Survey Manta Tow di Pulau Atauro District Dili - Timor Leste, 2014
|
|
- Ade Indradjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Survey Manta Tow di Pulau Atauro District Dili - Timor Leste, 2014 Oleh: Marthen Welly, Andreas Muljadi, Constancio Dos Santos, Marcello Belo
2 Survei MantaTow di Pulau Atauro District Dili Timor Leste 2014 Kerjasama Kementerian Pertanian dan Perikanan - Timor Leste Coral Triangle Center
3 Laporan: Survey Manta Tow Pulau Atauro District Dili Timor Leste, 2014 Penulis: Marthen Welly (CTC MPA Learning Site Manager) Andreas Muljadi (CTC Nusa Penida Conservation Coordinator) Constancio Dos Santos (Minister of Agriculture and Fisheries of Timor Leste) Marcello Belo (MPA Committe of Atauro Island Timor Leste) Referensi/daftar pustaka: Welly, M., Muljadi, H.A., Santos, C.D. & Belo, M Survey Manta Tow di Pulau Atauro District Dili Timor Leste, Coral Triangle Center 17pp + v hal. Coral Triangle Center (CTC) Jalan Danau Tamblingan No.78, Sanur, Bali Indonesia (80228) Telephone ( ) ; Facsimile ( ) Photo and layout: CTC Didukung oleh: ii
4 Kata Pengantar Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas anugerah dan berkartnya maka survey untuk memetakan kondisi terumbu karang di Pulau Atauro, District Dili Timor Leste, dengan menggunakan metode manta tow dapat diselesaikan. Survey yang dilaksanakan dari tanggal 8 Maret 12 Maret 2014 ini berhasil memetakan kondisi terumbu karang, ikan dan biota laut penting sepanjang 60 kilometer mengelilingi Pulau Atauro. Semoga data yang terkumpul dapat melengkapi database guna mendukung pembentukan dan pengelolaan Marine Protected Area di Pulau Atauro Timor Leste. Hasil survey ini merupakan gambaran umum kondisi terumbu karang di Pulau Atauro yang sebagai basis awal dalam menjabarkan kegiatan monitoring terumbu karang ke depannya dengan teknik yang lebih detail pada site-site tertentu. Sebagai tambahan, pembentukan MPA di P. Atauro merupakan komitmen Timor Leste sebagai anggota negara CTI yang tertuang dalam Timor Leste CTI National Plan of Action. Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan Bapak Lorenco Borges Fontes (Director General for Agriculture and Fisheries), Bapak Augusto Fernandes (Director National of Agriculture and Fisheries), Ibu Rili Djohani (Director Executive of CTC) dan Bapak Johannes Subijanto (Deputy Director of CTC) atas dukungannya untuk pelaksanaan survey, serta Marine Protected Area Committe of Atauro Island Timor Leste atas kerjasamannya selama di lapangan. Semoga hasil survey ini dapat menjadi masukan yang bermanfaat di dalam pengelolaan efektif sumberdaya hayati pesisir dan laut di Pulau Atauro Timor Leste melalui pembetukan Marine Protected Area. April 2014 Tim penulis iii
5 Daftar Isi Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... v Daftar Gambar... v PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 METODOLOGI... 3 Manta tow (English, Wilkinson & Baker, 1997; Hill & Wilkinson, 2004)... 3 Waktu dan Lokasi... 8 Tim Survey... 8 HASIL DAN PEMBAHASAN... 9 Gambaran umum Pulau Atauro... 9 Kondisi terumbu karang Tutupan Karang Keras (Hard Coral Live) Kelimpahan Ikan (Fish Abundant) Ancaman di Perairan Pulau Atauro KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv
6 Daftar Tabel Tabel 1. Daftar anggota survey manta tow di P. Atauro Daftar Gambar Gambar 1. Peta National Democratic Republic of Timor Leste....1 Gambar 2. Surveyor Manta tow ditarik dengan tali 18 meter dengan kapal Gambar 3. Papan manta tow Gambar 4. Posisi pengamantan surveyor manta tow di rataan terumbu karang Gambar 5. Panduan persentase tutupan karang dengan manta tow (Dahl, 1981 dalam English et al., 1997) Gambar 6. Peta Pulau Atauro Distrik Dili, Timor Leste Gambar 7. Rute Survei Mantatow Pulau Atauro Timor Leste, Gambar 8. Persentase tutupan substrat di perairan Pulau Atauro, Gambar 9. Persentase tutupan karang keras hidup di perairan Pulau Atauro, Gambar 10. Kelimpahan ikan di perairan Pulau Atauro Gambar 11. Kelimpahan ikan dan biota lainnya di perairan Pulau Atauro Gambar 12. Peta sebaran biota laut penting di Perairan Pulau Atauro, Timor Leste Gambar 13. Peta lokasi ditemukannya setasean di Pulau Atauro, Timor Leste v
7 PENDAHULUAN Latar Belakang Potensi kawasan segitiga karang (coral triangle) yang dinyatakan memiliki keanekaragaman hayati kelautan tertinggi di dunia telah melahirkan kerjasama antar negara-negara di dalamnya yang tertuang dalam Coral Triangle Initiative (CTI). Kerjasama ini utamanya adalah menuju pengelolaan sumberdaya kelautan yang berkelanjutan meliputi sumberdaya terumbu karang, ikan karang dan ketahanan pangan bagi masyarakat khususnya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Tambahan, kerjasama ini juga meliputi peningkatan kapasitas dan berbagi pengalaman pengelolaan kawasan kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil dari masing-masing negara coral triangle. Dalam prosesnya, terdapat banyak inisiatif dalam pengembangan dan pendirian kawasan konservasi perairan (Marine Protected Areas/ MPA) baik atas inisiasi pemerintah, masyarakat maupun suatu lembaga. Timor Leste sebagai anggota negara CTI juga menunjukkan peran aktif dalam kerjasama ini. Antara lain dengan adanya rencana kajiankajian untuk pengembangan MPA di beberapa lokasi seperti Pulau Atauro (Edyvane, de Carvalho, Penny, Fernandes, de Cunha, Amaral, Mendes & Pinto, 2009). Gambar 1. Peta National Democratic Republic of Timor Leste. Pulau Atauro sebagai pulau kecil memiliki ekosistem pesisir dan laut yang cukup lengkap yaitu terumbu karang, padang lamun dan sedikit hutan bakau. Padang lamun di Pulau Atauro cukup luas dan masyarakat seringkali menjumpai dugong di sekitar perairan yang 1
8 memiliki padang lamun. Pulau Atauro juga memiliki beberapa pantai berpasir putih yang cukup panjang dimana penyu kerap dijumpai bertelur pada musim tertentu. Sedangkan perairain P. Atauro merupakan bagian dari perlintasan setasean (paus dan lumba-lumba). Di sisi lain, terdapat beberapa ancaman seperti penangkapan ikan secara destruktif, sampah, sedimentasi dan pembangunan di wilayah pesisir. Adanya potensi dan ancaman tersebut memberikan peluang dan tantangan untuk pengelolaan sumberdaya laut yang lebih baik dengan pelibatan aktif masyarakat dan dukungan pemerintah yang mendemonstrasikan kombinasi pendekatan top-down dan bottom-up. Inisiasi pembentukan MPA di P. Atauro merupakan bagian dari Timor Leste CTI National Plan of Action (Edyvane et al., 2009). Salah satu tahapan dalam inisiasi pembentukan MPA adalah adanya informasi dasar biofisik dan socio-ekonomi. Sedangkan data biofisik yang paling awal perlu dilakukan adalah survey manta tow kondisi ekosistem terumbu karang. Tujuan Survey ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum kondisi ekosistem terumbu karang termasuk di dalamnya kelimpahan (biomass) ikan serta biota laut penting lainnya di Pulau Atauro sebagai assessment awal pemetaan potensi dan masukan bagi pengembangan dan pengelolaan Marine Protected Area (MPA) di P. Atauro, Distrik Dili Timor Leste. 2
9 METODOLOGI Manta tow (English, Wilkinson & Baker, 1997; Hill & Wilkinson, 2004) Metode Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara pengamat di belakang perahu kecil bermesin dengan menggunakan tali sebagai penghubung antara perahu dengan pengamat (Gambar 2). Dengan kecepatan perahu yang tetap dan melintas di atas terumbu karang dengan lama tarikan 2 menit, pengamat akan melihat beberapa obyek yang terlintas serta nilai persentase penutupan karang hidup (karang keras dan karang lunak) dan karang mati. Gambar 2. Surveyor Manta tow ditarik dengan tali 18 meter dengan kapal. Data yang diamati dicatat pada tabel data dengan menggunakan nilai kategori atau dengan nilai persentase bilangan bulat. Untuk tambahan informasi yang menunjang pengamatan ini, dapat pula diamati dan dicatat persen penutupan pasir dan patahan karang serta obyek lain (Kima, Diadema dan Acanthaster) yang terlihat dalam lintasan pengamatan. Pada tahap pemula, pengamatan dengan menggunakan metode Manta Tow membutuhkan paling sedikit 4 orang dengan masing masing orang mempunyai tugas dan fungsi masingmasing, yaitu: 1 orang bertugas mengemudikan perahu motor. 1 orang bertugas sebagai pengamat (observer) yang ditarik di belakang perahu. 1 orang bertugas sebagai penunjuk arah yang berada di depan perahu dan melihat posisi perahu agar selalu berada di antara rataan terumbu dengan tepi tubir. 1 orang bertugas sebagai penentu waktu, fungsinya adalah memperhatikan waktu pengamatan dan memberi tahu pengemudi untuk menghentikan perahu apabila waktu pengamatan telah berlangsung selama 2 menit. 3
10 Seluruh anggota tim harus mengetahui metode ini dengan benar serta melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab dan sesuai dengan prosedur yang ada, karena ini berhubungan erat dengan keselamatan seluruh anggota tim. Tali sepanjang 20 meter digunakan untuk menghubungkan papan manta dengan perahu. Jarak antara ujung perahu dengan pengamat adalah 18 meter sehingga sisa panjang tali digunakan untuk mengikat ujung perahu. Lebar papan manta dan panjang regangan tali pengikatnya perlu diperhatikan untuk mendapatkan jarak antara pengamat dan ujung perahu yang sesuai. Gambar 3. Papan manta tow. Dua buah pelampung dipasang pada jarak 6 meter dan 12 meter dari ujung perahu ke arah papan manta. Fungsi pelampung ini adalah sebagai tanda untuk menentukan kecerahan air laut. Papan plastik putih digunakan untuk tabel data. Tabel data yang ditempelkan pada papan manta hendaknya menggunakan plastik akrilik dengan posisi tabel diletakkan di tengah papan manta sehingga data yang dilihat oleh pengamat dapat dituliskan pada tabel data tersebut. Jam atau stop watch digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengamatan. Lama pengamatan adalah 2 menit pada setiap tarikannya. Global Positioning System digunakan untuk penentuan posisi. Karena alat ini (GPS) cukup mahal, maka untuk penggunaan di desa sebaiknya digunakan tanda-tanda alam yang berada di pantai (contoh; pohon kelapa miring ditanjung X, batu besar, bangunan permanen, dan lain ]lain). Setiap setelah pengamatan selama dua menit, pengamat harus menentukan posisinya dengan cara melihat tegak lurus garis pantai dan menggunakan tanda alam apa sebagai acuan posisinya. 4
11 Untuk tahap mahir, pengamatan ini bisa dilakukan hanya dengan menggunakan tim kerja yang berjumlah dua orang, yaitu satu untuk pengamat dan satunya lagi adalah pengemudi perahu yang sekaligus bertugas sebagai penentu lama waktu tarikan. Untuk melakukan pengamatan terumbu karang dengan menggunakan metode Manta Tow ini diperlukan peralatan sebagai berikut: 1. Kaca mata selam (masker) 2. Alat bantu pernapasan di permukaan air (snorkel) 3. Alat bantu renang di kaki (fins) 4. Perahu bermotor (minimal 5 PK) 5. Papan manta (manta board) yang berukuran panjang 60 cm, lebar 40cm, dan tebal 2 cm 6. Tali yang panjangnya 20 meter dan berdiameter 1 cm. 7. Pelampung kecil 8. Papan plastik putih yang permukaannya telah dikasarkan dengan kertas pasir 9. Pensil 10. Penghapus 11. Stop watch/jam 12. Global Positioning System (GPS) Perahu dengan berkekuatan kurang lebih 5 PK digunakan untuk menarik pengamat dan dapat memberikan kecepatan yang cukup bagi pengamat untuk melakukan pengamatan dengan baik. Kecepatan perahu ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lambat pada saat melakukan pengamatan. Papan manta yang berukuran 60 cm x 40 cm x 2 cm (panjang x lebar x tebal) digunakan sebagai tempat pegangan pengamat dan untuk meletakkan papan tabel. Pengamat juga dapat mengatur arah gerakan ke kanan, ke kiri atau pun menyelam dengan menggerakkan papan manta ini. Satu lubang di tengah bagian bawah papan manta diperlukan agar pengamat dapat mengatur posisinya pada saat melakukan pengamatan. Tali sepanjang 20 meter digunakan untuk menghubungkan papan manta dengan perahu. Jarak antara ujung perahu dengan pengamat adalah 18 meter sehingga sisa panjang tali digunakan untuk mengikat ujung perahu. Lebar papan manta dan panjang regangan tali pengikatnya perlu diperhatikan untuk mendapatkan jarak antara pengamat dan ujung perahu yang sesuai. Dua buah pelampung dipasang pada jarak 6 meter dan 12 meter dari ujung perahu ke arah papan manta. Fungsi pelampung ini adalah sebagai tanda untuk menentukan kecerahan air laut. Papan plastik putih digunakan untuk tabel data. Tabel data yang ditempelkan pada papan manta hendaknya menggunakan plastik akrilik dengan posisi tabel diletakkan di tengah papan manta sehingga data yang dilihat oleh pengamat dapat dituliskan pada tabel data tersebut. Jam atau stop watch digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengamatan. Lama pengamatan adalah 2 menit pada setiap tarikannya. Global Positioning System digunakan untuk penentuan posisi. Karena alat ini (GPS) cukup mahal, maka untuk penggunaan di desa sebaiknya digunakan tanda tanda alam yang berada di pantai (contoh: pohon kelapa miring ditanjung X, batu besar, bangunan permanen, nama tempat tersebut, dan lain lain). Setiap setelah pengamatan selama dua menit, pengamat harus menentukan posisinya dengan cara melihat tegak lurus garis pantai dan menggunakan tanda alam apa sebagai acuan posisinya. 5
12 Gambar 4. Posisi pengamantan surveyor manta tow di rataan terumbu karang. Pengamat ditarik di antara rataan terumbu karang dan tubir (reef edge) (Gambar 4), dengan kecepatan yang tetap yaitu antara 3 5 km/jam atau seperti orang yang berjalan lambat. Bila ada faktor lain yang menghambat seperti arus perairan yang kencang maka kecepatan perahu dapat ditambah sesuai dengan tanda dari si pengamat yang berada di belakang perahu. Pengamatan terumbu karang dilakukan selama 2 menit, kemudian berhenti beberapa saat untuk memberikan waktu bagi pengamat mencatat data beberapa katagori yang terlihat selama 2 menit pengamatan tersebut ke dalam tabel data yang tersedia di papan manta. Setelah mendapat tanda dari pengamat maka pengamatan dilanjutkan lagi selama 2 menit, begitu seterusnya sampai selesai pada batas lokasi terumbu karang yang diamati. 6
13 Gambar 5. Panduan persentase tutupan karang dengan manta tow (Dahl, 1981 dalam English et al., 1997). Pengisian data untuk penutupan karang sebaiknya menggunakan persentase. Hal ini untuk memudahkan pengamat dalam menentukan masing masing tutupan karang. Pengamat harus memperhatikan total persen dari penjumlahan tutupan karang ditambah dengan pasir dan tutupan lainnya jangan sampai melebihi 100 % (Gambar 5). Pengisian data data ke atas tabel data tergantung kepada tujuan pengamatan itu sendiri. Tabel data pada Tabel 1 merupakan contoh sederhana untuk pengamatan terumbu karang yang bertujuan untuk mengetahui tutupan karang keras, karang lunak, dan karang mati yang dapat menggambarkan kondisi terumbu karang secara umum. Apabila pengamatan ditujukan untuk mengetahui informasi lain dari terumbu seperti kelimpahan bintang laut berduri, patahan patahan karang, hamparan pasir, spong, kima, alga, dan biota terumbu karang lainnya maka tabel data tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan keperluan pengamatan. 7
14 Waktu dan Lokasi Kegiatan survey manta tow ini dilakukan pada 7 13 Maret 2014, meliputi sekeliling Pulau Atauro dengan total panjang garis pantai 60 km. Adapun basecamp tim survey berada di Barry s Eco-lodge, Desa Beloi. Gambar 6. Peta Pulau Atauro Distrik Dili, Timor Leste. Tim Survey Anggota tim survey manta tow ini terdapat dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1. Daftar anggota survey manta tow di P. Atauro. No Nama Organisasi Posisi 1 Marthen Welly Coral Triangle Center Manta tow Surveyor 2 Andreas Muljadi Coral Triangle Center Manta tow Surveyor 3 Constancio Dos Minster of Agriculture and Fisheries of GPS Santos Timor Leste 4 Marchello Belo MPA Committe of Atauro Island Timor Guide on the survey Leste 5 Elias Minster of Agriculture and Fisheries of Timor Leste Rope and Mantatow board keeper 8
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum Pulau Atauro Pulau Atauro atau Pulau Kambing terletak sekitar 25 kilometer di bagian utara Timor Leste yang termasuk dalam Distrik Dili. Pulau Atauro terletak di antara Pulau Wetar, Pulau Alor dan Pulau Kisar (Indonesia). Pulau Atauro memiliki keliling garis pantai sepanjang 60 kilometer, dengan luas 144 km 2 (NCC CTI Timor Leste, 2012). Terdapat lima desa utama di Pulau Atauro yaitu Vila, Beloi, Makili, Makadade, dan Biquelli. Seluruh desa terletak di pesisir, sedangkan desa Makadade sebagian besar terletak di dataran tinggi P. Atauro. Pada umumnya masyarakat di sana hidup sebagai nelayan dan petani. Nelayan di Pulau Atauro adalah nelayan subsisten yang menggunakan pancing dan jaring sederhana untuk menangkap ikan. Budidaya rumput laut juga merupakan salah satu potensi pulau ini dengan menyumbangkan pendapatan ekspor rumput laut tahun 2009 (NCC CTI Timor Leste, 2012). Pulau Atauro terletak di antara Selat Wetar, Selat Alor dan terhubung dengan Laut Banda. Itu sebabnya, perairan di sekitar Pulau Atauro merupakan jalur migrasi penting bagi setasean (paus dan lumba-lumba). Pada bulan tertentu khususnya Oktober-November, sekumpulan paus banyak dijumpai melintas di perairan sekitar P. Atauro. Tim survey manta tow CTC bersama Kementerian Pertanian dan Perikanan Timor Leste dan MPA Commitee Pulau Atauro dapat menyelesaikan keseluruhan survey dengan panjang total pesisir Pulau Atauro sekitar 60 kilometer. Gambar 7. Rute Survei Mantatow Pulau Atauro Timor Leste,
16 Kondisi terumbu karang Hasil umum survey manta tow menunjukan bahwa tidak ada komponen penyusun substrat yang dominan di perairan Pulau Atauro baik karang keras hidup (hard coral live), karang lunak (soft coral), patahan karang (rubble), abiotik yang terdiri dari karang mati, batu dan algae koralin (abiotic), dan komponen lainnya di luar keempat komponen sebelumnnya (other). Jika dilihat hasil survey secara menyeluruh, maka komponen abiotik memiliki komposisi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan komponen lainnya. Gambar 8. Persentase tutupan substrat di perairan Pulau Atauro, Tutupan Karang Keras (Hard Coral Live) Persentase tutupan karang keras hidup di perairan Pulau Atauro adalah antara 12% - 31% dengan rata-rata 20,2%. Persentase tutupan karang di Pulau Atauro masuk dalam kategori rendah. Beberapa tempat yang memiliki tutupan karang kategori sedang di atas 25% yaitu Baruana, Beloi, dan Kasimeta. Rendahnya tutupan karang keras di beberapa site adalah karena tingginya tutupan abiotik seperti di Berahara, Berau, Iliknamo, Pala dan Tutumanu, dan tingginya tutupan rubble seperti di Akrema, Iliknamo, Pala dan Raiketa. Tutupan rubble ini diduga akibat dari penangkapan ikan dengan bom. 10
17 Gambar 9. Persentase tutupan karang keras hidup di perairan Pulau Atauro, Kelimpahan Ikan (Fish Abundant) Selama survei mantatow juga dilakukan pencatatan terhadap ikan dan biota laut penting yang dijumpai. Dari hasil survey menunjukan bahwa kelimpahan ikan di perairan Pulau Aturo termasuk tinggi. Gambar 10. Kelimpahan ikan di perairan Pulau Atauro. Di beberapa lokasi dijumpai kelimpahan ikan sangat tinggi seperti dibagian barat dan bagian utara Pulau Atauro. Dijumpai kumpulan ikan jack-travelly, ekor kuning dan barakuda dalam jumlah yang cukup besar. 11
18 Gambar 11. Kelimpahan ikan dan biota lainnya di perairan Pulau Atauro. Bumphead parrotfish atau ikan kakatua kaibam dan ikan napoleon bisa menjadi ikon P. Atauro karena relatif banyak dijumpai. Di perairan Pulau Atauro juga dijumpai biota laut penting, seperti penyu (sea turtle), hiu (shark), dan kima raksasa (giant clam). Ditemui dua jenis penyu selama survey yaitu penyu hijau (green turtle) dan penyu sisik (hawksbill turtle), dan jenis hiu karang sirip hitam (black-tip shark). Gambar 12. Peta sebaran biota laut penting di Perairan Pulau Atauro, Timor Leste. Saat survey dijalankan, tim juga menjumpai beberapa jenis paus dan lumba-lumba di sekitar perairan Pulau Atauro. Jenis lumba-lumba (dolphins) yang dijumpai yaitu Frasser dolphin, 12
19 Bottle-Nose dolphin, dan Long-Nose dolphin. Sementara itu dijumpai sekitar 30 ekor paus dari jenis Melon-Headed di depan desa Beloi (Gambar 13). Gambar 13. Peta lokasi ditemukannya setasean di Pulau Atauro, Timor Leste. Ancaman di Perairan Pulau Atauro Selama survey ditemukan berbagai ancaman terhadap keanekaragaman hayati laut di perairan Pulau Atauro diantaranya: Destructive fishing Sampah Sedimentasi Pembangunan di wilayah pesisir Dampak destructive fishing terlihat dari kerusakan karang yang menjadikan tingginya penutupan rubble 25 35% seperti terlihat di Akrema, Iliknamo, Pala dan Raiketa. Sedangkan sampah di laut relatif banyak terlihat di site Adara. Pembangunan di wilayah pesisir berdampak pada banyaknya sampah antropogenik ditemui di setiap kampung. Sedangkan sedimentasi yang terlihat relatif sebagai dampak dari jalan sepanjang pesisir seperti di Beloi. 13
20 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Hasil dari manta tow ini memberikan gambaran umum kondisi terumbu karang secara keseluruhan meliputi 60 km keliling garis pantai. Tutupan rata-rata karang keras hidup adalah berkisar 12 31% dengan rata-rata 20,2%. Kondisi rendahnya tutupan karang hidup diduga karena kegiatan destructive fishing yang mengakibatkan kerusakan dengan adanya tutupan rubble hingga 30%. Walaupun kondisi terumbu karang di perairan Pulau Atauro relatif rendah dari sisi tutupan karang keras hidupnya, namun P. Atauro masih memilik potensi perikanan dan pariwisata dengan adanya biota khas seperti hiu, penyu, ikan napoleon dan ikan bamhead serta kelimpahan ikan ekonomis penting yang relatif tinggi. Sebagai tambahan, P. Atauro juga merupakan perlintasan dari setasean (paus dan lumba-lumba), dan padang lamunnya merupakan habitat bagi dugong. Di sisi lain, terdapat ancaman kelestarian aset alam di P. Atauro seperti kegiatan destructive fishing, sampah, sedimentasi dan dampak lain dari pembangunan di pesisir. Dari hasil manta tow, site-site yang bisa dipertimbangkan sebagai zona inti dan zona pemanfaatan perikanan berkelanjutan adalah Adara, Beloi, Baruana, Kasimeta, barat dan utara P. Atauro dilihat dari sisi relatif lebih tingginya penutupan karang keras hidup dan kelimpahan ikan. Dari potensi dan ancaman yang ada, P. Atauro memiliki kesempatan untuk bisa dikelola dengan baik. Untuk itu masih perlu dilakukan survey dan pemetaan bagi habitat penting lainnya seperti padang lamun sebagai habitat dugong, pantai peneluruan penyu, lokasi pemijahan ikan, lokasi penangkapan ikan, lokasi sebaran nelayan dan jenis alat tangkap yang digunakan dalam rangka membangun database bagi perairan di Pulau Atauro. Database tersebut dapat digunakan sebagai masukan di dalam pembentukan marine protected area di Pulau Atauro, khususnya pada perencanaan zonasi. Hasil dari manta tow ini juga perlu disosialisasikan ke masyarakat sebagai bagian dari sosialisasi dan croscek dari sisi pengetahuan masyarakat serta inisiasi awal untuk menyamakan persepsi stakeholder (masyarakat, private sector dan pemerintah) dalam pengembangan MPA. Sebagai ekosistem pulau kecil dimana daratan sangat berhubungan erat dengan kondisi di laut, maka pengelolaan MPA di P. Atauro juga diharapkan mampu mengelola isu di daratan seperti sampah dan dampak pembangunan pesisir sehingga terintegrasi dengan pengelolaan laut sebagaimana tertuang dalam konsep ridge to reef (GEF, N.D.; IUCN, 2013). 14
21 DAFTAR PUSTAKA English, S., Wilkinson C. and Baker V. (1997). Survey Manual for Tropical Marine Resources. 2 nd edition. Townsville, QLD.: Australian Institute of Marine Science. Edyvane K., de Carvalho N., Penny S., Fernandes A., de Cunha C.B., Amaral A.L., Mendes M., and Pinto P. (2009). Conservation Values, Issues and Planning in the Nino Konis Santana Marine Park, Timor Leste Final Report. Ministry of Agriculture & Fisheries, Government of Timor Leste. Hill, J., Wilkinson, C. (2004). Methods for ecological monitoring of coral reefs. A resource for managers. Australian Institute of Marine Science, Townsville, Australia. NCC CTI Timor Leste. (2012). State of the coral reefs of Timor Leste. Coral triangle marine resources: their status, economies, and management. National CTI Coordinating Committee of Timor Leste. IUCN. (2013). Ridge to reef. Retrieved 9 April 2014 from idgetoreef/ GEF. (N.D.). From ridge to reef. Water, environment, and community security. GEF action on transboundary water resources. Global Environment Facility. 15
22 Lam L L L odjifcjeiwigegq Iyutty8o87 o8787 LAMPIRAN Lampiran 1. Foto-Foto Kegiatan Mantatow di Perairan Pulau Atauro (foto : CTC) 16
23 Lampiran 2. Foto Terumbu Karang di Perairan Pulau Atauro (foto : CTC) 17
PENUNTUN PELAKSANAAN MONITORING TERUMBU KARANG DENGAN METODE MANTA TOW
PENUNTUN PELAKSANAAN MONITORING TERUMBU KARANG DENGAN METODE MANTA TOW PENDAHULUAN Metoda Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara pengamat di belakang perahu kecil bermesin
Lebih terperinciTEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG
TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG Oleh : Amrullah Saleh, S.Si I. PENDAHULUAN Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber
Lebih terperinciMETODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *
METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * Survei kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung pada tujuan survei, waktu yang tersedia, tingkat keahlian
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciSebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia
Status Ekosistem Terumbu Karang Perairan Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan Laut Sekitarnya, Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur, dan Perairan Sekitarnya Tahun 2017 Sebuah Temuan Awal dari XPDC
Lebih terperinciBALAI TAMAN NASIONAL BALURAN
Evaluasi Reef Check Yang Dilakukan Unit Selam Universitas Gadjah Mada 2002-2003 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 1 BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Keanekaragaman tipe ekosistem yang ada dalam kawasan Taman
Lebih terperinciG.2.7. Wilayah Takad Saru. G.2.8. Wilayah Kotal. Fluktuasi anomali dan persentase karang di Takad Saru StatSoft-7 1,4 42,10 1,2 39,43 1,0 36,75 0,8
G.2.7. Wilayah Takad Saru Fluktuasi anomali dan persentase karang di Takad Saru Takad Saru(R) (L) 42,10 39,43 36,75 34,08 30 28,72 26,05 23,23 20,54 17,83 15,12 12,37 9,63 G.2.8. Wilayah Kotal Fluktu asi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
Lebih terperinciEKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA
EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA Tipologi ekosistem laut tropis Mangrove Terumbu Lamun Pencegah erosi Area pemeliharaan
Lebih terperinciKERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA
KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA Mei 2018 Pendahuluan Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem utama pesisir dan laut yang dibangun terutama oleh biota laut
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki
Lebih terperinciVIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA
73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi
Lebih terperinciBiomass and Abundance Estimation of Sharks and Rays Species in Komodo National Park
Biomass and Abundance Estimation of Sharks and Rays Species in Komodo National Park 1 Ande Kefi, 2 Yunias J. Benu, 3 Kusnanto. 4 Ranny yuneni, 5 edy setiawan e-mail: andekefi@gmail.com BACKGROUND 253 spesies
Lebih terperinciKONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM HAYATI PESISIR DI KABUPATEN ALOR
RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN KONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM HAYATI PESISIR DI KABUPATEN ALOR Ir. Jotham S. R. Ninef, M.Sc. (Ketua Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Laut Provinsi NTT)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciRencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua
Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten
Lebih terperinciKelompok Ekowisata DA KKAYU AKKAL MARATUA
Kelompok Ekowisata DA KKAYU AKKAL MARATUA Tempat peneluran penyu hijau utama Wisata Menyelam Dunia Wilayah kelautan Berau sudah dikenal sebagai destinasi aktivitas pariwisata bahari bertaraf internasional
Lebih terperinciPEMETAAN KONDISI TERUMBU KARANG DI DESA SUMBERKENCONO KABUPATEN BANYUWANGI
PEMETAAN KONDISI TERUMBU KARANG DI DESA SUMBERKENCONO KABUPATEN BANYUWANGI Muhammad Yunan Fahmi 1, Andik Dwi Muttaqin 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Ampel Surabaya
Lebih terperinciPETUNJUK MONITORING LAMUN DI KABETE
PETUNJUK MONITORING LAMUN DI KABETE Tim Penyusun: Komunitas Penjaga Pulau Desain Sampul: Eni Hidayati Foto Sampul: Sampul depan: Lukisan lamun oleh Angela Rosen (www.angelarosen.com) Scuba di lamun oleh
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKOSISTEM SUMBERDAYA ALAM HAYATI KABUPATEN RAJA AMPAT PROPINSI PAPUA BARAT OLEH VALEND BURDAM COHORT 4 BOGOR
RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKOSISTEM SUMBERDAYA ALAM HAYATI KABUPATEN RAJA AMPAT PROPINSI PAPUA BARAT OLEH VALEND BURDAM COHORT 4 BOGOR Raja Ampat surga bawah lautnya Papua, jangan mengaku menikmati bawah
Lebih terperinciKONDISI TERUMBU KARANG PADA LOKASI WISATA SNORKELING DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH
JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume, Nomor, Tahun 4, Halaman 182- KONDISI TERUMBU KARANG PADA LOKASI WISATA SNORKELING DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH Ias biondi *), Munasikdan Koesoemadji Program
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung.
17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November 2014 di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung. B. Alat dan Bahan 1. Alat dan Bahan
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN : 978-62-97522--5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT
PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT (Mewujudkan Kawasan Suaka Perikanan Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya) Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau
Lebih terperinciVI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI
55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau
Lebih terperinciBab 4 Hasil Dan Pembahasan
Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,
Lebih terperinciPerbandingan Kondisi Terumbu Karang Selama Tiga Tahun Terakhir pada Perairan Taka Malang dan Tanjung Gelam Kep. Karimunjawa
F 2 04 Perbandingan Kondisi Terumbu Karang Selama Tiga Tahun Terakhir pada Perairan Taka Malang dan Tanjung Gelam Kep. Karimunjawa Sukron Alfi R.*, M. Danie Al Malik *Marine Diving Club, Jurusan Ilmu Kelautan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa serta dikelilingi oleh ratusan pulau-pulau kecil yang disebut Gili (dalam
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPULAUAN DERAWAN DAN PERAIRAN SEKITARNYA DI KABUPATEN BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG
PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG Fahror Rosi 1, Insafitri 2, Makhfud Effendy 2 1 Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura 2 Dosen Program
Lebih terperinciBAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR
BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah
Lebih terperinciLAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA
LAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA Lamun adalah tumbuhan berbunga (Spermato phyta) yang telah menyesuaikan diri untuk hidup sepenuhnya terbenam di dalam laut. Seperti tumbuhan darat umumnya,
Lebih terperinciPariwisata Kabupaten Lombok Barat, 2000). 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Gili Indah yang terletak di wilayah perairan laut bagian barat pulau Lombok Nusa Tenggara Barat, merupakan salah satu kawasan pesisir di Indonesia yang mengalami
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Lebih terperinciLESSON LEARNED DALAM PERENCANAAN TATA RUANG KELAUTAN DI EKOREGION SUNDA KECIL
LESSON LEARNED DALAM PERENCANAAN TATA RUANG KELAUTAN DI EKOREGION SUNDA KECIL Putu Oktavia, Uly Faoziyah, B. Kombaitan, Djoko Santoso Abi Suroso, Andi Oetomo, Gede Suantika Email: putu.oktavia@gmail.com
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem
Lebih terperinci92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM
ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN
Lebih terperinciPANDUAN PEMANTAUAN TERUMBU KARANG BERBASIS-MASYARAKAT DENGAN METODA MANTA TOW
PANDUAN PEMANTAUAN TERUMBU KARANG BERBASIS-MASYARAKAT DENGAN METODA MANTA TOW Asep Sukmara, Audrie J. Siahainenia, dan Christovel Rotinsulu Proyek Pesisir CRMP Indonesia September 2001 COASTAL RESOURCES
Lebih terperinciMENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciSTATUS EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI NUSA TENGGARA BARAT
STATUS EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI NUSA TENGGARA BARAT Sukmaraharja Aulia 1, Shinta Pardede 1, Sebastian Aviandhika 1, Hernawati 1, Hotmariyah 2, Suniri 3, Widajati Tjatur Surjadi 3, Edy Suparto Saha 3,
Lebih terperinciKeputusan Kepala Badpedal No. 47 Tahun 2001 Tentang : Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang
Keputusan Kepala Badpedal No. 47 Tahun 2001 Tentang : Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, Menimbang : a. bahwa terumbu karang merupakan sumber daya alam
Lebih terperinciIdentifikasi Lokasi Prioritas Konservasi di Indonesia Berdasarkan Konektivitas Darat-Laut
Identifikasi Lokasi Prioritas Konservasi di Indonesia Berdasarkan Konektivitas Darat-Laut Christian Novia N. Handayani, Estradivari, Dirga Daniel, Oki Hadian, Khairil Fahmi Faisal, Dicky Sucipto, Puteri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.
303 BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan sumberdaya dan potensi
Lebih terperinciKONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU KARANG CONGKAK KEPULAUAN SERIBU
J. Hidrosfir Indonesia Vol. 5 No.2 Hal.73-78 Jakarta, Agustus 2010 ISSN 1907-1043 KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU KARANG CONGKAK KEPULAUAN SERIBU Arif Dwi Santoso Peneliti Oseanografi Biologi Badan Pengkajian
Lebih terperinciPERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA
DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang
Lebih terperinciPEMETAAN KAWASAN EKOWISATA SELAM DI PERAIRAN PULAU PANJANG, JEPARA, JAWA TENGAH. Agus Indarjo
Jurnal Harpodon Borneo Vol.7. No.. Oktober. 04 ISSN : 087-X PEMETAAN KAWASAN EKOWISATA SELAM DI PERAIRAN PULAU PANJANG, JEPARA, JAWA TENGAH Agus Indarjo Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Lebih terperinciPOTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI
POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI Ekosistem Pesisir dan Laut 1. Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa endapan kalsium karbonat (CaCO 3) yang dihasilkan terutama
Lebih terperincivi panduan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi laut daerah DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tahapan Umum Penetapan KKLD 9 Gambar 2. Usulan Kelembagaan KKLD di Tingkat Kabupaten/Kota 33 DAFTAR LAMPIRAN
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan
Lebih terperinciNurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Permasalahan Sosial Budaya dalam Implementasi Peraturan tentang Perlindungan Spesies Hiu di Tanjung Luar, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI ANCAMAN TERHADAP KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA PERAIRAN LAUT BANDA, PULAU HATTA, DAN PULAU AY
Disampaikan dalam Simposium Nasional Kawasan Konservasi Perairan Kementerian Kelautan dan Perikanan 9-10 Mei 2017 IDENTIFIKASI ANCAMAN TERHADAP KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA PERAIRAN LAUT BANDA,
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem perairan dangkal yang banyak dijumpai di sepanjang garis pantai daerah tropis yang terbentuk dari endapan massif kalsium karbonat (CaCO
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii
ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan
Lebih terperinciBAB III ANCAMAN TERHADAP TERUMBU KARANG YANG BERADA DI KAWASAN CORAL TRIANGLE
BAB III ANCAMAN TERHADAP TERUMBU KARANG YANG BERADA DI KAWASAN CORAL TRIANGLE Pada bab ini akan dibahas tentang jenis-jenis ancaman yang muncul terhadap terumbu karang yang berada di wilayah segitiga karang
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington
Lebih terperinciPENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU
PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan
Lebih terperinciGUBERNUR MALUKU KEPUTUSAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 387 TAHUN 2016 TENTANG
GUBERNUR MALUKU KEPUTUSAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 387 TAHUN 2016 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN KONSERVASI PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL KEPULAUAN LEASE KABUPATEN MALUKU TENGAH GUBERNUR MALUKU, Menimbang :
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta (Peta Lokasi Lampiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir
Lebih terperinci1 DIKOMUNIKASIKAN KAMPANYE PRIDE? UBAH?
TEMPLATE RANCANGAN TEORI PERUBAHAN: No Take Zone Area di Wilayah Utara Pesisir IC+A+K BR BC TR CR 5 APA YANG PERLU 4 3 PERILAKU APA 2 APA ANCAMAN 1 DIKOMUNIKASIKAN YANG INGIN KITA UTAMA TARGET KAMPANYE
Lebih terperinciPENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM
PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut
Lebih terperinci1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang?
2 kerusakan ekosistem terumbu karang pantai Pangandaran terhadap stabilitas lingkungan. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Pangandaran? 1.2.2 Apakah yang menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem terbesar kedua setelah hutan bakau dimana kesatuannya
Lebih terperinciBUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Analisis Komparasi
6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Komparasi Kabupaten Klungkung, kecamatan Nusa Penida terdapat 16 desa yang mempunyai potensi baik sekali untuk dikembangkan, terutama nusa Lembongan dan Jungutbatu. Kabupaten
Lebih terperinciMENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI YUDI WAHYUDIN PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Surade, 22 Juli 2003 APA ITU PANTAI? PANTAI adalah daerah
Lebih terperinciGambar 5.2. Pesawat terbang Piper Aztec disiapkan untuk survei udara untuk sensus dugong di Kepulauan Lease, Maluku (de Iongh)
5. SENSUS Untuk pengelolaan sumberdaya di suatu perairan tentulah sangat penting informasi tentang jumlah populasi sumberdaya tersebut dalam kurun waktu tertentu. Dalam kaitannya dengan dugong, pertanyaannya
Lebih terperinciKAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI MILAWATI ODE, S.KEL
KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI MILAWATI ODE, S.KEL KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI PROVINSI SULAWESI TENGGARA Coral Triangle Wilayah Sasaran = Pulau Wangiwangi,
Lebih terperinciKarakteristik Pulau Kecil: Studi Kasus Nusa Manu dan Nusa Leun untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Maluku Tengah
Karakteristik Pulau Kecil: Studi Kasus Nusa Manu dan Nusa Leun untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Maluku Tengah Ilham Marasabessy 1 Coauthor Achmad Fahrudin 1, Zulhamsyah Imran 1, Syamsul Bahri Agus
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2014 RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL PROVINSI NUSA TENGGARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya ini perlu dikelola dengan baik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting dan memiliki peran strategis bagi pembangunan Indonesia saat ini dan dimasa mendatang. Indonesia
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIK DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010
RENCANA STRATEGIK DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2010-2014 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010 VISI - KKP Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya
Lebih terperinciDEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic
Lebih terperinciHIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus
HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus Bertepatan dengan perayaan hari paus internasional yang jatuh pada Selasa (30/8/2016), masyarakat dunia ditantang untuk bisa menjaga
Lebih terperinciMENUMBUHKAN SEMANGAT KONSERVASI BAGI GENERASI MUDA
MENUMBUHKAN SEMANGAT KONSERVASI BAGI GENERASI MUDA Mensyukuri Karunia Kekayaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, Mengoptimalkan Pengelolaannya untuk Pembangunan Bangsa dan Kesejahteraan Masyarakat yang
Lebih terperinci