DETEKSI KERUSAKAN AKROSOM SPERMATOZOA DOMBA DENGAN TEKNIK HISTOKIMIA LEKTIN SELAMA PROSES PEMBEKUAN LISA DWI FANNESSIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DETEKSI KERUSAKAN AKROSOM SPERMATOZOA DOMBA DENGAN TEKNIK HISTOKIMIA LEKTIN SELAMA PROSES PEMBEKUAN LISA DWI FANNESSIA"

Transkripsi

1 DETEKSI KERUSAKAN AKROSOM SPERMATOZOA DOMBA DENGAN TEKNIK HISTOKIMIA LEKTIN SELAMA PROSES PEMBEKUAN LISA DWI FANNESSIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi Kerusakan Akrosom Spermatozoa Domba dengan Teknik Histokimia Lektin selama Proses Pembekuan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Lisa Dwi Fannessia NIM B

4 RINGKASAN LISA DWI FANNESSIA. Deteksi Kerusakan Akrosom Spermatozoa Domba dengan Teknik Histokimia Lektin selama Proses Pembekuan. Dibimbing oleh MOHAMAD AGUS SETIADI, NI WAYAN KURNIANI KARJA dan I KETUT MUDITE ADNYANE. Proses pembekuan dapat menyebabkan kerusakan pada membran plasma dan akrosom spermatozoa sehingga dapat menurunkan fertilitas spermatozoa. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi kerusakan akrosom dengan menggunakan teknik histokimia lektin selama proses pembekuan. Semen dikoleksi dari domba berumur 1-2 tahun dua kali dalam satu minggu menggunakan vagina buatan. Segera setelah ditampung, semen dievaluasi karakteristiknya kemudian diencerkan dengan medium Niwa dan Sasaki Freezing (NSF). Semen dikemas di dalam straw mini (0,25 ml) dan diekuilibrasi pada suhu 4 o C selama dua jam. Straw kemudian dibekukan serta disimpan dalam tabung N 2 cair. Evaluasi karakteristik spermatozoa (motilitas, viabilitas, dan membran plasma utuh) dan status akrosom dilakukan selama proses pembekuan. Deteksi status akrosom spermatozoa diamati dengan menggunakan metode pewarnaan histokimia lektin yaitu metode Fluorescens isothiocyanate (FITC) dan Avidin- Biotin-Complex (ABC). Data karakteristik spermatozoa dan status akrosom spermatozoa dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA). Persentase motilitas, viabilitas dan membran plasma utuh spermatozoa sebelum pembekuan (83 ± 2,7%; 88,8 ± 2,6%; 88,2 ± 3,7%) mengalami penurunan (P<0,05) setelah ekuilibrasi (71 ± 4,2%; 84,2 ± 5,0%; 76,2 ± 1,3%) dan setelah thawing (40 ± 3,5%; 61,08 ± 3,3%; 51,2 ± 10,4%). Persentase akrosom spermatozoa intak dengan metode FITC dan ABC selama proses pembekuan masing-masing adalah 93,63 ± 2,73%; 88,04 ± 3,2% dan 81,73 ± 4,77% VS 94,54 ± 0,26%; 88,17 ± 0,38% dan 79,38 ± 2,06%. Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kualitas spermatozoa selama proses pembekuan. Lebih lanjut, status akrosom spermatozoa dapat dideteksi dengan baik menggunakan kedua metode pewarnaan histokimia lektin. Kata kunci: akrosom, spermatozoa, pembekuan, lektin

5 SUMMARY LISA DWI FANNESSIA. Detection of Acrosomal Damage of Ram Spermatozoa using Lectin Histhochemical Technique during Freezing Process. Supervised by MOHAMAD AGUS SETIADI, NI WAYAN KURNIANI KARJA and I KETUT MUDITE ADNYANE. Freezing process caused damage of spermatozoa plasma membrane and acrosome that leading to the decrease of spermatozoa fertility. Research was conducted to evaluate acrosomal damage during freezing process by using lectin histhochemical technique. Semen was collected twice a week using artificial vagina from 1-2 years old ram. Immediately after collection, characteristic of semen quality was evaluated then diluted with Niwa and Sasaki Freezing (NSF) medium. Semen was loaded into 0.25 ml mini straws and equilibrated at 4 o C for two hours. Straws were then frozen and stored in liquid nitrogen. Evaluation of sperm characteristic (motility, viability and plasma membrane integrity) and acrosomal damage were done during freezing process. Detection of acrosomal integrity was observed using Fluorescens isothiocyanate (FITC) and Avidin-Biotin-Complex (ABC) staining methods. Data of characteristic spermatozoa and acrosomal integrity were analyzed using ANOVA. Result of the experiments showed that the percentage of motility, viability and plasma membrane integrity of spermatozoa before freezing (83 ± 2.7%; 88.8 ± 2.6%; 88.2 ± 3.7%) were significantly decreased (P<0.05) after equilibration (71 ± 4.2%; 84.2 ± 5.0%; 76.2 ± 1.3%) and after thawing (40 ± 3.5%; ± 3.3%; 51.2 ± 10.4%). The percentage of acrosomal intact spermatozoa using FITC and ABC methods during freezing process were ± 2.73%; ± 3.2% and ± 4.77% VS ± 0.26%; ± 0.38% and ± 2.06% respectively. In conclusion, the characteristic of spermatozoa were significantly decrease (P<0.05) during freezing process. Furthermore, the integrity of acrosome spermatozoa during freezing process can be well analyzed using lectin histhochemical staining methods. Key words: acrosome, spermatozoa, freezing, lectin

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 DETEKSI KERUSAKAN AKROSOM SPERMATOZOA DOMBA DENGAN TEKNIK HISTOKIMIA LEKTIN SELAMA PROSES PEMBEKUAN LISA DWI FANNESSIA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Reproduksi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Drh Iman Supriatna

9 Judul Tesis : Deteksi Kerusakan Akrosom Spermatozoa Domba dengan Teknik Histokimia Lektin selama Proses Pembekuan Nama : Lisa Dwi Fannessia NIM : B Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi Ketua Drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP., PhD Anggota DDrh I Ketut Mudite Adnyane, MSi., PhD., PAVet Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Biologi Reproduksi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 28 Agustus 2014 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah Status Akrosom, dengan judul Deteksi Kerusakan Akrosom Spermatozoa Domba dengan Teknik Histokimia Lektin selama Proses Pembekuan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi sebagai ketua komisi pembimbing, Drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP., PhD dan Drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi., PhD., PAVet selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan, juga perhatian dan nasehatnya. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua staf pengajar dan karyawan Program Studi Biologi Reproduksi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis sampai selesainya penyusunan tesis ini. Selanjutnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan pada Program Studi BRP dan IBH Rasa hormat dan terima kasih penulis persembahkan kepada orang tua dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Demikian pula kepada pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan perhatian, saran serta kritik yang membangun penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2014 Lisa Dwi Fannessia

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Kerangka Pemikiran 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Spermatozoa 3 Akrosom 5 Karbohidrat, Glikokonjugat dan Lektin 7 Kriopreservasi Spermatozoa 10 3 METODE 11 Waktu dan Tempat Penelitian 11 Koleksi Semen 11 Kriopreservasi Spermatozoa 11 Evaluasi Karakteristik dan Deteksi Status Akrosom 11 Analisis Data 15 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15 Karakteristik Spermatozoa selama Proses Pembekuan 15 Deteksi Kerusakan Akrosom Spermatozoa 18 5 SIMPULAN 20 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 25 RIWAYAT HIDUP 29 x x x

12 DAFTAR TABEL 1 Jenis lektin, sumber dan afinitasnya terhadap karbohidrat 9 DAFTAR GAMBAR 1 Spermatozoa dengan bagian-bagiannya 5 2 Skematik daerah kepala spermatozoa mamalia 6 3 Tahap perubahan spermatid 7 4 Spermatozoa dengan pewarnaan metode eosin-nigrosin 13 5 Gambaran integritas membran spermatozoa domba 14 6 Karakteristik spermatozoa domba selama proses pembekuan 16 7 Status akrosom spermatozoa domba dengan pewarnaan histokimia lektin 18 8 Status akrosom spermatozoa rusak selama proses pembekuan 19 DAFTAR LAMPIRAN 1 Komposisi medium Niwa dan Sasaki Freezing untuk kriopreservasi spermatozoa 26 2 Prosedur pewarnaan histokimia lektin metode ABC (Avidin Biotin Complex) 27 3 Prosedur pewarnaan histokimia lektin metode FITC (Fluorescens isothiocyanate) 28

13 1 PENDAHULUAN Spermatozoa/semen biasanya disimpan dalam bentuk beku sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Namun demikian, spermatozoa mamalia sangat rentan mengalami kerusakan sel selama proses pembekuan (Partyka et al. 2011). Pada umumnya masalah selama proses pembekuan berkisar pada dua kejadian utama yaitu cold shock dan perubahanperubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang berhubungan dengan pembentukan kristal es. Kerusakan sel spermatozoa akibat adanya kejadian tersebut diantaranya kerusakan akrosom, kerusakan organ intraseluler, perubahan permeabilitas membran serta penurunan motilitas dan viabilitas (Gazali dan Tambing 2002). Partyka et al. (2010) dan Hernandez et al. (2012) melaporkan bahwa terjadi kenaikan kerusakan akrosom spermatozoa selama proses pembekuan. Kerusakan akrosom dapat digunakan sebagai indikator salah satu penyebab berkurangnya fungsi spermatozoa (Esteves dan Verza Jr 2011). Spermatozoa harus mempunyai akrosom dalam kondisi utuh guna memicu proses fertilisasi, karena akrosom spermatozoa yang telah mengalami kerusakan tidak dapat membuahi sel telur (Esteves et al. 2007). Oleh karena itu, diperlukan teknik untuk mendeteksi kerusakan akrosom yang efektif dan akurat. Akrosom merupakan derivat dari apparatus Golgi yang terbentuk pada tahap awal spermiogenesis, utamanya terjadi pada fase spermatid dan terletak pada bagian anterior dari kepala spermatozoa serta terdiri dari enzim-enzim protease, diantaranya proakrosin, hyaluronidase dan phospholipase (Toshimori dan Ito 2003; Florman et al. 2008; Esteves dan Verza Jr 2011). Akrosom memegang peranan penting dalam proses fertilisasi. Inisiasi ikatan spermatozoa dengan zona pelusida akan memicu terjadinya reaksi akrosom dan menyebabkan pelepasan serta aktivasi dari enzim akrosom, sehingga spermatozoa mampu melakukan penetrasi zona pelusida (Inoue et al. 2005; Miranda et al. 2009). Spermatozoa dari kepala sampai ekor dilapisi oleh membran dengan struktur yang sangat kompleks dalam susunan mosaik yang teratur dan memiliki peran biologik spesifik pada permukaannya. Membran plasma spermatozoa diperkirakan terdiri dari 300 protein yang berbeda dan sekitar 92% protein membran ekstraseluler pada semua sel eukariotik berupa glikokonjugat (Schroter et al. 1999), termasuk yang terdapat pada membran akrosom luar spermatozoa. Akrosom mengandung glikoprotein yang disekresikan oleh retikulum endoplasma dan apparatus Golgi, demikian pula dengan enzim-enzim yang digunakan pada saat penetrasi spermatozoa, seperti akrosin dan hyaluronidase (Curry dan Watson 1995). Glikokonjugat merupakan residu karbohidrat yang berikatan baik dengan lipid (glikolipid) dan protein (glikoprotein) atau dengan struktur molekul lainnya, yang terdapat di bagian antara permukaan sel spermatozoa dengan lingkungan ekstraseluler. Glikokonjugat berperan penting dalam berbagai proses sel seperti maturasi, diferensiasi dan interaksi antar sel (Agungpriyono et al. 2009; Talaei et al. 2010). Keberadaan glikokonjugat pada permukaan sel dapat dideteksi dengan menggunakan teknik histokimia lektin untuk mengetahui status keutuhan membran plasma spermatozoa termasuk status akrosomnya (Purohit et al. 2008).

14 2 Teknik histokimia lektin telah banyak digunakan untuk mendeteksi status akrosom spermatozoa pada banyak spesies seperti babi (Siciliano et al. 2008), tikus (Lybaert et al. 2009), ayam (Partyka et al. 2010), kuda (Cocchia et al. 2011), sapi (Odhiambo et al. 2011), kambing (Batista et al. 2011) dan Canada goose (Partyka et al. 2011). Pada penelitian ini dilakukan analisa kerusakan akrosom spermatozoa domba selama proses pembekuan menggunakan dua metode pewarnaan histokimia lektin yaitu metode Fluorescens isothiocyanate (FITC) dan metode Avidin-Biotin-Complex (ABC). Metode FITC merupakan metode pewarnaan single-step dimana lektin yang telah dilabel fluoresens akan berikatan langsung dengan karbohidrat spesifik yang terdapat pada permukaan sel dan diamati dengan menggunakan mikroskop fluoresens, sementara pada metode ABC melibatkan afinitas terhadap molekul avidin-biotin membentuk ikatan kompleks permanen untuk selanjutnya digunakan kromogen diamino benzidine (DAB) sebagai substansi penanda membentuk kompleks dengan enzim peroksidase, dan kompleks yang terbentuk dalam kromogen DAB menghasilkan warna coklat yang dapat diamati menggunakan mikroskop cahaya (Hsu et al. 1981; Maji et al. 2010). Kerangka Pemikiran Pembekuan spermatozoa adalah suatu proses penghentian sementara kegiatan hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel, reaksi metaboliknya berhenti mendekati total. Dalam proses pembekuan semen, akan terbentuk kristal-kristal es, terjadi penumpukan elektrolit dan bahan terlarut lainnya di dalam larutan atau di dalam sel. Kristal es intraseluler dapat merusak spermatozoa secara mekanik, sementara konsentrasi elektrolit yang berlebihan akan melarutkan selubung lipoprotein dinding sel spermatozoa pada waktu thawing sehingga permeabilitas membran sel spermatozoa akan berubah yang memicu terjadinya kerusakan, termasuk mengakibatkan kerusakan akrosom spermatozoa. Lebih lanjut, kerusakan akrosom spermatozoa menyebabkan kegagalan kemampuan spermatozoa untuk membuahi ovum. Permukaan membran ekstraseluler pada sel spermatozoa mengandung glikokonjugat yang kaya karbohidrat. Begitu pula halnya, akrosom juga tersusun dari banyak karbohidrat. Untuk mengetahui fungsi residu karbohidrat pada glikokonjugat serta keutuhan membran plasma spermatozoa termasuk status akrosomnya, maka dapat diketahui dengan melakukan pendeteksian keberadaan glikokonjugat menggunakan teknik histokimia lektin. Lektin merupakan protein atau glikoprotein yang dapat diisolasi dari tanaman dan hewan yang dapat berikatan secara spesifik dengan residu karbohidrat pada glikokonjugat yang terdapat di permukaan sel. Lektin mempunyai afinitas yang sangat kuat terhadap residu monosakarida dari glikoprotein. Lektin Arachis hypogea (peanut agglutinin; PNA) sudah digunakan untuk penilaian integritas akrosom pada beberapa spesies mamalia. Lektin PNA akan berikatan dengan spermatozoa yang masih mempunyai membran akrosom luar. Lektin PNA memiliki spesifitas terhadap β-galaktosa yang terdapat pada membran akrosom luar, sehingga hal ini dapat digunakan untuk penilaian status akrosom spermatozoa berkaitan dengan kualitas spermatozoa. Dengan demikian, kemampuan lektin yang dapat berikatan

15 cukup kuat dan reversible pada permukaan sel tanpa masuk ke dalam sel, maka lektin semakin diketahui mempunyai kemampuan untuk dapat mengevaluasi struktur membran maupun fungsi glikokonjugat. 3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kerusakan akrosom spermatozoa dengan menggunakan teknik histokimia lektin selama proses pembekuan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Memberikan informasi metode terbaik untuk deteksi kerusakan akrosom spermatozoa 2. Memberikan gambaran kualitas spermatozoa yang lebih spesifik dan akurat selama proses pembekuan 2 TINJAUAN PUSTAKA Spermatozoa Spermatozoa merupakan gamet jantan yang diproduksi oleh tubuli seminiferi testis melalui proses yang disebut spermatogenesis. Struktur spermatozoa terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, bagian tengah dan ekor (Gambar 1). Kepala spermatozoa sebagai pembawa materi inti berperan dalam menerjemahkan informasi genetik. Bagian tengah ekor terdapat sejumlah mitokondria yang dipercaya dapat memberikan energi untuk daya gerak. Bagian ini mengandung sebagian besar mekanisme daya gerak spermatozoa dan memiliki peranan yang sangat penting terhadap motilitas. Spermatozoa sebagai hasil akhir proses spermatogenesis merupakan sel yang berbentuk memanjang dengan bagian kepala sedikit pipih dan ekor yang panjang (Garner dan Hafez 2000). Lebih lanjut untuk proses fertilisasi, spermatozoa harus mempunyai cukup energi untuk pergerakan, protein dan senyawa lain yang penting selama berada dalam saluran reproduksi betina sehingga dapat melakukan fertilisasi. Kepala spermatozoa dilapisi oleh membran plasma yang tersusun atas dua struktur utama yaitu nukleus dan akrosom. Bagian nukleus spermatozoa mengandung kromosom deoxy ribonucleic acid (DNA). Pada bagian ujung depan kepala ditutupi oleh akrosom, yaitu sebuah kantung tipis dengan membran ganda yang mengandung acrosin, hyaluronidase dan enzim hidrolitik lain yang berperan

16 4 dalam penembusan corona radiata dan zona pellucida pada proses fertilisasi (Toshimori dan Ito 2003; Bearden et al. 2004). Ekor spermatozoa terdiri atas bagian leher (neck), tengah (middle), principal dan ujung (end). Fungsi dari ekor spermatozoa adalah membuat spermatozoa dapat bergerak di saluran reproduksi betina dan untuk penetrasi zona pelusida. Komponen penyusun flagella adalah aksonema dan serabut pekat. Aksonema spermatozoa mamalia dikelilingi sembilan serabut pekat dari akhir bagian leher sampai ekor bagian utama. Fungsi aksonema belum diketahui dengan pasti karena serabut ini tidak mempunyai protein kontraktil namun mempunyai ATPase dan kalsium yang mungkin berperan dalam kontrol motilitas (Curry dan Watson 1995). Bagian leher merupakan bagian yang paling pendek dan yang menghubungkan antara kepala dengan ekor. Ekor spermatozoa mengandung serabut-serabut fibril (axial filament) yang tersusun secara radial. Axial filament ini tersusun mulai dari sentriol atas dan berjalan sampai dengan ujung ekor. Susunannya dari luar ke tengah adalah 9 filamen besar, 9 pasang filamen kecil dan 2 filamen kecil di pusat. Serabut-serabut ini bertanggung jawab terhadap pergerakan spermatozoa (Garner dan Hafez 2000). Pada middle piece, bagian badan spermatozoa mamalia dari ujung bawah bagian leher sampai annulus (struktur pita yang melingkar antara bagian badan dan ekor utama). Karakteristik utama dari bagian ini adalah dengan adanya mitokondria yang tersusun secara heliks mengelilingi sumbu memanjang. Mitokondria merupakan tempat metabolisme yang menghasilkan energi untuk pergerakan spermatozoa. Membran mitokondria sangat stabil dan tahan terhadap tekanan selama pergerakan flagella. Membran dalam mitokondria adalah bagian yang memproduksi energi untuk spermatozoa dan posisi mitokondria mengelilingi flagella, yang siap untuk mensuplai energi (ATP) ke aksonema untuk motilitas (Curry dan Watson 1995). Pada principal piece, bagian terpanjang dari flagella, mulai dari annulus sampai ujung atas dari bagian ujung ekor. Bagian ini ditandai dengan keberadaan selubung serabut yang terdapat hanya 2 filamen pusat dikelilingi 9 pasang filamen kecil. Sementara itu, pada end piece yang merupakan bagian akhir dari ekor hanya mengandung 2 filamen pusat yang diselubungi membran (Curry dan Watson 1995; Bearden et al. 2004).

17 5 Gambar 1 Spermatozoa dengan bagian-bagiannya (Holstein et al. 2003) Akrosom Struktur dasar kepala spermatozoa biasanya mirip antar spesies mamalia tetapi ukuran dan bentuk dari nukleus dan akrosom bervariasi serta bersifat spesifik untuk masing-masing spesies (Esteves dan Verza Jr 2011). Pada manusia, akrosom relatif kecil, menutupi dua pertiga kepala tetapi tidak memanjang di tepi anterior. Kepala spermatozoa terbagi menjadi dua daerah bagian yaitu daerah akrosom dan daerah post akrosom (Gambar 2). Akrosom berada pada setengah bagian dari kepala spermatozoa dan dilapisi oleh membran akrosom dalam dan membran akrosom luar. Membran akrosom bagian luar berada langsung dekat dengan membran plasma. Membran akrosom melingkupi bagian kecil yang berisi matriks akrosom. Matriks akrosom terdiri dari sejumlah enzim hidrolitik, utamanya yaitu hyaluronidase dan acrosin serta beberapa enzim lainnya seperti asam fosfatase, fosfolipase, N-asetilglukosaminidase dan kolagenase, termasuk didalamnya juga terdapat banyak karbohidrat. Enzim akan dilepaskan saat terjadi reaksi akrosom (Curry dan Watson 1995). Lebih lanjut, daerah akrosom terbagi menjadi dua daerah bagian yaitu daerah anterior akrosom dan daerah posterior akrosom (Toshimori dan Ito 2003). Bagian ekuator terbentuk karena transisi dua bagian ini. Bagian ekuator akan tetap

18 6 utuh ketika reaksi akrosom terjadi. Membran plasma yang menutupi bagian akrosom anterior berperan dalam dua proses utama yaitu sebagai sisi dari spermegg recognition atau pengenalan spermatozoa dengan oosit dan penetrasi zona pelusida serta melakukan fusi dengan membran akrosom luar saat terjadi reaksi akrosom. Inisiasi ikatan zona pelusida diperantarai oleh keberadaan glikokonjugat yang terdapat pada membran anterior akrosom dan hal ini ditunjukkan dengan adanya ikatan dengan lektin. Sementara itu, pada daerah post akrosom terdapat selubung post akrosom (postacrosomal sheath) yang terletak diantara membran plasma dan selaput inti (Curry dan Watson 1995). Peri-acrosomal space Sub-acrosomal space Plasma membrane Outer acrosomal membrane Inner acrosomal membrane Nuclear envelope Peri-postacrosomal sheath space Posterior acrosome Postacrosomal region Sub-postacrosomal space Postacrosomal sheath Posterior ring Gambar 2 Skematik daerah kepala spermatozoa mamalia. N=Nucleus (Toshimori dan Ito 2003) Pembentukan akrosom terjadi pada tahap spermiogenesis dari spermatogenesis. Spermiogenesis adalah proses metamorfosa yang terjadi selama perubahan sel spermatid menjadi bentuk sel spermatozoa normal (Gambar 3). Perubahan morfologik selama spermiogenesis meliputi pembentukan akrosom, kepala, leher dan ekor spermatozoa. Spermiogenesis dibagi dalam tahap Golgi, tahap tudung (capping), tahap akrosom dan tahap pematangan (maturation) (Hess dan Franca 2005). Golgi Tahap Golgi merupakan tahap pertama dari pembentukan akrosom. Pada tahap ini terbentuk granula proakrosomal di gelembung Golgi yang selanjutnya bergabung membentuk butir akrosom tunggal dalam gelembung akrosomal. Sentriol proksimal akan bergerak dari sitoplasma ke dasar nukleus yang nantinya akan menjadi leher antara kepala dan ekor, sedangkan sentriol distal akan berkembang menjadi aksonema (flagella di ekor).

19 7 Tudung Butir akrosom pada tahap ini akan bergerak ke arah anterior inti. Butir-butir akrosom akan memipih yang disebut akrosom dan terdapat membran. Ekor akan terbentuk dari sentriol distal. Pada fase ini, spermatid akan bergerak ke arah lumen tubuli seminiferi. Akrosom Akrosom akan berkembang dan menutup hampir 2/3 area kepala. Kepala dan sitoplasma akan memanjang dan inti mengalami kondensasi. Pematangan Spermatid akan memanjang dan akan dilepaskan ke lumen sedangkan sisa sitoplasma akan bergerak ke arah posterior. Mitokondria akan mengelilingi flagella dari dasar inti sampai dengan 1/3 dari ekor. Gambar 3 Tahap perubahan spermatid (Holstein et al. 2003) Karbohidrat, Glikokonjugat dan Lektin Karbohidrat tersebar di dalam jaringan tubuh. Senyawa ini terutama ditemukan di permukaan sel, di dalam sitoplasma (bergantung pada aktivitas fungsional sel) dan matriks ekstra sel, termasuk juga untuk spermatozoa, karbohidrat mendominasi permukaan ekstraseluler pada membran. Karbohidrat berperan penting dalam pengaturan pertumbuhan, pergerakan sel dan respon imun. Pada sel spermatozoa, karbohidrat berperan dalam proses pengenalan sel

20 8 (terdapat pada membran akrosom luar) serta fertilisasi. Pada umumnya dapat dijumpai sekitar tujuh karbohidrat yang ada di mamalia, seperti mannosyl (Man), glucosyl (Glc), galactosyl (Gal), Fucosyl (Fuc), acetylgalactosyl (GalNAc), acetylglucosaminyl (GlcNAc) dan sialic acid (Desantis et al. 2006). Glikokonjugat merupakan karbohidrat yang berikatan secara kovalen pada protein atau lipid. Glikoprotein adalah kompleks antara karbohidrat dengan protein, sementara glikolipid adalah kompleks karbohidrat dengan lipid. Glikoprotein adalah mukopolisakarida yang lebih banyak dan bervariasi dibandingkan polisakarida dan proteoglikan. Perubahan atau modifikasi glikokaliks spermatozoa seiring dengan penghilangan ataupun adanya protein spesifik atau glikoprotein yang terdapat pada saluran reproduksi betina dapat mengakibatkan terjadinya kapasitasi dan reaksi akrosom. Selanjutnya kapasitasi maupun reaksi akrosom yang terjadi pada beberapa spesies mamalia diketahui berperan dalam pengenalan gamet maupun fertilisasi (Purohit et al. 2008). Glikokaliks terdapat di bagian antara permukaan sel spermatozoa dengan lingkungan ekstraseluler. Begitu pun pada oosit juga mencakup matriks glikokaliks, zona pelusida (ZP). Namun, tidak seperti zona pelusida pada oosit, glikokaliks pada spermatozoa memiliki ketebalan nm dan ini lebih tipis dibandingkan dengan di zona pelusida oosit yaitu 1-2 µm pada marsupialia dan mencapai 16 µm pada babi. Disamping itu, glikokaliks ini berbeda dengan glikokaliks yang ditemukan pada oosit. Hanya ada tiga glikoprotein (ZP1, ZP2, dan ZP3) yang merupakan bagian utama pada zona pelusida, sedangkan glikokaliks yang ada di spermatozoa diperkirakan terdapat 50 sampai 150 glikokonjugat yang berbeda-beda. Selanjutnya, tidak seperti zona pelusida, beberapa penelitian menunjukkan bahwa permukaan spermatozoa tidaklah sama tetapi terdiri dari area yang memiliki fungsi yang berbeda, dan hal ini menggambarkan distribusi glikokonjugat pada area tertentu dari sel dapat memberi dugaan yang berkaitan dengan kemungkinan fungsinya di lokasi tersebut. Sejak adanya molekul yang terdapat pada permukaan sel spermatozoa ketika spermatozoa memperoleh kemampuan untuk membuahi, maka hal ini dikenal dengan major maturation antigen. Komposisi dari glikokaliks utamanya berasal dari lektin spesifik, berikatan dengan rantai gula dengan tipe yang berbeda, kemudian bersatu menyerupai gugus gula membentuk permukaan spermatozoa (Schroter et al. 1999). Lektin merupakan molekul protein yang dihasilkan dari tanaman serta hewan yang termasuk dalam golongan nonenzimatik tetapi tidak masuk dalam golongan immunoglobulin. Lektin dapat ditemukan pada jaringan tubuh hewan dan tumbuhan, terutama biji dari kacang-kacangan. Lektin termasuk protein besar (BM ) sehingga dimungkinkan untuk mengikat molekul kovalen untuk beberapa grup asam amino bebas tanpa mengganggu ikatan karbohidrat tersebut. Karena afinitas lektin terhadap residu monosakarida sangat spesifik, maka lektin dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan maupun distribusi glikokonjugat (Kiernan 1990). Interaksi lektin dengan oligosakarida tidak termasuk dalam ikatan kovalen tetapi prinsipnya hampir sama dengan ikatan antara antigen dan antibodi. Kiernan (1990) mengklasifikasikan lektin menjadi lima kelompok berdasarkan afinitasnya terhadap residu gula, masing-masing afinitas untuk glukosa dan manosa, N- asetilglukosamin, galaktosa dan N-asetilgalaktosamin, L-fukosa dan sialic acid

21 serta uronic acid. Glikokonjugat yang mengandung residu glukosa dan manosa berperan dalam transport ion, sedangkan yang mengandung residu gula fukosa terlibat dalam perlekatan antar sel dan pengaturan difusi substrat antar sel. Glikokonjugat dengan residu gula N-asetil-D-glukosamin berperan dalam transport cairan dan ion, sementara glikokonjugat dengan residu gula galaktosa terlibat dalam perlekatan antar sel dan penanda dalam diferensiasi sel (Spicer dan Schulte 1992). Jenis lektin, sumber dan afinitasnya terhadap karbohidrat dirangkum pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis lektin, sumber dan afinitasnya terhadap karbohidrat (Aly dan Salem- Bekhit 2012) 9 No Lectin group Lectin source (Latin name) 1 D-Mannose (D- Glucose)-binding lectins Canavalia ensiformis Agglutinin Common name Acronym Sugar specificity Jack bean Con A α-d-man>α-d- Glc Binding inhibitor Man 2 D-Galactose-binding lectins Arachis hypogaea Agglutinin Peanut PNA β-d-gal-(1-3)- D-GalNAc Gal Griffonia simplicifolia I Agglutinin Griffonia or Bandeiraea GSA-I Terminal α-gal Gal Erythrina cristagalli Agglutinin Coral tree ECA α- D- Gal-(1-4)-GlcNAc Gal 3 N-acetyl-Dgalactosamine (GalNAc)-binding lectins Glycine max Agglutinin Visea villosa Agglutinin Soybean SBA D-GalNAc GalNAc Hairy vetch VVA D-GalNAc GalNAc 4 N-acetyl-Dglucosamine (GlcNAc)-binding lectins Triticum vulgaris Agglutinin Wheat germ WGA GlcNAc(β1-4GlcNAc) 1-2, NeuNAc GlcNAc 5 L-Fucose-binding lectins Ulex europaeus-i Agglutinin Gorse seed UEA-I α-l-fuc α-l-fuc Lotus tetragonolobus Agglutinin Asparagus pea LTA α-l-fuc α-l-fuc Man, mannose; Glc, glucose; GalNAc, N-acetylgalactosamine; GlcNAc. N-acetylglucosamine; NeuNAc, N- acetylneuraminic acid (sialic acid); α-l-fuc, α-l-fucose.

22 10 Kriopreservasi Spermatozoa Fenomena utama selama proses kriopreservasi yang dapat menurunkan viabilitas sel spermatozoa yaitu kejutan dingin (cold shock) dan perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang berkaitan dengan pembentukan kristal es. Selain itu ada faktor tambahan yakni peroksidasi lipid. Kerusakan umum pada sel spermatozoa selama proses kriopreservasi akibat adanya fenomena tersebut adalah kerusakan mekanik yang ditandai dengan kerusakan organel sitoplasma atau pecah karena ekspansi es, konsentrasi larutan menjadi toksik dan tebal akibat adanya dehidrasi dari suspensi media baik intra maupun ekstraseluler dan perubahan fisik serta kimiawi diantaranya presipitasi, denaturasi, koagulasi dari protein, disosiasi ion dan kehilangan sifat-sifat absorpsi atau sifat-sifat pengikat air (Hu et al. 2006; Camara et al. 2011). Kejutan dingin terjadi karena adanya penurunan suhu secara mendadak di bawah suhu 0 C. Hal ini berkaitan dengan fase transisi dari membran lipid yang menyebabkan terjadinya fase pemisahan dan penurunan sifat-sifat permeabilitas selektif dan membran biologik sel hidup. Efek kejutan dingin pada spermatozoa adalah penurunan aktivitas flagella, kerusakan organ intraseluler dan kerusakan membran sel. Pengaruh utama kejutan dingin terhadap sel spermatozoa adalah penurunan motilitas dan viabilitas, perubahan permeabilitas dan perubahan komponen lipid pada membran. Jumlah spermatozoa motil mengalami penurunan disertai pelepasan enzim, perpindahan ion melewati membran dan penurunan kandungan lipid seperti fosfolipid dan kolesterol yang sangat berperan dalam mempertahankan integritas membran plasma (Holt 2000). Pembentukan kristal-kristal es selama proses kriopreservasi menyebabkan terjadi penumpukan elektrolit di dalam sel yang mengakibatkan terjadinya kerusakan sel secara mekanik, dimana elektrolit yang menumpuk akan merusak dinding sel sehingga pada waktu thawing, permeabilitas membran plasma akan berubah dan sel akan mati. Pembentukan kristal-kristal es kemungkinan berkaitan dengan perubahan tekanan osmotik dalam fraksi yang tidak mengalami pembekuan (Watson 2000). Perubahan fisik di dalam sel selama kriopreservasi ada hubungannya dengan cooling rate atau derajat penurunan suhu. Jika cooling rate berlangsung lambat, air akan banyak keluar dari sel untuk mencapai keseimbangan potensial kimiawi air intra dan ekstraseluler serta terjadi dehidrasi untuk menghindari pembekuan intraseluler, sedangkan jika cooling rate berlangsung terlalu cepat maka sel kurang mengalami dehidrasi sehingga terjadi formasi es intraseluler dimana mempunyai energi permukaan yang besar dan tidak stabil serta cenderung membentuk kristal-krital es yang besar, akibatnya akan bersifat letal terhadap sel. Prinsip utama derajat cooling rate adalah kecepatan optimal yang dapat memberi kesempatan air keluar dari dalam sel secara bertahap sebagai respons sel terhadap kenaikan konsentrasi larutan ekstraseluler yang semakin tinggi diantara kristalkristal es yang terbentuk (Watson 2000; Gazali dan Tambing 2002). Lebih lanjut, efek pembentukan kristal-kristal es terhadap sel spermatozoa adalah penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa, peningkatan pengeluaran enzim-enzim intraseluler ke luar sel dan kerusakan pada organel-organel sel, seperti mitokondria dan lisosom. Apabila mitokondria rusak menyebabkan putusnya

23 rantai oksidasi, sementara apabila lisosom pecah akan mengeluarkan asam hidrolase sehingga akan mencerna bagian sel yang lain. Radikal bebas yang merupakan senyawa oksigen reaktif atau Reactive Oxygen Species (ROS) adalah molekul atau oksidan yang sangat reaktif walaupun derajat kekuatannya berbeda-beda karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan dalam orbital luarnya, sehingga dapat bereaksi dengan molekul sel dengan cara mengikat elektron dari molekul sel tersebut yang mengakibatkan reaksi berantai yang dapat menghasilkan radikal bebas baru, seperti superoxide dismutase (SOD) dan nitric oxide (NO). Dengan demikian, radikal bebas dapat mengganggu integritas sel dan dapat bereaksi dengan komponen-komponen sel, baik komponen struktural seperti molekul-molekul penyusun membran maupun komponen fungsional, seperti enzim-enzim dan DNA. Tingginya komposisi spermatozoa dengan asam lemak tidak jenuh memiliki konsekuensi yang tidak menguntungkan karena menjadi rentan terhadap peroksidasi lipid (Meggiolaro et al. 2003). Peroksidasi lipid menyebabkan kerusakan matrik struktur lipid yang menyebabkan instabilitas membran karena terputusnya rantai asam lemak menjadi senyawa yang bersifat toksik terhadap sel, seperti malonaldehide (MDA). Pada sel spermatozoa efek toksik yang disebabkan oleh peroksidasi lipid mengakibatkan rendahnya motilitas spermatozoa, kerusakan enzim intraseluler serta kerusakan membran plasma spermatozoa terutama pada bagian akrosom sehingga juga menurunkan fertilitasnya (Sarlos et al. 2002) METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan Mei Koleksi spermatozoa domba dilakukan di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sementara itu untuk evaluasi spermatozoa dan kriopreservasi dilakukan di Laboratorium Fertilisasi In Vitro, Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, serta evaluasi pewarnaan histokimia lektin dilakukan di Laboratorium Histologi, Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

24 12 Koleksi Semen Semen segar dikoleksi dari domba lokal jantan yang sudah mencapai sexual maturity berumur antara 1-2 tahun dengan bobot badan berkisar antara kg. Domba dipelihara secara intensif dalam kandang individual yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pakan hijauan dan konsentrat sebagai sumber makanan pokok bagi domba, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Penampungan semen dilakukan sebanyak dua kali seminggu dengan menggunakan vagina buatan. Kriopreservasi Spermatozoa Semen segar yang sudah dievaluasi karakteristiknya diencerkan dengan medium Niwa dan Sasaki Freezing (NSF) untuk kemudian dibekukan (Kikuchi et al. 1999; Karja et al. 2006). Hanya semen yang mempunyai karakteristik baik dengan persentase motilitas minimal 70% digunakan proses pembekuan. Dalam proses pembekuan, penambahan bahan pengencer dilakukan dengan metode two step freezing yaitu dimulai dengan penambahan medium NSF I kemudian dilakukan ekuilibrasi pada suhu 4 C selama 2 jam sebelum ditambahkan dengan medium NSF II dan diekuilibrasi kembali pada suhu yang sama selama 5 menit. Komposisi medium freezing I (NSF I) terdiri dari 20% (v:v) kuning telur, 8,8% (w/v) laktosa (Merck, Germany) dan 20 mg/ml ampicillin, sedangkan medium freezing II (NSF II) terdiri dari 92,52% (v:v) medium freezing I, 1,48% (v:v) orvus ES paste dan 6% (v:v) gliserol (Lampiran 1). Perbandingan medium NSF I dan NSF II adalah sebesar 1:1. Semen dikemas ke dalam straw berukuran 0,25 ml (I.V.M., France) kemudian diletakkan pada Styrofoam plate dalam uap nitrogen cair berjarak sekitar 4 cm dari permukaan nitrogen cair selama 20 menit kemudian segera dimasukkan dalam kontainer nitrogen cair untuk penyimpanan. Evaluasi Karakteristik dan Deteksi Status Akrosom Evaluasi semen selama proses pembekuan (semen segar, setelah ekuilibrasi dan setelah thawing) dilakukan terhadap karakteristik spermatozoa yang meliputi persentase motilitas, viabilitas dan membran plasma utuh (MPU) spermatozoa serta deteksi status akrosom dengan pewarnaan histokimia lektin. Thawing semen beku dilakukan pada water bath dengan temperatur 32 C selama 30 detik. 1) Penilaian persentase motilitas Pada penelitian ini, metode yang dipergunakan untuk melihat motilitas spermatozoa dilakukan secara visual. Penilaian persentase motilitas spermatozoa ditentukan dengan cara menempatkan satu tetes semen yang telah diencerkan dengan larutan 0,9% NaCl pada gelas objek dan ditutup dengan gelas penutup. Pengamatan terhadap spermatozoa yang bergerak progresif dilakukan secara subjektif dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x. Penilaian yang diberikan berkisar antara 0 sampai 100% dengan skala 5%.

25 2) Persentase spermatozoa hidup Penentuan persentase viabilitas dari spermatozoa dilakukan dengan menggunakan metode pewarnaan eosin-nigrosin (Cocchia et al. 2011). Sebanyak 10 µl sampel semen dan ditambah 40 µl eosin-nigrosin kemudian dicampur diatas gelas objek dan dibuat preparat ulas. Setelah itu, dikeringkan menggunakan heating table selama 15 detik sebelum dilakukan pengamatan dan sebanyak 100 spermatozoa diamati dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x. Spermatozoa yang dikategorikan hidup adalah spermatozoa yang tidak menyerap zat warna sehingga pada bagian kepala spermatozoa tidak terwarnai (putih), sedangkan spermatozoa yang dikategorikan mati adalah spermatozoa yang menyerap zat warna sehingga pada bagian kepalanya akan berwarna merah (Gambar 4). 13 b a Gambar 4 Spermatozoa dengan metode pewarnaan eosin-nigrosin. Spermatozoa hidup (a) dan spermatozoa mati (b). 3) Penilaian keutuhan membran plasma Penilaian persentase keutuhan membran plasma spermatozoa diperiksa menggunakan teknik Hypoosmotic Swelling Test (HOS-Test) dengan komposisi 0,135 g fruktosa (Merck, Germany) dan 0,0737 g trisodium citrate 2H 2 O dalam 10 ml air mili-q. Sampel semen sebanyak 20 μl diencerkan dengan 80 μl larutan HOS dan dibiarkan selama 10 menit dalam water bath (37 o C). Untuk keperluan pengamatan, diteteskan 10 μl sampel semen pada gelas objek yang ditutup dengan gelas penutup dan evaluasi dilakukan dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x terhadap 100 spermatozoa. Spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh ditandai oleh ekor yang melingkar atau menggelembung, sedangkan spermatozoa yang memiliki membran plasma tidak utuh ditandai oleh ekor yang lurus (Gambar 5) (Perez-Llano et al. 2006).

26 14 U TU Gambar 5 Gambaran integritas membran spermatozoa domba dengan teknik Hypoosmotic Swelling Test (HOS-Test). Spermatozoa dengan membran plasma utuh ditandai dengan ekor melingkar (U), sementara spermatozoa dengan membran plasma tidak utuh ditandai dengan ekor lurus (TU). 4) Deteksi Status Akrosom a. Teknik Pemeriksaan dengan Metode FITC Sampel semen dibuat preparat ulas dan dikeringudarakan pada temperatur ruangan kemudian difiksasi dalam etanol 96% selama 10 menit pada temperatur ruang. Preparat sampel setelah dikeringudarakan diteteskan larutan lektin PNA (Sigma, St. Luis MO) sebanyak 30 µl (100 µg/ml) kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit. Preparat kemudian ditetesi propidium iodide (PI) (Sigma, St. Luis MO) sebanyak 5 µl (1 µg/µl) dan diinkubasi selama 5 menit. Setelah inkubasi, preparat kemudian dicuci dengan PBS (phosphate-buffered saline) sebanyak tiga kali untuk membersihkan sisa pereaksi yang tidak berikatan, kemudian ditutup menggunakan cover glass. Pemeriksaan status akrosom dilakukan menggunakan mikroskop fluoresens (Nikkon, Eclipse E600, Japan) pada panjang gelombang nm. Jumlah spermatozoa yang diamati pada setiap perlakuan adalah 200 spermatozoa. Hasil pemeriksaan dengan metode FITC dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu spermatozoa dengan akrosom berwarna hijau dikategorikan sebagai akrosom intak, sementara spermatozoa tidak berwarna hijau dikategorikan sebagai akrosom rusak sesuai metode Cocchia et al. (2011). Semua proses pewarnaan dilakukan dalam ruang gelap. Prosedur pewarnaan histokimia lektin metode FITC secara garis besar tercantum pada Lampiran 3.

27 b. Teknik Pemeriksaan dengan Metode ABC Teknik ABC yang dipakai dalam penelitian ini sesuai dengan metode Hsu et al. (1981) dengan beberapa modifikasi. Sampel semen dibuat preparat ulas kemudian dikeringudarakan untuk selanjutnya difiksasi dalam larutan glutaraldehyde 4% dan didiamkan pada suhu 4 o C selama 3 hari. Preparat yang sudah difiksasi kemudian dicuci dengan PBS selama 15 menit serta direndam dengan larutan 0,3% H 2 O 2 dalam metanol selama 30 menit untuk menghilangkan peroksidase endogen dan kemudian dicuci kembali dengan PBS. Preparat diinkubasi dengan lektin PNA (biotinylated PNA) (Vector Lab, Inc., USA) selama satu malam. Setelah itu, preparat dicuci dengan PBS. Selanjutnya, pada masing-masing preparat diteteskan ABC kit (Avidin-Biotin Peroxidase Complex) (Vector Lab, Inc., USA) dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit untuk kemudian dicuci dengan PBS. Untuk visualisasi, preparat ditetesi dengan larutan diamino benzidine (DAB) (Vector Lab, Inc., USA) dan didiamkan dalam waktu 15 menit. Terakhir dilakukan pencucian preparat dengan akuades, kemudian preparat didehidrasi, dilakukan clearing dan mounting. Reaksi yang terjadi ditunjukkan dengan warna coklat pada bagian akrosom yang mengindikasikan akrosom intak, sementara itu spermatozoa tidak berwarna dikategorikan sebagai akrosom rusak. Jumlah spermatozoa yang diamati pada setiap perlakuan adalah 200 spermatozoa. Prosedur pewarnaan histokimia lektin metode ABC secara garis besar tercantum pada Lampiran Analisis Data Data karakteristik spermatozoa serta evaluasi pewarnaan histokimia lektin disajikan dalam bentuk persentase dan dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) dalam bentuk rancangan acak lengkap dengan lima kali ulangan. Apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (Steel dan Torrie 1993). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Spermatozoa Domba Selama Proses Pembekuan Hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan kualitas spermatozoa selama proses pembekuan (Gambar 6). Motilitas spermatozoa dari semen segar ke tahap ekuilibrasi mengalami penurunan sebesar 12%, dan setelah thawing sebesar 31%. Dengan demikian, selama proses pembekuan terjadi penurunan persentase motilitas spermatozoa sebesar 43%. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembekuan menyebabkan penurunan persentase motilitas spermatozoa yang sangat drastis terutama terjadi saat spermatozoa terpapar oleh nitrogen cair.

28 16 100,0 90,0 80,0 70,0 88,8±2,59 a 88,2±3,70 a 83,0±2,75 a 84,2 ±4,97 b 76,2±1,30 b 71,0±4,18 b Motilitas Viabilitas MPU Persentase (%) 60,0 50,0 40,0 30,0 61,08±3,25 c 51,2±10,43 c 40,0±3,54 c 20,0 10,0 - SS SE ST Tahapan Kriopreservasi Gambar 6 Karakteristik spermatozoa domba selama proses pembekuan. Superscript dengan huruf yang berbeda (a, b, c) pada line yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). SS = Semen Segar; SE = Setelah Ekuilibrasi; ST = Setelah Thawing; MPU = Membran Plasma Utuh. Dalam proses pembekuan semen, adanya hambatan yang disebabkan oleh kejutan dingin (cold shock) dan perubahan intraseluler akibat pengeluaran air dari sel dan terbentuknya kristal-kristal es akan menyebabkan kerusakan sel. Pengaruh utama dari kejutan dingin terhadap sel spermatozoa ialah penurunan motilitas dan daya hidup, sedangkan pembentukan kristal es dalam proses kriopreservasi menyebabkan menumpuknya elektrolit di dalam sel. Penumpukan elektrolit akan merusak dinding sel spermatozoa saat pencairan kembali (thawing) sehingga permeabilitas membran plasma menurun dan menyebabkan kematian sel (Watson 2000; Hu et al. 2006). Pengaruh pembekuan-thawing selain dapat menyebabkan penurunan motilitas juga dilaporkan dapat menyebabkan kerusakan pada organel-organel sel seperti mitokondria spermatozoa (Kasai et al. 2002; Partyka et al. 2010). Energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP) yang merupakan hasil metabolisme di dalam membran mitokondria diduga berperan untuk menggertak mikrotubul yang menyebabkan terjadinya pergesekan diantara mikrotubul, sehingga spermatozoa mampu bergerak secara bebas (Silva dan Gadella 2006). Lebih lanjut, Gadea et al. (2007) menambahkan bahwa motilitas spermatozoa sangat bergantung pada suplai energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP) hasil metabolisme yang akan berlangsung dengan baik apabila membran plasma sel ada dalam keadaan yang utuh, sehingga mampu dengan baik mengatur lalu lintas keluar masuk sel substrat

29 dan elektrolit-elektrolit yang dibutuhkan dalam proses metabolisme. Pada membran plasma sel terdapat banyak makromolekul seperti protein, lipoprotein, glikoprotein, dan lain-lain yang dapat berfungsi sebagai enzim, reseptor, saluran atau pembawa (carrier). Makromolekul-makromolekul inilah yang berfungsi memfasilitasi lalu lintas keluar masuk seluruh substrat dan elektrolit pada sel. Substrat dan elektrolit harus difasilitasi karena tidak dapat menembus secara difusi bebas membran plasma sel spermatozoa yang bersifat semipermeabel. Penurunan viabilitas spermatozoa juga terlihat setelah spermatozoa mengalami proses pembekuan yaitu sebesar 27,72%, meskipun demikian persentase viabilitas spermatozoa setelah thawing pada penelitian ini masih memenuhi standar (61,08%), karena menurut Hernandez et al. (2012) selama proses pembekuan-thawing hampir 50% spermatozoa mati. Tingginya persentase viabilitas spermatozoa pada penelitian ini diduga terkait dengan penggunaan medium NSF I dan NSF II yang mengandung Orvus ES Paste. Komponen aktif pada Orvus ES Paste yaitu sodium dodecyl sulphate (SDS) dalam bahan pengencer dapat meningkatkan viabilitas dan fluiditas membran plasma spermatozoa, sehingga dapat mempertahankan viabilitas spermatozoa setelah thawing seperti yang dilaporkan Alhaider dan Watson (2009). Lebih lanjut dilaporkan bahwa Orvus ES Paste mampu meningkatkan daya hidup spermatozoa setelah pencairan kembali (thawing) dengan bertindak sebagai surfaktan untuk menstabilkan membran sel dan untuk melindungi spermatozoa dari efek toksik gliserol selama proses pembekuan (Ponglowhapan dan Chatdarong 2008). Integritas membran plasma harus tetap terjaga agar kelangsungan hidup spermatozoa, motilitas dan kemampuan fertilisasi dapat dipertahankan. Hal tersebut dikarenakan selain berfungsi sebagai pelindung secara fisik organelorganel sel spermatozoa termasuk akrosom, membran plasma juga berfungsi dalam pengaturan keluar-masuknya zat-zat nutrisi dan ion-ion. Selain itu, membran plasma juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan elektrolit intra dan ekstraseluler. Rusaknya membran plasma akan mengakibatkan terganggunya proses metabolisme dan proses fisiologis yang akan mengakibatkan kematian spermatozoa (Zhu dan Liu 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan persentase membran plasma utuh spermatozoa setelah proses pembekuan sebesar 37%, sehingga hanya tersisa 51,2% masih memiliki membran plasma utuh. Proses pendinginan pada kriopreservasi spermatozoa dapat menekan aktivitas metabolisme dan meningkatkan sensitivitas kejutan dingin yang ditandai dengan penurunan permeabilitas serta integritas membran plasma spermatozoa secara irreversibel yang mengarah kepada gangguan dan kematian spermatozoa (Esteves et al. 2000; Blesbois et al. 2005). Proses pembekuan-thawing dapat menyebabkan kerusakan fungsional membran mencakup peningkatan fluiditas membran dan terjadinya peningkatan tekanan osmotik pada membran yang terjadi ketika sel mengalami dehidrasi ekstrim selama proses pendinginan (Nur et al. 2011). Keadaan ini diperburuk dengan terbentuknya peroksidasi lipid yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi pada membran sel spermatozoa (Gadella 2008). 17

30 18 Deteksi Kerusakan Akrosom Spermatozoa Domba Keutuhan akrosom merupakan kunci keberhasilan terjadinya proses fertilisasi, karena hanya spermatozoa dengan akrosom utuh yang mampu melakukan penetrasi zona pelusida dan melakukan fusi dengan membran plasma oosit (Celeghini et al. 2010). Status akrosom spermatozoa domba selama proses pembekuan pada penelitian ini dideteksi dengan menggunakan dua teknik pewarnaan histokimia lektin yaitu FITC dan ABC. Hasil yang diperoleh seperti terlihat pada Gambar 7. Gambar 7 Status akrosom spermatozoa domba dengan pewarnaan histokimia lektin metode FITC (A): Spermatozoa dengan akrosom berwarna hijau dikategorikan sebagai akrosom intak (ai), sedangkan spermatozoa tidak berwarna hijau dikategorikan sebagai akrosom rusak (ar). Status akrosom spermatozoa domba dengan pewarnaan histokimia lektin metode ABC (B): Spermatozoa dengan akrosom berwarna coklat dikategorikan sebagai akrosom intak (ai), sedangkan spermatozoa yang tidak berwarna dikategorikan sebagai akrosom rusak (ar). Skala = 10 µm. Lektin adalah protein, terutama berasal dari tumbuhan, yang tidak memiliki sifat-sifat imunoglobulin tetapi mampu mengenali dan mengikat monosakarida dan oligosakarida. Satu molekul lektin dapat mengikat dua atau lebih molekulmolekul glikoprotein pada permukaan luar sel, seperti Peanut agglutinin (PNA) memiliki kekhususan atau spesifitas terhadap residu β-galaktosa (Odhiambo et al. 2011). Molekul lektin yang berikatan tidak melibatkan formasi ikatan kovalen, tetapi lebih mirip dengan perlekatan antigen-antibodi spesifik (Kiernan 1990). Afinitas lektin terhadap oligosakarida dari glikokonjugat bersifat sangat spesifik (Baker et al. 2004) sehingga interaksi karbohidrat dengan lektin dapat digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN 4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan Ovarium merupakan tempat perkembangan folikel, ovulasi dan luteinisasi. Semua proses tersebut meliputi proses

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan semakin meningkat pula permintaan masyarakat terhadap bahan pangan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Semen Kambing Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara umum diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Dari hasil penampungan semen yang berlangsung pada bulan Oktober 2003 sampai dengan Juli 2004 dan rusa dalam kondisi rangga keras memperlihatkan bahwa rataan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kambing Peranakan Etawah Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India yang memiliki iklim tropis/subtropis dan beriklim kering dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Spermatozoa

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Spermatozoa 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Semen merupakan cairan yang mengandung spermatozoa dan plasma semen yang dihasilkan dari sekresi oleh kelanjar-kelanjar kelamin jantan (Herdis et al. 2003). Adapun

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer dalam Meningkatkan Kualitas Semen Beku Kerbau Lumpur (Bubalzts bztbalis). Dibimbing oleh MOZES R. TOELlHERE sebagai Ketua, TUTY

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik pun meningkat. Salah satu sumber gizi yang paling penting adalah protein

BAB I PENDAHULUAN. yang baik pun meningkat. Salah satu sumber gizi yang paling penting adalah protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari tahun ke tahun jumlah penduduk di negara Republik Indonesia semakin meningkat yang menyebabkan kebutuhan akan sumber makanan yang memiliki gizi yang

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan belajar (learning) dan mengingat (memory) termasuk salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan belajar (learning) dan mengingat (memory) termasuk salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan belajar (learning) dan mengingat (memory) termasuk salah satu proses mental yang penting. Tanpa kemampuan mengingat, makhluk hidup hanya dapat melakukan gerak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Semen merupakan salah satu komponen penting dalam penghantaran spermatozoa baik secara konseptus alami maupun inseminasi buatan (IB). Keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MK. ILMU REPRODUKSI 1 SUB POKOK BAHASAN Transport spermatozoa pada organ reproduksi jantan (tubuli seminiferi, epididimis dan ejakulasi) Transport spermatozoa

Lebih terperinci

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING THE EFFECT OF GLYCEROL LEVEL ON TRIS-YOLK EXTENDER

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 013 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.. Materi Materi yang digunakan dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI)

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI) Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) RETIKULUM ENDOPLASMA Ada dua jenis retikum endoplasma (ER) yang melakukan fungsi yang berbeda di dalam sel: Retikulum Endoplasma kasar (rough ER), yang ditutupi oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kambing yang banyak dikembangkan yaitu jenis kambing Peranakan Etawah (PE).

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai 22 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPTD-BIBD) Lampung Tengah. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat akan daging domba setiap tahunnya terus meningkat.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PRASYARAT GELAR...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv RIWAYAT HIDUP...v UCAPAN TERIMAKSIH...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii RINGKASAN...ix DAFTAR

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan domba yang bersifat profilik yaitu mampu mengatur jumlah anak yang akan dilahirkan sesuai dengan ketersediaan pakan yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11--18 April 2014 di Laboratoium Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah Lampung,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada ternak sapi telah banyak diterapkan di Indonesia. Menurut SNI 4896.1 (2008),

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) adalah ketersediaan semen beku. Semen beku yang akan digunakan untuk IB biasanya

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO (Effect of Various Diluter on Frozen Semen Quality of Dombos Texel in Wonosobo Regency) YON SUPRI ONDHO, M.I.S.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Limousin Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. Karakteristik Sapi Limousin adalah pertambahan badan yang cepat perharinya sekitar 1,1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C Takdir Saili, Hamzah, Achmad Selamet Aku Email: takdir69@yahoo.com Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.1

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.1 1. Perhatikan nama-nama bagian sel berikut ini! dinding sel inti sel kloroplas Lisosom sentriol Bagian sel yang tidak dimiliki oleh sel hewan adalah... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

A. Pengertian Sel. B. Bagian-bagian Penyusun sel

A. Pengertian Sel. B. Bagian-bagian Penyusun sel A. Pengertian Sel Sel adalah unit strukural dan fungsional terkecil dari mahluk hidup. Sel berasal dari bahasa latin yaitu cella yang berarti ruangan kecil. Seluruh reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 12 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan yaitu semen yang berasal dari lima ekor kambing PE umur 2-3 tahun. 3.1.2 Bahan dan Peralatan

Lebih terperinci

Pelacakan Kerusakan Akrosom Spermatozoa Domba Selama Proses Pembekuan dengan Teknik Histokimia Lektin

Pelacakan Kerusakan Akrosom Spermatozoa Domba Selama Proses Pembekuan dengan Teknik Histokimia Lektin pissn: 1411-8327; eissn: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2015.16.4.560 Terakreditasi Nasional SK. No. 15/XI/Dirjen Dikti/2011 online pada http://ejournal.unud.ac.id/php.index/jvet. Pelacakan Kerusakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

Lebih terperinci

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP S E L Suhardi, S.Pt.,MP Foreword Struktur sel, jaringan, organ, tubuh Bagian terkecil dan terbesar didalam sel Aktivitas metabolisme sel Perbedaan sel hewan dan tumbuhan Metabolisme sel Fisiologi Ternak.

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH Gambar mas Disusun oleh Mas Mas Mas Faisal Ernanda h0510030 Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 Mas tolong

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. TUGAS AKHIR - SB 091358 Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP. 1507 100 016 DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. Kebutuhan pangan (ikan air tawar) semakin meningkat Kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai 242.013.800 jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya (Anonim,2013). Jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN Tim Penyusun: Dr. Agung Pramana W.M., MS. Dr. Sri Rahayu, M.Kes. Dr. Ir. Sri Wahyuningsih, MS. Drs. Aris Soewondo, MS. drh. Handayu Untari drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dapat menghasilkan wol

TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dapat menghasilkan wol II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dapat menghasilkan wol dan daging, Selain itu, pertumbuhannya yang cepat serta ukuran tubuh yang relatif kecil dapat memudahkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18--25 April 2014 di Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Insemninasi Buatan Daerah Lampung, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. ` Bahan dan Peralatan 3.1.1. Objek Penelitian Objek pada penelitian ini yaitu semen yang berasal dari domba yang ada di breeding station Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian menggunakan data sekunder di Laboratorium Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung, Jawa Barat. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan babi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Bali masih merupakan peternakan rakyat dalam skala kecil atau skala rumah tangga, dimana mutu genetiknya masih kurang

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Pengaruh polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap kecepatan motilitas spermatozoa mencit Hasil pengamatan pengaruh polisakarida

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 72-76 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Nilawati

Lebih terperinci

MEMBRAN BIOLOGIS DAN MEKANISME ABSORPSINYA. Tim Teaching MK Biofarmasetika

MEMBRAN BIOLOGIS DAN MEKANISME ABSORPSINYA. Tim Teaching MK Biofarmasetika 1 MEMBRAN BIOLOGIS DAN MEKANISME ABSORPSINYA Tim Teaching MK Biofarmasetika 2 Pendahuluan Membran sel adalah lapisan yang memisahkan satu sel dengan sel lainnya serta memisahkan berbagai organel di dalam

Lebih terperinci

1. Menjelaskan struktur inti sel eukariot hubungannya dengan fungsi 2. Menjelaskan struktur organel-organel sel dan fungsinya

1. Menjelaskan struktur inti sel eukariot hubungannya dengan fungsi 2. Menjelaskan struktur organel-organel sel dan fungsinya 1. Menjelaskan struktur inti sel eukariot hubungannya dengan fungsi 2. Menjelaskan struktur organel-organel sel dan fungsinya struktur inti sel eukariot Fungsi inti atau nukleus sebagai pusat pengatur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5.

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. BAHAN DAN METODE Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. Pengujian Lactobacillus plantarum (BAL1) dan Lactobacillus fermentum (BAL2) pada tikus dengan perlakuan:

Lebih terperinci

BIOLOGI SEL. Chapter III Membran dan Dinding Sel

BIOLOGI SEL. Chapter III Membran dan Dinding Sel BIOLOGI SEL Chapter III Membran dan Dinding Sel Fungsinya apa yaaaaa...?? Kira-kira kalau mau masuk permisi dulu?? Mari Merievew Perbedaan Sel Tumbuhan dan Hewan Dinding Sel (Cell Wall) Sebagian besar

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional. Umum. Khusus

Tujuan Instruksional. Umum. Khusus MEMBRAN SEL Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa FK USU semester 1 akan dapat menjelaskan struktur dan fungsi membran serta protein membran dan hubungannya dengan reseptor. Khusus Mahasiswa akan dapat :

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan (UPTD BIB) Tuah Sakato, Payakumbuh. 3.2. Materi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Maret hingga 27 April 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Maret hingga 27 April 2017 di 23 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Maret hingga 27 April 2017 di Balai Inseminasi Buatan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah yang bertempat di Sidomulyo

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) The effect of Thawing Lenght in Ice Water (3 o C) to viability and motility of Bali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Kambing Peranakan Etawah Ilustrasi 1. Penampakan Fisik Kambing Peranakan Etawah (Mulyono, 2011) Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan persilangan antara kambing lokal

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR A. Winarto dan N. Isnaini Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang Abstrak

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI ORGANEL SEL. Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. Sri Sugiwati, SSi., MSi.

STRUKTUR DAN FUNGSI ORGANEL SEL. Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. Sri Sugiwati, SSi., MSi. STRUKTUR DAN FUNGSI ORGANEL SEL Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. Sri Sugiwati, SSi., MSi. 1 SEL Semua mahluk hidup terdiri dari sel-sel yaitu ruangruang kecil berdinding membran berisi cairan kimia pekat

Lebih terperinci

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S., FIK 2009

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S., FIK 2009 Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) 1 RETIKULUM ENDOPLASMA Ada dua jenis retikum endoplasma (ER) yang melakukan fungsi yang berbeda di dalam sel: Retikulum Endoplasma kasar (rough ER), yang ditutupi oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap I. Karakteristik Spermatozoa Domba Sebelum dan Setelah Pembekuan Karakteristik Spermatozoa Domba Sebelum Pembekuan Karakteristik spermatozoa domba dari kauda epididimis dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,

Lebih terperinci

BAB III SISTEM SELAPUT SITOPLASMIK

BAB III SISTEM SELAPUT SITOPLASMIK BAB III SISTEM SELAPUT SITOPLASMIK I. PENDAHULUAN Bab ini menerangkan kompartemen dalam sel khususnya retikulum endoplasma, kompleks Golgi, lisosom dan peroksisom, struktur dan fungsinya dalam sel. Hubungan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING DI DATARAN RENDAH TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL. Simmental Semen s Quality

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING DI DATARAN RENDAH TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL. Simmental Semen s Quality PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING DI DATARAN RENDAH TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL The Effect Temperature and Duration of Thawing in Lowlands of Frozen Simmental Semen s Quality Nani Aprilina

Lebih terperinci

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C Takdir Saili *, Hamzah, Achmad Selamet Aku Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari

Lebih terperinci

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME TIPE 1 Sel Sperma ( haploid/ n) Sel telur (haploid/ n) Fertilisasi Zigot (Diploid/ 2n) Cleavage Morfogenesis Individu Sel Sperma ( haploid/

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Abnormalitas Spermatozoa Pemeriksaan abnormalitas spermatozoa dihitung dari jumlah persentase spermatozoa yang masih memiliki cytoplasmic droplet dan spermatozoa yang mengalami abnormalitas sekunder.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN STATUS AKROSOM SPERMATOZOA DOMBA

KARAKTERISTIK DAN STATUS AKROSOM SPERMATOZOA DOMBA KARAKTERISTIK DAN STATUS AKROSOM SPERMATOZOA DOMBA (Ovis aries) YANG DIBEKUKAN DALAM PENGENCER TRIS KUNING TELUR ATAU TRIS SUSU SKIM DENGAN METODE ONE ATAU TWO STEP DEVI ANIANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA LAPORAN PRAKTIKUM diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Mikroteknik disusun oleh: Kelompok 1 Kelas C Adam Andytra (1202577) Devi Roslina (1200351)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik. Volume (ml) 1,54 ± 0,16. ph 7,04±0,8

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik. Volume (ml) 1,54 ± 0,16. ph 7,04±0,8 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Karakteristik semen segar yang didapatkan selama penelitian disajikan pada tabel sebagai berikut : Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI

PENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI PENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI (The Use of Catalase on Cattle Chilled Semen Production) T. SUGIARTI, E. TRIWULANNINGSIH, P. SITUMORANG, R.G. SIANTURI dan D.A. KUSUMANINGRUM Balai

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201200 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah hewan percobaan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH JARAK DAN WAKTU TEMPUH TERHADAP POST THAWING MOTILITY, ABNORMALITAS DAN SPERMATOZOA HIDUP SEMEN BEKU (The Effect of Travel Distance and

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli

TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli Indonesia ini sudah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2010 sampai dengan Januari 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki kebutuhan konsumsi daging sapi yang meningkat setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. Ketersediaan daging sapi ini

Lebih terperinci