STUDI PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) PADA BERBAGAI MEDIA BERLIGNIN. Oleh : WARTAKA E

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) PADA BERBAGAI MEDIA BERLIGNIN. Oleh : WARTAKA E"

Transkripsi

1 STUDI PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) PADA BERBAGAI MEDIA BERLIGNIN Oleh : WARTAKA E DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN WARTAKA (E ). Studi Pertumbuhan Beberapa Isolat Jamur Tiram (Pleurotus spp.) pada Berbagai Media Berlignin. Dibimbing oleh ACHMAD dan ELIS NINA HERLIYANA. Indonesia mempunyai potensi alam yang sangat besar meliputi hutan, lahan pertanian, laut dan lain-lain. Hutan dengan keanekaragaman hayati merupakan kekayaan alam Indonesia yang sangat berharga. Salah satu bentuk keanekaragaman tersebut adalah jamur yang tumbuh di tanah ataupun pada kayu yang mulai lapuk, akan tetapi potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu spesies jamur pelapuk kayu yang sangat potensial adalah Pleurotus ostreatus. P. ostreatus tumbuh secara alami pada batang pohon berdaun lebar atau pada limbah kayu hasil hutan. Limbah kayu hasil hutan baik berupa serbuk gergaji maupun kayu-kayu sisa penebangan yang tak termanfaatkan dan dibuang begitu saja, ternyata dapat dimanfaatkan menjadi media tumbuh yang subur bagi jamurjamur kayu yang dapat dimakan. Limbah-limbah berlignoselulosa tersebut dapat memberikan nilai tambah atau lapangan kerja baru bagi yang memanfaatkannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan koloni beberapa isolat jamur tiram (Pleurotus spp.) yang dikulturkan pada berbagai media yang ditambah sumber lignin alami untuk memperoleh informasi awal tentang kemampua n isolat jamur tiram (Pleurotus spp.) sebagai pendegradasi lignin yang nantinya diarahkan untuk proses biopulping serta untuk mencari media pertumbuhan yang optimum bagi isolat tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Hutan Fakultas Kehutanan dan Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Studi Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor pada bulan September 2004 sampai dengan bulan Maret Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat penggiling tepung, peralatan isolasi, peralatan gelas, autoklaf, saringan berukuran 100 mesh, sentrifus, kertas saring, timbangan analitik, oven, kamera, alumunium foil, penggaris, alat tulis, alat hitung, kapas, dan tissue. Bahan-bahan yang digunakan yaitu Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.8 yang merupakan koleksi Laboratorium Penyakit Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB, Malt Extract Agar (MEA), Malt Peptone Agar (MPA), Potato Dextrose Agar (PDA), MEA yang ditambah sumber lignin alami, dan media modifikasi Glenn dan Gold (1983) dalam Febrina (2002) yang ditambah sumber lignin alami. Sumber lignin alami yang digunakan yaitu serbuk bambu apus (Gigantochloa apus), serbuk jerami padi (Oryza sativa), dan serbuk kayu sengon (Paraserianthes falcataria) ukuran 100 mesh, spirtus, alkohol, akuades. Penelitian mencakup pengamatan pertumbuhan koloni isolat Pleurotus spp. pada berbagai media, yaitu media padat tanpa penambahan sumber lignin alami, media MEA yang ditambah sumber lignin alami dan media modifikasi Glenn dan Gold serta pengukuran bobot kering miselia pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi dan pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk kayu sengon. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap dengan percobaan faktorial sebanyak 3 ulangan untuk tiap-tiap perlakuan. Rancangan percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh isolat, media, dan

3 interaksi antara keduanya terhadap pertumbuhan koloni isolat Pleurotus spp. Selain itu ingin diketahui pengaruh isolat, perlakuan (penggoyangan/tanpa penggoyangan), dan interaksi antara keduanya terhadap bobot kering miselia isolat Pleurotus spp. Untuk mengetahui respon yang diberikan dari masingmasing perlakuan maka dilakukan uji lanjutan bagi sumber keragaman yang pengaruhnya nyata. Uji lanjutan yang digunakan adalah uji lanjut Duncan. Isolat Pleurotus sp.1 tumbuh terbaik pada media PDA, media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon, dan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk bambu apus berturut-turut yaitu sebesar 3.25 cm, 1.62 cm, dan 1.62 cm. Isolat Pleurotus sp.6 tumbuh terbaik pada media MPA, media MEA yang ditambah serbuk jerami padi, dan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi berturut-turut yaitu sebesar 6.25 cm, 5.83 cm, dan 6.9 cm. Isolat Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik pada media MPA, karena dapat memenuhi cawan Petri setelah inkubasi selama tujuh hari, sedangkan pada media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon dan pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi berturut-turut yaitu sebesar 8.17 cm dan 7 cm. Isolat Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 menghasilkan zona lisis berbentuk lingkaran berwarna coklat kekuningan pada media yang ditambah sumber lignin alami. Perbedaan pertumbuhan koloni pada ketiga jenis media tumbuh yang berbeda diduga disebabkan oleh adanya perbedaan jenis isolat dan kandungan nutrisinya (karbon, nitrogen, mineral dan vitamin). Zona lisis yang muncul pada media yang ditambah sumber lignin alami diduga disebabkan oleh adanya aktifitas enzim ekstraseluler yang merombak sumber lignin untuk diserap sebagai nutrisi. Bobot kering miselia semua isolat Pleurotus spp. yang diberi perlakuan penggoyangan pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi atau serbuk kayu sengon lebih tinggi dibanding dengan isolat yang sama tanpa perlakuan penggoyangan. Bobot kering miselia dari yang tertinggi sampai terendah secara berturut-turut ditunjukkan oleh Pleurotus sp.8, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.1. Perbedaan bobot kering miselia pada media yang diberi perlakuan dengan tanpa perlakuan penggoyangan diduga disebabkan oleh adanya respon terhadap oksigen bebas dan oksigen terlarut di dalam media cair yang digunakan.

4 STUDI PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) PADA BERBAGAI MEDIA BERLIGNIN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor WARTAKA E DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 SURAT PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : STUDI PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) PADA BERBAGAI MEDIA BERLIGNIN adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Maret 2006 WARTAKA E

6 Judul : STUDI PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) PADA BERBAGAI MEDIA BERLIGNIN Nama : Wartaka NIM : E Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Achmad, MS Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP Tanggal Lulus : 20 Maret 2006

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 10 November 1981, sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Udin dan Ibu Karmi. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1988 ketika masuk di SDN Sidamulya 1 dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Bongas dan lulus pada tahun 1997, kemudian melanjutkan ke SMUN 1 Kandanghaur dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Tahun 2003, penulis memilih Laboratorium Penyakit Hutan sebagai tempat untuk spesifikasi keilmuannya. Selama melakukan kegiatan akademik, penulis telah melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan di Perum Perhutani Baturaden-Cilacap dan Perum Perhutani Getas Jawa Timur pada tahun Pada tahun 2004, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Mulyaharja Kecamatan Bogor Selatan Kota Bogor. Pada tahun , penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah Indramayu di IPB dan Unit Kegiatan Mahasiswa cabang olahraga bola voli. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manjemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul Studi Pertumbuhan Beberapa Isolat Jamur Tiram (Pleurotus spp.) pada Berbagai Media Berlignin yang dibimbing oleh Dr. Ir. Achmad, M.S dan Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si.

8 KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menyusun skripsi ini sesuai dengan yang telah direncanakan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Budi Daya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul " Studi Pertumbuhan Beberapa Isolat Jamur Tiram (Pleurotus spp.) pada Berbagai Media Berlignin ". Dengan segala kerendahan hati dan sikap hormat penulis haturkan terima kasih kepada Dr. Ir. Achmad, M.S dan Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan dan arahan hingga penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Edi Sandra, M.Si dan Effendi Tri Bahtiar, S.Hut selaku dosen penguji dari Departemen KSH dan THH, serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan sebagai perbaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Maret 2006 Penulis

9 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 1 C. Manfaat... 2 D. Hipotesis... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. Jamur... 3 B. Jamur Tiram (Pleurotus spp.) Sebagai Jamur Pelapuk Putih... 4 C. Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur Tiram Faktor Media Tumbuh Faktor Lingkungan... 8 D. Lignin dan Sumber Lignin... 8 E. Kayu Sengon, Bambu Apus, dan Jerami Padi Sebagai Sumber Lignin Alami Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria ) Bambu Apus (Gigantochloa apus) Jerami Padi ( Oryza sativa) III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu B. Alat dan Bahan Alat Bahan C. Metode Penelitian Peremajaan Isolat Pengamatan Peubah a. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami b. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami c. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami d. Bobot Kering Miselia Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat x xi

10 Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Bobot Kering Miselia B. PEMBAHASAN Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber lignin Alami Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Bobot Kering Miselia V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 33

11 DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman 1. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.1 pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.6 pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.8 pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Setela h Diinkubasi Selama 10 Hari Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.1 pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.6 pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.8 pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.1 pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.6 pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.8 pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Bobot Kering Miselia pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Jerami Padi Setelah Diinkubasi Selama 7 Hari Bobot Kering Miselia pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Kayu Sengon Setelah Diinkubasi Selama 7 Hari... 24

12 DAFTAR LAMPIRAN No. Teks Halaman 1. Komposisi Media Pertumbuhan Isolat Pleurotus spp Diameter Koloni Rata -Rata Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Diameter Koloni Rata -Rata Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Diameter Koloni Rata -Rata Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Gleen dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Perhitungan Bobot Kering Miselia Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami terhadap Pertumbuhan Koloni Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami terhadap Pertumbuhan Koloni Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami terhadap Pertumbuhan Koloni Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Perlakuan dengan dan Tanpa Penggoyangan pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Jerami Padi terhadap Bobot Kering Miselia Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Perlakuan dengan dan Tanpa Penggoyangan pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Kayu Sengon terhadap Bobot Kering Miselia Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media PDA, MEA, dan MPA Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Jerami Padi Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Kayu Sengon Koloni Pleurotus sp.1 Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari pada Beberapa Macam Media Koloni Pleurotus sp.6 Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari pada Beberapa Macam Media Koloni Pleurotus sp.8 Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari pada

13 Beberapa Macam Media Zona Lisis yang Dihasilkan oleh Isolat Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 pada Media yang Mengandung Sumber Lignin Alami Miselia Pleurotus spp. pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Sumber Lignin Alami... 45

14 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi alam yang sangat besar meliputi hutan, lahan pertanian, laut dan lain-lain. Hutan dengan keane karagaman hayati merupakan kekayaan alam Indonesia yang sangat berharga. Salah satu bentuk keanekaragaman tersebut adalah jamur yang tumbuh di tanah ataupun pada kayu yang mulai lapuk. Akan tetapi potensi alam yang besar ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu spesies jamur pelapuk kayu yang sangat potensial adalah Pleurotus ostreatus. P. ostreatus tumbuh secara alami pada batang pohon berdaun lebar atau pada limbah kayu hasil hutan. Limbah kehutanan dan limbah pertanian berupa serbuk gergaji ka yu, jerami padi, jerami kacang tanah, limbah kapas, bungkil sawit, pucuk tebu, dan ampas aren hanya dibakar atau dibuang begitu saja. Limbah kayu hasil hutan baik berupa serbuk gergaji maupun kayukayu sisa penebangan yang selama ini tak termanfaatkan, dapat dimanfaatkan menjadi media tumbuh yang subur bagi jamur -jamur kayu yang dapat dimakan (edible mushroom). Limbah-limbah berlignoselulosa tersebut dapat memberikan nilai tambah atau lapangan kerja baru. Beberapa jenis jamur yang hidup di alam berperan sebagai jamur pelapuk kayu, antibiotika atau obat-obatan, dan bahan makanan. Jamur tiram merupakan salah satu jamur pelapuk putih dari golongan Basidiomycetes yang mampu mendegradasi lignin dan polisakarida (selulosa dan hemiselulosa) dari bahanbahan berlignoselulosa. Kemampuan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan dalam proses biobleaching dan biopulping pada industri pulp dan kertas yang lebih ramah lingkungan dibanding dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan. B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan koloni beberapa isolat jamur tiram (Pleurotus spp.) yang dikulturkan pada berbagai media dengan sumber lignin alami untuk memperoleh informasi awal tentang kemampuan isolat jamur tiram sebagai pendegrada si lignin yang nantinya diarahkan untuk proses

15 2 biobleaching dan biopulping serta untuk mencari media pertumbuhan yang optimum bagi isolat tersebut. C. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal tentang pertumbuhan koloni isolat jamur tiram pada media dengan sumber lignin alami dan sebagai agen biopulping dan biobleaching pada industri pulp dan kertas untuk menggantikan penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan. D. Hipotesis 1. Tiap isolat Pleurotus spp. membutuhkan media yang berbeda -beda untuk pertumbuhan terbaiknya pada media padat ataupun cair. 2. Terdapat isolat Pleurotus spp. yang mampu mendegradasi lignin alami yang terdapat pada media.

16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jamur Jamur termasuk dalam organisme eukariot yang dinding selnya umumnya tersusun atas polisakarida kitin. Beberapa jamur bereproduksi seksual dan kebanyakan dari mereka bereproduksi secara aseksual. Jamur tidak berklorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis. Oleh karena itu, penyerapan nutrisi jamur dilukiskan seperti saprofit jika mereka mendapatkan nutrisi-nutrisi dari bahan organik tidak hidup, atau seperti parasit jika mereka mendapatkan nutrisinutrisi dari organisme hidup. Jamur berbeda dari organisme heterotrof lainnya karena jamur tidak memakan langsung makanannya, namun mendapatkan makanan dengan cara absorpsi melalui sel jamur (Chang dan Miles, 1989). Jenis jamur dapat dibedakan menjadi empat kelompok berdasarkan sifat hidup dan hubungannya dengan keadaan lingkungan. Pertama adalah simbiotik, yaitu hidup berdampingan dengan tanaman lain. Apabila hubungan itu saling menguntungkan maka disebut simbiotik mutualisme, tetapi bila satu pihak diuntungkan sedangkan pihak lain tidak dirugikan disebut simbiotik komensalisme. Kedua adalah parasit, yaitu mengambil makanan dari tumbuhan lain yang masih hidup. Ketiga adalah saprofit, yaitu hidup pada zat organik yang tidak diperlukan lagi. Keempat bersifat parasit dan sekaligus saprofit (Yuniasmara et al., 2004). Menurut Kaul (1997), jamur dibagi menjadi empat kelas berdasarkan ada tidaknya ciri-ciri seksual dan cara spora seksual dibentuk, yaitu sebagai berikut : 1. Deuteromycetes, merupakan fungi imperfect karena dalam proses reproduksi fase telemorfnya belum diketahui sedangkan fase anamorfnya sudah diketahui. Jamur ini memiliki hifa yang bersekat. Contoh dari kelas ini adalah : Fusarium spp., Rhizoctonia spp., dan Penicilium spp. 2. Basidiomycetes, pada umumnya memiliki hifa yang bersekat dengan membentuk sambungan apit (clamp connection), berkembangbiak secara seksual maupun aseksual. Perkembangbiakan secara seksual biasanya tidak diikuti langsung oleh karyogami. Selain itu antara alat kelamin jantan dan betina tidak dapat dibedakan dan pada umumnya membentuk tubuh buah.

17 4 Contoh dari kelas ini adalah : Ganoderma spp., Agaricus spp., dan Pleurotus spp. 3. Ascomycetes, umumnya mempunyai askus (kantong) yang berisi spora seksual dan hifanya bersekat. Alat kelamin jantannya disebut anteridium dan alat kelamin betinanya disebut askogonium. Contoh dari kelas ini adalah : Oidium spp., Sacharomyces spp., dan Nectria spp. 4. Oomycetes, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : talusnya berbentuk filamen, hifanya tidak bersekat, mempunyai alat kelamin jantan (anteridium) dan alat kelamin betina (oogonium). Contoh dari kelas ini adalah: Phytium spp., Phytopthora spp., dan Saprolegnia spp. B. Jamur Tiram (Pleurotus spp.) Sebagai Jamur Pelapuk Putih Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu. Jamur tiram biasa disebut jamur kayu karena banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk. Jamur kayu ada bermacam-macam jenis antara lain jamur kuping, jamur tiram, dan jamur shitake. Pleurotus spp. disebut jamur tiram karena bentuk tudungnya agak membulat, lonjong, dan melengkung seperti cangkang tiram. Batang atau tangkai tanaman ini tidak tepat berada pada tengah tudung, tetapi agak ke pinggir. Jamur tiram adalah salah satu jamur yang sangat enak dimakan serta mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi dibanding dengan jamur lain. Jenis jamur tiram yang sudah banyak dibudidayakan antara lain : (1) jamur tiram putih, yang dikenal pula dengan nama shimeji white (P. ostreatus var. florida); (2) jamur tiram abu-abu, yang dikenal pula dengan nama shimeji grey (P. sajor caju); (3) jamur tiram coklat, yang dikenal pula dengan nama jamur abalon (P. abalonus) dan (4) jamur tiram merah, yang dikenal pula dengan nama jamur shakura (P. flabellatus) (Yuniasmara et al., 2004). Menurut beberapa peneliti (Swann dan Taylor, 1993, 1995, McLaughlin et al., 1995 dan Berres et al. dalam Alexopoulos et al., 1996), klasifikasi lengkap dari jamur tiram adalah sebagai berikut : Kingdom : Fungi Phylum : Basidiomycota Klas : Hymenomycetes Ordo : Agaricales

18 5 Famili Genus Species : Tricholomataceae : Pleurotus : Pleurotus spp. Jamur yang menyebabkan kerusakan atau pelapukan kayu dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu : soft rot fungi, brown rot fungi, dan white rot fungi. Soft rot fungi atau jamur pelapuk lunak termasuk golongan Ascomycetes atau Deuteromycetes, yang mampu melapukkan kayu hanya terbatas pada selulosa dan pentosan. Brown rot fungi atau jamur pelapuk coklat dari golongan Basidiomycetes yang memiliki kemampuan enzimatis melapukkan kayu dengan cara menyerang holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa). White rot fungi atau jamur pelapuk putih juga termasuk golongan Basidiomycetes tetapi berkemampuan mendegradasi lignin dan polisakarida (selulosa dan hemiselulosa) (Eaton dan Hale, 1993). Kemampuan jamur dalam mendegradasi lignin disebabkan adanya enzim ekstrseluler yang disekresikan oleh hifa jamur (Fengel dan Wegener, 1995). Eaton dan Hale (1993) menyebutkan berbagai enzim yang berperan dalam proses degradasi lignin yang disekresikan oleh jamur pelapuk putih meliputi lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP), lakase, demetoksilase, H2O2- generating enzyme, dan enzim pendegradasi monomer seperti selobiosa dehidrogenase, asam vanilat hidrolase, dan trihidroksi benzendioksigenase. Namun enzim ligninolitik utama yang dihasilkan jamur adalah lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP), dan lakase. C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur Tiram Menurut Yuniasmara et al. (2004), pada prinsipnya budidaya jamur tiram adalah mengusahakan kondisi sehingga jamur tiram tersebut dapat tumbuh dengan baik. Untuk itu dilakukan adaptasi substrat dan lingkungan tempat tumbuh sesuai dengan habitat tumbuhnya di alam. Faktor yang berpengaruh tersebut adalah faktor media tumbuh dan faktor lingkungan. 1. Faktor Media Tumbuh Ada beberapa faktor yang mempengaruhi media tumbuh antara lain nutrisi, kadar air, dan tingkat kemasaman.

19 6 a. Nutrisi Nutrisi sangat berperan dalam proses budidaya jamur tiram. Bahan baku yang digunakan sebagai media dalam budidaya jamur tiram dapat berupa batang kayu yang sudah kering, jerami, serbuk kayu, campuran antara serbuk kayu dan jerami atau bahkan alang-alang. Media tumbuh jamur tiram harus memenuhi persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin agar jamur dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Yuniasmara et al., 2004). 1. Karbon Sumber karbon dibutuhkan untuk keperluan energi dan struktural sel jamur (Chang dan Miles, 1989), sedangkan menurut Hendritomo (2002), senyawa karbon yang dapat digunakan oleh jamur diantaranya monosakarida, oligosakarida, asam organik, alkohol, selulosa, dan lignin. Sumber karbon yang paling mudah diserap adalah gula glukosa. 2. Nitrogen Nitrogen sangat dibutuhkan oleh jamur untuk sintesa protein, purin, pirimidin dan diperlukan untuk produksi kitin yaitu polisakarida penyusun utama dinding sel jamur (Miles, 1993). Sumber nitrogen dapat ditambahkan dalam bentuk garam ammonium, nitrat dan komponen-komponen nitrogen organik seperti pepton, urea, asam amino, protein atau peptida (Kurtzman dan Zadrazil, 1982). 3. Mineral Kebutuhan mineral jamur pada umumnya sama dengan tumbuhan (Miles, 1993). Mineral tersebut antara lain : sulfur, fosfor, kalium, dan magnesium. Sulfur berperan sebagai komponen asam amino yang berasal dari sistein dan metionin, vitamin seperti thiamin, dan biotin. Fosfor terdapat di dalam ATP, asam nukleat dan membran fosfolipid. Fosfor berfungsi sebagai bagian dalam proses sintesis protein, energi, keturunan, dan perpindahan materi melewati membran. Magnesium berfungsi sebagai pengaktivasi enzim. Unsur

20 7 logam diperlukan dalam jumlah sangat sedikit, antara lain besi yang dibutuhkan antara 0.1 sampai 0.3 ppm, kandungan tembaga optimal untuk pertumbuhan pada konsentrasi 0.01 sampai 0.1 ppm tetapi jika lebih dapat bersifat racun, seng dibutuhkan pada kisaran sampai 0.5 ppm dan mangan antara sampai 0.01 ppm. Fungsi dari unsur-unsur tersebut adalah sebagai aktifator beberapa enzim (Chang dan Miles, 1997). 4. Vitamin Vitamin adalah komponen organik yang berfungsi sebagai koenzim yang mengkatalisa reaksi spesifik dan tidak digunakan sebagai sumber energi maupun materi struktural protoplasma. Kebutuhan vitamin dipengaruhi oleh temperatur dan ph yang berkaitan dengan aktivitas enzim (Miles, 1993). Vitamin yang paling sering dibutuhkan oleh jamur adalah tiamin (vitamin B1) yang diperlukan sekitar 100 ì g/l. Tiamin biasanya terdapat sangat minim pada beberapa Basidiomycetes. Selanjutnya yang sering dibutuhkan jamur yaitu biotin (vitamin B7 atau vitamin H) yang diperlukan sekitar 5 ì g/l (Hofte, 1998). b. Kadar air Kadar air media tumbuh pada substrat diatur hingga 50-65% dengan menambahkan air bersih sebagai bahan pengencer agar miselia jamur dapat tumbuh dan menyerap makanan dari media/substrat dengan baik (Yuniasmara et al., 2004). c. Tingkat ke masaman/ph Tinggi rendahnya ph akan mempengaruhi pertumbuhan jamur tiram. Apabila ph terlalu rendah atau terlalu tinggi maka pertumbuhan jamur tiram akan terhambat bahkan akan tumbuh jamur lain yang mengganggu pertumbuhan jamur tiram itu sendiri. Tingkat ke masaman media sebaiknya diatur antara ph 6-7 (Yuniasmara et al., 2004).

21 8 2. Faktor Lingkungan Di samping media tumbuh, faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur. Faktor lingkungan tersebut antara lain suhu, kelembaban ruangan, cahaya, da n sirkulasi udara. Suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi dibanding pada saat pembentukan tubuh buah. Suhu inkubasi jamur tiram berkisar antara o C dengan kelembaban 60-80%, sedangkan suhu pada saat pembentukan tubuh buah berkisar antara o C dengan kelembaban 80-90%. Selain suhu dan kelembaban, faktor cahaya dan sirkulasi udara perlu diperhatikan. Sirkulasi udara harus cukup, tidak terlalu besar tetapi tidak pula terlalu kecil. Intensitas cahaya yang diperlukan pada saat pert umbuhan sekitar 10% (intensitas cahaya dalam ruangan yang cukup untuk membaca koran) (Yuniasmara et al., 2004). D. Lignin dan Sumber Lignin Lignin adalah suatu polimer yang disusun oleh monomer fenil propana, yaitu p- kumaril alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol. Perbedaan utama dalam struktur kimia dari ketiga monomer ini ialah adanya substitusi gugus metoksil ( -OCH 3 ) pada posisi 3 dan 5 cincin aromatik (Eaton dan Hale, 1993) Eriksson et al. (1990) menjelaskan bahwa lignin merupakan komponen penting dalam jaringan kayu atau tumbuhan yang terdapat dalam jumlah besar selain selulosa dan hemiselulosa. Pada tumbuhan, lignin berfungsi menaikkan kekuatan mekanik dinding sel kayu, menurunkan permeabilitas air melalui jaringan xylem, mengikat serat-serat pada dinding sel secara bersama -sama (perekat), dan membuat kayu lebih resisten terhadap serangan mikroorganisme. Oleh karena itu, hanya jamur dan bakteri tertentu yang mampu menguraikan lignin secara efektif. Sifat penting yang dimiliki lignin berkaitan dengan proses degradasi oleh mikroorganisme adalah (1) lignin memiliki struktur yang kompak, tidak mudah larut dalam air dan sulit untuk dipenetrasi oleh mikroorganisme, (2) ikatan intermonomer yang menyusun kekakuan lignin terdiri atas berbagai ikatan karbon-karbon dan karbon-eter, dan (3) ikatan intermonomer lignin tidak secara langsung larut dalam air. Kandungan lignin yang terdapat dalam tumbuhan sangat beragam, yaitu berkisar antara 20-40%. Pada tumbuhan angiospermae akuatik dan herba maupun

22 9 tumbuhan monokotil secara umum kurang mengandung lignin. Di samping itu, distribusi dan jumlah lignin di dalam dinding sel tumbuhan sangat beragam. Jumlah lignin yang tinggi dijumpai pada bagian batang bawah dan lapisan paling dalam dari tanaman. Faktor yang mempengaruhi jumlah dan distribusi lignin dalam tanaman antara lain jenis dan umur tumbuhan. Bertambahnya umur tanaman dan batang akan meningkatkan kandungan lignin (Fengel dan Wegener, 1995) E. Kayu Sengon, Bambu Apus, dan Jerami Padi Sebagai Sumber Lignin Alami Lignin umumnya diperoleh dari bahan berlignoselulosa antara lain kayu, bambu, bagase, jerami padi, serat kapas, gandum, rumput, kenaf, dan sebagainya (Sjostrom, 1995). 1. Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen syn atau Albizia falcataria (L.) Fosberg atau Albizia falcataria (L.) Becker di pulau Jawa dikenal dengan nama jeunjing atau sengon laut termasuk ke dalam famili Mimoseceae. Tinggi pohonnya dapat mencapai 40 meter, panjang batang bebas cabang meter, diameter batangnya dapat mencapai 80 cm, bobot jenis kayu 0,33 (0,24-0,49), kulit luar berwarna putih/kelabu, kayu gubal dan teras secara umum tidak berbeda dimana warnanya putih, tidak beralur, tidak mengelupas dan tidak berbanir. Daerah penyebaran jenis ini meliputi seluruh Jawa, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya. Kegunaan kayu sengon adalah untuk bahan baku pembuatan pulp, papan semen, papan serat, dan kayu pertukangan (Martawijaya et al., 1989). Komposisi kimia kayu sengon umur 5 tahun yaitu kadar abu 1.16%, kadar lignin 23.55%, kadar zat ekstraktif 2.85%, kadar holoselulosa 70.49%, dan lainnya sampai 100% (Pratiwi, 1983). 2. Bambu Apus (Gigantochloa apus) Bambu apus yang nama ilmiahnya Gigantochloa apus mempunyai rumpun yang rapat. Tinggi buluhnya sampai 20 meter dan bergaris tengah sampai 20 cm. Buku-bukunya sering mempunyai akar-akar pendek yang menggerombol. Panjang ruas cm, tebal dinding buluh cm. Pelepah buluh mudah jatuh, panjangnya cm dengan miang yang berwarna coklat muda keputih-putihan.

23 10 Bambu ini merupakan jenis yang banyak ditanam di asia tropika. Asalusulnya tidak diketahui pasti dan tumbuh baik mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. Jenis ini akan tumbuh baik pada tanah yang cukup subur dan beriklim tidak terlalu kering. Selain untuk bahan bangunan, buluhnya sering dipakai untuk tempat mengambil air, saluran air di desa-desa, penampung air aren yang disadap, dan untuk pipa penyuling air aren menjadi saguer atau sopi. Buluhnya dapat dipakai untuk membuat dinding rumah dan bahan anyaman seperti keranjang dan tempat makanan atau tempat beras seperti yang terdapat di sumatera. Rebungnya merupakan rebung paling enak untuk dimakan dibandingkan rebung-rebung jenis yang lainnya (Lembaga Biologi Nasional-LIPI, 1980). Tangkai bambu dicirikan oleh adanya ruas yang muncul secara periodik di sepanjang tangkainya. Pada bagian bongkolnya terdapat dinding pembatas tebal yang disebut diafragma, dan bagian antar ruas biasanya kosong. Tangkai bambu bisa mencapai panjang 36 m dan memiliki diameter sampai 25 cm bergantung pada spesies bambu, keadaan tanah, dan faktor iklim. Bambu tidak memiliki kambium dan tidak memiliki sel radial. Jumlah serat pada bambu sekitar 40-50% dari total jaringan tangkai (Fengel dan Wegener, 1995). Lignin bambu merupakan ciri khas dari lignin rumput-rumputan. Lignin bambu disusun dari campuran polimerisasi dehidrogenatif antara koniferil, sinapil, dan p-kumaril alkohol dengan rasio molar rata-rata 65:25:10. Lignin gymnospermae disusun dari campuran polimerisasi dehidrogenatif koniferil alkohol. Lignin angiospermae disusun dari campuran polimerisasi dehidrogenatif koniferil alkohol dan sinapil alkohol (Higuchi, 1989 dalam Purwanto, 2001). 3. Jerami Padi (Oryza sativa ) Padi merupakan salah satu budidaya tanaman pangan yang banyak diusahakan oleh petani di Indonesia. Limbah panen dan olahan padi biasanya berupa bekatul, sekam, jerami, dan merang. Secara umum bagian utama jerami padi terdiri atas helaian daun, pelepah daun, dan tangkai. Berdasarkan kandungannya maka jerami padi termasuk dalam golongan bahan yang kaya akan serat kasar, yaitu umumnya mencapai lebih dari 86% berat kering (Lubis, 1963).

24 11 Menurut Sojan dan Aboenawan (1973) dalam Napitupulu (2002), jerami berdasarkan kandungannya dimasukkan dalam golongan bahan kaya serat kasar (roughage). Jerami padi mempunyai panjang serat mm, diameter serat 9-13 ìm, kadar selulosa 33-38%, kadar lignin 17-19%, serat kasar 29.2%, kadar abu 6-8%, dan lainnya sampai 100%.

25 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Hutan Fakultas Kehutanan dan Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Studi Ilmu Hayati IPB. Pelaksanaan penelitian dari bulan September 2004 sampai dengan bulan Maret B. Alat dan Bahan 1. Alat Peralatan yang digunakan yaitu saringan 100 mesh, lampu bunsen, jarum ose, laminair, lampu UV, erlenmeyer, tabung reaksi, cawan Petri, botol selai, gelas piala, sentrifus, kertas saring, timbangan analitik, oven, inkubator, autoklaf, kamera, pengaduk magnet, ph-meter, alumunium foil, kapas, dan tissue. Semua peralatan gelas, peralatan isolasi dan lainnya harus dicuci dengan air bersih kemudian dikeringkan. Alat-alat gelas disterilisasi dengan cara kering dan basah. Cara kering dilakukan dengan pengovenan pada suhu 160 o C selama 2 jam. Sedangkan cara basah yaitu dengan memasukkan alat-alat gelas ke dalam autoklaf pada suhu 121 o C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. 2. Bahan Isolat yang digunakan untuk menguji pertumbuhan koloni dan bobot kering miselia yaitu isolat Pleurotus spp. (Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.8) yang merupakan koleksi Laboratorium Penyakit Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Isolat tersebut diperoleh dengan cara mengisolasi dari tubuh buahnya. Media tumbuh yang digunakan yaitu PDA (Potato Dextrose Agar), MEA (Malt Ekstrak Agar), MPA (Malt Pepton Agar), media MEA yang ditambah sumber lignin alami, media modifikasi Glenn da n Gold (1983) dalam Febrina (2002) yang ditambah sumber lignin alami, media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi, dan media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk kayu sengon. Sumber lignin alami yang digunakan yaitu serbuk bambu apus (Gigantochloa apus), serbuk jerami padi (Oryza sativa ), dan serbuk kayu sengon (Paraserianthes falcataria ) yang berukuran 100 mesh.

26 13 C. Metode Penelitian 1. Peremajaan Isolat Inokulum diambil dari bagian tengah tubuh buah isolat jamur Pleurotus spp. dengan cara membelah tudungnya. Inokulum ditumbuhkan pada cawan Petri yang berisi media PDA pada kondisi aseptik. Cawan Petri yang berisi inokulum diinkubasi pada suhu kamar selama sepuluh hari sampai pertumbuhan koloni hampir atau memenuhi cawan Petri. Pertumbuhan koloni diamati setiap hari, bila terjadi kontaminasi maka harus segera diganti dengan biakan yang baru. Cawan Petri yang telah dipenuhi miselia telah dapat dijadikan sebagai biakan murni untuk pengujian berikutnya. 2. Pengamatan Peubah a. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Biakan murni Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.8 ditumbuhkan pada cawan Petri yang berisi media padat tanpa penambahan sumber lignin alami masing-masing sebanyak 3 ulangan. Semua ulangan diinkubasi selama sepuluh hari pada suhu kamar. Media padat tanpa penambahan sumber lignin alami yang digunakan yaitu media PDA, MEA, dan MPA. Pembuatan media dilakukan dengan mencampurkan semua bahan untuk masing-masing komposisi media kemudian memasaknya sampai larut. Larutan dituangkan ke dalam erlenmeyer dan ditutup rapat dengan alumunium foil. Media disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121 o C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Komposisi media PDA, MEA, dan MPA dapat dilihat pada Lampiran 1. b. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Biakan murni Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.8 ditumbuhkan pada cawan Petri yang berisi media MEA yang ditambah sumber lignin alami masing-masing sebanyak tiga ulangan. Semua ulangan diinkubasi selama sepuluh hari pada suhu kamar. Pembuatan media sama dengan pembuatan media di atas hanya ditambahkan sumber

27 14 lignin alami sebanyak 4 gram. Komposisi media MEA yang ditambah sumber lignin alami dapat dilihat pada Lampiran 1. c. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Biakan murni Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.8 ditumbuhkan pada cawan Petri yang berisi media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah sumber lignin alami dengan tiga ulangan untuk setiap isolat. Semua ulangan diinkubasi selama sepuluh hari pada suhu kamar. Sumber lignin alami yang digunakan yaitu serbuk bambu apus, serbuk jerami padi, dan serbuk kayu sengon. Pembuatan media dengan cara memasak sampai larut semua bahan yang ditambah sumber lignin alami. Setelah itu prosesnya sama dengan pembuatan media sebelumnya. Komposisi media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah sumber lignin alami dapat dilihat pada Lampiran 1. d. Bobot Kering Miselia Biakan murni Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.8 ditumbuhkan pada botol selai yang berisi media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi dan pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk kayu sengon masing-masing sebanyak 3 ulangan. Posisi miselia tidak boleh tenggelam dan harus mengapung pada media. Masingmasing media diberi perlakuan penggoyangan dan tanpa penggoyangan. Semua ulangan diinkubasi selama tujuh hari pada suhu kamar. Miselia disaring dengan kertas saring setelah masa inkubasi selesai. Miselia di dalam kertas saring dikeringovenkan pada suhu (103±1) o C selama 24 jam dan ditimbang untuk memperoleh bobot keringnya. Komposisi media malt ekstrak cair yang ditambah sumber lignin alami dapat dilihat pada Lampiran Analisis Data Analisis statistik untuk penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh isolat, media dan interaksi antara keduanya terhadap pertumbuhan koloni isolat Pleurotus spp. Selain itu untuk mengetahui pengaruh isolat, perlakuan

28 15 (penggoyangan dan tanpa penggoyangan) dan interaksi antara keduanya terhadap bobot kering miselia isolat Pleurotus spp. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan percobaan faktorial untuk analisis pertumbuhan koloni dan bobot kering miselia Pleurotus spp. Pengolahan data menggunakan aplikasi komputer program SAS. Adapun prosedurnya dengan menggunakan prosedur General Linear Model. Model linier : Y ijk = ì + á i + â j + (áâ) ij + å k(ij) dimana : i = 1, 2,..., a j = 1, 2,..., b k = 1, 2,..., n Y ijk ì á i âj (áâ) ij å k(ij) = variabel respon hasil observasi ke-k yang terjadi karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B = rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan) = efek taraf ke-i faktor A = efek taraf ke-j faktor B = efek interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B = efek unit eksperimen ke-k untuk kombinasi perlakuan taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B Hipotesis-hipotesis : Pengaruh utama faktor A : H 0 : á i =... = á a = 0 (faktor A tidak berpengaruh) H 1 : paling sedikit ada satu á i dimana á i 0 Pengaruh utama faktor B : H 0 : â j =... = â b = 0 (faktor B tidak berpengaruh) H 1 : paling sedikit ada satu â j dimana â j 0 Pengaruh sederhana (interaksi) faktor A dengan faktor B : H 0 : (áâ) ij = (áâ) 12 =... = (âá) ab = 0 (tidak ada pengaruh interaksi antara faktor A dan faktor B) H 1 : paling sedikit ada sepasang (áâ) ij dimana (áâ) ij 0

29 16 Untuk mengetahui respon yang diberikan dari masing-masing perlakuan maka dilakukan uji lanjutan bagi sumber keragaman yang pengaruhnya nyata. Uji lanjutan yang digunakan adalah uji jarak berganda Duncan.

30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Hasil sidik ragam menunjukkan faktor isolat dan interaksi anta ra faktor isolat dan faktor media berpengaruh nyata terhadap diameter koloni tiap isolat Pleurotus spp. pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel Lampiran 6). Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa perlakuan inokulasi isolat Pleurotus sp.8 pada semua media memberikan respon yang paling tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Gambar Lampiran 11). Pertumbuhan koloni Pleurotus spp. pada media padat tanpa penambahan sumber lignin alami dapat dilihat pada Gambar 1, 2 dan Diameter Koloni (cm) PDA MEA MPA Lama Inkubasi (Hari) Gambar 1. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.1 pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari

31 18 Diameter Koloni (cm) Lama Inkubasi (Hari) PDA MEA MPA Gambar 2. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.6 pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Diameter Koloni (cm) Lama Inkubasi (Hari) PDA MEA MPA Gambar 3. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.8 pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Pleurotus sp.1 tumbuh terbaik pada media PDA sebesar 3.25 cm, kemudian pada media MEA dan media MPA dengan diameter koloni berturutturut sebesar 1.75 cm, dan 1.5 cm. Pleurotus sp.6 tumbuh terbaik pada media MPA sebesar 6.25 cm, kemudian pada media MEA dan media PDA sebesar 5.75 cm dan 5.4 cm. Pleurotus sp.8 memenuhi cawan Petri ukuran 9 cm yang berisi media MPA setelah diinkubasi selama tujuh hari, sedangkan yang ditumbuhkan pada media MEA dan media PDA berturut -turut memenuhi cawan Petri setelah diinkubasi selama delapan dan sepuluh hari.

32 19 2. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Hasil sidik ragam menunjukkan faktor isolat, faktor media maupun interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap diameter koloni tiap isolat Pleurotus spp. pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel Lampiran 7). Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa pertumbuhan Pleurotus sp.8 pada media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon adalah yang paling tinggi dan berbeda nyata dari perlakuan lainnya (Gambar Lampiran 12). Diameter koloni Pleurotus spp. pada media MEA yang ditambah sumber lignin alami dapat dilihat pada Gambar 4, 5 dan 6. Diameter Koloni (cm) Lama Inkubasi (Hari) Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon Gambar 4. Diameter Koloni Isola t Pleurotus sp.1 pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Diameter Koloni (cm) Lama Inkubasi (Hari) Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon Gambar 5. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.6 pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari

33 20 Diameter Koloni (cm) Lama Inkubasi (Hari) Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon Gambar 6. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.8 pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Pleurotus sp.1 tumbuh terbaik pada media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon, yaitu diameternya sebesar 1.62 cm, sedangkan pada media MEA yang ditambah serbuk jerami padi diameternya sebesar 1.52 cm. Pleurotus sp.1 yang ditumbuhkan pada media MEA yang ditambah serbuk bambu apus sangat lambat karena setelah diinkubasi selama sepuluh hari belum menunjukkan adanya pertumbuhan. Pada media MEA yang ditambah serbuk bambu apus, miselia mulai tumbuh setelah diinkubasi selama 17 hari. Pleurotus sp.6 tumbuh terbaik pada media MEA yang ditambah serbuk jerami padi yaitu diameternya sebesar cm, sedangkan yang dikulturkan pada media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon atau serbuk bambu apus berturut-turut diameternya sebesar 5.47 cm dan 4 cm. Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik pada media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon sebe sar 8.17 cm, sedangkan yang dikulturkan pada media MEA yang ditambah serbuk jerami padi atau serbuk bambu apus masing-masing diameternya sebesar 7.02 cm dan 4.35 cm. Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 memiliki keunikan yang tidak ditemukan pada Pleurotus sp.1 yaitu ditemukannya lingkaran zona lisis pada media. Zona lisis berupa lingkaran berwarna coklat kekuningan muncul pada ujung-ujung miselia yang pertumbuhannya searah dengan pertumbuhan koloni.

34 21 3. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Hasil sidik ragam menunjukkan faktor isolat, faktor media maupun interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap diameter koloni tiap isolat Pleurotus spp. pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel Lampiran 8). Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui interaksi isolat Pleurotus sp.6 dengan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi memberikan respon yang paling tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Gambar Lampiran 13). Pertumbuhan koloni Pleurotus spp. pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah sumber lignin alami dapat dilihat pada Gambar 7, 8 dan 9. Diameter Koloni (cm) Lama Inkubasi (Hari) Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon Gambar 7. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.1 pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari

35 22 Diameter Koloni (cm) Lama Inkubasi (Hari) Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon Gambar 8. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.6 pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Diameter Koloni (cm) Lama Inkubasi (Hari) Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon Gambar 9. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.8 pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari Pleurotus sp.1 tumbuh terbaik pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk bambu apus, yaitu sebesar 1.62 cm, sedangkan pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk kayu sengon atau serbuk jerami padi berturut-turut diameternya sebesar 1.42 cm dan 1.35 cm. Pleurotus sp.6 tumbuh terbaik pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi, yaitu sebesar 6.9 cm, sedangkan pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk bambu apus atau serbuk kayu sengon berturut-turut diameternya sebesar 6.23 cm dan 5 cm. Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi, yaitu sebesar 7 cm,

36 23 sedangkan pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk bambu apus atau serbuk kayu sengon diameternya berturut-turut sebesar 6.97 cm dan 5.98 cm. Zona lisis muncul pada media Glenn dan Gold yang ditambah sumber lignin alami. Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 yang dikulturkan pada media ini menunjukkan adanya zona lisis berbentuk lingkaran berwarna coklat kekuningan. 4. Bobot Kering Miselia Hasil sidik ragam menunjukkan faktor isolat dan faktor perlakuan penggoyangan dan tanpa penggoyangan pada media malt ekstrak cair yang ditambah sumber lignin alami berpengaruh nyata terhadap bobot kering miselia Pleurotus spp. pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel Lampiran 9 dan 10). Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui Pleurotus sp.8 yang dikulturkan pada media malt ekstrak cair yang ditambah sumber lignin alami dengan diberi perlakuan penggoyangan memiliki bobot kering miselia yang terbaik dibanding isolat lain dengan perlakuan yang sama (Gambar Lampiran 14 dan 15). Bobot kering miselia masing-masing isolat Pleurotus spp. yang dikulturkan pada media malt ekstrak cair yang ditambah sumber lignin alami dengan atau tanpa penggoyangan dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. Bobot Kering Miselia (gram) Pleurotus sp.1 Pleurotus sp.6 Pleurotus sp.8 Isolat Tanpa Penggoyangan Den gan Penggoyangan Gambar 10. Bobot Kering Miselia pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Jerami Padi Setelah Diinkubasi Selama 7 Hari

37 24 Bobot Kering Miselia (gram) Pleurotus sp.1 Pleurotus sp.6 Pleurotus sp.8 Isolat Tanpa Penggoyangan Dengan Penggoyangan Gambar 11. Bobot Kering Miselia pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Kayu Sengon Setelah Diinkubasi Selama 7 Hari Bobot kering miselia Pleurotus spp. pada media yang diberi perlakuan penggoyangan lebih besar dibanding denga n bobot kering miselia pada media yang tidak diberi perlakuan penggoyangan. Pada kedua macam media, isolat Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik, diikuti Pleurotus sp.6 kemudian Pleurotus sp.1. Pleurotus sp.1 yang ditumbuhkan pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi dengan diberi perlakuan penggoyangan memiliki bobot kering miselia sebesar gram, sedangkan yang tanpa penggoyangan bobot kering miselianya sebesar gram. Bobot kering miselia pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk kayu sengon dengan penggoyangan adalah sebesar gram, sedangkan yang tidak diberi perlakuan penggoyangan sebesar gram. Pleurotus sp.6 yang ditumbuhkan pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi dengan diberi penggoyangan memiliki bobot kering miselia sebesar gram, sedangkan bobot kering miselia yang tidak diberi perlakuan penggoyangan sebesar gram. Bobot kering miselia pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk kayu sengon dengan diberi perlakuan penggoyangan sebesar gram, sedangkan bobot kering miselia pada media yang tidak diberi perlakuan penggoyangan sebesar gram. Pleurotus sp.8 yang ditumbuhkan pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi dengan diberi penggoyangan memiliki bobot kering miselia sebesar gram, sedangkan yang tidak diberi perlakuan penggoyangan sebesar

38 gram. Bobot kering miselia pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk kayu sengon dengan diberi penggoyangan sebesar gram, sedangkan yang tidak diberi penggoyangan sebesar gram. Perhitungan bobot kering miselia dapat dilihat pada Lampiran 5. B. Pembahasan 1. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Pleurotus sp.1 tumbuh terbaik pada media PDA, sedangkan Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik pada media MPA. Pertumbuhan terbaik isolat pada masing-masing media berbeda-beda karena masing-masing isolat selektif terhadap kandungan nutrisi. Oleh karena itu, tidak semua jenis media cocok sebagai media tumbuhnya. Beberapa elemen nutrisi dibutuhkan oleh semua jamur, beberapa elemen hanya dibutuhkan oleh spesies tertentu, dan beberapa elemen dibutuhkan oleh spesies tertentu yang akan tumbuh pada media yang memiliki kandungan nutrisi dalam jumlah yang spesifik (Chang dan Miles, 1997). Ketiga media yang diuji merupakan media yang kaya akan nutrisi esensial yang dibutuhkan jamur untuk hidupnya. Media PDA memiliki kandungan nutrisi karbohidrat, air, dan protein yang berasal dari substrat kentang, glukosa, dan agar. Media MEA memiliki komposisi nitrogen, karbohidrat, sodium klorida, dan agar, sedangkan media MPA memiliki kandungan nutrisi nitrogen, karbohidrat, sodium klorida, agar, dan pepton (Cochrane, 1958). Senyawa karbon memiliki dua fungsi, pertama yaitu untuk metabolisme jamur sebagaimana organisme heterotrof lainnya. Senyawa karbon menyediakan kebutuhan unsur C bagi proses sintesis senyawa-senyawa yang digunakan untuk pembentukan sel hidup seperti protein, asam nukleat, materi dinding sel, dan makanan. Fungsi kedua yaitu sebagai sumber energi utama yang berasal dari proses oksidasi senyawa karbon tersebut (Cochrane, 1958). Kandungan nitrogen pada substrat mempengaruhi pertumbuhan miselium. Miselium jamur tidak dapat tumbuh pada me dia yang kekurangan unsur nitrogen, tetapi kelebihan nitrogen pada substrat dapat menyebabkan terakumulasinya amonia yang dapat meningkatkan ph sehingga menghambat pertumbuhan miselium dan pembentukan tubuh buah (Stamets dan Chilton, 1983). Cochrane

39 26 (1958) menambahkan bahwa tidak ada titik optimum nitrogen yang dibutuhkan oleh sebuah kultur karena kebutuhan nitrogen tergantung pada jumlah karbon. Meskipun demikian pada prinsipnya ada juga faktor lain yang mempengaruhinya. Pertumbuhan koloni cenderung seperti garis yang melingkar pada media padat (Alexopoulos et al., 1996). Koloni biasanya terus-menerus tumbuh dalam radius rata -rata yang sama sampai bertemu dengan rintangan seperti ujung cawan Petri atau koloni lainya (Carlile et al., 2001). Pertumbuhan terjadi hanya pada sel yang berada di ujung koloni yang mempunyai akses terhadap nutrisi sehingga akan menghasilkan zona pertumbuhan pinggiran dan pertumbuhan akan bertambah sampai pertambahan jari-jari koloni tersebut melambat karena penipisan nutrisi. Menurut Hofte (1998), pengukuran yang didapatkan pada fungi berfilamen pada media agar adalah fungsi linear dari waktu. Grafik yang ditunjukkan oleh ketiga isolat dalam penelitian ini menunjukkan fungsi linear dari waktu inkubasi selama sepuluh hari terhadap diameter koloni tiap isolat Pleurotus spp. 2. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Pleurotus sp.1 tumbuh terbaik pada media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon, sedangkan Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik pada media MEA yang ditambah serbuk jerami padi dan media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon. Selain itu, Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 menunjukkan adanya aktifitas penurunan kadar lignin dengan munculnya zona lisis berupa lingkaran berwarna coklat kekuningan pada semua media yang mengandung sumber lignin alami. Kemunculan zona lisis dapat memberikan informasi awal tentang adanya aktifitas eksoenzim pendegradasi lignin. Hazra dan Syachri (1988) mengemukakan serbuk gergaji kayu mengandung komponen kimia yang sama seperti dalam bentuk batang kayu yang terdiri dari komponen selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat ekstraktif. Serbuk gergaji merupakan bahan potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan koloni jamur, karena dapat menyokong pertumbuhan koloni dan mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan jamur tersebut.

40 27 Sumber hara yang berasal dari sumber lignin biasanya tidak diperoleh dan diserap secara langsung oleh hifa jamur. Hal ini disebabkan sumber hara masih dalam bentuk selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat ekstraktif. Nutrisi berupa hara dapat diperoleh dengan merombak bahan-bahan di atas terlebih dulu. Kemampuan jamur mendegradasi lignin disebabkan oleh adanya enzim ekstraseluler yang disekresikan oleh jamur. Hifa-hifa jamur dapat tumbuh pada permukaan substrat yang mengandung lignin sehingga melalui kekuatan eksoenzim yang dihasilkan oleh jamur akan menimbulkan zona lisis di sekitar media (Fengel dan Wegener, 1995). 3. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Pleurotus sp.1 dan Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk bambu apus dan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi. Pleurotus sp.6 tumbuh terbaik pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi. Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 menghasilkan zona lisis pada media. Zona lisis berbentuk lingkaran coklat kekuningan seperti yang ditemukan pada media MEA yang ditambah sumber lignin alami menunjukkan adanya aktifitas enzim ekstraseluler yang disekresikan ujung-ujung hifa jamur untuk mendegradasi lignin menjadi nutrisi yang dibutuhkannya. Lignin yang berasal dari serbuk kayu mer upakan sumber karbon yang berguna dalam pembentukan struktur dan kebutuhan energi dari sel jamur. Sumber mineral seperti sulfur, fosfor, kalium, magnesium diperoleh dari bahanbahan kimia KH 2 PO 4, MgSO 4, K 2 HPO 4, dan larutan mineral. Sumber nitrogen berasal dari (NH4)2 tartrat yang dibutuhkan oleh jamur untuk sintesa protein, purin, pirimidin, dan diperlukan untuk produksi kitin yaitu polisakarida penyusun utama dinding sel jamur (Miles, 1993). Vitamin sebagai koenzim yang mengkatalisa reaksi spesifik dan tidak digunakan sebagai sumber energi maupun materi struktural protoplasma diperoleh dari tiamin HCl. Vitamin yang paling sering dibutuhkan oleh jamur adalah tiamin (vitamin B1) yang diperlukan sekitar 100 ì g/l dan biotin (vitamin B7 atau vitamin H) yang diperlukan sekitar 5 ìg/l (Hofte, 1998).

41 28 Pleurotus spp. yang dikulturkan pada media berlignin yang berasal dari serbuk jerami padi memiliki pertumbuhan koloni yang lebih baik dibanding dengan serbuk kayu sengon. Komposisi kimia kayu sengon umur 5 tahun yaitu kadar abu 1.16%, kadar lignin 23.55%, kadar zat ekstraktif 2.85%, kadar holoselulosa 70.49%, dan lainnya sampai 100% (Pratiwi, 1983). Di lain pihak, jerami padi mempunyai panjang serat mm, diameter serat 9-13 ì m, kadar selulosa 33-38%, kadar lignin 17-19%, serat kasar 29.2%, kadar abu 6-8%, dan lainnya sampai 100% (Sojan dan Aboenawan, 1973 dalam Napitupulu, 2002). Secara biokimia, proses perombakan lignin diawali dengan pertumbuhan lambat fungi yang kemudian memasuki fase stasioner. Fungi secara aktif mengambil dan memanfaatkan karbohidrat selama masa pertumbuhannya untuk mempertahankan metabolisme primernya. Metabolisme fungi akan mengalami penurunan jika ketersediaan nitrogen dalam substrat menjadi terbatas, miselia memasuki fase metabolisme kedua dan sistem degradasi lignin dimulai (Eaton dan Hale, 1993). 4. Bobot Kering Miselia Bobot kering miselia semua isolat Pleurotus spp. pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi atau serbuk kayu sengon yang diberi penggoyangan lebih tinggi dibanding dengan isolat Pleurotus spp. pada media yang sama tanpa penggoyangan. Bobot kering miselia masing-masing isolat dari tertinggi sampai terendah yaitu berturut-turut ditunjukkan oleh Pleurotus sp.8, Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.1. Perbedaan bobot kering miselia pada media yang diberi perlakuan dengan tanpa perlakuan penggoyangan diduga disebabkan oleh adanya respon terhadap oksigen bebas dan oksigen terlarut di dalam media cair yang digunakan. Pertumbuhan miselia pada media malt ekstrak cair yang ditambah sumber lignin alami tanpa penggoyangan hanya memenuhi permukaan atas media dan cenderung berukuran tipis. Miselia pada media cair yang ditambah sumber lignin alami dengan diberi penggoyangan berbe ntuk bulat berada di dalam larutan media dan memiliki bobot kering yang lebih tinggi dibanding miselia yang ada di permukaan. Pemberian penggoyangan memungkinkan adanya perbedaan dalam

42 29 pemenuhan oksigen bebas dan oksigen terlarut dari masing-masing isolat Pleurotus spp. Komponen gas dari udara yang paling banyak digunakan adalah oksigen dan karbondioksida. Jamur merupakan spesies aerobik dan oksigen yang cukup diperlukan untuk pertumbuhan miselia. Pertumbuhan vegetatif akan naik ketika tingkat karbondioks ida naik sedikit sampai batas normal berdasarkan aktifitas respirasi dari miselium (Chang dan Miles, 1997). Oksigen juga digunakan jamur sebagai bahan untuk melakukan reaksi enzimatik seperti pada enzim oksidase dan respirasi (Deacon, 1984). Jamur pelapuk kayu merupakan organisme aerobik yang memerlukan oksigen untuk respirasi dan sebagai aseptor elektron untuk oksidasi fosforilasi fenil. Kekurangan oksigen akan menghambat fungsi metabolisme (Rayner dan Boddy, 1988). Kaul (1997) menambahkan bahwa oksigen dan kandungan uap air merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi jamur. Komposisi gas-gas atmosfer seperti oksigen, karbondioksida, dan sejumlah gas lain diketahui dapat mempengaruhi bentuk tubuh buah jamur.

43 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Media PDA, MEA yang ditambah serbuk kayu sengon, dan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk bambu apus optimum bagi pertumbuhan koloni Pleurotus sp.1. Pleurotus sp.6 tumbuh terbaik pada media MPA, MEA yang ditambah serbuk jerami padi, dan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi. Media MPA, MEA yang ditambah serbuk kayu sengon, dan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi optimum bagi pertumbuhan koloni Pleurotus sp.8. Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 memberikan informasi awal tentang kemampuannya mendegradasi lignin dengan munculnya zona lisis lingkaran berwarna coklat kekuningan pada media yang mengandung sumber lignin alami. Bobot kering miselia semua isolat Pleurotus spp. pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi atau serbuk kayu sengon dengan diberi penggoyangan lebih tinggi dibanding dengan isolat Pleurotus spp. pada media yang sama tanpa penggoyangan. B. Saran Untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam kaitannya dengan penelitian tentang media tumbuh berupa sumber lignin alami, maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai : 1. Penggunaan sumber-sumber lignin lain yang lebih baik untuk pertumbuhan diameter koloni jamur tiram. 2. Pengujian kemampuan Pleurotus spp. mendegradasi lignin. 3. Pengujian efektifitas Pleurotus spp. sebagai agen biobleaching dibanding dengan penggunaan bahan-bahan kimia.

44 DAFTAR PUSTAKA Alexopoulos CJ, Mims CW, Blackwell M Introductory Mycology. Ed. ke- 4. New York: John Willey and Sons Inc. Carlile MJ, Watkinson SC, Goodway GW The Fungi. London: Academic Press. Chang ST, Miles PG Edible Mushrooms and Their Cultivation. Florida: CRC Press Inc. Chang ST, Miles PG Mushroom Biology Concise Basics and Current Developments. Singapore: World Scientific Publishing. Cochrane VW Physiology of Fungi. New York: John Wiley and Sons Inc. Deacon JW Introduction to Modern Mycology. London: Blackwell Scientific Publication. Eaton RA, Hale MDC Wood, Decay, Pests and Protection. London: Chapman dan Hall. Erickson KEL, Blanchette RA, Ander P Microbial and Enzymatic Degradation of Wood and Wood Component. Berlin: Spinger-Verlag. Febrina R Karakterisasi Isolat Jamur Berpotensi Mendegradasi Lignin. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Fengel D, Wegener G Kayu; Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Terjemahan oleh Sastrohamidjojo H. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hazra F, Syachri TN Pemanfaatan Serbuk Gergaji Jeunjing (Albizia falcataria) Sebagai Media Pertumbuhan Jamur Kuning (Hirneola nigricans). Duta Rimba XIV : Hendritomo HI Biologi Jamur Pangan. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bio Industri. Hofte M Cultivation of Edible Muhrooms on Tropical Agricultural Waste. Belgium : The University of Gent. Kaul TN Introduction to Mushroom Science. New Hampshire: Science Publishers.

45 32 Kurtzman RH, Zadrazil F Physiological and Taxonomic Consideration for Cultivation of Pleurotus Mushroom. Di dalam: Chang ST, Quimio TH. Tropical Mushroom Biological Nature and Cultivation Methods. Hongkong: The Chinese Press. Lembaga Biologi nasional-lipi Beberapa Jenis Bambu. Jakarta: PN Balai Pustaka. Lubis DA Ilmu Makanan Ternak. Jakarta: Yayasan Pembangunan. Martawijaya AI, Kartasujana YI, Mandang Prawira SA, Kader K Atlas Kayu Indonesia. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Miles PG Biological Background for Mushroom Breeding. Di dalam: Chang ST, Buswell JA, Miles PG. Genetic and Breeding of Edible Mushrooms. Amsterdam: Gordon and Breach Science Publishers. Napitupulu DR Pengaruh Lama Pengomposan Media Semai Serbuk Gergaji dan Jerami Padi dengan Trichoderma viride Terhadap Pertumbuhan Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Pratiwi W Albizia falcataria dari Berbagai Umur untuk Pulp Rendemen Tinggi. Berita Selulosa. 29 (2) : Purwanto A Delignifikasi Serpih Bambu Apus (Gigantochloa apus (J.A. dan J.H. Schultes) Kurz.) untuk Pulp dengan Jamur KT [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Rayner ADM, Boddy L Fungal Decomposition of Wood; Its Biology and Ecology. New York: John Wiley and Sons Inc, Interscience Publications. Sjostrom E Kimia Ka yu, Dasar-Dasar dan Penggunaanya. Terjemahan oleh Sastrohamidjojo H. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Staments P, Chilton JS The Mushroom Cultivator. Olympia, Washington: Agaricon Press. Sudjana Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi ke-3. Bandung: Tarsito. Yuniasmara C, Muchrodji, Bakrun M Jamur Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya.

46 LAMPIRAN

47 34 Lampiran 1. Komposisi Media Pertumbuhan Isolat Pleurotus spp. No. Komposisi Media Jumlah 1 Potato Dextrose Agar (PDA) Kentang Glukosa Agar Batang Akuades 200 g 15 g 20 g 1 L 2 Malt Extract Agar (MEA) Ekstrak Malt Agar Batang Akuades 3 Malt Peptone Agar (MPA) Ekstrak Malt D (+) Glucose (Monohydrat) Bacteriological Pepton Agar Batang Akuades 4 MEA Ditambah Sumber Lignin Ekstrak Malt Agar Batang Sumber Lignin Akuades 5 ME Cair Ditambah Sumber Lignin Ekstrak Malt Sumber Lignin Akuades 6 Modifikasi Glenn dan Gold (1983) dalam Febrina (2002) KH 2 PO 4 MgSO 4.7H 2 O K2HPO4 (NH 4)2 tartrat Larutan mineral Sumber lignin Agar-agar Akuades *Larutan mineral : CaCl2.2H2O 7,40 gram ZnSO 4.7H 2O 0,70 gram MnSO 4.4H 2 O 0,50 gram CoCl 2.6H 2 O 0,10 gram tiamin HCl 10 mg ferat sitrat 1,20 gram Dibuat dalam 1 L akuades 15 g 16 g 1 L 15 g 20 g 5 g 16 g 1 L 15 g 16 g 4 g 1 L 15 g 4 g 1 L 0.60 g 0,50 g 0,40 g 0,22 g 10 ml* 4 g 15 g 1 L

48 35 Tabel Lampiran 2. Diameter Koloni Rata-Rata Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Hari Pleurotus sp.1 Pleurotus sp.6 Pleurotus sp.8 Ke - PDA MEA MPA PDA MEA MPA PDA MEA MPA Tabel Lampiran 3. Diameter Rata-Rata Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Hari Pleurotus sp.1 (cm) Pleurotus sp.6 (cm) Pleurotus sp.8 (cm) Ke - Bambu Jerami Kayu Bambu Jerami Kayu Bambu Jerami Kayu apus Padi Sengon apus Padi Sengon apus Padi Sengon Tabel Lampiran 4. Diameter Rata-Rata Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Gleen dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Hari Ke - Pleurotus sp.1 (cm) Pleurotus sp.6 (cm) Pleurotus sp.8 (cm) Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon Bambu apus Jerami Padi Kayu Sengon

49 36 Lampiran 5. Perhitungan Bobot Kering Miselia BKM = (BKM+KS) (BKKS) BKM BKM+KS BKKS : Bobot kering miselia : Bobot kering miselia + kertas saring : Bobot kering kertas saring Bobot Kering Miselia Rata-rata Tanpa perlakuan penggoyangan Isolat Serbuk Kayu Sengon (gram) Serbuk Jerami Padi (gram) BKKS BKM+KS BKM BKKS BKM+KS BKM Pleurotus sp Pleurotus sp Pleurotus sp Bobot Kering Miselia Rata-rata Dengan perlakuan penggoyangan Isolat Serbuk Kayu Sengon (gram) Serbuk Jerami Padi (gram) BKKS BKM+KS BKM BKKS BKM+KS BKM Pleurotus sp Pleurotus sp Pleurotus sp

50 37 Tabel Lampiran 6. Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami terhadap Pertumbuhan Koloni Jumlah Kuadrat Sumber Keragaman DB F Hitung Pr>f Kuadrat Tengah F1 (Isolat) ** F2 (Media) F1*F2 (Interaksi) ** Sisa Total *) berpengaruh nyata pada taraf 5% **) berpengaruh nyata pada taraf 1% Tabel Lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami terhadap Pertumbuhan Koloni Jumlah Kuadrat Sumber Keragaman DB F Hitung Pr>f Kuadrat Tengah F1 (Isolat) ** F2 (Media) ** F1*F2 (Interaksi) ** Sisa Total *) berpengaruh nyata pada taraf 5% **) berpengaruh nyata pada taraf 1% Tabel Lampiran 8. Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami terhadap Pertumbuhan Koloni Jumlah Kuadrat Sumber Keragaman DB F Hitung Pr>f Kuadrat Tengah F1 (Isolat) ** F2 (Media) ** F1*F2 (Interaksi) ** Sisa Total *) berpengaruh nyata pada taraf 5% **) berpengaruh nyata pada taraf 1%

51 38 Tabel Lampiran 9. Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Perlakuan dengan dan Tanpa Penggoyangan pada media Malt Ekstrak Cair yang ditambah Serbuk Jerami Padi terhadap Bobot Kering Miselia Jumlah Kuadrat Sumber Keragaman DB F Hitung Pr>f Kuadrat Tengah F1 (Isolat) ** F2 (Media) ** F1*F2 (Interaksi) Sisa Total *) berpengaruh nyata pada taraf 5% **) berpengaruh nyata pada taraf 1% Tabel Lampiran 10. Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Perlakuan dengan dan Tanpa Penggoyangan pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Kayu Sengon terhadap Bobot Kering Miselia Jumlah Kuadrat Sumber Keragaman DB F Hitung Pr>f Kuadrat Tengah F1 (Isolat) ** F2 (Perlakuan) ** F1*F2 (Interaksi) Sisa Total *) berpengaruh nyata pada taraf 5% **) berpengaruh nyata pada taraf 1%

52 A 8.2 A 8.2 A Diameter Koloni (cm) D 0.95 E 0.7 E 4.62 C 4.95 CB 5.45 B 0.00 I1M1 I1M2 I1M3 I2M1 I2M2 I2M3 I3M1 I3M2 I3M3 Kombinasi Perlakuan Gambar Lampiran 11. Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media PDA, MEA, dan MPA. a, b, c, d, e: hasil uji lanjut Duncan taraf 5%, huruf yang berbeda menunjukkan respon yang berbeda nyata. I1, I2, I3 berturut-turut isolat Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp 8. M1, M2, M3 berturut-turut media PDA, MEA, dan MPA A Diameter Koloni (cm) B 5.13 C 4.77 C 3.30 D 3.65 D 0.82 FE 0.92 E 0 F I1M1 I1M2 I1M3 I2M1 I2M2 I2M3 I3M1 I3M2 I3M3 Kombinasi Perlakuan Gambar Lampiran 12. Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami. a, b, c, d, e: hasil uji lanjut Duncan taraf 5%, huruf yang berbeda menunjukkan respon yang berbeda nyata. I1, I2, I3 berturut-turut isolat Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp 8. M1, M2, M3 berturut-turut media MEA yang ditambah serbuk bambu apus, serbuk jerami padi, dan serbuk kayu sengon.

53 A Diameter Koloni (cm) C 4.1 D 6 B 6 B 5.08 C 0.82 E 0.73 E 0.62 E 0.00 I1M1 I1M2 I1M3 I2M1 I2M2 I2M3 I3M1 I3M2 I3M3 Kombinasi Perlakuan Gambar Lampiran 13. Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami. a, b, c, d, e: hasil uji lanjut Duncan taraf 5%, huruf yang berbeda menunjukkan respon yang berbeda nyata. I1, I2, I3 berturut-turut isolat Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp 8. M1, M2, M3 berturut-turut media Modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk bambu apus, serbuk jerami padi, dan serbuk kayu sengon Bobot Kering Miselia (gram) I1M1 I2M2 I2M1 I2M2 I3M1 I3M2 Kombinasi Perlakuan Gambar Lampiran 14. Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Jerami Padi. I1, I2, I3 berturut-turut isolat Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp 8. M1 dan M2 berturut-turut dengan penggoyangan dan tanpa penggoyangan.

54 Bobot Kering Miselia (gram) I1M1 I2M2 I2M1 I2M2 I3M1 I3M2 Kombinasi Perlakuan Gambar Lampiran 15. Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Kayu Sengon. I1, I2, I3 berturut-turut isolat Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp 8. M1 dan M2 berturut-turut dengan penggoyangan dan tanpa penggoyangan.

55 42 PDA MEA MPA Serbuk Bambu Apus Serbuk Jerami Padi Serbuk Kayu Sengon Serbuk Bambu Apus Serbuk Jerami Padi Serbuk Kayu Sengon Gambar Lampiran 16. Koloni Pleurotus sp.1 Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari pada Beberapa Macam Media. Gambar atas : Media padat tanpa penambahan sumber lignin alami. Gambar tengah : Media MEA yang ditambah sumber lignin alami. Gambar bawah : Media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah sumber lignin alami.

56 43 PDA MEA MPA Serbuk Bambu Apus Serbuk Jerami Padi Serbuk Kayu Sengon Serbuk Bambu Apus Serbuk Jerami Padi Serbuk Kayu Sengon Gambar Lampiran 17. Koloni Pleurotus sp.6 Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari pada Beberapa Macam Media. Gambar atas : Media pa dat tanpa penambahan sumber lignin alami. Gambar tengah : Media MEA yang ditambah sumber lignin alami. Gambar bawah : Media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah sumber lignin alami.

57 44 PDA MEA MPA Serbuk Bambu Apus Serbuk Jerami Padi Serbuk Kayu Sengon Serbuk Bambu Apus Serbuk Jerami Padi Serbuk Kayu Sengon Gambar Lampiran 18. Koloni Pleurotus sp.8 Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari pada Beberapa Macam Media. Gambar atas : Media padat tanpa penambahan sumber lignin alami. Gambar tengah : Media MEA yang ditambah sumber lignin alami. Gambar bawah : Media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah sumber lignin alami

58 45 Zona Lisis Gambar Lampiran 19. Zona Lisis yang Dihasilkan oleh Isolat Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 pada Media yang Mengandung Sumber Lignin Alami Miselia Gambar Lampiran 20. Miselia Pleurotus spp. pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Sumber Lignin Alami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan letaknya yang sangat strategis yaitu pada zona khatulistiwa, maka termasuk salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur merupakan bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Saat ini jamur yang sangat populer untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan jenis jamur pangan dari kelompok Basidiomycota. Jamur ini dapat ditemui di alam bebas sepanjang tahun. Jamur

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SB091358

TUGAS AKHIR SB091358 TUGAS AKHIR SB091358 EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN VARIASI MEDIA KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SABUT KELAPA (Cocos nucifera) Oleh: Hanum Kusuma Astuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur merupakan organisme yang mudah dijumpai, hal ini dikarenakan jamur dapat tumbuh disemua habitat (alam terbuka) sesuai dengan lingkungan hidupnya. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Biakan murni merupakan tahapan awal di dalam pembuatan bibit jamur. Pembuatan biakan murni diperlukan ketelitian, kebersihan, dan keterampilan. Pertumbuhan miselium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : LUCKY WILANDARI A 420 100 123 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kegunaan kayu sengon menyebabkan limbah kayu dalam bentuk serbuk gergaji semakin meningkat. Limbah serbuk gergaji kayu menimbulkan masalah dalam penanganannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang sempurna, dan diciptakannya manusia di bumi sebagai kholifah yang seharusnya kita memperhatikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. Dalam protein terdapat sumber energi dan zat

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah I. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan. Jamur tiram termasuk familia Agaricaceae atau Tricholomataceae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake.

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur, biasanya orang menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia mampu mengolah limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Limbah merupakan sisa dari bahan yang telah mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga tidak bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur digolongkan sebagai

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.

Lebih terperinci

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim

Lebih terperinci

UKDW I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu spesies jamur

UKDW I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu spesies jamur 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu spesies jamur pangan yang banyak dibudidayakan di Asia Timur dan Asia Tenggara. Beberapa kelebihan yang dimiliki

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas, dikatakan tumbuhan sederhana karena tidak berklorofil dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. bebas, dikatakan tumbuhan sederhana karena tidak berklorofil dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur dikenal dalam kehidupan sehari-hari sejak 3000 tahun yang lalu, telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Di Cina, pemanfaatan jamur sebagai bahan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur kayu yang tumbuh di permukaan batang pohon yang sudah lapuk. Jamur tiram putih dapat ditemui di alam bebas sepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya

I. PENDAHULUAN. seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya I. PENDAHULUAN Budidaya jamur pangan (edible mushroom) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya perkembangan budidaya jamur ini, akan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber pangan terutama pada tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan mampu menghasilkan cadangan makanan yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Permukaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Tiram Putih Jamur tiram putih (Pleurutus ostreatus) termasuk dalam kategori tanaman konsumsi. Jamur ini dinamakan jamur tiram karena tudungnya berbentuk setengah lingkaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan

BAB I PENDAHULUAN. Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan keberadaannya banyak dijumpai, seperti pada kayu-kayu yang sudah lapuk ataupun di berbagai tanaman

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Medium Potato Dextrose Agar (PDA) (Fardiaz,1993).

LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Medium Potato Dextrose Agar (PDA) (Fardiaz,1993). LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Medium Potato Dextrose Agar (PDA) (Fardiaz,1993). Bahan yang digunakan : Kentang 200 g Dextrose 20 g Agar 20 g Akuades 1000 ml Cara kerja : Kentang dibersihkan kemudian dipotong

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih merupakan salah satu produk pertanianyang mempunyai kandungan gizi tinggi dibandingkan dengan jamur lain. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah tongkol jagung manis kering yang diperoleh dari daerah Leuwiliang, Bogor. Kapang yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur adalah organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Penelitian

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Penelitian III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan murni Hypoxylon sp. koleksi CV.

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( )

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( ) TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN (10712002) JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN PROGRAM STUDY HORTIKULTURA POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG 2012 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp (Paskawati dkk, 2010). Di pasaran, terdapat beberapa macam kertas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga pada bulan Januari-Mei

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dari sel-sel lepas dan sel-sel bergandengan berupa benang (hifa). Kumpulan dari

I. TINJAUAN PUSTAKA. dari sel-sel lepas dan sel-sel bergandengan berupa benang (hifa). Kumpulan dari I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Tiram Putih Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) digolongkan ke dalam organisme yang berspora, memiliki inti plasma, tetapi tidak berklorofil. Tubuhnya tersusun dari sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan salah satu sumber hayati, yang diketahui hidup liar di alam. Selama ini, jamur banyak di manfaatkan sebagai bahan pangan, dan dapat di manfaatkan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

The 6 th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang. Keywords: Batang pisang, batang jagung, bibit F2, Pertumbuhan Miselium

The 6 th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang. Keywords: Batang pisang, batang jagung, bibit F2, Pertumbuhan Miselium Media Alternatif Pertumbuhan Miselium Bibit F2 Jamur Tiram (Pleurotus Ostreatus) dan Jamur Merang (Volvariella Volvaceae) dengan Batang Jagung dan Batang Pisang Najihul Imtihanah Mumtazah 1, Nuriana 2,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan lima kali

Lebih terperinci

PEMANFAATAN JERAMI PADI DAN PENAMBAHAN KOTORAN AYAM SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) SKRIPSI

PEMANFAATAN JERAMI PADI DAN PENAMBAHAN KOTORAN AYAM SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) SKRIPSI PEMANFAATAN JERAMI PADI DAN PENAMBAHAN KOTORAN AYAM SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) E-144

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) E-144 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) E-144 Efektifitas Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Variasi Media Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2016. Uji potensi mikroba pelarut fosfat dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai 23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai masa depan baik untuk dikembangkan. Hingga kini semakin banyak orang mengetahui nilai gizi jamur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di kayu-kayu yang sudah lapuk. Jamur ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jamur kuping, jamur tiram, jamur merang, jamur shiitake dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. jamur kuping, jamur tiram, jamur merang, jamur shiitake dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembudidayaan jamur terdapat berbagai jenis jamur seperti jamur kuping, jamur tiram, jamur merang, jamur shiitake dan sebagainya. Jamur merupakan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Hutan mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Analisis

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. konsumsi (edible mushroom), yang telah banyak dibudidayakan, karena selain

I. PENGANTAR. konsumsi (edible mushroom), yang telah banyak dibudidayakan, karena selain I. PENGANTAR A. Latar Belakang Jamur telah digunakan selama ribuan tahun, baik sebagai makanan maupun obat herbal. Studi-studi menunjukkan bahwa jamur bisa meningkatkan produksi dan aktivitas sel-sel darah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan April sampai Bulan Agustus 2013. Penelitian pengaruh penambahan edible coat kitosan sebagai anti jamur pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari) BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan penanaman jamur tiram putih terhadap produktivitas (lama penyebaran miselium, jumlah badan buah dua kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sektor penting dalam mendukung perekonomian, sehingga bidang pertanian

BAB I PENDAHULUAN. satu sektor penting dalam mendukung perekonomian, sehingga bidang pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara agraris dan sektor pertanian menjadi salah satu sektor penting dalam mendukung perekonomian, sehingga bidang pertanian harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih dikenal sebagai jamur yang mudah dibudidayakan didaerah tropik dan subtropik. Jamur tiram ini juga termasuk dalam kelompok jamur yang sering

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P.

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P. ostreatus)

Lebih terperinci

Created by. Lisa Marianah (Widyaiswara Pertama, BPP Jambi) PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER

Created by. Lisa Marianah (Widyaiswara Pertama, BPP Jambi) PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER A. Latar Belakang Pupuk merupakan bahan tambahan yang diberikan ke tanah untuk tujuan memperkaya atau meningkatkan kondisi kesuburan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang merupakan jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi dan ekonomis yang tinggi, serta permintaan pasar yang meningkat. Menurut Widyastuti

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme multiselular yang banyak tumbuh di alam bebas. Organisme ini berbeda dengan organisme lain yaitu dari struktur tubuh, habitat, cara makan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur adalah tanaman berspora yang bersifat biotik (hidup) maupun abiotik (tak hidup). Jamur merupakan organisme tidak berkhlorofil. Terdapat empat macam sifat hidup

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Limbah tanaman jagung (LTJ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Bisi 2 yang komponen utamanya berupa batang, tongkol, klobot, dan daun berasal

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi 1.1. Bahan Bahan yang digunakan terdiri atas biakan murni T. fuciformis dari CV. Asa Agro Corporation Cianjur, Malt Extract, Yeast

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH

EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH 1 EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN VARIASI MEDIA KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SABUT KELAPA (Cocos nucifera) Hanum Kusuma Astuti, Nengah Dwianita Kuswytasari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. setiap unit penelitian (baglog). Berat segar tubuh buah dan jumlah tubuh buah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. setiap unit penelitian (baglog). Berat segar tubuh buah dan jumlah tubuh buah 46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Data diambil dari semua unit penelitian, berupa hasil pengukuran berat segar tubuh buah (dengan satuan gram) dan jumlah tubuh buah pada setiap

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat 1. Alat alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium 2. Neraca Analitis Metler P.M 400 3. Botol akuades 4. Autoklaf fiesher scientific 5. Inkubator

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2011 di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak. Selain itu jamur juga banyak membutuhkan peluang usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. lemak. Selain itu jamur juga banyak membutuhkan peluang usaha yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamur merupakan salah satu komoditas pertanian yang dapat dikembangkan untuk diversifikasi bahan pangan dan penganekaragaman makanan yang tinggi dalam rasa dan nilai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui akibat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Tongkol Jagung a. Analisis Proksimat Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kondisi awal tongkol jagung. Hasil analisis proksimat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur kayu dari famili Agaricaceae yang pembudidayaannya relatif mudah, karena mempunyai daya adaptasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN Sari Sehat Multifarm didirikan pada bulan April tahun 2006 oleh Bapak Hanggoro. Perusahaan ini beralamat di Jalan Tegalwaru No. 33 di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian A.1. Materi Penelitian A.1.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah 4 isolat Trichoderma spp. koleksi Prof. Loekas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada pellet calf starter dengan penambahan bakteri asam laktat dari limbah kubis terfermentasi telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui

Lebih terperinci

PRETREATMENT DENGAN Phanerochaete chrysosporium DALAM HIDROLISIS ASAM ENCER SLUDGE KERTAS AI ROSAH AISAH

PRETREATMENT DENGAN Phanerochaete chrysosporium DALAM HIDROLISIS ASAM ENCER SLUDGE KERTAS AI ROSAH AISAH PRETREATMENT DENGAN Phanerochaete chrysosporium DALAM HIDROLISIS ASAM ENCER SLUDGE KERTAS AI ROSAH AISAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PRETREATMENT DENGAN Phanerochaete

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian dimulai dari September

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Seleksi Mikrob pada A. malaccensis Populasi bakteri dan fungi diketahui dari hasil isolasi dari pohon yang sudah menghasilkan gaharu. Sampel yang diambil merupakan

Lebih terperinci