dan N3). Objek di atas akan diberikan index sesuai dengan tahun saat objek tersebut valid yaitu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "dan N3). Objek di atas akan diberikan index sesuai dengan tahun saat objek tersebut valid yaitu"

Transkripsi

1 dan N3). Objek di atas akan diberikan index sesuai dengan tahun saat objek tersebut valid yaitu Untuk objek yang masih valid akan dimasukkan ke dalam current database. Ganti current database diubah dari 2005 now menjadi 2006 now. Gambar 13e merupakan hasil dari current database yang didapat setelah memasukkan data tahun Isi dari current database merupakan objekobjek yang valid dari tahun 2006 sampai sekarang. 5. Jika ada data baru yang masuk maka lakukan lagi langkah 2 sampai 4. Untuk mengakses data yang masih valid kita hanya perlu mengakses current database sehingga waktu yang dibutuhkan lebih sedikit. Implementasi Pada tahap ini indexing akan diterapkan pada database yang digunakan dalam sistem. Database yang akan digunakan adalah postgist yaitu spatial PostgreSQL. Processor : Intel Pentium Dual Core 1.86 Ghz RAM : 2 GB Sistem Operasi : Windows XP SP 2 DBMS : PostgreSQL Pengujian Pengujian teknik indexing akan dilihat dengan cara menghitung waktu komputasi yang dilakukan saat pencarian data. Dari daftar kueri yang diberikan akan dilihat seberapa baik teknik indexing yang telah dilakukan. Kueri yang digunakan terdiri atas 3 jenis yaitu kueri spasial, kueri temporal dan kueri spatio-temporal. Evaluasi Pada tahap evalusi akan dilakukan penilaian terhadap efisiensi teknik indexing yang diterapkan pada database spatio-temporal. Pada tahap ini akan dilakukan perbandingan kinerja sistem antara yang menggunakan teknik indexing dengan yang tidak menggunakan indexing. Kinerja dapat dihitung dari waktu yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu kueri pada proses pencarian. HASIL DAN PEMBAHASAN Indexing Spasial Indexing spasial akan memakai data hotspot dari tahun 2002 sampai tahun 2005 dengan model data yang dibangun oleh Kurniawan tahun Data spasial yang ada dipakai terdapat pada Tabel geografis_info seperti pada Tabel 1. Lintang dan bujur merupakan koordinat dari hotspot, sedangkan nama_kab dan nama_prop berisi informasi spasial dari hotspot. Atribut the_geom berisi geometry masing-masing hotspot yang digunakan untuk mapping ke dalam peta. Indexing spasial data yang digunakan adalah data pada atribut nama_kab dan nama_prop. Langkah awal untuk melakukan indexing adalah membuat hierarki spasial dari data polygon berdasarkan nama kabupaten dan nama provinsi terjadinya hotspot. Hierarki spasial untuk indexing dapat dilihat pada Gambar 14 di bawah. Indexing spasial pada data hotspot hierarki dibagai menjadi 4 level. Level 4 adalah INDONESIA yang mencakup seluruh data polygon hotspot di Indonesia. Level di bawahnya yaitu level 3 adalah pulau yang terdiri atas 6 pulau besar di Indonesia yaitu SUMATERA, JAWA, KALIMANTAN, SUNDA KECIL (Bali dan Nusa Tenggara), SULAWESI dan IRIAN JAYA. Node pada level 3 hanya mencakup data hotspot sesuai dengan nilainya. Misalnya untuk node SUMATERA hanya akan mencakup pulau Sumatera saja sesuai dengan nama kabupaten pada kolom nama_kab. Untuk level 2 berisi provinsi-provinsi yang ada pada data hotspot. Seluruh node pada level ini adalah semua provinsi yang terdaftar pada kolom nama_prop di tabel geografis_info. Nilai pada node di level ini sesuai dengan nodeparent di atasnya, misalkan pada node SUMATERA di level 3 maka node yang berhubungan pada level 2 adalah provinsi-provinsi yang ada di pulau Sumatera yaitu Riau, Jambi, Lampung dan lain lain. Pada level 1 berisi kabupaten-kabupaten yang ada pada tabel geografis_info di kolom nama_kab. Nilai dari node sesuai dengan parent pada level di atasnya, contohnya untuk node JAMBI maka semua node yang terhubung pada level 1 adalah kabupaten-kabupaten yang ada pada provinsi Jambi seusai dengan letak geografisnya yaitu Tebo, Bungo, Jambi (Kota) dan lain lain. 10

2 Tabel 1 Contoh Data Geografis_info Lintang Bujur Nama_kab Nama_prop The_geom Surakarta (Kota) Jawa Tengah D3F Dumai (Kota) Riau F355EB Buleleng Bali A245B6F3F Malang Jawa Timur FCA9F1D Setelah hierarki dari data indexing dibuat maka semua objek polygon yang dibutuhkan dicari dan kemudian dimasukkan ke dalam suatu tabel yaitu tabel polygons. Karena indexing yang akan dilakukan adalah indexing spasial maka data yang dipakai adalah data semua provinsi dan kabupaten di Indonesia sampai tahun 2005 yang ada pada tabel Indonesia_kab seperti Tabel 2 di bawah ini. Data pada tabel Indonesia_kab yang dibutuhkan adalah nama_kab yang berisi seluruh kabupaten di Indonesia, nama_prop adalah daftar semua provinsi di Indonesia sesuai dengan Tabel 2 Contoh Tabel Indonesia_kab Gambar 14 Hierarki Spasial Hotspot Indonesia kabupaten, dan juga dimasukkan. Untuk mencari nilai geometry dari masing-masing provinsi digunakan fungsi potsgis ST_UNION dengan cara menggabungkan semua kabupaten dengan nama provinsi yang sama. Setelah provinsi dimasukkan maka polygon untuk pulau dimasukkan berdasarkan provinsi yang ada. Terdapat 5 pulau besar di Indonesia yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Untuk mendapatkan nilai geometry dari pulau akan dicari dengan fungsi postgis gid kode_kab nama_kab kode_prop nama_prop the_geom MERAUKE 94 PAPUA EC KOTA AMBON 81 M A L U K U KENDARI 74 SULAWESI TENGGARA E SUMENEP 35 JAWA TIMUR F KEPULAUAN SERIBU 31 DKI JAKARTA F.. the_geom yang berisi geometry dari kabupaten jika dilakukan mapping pada peta Indonesia. Dari tabel Indonesia_kab akan diambil semua kabupaten dan geometry untuk dimasukkan pada tabel polygons, kemudian provinsi dari kabupaten St_envelope seperti pada geometry provinsi. Polygon terakhir adalah polygon Indonesia yang didapat dengan menggabungkan seluruh polygon provinsi yang sudah dicari sebelumnya. Setelah 11

3 semua polygon tersedia maka dimasukkan data polygon ke dalam tabel polygons. Tabel 3 di bawah ini merupakan contoh dari tabel polygons. Tabel 3 Contoh Tabel polygons Nama Geom. Keterangan INDONESIA D. Indonesia JAWA F. Pulau BALI Provinsi BENGKULU Provinsi KAMPAR Kabupaten SOLOK Kabupaten DAIRI Kabupaten Tabel polygons terdiri atas 3 kolom yaitu nama, geom, dan keterangan. Kolom nama berisi nama-nama polygon yang digunakan pada proses indexing yang terdiri atas kabupaten-kabupaten, provinsi-provinsi, pulau-pulau dan Indonesia. Kolom geom berisi geometry dari polygon sesuai dengan nama polygon yang digunakan dalam proses selanjutnya. Kolom keterangan berisi keterangan polygon sesuai dengan hierarki. Setelah data polygon yang digunakan didapat dilakukan pencarian Minimum Bounding Rectangle (MBR) dari masing-masing polygon dengan fungsi postgis ST_ENVELOPE dengan masukan geometry dari polygon. Hasil MBR masing-masing polygon disimpan pada tabel polygons_mbr seperti pada Tabel 4 di bawah. Tabel polygons terdiri atas 3 kolom yaitu nama, MBR dan keterangan. Kolom nama berisi nama polygon, kolom MBR berisi MBR dari polygon dengan tipe data geometry dan kolom keterangan berisi keterangan polygon sesuai dengan hierarki. Tabel 4 Contoh Tabel polygons_mbr Nama MBR Keterangan INDONESIA Indonesia JAWA Pulau BALI Provinsi BENGKULU Provinsi KAMPAR Kabupaten SOLOK Kabupaten Setelah semua MBR dari polygon didapat dilakukan indexing spasial pada data hotspot berdasarkan MBR dari masing-masing polygon sesuai dengan hierarki yang sudah dibuat sebelumnya. Hasil dari indexing spasial disimpan di dalam tabel polygons_rtree seperti Tabel 5 di bawah. Tabel 5 Contoh Tabel polygons_rtree page_id page_lev child_id child_mbr INDONESIA 4 JAWA JAWA 3 JAWA TENGAH BALI 2 BADUNG BENGKULU 2 LAHAT KAMPAR 1 KAMPAR SOLOK 1 SOLOK DAIRI 1 DAIRI Tabel polygons_rtee terdiri atas 4 kolom yaitu page_id yang berisi node parent pada hierarki, page_lev berisi level node parent sesuai hierarki, child_id berisi node leaf sesuai dengan parent pada hierarki dan child_mbr berisi MBR dari child_id. Cara mencari parent dan child dari polygon dilihat berdasarkan hierarki spasialnya. Level teratas adalah node INDONESIA dengan child berisi polygon provinsi, maka page_id diisi dengan INDONESIA kemudian dicari polygon dengan dengan keterangan pulau pada tabel polygons_mbr yang termasuk ke dalam node INDONESIA. Cara untuk mengetahui child dari suatu node digunakan fungsi postgis ST_WITHIN. Fungsi ini akan membandingkan antara satu geometry dengan geometry lain, hasilnya merupakan nilai Boolean true atau false. Hasil true didapat jika geometry A berada di dalam geometry B, sedangkan nilai false jika geometry A tidak berada di dalam geometry B. Dengan MBR dari polygon yang sudah didapat dapat dicari polygon pulau mana saja yang termasuk ke dalam MBR polygon INDONESIA. Setelah parent dan semua child didapat dapat dimasukkan ke dalam tabel polygons_rtree. Jika suatu node parent memiliki banyak child maka data dimasukkan sesuai dengan banyaknya child, misalkan node INDONESIA memiliki 3 buah child maka dimasukkan 3 row ke dalam tabel dengan page_id INDONESIA dan child_id berisi masingmasing child yang didapat. Untuk page_lev dinamakan sesuai dengan level node parent pada hierarki dan child_mbr diisi sesuai dengan MBR 12

4 pada kolom child. Jika node pada suatu level pada hierarki sudah dicari semua child maka dilakukan pencarian parent dan child pada level berikutnya dengan cara yang sama. Hal ini dilakukan hingga semua node pada semua level dicari. SQL yang digunakan dalam pembangunan indexing spasial dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil dari indexing spasial yang disimpan di dalam tabel polygons_rtree akan digunakan dalam proses pencarian data berdasarkan kueri spasial yang diberikan oleh user. Adanya indexing spasial menyebabkan penambahan tabel baru untuk menyimpan hasil indexing pada database. Pada Gambar 15 di bawah menampilkan perbedaan struktur data dengan adanya indexing spasial. Tanpa indexing tabel yang digunakan pada database hanya menggunakan tabel geografis_info seperti pada Gambar 15a, sedangkan dengan adanya indexing spasial maka ditambahkan 3 tabel baru ke dalam database yaitu tabel Polygons yang menyimpan semua objek yang digunakan pada proses indexing seperti pada Gambar 15b, Tabel polygons_mbr yang menyimpan semua MBR dari objek pada tabel polygons seperti pada Gambar 15c dan tabel polygons_rtree yang menyimpan hasil indexing spasial yang sudah dilakukan seperti Gambar 15d. Untuk mengakses database maka akan diakses tabel polygons_rtree dahulu sebelum mengakses tabel geografis info yang menyimpan data asli. Jika user akan mencari data hotspot sesuai dengan daerah tertentu maka kueri spasial akan mengakses tabel polygons_rtree terlebih dahulu kemudian baru mengakses data asli pada tabel geografis_info. Indexing temporal Data yang akan dilakukan proses indexing merupakan data hotspot di wilayah Indonesia setiap tahun dari tahun 2002 sampai Indexing data tersebut menggunakan model data yang dibuat oleh Kurniawan (2011) dengan Gambar 15 Perbandingan Struktur Data dengan Indexing Spasial. 13

5 konsep event based spatiotemporal data model (ESTDM). Tabel 6 di bawah merupakan salah satu tabel hasil model data dari data asli hotspot. Kolom lintang dan bujur berisi koordinat dari hotspot. Kolom Vs dan Ve adalah valid time dari hotspot. Vs merupakan valid start yaitu waktu munculnya hotspot dengan waktu terkecil hari. Ve merupakan valid end yaitu waktu berakhir hotspot tersebut, Ve dengan nilai now berarti hotspot tersebut masih valid sampai hari ini. Indexing temporal menggunakan valid time dari masing-masing hotspot. Sebelum melakukan indexing akan dibuat dulu hierarki dari data yang digunakan. Gambar 16 di bawah merupakan hierarki dari data hotspot berdasarkan waktu valid start. 2003, 2004 dan Setiap leaf pada node di level 3 menampung semua data dengan tahun sesuai dengan nilai node tersebut. Node 2002 akan menampung data dengan Vs pada tahun Pada level 2 hierarki merupakan level bulan dari Januari sampai Desember. Node pada level 1 menyimpan semua Vs dari data dengan bulan yang sesuai dengan nilai node ini. Pada node Januari menyimpan data Vs dengan waktu di bulan Januari. Untuk leaf pada level 2 merupakan data Vs dengan nilai waktu harian. Setelah mendapat hierarki dari indexing maka akan dicari semua data dari Tabel hotspot sesuai dengan hierarki di atas. Semua data tersebut kemudian disimpan di dalam tabel temp_list seperti pada Tabel 7. Tabel 6 Contoh Tabel hotspot Lintang Bujur Vs Ve Keterangan Disappear Disappear NOW Appear NOW Appear Gambar 16 di atas merupakan hierarki yang akan dipakai untuk membuat indexing temporal pada data hotspot. Level 4 dari hierarki merupakan ROOT yang mencakup semua data dari tahun 2002 sampai Untuk Level 3 berisi tahun dari semua data, terdiri dari 2002, Gambar 16 Hierarki temporal. Tabel 7 Contoh tabel temp_list Time Ket 31/12/9999 ROOT 01/01/2002 Tahun 01/01/2004 Tahun 01/02/2002 Bulan 01/09/2005 Bulan 22/05/2002 Hari 10/07/2002 Hari 19/08/2004 Hari Tabel 7 di atas adalah tabel temp_list yang berisi Vs dari hotspot. Tabel temp_list terdiri atas 2 kolom yaitu waktu dan keterangan. Kolom 14

6 waktu memiliki tipe data date yang isinya Vs dari data-data hotspot yang ada. Kolom ket berisi keterangan dari waktu Vs sesuai dengan hierarki yang telah dibuat. Untuk row awal berisi ROOT yang merupakan node teratas dari hierarki dengan nilai 31/12/9999 yang berarti mencakup semua data dan dengan ket ROOT. Row selanjutnya berisi semua node pada level 2 sesuai data hotspot yaitu tahun 2002, 2003, 2004 dan 2005 dengan ket tahun. Selanjutnya dicari nilai bulan yang berlaku pada tahun tertentu, misalnya pada data dengan Vs tahun 2002 terdapat hanya 5 bulan yaitu Januari, Februari, Maret, April, dan Mei, maka pada tabel temp_list dimasukkan data 5 bulan pada tahun 2002 dengan ket bulan. Setelah mendapat semua Vs yang disimpan di dalam tabel temp_list dilakukan indexing terhadap data tersebut. Indexing dilakukan sesuai dengan hierarki temporal yang dibuat pada Gambar 13. Hasil dari indexing akan disimpan ke dalam suatu tabel bernama temp_tree seperti pada Tabel 8. Tabel 8 Contoh tabel temp_tree Parent Child Lev 31/12/ /12/ /12/ /12/ /12/ /01/ /12/ /01/ /12/ /02/ /01/ /01/ /01/ /01/ /02/ /02/ Tabel 8 di atas adalah hasil dari indexing data dari tabel temp_list sesuai dengan hierarki yang dibuat. Tabel temp_tree terdiri atas 3 kolom yaitu parent dan child dengan tipe data date dan lev dengan tipe data int. Kolom parent berisi node atas yang memiliki leaf node sedangkan kolom child berisi leaf dari node parent, misalkan pada node ROOT memiliki child tahun 2002 dan 2003, maka hasil indexing di dalam temp_tree akan ditambah dua row yaitu parent ROOT dengan child 2002 dan parent ROOT dengan child Karena kolom parent dan child bertipe date maka nilai ROOT diganti menjadi 31/12/9999 yang berarti mencakup semua data Vs Untuk node tahun maka diganti menjadi 31/12/2002 untuk tahun 2002 dan seterusnya. Kolom lev merupakan nilai dari level dari data sesuai dengan hierarkinya. Misalnya untuk node dengan parent ROOT berarada pada level 3 dalam hierarki temporal maka di dalam tabel temp_tree kolom parent yang bernilai 31/12/9999 memiliki lev 3 juga. SQL yang digunakan dalam pembangunan indexing temporal dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil dari indexing pada tabel temp_tree nanti akan digunakan dalam proses pencarian data hostpot. Kueri temporal dalam proses pencarian akan mengakses tabel temp_tree terlebih dahulu kemudian akan merujuk pada data asli di dalam Tabel Hotspot. Indexing temporal menambah tabel baru di dalam database. Pada Gambar 17 di bawah menampilkan perbedaan struktur data pada database dengan adanya indexing temporal. 15

7 Gambar 17 Perbandingan Struktur Data dengan Indexing Temporal. Tanpa indexing tabel yang digunakan pada database hanya menggunakan tabel hotspot seperti pada Gambar 17a, sedangkan dengan adanya indexing temporal maka ditambahkan 2 tabel baru ke dalam database yaitu tabel temp_list yang menyimpan semua Vs pada tabel hotspot yang digunakan pada proses indexing seperti pada Gambar 17b dan tabel temp_tree yang menyimpan hasil indexing temporal yang sudah dilakukan seperti Gambar 17c. Untuk mengakses database maka akan diakses tabel temp_tree dahulu sebelum mengakses tabel hotspot yang menyimpan data asli. Jika user akan mencari data hotspot sesuai dengan waktu tertentu maka kueri temporal akan mengakses tabel temp_tree terlebih dahulu kemudian baru mengakses data asli pada tabel Hotspot. Uji coba indexing spasial Untuk menganalisis kinerja indexing spasial. Akan diberikan kueri spasial kemudian dicatat waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan kueri tersebut. Masing-masing kueri akan dijalankan sebanyak delapan kali dan kemudian akan dihitung rataan dari semua percobaan. Hasil dari percobaan akan dibandingankan antara waktu pencarian dengan indexing dengan yang tidak melakukan indexing. Tabel 9 di bawah merupakan salah satu hasil perbandingan pencarian data berdasarkan kueri spasial antara indexing dan tanpa indexing. Kueri yang digunakan adalah mencari data hotspot pada pulau tertentu di Indonesia. Untuk kueri yang digunakan terdapat perbedaan penulisan pada kueri dengan indexing spasial dan tanpa indexing. Gambar 18 di bawah merupakan perbandingan kueri dengan indexing dan tanpa indexing. SELECT * FROM geografis_info WHERE nama_kab IN (SELECT son_id FROM polygons_rtree WHERE page_id IN (SELECT son_id FROM polygons_rtree WHERE page_id='sumatera')) (a) Contoh kueri dengan indexing SELECT * FROM geografis_info WHERE (nama_kab = 'KAUR' or nama_kab = 'AGAM' or nama_kab = 'KARO' or or nama_kab = 'TAPANULI TENGAH') (b) Contoh kueri tanpa indexing Gambar 18 Perbandingan Kueri. 16

8 Tabel 9 Perbandingan waktu pencarian pada wilayah tertentu (dalam milidetik) SUNDA SUMATERA JAWA KALIMANTAN KECIL SULAWESI MALUKU IRIAN JAYA Perco baan index index index index index index index index index Index index index p p p p p p p p Rataan Jika dilihat pada Tabel 9, untuk mencari data pada pulau Jawa, rataan waktu yang dibutuhkan jika menggunakan indexing adalah 268ms sedangkan jika tidak menggunakan indexing bisa mencapai 3000ms. Perbedaan waktu tersebut hampir 1:3 dengan waktu penggunaan indexing lebih cepat. Pada pencarian data di pulau MALUKU, waktu yang dibutuhkan jika menggunakan indexing adalah 147ms, sedangkan tanpa indexing adalah 480ms berbeda sekitar 200ms. Perbedaan selang waktu yang dibutuhkan tergantung pada banyaknya data yang diperoleh. Kueri di pulau JAWA menghasilkan data yang lebih banyak dibandingkan kueri pada pulau MALUKU. Semakin besar data yang dicari maka perbedaan waktu yang dibutuhkan antara indexing dan tanpa indexing akan semakin besar. Dengan adanya indexing spasial pencarian dengan kueri spasial akan lebih cepat sekitar ms atau 35-91% dibandingkan dengan tidak adanya indexing. Perbandingan waktu pencarian hotspot pada pulau di Indonesia antara yang menggunakan indexing spasial dan tanpa indexing bisa dilihat pada Gambar 19 di bawah. Indexing spasial menghasilkan waktu pencarian yang lebih cepat pada kueri spasial dibandingkan dengan tanpa indexing. Untuk pencarian pada level lain dapat dilihat pada Lampiran 3. (ms) INDEX NON INDEX Gambar 19 Perbandingan Waktu Pencarian Hotspot pada pulau di Indonesia. 17

9 Uji coba indexing temporal Setelah indexing temporal pada data hotspot dilakukan maka dilakukan uji coba terhadap indexing yang dengan menggunakan kueri temporal. Kueri temporal untuk semua level dapat dilihat pada Lampiran 4. Analisis dilakukan dengan mencatat lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mencari data jika dimasukkan kueri temporal antara penggunaan indexing dengan tidak adanya indexing. Hasil dari perbandingan pencarian data dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11 di bawah. Tabel 10 Perbandingan waktu pencarian data pada tahun tertentu (dalam milidetik) percobaan Tabel 10 di bawah merupakan hasil pencarian data hotspot dengan kueri mencari data hotspot di seluruh Indonesia pada tahun tertentu. Tabel 10 menampilkan perbandingan waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan kueri tersebut antara yang menggunakan indexing dan yang tidak, menggunakan data hotspot Indonesia dari tahun 2002 sampai 2005 dengan jumlah data sebanyak baris. Pada Tabel 10 di bawah dapat dilihat bahwa dengan adanya indexing temporal maka waktu pencarian data dengan kueri index index index index index index Index index p p p p p p p p RATAAN Tabel 11 Perbandingan waktu pencarian data pada bulan tertentu di tahun tertentu (dalam milidetik) percobaan Agust-02 Agust-03 Agust-04 Agust-05 index index index index index index Index index p p p p p p p p RATAAN Banyaknya percobaan yang dilakukan dalam pencarian sebanyak delapan kali untuk masingmasing kueri. Dari delapan hasil pencarian yang dilakukan akan dihitung rataannya kemudian dilihat perbandingan waktu pencarian data antara penggunaan indexing dengan yang tidak menggunakan indexing. temporal hampir sama dengan tanpa indexing. Selang waktu antara yang menggunakan indexing dan tidak rata-rata berkisar 1% lebih cepat. Pada pencarian di tahun 2005 pencarian dengan indexing membutuhkan waktu lebih lama 15ms atau 3% lebih lama dibandingkan tanpa indexing. 18

10 Perbandingan waktu pencarian pada kueri ini dapat dilihat pada Gambar 20 di bawah. (ms) INDEX NON-INDEX Gambar 20 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada tahun tertentu. Untuk analisis selanjutnya akan diberikan kueri mencari data hotspot seluruh Indonesia pada bulan tertentu di tahun tertentu. Tabel 11 di atas adalah hasil dari kueri tersebut dengan data yang dicari pada bulan Agustus pada tahun 2002, 2003, 2004 dan Pada Tabel 11dapat dilihat hasil perbandingan waktu pencarian data menunjukkan waktu pencarian pada bulan Agustus 2002 akan lebih cepat 6ms atau 2% dibandingkan dengan tidak adanya indexing, tetapi pada pencarian di bulan Agustus 2004 waktu yang dibutuhkan lebih lama 14ms atau 4%. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya indexing temporal maka proses pencarian data tidak begitu berubah. Perbandingan waktu pencarian dapat dilihat pada Gambar 21 di bawah. (ms) Agustus (2002) Agustus (2003) INDEX Agustus (2004) Gambar 21 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada tahun dan bulan tertentu. Uji coba indexing spatio-temporal NON-INDEX Agustus (2005) Setelah indexing spasial dan indexing temporal dilakukan akan diuji dengan kueri spatio-temporal untuk melihat waktu pencarian data. Pada Tabel 12 dan Tabel 13 dapat dilihat perbandingan waktu pencarian data antara database dengan indexing dan tanpa indexing dengan kueri spatio-temporal. Tabel 12 menggunakan indexing spasial dan temporal sedangkan pada Tabel 13 hanya menggunakan indexing spasial saja. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa indexing spasial dan temporal dapat meningkatkan waktu pencarian sampai 960ms atau 53% lebih cepat dibandingkan tanpa indexing. Hasil perbandingan pada Tabel 12 dapat dilihat pada Gambar 22 di bawah. Tabel 12 Perbandingan waktu pencarian data pada wilayah tertentu di tahun 2004 dengan indexing spatiotemporal (dalam milidetik) SUNDA SUMATERA JAWA KALIMANTAN KECIL SULAWESI MALUKU IRIAN JAYA percobaan Index index index index index index index index index Index index index p p p p p p p p RATAAN

11 (ms) INDEX NON-INDEX 0 Gambar 22 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada tahun dan pulau tertentu dengan indexing spatiotemporal. Tabel 13 di bawah menunjukkan perbandingan waktu pencarian antara indexing dan tanpa indexing pada kueri yang sama. Indexing yang digunakan adalah indexing spasial saja. Dari hasil yang ada dapat dilihat bahwa dengan indexing spasial saja pada kueri spatiotemporal dapat mempercepat waktu pencarian sebesar 74ms-1000ms atau 9%-56% lebih cepat dibandingkan tanpa indexing. Hasil tersebut juga lebih cepat dibandingkan dengan indexing spatiotemporal. Perbandingan waktu pencarian dapat dilihat pada Gambar 23 di bawah ini. Untuk pencarian pada level lainnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 13 Perbandingan waktu pencarian data pada pulau tertentu di tahun 2004 dengan indexing spasial (dalam milidetik) SUNDA SUMATERA JAWA KALIMANTAN KECIL SULAWESI MALUKU IRIAN JAYA inde index index index index index index index index index index index percobaan p p p p p p p p RATAAN

12 (ms) INDEX NON-INDEX Gambar 23 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada tahun dan pulau tertentu dengan indexing spasial. Pada pencarian di pulau Maluku dan Irian Jaya dapat dilihat dengan adanya indexing, waktu pencarian yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan dengan tanpa indexing. Hal ini disebabkan node pada level kabupaten yang berhubungan langsung terhadap node pulau tersebut terlalu sedikit. Tabel 14 di bawah akan menunjukkan perbandingan waktu pencarian antara indexing dan tanpa indexing dengan kueri mencari hotspot pada provinsi tertentu di tahun tertentu. Provinsi yang diambil sesuai dengan node kabupaten di bawahnya. Hasil perbandingan waktu pencarian dapat dilihat pada Gambar 24. Tabel 14 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada provinsi tertentu berdasarkan nodechild JAWA TIMUR SUMATERA UTARA RIAU SULAWESI TENGGARA percobaan index index index index index index SULAWESI BARAT index p p p p p p p p RATAAN Node Child

13 (ms) JAWA TIMUR SUMATERA UTARA RIAU SULAWESI TENGGARA index SULAWESI BARAT non index Gambar 24 Perbandingan waktu pencarian data pada provinsi tertentu berdasarkan node child. Pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa semakin banyak node child yang ada maka waktu pencarian dengan indexing akan semakin cepat dibandingkan dengan tanpa indexing. Provinsi Jawa Timur adalah provinsi yang memiliki node child kabupaten terbanyak yaitu 48 node, sedangkan provinsi Sulawesi Barat adalah provinsi dengan node kabupaten paling sedikit yaitu 5 node. Waktu pencarian pada provinsi Jawa Timur lebih cepat 360ms atau 30% lebih cepat dibandingkan tanpa indexing. Pada provinsi Sulawesi Barat waktu pencarian lebih lama 500ms dibandingkan dengan tanpa indexing. Dapat disimpulkan bahwa banyaknya node child yang terhubung pada node parent yang dicari mempengaruhi kecepatan pencarian dengan indexing karena semakin banyak node yang terhubung maka semakin banyak data akan dilakukan indexing. kueri spasial maka yang digunakan adalah indexing spasial, dan kueri spatio-temporal digunakan kedua indexing tersebut. Indexing spasial menghasilkan waktu pencarian lebih cepat hingga 70% dibandingkan dengan tidak adanya indexing. Indexing temporal menghasilkan waktu pencarian 35% lebih cepat dibandingkan dengan tidak adanya indexing. Pada indexing spatiotemporal waktu pencarian yang dihasilkan lebih cepat sampai 50%. Hal di atas menunjukkan bahwa indexing spasial lebih berpengaruh terhadap pencarian dibandingkan indexing temporal. Hal ini disebabkan struktur tree yang digunakan pada indexing temporal kurang sesuai. Banyaknya node child yang terhubung juga mepengaruhi kecepatan waktu pencarian. Semakin banyak node child yang terhubung pada node parent maka waktu pencarian juga akan semakin cepat. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Penggunaan struktur indexing di dalam database spatio-temporal pada data hotspot dapat meningkatkan waktu pencarian data. Dengan adanya indexing waktu pencarian dapat dilakukan sampai dua kali lebih cepat dibandingkan dengan tidak adanya indexing. Indexing spatio-temporal dibagi menjadi dua bagian yaitu indexing spasial dan indexing temporal. Masing-masing indexing digunakan sesuai dengan kueri yang dibutuhkan. Jika kueri yang diberikan adalah kueri temporal maka indexing yang digunakan adalah indexing temporal, sedangkan kueri yang diberikan adalah Saran Saran-saran yang dapat diberikan untuk pengembangan indexing spatio-temporal pada database spatiotemporal dengan konsep eventbased spatiotemporal data model (ESTDM) ini agar lebih baik adalah sebagai berikut : Penggunaan data dengan tipe lain seperti polygon dan line pada indexing sehingga dapat diketahui apakah indexing dapat menangani semua tipe data spasial. Penggunaan struktur tree yang berbeda dalam indexing database untuk melihat struktur yang paling bagus dalam indexing spasial dan temporal untuk data hotspot. 22

Membuat list dari masingmasing. digunakan sesuai data yg ada. Membuat list Minimum Bounding Rectangle (MBR) dari polygon

Membuat list dari masingmasing. digunakan sesuai data yg ada. Membuat list Minimum Bounding Rectangle (MBR) dari polygon METODE PENELITIAN Metode penelitian terdiri atas analisis data kebakaran hutan, proses indexing, implementasi indexing pada database, pengujian, dan evaluasi. Gambar 7 merupakan proses penelitian yang

Lebih terperinci

Nama_ kab. Kode_ prop. Kode_ kab. The_ geom. Nama_ prop. Gid Lintang Bujur Date Month Time Noaa 110, ,

Nama_ kab. Kode_ prop. Kode_ kab. The_ geom. Nama_ prop. Gid Lintang Bujur Date Month Time Noaa 110, , Analisis dan Kueri Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap hotspot dari aspek spasial dan aspek temporalnya dengan menggunakan kueri sederhana yang diterapkan pada model data yang telah dibuat. Contoh-contoh

Lebih terperinci

Lampiran 1 SQL pembangunan Indexing Spasial

Lampiran 1 SQL pembangunan Indexing Spasial LAMPIRAN 24 Lampiran 1 SQL pembangunan Indexing Spasial ######### insert ROOT (level 4) ########## INSERT INTO polygons_rtree (son_id, son_mbr) SELECT nama, mbr FROM polygons_mbr WHERE keterangan = 'indonesia'

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Data

METODE PENELITIAN. Data Ukuran kebakaran yang luasannya kurang dari 1.21 km² akan dipresentasikan sebagai satu pixel dan yang lebih dari 1.21 km² akan dipresentasikan sebagai 2 pixel. Luas areal minimum yang mampu dideteksi sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN MASALAH

BAB III PEMBAHASAN MASALAH BAB III PEMBAHASAN MASALAH 3. 1 Analisa Aplikasi Perkembangan dunia pendidikan semakin meningkat dengan kemajuan teknologi yang semakin berkembang. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang mempunyai manfaat

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SPATIOTEMPORAL DATA MODEL PADA DATA HOTSPOT DENGAN KONSEP EVENT-BASED SPATIOTEMPORAL DATA MODEL (ESTDM) YURIDHIS KURNIAWAN

PEMBANGUNAN SPATIOTEMPORAL DATA MODEL PADA DATA HOTSPOT DENGAN KONSEP EVENT-BASED SPATIOTEMPORAL DATA MODEL (ESTDM) YURIDHIS KURNIAWAN PEMBANGUNAN SPATIOTEMPORAL DATA MODEL PADA DATA HOTSPOT DENGAN KONSEP EVENT-BASED SPATIOTEMPORAL DATA MODEL (ESTDM) YURIDHIS KURNIAWAN DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Langkah-langkah deteksi cluster dengan algoritme DDBC. Performansi Hasil Cluster

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Langkah-langkah deteksi cluster dengan algoritme DDBC. Performansi Hasil Cluster Performansi Hasil Cluster Gambar 8 Langkah-langkah deteksi cluster dengan algoritme DDBC. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap hasil cluster. Analisis yang digunakan adalah analisis cluster ce. Besarnya

Lebih terperinci

Primary key dari relasi ini yang berisi koordinat yang menunjukkan lintang suatu hotspot

Primary key dari relasi ini yang berisi koordinat yang menunjukkan lintang suatu hotspot LAMPIRAN 21 Lampiran 1 Penjelasan Atribut dan Tipe Data Tabel Hotspot Lintang Bujur Vs Ve Keterangan Field Keterangan Tipe Data Primary key dari relasi ini yang berisi koordinat yang menunjukkan lintang

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK No. 35/07/91 Th. XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,390 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN ANALISIS

BAB IV. HASIL DAN ANALISIS BAB IV. HASIL DAN ANALISIS 4.1. Hasil Pengujian 1. Start Gambar 4.1 Gambar start 1. Tombol menu adalah dimana user akan membuka tampilan pilihan pulau yang akan dituju 2..Tombol keluar adalah ditujukan

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013 Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS Semester I Tahun 2013 DAFTAR ISI Pertumbuhan Simpanan pada BPR/BPRS Grafik 1 10 Dsitribusi Simpanan pada BPR/BPRS Tabel 9 11 Pertumbuhan Simpanan Berdasarkan Kategori Grafik

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester I Tahun 2015 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester I Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 PANDUAN Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016 BADAN PUSAT STATISTIK. 29/03/Th. XIX, 15 Maret 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016 RUPIAH TERAPRESIASI 3,06 PERSEN TERHADAP DOLAR AMERIKA Rupiah terapresiasi 3,06 persen

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester II Tahun 2013 GROUP PENJAMINAN DIREKTORAT PENJAMINAN DAN MANAJEMEN RISIKO 0 DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik 1 3 Pertumbuhan Simpanan pada

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester II Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Data Pada penelitian ini digunakan data satelit NOAA pada tahun 1997 sampai dengan 2005 serta data satelit TERRA dan AQUA dari tahun 2000 sampai dengan 2009.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 213 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 KEMENTERIAN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 1 IKHTISAR MENURUT SATKER

Lebih terperinci

Gambar 3 Proses Evolusi Objek (Sumber : Wang et al 2005).

Gambar 3 Proses Evolusi Objek (Sumber : Wang et al 2005). Gambar 3 Proses Evolusi Objek (Sumber : Wang et al 2005). Gambar 4 Skema Data Relasional untuk Memodelkan Evolusi Entitas (Sumber : Wang et al 2005). METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan dalam pembuatan sistem

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, yang Tersedia pada Menurut, 2000-2015 2015 yang Tersedia pada ACEH 17 1278 2137 SUMATERA UTARA 111 9988 15448 SUMATERA BARAT 60 3611 5924 RIAU 55 4912 7481 JAMBI 29 1973 2727 SUMATERA SELATAN 61 4506 6443

Lebih terperinci

Lampiran 1 DFD Level 1 GIS Kampus IPB Darmaga. Lampiran 2 DFD Level 2 proses 3 GIS Kampus IPB Darmaga

Lampiran 1 DFD Level 1 GIS Kampus IPB Darmaga. Lampiran 2 DFD Level 2 proses 3 GIS Kampus IPB Darmaga LAMPIRAN Lampiran 1 DFD Level 1 GIS Kampus IPB Darmaga Lampiran 2 DFD Level 2 proses 3 GIS Kampus IPB Darmaga 20 Lampiran 3 Input Proses Output Id Nama Proses Data Input Data Output Deskripsi Proses Proses

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH JULI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH JULI 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 78/08/Th. XVIII, 18 Agustus 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH JULI 2015 JULI 2015 RUPIAH TERDEPRESIASI 1,25 PERSEN TERHADAP DOLAR AMERIKA Rupiah terdepresiasi 1,25 persen

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. dilakukan terhadap sistem sehingga user dapat memberi masukan demi

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. dilakukan terhadap sistem sehingga user dapat memberi masukan demi BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 4.1 Implementasi Tujuan implementasi adalah untuk menerapkan perancangan yang telah dilakukan terhadap sistem sehingga user dapat memberi masukan demi berkembangnya sistem

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL INSTRUKSI KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1/Ins/II/2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM STRATEGIS BADAN PERTANAHAN NASIONAL TAHUN 2013 KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN NO PROVINSI LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 ACEH 197 435 632 2 SUMATERA UTARA 1,257 8,378 9,635 3 SUMATERA BARAT 116 476 592

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi Tabel 39., dan Bawang Merah Menurut 6.325 7.884 854.064 7,4 7,4 2 Sumatera 25.43 9.70 3.39 2.628 7,50 7,50 3 Sumatera Barat 8.57 3.873.238.757 6,59 7,90 4 Riau - - - - - - 5 Jambi.466.80 79 89 8,9 6,24

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Pada umumna data hotspot ang ada selama ini masih berupa data spasial ang belum cukup menimpan informasi temporal dan informasi tentang bagaimana suatu hotspot berevolusi. Berdasarkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/241/2016 TENTANG DATA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PER AKHIR DESEMBER TAHUN 2015

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/241/2016 TENTANG DATA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PER AKHIR DESEMBER TAHUN 2015 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/241/2016 TENTANG DATA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PER AKHIR DESEMBER TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur

Lebih terperinci

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.366, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 29 Oktober 2016 s/d 02 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 29 Oktober 2016 s/d 02 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 29 Oktober 2016 s/d 02 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 29 Oktober 2016 Sabtu, 29 Oktober 2016 PERAIRAN SELATAN PULAU

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017

POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017 POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017 Kepala Subdirektorat Keuangan Daerah Bappenas Februari 2016 Slide - 1 KONSEP DASAR DAK Slide - 2 DAK Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

Lebih terperinci

Konsep Basis Data dalam SIG. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Konsep Basis Data dalam SIG. by: Ahmad Syauqi Ahsan Konsep Basis Data dalam SIG by: Ahmad Syauqi Ahsan Trend Basis Data Spasial Hampir semua perangkat lunak SIG telah memiliki format sendiri untuk menyimpan datanya. Namun, untuk data atribut, mereka menggunakan

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, Menurut, 2000-2016 2015 ACEH 17 1.278 2.137 20 1.503 2.579 SUMATERA UTARA 111 9.988 15.448 116 10.732 16.418 SUMATERA BARAT 60 3.611 5.924 61 3.653 6.015 RIAU 55 4.912 7.481 58 5.206 7.832 JAMBI 29 1.973

Lebih terperinci

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI TAHUN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB IV HASIL DAN UJI COBA BAB IV HASIL DAN UJI COBA IV.1. Tampilan Hasil Berikut ini dijelaskan tentang tampilan hasil dari rancangan Sistem Informasi Geografis Lokasi Baby Shop di Kota Medan di Sumatera Utara dapat dilihat sebagai

Lebih terperinci

BKN. Kantor Regional. XIII. XIV. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

BKN. Kantor Regional. XIII. XIV. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA No.1058, 2014 BKN. Kantor Regional. XIII. XIV. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 20 TAHUN 20142014 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR REGIONAL XIII DAN KANTOR REGIONAL XIV

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN NOMOR: KEP-06.00.00-286/K/2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan. No.526, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2

Lebih terperinci

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor),

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor), Sapi ACEH 25055 25902 18002 23456 22172 19693 9931 27698 26239 35601 36014 36287 30145 11316 10986 13231 SUMATERA UTARA 22557 22578 17050 21686 20380 19275 20816 24077 19676 28901 31926 32163 21761 24434

Lebih terperinci

PEMILIHAN KEPALA DAERAH (PILKADA) SERENTAK Tingkat provinsi (7 daerah) Tingkat kabupaten / kota. Aceh (Kota, 4 daerah dan Kabupaten, 16 daerah)

PEMILIHAN KEPALA DAERAH (PILKADA) SERENTAK Tingkat provinsi (7 daerah) Tingkat kabupaten / kota. Aceh (Kota, 4 daerah dan Kabupaten, 16 daerah) PEMILIHAN KEPALA DAERAH (PILKADA) Pemilihan umum Gubernur Aceh 2017 (Banda Aceh) Pemilihan umum Gubernur Bangka Belitung 2017 (Sungai Liat) Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2017 (Jakarta) Pemilihan

Lebih terperinci

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 - 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017 KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN NONFORMAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017 TENTANG ALOKASI KUOTA AKREDITASI BAP PAUD DAN PNF TAHUN 2018

Lebih terperinci

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2000 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT POS INDONESIA

Lebih terperinci

QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 3 Maret 2016

QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 3 Maret 2016 QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 3 Maret 2016 PEMANFAATAN DANA PELATIHAN No Provinsi Kota / Kabupaten Jumlah kelurahan / Desa Alokasi Dana yang seharusnya

Lebih terperinci

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH LAMPIRAN III TENTANG PERUBAHAN ATAS NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA NO. TUJUAN UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 No. 07/01/31/Th. XV, 2 Januari 2013 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2011 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA PARIWISATA INDONESIA-SINGAPURA

SUSUNAN KEANGGOTAAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA PARIWISATA INDONESIA-SINGAPURA LAMPIRAN 1 KEPUTUSAN PRESIDEN SUSUNAN KEANGGOTAAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA PARIWISATA INDONESIA-SINGAPURA 1. Ketua : Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya; 2. Sekretaris : Staf Ahli Menteri Koordinator

Lebih terperinci

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 1 PILAR 1 PILAR 2 PILAR 3 SURVEI NASIONAL 2013 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan mengamanatkan Otoritas Jasa Keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Perangkat keras yang digunakan untuk merancang sistem ini adalah: Processor : Intel Pentium IV 2,13 GHz

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Perangkat keras yang digunakan untuk merancang sistem ini adalah: Processor : Intel Pentium IV 2,13 GHz 62 BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Program 4.1.1 Spesifikasi Kebutuhan Program Spesifikasi Perangkat Keras Perangkat keras yang digunakan untuk merancang sistem ini adalah: Processor :

Lebih terperinci

QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 25 Februari 2016

QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 25 Februari 2016 QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 25 Februari 2016 PEMANFAATAN DANA PELATIHAN No Provinsi Kota / Kabupaten Jumlah kelurahan / Desa Alokasi Dana yang seharusnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN ENTERI PENDIDIKAN BLIK INDONESI PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

Jadwal & Hasil Pertandingan Voli Pasir Popnas 2015

Jadwal & Hasil Pertandingan Voli Pasir Popnas 2015 Jadwal & Hasil Pertandingan Voli Pasir Popnas 2015 Contributed by Nindy Thursday, 17 September 2015 Last Updated Friday, 18 September 2015 volimania.org volimania.org Masih di event yang sama, yaitu POPNAS

Lebih terperinci

Copyright (C) 2000 BPHN

Copyright (C) 2000 BPHN Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 97/1999, PEMBENTUKAN PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI UJUNG PANDANG, PENGADILAN NEGERI MEDAN, PENGADILAN NEGERI SURABAYA, DAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG *48999 KEPUTUSAN

Lebih terperinci

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 103 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI TAHUN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG PENETAPAN TARGET DAN STRATEGI PENCAPAIAN RASIO KEPATUHAN WAJIB

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. lunak, dan prosedur instalasi aplikasi. PT. SMART DATA GLOBAL adalah sebagai berikut :

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. lunak, dan prosedur instalasi aplikasi. PT. SMART DATA GLOBAL adalah sebagai berikut : BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Sistem Pada bab ini penulis akan membahas mengenai spesifikasi aplikasi SIG yang telah dibuat, yaitu berupa spesifikasi perangkat keras, spesifikasi perangkat

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SPATIOTEMPORAL DATA MODEL PADA TIPE DATA VEKTOR DENGAN KONSEP EVENT-BASED SPATIOTEMPORAL DATA MODEL (ESTDM) MUTI RELEGI

PEMBANGUNAN SPATIOTEMPORAL DATA MODEL PADA TIPE DATA VEKTOR DENGAN KONSEP EVENT-BASED SPATIOTEMPORAL DATA MODEL (ESTDM) MUTI RELEGI PEMBANGUNAN SPATIOTEMPORAL DATA MODEL PADA TIPE DATA VEKTOR DENGAN KONSEP EVENT-BASED SPATIOTEMPORAL DATA MODEL (ESTDM) MUTI RELEGI ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

Otonomi Daerah : Implementasi

Otonomi Daerah : Implementasi Otonomi Daerah : Implementasi 1 UU No. 22 Tahun 1999 ---- UU No. 32 Tahun 2004 Ada 5-6 yang menjadi urusan pemerintah pusat seperti : Pertahanan Keamanan Moneter dan Fiskal Agama Peradilan (Yustisi) Politik

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PERJALANAN DINAS

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara astronomis, Indonesia terletak antara 6 08 Lintang Utara dan 11 15 Lintang Selatan dan antara 94 45 141 05 Bujur Timur dan dilalui oleh garis ekuator atau

Lebih terperinci

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013)

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Lampiran Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Berikut ini beberapa contoh perhitungan dari variabel riskesdas yang menyajikan Sampling errors estimation

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 November 2016 s/d 18 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 November 2016 s/d 18 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 November 2016 s/d 18 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 14 November 2016 Senin, 14 November 2016 BAGIAN BARAT LAMPUNG,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.21.3592 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 05018/SK/KBPOM TAHUN 2001 TENTANG

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,392 Pada ember 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci