FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK"

Transkripsi

1 SKRIPSI FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK (Citrus nobilis var. microcarpa) DENGAN APLIKASI METODE LYE PEELING SEBAGAI UPAYA PENGHILANGAN RASA PAHIT PADA SARI BUAH JERUK Oleh DIAN ANDRIANI F DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK (Citrus nobilis var. microcarpa) DENGAN APLIKASI METODE LYE PEELING SEBAGAI UPAYA PENGHILANGAN RASA PAHIT PADA SARI BUAH JERUK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh DIAN ANDRIANI F DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK (Citrus nobilis var. microcarpa) DENGAN APLIKASI METODE LYE PEELING SEBAGAI UPAYA PENGHILANGAN RASA PAHIT PADA SARI BUAH JERUK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh DIAN ANDRIANI F Dilahirkan pada tanggal 14 September 1984 Di Bandung, Jawa Barat Tanggal Lulus: 19 Desember 2007 Menyetujui, Bogor, Januari 2008 Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi Dosen Pembimbing Mengetahui, Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP

4 Dian Andriani. F Formulasi Sari Buah Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) dengan Aplikasi Metode Lye Peeling Sebagai Upaya Penghilangan Rasa Pahit pada Sari Buah Jeruk. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi (2008). RINGKASAN Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang cukup populer di Indonesia. Saat ini produksi jeruk Pontianak cukup tinggi yaitu sekitar 12 ton/ha/tahun. Dengan luas lahan mencapai ha, maka beberapa tahun mendatang produksi jeruk Pontianak akan sangat besar (Deptan RI, 2006). Namun, kondisi seperti ini tidak diikuti dengan konsumsi jeruk Pontianak yang besar pula karena adanya persaingan dengan jeruk-jeruk impor. Kondisi ini dikhawatirkan akan memperburuk kondisi pengembangan jeruk Pontianak dengan rendahnya harga jeruk karena melimpahnya produksi jeruk saat panen raya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan jeruk Pontianak yang melimpah tersebut adalah dengan menciptakan produk olahan dari jeruk Pontianak seperti sari buah. Kurang berkembangnya produk olahan dari jeruk siam Pontianak saat ini disebabkan oleh adanya kandungan naringin dan limonin pada jaringan buah albedo, biji, dan segmen buah jeruk Pontianak. Senyawa ini dapat menimbulkan rasa pahit pada sari buah jeruk yang dihasilkan. Pada saat pemerasan, sebagian dari senyawa ini ikut terbawa bersama sari jeruk dan terpapar dengan kondisi asam ekstrak jeruk sehingga sangat sulit untuk mencegah tidak terekstraksinya senyawa tersebut bersama sari jeruk (Hulme, 1971). Oleh karena itu, dibutuhkan metode pengolahan dan formulasi yang tepat agar dihasilkan sari buah jeruk Pontianak yang dapat dinikmati konsumen. Penelitian ini bertujuan menentukan metode lye peeling yang tepat pada jeruk Pontianak sebagai upaya penghilangan rasa pahit pada sari buah jeruk dan menentukan formula optimum sari buah jeruk Pontianak. Penelitian ini terdiri dari 3 tahap, yaitu (1) penentuan konsentrasi, suhu, dan waktu lye peeling yang dibutuhkan untuk melepaskan lapisan albedo pada buah jeruk Pontianak kupas, (2) formulasi sari buah jeruk Pontianak dengan menggunakan program Design Expert version 7, dan (3) formulasi sari buah jeruk Pontianak ready to drink yang dipilih berdasarkan formula paling optimum dari tahap kedua. Pengamatan yang dilakukan antara lain mutu fisik (rendemen ekstrak jeruk dan kestabilan sari buah selama penyimpanan), mutu kimia (ph, TPT, vitamin C), dan mutu organoleptik. Berdasarkan hasil penelitian pada tahap pertama, perlakuan lye peeling terbaik pada buah jeruk Pontianak kupas kulit yaitu peeling dengan konsentrasi NaOH 1%, pada suhu 60 C selama 2 menit. Perlakuan peeling tersebut memiliki kadar pektin terendah, yaitu 0.20%. Perbandingan kebutuhan larutan NaOH untuk peeling dan larutan asam sitrat 2% untuk penetralan setelah peeling, terhadap bobot jeruk (gram) adalah 1: 1.5: Berdasarkan hasil analisis DX7 pada tahap formulasi sari buah jeruk pontianak; proporsi sukrosa, acidulant, dan ekstrak jeruk berpengaruh secara signifikan pada taraf 5% terhadap ph, TPT, dan rasa sari buah. Formulasi sari buah jeruk Pontianak dengan variabel uji sukrosa, asam malat, dan ekstrak jeruk

5 memberikan nilai kesukaan terhadap rasa paling tinggi, yaitu (agak suka hingga suka) apabila dibandingkan dengan formulasi sari buah jeruk Pontianak dengan variabel uji sukrosa, asam sitrat, dan ekstrak jeruk (baik tanpa penyaringan ataupun dengan penyaringan). Sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa, asam sitrat, ekstrak jeruk) tanpa penyaringan memberikan nilai kesukaan terhadap rasa sebesar 7.13 (agak tidak suka hingga netral), sedangkan sari buah dengan perlakuan penyaringan memberikan nilai kesukaan sebesar 8.94 (netral hingga agak suka). Formula sari buah jeruk Pontianak terpilih memiliki proporsi komponen 14.66% sukrosa, 0.25% asam malat, dan 85.09% ekstrak jeruk; dengan nilai desirability sebesar Secara umum, rasa pahit masih sedikit terasa pada sari buah, tetapi sebagian besar panelis sudah dapat menerima citarasa sari buah. Berdasarkan uji sidik ragam pada formula sari buah jeruk Pontianak ready to drink, perlakuan pengenceran dan CMC, serta interaksi antara perlakuan pengenceran dan CMC berpengaruh secara signifikan pada taraf 5%, tetapi tidak berpengaruh signifikan untuk atribut aroma dan warna. Formula sari buah jeruk Pontianak ready to drink terbaik dimiliki oleh F5, dengan nilai kesukaan terhadap rasa sebesar (suka). Formula sari buah ini terdiri dari 34.04% ekstrak jeruk Pontianak dan 50.65% air (perlakuan pengenceran 1 : 1.5), 14.66% sukrosa, 0.25% asam malat, 0.1% K-sorbat, 0.1% essence jeruk, dan 0.2% CMC. Sari buah ini masih memiliki sedikit aftertaste pahit. Persentase rendemen ekstrak jeruk Pontianak yaitu sebesar 80.94%. Hasil pengamatan kestabilan pada sari buah jeruk Pontianak ready to drink (F5) menunjukkan bahwa sari buah mulai mengalami pemisahan endapan di hari kedua pada penyimpanan di suhu ruang (28 o C). Pada penyimpanan di suhu refrigerator (7 o C), sari buah baru mulai mengalami sedikit pemisahan endapan di hari ketiga. Berdasarkan hasil pengamatan mutu kimia, sari buah jeruk Pontianak ready to drink (F5) memiliki ph 4.01 dan total padatan terlarut (TPT) 12.2 o brix. Kadar vitamin C pada sari buah adalah 4.42 mg vitamin C/ 100 ml (wb). Dalam takaran serving size (220 ml), sari buah jeruk Pontianak ready to drink (F5) mengandung vitamin C sebesar 9.73 mg vitamin C/ 220 ml (wb). Hal ini berarti konsumsi sari buah jeruk Pontianak (ready to drink) dapat memenuhi % daily value.

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 14 September Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Suyadi AS dan Ibu Suhartati. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di SD Negeri 05 Kostrad Jakarta pada tahun , dilanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan di SLTPN 164 Kostrad Jakarta pada tahun , serta SMUN 70 Jakarta pada tahun Pada tahun 2003 penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (FATETA-IPB). Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA). Kegiatan kepanitiaan juga pernah diikuti penulis antara lain BAUR 2005 dan Pelatihan Auditor HACCP yang diselenggarakan oleh MBRIO Biotekindo. Penulis melakukan penelitian sebagai tugas akhir yang berjudul Formulasi Sari Buah Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) dengan Aplikasi Metode Lye Peeling Sebagai Upaya Penghilangan Rasa Pahit pada Sari Buah Jeruk dibawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi.

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah, dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Formulasi Sari Buah Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) dengan Aplikasi Metode Lye Peeling Sebagai Upaya Penghilangan Rasa Pahit Pada Sari Buah Jeruk. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu, dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, motivasi, bimbingan, dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. 2. Dr. Ir. Dede R Adawiyah, MSi dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan berarti demi perbaikan skripsi ini. 3. Ayahanda, Ibunda, dan kakak-kakakku (mas Dadan, mba Ari, mas Bowo, mba Pipit) yang telah memberikan begitu banyak dukungan baik secara moril maupun materiil. Terima kasih atas semua kesabaran, doa, dan dorongannya sehingga penulis tetap bersemangat dan dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Andal Kuntarso terima kasih banyak atas semua dukungan dan bantuannya selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini. 5. Anak-anak JerPon (Ola dan Ade) dan Nana sebagai teman satu bimbingan. Terima kasih buat semua masukan, bantuan, dan kerjasamanya selama penelitian, juga kepada teman-teman satu

8 bimbingan angkatan 39 (Karen, Papang, Denok) dan 41 (Au, Lia, Ancha). 6. My best pren: Andal, Toto, Dindol, Tuti, Ina, Jengye, terima kasih untuk saran dan semangat yang diberikan selama penyusunan dan menyelesaikan penelitian ini. 7. Teknisi laboratorium ITP (Pak Sobirin, Pak Mul, Teh Ida, Mas Edi, Pak Koko, Pak Wahid, Pak Gatot, Bu Antin, Bu Sri, Bu Rubiah, dan mba Ari), terima kasih atas bantuan dan saran yang telah diberikan. 8. Terima kasih buat teman-teman satu lab. (Oneth, Aji, Bebe, Eko, Agus, Tilo, Ade, Marto, mba Dian, Asih); teman-teman diskusi DX 7 ^.^ (Ina, Martin, Wayan, Babeh, Tathan); dan teman-teman angkatan 40 lainnya, terima kasih banyak buat kebersamaannya. 9. Segala pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, dan tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih banyak. Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis memohon saran dan kritik demi perbaikan dan perkembangan selanjutnya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang teknologi pangan. Bogor, Januari 2008 Penulis

9 DAFTAR ISI Hal. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 C. MANFAAT... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. JERUK PONTIANAK... 3 B. SARI BUAH JERUK Sari Buah Penggolongan Sari Buah Proses Pembuatan Sari Buah Jeruk... 6 C. RASA PAHIT PADA SARI BUAH JERUK D. LYE PEELING E. BAHAN TAMBAHAN PANGAN Gula Acidulant Bahan Penstabil Bahan Pengawet F. MIXTURE EXPERIMENT III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan Alat B. TAHAPAN PENELITIAN... 22

10 1. Penentuan Konsentrasi, Suhu, dan Waktu Peeling Buah Jeruk Pontianak Kupas Kulit Formulasi Sari Buah Jeruk Pontianak Formulasi Sari Buah Jeruk Pontianak Ready To Drink C. PENGAMATAN Mutu Fisik a. Rendemen Ekstrak Buah Jeruk b. Kestabilan Sari Buah Selama Penyimpanan Mutu Kimia a. Derajat keasaman (ph) b. Total Padatan Terlarut (TPT) c. Total Asam Tertritasi (TAT) d. Kadar Vitamin C e. Kadar Pektin Mutu Organoleptik IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERLAKUAN LYE PEELING B. FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK Formulasi Sari Buah Jeruk Pontianak dengan Variabel Uji Asam Sitrat, Sukrosa, dan Ekstrak Jeruk a. Penetapan batas minimum dan maksimum asam sitrat dan sukrosa b. Rancangan formula c. Pembuatan sari buah jeruk Pontianak Formulasi Sari Buah Jeruk Pontianak dengan Variabel Uji Asam Malat, Sukrosa, dan Ekstrak Jeruk a. Penetapan batas minimum dan maksimum asam malat dan sukrosa b. Rancangan formula c. Pembuatan sari buah jeruk Pontianak C. FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK READY TO DRINK... 63

11 D. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA SARI BUAH JERUK PONTIANAK READY TO DRINK Rendemen Ekstrak Jeruk Pontianak Kestabilan Sari Buah Selama Penyimpanan Nilai ph Tota Padatan Terlarut (TPT) Kadar Vitamin C V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 77

12 DAFTAR TABEL Tabel 1. Kandungan gizi jeruk siam dalam 100 gram bagian yang dapat dimakan... 4 Tabel 2. Syarat mutu minuman sari buah (SNI ) Tabel 3. Penggolongan produk sari buah berdasarkan total padatan terlarut (TPT) dan kandungan sari buah murninya Tabel 4. Perlakuan lye peeling pada buah jeruk Pontianak kupas kulit Tabel 5. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan variasi penambahan acidulant (asam sitrat atau asam malat) Tabel 6. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan variasi penambahan sukrosa Tabel 7. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan perlakuan pengenceran dan CMC Tabel 8. Pengaruh perlakuan buah jeruk Pontianak terhadap tingkat kepahitan ekstrak jeruk Tabel 9. Rasio bobot jeruk dengan ml asam sitrat 2% yang dibutuhkan untuk menetralkan jeruk after peeling Tabel 10. Data pengukuran ph sari buah pada variasi penambahan asam sitrat Tabel 11. Rancangan percobaan 17 formula sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa-asam sitrat) Tabel 12. Variabel respon 17 formula sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) Tabel 13. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-masing variabel respon pada sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) Tabel 14. Analisis ragam (ANOVA) model variabel respon pada sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) Tabel 15. Target optimasi dan tingkat kepentingan variabel Tabel 16. Formula sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) terpilih hasil optimasi Design Expert ver Hal.

13 Tabel 17. Nilai respon sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) yang diprediksikan program Design Expert ver Tabel 18. Variabel respon 17 formula sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) Tabel 19. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-masing variabel respon pada sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) Tabel 20. Analisis ragam (ANOVA) model variabel respon pada sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) Tabel 21. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) terpilih hasil optimasi Design Expert version Tabel 22. Nilai respon sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) yang diprediksikan program Design Expert ver Tabel 23. Data pengukuran ph sari buah pada variasi penambahan asam malat Tabel 24. Rancangan percobaan 15 formula sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa-asam malat) Tabel 25. Variabel respon 15 formula sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa-asam malat) Tabel 26. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-masing variabel respon pada sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa-asam malat) Tabel 27. Analisis ragam (ANOVA) model variabel respon pada sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa-asam malat) Tabel 28. Formula sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa-asam malat) terpilih hasil optimasi Design Expert ver Tabel 29. Nilai respon sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa-asam malat) yang diprediksikan program Design Expert ver Tabel 30. Formula sari buah jeruk Pontianak ready to drink Tabel 31. Persentase rendemen ekstrak jeruk Pontianak Tabel 32. Pengamatan kestabilan sari buah jeruk Pontianak ready to drink pada suhu ruang (28 o C) Tabel 33. Pengamatan kestabilan sari buah jeruk Pontianak ready to drink pada suhu refrigerator (7 o C)... 68

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Jeruk siam Pontianak dan penampang buah jeruk... 3 Gambar 2. Diagram alir pembuatan sari buah... 7 Gambar 3. Struktur molekul naringin (naringenin 7-ß-neohesperidoside) Gambar 4. Struktur molekul limonin Gambar 5. Struktur molekul sukrosa Gambar 6. Struktur molekul asam sitrat Gambar 7. Struktur molekul asam malat Gambar 8. Struktur molekul Na-CMC Gambar 9. Struktur molekul asam sorbat Gambar 10. Skema penelitian tahap Gambar 11. Skema penelitian tahap 2 dan Gambar 12. Diagram alir pembuatan sari buah jeruk Pontianak Gambar 13. Penampakan fisik buah jeruk sebelum peeling, buah jeruk dalam larutan NaOH, dan buah jeruk setelah peeling Gambar 14. Penampakan fisik buah jeruk hasil perlakuan peeling dengan konsentrasi larutan NaOH 1% Gambar 15. Penampakan fisik buah jeruk hasil perlakuan peeling dengan konsentrasi larutan NaOH 3% Gambar 16. Diagram alir penetralan jeruk setelah dipeeling dengan larutan asam sitrat 2% Gambar 17. Histogram hasil analisis total padatan terlarut (TPT) pada buah jeruk hasil peeling Gambar 18. Histogram hasil analisis TAT pada buah jeruk hasil peeling Gambar 19. Histogram hasil analisis kadar pektin pada buah jeruk hasil peeling Hal.

15 Gambar 20. Histogram hasil uji penerimaan dengan parameter rasa pada variasi asam sitrat dan sukrosa Gambar 21. Contour plot nilai desirability formula optimal sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) Gambar 22. Gambar 3D nilai desirability formula optimal sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) Gambar 23. Contour plot nilai desirability formula optimal sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) Gambar 24. Gambar 3D nilai desirability formula optimal sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) Gambar 25. Sari buah jeruk Pontianak (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) tanpa penyaringan dan dengan penyaringan Gambar 26. Histogram hasil uji penerimaan dengan parameter rasa pada variasi asam malat dan sukrosa Gambar 27. Contour plot formula optimal sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa-asam malat) Gambar 28. Gambar 3D formula optimal sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa-asam malat) Gambar 29. Histogram hasil uji hedonik rasa sari buah jeruk Pontianak ready to drink Gambar 30. Histogram hasil uji hedonik aroma sari buah jeruk Pontianak ready to drink Gambar 31. Histogram hasil uji hedonik warna sari buah jeruk Pontianak ready to drink Gambar 32. Diagram alir pembuatan sari buah jeruk Pontianak (formula terbaik) Gambar 33. Histogram nilai ph sari buah jeruk Pontianak ready to drink Gambar 34. Histogram nilai total padatan terlarut sari buah jeruk Pontianak ready to drink... 70

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data penetralan jeruk Pontianak dengan larutan asam sitrat 2% setelah proses lye peeling Lampiran 2. Analisis kimia jeruk Pontianak setelah proses lye peeling Lampiran 3. Form uji organoleptik Lampiran 4. Data penilaian organoleptik sari buah jeruk Pontianak (variable uji sukrosa-asam sitrat) tanpa penyaringan Lampiran 5. Fits summary respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) Lampiran 6. Persamaan polinomial respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) Lampiran 7. Hasil ANOVA respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) Lampiran 8. Data verifikasi formula optimum sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji sukrosa, asam sitrat, ekstrak jeruk) Lampiran 9. Data penilaian organoleptik sari buah jeruk Pontianak (variable uji sukrosa-asam sitrat) dengan penyaringan Lampiran 10. Fit summary respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) Lampiran 11. Persamaan polinomial respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) Lampiran 12. Hasil ANOVA respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) Lampiran 13. Data verifikasi formula optimum sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji sukrosa, asam sitrat, ekstrak jeruk) Lampiran 14. Data penilaian organoleptik sari buah jeruk Pontianak (variable uji sukrosa-asam malat) Hal.

17 Lampiran 15. Fit summary respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak (variabel uji asam malat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) Lampiran 16. Persamaan polinomial respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak (variabel uji asam malat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) Lampiran 17. Hasil ANOVA respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak (variabel uji asam malat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) Lampiran 18. Data verifikasi formula optimum sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa, asam malat, ekstrak jeruk) Lampiran 19. Data analisis kadar vitamin C pada ekstrak dan sari buah jeruk Pontianak Lampiran 20. Data penilaian organoleptik sari buah jeruk Pontianak ready to drink Lampiran 21. Tabel ANOVA hasil penilaian organoleptik sari buah jeruk Pontianak ready to drink Lampiran 22. Tabel ANOVA hasil pengukuran nilai ph dan TPT sari buah jeruk Pontianak ready to drink Lampiran 23. Data analisis kadar vitamin C pada sari buah jeruk Pontianak ready to drink (F5)

18 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris yang terletak di daerah tropis dan kaya akan buah-buahan. Namun, saat ini pasar komoditi buah-buahan telah dibanjiri oleh produk-produk impor, baik dalam bentuk produk segar atau olahan. Potensi buah-buahan tropis di Indonesia sangat besar apabila dimanfaatkan secara optimal. Salah satu komoditas buah tersebut adalah jeruk. Menurut Sarwono (1994), di Indonesia terdapat beberapa jenis jeruk yang umum dibudidayakan, yaitu jeruk keprok, jeruk siam, jeruk besar, jeruk nipis dan jeruk lemon. Jeruk siam termasuk salah satu varietas jeruk yang paling banyak diusahakan dan mendominasi 60% pasaran jeruk nasional. Jeruk siam tumbuh baik di berbagai daerah sentra produksi seperti Kalimantan Barat (Pontianak), Kalimantan Selatan (Banjar), Jawa Barat (Garut), Jawa Timur (Pasuruan), dan Bali (Bangli). Di antara kelima jenis jeruk di atas, jeruk siam Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa), selanjutnya disebut jeruk Pontianak, merupakan jenis jeruk yang popularitasnya sudah cukup terkenal, baik di dalam maupun luar negeri lingkup Asia Tenggara. Menurut Departemen Pertanian RI (2006), saat ini produksi jeruk Pontianak cukup tinggi yaitu sekitar 12 ton/ha/tahun. Dengan luas lahan mencapai ha, maka beberapa tahun mendatang produksi jeruk Pontianak akan sangat besar. Kondisi ini dikhawatirkan akan memperburuk kondisi pengembangan jeruk dengan rendahnya harga jeruk karena melimpahnya produksi jeruk saat panen raya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa petani jeruk Pontianak di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, terpaksa membiarkan buah jeruk membusuk di pohon. Hal ini disebabkan oleh adanya kendala pemasaran dan tata niaga jeruk Pontianak ke daerah daerah lain di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan jeruk Pontianak yang melimpah tersebut adalah dengan menciptakan produk olahan dari jeruk Pontianak. Jeruk dapat dimanfaatkan menjadi bermacam-macam produk, antara lain sari buah, sirup, manisan, selai, konsentrat, dan lain sebagainya. Sari buah

19 merupakan salah satu produk olahan buah-buahan yang banyak ditemui di pasaran dan merupakan salah satu trend produk minuman saat ini. Pengolahan buah jeruk menjadi sari buah dapat meningkatkan daya simpan dan nilai ekonominya. Kurang berkembangnya produk olahan dari jeruk Pontianak saat ini disebabkan oleh adanya kandungan naringin dan limonin pada jaringan buah albedo, flavedo, biji, dan segmen buah jeruk Pontianak. Senyawa ini dapat menimbulkan rasa pahit pada sari buah jeruk yang dihasilkan. Ketika proses ekstraksi, sebagian dari senyawa ini akan ikut terekstrak bersama buah jeruk dan tercampur dengan sari jeruk (Hulme, 1971). Pada buah jeruk segar, senyawa limonin terdapat dalam bentuk prekursornya (limonoate acid A-ring lactone) yang bersifat tidak pahit. Pada pembuatan sari buah jeruk, jaringan endokarp dan albedo yang rusak akibat proses ekstraksi membuat senyawa limonoate acid A-ring lactone bersifat tidak stabil sehingga dengan cepat berubah menjadi senyawa limonin dan menyebabkan rasa pahit pada ekstrak jeruk. Adanya proses panas pada pembuatan sari buah jeruk menyebabkan semakin banyaknya konversi senyawa limonoate acid A-ring lactone menjadi limonin (Maier et al., 1977). Oleh karena itu, dibutuhkan metode pengolahan dan formulasi yang tepat agar dihasilkan sari buah jeruk Pontianak yang dapat dinikmati konsumen. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan menentukan metode lye peeling yang tepat pada jeruk Pontianak sebagai upaya penghilangan rasa pahit pada sari buah jeruk dan menentukan formula optimum sari buah jeruk Pontianak. C. MANFAAT Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan produksi jeruk Pontianak yang melimpah, sekaligus meningkatkan nilai tambah produk.

20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. JERUK PONTIANAK Jeruk Pontianak termasuk ke dalam Famili Rutaceae dan Subfamili Aurantiodeae dengan Genus Citrus. Jeruk Pontianak merupakan jenis jeruk siam dengan ciri fisik kulitnya tipis (2 mm), permukaannya halus, licin, dan mengkilap, serta menempel lekat pada daging buahnya. Dasar buahnya berleher pendek dengan puncak berlekuk. Tangkai buahnya pendek dengan panjang sekitar 3 cm dan berdiameter 2.6 mm. Berat tiap buah sekitar 75.6 gram atau ± 13 buah jeruk Pontianak per kilogram, dengan diameter buah ratarata tiap buah 5-6 cm. Biji buahnya berbentuk ovoid, warnanya putih kekuningan dengan ukuran sekitar 0.9 x 0.6 cm, dan jumlah biji per buahnya sekitar 20 biji (Sumartono, 1982). Secara umum, buah jeruk terdiri dari bagian daging buah dan kulit. Bagian daging buah yang dapat dimakan disebut dengan endokarp. Endokarp terdiri atas segmen-segmen yang disebut carpel atau locule. Di dalam segmensegmen tersebut terdapat kantung-kantung sari buah yang berdinding tipis. Endokarp dikelilingi oleh bagian jeruk yang dinamakan kulit. Kulit buah jeruk terdiri dari flavedo dan albedo. Flavedo merupakan bagian kulit luar yang terletak di bagian bawah lapisan epidermis dan mengandung kromoplas dan kantung minyak, sedangkan kulit bagian dalam yang disebut albedo merupakan lapisan jaringan busa. Bagian tengah buah jeruk disebut dengan core atau central plasenta yang berbatasan dengan biji yang terdapat di dalam segmen (Ting dan Attaway, 1971). (a) (b) Gambar 1. Jeruk Pontianak (a) dan penampang buah jeruk (b)

21 Flavedo mengandung minyak essensial, pigmen karotenoid, dan senyawa steroid, sedangkan albedo kaya akan senyawa selulosa, hemiselulosa, lignin, pektat, dan fenolik. Komposisi dari dinding segmen, kantung sari buah, dan pusat buah tidak banyak berbeda dengan albedo. Sebagian besar gula dan asam sitrat terdapat pada sari buah disamping komponen nitrogen, lipid, senyawa fenolik, vitamin, dan senyawa anorganik (Ting dan Attaway, 1971). Buah jeruk mengandung vitamin C yang cukup tinggi dan dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun sebagai olahan (sari buah). Kandungan gizi dalam buah jeruk siam dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi jeruk siam dalam 100 gram bagian yang dapat dimakan Kandungan gizi Satuan Jumlah Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Serat Besi VitaminA VitaminB1 VitaminB2 VitaminC Niacin Sumber: Anonim (2002) kkal gram gram gram miligram miligram gram miligram RE miligram miligram miligram gram Komponen utama dari total padatan terlarut sari buah jeruk adalah gula yang mencapai %. Jenis gula yang terpenting adalah 2 monosakarida, yaitu D-glukosa dan D-fruktosa, serta disakarida sukrosa dengan perbandingan jumlah D-glukosa : D-fruktosa : sukrosa yaitu 1:1:2. Setiap 100 ml sari buah jeruk siam mengandung g glukosa, g fruktosa, g sukrosa dengan total gula berkisar antara gram. Kandungan gula meningkat dengan semakin matangnya buah dan sebanding dengan berkurangnya cadangan pati (Ting dan Attaway, 1971).

22 B. SARI BUAH JERUK 1. Sari Buah Sari buah didefinisikan sebagai cairan hasil pemerasan dengan tekanan atau alat mekanis lainnya yang dikeluarkan dari bagian buah yang dapat dimakan (Pollard dan Timberlake, 1971). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum, dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diijinkan (Badan Standardisasi Nasional, 1995). Kualitas minuman sari buah menurut Badan Standardisasi Nasional (1995) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat mutu minuman sari buah (SNI ) No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan : 1.1. Aroma 1.2. Rasa - - Normal Normal 2. Bilangan formal ml NaOH/ 100ml Min Bahan Tambahan Pangan 3.1. Pemanis buatan 3.2.Pewarna tambahan 3.3. Pengawet 4. Cemaran logam 4.1. Timbal (Pb) 4.2. Tembaga (Cu) 4.3. Seng (Zn) 4.4. Timah (Sn) 4.5. Raksa (Hg) Sesuai dengan SNI Sesuai dengan SNI mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg - Sesuai dengan SNI Sesuai dengan SNI Maks. 0.3 Maks. 5.0 Maks. 5.0 Maks. 40/250.0* Maks Cemaran arsen (As) mg/kg Maks Cemaran mikroba 6.1.Angka lempeng total 6.2. Bakteri koliform 6.3. E. coli 6.4. Salmonella 6.5. S. Aureus 6.6. Vibrio. Sp 6.7. Kapang 6.8. Khamir Koloni/gram APM/ml APM/ml Koloni/ 25 ml Koloni/ml Koloni/ml Koloni/ml Koloni/ml * Khusus dikemas dalam kaleng Maks. 2.0 x 10 2 Maks 20 < 3 Negatif 0 Negatif Maks. 50 Maks. 50

23 2. Penggolongan Sari Buah Sari buah dapat dibedakan berdasarkan kekeruhannya menjadi 2 macam, yaitu sari buah keruh dan sari buah jernih. Sari buah keruh merupakan sari buah yang mengandung partikel-partikel koloid yang terdispersi sehingga tampak keruh. Penghilangan partikel-partikel tersebut akan menghasilkan sari buah yang jernih. Contoh sari buah keruh yaitu sari buah jeruk, tomat, nenas, dan aprikot, sedangkan sari buah jernih misalnya sari buah apel (Anonim, 2002). Satuhu (1994) menjelaskan bahwa Perdagangan Internasional membedakan produk sari buah berdasarkan kandungan total padatan terlarut (TPT) dan kandungan sari buah murninya. Berdasarkan penggolongan ini, sari buah dikenal dalam bentuk fruit syrup, crush, squash, cordial, unsweetened juice, ready served fruit beverage, nectar, dan fruit juice concentrate. Penggolongan produk sari buah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Penggolongan produk sari buah berdasarkan total padatan terlarut (TPT) dan kandungan sari buah murninya. Produk sari buah % TPT % sari buah murni Fruit syrup Crush Squash Cordial Unsweetened juice Ready served fruit beverage Nectar Fruit juice concentrate Sumber: Satuhu (1994) Alami Proses Pembuatan Sari Buah Jeruk Bahan baku dalam pembuatan sari buah jeruk adalah buah jeruk, air dan bahan-bahan tambahan makanan seperti pemanis, acidulant, penstabil, dan pengawet. Buah jeruk, sebagai bahan baku utama, harus dalam keadaan masak, memiliki cita rasa yang enak, tidak hambar, dan mengandung cukup banyak asam-asam organik. Hal ini akan menentukan flavor, warna, nilai gizi, kandungan padatan, dan keasaman sari buah (Cruess, 1958). Selain itu, buah yang digunakan juga harus masih segar, tidak busuk, dan tidak berkapang. Pemanis yang biasa digunakan pada sari

24 buah adalah sukrosa atau fruktosa, ditambahkan sebanyak minimal 10% atau lebih, tergantung tingkat kemanisan buah yang digunakan dan tingkat kemanisan sari buah yang dikehendaki. Penstabil digunakan untuk menstabilkan sari buah, khususnya selama penyimpanan. Pada sari buah tertentu juga perlu ditambahkan pewarna untuk meningkatkan intensitas warna dan pengawet untuk memperpanjang umur simpannya. Proses pembuatan sari buah secara garis besar meliputi tahap-tahap sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan daging buah, penghancuran dan ekstraksi, klarifikasi, deaerasi, pasteurisasi, pengalengan atau pembotolan, pendinginan, serta penyimpanan (Kyle et al., 1956). Proses pembuatan sari buah dapat dilihat pada Gambar 2. Buah Sortasi Pencucian Pengupasan Pemotongan daging buah Ekstraksi Klarifikasi Deaerasi Paesteurisasi Pengalengan/ pembotolan Sari buah Gambar 2. Diagram alir pembuatan sari buah (Kyle et al., 1956)

25 Proses sortasi dilakukan untuk memilih buah yang memiliki kematangan optimum, tidak busuk, dan tidak berkapang. Hal ini penting agar sari buah yang dihasilkan memiliki kandungan gizi dan rasa yang optimal. Pemilihan buah yang cukup matang pada buah jeruk juga menentukan tingkat kepahitan pada produk sari buah. Menurut Rouseff (1990), rasa pahit akibat senyawa limonin akan berkurang seiring dengan meningkatnya kematangan buah jeruk. Proses pencucian dilakukan untuk membersihkan kotoran-kotoran yang menempel pada kulit buah, sedangkan pengupasan dilakukan untuk memisahkan kulit dengan daging buah. Setelah dikupas, daging buah direduksi ukurannya agar mempermudah proses ekstraksi. Proses ekstraksi pada pembuatan sari buah bertujuan untuk mendapatkan cairan buah. Ekstraksi yang baik dapat menghindarkan tercampurnya kotoran dan jaringan buah sehingga flavornya tetap terjaga (Muchtadi, 1979). Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan cara pengepresan (menggunakan juice extractor), penghancuran (dengan menggunakan blender atau parutan), atau dengan cara perebusan. Berbagai metode ekstraksi ini dipilih berdasarkan jenis buah dan karakteristik sari buah yang dihasilkan. Pada buah yang banyak mengandung biji dan cenderung memiliki sedikit serat, seperti jeruk dan markisa, maka ekstraksi lebih baik dilakukan dengan cara pengepresan karena hal ini dapat mencegah hancurnya biji yang dapat menyebabkan rasa pahit pada sari buah. Biasanya ekstraksi untuk buah-buah tersebut dibantu dengan alat ekstraksi khusus. Pada buah yang banyak memiliki padatan terlarut dan tersuspensi seperti jambu dan tomat, maka ekstraksi sebaiknya dilakukan dengan cara perebusan sehingga akan didapat sari buah yang lebih jernih jika dibandingkan dengan ekstraksi penghancuran. Hal ini disebabkan karena adanya proses pemanasan akan menginaktivasi enzim pektat. Metode penghancuran dapat digunakan untuk ekstraksi buah nenas karena nenas memiliki padatan yang tidak terlalu banyak. Dengan cara ini, senyawa yang terekstrak menjadi optimum sehingga sari buah yang dihasilkan tidak

26 terlalu keruh. Metode penghancuran dapat pula digunakan pada ekstraksi buah apel dan berry (Denver dan Gaxtor, 1991). Cairan hasil ekstraksi mengandung padatan yang tersuspensi yang harus dipisahkan. Pemisahan ini dilakukan dengan cara klarifikasi. Menurut Potter dan Hotchkiss (1995), klarifikasi bertujuan menghilangkan sisa pulp dari sari buah dengan cara penyaringan, pengendapan, atau sentrifugasi. Namun, proses tersebut tidak dapat memisahkan partikel halus seperti senyawa pektat yang menyebabkan kekeruhan pada sari buah. Penambahan bahan penjernih (bentonit, madu, atau gelatin), koagulan (albumin), atau stabilizer (seperti CMC, xanthan gum, gum arab) sering dilakukan untuk memperbaiki penampakan sari buah. Penambahan stabilizer dapat mencegah terbentuknya endapan di dasar sari buah karena apabila terkena panas, stabilizer tersebut akan mengalami gelatinisasi dan dapat memerangkap partikel-partikel padatan sehingga tetap melayang di permukaan. Ashurst (1991) menyatakan bahwa sari buah mengandung sejumlah udara (oksigen) yang dapat menyebabkan kerusakan vitamin C, warna, dan flavor. Oleh karena itu, diperlukan penghilangan udara (deaerasi). Deaerasi dapat dilakukan dengan cara menyemprotkan sari buah dalam vacuum deaerator. Dengan cara sederhana, deaerasi dapat dilakukan sekaligus dengan pemanasan awal yaitu dengan cara memanaskan sari buah dalam tempat terbuka pada suhu o C selama 5 menit. Dengan proses pemanasan tersebut, oksigen akan menguap, mikroba berkurang, dan enzim menjadi inaktif. Selanjutnya, sari buah dipasteurisasi. Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan dengan suhu relatif rendah (di bawah 100 o C) dengan tujuan menginaktifasi enzim dan membunuh mikroba pembusuk. Pasteurisasi pada sari buah biasa dilakukan pada suhu 75 o C selama 15 menit. Pemilihan proses ini didasarkan pada sifat produk yang relatif asam sehingga mikroba menjadi lebih sensitif terhadap panas. Selain itu, dengan pemanasan yang lebih rendah akan meminimalkan rusaknya beberapa zat gizi seperti vitamin C. Sari buah kemudian diisikan

27 ke dalam botol yang telah disterilkan dengan memperhatikan headspace. Botol kemudian ditutup dan dipasteurisasi kembali. Selanjutnya, sari buah didinginkan dan disimpan pada suhu dingin (Astawan dan Astawan, 1991). C. RASA PAHIT PADA SARI BUAH JERUK Maier (1969) menyatakan bahwa senyawa yang berperan dalam terbentuknya rasa pahit pada sari buah jeruk adalah flavanone neohesperidoside (naringin) dan limonoid (limonin). Senyawa naringin hanya terdapat pada beberapa jenis jeruk, sedangkan limonin terdapat pada hampir semua jenis jeruk. Buah jeruk yang mengandung naringin dalam jumlah tinggi (hingga 700 ppm) akan terasa pahit ketika buah dikonsumsi segar. Berbeda halnya dengan senyawa limonin. Rasa pahit pada sari buah jeruk akibat senyawa limonin baru terasa ketika jeruk diproses melalui proses ekstraksi dan pemanasan. Naringin (naringenin 7-ß-neohesperidoside) merupakan senyawa turunan naringenin yang bersifat larut dalam air dan terkandung di dalam flavedo, albedo, membran segmen, dan juice sacs pada buah jeruk. Struktur molekul naringin dapat dilihat pada Gambar 3. Rasa pahit akibat naringin akan sangat terasa ketika jumlahnya pada buah jeruk melampaui 700 ppm (Puri, 1990). Selama proses ekstraksi, naringin pada albedo dan segmen buah secara cepat akan masuk dan larut ke dalam ekstrak jeruk sehingga menyebabkan ekstrak jeruk menjadi pahit. Gambar 3. Struktur molekul naringin (naringenin 7-ß-neohesperidoside). (Puri, 1990)

28 Limonin merupakan senyawa turunan triterpene yang bersifat larut dalam air dan eter, alkohol, serta asam asetat glasial. Senyawa limonin merupakan senyawa dilakton sehingga memiliki dua kemungkinan bentuk monolakton, yaitu A-ring monolakton dan D-ring monolakton. Namun, secara alami, senyawa limonin yang terdapat dalam buah jeruk adalah A-ring monolakton. Rumus kimia limonin adalah C 26 H 30 O 8 dengan berat molekul , terdiri dari 66.37% karbon, 6.34% hidrogen, dan 27.21% oksigen. Limonin mempunyai rotasi spesifik α D -128 o dengan c = 1.21 dalam aseton. Absorpsi maksimum limonin terjadi pada panjang gelombang 207 nm dengan absorpsivitas molar (ε) 7000 dan pada 285 nm dengan absorpsivitas molar (ε) 38. Titik lebur limonin adalah 298 o C. (Maier, 1969). Struktur molekul limonin dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Struktur molekul limonin (Maier, 1969) Senyawa limonin biasa disebut juga sebagai delayed bitterness karena efek pahitnya baru dapat dirasakan ketika buah jeruk mengalami proses pengolahan. Senyawa yang terdapat pada buah jeruk segar adalah limonoic acid A ring lactone yang bertindak sebagai prekursor senyawa limonin. Ketika buah jeruk mulai mengalami proses ekstraksi, senyawa limonoic acid A ring lactone akan masuk ke dalam ekstrak jeruk. Pada kondisi asam tersebut, limonoic acid A ring lactone menjadi tidak stabil dan terkonversi menjadi senyawa limonin. Adanya proses panas seperti pasteurisasi atau evaporasi menyebabkan semakin cepat dan banyak senyawa limonoic acid A ring lactone yang terkonversi menjadi limonin. Selama pembentukan partikelpartikel terlarut, limonin terdispersi ke dalam sari buah dan bila mencapai

29 jumlah tertentu dapat menimbulkan rasa pahit. Senyawa prekursor limonin terkandung di dalam albedo, core, dan biji buah jeruk (Puri, 1990). Menurut Maier (1969), pembentukan rasa pahit pada sari buah jeruk akibat naringin dan limonin didukung oleh beberapa faktor, di antaranya adalah keadaan alami buah dan cara ekstraksi. Kandungan senyawa naringin atau prekursor limonin pada buah jeruk akan semakin berkurang seiring dengan kematangan jeruk. Oleh karena itu, pemilihan buah jeruk pada pembuatan sari buah atau konsentrat jeruk menjadi sangat penting. Begitu pula dengan metode ekstraksi. Ekstraksi dengan pressing yang tinggi akan memperparah rusaknya jaringan albedo buah jeruk. Hal ini menyebabkan semakin banyak senyawa naringin atau prekursor limonin yang akan terpapar pada ekstrak jeruk. D. LYE PEELING Peeling merupakan proses pengupasan kulit, baik buah ataupun sayuran, agar didapat daging buah yang dapat langsung diproses atau dikonsumsi. Peeling diperlukan untuk memisahkan kulit buah yang tidak diperlukan dalam proses produksi. Pembuangan kulit harus dilakukan dengan cermat agar daging buah tidak ikut terbuang karena hal tersebut akan mengakibatkan berkurangnya rendemen yang dihasilkan (Gould, 1974). Pada dasarnya, proses peeling dapat dilakukan melalui tiga metode, yaitu secara mekanik, kimia, dan fisik. Pengupasan secara mekanik dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa mesin tergantung pada hasil yang diinginkan dan karakteristik buah atau sayuran, misalnya mesin dengan sistem abrasi untuk kentang, mesin dengan pisau untuk apel atau pir, serta mesin dengan drum yang berputar untuk root vegetable. Pengupasan secara kimia biasa dilakukan dengan merendam buah atau sayuran di dalam larutan alkali panas sehingga jaringan dasar pada kulit akan turut layu. Menurut Woodroof (1975), pengupasan jaringan luar (kulit) dengan larutan alkali (NaOH) atau biasa disebut lye peeling, dilakukan dengan konsentrasi larutan alkali 1% - 3% selama menit pada suhu tertentu. Metode yang umumnya digunakan adalah high-temperature lye peeling (suhu larutan di atas

30 71 o C) dan low-temperature lye peeling (suhu larutan o C). Hightemperature lye peeling umumnya digunakan pada buah atau sayuran yang memiliki struktur buah agak lunak hingga keras, seperti apel dan kentang, sehingga perlakuan suhu yang cukup tinggi tidak akan menghancurkan buah atau sayuran. Low-temperature lye peeling umumnya digunakan pada buah atau sayuran yang memiliki kulit luar tipis dan struktur fisik buah yang lunak. Buah jeruk memiliki kulit permukaan yang tipis dan tekstur buah yang lunak serta berair. Oleh karena itu, metode peeling yang akan digunakan adalah lowtemperature lye peeling (suhu larutan o C). Buah atau sayuran yang telah di peeling selanjutnya dibilas dengan air bersih. Hal ini bertujuan menghilangkan sisa larutan basa yang masih menempel pada permukaan buah atau sayuran. Buah atau sayuran yang telah dibilas kemudian dinetralkan dengan larutan asam yang mengandung komponen asam dari buah atau sayuran yang bersangkutan. Karena komponen asam utama pada buah jeruk adalah asam sitrat, maka penetralan dilakukan menggunakan larutan asam sitrat. Konsentrasi larutan asam sitrat yang digunakan untuk penetralan setelah proses lye peeling adalah 2% (Jones et al., 1990). Proses peeling secara fisik dapat dilakukan dengan menggunakan uap panas bertekanan. Hal ini akan melayukan jaringan dasar buah. Ketika tekanan dilepaskan, maka uap yang terdapat pada jaringan bawah kulit akan mengangkat kulit ke atas sehingga kulit akan terpisah dari daging buah (Anonim, 2004). Proses peeling pada pembuatan sari buah jeruk Pontianak bertujuan untuk melepaskan jaringan albedo pada buah jeruk yang merupakan sumber senyawa limonoic acid A-ring lactone (prekursor limonin). Peeling yang dilakukan adalah peeling secara kimiawi, yaitu dengan menggunakan larutan basa NaOH. Kelebihan metode lye peeling ini antara lain (a) cukup ekonomis dan mudah untuk diterapkan, (b) efisien karena tidak hanya melepaskan kulit dari buah atau sayuran, tetapi juga bagian buah yang busuk atau rusak, serta (c) dapat diaplikasikan pada buah atau sayuran dengan variasi bentuk, ukuran, dan varietas (Gould, 1974).

31 E. BAHAN TAMBAHAN PANGAN 1. Gula Gula yang digunakan adalah gula pasir (sukrosa). Sukrosa merupakan senyawa disakarida yang secara sistematik kimiawi disebut α- D-gluko-piranosil-β-D-fruktofuranosida. Rumus molekul sukrosa adalah C 12 H 22 O 11. Sukrosa mempunyai berat molekul , terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa. Sukrosa merupakan senyawa gula yang paling disukai (Sudarmadji, 1982). Titik cair sukrosa adalah pada 180 C. Kristal sukrosa berbentuk sfenoid-monoklin dan stabil di udara terbuka. Indeks refraksi larutan sukrosa 10% (suhu 20 C) adalah 1, Satu gram sukrosa dapat larut dalam 0.5 ml air (suhu kamar) atau dalam 0.2 ml air mendidih (Sudarmadji,1982). Sukrosa memiliki peranan penting dalam teknologi pangan, karena fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai pemanis, pembentuk tekstur, pengawet, pembentuk citarasa, sebagai bahan pengisi, pelarut dan sebagai pembawa trace element (Nicol, 1982). Struktur molekul sukrosa dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Struktur molekul sukrosa Fungsi utama sukrosa sebagai pemanis memegang peranan penting karena dapat meningkatkan penerimaan dari suatu makanan, yaitu dengan menutupi cita rasa yang tidak menyenangkan. Rasa manis sukrosa bersifat murni, karena tidak ada after taste, yaitu citarasa kedua yang timbul setelah citarasa pertama. Di samping itu, sukrosa juga memperkuat citarasa pada makanan, karena menyeimbangkan rasa asam, pahit, dan asin atau melalui reaksi kimia seperti karamelisasi. Sukrosa umum digunakan

32 sebagai standar tingkat kemanisan bagi bahan pemanis lainnya (Nicol,1982). Menurut Maier et al. (1977), penambahan sukrosa dapat menurunkan efek pahit dari senyawa limonin pada sari buah jeruk. Penambahan sukrosa pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan threshold limonin pada indera pengecap. Hal ini berarti efek rasa pahit akibat senyawa limonin dapat lebih ditekan dengan adanya penambahan sukrosa. Penambahan sukrosa pada konsentrasi 10% dapat meningkatkan threshold limonin dari 1 ppm menjadi 2.7 ppm. Sukrosa merupakan pemanis karbohidrat yang biasa digunakan pada produk pangan cair/minuman dalam konsentrasi tinggi dan mengakibatkan peningkatan dalam densitas, kandungan energi, viskositas dan flavor. Konsentrasi gula yang ditambahkan pada pembuatan sari buah umumnya berkisar antara 10-15% (Rohaman,1983). 2. Acidulant Jenis acidulant yang digunakan pada pembuatan sari buah jeruk umumnya adalah asam sitrat atau asam malat (untuk rasa asam yang lebih lembut). Asam sitrat adalah asam hidroksi trikarboksilat atau asam 2- hidroksi-1,2,3-propana trikarboksilat yang diperoleh dari ekstraksi buahbuahan atau dengan cara fermentasi. Selain itu, asam sitrat berbentuk kristal putih yang dapat berupa asam anhidrat atau asam monohidrat. Kelarutan asam sitrat dalam air adalah 60% pada suhu ruang. Struktur molekul asam sitrat dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Struktur molekul asam sitrat Asam sitrat banyak digunakan dalam industri pangan dan farmasi karena mudah dicerna, mempunyai rasa asam yang menyenangkan, tidak

33 beracun, dan mudah larut. Di samping itu, asam sitrat bersifat sebagai chelating agent, yaitu senyawa yang dapat mengikat logam-logam divalen seperti Mn, Mg, dan Fe yang sangat dibutuhkan sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologis. Asam sitrat serta garam natrium dan kalsium sitrat diklasifikasikan oleh FDA (Food and Drug Administration) sebagai GRAS (Generally Recognized As Safe). Asam sitrat dan garam-garamnya ini diijinkan penggunaannya untuk bermacam-macam minuman sari buah dan minuman non-alkohol yang dikarbonasi (Thorner dan Herzberg, 1978). Dalam industri minuman, asam sitrat digunakan sebagai pemacu rasa (flavour enhancer), pengawet, pencegah rusaknya warna dan aroma, menjaga karbonasi, menjaga turbiditas, antioksidan, pengatur ph, serta pemberi kesan dingin. Di samping sebagai bahan pengawet, asam juga digunakan untuk menambah rasa asam, mengurangi rasa manis, memperbaiki sifat kolodial dari makanan yang mengandung pektin, memperbaiki tekstur dari jelly dan selai, membantu ekstraksi pektin dan pigmen dari buah-buahan dan sayuran, serta menaikkan efektifitas benzoat sebagai bahan pengawet (Winarno, 1980). Di dalam sari buah, asam sitrat digunakan untuk membantu mengatur ph terutama pada buah yang tidak mengandung asam yang cukup sehingga dapat diperoleh ph sari buah yang diinginkan. Penggunaan asam sitrat juga memberikan rasa dan aroma yang sangat penting bagi sari buah. Penambahan asam sitrat pada minuman sari buah biasanya sebanyak 0.15% dari total sari buah atau hingga ph sari buah mencapai keasaman yang diinginkan. Asam malat adalah asam hidroksi butanadioat dengan rumus molekul C 4 H 6 O 5. Berat molekul asam malat adalah g/mol dengan densitas g/cm 3. Asam malat biasa disebut juga asam apel karena merupakan komponen asam utama pada buah apel. Asam malat memiliki sifat asam yang lembut apabila dibandingkan dengan asam sitrat. Penggunaan asam malat pada produk makanan memiliki fungsi antara lain sebagai flavor enhancer, flavoring agent, dan pengatur ph. Aplikasi asam malat terutama pada produk es krim, makanan kaleng, sari buah, selai, jelly, permen, pudding filling, dan permen karet. Penggunaan asam malat

34 diatur dalam FDA dengan batas maksimum pemakaian tidak lebih dari 3.5% (Doores, 1990). Struktur molekul asam malat dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Struktur molekul asam malat 3. Bahan Penstabil Bahan penstabil emulsi atau stabilizer adalah bahan yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas emulsi. Cara kerja bahan penstabil adalah dengan menurunkan tegangan permukaan dengan cara membentuk lapisan pelindung yang menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut akan lebih mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat stabil (Fennema, 1985). Zat-zat yang termasuk dalam bahan penstabil adalah gum arab, gelatin, agar-agar, natrium alginat, pektin, karagenan, dan karboksi metil selulosa atau CMC. Karboksi metil selulosa (CMC) merupakan polielektrolit anionik turunan dari selulosa yang digunakan secara luas dalam industri makanan. CMC yang biasa digunakan dalam pengolahan pangan adalah natrium karboksi metil selulosa. CMC digunakan dalam industri pangan untuk memberikan bentuk, konsistensi, dan tekstur. CMC juga berperan sebagai pengikat air, pengental, dan stabilisator emulsi. CMC menjalankan fungsinya melalui interaksi antara gugusan polar dengan air dan gugusan non polar dengan lemak. Viskositas CMC dipengaruhi oleh suhu dan ph. Pada ph kurang dari 5.0, viskositasnya akan menurun, sedangkan CMC sangat stabil pada ph antara CMC memiliki viskositas maksimum dan stabilitas yang paling baik pada ph 7-9 (Whistler dan Miller, 1973). CMC dapat larut dalam air panas dan air dingin. Struktur molekul CMC dapat dilihat pada Gambar 8.

35 Gambar 8. Struktur molekul Na-CMC CMC telah dikenal sebagai ingredient dari bermacam-macam produk minuman, baik basah maupun kering. Penggunaan CMC pada sari buah bertujuan menstabilkan larutan sari buah dengan mencegah terbentuknya endapan suspensi padat pada sari buah pada jangka waktu tertentu. CMC dapat dikombinasikan dengan jenis penstabil lain seperti xanthan gum untuk menstabilkan minuman sari buah jeruk. Kombinasi % xanthan gum dengan % CMC dapat menstabilkan protein dalam pulp jeruk. Penggunaan xanthan gum dapat meningkatkan cita rasa pada minuman sari buah jeruk. Penambahan xanthan gum pada konsentrasi hingga 0.5 % dapat membantu stabilitas dan citarasa (Nussinovitch, 1997). 4. Bahan Pengawet Frazier dan Westhoff (1979) mengemukakan bahwa kegunaan bahan pengawet yang utama adalah untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang terkontaminasi pada bahan. Pertumbuhan mikroorganisme tersebut dihalangi dengan cara merusak membran sel, mempengaruhi aktifitas enzim, atau merusak mekanisme genetik. Asam sorbat memiliki rumus C 6 H 8 O 2 (lihat Gambar 9) merupakan padatan putih, berbentuk kristal, dan berbau agak asam. Kelarutannya dalam air pada suhu kamar adalah 0.15 g per 100 ml (0.15%). Grup karboksil asam sorbat sangat reaktif sehingga dapat membentuk berbagai garam dan ester. Sorbat memiliki pka Ikatan ganda terkonjugasi

36 asam sorbat juga reaktif dan mungkin mempengaruhi aktivitas antimikrobanya dan kualitas, serta keasaman produk pangan. Secara komersil, asam sorbat tersedia dalam bentuk garamnya yaitu kalsium, natrium, dan natrium sorbat. Gambar 9. Struktur molekul asam sorbat Asam sorbat diperbolehkan dipakai dalam produk-produk pangan seperti keju, sari buah-buahan segar, anggur, minuman ringan, serta beberapa bahan pangan semi basah sebagai anti kapang (Buckle, et al., 1985). Sifat antimikroba asam sorbat berada pada kisaran ph yang lebih luas (hingga ph 6.5) apabila dibandingkan dengan asam benzoat atau asam propinoat. Asam benzoat aktif pada bahan pangan yang memliki ph hingga 4.5, sedangkan asam propionat hingga ph 5.5. Derajat aktifitas asam sorbat akan meningkat dengan berkurangnya nilai ph (FAO, 2005). Mekanisme penghambatan asam sorbat pada kapang yaitu dengan menghambat sistem enzim dehidrogenase pada kapang. Namun, efektifitas asam sorbat hanya terlibat apabila kapang yang tumbuh dalam jumlah kecil. Pada tingkat pertumbuhan kapang yang tinggi, pengaruh asam sorbat sebagai penghambat tidak jelas terlihat. Sorbat dalam bentuk garamnya digunakan dengan konsentrasi sekitar % untuk produk roti, kue, keju, pie, dan yoghurt. Konsentrasi maksimum yang diijinkan di Amerika Serikat adalah 0.1%. berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/ Menkes/Per/IX/88, kalium sorbat digunakan pada sediaan keju olahan dengan batas maksimum 3 g/kg, sedangkan pada produk keju, margarin, acar ketimun dalam botol, selai, jeli, dan pekatan sari nenas sebesar 1 g/kg. Pada aprikot yang dikeringkan dan marmalad, penggunaan kalium sorbat yang diijinkan sebanyak 500 mg/kg.

37 F. MIXTURE EXPERIMENT Penggabungan beberapa ingredien atau bahan baku dilakukan untuk menghasilkan suatu produk pangan yang dapat dinikmati, di mana hasil akhir dari produk tersebut dipengaruhi oleh presentase atau proporsi relatif masingmasing ingredien yang ada dalam formulasi. Selain itu, penggabungan beberapa ingredien dalam mixture experiment bertujuan melihat apakah pencampuran dua komponen atau lebih tersebut dapat menghasilkan produk akhir dengan sifat yang lebih diinginkan dibandingkan dengan penggunaan ingredien tunggalnya dalam menghasilkan produk yang sama (Cornell, 1990). Terdapat relasi fungsional antar komponen penyusun dengan perubahan proporsi relatif ingredien tersebut sehingga dapat menghasilkan produk dengan respon yang berbeda. Tentunya kombinasi ingredien yang dipilih adalah kombinasi yang menghasilkan produk dengan respon yang maksimal, sesuai dengan yang diharapkan oleh perancang (Cornell, 1990). Penggunaan mixture experiment dalam merancang percobaan untuk memperoleh kombinasi yang optimal ini mampu menjawab permasalahan jika dilihat dari segi waktu (mengurangi jumlah trial and error) dan biaya (Cornell, 1990). Optimasi pada salah satu atau seluruh aspek produk adalah tujuan dalam pengembangan produk. Hasil evaluasi sensori sering digunakan dalam menentukan apakah produk yang optimum telah dikembangkan dengan benar. Mixture experiment (ME) merupakan suatu metode perancangan percobaan yang merupakan kumpulan dari teknik matematika dan statistika di mana variabel respon diasumsikan hanya tergantung pada proporsi relatif dari ingredien penyusunnya, bukan dari jumlah total campuran ingredien tersebut. Salah satu tujuan penggunaan perancangan percobaan ini adalah untuk mengoptimalkan respon yang diinginkan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa variabel respon merupakan fungsi dari proporsi relatif setiap komponen atau bahan penyusun dalam suatu formula (Cornell,1990). Menurut Cornell (1990), ME terdiri atas enam tahap utama, yaitu menentukan tujuan percobaan, memilih komponen-komponen penyusun campuran, mengidentifikasi batasan-batasan pada komponen campuran, mengidentifikasi variabel respon yang akan dihitung, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih desain percobaan yang

38 sesuai. ME ini sering digunakan untuk menentukan dan menyelesaikan persamaan polinomial secara simultan. Persamaan tersebut, dapat ditampilkan dalam suatu contour plot, baik berupa gambar dua dimensi (2-D) maupun grafik tiga dimensi (3-D) yang dapat menggambarkan bagaimana variabel uji mempengaruhi respon, menentukan hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon. Persamaan polinomial ME dapat memiliki berbagai macam orde, antara lain mean, linear, quadratic, cubic, dan special cubic. Namun model persamaan polinomial yang sering digunakan adalah model polinomial ordo linear dan quadratic. Model ordo linear dengan dua variabel uji dapat dilihat pada persamaan (1) sedangkan model ordo quadratic dengan dua variabel uji dapat dilihat pada persamaan (2). Y = b 0 + b 1 X 1 + b 2 X 2... (1) Y = b 0 + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 11 X b 22 X 2 + b 12 X 1 X 2...(2) Rancangan mixture experiment ini dalam program komputer Design Expert version 7 dinamakan dengan mixture design. Rancangan mixture design ini berfungsi menemukan formula optimum yang diinginkan formulator. Untuk mencapai kondisi tersebut, harus ditentukan respon atau parameter produk yang menjadi ciri penting sehingga dapat meningkatkan mutu produk. Respon yang dipilih ini menjadi input data yang selanjutnya diproses oleh rancangan mixture design sehingga diperoleh gambaran dan kondisi proses yang optimal (Anonim, 2007).

39 III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jeruk Pontianak. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan sari buah jeruk Pontianak terdiri dari sukrosa, asam sitrat, asam malat, CMC, K-sorbat, dan essence jeruk yang didapat dari Firmenich (Orange emulsion t.33b029101). Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah aquades, NaOH, asam oksalat, phenolftalein (PP), Na 2 S 2 O 3, KIO 3, KI, indikator pati, larutan iod, alkohol 70%, HCl, kertas saring Whatman No.1, asam asetat, CaCl 2, AgNO Alat Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan sari buah adalah timbangan, baskom, panci stainless steel, sendok pengaduk, gelas ukur, gelas piala, sudip, kompor, ekstraktor buah, termometer, dan sealer. Alatalat yang digunakan untuk analisis adalah phmeter, refraktometer, buret, labu takar, erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, sudip, oven, desikator, timbangan analitik, dan hot plate. B. TAHAPAN PENELITIAN Secara umum, penelitian ini terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama, dilakukan penentuan konsentrasi, suhu, dan waktu lye peeling yang dibutuhkan untuk melepaskan lapisan albedo pada buah jeruk Pontianak kupas. Tahap kedua, dilakukan formulasi sari buah jeruk Pontianak dengan menggunakan program Design Expert version 7. Selanjutnya tahap ketiga dilakukan formulasi sari buah jeruk Pontianak ready to drink yang dipilih berdasarkan formula paling optimum dari tahap kedua. Skema tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.

40 Tahap 1: Penentuan konsentrasi, suhu, & waktu lye peeling pada buah jeruk Pontianak Variasi konsentrasi, suhu, & waktu lye peeling terpilih Penentuan jumlah larutan asam sitrat 2% yang dibutuhkan untuk menetralkan buah jeruk after peeling Analisis (ph, TPT, TAT, dan kadar pektin) pada buah jeruk after peeling Konsentrasi, suhu, & waktu lye peeling terbaik Gambar 10. Skema penelitian tahap 1 Tahap 2: Formulasi dan optimasi sari buah jeruk Pontianak dengan Design Expert 7 (mixture design) Formulasi dengan variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk Formulasi dengan variabel uji asam malat, sukrosa, dan ekstrak jeruk Tanpa penyaringan Dengan penyaringan Formula sari buah jeruk Pontianak terpilih Tahap 3: Formulasi sari buah jeruk Pontianak ready to drink Sari buah jeruk Pontianak terbaik Pengamatan mutu fisik dan kimia Gambar 11. Skema penelitian tahap 2 dan 3* * Skema dibuat berdasarkan tahapan yang telah dilakukan selama penelitian.

41 1. Penentuan konsentrasi, suhu, dan waktu peeling buah jeruk Pontianak kupas kulit Tahap penentuan konsentrasi, suhu, dan lama lye peeling dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dan suhu larutan peeling (lye peeling), serta waktu perendaman yang efektif untuk mengelupas jaringan albedo pada buah jeruk kupas kulit. Perlakuan peeling dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perlakuan lye peeling pada buah jeruk Pontianak kupas kulit Konsentrasi larutan NaOH (%) 1 3 Suhu larutan NaOH ( o C) Lama perendaman (detik) Kombinasi perlakuan terpilih didasarkan pada hasil pengamatan secara visual pada buah jeruk Pontianak setelah proses peeling. Tahap selanjutnya yaitu penentuan jumlah larutan asam sitrat 2% yang dibutuhkan untuk menetralkan buah jeruk setelah proses peeling. Pada tahap ini, penentuan perlakuan terpilih dilakukan berdasarkan analisis yang meliputi total padatan terlarut (TPT), ph, total asam tertritasi (TAT), dan kadar pektin pada buah jeruk setelah penetralan.

42 2. Formulasi sari buah jeruk Pontianak Tahap formulasi pada pembuatan sari buah jeruk Pontianak ini dilakukan dalam upaya menghasilkan sari buah jeruk Pontianak dengan cita rasa yang dapat diterima panelis. Komponen-komponen yang digunakan dalam formulasi terutama seperti sukrosa dan acidulant diharapkan dapat mengurangi rasa pahit yang masih timbul pada sari buah selama proses. Formulasi sari buah jeruk Pontianak dilakukan dengan menggunakan program Design Expert version 7, Mixture Experiment. Tahap formulasi ini dilakukan untuk mendapatkan formula optimum berupa proporsi relatif (%) masing-masing komponen. Setelah tahap perancangan formula, ditentukan respon yang diukur dan dioptimasi. Respon yang diukur dan dioptimasi adalah berdasarkan karakteristik yang berubah-ubah akibat perubahan proporsi relatif komponen variabel uji. Pada penelitian ini, variabel uji yang ditetapkan adalah sukrosa, acidulant (asam sitrat atau asam malat), dan ekstrak jeruk. Responrespon yang diukur dan dioptimasi yaitu nilai ph, TPT, rasa, dan aroma sari buah. Formulasi sari buah jeruk Pontianak ini terdiri atas dua rancangan formulasi. Rancangan formula pertama yaitu dengan menggunakan variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk. Rancangan formula kedua yaitu dengan menggunakan variabel uji asam malat, sukrosa, dan ekstrak jeruk. Sebelum dilakukan rancangan formula, terlebih dahulu dilakukan penetapan batas minimum dan maksimum dari masing-masing variabel uji. Batas-batas ini yang akan menjadi input dalam tahap perancangan formula oleh program Design Expert version 7 dengan D- optimal untuk mencari formulasi dari komponen-komponen yang dicampurkan sehingga dihasilkan respon yang optimal. Tahap penetapan batas minimum dan maksimum penggunaan acidulant (asam sitrat atau asam malat) dan sukrosa dilakukan untuk memperoleh nilai kisaran minimum dan maksimum penambahan acidulant dan sukrosa sehingga menghasilkan kisaran ph sari buah dan rasa yang masih dapat diterima oleh panelis. Kisaran ph sari

43 buah tersebut ditetapkan karena menurut Maier et al. (1977), threshold maksimum rasa pahit pada produk oalahan jeruk akibat senyawa limonin dapat dicapai pada ph Variasi persentase asam sitrat dan asam malat dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan variasi penambahan acidulant (asam sitrat atau asam malat) Ekstrak jeruk (%) Asam sitrat atau asam malat (%) Sukrosa (%) CMC (%) K-sorbat (%) Total (%) Setelah didapat konsentrasi acidulant minimum dan konsentrasi acidulant maksimum untuk sari buah, selanjutnya dilakukan penetapan batas minimum dan maksimum penggunaan sukrosa. Penetapan batas minimum dan maksimum sukrosa ini dilakukan melalui uji hedonik menggunakan panelis terbatas. Persentase sukrosa yang ditambahkan dapat dilihat pada Tabel 6. Batas minimum dan maksimum dari acidulant dan sukrosa yang diperoleh selanjutnya akan dimasukkan ke dalam program Design Expert version 7 untuk merancang formula sari buah jeruk Pontianak. Tabel 6. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan variasi penambahan sukrosa Acidulant (%) Sukrosa (%) CMC (%) K-sorbat (%) Konsentrasi asam sitrat/ asam malat minimum Konsentrasi asam sitrat/ asam malat maksimum

44 Selanjutnya dilakukan pembuatan sari buah jeruk Pontianak berdasarkan rancangan formula dari program Design Expert version 7 untuk mengukur masing-masing respon yang telah ditetapkan. Responrespon yang telah diukur tersebut kemudian dimasukkan sebagai input pada program Design Expert version 7 untuk mendapatkan formula sari buah Pontianak optimum. Setelah diperoleh formula optimum, dilakukan verifikasi untuk membuktikan nilai respon dari formula optimum yang diprediksikan oleh program Design Expert version 7. Pada rancangan formula dengan variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk, dilakukan perlakuan sari buah tanpa penyaringan dan dengan penyaringan. Kemudian berdasarkan kedua perlakuan tersebut nantinya akan dilihat respon-respon formula (seperti rasa dan aroma) sehingga diharapkan akan mendapat formula terpilih. Gambar 12 adalah diagram alir pembuatan sari buah jeruk Pontianak menggunakan rancangan formula dengan variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk, baik dengan proses penyaringan atau tanpa penyaringan. Buah jeruk Ekstrak jeruk Pencucian dan pengupasan kulit buah Daging buah jeruk Perendaman dalam larutan peeling Penyaringan dengan kain saring Pemanasan pada suhu 80 C, 5 menit Pengisian ke dalam cup Sukrosa Asam sitrat CMC K-sorbat Pembilasan buah Sealing Penetralan buah dengan larutan asam sitrat 2% Pasteurisasi pada suhu 75 C, 15 menit Daging buah tanpa albedo Cooling Ekstraksi Sari buah jeruk Pontianak Gambar 12. Diagram alir pembuatan sari buah jeruk Pontianak

45 3. Formulasi sari buah jeruk Pontianak ready to drink Tahap formulasi sari buah jeruk Pontianak ready to drink ini dilakukan untuk mendapatkan formula minuman sari buah jeruk Pontianak yang lebih drinkable. Pada tahap ini akan dilakukan formulasi dengan perlakuan pengenceran ekstrak jeruk : air (1:1, 1:1.5, dan 1:2) dan konsentrasi CMC (0.1%, 0.2%, dan 0.3%). Konsentrasi sukrosa dan acidulant yang ditambahkan berdasarkan pada persentase yang didapatkan pada tahap formulasi sari buah jeruk Pontianak sebelumnya. Selain itu, dilakukan juga penambahan essence jeruk sebanyak 0.1% untuk meningkatkan aroma sari buah jeruk Pontianak. Formula sari buah jeruk Pontianak ready to drink terpilih akan ditetapkan berdasarkan uji hedonik terhadap rasa, aroma, dan warna pada 30 orang panelis. Pada Tabel 7 berikut disajikan formula sari buah jeruk Pontianak ready to drink dengan perlakuan pengenceran dan CMC. Tabel 7. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan perlakuan pengenceran dan CMC. Formula Rasio sari buah jeruk dan air Perlakuan CMC F1 1 : 1 0.1% F2 1 : 1 0.2% F3 1 : 1 0.3% F4 1 : % F5 1 : % F6 1 : % F7 1 : 2 0.1% F8 1 : 2 0.2% F9 1 : 2 0.3% C. PENGAMATAN Tahapan ini bertujuan mengamati parameter mutu sari buah yang meliputi mutu fisik, mutu kimia dan mutu organoleptik. 1. Mutu Fisik a. Rendemen ekstrak buah jeruk Rendemen dihitung berdasarkan persentase volume ekstrak buah jeruk terhadap bobot buah jeruk.

46 volume ekstrak buah jeruk Rendemen = x 100% bobot buah jeruk Volume ekstrak jeruk diukur berdasarkan banyaknya cairan yang dihasilkan setelah jeruk diekstraksi melalui alat ekstraktor buah. Bobot buah jeruk diukur berdasarkan bobot bagian buah yang dapat dimakan, yaitu bobot jeruk yang telah dikupas kulit luarnya. b. Kestabilan sari buah selama penyimpanan Pengamatan kestabilan dilakukan pada formula sari buah jeruk Pontianak ready to drink. Sari buah akan disimpan pada 2 suhu berbeda, yaitu suhu ruang (28 o C) dan suhu refrigerator (7 o C) selama 7 hari. Kemudian setiap hari akan diamati terjadinya pemisahan endapan sari buah. 2. Mutu Kimia a. Nilai ph (AOAC, 1995) Sebelum digunakan, ph meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer ph 7. Sampel diletakkan dalam wadah sampel kemudian elektroda ditempatkan dalam sampel (hingga elektroda cukup tercelup) sehingga dapat terbaca nilai ph yang diukur. Elektroda diangkat dan dibilas dengan akuades. b. Total Padatan Terlarut (TPT) (AOAC, 1995) Total padatan terlarut diukur dengan refraktometer. Setetes sampel diletakkan pada prisma refraktometer lalu dilakukan pembacaan. Sebelum dan sesudah digunakan, prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol. Total padatan terlarut dinyatakan dalam o Brix. c. Total Asam Tertitrasi (TAT) (AOAC, 1995) Total asam tertitrasi diukur dengan melarutkan 5 ml sampel ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan

47 akuades. Kemudian dipipet sebanyak 10 ml sampel dari labu takar dan ditetesi indikator PP 2-3 tetes dan ditritasi dengan NaOH 0.1 N hingga terbentuk warna merah muda. TAT produk dihitung berdasarkan rumus : TAT = V x N x P x 100 W TAT = total asam tertritasi (ml NaOH 0.1 N/100 g) V = volume NaOH (ml) N = normalitas NaOH P = tingkat pengenceran, yaitu 100/10 = 10 W = berat sampel (g) d. Kadar Vitamin C (Jacobs, 1984) Kandungan vitamin C ditentukan dengan cara titrasi iod. Sebanyak 10 ml larutan sampel diambil, diteetsi indikator pati sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi menggunakan larutan iod 0.01 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi biru. Tiap ml iod ekuivalen dengan 0.88 mg asam askorbat. Kadar vitamin C dalam produk dihitung dengan rumus : C = ml iod 0.01 N x 0.88 x FP x 100 ml sampel C = mg asam askorbat / 10 ml contoh FP = Faktor pengenceran e. Kadar Pektin (Ranganna, 1978) Kadar pektin dapat dihitung sebagai jumlah kalsium pektat. Ekstraksi dengan asam dilakukan dalam 3 tahap. Sebanyak 50 gram sampel basah yang telah dihancurkan, dididihkan dalam 30 ml larutan HCl 0.01N selama 30 menit, kemudian disaring vakum dan residu dicuci dengan air panas. Residu diambil, lalu dididihkan dengan 30 ml larutan HCl 0.05 selama 20 menit kemudian disaring

48 vakum dan residu dicuci dengan air panas. Selanjutnya, residu diambil kembali, kemudian dididihkan dalam 30 ml larutan HCl 0.3 selama 10 menit dan disaring vakum. Filtrat hasil penyaringan lalu dicampur, didinginkan, dan ditera hingga volume 500 ml. Filtrat diambil sebanyak 200 ml, lalu ditambah 250 ml aquades. Selanjutnya, asam dinetralkan dengan 1 N NaOH dengan indikator PP (warna larutan berubah dari tidak berwarna hingga merah muda) dan didiamkan semalam disuhu ruang. Larutan kemudian ditambahkan 50 ml larutan asam asetat 1N, diamkan selama 5 menit, lalu ditambah 25 ml larutan CaCl 2 1N dan diaduk. Larutan didiamkan selama 1 jam, lalu dididihkan selama 1-2 menit. Pektin (kalsium pektat) kemudian disaring vakum. Selanjutnya residu dicuci dengan air panas sampai bebas klorida (dites dengan penambahan AgNO 3 ). Residu dikeringkan dalam oven pada suhu 102 o C selama 2 jam, kemudian ditimbang. Kadar pektin (kalsium pektat) dapat dihitung dengan rumus: % Ca-pektat = bobot Ca-pektat (g) x 500 x 100% ml filtrat yang digunakan x bobot sampel (g) 3. Mutu Organoleptik (Meilgaard et al., 1999) Analisis organoleptik dilakukan dengan uji penerimaan dan uji hedonik. Uji penerimaan dilakukan pada tahap penetapan batas minimum dan maksimum variabel uji (sukrosa dan acidulant). Uji ini dilakukan dengan menggunakan 5-9 panelis semi terlatih. Uji hedonik, baik pada tahap formulasi sari buah jeruk Pontianak (dengan menggunakan Design Expert ver.7) dan formulasi sari buah jeruk Pontianak ready to drink dilakukan dengan menggunakan garis skalar sepanjang 15 cm mulai dari sangat tidak suka hingga sangat suka pada panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Parameter mutu yang dinilai yaitu rasa dan aroma pada tahap formulasi sari buah jeruk Pontianak, serta parameter rasa, aroma, dan warna pada tahap formulasi sari buah jeruk Pontianak ready to drink.

49 Pengolahan data organoleptik pada tahap formulasi sari buah jeruk Pontianak dilakukan dengan menggunakan Design Expert ver.7. Data-data tersebut kemudian digunakan untuk memperoleh formula optimum sari buah jeruk Pontianak. Pengolahan data organoleptik pada tahap formulasi sari buah jeruk Pontianak ready to drink dilakukan menggunakan ANOVA dengan uji lanjut Duncan.

50 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERLAKUAN LYE PEELING Albedo memiliki peranan penting dalam pembentukan rasa pahit pada sari buah jeruk. Berdasarkan penelitian awal yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa penghilangan lapisan albedo lebih berpengaruh terhadap penurunan rasa pahit pada ekstrak buah jeruk Pontianak dibandingkan dengan penghilangan biji jeruk. Perlakuan penghilangan kulit, biji, dan albedo jeruk lebih memberikan pengaruh besar dalam penurunan tingkat kepahitan ekstrak jeruk Pontianak. Hal ini ditunjukkan dengan paling rendahnya tingkat kepahitan ekstrak jeruk (++). Ekstrak jeruk Pontianak tanpa penghilangan biji dan albedo memiliki tingkat kepahitan yang paling tinggi, yaitu ditandai dengan positif 5 (+++++). Pengaruh perlakuan buah jeruk Pontianak terhadap tingkat kepahitan ekstrak jeruk dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh perlakuan buah jeruk Pontianak terhadap tingkat kepahitan ekstrak jeruk Perlakuan Tingkat kepahitan pada ekstrak jeruk Pontianak Buah jeruk tanpa kulit, dengan biji dan albedo Buah jeruk tanpa kulit dan biji, dengan albedo ++++ Buah jeruk tanpa kulit dan albedo, dengan biji +++ Buah jeruk tanpa kulit, biji dan albedo ++ Penentuan perlakuan lye peeling dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dan suhu larutan peeling (lye peeling), serta waktu perendaman yang efektif untuk mengelupas jaringan albedo pada buah jeruk Pontianak kupas. Penetapan konsentrasi, suhu, dan lama peeling ditentukan dengan cara melihat penampakan fisik buah jeruk setelah dipeeling. Jaringan albedo pada buah jeruk tampak mengalami pengelupasan sebagian akibat perendaman di dalam larutan NaOH. Proses lye peeling pada buah jeruk Pontianak dapat dilihat pada Gambar 13.

51 (a) (b) (c) Gambar 13. Buah jeruk sebelum peeling (a), buah jeruk dalam larutan NaOH (b), dan buah jeruk setelah peeling (c). Penampakan fisik buah jeruk hasil perlakuan peeling dengan konsentrasi larutan NaOH 1% dan 3% dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15. Tanda positif (+) pada gambar tersebut menunjukkan tingkat permukaan lapisan albedo yang masih tampak setelah proses lye peeling. Buah jeruk tanpa perlakuan lye peeling ditandai dengan tanda positif 5 (+++++), yang berarti belum mengalami pengelupasan albedo. Semakin banyak lapisan albedo yang terkelupas setelah proses lye peeling ditunjukkan dengan semakin sedikitnya tanda positif. (+++++) (+++) (+++) (++) (+++) (+++) (++) (+++) (++) (++) Gambar 14. Penampakan fisik buah jeruk hasil perlakuan peeling dengan konsentrasi larutan NaOH 1%

52 (+++++) (+++) (++) (++) (++) (++) (+) (++) (+) (+) Gambar 15. Penampakan fisik buah jeruk hasil perlakuan peeling dengan konsentrasi larutan NaOH 3% Setelah proses lye peeling, tampak bahwa buah jeruk mulai mengalami pengelupasan jaringan albedo. Semakin tinggi suhu dan lama waktu peeling, semakin banyak jaringan albedo yang mengelupas dari buah jeruk. Namun, secara umum proses lye peeling ini masih menyisakan jaringan albedo pada sela-sela juring buah jeruk. Hal ini dapat diakibatkan karena larutan NaOH tidak dapat masuk ke dalam sela-sela juring. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, tampak bahwa buah jeruk hasil perendaman dengan larutan NaOH 1% tidak jauh berbeda dengan buah jeruk hasil perendaman dengan larutan NaOH 3%. Oleh karena itu, analisis selanjutnya akan dilakukan pada buah jeruk dengan perlakuan konsentrasi larutan NaOH 1%. Tahap selanjutnya setelah peeling yaitu penentuan jumlah larutan asam sitrat 2% yang diperlukan untuk menetralkan jeruk. Penentuan jumlah asam sitrat untuk proses penetralan dilakukan dengan metode titrasi asam basa, dimana larutan asam sitrat bertindak sebagai titran dan air perendam yang didalamnya terdapat jeruk sebagai titrat. Gambar 16 berikut adalah diagram alir proses penetralan jeruk setelah peeling dengan larutan asam sitrat 2%.

53 Buah jeruk Pengupasan kulit Perendaman dalam larutan NaOH 1% (g. jeruk : larutan NaOH = 1 : 1.5) Pembilasan buah dengan air bersih (g. jeruk : air pembilas = 1 : 1.5) Perendaman buah dalam aquades (g. jeruk : aquades = 1 : 1.5) Indikator PP Titrasi dengan larutan asam sitrat 2% (merah muda tidak berwarna) Gambar 16. Diagram alir penetralan jeruk setelah dipeeling dengan larutan asam sitrat 2%. Tabel 9. Rasio bobot jeruk dengan ml asam sitrat 2% yang dibutuhkan untuk menetralkan jeruk after peeling Perbandingan kebutuhan larutan ph ph NaOH untuk peeling dan larutan Perlakuan lye jeruk jeruk asam sitrat 2% untuk penetralan peeling awal akhir setelah peeling terhadap bobot jeruk (gram) 1%, 40 C, 60 detik : 1.5: %, 40 C, 90 detik : 1.5: %, 40 C, 120 detik : 1.5: %, 50 C, 60 detik : 1.5: %, 50 C, 90 detik : 1.5: %, 50 C, 120 detik : 1.5: %, 60 C, 60 detik : 1.5: %, 60 C, 90 detik : 1.5: %, 60 C, 120 detik : 1.5: Berdasarkan data pada Tabel 9 di atas (data selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 1), terlihat bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu lye peeling buah, maka semakin banyak jumlah larutan asam sitrat

54 yang dibutuhkan untuk penetralan. Selain itu, ph jeruk setelah penetralan menunjukkan sedikit kenaikan dibandingkan ph jeruk awal. Hal ini dapat disebabkan oleh masih menempelnya larutan NaOH pada permukaan kulit jeruk sehingga menyebabkan sedikit kenaikan pada ph jeruk. Tahap selanjutnya adalah analisis buah jeruk setelah proses lye peeling dengan konsentrasi NaOH 1%. Analisis meliputi TPT, TAT, dan kadar pektin (selengkapnya pada Lampiran 2). Total padatan terlarut ( o brix) Tanpa perlakuan C,60 detik C,90 detik 40 C,120 detik C,60 detik 50 C,90 detik 50 C,120 detik 60 C,60 detik 60 C,90 detik 60 C,120 detik Perlakuan Gambar 17. Histogram hasil analisis total padatan terlarut (TPT) pada buah jeruk hasil peeling TAT (ml NaOH 0.1 N/ 100 ml sampel) Tanpa perlakuan C,60 detik 40 C,90 detik 40 C,120 detik C,60 detik C,90 detik C,120 detik C,60 detik C,90 detik 60 C,120 detik Perlakuan Gambar 18. Histogram hasil analisis TAT pada buah jeruk hasil peeling

55 Kadar pektin (%) Tanpa perlakuan 40 C,60 detik 40 C,90 detik 40 C,120 detik 50 C,60 detik Perlakuan 50 C,90 detik 50 C,120 detik 60 C,60 detik 60 C,90 detik 60 C,120 detik Gambar 19. Histogram hasil analisis kadar pektin pada buah jeruk hasil peeling Berdasarkan histogram pada Gambar 19, semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu peeling, maka semakin berkurang kadar pektin pada jeruk. Hal ini dikarenakan albedo pada kulit jeruk merupakan bagian yang kaya akan pektin, sehingga dengan semakin berkurangnya jaringan albedo akibat perlakuan suhu dan waktu peeling, maka kandungan pektin juga semakin berkurang. Semakin banyak jaringan albedo yang terlepas akibat proses peeling, maka semakin kecil kandungan pektin pada buah, begitu pula dengan rasa pahit yang dapat timbul pada sari buah jeruk Pontianak. Dengan proses peeling, diharapkan rasa pahit yang dapat timbul pada sari buah jeruk Pontianak setelah proses akan berkurang. Nilai total padatan terlarut (TPT) buah jeruk hasil lye peeling secara umum mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena berkurangnya kadar pektin pada buah jeruk. Pektin merupakan senyawa pektat yang larut dalam air. Dengan berkurangnya kadar pektin pada buah jeruk, maka semakin sedikit jumlah total padatan terlarutnya. Nilai total asam tertitrasi pada jeruk juga secara umum mengalami penurunan. Hal ini diduga terjadi akibat adanya perlakuan basa (lye peeling) yang menyebabkan hilangnya sebagian asam pada jeruk. Pada Gambar 19 di atas, kadar pektin paling kecil didapat pada perlakuan peeling pada suhu 60 C selama 120 detik. Dengan demikian, perlakuan lye peeling yang ditetapkan adalah larutan NaOH dengan konsentrasi 1%, pada suhu 60 C selama 120 detik.

56 B. FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK Rancangan metode penelitian yang digunakan pada program Design Expert version 7 adalah rancangan mixture design D-optimal. Penggunaan rancangan mixture design dipilih karena rancangan ini sesuai dengan faktor perlakuan pada penelitian ini, yaitu perlakuan pencampuran komponen yang diubah-ubah untuk memperoleh respon tertentu. Faktor perlakuan berupa komponen yang diubah-ubah pada penelitian ini adalah jumlah sukrosa, acidulant (asam sitrat atau asam malat), dan ekstrak buah jeruk Pontianak. Output dari proses analisis respon yang diolah dengan rancangan statistik mixture design adalah berupa persamaan polinomial. Persamaan polinomial yang diperoleh tiap respon ditunjukkan dengan variabel tertentu, yang dapat berbentuk Mean (M) = pangkat 0, Linear (L) = pangkat 1, Quadratic (Q) = pangkat 2, atau Cubic (C) = pangkat 3. Variabel tersebut menjadi faktor yang menentukan rancangan model polinomial untuk faktor perlakuan pada penelitian sehingga didapatkan respon yang mendukung terciptanya produk yang optimal (Anonim, 2007) Pada tahap perancangan formula, hal penting yang harus diperhatikan adalah menentukan variabel uji dan rentang nilainya. Variabel uji adalah komponen dari formula yang mempengaruhi respon yang akan diukur dan dioptimasi. Pada penelitian ini, jumlah sukrosa, acidulant (asam sitrat atau asam malat), dan ekstrak jeruk menjadi komponen variabel uji. Sementara itu, jumlah CMC dan kalium sorbat menjadi komponen variabel tetap yang jumlahnya tidak berubah selama formulasi sehingga tidak dimasukkan ke dalam rancangan percobaan. Output dari proses ini dinamakan respon. Pemilihan respon dilakukan berdasarkan karakteristik yang akan berubah akibat perubahan proporsi relatif dari komponen-komponennya. Respon-respon ini yang akan diukur dan dioptimasi sehingga diperoleh formula optimum. Respon-respon pada penelitian ini adalah respon subyektif berupa rasa dan aroma, serta respon obyektif berupa TPT dan ph. Respon-respon ini dipilih agar dapat diperoleh formula yang dapat menghasilkan sari buah jeruk Pontianak dengan mutu yang baik.

57 1. Formulasi Sari Buah Jeruk Pontianak dengan Variabel Uji Asam Sitrat, Sukrosa, dan Ekstrak Jeruk a. Penetapan batas minimum dan maksimum asam sitrat dan sukrosa Penetapan batas minimum dan maksimum asam sitrat dilakukan hingga didapat jumlah asam sitrat yang menghasilkan sari buah jeruk dengan kisaran ph Selanjutnya, dilakukan uji penerimaan panelis terhadap sari buah dengan variasi persentase asam sitrat sukrosa. Berdasarkan pengukuran ph sari buah dengan perlakuan penambahan asam sitrat, maka ditetapkan batas minimum penambahan asam sitrat adalah 0.3% (menghasilkan ph sari buah 3.98) dan batas maksimum penambahan asam sitrat adalah 0.5% (menghasilkan ph sari buah 3.71). Data pengukuran ph pada variasi penambahan asam sitrat dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Data pengukuran ph sari buah jeruk Pontianak dengan variasi penambahan asam sitrat Ekstrak Total Asam Sukrosa CMC K-sorbat jeruk (%) sitrat (%) (%) (%) (%) (%) ph Penentuan batas minimum dan maksimum penambahan sukrosa dilakukan dengan uji penerimaan rasa kepada 8 orang panelis. Berdasarkan uji penerimaan terhadap rasa (Gambar 13), ditetapkan batas minimum penambahan sukrosa adalah 16%, dimana sebanyak 87.5 % panelis dapat menerima rasa sari buah (pada konsentrasi asam sitrat 0.3%) dan sebanyak 62.5% panelis (pada konsentrasi asam sitrat 0.5%). Rasa sari buah dengan penambahan sukrosa di bawah 16% kurang dapat diterima panelis karena rasanya yang terlalu asam. Batas maksimum penambahan sukrosa yang ditetapkan adalah 18%, dimana sebanyak 75 % panelis dapat menerima rasa sari buah

58 (pada konsentrasi asam sitrat 0.3%) dan sebanyak 87.5% panelis (pada konsentrasi asam sitrat 0.5%). Rasa sari buah dengan sukrosa di atas 18% kurang dapat diterima panelis karena rasanya yang terlalu manis. Hasil uji penerimaan dengan parameter rasa pada variasi asam sitrat dan sukrosa dapat dilihat pada Gambar 20. Jumlah penerimaan panelis (%) % Sukrosa Asam sitrat 0.3% Asam sitrat 0.5% Gambar 20. Histogram hasil uji penerimaan dengan parameter rasa pada variasi asam sitrat dan sukrosa. b. Rancangan formula Formula pada tahap ini dirancang dengan menggunakan variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk. Jumlah sukrosa dan asam sitrat sebagai komponen variabel uji ditentukan berdasarkan kisaran maksimum dan minimum yang dilakukan secara trial dan error pada tahap sebelumnya. Kisaran persentase komponen yang digunakan dan yang dimasukkan ke dalam program Design Expert ver.7 adalah untuk sukrosa sebesar %, asam sitrat %, dan ekstrak jeruk sebesar %. Berdasarkan hasil olahan pada program Design Expert version 7, diperoleh 12 formula sebagai rancangan percobaan dengan lima kali pengulangan, sehingga terdapat total 17 formula sari buah yang akan diukur variabel responnya satu per satu. Rancangan formula sari buah dapat dilihat pada Tabel 11.

59 Tabel 11. Rancangan percobaan 17 formula sari buah jeruk Pontianak Run Konponen 1 Komponen 2 Komponen 3 A :sukrosa (%) B :asam sitrat (%) C :ekstrak jeruk (%) c. Pembuatan sari buah jeruk Pontianak Setelah rancangan formula telah disiapkan, tahap selanjutnya adalah pembuatan 17 formula sari buah jeruk Pontianak dan pengukuran variabel-variabel respon yaitu ph, TPT, rasa, dan aroma. Pengukuran variabel respon terhadap 17 formula sari buah jeruk Pontianak dapat dilihat pada Tabel 12 (selengkapnya Lampiran 4). Setiap variabel respon tersebut kemudian dimasukkan ke dalam program sebagai data masukan dan program Design Expert version 7 akan menganalisis data masukan tersebut untuk menentukan model dan persamaan polinomial dengan ordo yang cocok untuk setiap variabel respon (mean, linier, kuadratik, spesial kubik, atau kubik). Model polinomial merupakan output dari proses analisis mutu awal produk yang diolah oleh rancangan statistik mixture design yang menunjukkan hasil analisis mutu awal atau respon produk. Program Design Expert version 7 akan merekomendasikan salah satu model yang paling sesuai untuk setiap respon. Pemilihan model yang cocok dari tiap respon akan ditampilkan dalam fit summary.

60 Tabel 12. Variabel respon 17 formula sari buah jeruk Pontianak (tanpa penyaringan) Run Respon 3 Respon 4 Respon 1 Respon 2 Rasa (skalar Aroma (skalar ph TPT ( Brix) 15 cm) 15 cm) Berdasarkan hal tersebut, maka program Design Expert version 7 akan memberikan saran model polinomial dengan ordo terbaik untuk masing-masing variabel respon. Suatu variabel respon dapat dikatakan berbeda nyata atau signifikan pada taraf signifikansi 5% apabila nilai "prob>f" hasil analisis ragam lebih kecil dari 0.05 (Anonim, 2007). Tabel 13 memberikan ringkasan model ordo dan persamaan polinomial untuk setiap variabel respon (Lampiran 5 dan 6), sedangkan Tabel 14 menunjukkan hasil ANOVA model pada tiap respon (Lampiran 7). Tabel 13. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masingmasing variabel respon Variabel respon Model ordo Persamaan polinomial ph Linier Y = X 1 + ( )X X 3 TPT Kuadratik Y = X 1 + ( )X X X 1 X 2 + ( ) X 1 X X 2 X 3 Rasa Linier Y = X 1 + ( )X X 3 Aroma Mean Y = X 1 + ( )X X 3 Keterangan : X 1 = sukrosa, X 2 = asam sitrat, X 3 = ekstrak jeruk

61 Tabel 14. Analisis ragam (ANOVA) model masing-masing variabel respon Variabel respon Model ordo Prob>F Keterangan ph Linier < Signifikan TPT Kuadratik Signifikan Rasa Linier Signifikan Aroma Mean - Tidak signifikan Penentuan model ordo pada tiap respon didasarkan pada F value yang tercantum dalam fit summary (Lampiran 5). Model yang memiliki F value tertinggi, maka model tersebut ditetapkan sebagai model respon. Pada respon ph, model linear memiliki F value tertinggi bila dibandingkan dengan model ordo yang lain, yaitu sebesar Hasil ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu linear adalah signifikan, dengan nilai p "prob>f" lebih kecil daripada 0.05 (< ). Pada respon TPT, sebenarnya model yang direkomendasikan adalah model linear dan kuadratik karena keduanya memiliki nilai "prob>f" lebih kecil daripada 0.05 (model linear < , dan model kuadratik ). Namun, model yang ditetapkan adalah model kuadratik karena memiliki Adj R 2 dan Pred R 2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan model linear. Selain itu, apabila terdapat lebih dari satu model yang direkomendasikan, maka yang dipilih adalah model dengan polinomial yang lebih tinggi (Anonim, 2007). Pada respon rasa, model linear memiliki F value tertinggi bila dibandingkan dengan model ordo yang lain, yaitu sebesar Hasil ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu linear adalah signifikan, dengan nilai p "prob>f" lebih kecil daripada 0.05 (0.0020). Berdasarkan analisis pada program DX7, model polinomial respon aroma adalah mean. Besarnya nilai Adj R 2 dan Pred R 2 untuk respon aroma berturut-turut adalah dan Tanda negatif pada Pred R 2 menunjukkan bahwa mean keseluruhan lebih tepat untuk memprediksi respon aroma daripada model. Nilai negatif pada Adj R 2 dan Pred R 2 terjadi karena hasil data aktual respon aroma yang

62 diperoleh menunjukkan hasil yang tidak signifikan pada pada setiap perlakuan komponen. Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) dari variabel respon pada Tabel 14, diketahui bahwa persamaan yang dapat digunakan sebagai model prediksi adalah persamaan dengan respon ph, TPT, dan rasa (selengkapnya pada Lampiran 7). Persamaan yang diperoleh pada respon aroma tidak digunakan sebagai model prediksi karena penambahan sukrosa, asam sitrat, dan ekstrak jeruk pada seluruh desain tidak mempengaruhi penerimaan panelis terhadap aroma produk. Nilai variabel respon yang didapat dari setiap model minuman kemudian dimasukkan ke dalam program Design Expert version 7. Program ini kemudian akan mengolah semua variabel respon setiap formula dan memberikan beberapa solusi formula sebagai formula sari buah jeruk Pontianak terpilih sesuai dengan target optimasi yang diinginkan. Target optimasi dimaksudkan untuk meminimumkan usaha yang diperlukan atau biaya operasional dan memaksimumkan yang diinginkan. Pembuatan sari buah jeruk Pontianak diharapkan menekan sedikit mungkin pemakaian jumlah bahan baku (sukrosa, asam sitrat, dan ekstrak jeruk) sehingga target yang ditetapkan adalah minimum, sedangkan respon rasa yang diharapkan memiliki respon yang paling maksimum. Target atau sasaran ini selanjutnya akan dimasukkan dalam kriteria optimasi. Dari ketiga variabel respon tersebut (ph, TPT, rasa), akan ada variabel yang dominan atau penting dan variabel yang kurang penting untuk menentukan formula yang paling optimal. Program DX7 telah menyediakan sistem pembobotan ini dengan nama importance. Pada kolom importance terdapat pilihan tanda positif (+), mulai dari positif 1 (+) hingga positif 5 (+++++). Semakin tinggi tingkat kepentingan dari atribut/respon yang diukur terhadap produk, semakin banyak tanda (+) yang harus diberikan. Pada penelitian ini ditetapkan respon rasa dengan tingkat kepentingan positif 5 (+++++) karena sifat produk yang diinginkan memiliki nilai rasa yang paling maksimal. Selain respon,

63 importance juga berlaku untuk menentukan nilai kepentingan variabel uji. Pada penelitian ini, komponen sukrosa, asam sitrat, dan ekstrak jeruk dirasa memiliki tingkat kepentingan sedang, sehingga ditetapkan importance ketiga variabel tersebut positif 3 (+++). Berikut adalah tabel yang menunjukkan target optimasi dan tingkat kepentingan (importance) variabel. Tabel 15. Target optimasi dan tingkat kepentingan variabel. Variabel Goal Lower limit Upper limit Importance Sukrosa minimize Asam sitrat minimize Ekstrak jeruk minimize ph is in range TPT is in range Rasa maximize Program DX7 selanjutnya akan mengolah semua variabel respon berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan dan memberikan beberapa solusi formula sebagai formula sari buah jeruk Pontianak terpilih. Nilai target optimasi yang dapat dicapai disebut sebagai desirability. Desirability memiliki nilai 0 sampai 1. Kegiatan optimasi merupakan kegiatan untuk mencapai nilai desirability maksimum. Namun demikian, tujuan optimasi bukan untuk mencari nilai desirability sebesar 1 melainkan untuk mencari kondisi terbaik yang mempertemukan semua fungsi tujuan (Anonim, 2007). Formula sari buah terpilih hasil optimasi dengan bantuan program Design Expert version 7 dan nilai prediksi responnya disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Formula sari buah terpilih hasil optimasi Design Expert ver.7 Sukrosa Asam Ekstrak ph TPT rasa desirability (%) sitrat (%) jeruk (%) Berdasarkan hasil optimasi pada Tabel 16, nilai desirability dapat dicapai dengan nilai 0.648, yang artinya formula tersebut akan

64 menghasilkan produk yang memiliki karakteristik yang paling optimal dan sesuai dengan keinginan kita sebesar 64.80%. Nilai desirability yang mendekati satu dapat dicapai karena ketepatan pemilihan variabel uji yang mampu memberikan pengaruh nyata, penentuan rentang proporsi relatif masing-masing variabel uji, dan nilai target optimasi variabel respon. Semakin tinggi kompleksitas variabel uji dan nilai target optimasi, semakin sulit pencapaian nilai desirability yang mendekati satu. Hasil optimasi sari buah formula terpilih disajikan dalam bentuk contour plot dua dimensi (Gambar 21) dan gambar tiga dimensi (Gambar 22) dengan menggunakan model prediksi untuk variabel respon ph, TPT, dan rasa sari buah. Nilai pada garis contour plot merupakan kombinasi dari tiga komponen yang menghasilkan pencapaian nilai desirability. Contour plot (2D) merupakan bagian bawah (dasar) dari gambar 3D kurva prediksi. Titik tertinggi dari kurva menunjukkan nilai desirability tertinggi, yaitu Apabila titik tersebut dibuat garis tegak lurus ke bawah, yaitu pada bagian contour plot, maka akan didapat satu titik sentral. Titik sentral tersebut memiliki ukuran sentral dengan kombinasi 14.62% sukrosa, 0.25% asam sitrat, dan 85.13% ekstrak jeruk. Setelah program Design Expert version 7 merekomendasikan formula optimum dengan nilai desirability yang tertinggi, lalu dilakukan pembuktian terhadap dugaan nilai (prediksi) dari responrespon yang diberikan program Design Expert version 7.

65 Design-Expert Software Desirability Design Points 1 0 X1 = A: sukrosa X2 = B: asam sitrat X3 = C: ekstrak jeruk B: asam sitrat A: sukrosa Prediction C: ekstrak jeruk Desirability Gambar 22. Contour plot yang menunjukkan nilai desirability formula optimal sari buah jeruk Pontianak (tanpa penyaringan) Design-Expert Software Desirability 1 0 X1 = A: sukrosa X2 = B: asam sitrat X3 = C: ekstrak jeruk Desirability C (86.020) A (13.730) B (1.880) B (0.250) C (84.390) A (15.360) Gambar 23. Gambar 3D yang menunjukkan nilai desirability formula optimal sari buah jeruk Pontianak (tanpa penyaringan) Berdasarkan hasil verifikasi sebanyak 6 kali ulangan (Lampiran 8), diperoleh bahwa formula optimum dengan nilai desirability tertinggi yang disarankan, menghasilkan sari buah jeruk Pontianak dengan ph 3.90, TPT sebesar 21.0 o brix, dan skor kesukaan rasa

66 sebesar 7.13 (antara agak tidak suka hingga netral). Hasil-hasil tersebut tidak sama persis dengan yang diprediksikan, tetapi hasil yang diperoleh ini tidak berbeda jauh dengan yang diprediksikan oleh program Design Expert version 7. Nilai respon yang diprediksikan program Design Expert version 7 dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17.Nilai respon yang diprediksikan program Design Expert ver.7 Respon Prediksi SE Pred 95% PI rendah tinggi ph TPT Rasa Hasil pengamatan dan pengukuran yang diperoleh pada respon ph dan TPT lebih kecil daripada hasil yang diprediksikan, sedangkan respon rasa diperoleh hasil yang lebih besar dibandingkan dengan hasil yang diprediksikan. Hasil pengamatan dan pengukuran ini masih berada dalam selang 95% PI low dengan 95% PI high. Definisi dari 95% PI (Prediction Interval) low adalah nilai terendah dari interval yang diprediksikan, dimana memiliki nilai kepercayaan dari pengamatan individual sebesar 95% sedangkan definisi dari 95% PI (Prediction Interval) high adalah nilai tertinggi dari interval yang diprediksikan, dimana memiliki nilai kepercayaan dari pengamatan individual sebesar 95%. SE Pred (Standard Error Prediction) merupakan standar deviasi dari nilai PI (Anonim, 2007). Karena hasilhasil dari pengamatan dan pengukuran masih masuk dalam interval prediksi, berarti formula optimum dengan nilai desirability tertinggi, sesuai dengan yang direkomendasikan Design Expert version 7. Berdasarkan nilai-nilai respon sari buah jeruk Pontianak yang didapat dari hasil optimasi tersebut, terlihat bahwa respon rasa pada khususnya hanya mendapat skor kesukaan 7.13 (agak tidak suka hingga netral). Secara umum, hal ini disebabkan karena sari buah jeruk Pontianak yang dihasilkan masih terasa pahit. Hal ini dirasa masih diperlukan perlakuan lebih lanjut untuk meningkatkan respon rasa sari buah jeruk Pontianak sehingga akan didapat skor kesukaan rasa yang lebih tinggi.

67 Oleh karena itu, perlakuan yang akan dilakukan selanjutnya adalah penyaringan sari buah dengan menggunakan kain saring. Dengan rancangan formulasi yang sama seperti sebelumnya, perlakuan pembuatan sari buah jeruk Pontianak selanjutnya adalah penyaringan ekstrak jeruk sebelum diproses. Selanjutnya, formula sari buah diukur respon-respon yang meliputi ph, TPT, rasa, dan aroma. Pengukuran variabel respon terhadap 17 formula sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan dapat dilihat pada Tabel 18 (selengkapnya pada Lampiran 9). Tabel 18. Variabel respon 17 formula sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan Run Respon 3 Respon 4 Respon 1 Respon 2 Rasa (skalar Aroma (skalar ph TPT ( Brix) 15 cm) 15 cm) Berdasarkan hal tersebut, maka program Design Expert version 7 akan memberikan saran model polinomial dengan ordo terbaik untuk masing-masing variabel respon. Tabel 19 memberikan ringkasan model ordo dan persamaan polinomial untuk setiap variabel respon (Lampiran 10 dan 11), sedangkan Tabel 20 menunjukkan hasil ANOVA model pada tiap respon (Lampiran 12).

68 Tabel 17. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-masing variabel respon Variabel Model respon ordo Persamaan polinomial ph Linier Y = X 1 + ( )X X 3 TPT Kuadratik Y = X 1 + ( )X X X 1 X 2 + ( ) X 1 X X 2 X 3 Rasa Kubik Y = ( )X E+007X X 3 + ( E+005) X 1 X X 1 X 3 + ( E+005)X 2 X X 1 X 2 X X 1 X 2 (X 1 -X 2 ) X 1 X 3 (X 1 -X 3 ) + ( ) X 2 X 3 (X 2 -X 3 ) Aroma Mean Y = X 1 + ( )X X 3 Keterangan : X 1 = sukrosa, X 2 = asam sitrat, X 3 = ekstrak jeruk Tabel 18. Analisis ragam (ANOVA) model masing-masing variabel respon Variabel respon Model ordo Prob>F Keterangan ph Linier < Signifikan TPT Kuadratik Signifikan Rasa Kubik Signifikan Aroma Mean - Tidak signifikan Pada respon ph, model linear memiliki F value tertinggi bila dibandingkan dengan model ordo yang lain, yaitu sebesar Hasil ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu linear adalah signifikan, dengan nilai p "prob>f" lebih kecil daripada 0.05 (< ). Pada respon TPT, sebenarnya model yang direkomendasikan adalah model linear dan kuadratik karena keduanya memiliki nilai "prob>f" lebih kecil daripada 0.05 (model linear < , dan model kuadratik ). Namun, model yang ditetapkan adalah model kuadratik karena memiliki Adj R 2 dan Pred R 2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan model linear. Selain itu, apabila terdapat lebih dari satu model yang direkomendasikan, maka yang dipilih adalah model dengan polinomial yang lebih tinggi (Anonim, 2007). Pada respon rasa, model yang direkomendasikan juga lebih dari satu, yaitu model linear dan model kubik karena keduanya memiliki nilai "prob>f" lebih kecil daripada 0.05 (model linear , dan model kubik ). Namun, model yang ditetapka adalah model kubik karena memiliki pangkat polinomial yang lebih tinggi dibandingkan dengan model linear. Berdasarkan analisis pada program DX7, model polinomial respon aroma adalah mean. Hasil

69 ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu mean adalah tidak signifikan. Besarnya nilai Adj R 2 dan Pred R 2 untuk respon aroma berturut-turut adalah dan Tanda negatif pada Pred R 2 menunjukkan bahwa mean keseluruhan lebih tepat untuk memprediksi respon aroma daripada model. Nilai negatif pada Adj R 2 dan Pred R 2 terjadi karena hasil data aktual respon aroma yang diperoleh menunjukkan hasil yang tidak signifikan pada pada setiap perlakuan komponen (Lampiran 10). Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) dari variabel respon pada Tabel 20, diketahui bahwa persamaan yang dapat digunakan sebagai model prediksi adalah persamaan dengan respon ph, TPT, dan rasa (selengkapnya pada Lampiran 12). Setelah diketahui nilai respon dari masing-masing formula, kemudian dilakukan optimasi formula. Target optimasi dan importance variabel/respon pada sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan ini ditetapkan sama dengan sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan. Beberapa formula sari buah terpilih hasil optimasi dengan bantuan program Design Expert version 7 dan nilai prediksi responnya disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Formula sari buah jeruk Pontianak (dengan penyaringan) terpilih hasil optimasi Design Expert version 7 No. Sukrosa Asam Ekstrak ph TPT rasa desirability (%) sitrat (%) jeruk (%) Berdasarkan hasil optimasi pada Tabel 21, nilai desirability tertinggi dapat dicapai dengan nilai 0.721, yang artinya formula tersebut akan menghasilkan produk yang memiliki karakteristik yang paling optimal dan sesuai dengan keinginan kita sebesar 72.10%. Hasil optimasi sari buah formula terpilih disajikan dalam bentuk contour plot dua dimensi (Gambar 23) dan gambar tiga dimensi (Gambar 24) dengan menggunakan model prediksi untuk variabel respon ph, TPT, dan rasa sari buah. Titik

70 sentral pada Gambar 23 memiliki ukuran sentral dengan kombinasi 14.60% sukrosa, 0.25% asam sitrat, dan 85.15% ekstrak jeruk. Titik sentral tersebut berada pada garis contour dengan nilai desirability Design-Expert Software A: sukrosa Desirability Design Points 1 0 X1 = A: sukrosa X2 = B: asam sitrat X3 = C: ekstrak jeruk Prediction B: asam sitrat C: ekstrak jeruk Desirability Gambar 23. Contour plot yang menunjukkan nilai desirability formula optimal sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan Design-Expert Software Desirability 1 0 X1 = A: sukrosa X2 = B: asam sitrat X3 = C: ekstrak jeruk Desirability C (86.020) A (13.730) B (1.880) B (0.250) C (84.390) A (15.360) Gambar 24. Gambar 3D yang menunjukkan nilai desirability formula optimal sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan

71 Sama seperti sebelumnya, setelah program Design Expert version 7 merekomendasikan formula optimum dengan nilai desirability yang tertinggi, lalu dilakukan pembuktian terhadap dugaan nilai (prediksi) dari respon-respon yang diberikan program Design Expert version 7. Berdasarkan hasil verifikasi sebanyak 6 kali ulangan (Lampiran 13), diperoleh bahwa formula optimum dengan nilai desirability tertinggi yang disarankan, menghasilkan sari buah jeruk Pontianak hasil penyaringan dengan ph sebesar 3.93, TPT sebesar 21.1 o brix, dan skor kesukaan rasa sebesar 8.94 (antara netral hingga agak suka). Hasil-hasil tersebut tidak sama persis dengan yang diprediksikan, tetapi hasil yang diperoleh ini tidak berbeda jauh dengan yang diprediksikan oleh program Design Expert version 7 seperti tersaji pada Tabel 22. Tabel 22.Nilai respon yang diprediksikan program Design Expert ver.7 95% PI Respon Prediksi SE Pred rendah tinggi ph TPT Rasa Hasil pengamatan dan pengukuran yang diperoleh pada respon ph dan TPT lebih kecil daripada hasil yang diprediksikan sedangkan respon rasa diperoleh hasil yang lebih besar dibandingkan dengan hasil yang diprediksikan. Hasil pengamatan dan pengukuran ini masih berada dalam selang 95% PI low dengan 95% PI high. Karena hasil-hasil dari pengamatan dan pengukuran masih masuk dalam interval prediksi, berarti formula optimum dengan nilai desirability tertinggi, sesuai dengan yang direkomendasikan Design Expert version 7. Secara umum, sari buah jeruk Pontianak (baik tanpa penyaringan dan dengan penyaringan) masih memiliki rasa pahit. Selain itu, penggunaan asam sitrat memberikan citarasa asam yang kurang begitu menyenangkan. Oleh karena itu, formulasi sari buah jeruk selanjutnya dilakukan dengan mengganti variabel asam sitrat dengan asam malat. Hal ini diharapkan dapat memberikan nilai kesukaan sari buah, terutama nilai kesukaan rasa, yang lebih tinggi. Gambar berikut adalah sari buah jeruk

72 Pontianak (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) tanpa penyaringan dan dengan penyaringan. Gambar 25. Sari buah jeruk Pontianak (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) tanpa penyaringan dan dengan penyaringan 2. Formulasi Sari Buah Jeruk Pontianak dengan Variabel Uji Asam Malat, Sukrosa, dan Ekstrak Jeruk Formulasi sari buahjeruk Pontianak dengan menggunakan variabel uji asam malat, sukrosa, dan ekstrak jeruk ini dilakukan untuk mendapatkan respon-respon organoleptik (khususnya rasa) yang lebih baik lagi dibandingkan dengan formula-formula sebelumnya. Pemilihan asam malat sebagai pengganti asam sitrat diharapkan dapat memberikan rasa asam yang lebih mild sehingga produk dapat lebih disukai. a. Penetapan batas minimum dan maksimum asam malat dan sukrosa Penetapan batas minimum dan maksimum asam malat juga dilakukan hingga didapat jumlah asam malat yang menghasilkan sari buah jeruk dengan kisaran ph Selanjutnya, dilakukan uji penerimaan panelis terhadap sari buah dengan variasi persentase asam malat sukrosa. Berdasarkan pengukuran ph sari buah dengan variasi penambahan asam malat, maka ditetapkan batas minimum penambahan asam malat adalah 0.3% (menghasilkan ph sari buah 3.95) dan batas maksimum penambahan asam malat adalah 0.5% (menghasilkan ph sari buah 3.78). Data pengukuran ph pada variasi penambahan asam malat dapat dilihat pada Tabel 23.

73 Tabel 23. Data pengukuran ph buah jeruk Pontianak dengan variasi penambahan asam malat Ekstrak Asam Sukrosa CMC K-sorbat Total jeruk (%) malat (%) (%) (%) (%) (%) ph Berdasarkan uji penerimaan terhadap rasa, ditetapkan batas minimum penambahan sukrosa adalah 14%, dimana sebanyak 100 % panelis dapat menerima rasa sari buah (pada konsentrasi asam sitrat 0.3%) dan sebanyak 62.5% panelis (pada konsentrasi asam sitrat 0.5%). Rasa sari buah dengan penambahan sukrosa di bawah 14% tidak dapat diterima panelis karena rasanya yang terlalu asam. Batas maksimum penambahan sukrosa yang ditetapkan adalah 20%, dimana sebanyak 62.5 % panelis dapat menerima rasa sari buah (pada konsentrasi asam sitrat 0.3%) dan sebanyak 87.5% panelis (pada konsentrasi asam sitrat 0.5%). Hasil uji penerimaan dengan parameter rasa pada variasi asam malat - sukrosa dapat dilihat pada Gambar 26. Jumlah penerimaan panelis (%) Gambar 26. Histogram hasil uji penerimaan dengan parameter rasa pada variasi asam malat dan sukrosa % Sukrosa Asam malat 0.3% Asam malat 0.5% b. Rancangan formula Formula pada tahap ini dirancang dengan menggunakan variabel uji asam malat, sukrosa, dan ekstrak jeruk. Kisaran komponen

74 yang digunakan adalah untuk sukrosa sebesar %, asam malat %, dan ekstrak jeruk sebesar %. Berdasarkan hasil olahan pada program Design Expert version 7, diperoleh 11 formula sebagai rancangan percobaan dengan empat kali pengulangan, sehingga terdapat total 15 formula sari buah yang akan diukur variabel responnya satu per satu. Rancangan formula sari buah dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Rancangan percobaan 15 formula sari buah jeruk Pontianak Run Konponen 1 Komponen 2 Komponen 3 A :sukrosa (%) B :asam malat (%) C :ekstrak jeruk (%) c. Pembuatan sari buah jeruk Pontianak Setelah rancangan formula telah disiapkan, tahap selanjutnya adalah pembuatan 15 formula sari buah jeruk Pontianak. Pengukuran variabel respon terhadap 15 formula sari buah jeruk Pontianak dapat dilihat pada Tabel 25 (selengkapnya Lampiran 14).

75 Tabel 25. Variabel respon 15 formula sari buah jeruk Pontianak Run Respon 1 Respon 2 Respon 3 Respon 4 ph TPT ( Brix) Rasa (1-15) Aroma (1-15) Berdasarkan data pada tabel di atas, maka akan terpilih persamaan polinomial dan model ordo terbaik (Lampiran 15 dan 16), seperti tercantum pada Tabel 26. Hasil ANOVA model pada tiap respon ditampilkan pada Tabel 27 (Lampiran 17) Tabel 26. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masingmasing variabel respon Variabel Model respon ordo Persamaan polinomial ph Kuadratik Y = ( )X X X 3 + ( )X 1 X X 1 X 3 + ( )X 2 X 3 TPT Linier Y = X X X 3 Rasa Kuadratik Y = ( )X X 2 + ( )X 3 + ( )X 1 X X 1 X 3 + ( )X 2 X 3 Aroma Kubik Y = X E+007X 2 + ( )X 3 + ( E+005) X 1 X 2 + ( )X 1 X 3 + ( E+005)X 2 X X 1 X 2 X X 1 X 2 (X 1 -X 2 ) + ( ) X 1 X 3 (X 1 -X 3 ) + ( ) X 2 X 3 (X 2 -X 3 ) Keterangan : X 1 = sukrosa, X 2 = asam malat, X 3 = ekstrak jeruk

76 Tabel 27. Analisis ragam (ANOVA) model masing-masing variabel respon Variabel respon Model ordo Prob>F Keterangan ph Kuadratik Signifikan TPT Linier < Signifikan Rasa Kuadratik Signifikan Aroma Kubik Tidak signifikan Penentuan model ordo pada tiap respon didasarkan pada F value yang tercantum dalam fit summary (Lampiran 15). Model yang memiliki F value tertinggi, maka model tersebut ditetapkan sebagai model respon. Pada respon ph, model yang direkomendasikan adalah model linear dan kuadratik karena keduanya memiliki nilai "prob>f" lebih kecil daripada 0.05 (model linear < , dan model kuadratik ). Namun, model yang ditetapkan adalah model kuadratik karena memiliki Adj R 2 dan Pred R 2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan model linear. Selain itu, model kuadratik memiliki pangkat polinomial yang lebih tinggi dibandingkan model linear. Pada respon TPT, model linear memiliki F value tertinggi bila dibandingkan dengan model ordo yang lain, yaitu sebesar Hasil ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu linear adalah signifikan, dengan nilai p "prob>f" lebih kecil daripada 0.05 (< ). Pada respon rasa, model yang direkomendasikan adalah model linear dan kuadratik karena keduanya memiliki nilai "prob>f" lebih kecil daripada 0.05 (model linear , dan model kuadratik ). Namun, model yang ditetapkan adalah model kuadratik karena memiliki Adj R 2 dan Pred R 2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan model linear. Selain itu, model kuadratik memiliki pangkat polinomial yang lebih tinggi dibandingkan model linear. Berdasarkan analisis pada program DX7, model polinomial respon aroma adalah kubik karena model tersebut memiliki F value tertinggi yaitu Hasil ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu kubik adalah tidak signifikan, dengan nilai p "prob>f" lebih besar daripada 0.05 (0.1620). Walaupun model ini memiliki nilai Adj R 2 dan Pred R 2

77 bernilai positif (pada fit summary), tetapi hasil ANOVA menunjukkan bahwa nilai Pred R 2 bernilai negatif ( ). Hal ini menunjukkan bahwa kubik keseluruhan lebih tepat untuk memprediksi respon aroma daripada model (Lampiran 17). Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) dari variabel respon pada Tabel 27, diketahui bahwa persamaan yang dapat digunakan sebagai model prediksi adalah persamaan dengan respon ph, TPT, dan rasa (Lampiran 17). Hal ini tidak berbeda dengan model prediksi pada formulasi sari buah dengan variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak. Persamaan yang diperoleh pada respon aroma tidak digunakan sebagai model prediksi karena penambahan sukrosa, asam malat, dan ekstrak jeruk pada seluruh desain tidak mempengaruhi penerimaan panelis terhadap aroma produk. Beberapa formula sari buah terpilih hasil optimasi dengan bantuan program Design Expert version 7 dan nilai prediksi responnya disajikan pada Tabel 28. Tabel 28. Formula sari buah terpilih hasil optimasi Design Expert ver.7 Sukrosa Asam Ekstrak ph TPT rasa desirability (%) malat (%) jeruk (%) Berdasarkan data pada Tabel 28 di atas, nilai desirability dapat dicapai dengan nilai 0.713, yang artinya formula tersebut akan menghasilkan produk yang memiliki karakteristik yang paling optimal dan sesuai dengan keinginan kita sebesar 71.30%. Grafik contour plot dua dimensi dan tiga dimensi untuk formula optimum dapat dilihat pada Gambar 27 dan Gambar 28. Titik sentral pada Gambar 27 memiliki ukuran sentral dengan kombinasi 14.66% sukrosa, 0.25% asam malat, dan 85.09% ekstrak jeruk. Titik sentral tersebut berada pada garis contour dengan nilai desirability

78 Design-Expert Software Desirability Design Points 1 0 X1 = A: sukrosa X2 = B: asam malat X3 = C: ekstrak jeruk B: asam malat A: sukrosa C: ekstrak jeruk Desirability Gambar 27. Contour plot yang menunjukkan nilai desirability formula sari buah jeruk Pontianak Prediction Design-Expert Software Desirability 1 0 X1 = A: sukrosa X2 = B: asam malat X3 = C: ekstrak jeruk Desirability C (87.520) A (12.230) B (4.780) B (0.250) C (82.990) A (16.760) Gambar 28. Gambar 3D yang menunjukkan nilai desirability formula optimal sari buah jeruk Pontianak Berdasarkan hasil verifikasi sebanyak 6 kali ulangan terhadap formula optimum (Lampiran 18), diperoleh bahwa sari buah jeruk Pontianak memiliki ph sebesar 4.04, TPT sebesar 21.5 o brix, dan skor kesukaan rasa sebesar (antara agak suka hingga suka). Hasil-

79 hasil tersebut tidak sama persis dengan yang diprediksikan, tetapi hasil yang diperoleh ini tidak berbeda jauh dengan yang diprediksikan oleh program Design Expert version 7 seperti tersaji pada Tabel 29. Tabel 29.Nilai respon yang diprediksikan program Design Expert ver.7 Respon Prediksi SE Pred 95% PI rendah tinggi ph TPT Rasa Hasil verifikasi yang diperoleh pada respon ph dan TPT lebih kecil daripada hasil yang diprediksikan sedangkan respon rasa diperoleh hasil yang lebih besar dibandingkan dengan hasil yang diprediksikan. Hasil pengamatan dan pengukuran ini masih berada dalam selang 95% PI low dengan 95% PI high. Karena hasil-hasil dari pengamatan dan pengukuran masih masuk dalam interval prediksi, berarti formula optimum dengan nilai desirability tertinggi, sesuai dengan yang direkomendasikan Design Expert version 7. Berdasarkan uji organoleptik, terlihat bahwa nilai kesukaan rasa pada formula sari buah jeruk Pontianak mengalami peningkatan yaitu hingga nilai (agak suka hingga suka). Rasa pahit masih sedikit terasa, tetapi secara umum panelis sudah dapat menerima cita rasa sari buah. Tahap selanjutnya adalah pengukuran kadar vitamin C pada formula sari buah jeruk Pontianak terpilih. Berdasarkan analisis yang dilakukan, formula sari buah jeruk Pontianak terpilih memiliki kadar vitamin C sebesar mg vitamin C/ 100 ml (wb). Apabila serving size minuman sari buah adalah 220 ml, maka kandungan vitamin C pada formula sari buah tersebut menjadi mg vitamin C/ 220 ml (wb). Hal ini berarti konsumsi sari buah jeruk Pontianak dapat memenuhi % daily value. Sebelumnya, telah dilakukan pengukuran kadar vitamin C pada ekstrak jeruk Pontianak. Berdasarkan pengukuran tersebut, kadar vitamin C pada ekstrak jeruk Pontianak adalah sebesar mg vitamin C / 100 ml (wb). Dalam ukuran serving size, kadar vitamin C

80 pada formula sari buah tersebut menjadi mg vitamin C/ 220 ml (wb). Hal ini berarti konsumsi 220 ml ekstrak jeruk Pontianak dapat memenuhi % daily value. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 19. Berdasarkan uraian data di atas, dapat diketahui bahwa terjadi penurunan kadar vitamin C sebesar 30.39% selama proses. Persentase penurunan kadar vitamin C tersebut dapat dikatakan cukup besar. Adanya perlakuan lye peeling (konsentrasi NaOH 1%, pada suhu 60 o C selama 2 menit) dan proses pemanasan (pre heating dan pasteurisasi) dapat menjadi faktor yang menyebabkan penurunan kadar vitamin C tersebut. C. FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK READY TO DRINK Pada tahap penelitian sebelumnya, telah dilakukan beberapa formulasi sari buah jeruk Pontianak dengan menggunakan variabel uji yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk terus menghasilkan respon-respon (khususnya respon rasa) yang paling maksimal. Berdasarkan hasil optimasi dari formulasi-formulasi di atas, formulasi dengan menggunakan variabel uji asam malat, sukrosa, dan ekstrak jeruk memberikan respon rasa yang paling tinggi yaitu sebesar (agak suka hingga suka). Oleh karena itu, pembuatan formula sari buah ready to drink didasarkan pada formulasi pada tahap tersebut. Tahap formulasi sari buah jeruk Pontianak ready to drink ini dilakukan untuk mendapatkan formula minuman sari buah jeruk Pontianak yang lebih drinkable. Perlakuan pengenceran akan dilakukan dengan perbandingan ekstrak buah jeruk Pontianak : air yaitu 1:1, 1:1.5, dan 1:2, sedangkan CMC ditambahkan dengan konsentrasi 0.1%, 0.2%, dan 0.3%. Konsentrasi sukrosa yang ditambahkan yaitu sebesar 14.66%, asam malat 0.25%, K-sorbat 0.1%, dan essence jeruk 0.1%. Tabel 30 berikut menunjukkan formula sari buah jeruk Pontianak ready to drink.

81 Tabel 30. Formula sari buah jeruk Pontianak ready to drink Formula Ekstrak jeruk (%) Sukrosa (%) Asam malat (%) K- sorbat (%) Essence jeruk (%) CMC (%) Air (%) Total (%) F F F F F F F F F Berdasarkan uji ragam (ANOVA), perlakuan pengenceran dan CMC, serta interaksi antara perlakuan pengenceran dan CMC berpengaruh nyata terhadap atribut rasa pada taraf signifikansi 5%, tetapi tidak berpengaruh nyata untuk atribut aroma dan warna. Pada atribut rasa, uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan pengenceran (1:1, 1:1.5, 1:2) dan perlakuan CMC (0.1%, 0.2%, 0.3%) berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Pada atribut aroma dan warna, perlakuan pengenceran (1:1, 1:1.5, 1:2) dan perlakuan CMC (0.1%, 0.2%, 0.3%) tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 20). Berikut hasil uji hedonik terhadap sari buah jeruk Pontianak Skor kesukaan rasa F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 Formula Gambar 29. Histogram hasil uji hedonik rasa sari buah jeruk Pontianak ready to drink

82 15.00 Skor kesukaan aroma F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 Formula Gambar 30. Histogram hasil uji hedonik aroma sari buah jeruk Pontianak ready to drink Skor kesukaan warna F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 Formula Gambar 31. Histogram hasil uji hedonik warna sari buah jeruk Pontianak ready to drink Berdasarkan histogram pada Gambar 29, skor kesukaan rasa tertinggi dimiliki oleh sari buah pada formula 5 (F5) yaitu sebesar (suka), dengan formula ekstrak jeruk Pontianak sebesar 34.04% dan air 50.65% (perlakuan pengenceran 1 : 1.5), sukrosa 14.66%, asam malat 0.25%, K- sorbat 0.1%, essence jeruk 0.1%, dan CMC 0.2%. Berdasarkan uji organoleptik, secara keseluruhan sari buah jeruk Pontianak dengan formula ready to drink ini sudah dapat diterima oleh sebagian besar panelis, walaupun masih ada beberapa panelis yang masih mendeteksi adanya citarasa pahit. Gambar berikut menunjukkan diagram alir pembuatan formula sari buah jeruk Pontianak terbaik.

83 Gambar 32. Diagram alir pembuatan sari buah jeruk Pontianak (formula terbaik) D. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA SARI BUAH JERUK PONTIANAK READY TO DRINK 1. Rendemen Ekstrak Jeruk Pontianak Rendemen ekstrak jeruk Pontianak dihitung berdasarkan persentase perbandingan volume ekstrak jeruk Pontianak hasil ekstraksi dengan bobot bagian jeruk yang dapat dimakan. Berdasarkan perhitungan, ± 1 kilogram bagian buah jeruk Pontianak yang dapat dimakan menghasilkan ± 800 ml ekstrak jeruk. Berikut data perhitungan rendemen ekstrak jeruk Pontianak. Tabel 31. Persentase rendemen ekstrak jeruk Pontianak Bobot jeruk sebelum dikupas (gram) Bobot jeruk setelah dikupas (gram) Volume ekstrak jeruk (ml) Rendemen ekstrak jeruk (%)

84 2. Kestabilan Sari Buah Selama Penyimpanan Pengamatan terhadap kestabilan sari buah jeruk Pontianak ready to drink dilakukan selama 7 hari pada suhu ruang (28 o C) dan suhu refrigerator (7 o C). Pengamatan kestabilan sari buah jeruk Pontianak ready to drink dapat dilihat pada Tabel 32 dan 33. Tabel 32. Pengamatan kestabilan sari buah jeruk Pontianak ready to drink pada suhu ruang (28 o C)* Hari Ke Penyimpanan pada suhu ruang (28 o C) F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F * Tanda + menunjukkan adanya pemisahan padatan (endapan)

85 Tabel 33. Pengamatan kestabilan sari buah jeruk Pontianak ready to drink pada suhu refrigerator (7 o C)* Suhu refrigerator (7 o C) Hari Ke F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F * Tanda + menunjukkan adanya pemisahan padatan (endapan) Berdasarkan Tabel 32 di atas, terlihat bahwa beberapa formula sari buah jeruk Pontianak yang disimpan pada suhu ruang (28 o C) mulai mengalami pemisahan endapan pada H1, yaitu formula F1, F4, dan F7. Hal ini dapat disebabkan konsentrasi CMC pada ketiga formula tersebut hanya 0.1% sehingga pemisahan endapan terjadi paling cepat. Formula sari buah jeruk Pontianak ready to drink terpilih, yaitu F5 mulai

FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK

FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK SKRIPSI FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK (Citrus nobilis var. microcarpa) DENGAN APLIKASI METODE LYE PEELING SEBAGAI UPAYA PENGHILANGAN RASA PAHIT PADA SARI BUAH JERUK Oleh DIAN ANDRIANI F24103111 2008

Lebih terperinci

MENGHILANGKAN RASA PAHIT PADA SARI JERUK NIPIS. Oleh : Saptoningsih (Widyaiswara BBPP Lembang)

MENGHILANGKAN RASA PAHIT PADA SARI JERUK NIPIS. Oleh : Saptoningsih (Widyaiswara BBPP Lembang) MENGHILANGKAN RASA PAHIT PADA SARI JERUK NIPIS Oleh : Saptoningsih (Widyaiswara BBPP Lembang) ABSTRACK Agribisnis jeruk nipis adalah usaha pertanian yang dirancang untuk mendapatkan nilai tambah ekonomi

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005 PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN Malang, 13 Desember 2005 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

1 PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, dan (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Jeruk termasuk buah dalam keluarga Citrus dan berasal dari kata Rutaceae. Buah jeruk memiliki banyak khasiat, salah satunya dalam daging

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Jeruk dan Sari Jeruk Siam tanpa Penambahan Siklodekstrin dan Selulosa Asetat

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Jeruk dan Sari Jeruk Siam tanpa Penambahan Siklodekstrin dan Selulosa Asetat IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Jeruk dan Sari Jeruk Siam tanpa Penambahan Siklodekstrin dan Selulosa Asetat Karakteristik jeruk Siam dilakukan dengan pengukuran bobot

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saus Sambal Saus Sambal merupakan salah satu jenis pangan pelengkap yang sangat populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI 0129762006), saus sambal didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

PENINGKATAN NILAI GUNA BUAH MANGROVE SONNERATIA CASEOLARIS

PENINGKATAN NILAI GUNA BUAH MANGROVE SONNERATIA CASEOLARIS PENINGKATAN NILAI GUNA BUAH MANGROVE SONNERATIA CASEOLARIS Sri hastuti, Millatul Ulya, dan M.Sunhaji Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Korespondensi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu biji (Psidium guajava) memiliki rasa yang enak dan segar serta memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan juga kecantikan manusia. Buah jambu biji telah lama

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Kandungan Gizi Labu Kuning. Tabel 5. Kandungan Gizi dalam 100 g Labu Kuning. Kandungan Gizi. 0,08 mg.

7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Kandungan Gizi Labu Kuning. Tabel 5. Kandungan Gizi dalam 100 g Labu Kuning. Kandungan Gizi. 0,08 mg. 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Kandungan Gizi Labu Kuning Tabel 5. Kandungan Gizi dalam 100 g Labu Kuning Kandungan Gizi Kalori Protein Lemak Hidrat arang Kalsium Fosfor Zat besi Vitamin A Vitamin B 1 Vitamin

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN 1 DAFTAR ISI I. Kata Pengantar II. Daftar Isi III. Pendahuluan...1 IV. Bahan Tambahan 1. Pemanis...1 2. Asam Sitrat...1 3. Pewarna...1 4. Pengawet...2 5. Penstabil...2 V. Bentuk Olahan 1. Dodol...2 2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk Bali (Citrus grandis) memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi dalam 100 g bagian, yaitu sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak 20 SI (Satuan Internasional),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian. 12 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan.

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan. Penentuan kadar serat kasar Kadar serat kasar dianalisa dengan menggunakan metode Sudarmadji dkk, 1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml kemudian ditambahkan 200 ml H 2 SO4

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi A

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi A PERBANDINGAN KADAR VITAMIN C, ORGANOLEPTIK, DAN DAYA SIMPAN SELAI BUAH TOMAT (Lycopersicum esculentum) DAN PEPAYA (Carica papaya) YANG DITAMBAHKAN GULA PASIR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencegah rabun senja dan sariawan (Sunarjono, 2003). Jeruk bali bisa dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. mencegah rabun senja dan sariawan (Sunarjono, 2003). Jeruk bali bisa dikonsumsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk bali (Citrus grandis L. Osbeck) memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi dalam 100 g bagian, yaitu terdapat vitamin C sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak

Lebih terperinci

Minuman sari buah SNI

Minuman sari buah SNI Standar Nasional Indonesia Minuman sari buah ICS 67.160.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Pendahuluan...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Definisi... 1 3 Syarat mutu... 1 4 Cara pengambilan contoh...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan oleh beberapa industry pengolahan pangan dalam menciptakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung (Zea mays) merupakan salah satu bahan makanan alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, jagung juga

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus tomat ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus tomat ICS Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Saus tomat ICS 67.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan definisi...1 4 Persyaratan...1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan salah satu olahan semi padat dengan bahan utama susu. Es krim merupakan produk olahan susu sapi yang dibuat dengan bahanbahan utama yang terdiri atas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG. QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EKSTRUSI

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG. QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EKSTRUSI SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EKSTRUSI Oleh GUMILAR SANTIKA ATMADJA F24102032 2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minuman Beralkohol Yang dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Minuman ini diproses dari hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI RISA DHALIA A

NASKAH PUBLIKASI RISA DHALIA A ORGANOLEPTIK DAN KADAR VITAMIN C CINCAU DENGAN PENAMBAHAN SARI JERUK DAN GULA PASIR NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : RISA DHALIA A 420 100 192 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Buah kersen merupakan buah yang keberadaannya sering kita jumpai

BAB 1 PENDAHULUAN. Buah kersen merupakan buah yang keberadaannya sering kita jumpai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah kersen merupakan buah yang keberadaannya sering kita jumpai di mana-mana. Biasanya banyak tumbuh di pinggir jalan, retakan dinding, halaman rumah, bahkan di kebun-kebun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan sumber penting dalam pemenuhan kebutuhan vitamin dan juga karbohidrat bagi tubuh. Buah memiliki rasa yang unik dan juga mengandung kalori yang rendah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rambutan merupakan tanaman buah-buahan tropika basah yang berasal dari Asia Tenggara. Menurut seorang ahli botani Soviet, Nikolai Ivanovich Vavilov, sentrum utama asal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia

I. PENDAHULUAN. Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Durian (Durio zibethinus Murray) merupakan salah satu tanaman asli Asia Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia (Ashari, 1995). Durian

Lebih terperinci

SKRIPSI MEMPELAJARI PROFIL SENSORI JERUK KEPROK BATU

SKRIPSI MEMPELAJARI PROFIL SENSORI JERUK KEPROK BATU SKRIPSI MEMPELAJARI PROFIL SENSORI JERUK KEPROK BATU 55 (Citrus reticulata Blanco), KEPROK BLINYU (Citrus reticulata Blanco), MANIS PUNTEN (Citrus sinensis Osbeck) SERTA MANIS VALENCIA (Citrus sinensis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minuman Sari Buah 1. Definisi Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah salak merupakan salah satu buah unggulan yang banyak digemari masyarakat. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2015), produksi buah salak menempati posisi terbesar

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SILVI DIANA SHOFI L0C

TUGAS AKHIR SILVI DIANA SHOFI L0C TUGAS AKHIR Pengaruh Suhu dan ph Dalam Pembuatan Minuman Probiotik Sari Buah Nanas (Ananas Comosus) Dengan Starter Lactobacillus Bulgaricus Menggunakan Alat Fermentor ( The Influence of Temperature and

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangga merupakan komoditas buah yang mudah rusak. Kerusakan buah mangga dapat disebabkan karena ketidak hati-hatian

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang masih digemari dari setiap kalangan baik orang dewasa maupun anak-anak, karena es lilin mempunyai rasa

Lebih terperinci

SKRIPSI. MEMPELAJARI PENGARUH PENYIMPANAN TAPE KETAN (Oryza sativa glutinosa) TERHADAP DAYA TERIMA KONSUMEN. Oleh: YENY NUR PUTRI F

SKRIPSI. MEMPELAJARI PENGARUH PENYIMPANAN TAPE KETAN (Oryza sativa glutinosa) TERHADAP DAYA TERIMA KONSUMEN. Oleh: YENY NUR PUTRI F SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH PENYIMPANAN TAPE KETAN (Oryza sativa glutinosa) TERHADAP DAYA TERIMA KONSUMEN Oleh: YENY NUR PUTRI F24103064 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu suatu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor di antaranya cita rasa, warna, tekstur, nilai gizi, dan faktor lainnya. Secara visual, faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hylocereus polyrhizuz kulit dan buahnya berwarna merah, Hylocereus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hylocereus polyrhizuz kulit dan buahnya berwarna merah, Hylocereus 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Naga Buah naga adalah salah satu buah tropikal yang masih termasuk jenis kaktus. Ada empat jenis buah naga yang dibudidayakan di Indonesia yaitu Hylocereus undatus kulit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU Bambang Kusmartono 1, Merita Ika Wijayati 2 1,2 Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta e-mail : bkusmartono@ymail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat tumbuh berbagai macam flora, termasuk buah-buahan. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat tumbuh berbagai macam flora, termasuk buah-buahan. Banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia berada di wilayah tropis yang menjadikan kondisinya cocok sebagai tempat tumbuh berbagai macam flora, termasuk buah-buahan. Banyak buah-buahan asli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae)

SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae) SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae) THE CHEMICAL NATURE AND LEVEL (HARD CANDY) SARI NUTMEG (Myristica fragrans houtt

Lebih terperinci

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini adalah penelitan eksperimental. Tempat penelitian adalah Laboratorium Kimia Universitas Katolik Soegijapranoto Semarang dan Laboratorium

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Sari buah tomat. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Sari buah tomat. Badan Standardisasi Nasional ICS Standar Nasional Indonesia Sari buah tomat ICS 67.160.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang Iigkup...1 2 Acuan... 1 3 Definisi... 1 4 Syarat mutu...2 5 Pengambilan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN Page1 TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu komoditi sayuran buah yang sangat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

SKRIPSI. FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF. Oleh HENDY F

SKRIPSI. FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF. Oleh HENDY F SKRIPSI FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF Oleh HENDY F24103098 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FORMULASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan I-1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan I-1 Bab I Pendahuluan I1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya hasil pertanian sektor hortikultura, salah satunya adalah semangka yang produksinya mencapai 612.310 ton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Praktikum kali ini membahas mengenai isolasi khamir pada cider nanas. Cider merupakan suatu produk pangan berupa minuman hasil fermentasi dengan kandungan alkohol antara 6,5% sampai sekitar

Lebih terperinci

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd NATA putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Nata adalah kumpulan sel bakteri (selulosa) yang mempunyai tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pangan Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora KULIAH KE 8: PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN & NILAI TAMBAH TIK: Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan berbagai teknologi pasca panen untuk memberi nilai tambah. Agricultural

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A PEMANFAATAN LIMBAH AIR LERI BERAS IR 64 SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SIRUP HASIL FERMENTASI RAGI TEMPE DENGAN PENAMBAHAN KELOPAK BUNGA ROSELLA SEBAGAI PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : PUJI

Lebih terperinci

A. Penggunaan. B. Alat dan Bahan. Berikut ini alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan selai. 1. Alat

A. Penggunaan. B. Alat dan Bahan. Berikut ini alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan selai. 1. Alat A. Penggunaan Siapa yang tidak kenal dengan selai? Bahan pelengkap dalam menyantap roti atau singkong rebus ini memiliki rasa yang manis dan terbuat dari buah segar. Tak hanya itu, variasi rasa dari selai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik

Lebih terperinci