TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN KENDARAAN BERMOTOR DI PT. SINAR MAS CABANG SURAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN KENDARAAN BERMOTOR DI PT. SINAR MAS CABANG SURAKARTA"

Transkripsi

1 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN KENDARAAN BERMOTOR DI PT. SINAR MAS CABANG SURAKARTA Oleh: Franskus Manendar Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK Masalah penggelapan sepeda motor merupakan persoalan yang sudah sering terjadi. Masalah ini semakin menarik untuk diteliti karena sepeda motor yang digelapkan adalah sepeda motor kredit yang belum lunas pembayarannya. Penggelapan sepeda motor ini dilakukan oleh masyarakat yang melakukan pembelian sepada motor secara kredit di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta. Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis sosiologis, artinya penelitian berdasar kerangka pembuktian untuk memastikan suatu kebenaran berdasarkan pada ketentuan perundangan yang berlaku serta kenyataan dan fenomena yang ada. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa penyebab terjadinya tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta antara lain berupa faktor intern dan ekstern. Faktor intern berupa mudahnya calon konsymen mendapatkan fasilitas kredit, jumlah uang muka dan angsuran yang terjangkau, adanya kolusi dengan internal perusahaan (karyawan) serta adanya sistem target bagi karyawan. Sedangkan faktor ekstern penyebab terjadinya tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor adalah faktor adanya agen (perantara), adanya penadah dan faktor adanya penjamin. Kendala-kendala yang dihadapi oleh PT. Sinar Mas Cabang Surakarta dalam Menangani Tindak Pidana Penggelapan Kendaraan Bermotor adalah konsumen pindah alamat (tidak diketahui) serta adanya perubahan identitas kendaraan yaitu nomor mesin dan rangka sepeda motor dihapus. Upaya yang dilakukan oleh PT. Sinar Mas Cabang Surakarta dalam menangani tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor, antara lain melibatkan informan tetap atau lepas. ikut terlibat razia bersama pihak berwajib (polisi lalu lintas), melakukan sweeping dengan pihak kepolisian dan melaporkan ke kepolisian dengan tuduhan tindak pidana pengelapan. Kata Kunci: Tindak Pidana Penggelapan 1

2 LATAR BELAKANG MASALAH Penggelapan adalah salah satu jenis tindak pidana yaitu berupa kejahatan terhadap harta kekayaan manusia yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), rumusan pokoknya diatur pada Pasal 372 yang dirumuskan sebagai berikut "Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak Rp ". Dari rumusan penggelapan sebagaimana tersebut di atas, maka jika ditelaah lebih lanjut rumusan tersebut terdiri dari unsur-unsur subyektif dan obyektif. Objektifnya meliputi perbuatan memiliki (zicht toe.igenen); sesuatu benda (eenig goed); yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain; yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan; dan unsur-unsur Subjektifnya meliputi penggelapan dengan sengaja (opzettelijk); dan penggelapan melawan hukum (wederrechtelijk). Pemahaman akan makna penggelapan dalam rumusan di atas tidak diartikan sebagai membuat sesuatu menjadi gelap atau tidak terang, seperti arti kata yang sebenarnya. Perkataan verduistering yang ke dalam bahasa Indonesia diterjemahkan secara harfiah dengan penggelapan, sebenarnya bagi masyarakat Belanda diartikan secara luas (figurlijk), bukan diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai membikin sesuatu menjadi tidak terang atau gelap. PT. Sinar Mas sebagai salah satu perusahaan jasa pembiayaan kredit kendaraan bermotor Cabang Surakarta, turut serta dalam bisnis ini, syarat-syarat yang diberikan sangat mudah untuk seseorang dapat menguasai sebuah benda atau sepeda motor dengan menawarkan pembayaran yang ringan melalui metode kredit (leasing) yaitu dengan membayar uang muka dan angsuran berjalan dalam beberapa tahapan, besaran biayanya sesuai dengan kesepakatan yang ditentukan dalam perjanjian selama kurun waktu tertentu. Dari apa yang telah dijabarkan di atas, terlihat jelas bahwa ada persoalan hukum yang menarik untuk dibahas yaitu, kejahatan penggelapan sepeda motor di Surakarta khususnya di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta, yang menjadi korban atas tindakan tersebut. Keadaan inilah yang mendorong dan menimbulkan niat bagi peneliti untuk membahas dan menganalisa serta ingin mengungkap kasus atau masalah tersebut dalam penelitian hukum ini. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah penyebab terjadinya tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta?. 2

3 2. Bagaimakah kendala-kendala dan upaya mengatasi yang dilakukan oleh PT. Sinar Mas Cabang Surakarta dalam menangani tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor?. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengkaji penyebab timbulnya tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta. 2. Mengkaji kendala-kendala dan upaya mengatasi yang dilakukan oleh PT. Sinar Mas Cabang Surakarta dalam menangani tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor. TINJAUAN PUSTAKA Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak pidana yang terjadi harus diketahui makna dan definisinya termasuk tindak pidana penggelapan. Penggelapan berarti memiliki barang atau sesuatu yang dimiliki oleh orang lain tetapi tindakannya tersebut bukan suatu kejahatan. Tindak Pidana penggelapan adalah termasuk tindak pidana kejahatan terhadap harta kekayaan orang atau vermogendelicten sebagaimana yang diatur dalam Pasal 372 sampai dengan pasal 377 KUHP. Kejahatan terhadap harta kekayaan adalah berupa penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik petindak) (Adami Chazawi, 2011: 1). Dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menegaskan: Barang siapa dengan sengaja melawan hukum memiliki barang sesuatu atau seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Tindak pidana yang tercantum di dalam Pasal 372 KUHP adalah tindak pidana pokok. Artinya, semua jenis penggelapan harus memenuhi bagian inti Pasal 372 KUHP ditambah bagian inti lainnya. Adami Chazawi (2011: 5) mengemukakan penjelasannya mengenai tindak pidana penggelapan berdasarkan pasal 372 KUHP yang dikemukakan sebagai berikut: Perkataan verduistering yang kedalam bahasa kita diterjemahkan secara harfiah dengan penggelapan itu, bagi masyarakat Belanda diberikan secara arti luas (figurlijk), bukan diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai membikin sesuatu menjadi tidak terang atau gelap. Lebih mendekati pengertian bahwa petindak menyalahgunakan haknya sebagai yang menguasai suatu benda (memiliki), hak mana tidak boleh melampaui dari haknya sebagai seorang yang diberi kepercayaan untuk menguasai benda tersebut bukan karena kejahatan. 3

4 Dari beberapa pengertian dan penjelasan mengenai arti kata penggelapan dapat dilihat juga pada penjelasan C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil (2000: 1) yang mendefinisikan penggelapan secara lengkap sebagai berikut: Penggelapan, barang siapa secara tidak sah memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain dan yang ada padanya bukan karena kejahatan, ia pun telah bersalah melakukan tindak pidana eks. Pasal 372 KUHP yang dikualifikasikan sebagai verduistering atau penggelapan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta, dengan alasan bahwa kasus penggelapan kendaraan bermotor di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta saat ini marak terjadi, sehingga perlu dilakukan penanganan baik oleh PT. Sinar Mas Cabang Surakarta maupun bekerjasama dengan pihak kepolisian. Metode yang dipergunakan adalah yuridis sosiologis, artinya suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk menemukan fakta (fact-finding), yang kemudian menuju pada identifikasi (problem-identification) dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah (problem-solution). Metode analisis data dalam penulisan hukum ini dilakukan secara kualitatif yaitu data yang telah diperoleh dari penelitian di lapangan secara tertulis dan lisan dipelajari secara utuh dan menyeluruh kemudian dianalisis dan disajikan secara deskrptif dalam satu kesatuan yang utuh mengenai objek yang diteliti, sehingga dapat menghasilkan suatu alur pemikiran yang sistematis yang akan menjelaskan mengenai objek yang diteliti. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Penggelapan Kendaraan Bermotor di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta Penggelapan sepada motor yang terjadi adalah penggelapan terhadap sepeda motor dengan berbagai type. Pelakunya adalah konsumen yang membeli sepeda motor secara kredit di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta. Adapun faktor penyebab terjadinya tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta adalah sebagai berikut: 1. Faktor Intern a. Mudahnya mendapatkan fasilitas kredit Untuk memperoleh fasilitas kredit di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta pelaku hanya perlu melengkapi persayaratan berupa : Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP), kartu keluarga, slip gaji dan rekening (air, listrik, atau 4

5 telepon). b. Jumlah uang muka dan angsuran yang terjangkau. Untuk melakukan kredit sepeda motor seorang konsumen hanya cukup membayar uang muka yang besarnya ditentukan oleh perusahaan dan dapat dijangkau masyarakat. Pada periode tertentu PT. Sinar Mas Cabang Surakarta menawarkan subsidi uang muka dan diskon atau potongan harga uang angsuran untuk sepeda motor tipe tertentu. c. Adanya kolusi dengan internal perusahaan (karyawan) Untuk memperoleh pembiayaan sepeda motor bagi konsumen harus memenuhi kriteria yang diajukan oleh pihak perusahaan adalah: 1) Usaha berjalan minimal 3 tahun. Dilihat jenis usaha dan prospeknya. 2) Gaji/penghasilan ± Rp ,-/bulan. 3) Memiliki rumah sendiri. 4) Persetujuan suami/istri. 5) Alamat kantor/tempat usaha. d. Adanya sistem target bagi karyawan Dalam perusahaan leasing terdapat penetapan target yang harus dipenuhi oleh karyawan, termasuk di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta. Bagi karyawan ditetapkan bahwa target perbulannya harus dapat dipenuhi oleh karyawan karena target ini sangat berpengaruh bagi pendapatan/gaji mereka. Pendapatan karyawan di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta terdiri dari gaji pokok dan insentif. Gaji pokok besarnya ditentukan berdasarkan posisi atau jabatan masing-masing sedangkan insentif adalah bonus gaji bagi karyawan yang besarnya tergantung dari seberapa besar karyawan tersebut dapat memenuhi target yang ditetapkan perusahaan. Berdasarkan wawancara penulis dengan surveyor PT. Sinar Mas Cabang Surakarta, bahwa target yang harus dipenuhi oleh petugas lapangan adalah menyelesaikan 75% masalah yang ditanganinya dengan terjun langsung ke lapangan. 2. Faktor Eksternal Adapun faktor eksternal yang dapat mendukung terlaksananya kejahatan penggelapan sepeda motor adalah: a. Faktor Adanya Agen (Perantara) Agen (perantara) adalah pihak yang menjadi penghubung/perantara antara konsumen dan PT. Sinar Mas Cabang Surakarta. Agen inilah yang akan mengurus semua kelengkapan persyaratan yang diperlukan untuk pengajuan kredit sepeda motor di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta. Dalam hal kredit di 5

6 perusahaan leasing, agen sangat berperan bagi pihak konsumen dan perusahaan. Bagi konsumen yang tidak ingin repot dan bisa cepat mendapatkan kredit sepeda motor, agen adalah orang yang tepat. b. Faktor Adanya Penadah Penadah adalah orang yang menampung sepeda motor kredit yang belum lunas pembayarannya. Penadah disini adalah orang yang menerima gadai atau menerima penjualan barang yang berasal dari hasil kejahatan. Pelaku penggelapan menjual atau menggadaikan sepeda motor kredit tersebut kepada penadah dengan harga yang lebih murah. c. Faktor Adanya Penjamin Penjamin adalah orang yang menjamin seluruh hutang seseorang dan bertanggung jawab untuk membayar hutang tersebut apabila pihak yang dijaminkan tersebut tidak memenuhi kewajibannya. Adanya penjamin inilah yang juga menyebabkan pelaku penggelapan mudah melaksanakan kejahatan. Apabila penjamin adalah orang yang mempunyai pengaruh yang cukup kuat di masyarakat atau merupakan oknum aparat penegak hukum maka akan sangat meyakinkan pihak perusahaan. Pengajuan kredit tentunya akan diterima dan sepeda motor akan langsung dapat dimiliki. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya setiap tindakan penggelapan memiliki unsur perbuatan yang berbeda-beda dari keinginan pelaku melakukan tindakan tersebut dan unsur-unsur penggelapan didalamnya sendiri terbagi menjadi dua subyektif dan objektif dimana setiap rinciannya mengindikasi pada perumusan pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Unsur objektif dan subjektif yang di maksud diatas antara lain: 1. Unsur Objektif a. Unsur perbuatan materil seperti perbuatan mengambil pada pencurian, perbuatan memiliki kepada penggelapan, perbuatan menggerakkan hati pada penipuan, perbuatan memaksa pada pemerasan dan pengancaman perbuatan menghancurkan dan merusakkan pada penghancuran dan perusakkan benda, unsur benda atau barang unsur keadaan yang menyertai terhadap objek benda, yakni unsur milik orang lain yang menyertai atau melekat pada unsur objek benda tersebut. b. Barang siapa, seperti didalam tindak pidana pencurian kata barang siapa ini menunjukkan orang, apabila seseorang memnuhi semua unsur tindak pidana penggelapan maka dia disebut pelaku atau dader. 6

7 c. Menguasai secara melawan hukum (bermaksud memiliki), penguasaan secara sepihak oleh pemegang sebuah benda seolah-olah ia merupakan pemiliknya, bertentangan dengan hak yang membuat benda tersebut berada padanya. d. Suatu benda, ialah benda yang menurut sifatnya dapat dipindah-pindahkan ataupun dalam prakteknya sering disebut benda bergerak. e. Seluruh atau sebagiannya adalah milik orang lain, penggelapan atas benda yang sebagian merupakan kepunyaan orang lain itu dapat terjadi, barang siapa atas biaya bersama telah melakukan suatu usaha bersama dengan orang lain, ia tidak boleh menguasai uang milik bersama itu untuk keperluan bersama. f. Benda yang ada dalam kekuasaannya tidak karena kejahatan, yaitu; harus ada hubungan langsung yang sifatnya nyata antara pelaku dengan suatu benda tindak pidana penggelapan. 2. Unsur Subjektif Unsur kesengajaan memuat pengertian mngetahui dan menghendaki, berbeda dengan tindak pidana pencurian yang tidak mencantumkan unsur kesengajaan sebagai salah satu unsur tindak pidana pencurian, rumusan pasal 372 KUHP mencantumkan unsur kesengajaan pada tindak pidana penggelapan sehingga dengan mudah orang mengatakan bahwa penggelapan merupakan delik sengaja atau opzettelijk delict. a. Unsur kesalahan yang dirumuskan dengan kata-kata seperti dengan maksud, dengan sengaja, yang diketahui / patut diduga olehnya, dan sebagainya; dan b. Unsur melawan hukum baik yang ditegaskan eksplisit / tertulis dalam perumusan pasal maupun tidak. Kendala-kendala yang dihadapi oleh PT. Sinar Mas Cabang Surakarta dalam Menangani Tindak Pidana Penggelapan Kendaraan Bermotor dan Upaya Mengatasinya Kendala-kendala yang dialami oleh PT. Sinar Mas Cabang Surakarta dalam menangani tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor, antara lain : 1. Konsumen Pindah Alamat (tidak diketahui) Menurut Surveyor PT. Sinar Mas Cabang Surakarta, Pindah alamat tanpa diketahui di mana alamat barunya, sangat menyulitkan kami untuk melacak keberaan sepeda motor, guna di lakukan penarikan. Pindah alamat tanpa memberitahukan ke PT. Sinar Mas Cabang Surakarta adalah salah satu bentuk tidak beritikad baiknya konsumen dalam perjanjian pembiayaan konsumen yang telah di tanda-tanganinnya. 7

8 2. Identitas barang telah diubah Perubahan yang dimaksud adalah seperti nomor mesin dan rangka sepeda motor Yamaha dihapus, sepeda motor yang demikian dikenal dengan sepeda motor bodong. Penghapusan identitas sepeda motor dilakukan agar jaminan tidak diketahui oleh remedial field/dept collektor pada saat akan di lakukan penarikan. Penghapusan nomor mesin dan nomor rangka barang jaminan tersebut biasanya dilakukan terhadap sepeda motor yang bermasalah, kredit macet dan hasil curian. Adapun keberadaan sepeda motor bodong biasanya ada di daerah-daerah atau disekitar kompleks yang jauh dari penegakan hukum berlalu-lintas, dengan demikian mereka bebas menggunakan sepeda motor tersebut tanpa kawahtir ada petugas polisi lalu lintas yang melakukan pemeriksaan sepeda motor. Upaya yang dilakukan oleh PT. Sinar Mas Cabang Surakarta dalam menangani tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor, antara lain : 1. Melibatkan informan tetap atau lepas Dept collector dalam melaksanakan tugasnya biasanya merekrut informan untuk membantu melacak keberadaan barang jaminan baik di rumah penerima fasilitas atau di tempat yang yakini tempat pengalihan barang jaminan. 2. Ikut terlibat razia bersama pihak berwajib (polisi lalu lintas) Keterlibatan dalam razia lalu-lintas bersama satuan Polisi lalu lintas di Wilayah hukum Polresta Surakarta untuk mencari barang jaminan, razia adalah satu upaya guna mencari barang jaminan yang sulit di lakukan dari tangan penerima fasilitas atau yang sudah dialihkan. Razia bersama polisi lalu lintas salah satu cara meminimalisasi keributan pada saat melakukan suatu penarikan. 3. Melakukan sweeping Sweeping dilakukan dengan permohonan bantuan kepada aparat Kepolisian dari Polresta Surakarta pada daerah-daerah yang diduga menjadi tempat pengalihan barang jaminan barang jaminan. Sweeping dilakukan cara terus menerus, terjadwal setiap bulan dan bergilir setiap daerah. Selain sweeping di wilayah kerja PT. Sinar Mas Cabang Surakarta, sweeping juga pernah dilakukan seperti di Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Grobogan, karena daerah-daerah tersebut merupakan daerah perbatasan kota Surakarta, di mana menjadi tempat pengalihan barang jaminan. 4. Melaporkan Ke Kepolisian Apabila langkah-langkah di atas tidak mampu berhasil dan penerima fasilitas tidak dapat bekerjasama dalam penyelesaian penggelapan sepeda motor, maka laporan ke Kepolisian atas tindakan penggelapan barang jaminan oleh penerima fasilitas adalah 8

9 satu cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Upaya pelaporan yang dilakukan oleh pihak PT. Sinar Mas Cabang Surakarta kepada pihak kepolisian karena adanya tindak pidana penggelapan diatas, menurut Penulis adalah tidak tepat. Alasannya, dalam perjanjian pembiayaan konsumen dan perjanjian jual beli yang dilakukan bukan termasuk kategori sewa beli dimana jika obyeknya dijual atau digadaikan terjadi tindak pidana penggelapan karena hak milik atas benda baru beralih kepada penyewa beli setelah angsuran terakhir lunas. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa penyebab terjadinya tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor di PT. Sinar Mas Cabang Surakarta antara lain berupa faktor intern dan ekstern. Faktor intern berupa mudahnya calon konsymen mendapatkan fasilitas kredit, jumlah uang muka dan angsuran yang terjangkau, adanya kolusi dengan internal perusahaan (karyawan) serta adanya sistem target bagi karyawan. Sedangkan faktor ekstern penyebab terjadinya tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor adalah faktor adanya agen (perantara), adanya penadah dan faktor adanya penjamin. Kendala-kendala yang dihadapi oleh PT. Sinar Mas Cabang Surakarta dalam Menangani Tindak Pidana Penggelapan Kendaraan Bermotor adalah kkonsumen pindah alamat (tidak diketahui) serta adanya perubahan identitas kendaraan yaitu nomor mesin dan rangka sepeda motor dihapus. Upaya yang dilakukan oleh PT. Sinar Mas Cabang Surakarta dalam menangani tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor, antara lain melibatkan informan tetap atau lepas. ikut terlibat razia bersama pihak berwajib (polisi lalu lintas), melakukan sweeping dengan pihak kepolisian dan melaporkan ke kepolisian dengan tuduhan tindak pidana pengelapan. DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana.Jakarta : Raja Grafindo Persada. C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2000, Pokok-pokok Hukum Pidana Untuk Tiap Orang, Jakarta: Pradnya Paramita. Joeniarianto dalam Natangsa Surbaki Hukum Pidana. Surakarta: UMS. Masruchin Ruba i, 2003, Asas-asas Hukum Pidana, UM Press, Malang. Mardjono Reksodiputro, 1999, Paradoks dalam Kriminologi, Rajawali, Jakarta. Mahmud Mulyadi, 2008, Criminal Policy, Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy, Pustaka Bangsa Press. 9

10 Moeljatno, 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Muhamad Sudradjat Bassar, 2006, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Remadja Karya 1984, Jakarta. Nazution, Az. 1995, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, 2009, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi. Jakarta: Sinar Grafika. Rusdihardjo dalam Joeniarianto, 2010, Pengantar Hukum Piedana, dalam diakses Tanggal 25 November Soejono Soekanto, 1982, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1989, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grapindo. Tongat, 2006, Hukum Pidana Materiil, UMM Press. Malang. Wirjono Prodjodikoro, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Refika. Undang-Undang : Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bab XXIV Pasal 372 dan 374 (buku II) tentang Penggelapan. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia 10

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan terhadap harta kekayaan manusia yang diatur di dalam Kitab

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan terhadap harta kekayaan manusia yang diatur di dalam Kitab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggelapan adalah salah satu jenis tindak pidana yaitu berupa kejahatan terhadap harta kekayaan manusia yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dewasa ini pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang, tidak terkecuali pembangunan dalam bidang hukum sebagai wujud reformasi di bidang hukum itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri karena kejahatan merupakan produk dari masyarakat dan ini perlu ditanggulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Banyak orang, terutama orang awam tidak paham apa arti Penipuan yang sesungguhnya, yang diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 378, orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2 TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsep Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT PASAL 365 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh : Fentry Tendean 2 ABSTRAK Pandangan ajaran melawan hukum yang metarial, suatu perbuatan selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib untuk ditaati karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

Lebih terperinci

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1 POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1 Abstrak: Klausula perjanjian dalam pembiayaan yang sudah ditentukan terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) RISKA YANTI / D 101 07 622 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Pertimbangan Hakim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencurian kendaraan bermotor semakin marak terjadi di lingkungan masyarakat baik di kota maupun di daerah, berbagai macam modus operandi yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang

bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penadahan 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu masalah sosial yaitu masalah yang timbul di dalam suatu kalangan masyarakat, dimana

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi, (2008), Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cet. Ke- I, Jakarta: Prenada Media Group.

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi, (2008), Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cet. Ke- I, Jakarta: Prenada Media Group. DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU Arief, Barda Nawawi, (2008), Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cet. Ke- I, Jakarta: Prenada Media Group. -------------------------, (2008), Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan berkembang di masyarakat, sedangkan pelaku kejahatan dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan berkembang di masyarakat, sedangkan pelaku kejahatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu perbuatan yang menyalahi aturan-aturan yang hidup dan berkembang di masyarakat, sedangkan pelaku kejahatan dan perbuatan jahat dalam arti

Lebih terperinci

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi PEMERASAN/AFPERSING AFPERSING DAN PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING FACHRIZAL AFANDI, S.Psi., SH., MH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya PEMERASAN DAN PENGANCAMAN (BAB XXIII) PEMERASAN DALAM BENTUK POKOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

Tindak Pidana Penadahan Hasil Pencurian Sepeda Motor Dan Upaya Penanggulangannya Oleh Ma arif

Tindak Pidana Penadahan Hasil Pencurian Sepeda Motor Dan Upaya Penanggulangannya Oleh Ma arif Abstraksi Tindak Pidana Penadahan Hasil Pencurian Sepeda Motor Dan Upaya Penanggulangannya Oleh Ma arif Penadahan sebagai penampung hasil pencurian sepeda motor memberikan kemudahan bagi si pelaku untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Palu No.12/Pid.B/2009/PN.PL) ANHAR / D 101 07 355 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL

KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL Oleh : YOGO NUGROHO NPM: 11100074 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2016 KAJIAN PENYIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup saling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh:

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh: KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA Oleh: Ronal Ravianto Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang, dengan tujuan pokok untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang, dengan tujuan pokok untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan disegala bidang, dengan tujuan pokok untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari uraian bab-bab terdahulu yang telah dijabarkan, maka diperoleh

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari uraian bab-bab terdahulu yang telah dijabarkan, maka diperoleh 61 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian bab-bab terdahulu yang telah dijabarkan, maka diperoleh sebuah kesimpulan tentang kejahatan penggelapan sepeda motor dan upaya pengendaliannya. khususnya di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan 2.1.1 Pengertian Tindak Pidana Pencurian pencurian merupakan perbuatan pengambilan barang. Kata mengambil (wegnemen) merupakan

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) NASKAH HASIL PENELITIAN Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai negara hukum, maka untuk menjalankan suatu negara

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017 TINJAUAN YURIDIS PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA MENURUT KUHP 1 Oleh : Chant S. R. Ponglabba 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana unsur-unsur tindak pidana dan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum selalu melekat pada manusia bermasyarakat. Dengan berbagai peran hukum, maka hukum memiliki fungsi: menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa

Lebih terperinci

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hakikat dari tindak pidana ringan dan bagaimana prosedur pemeriksaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan Masyarakat dan sebagaian Masyarakat merasa dirugikan oleh pihak yang berbuat kejahatan tersebut,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. Pangemanan, SH, MH; M.G. Nainggolan, SH, MH, DEA. 2. Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM,

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. Pangemanan, SH, MH; M.G. Nainggolan, SH, MH, DEA. 2. Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM, DELIK PENGADUAN FITNAH PASAL 317 AYAT (1) KUH PIDANA DARI SUDUT PANDANG PASAL 108 AYAT (1) KUHAP TENTANG HAK MELAPOR/MENGADU 1 Oleh: Andrew A. R. Dully 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara Pasal-pasal Delik Pers KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA I. Pembocoran Rahasia Negara Pasal 112 Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat. Banyaknya produk barang dan/atau jasa yang ditawarkan para pelaku usaha kepada masyarakat sama-sama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis

PENDAHULUAN. perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis A. Latar Belakang PENDAHULUAN Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang. Namun belakangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strafbeerfeit dapat diartikan dengan perkataan delik, sebagaimana yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek terpenting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, dan merata secara materil dan spiritual berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, dan merata secara materil dan spiritual berdasarkan pancasila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, sejahtera, dan merata secara materil dan spiritual berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Penegakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Informasi

BAB V PENUTUP tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Informasi BAB V PENUTUP A KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil keseluruhan pembahasan tersebut di atas, Sebagaimana dikatakan dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka,

Lebih terperinci

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 24 BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN 2.1. Tindak Pidana Penggelapan Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP. Tindak pidana penggelapan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan Dactyloscopy adalah ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identifikasi orang dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, bangsa Indonesia telah melakukan pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi

Lebih terperinci

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban A. Latar Belakang Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri, maka kejahatanpun berkembang bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri.

Lebih terperinci

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Surastini Fitriasih Dalam Buku II KUHP: Bab XXII : Pencurian Bab XXIII: Pemerasan & Pengancaman Bab XXIV: Penggelapan Barang Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXVI: Merugikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan, 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kriminologi Secara etimologis kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan, dan logos yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan, sehingga kriminologi adalah

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017 PROSES PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh: Raymond Lontokan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa bentuk-bentuk perbuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat akan tercipta dari pembangunan yang baik dan merata bagi seluruh rakyat. Di Indonesia pembangunan yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. DAFTAR PUSTAKA Arief, Barda Nawawi. 1998. Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Moeljatno. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara. Jakarta.

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana didasari adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang mudah, jalan pintas serta mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN A. Tindak Pidana Penganiayaan Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh negara ini meliputi pembangunan

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh I Nyoman Adi Wiradana Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI 65 TINJAUAN YURIDIS Abstrak : Perjanjian sewa beli merupakan gabungan antara sewamenyewa dengan jual beli. Artinya bahwa barang yang menjadi objek sewa beli akan menjadi milik penyewa beli (pembeli) apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda, itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

contoh mini legal memorandum

contoh mini legal memorandum contoh mini legal memorandum Kasus PENIPUAN BERKEDOK ARISAN MOTOR KEMBALI MARAK SEMARANG, KOMPAS - Empat puluh ribu nasabah CV Sukma tertipu dengan manajemen arisan perusahaan tersebut. Hingga kini mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh negara-negara yang telah maju dan juga oleh Negaranegara yang sedang berkembang

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme. TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2013 SEBAGAI TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI (TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME) 1 Oleh: Edwin Fernando Rantung 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di kenal dengan istilah strafbar feit dan dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana)

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

KAJIAN PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI PEGADAIAN KABUPATEN WONOGIRI

KAJIAN PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI PEGADAIAN KABUPATEN WONOGIRI KAJIAN PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI PEGADAIAN KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam

Lebih terperinci