PERANAN CACING TANAH SEBAGAI BIOINDIKATOR KESUBURAN TANAH PADA BERBAGAI TIPE TUTUPAN LAHAN DI DRAMAGA BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN CACING TANAH SEBAGAI BIOINDIKATOR KESUBURAN TANAH PADA BERBAGAI TIPE TUTUPAN LAHAN DI DRAMAGA BOGOR"

Transkripsi

1 PERANAN CACING TANAH SEBAGAI BIOINDIKATOR KESUBURAN TANAH PADA BERBAGAI TIPE TUTUPAN LAHAN DI DRAMAGA BOGOR YOSCARINI HERMITA MILASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIANN BOGOR BOGOR 2013

2 PERANAN CACING TANAH SEBAGAI BIOINDIKATOR KESUBURAN TANAH PADA BERBAGAI TIPE TUTUPAN LAHAN DI DRAMAGA BOGOR YOSCARINI HERMITA MILASARI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

3 Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Ir Iwan Hilwan MS

4 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peranan Cacing Tanah sebagai Bioindikator Kesuburan Tanah pada Berbagai Tipe Tutupan Lahan di Dramaga Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Yoscarini Hermita Milasari NRP P

5 RINGKASAN YOSCARINI HM. Peranan Cacing Tanah sebagai Bioindikator Kesuburan Tanah pada Berbagai Tipe Tutupan Lahan di Dramaga Bogor. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA dan MUHADIONO. Pertumbuhan penduduk semakin pesat disertai peningkatan kualitas hidup semakin baik menyebabkan ketergantungan manusia terhadap sumberdaya alam semakin besar. Di dalam ekosistem suatu sumberdaya alam, tumbuhan mempunyai peranan yang penting dalam memelihara fungsi ekologis ekosistem sumberdaya alam tersebut melalui kemampuannya dalam mengatur kondisi iklim mikro, tata air dan kesuburan tanah. Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Dalam hal ini, cacing tanah merupakan salah satu faktor biotik ekosistem terestrial yang berperan meningkatkan kesuburan tanah. Peranan cacing tanah sangat penting bagi proses dekomposisi bahan organik tanah yang signifikan memengaruhi kesuburan tanah tersebut. Penelitian bertujuan: (1) menentukan tipe tutupan lahan di Dramaga, (2) mengidentifikasi dan menganalisis jenis tumbuhan pada berbagai tipe tutupan lahan, (3) menganalisis kesuburan tanah pada berbagai tipe tutupan lahan berikut sejarah pengelolaannya, (4) mengidentifikasi jenis dan menduga kelimpahan cacing tanah sebagai indikator kesuburan tanah, dan (5) mengkaji hubungan kelimpahan cacing tanah dengan tingkat kesuburan tanah dan kelimpahan tumbuhan. Kegiatan penelitian dilakukan di Dramaga, Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat. Penelitian berlangsung selama 3 (tiga) bulan, yakni dari bulan Februari sampai April Pada lokasi penelitian dilakukan penafsiran citra landsat untuk identifikasi dan menafsirkan tipe tutupan lahan (landuse) di lokasi penelitian tersebut. Kemudian pada setiap tipe tutupan lahan tersebut dilakukan inventarisasi/risalah terhadap tiga obyek penelitian yaitu tumbuhan, cacing tanah dan kesuburan tanah. Rancangan sampling dalam penelitian menggunakan two stage sampling. Unit sampling primer berupa kuadrat berukuran 20 m x 20 m sebanyak tiga unit per tipe tutupan lahan untuk risalah tumbuhan tingkat pohon. Adapun untuk risalah tingkat permudaan dibuat kuadrat berukuran lebih kecil sebanyak tiga unit kuadrat masing-masing berukuran 2 m x 2 m untuk semai, 5 m x 5 m untuk pancang dan 10 m x 10 m untuk tiang di dalam setiap unit sampling primer. Sedang untuk kepentingan risalah cacing tanah dibuat unit sampling sekunder berukuran 1 m x 1 m sebanyak satu unit per unit sampling primer. Dalam penelitian ini identifikasi atau penafsiran tipe tutupan lahan dilakukan menggunakan software ArcGIS 9 terhadap citra landsat tahun Adapun analisis data vegetasi (kerapatan, frekuensi, dominansi, indeks nilai penting) menggunakan analisis vegetasi (Misra, 1974) dan keanekaragaman jenis dianalisis menurut rumus Shannon Wiener (Krebs, 1978), tingkat kesuburan tanah berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian tahun 2005, dan pendugaan kelimpahan cacing tanah di setiap tipe tutupan lahan digunakan prosedur perhitungan menurut two stage sampling design. Berdasarkan hasil pengolahan citra landsat di lokasi penelitian menggunakan software ArcGIS 9, terdapat lima tipe tutupan lahan yaitu tanah kosong, rumputrumputan, semak belukar, hutan tanaman, dan hutan campuran. Hasil perolehan data

6 kelima tipe-tipe tutupan lahan didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan yang berbeda, yakni: Digitaria sanguinalis (L.) di rumput-rumputan, Waltheria indica (L.) di semak belukar, Tectona grandis di hutan tanaman, serta Mimosa pudica (tumbuhan bawah), Hopea bancana (pancang), Baccaurea racemosa (tiang), dan Eugenia cymosa (pohon) di hutan campuran. Selanjutnya keanekaragaman pada tipe tutupan lahan rumputrumputan, semak belukar, dan hutan tanaman termasuk kategori rendah sedangkan pada tipe tutupan lahan hutan campuran adalah sedang. Berdasarkan hasil identifikasi kasar (morfologi) ditemukan satu spesies cacing tanah yang hidup pada kelima tipe tutupan di lokasi penelitian yakni Pheretima aspergillum. Secara morfologi spesies Pheretima aspergillum memiliki ciri berwarna merah kecoklatan, letak klitelum pada segmen 14-16, jumlah segmen berkisar dan panjang tubuh mencapai 2 11 cm. Hasil analisis tanah yang diambil dari lokasi penelitian mengindikasikan bahwa jenis tanah pada kelima tipe tutupan lahan adalah latosol merah kecoklatan. Kandungan ph tertinggi terdapat pada lahan hutan campuran sebesar 5,4 termasuk tanah dengan kategori masam. Pada kondisi ini ternyata cacing tanah hidup dan berkembangbiak lebih banyak karena kemasaman tanah (ph) tersebut mendekati kondisi lingkungan ph disenangi cacing tanah yakni berkisar antara ph 6,5-8,3. C-organik merupakan indikator kesuburan tanah yang terdiri dari berbagai ikatan C (karbon), hasil analisis menunjukkan nilai kandungan C-organik tertinggi terdapat pada lahan hutan campuran sebesar 3,90%. Nilai tersebut menjadi dasar menyatakan kesuburan tanah lebih baik. Kandungan nitrogen tertinggi sebesar 0,41% pada lahan hutan campuran. Kandungan nitrogen (N) yang tinggi termasuk kategori tanah subur karena N dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar. Kandungan kalium (K) tertinggi terdapat pada tipe tutupan lahan hutan campuran sebesar 0,42% dan hutan tanaman sebesar 0,33%. Pada kedua tipe tutupan lahan memiliki kategori tanah subur karena kalium merupakan katalisator dalam pembentukkan protein, membantu perkembangan akar tanaman, serta meningkatkan pertumbuhan jaringan meristem. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Unsur fosfor (P) merupakan unsur kimia tanah yang sangat diperlukan pada pertumbuhan tanaman. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada ph sekitar 6-7. Hasil analisis kejenuhan basa (KB) menunjukkan nilai sangat tinggi >100% pada lahan hutan tanaman jati dan pada hutan campuran sebesar 92%. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua tipe tutupan lahan merupakan tanah subur. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan positif antara variable cacing tanah dengan nilai kesuburan tanah C-organik dan fosfor. Bukti bahan organik memegang peranan penting memperbaiki sifat fisik tanah, kimia dan biologi yang selanjutnya faktor tersebut meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman tercermin sejalan besarnya populasi cacing tanah di lokasi tersebut. Kata kunci: tutupan lahan, cacing tanah, kesuburan tanah

7 SUMMARY YOSCARINI HM. Earthworm as Bioindicator for Soil Fertility within Land Cover Types in Bogor Dramaga. Under the supervision of CECEP KUSMANA dan MUHADIONO. Rapid population growth accompanied by improved quality of life for the better cause of human dependence on natural resources increases. In a natural resource ecosystems, plants have an important role in maintaining the ecological functions of ecosystems natural resources through its ability to regulate micro-climate conditions, water management and soil fertility. Soil fertility is the ability of the soil provides nutrients for plant growth. In this case, the earthworm is one of the terrestrial ecosystem biotic factors that served to increase soil fertility. The role of earthworms are very important for the process of decomposition of soil organic matter significantly affect the soil fertility. Research aims: (1) determine the type of land cover in Dramaga, (2) identify and analyze the various types of plants on land cover, (3) analyzing the fertility of the soil on the following types of land cover history management, (4) identify the type and abundance suspect earthworms as indicators of soil fertility, and (5) examine the relationship of the abundance of earthworms in soil fertility and plant abundance. Research activities carried out in Dramaga, West Bogor District, West Java. The research lasted for 3 (three) months, from February to April At the study site was the interpretation of Landsat imagery to identify and interpret the land cover type (landuse) at the study site. Then on each type of land cover is an inventory / treatise against three research objects that is plants, earthworms and soil fertility. Sampling design of the study using a two stage sampling. Primary sampling units in the form of squares measuring 20 m x 20 m three units per land cover type plants to the minutes of the tree level. As for the minutes of the level of regeneration is made smaller squares by three squares units each measuring 2 m x 2 m for seedlings, 5 m x 5 m for sapling and 10 m x 10 m for the pole in each primary sampling unit. Being for the benefit of earthworms treatise made secondary sampling unit size of 1 m x 1 m by one unit per primary sampling unit. In this study the identification or interpretation of land cover types is done using ArcGIS 9 software on Landsat imagery in The analysis of vegetation data (density, frequency, dominance, importance value index) using analysis of vegetation (Misra, 1974) and species diversity are analyzed according to the Shannon-Wiener formula (Krebs, 1978), soil fertility by the Research and Development of the Agriculture Department of Agriculture, 2005 and estimate the abundance of earthworms in each land cover type calculation procedures used by two stage sampling design. Based on the results of processing of Landsat imagery in the study site using ArcGIS 9 software, there are five types of land cover that bare ground, grasses, shrubs, forest plantations, and mixed forest. Results of data acquisition fifth land cover types dominated by species of different plants, namely: Digitaria sanguinalis (L.) in grasses, Waltheria indica (L.) in the bush, in Tectona grandis plantations, as well as Mimosa pudica (undergrowth), Hopea bancana (sapling), Baccaurea racemosa (pole), and Eugenia cymosa (trees) in the mixed forest. Further diversity in land cover types of

8 grasses, shrubs, and forest crops is low, while the mixed forest land cover types are medium. Based on a rough identification (morphology) found one species of earthworms that live on the three cover types in the study site Pheretima aspergillum, that is shrubs, teak plantation and mixed forest. Pheretima aspergillum species morphologically characterized by brownish red, clitelum layout on segments 14-16, from total segments and the number of segments ranging from 2-11 cm body length reached. Soil analysis results are taken from the study site indicate that the type of soil on the five land cover types is latosols brownish red. The content is highest ph in mixed forest of 5.4 category includes land with acid. In this condition turns earthworms live and reproduce more because the soil acidity (ph), ph approached the environmental conditions that favor earthworms ranged from ph 6.5 to 8.3. C-organic soil fertility is an indicator that consists of various bond C (carbon), the analysis shows the value of C- organic content was highest in the mixed forest land by 3.90%. The value of the basis states better soil fertility. Highest nitrogen content by 0.41% in the mixed forest land. The content of nitrogen (N) levels categorized as fertile soil N needed by plants in large quantities. Potassium (K) was highest in the mixed forest land cover types by 0.42% and 0.33% of forest plants. In both categories of land cover types have fertile soil because potassium is a catalyst in the formation of proteins, helping the development of plant roots, as well as increase the meristem tissue growth. Soil with a high CEC is able to provide nutrients better than soil with a low CEC. Phosphorus (P) is a chemical element that is necessary soil on plant growth. Phosphorus is most readily absorbed by the plant at a ph of about 6-7. Results of saturation analysis bases (KB) exhibit very high values > 100% in the teak forests and mixed forest by 92%. These results indicate that both types of land cover is a fertile soil. From these results it can be concluded that there is a significant positive relationship between earthworms variable with a value of C-organic soil fertility and phosphorus. Evidence of organic matter plays an important role improve soil physical, chemical and biological factors that further increase the productivity of the soil and plants which are arise in the abundance of earthworm which are inhabit in landcover types of shrubs, teak plantation and mixed forest. Keywords: land cover, earthworms, soil fertility

9 Hak Cipta miliki IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

10 Judul Tesis Nama NIM Peranan Cacing Tanah sebagai Bioindikator Kesuburan Tanah pada Berbagai Tipe Tutupan Lahan di Dramaga Bogor Yoscarini Hennita Milasari P Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS Ketua Dr Ir Muhadiono, MSc Anggota Diketahui oleh etua Program Studi :ngelolaan SumberDaya Alam dan ngkungan lfdr Ir Cecep Kusmana, MS ggal Ujian: 10 Jull 2013 Tanggal Lulus: 2 6 JUL 2813

11 Judul Tesis Nama NIM : Peranan Cacing Tanah sebagai Bioindikator Kesuburan Tanah pada Berbagai Tipe Tutupan Lahan di Dramaga Bogor : Yoscarini Hermita Milasari : P Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS Ketua Dr Ir Muhadiono, MSc Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 10 Juli 2013 Tanggal Lulus:

12 i PRAKATA Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan rizki-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Peranan Cacing Tanah sebagai Bioindikator Kesuburan Tanah pada Berbagai Tipe Tutupan Lahan di Dramaga Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS dan Dr Ir Muhadiono, MSc selaku komisi pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada: 1. Prof Dr Ir Cecep Kusmana MS, selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan atas segala perhatian, saran dan masukannya selama perkuliahan dan penyusunan tesis, 2. Dr Ir Iwan Hilwan MS, selaku dosen penguji luar pada ujian tesis atas segala perhatian, saran dan masukannya, 3. Dr Ir Etty Riani, selaku ketua komisi penguji dari Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan atas segala perhatian, saran dan masukannya, 4. Prof Dr Ir Andry Indrawan, yang telah memberikan perhatian, saran dan masukannya selama perkuliahan, 5. Dr Ir Widiatmaka, yang telah memberikan saran dan masukannya selama perkuliahan, 6. Dr Ir Istomo, yang telah memberikan saran dan masukannya, 7. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi yang telah memberikan kesempatan untuk dapat melakukan kegiatan penelitian di Hutan Penelitian Dramaga Bogor, 8. Kepala Balai Penelitian Tanah yang telah memberikan kesempatan untuk dapat melakukan kegiatan analisis kesuburan tanah, 9. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian hingga penyusunan tesis ini. Terima kasih bagi teman-teman Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 2011 atas kebersamaan, kerjasama, dukungan dan persabahatan yang telah terjalin erat selama ini. Terima kasih kepada Nur Laila, Sillak Hasiani, Shintya Wibowo, Satria Oktarita, Budi Santoso, Hari Purnomo, Edo Raunsay dan Setyo Andi Nugroho yang selalu memberi perhatian, saran dan masukan selama perkuliahan dan penyusunan tesis ini. Secara khusus, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibunda Kusrochartini yang senantiasa memberikan doa dan motivasi beserta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan motivasi, dorongan dan doa kepada penulis. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Sigit Wijayanto Eddy dan Mailaffantomita Illona Athanindya, suami dan buah hati tercinta yang senantiasa memberikan dorongan, inspirasi dan doa selama penulis melanjutkan studi ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat, amin. Bogor, Juli 2013

13 ii DAFTAR ISI PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i ii iv iv iv 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Kerangka Pemikiran 2 Manfaat Penelitian 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 Cacing Tanah 5 Cacing Tanah berdasarkan Jenis Makanan 5 Peranan Cacing Tanah terhadap Kesuburan Tanah 6 Perbaikan Sifat Fisik oleh Aktivitas Cacing Tanah 6 Perbaikan Sifat Kimia oleh Aktivitas Cacing Tanah 8 Tumbuhan 8 Tanah 9 Tanah sebagai Media Tumbuh Tanaman 11 Fungsi Lahan/Tanah 11 3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 13 Kampus IPB Darmaga 13 Hutan Penelitian Darmaga 15 4 METODE PENELITIAN 17 Lokasi dan Waktu Penelitian 17 Bahan dan Peralatan 18 Prosedur Pengumpulan Data 18 Rancangan Sampling 18 Metode Analisis Data 19 5 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 22 Hasil 22 Tipe Tutupan Lahan 22 Sejarah Pengelolaan Tipe Tutupan Lahan 24 Dominansi Jenis Tumbuhan pada setiap Tipe Tutupan Lahan 25 Jenis dan Kelimpahan Cacing Tanah 31 Jenis dan Kesuburan Tanah 33

14 iii DAFTAR ISI (lanjutan) Kajian Hubungan antara Kelimpahan Tumbuhan, Kelimpahan Cacing Tanah dan Kesuburan Tanah 38 Pembahasan 39 6 SIMPULAN DAN SARAN 42 Simpulan 42 Saran 42 DAFTAR PUSTAKA 43 DAFTAR LAMPIRAN 46

15 iv DAFTAR TABEL 1 Metode pengumpulan data 18 2 Kriteria penilaian hasil analisis tanah secara kimia 21 3 Kriteria penilaian hasil analisis tanah secara fisik 21 4 Dominansi jenis tumbuhan di setiap tipe tutupan lahan 22 5 Analisis cacing tanah berdasar tipe tutupan lahan 33 6 Sifat fisik-kimia tanah pada setiap tipe tutupan lahan 34 7 Jenis tekstur tanah 35 8 Tekstur tanah pada tipe tutupan lahan 35 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir penelitian 4 2 Lokasi penelitian 17 3 Unit sampling untuk risalah tumbuhan (a) dan cacing tanah 19 4 Diagram segitiga tekstur tanah 20 5 Tipe-tipe tutupan lahan di lokasi penelitian 22 6 Cacing tanah Pheretima aspergillum (a = foto cacing hidup dan b = foto letak klitelium) 33 DAFTAR LAMPIRAN 1 Foto jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan rumput-rumputan 46 2 Foto jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan semak belukar 47 3 Foto jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan hutan campuran 48 4 Foto serasah, kascing, cacing tanah 49 5 Foto cacing tanah berdasarkan populasi di setiap tutupan lahan 49 6 Komposisi jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan rumput-rumputan 51 7 Komposisi jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan semak belukar 51 8 Komposisi jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan hutan tanaman 51 9 Komposisi jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan hutan campuran Hasil Analisis Regresi Multivariate Riwayat hidup 54

16 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk semakin pesat disertai peningkatan kualitas hidup semakin baik menyebabkan ketergantungan manusia terhadap sumberdaya alam semakin besar. Di dalam ekosistem suatu sumberdaya alam, tumbuhan mempunyai peranan yang penting dalam memelihara fungsi ekologis ekosistem sumberdaya alam tersebut melalui kemampuannya dalam mengatur kondisi iklim mikro, tata air dan kesuburan tanah. Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Dalam hal ini, cacing tanah merupakan salah satu faktor biotik dalam ekosistem terestrial yang berperan meningkatkan kesuburan tanah. Peranan cacing tanah sangat penting bagi proses dekomposisi bahan organik tanah yang berpengaruh signifikan terhadap kesuburan tanah tersebut. Khairuman (2009) mengungkapkan bahwa lahan pertanian yang mengandung cacing tanah pada umumnya memang lebih subur. Hal ini disebabkan tanah yang bercampur dengan kotoran cacing tanah memberikan banyak manfaat bagi tanaman. Proses perubahan kondisi tanah dapat dijelaskan secara ilmiah. Awalnya, cacing tanah membuat lubang dengan cara mendesak massa tanah (Minnich, 1977). Setelah dicerna, sisa-sisa bahan tersebut dilepaskan kembali sebagai buangan padat (kotoran). Hal ini dibenarkan oleh Edward (1977), penulis buku yang mengupas biologi tentang cacing tanah menyatakan, sebagian besar bahan tanah mineral yang dicerna cacing tanah dikembalikan ke dalam tanah dalam bentuk nutrisi yang mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Namun, produksi alami kotoran cacing tanah di alam bergantung pada spesies, musim dan kondisi populasi yang sehat. Selain itu kotoran cacing tanah juga kaya unsur hara. Hal ini dikarenakan oleh aktivitas cacing tanah yang mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara N, P, dan K di dalam tanah. Unsur-unsur tersebut merupakan unsur pokok bagi tanaman. Di samping menyuburkan tanah, lubang bekas jalan cacing tanah berada juga berfungsi memperbaiki aerasi dan drainase di dalam tanah sehingga tanah menjadi gembur. Cacing tanah juga membantu pengangkutan sejumlah lapisan tanah dari bahan organik dan memperbaiki struktur tanah. Richard (1978), seorang ahli tanah yang pernah merangkum penelitiannya menyatakan, cacing tanah mampu melakukan penggalian lubang hingga kedalaman satu meter sehingga dapat meresapkan air dalam volume yang lebih besar, serta mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah. Selain mencegah erosi, cacing tanah juga mampu meningkatkan ketersediaan air tanah. Dengan demikian, cacing tanah membantu menjaga kelangsungan hidup bumi secara seimbang. Cacing tanah telah memberikan banyak keuntungan bagi makhluk hidup dan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, dianggap perlu kajian lanjut mengenai keanekaragaman cacing tanah pada lahan alami, selain bermanfaat untuk menginventarisasi species-spesies cacing tanah juga untuk mengetahui sejauh mana kegiatan yang dilakukan oleh manusia berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan hidup. Penelitian yang mengarah pada keterkaitan kelimpahan jenis tumbuhan dengan

17 2 jenis cacing tanah untuk menduga kesuburan tanah pada lahan tertentu di Dramaga belum pernah dilakukan. Dengan kata lain, cacing tanah sebagai bioindikator untuk kesuburan tanah perlu dilakukan penelitian. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan kesuburan tanah sehubungan dengan kelimpahan jenis cacing tanah. Dalam penelitian ini beberapa permasalahan yang harus dijawab adalah: 1. Tipe-tipe tutupan lahan apa yang ada di Dramaga dan bagaimana sejarah pengelolaannya? 2. Jenis tumbuhan dominan apa yang tumbuh di setiap tipe tutupan lahan? 3. Jenis cacing tanah apa dan seberapa besar kelimpahannya yang hidup di setiap tipe tutupan lahan yang ada? 4. Sejauh mana kesuburan tanah di setiap tipe tutupan lahan yang ada dan bagaimana sejarah pengelolaannya? 5. Bagaimana hubungan kelimpahan cacing tanah dengan tingkat kesuburan tanah? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui jenis tipe-tipe tutupan lahan berikut sejarah pengelolaannya di Dramaga. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis jenis tumbuhan pada berbagai tipe tutupan lahan. 3. Menganalisis kesuburan tanah pada berbagai tipe tutupan lahan berikut sejarah pengelolaannya. 4. Mengidentifikasi jenis dan menduga kelimpahan cacing tanah sebagai indikator kesuburan tanah. 5. Mengkaji hubungan kelimpahan cacing tanah dengan tingkat kesuburan tanah. 1.4 Kerangka Pemikiran Penutup lahan merupakan istilah dari tutupan vegetasi jarang, tutupan vegetasi rapat, tanah kosong, tubuh air, dan tutupan bangunan. Adapun penggunaan lahan merupakan suatu bentuk pemanfaatan atau fungsi dari perwujudan suatu bentuk penutup lahan. Istilah penggunaan lahan didasari pada fungsi kenampakan penutup lahan bagi kehidupan, baik itu kenampakan alami atau buatan manusia. Suatu kenampakan vegetasi rapat, dalam istilah penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi hutan maupun perkebunan. Penyebutan tersebut tergantung pada perlakuan manusia terhadap penutup lahan.

18 Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik diantara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewanhewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan (Soerianegara, 1998). Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik (Soerianegara, 1998). Dalam menganalisis suatu vegetasi pada penelitian ekologi hutan dikemukakan (Kusmana, 1997), pada umumnya para peneliti ingin mengetahui spesies tumbuhan yang dominan yang memberi ciri utama terhadap fisiognomi suatu komunitas hutan. Spesies tumbuhan yang dominan dalam komunitas dapat diketahui dengan mengukur dominansi tersebut. Ukuran dominansi dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, antara lain biomassa, penutupan tajuk, luas basal area, indeks nilai penting, dan perbandingan nilai penting (summed dominance ratio). Beragam spesies tumbuhan ini akan mengalami proses guguran dedaunan, buah-buahan, ranting dan bahkan batang kayu yang rebah sehingga menjadi busuk dan diuraikan oleh aneka organisme, salah satunya adalah cacing tanah. Guguran daun ini berupa serasah daun-daunan yang diangggap sebagai sumber bahan organik yang paling baik bagi cacing tanah karena relatif tinggi kandungan karbohidrat yang dapat diasimilasi dan rendah lignoselulosanya. Serasah tua lebih cepat didekomposisi namun kualitas nutrisinya lebih rendah daripada serasah segar. Penyebaran bahan organik di dalam tanah juga sangat memengaruhi distribusi cacing tanah. Tanah yang miskin bahan organik tidak dapat menampung jumlah cacing yang banyak (Anas,1990). Dengan demikian, untuk menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan berbasis lingkungan, maka pengelola harus mampu memelihara sumberdaya agar tetap dalam keadaan stabil, sebijaksana mungkin dalam melakukan eksploitasi alam agar tumbuhan dan mikroba tanah dapat melakukan fungsi masing-masing secara sempurna sehingga terciptanya eksistensi lahan yang subur demi produktivitas dan sustainabilitas ekosistem. Keberlanjutan ekologi merupakan prasyarat untuk pembangunan dan keberlanjutan kehidupan manusia. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar

19 4 TUTUPAN LAHAN (Hutan campuran, Hutan tanaman, Semak Belukar, Rumput-rumputan, Tanah kosong) TUMBUHAN (Identifikasi jenis dan menduga tumbuhan dominan) CACING TANAH (Identifikasi jenis dan menduga kelimpahan cacing tanah) TANAH (Analisis sampel tanah pada setiap tipe tutupan lahan) N, P, K, C-Organik, ph, Tekstur (Sifat Fisik dan Kimia Tanah) KESUBURAN TANAH Produktivitas dan Sustainabilitas Ekosistem Gambar 1.1 Diagram alir penelitian 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk penentuan tingkat kesuburan tanah secara cepat dengan melihat keberadaan jenis cacing tanah tertentu.

20 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cacing Tanah Menurut Gaddie (1975), cacing tanah merupakan kelompok hewan invertebrata yang banyak dijumpai pada tempat-tempat yang lembab di seluruh dunia. Ukuran cacing bervariasi, namun sifat-sifat fisik dan biologinya hampir sama. Cacing tanah memiliki ciri-ciri tubuh yang halus dibandingkan dengan hewan lain. Tubuhnya terdiri dari segmen-segmen teratur seperti cincin (annulus), sehingga cacing tanah dimasukkan ke dalam kelompok annelida. Berbeda dengan anthropoda, segmensegmen antropoda hanya bersifat segmen-segmen luar, sedangkan pada annelida di dalam (internal), sehingga disebut somit. Beberapa somit anterior cacing tanah membentuk suatu organ yang disebut klitelum (Waluyo, 1993). Minnich (1977) menyatakan bahwa cacing tanah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: bersegmen, tidak mempunyai kerangka luar, berlendir yang dihasilkan oleh kelenjar dalam epidermis dan bersifat hemaprodit. Menurut Catalan (1981), ada sekitar 1800 spesies cacing tanah di dunia yang telah diidentifikasi dan diklasifikasikan. Ada dua tipe spesies cacing tanah berdasarkan perilaku hidupnya, yaitu earthmovers dan composters (pembuat kompos). 1. Earthmovers adalah spesies soliter (penyendiri) yang hidup di dalam tanah dengan membuat terowongan berongga di dalam tanah (rongga-rongga ini akan terisi udara fungi, dan algae pada tanah dan memberikan nutrisi melalui kotoran mereka ke tanah pada level akar yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan. 2. Composters adalah spesies yang hidup secara massal dalam tumpukan organik di permukaan tanah. Mereka mengkonsumsi bakteri, fungi, dan algae yang ada pada dedaunan mati dan bahan organik lainnya dan mengubahnya menjadi humus. Spesies cacing tanah yang biasa dikomersilkan antara lain Eisenia foetida, Lumbricus rubellus, Lumbricus hortensis, Lumbricus terristris, Eudrilus engeniae, Eisenia andrei, dan Perionyx excavatus. Cacing harimau (Eisenia foetida) dan cacing merah (Rubellus lumbricus) merupakan cacing tanah jenis Composters. Cacing harimau (Eisenia foetida) memiliki garis-garis merah dan kuning pada tubuhnya dan lebih sering menggeliat (meronta) keras ketika berada di tangan manusia. Sedangkan cacing merah (Lumbricus rubellus) lebih memilih tinggal di atas permukaan tanah, dibawah kayu lapuk, dedaunan kering dan sampah organik lainnya. 2.2 Cacing Tanah berdasarkan Jenis Makanan Berdasarkan jenis makanannya, secara fungsional cacing tanah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu litter feeder (pemakan bahan organik sampah, kompos, pupuk hijau), limifagus (pemakan tanah subur/mud atau tanah basah), dan geofagus (pemakan tanah). Berdasarkan tempat hidupnya, cacing tanah

21 6 dikelompokkan menjadi epigaesis (hidup dipermukaan tanah), anasaesis (hidup dengan liang permanen di dalam tanah), dan endogaesis (hidup di dalam tanah dengan membuat liang terus-menerus). Spesies cacing tanah epigaesis dan anasaesis banyak ditemukan di daerah subtropis, dan di daerah tropis yang dominan adalah endogaesis (meso dan oligohumik) (Lavelle, 1988). Dalam upaya meningkatkan efisiensi pengolahan tanah lahan kering, cacing tanah kelompok endogaesis penting untuk dimanfaatkan. Selain memperbaiki sifat fisik tanah dan mengkonservasi bahan organik tanah, cacing tanah juga meningkatkan kesuburan tanah secara alami dan berlangsung secara terus-menerus. Jenis cacing tanah memiliki karakteristik berbeda sesuai dengan sifat habitat. Jenis Pheretima hupiens bersifat geofagus, artinya dominan sebagai pemakan tanah yang banyak terdapat pada tanah ultisol dengan tekanan lingkungan relatif berat, ph tanah rendah, sangat masam dan bahan organik rendah. Jenis Eudrellus sp. bersifat limifagus, yaitu pemakan tanah subur atau tanah basah yang banyak ditemukan pada tanah latosol atau inceptisol dengan ph sedang, mendekati netral dan bahan organik cukup. Sementara jenis Lumbricus sp. bersifat litter feeder, yaitu pemakan serasah yang pada awalnya berasal dari Eropa, namun sekarang telah banyak dibudidayakan sebagai pemakan sampah kota (Anwar, 2009). 2.3 Peranan Cacing Tanah terhadap Kesuburan Tanah Peranan cacing tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan kesuburan fisik, kimia dan biologis tanah adalah sebagai berikut (Tian, 1992): 1. Menguraikan bahan organik dan meningkatkan laju siklus nutrisi. 2. Memindahkan bahan organik dan mikroorganisme ke dalam tanah. 3. Membentuk struktur tanah dan mengurangi kepadatan tanah. 4. Meningkatkan porositas tanah sehingga dapat meningkatkan infiltrasi dan mengurangi laju peluncuran air (run off) dan meningkatkan aerasi sehingga meningkatkan respirasi tanah. 5. Meningkatkan aktivitas mikroorganisme. 6. Membuka lapisan subsoil sehingga memudahkan pertumbuhan akar tumbuhan. 2.4 Perbaikan Sifat Fisik oleh Aktivitas Cacing Tanah Cacing tanah dapat memperbaiki beberapa sifat fisik tanah. Peranan cacing tanah dalam perbaikan sifat fisik tanah adalah melalui pembuatan lubang yang bersinambung dan pembentukkan pori-pori pada kotorannya (kasting). Kedua hal tersebut mengakibatkan cacing tanah dapat meningkatkan aerasi tanah, meningkatkan kapasitas tanah menahan air, mempertahankan tanah dalam kondisi gembur, memperbaiki struktur tanah, menghancurkan lapisan keras (hardpan), dan membuat saluran-saluran subur untuk akar tanaman (Minich,1977).

22 7 Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya serap tanah terhadap air di permukaan tanah. Pada lubang-lubang yang dibuat cacing di dalam tanah banyak terdapat kasting yang menyebabkan akar tanaman dapat menembus tanah lebih dalam. Lubang-lubang, kasting, dan akar tanaman, secara bersamaan akan melipatgandakan kemampuan tanah dalam menyerap air pada waktu hujan. Akibat selanjutnya persediaan air di dalam tanah akan lebih teratur, sehingga mampu menjamin pertumbuhan tanaman lebih baik. Pertumbuhan tanaman yang baik yang baik akan menyediakan daun-daun tumbuh lebik baik. Daun-daun yang jatuh menjadi humus yang mampu menahan air dalam jumlah yang banyak dan memperbaiki sifatsifat fisik tanah yang lain (Budiarti, 1992). Dua jenis cacing tanah Aporectodea tuberculata dan L. rubellus yang digunakan oleh Zachman, dalam penelitiannya di lapang pada tanah Typic Hapludoll nyata meningkatkan laju infiltrasi. Pada perlakuan tanah diolah, sisa tanaman dicampur, dan diberi cacing Aporectodea tuberculata ataupun L. rubellus dengan populasi 212 ind/m 2, mampu meningkatkan laju infiltrasi hingga lebih dari empat kali lipat dibandingkan dengan perlakuan yang sama tetapi tanpa cacing. Joschko (1989) menjelaskan bahwa lubang cacing tanah meningkatkan laju infiltrasi melalui dua sebab yaitu dengan peningkatan absolute laju infiltrasi dan dengan bertambah lamanya waktu infiltrasi dengan laju tinggi pada saat awal. Sudharto (1986) telah meneliti pengaruh populasi cacing tanah jenis Pherionyx sp. terhadap fisik tanah Haplorthox Citayam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Pherionyx sp. menurunkan bobot isi tanah, meningkatkan total pori, pori aerasi dan permeabilitas, akan tetapi menurunkan proporsi pori air tersedia. Lubang yang dibuat cacing tanah berorientasi vertikal. Hasil penelitian Joschko (1989) menunjukkan bahwa sudut lubang cacing Lumbricus terrestris berkisar dari 60 0 hingga 90 0 terhadap permukaan tanah. Akan tetapi lubang tidak lurus, melainkan berbelok-belok dengan sudut belokan sebesar Panjang lubang cacing Lumbricus terrestris hasil pengukuran 34 lubang yang dilakukan oleh Joschko (1989) rata-rata 30,3 cm dengan diameter 9,4 mm. Hasil pengukuran lain yang dilakukan oleh Lamparski (1987), terhadap lubang cacing Lumbricus badensis dan Lumbricus polyphemus, menunjukkan bahwa masing-masing mencapai kedalaman 2,5 dan 1,3 m. Diameter lubang cacing Lumbricus badensis seragam, antara mm. Di dekat permukaan tanah, lubang bercabang-cabang menjadi 5-7 lubang di permukaan tanah. Diameter lubang cacing Lumbricus polyphemus bervariasi. Pada kedalaman cm diameter lubang berkurang setengah dari diameter lubang di permukaan tanah. Menurut Joschko (1989) panjang lubang cacing tanah dipengaruhi oleh kepadatan tanah. Pada tanah gembur (volume pori %) lubang yang dibuat cacing tanah lebih panjang dibandingkan dengan pada tanah padat (volume pori %). Dalam penelitian yang dilakukannya, panjang lubang Lumbricus terrestris pada tanah dengan volume pori 40 % tidak lebih pendek dibandingkan dengan pada tanah dengan volume pori 47 %. (Wendi, 1988 dalam Joschko, 1989) menyatakan bahwa tidak ada pengurangan panjang lubang cacing. Lumbricus terrestris pada tanah dengan bobot isi tinggi (lebih dari 1,73 g/cm 3 atau volume pori 35 %). Di pihak lain,

23 8 (Kemper, 1988 dalam Joschko, 1989) menyatakan bawah tanah dengan bobot isi di atas 1,6 g/cm 3 tidak akan tertembus oleh cacing tanah. 2.5 Perbaikan Sifat Kimia dan Biologi oleh Aktivitas Cacing Tanah Dalam aktivitasnya, cacing tanah bukan hanya memperbaiki sifat fisik tanah, melainkan juga sifat kimia dan biologi tanah. Menurut Minnich (1977), aktivitas cacing tanah akan mengangkat unsur hara dari tanah lapisan bawah, menanggulangi pencucian, meratakan unsur hara, membebaskan unsur hara tanaman ke dalam larutan, menetralkan tanah yang terlalu masam atau terlalu alkalin bagi tanaman, dan pada umumnya memperbaiki lingkungan tanah untuk pertumbuhan tanaman dari segala keadaan. Hasil penelitian Tiwari (1989) yang membandingkan sifat-sifat kasting di permukaan tanah dengan tanah Laterit di bawahnya yang diambil pada kedalaman 0-25 cm, menunjukkan bahwa kandungan N, P, K dan C-organik serta populasi mikroba dan aktivitas enzyme pada kasting lebih tinggi dari tanah Laterit asalnya. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa cacing tanah memegang peranan spesifik dalam pengayaan kandungan N, P, K dan C-organik dalam kasting dan laju mineralisasi dengan peningkatan biomassa mikroba dan aktivitas enzyme. Hasil penelitian di Indonesia yang dilakukan Suwardjo (1981), menunjukkan bahwa kasting memiliki ph, kandungan C, N, P, K serta KPK dan KB lebih tinggi dan kandungan unsur yang berbahaya seperti Mn dan Al jauh lebih rendah dari pada tanah lapisan atas (0-15 cm). Lebih lanjut dijelaskan bahwa peningkatan aktifitas cacing tanah akan sangat membantu perbaikan sifat fisik dan kimia tanah. Di areal padang rumput, penambahan cacing tanah sebanyak ekor/ha mengakibatkan kandungan C dan N pada lapisan 0-20 cm serta mengakibatkan hilangnya serasah pada permukaan tanah. Pada areal tanpa pemberian cacing, kandungan C dan N pada lapisan 0-20 cm lebih rendah dan terdapat serasah di permukaan tanah setebal 2,5 cm. Produksi rumput dengan perlakuan pemberian cacing selalu lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian cacing (Hoogerkamp, 1987). Perombakan biologis bahan organik oleh cacing tanah berkaitan dengan ketersediaan hara dan pembentukkan bahan humik (Anderson, 1983 dalam Nardi, 1987). Cacing tanah meningkatkan pelepasan N, pelarutan P (Mackay, 1983 dalam Nardi, 1987) dan kesuburan tanah melalui pelapukan batuan secara kimiawi. Oleh karena itu pengaruh cacing tanah tidak terbatas pada mineralisasi bahan organik, tetapi hal-hal tersebut semuanya berkaitan dengan pembentukkan bahan humik yang memobilisasi hara dan meningkatkan metabolisme tumbuhan. 2.6 Tumbuhan Tumbuhan merupakan sumber utama bahan organik tanah. Sedangkan bahan organik merupakan sumber hara tanah dan salah satu faktor pembentuk struktur

24 9 tanah. Dalam usaha pertanian yang berkelanjutan, usaha mempertahankan bahan organik tanah merupakan salah satu kunci keberhasilan (Handayanto, 1995). Tidak hanya kuantitas, kualitas bahan organik juga mempengaruhi laju pertumbuhan cacing tanah (Martin, 1992). Meningkatnya laju pertumbuhan cacing tanah diduga berhubungan dengan N yang dapat diasimilasi dari bahan tanaman. Dalam hal ini leguminosa memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput (Abbott, 1981 dan Martin, 1992). Serasah daun-daunan juga diangggap sebagai sumber bahan organik yang paling baik bagi cacing tanah karena relatif tinggi kandungan karbohidrat yang dapat diasimilasi dan rendah lignoselulosanya. Serasah tua lebih cepat didekomposisi namun kualitas nutrisinya lebih rendah daripada serasah segar. Selain itu, tumbuhan berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi berlanjut lebih cepat untuk menyediakan unsur hara bagi tumbuhan dan tanaman. Di sini, siklus hara berlangsung sempurna, guguran yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk unsur hara yang seperti diketahui telah diuraikan bakteri (Miranto, 2000). Kondisi demikian menjadikan ekosistem menjadi lebih tertutup, sehingga membuat keadaan menjadi lebih baik dalam pemeliharaan hara tanah dan kesuburan untuk dapat meningkatkan sistem produktivitas bagi tanaman pokok pada waktu dan rotasi dalam giliran berikutnya. 2.7 Tanah Tanah adalah bagian dari permukaan bumi yang terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami proses pelapukan akibat pengaruh iklim terutama faktor curah hujan, suhu dan pengaruh aktivitas organisme hidup termasuk vegetasi, organisme (manusia) pada suatu topografi atau relief tertentu dalam jangka waktu tertentu pula. Menurut Hardjowigeno (2003) tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Sebagai benda alam, tanah merupakan sistem tiga fase yang selalu berada dalam keseimbangan dinamis. Ketiga fase tersebut adalah fase padat, fase cair dan fase gas, merupakan sistem yang selalu berubah tetapi selalu berada dalam keadaan seimbang. Pada keadaan kering, misalnya rongga yang ditempati udara tanah lebih banyak dibandingkan rongga yang ditempati cairan. Jika tanah tersebut basah baik terjadi akibat pengairan atau hujan, maka rongga yang berisi udara berkurang dan rongga yang berisi cairan bertambah. Jika tanah digemburkan, misalnya dengan pengolahan tanah, maka bagian relatif yang terisi oleh udara bertambah, dan bagian relatif padatan berkurang. Sebaliknya, jika tanah dipadatkan, bagian relatif padatan bertambah, dan bagian relatif udara berkurang. Menurut Soepardi (1983), tanah tersusun dari empat bahan utama yaitu : bahan mineral, bahan organik, air dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut jumlahnya masing-masing berbeda untuk setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas yang baik untuk pertumbuhan tanaman lahan kering

25 10 (bukan sawah) umumnya mengandung 45% (volume) bahan mineral, 5% bahan organik, % udara, 20-30% air. Bahan mineral dalam tanah berasal dari pelapukan batu-batuan. Oleh karena itu susunan mineral di dalam tanah berbeda-beda sesuai dengan susunan mineral batu-batuan yang dilapuk. Bahan mineral di dalam taah terdapat dalam berbagai ukuran yaitu : pasir (2mm 50 µ), debu (50 µ 2 µ) dan liat < 2 µ. Bahan mineral yang lebih besar dari 2 mm terdiri dari kerikil, kerakal atau batu. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah: sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain, menambah kemampuan tanah untuk menahan air, menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK tanah menjadi tinggi), sumber energi bagi mikroorganisme. Air terdapat di dalam tanah karena ditahan oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Udara dan air mengisi pori-pori tanah. Banyaknya pori-pori di dalam tanah kurang lebih 50% dari volume tanah, sedangkan jumlah air dan udara di dalam tanah berubah-ubah. Kelebihan dan kekurangan air dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Adapun kegunaan air bagi pertumbuhan tanaman adalah : 1. Sebagai unsur hara tanaman. Tanaman memerlukan air dari tanah dan CO 2 dari udara untuk membentuk gula dan karbohidrat dalam proses fotosintesis. 2. Sebagai pelarut unsur hara. Unsur-unsur hara yang terlarut dalam air diserap oleh akar-akar tanaman dari larutan tersebut. 3. Sebagai bagian dari sel-sel tanaman. Air merupakan bagian dari protoplasma. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi,kohesi, dan gravitasi. Istilah tanah memang mempunyai pengertian yang luas dan arti yang sesuai dengan peruntukkannya. Dalam bidang pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dari organism (vegetasi atau hewan) yang hidup diatasnya atau didalamnya. Air dalam tanah berasal dari air hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain. Dalam pengertian ini ada dua variabel yang membedakan pengertian tanah di bidang pertanian dengan bidang lainnya, yaitu kedalaman tanah dan ukuran partikelnya. Kedalaman tanah dalam pengertian pertanian dibatasi pada bagian atas kulit bumi yang telah mengalami pelapukan atau adanya aktivitas biologi. Jika bagian yang telah mengalami pelapukan adalah dangkal, maka bagian tersebutlah dipakai sebagai batas kedalaman tanah. Sebaliknya, jika bagian yang telah mengalami pelapukan sangat dalam (4-6 m), maka tidak semua bahan lapuk tersebut disebut tanah, melainkan sampai kedalaman tempat terdapat aktivitas biologi. Pada umumnya, pembahasan tanah dalam bidang pertanian dibatasi pada kedalaman sekitar 2 m. Kedalaman ini jauh berbeda dengan kedalaman tanah di bidang keteknikan yang dapat mencapai puluhan meter. Berkaitan dengan ukuran partikelnya, para pakar pertanian membatasi tanah pada partikel berukuran (0,02 2 mm), dibandingkan dengan pakar keteknikan yang juga tertarik pada ukuran yang lebih besar dari 2 mm seperti kerikil bahkan batu (Foth, 1990).

26 11 Lapisan tanah bagian atas pada umumnya mengandung bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan lapisan tanah dibawahnya. Karena akumulasi bahan organik inilah maka lapisan tanah tersebut berwarna gelap dan merupakan lapisan tanah yang subur sehingga merupakan bagian tanah yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Lapisan tanah ini disebut lapisan tanah atas (top soil) atau disebut pula sebagai lapisan olah, dan mempunyai kedalaman sekitar 20 cm. Lapisan tanah dibawahnya, yang disebut lapisan tanah bawah (sub soil) berwarna lebih terang dan bersifat relatif kurang subur. Hal ini bukan berarti bahwa lapisan tanah bawah tidak penting perannya bagi produktivitas tanah, karena walaupun mungkin akar tanaman tidak dapat mencapai lapisan tanah bawah, permeabilitas dan sifat-sifat kimia lapisan tanah bawah akan sangat berpengaruh terhadap lapisan tanah atas dalam peranannya sebagai media tumbuh tanaman. 2.8 Tanah sebagai Media Tumbuh Tanaman Dalam pertumbuhannya, tanaman memerlukan unsur hara, air, udara, dan cahaya. Unsur hara dan air diperlukan untuk bahan pembentuk tubuh tanaman. Udara dalam hal ini CO 2 dan air dengan bantuan cahaya menghasilkan karbohidrat yang merupakan sumber energi untuk pertumbuhan tanaman. Disamping faktor-faktor tersebut, tanaman juga memerlukan tunjangan mekanik sebagai tempat bertumpu dan tegaknya tanaman. Dalam hubungannya dengan kebutuhan hidup tanaman tersebut tanah berfungsi sebagai : tunjangan mekanik sebagai tempat tanaman tegak dan tumbuh, penyedia unsur hara dan air, lingkungan tempat akar atau batang dalam tanah melakukan aktivitas fisiknya. 2.9 Fungsi Lahan/Tanah Deskripsi tanah (soil) dan lahan (land) sebagai dua hal yang sama jika akan dibuat definisinya. Namun, pada dasarnya kedua hal tersebut sangatlah berbeda. Jika membicarakan tentang tanah, maka akan membahas bahan penyusun tanah, sifat-sifat tanah baik fisik, kimia dan biologi. Pembahasan tentang tanah akan mengarahkan pada pengertian suatu bagianpermukaan bumi yang sifatnya beragam dari satu tempat ke tempat lain. Lain halnya dengan pengertian lahan yang sifatnya lebih luas karena menyangkut berbagai faktor termasuk tanah. Jika membicarakan tentang lahan akan lebih mengarahkan pada sesuatu yang menyangkut tempat (place) yang berarti akan membicarakan tentang iklim, vegetasi, organisme termasuk manusia serta aspek manajemen yang diterapkan. Tanah berperan sebagai tempat tumbuh tanaman. Akar tanaman berjangkar pada tanah sehingga dapat berdiri dan tumbuh dengan baik. Tanah mampu menyediakan air dan berbagai unsur hara baik makro maupun mikro. Disamping itu, tanah juga mampu menyediakan oksigen (O 2 ) bagi pertumbuhan tanaman yang dikenal melalui sistem aerasi tanah. Tanah menopang berdirinya tanaman. Akar tanaman perlu berkembang baik dalam tanah agar dapat menjamin berdirinya

27 12 tanaman. Kalau drainase tanah terhambat, akar hanya berkembang pada lapisan atas yang aerasinya baik. Dengan perakaran yang dangkal, tanaman akan mudah rebah. Tanah juga berperan sebagai tempat hidup organisme hidup termasuk mikroorganisme dan makroorganisme tanah. Selain itu, juga berperan sebagai tempat hidup berbagai vegetasi yang hidup diatasnya. Tanah dapat menjadi penyangga atau buffer system, sehingga jika terdapat senyawa-senyawa yang sifatnya meracun atau jumlahnya berlebihan, maka tanah berperan sebagai penyaring racun atau menetralisir bahan atau senyawa tersebut. Atau dengan kata lain tanah berperan dalam menanggulangi kasus polusi tanah dan tentunya air yang menjadi bagian penyusun utama tanah selain udara. Mengingat begitu banyaknya peran tanah atau lahan dalam kehidupan manusia dan organisme lainnya, maka perlu diperhatikan perencanaan tata guna lahan dengan tepat. Prinsip/konsep keseimbangan biotik harus menjadi pertimbangan dalam pengelolaan lahan agar tujuan keberlanjutan (sustainable) lahan tetap terjaga.

28 13 3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Kampus IPB Darmaga Letak dan Luas Kawasan Kawasan Kampus IPB Darmaga memiliki luas 297 Ha. Secara administratif terletak di Desa Babakan, Kec. Dramaga, Kab. Bogor, Provinsi Jawa Barat. Letak geografis antara 6⁰ 30 6⁰ 45 LS, dan 106⁰ ⁰ 45 BT. Ketinggian tempat antara m dpl (tergolong dataran rendah). Batas administratifnya antara lain Sungai Cihideung (Desa Cihideung Ilir) di bagian barat, Sungai Ciapus dan Cisadane di bagian utara, pemukiman Desa Babakan di bagian timur, jalan raya penghubung Kota Bogor dengan Jasinga di bagian selatan (Dinata, 2009). Iklim Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, kawasan Kampus IPB Darmaga termasuk ke dalam kawasan beriklim tropis basah dengan curah hujan tipe A (Mulyani, 1985), rata-rata ± 4046 mm/tahun, atau ± 329,7 mm/bulan. Bulan basah lebih dari sembilan bulan berturut-turut, 20 hari hujan/bulan. Kecepatan angin 2,1 km/jam (tergolong no.1 dalam skala Beaufort, ditandai dengan gejala arah angin tampak dari serabut-serabut lepas dari asap). Suhu rata-rata/tahun C. Kelembaban nisbi rata-rata %. Lama penyinaran matahari sekitar 58,9% (Stasiun Klimatologi Darmaga, 2009). Topografi Keadaan topografi secara umum pada kawasan Kampus IPB Darmaga terdiri dari lapangan datar khususnya di timur dan selatan sampai sedikit bergelombang di sebelah utara dengan lereng-lereng pada daerah yang berbatasan dengan sungai. Kelerengan 25% terdapat 5% dari luas areal (contoh: sebagian kecil daerah pinggiran sungai sebelah Barat tapak), kelerengan 15 25% terdapat 17% dari luas areal, kelerengan 5 15% terdapat 37% dari luas areal (sebagian d aerah utara dan barat tapak), serta kelerengan 0 5% terdapat 41% dari luas areal (sebagian besar tapak). Tanah Jenis Tanah kawasan Kampus IPB Darmaga adalah latosol, kedalaman efektif lebih dari 90 cm, tekstur sedang di samping terdapat asosiasi podsolik cokelat dan podsolik merah kekuningan dengan bahan induk volkan. Ciri-ciri tanah latosol adalah berwarna merah atau kuning, terutama pada horizon B. Teksturnya halus, lapisan atas berwarna coklat tua kekelabuan, liat, remah, agak bergumpal, gembur, agak teguh. Lapisan bawah berwarna coklat kemerahan, liat, remah, gembur. Banyak terdapat Fe dan Mn pada kedalaman cm karena adanya proses penghancuran yang intensif sehingga terjadi penumpukan unsur tersebut. Tanah bereaksi agak masam (ph 5-7). Kadar bahan organik dan mineralnya kurang, sehingga kapasitas struktur kation rendah.terbentuk granular yang sangat baik merangsang drainase. Memiliki respon yang baik terhadap pemupukan dan pengapuran. Jenis tanah di kampus IPB Darmaga

29 14 juga termasuk formasi volkanik kuarter, yaitu Qvst dan Qva. Qvst yang mengandung tufa batu apung pasiran serta termasuk batuan vulkanik muda, sedangkan Qva adalah formasi volkanik kuarter yang berupa endapan permukaan dan lebih dikenal dengan kipas alluvium (Alluvium fans) yang terdiri dari pasir, kerikil, dan bahan vulkanik kuarter (Mardhotillah, 2001). Flora Kawasan kampus IPB Darmaga dulunya didominasi oleh tanaman karet (Hevea brasiliensis) karena dulu kawasan ini merupakan lahan perkebunan karet (Priyono, 1998). Seiring dengan pengembangan kawasannya, terjadi perubahan penutupan lahan oleh unsur mikrohabitat yang semakin beragam. Beberapa jenis tanaman yang cukup dominan saat ini yakni sengon (Paraserianthes falcataria), pinus (Pinus spp.), jati putih (Gmelina arborea), akasia (Acasia spp.), kemlandingan/ (Leucaena glauca), flamboyan (Delonix regia), durian (Durio zibethinus), dan jati (Tectona grandis). Seluruh jenis mikrohabitat pepohonan ini ditanam secara sengaja, bukan jenis yang tumbuh secara liar. Fauna Menurut Hernowo (1985), kelimpahan satwa berupa 12 jenis mamalia, 68 jenis burung, 37 jenis reptilian, dan 4 jenis ikan. Mamalia yang aktivitasnya paling mencolok karena populasi banyak dan mudah dijumpai adalah Bajing kelapa (Calloscirus notatus (> 20 ekor)). Jenis lain yang populasinya sedang: cucurut (Suncus murinus ) (10-20 ekor), kelelawar (Chinopterus brachyotis), tikus rumah (Rattus rattus). Jenis dengan poplasi sedikit sekali: Bajing-terbang ekor panah (Petynomis sagitta) (<5 ekor), berang-berang (Lutra sp.), musang (Paradoxurus hermaphroditus), trenggiling (Manis javanica), landak (Hystric javanica), garangan (Herpestes javanica), kucing hutan (Felis bengalensis). Empat hewan yang disebut terakhir adalah mamalia yang dilindungi UU Binatang Liar Tahun Jenis-jenis yang sangat sedikit ini mungkin sekarang sudah punah. Burung yang terdapat di kampus IPB Darmaga ada yang bersifat menetap, pendatang, maupun singgah. Jenisjenis yang memilki penyebaran luas adalah: cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), cabai jawa (Dicaeum trochileum), bondol jawa (Lonchura leucogastutroides). Reptilia yang ada terdiri dari dua jenis kura-kura, satu jenis biawak, delapan jenis kadal dan duapuluh enam jenis ular. Jenis yang paling mudah ditemui adalah: tokek (Gecko gecko), cicak terbang (Draco volans), bunglon (Calotes jubatus), kadal (Mabouya ultifasciata), ular pohon, ular pucuk (Dryophis prasinus), ular tali (Ahaetulla ahaetulla). Ikan yang dijumpai di situ leutik hanya empat jenis yakni: nila (Sarotherodon niloticus), mujair (Sarotherodon massambicus), sepat (Trichogaster sp.), dan gabus (Ophiocephalus striatus).

30 Hutan Penelitian Darmaga IPB Lokasi dan Letak Kawasan Hutan penelitian Dramaga IPB menurut administrasi pemerintahan termasuk Kelurahan Situ Gede dan Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor. Lokasi hutan penelitian ini terletak pada ketinggian 244 meter dari permukaan laut dan secara geografis terletak pada sampai dengan LS dan sampai dengan BT. Jarak dari Bogor sekitar 9 km ke arah Barat. Luas hutan penelitian ini secara keseluruhan adalah sekitar 57,75 ha, dimana seluas 10 ha digunakan oleh CIFOR (Center for International Forestry Research). Status hutan penelitian ini merupakan milik Kementerian Kehutanan RI c.q. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Iklim Berdasarkan klasifikasi curah hujan menurut Schmit dan Ferguson, hutan penelitian Darmaga mempunyai tipe hujan A, dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar mm. Topografi Bentuk wilayah hutan penelitian Darmaga adalah datar sampai agak berombak dengan kelerengan 0-6% dan berada pada ketinggian 244 meter dari permukaan laut. Tanah Menurut (LPT Bogor dalam Hammer, 1981), tanah di areal hutan penelitian Darmaga ini adalah jenis latosol coklat kemerahan. Bahan induknya tuf volkan intermedier yang dicirikan oleh lapisan setebal ± 17 cm, berwarna kuning kemerahan (7,5 YR 6/8, lembab) pada kedalaman cm. Dibawah lapisan ini terdapat lapisan lain yang warna dan teksturnya dapat dikatakan sama dengan tanah di atas lapisan bahan induk. Tanah latosol pada lapisan atas berwarna coklat tua kemerahan (5 YR 3/3, lembab) dan berangsur-angsur lebih cerah pada lapisan dalam (5 YR 3/4, lembab). Tekstur liat sampai liat berdebu (halus), struktur gumpal sampai remah, konsistensi gembur, liat dan plastis. Solum sangat dalam, batas lapisan umumnya baur, drainase sedang sampai baik dan air tanahnya dalam (8-12 meter). Reaksi tanah masam sampai sedang (ph 5,0-6,0), kadar C organik dan N sedang pada lapisan atas, rendah sampai sedang pada lapisan bawah, kadar P 2 O 5 tinggi sekali, sedangkan K 2 O sangat rendah di semua lapisan. Kejenuhan basa rendah dan permeabilitas sedang, yaitu 4,31 cm/jam pada lapisan atas dan 0,22 cm/jam pada lapisan bawah. Flora Sejak tahun 1956 sampai 1998 di hutan penelitian Darmaga telah diintroduksi sebanyak 130 jenis tumbuhan, terdiri dari 127 jenis pohon, satu jenis bambu, satu jenis rotan dan satu jenis palmae. Jenis tumbuhan tersebut meliputi 88 marga dan 43 famili. Berdasarkan daerah penyebaran alaminya, jenis tumbuhan tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu jenis asing (penyebaran alaminya di luar

31 16 Indonesia) sebanyak 42 jenis meliputi 35 marga dan 19 famili dan jenis asli (penyebaran alaminya di Indonesia) sebanyak 88 jenis, terdiri dari 85 jenis pohon, satu jenis bambu, satu jenis rotan dan satu jenis palmae. Jenis tanaman asing terdiri dari jenis-jenis pohon yang termasuk: a. Kelompok daun jarum (Gymnospermae) sebanyak 3 jenis, semuanya dari marga Pinus, famili Pinaceae. b. Kelompok daun lebar (Angiospermae) sebanyak 39 jenis yang mencakup 34 marga dan 18 famili dimana jenis yang paling banyak adalah jenis dari Khaya dan Terminalia, masing-masing 3 jenis. Berdasarkan asal benihnya, jenis pohon asing tersebut berasal dari Negara yang beriklim tropis dan sub-tropis. Jenis pohon asli Indonesia terdiri dari jenis-jenis pohon yang termasuk: a. Kelompok daun jarum (Gymnospermae) sebanyak 3 jenis yaitu dari marga Agathis (famili Araucariaceae), Pinus (famili Pinaceae) dan Podocarpus (famili Podocarpaceae). b. Kelompok daun lebar (Angiospermae) sebanyak 82 jenis, mencakup 56 marga dan 34 famili dimana jenis yang paling banyak adalah jenis dari marga Shorea (10 jenis), Eugenia (5 jenis), Dipterocarpus (94 jenis) dan Hopea (4 jenis). Berdasarkan asal benihnya, jenis pohon asli Indonesia berasal dari hampir seluruh pulau besar yang ada di Indonesia, mencakup Indonesia Bagian Barat, Tengah dan Timur. Fauna Jenis-jenis fauna yang hidup di kawasan hutan penelitian Darmaga tidak begitu banyak. Hal ini disebabkan oleh luasannya yang tidak begitu besar dan dekat dengan perkampungan penduduk. Fauna tersebut antara lain berbagai jenis burung (Aves), ular tanah (Agkistrodon rhodostoma), tupai/bajing (Lariscus sp.), musang (Paradoxurus hermaphroditus), dan berbagai jenis serangga.

32 17 4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di Dramaga, Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat (Gambar 4.1). Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, yakni dari bulan Februari sampai bulan April Pada lokasi penelitian dilakukan penafsiran citra landsat untuk mengidentifikasi dan menafsirkan tipe-tipe tutupan lahan (landuse) yang ada di lokasi penelitian tersebut. Kemudian pada setiap tipe tutupan lahan tersebut dilakukan inventarisasi/risalah terhadap tiga obyek penelitian ini yaitu kesuburan tanah, tumbuhan, dan cacing tanah. Gambar 4.1 Lokasi penelitian Adapun variable yang diamati pada ketiga obyek penelitian tersebut adalah: (a) Tanah, meliputi sifat fisik dan kimia tanah. (b) Tumbuhan, meliputi jumlah individu untuk vegetasi penutup tanah (rumputrumputan dan semak belukar, semai dan pancang). Sedangkan untuk vegetasi tingkat tiang dan pohon, meliputi jumlah individu dan diameter batangnya (DBH, diameter at breast heights). (c) Cacing tanah, meliputi jumlah individu cacing tanah. Cacing tanah dikumpulkan dengan cara menggali tanah sedalam ± 30 cm pada unit sampling sekunder berukuran 1 x 1 m. Tanah-tanah galian tersebut ditaruh dalam ember untuk memudahkan mengumpulkan cacing-cacing tanah yang hidup.

33 Bahan dan Peralatan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan pembuatan unit sampling (GPS, kompas, patok, tali rapia, dan parang), phiband digunakan untuk mengukur diameter pohon, cangkul, sekop, meteran 50 meter, kamera, buku lapangan, ember dan alat tulis. Adapun bahan utama yang akan digunakan adalah cacing tanah dewasa yang dikumpulkan dalam keadaan hidup, dan sampel tanah yang diambil setiap tipe tutupan lahan. 4.3 Prosedur Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, observasi lapangan, wawancara dan survai. Jenis dan sumber data berdasarkan tujuan penelitian disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Metode pengumpulan data Tujuan Penelitian 1. Mengetahui jenis tipe tutupan lahan di Dramaga. Jenis dan Sumber Data Studi literatur dan data sekunder Teknik Pengumpulan Data - Teknik Analisis Data Deskriptif kualitatif Output yang Diharapkan Peta tutupan lahan di Dramaga 2. Mengidentifikasi dan menganalisis jenis tumbuhan pada berbagai tipe tutupan lahan. Data primer Studi literatur, survai vegetasi dan observasi lapangan Deskriptif kualitatif dan kuantitatif Jenis-jenis tumbuhan dominan pada setiap tipe tutupan lahan. 3. Menganalisis kesuburan tanah dan sejarah pengelolaan pada berbagai tipe tutupan lahan Data primer Studi literatur, survai jenis tanah dan observasi lapangan Deskriptif kualitatif dan kuantitatif Jenis dan kesuburan tanah pada setiap tipe tutupan lahan berikut sejarah pengelolaannya 4. Mengidentifikasi dan menduga kelimpahan jenis cacing tanah Data primer Studi literatur, survai kelimpahan cacing tanah dan observasi lapangan Deskriptif kualitatif dan kuantitatif Jenis dan kelimpahan cacing tanah pada setiap tipe tutupan lahan 4.4 Rancangan Sampling Rancangan sampling dalam penelitian ini menggunakan two stage sampling. Unit sampling primer berupa kuadrat berukuran 20 m x 20 m sebanyak tiga unit per tipe tutupan lahan untuk risalah tumbuhan tingkat pohon. Adapun untuk risalah tingkat permudaan dibuat kuadrat berukuran lebih kecil sebanyak tiga unit kuadrat masing-masing berukuran 2 m x 2 m untuk semai, 5 m x 5 m untuk pancang dan 10 m x 10 m untuk tiang di dalam setiap unit sampling primer.

34 19 Sedangkan untuk kepentingan risalah cacing tanah dibuat unit sampling sekunder berukuran 1 m x 1 m sebanyak satu unit per unit sampling primer dan untuk mengumpulkan cacing tanah dilakukan penggalian tanah dengan kedalaman sekitar 30 cm. Unit sampling untuk vegetasi dan cacing tanah dapat dilihat pada Gambar m 20 m 10 m 5 m 1m 2 m 5 m 10 m 20 m 2 m 1m 20 m 20 m a b Gambar 4.2 Unit sampling untuk risalah tumbuhan (a) dan cacing tanah (b) 4.5 Metode Analisis Data Dalam penelitian ini identifikasi atau penafsiran tipe tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS 9 terhadap citra landsat tahun Adapun analisis data vegetasi (kerapatan, frekuensi, dominansi, indeks nilai penting) menggunakan analisis vegetasi (Misra, 1974) dan keanekaragaman jenisnya dianalisis menurut rumus Shannon Wiener (Krebs, 1978), tingkat kesuburan tanah berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian tahun 2005, dan pendugaan kelimpahan cacing tanah di setiap tipe tutupan lahan digunakan prosedur perhitungan menurut two stage sampling design. Adapun rumus Shannon Wiener (Krebs, 1978) sebagai berikut: H = nnnn NN Keterangan : H = Indeks keanekaragaman jenis N = Jumlah kerapatan individu seluruh jenis ni = Jumlah kerapatan individu suatu jenis nnnn log NN Adapun kategori penilaian indeks keanekaragaman jenis (Krebs,1978) adalah sebagai berikut: a. H <2 : rendah, b. H = 2-3 : sedang c. H >4 : tinggi

35 20 Selanjutnya, untuk menelusuri hubungan antara kelimpahan cacing dengan kesuburan tanah dan kelimpahan tumbuhan digunakan analisis regresi multivariate sebagai berikut: Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + b 5 X 5 Keterangan: Y X 1 X2 sampai dengan X 5 a b = kelimpahan cacing tanah = kelimpahan tumbuhan dominan (INP) = unsur kesuburan tanah (C-organik, N, P, K) = nilai konstanta = nilai koefisien regresi Penentuan tekstur dilakukan dengan menggunakan diagram segitiga tekstur tanah disajikan pada Gambar 4.3. Tanah-tanah yang bertekstur pasir, karena butirbutirnya berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah-tanah yang bertekstur liat karena lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah-tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar. Gambar 4.3 Diagram segitiga tekstur tanah

36 21 Berikut kriteria penilaian tanah berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan 4.3. Tabel 4.2 Kriteria penilaian hasil analisis tanah secara kimia Parameter Nilai tanah Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi rendah C (%) < >5 N (%) <0,1 0,1-0,2 0,2-0,5 0,51-0,75 >0,75 C/N < >25 P < >60 K <0,1 0,1-0,3 0,4-0,5 0,6-1,0 >1 Mg <0,3 0,4-1 1,1-2,0 2,1-8,0 >8 Ca < >20 KTK < >40 KB < >80 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, 2005 Tabel 4.3 Kriteria penilaian hasil analisis tanah secara fisik Sangat Masam Agak Netral Agak Alkalis Masam Masam Alkalis ph <4,5 4,5-5,5 5,5-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 >8,5 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, 2005

37 22 5 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 5.1 Hasil Tipe Tutupan Lahan Berdasar hasil pengolahan citra landsat di lokasi penelitian yang dilakukan menggunakan software ArcGIS 9, terdapat lima tipe tutupan lahan yaitu tanah kosong, rumput-rumputan, semak belukar, hutan tanaman, dan hutan campuran (Gambar 5.1.1). Gambar Tipe-tipe tutupan lahan di lokasi penelitian Ada lima tipe tutupan lahan yang teridentifikasi di lokasi penelitian. Kelima tipt tutupan lahan tersebut adalah tanah kosong, semak belukar, rumput-rumputan, hutan tanaman dan hutan campuran disajikan pada Tabel Tabel Tipe-tipe tutupan lahan di Dramaga Bogor No. Tipe tutupan lahan Jenis tumbuhan Luas (Ha) Foto 1 Tanah kosong - 0,60

38 23 No. Tipe tutupan lahan Jenis Tumbuhan Luas (Ha) Foto 2 Rumput-rumputan Blumea balsamifera 0,40 Waltheria indica Polytrias amaura Axonopus compressus Echinochloa crus-gali Imperata cylindrica Euphorbia hirta Abutilon indicum Digitaria sangunalis 3 Semak belukar Mimosa pudica Merremia gemella Waltheria indica Colocasia esculenta 2.80 Melastoma malabathricum Wedelia biflora Pityrogramma calomelanos Chromolaena odorata Centrosema pubescens Solanum melongena 4 Hutan tanaman Tectona grandis Albazia falcataria Durio zibethinus Hutan campuran Colocasia esculenta Mimosa pudica Pityrogramma calomelanos Curcuma aeruginosa Calamus rotan Nauclea orientalis Hopea bancana Baccaurea racemosa Eugenia cymosa Hymenaea courbaril Intsia bijuga Dysoxylum aculangulum 35

39 Sejarah Pengelolaan Tipe Tutupan Lahan Tanah Kosong Tipe tutupan lahan tanah kosong merupakan lahan terbuka yang tidak/belum ditumbuhi oleh jenis tanaman atau termanfaatkan. Lahan ini merupakan lahan yang sudah rusak, atau berubah fungsi menjadi fasilitas umum (lapangan), kadang-kadang hanya berupa hamparan tanah kering yang lambat laun akan menjadi semak belukar. Rumput-rumputan Tumbuhan yang hidup pada lahan ini adalah rumput namun tergantung pada kelembaban. Sebelumnya lahan ini merupakan lahan yang dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk menanam tanaman semusim seperti kacang panjang dan singkong, namun kegiatan penanaman tidak berlanjut maka lahan tersebut dibiarkan sehingga menjadi lahan yang hanya ditumbuhi oleh jenis tumbuhan rumputrumputan. Semak Belukar Tipe tutupan lahan semak belukar merupakan lahan bekas ladang/perkebunan yang sudah ditinggalkan dan tidak dikelola lagi oleh penduduk, atau lahan yang memang tidak dikelola oleh penduduk setelah penebangan hutan sekunder. Hutan Tanaman Tipe tutupan lahan hutan tanaman yang digunakan adalah hutan tanaman jati. Tanah yang sesuai pada lahan ini adalah agak basa, dengan ph antara 4.5-7, sarang (memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air. Adapun tajuk pepohonan dalam hutan jati akan menyerap dan menguraikan zat-zat pencemar (polutan) dan cahaya yang berlebihan. Tajuk hutan itu pun melakukan proses fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan melepaskan kembali oksigen dan uap air ke udara. Semua ini membantu menjaga kestabilan iklim di dalam dan sekitar hutan. Hutan jati pun ikut mendukung kesuburan tanah. Ini karena akar pepohonan dalam hutan jati tumbuh melebar dan mendalam. Pertumbuhan akar ini akan membantu menggemburkan tanah, sehingga memudahkan air dan udara masuk ke dalamnya. Tajuk (mahkota hijau) pepohonan dan tumbuhan bawah dalam hutan jati akan menghasilkan serasah, yaitu jatuhan ranting, buah, dan bunga dari tumbuhan yang menutupi permukaan tanah hutan. Serasah menjadi bahan dasar untuk menghasilkan humus tanah. Berbagai mikroorganisme hidup berlindung dan berkembang dalam serasah ini. Uniknya, mikroorganisme itu juga yang akan memakan dan mengurai serasah menjadi humus tanah. Serasah pun membantu meredam entakan air hujan sehingga melindungi tanah dari erosi oleh air. Jika hutan jati berbentuk hutan murni sehingga lebih seperti kebun jati mengakibatkan erosi tanah justru akan lebih besar terjadi. Tajuk jati rakus cahaya matahari sehingga cabang-cabangnya tidak semestinya bersentuhan. Perakaran jati juga tidak tahan bersaing dengan perakaran tanaman lain. Dengan demikian, serasah

40 25 tanah cenderung tidak banyak. Tanpa banyak tutupan tumbuhan pada lantai hutan, lapisan tanah teratas lebih mudah terbawa oleh aliran air dan tiupan angin. Hutan Campuran Tipe tutupan hutan campuran merupakan hutan yang terdiri dari bermacammacam jenis tumbuhan. Hutan ini tumbuh pada ketinggian sekitar m dpl. Dan memiliki tanah relatif subur dan kering (tidak tergenang air dalam waktu lama). Hutan campuran merupakan vegetasi yang paling kaya, baik dalam arti jumlah jenis makhluk hidup yang membentuknya, maupun dalam tingginya nilai sumberdaya lahan (tanah, air, cahaya matahari) yang dimilikinya. Hutan ini didominasi oleh pepohonan besar yang membentuk tajuk berlapis-lapis (layering), sekurangkurangnya tinggi tajuk teratas rata-rata adalah 45 m (paling tinggi dibandingkan ratarata hutan lainnya), rapat, dan hijau sepanjang tahun. Ada tiga lapisan tajuk atas di hutan ini: a. Lapisan pohon-pohon yang lebih tinggi, muncul di sana-sini dan menonjol di atas atap tajuk (kanopi hutan) sehingga dikenal sebagai sembulan (emergent). Sembulan ini bisa sendiri-sendiri atau kadang-kadang menggerombol, namun tak banyak. Pohon-pohon tertinggi ini bisa memiliki batang bebas cabang lebih dari 30 m, dan dengan lingkar batang hingga 4,5 m. b. Lapisan kanopi hutan rata-rata, yang tingginya antara m. Lapisan tajuk bawah, yang tidak selalu menyambung. Lapisan ini tersusun oleh pohon-pohon muda, pohon-pohon yang tertekan pertumbuhannya, atau jenis-jenis pohon yang tahan naungan. c. Kanopi hutan banyak mendukung kehidupan lainnya, semisal berbagai jenis epifit (termasuk anggrek), bromeliad, lumut, serta lumut kerak, yang hidup melekat di cabang dan rerantingan. Tajuk atas ini demikian padat dan rapat, membawa konsekuensi bagi kehidupan di lapis bawahnya. Tetumbuhan di lapis bawah umumnya terbatas keberadaannya oleh sebab kurangnya cahaya matahari yang bisa mencapai lantai hutan, sehingga orang dan hewan cukup leluasa berjalan di dasar hutan. Ada dua lapisan tajuk lagi di aras lantai hutan, yakni lapisan semak dan lapisan vegetasi penutup tanah. Lantai hutan sangat kurang cahaya, sehingga hanya jenis-jenis tumbuhan yang toleran terhadap naungan yang bertahan hidup di sini; di samping jenis-jenis pemanjat (liana) yang melilit batang atau mengait cabang untuk mencapai atap tajuk. Akan tetapi kehidupan yang tidak begitu memerlukan cahaya, seperti halnya aneka kapang dan organisme pengurai (dekomposer) lainnya tumbuh berlimpah ruah. Dedaunan, buah-buahan, ranting, dan bahkan batang kayu yang rebah, segera menjadi busuk diuraikan oleh aneka organisme tadi. Pada saat-saat tertentu ketika tajuk tersibak atau terbuka karena sesuatu sebab (pohon yang tumbang, misalnya), lantai hutan yang kini kaya sinar matahari segera diinvasi oleh berbagai jenis terna, semak dan anakan pohon; membentuk sejenis rimba yang rapat.

41 Dominansi Jenis Tumbuhan pada setiap Tipe Tutupan Lahan Secara rinci komposisi jenis tumbuhan disetiap tipe tutupan lahan dapat dilihat pada lampiran 9, 10, 11 dan 12. Adapun jenis-jenis tumbuhan yang dominan di setiap tipe tutupan lahan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel Tabel Dominansi jenis tumbuhan di setiap tipe tutupan lahan No. Tipe Tutupan Lahan Tingkat Pertumbuhan Jenis Tumbuhan Dominan Jumlah Jenis K (ind/ha) F D INP (m 2 /ha) (%) H 1. Tanah Kosong Rumput- Rumputan Tumbuhan bawah Digitaria sanguinalis ,3 0, ,26 3. Semak Belukar - Waltheria indica ,6 0, ,98 4. Hutan Tanaman Pohon Tectona grandis , ,07 5. Hutan Campuran Penutup tanah Mimosa pudica 6 283, ,28 Pancang Hopea bancana Tiang Baccaurea racemosa 2 141,6 1 0, Pohon Eugenia cymosa 6 141,6 1 0,61 63 Berdasarkan data pada Tabel 5.1.2, jenis tumbuhan dominan pada setiap tipe tutupan lahan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan setiap tipe tutupan lahan yang ada memiliki fungsi dan karakteristik masing-masing. Jenis tumbuhan dominan pada setiap tipe tutupan lahan yakni Digitaria sanguinalis (L.) (INP 95%) di rumputrumputan, Waltheria indica (L.) (INP 28%) di semak belukar, Tectona grandis (INP 250%) di hutan tanaman, serta Mimosa pudica (INP 65%), Hopea bancana (INP 163%), Baccaurea racemosa (INP 189%), dan Eugenia cymosa (INP 63%) di hutan campuran. Suatu jenis tumbuhan dapat merupakan jenis tumbuhan indikator apabila memiliki nilai INP yang tinggi, terutama dibandingkan dengan nilai INP tertinggi kedua dan seterusnya. Dominansi merupakan pengukuran nilai jumlah spesies per luas basal area dari tumbuhan tersebut. Secara ekologi indeks nilai penting diperlihatkan oleh suatu spesies merupakan indikasi bahwa spesies yang bersangkutan dianggap dominan pada kondisi habitat tersebut. Selanjutnya keanekaragaman pada tipe tutupan lahan rumput-rumputan, semak belukar, dan hutan tanaman termasuk kategori rendah sedangkan pada tipe

42 27 tutupan lahan hutan campuran dikategorikan sedang. Menurut Muller (1974) dikemukakan bahwa komposisi bervegetasi hutan alami yang telah terbentuk dalam jangka panjang akan memperlihatkan fisiognomi, fenologi dan gaya regenerasi yang lambat dan cenderung mantap, sehingga dinamika floristik komunitas hutan tidak terlalu nyata dan mencolok. Dalam konteks ini pergantian generasi atau regenerasi spesies seakan-akan tidak tampak, akibatnya jarang dijumpai spesies tertentu yang kemudian muncul dominan, karena semua spesies telah beradaptasi dalam jangka waktu yang lama. Jenis Tumbuhan Digitaria sanguinalis Digitaria sanguinalis adalah spesies rumput dikenal dengan rumput kepiting berbulu atau rumput kepiting besar. Jenis rumput ini adalah salah satu spesies yang dikenal hampir di seluruh dunia sebagai gulma pada umumnya. Jenis ini merupakan rumput tahunan dengan perbungaan hingga sembilan sangat panjang dan sangat tipis serta memiliki cabang beranting. Setiap cabang dilapisi dengan pasangan gabah yang sangat kecil dan perbungaan berwarna kemerahan atau keunguan (Moody, 1984). Benih-benih dari jenis rumput tersebut dimakan dan telah digunakan sebagai gandum di Jerman dan terutama Polandia, serta seringkali dibudidayakan. Rumput ini juga sangat bergizi, terutama pasca tanaman memproduksi benih. Hal ini sering dipergunakan untuk memberikan pakan untuk hewan, atau dipotong dan dipaketkan sebagai jerami. Dibandingkan dengan rumput lain, rumput ini memiliki persentase protein yang relatif tinggi. Seringkali petani menggarap jenis rumput ini pada akhir musim semi, dengan maksud mendorong kualitas benih rumput kepiting. Rumput kepiting untuk konsumsi manusia tentu harus dipanen dengan tangan agar menghasilkan gandum sepanjang musim panas. Dengan menggunakan mesin panen akan membutuhkan waktu berbulan-bulan sehingga banyak benih yang akan terbuang sia-sia. Rumput ini menghasilkan biji-bijian dalam jumlah yang sangat banyak. Biji-bijian tersebut merupakan gulma halus berfungsi sebagai mulsa dan dapat bertahan baik pada cuaca panas dan kekeringan. Adaptasi membuatnya menjadi kandidat untuk lingkungan pertanian kecil. Kegunaan rumput ini untuk transmigran pada abad kesembilan belas sebagai rumput yang telah membuat benih, tetapi dengan berjalannya waktu dianggap sebagai gangguan yang tidak menarik. Rumput ini sering mengambil keuntungan dari kesuburan sehingga tanah menjadi tidak subur dan kekeringan, hal ini mengakibatkan melemahnya jenis rumput yang lain. Sulit untuk memusnahkan jenis rumput ini karena akan menumbuhkan, dan dengan menggunakan bahan kimia kemungkinan akan merugikan rumput di sekitarnya. Cara kontrol yang paling efisien adalah menarik sebagian rumput dan menjaga sisa rumput dengan disiram dan dipangkas pada ketinggian dua sampai tiga inci (Luis, 1983). Jenis Tumbuhan Waltheria indica Waltheria indica merupakan semak yang memiliki tinggi mencapai 2 m dan 2 cm diameter batang. Jenis tumbuhan ini mempunyai akar tunggang yang lemah, akar kuat lateral, dan akar halus berlimpah. Akar berwarna coklat dan fleksibel. Semak ini biasanya tunggal, memiliki batang kuat yang muncul dari tanah, tapi sering juga

43 28 tumbuh cabang dekat tanah. Biasanya memiliki ciri-ciri tegak dan agak bercabang. Batang muda dan daun ditutupi warna abu-abu, beludru. Daun alternatif sempit berbentuk bulat telur atau lonjong berbentuk hati, bergigi tepi beraturan dan Panjang tangkai antara 0,5-3,3 cm (Moody, 1984). Waltheria indica tumbuh pada lahan tropis dan sub tropis. Howard (1989) menunjukkan bahwa spesies ini asli dari Florida dan Texas. Jenis semak ini tumbuh di lahan kering, berdrainase baik dan habitat lembab. Spesies ini menempati daerah yang dapat menerima curah hujan tahunan dari mm dan lebih dari 400 m dari elevasi. Species ini dapat ditemukan di lapangan tua, lokasi kontruksi, pinggir jalan, hutan terbakar dan padang rumput. Jenis ini memiliki naungan toleran dan tidak akan bertahan dalam tajuk pohon tertutup dan tidak dapat bersaing dengan jenis rumput lain serta tahan pada keadaan kekeringan dan tanah sedikit mengandung garam. Jati adalah sejenis Jenis Tumbuhan Tectona grandis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f. Jati memiliki batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jawa, bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabuabuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang.dan seringkali masyarakat indonesia salah mengartikan jati dengan tanaman jabon (Antocephalus cadamba) padahal mereka dari jenis yang berbeda. Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter. Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun. Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar cm cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya. Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Tajuk mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu. Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil. Nilai Rf pada daun jati sendiri sebesar 0,58-0,63 (Tsoumis, 1991).

44 Jati menyebar luas mulai dari India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, Indochina, sampai ke Jawa. Jati tumbuh di hutan-hutan gugur, yang menggugurkan daun di musim kemarau. Menurut sejumlah ahli botani, jati merupakan spesies asli di Burma, yang kemudian menyebar ke Semenanjung India, Muangthai, Filipina, dan Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati adalah spesies asli di Burma, India, Muangthai, dan Laos. Kebutuhan jati dunia pada saat ini ± 70% dipasok oleh Burma. Sisa kebutuhan itu dipasok oleh India, Thailand, Jawa, Srilangka, dan Vietnam. Namun, pasokan dunia dari hutan jati alami satu-satunya berasal dari Burma. Lainnya berasal dari hasil hutan tanaman jati. Jati paling banyak tersebar di Asia. Selain di keempat negara asal jati dan Indonesia, jati dikembangkan sebagai hutan tanaman di Srilangka (sejak 1680), Tiongkok (awal abad ke-19), Bangladesh (1871), Vietnam (awal abad ke-20), dan Malaysia (1909). Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara mm pertahun dan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara m dpl; meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl. Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon. Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba. Guguran daun lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar yang dapat memicu kebakaran yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati: biji jati terdorong untuk berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati (Tsoumis, 1991). Pada masa lalu, jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang dimasukkan (diintroduksi) ke Jawa dan ditanam oleh orang-orang Hindu ribuan tahun yang lalu. Namun pengujian variasi isozyme yang dilakukan oleh Kertadikara (1994) menunjukkan bahwa jati di Jawa telah berevolusi sejak puluhan hingga ratusan ribu tahun yang silam. Karena nilai kayunya, jati kini juga dikembangkan di luar daerah penyebaran alaminya. Di Afrika tropis, Amerika tengah, Australia, Selandia Baru, Pasifik dan Taiwan Daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, yang gersang dan rusak parah sebelum 1978, ternyata berhasil diselamatkan dengan pola penanaman campuran jati dan jenis-jenis lain ini. Dalam selang waktu hampir 30 tahun, lebih dari 60% lahan rusak dapat diubah menjadi lahan yang menghasilkan. Penduduk setempat paling banyak memilih menanam jati di lahan mereka karena melihat nilai manfaatnya, cara tanamnya yang mudah, dan harga jual kayunya yang tinggi. Mereka mencampurkan 29

45 30 penanaman jati di kebun dan pekarangan mereka dengan mahoni (Swietenia mahogany), akasia (Acacia villosa), dan sonokeling (Dalbergia latifolia). Daerah Gunung Kidul kini berubah menjadi lahan hijau yang berhawa lebih sejuk dan memiliki keragaman hayati yang lebih tinggi. Perubahan lingkungan itu telah mengundang banyak satwa untuk singgah, terutama burung sebagai satwa yang kerap dijadikan penanda kesehatan suatu lingkungan. Selain itu, kekayaan lahan ini sekaligus menjadi cadangan sumberdaya untuk masa depan. Jenis Tumbuhan Mimosa pudica Putri malu atau Mimosa pudica adalah perdu pendek anggota suku polongpolongan yang mudah dikenal karena daun-daunnya yang dapat secara cepat menutup/"layu" dengan sendirinya saat disentuh. Walaupun sejumlah anggota polong-polongan dapat melakukan hal yang sama, putri malu bereaksi lebih cepat daripada jenis lainnya. Kelayuan ini bersifat sementara karena setelah beberapa menit keadaannya akan pulih seperti semula (Luis, 1983). Tumbuhan ini memiliki banyak sekali nama lain sesuai sifatnya tersebut, seperti makahiya (Filipina, berarti "malu"), mori vivi (Hindia Barat), nidikumba (Sinhala, berarti "tidur"), mate-loi (Tonga, berarti "pura-pura mati"). Namanya dalam bahasa Tionghoa berarti "rumput pemalu". Kata pudica sendiri dalam bahasa Latin berarti "malu" atau "menciut". Keunikan dari tanaman ini adalah bila daunnya disentuh, ditiup, atau dipanaskan akan segera "menutup". Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan tekanan turgor pada tulang daun. Rangsang tersebut juga bisa dirasakan daun lain yang tidak ikut tersentuh. Gerak ini disebut seismonasti, yang walaupun dipengaruhi rangsang sentuhan (tigmonasti), sebagai contoh, gerakan tigmonasti daun putri malu tidak peduli dari mana arah datangnya sentuhan.tanaman ini juga menguncup saat matahari terbenam dan merekah kembali setelah matahari terbit. Tanaman putri malu menutup daunnya untuk melindungi diri dari hewan pemakan tumbuhan (herbivora) yang ingin memakannya. Warna daun bagian bawah tanaman putri malu berwarna lebih pucat, dengan menunjukkan warna yang pucat, hewan yang tadinya ingin memakan tumbuhan ini akan berpikir bahwa tumbuhan tersebut telah layu dan menjadi tidak berminat lagi untuk memakannya (Moody, 1984). Jenis Tumbuhan Hopea bancana Pohon yang memiliki nama lokal hopea ini berukuran sedang dengan kulit kayu berlapis-lapis. Memiliki kayu keras dan ranting kelopak bunga yang keluar berwarna kekuning-kuningan, menempel di daun muda dan di dalam bagian daun bunga, yang keluar dalam pucuk daun. Pucuknya kecil, daun penunjangnya tidak kelihatan. Panjang daunnya 3,5-7,5 cm, bentuknya bulat telur dan berkulit semu, ujungnya runcing sampai 1,5 cm panjangnya. Tulang daunnya enam sampai delapan pasang dan tipis. Tangkai daun panjangnya mm dan tipis. Sedangkan panjang malainya sampai 8 cm. berdahan tunggal panjangnya sampai 2 cm dan berbentuk bulat panjang (oval), dua kelopak bunganya yang keluar berbentuk oval, runcing, pucuk bunganya tiga dengan panjang 2 mm, serta benangsari 15. Buah panjangnya 2

46 31 mm dan keras, berbentuk bulat telur dan bergetah. Bijinya sampai sembilan yang masing-masing 6 mm. Pohon ini biasanya tumbuh di dataran rendah, dengan penyebaran ke Malesiana, dipusatkan di pulau Sumatera (Newman,1999). Jenis Tumbuhan Baccaurea racemosa Menteng, kepundung, atau (ke)mundung (terutama Baccaurea racemosa (Reinw.) Muell. Arg.; juga B. javanica dan B. dulcis) adalah pohon penghasil buah dengan nama sama yang dapat dimakan. Sekilas buah menteng mirip dengan buah duku namun tajuk pohonnya berbeda. Rasa buahnya biasanya masam (kecut) meskipun ada pula yang manis. Menteng dulu biasa ditanam di pekarangan namun sekarang sudah sulit ditemui akibat desakan penduduk dan penanaman tanaman buah lain yang lebih disukai. Tumbuhan ini asli dari Pulau Jawa. Di sekitar Jakarta dan Bogor kadang-kadang masih ditemukan penjual buah menteng. Baccaurea racemosa memiliki ciri-ciri pohon mencapai setinggi m. Batang tegak, berkayu, bulat, kasar, percabangan simpodial, putih kecoklatan. Daun tunggal, tersebar, lonjong, tepi bergerigi, ujung runcing,pangkal membulat, pertulangan menyirip, panjang 7-20 cm, lebar 3-7,5 cm, tangkai silindris, hijau muda, panjang ± 2 cm, dan hijau. Bunga majemuk, berkelamin satu, di batang atau di cabang, tangkai silindris, panjang ± 10 cm, kelopak bentuk mangkok, benang sari empat sampai enam, bunga betina lebih besar dari bunga jantan,mahkota terbagi lima, kuning. Buahnya buni, bulat, berdiameter ± 2 cm, masih muda hijau setelah tua kuning. Bijinya bulat, diameter ± 0,5 cm, putih kekuningan. Akar tunggang dan putih kotor (Haegens, 2000). Daun Baccaurea racemosa berkhasiat sebagai obat mencret dan untuk peluruh haid. Daun dan kulit batang Baccaurea racemosa mengandung saponin, flavonoida dan tanin, di samping itu daunnya juga mengandung alkaloids. Jenis Tumbuhan Eugenia cymosa Eugenia cymosa merupakan tumbuhan yang dikenal sebagai kopo dan kisireum di Jawa Barat. Adapun di Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut manting. Tanaman ini tersebar di seluruh Jawa pada ketinggian m dpl, yakni di hutan campuran atau hutan jati. Eugenia cymosa memiliki ciri-ciri pohon bertumbuh besar dan kuat, tingginya antara 2-5 m, cabang-cabangnya berbentuk galah berwarna coklat kemerahan. Daunnya berukuran 3-10 cm x 12,5 37 cm. Bunganya terletak di ranting, tapi kadang tumbuh diketiak daun paling atas dan bunganya bercabang. Tabung kelopak tingginya 8-15 mm, berwarna merah, tajuknya putih agak merah, panjangnya 1,5-2 cm. Tangkai sari sebelah bawah berwarna merah dan sebelah atau berwarna putih. Tangkai putik panjangnya 3,5-4,5 cm. Bunganya muncul sepanjang tahun. Demikian pula buahnya. Buahnya tidak enak dimakan, berukuran 2,75-3,5 cm, dan berwarna ungu-merah. Tanaman ini potensial untuk batang bawah. Meski besar, batangnya tak beraturan, bengkok-bengkok sehingga tak dimanfaatkan untuk bahan bangunan. Namun batang ini dapat digunakan untuk kayu bakar. Dan kulit kayunya dapat digunakan sebagai bahan pewarna yaitu berwarna kecoklatan (Heyne,1987).

47 Jenis dan Kelimpahan Cacing Tanah Berdasar hasil identifikasi kasar (morfologi) ditemukan satu spesies cacing tanah pada ketiga tipe tutupan lahan sebagai lokasi penelitian yakni spesies Pheretima aspergillum. Cacing tanah spesies Pheretima aspergillum dapat dilihat pada Gambar 5.2. Spesies Pheretima aspergillum merupakan jenis cacing lokal yang penyebarannya meliputi Indo-Melayu, Asia Tenggara, dan Australia, letak klitelium pada segmen 14-16, pigmentasi dorsal sama dengan pigmentasi ventral merah kecoklatan. Ukuran tubuh lebih ramping dan panjang serta gerakannya lebih lincah dari jenis cacing lain, tubuh cacing tanah dewasa dapat mencapai 11 cm dan diameter 2 mm, jumlah segmen dan setiap segmen mempunyai seta dan tipe Perichaetine. Letak klitelium cacing tanah spesies Pheretima aspergillum disajikan pada Gambar Cacing tanah Pheretima merupakan genus yang diketahui mampu untuk mengimbangi keberadaan jenis Lumbricus (Minnich, 1977 dalam Brata, 2009). Dari hasil penelitian Subowo (2011) di daerah Bogor dan Sukabumi, diketahui habitat utama dari cacing tanah Pheretima, yakni air, darat (yang relatif agak kering), dan kotoran ternak. Pheretima aspergillum yang disebut juga sebagai cacing kalung, memiliki tubuh lebih besar dibandingkan cacing merah yaitu cacing tanah jenis Lumbricus. Jenis Pheretima umumnya hidup di daerah relatif lebih kering (dengan lantai yang tertutup daun-daunan) dan di daerah pinggir kotoran ternak. Anwar (2005) melaporkan bahwa kondisi lingkungan tempat hidup cacing tanah lokal dicirikan oleh temperatur antara 23 0 C-27 0 C, kelembaban antara % dan ph antara 6,5-8,3. Pada umumnya ph yang disenangi berkisar antara ph 7,0 dan jarang dijumpai pada habitat yang langsung terkena cahaya matahari, serta lebih menyukai tempat-tempat yang tenang. Populasi cacing tanah terbesar terdapat pada tipe tutupan lahan hutan campuran, cacing tanah spesies Pheretima aspergillum lebih melimpah. Pada tipe tutupan lahan tanah kosong dan rumput-rumputan tidak terdapat sama sekali cacing tanah. Spesies Pheretima aspergillum ditemukan hanya 18,75 ind/m 2 pada tipe tutupan lahan semak belukar. Pada tutupan lahan hutan tanaman ditemukan cacing tanah sebesar 231,25 ind/m 2 nilai ini lebih kecil dengan nilai rata-rata yang didapat di hutan campuran sebesar 512,5 ind/m 2, sehingga cacing tanah lebih banyak hidup dan berkembangbiak pada tipe tutupan lahan campuran tersebut. Populasi cacing tanah spesies Pheretima aspergillum pada setiap tipe tutupan lahan disajikan pada Tabel Faktor ekologi berpengaruh terhadap kehidupan cacing tanah baik terhadap perkembangbiakan maupun pertumbuhan. Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap kualitas kastingnya. Menurut Martin (1981) faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangbiakan dan pertumbuhan cacing adalah temperatur, kelembaban, derajat keasaman (ph) dan perlindungan cahaya. Temperatur sangat memengaruhi aktivitas metabolisme, pertumbuhan, reproduksi dan pertumbuhan cacing tanah. Perbedaan temperatur sangat memengaruhi kesuburan cacing tanah. Menurut Lee (1985) temperatur tanah bervariasi sesuai kedalaman tanah dan kondisi diurnal serta perubahan temperatur lingkungan.

48 33 Kelembaban mempunyai peranan yang sangat penting didalam mendeteksi keaktifan cacing tanah, karena hal ini berhubungan dengan struktur fisik dan proses kehidupan cacing tanah yang serupa dengan hewan perairan dibandingkan dengan hewan terrestrial. Cacing tanah mengandung air sebanyak 70 95% dari bobot hidupnya, kehilangan air merupakan masalah utama cacing tanah untuk dapat mempertahankan fungsi-fungsi tubuhnya untuk bekerja secara normal. Cacing tanah sangat sensitif terhadap konsentrasi hidrogen, sehingga ph tanah merupakan faktor pembatas distribusi, jumlah, dam spesies cacing tanah. ph yang terlalu asam akan menyebabkan dormasi atau diapauses dan pada saat tersebut cacing tanah tidak dapat melakukan fungsinya untuk memperbaiki struktur tanah dan tidak dapat berproduksi, akhirnya cacing tanah akan mengalami kematian. ph yang terlalu asam juga menyebabkan keracunan, mengakibatkan konvulsi, paralisis dan akhirnya mengalami kematian (Minnich, 1977). Edwards dan Lofty (1977), melaporkan hasil penelitian pada beberapa jenis tanah terhadap populasi cacing tanah yakni populasi cacing tanah lebih tinggi pada tanah yang kandungan liatnya rendah dan sedang, dibandingkan dengan jenis tanah yang kandungan liatnya tinggi atau tanah yang pasirnya tinggi dan tanah aluvial. Lee (1985) mengemukakan bahwa pada tanah yang berstruktur kasar, kandungan liatnya tinggi dan daerah-daerah yang bercurahan hujan yang tinggi jarang dijumpai cacing tanah, karena cacing tanah menghendaki tekstur tanah yang tidak kasar dan kandungan liatnya rendah. Menurut Gaddie dan Douglas (1975) pada tubuh cacing tanah, terutama bagian ujung depan (anterior), terdapat banyak sel yang peka terhadap cahaya. Oleh karena itu, semua kegiatan seperti mencari makan dan kawin dilakukan pada malam hari, sedangkan siang hari cacing tanah bergerak di bawah permukaan tanah. Tabel Analisis cacing tanah berdasarkan tipe tutupan lahan No. Tipe Tutupan Lahan Jenis Cacing Tanah K (ind/ha) A Tanah Kosong - 0 B Rumput-rumputan - 0 C Semak Belukar Pheretima aspergillum 18,75 D Hutan Tanaman Pheretima aspergillum 231,25 E Hutan Campuran Pheretima aspergillum 512,5 a Gambar Cacing tanah Pheretima aspergillum (a = foto cacing hidup dan b = foto letak klitelium) b

49 Jenis dan Kesuburan Tanah Hasil analisis tanah yang diambil dari lokasi penelitian mengindikasikan bahwa jenis tanah pada kelima tipe tutupan lahan adalah latosol merah kecoklatan. Tanah latosol adalah tanah bersolum dalam, mengalami pencucian dan pelapukan lanjut, berbatas horizon baur, kandungan mineral primer dan unsur hara rendah, konsistensi gembur dengan stabilitas agregat kuat dan terjadi penumpukan relatif seskuioksida di dalam tanah akibat pencucian silikat. Warna tanah merah, coklat kemerahan, coklat, coklat kekuningan atau kuning tergantung bahan induk. Jenis tanah latosol memiliki sifat tanah yang baik yaitu tekstur liat berdebu hingga lempung berliat, struktur granular dan remah, kedalaman efektif >90 cm dan tahan terhadap erosi, serta sifat kimia tanah pada dasarnya tergolong baik. Adanya perkembangan jenis batuan induk membentuk karakteristik tanah yang ada diatasnya. Faktor yang secara langsung mempengaruhi tumbuhan hutan adalah tekstur atau susunan tanah, air tanah, temperatur tanah dan unsur-unsusr hara yang terkandung di dalam tanah. Efek dari faktor ini dapat dilihat dari perbedaan tumbuhan yang tumbuh diatasnya. Hasil analisis kondisi fisik dan kimia tanah di lokasi penelitian disajikan pada Tabel Tabel Sifat fisik-kimia tanah pada setiap tipe tutupan lahan No. Tipe Tutupan Lahan Fisik Tekstur Pasir Debu Liat ph C organic Kimia N C/N P K Mg Ca KTK KB (%) (%) (%) (mg/ 100g) 1 Tanah Kosong ,0 1,8 0, ,05 0,16 0,68 10, Rumputrumputan ,9 2,45 0, ,09 0,25 0,95 13, Semak Belukar ,4 2,07 0, ,11 1,39 4,03 12, Hutan Tanaman ,0 2,43 0, ,42 2,33 10,15 10,21 >100 5 Hutan Campuran ,4 3,9 0, ,33 2,01 12,52 16,11 92 (cmol /kg) (cmol /kg) (cmol /kg) (cmol /kg) (cmol /kg) Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dalam persen (%) antara fraksifraksi pasir, debu dan liat. Tekstur erat hubungannya dengan plastisitas, permeabilitas, keras dan kemudahan, kesuburan dan produktivitas tanah pada daerah geografis tertentu (Hakim, 1986). Tekstur tanah adalah perbandingan relatif berbagai golongan besar, partikel tanah dalam suatu massa tanah terutama perbandingan relatif suatu fraksi liat, debu dan pasir. Tekstur dapat menentukan tata air dalam tanah berupa kecepatan infiltrasinya, penetrasi serta kemampuan mengikat air (Kartosapoetra, 1988). Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya serap air, ketersediaan air di dalam tanah, besar aerasi, infiltrasi dan laju pergerakan air (perkolasi). Dengan demikian maka secara tidak langsung tekstur tanah juga dapat mempengaruhi perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman serta efisien

50 35 dalam pemupukan. Tekstur dapat ditentukan dengan metode, yaitu dengan metode pipet dan metode hydrometer, kedua metode tersebut ditentukan berdasarkan perbedaan kecepatan air partikel di dalam air (Hakim et al, 1986). Tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran. Bagian butir tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar tanah seperti kerikil, koral sampai batu. Bagian butir tanah yang berukuran kurang dari 2 mm disebut bahan halus tanah. Bahan halus tanah dibedakan menjadi: (1)pasir, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 mm sampai dengan 2 mm. (2)debu, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 mm sampai dengan 0,050 mm. (3)liat, yaitu butir tanah yang berukuran kurang dari 0,002 mm. Tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara manual yaitu dengan memijit tanah basah di antara jari jempol dengan jari telunjuk, sambil dirasakan halus kasarnya yang meliputi rasa keberadaan butir-butir pasir, debu dan liat. Menurut Hardjowigeno (1992) tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Tekstur tanah merupakan perbandingan antara butir-butir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah dikelompokkan dalam 14 klas tekstur, dapat dilihat pada Tabel Tabel Jenis tekstur tanah Jenis Tanah Klas Tekstur Kasar Pasir Pasir berlempung Agak kasar Lempung berpasir Lempung berpasir halus Sedang Lempung berpasir sangat halus Lempung Lempung berdebu Debu Agak halus Lempung liat Lempung liat berpasir Lempung liat berdebu Halus Liat berpasir Liat berdebu Liat Tabel Tekstur tanah pada tipe tutupan lahan No. Tipe tutupan lahan Tekstur tanah Tanah kosong Rumput-rumputan Semak belukar Hutan tanaman Hutan campuran Lempung liat berdebu Liat berdebu Liat berdebu Lempung liat berdebu Liat berdebu Berdasarkan segitiga tekstur tanah didapatkan tekstur tanah yang sama pada tipe tutupan lahan tanah kosong dan hutan tanaman yaitu lempung liat berdebu.

51 36 Tekstur tanah pada setiap tipe tutupan lahan disajikan pada Tabel Lempung liat berdebu memiliki ciri- ciri yakni terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat. Adapun pada tipe tutupan lahan rumput-rumputan, semak belukar dan hutan campuran memiliki tekstur tanah liat berdebu. Liat berdebu memiliki ciri-ciri yakni terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan. Hubungan antara tekstur tanah dan kesuburan tanah tidak selalu ada meskipun tekstur tanah dapat menentukan atau berpengaruh dalam beberapa hal berikut: Pengerjaan tanah, misalnya tanah berpasir di daerah iklim basah biasanya cepat terurai. Selain itu, tanah tersebut berkapasitas rendah dalam menahan air, sehingga mudah mengering. Dengan menambah bahan-bahan organik, maka kesuburan tanah tersebut dapat ditingkatkan. Pengerjaan tanah berpasir di daerah beriklim kering (arid). Tanah di sini meskipun kadar bahan makanannya cukup tinggi, tetapi nilai kesuburannya rendah karena minimnya presipitasi, pencucian, dan rendahnya kapasitas menahan air. Pengerjaan tanah lempung. Dipandang dari sudut mudah tidaknya dikerjakan dan komposisi kimiawinya, tanah lempung mempunyai sifat yang bermacam-macam, diantaranya bersifat plastis dan sukar untuk diolah bila basah, serta keras jika kering. Namun, di daerah iklim tropis basah tanah lempung memiliki permeabilitas walaupun rendah. Permeabilitas tanah adalah cepat lambatnya air meresap ke dalam tanah melalui pori-pori tanah baik ke arah horizontal maupun ke arah vertikal. Cepat/lambatnya perembesan air ini sangat ditentukan oleh tekstur tanah. Semakin kasar tekstur tanah semakin cepat perembesan air. Ketebalan atau solum tanah menunjukkan berapa tebal tanah diukur dari permukaan sampai ke batuan induk. Erosi menyangkut banyaknya partikel-partikel tanah yang terpindahkan. Drainase adalah pengeringan air yang berlebihan pada tanah yang mencakup proses pengatusan dan pengaliran air yang berada dalam tanah atau permukaan tanah yang menggenang. Di daerah yang mempunyai solum tanah dalam, drainase yang baik, tekstur halus, kemiringan lereng 1-2% dapat diusahakan secara intensif tanpa bahaya erosi atau penurunan produktivitas. Daerah seperti ini mempunyai kemampuan besar dan bila diusahakan hambatan. Kemampuan daerah bersolum tanah dangkal, drainase buruk, tekstur tanah sangat halus atau sangat kasar, dan berlereng curam adalah terbatas dan bila lahan itu digunakan banyak hambatannya. Dilihat dari segi kesuburannya, tanah dibedakan atas tanah-tanah muda, dewasa, tua, dan sangat tua. Tanah muda, berciri unsur hara atau zat makanan yang terkandung di dalamnya belum banyak sehingga belum subur. Tanah dewasa, berciri unsur hara atau zat makanan yang terkandung di dalamnya sangat banyak sehingga tanah ini sangat subur. Tanah iniah yang sangat baik untuk pertanian.

52 Tanah tua, berciri unsur atau zat hara makanan yang terkandung di dalamnya sangat berkurang. Tanah sangat tua, berciri unsur hara atau zat makanan yang terkandung di dalamnya sudah sangat sedikit, bahkan hampir habis sehingga ada yang menyebutkan jenis tanah ini sebagai tanah yang mati. Tanah ini sangat tidak subur. Tanah muda ditandai oleh masih tampaknya pencampuran antara bahan organik dan bahan mineral atau masih tampaknya struktur bahan induknya. Contoh tanah muda adalah tanah aluvial, regosol, dan litosol. Tanah dewasa ditandai oleh proses yang lebih lanjut sehingga tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa, yaitu dengan proses pembentukan horizon B. Contoh tanah dewasa adalah andosol, latosol, dan grumusol. Tanah tua proses pembentukan tanah berlangsung lebih lanjut sehingga terjadi proses perubahan-perubahan yang nyata pada perlapisan tanah. Contoh tanah pada tingkat tua adalah jenis tanah podsolik dan latosol tua (laterit). Lamanya waktu yang diperlukan untuk pembentukan tanah berbeda-beda. Bahan induk vulkanik yang lepas-lepas seperti abu vulkanik memerlukan waktu 100 tahun untuk membentuk tanah muda dan tahun untuk membentuk tanah dewasa. Dengan melihat perbedaan sifat faktor-faktor pembentuk tanah tersebut, pada suatu tempat tentunya akan menghasilkan ciri dan jenis tanah yang berbeda-beda pula. Sifat dan jenis tanah sangat tergantung pada sifat-sifat faktor pembentukan tanah. Tekstur mempengaruhi beberapa sifat tanah yaitu: kapasitas tukar kation (KTK), kandungan bahan organik, kadar air, drainase, permeabilitas, struktur, konsistensi dan erodibilitas. Kandungan ph terendah terdapat pada lahan rumput-rumput sebesar 3,9 yang menyatakan tanah pada lahan tersebut sangat masam. Adapun ph tertinggi terdapat pada lahan hutan campuran sebesar 5,4 termasuk tanah dengan kategori masam. Kondisi ini membuktikan bahwa cacing tanah akan tumbuh dan berkembangbiak lebih banyak pada lahan hutan campuran dibandingkan keempat lahan lainnya dikarenakan kemasaman tanah (ph) pada lahan tersebut lebih mendekati pada kondisi lingkungan dengan ph yang disenangi cacing tanah yakni berkisar antara ph 6,5-8,3. Kandungan C-organik pada lahan tanah kosong sebesar 1,80% yang termasuk kategori rendah dan kategori tertinggi terdapat pada lahan hutan campuran sebesar 3,90%. C-organik merupakan presentase kesuburan dalam tanah yang terdiri dari berbagai ikatan C (karbon) sehingga nilai tertinggi pada lahan hutan campuran dapat dikatakan lahan tersebut memiliki kesuburan tanah yang baik. Kandungan nitrogen pada lahan tanah kosong lebih rendah sebesar 0,17% dan nilai tertinggi sebesar 0,41% pada lahan hutan campuran. Kandungan nitrogen (N) yang tinggi termasuk kategori tanah yang subur dikarenakan N dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang besar, umumnya menjadi faktor pembatas pada tanahtanah yang tidak dipupuk. Berupa asam amino, amida dan amin yang berfungsi sebagai kerangka (building blocks) dan senyawa antara (intermediary compounds). Berupa protein, khlorofil, asam nukleat: protein/ensim mengatur reaksi biokimia, N merupakan bagian utuh dari struktur klorofil, warna hijau pucat atau kekuningan disebabkan kekahatan N, sebagai bahan dasar DNA dan RNA. Rendahnya kadar 37

53 38 nitrogen tanah menunjukkan bahwa sumber nitrogen tanah terbatas. Diketahui bahwa N di dalam tanah sangat mobil. Peluang terjadinya kehilangan N melalui pencucian pada tanah bertekstur kasar lebih tinggi dibandingkan pada tanah bertekstur halus. Nitrogen tanah biasanya berasal dari bahan organik yang mempunyai kandungan protein yang tinggi, fiksasi atau pengikatan nitrogen bebas oleh mikroba tanah, air hujan, atau melalui pemupukan. Rendahnya nitrogen dalam tanah diduga dikarenakan oleh nitrogen anorganik dalam bentuk ion terabsorbsi atau diserap oleh tumbuhan yang berada di sekitarnya. Nisbah C/N bernilai Menurut Tisdale (1993), jika C/N <20 menunjukkan bahwa pada proses dekomposisi segera terjadi, hal ini dipengaruhi oleh sifat koloid dalam tanah dan kation-kation yang diserap. Kualitas bahan organik berkaitan dengan penyediaan N, yang ditentukan oleh jumlah kandungan nitrogen tinggi, lignin dan konsentrasi polifenol rendah. Rasio C/N merupakan petunjuk yang dapat digunakan untuk menjelaskan mengenai kecepatan proses perombakan bahan organik berupa dekomposisi dan mineralisasi unsur hara yang terikat secara kimia dalam bentuk senyawa kompleks dalam tubuh organisme. Kandungan kalium (K) tertinggi terdapat pada tipe tutupan lahan hutan campuran sebesar 0,42 dan hutan tanaman sebesar 0,33. Pada kedua tipe tutupan lahan memiliki kategori tanah yang subur dikarenakan kalium merupakan membentuk dan mengangkut karbohidrat, sebagai katalisator dalam pembentukkan protein, membantu perkembangan akar tanaman, membantu tanaman menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyeakit serta menaikkan pertumbuhan jaringan meristem. Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan salah satu kimia tanah yang terkait dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi indikator kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Tanah dengan KTK tanah tinggi terhindar dari pencucuian unsur hara (leaching), sehingga unsur hara senantiasa berada dalam jangkauan perakaran tmbuhan. Tanah dengan KTK tanah tinggi bila didominasi oleh kation basa, Ca, Mg, K, Na (kejenuhan Basa tinggi) dapat meningkatkan kesuburan tanah, tetapi apabila didominasi oleh kation asam, Al, H (kejenuhan basa rendah) dapat mengurangi kesuburan tanah. KTK paling tinggi dilihat pada lahan hutan campuran sebesar 16,11 cmol/kg dan terendah pada lahan hutan tanaman jati 10,21 cmol/kg. Hasil analisis kejenuhan basa (KB) menunjukkan nilai yang sangat tinggi sebesar >100% pada lahan hutan tanaman jati dan pada hutan campuran sebesar 92%. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua tipe tutupan lahan merupakan tanah yang subur, ditunjukkan dengan nilai KB yang tinggi. Hal ini disebabkan kejenuhan basa dijadikan salah satu indikator kesuburan tanah Kajian Hubungan antara Kelimpahan Tumbuhan, Kelimpahan Cacing Tanah dan Kesuburan Tanah Hasil pengujian hubungan antara kelimpahan tumbuhan, populasi cacing tanah dan kesuburan tanah dengan analisis multivariate didapatkan persamaan sebagai berikut:

54 39 Y = -7,663-0,041X ,973 X 2 + 0,202X ,208 X 4-0,044X 5 Persamaan ini menunjukkan bahwa variable yang berpengaruh signifikan terhadap kelimpahan cacing tanah adalah unsur-unsur kesuburan tanah C-organik (X 2 ) dan fosfor (X 4 ) dengan menghasilkan nilai R = 0, Pembahasan Kelima tipe tutupan yaitu tanah kosong, rumput-rumputan, semak belukar, hutan tanaman dan hutan campuran. Tipe tutupan lahan tersebut memiliki kondisi lingkungan dan sejarah pengelolaan yang berbeda-beda sehingga kelimpahan cacing tanah pada setiap tipe tutupan lahan berbeda. Kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kelimpahan cacing tanah sebagai bioindikator kesuburan tanah adalah faktor lingkungan yang juga berpengaruh terhadap kualitas kastingnya. Sihombing (1991), menyatakan kotoran atau feses cacing tanah yang bertekstur halus dan subur adalah eksmecat (casting) cacing tanah. Istilah casting pada sebagian besar masyarakat adalah kotoran cacing tanah (casting) yang bercampur dengan sisa media atau pakan cacing tanah. Casting merupakan hasil proses pencernaan yang terjadi di dalam tubuh dan setelah keluar dari tubuh cacing merupakan proses fermentasi. Di dalam tubuh cacing tanah terdapat banyak bakteri yang membantu proses dekomposisi bahan organik menjadi senyawa sederhana dan siap diserap oleh tumbuhan. Kandungan unsur hara casting tergantung pada spesies cacing tanah yang menghasilkan, bentuk berbeda-beda dan spesifik untuk setiap spesies. Casting tersebut diletakkan di bagian permukaan tanah dekat dengan lubang masuk (mulut liang). Menurut Tomatti (1988), casting cacing tanah mengandung hormon tumbuh tumbuhan seperti auksin 3.80 ug equiev/g BK, sitokinin 1.05 ug equiev/g BK dan giberelin 2.75 ug equiev/g BK. Hormon tersebut tidak hanya memacu perakaran pada cangkokan, tetapi juga memacu pertumbuhan akar tanaman di dalam tanah, memacu pertunasan ranting baru pada batang dan cabang pohon, serta pertumbuhan daun. Casting memiliki banyak kelebihan dalam hal kandungan unsur hara dan bahan organik lain yang berguna bagi tumbuhan. Oleh karena itu, casting banyak dimanfaatkan sebagai pupuk organik penyubur tumbuhan. Disamping itu, casting merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah, dengan adanya nutrisi tersebut, mikroba pengurai bahan organik akan terus berkembang dan menguraikan bahan organik dengan lebih cepat. Oleh karena itu, selain meningkatkan kesuburan tanah, casting juga membantu proses penghancuran limbah organik. Dalam meningkatkan kesuburan tanah, casting berperan memperbaiki kemampuan menahan air, membantu penyediaan nutrisi bagi tumbuhan dan memperbaiki struktur tanah (Minnich, 1977). Casting mempunyai kemampuan menahan air sebesar persen. Hal ini karena struktur casting yang memiliki ruang kosong yang mampu menyerap dan menyimpan air, sehingga mampu mempertahankan kelembaban.

55 40 Kualitas casting ditentukan beberapa parameter fisik, kimiawi, dan biologis. Tingkat kematangan casting secara fisik dapat ditentukan dari bau, warna, tekstur (ukuran partikel), temperatur dan kelembaban. Secara kimia kualitas casting ditentukan oleh kandungan unsur-unsur hara (C, N, P, K, Ca dan Mg), C/N rasio, ph dan kandungan bahan organik sedangkan secara biologis ditentukan oleh kemampuan cacing tanah untuk beradaptasi dan bereproduksi. Adanya parameter fisik dan kimia tersebut memengaruhi melimpahnya cacing tanah pada setiap tipe tutupan lahan. Faktor fisik dapat dilihat secara jelas adanya penyimpangan bahwa nilai ph pada rumput-rumputan sangat rendah dibandingkan tanah kosong. Hal ini disebabkan pada rumput-rumputan memiliki kemasaman tanah yang sangat masam dan cenderung kering sehingga cacing tanah tidak dapat hidup dan berkembangbiak pada lahan tersebut. Tanah yang ph-nya masam dapat mengganggu pertumbuhan dan daya berkembang biak cacing tanah, karena ketersediaan bahan organik dan unsur hara (pakan) cacing tanah relatif terbatas. Di samping itu, tanah yang ber ph masam kurang mendukung proses pembusukan (fermentasi) bahan organik. Oleh karena itu, tanah yang mendapat perlakuan pengapuran sering banyak dihuni cacing tanah. Pengapuran berfungsi menaikkan (meningkatkan) ph tanah sampai mendakati ph netral. Disamping itu, berdasarkan sejarah pengelolaan lahan rumput-rumputan pada lokasi penelitian merupakan lahan bekas perkebunan penduduk setempat namun kegiatan penanaman tidak berlanjut maka lahan tersebut dibiarkan sehingga menjadi lahan yang hanya ditumbuhi rumputrumputan. Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara variable cacing tanah dengan nilai kesuburan tanah (C-organik dan fosfor) yang nyata. Pembuktian bahwa bahan organik memegang peranan penting dalam memperbaiki sifat-sifat tanah (fisik, kimia dan biologi) selanjutnya material tersebut akan berdampak dalam meningkatkan produktivitas tanah dan tumbuhan. Oleh karena itu, bahan organik disebut sebagai dinamisator, aktivator dan regenerator tanah dalam meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan (Davies, 1972). Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu lahan. Hal ini karena bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Davies, 1972). Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Kandungan bahan organik sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadi pemadatan tanah (Richard, 1978). Dalam hal ini, unsur fosfor (P) merupakan unsur kimia tanah yang sangat diperlukan pada pertumbuhan tanaman. Fosfor dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral di dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada ph sekitar 6-7 (Hardjowigeno 2003). Menurut Foth (1994) jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman terhambat dan pertumbuhannya kerdil. Hal ini menjelaskan bahwa lebih tinggi nilai fosfor pada lahan hutan tanaman

56 dibanding dengan lahan lain karena lahan tersebut sebelumnya merupakan lahan sawah sehingga terdapat banyak sisa-sisa pemupukan pada saat sebagai sawah. Ada beberapa aspek yang berhubungan dengan pohon dan bahan organik tanah, dimana tanaman keras berkayu berbeda dari tumbuhan herba dalam tingkat dan waktu penambahan bahan organik, dan sifat bahan tambahan. Bahan organik tanah mengacu pada semua bahan organik yang ada dalam tanah. Sebagian besar bahan organik berasal dari tumbuhan sedang yang lain termasuk jaringan asal mikroba dan biomassa mati fauna tanah. Pada dasarnya, bahan organik tanah terdiri dari dua bagian, yaitu bahan organik terurai atau humus dan bahan organik yang sudah menjadi bagian dari kompleks tanah koloid, tanaman dan sisa mikroba yang berada dalam berbagai tahap dekomposisi atau biasa disebut serasah (Edward, 1977). Pohon memberikan pengaruh positif terhadap kesuburan tanah, antara lain melalui: (a) peningkatan masukan bahan organik (b) peningkatan ketersediaan N dalam tanah bila pohon yang ditanam dari keluarga Leguminosae, (c) mengurangi kehilangan bahan organik tanah dan hara melalui peran mengurangi erosi, limpasan permukaan dan pencucian, (d) memperbaiki sifat fisik tanah seperti perbaikan struktur tanah, kemampuan menyimpan air (water holding capacity), (e) dan perbaikan kehidupan biota. Dalam hal ini adanya kelimpahan cacing tanah sangat dipengaruhi oleh faktor unsur hara dalam tanah yakni C-organik dan fosfor. Sehubungan dengan itu, adanya kelimpahan cacing tanah disebabkan tumbuhan yang beragam dimana pepohonan memberikan masukan bahan organik melalui daun, ranting dan cabang yang telah gugur di atas permukaan tanah. Di bagian bawah (dalam tanah), pepohonan memberikan masukan bahan organik melalui akar yang telah mati, tudung akar yang mati, eksudasi akar dan respirasi akar. Pemberian bahan organik ke dalam tanah seringkali memberikan hasil kurang memuaskan, sehingga banyak petani tidak tertarik untuk melakukannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya dasar pengetahuan dalam memilih jenis bahan organik yang tepat. Pemilihan jenis bahan organik sangat ditentukan oleh tujuan pemberian bahan organik tersebut. Tujuan pemberian bahan organik bisa untuk menambah hara atau perbaikan sifat fisik seperti mempertahankan kelembaban tanah yaitu sebagai mulsa. Pertimbangan pemilihan jenis bahan organik didasarkan pada kecepatan dalam dekomposisi atau waktu pelapukannya. Bila bahan organik akan dipergunakan sebagai mulsa, maka jenis bahan organik tersebut dipilih adalah jenis yang lambat lapuk. Apabila digunakan untuk tujuan pemupukan bisa dari jenis yang lambat maupun yang cepat lapuk. Kecepatan pelapukan suatu jenis bahan organik ditentukan oleh kualitas bahan organik tersebut. Penetapan kualitas dilakukan dengan menggunakan seperangkat tolok ukur, yang berbeda.untuk setiap jenis unsur hara (Anas, 1989). 41

57 42 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Kelima tipe tutupan lahan di Dramaga memiliki kondisi lingkungan dan sejarah pengelolaan yang berbeda-beda sehingga kelimpahan cacing tanah pada setiap tipe tutupan lahan berbeda. Kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kelimpahan cacing tanah sebagai bioindikator kesuburan tanah adalah faktor lingkungan yang juga berpengaruh terhadap kualitas kastingnya. Casting memiliki banyak kelebihan dalam hal kandungan unsur hara dan bahan organik lain yang berguna bagi tumbuhan. Bahan organik umumnya mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral, sehingga merupakan pakan utama cacing tanah. Bahan organik tanah dapat berupa kotoran ternak, serasah atau daun-daun yang gugur dan melapuk, dan tumbuhan atau hewan yang mati. Makin kaya kandungan bahan organik dalam tanah, makin banyak dihuni oleh mikroorganisme tanah, termasuk cacing tanah. Cacing tanah dapat mencerna bahan organik seberat badannya, bahkan mampu memusnahkan bahan organik seberat 2 kali lipat berat badannya selama 24 jam. Oleh karena itu, cacing tanah yang hidup dalam tanah yang kaya bahan organik dapat berfungsi sebagai pemusnah bahan organik (dekomposer), dan kascingnya berguna untuk pupuk organik penyubur tanah. 6.2 Saran Di daerah Dramaga Bogor kelimpahan cacing tanah Pheretima aspergillum dapat dijadikan indikator untuk ketersediaan C-organik dan fosfor di dalam tanah. Dalam hal ini, petani dapat menghemat biaya tidak harus melakukan uji laboratorium terhadap sample tanah untuk mengetahui apakah lahan yang akan digunakan subur atau tidak. Tetapi mereka cukup memperhatikan banyaknya kascing di permukaan tanah sebagai bioindikator besarnya populasi cacing tanah ditempat tersebut, semakin banyak kascing semakin tinggi populasi cacingnya dan kesuburan tanah khususnya kandungan C-organik dan fosfor juga semakin tinggi.

58 43 DAFTAR PUSTAKA Anwar EK Efektivitas Cacing Tanah Pheretima hupiens, Eudrellus sp Dan Lumbricus sp. Dalam Proses Dekomposisi Bahan Organik. Jurnal Tanah Trop. 14 (2) : Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Data Iklim Darmaga Bogor. Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor. Brata B Cacing Tanah (Faktor Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangbiakan). Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Brata KR Pemanfaatan jerami padi sebagai mulsa vertikal untuk pengendalian aliran permukaan, erosi dan kehilangan unsur hara dari pertanian lahan kering. Jurnal Tanah Lingk., 1 (1): Budiarti A. dan R. Palungkun Cacing Tanah: Aneka Cara Budi Daya. Penanganan Lepas Panen, Peluang Campuran Ransum Ternak dan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Catalan GI Earthworms a New-Resources of Protein. Philippine Earthworm Center. Philippines. Davies DB, Eagle D and Finney B Soil Managemet. Farming Press Limited. Fenton House, Wharfedale Road, Ipswich, Suffolk. Dell agnola and Nardi Hormone-like effect and enhanced nitrate uptake induced by depolycondensed humic fractions obtained from Allolobophora rosea and A. caliginosa faeces. Biol and Fertil Soil. 4: Dinata YM Perencanaan Lanskap Arboretum Bambu sebagai Obyek Agroedutourism di kampus Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Edwards CA and JR Lofty Biology of Earthworm. Chapman and Hall. New York. Foth HD Dasar Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan ED. Purbayanti, DR. Lukiwati, R.Trimulatsih. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Foth HD Fundamentals of Soil Science. 8 Ed. John Wiley & Sons.New York. Gaddie RE. and DE. Douglas Earthworms for Ecology and Profit. Volume I. Bookworm Publishing Company. Ontario. California. Handayanto E, Decomposition rates of legume residues and in an ultisol in Lampung. Agrivita 15 (1): Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta. Haegens RMAP Taxonomy, Phylogeny, and Biogeography of Baccaurea, Distichirhops, and Nothobaccaurea (Euphorbiaceae). Blumea Suppl 12: Hammer WI Soil Conservation Consultant Report Center for Soil Research. LPT Bogor. Indonesia. Hernowo ER Pengaruh pemupukan fosfor dan umur potong awal terhadap vigoritas dan kualitas alfalfa (Medicago sativa L.). Skripsi. Bogor: Fakultas Peternakan IPB.

59 44 Heyne K Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III, terjemahan. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta Hoogerkamp M, H Rogaar and HJP Eijsackers Efect of earthworms on grassland on recently reclaimed polder soils in the Netherlands. In: Satchell, J.E. (Ed.), Earthworm Ecology. From Darwin to Vermiculture. Chapman and Hall, London, Hal Iswandi A Biologi Tanah dalam Praktek. Departeman Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor. Hal: 12-20, Joschko, H Diestel and O Larink Assessment of earthworm burrowing efficiency in compacted soil with a combination of morphological and soil physical measurement. Biol dan Fertil Soil. 8: Khairuman dan K Amri Mengeruk Untung dari Beternak Cacing. AgroMedia Pustaka. Kreb CJ Ecology: The Experimental Analysis of Distrbution and Abundance. Second Edition. New York: Institute of Animal Resource Ecology, The University of British, Columbia. Krebs CK Ecological Methodology. Harper & Row. New York. Kusmana C Metode Survey Vegetasi. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lamparski F, Lamparski A and Kaffenberger R The burrows of Lumbricus badensis and Lumbricus polyphemus. In: A.M. Bonvinci Pagliai and P. Omodeo (Eds), On Earthworms. Selected Symposia and Monographs U.Z.I., 2. Mucchi, Modena. Hal Lavelle P Earthworm activities and the soil systems. Biol. Fertil. Soils 6: Lee KE The Earthworms Fauna of New Zealand. New Zealand Department of Scientific and Industrial Research. Wellington. Lee KE Earthworms their Ecolocy ang Relaintionship with Soils and Land Use. CSIRO Division of Soil Adelaide. Academic Press (Harcourt Brace Jovanovich Publishers) Sydney Orlando San diego New York. London Toronto Montreal Tokyo. Lois J, Gregorio LC, Villanueva NA and Villavicencio RR Guidebook to Grassland Plants A Resource Material for Biology Teacher. Foundation for the Advancement of Science Education, Inc. Science Education Center. University of the Philippines. Diliman, Quezon City. Mardhotillah Analisis Pola Penggunaan Lahan, Pola Transportasi, dan Perilaku Beraktivitas. Skripsi S1. Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lavelle P and A Martin Effect of Soil Organic Matter Quality on Its Assimilation by Millsonia anomala, A Tropical Geophapus Earthworm. Soil Biol. Biochem. 24(12) : Minnich J The Earthworms Book. How Raise and Use Earthworms for Farm dan Garden. Rodale Emmaus, P.A USA.

60 Miranto E Status hara daun dan serasah hutan gambut di Taman Nasional Tanjung Putting, Kalimantan Tengah. J. Biol Indonesia 2: Misra KC Manual of Plants Ecology. Oxford & PRH. Publishing Co. New Delhi. Moody K, RT Lubigan, CE Munroe and EC Paller,Jr Major Weeds oe the Philippines. Weed Science Society pr thr Philippines. Laguna, Philippines. Mueller-Dombois D. and Ellenberg H Aims and Methods of Vegetation Ecology. John Willey and Sons Inc. New York. Richard BN Introduction to the Soil Ecosystem. Longman, Essex. England. J.Soil Sci 29 : Sihombing Satwa Harapan I Pengantar Ilmu dan Teknologi Budi Daya. Penerbit Pustaka Wirausaha Muda. Bogor. Soepardi G Sifat dan Ciri Tanah. IPB Bogor. Soerianegara I. dan Indrawan A Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Subowo G Peran Cacing Tanah Kelompok Endogaesis dalam Meningkatkan Efisiensi Pengolahan Tanah Lahan Kering. Jurnal Litbang Pertanian. Bogor. Hal Sudarmo Peningkatan Kualitas Sifat Podsolik Merah Kuning (Hapludult) Gajrug dan Latosol (Dystropept) Darmaga dengan Pemanfaatan Cacing Tanah. Tesis Pascasarjana IPB. Bogor. Sudharto T, H Suwardjo, A Barus dan D Supardy Pemberian cacing tanah(perionyx excavatus, E. Perr.) dalam usaha rehabilitasi lahan rusak akibat pembukaan lahan secara mekanis. hlm Laporan Hasil Penelitian Pasca pembukaan Lahan Menunjang Transmigrasi di Kuamang Kuning, Jambi. Pusat Penelitian Tanah, Bogor. Sulaeman Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Suwardjo Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air dalam Usaha Tani Tanaman Semusim. Disertasi Pascasarjana IPB. Bogor. Tian G Biologi Effects of Plant Residues on Plant and Soil. Kluwer Academic Publ. And Pergamon Press Ltd. Den Haag. Page 155. Timotti UA, Grapelli and E Galli The hormone like effect or earthworm cast on plant growth. Biol Fertil Soils 5: Tisdale S, Nelson WL, Beaton JD and Havlin JL Soil Fertility and Fertilizers, sd. 4. Coller MacMillan Int. Inc. New York. Tiwari DP, Harsh NSK and Tiwari CK Occurrence and distribution of the wood-decaying fungi of Jabalpur and its eastern Suburbs. Journal of Tropical Forestry 5: Tsoumis G Ilmu dan Teknologi Kayu. Struktur, Sifat, dan Kegunaan. Terjemahan. Suhasman, Zulfahmi, A Rumidatul, K Bintani, H Latifah dan kawan-kawan. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Waluyo D Pengaruh Kapur terhadap Perkembangan Tubuh dan Klitelium serta Kadar Protein dan Asam Amino pada Cacing Tanah Eisenia foetida Savigna (Tesis). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45

61 46 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Foto jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan rumput-rumputan Blumea balsamifera (L.) Waltheria indica (L.) Polytrias amaura Buse. Axonopus compressus (Sw.) Echinochloa crus-gali (L.) Euphorbia hirta (L.) Abutilon indicum (L.) Sw. Digitaria sangunalis (L.) Imperata cylindrica (L.) Mikania micrantha

62 47 Lampiran 2 Foto jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan semak belukar Mimosa pudica Mikania micrantha Waltheria indica (L.) Colocasia esculenta Melastoma malabathricum Wedelia biflora Pityrogramma calomelanos Chromolaena odorata (L.) Centrosema pubescens Solanum melongena (L.)

63 48 Lampiran 3 Foto jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan hutan campuran Mimosa pudica Colocasia esculenta Pityrogramma calomelanos Calamus rotan Curcuma aeruginosa Nauclea orientalis Hopea bancana Eugenia cymosa Hymenaea courbaril L. Baccaurea racemosa Intsia bijuga Dysoxylum aculangulum

64 50 C. Hutan Campuran

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cacing Tanah. 2.2 Cacing Tanah berdasarkan Jenis Makanan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cacing Tanah. 2.2 Cacing Tanah berdasarkan Jenis Makanan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cacing Tanah Menurut Gaddie (1975), cacing tanah merupakan kelompok hewan invertebrata yang banyak dijumpai pada tempat-tempat yang lembab di seluruh dunia. Ukuran cacing bervariasi,

Lebih terperinci

Tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang

Tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang Tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Di bagian atas

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 17 4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di Dramaga, Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat (Gambar 4.1). Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, yakni dari

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

TANAH. Tanah terdiri atas empat komponen : butir-butir mineral materi organik air udara

TANAH. Tanah terdiri atas empat komponen : butir-butir mineral materi organik air udara TANAH Tanah terdiri atas empat komponen : butir-butir mineral materi organik air udara Susunan mineral sebagai a chorage rongga untuk air dan udara, dan nutrisi dalam proses pertukaran. Materi organik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG

KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG IRFIAH FIROROH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami proses dan faktor pembentukan tanah. 2. Memahami profil,

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA. Oleh : ANRI SUNANTO A

DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA. Oleh : ANRI SUNANTO A DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA Oleh : ANRI SUNANTO A24103106 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 DISTRIBUSI BENTUK

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina SETELAH APLIKASI FUNGI Aspergillus sp PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SKRIPSI OLEH:

LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina SETELAH APLIKASI FUNGI Aspergillus sp PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SKRIPSI OLEH: LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina SETELAH APLIKASI FUNGI Aspergillus sp PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SKRIPSI OLEH: SAPRIL ANAS HASIBUAN 071202026/BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-8 SUMBERDAYA LAHAN

PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-8 SUMBERDAYA LAHAN PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-8 SUMBERDAYA LAHAN Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Dr. Ir. Budiarto, MP. Program Studi Agribisnis UPN Veteran Yogyakarta 1 TANAH PERTANIAN Pertanian berasal dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman pangan. Pengolahan tanah adalah tindakan mekanis untuk menciptakan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH

III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH 12 III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH dari stabilitas, struktur, hidrolik konduktivitas, dan aerasi, namun memiliki sifat kimia kurang baik yang dicerminkan oleh kekahatan hara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang komplek untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1. Bobot Isi Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap bobot isi tanah adalah seperti tertera pada Tabel

Lebih terperinci

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA Usaha pelestarian dan pembudidayaan Kultivan (ikan,udang,rajungan) dapat dilakukan untuk meningkatkan kelulushidupan

Lebih terperinci

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dystrudepts Jenis tanah Kebun percobaan Fakukas Pertanian Universitas Riau adalah Dystmdepts. Klasifikasi tanah tersebut termasuk kedalam ordo Inceptisol, subordo Udepts, great

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

TANAH. Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si.

TANAH. Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si. TANAH Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si. Tanah memberikan dukungan fisik bagi tumbuhan karena merupakan tempat terbenamnya/ mencengkeramnya akar sejumlah tumbuhan. Selain itu tanah merupakan sumber nutrien

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup atau makhluk hidup yang telah mati, meliputi kotoran hewan, seresah, sampah, dan berbagai produk

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI DI KEBUN CAMPUR SENJOYO SEMARANG JAWA TENGAH SERTA UJI LABORATORIUM ANAKAN MAHONI

PRODUKTIVITAS SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI DI KEBUN CAMPUR SENJOYO SEMARANG JAWA TENGAH SERTA UJI LABORATORIUM ANAKAN MAHONI PRODUKTIVITAS SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI DI KEBUN CAMPUR SENJOYO SEMARANG JAWA TENGAH SERTA UJI LABORATORIUM ANAKAN MAHONI ( Swietenia macrophylla King ) PADA BERAGAM DOSIS KOMPOS YANG DICAMPUR EM4 Sita

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG Oleh: ANDITIAS RAMADHAN 07113013 JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

II. PEMBENTUKAN TANAH

II. PEMBENTUKAN TANAH Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

Company LOGO ILMU TANAH. Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc

Company LOGO ILMU TANAH. Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Company LOGO ILMU TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Topik: Konsepsi Tanah Isi: 13 23 3 4 Pendahuluan Pengertian Tanah Susunan Tanah Fungsi Tanah 1. PENDAHULUAN Gambar 1 Gambar

Lebih terperinci

V. ORGANISME TANAH UNTUK PENINGKATAN KESUBURAN TANAH

V. ORGANISME TANAH UNTUK PENINGKATAN KESUBURAN TANAH 28 V. ORGANISME TANAH UNTUK PENINGKATAN KESUBURAN TANAH Kegiatan usaha tani yang selama ini dilakukan lebih banyak berorientasi pada target peningkatan kuantitas produksi untuk memenuhi kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cacing Tanah Cacing tanah merupakan organisme heterotrof, bersifat hermaprodit-biparental, termasuk kelompok filum Annelida, kelas Clitellata dan ordo Oligochaeta. Tubuh cacing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( )

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( ) PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH Oleh: Arif Nugroho (10712004) PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENENTUAN INDEKS KUALITAS TANAH BERDASARKAN PARAMETER LAPANGAN DI SUB DAS JOMPO JEMBER

PENENTUAN INDEKS KUALITAS TANAH BERDASARKAN PARAMETER LAPANGAN DI SUB DAS JOMPO JEMBER PENENTUAN INDEKS KUALITAS TANAH BERDASARKAN PARAMETER LAPANGAN DI SUB DAS JOMPO JEMBER SKRIPSI Oleh EKO SAKTI BUDI PRABOWO NIM. 021510301042 JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN U N I V E R S I T A S J E M

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI SANDI KUSUMA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis rumputan (graminae) yang mempunyai batang tunggal dan kemungkinan dapat memunculkan cabang anakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah hutan di Indonesia pada umumnya berjenis ultisol. Menurut Buckman dan Brady (1982), di ultisol kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman dibatasi oleh faktor-faktor yang

Lebih terperinci

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals,

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals, ABSTRACT SOIL QUALITY ANALYSIS AND ECONOMIC BENEFITS IN THE COW- PALM OIL INTEGRATED SYSTEM TO ACHIEVE SUSTAINABLE AGRICULTURE (CASE STUDY: KARYA MAKMUR VILLAGE, SUBDISTRICT PENAWAR AJI, TULANG BAWANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari tanah tidak terlepas dari pandangan, sentuhan dan perhatian kita. Kita melihatnya, menginjaknya, menggunakannya dan memperhatikannya. Kita

Lebih terperinci

IV. ORGANISME TANAH UNTUK PENGENDALIAN BAHAN ORGANIK TANAH

IV. ORGANISME TANAH UNTUK PENGENDALIAN BAHAN ORGANIK TANAH 20 IV. ORGANISME TANAH UNTUK PENGENDALIAN BAHAN ORGANIK TANAH Bahan organik mempunyai peranan penting sebagai bahan pemicu kesuburan tanah, baik secara langsung sebagai pemasok hara bagi organisme autotrof

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas Comosus) Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih kurang 1.200 meter diatas permukaan laut (dpl). Di daerah tropis Indonesia,

Lebih terperinci

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 5 II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 2.1. Karakteristik tanah tropika basah Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas di kawasan tropika basah, tetapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Botani dan Klasifikasi Tanaman Gandum Tanaman gandum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas : Monokotil Ordo : Graminales Famili : Graminae atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Rumput dapat dikatakan sebagai salah satu tumbuh-tumbuhan darat yang paling berhasil dan terdapat dalam semua tipe tempat tumbuh dan pada bermacam-macam keadaan. Bentuk

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Pemadatan tanah adalah penyusunan partikel-partikel padatan di dalam tanah karena ada gaya tekan pada permukaan tanah sehingga ruang pori tanah menjadi sempit. Pemadatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan KTK yang tergolong sedang sampai tinggi menjadikan tanah ini memunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kegiatan penambangan telah meningkatkan isu kerusakan lingkungan dan konsekuensi serius terhadap lingkungan lokal maupun global. Dampak penambangan yang paling

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. media tanamnya. Budidaya tanaman dengan hidroponik memiliki banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. media tanamnya. Budidaya tanaman dengan hidroponik memiliki banyak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidroponik Hidroponik merupakan cara budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Budidaya tanaman dengan hidroponik memiliki banyak keuntungan seperti: 1)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Cacing Tanah Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata) yang digolongkan dalam filum Annelida dan klas Clitellata,

Lebih terperinci