II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Rumput Laut Klasifikasi Rumput Laut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Rumput Laut Klasifikasi Rumput Laut"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Rumput Laut Rumput laut atau algae merupakan tumbuhan laut yang secara morfologis tidak dapat dibedakan antara akar, batang dan daun secara jelas. Seluruh tubuh rumput laut disebut thallus yang terdiri atas holdfast, stipe, dan blade. Holdfast mirip dengan akar pada tumbuhan tingkat tinggi, tetapi struktur dan fungsinya berbeda. Fungsi utama holdfast yaitu melekat pada substrat. Stipe mirip dengan batang pada tumbuhan tingkat tinggi yang berfungsi sebagai tempat proses fotosintesis dan penyerapan unsur hara dari air. Blade mirip dengan daun, bentuknya bervariasi dan berfungsi untuk fotosintesis, menyerap nutrien dari air dan untuk reproduksi (Armita, 2011). Rumput laut yang dibudidayakan di Indonesia adalah rumput laut yang bernilai ekonomis serta memiliki bentuk dan karakteristik yang berbeda-beda (Sediadi dan Budihardjo, 2000). Perbedaan rumput laut jenis satu dengan jenis yang lainnya terletak pada bentuk thallusnya. Bentuk thallus rumput laut ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut dan lain sebagainya (Santoso dkk., 2003). Thallus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler) yang percabangannya bisa dua-dua terus menerus (dichotomus), dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama (pinate), berderet searah pada satu sisi thallus utama (pectinate) dan ada juga yang sederhana tidak bercabang (Santi, 2012). Sifat substansi thallus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti gelatin (gelatinous), keras karena mengandung zat kapur (calcareous), lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut (spongeous) dan sebagainya (Aslan, 1991) Klasifikasi Rumput Laut Secara taksonomi, rumput laut dikelompokan kedalam divisio Thallophyta (Anggadiredja, 2006). Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokan menjadi empat kelas, yaitu alga hijau (Chlorophyceae), alga hijau 4

2 biru (Cyanophyceae), alga coklat (Phaeophyceae) dan alga merah (Rhodophyceae) (Winarno, 1996). Rhodophyceae memiliki pigmen fikobilin yang terdiri fikoeritrin (berwarna merah) dan fikosianin (berwarna biru). Selain itu, Rhodophyceae bersifat adaptasi kromatik, yaitu memiliki penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada thallus seperti merah tua, merah muda, pirang, coklat, kuning dan hijau. Spesies dari divisi ini yang mempunyai nilai ekonomis adalah dari marga Gracilaria, Gelidium, Hypnea, Gigartina, Rhodymenia dan Eucheuma sebagai penghasil ekstrak caragenan, food stuff dan penghasil agar-agar. Menurut Santi (2012), marga Eucheuma terdiri dari dua spesies yaitu E. spinosum dan E. cottoni. Menurut Jana (2006), rumput laut jenis E. cottoni memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Division : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Bangsa : Gigartinales Suku : Solierisceae Marga : Eucheuma Jenis : Eucheuma cottoni E. cottoni merupakan alga dari divisi Rhodophyta (alga merah) yang memiliki morfologi khusus yaitu thallus berbentuk bulat silindris atau pipih dengan percabangan tidak teratur dan kasar (ditrikotomus). Thallus tersebut ada yang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah, coklat ungu atau hijau kekuningan dengan permukaan yang licin (Ditjenkanbud, 2004). Morfologi E. cottoni dapat dilihat pada Gambar 2.1 Gambar 2.1. Morfologi Eucheuma cottoni (Sumber : Dokumentasi Pribadi) 5

3 Menurut Armita (2011), rumput laut jenis E. spinosum memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Division : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Bangsa : Gigartinales Suku : Solierisceae Marga : Eucheuma Jenis : Eucheuma spinosum E. spinosum secara morfologi memiliki ciri khusus thallus berbentuk silindris dengan permukaan licin, lunak, warna coklat tua, hijau kuning atau merah ungu, terdapat duri yang tumbuh berderet melingkari thallus dengan interval yang bervariasi sehingga membentuk ruas-ruas thallus diantara lingkaran duri. Percabangan berlawanan atau berselang-seling dan teratur pada deretan duri antar ruas dan merupakan kepanjangan dari duri tersebut. Cabang dan duri ada juga yang tumbuh pada ruas thallus tetapi agak pendek. Ujung percabangan meruncing dan setiap percabangan mudah melekat pada substrat (Aslan, 1991). Morfologi E. spinosum dapat dilihat pada Gambar 2.2 Gambar 2.2. Morfologi Eucheuma spinosum (Sumber : Dokumentasi Pribadi) Rumput laut H. durvillaei menurut Abbott (1999), memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Division Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Rhodophyta : Florideophyceae : Halymeniales : Halymeniales : Halymeniaceae : Halymenia durvillaei 6

4 H. durvillaei memiliki ciri morfologi khusus yaitu thallus berbentuk pipih, kompak dengan permukaan licin dan lunak fleksibel, warna merah tua atau merah muda, memiliki percabangan yang banyak berselang-seling tidak beraturan pada kedua sisinya. Thallus bagian bawah biasanya melebar dan mengecil ke bagian puncak dengan pinggiran bergerigi (Clerck, 2001). Morfologi H. durvillaei dapat dilihat pada Gambar 2.3 Gambar 2.3. Morfologi Halymenia durvillaei (Sumber : Dokumentasi Pribadi) Sistem Reproduksi Rumput Laut Reproduksi rumput laut berbeda dengan tanaman tingkat tinggi yang biasanya hidup di pantai (Aslan, 1991). Rumput laut bereproduksi melalui dua cara yaitu secara generatif (seksual) dengan gamet (thallus dipploid yang menghasilkan spora), dan secara vegetatif (aseksual) dengan thallus (Afrianto dan Liviawati, 1993; Anggadiredja, 2006). 1. Reproduksi Secara generatif Secara generatif terjadi dengan adanya peleburan antara gamet-gamet yang berbeda yaitu antara spermatozoid yang dihasilkan dalam antheridia dengan sel telur atau ovum yang dihasilkan dalam oogenium. Proses fertilisasi terjadi setelah spermatium mencapai trikogin dan karpogonium, meleburkan intinya dan bersatu dengan inti telur yang kemudian akan menghasilkan zigot. Zigot yang dihasilkan mengalami pembelahan menjadi sel-sel yang bersifat diploid. Kelompok sel yang diploid tersebut dinamakan karposporofit. Karposporofit dapat dianggap sebagai gametotif betina karena mengambil makanan darinya. Inti-inti diploid tersebut dapat terbawa ke sel-sel lain dalam gametofit betina melalui filamen coblast. Akibatnya dalam satu kali fertilisasi dapat terbentuk karposporofit diploid yang akan tumbuh menjadi tetrasporofit (Dawes, 1981 dalam Iksan, 2005). 7

5 2. Reproduksi secara vegetatif Reproduksi secara vegetatif yaitu fragmentasi terjadi pada alga uniseluler yaitu dengan cara pembelahan sel sedangkan pada alga multiseluler, thallus akan patah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil kemudian tiap bagian tersebut akan tumbuh menjadi individu baru yang awalnya tetrasporofit yang hidup bebas (diploid) sel-selnya menjalani proses meiosis. Tetraspora kemudian dilepaskan dan berkembang menjadi gametofit jantan dan betina yang haploid. Gametofit jantan yang telah dewasa menghasilkan sel-sel spermatangial yang nantinya menjadi sel spermatangia, sedangkan gametofit betina menghasilkan sel khusus yang disebut karpogonia yang dihasilkan dari cabang-cabang karpogonial. Menurut Kadi dan Atmadja (1988), faktor-faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam proses reproduksi rumput laut seperti suhu, salinitas, cahaya, gerakan air (arus) dan unsur hara (nitrat dan fosfat) Kandungan Rumput Laut Rumput laut mengandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin, mineral, dan juga senyawa bioaktif (Wong dan Cheung, 2000; Putra, 2006; Suparmi, 2009). Vitamin yang terkandung dalam rumput laut antara lain vitamin D, K, Karotenoid (Prekursor vitamin A), vitamin B kompleks, dan tokoferol. Kandungan kimia ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor musim, lokasi geografi tempat tumbuh, jenis spesies, umur panen, kondisi lingkungan (Ortiz et al., 2006; Dennis dkk., 2010). Polisakarida yang terkandung di dalam rumput laut memiliki tiga fungsi penting yaitu sebagai struktur penyusun dinding sel untuk memberi kekuatan mekanik yang bersifat tidak larut air, sebagai sumber cadangan makanan dan sebagai pengikat yang berfungsi untuk pelindung antar sel (Watt et al., 2002; Santi, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Aslan (1991) dan Suparmi (2009), rumput laut juga mengandung berbagai macam zat dan bahan yang berguna dalam berbagai industri. Zat-zat dan bahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Algin Algin adalah bahan yang dikandung oleh Phaepophyceae yang sangat dikenal dalam dunia industri dan perdagangan, karena banyak manfaatnya. Dalam dunia industri, algin berbentuk asam alginik (Alginic acid) atau alginate. 8

6 2. Agar-agar Agar-agar merupakan senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan, tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas dengan membentuk gel (Istini dkk., 1985). 3. Karaginan Karaginan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah jenis Chondrus, Eucheuma, Gigartina, Hypnea, Iradea, dan Phyllophora. Karaginan dibedakan dengan agar-agar berdasarkan kandungan sulfatnya. Karaginan mengandung minimal 18% sulfat, sedangkan agar-agar hanya mengandung 3,4% sulfat (Istini dkk., 1985). Rumput laut merah memiliki keunggulan dibandingkan dengan rumput laut yang lainnya yaitu banyak mengandung senyawa bioaktif turunan dari oksidasi asam lemak yang disebut Ocylipin (Putra, 2006). Senyawa turunan ini berasal dari turunan Sesquiterpene, terutama dari golongan Laurencia chondrioides (Bansemir et al., 2006) Pemanfaatan Rumput Laut Rumput laut memiliki banyak manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung (Soenardjo, 2011). Secara langsung bermanfaat sebagai tempat hidup sekaligus perlindungan bagi biota lainnya. Sedangkan secara tidak langsung bermanfaat sebagai bahan baku dalam industri dan kesehatan (Suparmi dkk., 2009). Pemanfaatan rumput laut di beberapa negara seperti Cina dan Jepang sudah dilakukan mulai tahun 1670, yang dijadikan sebagai bahan obat-obatan, makanan tambahan, kosmetik, pakan ternak, dan pupuk organik (Yunizal, 1999). Pemanfaatan di Indonesia yang paling dominan sampai saat ini yaitu sebagai bahan makanan dan obat-obatan. Sebagai bahan makanan rumput laut dikonsumsi dalam bentuk lalapan (dimakan mentah), dibuat acar dengan bumbu cuka, dimasak sebagai sayur, dibuat urap, manisan, salad dan dibuat sop (Anggadiredja, 2006). Pada industri makan, olahan rumput laut digunakan untuk pembuatan roti, sup, es krim, serbat, keju, puding, selai, susu, dan lain-lain. Pada industri farmasi, olahan rumput laut digunakan sebagai obat peluntur, pembungkus kapsul obat biotik, vitamin, dan lain-lain. Pada industri kosmetik, olahan rumput laut digunakan dalam produksi salep, krim, lotion, lipstik, dan sabun. Disamping itu 9

7 lahan rumput laut juga digunakan oleh industri tekstil, industri kulit dan industri lainnya untuk pembuatan plat film, semir sepatu, kertas, serta bantalan pengalengan ikan dan daging (Ghufran, 2010). Secara umum pemanfaatan rumput laut jenis Eucheuma sp. yaitu sebagai bahan obat-obatan, industri kosmetik dan pangan (Nursanto, 2004). Pemanfaatan untuk bahan obat-obatan biasanya digunakan sebagai obat penyakit bronkhitis, dan di bidang industri kosmetik sebagai bahan kecantikan serta Pemanfaatan untuk bahan pangan seperti dodol, manisan dan minuman (Wibowo, 2012). Sedangkan pemanfaatan rumput laut jenis Halymenia sp. yaitu sebagai bahan pemanis agar-agar, salad, dan pickle (Nursanto, 2004; Anggadiredja, 2006; Suparmi dkk., 2009) Ekologi Rumput Laut Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat tergantung dari faktorfaktor oseanografi (fisika, kimia dan pergerakan atau dinamika air laut) serta jenis substrat dasarnya. Rumput laut dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya mengambil nutrisi dari sekitarnya secara difusi melalui dinding thallusnya (Anggadiredja, 2006). Pertumbuhan rumput laut tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia (Jana, 2006; Abdan, 2013) Habitat Rumput Laut Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti substrat, salinitas, temperatur, intensitas cahaya, tekanan, dan nutrisi. Secara umum rumput laut dijumpai tumbuh di daerah yang dangkal (intertidal dan sublitoral) dengan kondisi dasar perairan berpasir, sedikit lumpur, atau campuran keduanya. Rumput laut memiliki sifat benthic (melekat) dan disebut juga sebagai fitobentos dengan cara melekatkan thallus pada substrat (Anggadiredja, 2006; Mamang, 2008). Habitat rumput laut E. cottoni adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap dan mendapatkan cahaya matahari yang cukup. E. cottoni umumnya terdapat di daerah pasang surut (intertidal) atau pada daerah yang selalu terendam air (subtidal). Melekat pada substrat di dasar perairan yang berupa karang batu mati, karang batu hidup, batu gamping atau cangkang moluska. E. 10

8 cottoni umumnya tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef), karena di tempat tersebut beberapa persyaratan untuk pertumbuhannya banyak terpenuhi, diantaranya faktor suhu perairan, substrat dan gerakan air. Pertumbuhan E. cottoni optimal pada suhu harian antara C, cukup arus dengan salinitas berkisar per mil. Oleh karena itu rumput laut jenis ini akan hidup baik bila jauh dari muara sungai. Alga ini juga tumbuh mengelompok dengan berbagai jenis rumput laut lainnya yang memiliki keuntungan dalam hal penyebaran spora (Aslan, 1991). Rumput laut jenis E. spinosum tumbuh melekat pada rataan terumbu karang, batu karang, batuan, benda keras, dan cangkang (Anggadiredja, 2006). Alga ini memerlukan sinar matahari untuk melakukan fotosintesis sehingga hanya dapat hidup pada lapisan fotik dengan kandungan kadar garam antara per mil (Nazam, 2004). Rumput laut H. durvillaei tumbuh pada daerah berkarang, berbatu, berpasir dan di daerah rataan terumbu karang (Abbott, 1999) Wilayah Sebaran Rumput Laut Daerah sebaran rumput laut di Indonesia sangat luas, baik yang tumbuh secara alami maupun yang dibudidayakan (Armita, 2011). Wilayah sebaran rumput laut yang tumbuh alami (wild stock) terdapat hampir di seluruh perairan dangkal Indonesia yang mempunyai rataan terumbu karang seperti Kepulauan Riau, Bangka-Belitung, Seribu, Karimunjawa, Selat Sunda, pantai Jawa bagian selatan, Bali, NusaTenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, pulau-pulau di Sulawesi dan Maluku (Kardi, 2004). Rumput laut yang banyak dibudidayakan yaitu jenis Eucheuma sp. dan Gracilaria. Lokasi budidaya Eucheuma sp. tersebar diperairan Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Lampung Selatan, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok, Sumba, Sumbawa, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku. Sedangkan untuk persebaran rumput laut jenis H. durvillaei yaitu mencakup Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kepulauan Ambon, Seram, Irian, NTT, Lombok, Sumbawa dan Halmahera (Anggadiredja, 2006). Daerah persebaran rumput laut di Bali meliputi daerah di 5 Kabupaten yaitu Kabupaten Buleleng, Jembrana, Klungkung, Karangasem, dan Badung ((Arthana dkk., 2012). Daerah perairan tersebut diantaranya Perairan Pantai Desa Banyuasri, Perairan Pantai Desa Penarukan, Perairan Desa Banyuwedang, 11

9 Perairan Pantai Desa Tukad Mungga, Perairan Desa Pengambengan, Perairan Desa Banyubiru dan Perairan Desa Air Kuning, Perairan Nusa Penida dan Lembongan, Perairan Desa Laba Sari, Perairan Desa Sukadana, dan Perairan Desa Baturinggit, Perairan Desa Kutuh, Perairan Desa Peminge dan Perairan Desa Sawangan Budidaya Rumput Laut Budidaya rumput laut di Indonesia kini semakin dikembangkan dengan menggunakan lahan-lahan yang ada (Aslan, 1991). Namun dari 782 jenis rumput laut di perairan Indonesia, hanya 18 jenis dari 5 genus yang sudah diperdagangkan. Dari ke lima marga tersebut, hanya genus-genus Eucheuma dan Gracilaria yang sudah dibudidayakan (Jana, 2006). Keberhasilan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh lokasi dan kualitas bibit yang dibudidayakan (Armita, 2011 dan Susilowati, 2012). Hal ini dikarenakan produksi dan kualitas rumput laut dipengaruhi oleh faktor-faktor ekologi yang meliputi kondisi substrat perairan, kualitas air, iklim dan geografis dasar perairan (Susilowati, 2012). Faktor lain yang tidak kalah penting sebagai lokasi budidaya rumput laut yaitu faktor kemudahan, resiko (keamanan), serta konflik kepentingan (Armita, 2011). Bibit rumput laut yang baik untuk dibudidayakan adalah monospesies, muda, bersih, dan segar (Syahputra, 2005). Ciri-ciri bibit rumput laut yang sehat yaitu bila dipegang terasa elastis, bercabang banyak dengan ujung berwarna kuning kemerah-merahan dan mempunyai batang yang tebal. Dijelaskan lagi oleh Sulistijo (2002), rumput laut yang baik adalah bercabang banyak dan rimbun, tidak terdapat penyakit bercak putih dan mulus tanpa ada cacat terkelupas. Persiapan penanaman bibit dilakukan dengan cara membuat potongan rumpun thallus rumput laut dengan ukuran tertentu ( g), kemudian mengikatkannya pada tali nilon maupun rakit di atas perairan pada metode rakit dengan jarak tanam 20 cm (Afrianto dan Liviawati, 1993; Kolang et al., 1996; Sumiarsih, 1999 dan Mamang, 2008). Sedangkan untuk metode lepas dasar bibit diikat pada jarak 30 cm. 12

10 Metode budidaya yang akan diterapkan harus mempertimbangkan kondisi perairan yang dipakai sebagai lokasi budidaya (Syahputra, 2005). Secara umum menurut Ditjenkanbud (2005), budidaya rumput laut di Indonesia dilakukan dalam tiga metode penanaman berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan. Metode penanaman tersebut antara lain: 1. Metode Dasar (bottom method) Penanaman dengan metode ini dilakukan dengan mengikat bibit tanaman yang telah dipotong pada karang atau balok semen atau patok kayu kemudian disebar pada dasar perairan. Metode dasar merupakan metode pembudidayaan rumput laut dengan menggunakan bibit dengan berat tertentu. Metode ini memiliki keunggulan dapat diterapkan pada perairan yang memiliki arus kencang dan bersubstrat batu atau karang. 2. Metode Lepas Dasar (off-bottom method) Metode ini dapat dilakukan pada dasar perairan yang terdiri dari pasir, sehingga mudah untuk menancapkan patok/pancang. Metode ini sulit dilakukan pada dasar perairan yang berkarang. Bibit diikat dengan tali rafia yang kemudian diikatkan pada tali plastik yang direntangkan pada pokok kayu atau bambu. Jarak antara dasar perairan dengan bibit yang akan dilakukan berkisar antara cm. Bibit yang akan ditanam berukuran g, dengan jarak tanam cm. Penanaman dapat pula dilakukan dengan jaring yang berukuran yang berukuran 2,5 x 5 m2 dengan lebar mata cm dan direntangkan pada patok kemudian bibit rumput laut diikatkan pada simpul-simpulnya. 3. Metode Apung (floating method)/longline Metode ini cocok untuk perairan dengan dasar perairan yang berkarang dan pergerakan airnya didominasi oleh ombak. Penanaman menggunakan rakitrakit dari bambu sedang dengan ukuran tiap rakit bervariasi tergantung dari ketersediaan material, tetapi umumnya berukuran 2,5 x 5 m 2 untuk memudahkan pemeliharaan. Pada dasarnya metode ini sama dengan metode lepas dasar hanya posisi tanaman terapung dipermukaan mengikuti gerakan pasang surut. Untuk mempertahankan agar rakit tidak hanyut digunakan pemberat dari batu atau jangkar. Bibit diikatkan pada tali plastik dan atau pada masing-masing simpul 13

11 jaring yang telah direntangkan pada rakit tersebut dengan ukuran berkisar antara g Parameter Oseanografi Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut ditinjau dari segi oseanografi menurut Soenardjo (2003), yaitu: 1. Dasar perairan Kondisi perairan yang paling baik bagi pertumbuhan Eucheuma sp. adalah di perairan dangkal bersubstrat karang, pecahan karang, dan pasir, atau campuran ketiganya. 2. Kedalaman air Kedalaman perairan merupakan suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan organisme (rumput laut) untuk berinteraksi dengan cahaya. Eucheuma sp secara alami dapat hidup dan tumbuh dengan baik pada kedalaman air cm pada surut terendah. 3. Salinitas Salinitas sangat berperan dalam budidaya rumput laut. Kisaran salinitas yang terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi terganggu. Salinitas yang baik untuk pertumbuhan Eucheuma sp. berkisar ppt. 4. Suhu Suhu mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan pertumbuhan rumput laut. Suhu air dapat berpengaruh terhadap beberapa fungsi fisiologis rumput laut seperti fotosintesa, respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi (Dawes, 1981). Anggadiredja (2006), menyatakan bahwa suhu air yang optimal untuk membudidayakan rumput laut yaitu berkisar antara C. Kenaikan temperatur yang tinggi akan mengakibatkan thallus rumput laut yang menjadi pucat kekuning-kuningan dan tidak sehat. 5. Kejernihan air Budidaya rumput laut dengan tingkat kejernihan air yang tinggi sangat dibutuhkan, sehingga cahaya dapat masuk ke dalam air. Intensitas sinar yang diterima secara sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses 14

12 fotosintesis. Kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi sekitar 1,5 meter cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut. 6. ph Derajat keasaman merupakan faktor lingkungan kimia air yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan rumput laut. Menurut pendapat Soesono (1988), bahwa pengaruh bagi organisme sangat besar dan penting, kisaran ph yang kurang dari 6,5 akan menekan laju pertumbuhan bahkan tingkat keasamannya dapat mematikan. ph optimal bagi pertumbuhan Eucheuma sp. antara 7,5-8,0. 7. Angin dan Arus Kesuburan lokasi tanaman sangat ditentukan oleh adanya gerakan air yang berombak maupun arus. Gerakan air ini merupakan pengangkut yang paling baik untuk zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan rumput laut. Ombak dan arus merupakan alat pengaduk yang baik sehingga air menjadi homogen. Menurut Sunaryat (2004), arus sangat mempengaruhi kesuburan rumput laut karena melalui pergerakan air, nutrient-nutrien yang sangat dibutuhkan dapat tersuplai dan terdistribusi dan kemudian diserap melalui thallus. Kecepatan arus yang lebih dari 40 cm/detik dapat merusak konstruksi budidaya dan mematahkan percabangan rumput laut. Kecepatan arus yang dianggap cukup untuk budidaya rumput laut kira-kira cm per detik Pertumbuhan Rumput Laut Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran suatu organisme yang dapat berupa berat ataupun panjang dalam waktu tertentu (Mamang, 2008). Dalam usaha budidaya rumput laut, pertumbuhan merupakan salah satu aspek biologi yang harus diperhatikan karena dapat menentukan produksi yang dihasilkan pada setiap panen (Purba, 1991). Soegiarto dkk. (1987), menyatakan bahwa dengan melihat angka pertumbuhan dapat diketahui perbedaan hasil yang akan diperoleh dengan cara penanaman, perlakuan tempat atau musim yang berbeda. Tingkat pertumbuhan rumput laut tertinggi dapat terjadi pada umur hari sedangkan berat bibit yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang baik berkisar antara g (Sudiharjo, 2001). Penambahan lama pemeliharaan akan menyebabkan persaingan antar thallus dalam hal kebutuhan cahaya matahari, zat 15

13 hara dan ruang gerak sehingga tidak menguntungkan dalam budidaya (Soegiarto dkk., 1987). Pertumbuhan rumput laut dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan antara lain jenis rumput laut, galur, bagian thallus dan umur rumput laut yang akan dibudidayakan. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan antara lain keadaan lingkungan fisika dan kimiawi yang dapat berubah menurut ruang dan waktu, penanganan bibit, perawatan tanaman dan metode budidaya yang digunakan (Syaputra, 2005). Proses pertumbuhan alga dapat pula berlangsung karena adanya peran aktif dari zat fitoplankton, yaitu zat organisme yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, namun jumlah tersebut menentukan berlangsungnya suatu proses fisiologis (Yusuf 2004). Laju pertumbuhan yang dianggap menguntungkan adalah diatas 3% pertambahan berat perhari (Effendi, 1997 dalam Bambang, 2006). Pertumbuhan rumput laut dapat digambarkan dalam 2 bentuk yaitu pertumbuhan harian dan pertumbuhan mutlak. Sedangkan laju pertumbuhannya terdiri dari laju pertumbuhan standar dan rata-rata pertumbuhan harian. 1. Pertumbuhan Mutlak Pertumbuhan mutlak menunjukan selisih antara berat akhir dan berat awal selama masa pemeliharaan (Zonneveld, 1991). 2. Pertumbuhan Harian Pertumbuhan harian adalah pertambahan ukuran baik berat dan panjang yang sebenarnya dalam waktu sehari (Bambang, 2006). 3. Laju Pertumbuhan Standar Laju pertumbuhan standar/specific Growth Rate (SGR) merupakan pertambahan bobot individu dalam persen per hari (Effendie, 1997). 4. Rata-rata Pertumbuhan Harian Rata-rata pertumbuhan harian/average Daily Gain (ADG) merupakan persentase pertumbuhan rata-rata harian dalam satu periode (Duraippah dkk., 2000). 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut 1 1. PENDAHULUAN Rumput laut atau yang biasa disebut seaweed tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Sargassum talusnya berwarna coklat, berukuran besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk I. PENDAHULUAN Eucheuma cottonii merupakan salah satunya jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena mengandung karaginan yang berupa fraksi Kappa-karaginan. Rumput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau yang dikenal dengan sebutan ganggang laut atau alga laut. Beberapa diantaranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dawson (1946) dalam Soegiarto, dkk,(1978), secara umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dawson (1946) dalam Soegiarto, dkk,(1978), secara umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Gracilaria salicornia Menurut Dawson (1946) dalam Soegiarto, dkk,(1978), secara umum Gracilaria salicornia dapat di klasifikasikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar Komoditas unggulan Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik diperkirakan terdapat 555 species rumput laut total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar luas area budidaya rumput laut 1.110.900

Lebih terperinci

Kerangka Pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kappaphycus alvarezii

Kerangka Pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kappaphycus alvarezii 3 Kerangka Pemikiran Penempatan posisi tanam pada kedalaman yang tepat dapat meningkatkan produksi rumput laut dan kualitas kandungan karaginan rumput laut. Untuk lebih jelas, kerangka pemikiran penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rumput laut Rumput laut atau seaweed merupakan nama dalam perdagangan nasional untuk jenis alga yang banyak di panen di laut. Rumput laut atau alga yang sering kali di terjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Media Litbang Sulteng III (1) : 21 26, Mei 2010 ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Oleh : Novalina Serdiati, Irawati Mei Widiastuti

Lebih terperinci

Alga (ganggang) Alga sering disebut ganggang.

Alga (ganggang) Alga sering disebut ganggang. Alga (ganggang) Alga sering disebut ganggang. Alga termasuk golongan tumbuhan berklorofil tubuh disebut talus yaitu tidak punya akar, batang dan daun. Alga dianggap sebagai bentuk tumbuhan rendah karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Budidaya Rumput Laut Desa Ketapang

II. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Budidaya Rumput Laut Desa Ketapang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Budidaya Rumput Laut Desa Ketapang Budidaya rumput laut di Ketapang di mulai pada tahun 1990. Awalnya budidaya rumput laut dimiliki pengusaha asal Cina, sedangkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, termasuk salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu 95.181 km dan memiliki keanekaragaman hayati laut berupa

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN BIBIT RUMPUT LAUT

LAJU PERTUMBUHAN BIBIT RUMPUT LAUT LAJU PERTUMBUHAN BIBIT RUMPUT LAUT Eucheuma cattonii DENGAN PERLAKUAN ASAL THALLUS TERHADAP BOBOT BIBIT DI PERAIRAN LAKEBA, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA Oleh : Nurfadly Mamang C 64104014 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA

KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA DISUSUN OLEH : Yosua 125100601111007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Rumput Laut Rumput laut adalah makroalga yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan 4.1. Laju Pertumbuhan Mutlak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan mutlak Alga K. alvarezii dengan pemeliharaan selama 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Rumput Laut

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Rumput Laut TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Rumput Laut Rumput laut terdiri dari karaginofit, agarofit dan alginofit. Karaginofit merupakan rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karaginan. Agarofit penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang 70 % dari wilayahnya terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang 70 % dari wilayahnya terdiri dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang 70 % dari wilayahnya terdiri dari lautan. Sebagai negara yang dikelilingi oleh lautan, Indonesia memiliki sumberdaya laut yang sangat melimpah.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wilayah pesisir Teluk Kupang cukup luas, agak tertutup dan relatif terlindung dari pengaruh gelombang yang besar karena terhalang oleh Pulau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Pantai Lebih kurang tiga perempat bagian dari permukaan bumi tertutup air. Dari segi ekosistem, dapat dibedakan menjadi air tawar, air laut dan air payau seperti yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN :

Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : Pengaruh Kedalaman Tanam Terhadap Pertumbuhan Eucheuma spinosum Pada Budidaya dengan Metode Rawai Yuniarlin Hilmi Farnani, Nunik Cokrowati, Nihla Farida Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

STUDI LAJU PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Euchema spinosum DAN Eucheuma cottoni DI PERAIRAN DESA KUTUH, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG-BALI

STUDI LAJU PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Euchema spinosum DAN Eucheuma cottoni DI PERAIRAN DESA KUTUH, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG-BALI STUDI LAJU PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Euchema spinosum DAN Eucheuma cottoni DI PERAIRAN DESA KUTUH, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG-BALI Dwi Budi Wiyanto 1 dan Komang Dianto 2 1) Prodi Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benda keras lainnya. Secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benda keras lainnya. Secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus, tumbuh di alam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun Sekotong Lombok Barat, NTB. Pelaksanaan penelitian selama ± 65 hari dari bulan Februari hingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Rumput Laut Dalam pembangunan diwilayah pesisir, salah satu pengembangan kegiatan ekonomi yang sedang digalakkan pemerintah adalah pengembangan budidaya rumput laut. Melalui

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Gracilaria verrucosa menurut Dawes (1981) adalah:

II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Gracilaria verrucosa menurut Dawes (1981) adalah: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Gracilaria verrucosa Klasifikasi Gracilaria verrucosa menurut Dawes (1981) adalah: Kingdom Division Class Ordo Family Genus Species : Plantae : Rhodophyta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan

BAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang

Lebih terperinci

Pertumbuhan Rumput Laut

Pertumbuhan Rumput Laut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju pertumbuhan Laju pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diperoleh selama penelitian terdapat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1.PertumbuhanRumputLautSetelah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kappaphycus alvarezii Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut penghasil kappa kraginan yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropis

Lebih terperinci

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan LAMA PENCAHAYAAN MATAHARI TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DENGAN METODE RAKIT APUNG Haryo Triajie, Yudhita, P, dan Mahfud Efendy Program studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

2.1. Pengertian Lumut (Bryophyta)

2.1. Pengertian Lumut (Bryophyta) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lumut (Bryophyta) Lumut merupakan kelompok tumbuhan yang telah beradaptasi dengan lingkungan darat. Kelompok tumbuhan ini penyebarannya menggunakan spora dan telah

Lebih terperinci

Praktikum IV Biologi Laut

Praktikum IV Biologi Laut Praktikum IV Biologi Laut Rumput laut (seaweed), alga, ganggang dan lamun (seagrass) adalah tumbuhan yang memiliki perbedaan. Makroalga, rumput laut, dikenal sebagai tumbuhan thallus (Thallophyta), karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Rumput laut merupakan tanaman laut yang sangat populer dibudidayakan di laut. Ciri-ciri rumput laut adalah tidak mempunyai akar, batang maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT DISUSUN OLEH : NAMA : ANANG SETYA WIBOWO NIM : 11.01.2938 KELAS : D3 TI-02 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012/2013 TEKNOLOGI BUDIDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dua pertiga dari luas negara Indonesia terdiri dari laut dan dilalui garis

I. PENDAHULUAN. Dua pertiga dari luas negara Indonesia terdiri dari laut dan dilalui garis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dua pertiga dari luas negara Indonesia terdiri dari laut dan dilalui garis khatulistiwa serta kaya akan sumberdaya laut. Di samping fauna laut yang beraneka ragam dijumpai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau sea weeds secara ilmiah dikenal dengan istilah alga atau ganggang. Rumput laut termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka A. Definisi dan Biologi Rumput Laut

Bab II Tinjauan Pustaka A. Definisi dan Biologi Rumput Laut Bab II Tinjauan Pustaka A. Definisi dan Biologi Rumput Laut Rumput laut (seaweed) merupakan organisme fotosintetik tingkat rendah yang tidak memiliki akar, batang dan daun serta hidup di perairan, baik

Lebih terperinci

KANDUNGAN KLOROFIL, FIKOERITRIN DAN KARAGINAN PADA RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum YANG DITANAM PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA

KANDUNGAN KLOROFIL, FIKOERITRIN DAN KARAGINAN PADA RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum YANG DITANAM PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA KANDUNGAN KLOROFIL, FIKOERITRIN DAN KARAGINAN PADA RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum YANG DITANAM PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA Veronika dan Munifatul Izzati Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang perbedaan

Lebih terperinci

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line Standar Nasional Indonesia Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015

Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015 PERTUMBUHAN ALGA COKELAT Padina australis Hauch DI PERAIRAN PESISIR, DESA KAMPUNG AMBON, KECAMATAN LIKUPANG TIMUR, KABUPATEN MINAHASA UTARA DESY M.H. MANTIRI Rene Charles Kepel 1, Desy M.H. Mantiri 1,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Rumput laut merupakan sumber daya alam lautan yang memiliki nilai gizi lengkap dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Rumput laut makanan (edible seaweed) telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004),

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati sangat besar dan beragam, salah satunya adalah rumput

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS RUMPUT LAUT DI DAERAH PESISIR PANTAI KELURAHAN SONGKA KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO ABSTRAK

STRATEGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS RUMPUT LAUT DI DAERAH PESISIR PANTAI KELURAHAN SONGKA KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO ABSTRAK VOLUME 3 NO.3 OKTOBER 2015 STRATEGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS RUMPUT LAUT DI DAERAH PESISIR PANTAI KELURAHAN SONGKA KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO ABSTRAK Dharma Fidyansari, S.Pi., M.M. Anitasari Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan

I. PENDAHULUAN. alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang subur dan kaya akan sumberdaya alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan terluas di dunia, Indonesia

Lebih terperinci

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan 1 B. D. Putra et al. / Maspari Journal 03 (2011) 36-41 Maspari Journal 03 (2011) 36-41 http://masparijournal.blogspot.com Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda

Lebih terperinci

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia. Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 2, 31-35 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00066

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas pertanian unggulan yang dianggap memiliki prospek yang baik. Hal ini terkait dengan semakin

Lebih terperinci

Lumut/Bryophyta. Alat perkembangbiakan lumut hati

Lumut/Bryophyta. Alat perkembangbiakan lumut hati Lumut/Bryophyta 1. Ciri-ciri dan sifat lumut Pada umumnya kita menyebut "lumut" untuk semua tumbuhan yang hidup di permukaan tanah, batu, tembok atau pohon yang basah, bahkan yang hidup di air. Padahal

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan genera terbesar dari Famili Sargassaceae. Klasifikasi Sargassum sp.

II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan genera terbesar dari Famili Sargassaceae. Klasifikasi Sargassum sp. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sargassum sp. 2.1.1 Klasifikasi Sargassum adalah salah satu genus dari kelompok rumput laut coklat yang merupakan genera terbesar dari Famili Sargassaceae. Klasifikasi Sargassum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman setelah perkecambahan. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki akar,

2. TINJAUAN PUSTAKA. Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki akar, 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan taksonomi rumput laut Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati. Tanaman ini biasanya melekat pada substrat dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini

Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini 1.2 Ansar Ismail, 2 Rully Tuiyo, 2 Mulis 1 ansarismail@yahoo.com 2 Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Gracilaria verrucosa

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Gracilaria verrucosa 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Gracilaria verrucosa Gracilaria merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyta) dengan anggota kurang lebih 100 jenis, antara lain Gracilaria gigas Harv.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia 41 V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT 5.1. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Dunia 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah

Lebih terperinci

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. IV METODOLOGI 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 31 Mei 2012 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. 4.2 Materi Penelitian

Lebih terperinci

RINGKASAN. Gracilarin lichenuides merupakan salah satu jenis rumput laut kelompok

RINGKASAN. Gracilarin lichenuides merupakan salah satu jenis rumput laut kelompok RINGKASAN NURUL DHEWANI,MIRAH SJAFRTE. Studi Perkembangan dan Pertumbuhan Karpospora Gracilmia lichenuides (Linn.) Gmel., Rhodophyceae (Dibawah bimbingan H. Muhammad Eidman sebagai ketua, Anwar Bey Pane

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. daerah Gunung Kidul Yogyakarta dan pesisir Nusa Tenggara (Julyasih et

BAB I. PENDAHULUAN. daerah Gunung Kidul Yogyakarta dan pesisir Nusa Tenggara (Julyasih et BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selada laut (Ulva lactuca L) adalah makroalga laut yang banyak digunakan sebagai bahan pangan oleh masyarakat Indonesia di beberapa daerah seperti daerah Gunung Kidul

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang ekstrim yang disertai peningkatan temperatur dunia yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.. Keadaan Umum Daerah Penelitian 5... Keadaan Umum Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam regional Provinsi Bali.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci