu surat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. akurat, dalam mengolah dan menyimpulkan serta memecahkan suatu masalah. Dalam melakukan

III. METODE PENELITIAN. akurat, dalam mengolah dan menyimpulkan serta memecahkan suatu masalah. Dalam melakukan III. METODE PENELITIAN Data yang diperlukan dalam melakukan penelitian diperoleh melalui metode ilmiah. Dimana cara yang digunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian untuk mendapatkan data yang objektif

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK)

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK) KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek hukum yang berlaku. Kemajuan teknologi informasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUKTIAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA

KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUKTIAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUKTIAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA ABSTRACT The witness is one of the evidences, whose information is required for the purpose of verification process before the Judge, in a case

Lebih terperinci

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh

Lebih terperinci

JURNAL IMPLEMENTASI HAK KORBAN UNTUK MENDAPATKAN RESTITUSI MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

JURNAL IMPLEMENTASI HAK KORBAN UNTUK MENDAPATKAN RESTITUSI MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN JURNAL IMPLEMENTASI HAK KORBAN UNTUK MENDAPATKAN RESTITUSI MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Diajukan oleh : Hendrik Renyaan NPM : 080509823 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di Indonesia saat ini semakin meningkat, melihat berbagai macam tindak pidana dengan modus tertentu dan

Lebih terperinci

GANTI KERUGIAN DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN BAGI TERDUGA TERORIS YANG TERTEMBAK MATI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

GANTI KERUGIAN DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN BAGI TERDUGA TERORIS YANG TERTEMBAK MATI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA GANTI KERUGIAN DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN BAGI TERDUGA TERORIS YANG TERTEMBAK MATI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA Oleh: Ni Putu Riyani Kartika Sari I Nyoman Suyatna Bagian Peradilan

Lebih terperinci

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa : 61 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis menyimpulkan bahwa : 1. Dalam memperoleh suatu keyakinan oleh hakim, ia harus mendasarkan keyakinannya

Lebih terperinci

Kata Kunci: Visum Et Repertum, Pembuktian, Tindak Pidana Perkosaan

Kata Kunci: Visum Et Repertum, Pembuktian, Tindak Pidana Perkosaan EFEKTIVITAS VISUM ET REPERTUM DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN Mery Sulistiawati Hutauruk, Diah Gustiniati, Tri Andrisman email: (mery.sulistiawati_19@yahoo.co.id) Abstrak Tindak pidana perkosaan

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta No. : 255/Pid.Sus/2011/PN.YK.) S K R I P S I Oleh: YOHANES BOYKE

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014 PELAKSANAAN KEWAJIBAN DOKTER DALAM MEMBERIKAN KETERANGAN AHLI DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG ARTIKEL Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Diajukan oleh :

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara yang dipergunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu permasalahan. Dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pemeriksaan suatu perkara pidana dalam proses peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu kumpulan dari masyarakat-masyarakat yang beraneka ragam corak budaya, serta strata sosialnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 28, Pasal

Lebih terperinci

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA 0 PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu masyarakat tertentu atau dalam Negara tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA. (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN.

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA. (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN. TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt) S K R I P S I Oleh : MOHAMAD RIANSYAH SUGORO E1E004146 KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci