STUDI LAJU PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Euchema spinosum DAN Eucheuma cottoni DI PERAIRAN DESA KUTUH, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG-BALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI LAJU PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Euchema spinosum DAN Eucheuma cottoni DI PERAIRAN DESA KUTUH, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG-BALI"

Transkripsi

1 STUDI LAJU PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Euchema spinosum DAN Eucheuma cottoni DI PERAIRAN DESA KUTUH, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG-BALI Dwi Budi Wiyanto 1 dan Komang Dianto 2 1) Prodi Ilmu Kelautan, FKP Universitas Udayana 2) Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Udayana wiyanto_marine@yahoo.com ABSTRAK Rumput laut merupakan komoditi hasil perikanan bukan ikan (non fishes). Nilai permintaan pasar akan rumput laut, baik dari pasar dalam negeri maupun luar negeri memiliki prospek cerah sebagai komoditas perdagangan pada pasar internasional. Pulau Bali merupakan salah satu pulau penghasil rumput laut di Indonesia. Produksi rumput laut di Bali pada 2008 turun 15,2% dibandingkan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar perbedaan laju pertumbuhan rumput laut antara E. cottonii dengan E. spinosum. Budidaya rumput laut dilakukan dengan metode rakit lepas dasar (off bottom method) sebanyak 2 unit dengan ukuran masing-masing 5x2.5 meter. Jarak tanam masing-masing bibit yaitu cm. Berat bibit Rumput laut E. cottonii Rumput laut E. spinosum yaitu sebesar 100 gram. Waktu pemeliharaan selama 40 hari, dan pengambilan sampel dilakukan setiap 10 hari sekali sebanyak 10 sampel rumput laut. Hasil penelitian menunjukkan rumput laut E. cottonii lebih cepat pertumbuhannya dibanding dengan E. spinosum. Pertumbuhan harian rumput laut dari spesies E. spinosum pada 10 hari pertama lebih cepat dibanding rumput laut dari spesies E. cottonii. Akan tetapi 10 hari kedua sampai 10 hari ketiga pertumbuhan rumput laut E. cottonii lebih cepat dibandingkan E. spinosum. Berat rata-rata dari Euheuma cottonii selama 40 hari penanaman adalah gram sedangkan berat rata-rata Eucheuma spinosum adalah 185,55 gram. Kondisi perairan dilokasi penelitian masih dalam batas normal untuk pertumbuhan rumput laut dari kedua spesies rumput laut yang dibudidayakan. Keyword : Laju Pertumbuhan, Rumput Laut, Euchema spinosum dan Eucheuma cottoni

2 BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumput laut merupakan komoditi hasil perikanan bukan ikan (non fishes). Permintaan luar negeri terhadap rumput laut Indonesia pada tahun 1990 sebesar ton dengan total nilai US $ 7,16 juta yang terus meningkat hingga pernah mencapai ton pada tahun 1995 dengan total nilai US$ 21,30 juta (Depertemen kelautan dan perikanan, 2002 dalam Junaidi et.al, 2007). Pulau Bali merupakan salah satu pulau penghasil rumput laut di Indonesia. Produksi rumput laut di Bali pada 2008 turun 15,2% dibandingkan Salah satu sentra budidaya rumput laut di Bali adalah di Desa Kutuh Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, dari data tersebut diatas peneliti memandang perlu untuk dilakukan peneltian tentang pertumbuhan rumput laut guna meningkatkan produksi rumput laut serta pemanfaatan lahan budidaya yang masih belum optimal Perumusan Masalah Selama ini belum diketahui spesies mana yang mempunyai laju pertumbuhan yang lebih baik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui laju pertumbuhan antara E. cottonii dan E. spinosum yang hidup pada perairan yang sama. 1.3.Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar perbedaan laju pertumbuhan rumput laut antara E. cottonii dengan E. spinosum diperairan Desa Kutuh, Kuta Selatan Kabupaten Badung-Bali. 1.4.MANFAAT Dengan diketahuinya laju pertumbuhan E. cottonii dan E. spinosum maka dapat memberikan gambaran dalam produktivitas pada masing-masing spesies, sehingga produksi rumput laut dapat ditingkatkan untuk mempercepat target pemerintah mengenai ekspor rumput laut di Indonesia. BAB. II METODE PENELITIAN 2.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sample survey method atau survey di lapangan. Sampel survey method adalah pengambilan data dengan cara mencatat data mengenai situasi dan kejadian pada waktu dan tempat serta populasi yang terbatas, sehingga memberikan gambaran tentang situasi dan kondisi lokal (Hadi,1986). Metode survey merupakan metode yang cenderung untuk meneliti sejumlah kecil variable pada unit sampel yang besar. Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling adalah metode sampling pertimbangan, yaitu metode pengambilan lokasi dan sampel didasarkan atas adanya tujuan tertentu dengan berbagai pertimbangan (Arikunto, 1993). Data akan dianalisis menggunakan uji T, selanjutnya dari hasil analisis tersebut ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik serta keterangan diskriptif. Data hasil pengukuran berat rumput laut setelah dianalisis, kemudian di uji menggunakan uji-t. Uji-t digunakan untuk membandingkan antara dua contoh dengan jenis yang berbeda (Romimohtarto dan Juwana, 1999). X1 X2 Uji-t =, dimana : d X 1 X 2 = E. cottonii E. spinosum σd = simpangan baku nilai rata-rata Hipotesis : Ho : Laju pertumbuhan E. cottonii sama dengan E. spinosum Hi : Ada perbedaan laju pertumbuhan pada E. cottonii dan E. spinosum Pengambilan keputusan pada uji-t membandingkan nila t hitung dengan t tabel : 1. Jika nilai t hitung > t tabel, maka H 0 = ditolak, dan H 1 = diterima, maka ada perbedaan yang nyata laju pertumbuhan E. cottonii dan E. spinosum. 2. Jika nilai t hitung < t tabel, maka H 0 = diterima dan H 1 = ditolak, maka tidak ada perbedaan yang nyata laju pertumbuhan E. cottonii dan E. spinosum. Budidaya rumput laut dilakukan dengan metode rakit lepas dasar (off bottom method) sebanyak 2 unit dengan ukuran tali masing-

3 masing 3 meter. Jarak tanam masing-masing bibit yaitu cm. Jenis rumput laut yang digunakan yaitu Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum. Berat bibit Rumput laut E. cottonii Rumput laut E. spinosum yaitu sebesar ± 100 gram. Waktu pemeliharaan selama 40 hari, dan pengambilan sampel dilakukan setiap 10 hari sekali sebanyak 10 sampel rumput laut Parameter Utama Penghitungan pertumbuhan mutlak dilakukan dengan menggunakan menggunakan rumus mutlak, standar dan ratarata pertumbuhan harian menurut Effendi, (1997). 1. Pertumbuhan Mutlak G Wt Wo Gr Wt Wo / t Keterangan : G : Pertumbuhan mutlak Gr : Laju Pertumbuhan harian Wt : bobot pada waktu pengamatan (gram) Wo : Bobot Awal (gram) t : waktu (hari) 2. Pertumbuhan Standar ln wt ln wo SGR x100% t Keterangan: SGR : Laju Pertumbuhan Standar (%) lnwt : Berat akhir Rumput Laut (gram) lnwo : Berat Awal Rumput Laut (gram) t : waktu (hari) 3. Rata-Rata Pertumbuhan Harian wt ADG t 1 x100% wo Keterangan : ADG : Pertumbuhan Harian (%) Wt : Bobot Setelah t hari (gram) Wo : Bobot Awal (gram) t : waktu (hari) 2.3. Parameter Penunjang a. Suhu Suhu permukaan air diukur dengan menggunakan thermometer analog, yaitu dicelupkan sekitar 50 cm dari permukaan air. b. ph Cara praktis mengukur ph adalah menggunakan ph pen yaitu menghidupkannya dan mencelupkan ke perairan kemudian mencatat hasilnya (berupa angka). c. Kecepatan arus Dilakukan dengan menggunakan bola duga yang diberi benang 1 meter kemudian dilepas diperairan menggunakan timer/stopwatch (Bambang, 2006 dalam Alaerts dan Santika, 1984). d. Salinitas Meneteskan satu tetes air laut pada prisma refraktometer, kemudian melihat angka yang tertera pada bagian eye piece dan akan tertera nilai salinitasnya serta mencatat nilai hasil pengamatan. e. Kecerahan Secara perlahan-lahan sechi disk dimasukkan dalam air hingga batas kelihatan dan dicatat kedalamannya. Kemudian sechi disk diturunkan sampai tidak kelihatan, kemudian pelan-pelan ditarik sampai nampak lagi dan dicatat kedalamannya. Data yang diperoleh dimasukkan dalam rumus : Kecerahan = (Kedalaman 1 - Kedalaman 2) / 2 (Bambang, 2006 dalam Alaerts dan Santika, 1984) Analisa Data Deny (2007) menjelaskan bahwa Uji-t (ttest) merupakan statistik uji yang sering kali ditemui dalam masalah-masalah praktis statistika. Uji-t termasuk dalam golongan statistika parametrik. Statistik uji ini digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji-t digunakan ketika informasi mengenai nilai variance (ragam) populasi tidak diketahui. Uji-t dapat dibagi menjadi 2, yaitu uji-t yang digunakan untuk pengujian hipotesis 1- sampel dan uji-t yang digunakan untuk pengujian hipotesis 2-sampel.

4 BAB. III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pertumbuhan Rumput Laut Penelitian tentang laju pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum, dilakukan selama 40 hari, setiap rentang 10 hari dilakukan pengambilan sampel secara acak, kemudian ditimbang berat dari masing-masing spesies. Pengambilan sampel tersebut dilakukan sebanyak empat kali (empat puluh hari) dengan berat awal masing-masing spesies ± 100 gram. Berdasarkan hasil pengukuran ratarata pertumbuhan 10 sepuluh hari pertama, Eucheuma cottonii adalah sebesar gram, sedangkan pada Eucheuma spinosum pertumbuhan selama sepuluh hari pertama adalah gram. Pertumbuhan pada 10 hari pertama terjadi perbedaan antara kedua species (Lampiran 1b), dimana pertumbuhan spesies Eucheuma spinosum lebih cepat dari spesies Eucheuma cottonii. Hasil analisa data menggunakan uji-t, dapat dilihat pada (Lampiran 2a). Data tersebut menunjukkan bahwa kedua rata-rata berat sampel dari sepuluh hari pertama ada perbedaan. Hal ini ditunjukkkan oleh nilai signifikansi α > 0,05. Nilai tersebut menyatakan bahwa kedua spesies memiliki laju pertumbuhannya berbeda, yaitu t hitung > t tabel dimana t hitung sebesar dan t tabel sebesar Pengukuran pertumbuhan 10 hari kedua pada Eucheuma cottonii adalah sebesar gram, sedangkan pada spesies Eucheuma spinosum adalah sebesar gram (Lampiran 1c). Pada pengamatan dan pengukuran 10 hari kedua terjadi perbedaan pertumbuhan dengan 10 hari pertama, pertumbuhan spesies Eucheuma spinosum lebih cepat dari spesies Eucheuma cottonii. Hasil analisa data menggunakan uji-t, dapat dilihat pada (Lampiran 2b). Data tersebut menunjukkan bahwa kedua rata-rata berat sampel dari sepuluh hari kedua ada perbedaan. Hal ini ditunjukkkan oleh nilai signifikansi α > 0,05. Nilai tersebut menyatakan bahwa kedua spesies memiliki laju pertumbuhannya berbeda, yaitu t hitung > t tabel dimana t hitung sebesar dan t tabel sebesar Pengamatan dan Pengukuran pada 10 hari ketiga pertumbuhan spesies Eucheuma cottonii adalah sebesar gram. sedangkan pertumbuhan pada spesies Eucheuma spinosum adalah sebesar (Lampiran 1d). Pada pengamatan sepuluh hari ketiga ini, terjadi perbedaan dimana spesies Eucheuma cottonii lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan dengan Eucheuma spinosum. Hasil analisa data menggunakan uji-t, dapat dilihat pada (Lampiran 2c). Data tersebut menunjukkan bahwa kedua rata-rata berat sampel dari sepuluh hari ketiga ada perbedaan. Hal ini ditunjukkkan oleh nilai signifikansi α > 0,05. Nilai tersebut menyatakan bahwa kedua spesies memiliki laju pertumbuhannya berbeda, yaitu t hitung > t tabel dimana t hitung sebesar dan t tabel sebesar Pada pengamatan dan pengukuran 10 hari keempat, pertumbuhan spesies Eucheuma cottonii mencapai gram, sedangkan pada pertumbuhan spesies Eucheuma spinosum mencapai (Lampiran 1e). Pertumbuhan pada spesies Eucheuma cottonii lebih cepat dari spesies Eucheuma spinosum. Pada pengukuran dan pengamatan 10 hari keempat kedua spesies pertumbuhannya sangat rendah, hal ini di karenakan pada 10 hari keempat budidaya rumput laut dari kedua spesies ini diserang oleh hama yaitu ikan-ikan kecil disekitar lokasi. Hasil analisa data menggunakan uji-t, dapat dilihat pada Lampiran (Lampiran 2d). Data tersebut menunjukkan bahwa kedua rata-rata berat sampel dari sepuluh hari keempat ada perbedaan. Hal ini ditunjukkkan oleh nilai signifikansi α > 0,05. Nilai tersebut menyatakan bahwa kedua spesies memiliki laju pertumbuhannya yang sama, yaitu t hitung > t tabel dimana t hitung sebesar dan t tabel sebesar Data hasil analisa berat rata-rata rumput laut dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa berat rata-rata dari Euheuma cottonii selama 40 hari penanaman adalah gram sedangkan berat rata-rata Eucheuma spinosum adalah 185,55 gram. Dari data tersebut terlihat adanya perbedaan berat antara dua spesies.

5 3.2. Pertumbuhan Mutlak Kecepatan pertumbuhan mutlak ialah pertumbuhan ukuran baik berat dan panjang yang sebenarnya dalam waktu 40 hari/sampai panen (Effendi, 1997) dalam Bambang (2006). Hasil perhitungan laju pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian tertera dalam Tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Laju Pertumbuhan Mutlak (G) dan Laju Pertumbuhan Harian (Gr). Berdasarkan hasil hasil perhitungan yang didapatkan, nilai rata-rata petumbuhan mutlak antara E. Cottonii dan E. Spinosum dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Pada sampling ketiga (10 hari ketiga), laju pertumbuhan mutlak rumput laut E. cottonii lebih cepat dari pada laju pertumbuhan mutlak rumput laut E. spinosum, yaitu laju pertumbuhan pada E. cottonii sebesar 39,56 gr/10 hari dan laju pertumbuhan E. spinosum sebesar 35,34 gr/10 hari. Sedangkan pada sampling keempat (10 hari keempat), laju pertumbuhan mutlak rumput laut E. cottonii lebih cepat dari pada laju pertumbuhan mutlak rumput laut E. spinosum, yaitu laju pertumbuhan E. cottonii sebesar 42,38 gr/hari sedangkan laju pertumbuhan pada E. spinosum sebesar 32,48 gr/10 hari. Pada pengukuran laju pertumbuhan 10 hari keempat pertumbuhan rumput laut dari spesies E. Spinosum cenderung menuun, hal ini diduga karena rumput laut tersebut di ganggu oleh hama, yaitu di makan oleh ikan, hal ini juga terjadi pada petani umput laut di Desa Kuttuh. Dari hasil analisa perhitungan laju pertumbuhan harian didapatkan nilai laju pertumbuhan harian antara Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini : Gambar 1. Grafik Laju Pertumbuhan Mutlak Berdasarkan data Tabel 2 dan Gambar 1 grafik di atas, dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan mutlak pada rumput laut E. cottonii dan E. spinosum terlihat perbedaannya. Pada sampling pertama (10 hari pertama), laju pertumbuhan mutlak rumput laut E. spinosum lebih cepat dibanding laju pertumbuhan mutlak E. cottonii, yaitu laju pertumbuhan pada E. cottonii sebesar gr/10 hari, sedangkan laju pertumbuhan pada rumput laut E. spinosum gr/10 hari. Pada sampling kedua (10 hari kedua), laju pertumbuhan mutlak rumput laut E. cottonii lebih cepat dibanding laju pertumbuhan mutlak E. spinosum, yaitu laju pertumbuhan pada E. cottonii sebesar gr/10 hari, sedangkan laju pertumbuhan pada E. spinosum gr/10 hari. Gambar 2. Grafik Laju Pertumbuhan Harian Dari data Tabel 2 dan Gambar 2 grafik diatas, menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian pada rumput laut E. cottonii dan E. spinosum terlihat perbedaannya. Pada sampling pertama (10 hari pertama), laju pertumbuhan harian rumput laut E. spinosum lebih cepat dibanding laju pertumbuhan harian rumput laut E. cottonii, yaitu laju pertumbuhan harian rumput laut E. cottonii sebesar 3.03 gr/hari, sedangkan pada laju pertumbuhan harian rumput laut E. spinosum sebesar 3.35 gr/hari.

6 Pada sampling kedua (10 hari kedua) laju pertumbuhan harian rumput laut E. cottonii lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan harian rumput laut E. spinosum, yaitu laju pertumbuhan harian pada rumput laut E. cottonii sebesar 3,74 gr/hari, sedangkan laju pertumbuhan harian rumput laut E. spinosum sebesar 3,42 gr/hari. Pada pengukuran sampling 10 hari kedua ini laju pertumbuhan harian pada rumput laut E. cottonii cenderung meningkat dari pengukuran 10 hari pertama yaitu dari 3.03 gr/hari naik hingga 3,74 gr/hari. Pada spesies E. spinosum, laju pertumbuhan harian juga mengalami kenaikan yaitu 3,35 gr/hari hingga mencapai 3,42 gr/hari. Pada sampling ketiga (10 hari ketiga), laju pertumbuhan harian pada rumput laut E. cottonii lebih cepat dari pada laju pertumbuhan harian rumput laut E. spinosum, yaitu laju pertumbuhan harian rumput laut E. cottonii sebesar 3,96 gr/hari, sedangkan pada laju pertumbuhan rumput laut E. spinosum sebesar 3,53 gr/hari. Laju pertumbuhan harian pada rumput laut E. cottonii cenderung meningkat dari pengukuran laju pertumbuhan harian 10 hari kedua, yaitu dari 3,74 gr/hari turun hingga 3,96 gr/hari. Sama halnya dengan laju pertumbuhan harian rumput laut E. Spinosum cenderung meningkat yaitu dari 3,42 gr/hari hingga 3,53 gr/hari. Pada sampling keempat (10 hari keempat), laju pertumbuhan harian pada rumput laut E. cottonii lebih cepat dari pada laju pertumbuhan harian rumput laut E. spinosum, yaitu laju pertumbuhan harian rumput laut E. cottonii sebesar 4,24 gr/hari, sedangkan pada laju pertumbuhan rumput laut E. spinosum sebesar 3,25 gr/hari. Laju pertumbuhan harian pada rumput laut E. spinosum cenderung menurun dari pengukuran laju pertumbuhan harian 10 hari ketiga, yaitu dari 3,53 gr/hari turun hingga 3,25 gr/hari. Menurunnya laju pertumbuhan harian pada E. spinosum diduga disebabkan oleh adanya hama yaitu ikan. Beberapa jenis ikan dilokasi budidaya memakan rumput laut, hal ini juga ini alami oleh petani rumput laut disekitar lokasi penelitian Pertumbuhan Standart Berdasarkan hasil analisa (Tabel. 2 dan Gambar 3), diketahui bahwa pada sampling pertama (10 hari pertama), laju pertumbuhan standar pada E. spinosum terlihat lebih tinggi dibanding E. cottonii, yaitu laju pertumbuhan standar pada rumput laut E. cottonii sebesar 2,63 %, sedangkan laju pertumbuhan standar pada E. spinosum sebesar 2,87 %. Pada sampling kedua (10 hari kedua), laju pertumbuhan standar pada E. cottonii terlihat lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan standar rumput laut E. spinosum, yaitu laju pertumbuhan standar pada rumput laut E. cottonii sebesar 2,51 %, sedangkan laju pertumbuhan standar pada E. spinosum sebesar 2,27%. Pada laju pertumbuhan standart rumput laut spesies E. Spinosum, terjadi penurunan dibanding pada sampling 10 hari pertama, yaitu dari 2,87 % turun hingga 2,27%. Pada sampling ketiga (10 hari ketiga), laju pertumbuhan standar pada E. cottonii terlihat lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan standar rumput laut E. spinosum, yaitu laju pertumbuhan standar pada rumput laut E. cottonii sebesar 2,11%, sedangkan laju pertumbuhan standar pada E. spinosum sebesar 1,91%. Pada kedua spesies rumput laut terjadi penurunan persentase laju pertumbuhan standar dibandingan pada sampling 10 hari kedua, dimana laju pertumbuhan standar rumput laut E. cottonii turun dari 2,51% hingga 2,11%, sedangkan penurunan laju pertumbuhan rumput laut E. spinosum turun dari 2,27 % hingga 1,91%. Pengukuran sampling keempat (10 hari keempat), laju pertumbuhan standar pada E. cottonii terlihat lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan standart rumput laut E. spinosum, yaitu laju pertumbuhan standar pada rumput laut E. cottonii sebesar 1,86 %, sedangkan laju pertumbuhan standar pada E. spinosum sebesar 1,48 %. Dari kedua spesies terjadi persentase penurunan laju pertumbuhan standar dibandingkan dengan sampling ketiga (10 hari ketiga) yaitu pada rumput laut E. cottonii dari 2,11 % turun hingga mencapai 1,86 %, sedangkan pada E. spinosum dari 1,91 % turun hingga mencapai 1,48 %.

7 Gambar 3. Grafik Laju Pertumbuhan standar Tabel 3. Laju Pertumbuhan Standar (SGR) 3.4. Rata-Rata Pertumbuhan Harian Dari hasil perhitungan Laju Pertumbuhan Harian (ADG) didapatkan nilai laju pertumbuhan antara E. cottonii dan E. spinosum yang tersaji pada Gambar 5 dan Tabel 4 berikut ini. Gambar 4. Grafik Laju Pertumbuhan Harian Tabel 4. Laju Pertumbuhan Harian (ADG) Berdasarkan hasil analisa (Tabel 4 dan Gambar 4), laju pertumbuhan harian rumput laut pada sampling pertama (10 hari pertama) menunjukkan bahwa rata-rata hasil pertumbuhan harian tidak jauh berbeda, yaitu pada rumput laut E. cottonii persentase laju pertumbuhan harian yaitu 1,41 %, sedangkan pada rumput laut E. spinosum yaitu 1,42 %. Pada sampling kedua (10 hari kedua) persentase laju pertumbuhan harian pada E. cottonii terlihat lebih tinggi dibanding persentase laju pertumbuhan harian rumput laut E. spinosum, yaitu persentase laju pertumbuhan harian pada rumput laut E. cottonii sebesar 1,40 %, sedangkan persentase laju pertumbuhan harian pada E. spinosum sebesar 1,38%. Pada persentase laju pertumbuhan harian kedua jenis rumput laut terjadi penurunan dibandingkan pada sampling 10 hari pertama, yaitu pada E. cottonii dari 1,41% turun hingga 1,40 %. Sedangkan pada rumput laut E. spinosum terjadi penurunan dari 1,42 % turun hingga 1,40 %. Pada sampling ketiga (10 hari ketiga) persentase laju pertumbuhan harian pada E. cottonii terlihat lebih tinggi dibanding persentase laju pertumbuhan harian rumput laut E. spinosum, yaitu persentase laju pertumbuhan harian pada rumput laut E. cottonii sebesar 1,37 %, sedangkan persentase laju pertumbuhan harian pada E. spinosum sebesar 1,36 %. Pada kedua spesies rumput laut terjadi penurunan persentase laju pertumbuhan harian dibanding pada sampling 10 hari kedua, dimana persentase laju pertumbuhan harian rumput laut E. cottonii turun dari 1,40% hingga 1,37 %, sedangkan penurunan laju pertumbuhan rumput laut E. spinosum dari 1,38 % turun hingga 1,36 %. Pengukuran sampling keempat (10 hari keempat) persentase laju pertumbuhan harian pada E. cottonii terlihat lebih tinggi dibanding persentase laju pertumbuhan harian rumput laut E. spinosum, yaitu persentase laju pertumbuhan harian pada rumput laut E. cottonii sebesar 1,35 %, sedangkan laju pertumbuhan standar pada E. spinosum sebesar 1,32 %. Dari kedua spesies terjadi persentase penurunan laju pertumbuhan harian dibandingkan dengan sampling ketiga (10 hari ketiga) yaitu pada rumput laut E. cottonii dari 1,37 % turun hingga mencapai 1,35 %, sedangkan pada E. spinosum dari 1,36 % turun hingga mencapai 1,32 % Parameter Penunjang 1. Salinitas Berdasarkan hasil pengamatan selama proses budidaya, rata-rata salinitas terendah terjadi pada sampling awal pada saat proses penanaman dengan nilai rata-rata salinitas 34.

8 / 00, Rata-rata tertinggi terdapat pada sampling ketiga dengan nilai rata-rata salinitas 35,4 0 / 00. Tabel 5. Hasil pengukuran salinitas perairan pada setiap sampling rumput laut 2. Suhu Berdasarkan hasil pengamatan dilokasi penelitian (Tabel 6), menunjukkan bahwa rata-rata suhu perairan masih dalam batas normal untuk pertumbuhan rumput laut. Ratarata suhu tertinggi terdapat pada sampling sampling pertama (10 hari pertama) yaitu 30,8 0 C, sedangkan rataan suhu terendah terdapat pada sampling ketiga (10 hari ketiga) dengan nilai rata-rata suhu 28,3 0 C. Tingginya ratarata suhu pada sampling pertama, diduga disebabkan oleh penetrasi cahaya sinar matahari yang tinggi. Faktor lain yang menyebabkan tingginya suhu yaitu diduga kondisi perairan yang jernih sehingga sinar matahari langsung menembus ke kolom perairan dan mengakibatkan suhu cepat naik. Secara umum kondisi rata-rata suhu pada semua sampling masih tergolong pada kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan rumput laut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Afrianto dan Liviawati (1993) menyatakan bahwa rumput laut dari marga Eucheuma pada perairan dengan kisaran suhu air antara C, suhu juga sangat penting peranannya bagi metabolisme rumput laut, karena kecepatan metabolisme meningkat dengan meningkatnya suhu air. Tabel 6. Hasil pengukuran suhu perairan pada setiap sampling rumput laut 3. ph Berdasakan hasil pengamatan (Tabel 7), menunjukkan bahwa hampir mempunyai nilai rata-rata ph yang sama, yaitu 8-9. Pada sampling pertama mempunyai nilai rata-rata ph terendah yaitu 8,5. Nilai ph tertinggi terdapat pada sampling kedua hingga sampling keempat dengan nilai rata-rata ph 9,1-9,2. Tingginya nilai ph pada sampling kedua hingga sampling keempat diduga karena pada sampling ini mempunyai kecerahan tinggi sehingga proses fotosintesis berlangsung optimal sehingga mempengaruhi nilai ph. Tabel 7. Hasil pengukuran ph perairan pada setiap sampling rumput laut. 4. Kecepatan Arus Hasil pengamata kecepatan arus (Tabel 8) dapat di ketahui bahwa nilai rata-rata arus relatif sama. Arus pada lokasi penelitian masih dalam kondisi optimal, hal ini didasarkan pada kecepatan arus di daerah penelitian diduga telah mampu memberikan pasokan berbagai nutrien bagi pertumbuhan rumput laut. Arus mempunyai peranan penting dalam penyebaran unsur hara di laut, karena arus dapat membawa nutrien. Gerakan air ini merupakan pengangkut yang paling baik untuk zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan rumput laut. Tabel 8. Hasil pengukuran arus perairan pada setiap sampling rumput laut 5. Kecerahan Kecerahan suatu perairan pada dasarnya erat hubungannya dengan padatan tersuspensi. Makin tinggi tingkat kecerahan air akan diikuti turunnya padatan tersuspensi, tingginya padatan tersuspensi selain menghambat penetrasi cahaya yang akan masuk ke perairan, keadaan tersebut juga akan menghalangi aktifitas fotosintesis sehingga kadar oksigen turun (Tampubolon dalam Badami, 1998). Kedalam di lokasi penelitian budidaya rumput laut di Desa Kuttuh yaitu pada saat surut terendah sebesar 50 cm dan pada saat pasang mencapai 130 cm. Kecerahan perairan dilokasi penelitian mencapai 100 %. Hal ini

9 dikarenakan dilokasi penelitian perairan sangat jernih, sehingga cahaya matahari dapat tembus sampai ke dasar perairan. BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat dismpulkan bahwa : 1. Budidaya rumput laut E. cottonii dengan E. spinosum yang dibudidayakan pada metode dan lokasi yang sama, rumput laut E. cottonii lebih cepat pertumbuhannya dibanding dengan E. spinosum. 2. Pertumbuhan harian rumput laut dari spesies E. spinosum pada 10 hari pertama lebih cepat dibanding rumpt laut dari spesies E. cottonii. Akan tetapi 10 hari kedua sampai 10 hari ketiga pertumbuhan rumput laut E. cottonii lebih cepat dibandingkan E. spinosum. 3. Berat rata-rata dari Euheuma cottonii selama 40 hari penanaman adalah gram sedangkan berat rata-rata Eucheuma spinosum adalah 185,55 gram. Dari data tersebut terlihat adanya perbedaan berat antara dua spesies. 4. Kondisi perairan dilokasi penelitian masih dalam batas naormal untuk pertumbuhan rumput laut dari kedua spesies rumput laut yang dibudidayakan Saran Adapun saran dari kegiatan penelitian laju pertumbuhan rumput laut ini, diharapkan dilakukan penelitian lanjutan, dengan metode dan perlakuan yang berbeda yaitu metode penanaman dan perlakuan tempat atau lokasi yang berbeda, sehingga dapat diketahui perbedaan pertumbuhan dilokasi yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Afrianto dan Liviawati, Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Bharata: Jakarta Anggadiredja, J, T., Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta Jakarta. Aslan, L. M., Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. Anugarah, Potensi dan Pengembangan Budidaya Perairan di Indonesia. Lembaga penelitian Indonesia. Jakarta. Bambang, D., Kajian Parameter Oceanografi Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) di Perairan Bluto Sumenep Jawa Timur. Universitas Trunujoyo Bangkalan Madura. Deny, Uji Statistika (Speak With Date). Forum Statistika Jakarta. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, Produksi Rumput Laut di Bali turusn 15,2% Depertemen Pertanian, Budidaya Beberapa Hasil Rumput Laut. Departemen Pertanian. Jakarta. Hadi, S Metodology Research I. Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi, UGM. Yogyakarta. Indriani, H., dan Sumiarsih, E., Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut (cetakan 7) Penebar Swadaya, Jakarta. Nazam, M. P. dan A. Surahman, Dampak Pengkajian Budidaya Rumput Laut di Nusa Tenggara Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. Santosa, G.W Budidaya Rumput Laut di Tambak. Program Community College. Industri kelautan dan perikanan. Universitas Diponegoro. Semarang. Sediadi dan Budihardjo., Rumput Laut Komuditas Unggulan. Grasindo Jakarta.

10 Setyati, A. W., Pemasaran Budidaya Rumput Laut. Program Community College. Industri Kelautan dan Perikanan. Universitas Diponegoro Semarang. Semarang. Soenardjo N., Membudidayakan Rumput laut, Balai Pustaka Semarang. Suptijah, Rumput Laut. laut /com. Institut pertanian Bogor. Bogor. Winarno, Teknik Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Media Litbang Sulteng III (1) : 21 26, Mei 2010 ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Oleh : Novalina Serdiati, Irawati Mei Widiastuti

Lebih terperinci

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan LAMA PENCAHAYAAN MATAHARI TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DENGAN METODE RAKIT APUNG Haryo Triajie, Yudhita, P, dan Mahfud Efendy Program studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan Maspari Journal 03 (2011) 58-62 http://masparijournal.blogspot.com Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp dengan Metode Rak Bertingkat di Perairan Kalianda, Lampung Selatan Reza Novyandi, Riris Aryawati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun Sekotong Lombok Barat, NTB. Pelaksanaan penelitian selama ± 65 hari dari bulan Februari hingga

Lebih terperinci

Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini

Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini 1.2 Ansar Ismail, 2 Rully Tuiyo, 2 Mulis 1 ansarismail@yahoo.com 2 Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Lebih terperinci

Pertumbuhan Rumput Laut

Pertumbuhan Rumput Laut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju pertumbuhan Laju pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diperoleh selama penelitian terdapat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1.PertumbuhanRumputLautSetelah

Lebih terperinci

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan 1 B. D. Putra et al. / Maspari Journal 03 (2011) 36-41 Maspari Journal 03 (2011) 36-41 http://masparijournal.blogspot.com Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda

Lebih terperinci

PENINGKATAN LAJU PERTUMBUHAN THALLUS RUMPUT LAUT

PENINGKATAN LAJU PERTUMBUHAN THALLUS RUMPUT LAUT PENINGKATAN LAJU PERTUMBUHAN THALLUS RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) YANG DIRENDAM AIR BERAS DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA Nursyahran dan Reskiati Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Materi 1.1.Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit rumput laut Sargassum polycystum Bibit tanaman yang digunakan pada

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR SB

SIDANG TUGAS AKHIR SB SIDANG TUGAS AKHIR SB 091358 Pengaruh Salinitas terhadap Kandungan Protein dan Pertumbuhan Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) Oleh : Hutami Tri Retnani 1508 100 008 Dosen Pembimbing : Dra. Nurlita

Lebih terperinci

Pertumbuhan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) yang dibudidaya dalam kantong jaring dengan berat awal berbeda di Teluk Talengen Kepulauan Sangihe

Pertumbuhan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) yang dibudidaya dalam kantong jaring dengan berat awal berbeda di Teluk Talengen Kepulauan Sangihe Pertumbuhan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) yang dibudidaya dalam kantong jaring dengan berat awal berbeda di Teluk Talengen Kepulauan Sangihe (The growth of seaweed (Kappaphycus alvarezii) cultured

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan 4.1. Laju Pertumbuhan Mutlak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan mutlak Alga K. alvarezii dengan pemeliharaan selama 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Lebih terperinci

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji 13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitiaan telah dilaksanakan di perairan Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Jangka waktu pelaksanaan penelitian terdiri

Lebih terperinci

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN: PENGARUH JARAK LOKASI PEMELIHARAAN TERHADAP MORFOLOGI SEL DAN MORFOLOGI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DI DESA LOBUK KECAMATAN BLUTO, KABUPATEN SUMENEP Ardiansyah Rozaki 1, Haryo Triajie 2, Eva Ari

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi

Lebih terperinci

Studi Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Berbagai Metode Penanaman yang berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Studi Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Berbagai Metode Penanaman yang berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan ii Maspari Journal 03 (2011) 51-57 http://masparijournal.blogspot.com Studi Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Berbagai Metode Penanaman yang berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi 1.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu bibit Sargassum polycystum, sampel air laut, kertas Whatman no.1, HCL 1N, Phenolpthaelin,

Lebih terperinci

Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada perbedaan kedalaman dan berat awal di perairan Talengen Kabupaten Kepulauan Sangihe

Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada perbedaan kedalaman dan berat awal di perairan Talengen Kabupaten Kepulauan Sangihe Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada perbedaan kedalaman dan berat awal di perairan Talengen Kabupaten Kepulauan Sangihe (The growth of Kappaphycus alvarezii under different depth and initial

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SPESIES ALGA KOMPETITOR Eucheuma cottonii PADA LOKASI YANG BERBEDA DI KABUPATEN SUMENEP

IDENTIFIKASI SPESIES ALGA KOMPETITOR Eucheuma cottonii PADA LOKASI YANG BERBEDA DI KABUPATEN SUMENEP IDENTIFIKASI SPESIES ALGA KOMPETITOR Eucheuma cottonii PADA LOKASI YANG BERBEDA DI KABUPATEN SUMENEP Moh Hadi Hosnan 1, Apri Arisandi 2, Hafiludin 2 Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN LAUT DAN PAYAU (BPBILP) LAMU KABUPATEN BOALEMO 1 Ipton Nabu, 2 Hasim, dan

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN :

Jurnal KELAUTAN, Volume 6, No.1 April 2013 ISSN : Pengaruh Kedalaman Tanam Terhadap Pertumbuhan Eucheuma spinosum Pada Budidaya dengan Metode Rawai Yuniarlin Hilmi Farnani, Nunik Cokrowati, Nihla Farida Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA

LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA Abdul Qadir Jailani, Indah Wahyuni Abida, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, dengan garis pantai sekitar 81.000 km. Wilayah lautannya meliputi 5,8 juta km2 atau

Lebih terperinci

PRODUKSI Gracilaria verrucosa YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK DENGAN BERAT BIBIT DAN JARAK TANAM YANG BERBEDA

PRODUKSI Gracilaria verrucosa YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK DENGAN BERAT BIBIT DAN JARAK TANAM YANG BERBEDA J. Agrisains 12 (1) : 57-62, April 2011 ISSN : 1412-3657 PRODUKSI Gracilaria verrucosa YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK DENGAN BERAT BIBIT DAN JARAK TANAM YANG BERBEDA Irawati Mei Widiastuti 1) 1) Program

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau yang dikenal dengan sebutan ganggang laut atau alga laut. Beberapa diantaranya

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian A. Materi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu bibit Sargassum polycystum (Lampiran 3), sampel air laut, kertas Whatman no.1, HCL 1N,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut 1 1. PENDAHULUAN Rumput laut atau yang biasa disebut seaweed tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Sargassum talusnya berwarna coklat, berukuran besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN KARAGINAN RUMPUT LAUT Eucheuma cotnnii YANG DIBUDIDAYAKAN PADA JARAK DARI DASAR PERAIRAN YANG BERBEDA Burhanuddin

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN KARAGINAN RUMPUT LAUT Eucheuma cotnnii YANG DIBUDIDAYAKAN PADA JARAK DARI DASAR PERAIRAN YANG BERBEDA Burhanuddin PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN KARAGINAN RUMPUT LAUT Eucheuma cotnnii YANG DIBUDIDAYAKAN PADA JARAK DARI DASAR PERAIRAN YANG BERBEDA Burhanuddin Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

PENGARUH KEDALAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) YANG DIBUDIDAYAKAN DENGAN METODE LONGLINE DI PANTAI MLONGGO, KABUPATEN JEPARA

PENGARUH KEDALAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) YANG DIBUDIDAYAKAN DENGAN METODE LONGLINE DI PANTAI MLONGGO, KABUPATEN JEPARA PENGARUH KEDALAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) YANG DIBUDIDAYAKAN DENGAN METODE LONGLINE DI PANTAI MLONGGO, KABUPATEN JEPARA The Influence of Depth of Plantation to the Growth

Lebih terperinci

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Pengaruh Salinitas Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis Niloticus) di

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi 1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit rumput laut jenis S. duplicatum yang diperoleh dari petani rumput

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA KEDALAMAN BERBEDA DI PERAIRAN TELUK LAIKANG KABUPATEN TAKALAR

PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA KEDALAMAN BERBEDA DI PERAIRAN TELUK LAIKANG KABUPATEN TAKALAR 695 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA KEDALAMAN BERBEDA DI PERAIRAN TELUK LAIKANG KABUPATEN TAKALAR Petrus Rani Pong-Masak *), Muslimin

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian

Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian 58 59 Lampiran 2. Data bobot basah (gr) pada masing-masing perlakuan Bobot Jarak Tanam Ulangan Minggu Ke- 0 7 14 21 28 35 42 50 gr 20 cm 1 50 85 105 145 150

Lebih terperinci

OPTIMASI PERTUMBUHAN CAULERPA SP YANG DIBUDIDAYAKAN DENGAN KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN LAGURUDA KABUPATEN TAKALAR

OPTIMASI PERTUMBUHAN CAULERPA SP YANG DIBUDIDAYAKAN DENGAN KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN LAGURUDA KABUPATEN TAKALAR OPTIMASI PERTUMBUHAN CAULERPA SP YANG DIBUDIDAYAKAN DENGAN KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN LAGURUDA KABUPATEN TAKALAR Darmawati 1, Rahmi 2, Eko Aprilyanto Jayadi 3 1,2 Program Studi Budidaya Peraian,

Lebih terperinci

Pertumbuhan Gracilaria Dengan Jarak Tanam Berbeda Di Tambak. Growth of Gracilaria under Different Planting Distances in Pond

Pertumbuhan Gracilaria Dengan Jarak Tanam Berbeda Di Tambak. Growth of Gracilaria under Different Planting Distances in Pond Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(2): 157-161 (09) 157 Pertumbuhan Gracilaria Dengan Jarak Tanam Berbeda Di Tambak Growth of Gracilaria under Different Planting Distances in Pond Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

The growth of regenerated tissue culture of Kappaphycus alvarezii with different planting spaces

The growth of regenerated tissue culture of Kappaphycus alvarezii with different planting spaces Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii hasil kultur jaringan pada jarak tanam yang berbeda The growth of regenerated tissue culture of Kappaphycus alvarezii with different planting spaces Ayuningsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ ¹Dosen Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.. Keadaan Umum Daerah Penelitian 5... Keadaan Umum Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam regional Provinsi Bali.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni Dan Gracilaria sp.) DENGAN METODE LONG LINE DI PERAIRAN PANTAI BULU JEPARA

PERTUMBUHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni Dan Gracilaria sp.) DENGAN METODE LONG LINE DI PERAIRAN PANTAI BULU JEPARA PERTUMBUHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni Dan Gracilaria sp.) DENGAN METODE LONG LINE DI PERAIRAN PANTAI BULU JEPARA Growth of Seaweed Culture (Eucheuma cottoni and Gracilaria sp.) with Long Line

Lebih terperinci

Journal Of Aquaculture Management and Technology Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman

Journal Of Aquaculture Management and Technology Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman STUDI KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA IKAN KERAPU DALAM KARAMBA JARING APUNG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TELUK RAYA PULAU SINGKEP, KEPULAUAN RIAU Hasnawiya *) Program Studi Budidaya Perairan,

Lebih terperinci

GROUPER FAPERIK ISSN

GROUPER FAPERIK ISSN STUDI TENTANG PERBEDAAN LAJU PERTUMBUHAN IKAN NILA (OREOCHOMIS NILOTICUS) YANG MENGGUNAKAN DAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK CAIR ENDAH SIH PRIHATINI Dosen Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT DI KECAMATAN TALANGO KABUPATEN SUMENEP

STRATEGI PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT DI KECAMATAN TALANGO KABUPATEN SUMENEP STRATEGI PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT DI KECAMATAN TALANGO KABUPATEN SUMENEP Ribut Santoso 1, Didik Wahyudi 2 dan Arfinsyah Hafid A 3 Fakultas Pertanian Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Rumput laut masih

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Maya Ekaningtyas dan Ardiansyah Abstrak: Ikan bandeng (Chanos chanos) adalah salah satu jenis ikan yang banyak di konsumsi oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Pengaruh Dosis Perendaman Pupuk Formula Alam Hijau (FAH) terhadap Pertumbuhan Alga Kappaphycus alvarezii di Desa Ilodulunga,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia 41 V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT 5.1. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Dunia 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengembangan Produksi Benih Ikan Air Tawar ( BBPBAT ) Singaparna Tasikmalaya unit Ceungceum. Penelitian

Lebih terperinci

Udayana, Denpasar. Alamat (Diterima Juli 2017 /Disetujui September 2017) ABSTRAK

Udayana, Denpasar. Alamat   (Diterima Juli 2017 /Disetujui September 2017) ABSTRAK Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan Volume 8,No. 2, Oktober 2017 ISSN: 2086-3861 E-ISSN: 2503-2283 KAJIAN KUALITAS AIR DAN PENILAIAN KESESUAIAN TAMBAK DALAM UPAYA PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2009, di Balai Besar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2009, di Balai Besar III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2009, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Kecamatan Padang Cermin Kabupaten

Lebih terperinci

Laju Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Dengan Bobot Bibit Yang Berbeda di Perairan Desa Labuhan Sangoro Kecamatan Maronge Kabupaten Sumbawa

Laju Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Dengan Bobot Bibit Yang Berbeda di Perairan Desa Labuhan Sangoro Kecamatan Maronge Kabupaten Sumbawa Laju Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Dengan Bobot Bibit Yang Berbeda di Perairan Desa Labuhan Sangoro Kecamatan Maronge Kabupaten Sumbawa 1 Ronny 2 Syamsul Bachri 1 Mahasiswa Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda

Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda Nikè:Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 215 Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda Mulis mulis.gorontalo@gmail.com Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

Di dalam pelaksanaannya, petugas karantina ikan hams mengetahui jenisjenis

Di dalam pelaksanaannya, petugas karantina ikan hams mengetahui jenisjenis PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan perikanan di Indonesia terus mengalami kemajuan dengan semakin meningkatnya lalu lintas komoditas perikanan antar pulau maupun antar negara. Kegiatan ekspor perikanan

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI RUMPUT LAUT Euchema cottonii YANG DIBUDIDAYAKAN MENGGUNAKAN METODE LONG-LINE VERTIKAL DAN HORISONTAL

PERFORMA PRODUKSI RUMPUT LAUT Euchema cottonii YANG DIBUDIDAYAKAN MENGGUNAKAN METODE LONG-LINE VERTIKAL DAN HORISONTAL PERFORMA PRODUKSI RUMPUT LAUT Euchema cottonii YANG DIBUDIDAYAKAN MENGGUNAKAN METODE LONG-LINE VERTIKAL DAN HORISONTAL Restiana Wisnu Ariyati 1, Lestari Lakhsmi Widowati 1, Sri Rejeki 1 B3 05 1 Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk I. PENDAHULUAN Eucheuma cottonii merupakan salah satunya jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena mengandung karaginan yang berupa fraksi Kappa-karaginan. Rumput

Lebih terperinci

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. IV METODOLOGI 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 31 Mei 2012 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. 4.2 Materi Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line Standar Nasional Indonesia Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Ikan Nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang mendapat perhatian besar bagi usaha perikanan terutama

PENDAHULUAN Ikan Nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang mendapat perhatian besar bagi usaha perikanan terutama PENDAHULUAN Ikan Nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang mendapat perhatian besar bagi usaha perikanan terutama dalam usaha peningkatan gizi masyarakat di Indonesia. Hal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan yang memiliki 17.504 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang cukup

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN STRAIN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SPESIFIK. Dodi Hermawan 1) ABSTRACT

PENGARUH PERBEDAAN STRAIN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SPESIFIK. Dodi Hermawan 1) ABSTRACT PENGARUH PERBEDAAN STRAIN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SPESIFIK (Effect of Different Strain of Kappaphycus alvarezii on Specific Growth Rate) Dodi Hermawan 1) 1) Jurusan

Lebih terperinci

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia. Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 2, 31-35 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00066

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian Materi Bahan Bahan yang digunakan untuk budidaya adalah rumput laut S. polycystum yang diambil dari Pantai Karangbolong (Cilacap), NaOH 0,5%,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Parameter Fisika Kimia Perairan Pengukuran parameter fisika dan kimia bertujuan untuk mengetahui kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan kelangsungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar

Lebih terperinci

Oleh : ONNY C

Oleh : ONNY C JENIS, KELIMPAHAN DAN PATOGENISITAS BAKTERI PADA THALLUS RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii YANG TERSERANG ICE-ICE DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh : ONNY C14103066 SKRIPSI Sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di pesisir utara Kabupaten Brebes, yaitu di kawasan pertambakan Desa Grinting, Kecamatan Bulakamba. Secara geografis letak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu penelitian 1.1. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit S. duplicatum, sampel air laut, kertas whatman no.1, HCL 1N, Phenolpthaelin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu diantara tiga anggota Allium yang paling populer dan mempunyai nilai

BAB I PENDAHULUAN. satu diantara tiga anggota Allium yang paling populer dan mempunyai nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan tanaman holtikultura yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia yang digunakan sebagai bumbu masakan dan memiliki kandungan zat yang bermanfaat

Lebih terperinci

Perbedaan Pendapatan Usahatani Rumput Laut Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottonii di Desa Kutuh Kecamatan Kuta Selatan

Perbedaan Pendapatan Usahatani Rumput Laut Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottonii di Desa Kutuh Kecamatan Kuta Selatan Perbedaan Pendapatan Usahatani Rumput Laut Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottonii di Desa Kutuh Kecamatan Kuta Selatan NI WAYAN EVI SUWARIYATI I KETUT BUDI SUSRUSA *) I KETUT RANTAU Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2009. Perlakuan dan pemeliharaan dilaksanakan di Cibanteng Farm, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004),

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati sangat besar dan beragam, salah satunya adalah rumput

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya rumput laut K. alvarezii dilakukan di Desa Ketapang Kecamatan

METODE PENELITIAN. Budidaya rumput laut K. alvarezii dilakukan di Desa Ketapang Kecamatan III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Budidaya rumput laut K. alvarezii dilakukan di Desa Ketapang Kecamatan Ketapang Lampung Selatanpada bulan Agustus-November 2014. Sampel rumput laut dianalisis

Lebih terperinci

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus. e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias

Lebih terperinci

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT Hesti Wahyuningsih Abstract A study on the population density of fish of Jurung (Tor sp.) at Bahorok River in Langkat, North

Lebih terperinci