II. TINJAUAN PUSTAKA. Multiple Representations. Multiple Representations sendiri berasal dari. bahasa inggris y

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. Multiple Representations. Multiple Representations sendiri berasal dari. bahasa inggris y"

Transkripsi

1 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Konsep Multiple Representations Suatu pendekatan pembelajaran dapat berpotensi menghasilkan proses pembelajaran yang efektif. Salah satu pendekatan yang baik adalah dengan Multiple Representations. Multiple Representations sendiri berasal dari bahasa inggris y re suatu informasi untuk disampaikan kepada orang lain. cara untuk menyajikan Menurut Goldin dalam Ulfarina (2010: 10) mengungkapkan bahwa: representasi adalah sebuah kofigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili, atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara. Representasi juga merupakan sesuatu yang mewakili, menggambarkan atau menyimbolkan obyek dan atau proses. Sedangkan pernyataan Prain dan Waldrip dalam Ulfarina (2010: 10) Multiple Representations berarti mempresentasikan ulang konsep yang sama dengan format yang berbeda, diantaranya secara verbal, gambar, grafik dan matematik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Multiple Representations adalah suatu cara menyatakan suatu konsep melalui berbagai cara dan bentuk. Fadillah (2008:1) mengungkapkan bahwa :

2 Representasi sendiri terbagi menjadi dua yaitu representasi internal dan representasi eksternal. Representasi internal dari seseorang sulit untuk diamati secara langsung karena merupakan aktivitas mental dari seseorang dalam pikirannya (minds-on). Tetapi representasi internal seseorang itu dapat disimpulkan atau diduga berdasarkan representasi eksternalnya dalam berbagai kondisi misalnya dari pengungkapannya melalui kata-kata (lisan), melalui tulisan berupa simbol, gambar, grafik, tabel ataupun melalui alat peraga (hands-on). 8 Dengan kata lain terjadi hubungan timbal balik antara representasi internal dan eksternal dari seseorang ketika berhadapan dengan sesuatu masalah. Menurut Ainsworth, Labeke, dan Peevers dalam Marlangen (2010: 8), sebelum siswa dapat menyelesaikan masalah, mereka harus memahami terlebih dahulu tugas-tugas kognitif yang terkait dengan representasi, yaitu: 1).Siswa harus memahami suatu representasi (yaitu: mana yang merupakan bentuk dan operator dari suatu representasi). 2) Siswa harus memahami hubungan antara representasi dan domainnya. 3) Siswa harus menerjemahkan antar representasi 4). Jika representasi dirancang mereka sendiri, siswa perlu memilih dan membangun representasi yang sesuai. Suatu analisis konseptual tentang pembelajaran Multiple Representations menurut Ainsworth (1999: 133) bahwa : Multi representasi memiliki tiga fungsi utama yaitu sebagai pelengkap, pembatas interpretasi dan membangun pemahaman. Pertama: Multiple Representations digunakan untuk memberikan presentasi yang berisi informasi pelengkap atau membantu melengkapi proses kognitif. Kedua: satu representasi digunakan untuk membatasi kemungkinan kesalahan menginterpretasikan dalam menggunakan representasi yang lain. Ketiga: dapat digunakan untuk menolong siswa membangun pemahaman terhadap situasi secara mendalam. Ketiga fungsi utama tersebut dapat dibagi dalam bagian-bagian yang lebih rinci seperti ditampilkan pada Gambar 2.1. FUNCTIONS OF MERs Complementary Roles Constrain Interpretation Construct Deeper Understanding Complementary Processes Complementary Information Constrain by Familiarty Constrain by Inherent Properties Abstraction Relation

3 9 Gambar 2.1. Fungsi taksonomi Multiple Representations menurut Ainsworth (1999: 134) Multiple Representations juga berfungsi untuk menggali perbedaanperbedaan dalam suatu informasi yang dinyatakan oleh masing-masing representasi. Multiple Representations cenderung digunakan untuk tujuan ini baik pada kasus-kasus dimana representasi tunggal tidak memadai untuk memuat semua informasi tentang suatu konsep, ataupun pada kasus-kasus dimana upaya untuk menggabungkan semua informasi yang relevan ke dalam satu representasi akan mempersulit tugas siswa. Pada setiap kasus, terdapat dua sub bagian pada kategori ini, (a) dimana setiap representasi menyimbolkan aspek-aspek yang unik dari suatu konsep dan menyajikan informasi yang berbeda, dan (b) dimana terdapat tingkat informasi yang berlebihan dibagi oleh dua informasi yang sama-sama unik. Fungsi utama kedua dari Multiple Representations adalah untuk membantu pembelajar membangun pemahaman yang lebih baik terhadap suatu konsep dengan menggunakan satu representasi untuk membatasi interpretasi mereka terhadap representasi yang kedua. Hal ini dapat dicapai melalui dua cara: pertama, dengan memanfaatkan representasi yang biasa dikenal untuk mendukung interpretasi dari representasi yang kurang baisa dikenal atau

4 lebih abstrak. Kedua, dengan menggali sifat-sifat inheren satu representasi untuk membatasi interpretasi representasi kedua. 10 Fungsi utama ketiga Multiple Representations adalah untuk membangun pemahaman yang lebih dalam. Pada fungsi ini multi representasi dapat digunakan untuk meningkatkan abstraksi, mendukung generalisasi, dan untuk membangun hubungan antar representasi-representasi. Ada beberapa alasan pentingnya menggunakan Multi Representations 1). Multi kecerdasan (multiple intelligences) Menurut teori multi kecerdasan orang dapat memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Oleh karena itu siswa belajar dengan cara yang berbeda sesuai dengan jenis kecerdasannya. Representasi yang berbeda-beda memberikan kesempatan belajar yang optimal bagi setiap jenis kecerdasan. 2). Visualisasai bagi otak Kuantitas dan konsep-konsep yang bersifat fisik seringkali dapat divisualisasikan dan dipahami lebih baik dengan menggunakan represenrasi konkret 3). Membantu mengkonstruksi representasi tipe lain Beberapa representasi konkret membantu dalam mengkonstruksi pemahaman yang lebih abstrak. 4). Beberapa representasi bermanfaat bagi penalaran kualitatif Penalaran kualitatif sering kali terbantu dengan menggunakan representasi konkret.

5 5). Representasi matematik yang abstrak digunakan untuk penalaran 11 kuantitatif dimana representasi matematik dapat digunakan untuk mencari jawaban kuantitatif terhadap soal. Dalam fisika ada beberapa format representasi yang dapat dimunculkan. Format-format tersebut antara lain: 1). Dekripsi verbal Untuk memberikan definisi suatu konsep, verbal adalah satu cara yang tepat untuk digunakan. 2). Gambar/diagram Suatu konsep akan menjadi lebih jelas ketika dapat kita representasikan dalam bentuk gambar. Gambar dapat membantu memvisualisasikan sesuatu yang masih bersifat abstrak. Dalam fisika banyak bentuk diagram yang sering digunakan sesuai konsep, antara lain diagram gerak, diagram benda bebas (free body diagram), diagram garis medan (field line diagram), diagram rangkaian listrik (electrical circuit diagram), diagram sinar (ray diagram), diagram muka gelombang (wave front diagram), diagram keadaan energy (energy state diagram). 3). Grafik Penjelasan yang panjang terhadap suatu konsep dapat kita representasikan dalam satu bentuk grafik. Oleh karena itu kemampuan membuat dan membaca grafik adalah keterampilan yang sangat diperlukan. 4). Matematik Untuk menyelesaikan persoalan kuantitatif, representasi matematik sangat diperlukan. Namun penggunaan representasi kuantitatif ini akan

6 banyak ditentukan keberhasilannya oleh penggunaan representasi 12 kualitatif secara baik. Pada proses itulah tampak bahwa siswa tidak seharusnya menghapalkan semua rumus-rumus atau persamaanpersamaan matematik. 5). Simulasi computer Untuk beberapa masalah, representasi dengan animasi komputer dapat menerangkan situasi siswa dan membantu mereka memperagakan pemikiran nyata mereka. Representasi ini lebih murah dibandingkan dengan menggunakan alat langsung yang biayanya lebih mahal. Rep.pdf. Berbagai representasi yang telah disebutkan di atas dapat memudahkan siswa membangun pengetahuannya sendiri. Seperti dikemukakan oleh Feynman (1965: 1) bahwa: kemungkinan suatu hal adalah sederhana jika kamu dapat mengambarkan dalam beberapa jalan/cara berbeda tanpa mengetahui bahwa kamu sedang menggambarkan hal yang sama. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa berbagai representasi merupakan jalan yang baik untuk siswa memahami suatu pelajaran. Sebab berbagai representasi dapat memunculkan kemampuan-kemampuan lain dari penggabungan banyak penyampaian. Dengan adanya berbagai format representasi yang berbeda yang digunakan sesuai dengan konteks permasalahan yang sedang dihadapi maka penggabungan representasi tersebut saling melengkapi sehingga memudahkan siswa dalam memahami konsep dan menyelesaikan masalah.

7 Izsak dan Sherin dalam Marlangen (2010:10) menyatakan bahwa : 13 pengajaran dengan melibatkan multi representasi memberikan konteks yang kaya bagi siswa untuk memahami suatu konsep. Penggunaan multi representasi dapat membantu guru dalam mengidentifikasi tiga dimensi pembelajaran yang terjadi yakni (1) representasi memberi peluang kepada guru untuk dapat menilai pemikiran siswa, (2) representasi memberi peluang kepada guru untuk menggunakan teknik paedagogik yang baru, dan (3) representasi memudahkan guru untuk menjembatani antara pendekatan konvensional dan pendekatan modern. Pembelajaran fisika menggunakan multi representasi dapat dilakukan dalam dua bentuk, bentuk pertama adalah dalam proses pembelajaran, dan bentuk kedua adalah dalam proses asesmen. Kedua bentuk tersebut hendaknya diterapkan sebagai satu kesatuan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan strategi pembelajaran fisika berbasis Multiple Representations dengan pendekatan Triadic Pedagogical Model (Gambar 2.2) mengacu pada desain IF-SO Frame Work. Dalam terminologi IF-SO frame work, desain pembelajaran mengikuti rancangan dan pengembangan berikut: I: Identify key concept, yaitu mengidentifikasi konsep kunci (key concept) atau batang tubuh atau ide utama dari topik yang akan dipelajari. Hal ini sebagai landasan dalam mengkonstruksi dan mengkreasi mode atau format representasi yang digunakan guru dan siswa di ruang kelas. Setiap representasi dapat membantu siswa untuk memahami dan menggunakan konsep-konsep kunci dalam fisika. Langkah awal adalah mengidentifikasi konsep-konsep tersebut dengan representasi-representasi yang tepat dan memikirkan bagaimana siswa dapat mengambil manfaat dari representasi-representasi yang disajikan.

8 14 F: Focus on form and functios, yaitu guru memfokuskan pada mode atau format dan fungsi representasi yang bervariasi sesuai dengan ide utama dari topik yang dipelajari. Dengan konsep kunci yang ada dalam pikiran, kita dapat membuat representasi lain yang berfokus pada konsep yang sama. Dari representasi verbal dapat dibuat representasi lain, misalnya gambar, grafik, matematik, atau yang lainnya. Demikian juga sebaliknya, untuk representasi-representasi yang lain. S: Sequence, guru harus memilih representasi mana yang terlebih dahulu akan disajikan sesuai dengan materi yang akan diajarkan, yang memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi dan menjelaskan konsep kunci, memperluas konsep kunci baru, dan memberi kesempatan untuk mengintegrasikan representasi mereka ke dalam bentuk representasi lain. Dengan memberikan beberapa representasi suatu konsep akan memberikan alternatif kepada siswa untuk memahami konsep tersebut melalui berbagai cara sesuai dengan jenis kecerdasan (menurut teori multi kecerdasan) dan gaya belajar siswa. Selain itu, merepresentasikan konsep dari satu representasi ke representasi lain akan memberikan kesempatan pada siswa untuk lebih memahami konsep yang bersangkutan. Jika konsepnya abstrak, pembelajaran dapat dimulai dengan visualisasi atau simulasi konsep untuk memacu daya imaginasi dan daya tarik siswa. Siswa akan mengalami kesulitan adaptasi psikologis jika guru langsung menyajikan konsep yang sangat abstrak menggunakan persamaan matematika, karena hal ini akan menimbulkan sejumlah sikap retensi siswa berupa sulitnya belajar fisika. Sequensi yang logis menentukan ketertarikan siswa mempelajari topik fisika dan meningkatkan persepsi

9 positif siswa pada topik fisika yang dipelajari dan mempermudah 15 penguasaan konsep. 1) S: Student Representations; Siswa harus memiliki kesempatan untuk memperluas dan menunjukkan belajar. Mereka harus ditantang dan didorong untuk mengkoordinasikan representasi sebagai sarana untuk mengekspresikan pemahaman yang sesuai dan fleksibel. Siswa harus aktif dan eksplorasi dalam menghasilkan, memanipulasi dan memperbaiki representasi. Dalam upaya untuk menunjukkan kompleksitasnya, siswa perlu kesempatan untuk mengekspresikan dan memperpanjang sumber representasional dan pilihan, dan untuk mengintegrasikan mode representasional berbeda untuk menunjukkan pemahaman konseptual. 2) S:.Student Interest; Aktivitas yang berurutan pada fokus, belajar akan bermakna melalui memperhatikan, tanggung jawab siswa, nilai-nilai kepentingan dan estetika preferensi, dan sejarah pribadi. 3) S: Student Perceptions; persepsi siswa sangat diperlukan dalam aktivitas sequence untuk memungkinkan siswa membuat hubungan antara aspek objek dan representasi yang mereka buat. Ini bukan untuk menyatakan bahwa semua teori pengetahuan konseptual dalam kelas berbasis sains perseptual, melainkan bahwa beberapa pembelajaran konseptual dalam ilmu dapat ditingkatkan dengan berfokus pada persepsi siswa yang relevan. O: On going assessment, guru harus melihat pekerjaan representasi oleh siswa, termasuk tanggung jawab lisan dari topik, sebagai jendela yang sedang berlangsung berharga siswa mengembangkan pemikiran dan

10 sebagai bagian dari bukti belajar siswa. Penilaian ini dapat diagnostik, 16 formatif atau sumatif, maupun sejumlah asesmen alternatif, termasuk selfassessment sangat berguna untuk menggali alasan dan kompetensi siswa dalam merepresentasikan secara bervariasi konsep fisika yang sama dengan berbagai bentuk bukti berkontribusi terhadap penilaian tentang pengetahuan konseptual siswa dan kapasitas untuk mentransfer pemahaman terhadap konteks baru dan masalah. 1) O: Opportunities for negotiation; Perlu ada peluang untuk negosiasi antara guru dan siswa untuk mengungkapkan pemahaman makna representasi yang dimaksudkan. Siswa harus didorong untuk membuat penilaian dari representasi mereka sendiri. Apakah cukup untuk ide-ide mereka pada topik serta fitur dari obyek, dan sejauh mana siswa mencapai tujuan representasional dan mengungkapkan makna yang dimaksudkan? 2) O: On time; siswa harus tepat waktu dalam mengklarifikasi bagian dan tujuan dari representasi yang berbeda. Siswa membutuhkan kesempatan untuk membandingkan konvensi dan improvisasi mereka yang telah digunakan. Memahami penalaran dan organisasi alat representasi ilmu pengetahuan, seperti grafik dan diagram, memungkinkan siswa untuk memahami dan berkomunikasi mengklaim lebih jelas, dan untuk memahami mengapa representasi tertentu, sering tertanam dalam teks pelengkap, digunakan untuk berbagai tujuan, dan untuk membuat klaim tentang berbagai aspek dari topik. (Abdurrahman, dkk: 2011 hal 30)

11 17 Mengidentifikasi konsep kunci 1. Memusatkan pada pengetahuan tentang Hukum Ohm 2. Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari Sequence (berurutan) Berdasarkan pada: Konsep awal dan gagasan utama Pembelajaran berbasis IF-SO Frame Wook pada konsep listrik dinamis Penilaian Fokus pada format dan fungsi

12 18 1. Formatif /Sumatif 1. Representasi Verbal 2. Representasi simulasi (Phet) 3. Representasi Hand On (Eksperimen) 4. Represntasi Gambar 5. Representasi Grafik 6. Representsi Matematika 7. Analogi Format MR: 1. Verbal/tekstual 2. Gambar 3. Grafik 4. Pers. Matematika Gambar 2.2.Desain Strategi Pembelajaran Berdasarkan IF-SO Frame Work (Abdurrahman, dkk : 2011 hal 30) Dari penjelasan mengenai Multiple Representations dapat disimpulkan bahwa Multiple Representations adalah suatu pendekatan atau bentuk pengganti, cara atau proses yang digunakan seseorang untuk mengkomunikasikan sesuatu atau pengetahuan yang disajikan atau diungkapkan melalui berbagai model (verbal, persamaan matematik, gambar, simulasi, benda nyata dll). Dengan Multiple Representations akan terjadi pengolahan informasi internal dan eksternal untuk membangun suatu pemahaman yang lebih di dalam mengenai suatu pengetahuan dengan menggabungkan berbagai format representasi yang berbeda yang digunakan sesuai dengan konteks permasalahan yang sedang dihadapi. 2. Motivasi Siswa

13 19 Perilaku individu tidak berdiri sendiri, selalu ada hal yang mendorongnya dan tertuju pada suatu tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan dan faktor pendorong ini mungkin disadari oleh individu, tetapi mungkin juga tidak, sesuatu yang konkrit ataupun abstrak. Keinginan akan sesuatu, mendorong seseorang untuk berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya. Sukmadinata (2007: 61) mengungkapkan: Kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu disebut motivasi, yang menunjukkan suatu kondisi dalam diri individu yang mendorong atau menggerakkan individu tersebut melakukan kegiatan mencapai suatu tujuan. Sejalan dengan pendapat Sukmadinata, Walker (1967) dalam Rohani (2004: 10) menyatakan bahwa, Perubahan-perubahan yang dipelajari biasanya memberi hasil yang baik bilamana orang/individu mempunyai motivasi untuk melakukannya; dan latihan kadang-kadang menghasilkan perubahan-perubahan dalam motivasi yang mengakibatkan perubahan-perubahan dalam prestasi. Suatu aktivitas belajar sangat lekat dengan motivasi. Perubahan suatu motivasi akan merubah pula wujud, bentuk, dan hasil belajar. Ada tidaknya motivasi seorang individu untuk belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar itu sendiri. Sardiman (2007: 75) menyatakan: Motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.

14 Berdasarkan pernyataan Sardiman, dalam kegiatan belajar mengajar, 20 motivasi menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri siswa, yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar tercapai. Thomas M. Risk dalam Rohani (2004: 11) memberikan pengertian motivasi sebagai berikut: Motivasi adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri peserta didik/pelajar yang menunjang kegiatan ke arah tujuan-tujuan belajar. Kemudian Nasution dalam Rohani (2004: 11) mengemukakan: Motivasi anak/peserta didik adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga anak itu mau melakukan apa yang dapat dilakukannya. Berdasarkan dua pendapat di atas, satu masalah yang dihadapi guru untuk menyelenggarakan pengajaran adalah memotivasi atau menumbuhkan motivasi dalam diri peserta didik secara efektif. Keberhasilan suatu pengajaran sangat dipengaruhi oleh adanya penyediaan motivasi/dorongan. Motivasi erat kaitannya dengan suatu tujuan. Munculnya motivasi mempengaruhi adanya kegiatan untuk pencapaian suatu tujuan. Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi menurut Sardiman (2007: 85): 1) Mendorong manusia untuk berbuat. 2) Menentukan arah perbuatan. 3) Menyeleksi perbuatan. Motivasi dapat tumbuh di dalam diri siswa disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri

15 (intrinsik) dan faktor yang muncul dari luar diri siswa (ekstrinsik). Hal 21 tersebut diungkapkan oleh Hakim (2000: 30) Motivasi belajar seseorang dapat dibangkitkan dengan mengusahakan agar siswa atau mahasiswa memiliki motif intrinsik dan motif ekstrinsik dalam belajar. Contoh dari faktor intrinsik adalah pemahaman manfaat, minat, bakat, dan pemikiran tentang masa depan. Sedangkan contoh dari faktor ekstrinsik yang dapat menimbulkan motivasi adalah keinginan untuk mendapat nilai yang baik, menjadi juara, lulus ujian, keinginan untuk menang dalam persaingan, keinginan untuk dikagumi, dan lain-lain. 3. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu materi yang disampaikan. Hasil belajar siswa diperoleh setelah berakhirnya proses pembelajaran. Menurut Sukardi dalam Haikal (2011: 25): Hasil belajar merupakan pencapaian pertumbuhan siswa dalam proses belajar mengajar. Penacapaian belajar ini dapat dievaluasi dengan menggunakan pengukuran. Hal ini berarti hasil belajar diperoleh setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Menurut Dimyati dalam Haikal (2011: 25): Hasil belajar merupakan hasil proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan atau pengukuran hasil belajar. Dengan tujuan mengetahui tingkat keberhasilan yang ditandai dengan huruf atau kata atau symbol yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

16 Hasil belajar dapat ditunjukkan dengan huruf atau kata atau simbol setelah siswa tersebut melakukan kegiatan pembelajaran. Hasil belajar ini merupakan suatu ukuran bahwa siswa tersebut sudah melakukan kegiatan pembelajaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 3) Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi dari tindak belajar dan tindak mengajar. Bagi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya puncak proses belajar. Sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan suatu pencapaian tujuan pengajaran. Bagi siswa, bukti hasil belajar dapat terlihat dari perubahan tingkah laku. Menurut Hamalik (2007: 30-31): Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas dan keterampilan. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada setiap aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah: 1) Pengetahuan 2) Pengertian 3) Kebiasaan 4) Keterampilan 5) Apresiasi 6) Emosional 7) Hubungan sosial 8) Jasmani 9) Etis atau budi pekerti, dan 10) Sikap Menurut Kingsley dalam Haikal (2011: 26) bahwa: Hasil belajar terbagi menjadi 3 macam hasil belajar yaitu: a. Keterampilan dan kebiasaan b. Pengetahuan dan pengertian c. Sikap dan cita-cita 22

17 Pendapat dari Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua 23 proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut. Hasil belajar dapat dilihat dari nilai yang diperoleh setelah tes dilakukan. Menurut Bloom dalam Haikal (2011: 26): Ada tiga taksonomi yang dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan internal akibat belajar yaitu: 1. Ranah kognitif Ranah kognitif terdiri dari enam jenis prilaku, yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. 2. Ranah Afektif Ranah afektif terdiri dari lima prilaku, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. 3. Ranah psikomotor Ranah psikomotor terdiri dari tujuh prilaku, yaitu persepi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan dan kreativitas. Hasil belajar yang diidentifikasi dalam hal ini adalah semua ranah yang ada. Dalam kaitan ini Sodjarto dalam Haikal (2011: 27) mengemukakan pula bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program pembelajaran. Untuk menilai dan mengukur keberhasilan siswa dipergunakan tes hasil belajar. Terdapat beberapa tes yang dilakukan guru, diantaranya: uji blok, ulangan harian, tes lisan saat pembelajaran berlangsung, tes mid semester dan tes akhir semester. Hasil dari tes tersebut berupa nilai-nilai yang pada akhirnya digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran yang terjadi. Tes ini dibuat oleh guru berkaitan dengan materi yang telah diajarkan. Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Hasil belajar setiap siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar

18 24 kelas. Bahan mentah hasil belajar terwujud dalam lembar-lembar jawaban soal ulangan atau ujian dan yang berwujud karya atau benda. Semua hasil belajar tersebut merupakan bahan yang berharga bagi guru dan siswa. Bagi guru, hasil belajar siswa di kelasnya berguna untuk melakukan perbaikan tindak mengajar atau evaluasi. Bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut. Menurut Dalyono (2005: 55) faktor-faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar siswa, yaitu: a) Faktor internal (yang berasal dari dalam diri) meliputi kesehatan, intelegensi, bakat, minat, motivasi dan cara belajar. b) Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri) meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dari proses belajar mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal) maupun dari luar siswa (faktor eksternal). Untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan, maka seorang siswa harus bisa mengelola faktor-faktor ini dengan baik terutama faktor yang berasal dari dalam dirinya. B. Kerangka Pemikiran Secara naluriah manusia menyampaikan, menerima, dan menginterpretasikan maksud melalui berbagai penyampaian dan berbagai komunikasi. Baik dalam pembicaraan, bacaan maupun tulisan. Berbagai format penyampaian tersebut dapat membantu untuk mengolah informasi yang didapat dan merepresentasikannya dalam pikiran (minds-on) dan

19 kemudian disimpulkan dalam bentuk eksternalnya (hands-on). Format 25 representasi yang berbeda tersebut digunakan sesuai dengan materi yang akan disampaikan dalam pembelajaran. Representasi grafik, dapat digunakan untuk mengetahui hubungan dari suatu variabel, untuk membandingkan dan memperjelas; mengklasifikasi, mengkategorikan, dan menunjukkan hubungan hierarki; ringkasan informasi; menunjukkan hubungan diantara konsep-konsep; atau menunjukkan akibat dalam prosedur. Dengan verbal, siswa mendapatkan informasi tentang definisi dan penjelasan sesuatu sehingga menstimulasi siswa untuk menggunakan penalarannya dan mengambil suatu keputusan dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan diagram, siswa dapat mengkaji suatu hubungan, dan dapat menunjukkan persentase sesuatu. Sedangkan dengan persamaan matematik dapat membantu menyelesaikan suatu permasalahan empirik. Representasi-representasi tersebut saling terkait satu-sama lain. Implikasi yang muncul dari beragam representasi tersebut adalah siswa termotivasi untuk belajar fisika, karena dengan beragam representasi siswa dapat meningkatkan rasa ingin tahu, rasa ingin memahami dan berhasil, dan rasa bekerja sama dengan para siswa. Jadi dapat dikatakan bahwa proses belajar mengajar dengan motivasi berfungsi untuk menggiatkan semangat belajar menggugah minat siswa agar mau belajar, membantu siswa agar mampu dan mau menemukan serta memilih jalan atau tingkah laku yang sesuai untuk mendukung pencapaian tujuan belajar dan ketika dilakukan pembelajaran siswa mampu memberikan umpan balik/refleksi ragam representasi pula.

20 Dari berbagai fungsi representasi tersebut maka seseorang dapat 26 meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajarnya. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi maka hasil belajarnya juga akan tinggi sedangkan siswa dengan motivasi rendah maka hasil belajarnya juga rendah. Untuk kategori tingkatan motivasi belajar siswa dikelompokkan menjadi siswa dengan motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah berdasarkan nilai rata-rata kelas. Pada penelitian ini peneliti menggunakan dua pendekatan multiple representations, yaitu Existing multiple representations dan Generate own multiple representations. Existing multiple representations yaitu siswa menyajikan suatu konsep dengan menggunakan berbagai cara dan bentuk yang sudah ada, dengan kata lain representasi siswa (SR) sangat tergantung pada representasi guru (TR). Generate own multiple representations yaitu siswa membuat representasi mereka sendiri untuk menyatakan suatu konsep melalui berbagai cara dan bentuk. Siswa lebih mungkin untuk menggunakan representasi yang ada dari sumber daya dari domain atau pemikirannya sendiri untuk menghasilkan representasi mereka sendiri, dengan kata lain representasi siswa (SR) tidak bergantung pada representasi guru (TR). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran (X), variabel moderator dalam penelitian ini adalah motivasi belajar siswa (Q), sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa (Y). Penerapan pendekatan pembelajaran existing multiple representations dan pembelajaran Generate own multiple representations pada masing-masing kelas akan meningkatkan hasil belajar siswa pada masing-masing kelas

21 tersebut. Ada faktor yang juga mempengaruhi peningkatan hasil belajar siswa yaitu motivasi belajar siswa. 27 Kemudian dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui: (1) Perbedaan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran fisika dengan menggunakan pendekatan pembelajaran existing multiple representations dan pembelajaran generate own multiple representations (2) Perbedaan hasil belajar fisika siswa ditinjau dari motivasi belajar siswa (3) interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan motivasi belajar siswa dalam peningkatan hasil belajar fisika siswa. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas berikut kerangka pemikiran sebagai berikut: Motivasi Belajar Tinggi Pendekatan Pembelajaran Rendah Hasil belajar Keterangan : Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran = Pengaruh oleh variabel bebas = Pengaruh oleh variabel moderator Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang didukung dengan variabel moderator, maka dapat dijelaskan dengan paradigma pemikiran seperti berikut ini:

22 28 X Q RQ Y RXY Gambar 2.4. Paradigma Pemikiran Keterangan: X Q Y RXY : Penerapan pendekatan pembelajaran (variabel bebas) : Motivasi Belajar (variabel moderator) : Hasil Belajar (variabel terikat) : Pengaruh pendekatan pembelajaran (X) terhadap hasil belajar siswa (Y) RQ : Pengaruh motivasi belajar (Q) pada proses peningkatan hasil belajar siswa (Y) dengan penerapan pendekatan pembelajaran (X) C. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini antara lain: 1. Hipotesis Pertama H O : Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran fisika dengan menggunakan pendekatan pembelajaran existing multiple representations dan pembelajaran generate own multiple representations. H 1 : Ada perbedaan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran fisika dengan menggunakan pendekatan pembelajaran existing

23 multiple representations dan pembelajaran generate own multiple representations Hipotesis Kedua H O : Tidak ada perbedaan hasil belajar fisika siswa ditinjau dari motivasi belajar siswa. H 1 : Ada perbedaan hasil belajar fisika siswa ditinjau dari motivasi belajar siswa. 3. Hipotesis Ketiga H O : Tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan motivasi belajar siswa dalam peningkatan hasil belajar fisika siswa. H 1 : Ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan motivasi belajar siswa dalam peningkatan hasil belajar fisika siswa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili, atau. Berbagai pakar juga mengungkapkan definisi yang berbeda-beda

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili, atau. Berbagai pakar juga mengungkapkan definisi yang berbeda-beda 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Representasi Menurut Goldin (2002) representasi adalah sebuah kofigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili, atau melambangkan sesuatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi belajar merupakan keadaan di dalam diri individu yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi belajar merupakan keadaan di dalam diri individu yang 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Motivasi Motivasi belajar merupakan keadaan di dalam diri individu yang meyebabkan seseorang melakukan suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan tertentu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kress et al dalam Abdurrahman, R. Apriliyawati, & Payudi (2008: 373)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kress et al dalam Abdurrahman, R. Apriliyawati, & Payudi (2008: 373) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Representasi Matematika Kress et al dalam Abdurrahman, R. Apriliyawati, & Payudi (2008: 373) mengatakan bahwa secara naluriah manusia menyampaikan, menerima,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kemampuan Representasi Prain dan Waldrip (Ulfarina, 2011) mengemukakan bahwa representasi berarti mempresentasi ulang konsep yang sama dengan format yang berbeda, diantaranya

Lebih terperinci

MULTIREPRESENTASI DALAM PEMBELAJARAN FISIKA 1 M. Yusup 2 Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Sriwijaya

MULTIREPRESENTASI DALAM PEMBELAJARAN FISIKA 1 M. Yusup 2 Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Sriwijaya MULTIREPRESENTASI DALAM PEMBELAJARAN FISIKA 1 M. Yusup 2 Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Sriwijaya email: yusufunsri@yahoo.com ABSTRAK Konsep fisika dapat direpresentasikan dalam banyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pendekatan Pembelajaran Multiple Representations. umum berdasarkan cakupan teoritik tertentu. Pendekatan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pendekatan Pembelajaran Multiple Representations. umum berdasarkan cakupan teoritik tertentu. Pendekatan pembelajaran 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Pendekatan Pembelajaran Multiple Representations Pendekatan pembelajaran menurut Sanjaya (2009: 127) adalah suatu titik tolak atau sudut pandang mengenai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. antara objek dengan simbol (Hwang dkk., 2007). untuk merepresentasikan suatu fenomena disebut multiple representasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. antara objek dengan simbol (Hwang dkk., 2007). untuk merepresentasikan suatu fenomena disebut multiple representasi. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Konsep Multirepresentasi Dalam psikologi matematika, representasi bermakna deskripsi hubungan antara objek dengan simbol (Hwang dkk., 2007). Penggunaan representasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Metakognisi Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli psikologi sebagai hasil dari perenungan mereka terhadap kondisi

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Intelegensi Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Scaffolding Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan kerangka sementara atau penyangga (biasanya terbuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Representasi merupakan suatu bentuk pengganti atau sesuatu yang mewakili

TINJAUAN PUSTAKA. Representasi merupakan suatu bentuk pengganti atau sesuatu yang mewakili 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Kemampuan Multirepresentasi Representasi merupakan suatu bentuk pengganti atau sesuatu yang mewakili untuk menjelaskan suatu konsep yang digunakan untuk menemukan

Lebih terperinci

BAB II KEMAMPUAN MULTIREPRESENTASI TERHADAP TES URAIAN PADA MATERI BUNYI

BAB II KEMAMPUAN MULTIREPRESENTASI TERHADAP TES URAIAN PADA MATERI BUNYI 9 BAB II KEMAMPUAN MULTIREPRESENTASI TERHADAP TES URAIAN PADA MATERI BUNYI 2.1 Multirepresentasi 2.1.1 Pengertian Multirepresentasi Multirepresentasi didefinisikan sebagai suatu cara yang menyajikan berbagai

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Problem Based Learning (PBL) Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam konteks pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di SD 1. Pengertian Matematika Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut Subariah (2006:1) Matematika merupakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Model Pembelajaran CLIS Model pembelajaran CLIS adalah kerangka berpikir untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

Lebih terperinci

KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe GI (Group Investigation) memecahkan masalah serta menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur demi

KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe GI (Group Investigation) memecahkan masalah serta menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur demi II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe GI (Group Investigation) Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bertukar pendapat dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Landasan teori ini berisi tentang beberapa pendapat para ahli mengenai pembelajaran IPA, metode pembelajaran mind mapping, hasil belajar, penerapan mind mapping

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur Penilaian konvensional

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur Penilaian konvensional 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Penilaian Konvensional Penilaian konvensional adalah sistem penilaian yang biasa digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Pembelajaran Inkuiri Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) menyatakan Inkuiri pada dasarnya dipandang sebagai suatu proses untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Sheny Meylinda S, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Sheny Meylinda S, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan bagian dari rumpun Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang dianggap sulit oleh siswa (Angel et all, 2004:2). Penyebabnya adalah dikarenakan siswa

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. II. LANDASAN TEORI 1. Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjaun Pustaka 1. Keterampilan Eksperimen Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan merancanakan percobaan merupakan kegiatan mengidenfikasi berapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Sedangkan menurut Horwart

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang 9 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kreatif Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang dimiliki sebagai hasil dari kemampuan berpikir kreatif merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000). BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Representasi Matematis Representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara (Goldin,

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Media Kartu Kata Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk majemuk atau jamak medium, yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Gaya Belajar adalah cara atau pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia pendidikan, istilah gaya

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan hasil belajar ditunjukkan dalam bentuk berubah pengetahuannya,

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Metode didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan

II. KERANGKA TEORETIS. Metode didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan 5 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Metode Peta Konsep Metode didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Karena itu, pemerintah selalu berusaha agar mutu pendidikan matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan satu sistem

BAB II KAJIAN PUSTAKA. STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan satu sistem 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan satu sistem belajar kelompok yang di dalamnya siswa di bentuk ke dalam kelompok yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari kelas 1 samapai kelas 6. Adapun ruang lingkup materinya sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari kelas 1 samapai kelas 6. Adapun ruang lingkup materinya sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika SD Matematika merupakan salah satu matapelajaran wajib di SD yang diberikan dari kelas 1 samapai kelas 6. Adapun ruang lingkup materinya sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar Aunurrahman ( 2012 : 35 ) belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Picture and Picture Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Metode demontrasi Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara untuk mengimplementasikan rencana yang telah disusun ke dalam bentuk kegiatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang menarik minatnya. Minat akan semakin bertambah jika

TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang menarik minatnya. Minat akan semakin bertambah jika 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1) Minat Belajar Apabila seseorang menaruh perhatian terhadap sesuatu, maka minat akan menjadi motif yang kuat untuk berhubungan secara lebih aktif dengan sesuatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Depdiknas (2004), model merupakan suatu konsep untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu. Joyce & Weil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakikatnya pembelajaran fisika merupakan salah satu bidang sains yang

I. PENDAHULUAN. Hakikatnya pembelajaran fisika merupakan salah satu bidang sains yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikatnya pembelajaran fisika merupakan salah satu bidang sains yang mencari tahu fenomena alam secara sistematis. Penyelenggaraan mata pelajaran fisika dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ingin terus belajar. Hal tersebut didukung oleh pendapat Sardiman (2007 : 76)

II. TINJAUAN PUSTAKA. ingin terus belajar. Hal tersebut didukung oleh pendapat Sardiman (2007 : 76) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Minat Minat selalu berkaitan dengan soal kebutuhan atau keinginan. Dalam belajar mengajar, penting menciptakan kondisi tertentu agar siswa selalu butuh dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran pada tingkat SMP maupun SMA. Karena disesuaikan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 1.1 Kajian Teoritik 2.1.1 Hasil Belajar Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Pembelajaran Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar yaitu perantara atau pengantar sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Metode Eksperimen Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan ke dalam metode pembelajaran. Menurut Djamarah dan Zain (2006: 136) metode eksperimen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama dan bertanggung jawab. Menurut Arends (dalam Amri dan Ahmadi, 2010:94)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep,

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Hasil Belajar 2.1.1.1 Definisi Hasil Belajar Secara umum hasil adalah segala sesuatu yang diperoleh setelah melakukan suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pada sub bab ini, peneliti akan membahas mengenai teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang sudah ditentukan. Adapaun teori yang berkaitan dengan variabel

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning (CTL)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning (CTL) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning (CTL) CTL merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari, oleh sebab itu matematika diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Pada jenjang sekolah menengah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Landasan teoretis yang dipakai dalam penelitian ini meliputi, (1). Bahasa Indonesia, (2). Metode Talking Stick, (3). Hasil belajar. 2.1.1. Bahasa Indonesia Pada

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kritis Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan tertentu dapat dikatakan berpikir dimana dapat dikatakan berpikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika Dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dinyatakan bahwa Matematika merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Belajar Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, dan tingkah laku.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bertukar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Thursan Hakim (2005: 21) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika di sekolah harus dapat menyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan komunikasi matematik dan pemecahan masalah sebagai bekal untuk menghadapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. siswa yang meliputi keterampilan berpikir generik sains, kegiatan

I. PENDAHULUAN. siswa yang meliputi keterampilan berpikir generik sains, kegiatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran fisika menekankan kegiatan pembelajaran berbasis aktivitas siswa yang meliputi keterampilan berpikir generik sains, kegiatan laboratorium dan pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diharapkan dapat membekali seseorang dengan pengetahuan yang memungkinkan baginya untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian [Type text] Penjelasan fenomena kimia didasarkan pada pemahaman aktivitas partikel yang tidak terlihat sehingga diperlukan penggambaran secara makroskopik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori Belajar 1. Teori Belajar a. Teori Belajar Konstruktivisme Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.

Lebih terperinci

Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa peserta didik harus

Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa peserta didik harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan awal siswa merupakan. proses belajar dengan baik. Kemampuan seseorang yang diperoleh dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan awal siswa merupakan. proses belajar dengan baik. Kemampuan seseorang yang diperoleh dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoretis 2.1.1 Kemampuan Awal (prior knowledge) Kemampuan awal merupakan hasil belajar yang didapat sebelum mendapat kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan awal siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan komponen dari ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aktivitas Belajar Mulyono (2001: 26) aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS. Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS. Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai BAB II KAJIAN TEORI A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai bahan ajar. Dalam Prastowo (2015: 17), bahan ajar merupakan segala bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Kelompok Menurut Thomas (dalam Bell, 1978), pembelajaran metode proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Pembelajaran Pengertian media sebagai sumber belajar adalah segala benda serta mahluk hidup yang berada di lingkungan sekitar serta peristiwa yang dapat memungkinkan siswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah scaffolding memang tidak terlalu asing akhir-akhir ini. Hammond

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah scaffolding memang tidak terlalu asing akhir-akhir ini. Hammond 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Scaffolding Istilah scaffolding memang tidak terlalu asing akhir-akhir ini. Hammond (2001: 20) menyatakan bahwa: Bagian penting dalam setiap pembahasan teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Belajar Menurut Nana Sudjana (2005: 28), belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dipelajari mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pada saat di sekolah dasar, materi matematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan yang sangat penting dalam pendidikan. Karena selain dapat mengembangkan penalaran logis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi yang semakin berkembang, peningkatan sumber daya manusia (SDM) sangat diperlukan agar masyarakat mampu bersaing dikancah internasional.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pembelajaran Problem Posing Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa adalah menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.2 Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak BAB II LANDASAN TEORI II. A. KREATIVITAS II. A. 1. Pengertian Kreativitas Kreativitas merupakan kemampuan untuk melihat dan memikirkan hal-hal yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurunnya peringkat pendidikan di Indonesia dari peringkat 65 pada tahun 2010 menjadi 69 pada tahun 2011 cukup menyesakkan dada. Pasalnya, peringkat pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua materi ajar, yakni materi bahasa dan materi sastra. Materi bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dua materi ajar, yakni materi bahasa dan materi sastra. Materi bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia dititikberatkan kepada empat keterampilan berbahasa. Keempat keterampilan itu adalah mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses 6 II._TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Dan Pembelajaran Menurut Hamalik (2001:28), belajar adalah Sesuatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. KAJIAN TEORI 1. Lingkungan Sekolah a. Pengertian Lingkungan Sekolah Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan selalu bersentuhan dengan lingkungan sekitar,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sebagai suatu disiplin ilmu, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki kegunaan besar dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, konsepkonsep dalam

Lebih terperinci