ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT BERMASALAH PADA PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA DI BANK X BOGOR. Oleh DWI KURNIA RACHMAN H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT BERMASALAH PADA PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA DI BANK X BOGOR. Oleh DWI KURNIA RACHMAN H"

Transkripsi

1 1 ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT BERMASALAH PADA PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA DI BANK X BOGOR Oleh DWI KURNIA RACHMAN H PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 4 RINGKASAN DWI KURNIA RACHMAN. H Analisis Manajemen Risiko Kredit Bermasalah Pada Produk Kredit Masyarakat Desa Di Bank X Bogor. Di bawah bimbingan HETI MULYATI. Risiko kredit merupakan risiko yang signifikan di perbankan yang menyebabkan kerugian. Risiko kredit adalah risiko yang terjadi karena kegagalan debitur yang menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban untuk membayar hutang. Risiko kredit adalah masalah yang harus mendapat perhatian khusus dari Bank X karena rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) Kredit Masyarakat Desa komersil Bank X Bogor pada Bulan Desember 2010 adalah 1,94 persen. Meskipun terjadi penurunan NPL, tetapi hal tersebut perlu diwaspadai untuk menghindari risiko yang lebih besar. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi karakteristik debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor, (2) Menganalisis faktorfaktor yang menyebabkan kredit bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor, (3)Menganalisis risiko kredit Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang terjadi di Bank X Bogor, (4)Menganalisis pengelolaan risiko kredit produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan debitur Kredit Masyarakat Desa dengan bantuan kuisioner. Selain itu dilakukan wawancara dengan pihak manajemen Bank X Bogor. Data sekunder bersumber dari data yang terkait debitur UMKM dan laporan kredit Bank X Bogor tahun 2010, data-data dari BPS, BI, serta studi pustaka dan literatur-literatur yang bersangkutan. Analisis data menggunakan analisis deskriptif dan metode Value at Risk (VaR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik debitur adalah karakter yang dimiliki peminjam yang mampu mempengaruhi peminjam tersebut dalam pembayaran kreditnya. Karakteristik debitur digolongkan berdasarkan karakteristik individu debitur dan karakteristik usaha debitur. Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dapat dilihat dari jenis kelamin, usia, pendidikan, dan tanggungan keluarga. Karakteristik usaha debitur bermasalah dilihat dari segi lama usaha, jangka waktu pengembalian kredit, plafon kredit yang diterima, penggunaan kredit, dan omzet usaha. Faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan bahkan kegagalan dalam pengembalian kredit adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi internal debitur dan internal bank, sedangkan faktor eksternal meliputi kegiatan ekonomi makro atau kebijakan pemerintah yang tidak dapat diperkirakan oleh bank, adanya bencana dan kejadian-kejadian lain di luar dugaan, dan persaingan yang tajam antar lembaga bank. Bank X Bogor pada tahun 2010 pada tingkat keyakinan 95 persen kemungkinan mengalami kerugian maksimum sekitar Rp. 3,8 Milyar. Nilai kerugian adalah 2,52 persen dari total baki debet total kredit di Bank X Bogor. Pada tingkat keyakinan 99 persen Bank X Bogor di tahun 2010 kemungkinan mengalami kerugian maksimum sekitar Rp. 5,3 Milyar. Nilai kerugian maksimum terbesar berada pada kolektibilitas kurang lancar dan nilai kerugian maksimum terkecil berada pada kolektibilitas macet. Strategi penanganan kredit bermasalah yang dilakukan oleh Bank X Bogor adalah penetapan kolektibilitas debitur, penagihan intensif, penjadwalan ulang, resutrukturisasi, dan penyitaan agunan.

3 2 ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT BERMASALAH PADA PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA DI BANK X BOGOR SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI Pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Oleh: DWI KURNIA RACHMAN H PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

4 3 Judul Skripsi : Analisis Manajemen Risiko Kredit Bermasalah pada Produk Kredit Masyarakat Desa di Bank X Bogor Nama : Dwi Kurnia Rachman NIM : H Menyetujui, Dosen Pembimbing (Heti Mulyati S.TP, MT) NIP: Mengetahui, Ketua Departemen (Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc) NIP: Tanggal Lulus:

5 5 RIWAYAT HIDUP Nama lengkap penulis adalah Dwi Kurnia Rachman. Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 7 Februari 1987 dari pasangan Bapak Suratman dan Ibu Sampurni. Penulis merupakan darah keturunan Jawa Timur, tapi sejak kecil penulis tinggal di Pulau Bali. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan SD pada tahun 1999 di SD Negeri 8 Amlapura Bali. Pendidikan SLTP diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 2 Amlapura Bali. Pendidikan SMU diselesaikan pada tahun 2005 di SMU Negeri 2 Amlapura Bali. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Keahlian Komunikasi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur tanpa test (USMI) pada tahun Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Penulis banyak mengikuti pelatihan dan seminar-seminar di luar perkuliahan baik yang diadakan oleh oleh Departemen Manajemen maupun luar Departemen, yaitu pelatihan mengolah data, seminar motivasi, seminar public speaking, seminar fotografi, seminar manajemen risiko, dan lain-lain. Penulis bekerja di Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Bogor setelah menyelesaikan pendidikan Diploma III. Pada tahun 2010 hingga saat ini, penulis bekerja di Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

6 6 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Manajemen Risiko Kredit Bermasalah pada Produk Kredit Masyarakat Desa di Bank X Bogor. Analisis risiko penting dilakukan untuk mengetahui berapa kerugian yang dialami dan untuk menghindari kerugian yang lebih besar di tahun mendatang. Risiko kredit merupakan risiko yang paling signifikan dari semua risiko yang menyebabkan kerugian potensial khususnya di perbankan. Manajemen risiko kredit dilakukan agar bank dapat meningkatkan kinerjanya menjadi lebih baik. Skripsi ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai risiko kredit bermasalah pada produk Kredit Masyarakat Desa di Bank X Bogor. Selain itu sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Semua kekurangan dan kesalahan pada penulisan skripsi ini adalah karena kelalaian penulis sendiri terutama kesalahan ketik. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis memohon maaf. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2011 Penulis

7 7 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu. Ucapan terima kasih tersebut khususnya ditujukan kepada: 1. Heti Mulyati, S.TP, MT sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi. 2. Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc dan R. Dikky Indrawan, SP, MM sebagai dosen penguji yang telah bersedia menguji dan memberi masukan untuk perbaikan skripsi ini. 3. Tim pengajar Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. 4. Kepala Unit Bank X Bogor beserta seluruh warga besar Bank X Bogor terima kasih atas kesempatan untuk melakukan penelitian. 5. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan moral, spiritual dan materi. Terima kasih juga disampaikan kepada Okta Prasetya, Tri Ambar Sari, dan Muhammad Catur Yulianto. 6. Mas Sigit dan Mbak Elyu, Mas Ali dan Mbak Ilpha terima kasih atas bantuannya selama ini. 7. Azhari Asrul yang saat berpengaruh banyak dalam hidup dan pola pikir penulis serta bersedia menjadi teman bertukar pikiran dalam skripsi ini. Terima kasih atas cinta yang tulus dan do a yang tidak pernah putus. 8. Teman-teman Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Angkatan Teman-teman di Bogor, Surabaya dan Bali, serta Ika, Ratih dan Indra terima kasih sudah menjadi teman seperjuangan penulis. 10. Semua pihak yang telah membantu skripsi ini dalam bentuk apapun yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak.

8 8 DAFTAR ISI RINGKASAN Halaman RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian, Unsur Kredit, dan Jenis Kredit Pengertian Kredit Unsur-Unsur Kredit Jenis-Jenis Kredit Kolektibilitas Kredit Pengertian Kedit Bermasalah Konsep Risiko Risiko Kredit Manajemen Risiko Value at Risk Penelitian Terdahulu III. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Tahapan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data Teknik Pengambilan Data Primer Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Value at Risk IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Bank X Bogor Profil Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil i

9 Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Berdasarkan Jenis Penggunaannya Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Berdasarkan Jangka Waktu Kredit Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Berdasarkan Sektor Ekonomi Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Berdasarkan Plafon Kredit Karakteristik Debitur Bermasalah Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Karakteristik Individu Debitur Bermasalah Kredit Masyarakat Desa Komersil Karakteristik Usaha Debitur Bermasalah Kredit Masyarakat Desa Komersil Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Kredit Bermasalah Analisis VaR Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Implikasi Manajerial Risiko Kredit Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 64

10 10 DAFTAR TABEL No Halaman 1. Jenis kebutuhan data, metode pengumpulan data dan analisis data Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan jenis penggunaannya Rasio NPL Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan jangka waktu kredit Rasio NPL Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan sektor ekonomi Rasio NPL Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan plafon kredit Rasio NPL Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan jenis kelamin Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan usia Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan pendidikan Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan tanggungan keluarga Karakteristik usaha debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan lama usaha Karakteristik usaha debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan waktu pengembalian kredit Karakteristik usaha debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan plafon kredit Karakteristik usaha debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan omzet usaha VaR produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor Penanganan terhadap karakteristik debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa di Bank X Bogor... 57

11 11 DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Kerangka risiko kredit Siklus manajemen risiko Kerangka pemikiran Diagram alir penelitian Struktur organisasi Bank X Bogor Faktor-faktor penyebab kredit bermasalah... 48

12 12 DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Kuisioner penelitian Matriks transisi bulanan Nilai baki debet dengan bunga Perhitungan VaR tiap kolektibilitas... 76

13 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa kredit perbankan meningkat secara signifikan pada Desember 2010 yaitu sebesar Rp. 742,85 triliun. Penyaluran kredit mengalami kenaikan sebesar Rp. 312,65 triliun dari tahun 2009 atau tumbuh sebesar 21,86 persen. Pangsa pasar kredit bank swasta terhadap total kredit perbankan menempati posisi tertinggi yaitu sebesar 43,93 persen diikuti kelompok bank persero sebesar 35,67 persen dan terendah kelompok bank campuran hanya 5,43 persen (Republik Indonesia, 2010). Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) masih menjadi sektor unggulan perbankan dalam memberikan kreditnya. Bisnis Indonesia (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan UMKM per Desember 2009 mencapai unit. Jumlah usaha skala besar unit, usaha skala menengah unit, usaha skala kecil unit dan usaha skala mikro unit. Perkembangan UMKM seiring dengan perkembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam memanfaatkan pinjaman sebagai pendukung pengembangan usahanya. Jika dilihat dari jumlah unit lembaga, LKM non bank yang berkembang adalah Koperasi Unit Desa (KUD) dan Unit Simpan Pinjam (USP) dengan jumlah unit di Pulau Jawa. Sedangkan dari lembaga perbankan yang menempati urutan pertama adalah Bank X dengan jumlah unit. Komitmen Bank X untuk membantu mengembangkan UMKM serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetap bertahan sampai saat ini. Bank X tetap konsisten memfokuskan pelayanan kepada masyarakat kecil, diantaranya dengan memberikan fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil. Pada akhir tahun 2008, Bank X berhasil menyalurkan kreditnya sebesar Rp 161,130 triliun. Pada akhir tahun 2009 meningkat menjadi Rp 205,52 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 12 persen. Sedangkan akhir tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp 250,71 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 10 persen (Kantor Pusat Bank X, 2010).

14 2 Fasilitas kredit yang disediakan oleh Bank X untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang layak adalah Kredit Masyarakat Desa Komersil. Produk Kredit Masyarakat Desa mulai dijalankan di seluruh Bank X unit desa di Indonesia pada tahun Sasaran produk Kredit Masyarakat Desa tidak hanya ditujukan kepada para petani, tetapi juga para pedagang dan usaha kecil yang membutuhkan dana untuk usahanya. Produk Kredit Masyarakat Desa diberikan untuk membiayai keperluan investasi maupun modal kerja dalam rangka peningkatan usaha di semua sektor ekonomi di pedesaan. Di samping itu juga dapat mengurangi kegiatan rentenir. Bank akan dihadapkan pada risiko wanprestasi atau risiko gagal bayar dari nasabahnya ketika bank menggunakan dananya sebagai pinjaman atau bank bertindak sebagai kreditur. Risiko kredit merupakan risiko yang paling signifikan dari semua risiko yang menyebabkan kerugian potensial khususnya di perbankan. Risiko kredit adalah risiko yang terjadi karena kegagalan debitur yang menyebabkan tak terpenuhinya kewajiban untuk membayar hutang sehingga risiko kredit adalah masalah yang harus mendapat perhatian khusus dari Bank X karena setiap rupiah kredit yang tidak dapat dibayarkan akan menimbulkan suatu kredit yang bermasalah. Kredit bermasalah tersebut dapat menurunkan kinerja perbankan dan berpotensi menimbulkan kerugian bagi bank. Kerugian yang akan terjadi dapat diantisipasi dengan manajemen risiko. Manajemen risiko adalah proses sistematik untuk mengelola risiko. Tujuan manajemen risiko bukan menghindari risiko, tetapi mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan risiko. Bank X Bogor merupakan salah satu unit Bank X yang berlokasi di Kabupaten Bogor. Salah satu kegiatannya adalah menyalurkan Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil. Bank X Bogor telah menyalurkan kredit tersebut ke berbagai sektor ekonomi antara lain sektor pertanian, perdagangan, jasa-jasa dan kredit lainnya. Penyaluran produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor pada Desember 2010 adalah sebesar Rp ,00. Namun demikian, penyaluran kredit tersebut menimbulkan sejumlah kredit bermasalah sebesar Rp ,00 atau sebesar 1,94 persen dari total kredit yang disalurkan ke debitur.

15 3 Menurut Peraturan Bank Indonesia, kredit bermasalah pada suatu bank maksimal mencapai 5 persen. Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Bank X Bogor pada Bulan Desember 2010 adalah 1,94 persen. Angka NPL menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya. Pada akhir tahun 2008, NPL produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Bank X Bogor adalah sebesar 2,55 persen dan pada akhir tahun 2009 sebesar 2,29 persen. Meskipun terjadi penurunan NPL, tetapi hal tersebut perlu diwaspadai untuk menghindari risiko yang lebih besar. Apabila identifikasi dan penilaian risiko dapat dilakukan, maka Bank X dapat meningkatkan kinerjanya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, penelitian tentang Analisis Manajemen Risiko Kredit Bermasalah Pada Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Di Bank X Bogor perlu dilakukan. Hal tersebut diharapkan dapat membantu Bank X dalam mengelola risiko kredit di tahun mendatang Rumusan Masalah Bank X Bogor merupakan salah satu unit Bank X yang berada di Kabupaten Bogor di bawah Kantor Cabang Bogor. Bank X memiliki komitmen untuk membantu UMKM dengan menyaluran kredit kepada UMKM yang disebut Kredit Masyarakat Desa Komersil. Penyaluran produk Kredit Masyarakat Desa Komersil kepada debitur dapat menimbulkan adanya risiko kredit. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil bermasalah yang terjadi di Bank X Bogor mencapai 1,94 persen dari total kredit yang disalurkan. Kredit bermasalah di Bank X Bogor mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Namun demikian hal tersebut perlu diwaspadai untuk menghindari risiko yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut, rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakter debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Bank X Bogor? 2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor? 3. Berapa risiko kredit produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang bermasalah di Bank X Bogor? 4. Bagaimana pengelolaan risiko kredit produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor?

16 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakter debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Bank X Bogor. 2. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kredit bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor. 3. Menganalisis risiko kredit produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang bermasalah di Bank X Bogor. 4. Menganalisis pengelolaan risiko kredit produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor Manfaat Penelitian Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Perbankan Manfaat bagi Bank X Bogor yaitu sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam strategi manajemen risiko produk Kredit Masyarakat Desa Komersil kepada para debitur/calon debitur khususnya UMKM. 2. Bagi Peneliti Manfaat bagi peneliti yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya manajemen risiko dan wawasan tentang manajemen risiko kredit produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji kredit yang diberikan oleh Bank X Bogor yang bersifat membantu usaha baik untuk menambah modal kerja maupun untuk investasi atau disebut produk Kredit Masyarakat Desa Komersil. Data keuangan yang digunakan adalah laporan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil per Desember tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 yang mencakup laporan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil per sektor dan laporan perkembangan unit Bank X Bogor. Data tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kredit bermasalah pada Bank X Bogor. Kredit bermasalah yang dimaksud adalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang memiliki kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet.

17 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian, Unsur Kredit, dan Jenis Kredit Pengertian Kredit Kata kredit berasal dari bahasa Yunani, Credete yang berarti kepercayaan atau dalam bahasa Latin disebut Creditum yang berarti kepercayaaan akan kebenaran. Dalam Ensiklopedia Umum, kredit dijelaskan sebagai sistem keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai dengan harapan akan mendapat keuntungan. Kredit diberikan berdasarkan kepercayaan orang lain yang memberikannya terhadap kecakapan dan kejujuran si peminjam. Menurut Undang Undang RI No 7 tahun 1992, pengertian baku tentang kredit seperti tercantum dalam pasal 1 butir 12 adalah penyediaan atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan Unsur-Unsur Kredit Kasmir (2004), mengemukakan unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut: 1. Kepercayaan Kepercayaan yaitu suatu keyakinan bagi si pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (baik berupa uang, jasa atau barang) akan benarbenar diterimanya kembali di masa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit. 2. Kesepakatan Disamping unsur percaya didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara pemberi kredit dengan penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

18 6 3. Jangka waktu Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu. Jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek (di bawah 1 tahun), jangka menengah (1 sampai 3 tahun) atau jangka panjang (di atas 3 tahun). Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan. 4. Risiko Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit akan memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu kredit. Semakin panjang suatu jangka waktu kredit, maka semakin besar risikonya, demikian pula sebaliknya. 5. Balas Jasa Bagi bank balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit. Dalam bank, balas jasa kita kenal dengan nama bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga membebankan kepada nasabah biaya administrasi kredit yang juga merupakan keuntungan bagi bank Jenis-Jenis Kredit Menurut Bank Indonesia, kredit berdasarkan plafon kredit dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Kredit usaha mikro, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit sampai dengan Rp. 50 juta. 2. Kredit usaha kecil, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta. 3. Kredit usaha menengah, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit Rp. 500 juta sampai dengan Rp. 5 milyar. 4. Kredit usaha besar, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit lebih dari Rp. 5 milyar.

19 7 Jenis kredit berdasarkan tujuan penggunaan oleh calon debitur yaitu : 1. Digunakan untuk pembelian barang modal atau perluasan usaha. 2. Digunakan untuk menambah modal kerja usaha. 3. Digunakan untuk keperluan konsumsi. 4. Kredit Pertanian. 5. Kredit Perdagangan. 6. Kredit Industri. 7. Kredit Konstruksi. 8. Kredit Profesi Penggolongan kredit Bank Umum Indonesia menurut Ilmu Manajemen Kredit Bank, yaitu: 1. Berdasarkan penggunaan kredit: kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi. 2. Berdasarkan sektor usaha: pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, jasa dan lain-lain. 3. Berdasarkan bank penyalur: bank persero, bank umum swasta nasional, dan Bank Pembangunan Daerah. 4. Berdasarkan denominasi mata uang: Rupiah dan valuta asing. Kredit berdasarkan jangka waktu kredit dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Kredit jangka pendek merupakan kredit yang jangka waktu pembayarannya maksimal satu tahun. 2. Kredit jangka menengah merupakan kredit yang jangka waktu pembayarannya antara satu sampai dengan tiga tahun. Kredit jenis ini biasanya berupa kredit modal kerja dan kredit investasi yang tidak terlalu besar. 3. Kredit jangka panjang merupakan kredit yang jangka waktu pembayarannya lebih dari tiga tahun. Kredit jenis ini biasanya digunakan untuk membeli mesin, pabrik, dan peralatan atau keperluan untuk investasi.

20 Kolektibilitas Kredit Penetapan kolektibilitas kredit berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/9/PBI/2009 tentang Kualitas Aktiva Produktif (KAP) adalah: 1. Lancar (L) Kredit yang tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga tidak lebih dari tiga kali angsuran dan kredit belum jatuh tempo. 2. Kurang Lancar (KL) Kredit yang terdapat tunggakan pokok dan atau bunga lebih dari tiga kali angsuran tetapi tidak lebih dari enam kali angsuran; kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari satu bulan. 3. Diragukan (D) Kredit yang terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari enam kali angsuran tetapi tidak lebih dari 12 kali angsuran; kredit telah jatuh tempo lebih dari satu bulan tetapi tidak lebih dari dua bulan. 4. Macet ( M ) Kredit yang terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 12 kali angsuran; kredit telah jatuh tempo lebih dari dua bulan; kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara (BUPN); kredit telah diajukan pengganti ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit Pengertian Kedit Bermasalah Kredit bermasalah adalah semua kredit yang memiliki risiko tinggi karena debitur telah gagal/menghadapi masalah dalam memenuhi kewajiban yang telah ditentukan. Kemacetan kredit pada umumnya disebabkan oleh kesulitan kesulitan keuangan, baik yang disebabkan oleh faktor internal (manajemen) maupun faktor eksternal (Djumhana, 2000). Menurut Dendawijaya (2004), kredit tidak bermasalah dapat berubah menjadi kredit bermasalah karena beberapa faktor, yaitu:

21 9 1. Faktor eksternal a. Keadaan ekonomi secara makro. b. Kenaikan kurs US $ terhadap Rupiah yang menaikkan harga pokok produk atau jasa. c. Peraturan yang ketat dalam suatu sektor ekonomi. d. Peraturan atau kebijakan pemerintah. 2. Faktor internal perusahaan (debitur bank) a. Mismanagement dalam perusahaan nasabah. b. Kesulitan keuangan dalam mengembangkan usaha. c. Kesalahan dalam produksi. d. Kesalahan dalam strategi pemasaran. e. Sengketa antar pemilik atau antar pemilik dengan direksi. 3. Faktor internal bank yang memberikan kredit a. Mark up yang dilakukan dengan sengaja. b. Studi kelayakan yang dibuat supaya proyek sangat layak. c. Kolusi antar staf bank dan nasabah. d. Kurang ketatnya monitoring kredit atau supervisi bank. e. Surat sakti dari pemilik atau adanya korupsi kolusi dan nepotisme dengan elit politik. f. Kesalahan dalam memilih sektor industri nasabah. Angka kredit bemasalah yang tinggi tidak hanya akan merugikan pihak bank, tetapi juga menimbulkan kerugian para pemilik dana yang sebagian besar merupakan anggota masyarakat. Kasmir (2004) mengungkapkan kemacetan suatu fasilitas kredit disebabkan oleh dua faktor, yaitu: 1. Adanya unsur kesengajaan, artinya nasabah sengaja tidak mau membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan dengan sendirinya macet. 2. Adanya ketidaksengajaan, artinya nasabah memiliki kemauan untuk membayar tetapi tidak mampu dikarenakan usaha yang dibiayai terkena musibah.

22 Konsep Risiko Menurut Ghozali (2007), risiko sering diartikan sebagai ketidakpastian (uncertainty). Risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Risiko dapat didefinisikan sebagai volatilitas outcome yang umumnya berupa nilai dari suatu hutang atau aktiva. Definisi risiko yang tepat dilihat dari sudut pandang bank adalah exposure terhadap ketidakpastian pendapatan. Risiko bank adalah keterbukaan terhadap kemungkinan rugi (exposure to the change of loss). Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI), risiko bisnis bank adalah risiko yang berkaitan dengan pengelolaan usaha bank sebagai perantaraan keuangan. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated), yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko yang timbul dalam usaha bank yang dikelola melalui manajemen risiko diuraikan dalam Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 adalah sebagai berikut: 1. Risiko Kredit (Credit Risk) Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat pihak lawan (counterparty) gagal memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti perkreditan (penyediaan dana), treasury dan investasi, dan pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam banking book maupun trading book. 2. Risiko Pasar (Market Risk) Risiko pasar merupakan risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank (adverse movement). Variabel pasar adalah suku bunga dan nilai tukar, termasuk deviasi dari kedua jenis risiko pasar tersebut yaitu perubahan harga option. 3. Risiko Suku Bunga (Interest Rate Risk) Risiko suku bunga adalah potensi kerugian akibat pergerakan suku bunga di pasar yang berlawanan dengan posisi atau transaksi bank yang mengandung risiko suku bunga.

23 11 4. Risiko Nilai Tukar (Foreign Exchange Risk) Risiko nilai tukar adalah risiko kerugian akibat pergerakan yang berlawanan dari nilai tukar pada saat bank memiliki posisi terbuka. 5. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) Risiko likuiditas adalah risiko yang disebabkan karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Risiko likuiditas dapat dikategorikan sebagai risiko likuiditas pasar dan risiko likuiditas pendanaan. 6. Risiko Operasional (Operational Risk) Risiko operasional adalah risiko yang disebabkan ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem atau adanya masalah eksternal yang mempengaruhi operasional bank. 7. Risiko Reputasi (Reputation Risk) Risiko reputasi adalah risiko yang disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank. 8. Risiko Strategik (Strategic Risk) Risiko strategik adalah risiko yang disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsif Risiko Kredit Menurut Sutoyo (1994), bank menghadapi suatu risiko ketika menyalurkan kreditnya yang disebut risiko kredit. Risiko kredit merupakan suatu masalah besar bagi dunia perbankan dan lembaga keuangan pada umumnya. Risiko kredit adalah bahwa debitur secara kredit tidak dapat membayar utang maupun angsuran serta memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan, atau menurunkan kualitas debitur sehingga persepsi tentang kemungkinan gagal bayar semakin tinggi. Risiko kredit dapat timbul baik dari kinerja nasabah maupun faktor dari luar nasabah. Hal ini dapat dijelaskan pada Gambar 1.

24 12 Kebangkrutan nasabah Gagal bayar Kesulitan nasabah keuangan Potensi gagal bayar Ambang batas kriteria kesehatan tidak dipenuhi Penurunan kinerja nasabah Penurunan peringkat nasabah Pelanggaran kontrak Kelemahan kontrak kredit Potensi pelanggaran kontrak Gambar 1. Kerangka risiko kredit (Sutoyo, 1994) Menurut Djohanputro (2004), risiko kredit merupakan suatu risiko kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan (gagal bayar) dari debitur atas kewajiban pembayaran utangnya baik utang pokok maupun bunganya ataupun keduanya. Debitur akan menawarkan biaya/keuntungan dari suatu pinjaman berdasarkan dari risiko dan suku bunga yang dikenakan, namun suku bunga ini bukan hanya satu-satunya metode kompensasi untuk risiko yang dihadapi. Perlindungan tambahan dalam bentuk pembatasan sebagaimana diatur dalam perjanjian kredit memungkinkan dilakukannya pengawasan oleh pemberi pinjaman atas peminjam yaitu misalnya dalam bentuk : 1. Pembatasan terhadap debitur atas tindakan-tindakan yang dapat mempengaruhi keuangan debitur misalnya melakukan pembelian kembali saham, melakukan pembayaran deviden, atau melakukan peminjaman baru. 2. Kewenangan untuk melakukan pengawasan atas utang dengan cara mensyaratkan adanya audit dan laporan keuangan bulanan. 3. Hak kepada kreditur untuk meminta pelunasan seketika atas utang yang diberikannya apabila terjadi suatu peristiwa khusus ataupun apabila rasio keuangan seperti utang/ekuiti menurun. Secara garis besar, risiko kredit dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu risiko default, risiko exposure, dan risiko recovery.

25 13 1. Risiko Default Ukuran risiko default adalah probabilitas terjadinya gagal bayar pada periode tertentu. Probibilitas mengukur gagal bayar. Perusahaan dapat dengan melakukan pemeringkatan (rating). 2. Risiko Exposure Risiko exposure merupakan risiko yang melekat pada besarnya kredit yang menghadapi risiko gagal bayar. Bagi perbankan, kredit merupakan komitmen dalam bentuk line of credit. Bagi perusahaan perdagangan, besarnya transaksi secara kredit merupakan besarnya exposure. Jenis-jenis status kredit yang berimplikasi terhadap besarnya exposure yaitu: a. Kesepakan transaksi yang dapat dikembalikan, perusahaan dapat membatalkan transaksi tanpa menunggu kesepakatan dari konsumen. b. Kesepakatan bersifat irrevocable artinya perusahaan tidak dapat membatalkan kesepakatan secara sepihak kecuali berdasarkan kesepakatan kedua pihak. c. Status transaksi dan kredit dalam kondisi ketidakpastian. Hal ini terjadi apabila konsumen sudah mentransfer pembayaran sedangkan perusahaan belum menerima pembayaran tersebut. d. Status terselesaikan (settled). Hal ini terjadi apabila uang pembayaran telah masuk ke rekening perusahaan. e. Status gagal (failed). Hal ini terjadi pada saat ditetapkan, ternyata konsumen gagal bayar. 3. Risiko Recovery Risiko recovery berkaitan dengan terjadinya gagal bayar dari konsumen. Tingkat recovery adalah sejauh mana perusahaan dapat tetap mengupayakan agar nilai kredit dengan status gagal bayar tersebut dapat diupayakan berapapun nilai nominal yang dapat diperoleh. Semakin kecil kemungkinan perolehan dari kredit macet, semakin besar risiko recovery. Risiko recovery dinyatakan dalam bentuk persentase kemungkinan gagal bayar dari kredit macet. Risiko-risiko yang merupakan bagian dari risiko recovery yaitu:

26 14 a. Risiko Jaminan Risiko jaminan terkait dengan kejelasan status hukum jaminan fluktuasi nilai likuidasi jaminan dan kemudahan eksekusi. b. Risiko Jaminan Pihak Ketiga Selain jaminan dalam bentuk asset, ada jaminan berupa kepercayaan. Jaminan ini memiliki kegagalan eksekusi yang sangat tinggi. c. Risiko Hukum Risiko hukum berkaitan dengan kemungkinan mengubah kontrak dan status pinjaman untuk mengakomodasi kepentingan dan kemampuan perusahaan dan debitur. Perubahan kontrak berupa penjadwalan ulang pinjaman, pemotongan pinjaman, dan penukaran pinjaman menjadi setoran modal. Kegagalan untuk melakukan renegosiasi menyebabkan tindakan hukum harus ditempuh. Untuk mengantisipasi terjadinya risiko kredit, bank melakukan analisa kelayakan kredit terhadap calon debiturnya dengan menggunakan prinsip 5C. Menurut Djohanputro (2004), analisi kredit berdasarkan prinsip 5C meliputi: 1. Character Character (karakter) berkaitan dengan perilaku debitur atau pembeli secara kredit mengenai keinginan untuk membayar dan memenuhi kewajiban. Perusahaan menggunakan data masa lalu mengenai track record calon debitur. Karakter dapat dikaitkan dengan pelanggaran moral (moral hazard) yaitu kecenderungan seseorang dengan sengaja menyimpangkan wewenang dan kemampuan untuk kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang lain dan menggunakan kemampuan atau kekayaan orang lain. 2. Capacity Capacity (kapasitas) menunjukkan kemampuan calon debitur atau pembeli secara kredit untuk membayar kewajiban pinjam meminjam. Potensi pembayaran kewajiban debitur dapat dilihat dari laporan keuangan historis dan kinerja berupa performa arus kas, neraca, dan laba rugi, rasio lancar dan rasio kas dapat menunjukkan kemampuan pemenuhan kewajiban.

27 15 3. Capital Capital (modal) digunakan untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank. Modal dapat ditunjukkan oleh perbandingan antara pinjaman dan modal sendiri (ekuitas). 4. Collateral Collateral (jaminan) merupakan piranti pengaman pinjaman yang terakhir. Jaminan akan dieksekusi apabila debitur atau pembeli secara kredit menyatakan tidak dapat membayar dan pinjaman tidak mungkin direstrukturisasi. Perusahaan kreditur perlu memperhatikan prinsip kehatihatian dalam menetapkan kredit karena faktor status hukum jaminan, nilai jaminan terhadap kewajiban, kemudahan likuidasi jaminan. 5. Condition Condition (kondisi) mengacu kepada kondisi eksternal perusahaan yang mempengaruhi kelangsungan perusahaan. Kondisi perusahaan berupa kondisi makro (ekonomi, politik, selera konsumen, dan lingkungan) dan intervensi pihak berkepentingan (stakeholders) Manajemen Risiko Tampubolon (2004) mendefinisikan manajemen risiko sebagai sebuah disiplin pengelolaan yang tujuannya adalah memproteksi aset dan laba sebuah organisasi dengan mengurangi potensi kerugian sebelum hal tersebut terjadi, dan pembiayaan melalui asuransi atau cara lain atas kemungkinan rugi besar karena bencana alam, keteledoran manusia, atau karena keputusan pengadilan. Dalam prakteknya, proses ini mencakup langkah-langkah logis seperti pengidentifikasian risiko, pengukuran dan penilaian atas ancaman (exposures) yang telah diidentifikasi, pengendalian ancaman tersebut melalui eliminasi atau pengurangan, dan pembiayaan ancaman yang tersisa agar apabila kerugian tetap terjadi, organisasi dapat terus menjalankan usahanya tanpa terganggu stabilitas keuangannya. Menurut Djohanpotro (2004), siklus manajemen risiko terdiri dari lima tahap seperti yang terlihat pada Gambar 2.

28 16 Evaluasi pihak yang berkepentingan Identifikasi risiko Pengawasan dan pengendalian risiko Pengukuran risiko Model pengelolaan risiko Pemetaan risiko Gambar 2. Siklus manajemen risiko (Djohanputro, 2004) Tahap 1. Identifikasi Risiko Tahap ini mengidentifikasi hal yang dihadapi oleh perusahaan. Langkah pertama dalam mengidentifikasi risiko adalah melakukan analisis pihak yang berkepentingan (stakeholders). Langkah kedua dapat menggunakan 7S dari McKenzie yaitu: Shared value, Strategy, Structure, Staff, Skill, System, dan Style. Tahap 2. Pengukuran Risiko Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu faktor kuantitatif dan kualitatif. Kuantitas risiko menyangkut berapa banyak nilai atau eksposur yang rentan terhadap risiko, sedangkan kualitatif menyangkut kemungkinan suatu risiko muncul, semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi maka semakin tinggi pula risikonya. Tahap 3. Pemetaan Risiko Pemetaan risiko ditujukan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan kepentingan bagi perusahaan. Adanya prioritas dikarenakan perusahaan memiliki keterbatasan dalam sumber daya manusia dan jumlah uang sehingga perusahaan perlu menetapkan mana yang perlu dihadapi terlebih dahulu dan mana yang dinomor duakan dan mana yang perlu diabaikan. Selain itu, prioritas juga ditetapkan karena tidak semua risiko memiliki dampak pada tujuan perusahaan.

29 17 Tahap 4. Model Pengelolaan Risiko Model pengelolaan risiko terdapat beberapa macam diantaranya model pengelolaan risiko secara konvensional, penetapan model risiko, struktur organisasi pengelolaan, dan lain-lain. Tahap 5. Monitor dan Pengendalian Monitor dan pengendalian penting karena: a. Manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana. b. Manajemen juga perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko cukup efektif. c. Monitor dan pengendalian bertujuan untuk memantau perkembangan terhadap kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil risiko. Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta risiko yang otomatis pada perubahan prioritas risiko. Bank Indonesia mendefinisikan manajemen risiko sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul akibat kerugian usaha bank. Fungsi kontrol merupakan salah satu hal penting dalam operasional perbankan, karena itulah BI meluncurkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Bessis (1998) menyatakan manajemen risiko kredit mencakup dua hal, yaitu risiko proses putusan kredit, sebelum putusan dibuat sampai menindaklanjuti komitmen kredit, ditambah risiko pemantauan dan proses laporan. Selanjutnya diperlukan pengukuran dari risiko kredit, antara lain menggunakan limit systems and credit screening, risk quality and ratings, serta credit enhancement. Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia, dinyatakan bahwa proses manajemen risiko bank sekurang-kurangnya mencakup pendekatan pengukuran dan penilaian risiko, struktur limit dan pedoman serta parameter pengelolaan risiko, sistem informasi manajemen dan pelaporannya, serta evaluasi dan kaji ulang manajemen. Bank perlu melakukan manajemen terhadap risiko kredit yang melekat pada seluruh portofolio, yaitu dengan mengidentifikasi, mengukur,

30 18 memonitor, mengontrol risiko kredit, serta memastikan modal yang tersedia cukup, dan dapat diperoleh kompensasi yang sesuai atas risiko yang timbul Value at Risk (VaR) Value at Risk (VaR) merupakan inti dari Internal Rating Based Approach (IRB) yang memberikan keleluasaan bagi bank untuk menggunakan formulasinya sendiri dan mengembangkan model sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam mengukur risiko kredit. VaR merupakan sebuah konsep yang digunakan dalam pengukuran risiko dalam manajemen risiko. Secara sederhana VaR menjawab pertanyaan seberapa besar (dalam persen atau sejumlah uang tertentu) investor dapat merugi selama waktu investasi T dengan tingkat kepercayaan sebesar α. Inti dari VaR adalah volatilitas. Volatilitas adalah keragaman perubahan faktor risiko. Secara statistik volatilitas sama dengan simpangan baku (Jorion, 2001) Pengukuran suatu risiko dengan menggunakan VaR dilakukan secara kuantitatif dengan memperkirakan potensi maksimum kerugian yang mungkin terjadi dengan suatu tingkat keyakinan tertentu. Penilaian risiko ini menggunakan data masa lalu dengan cara melakukan pengukuran tehadap volatilitas nilai di masa lalu. Dalam perhitungan terhadap nilai risiko di masa yang akan datang tidak bisa memastikan dengan pasti potensi kerugian yang akan terjadi. Oleh sebab itu, nilai peluang selalu mengikuti hasilnya. Transparansi VaR akan semakin baik karena VaR secara konsisten mengukur pengaruh dari hedging terhadap seluruh total risiko. VaR memberikan penekanan pada keseluruhan risiko dibandingkan dengan pengukuran tradisional yang lebih menekankan pada risiko per transaksi individual (Jorion, 2001). VaR terdiri dari: 1. Perhitungan VaR dengan metode credit metrics Credit metrics adalah suatu kerangka VaR yang diaplikasikan untuk penilaian risiko aset yang tidak diperdagangkan seperti pinjaman. Metode ini didasarkan pada konsep rata-rata dan simpangan baku terboboti. Dalam prosesnya memerlukan credit rating (peringkat rating) dan matriks migrasi. 2. Peringkat kredit Dalam perhitungan VaR kredit dengan metode credit metrics perlu dilakukan pemeringkatan kredit terlebih dahulu. Peringkat tersebut didasarkan atas peringkat yang telah dilakukan oleh rating agencies. Dalam penelitian ini

31 19 tidak menggunakan rating eksternal, sehingga sebagai pengganti peringkat tersebut diperlukan kolektibilitas debitur berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh BI. 3. Matriks migrasi Matriks migrasi sama dengan matriks transisi. Peluang migrasi atau perpindahan dari suatu kelas peringkat (kolektibilitas) tertentu ke kelas peringkat yang lain dinamakan matriks transisi. Matriks transisi ini dapat diartikan juga sebagai proporsi perpindahan kolektibilitas dari satu bulan ke bulan lainnya. Matriks migrasi diasumsikan stasioner (stabil). Penentuan matriks migrasi dalam penelitian ini menggunakan kolektibilitas debitur. Hal ini disesuaikan dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dimana menetapkan bahwa KAP dalam bentuk kredit ditetapkan dalam empat golongan, yaitu L, KL, D, dan M. Bentuk matriks transisi adalah sebagai berikut: L KL D M L P 11 P 12 P 13 P 14 KL P 21 P 22 P 23 P 24 D P 31 P 32 P 33 P 34 M P 41 P 42 P 43 P 44 Keterangan: a. P 11 adalah peluang kredit dengan peringkat 1 (kolektibilitas lancar) tetap berada pada peringkat 1 (kolektibilitas lancar) b. P 12 adalah peluang kredit dengan peringkat 1 menjadi berada pada peringkat 2 (kolektibilitas kurang lancar) dan seterusnya c. L, KL, D, dan M adalah kolektibilitas lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Rahminta (2009) tentang Risiko Kredit di PD BPR BKK Pati Kota Kantor Kas Margoyoso menunjukkan bahwa kredit disalurkan kepada nasabah di beberapa sektor ekonomi antara lain pada sektor pertanian, perdagangan, dan sektor lainnya. Kredit yang disalurkan PD BPR BKK Pati Kantor Kas Margoyoso pada tahun 2008 mengalami kredit bermasalah

32 20 dengan nilai NPL 26,53 persen. Nilai tersebut merupakan nilai yang sangat tinggi karena batas maksimal kredit bermasalah yang ditetapkan BI adalah 5 persen. Dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan analisis VaR didapatkan kerugian maksimum yang dihadapi PD BPR BKK Pati Kota Kantor Kas Margoyoso per Desember 2008 dengan tingkat keyakinan 95 persen sebesar Rp ,56 atau 21,05 persen dari total baki debet per Desember Sedangkan dengan tingkat keyakinan 99 persen kemungkinan kerugian maksimum yang dialami sebesar Rp ,74 atau sebesar 29,72 persen dari total baki debet per Desember Setiawati (2005) melakukan penelitian tentang VaR Kredit Mikro pada Bank X, dimana nilai kolektibilitas yang mengalami penurunan sehingga menyebabkan bank mengalami kerugian. Kemungkinan kerugian atau risiko terbesar yang dihadapi Bank X pada kredit mikro dengan adanya pergeseran kolektibilitas atau kualitas kredit ditentukan dengan pendekatan internal menggunakan VaR. Hasil yang didapat sesuai dengan tingkat keyakinan 95 persen adalah sebesar Rp Nilai kerugian tersebut adalah sebesar 52,99 persen dari total baki debet pinjaman, sedangkan dengan tingkat keyakinan 99 persen kemungkinan terjadinya kerugian terbesar kredit mikro pada bulan Juni 2005 adalah sebesar Rp yaitu sebesar persen dari total baki debet. Penelitian yang dilakukan oleh Panggabean (2005) tentang Creditrisk pada BMT Prima Dinar Cabang Tawangmangu Jawa Tengah menunjukkan bahwa kredit yang diterima oleh pengusaha kecil membantu dalam mengembangkan suatu usaha melalui peningkatan modal. Metode Creditrisk digunakan untuk memperkirakan potensi risiko yang terjadi untuk satu bulan selanjutnya. Jika dilihat dari karakter usaha dan ciri usaha, UMKM adalah usaha yang memiliki risiko kredit atau peluang menunggak paling kecil. Tetapi BMT Prima Dinar tetap berusaha fokus pada manajemen risiko kredit sehingga dapat meminimalisir kerugian yang terjadi.

33 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil adalah kredit yang bersifat umum, individu, selektif, dan berbunga wajar untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang layak (eligible). Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil sebagai kredit dengan skala kecil mempunyai prosedur yang relatif mudah dan sederhana. Namun dalam penyalurannya perlu pemahaman secara tepat dari pejabat kredit lini. Target pasar Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil adalah pengusaha kecil, usaha rumah tangga, dan golongan berpenghasilan tetap. Karakteristik usaha kecil dan usaha rumah tangga tersebut antara lain mempunyai banyak kegiatan, tidak terorganisasi, catatan keuangan tidak lengkap dan tidak sesuai dengan standar akuntansi yang baku, serta tidak berbadan usaha. Selain itu, karakteristik lainnya adalah wilayah usaha berada pada suatu daerah geografis atau lokasi tertentu yang berdasarkan analisis serta evaluasi dipilih sebagai target pemasaran dan berdasarkan perhitungan ekonomis usahanya layak dibiayai dan dapat memberikan keuntungan bagi Bank X Unit. Penelitian difokuskan pada produk Kredit Masyarakat Desa yaitu produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang diberikan kepada pengusaha UMKM baik untuk menambah modal kerja maupun untuk investasi. Tiap Rupiah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang diberikan tentu mengandung risiko. Risiko yang terjadi adalah risiko gagal bayar yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah. Bank X Bogor merupakan salah satu Bank X Unit yang berada di Kabupaten Bogor yang memiliki kredit bemasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil sebesar 1,94 persen pada tahun Oleh sebab itu, Bank X Bogor harus melakukan pengelolaan kredit secara tepat untuk dapat meminimalisir angka tersebut di tahun mendatang. Penerapan manajemen risiko yang baik dan benar diawali dengan mengidentifikasi risiko. Setelah dilakukan identifikasi risiko secara akurat, selanjutnya bank melakukan pengukuran risiko. Pengukuran risiko kredit dimaksudkan agar bank mampu menghitung eksposur kredit yang melekat dalam

34 22 melaksanakan kegiatan usahanya. Pengukuran risiko merupakan salah satu cara dalam pengelolaan risiko sehingga dapat menentukan prosedur penanganan risiko. Pengukuran risiko dilakukan dengan VaR sehingga Bank X Bogor mengetahui potensi maksimum kerugian yang mungkin terjadi. Metode VaR digunakan karena metode ini memiliki konsep yang sederhana namun dapat menjelaskan dan menunjukkan kerugian maksimum yang dialami bank untuk periode satu tahun. Bank X Bogor menyalurkan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil pada UMKM untuk membantu UMKM dalam hal pengembangan usahanya. Pada tahun 2010, NPL produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor adalah 1,94 persen. Angka tersebut cukup tinggi sehingga identifikasi risiko kredit perlu dilakukan untuk menganalisa penyebab terjadinya risiko kredit dan mengetahui berapa kerugian yang terjadi. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisa agar Bank X dapat menentukan pengelolaan risiko kredit dengan baik untuk menghindari risiko kredit yang lebih besar di tahun mendatang. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3. Bank X Bogor Produk Kredit Masyarakat Desa Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Komersil NPL Tinggi (1,94 persen) Sehingga Harus Dikelola Identifikasi Risiko Kredit Karakteristik Debitur Bermasalah Produk Kredit Masyarakat Desa Penyebab Terjadinya Risiko Kredit Bermasalah Produk Kredit Masyarakat Desa Pengukuran Risiko Kredit Produk Kredit Masyarakat Desa Pengelolaan Risiko Kredit Risiko Kredit yang lebih besar dapat dihindari Gambar 3. Kerangka pemikiran

35 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian terdiri dari: 1. Pra penelitian berupa observasi lapang dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di Bank X Bogor tentang kredit yang disalurkan. Pada tahap ini dilakukan pendekatan umum terhadap profil kredit yang disalurkan. 2. Perumusan masalah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan, penentuan sasaran yang akan dicapai, dan batasan-batasan dalam analisis risiko kredit. 3. Mengidentifikasi jenis produk Kredit Masyarakat Desa Komersil untuk menganalisa jumlah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang disalurkan dan jumlah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil bermasalah. 4. Rancangan pengumpulan data. Data primer diperoleh dari hasil kuisioner dan wawancara dengan pihak bank dan debitur. Data sekunder diperoleh dari laporan bulanan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil pada tahun Pengumpulan data primer dan data sekunder. Data yang dikumpulkan adalah profil produk Kredit Masyarakat Desa Komersil, karakteristik debitur produk Kredit Masyarakat Desa Komersil, dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah. 6. Input data hasil wawancara, kuisioner, dan laporan bulanan Bank X tahun Pengolahan data secara deskriptif untuk mengetahui penyebab terjadinya risiko kredit. 8. Menghitung risiko produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang terjadi menggunakan VaR dengan metode credit metric. Credit metrics adalah suatu kerangka VaR yang diaplikasikan untuk penilaian risiko aset yang tidak diperdagangkan seperti pinjaman. Dalam prosesnya memerlukan credit rating (peringkat rating) dan matriks migrasi. 9. Menganalisis risiko kredit yang terjadi di Bank X Bogor. 10. Penyusunan pengelolaan risiko produk Kredit Masyarakat Desa Komersil bermasalah untuk mengurangi terjadinya risiko kredit.

36 Kesimpulan dan Saran. Disimpulkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya risiko kredit dan besarnya risiko kredit yang terjadi sehingga dapat diberikan saran bagaimana mengelola risiko kredit tersebut. Tahapan penelitian dapat dilihat dalam Gambar 4. Studi Pustaka Pra Survey Penelitian ke Bank X Perumusan Masalah Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah? Berapa risiko Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil komersil yang terjadi? Bagaimana pengelolaan risiko Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil? Tujuan Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kredit bermasalah. Menganalisis risiko Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil komersil yang terjadi. Menganalisis pengelolaan risiko Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil. Rancangan Pengumpulan Data: 1. Data Primer 2. Data Sekunder -Kuisioner - Profil Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil -Wawancara - Karakteristik Debitur Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil - Nilai Kredit yang Disalurkan Tahun 2010 Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder Wawancara: Wawancara dengan Pihak Bank Wawancara dengan Debitur Produk Kredit Masyarakat Desa Bermasalah Kuisioner : Kuisioner untuk Bank X Kuisioner untuk debitur Produk Kredit Masyarakat Desa Bermasalah (Sensus) Laporan Bulanan Laporan Posisi Kredit Tahun 2010 Data Debitur per bulan Tahun 2010 Outstanding/baki debet kredit per Des 2010 tidak Memadai? Input Data ya Pengolahan Data Analisis Deskriptif hasil kuisioner dan wawancara Penghitungan Risiko Kredit dengan Metode VaR Analisis Data Pengelolaan Risiko Kredit Kesimpulan dan Saran Gambar 4. Diagram alir penelitian

37 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama Bulan Desember 2010 sampai Juni 2011 di Bank X Bogor yang terletak di Jalan Raya Cibungbulang, Bogor, Jawa Barat Jenis Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan debitur atau nasabah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dengan bantuan kuisioner. Selain itu dilakukan wawancara dengan pihak manajemen Bank X Bogor. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia. Data sekunder bersumber dari data yang terkait debitur UMKM dan laporan kredit Bank X Bogor pada tahun 2010, data-data dari lembaga terkait seperti BPS, BI, dan sebagainya serta studi pustaka dan literatur-literatur yang bersangkutan. Metode pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan, penyebaran kuisioner, wawancara baik dengan debitur maupun dengan pihak manajemen bagian kredit Bank X Bogor, dan studi literatur yang berkaitan dengan risiko kredit di Bank X Bogor.

38 26 Tabel 1. Jenis kebutuhan data, metode pengumpulan data dan analisis data No Tujuan Penelitian Jenis Data Data yang 1 Mengidentifikasi karakter debitur bermasalah Bank X Bogor. dibutuhkan - Primer -Data individu Debitur -Data usaha debitur Metode - Kuisioner - Wawancara Analisis Data -Analisis Deskriptif -Analisis Kuantitatif 2 Menganalisis faktorfaktor yang menyebabkan kredit bermasalah di Bank X Bogor. - Primer Data debitur yang mengalami kredit bermasalah Wawancara -Analisis Deskriptif -Analisis Kuantitatif 3 Menganalisis risiko Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang terjadi di Bank X Bogor. - Primer - Sekunder - Outstanding / baki debet Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil - Persentase NPL - Wawancara - Observasi lapangan - Analisis Deskriptif - Metode VaR 4 Menganalisis pengelolaan risiko Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor. - Primer - Sekunder - Data jumlah kredit yang bermasalah - Dokumen dari perusahaan - Wawancara - Studi Literatur Analisis deskriptif 3.5 Teknik Pengambilan Data Primer Penelitian ini dilakukan dengan metode sensus, artinya seluruh populasi debitur kredit bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa menjadi responden. Responden berjumlah 50 orang debitur produk Kredit Masyarakat Desa Komersil bermasalah tahun Responden tersebut terdiri dari penunggak yang masih dapat mengangsur dan yang tidak dapat mengangsur produk Kredit Masyarakat Desa Komersil. Kelompok debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang masih dapat mengangsur adalah debitur yang tidak tepat waktu dalam melakukan pembayaran kredit namun mereka masih melakukan pembayaran atas pinjamannya. Sedangkan kelompok debitur bermasalah yang tidak dapat mengangsur Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil adalah debitur yang sama sekali tidak lagi membayar pinjamannya ke Bank X karena berbagai alasan.

39 Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis data berupa analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui prosedur pengelolaan kredit bermasalah dan perkembangan kolektibilitas kredit sehingga mudah untuk dipresentasikan. Penilaian menggunakan data per Desember Dalam perhitungan terhadap nilai risiko di masa yang akan datang tidak bisa memastikan dengan pasti potensi kerugian yang akan terjadi. Oleh sebab itu, peluang selalu mengikut hasilnya Value at Risk (VaR) Salah satu alat analisis yang digunakan untuk menghitung risiko kredit adalah VaR. VaR dapat mengetahui berapa jumlah risiko maksimum yang akan dialami bank. Tahap menghitung VaR adalah sebagai berikut: 1. Menentukan matriks transisi bulanan Matriks transisi bulanan merupakan rating debitur baik, meningkat, menutun atau tetap (perubahan dari migrasi kualitas kredit pada suatu periode waktu tertentu). Matriks transisi ini berukuran 4 x 4 karena jumlah kelas (grade) dalam credit rating system ada empat yaitu lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet. 2. Menentukan matriks migrasi unconditional Matriks migrasi unconditional adalah proporsi perpindahan kolektibilitas satu bulan ke bulan berikutnya. Bentuk matriks ini sama dengan matriks transisi. L KL D M L P 11 P 12 P 13 P 14 KL P 21 P 22 P 23 P 24 D P 31 P 32 P 33 P 34 M P 41 P 42 P 43 P 44 Baris ke satu pada matriks di atas merupakan peluang untuk menghitung VaR pada kolektibilitas lancar. Baris ke dua merupakan

40 28 peluang untuk menghitung VaR pada kolektibilitas kurang lancar, dan seterusnya. Keterangan: a. P 11 adalah peluang kredit dengan peringkat 1 (kolektibilitas lancar) tetap berada pada peringkat 1 (kolektibilitas lancar). b. P 12 adalah peluang kredit dengan peringkat 1 (kolektibilitas lancar) menjadi berada pada peringkat 2 (kolektibilitas kurang lancar) dan seterusnya. c. L, KL, D, dan M adalah kolektibilitas lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet. 3. Menghitung rata-rata nilai baki debet Rata-rata nilai ini merupakan jumlah dari hasil perkalian antara peluang migrasi ke peringkat tertentu dengan hasil kali antara nilai baki debet total peringkat tertentu pada akhir periode pengamatan dengan peluang peringkat tertentu. Peringkat yang dimaksud adalah kolektibilitas. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut: µ total = s i= 1 рi µi...(1) Keterangan: a. µ total adalah rata-rata nilai baki debet pada tahun 2010 b. рi adalah peluang suatu kondisi ( peluang migrasi ke peringkat tertentu) dari L ke L, L ke KL, L ke D, L ke M. Dari KL ke L, KL tetap KL, KL ke D, KL ke M, dan seterusnya. c. µi adalah nilai baki debet yang merupakan hasil kali antara baki debet total dengan peringkat tertentu pada akhir periode pengamatan dengan peluang peringkat tertentu d. s adalah banyaknya peringkat (L, KL, D, M) 4. Menghitung selisih nilai baki debet dengan nilai rata-rata debet (µ total ) 5. Menghitung ragam, yaitu jumlah dari hasil rata-rata perkalian kuadrat selisih rata-rata nilai baki debet dengan rata-rata terbobot dengan peluangnya. Rumus untuk menghitung ragam adalah:

41 29 δ 2 = s i= 0 рi µi 2 - µ total 2...(2) 6. Menghitung simpangan baku yang merupakan akar dari ragam. Simpangan baku disebut volatilitas. Nilai volatilitas digunakan untuk menghitung VaR kredit dengan asumsi nilai pinjaman terdistribusi normal untuk tingkat keyakinan 95 persen dan 99 persen adalah: VaR = Zα x δ...(3) Keterangan: a. Zα adalah titik ktitik pada tabel Z (Zα pada tingkat keyakinan tertentu) b. δ adalah pendugaan volatilitas Semakin besar tingkat kepercayaan yang digunakan maka nilai VaR akan semakin besar, begitu pula dengan volatilitas, semakin besar volatilitas yang dihasilkan maka nila VaR akan semakin besar pula. Tingkat keyakinan 95 persen digunakan oleh Morgan Risk Metrics dan tingkat keyakinan 99 persen digunakan oleh Basel Committee. Analisis VaR diawali dengan menentukan matriks transisi bulanan. Matriks transisi diperoleh dari Bulan Januari 2010 sampai dengan Bulan Desember 2010 sehingga matriks transisi yang dihasilkan sebanyak 11 matriks yang berukuran 4 x 4. Matriks transisi yang diperoleh dijumlah kemudian dicari rata-ratanya dan dari rata-rata yang diperoleh digunakan untuk menyusun matriks unconditional.

42 30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Bank X Bogor Bank X Bogor berdiri pada tahun 1974 bersamaan dengan berdirinya Bank X unit di seluruh Indonesia. Bank X Bogor merupakan salah satu dari 32 unit yang ada di wilayah Kantor Cabang Bank X Bogor. Bank X Bogor terletak di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Wilayah kerja Bank X Bogor meliputi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Pamijahan. Kecamatan Cibungbulang meliputi 15 desa, yaitu Cemplang, Ciaruteun Ilir, Ciaruteun Udik, Cibatok I, Cibatok II, Cijujung, Cimanggu I, Cimanggu II, Dukuh, Galuga, Girimaya, Leuweungkolot, Situ Ilir, Situ Udik, dan Sukamaju. Kecamatan Pamijahan yang terdiri dari 14 desa, yaitu Purwabakti, Ciasmara, Ciasihan, Gunung Sari, Gunung Bunder II, Gunung Bunder I, Cibening, Picung, Cibitung Kulon, Cibitung Wetan, Pamijahan, Pasarean, Gunung Menyan, dan Cimayang. Struktur organisasi Bank X Bogor dipimpin oleh seorang Kepala Unit ( Kepala Unit) yang membawahi dua orang Mantri, dua orang Deskman, dan dua orang Teller. Kepala Unit Mantri Teller Deskman Gambar 5. Struktur organisasi Bank X Bogor Masing-masing bagian mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Kantor Pusat Bank X. 1. Kepala Unit Kepala Unit bertugas sebagai pimpinan kantor Bank X Bogor. Dalam hal ini Kepala Unit bertanggung jawab atas seluruh kegiatan operasional yang

43 31 dilakukan oleh Bank X Bogor. Setiap Kepala Unit memiliki kewenangan dalam hal produk simpanan dan pinjaman. Kewenangan dalam produk simpanan yaitu menyangkut kewenangan dalam menyetujui penarikan simpanan. Kepala Unit berwenang untuk menyetujui penarikan simpanan sampai batas maksimal transaksi sebesar 500 Juta Rupiah. Transaksi di atas batas maksimal menjadi kewenangan pejabat yang lebih tinggi dalam hal ini pejabat di Kantor Cabang Bank X Bogor. Kewenangan pada produk pinjaman adalah dalam hal menyetujui besarnya pinjaman. Pinjaman yang dapat disetujui oleh Kepala Unit adalah maksimal sebesar 30 Juta Rupiah. Kewenangan ini dikenal dengan istilah Kuasa Memutus Permohonan Pinjaman (KMPP). Kinerja Kepala Unit dilihat dari laporan keragaan yang dicapai oleh bank tersebut. 2. Mantri Mantri bertugas sebagai tenaga pemasaran yang bertugas ganda yaitu sebagai lending dan funding officer. Khusus untuk pinjaman, seorang Mantri bertugas sebagai seorang analis kredit untuk merekomendasikan putusan kredit kepada Kepala Unit dan sekaligus sebagai tenaga pembina debitur. Kinerja seorang Mantri pada umumnya dilihat dari laporan keragaan pinjaman pada bank tersebut. 3. Teller Teller bertugas untuk melayani segala bentuk transaksi tunai perbankan yang meliputi setoran dan penarikan simpanan, setoran pinjaman, setoran transfer dan kliring, pembayaran rekening tagihan telepon dan listrik, pembayaran setoran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta berbagai transaksi tunai lainnya. 4. Deskman Deskman memiliki tugas ganda yaitu sebagai front office dan sebagai back office. Sebagai front office, Deskman bertugas untuk melayani nasabah baik nasabah simpanan maupun nasabah pinjaman. Dalam hal ini melayani pembukaan rekening, menyampaikan informasi tentang produk, dan lain-lain. Seorang Deskman juga bertugas memberikan pembinaan kepada nasabah pinjaman yang datang ke Bank X, khususnya dalam hal pembayaran angsuran

44 32 pinjaman serta memberikan penjelasan mengenai hak dan kewajiban seorang peminjam. Sebagai back office, Deskman bertugas untuk melakukan segala bentuk register dan pembuatan laporan yang diperlukan oleh kantor cabang maupun kantor pusat. Sebagai perbankan simpan pinjam, Bank X Bogor memiliki berbagai produk perbankan untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya. Secara garis besar, Bank X Bogor melayani tiga macam produk perbankan yaiutu simpanan (tabungan dan deposito), pinjaman dan jasa bank lainnya. 1. Tabungan Pedesaan Pembukaan tabungan pedesaan dibuat sesederhana mungkin dan dengan setoran yang terjangkau oleh masyarakat serta beban administrasi yang tergolong ringan. Sebagai penghargaan terhadap nasabah, produk ini disertai dengan suku bunga yang bersaing dan undian berhadiah. Undian ini diselenggarakan dalam dua periode pengundian per tahunnya dengan hadiah utama saat ini berupa satu unit mobil. Wilayah undian tabungan pedesaan hanya mencakup satu wilayah kantor cabang sehingga kesempatan untuk menang lebih besar. 2. Deposito Deposito merupakan tabungan dengan ketetapan jangka waktu penarikan sesuai dengan perjanjian sehingga nasabah tidak bisa menarik tabungannya dengan bebas melainkan hanya bisa menarik tabungannya pada waktu yang telah disepakati sebelumnya. Bunga yang diberikan atas produk deposito ini lebih besar dibandingkan jenis tabungan lainnya, yaitu 6 persen. Bunga bisa berubah-ubah menyesuaikan dengan ketentuan peraturan suku bunga BI. 3. Kredit Usaha Rakyat (KUR) KUR diselenggarakan untuk membantu para pengusaha mikro di Indonesia khususnya masyarakat yang berada di wilayah kerja Bank X Bogor. KUR dengan berbagai kemudahannya seperti persyaratan kredit yang relatif sederhana sehingga mudah dipenuhi serta bunga pinjaman yang lebih rendah, telah banyak membantu para pengusaha mikro dalam mengembangkan usahanya.

45 33 4. Produk Kredit Masyarakat Desa Produk Kredit Masyarakat Desa merupakan kredit yang diberikan kepada UMKM dan Golongan Berpenghasilan Tetap (GBT). Sasaran penerima kredit ini adalah para pelaku usaha (komersil) dan GBT. Pembebanan bunga pada debitur Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil secara flat atau sama setiap bulannya. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil memiliki persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon debitur yang ingin mengajukan kredit. Persyaratan antara produk Kredit Masyarakat Desa Komersil GBT dengan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berbeda. Berikut ini adalah persyaratan untuk produk Kredit Masyarakat Desa Komersil: 1. Penduduk yang berdomisili dalam wilayah kerja Bank X setempat yang dibuktikan dengan KTP atau surat keterangan penduduk yang dibuat Kepala Desa setempat. Khusus untuk calon nasabah tertentu dimungkinkan untuk dilayani oleh Bank X diluar domisili nasabah yang bersangkutan setelah mendapat surat izin prinsip dari Kantor Cabang/Kantor Wilayah/Kantor Pusat. 2. Mempunyai usaha yang layak dan mempunyai karakter yang baik untuk dibiayai dengan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil. 3. Bagi calon nasabah yang sudah mempunyai surat izin usaha dari instansi yang berwenang, cukup melampirkan fotocopy surat izin usaha tersebut. 4. Tidak sedang menikmati kredit lainnya di Kantor Cabang Bank X lainnya. 5. Wajib membuka rekening tabungan di Bank X. 6. Dapat menyediakan agunan kebendaan. Unsur agunan dikatakan sebagai the second way out bagi Bank X untuk setiap pemberian Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil. Namun demikian penilaian dan evaluasi terhadap agunan ini harus cermat karena akan merupakan pembayaran terakhir yang diharapkan oleh Bank X apabila kredit yang diberikan menjadi bermasalah atau macet. Setiap calon debitur produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dipersyaratkan untuk dapat menyediakan agunan yang nilainya harus mengcover seluruh

46 34 jumlah pinjamannya (pokok dan bunga). Bila ditinjau dari sumber pembiayaan, agunan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dibedakan menjadi dua macam yaitu agunan pokok dan agunan tambahan. Sedangkan jika ditinjau dari sifat barang atau bendanya, agunan debedakan menjadi benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jika persyaratan telah dilengkapi, maka nasabah akan diterima oleh Deskman untuk dilakukan wawancara awal mengenai usaha yang akan diajukan kredit. Deskman juga akan memeriksa apakah nasabah pinjaman tersebut sedang tidak menikmati pinjaman di Bank X cabang lain. Setelah semua persyaratan diterima, Deskman akan menatakerjakan berkas pinjaman dalam sebuah Surat Keterangan Pinjaman (SKPP) yang selanjutnya akan diserahkan kepada Mantri. Mantri akan melakukan survei. Mantri melakukan pemeriksaan langsung dengan mengunjungi lokasi usaha maupun rumah calon debitur sehingga dapat mengetahui aktivitas calon debitur setiap harinya. Beberapa hal yang dilakukan Mantri dalam pemeriksaan tersebut antara lain: 1. Menilai apakah usaha yang dijalankan sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Keterangan Usaha. 2. Mengetahui apakah alamat nasabah sudah sesuai dengan alamat pada KTP. 3. Menilai apakah usaha yang akan dibiayai memiliki prospek yang bagus. 4. Mengetahui karakteristik nasabah baik melalui wawancara langsung dengan calon debitur, tetangga maupun dengan relasi calon debitur. 5. Kebenaran agunan yang dijaminkan di bank. Mantri yang telah melakukan analisis kredit akan menyerahkan kembali SKPP tersebut dengan disertai rekomendasi kredit disetujui atau kredit ditolak dan keterangan lainnya yang mendukung. Rekomendasi persetujuan kredit terdiri dari rekomendasi jumlah plafon kredit dan jangka waktu pinjaman yang akan diberikan.

47 35 5. Jasa Perbankan Bank X Bogor berupaya untuk dapat meningkatkan pelayanan kepada nasabahnya dan menghasilkan laba yang optimal. Jasa perbankan yang dilayani oleh Bank X Bogor terdiri dari Automatic Teller Mechine (ATM), pelayanan setoran rekening listrik dan telepon, pelayanan setoran pembiayaan kendaraan (FIF, Busan, dan OTO), pelayanan setoran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan jasa transfer serta kliring. Seluruh jasa perbankan tersebut akan menambah Fee Based Income Bank X Bogor yang akan meningkatkan laba on balance sheet Profil Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Di Bank X Bogor Profil produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor dibagi berdasarkan jenis penggunaan, jangka waktu kredit, sektor ekonomi yang dibiayai, dan plafon kredit Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Berdasarkan Jenis Penggunaannya Berdasarkan jenis penggunaannya, Bank X Bogor menyalurkan dua jenis produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk menambah modal kerja suatu usaha pada sektor pertanian, sektor perindustrian, sektor perdagangan, sektor jasa, dan lain-lain. Kredit investasi digunakan untuk membiayai pembangunan prasarana dan sarana atau peralatan produksi. Jumlah penyaluran produk Kredit Masyarakat Desa Komersil menurut jenis penggunannya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil bersadarkan jenis penggunaannya No Jenis Kredit Jumlah Debitur (Orang) Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Nilai Nilai (Ribu Rp) (Ribu Rp) Jumlah Debitur (Orang) Jumlah Debitur (Orang) Nilai (Ribu Rp) 1 Modal Kerja Investasi Sumber : Bank X Bogor (2010)

48 36 Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang disalurkan oleh Bank X Bogor lebih banyak digunakan untuk modal kerja. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Dimana jumlah kredit yang disalurkan pada tahun 2008 mencapai Rp ,00 dengan jumlah debitur sebanyak 730 orang. Pada tahun 2009 penyalurannya meningkat menjadi Rp ,00 dengan jumlah debitur 744 orang mengalami kenaikan sebesar 2,7 persen dari tahun Pada tahun 2010 menjadi Rp ,00 dengan debitur sebanyak 791 orang. Jumlah kredit yang disalurkan mengalami kenaikan sekitar 10,9 persen dari tahun Tabel 3. Rasio NPL No Tahun Modal Kerja (%) Investasi (%) ,82 1, ,76 0, ,23 0,68 Sumber : Bank X Bogor (2010) Kredit modal kerja menimbulkan rasio NPL yang tinggi karena risiko gagal bayar yang terjadi tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh adanya fluktuasi usaha debitur yang sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan. Rasio NPL yang tinggi dikarenakan debitur yang mengalami kredit bermasalah sebagian besar merupakan debitur yang mengalami gagal usaha sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya membayar angsuran dengan lancar Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Berdasarkan Jangka Waktu Kredit Kredit berdasarkan jangka waktu dibagi menjadi kredit jangka pendek (kurang dari satu tahun), kredit jangka menengah (1 sampai 3 tahun) dan kredit jangka panjang (3 sampai 5 tahun). Jumlah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan jangka waktu yang disalurkan Bank X Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.

49 37 Tabel 4. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan jangka waktu kredit No Jenis Kredit Kredit Jangka Pendek (<1 tahun) Kredit Jangka Menengah (1-3 tahun) Kredit Jangka Panjang (> 3 tahun) Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Nilai Nilai (Ribu Rp) (Ribu Rp) Jumlah Debitur (Orang) Sumber : Bank X Bogor (2010) Jumlah Debitur (Orang) Jumlah Debitur (Orang) Nilai (Ribu Rp) Tabel 5. Rasio NPL No Tahun Kredit Jangka Kredit Jangka Kredit Jangka Pendek (%) Menengah (%) Panjang (%) ,00 2,76 0, ,00 2,51 0, ,00 2,08 0,00 Sumber : Bank X Bogor (2010) Kredit jangka pendek yang disalurkan oleh Bank X Bogor pada tahun 2008 sebesar Rp ,00 dengan jumlah debitur 4 (empat) orang dan rasio NPL 0%. Artinya semua debitur merupakan debitur lancar. Kredit jangka pendek biasanya diberikan pada sektor usaha pertanian. Pada tahun 2009 penyaluran NPL kredit jangka pendek sebesar Rp ,00 dengan debitur sebanya 3 orang dan rasio NPL sebesar 0 persen. Pada tahun 2010 penyalurannya sebesar Rp ,00 dengan 1 orang debitur dan rasio NPL sebesar 100 persen. Artinya debitur tersebut merupakan debitur bermasalah. Kredit bermasalah yang terjadi diakibatkan petani mengalami gagal panen. Petani tersebut umumnya menanam tanaman musiman seperti jagung dan buah-buahan. Penyaluran Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil sebagian besar merupakan kredit jangka menengah. Kredit jangka menengah yang disalurkan pada tahun 2008 sebesar Rp ,00 dengan debitur sebanyak 858. Pada tahun 2009 penyalurannya ebesar Rp ,00 dengan 854

50 38 debitur, dan pada tahun 2010 mencapai Rp ,00 dengan jumlah debitur 883 orang. Rasio NPL dari penyaluran kredit jangka menengah sebesar 2,76 persen di tahun Pada tahun 2009 sebesar 2,51 persen dan sebesar 2,08 persen di tahun Jumlah penyaluran yang besar menimbulkan kredit bermasalah yang besar juga. Debitur kredit jangka menengah sebagian besar merupakan debitur dengan sektor usaha perdagangan. Kredit jangka panjang yang disalurkan sebesar Rp ,00 dengan jumlah debitur 36 orang dan pada tahun Pada tahun 2009 sebesar ,00 dengan debitur sebanyak 43 orang. Pada tahun 2010 mencapai Rp ,00 dengan jumlah debitur 48 orang. Rasio NPL kredit jangka panjang adalah 0 persen dari tahun 2008 sampai dengan tahun Angka ini menunjukkan bahwa debitur kredit jangka panjang lancar dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar kredit. Debitur kredit jangka panjang adalah pengusaha dengan skala usaha yang besar dan merupakan nasabah lama di Bank X sehingga debitur selalu menjaga kepercayaan tersebut dengan membayar kredit tepat waktu Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Berdasarkan Sektor Ekonomi Kredit berdasarkan sektor ekonomi dibagi menjadi kredit pertanian, kredit perdagangan, kredit perindustrian, kredit pertambangan, dan kredit lainnya. Bank X Bogor hanya menyalurkan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil pada sektor ekonomi pertanian, perdagangan, dan perindustrian. Kredit pertanian merupakan jenis kredit yang diberikan untuk menambah modal usaha pertanian atau untuk investasi pembelian alat-alat pertanian. Sub sektor ekonomi yang dibiayai oleh kredit jenis ini antara lain pertanian, peternakan, dan perikanan. Kredit perdagangan adalah jenis kredit untuk membiayai usaha dagang debitur. Perdagangan bisa berupa dagang barang atau dagang jasa. Sistem angsuran yang diberlakukan oleh Bank X Bogor adalah sistem angsuran bulanan dengan bunga tergantung dari plafon kredit. Agunan yang dapat dijadikan jaminan antara lain berupa barang bergerak seperti motor atau mobil, dan barang tak bergerak seperti sertifikat tanah dan cash collateral. Kredit perindustrian merupakan kredit yang diberikan untuk

51 39 membiayai industri debitur. Industri dalam hal ini merupakan industri kecil atau industri rumah tangga seperti industri pembuatan tempe, pembuatan mainan anak-anak, dan lain-lain. Jumlah penyaluran produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan sektor ekonomi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan sektor ekonomi No Sektor Ekonomi Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Nilai Nilai (Ribu Rp) (Ribu Rp) Jumlah Debitur (Orang) Jumlah Debitur (Orang) Jumlah Debitur (Orang) Nilai (Ribu Rp) 1 Pertanian Perdagangan Perindustrian Pertambangan Sumber : Bank X Bogor (2010) Tabel 7. Rasio NPL No Tahun Pertanian Perdagangan Perindustrian Pertambangan (%) (%) (%) (%) ,93 2,35 4,55 0, ,33 2,14 5,67 0, ,19 1,84 3,10 0,00 Sumber : Bank X Bogor (2010) Kredit perdagangan merupakan kredit yang dikhususkan untuk meningkatkan usaha perdagangan debitur. Debitur kredit perdagangan merupakan pedagang yang ada di sekitar wilayah Bank X Bogor. Jumlah kredit yang disalurkan Bank X Bogor sebesar Rp ,00 pada tahun 2008 dengan 817 orang debitur dengan rasio NPL sebesar 2,35 persen. Pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp ,00 dengan 833 orang debitur dengan NPL 2,14 persen dan Rp ,00 dengan jumlah debitur sebanya 900 orang dengan NPL 1,84 persen pada tahun NPL kredit perdagangan menempati posisi paling rendah diantara sektor ekonomi lainnya. Hal ini disebabkan karena sektor perdagangan merupakan sektor yang mudah dipantau karena usaha berada di sekitar wilayah Bank X Bogor. Selain itu, perputaran uang di sektor perdagangan lebih cepat dibandingkan dengan sektor lainnya.

52 40 Sektor perindustrian menempati posisi kedua dalam jumlah penyaluran. Kredit yang disalurkan oleh Bank X Bogor untuk sektor perindustrian adalah sebesar Rp ,00 dengan 46 debitur dan rasio NPL sebesar 4,55 persen pada tahun Pada tahun 2009, kredit yang disalurkan ke sektor tersebut sebesar Rp ,00 dengan debitur sebanyak 40 orang dan rasio NPL sebesar 5,67 persen. Pada tahun 2010 menjadi Rp ,00 dengan 20 orang debitur dan rasio NPL sebesar 3,10 persen. Kredit bermasalah yang timbul disebabkan munculnya industri-industri baru di sekitar industri debitur sehingga debitur mengalami penurunan pendapatan yang mengakibatkan debitur tidak mampu membayar kredit. Sektor lainnya adalah sektor pertanian. Pada tahun 2008, Bank X Bogor menyalurkan Rp ,00 dengan jumlah debitur sebanyak 35 debitur dan NPL sebesar 5,93 persen. Pada tahun 2009 kredit yang disalurkan sebanyak Rp ,00 dengan 27 orang debitur dan NPL sebesar 4,33 persen. Pada tahun 2010 menjadi Rp ,00 dengan debitur berjumlah 12 orang dan rasio NPL yaitu sebesar 11,9 persen. Hal ini disebabkan karena usaha mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut diakibatkan oleh adanya gagal panen sehingga tidak mampu membayar angsuran kredit Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Berdasarkan Plafon Kredit Kredit berdasarkan plafon kredit dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu kredit usaha mikro (sampai dengan Rp. 50 juta), kredit usaha kecil (dari Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta), kredit usaha menengah (Rp. 500 Juta sampai dengan Rp. 5 Milyar), dan kredit usaha besar (lebih dari Rp. 5 Milyar). Namun Bank X Bogor hanya menyalurkan kredit usaha mikro dan kredit usaha kecil. Hal ini disebabkan fokus dari Bank X Bogor adalah membantu masyarakat yang memiliki usaha dengan skala usaha yang masih kecil. Berikut penjelasan mengenai kredit usaha mikro dan kredit usaha kecil. a. Kredit Usaha Mikro Kredit usaha mikro merupakan kredit yang memiliki plafon kredit kurang dari Rp. 50 juta. Sistem sngsuran yang diberlakukan adalah bulanan.

53 41 Sektor ekonomi yang dibiayai adalah sektor perdagangan, sektor perindustrian, dan pertanian. Agunan yang dapat dijadikan jaminan antara lain barang bergerak dalam bentuk motor atou mobil, barang tak bergerak seperti sertifikat tanah dan cash collateral. b. Kredit Usaha Kecil Kredit usaha kecil yang disalurkan oleh Bank X Bogor merupakan jenis kredit yang memiliki plafon kredit Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 100 juta. Sistem angsuran yang diberlakukan adalah bulanan. Jangka waktu pembayaran maksimal 60 bulan dengan sistem pembayaran pokok pinjaman dan bunga dibayarkan setiap bulan sampai batas jangka waktu pembayaran. Suku bunga yang diberlakukan adalah flat per bulan. Sektor ekonomi yang dibiayai adalah sektor perdagangan, perindustrian, dan pertanian. Agunan yang dapat dijadikan jaminan adalah sertifikat tanah dan cash collateral. Jumlah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan plafon kredit yang disalurkan Bank X Bogor dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan plafon kredit Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Kelompok Nilai Nilai Nilai No Usaha (Ribu Rp) (Ribu Rp) (Ribu Rp) Jumlah Debitur (Orang) Usaha Mikro 1 (= 50 jt) Usaha Kecil 2 (>50 jt s/d 500 jt) Sumber : Bank X Bogor (2010) Jumlah Debitur (Orang) Jumlah Debitur (Orang) Tabel 9. Rasio NPL No Tahun Usaha Mikro (%) Usaha Kecil (%) ,85 0, ,67 0, ,43 0,00 Sumber : Bank X Bogor (2010) Bank X Bogor lebih berkonsentrasi untuk membiayai usaha mikro karena fokus utama dari Bank X adalah membantu usaha mikro untuk

54 42 mengembangkan usahanya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah debitur mencapai 884 orang dan jumlah kredit yang disalurkan sebesar Rp ,00 per Desember 2008 dengan NPL sebesar 2,85 persen. Pada tahun 2009 menjadi Rp ,00 dengan jumlah debitur 883 orang dan rasio NPL sebesar 2,67 persen. Pada tahun 2010 mencapai Rp ,00 dengan 893 debitur dan rasio NPL sebesar 2,43 persen. Kredit bermasalah yang terjadi disebabkan oleh gagalnya usaha yang dialami debitur. Gagal bayar yang dialami debitur disebabkan oleh bangkrutnya usaha debitur karena barang dagangannya tidak laku sehingga modal yang dipinjamnya habis. Gagal usaha menyebabkan debitur tidak mampu membayar angsuran pokok dan angsuran bunga kredit sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Selain itu gagal bayar yang dialami debitur disebabkan oleh keadaan ekonomi makro yaitu kenaikan inflasi sehingga para pengusaha mikro tidak mampu bertahan. Sedangkan jumlah kredit usaha kecil yang disalurkan oleh Bank X Bogor pada tahun 2008 sebesar Rp ,00 dengan jumlah debitur sebanyak 14 orang. Pada tahun 2009 penyaluran kredit sebesar Rp ,00 dengan 17 orang debitur dan sebesar Rp ,00 dengan 39 orang debitur di tahun Rasio NPL 0 persen. Angka ini menunjukkan bahwa tidah ada kredit bermasalah pada kredit usaha kecil Karakteristik Debitur Bermasalah Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Karakteristik debitur menggambarkan karakter yang dimiliki peminjam yang mampu mempengaruhi peminjam tersebut dalam pembayaran kreditnya. Karakteristik debitur digolongkan berdasarkan karakteristik individu debitur dan karakteristik usaha debitur Karakteristik Individu Debitur Bermasalah Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dapat dilihat dari jenis kelamin, usia, pendidikan, dan tanggungan keluarga.

55 43 Tabel 10. Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan jenis kelamin Kolektibilitas Karakteristik Jumlah Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin (Orang) (%) Pria Wanita Kurang Lancar Diragukan Macet Total Berdasarkan Tabel 10. dapat diketahui bahwa responden produk Kredit Masyarakat Desa Komersil bermasalah sebagian besar berjenis kelamin pria. Sebanyak 34 orang atau sekitar 76 persen adalah pria dan sebanyak 16 orang atau sekitar 24 persen adalah wanita. Jenis kelamin diduga berpengaruh terhadap pengembalian kredit. Wanita memiliki loyalitas yang lebih besar dalam memenuhi kewajiban angsuran kredit beserta bunganya dibandingkan pria. Dengan demikian, debitur wanita diduga lebih lancar dalam pengembalian kredit dibandingkan pria. Namun, hampir semua debitur responden wanita dalam penelitian ini telah menikah. Pada umumnya wanita yang telah menikah bertanggung jawab dalam mengerjakan hampir seluruh pekerjaan rumah tangganya. Hal inilah yang dijadikan sebagian besar debitur responden wanita sebagai penyebab menunggaknya mereka dalam pengembalian kredit. Karakter individu bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan usia Kolektibilitas Karakteristik Jumlah Persentase Berdasarkan Usia (Tahun) (Orang) (%) >40 Kurang Lancar Diragukan Macet Total Tingkatan usia mempengaruhi kematangan berpikir dan kebijakan seseorang dalam mengambil keputusan atau bertindak, karena dengan bertambahnya usia maka pengalaman hidup dalam menghadapi dan memecahkan

56 44 permasalahan semakin banyak. Sejalan dengan peningkatan usia tersebut, juga meningkatkan pengalaman mengelola usaha sehingga keberhasilan usaha kemungkinan lebih terjamin. Responden berada pada usia produktif yaitu antara 20 tahun sampai 40 tahun (90%). Berdasarkan hasil ini, maka dapat dikatakan bahwa usia produktif juga memungkinkan bagi debitur untuk melakukan penunggakan. Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan pendidikan Kolektibilitas Karakteristik Jumlah Persentase Berdasarkan Pendidikan (Orang) (%) Diploma SMA SMP SD Kurang Lancar Diragukan Macet Total Latar belakang pendidikan responden produk Kredit Masyarakat Desa Komersil sebagian besar responden yaitu sebanya 32 orang (64%) adalah SMA, sisanya adalah berlatar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 10 orang (20%), Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 5 orang (10%), dan Diploma sebanyak 3 orang (6%). Pada umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan lebih berdisiplin dan bertanggung jawab dalam menjalankan kewajibannya. Kaitannya dengan pengembalian kredit, semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin berdisiplin dan bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban membayar angsuran kredit. Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 13. Karakteristik individu debitur Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan jumlah tanggungan keluarga responden, responden dengan tanggungan keluarga kurang dari dua orang sebanyak 8 orang (16%). Sebagian besar memiliki tanggungan keluarga sebanyak 2 sampai 4 orang yaitu sebanyak 27 orang atau sekitar 54 persen dan sebanyak 15 orang (30%)

57 45 mempunyai tanggungan keluarga lebih dari 4 orang. Semakin sedikit tanggungan keluarga menunjukkan beban biaya yang ditanggung lebih sedikit sehingga diharapkan responden dapat melakukan pembayaran produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dengan baik. Tabel 13. Karakteristik individu debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan tanggungan keluarga Kolektibilitas Karakteristik Jumlah Persentase Berdasarkan Tanggungan Keluarga (Orang) (%) < > 4 Kurang Lancar Diragukan Macet Total Karakteristik Usaha Debitur Bermasalah Produk Kredit Masyarakat Desa Karakteristik usaha debitur bermasalah dilihat dari segi lama usaha, jangka waktu pengembalian kredit, plafon kredit yang diterima, penggunaan kredit, dan omzet usaha. Pada Tabel 14. disajikan karakteristik usaha debitur bermasalah Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Bank X Bogor berdasarkan lama usaha. Tabel 14. Karakteristik usaha debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan lama usaha Kolektibilitas Karakteristik Jumlah Persentase Berdasarkan Lama Usaha (Tahun) (Orang) (%) < > 10 Kurang Lancar Diragukan Macet Total Lama usaha debitur berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena pengalaman usaha yang semakin lama dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan dalam mengelola usaha sehingga mendukung keberhasilan usaha. Keberhasilan usaha tersebut dapat menjamin perolehan pendapatan/keuntungan sebagai sumber biaya hidup dan memberikan peluang

58 46 yang lebih besar dalam meningkatkan kemampuan mengembalikan kredit secara lancar. Sebagian besar responden sebanyak 34 orang (68%) telah menjalankan usahanya di atas 5 tahun. Permasalahan pengembalian kredit timbul akibat umur usaha yang masih tergolong muda. Pihak bank dapat mengatasinya dengan memberikan pengarahan kepada debitur agar selalu mengalokasikan modal dari bank pada kegiatan yang produktif sehingga memberikan nilai tambah. Hasil tersebut dapat digunakan untuk membayar angsuran pinjaman. Karakteristik usaha debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan waktu pengembalian kredit dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Karakteristik usaha debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan waktu pengembalian kredit Kolektibilitas Karakteristik Jumlah Persentase Berdasarkan Waktu Pegembalian (Tahun) (Orang) (%) < > 3 Kurang Lancar Diragukan Macet Total Jangka waktu pengembalian diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Asumsinya semakin lama jangka waktu pengembalian kredit maka tanggungan angsuran semakin kecil sehingga beban debitur dalam pelunasan kredit menjadi lebih ringan dibandingkan dengan jangka waktu yang lebih singkat (plafon pinjaman sama). Jadi semakin panjang jangka waktu pengembalian kredit maka semakin berpeluang bagi debitur untuk mengembalikan kredit dengan lancar. Jangka waktu pengembalian kredit rerponden berkisar antara 1 sampai 3 tahun. Karakteristik usaha debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan plafon kredit dapat dilihat pada Tabel 16.

59 47 Tabel 16. Karakteristik usaha debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan plafon kredit Kolektibilitas Karakteristik Jumlah Persentase Berdasarkan Plafon Kredit (Juta) (Orang) (%) < >10 Kurang Lancar Diragukan Macet Total Nilai plafon kredit adalah jumlah kredit yang diberikan bank sebagai kreditur kepada debitur dalam mata uang Rupiah. Nilai plafon kredit diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena semakin besar plafon yang diterima akan memperbesar beban angsuran dan beban bunga yang harus dibayar sehingga menurunkan peluang pengembalian kredit secara lancar. Tabel 17. Karakteristik usaha debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil berdasarkan omzet usaha Kolektibilitas Karakteristik Jumlah Persentase Berdasarkan Omzet Usaha (Juta) (Orang) (%) < >10 Kurang Lancar Diragukan Macet Total Omzet/pendapatan usaha merupakan sumber pemenuhan kebutuhan hidup bagi pelaku usaha dan keluarganya. Semakin tinggi pendapatan usaha seseorang, maka semakin tinggi pula kemampuannya dalam membiayai kebutuhan sehari-hari. Dengan kata lain, pendapatan seseorang berkolerasi positif dengan tingkat kemakmurannya. Hubungan dengan pengembalian kredit, pendapatan usaha seorang debitur dapat mencerminkan kemampuannya dalam memenuhi kewajiban pengembalian kredit dengan lancar karena pendapatan tersebut sebagai sumber dalam membayar angsuran kredit. Omzet responden sebagian besar adalah di bawah Rp ,00 yaitu sebanyak 25 orang atau sebesar 50 persen.

60 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Kredit Bermasalah Kredit yang diberikan oleh Bank X Bogor akan menjadi tidak menyenangkan dan mengecewakan apabila ternyata debitur tidak bisa membayar angsuran dan kewajiban bunga dengan baik. Hal ini dapat merugikan pihak bank karena menurunkan likuiditas dan profitabilitas bank. Perputaran uang di bank menjadi terhambat dan laba menjadi turun akibat nasabah yang bermasalah dalam pengembalian atau pengangsuran kredit. Berdasarkan hasil kuisioner, faktorfaktor yang menyebabkan permasalahan bahkan kegagalan dalam pengembalian kredit adalah faktor internal (internal debitur dan internal bank) dan faktor eksternal. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah di Bank X Bogor Faktor internal Faktor eksternal Internal debitur Sengaja Internal bank Salah analisis Kebijakan Pemerintah Bencana alam Persaingan antar bank Tidak sengaja Kurang pembinaan Kurang monitoring Gambar 6. Faktor-faktor penyebab kredit bermasalah 1. Faktor internal a. Internal Debitur Kemacetan kredit yang terjadi dapat disebabkan oleh adanya unsur kesengajaan maupun ketidaksengajaan debitur. Unsur kesengajaan maksudnya debitur sengaja tidak mau membayar kewajiban kepada bank sehingga kredit yang disalurkan dapat menimbulkan kredit bermasalah. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah adalah karakter debitur yang terkait dengan sifat dan watak. Karakter debitur

61 49 tidak dapat langsung diketahui dengan hanya sekali atau dua kali berinteraksi. Karakter debitur yang paling dinilai adalah tingkat kejujuran dan kerjasama debitur. Selain itu sikap tidak baik debitur dapat dilihat ketika debitur menghindar dan bersikap tidak ramah saat ditagih. Selain itu beberapa debitur mengaku memiliki uang untuk membayar kredit, tetapi mereka malas datang ke Bank X karena kondisi Bank X yang selalu ramai dengan nasabah. Faktor lain yang menyebabkan kredit bermasalah adalah unsur ketidaksengajaan debitur. Hal ini disebabkan oleh kapasitas debitur yang tidak dapat membayar angsuran kredit. Kapasitas debitur dikaitkan dengan kemampuan debitur untuk memperoleh pendapatan dari usahanya sehingga dapat membayar angsuran sesuai perjanjian yang telah disepakati. Ketidakmampuan ini terjadi karena usaha debitur mengalami masalah. b. Internal Bank Keadaan internal bank dapat mempengaruhi kinerja bank. Apabila keadaan internal bank tidak memiliki kualitas yang baik maka akan menimbulkan risiko. Keadaan internal yang diidentifikasi dapat menimbulkan NPL adalah bagian kredit atau mantri. Hal ini disebabkan karena mantri bertanggung jawab dalam menganalisis calon debitur yang nantinya berpengaruh pada kualitas pengembalian kredit. Kesalahan yang sering dilakukan oleh mantri diantaranya kurang teliti dalam menganalisis karakter calon debitur karena biasanya calon debitur akan bersikap sangat baik ketika dilakukan peninjauan usaha debitur. Selain itu kapasitas calon debitur dalam memperoleh pendapatan juga sulit diketahui karena calon debitur belum memiliki laporan keuangan yang baik. Kapasitas calon debitur hanya dapat dilihat melalui data pendapatan dan pengeluaran debitur setiap bulan. Karakter debitur dalam membayar angsuran kredit tergantung pada kejelian seorang Mantri dalam menilai karakter dan kelayakan calon debitur dalam menerima kredit. Mantri dituntut untuk memiliki jiwa investigasi yang kuat berkenaan dengan tugasnya sebagai analisis kredit.

62 50 Selain itu Mantri juga bertanggung jawab dalam pengawasan dan pembinaan debitur. Kurangnya pengawasan dan pembinaan terhadap debitur dapat menimbulkan kesalahan dalam penggunaan kredit oleh debitur, misalnya kredit yang diajukan oleh debitur adalah kredit untuk modal kerja tetapi pada kenyataannya kredit digunakan untuk kegiatan konsumtif. Hal ini akan mempengaruhi kualitas debitur dalam pengembalian kredit karena kredit yang diterima menjadi tidak menghasilkan nilai. Kegiatan monitoring berkala harus dilakukan untuk mengetahui perkembangan usaha debitur. Pada saat ini kegiatan monitoring terhadap usaha debitur kurang intensif. Kunjungan kepada debitur hanya dilakukan jika debitur telah mengalami kredit bermasalah. Selain Mantri, Kepala Unit juga mempengaruhi tingkat risiko kredit yang terjadi. Berdasarkan hasil kuisioner, dalam memberikan pelayanan pemberian kredit, pihak Bank X Bogor melakukan pembinaan kepada debiturnya (peminjam produk Kredit Masyarakat Desa Komersil). Pembinaan ini dilakukan oleh pihak Bank X Bogor meliputi pembinaan secara administratif berupa kegiatan meneliti dan menganalisa laporan yang diterima sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil langkahlangkah lebih lanjut. Selain itu dilakukan bimbingan, peringatan, ataupun petunjuk teknis pada debitur. Pembinaan di lapangan dilakukan dengan pengamatan langsung ke tempat debitur, mengadakan penelitian apakah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang diberikan sesuai dengan syarat-syarat dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika ada penyimpangan, seberapa jauh penyimpangan tersebut dapat ditolerir dengan memperhatikan risiko yang akan timbul. Pengamatan diadakan untuk mengetahui apakah manajemen perusahaan terpelihara dengan baik. Sasaran pembinaan produk Kredit Masyarakat Desa Komersil ini ditujukan kepada perseorangan termasuk bimbingan dan pengarahan untuk pengembangan usahanya atau membantu mencarikan jalan keluar terhadap kesulitan yang dialami debitur. Sekitar 86 persen responden mendapat binaan dari petugas Bank X Bogor, sedangkan 14 persen yang tersisa tidak

63 51 mengikuti pembinaan. Hal ini menunjukkan bahwa Bank X Bogor sangat peduli terhadap debitur Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dalam menggunakan kreditnya. Kepedulian ini menimbulkan simpati dan memunculkan itikad baik dari debitur bermasalah untuk membayar pinjamannya sehingga NPL Bank X Bogor mengalami penurunan. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi risiko kredit di Bank X Bogor adalah: a. Kegiatan ekonomi makro atau kebijakan pemerintah yang tidak dapat diperkirakan oleh bank. Banyak usaha yang macet karena meningkatnya beban utang mengakibatkan semakin banyaknya kredit yang macet sehingga beberapa bank mengalami kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas makin parah ketika sebagian masyarakat kehilangan kepercayaannya terhadap sejumlah bank sehingga terjadi penarikan dana oleh masyarakat secara besar-besaran (rush). Oleh karena itu pemerintah memutuskan untuk menyelamatkan bank-bank yang mengalami masalah likuiditas tersebut dengan memberikan bantuan likuiditas. Namun untuk mengendalikan laju inflasi, bank sentral harus menarik kembali uang tersebut melalui operasi pasar terbuka. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan suku bunga SBI. b. Adanya bencana dan kejadian-kejadian lain di luar dugaan. Kondisi ekonomi sedang mengalami krisis yang cukup panjang. Kondisi tersebut semakin parah dengan adanya bencana alam yang sedang melanda. Bencana alam menimbulkan berbagai kerugian finansial dan non finansial yang menjadi sebab terjadinya kredit bermasalah. c. Persaingan yang tajam antar lembaga bank. Kredit adalah aktiva terbanyak yang dimiliki bank umum. Porsi kredit sekitar 60 persen sampai dengan 80 persen dari total aktiva bank umum. Tujuan utama penyaluran kredit adalah memperoleh pendapatan bunga. Porsi kredit dalam aktiva bank sangat besar karena sebagian besar penerimaan bank berasal dari bunga kredit, maka lembaga bank terlibat dalam persaingan yang ketat dalam hal perolehan kredit.

64 Analisis VaR Produk Kredit Masyarakat Desa Bermasalah Matriks unconditional merupakan proporsi perubahan kolektibilitas debitur per bulan. Dengan matriks unconditional dapat diketahui peluang perubahan kolektibilitas debitur tiap bulan yang dapat dilihat dari perubahan nominal baki debet tiap bulannya. Matriks unconditional yang diperoleh adalah: L KL D M L 0,910 0, KL 0,089 0,545 0,184 0 D 0 0,138 0,454 0,225 M 0 0 0,277 0,723 Keterangan: L = Lancar D = Diragukan KL = Kurang Lancar M = Macet Matriks di atas menunjukkan bahwa peluang kolektibilitas lancar untuk tetap bertahan pada posisinya adalah sebesar 0,910 (91%). Nilai ini menunjukkan bahwa debitur yang memiliki kolektibilitas lancar memiliki peluang yang sangat besar untuk tetap menjadi debitur yang dapat melaksanakan kewajibannya dalam membayar angsuran kredit dengan baik. Namun debitur kolektibilitas lancar memiliki peluang sebesar 0,090 (9%) untuk dapat menjadi debitur dengan kolektibilitas kurang lancar. Hal ini menunjukkan bahwa Bank X harus berusaha untuk mempertahankan debitur dengan kolektibilitas lancar untuk tetap berada posisinya dan tidak berpindah ke kolektibilitas kurang lancar karena masih ada peluang sebesar 9% bagi debitur kolektibilitas lancar berpindah ke kolektibilitas kurang lancar. Debitur kolektibilitas kurang lancar memiliki peluang sebesar 0,089 (8,9%) untuk pindah ke kolektibilitas lancar. Kolektibilitas kurang lancar untuk tetap bertahan pada kolektibilitas kurang lancar sebesar 0,545 (54,5%) dan kolektibilas kurang lancar untuk menjadi kolektibilitas diragukan sebesar 0,184 (18,4%). Nilai ini menunjukkan bank mengalami kerugian karna hanya sebesar

65 53 8,9 persen debitur yang berpindah ke kolektibilitas lancar sedangkan yang berpindah ke kolektibilitas diragukan lebih besar yaitu 18,4 persen. Peluang kolektibilitas diragukan menjadi kolektibilitas kurang lancar sebesar 0,138 (13,8%), sedangkan peluang untuk tetap bertahan pada kolektibilitas diragukan sebesar 0,454 (45,4%) dan kolektibilitas diragukan menjadi kolektibilitas macet sebesar 0,225 (22,5%). Nilai tersebut menunjukkan bahwa kerugian yang ditimbulkan akibat keadaan ini cukup besar karena peluang berpindah ke kolektibilitas macet lebih besar dibandingkan peluang berpindak ke kolektibulitas kurang lancar. Bank perlu menyiapkan suatu kegiatan untuk mengatasi keadaan ini. Peluang untuk keluar dari kolektibilitas macet menjadi kolektibilitas diragukan sebesar 0,277 (27,7%) dan peluang untuk tetap bertahan pada kolektibilitas macet sebesar 0,723 (72,3%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar debitur dengan kolektibilitas macet tidak memiliki itikad untuk dapat keluar dari keadaan ini. Sikap debitur yang demikian membuat bank mengalami kerugian yang cukup besar yang dapat mengganggu stabilitas keuangan bank sehingga Bank X Bogor harus memiliki pengelolaan kredit yang baik. Hal ini disebabkan usaha debitur yang dibiayai oleh kredit mengalami kebangkrutan sehingga debitur tidak memiliki uang untuk membayar kredit, selain itu juga karena usaha sudah tidak ada debitur tidak mau melunasi utangnya. Nilai VaR merupakan nilai kerugian maksimum yang dapat dialami oleh bank untuk periode satu tahun pada tingkat keyakinan yang telah ditentukan. Tingkat keyakinan yang digunakan pada penelitian ini adalah 95 persen dan 99 persen. Dengan mengetahui nilai VaR pada kredit yang disalurkan maka akan diketahui berapa jumlah kerugian maksimum yang dapat dialami bank sehingga dapat dilakukan pengelolaan risiko kredit yang sesuai. Tabel 19. menunjukkan kerugian maksimum yang dialami Bank X Bogor.

66 54 Tabel 18. VaR Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor VaR Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil Komersil di bank X Bogor Kolektibilitas Volatilitas VaR α=95% VaR α=99% Lancar Rp ,00 Rp ,65 Rp ,93 Kurang Lancar Rp ,00 Rp ,35 Rp ,07 Diragukan Rp ,70 Rp ,50 Rp. 16, ,50 Macet Rp ,99 Rp ,58 Rp ,50 TOTAL Rp ,09 Rp ,99 Nilai volatilitas merupakan perubahan keragaman faktor risiko. Volatilitas menunjukkan fluktuasi nilai di masa lalu sehingga volatilitas dapat menunjukkan sebaran munculnya peluang terjadinya risiko kredit yang terjadi di Bank X Bogor. VaR kredit pada kolektibilitas lancar memperlihatkan bahwa besarnya kemungkinan kerugian maksimum yang dihadapi Bank X Bogor dengan tingkat keyakinan 95 persen pada tahun 2010 adalah sekitar Rp. 1,9 Milyar. Nilai tersebut adalah 2 persen dari baki debet pinjaman kolektibilitas lancar, sedangkan kemungkinan maksimum dengan keyakinan 99 persen adalah sekitar Rp. 2,7 Milyar atau sebesar 3,47 dari baki debet pinjaman kolektibilitas lancar. Nilai VaR pada kolektibilitas lancar digunakan sebagai estimasi pergeseran kolektibilitas lancar ke kolektibilitas lainnya. Estimasi ini digunakan untuk perkiraan di masa yang akan datang apabila debitur kolektibilitas lancar bergeser ke kolektibilitas lainnya. VaR kredit pada kolektibilitas kurang lancar dengan tingkat keyakinan 95 persen sekitar Rp. 1,8 Milyar dan dengan tingkat keyakinan 99 persen sekitar Rp. 2,6 Milyar. Nilai VaR pada kolektibilitas kurang lancar melebihi baki debetnya. Hal ini menunjukkan bahwa kerugian yang dialami oleh kolektibilitas kurang lancar sangat tinggi. Dengan adanya hal tersebut dibutuhkan tindakan pengelolaan kredit yang serius dari pihak Bank X Bogor agar terjadi pergeseran kolektibilitas yang semakin baik di masa mendatang. VaR pada kolektibilitas diragukan dengan tingkat keyakinan 95 persen adalah sekitar Rp. 11,5 Juta atau sebesar 7,21 persen dari baki debet dan dengan keyakinan 99 persen adalah sekitar Rp. 16,2 Juta atau sebesar 5,11 persen dari total baki debet kolektibilitas diragukan. VaR pada kolektibilitas macet dengan

67 55 tingkat keyakinan 95 persen adalah sekitar Rp. 4 Juta atau sebesar 2 persen dari baki debet kolektibilitas macet. Pada tingkat keyakinan 95 persen, nilai kerugian maksimum yang akan dialami adalah sekitar Rp. 4,9 Juta atau dapat dikatakan bahwa hanya 5 persen kemungkinan kerugian yang dialami melebihi Rp. 4,9 Juta. Sedangkan dengan tingkat keyakinan 99 persen, kerugian maksimum yang dialami pada kolektibilitas macet sekitar Rp. 7 Juta atau sebesar 1,78 persen dari baki debet kolektibilitas macet. Pada keyakinan 99 persen nilai kerugian maksimum yang akan dialami sekitar Rp. 7 Juta atau dapat dikatakan bahwa hanya 1 persen kemungkinan kerugian yang dialami lebih dari Rp. 7 Juta. Pada kolektibilitas diragukan dan macet, nilai kerugian yang akan dialami kecil walaupun nilai baki debetnya cukup besar. Pergeseran kolektibilitas diragukan dan macet ke kolektibilitas lainnya sangat kecil sehingga nilai baki debet yang mengalami macet tidak mengalami penambahan yang signifikan. Nilai VaR Bank X Bogor pada tahun 2010 pada tingkat keyakinan 95 persen kemungkinan mengalami kerugian maksimum sekitar Rp. 3,8 Milyar. Nilai kerugian adalah 2,52 persen dari total baki debet total kredit di Bank X Bogor. Nilai kerugian tersebut menunjukkan bahwa kredit yang dianggap berisiko sebesar 2,52 persen dari total baki debet kredit. Nilai VaR tersebut menunjukkan bahwa 5 persen kemungkinan kerugian maksimum pada tahun 2010 melebihi Rp. 3,8 Milyar. Pada tingkat keyakinan 99 persen, Bank X Bogor kemungkinan mengalami kerugian maksimum sekitar Rp. 5,3 Milyar. Dengan kata lain hanya 1% kemungkinan kerugian yang dialami dapat melebihi Rp. 5,3 Milyar. Nilai kerugian maksimum terbesar berada pada kolektibilitas kurang lancar dan nilai kerugian maksimum terkecil berada pada kolektibilitas macet. Nilai kerugian terbesar pada kolektibilitas kurang lancar disebabkan oleh adanya pergeseran kolektibilitas dari kolektibilitas kurang lancar ke kolektibilitas diragukan yang nilainya lebih besar daripada pergeseran ke kolektibilitas lancar. Kolektibilitas kurang lancar memiliki kemampuan bergeser yang cukup besar. Hal tersebut menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi Bank X. Oleh sebab itu Bank X Bogor harus lebih berkonsentrasi untuk mengelola debitur kolektibilitas kurang

68 56 lancar agar dapat bergeser ke kolektibilitas yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan pembinaan yang intensif Implikasi Manajerial Risiko Produk Kredit Masyarakat Desa Bank X Bogor harus memiliki pengelolaan risiko kredit yang baik agar risiko kredit yang terjadi dapat diminimalisir. Pengelolaan risiko kredit yang baik dan benar dapat menurunkan rasio NPL yang terjadi. Pengelolaan risiko kredit yang dilakukan oleh Bank X Bogor antara lain: 1. Analisis ulang debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa menggunakan prinsip 5C untuk mengetahui character, capital, capability, collateral dan condition. Unsur yang pertama kali dinilai oleh pejabat kredit Bank X adalah character (karakter). Karakter berkaitan dengan perilaku debitur mengenai keinginan untuk membayar dan memenuhi kewajiban. Berdasarkan hasil kuisioner, karakter debitur bermasalah pada Bank X Bogor dibedakan menjadi karakter individu debitur dan karakter usaha debitur. Karakter dapat dikaitkan dengan pelanggaran moral (moral hazard) yaitu kecenderungan seseorang dengan sengaja menyimpangkan wewenang dan kemampuan untuk kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Karakter debitur seperti ini yang merugikan pihak bank. Kapasitas menunjukkan kemampuan calon debitur untuk membayar kewajiban pinjamannya. Potensi membayar kewajiban debitur dapat dilihat dari laporan keuangan usahanya. Modal digunakan untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki debitur terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank. Jaminan merupakan piranti pengaman pinjaman yang terakhir. Jaminan akan dieksekusi apabila debitur menyatakan tidak dapat membayar. Bank perlu memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan kredit karena faktor status hukum jaminan, nilai jaminan terhadap kewajiban, kemudahan likuidasi jaminan.

69 57 Tabel 19. Penanganan terhadap karakteristik debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X Bogor Karakteristik Individu Debitur Kredit Bermasalah Berdasarkan jenis kelamin Pria 38 orang Mantri Bank X selalu meminta istri debitur untuk selalu mengingatkan suaminya saat tiba waktu jatuh Wanita 12 orang tempo pembayaran. Berdasarkan usia Berdasarkan pendidikan Berdasarkan tanggungan keluarga orang Meningkatkan pendampingan dalam menjalankan >40 5 orang usaha pada debitur bermasalah usia tahun. Diploma SMA SMP SD 3 orang 32 orang 5 orang 10 orang Melakukan pembinaan kepada debitur bermasalah dengan pendidikan Diploma ke bawahuntuk meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dalam memenuhi kewajibannya membayar angsuran kredit. < 2 8 orang Melakukan pemantauan secara intensif kepada debitur kredit bermasalah dengan jumlah tanggungan orang keluarga di atas 4 orang. Pemantauan ini dilakukan >4 15 orang untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran sebenarnya debitur tersebut. Karakteristik Usaha Debitur Kredit Bermasalah Berdasarkan lama usaha Berdasarkan waktu pengembalian Berdasarkan plafon kredit Berdasarkan omzet usaha <5 tahun 16 orang 5-10 tahun >10 tahun 24 orang 10 orang <1 tahun 0 orang 1-3 tahun 50 orang >3 tahun 0 orang <5 Juta 11 orang 5-50 Juta 38 orang >50 Juta 1 orang <5 Juta 25 orang 5-50 Juta 19 orang >50 Juta 6 orang Memberikan pengarahan kepada debitur dengan umur usaha di bawah sepuluh tahun agar selalu mengalokasikan modal dari bank pada kegiatan yang prodktif agar memberikan nilai tambah. Melakukan analisis ulang apakah jangka waktu yang diberikan telah sesuai dengan kapasitas debitur untuk dapat mengangsur kredit tiap bulan. Melakukan analisis ulang apakah plafon yang diberikan telah sesuai dengan kapasitas debitur untuk dapat mengangsur kredit tiap bula Pihak Bank X lebih fokus melakukan pendampingan kepada debitur bermasalah dengan omzet usaha di bawah 5 juta. Hal ini dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan nasabah

70 58 2. Pembinaan dan penagihan intensif dilakukan terhadap debitur yang masuk dalam daftar kelompok kredit bermasalah. Kegiatan pembinaan berupa kunjungan langsung ke nasabah setiap akhir bulan dengan maksud agar nasabah dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar kredit dengan baik. Apabila terdapat masalah yang mengganggu kelancaran dalam membayar kredit, maka pembinaan diarahkan kepada perbaikan dan solusi yang dianggap dapat membantu mengatasi masalah tersebut. Pembayaran angsuran produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dilakukan sebulan sekali oleh debitur dengan mendatangi kantor Bank X. Debitur yang secara rutin membayar kredit dapat dinyatakan bahwa kredit yang dipinjamnya memiliki kolektibilitas lancar. Apabila kredit yang disalurkan tidak dapat dibayar sesuai dengan jadwal yang disepakati, maka pihak Bank X Bogor akan melakukan suatu tindakan berbentuk suatu sistem peringatan, seperti teguran secara lisan dan surat peringatan. 3. Penjadwalan ulang. Metode penyelesaian kredit bermasalah dengan cara penjadwalan ulang angsuran atau memberi perpanjangan waktu angsuran dan jatuh tempo. Hal ini dilakukan dengan melakukan evaluasi usaha dan analisa ulang sehingga dapat diketahui kemampuan riil debitur dalam pengembalian kredit. Langkah ini dilakukan kepada nasabah yang usahanya kurang menguntungkan disebabkan faktor di luar nasabah dan usaha tersebut masih berpeluang menguntungkan di masa depan. 4. Resutrukturisasi. Metode malakukan evaluasi dan pengubahan pokok pinjaman, jangka waktu, sistem angsuran, dan besarnya agunan. Hal ini dilakukan kepada nasabah yang berdasarkan hasil evaluasi kondisinya tidak mampu memenuhi kewajiban sesuai dengan kesepakatan awal. 5. Penyitaan agunan. Apabila keempat cara di atas tidak membuahkan hasil, maka pihak Bank X Bogor mengambil tindakan tegas berupa pelelangan agunan. Namun sebelum dilakukan pelelangan, pihak Bank X Bogor menawarkan penyelesaian yang bersifat kekeluargaan misalnya diberikan waktu untuk dapat menjual agunannya sendiri. Proses penjualan agunan oleh debitur dilakukan jika kredit merupakan kredit dengan kolektibilitas macet. Penjualan agunan dilakukan sendiri oleh pemiliknya termasuk apabila

71 59 penjualan agunan tidak dilakukan debitur maka selanjutnya dilakukan pelelangan. Uang yang diperoleh dari pelelangan akan digunakan untuk menutupi kekurangan kredit yang belum terbayar, kemudian dikurangi lagi untuk membayar biaya pelelangan dan sisanya baru menjadi milik debitur.

72 60 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Karakteristik debitur bermasalah Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil pada Bank X Bogor digolongkan berdasarkan karakteristik individu debitur dan karakteristik usaha debitur. 1) Karakteristik individu debitur bermasalah Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dapat dilihat dari jenis kelamin, usia, pendidikan, status, dan tanggungan keluarga. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 76 persen adalah pria dan sekitar 24 persen adalah wanita. Wanita memiliki loyalitas yang lebih besar dalam memenuhi kewajiban angsuran kredit beserta bunganya dibandingkan pria. Responden berada pada usia produktif yaitu antara 20 tahun sampai 40 tahun (90%). Sejalan dengan peningkatan usia, juga meningkatkan pengalaman mengelola usaha sehingga keberhasilan usaha kemungkinan lebih terjamin dan berpengaruh positif trhadap pengembalian kredit. Latar belakang pendidikan responden sebagian besar (64%) adalah SMA. Kaitannya dengan pengembalian kredit, semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin berdisiplin dan bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban membayar angsuran kredit. Berdasarkan jumlah tanggungan keluarga, responden dengan tanggungan keluarga kurang dari dua orang sebanyak 16 persen. Semakin sedikit tanggungan keluarga menunjukkan beban biaya yang ditanggung lebih sedikit sehingga diharapkan responden dapat melakukan pembayaran produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dengan baik. 2) Karakteristik usaha debitur bermasalah dilihat dari segi lama usaha, jangka waktu pengembalian kredit, plafon kredit yang diterima, penggunaan kredit, dan omzet usaha. Lama usaha debitur berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena pengalaman usaha yang semakin lama dapat meningkatkan pemahaman dan

73 61 kemampuan dalam mengelola usaha sehingga mendukung keberhasilan usaha. Sebagian besar responden (68%) telah menjalankan usahanya lebih dari 5 tahun. Jangka waktu pengembalian diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Jangka waktu pengembalian kredit rerponden berkisar antara 1 sampai 3 tahun. Nilai plafon kredit diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena semakin besar plafon yang diterima akan memperbesar beban angsuran dan beban bunga yang harus dibayar sehingga menurunkan peluang pengembalian kredit secara lancar. Omzet/pendapatan usaha seseorang berkolerasi positif dengan tingkat kemakmurannya. Hubungan dengan pengembalian kredit, pendapatan usaha seorang debitur dapat mencerminkan kemampuannya dalam memenuhi kewajiban pengembalian kredit dengan lancarkarena pendapatan tersebut sebagai sumber dalam membayar angsuran kredit. Omzet responden sebagian besar adalah di bawah Rp ,00 yaitu sebesar 50 persen. b. Faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan bahkan kegagalan dalam pengembalian kredit adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari internal debitur dan internal bank. Internal debitur bersumber dari unsur kesengajaan maupun ketidaksengajaan debitur sedangkan internal bank dikarenakan mantri kurang teliti dalam menganalisis karakter calon debitur dan kurangnya pengawasan dan pembinaan terhadap debitur. Sedangkan faktor eksternal yang menyebabkan adalah kegiatan ekonomi makro atau kebijakan pemerintah yang tidak dapat diperkirakan oleh bank, adanya bencana dan kejadiankejadian lain di luar dugaan, dan persaingan yang tajam antar lembaga bank. c. Kerugian maksimum Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil yang dihadapi Bank X Bogor tahun 2010 pada tingkat keyakinan 95% adalah sekitar Rp. 3,8 Milyar. Nilai kerugian adalah 2,52% dari total baki debet total kredit di Bank X Bogor. Pada tingkat keyakinan 99% Bank X Bogor

74 62 di tahun 2010 kemungkinan mengalami kerugian maksimum sekitar Rp. 5,3 Milyar. d. Pengelolaan Kredit Masayarakat Desa bermasalah yang dilakukan oleh Bank X Bogor adalah penetapan Analisis ulang terhadap debitur bermasalah produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dengan menggunakan prinsip 5C, penagihan intensif, penjadwalan ulang, restrukturisasi, penyitaan agunan. 2. Saran a. Melakukan monitoring yang lebih intensif sejak awal penyaluran kredit terhadap usaha debitur sehingga dapat diketahui perkembangan usaha debitur. b. Melakukan pengawasan dan pembinaan kepada debitur. Kurangnya pengawasan dan pembinaan terhadap debitur dapat menimbulkan kesalahan dalam penggunaan kredit oleh debitur, misalnya kredit yang diajukan oleh debitur adalah kredit untuk modal kerja tetapi pada kenyataannya kredit digunakan untuk kegiatan konsumtif.

75 63 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta-Indonesia. [1 Maret 2011]. Bank Indonesia Statistik Perbankan Indonesia. htpp:// [15 Juni 2009]. Bessis, J Risk Management in Banking. John Ltd, Sussex. Bisnis Indonesia Menkop Belum Puas dengan Pertumbuhan UMKM. [14 Mei 2010]. Darmawi, H Manajemen Risiko. Bumi Aksara, Jakarta. Dendawijaya Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia, Jakarta. Djohanputro Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. Penerbit PPM, Jakarta. Djumhana, 2000, Dasar-dasar Perkreditan. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Ghozali Manajemen Risiko Perbankan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Hasibuan Dasar-Dasar Perbankan. Bumi Aksara, Jakarta. Kasmir Manajemen Perbankan. Raja Grafindo Pustaka, Jakarta. Jorion, M. M Value at Risk : The New Benchmarking For Managing Finansial Risk. 2 nd Edition. Mac Graw-Hill, New Jersey. Muljono, T. P Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersil. BPFE-UGM, Yogyakarta. Panggabean Creditrisk pada BMT Prima Dinar Cabang Tawangmangu Jawa Tengah. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rahminta, D. Y Analisis Risiko Kredit di PD BPR BKK Pati Kota Kantor Kas Margoyoso. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Republik Indonesia Harmonisasi LDR-GWM dan Pertumbuhan Kredit. [26 April 2010].

76 64 Setiawati Analisis Value at Risk Kredit Mikro pada Bank X. Skripsi pada Departemen Statistik, Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sri, H. S Manajemen Risiko bagi Bank Umum. PT Alex Media Komputindo, Jakarta. Sutoyo Pengaruh Penerapan Capital Adequacy Ratio minimum terhadap Perkembangan Sektor Perbankan. Pustaka Media, Yogyakarta. Suyatno, T Dasar-Dasar Perkreditan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Tampubolon, R Risk Management. Elex Media Komputindo, Jakarta.

77 LAMPIRAN 65

78 66 Lampiran 1. Kuisioner penelitian Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR Gambaran Ringkas Penelitian Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) masih menjadi sektor unggulan perbankan dalam memberikan kreditnya. Ketika bank menggunakan dananya sebagai pinjaman yang diberikan kepada nasabahnya atau bank bertindak sebagai kreditur, bank akan dihadapkan pada risiko wanprestasi atau resiko nasabahnya gagal bayar. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya analisis risiko kredit agar dapat mengelola risiko kredit yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk: mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kredit bermasalah di Bank X Bogor, menganalisis risiko kredit yang terjadi di Bank X Bogor, dan menganalisis pengelolaan risiko kredit di Bank X Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Value at Risk (VaR). Penelitian ini dilakukan oleh Dwi Kurnia Rachman (H ) mahasiswa Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, institut Pertanian Bogor (IPB). Survei ini bertujuan untuk menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Informasi yang akan didapatkan dari hasil survei ini akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan analisis statistik. Analisis dan tabulasi akan dilakukan secara gabungan sehingga informasi setiap responden tidak akan diketahui. Petunjuk Umum 1. Kuisioner ini terdiri dari 2 bagian yaitu krakteristik responden dan karakteristik usaha. 2. Kuisioner penelitian ini terdiri dari pertanyaan terbuka dan tertutup. 3. Petunjuk pengisian untuk pertanyaan tertutup dengan cara memberi tanda silang (x) pada jawaban yang tersedia, mengisi titik-titik pada pilihan lainnya jika ada jawaban yang tidak tersedia. I. Karakteristik Responden 1.1 Nama : Alamat : Jenis Kelamin : a. Pria b. Wanita 1.4 Usia : a. < 20 tahun b tahun c. >4 tahun 1.5 Pendidikan : a. SD c. SMP c. SMA d. Diploma e. Sarjana f. S2 1.6 Status : a. Menikah b. Belum Menikah

79 67 Lanjutan Lampiran Tanggungan Keluarga : a. < 2 orang b. 2-4 orang c. >4 orang II. Karakteristik Usaha 2.1 Jenis Usaha : Lama Berusaha : a. < 5 tahun b tahun c. >10 tahun 2.3 Pendapatan / Omzat Usaha Rata-Rata per Hari (dalam bulan terakhir): a. < 5 Juta b Juta c. > 50 juta 2.4 Pernahkah Usaha Anda Mengalami Penurunan / Kerugian? a. Ya b. Tidak Jelaskan Besarnya Pinjaman Kredit yang Diperoleh: a. < 50 Juta b Juta c. > 500 Juta 2.6. Jangka Waktu Kredit : a. < 1 tahun b. 1-3 tahun d. > 3 tahun 2.7 Status Sebagai Nasabah Bank X Bogor (Saat Mengajukan Kredit): a. Baru b. Lama 2.8 Pengalaman Menerima Kredit Bank X Bogor: a. < 3 kali b. 3-5 kali c. > 5 kali 2.9 Kredit yang Diperoleh Digunakan Untuk: a. Menambah Modal Kerja b. Investasi Usaha c. Lainnya : sebutkan Pernahkan Anda Menunggak dalam Membayar Angsuran Kredit? a. Ya b. Tidak Jelaskan Jika Ya, Berapa Kali Anda Melakukan Penunggakan? a. < 3 kali b. 3-5 kali c. > 5 kali 3.2 Apa Alasan Anda Melakukan Penunggakan? a. Tidak mempunyai uang b. Usaha bangkrut c. Debitur mengalami masalah kesehatan d. Lainnya, sebutkan Apa yang Dilakukan oleh Saudara untuk Mengatasi tersebut? Apakah Selama ini Bank Melakukan pendampingan dalam menjalani usaha? a. Ya b. Tidak Jelaskan... TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI ANDA

80 68 Lanjutan Lampiran 1. Kuisioner Penelitian untuk Bank X ANALISIS RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR Gambaran Ringkas Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) masih menjadi sektor unggulan perbankan dalam memberikan kreditnya. Ketika bank menggunakan dananya sebagai pinjaman yang diberikan kepada nasabahnya atau bank bertindak sebagai kreditur, bank akan dihadapkan pada risiko wanprestasi atau resiko nasabahnya gagal bayar. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya analisis risiko kredit agar dapat mengelola risiko kredit yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk: mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kredit bermasalah di Bank X Bogor, menganalisis risiko kredit yang terjadi di Bank X Bogor, dan menganalisis pengelolaan risiko kredit di Bank X Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Value at Risk (VaR). Penelitian ini dilakukan oleh Dwi Kurnia Rachman (H ) mahasiswa Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, institut Pertanian Bogor (IPB). Survei ini bertujuan untuk menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Informasi yang akan didapatkan dari hasil survei ini akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan analisis statistik. Analisis dan tabulasi akan dilakukan secara gabungan sehingga informasi setiap responden tidak akan diketahui. Petunjuk Umum 1. Kuisioner ini terdiri dari 4 bagian yaitu data umum Bank X Bogor, jenis dan besarnya kredit, prosedur pemberian kredit, dan kredit bermasalah. 2. Kuisioner penelitian ini terdiri dari pertanyaan terbuka dan tertutup. 3. Petunjuk pengisian untuk pertanyaan tertutup dengan cara memberi tanda silang (x) pada jawaban yang tersedia, mengisi titik-titik pada pilihan lainnya jika ada jawaban yang tidak tersedia. I. Data Umum Bank X Nama :... Jabatan :... Tugas :... Alamat Bank X :... Kabupaten/Kota :... Propinsi :... No Telp :... fax :...

81 69 Lanjutan Lampiran 1. II. Jenis dan Besarnya Kredit 2.1 Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil No Tahun Jumlah Debitur (Orang) Jumlah Kredit (Ribuan Rupiah) Rasio NPL (%) 2.2 Kredit Masyarkat Desa dilihat dari segi penggunaan No Jenis Kredit 1 Modal Kerja 2 Investasi Jumlah Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 NPL Orang Rp Orang Rp Orang Rp (%) 2.3 Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dilihat dari segi jangka waktu No Jenis Kredit Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 NPL Orang Rp Orang Rp Orang Rp (%) 1 Kredit Jangka Pendek (<1 tahun) 2 Kredit Jangka Menengah (1-3 tahun) 3 Kredit Jangka Panjang (> 3 tahun) Jumlah 2.4 Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dilihat dari sektor ekonomi Sektor Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 NPL No Ekonomi Orang Rp Orang Rp Orang Rp (%) 1 Pertanian 2 Perdagangan 3 Perindustrian 4 Pertambangan Jumlah 2.5 Mengapa pada sektor tersebut memiliki jumlah kredit yang paling besar? (jawaban lebih dari satu) a. Sektor tersebut prospektif b. Memiliki peminat yang banyak c. Risiko yang ditimbulkan kecil d. Usaha tersebut berada di wilayah unit Bank X

82 70 Lanjutan Lampiran Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil dilihat dari Plafon Kredit No Kelompok Usaha 1 Usaha Mikro (= 50 jt) 2 Usaha Kecil (>50 jt s/d 500 jt) 3 Usaha Menengah (>500 jt s/d 5 M) 4 Usaha Besar (>5 M) Jumlah Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 NPL (%) Orang Rp Orang Rp Orang Rp III. Prosedur Pemberian Kredit 3.1 Bentuk kredit yang diberikan (jawaban boleh lebih dari satu) a. Individual : % b. Kelompok : % 3.2 Faktor-faktor yang menentukan Bank X ketika akan menilai kelayakan suatu kredit (urutkan berdasarkan prioritas yang menjadi pertimbangan, 1=paling penting sampai dengan 6=paling tidak penting) No Faktor-faktor Peringkat 1 Karakter calon debitur 2 Riwayat peminjam 3 Kesanggupan debitur memperoleh pendapatan 4 Keabsahan/legalitas usaha 5 Nilai agunan 6 Hubungan antara pengurus/pemilik dengan debitur 3.3 Hal-hal yang menjadi pertimbangan utama Bank X dalam penyaluran kredit (urutkan berdasarkan prioritas yang menjadi pertimbangan, 1=paling penting sampai dengan 4=paling tidak penting) Pertimbangan dalam Penyaluran Kredit Peringkat Didasarkan pada lokasi tempat tinggal (domisili) debitur Didasarkan pada lokasi usaha debitur Didasarkan pada agunan yang diajukan 3.4 Faktor apakah yang paling menentukan dari 5 C s ketika Bank X menilai pengajuan kredit calon debitur? (urutkan berdasarkan prioritas yang menjadi pertimbangan, 1=paling penting sampai dengan 5=paling tidak penting)

83 71 Lanjutan Lampiran 1. Character Capacity Capital Collateral Condition Faktor Penentu Kredit Peringkat 3.5 Cara pembayaran angsuran Produk Kredit Masyarakat Desa Komersil di Bank X (urutkan berdasarkan prioritas yang menjadi pertimbangan, 1=paling sering dilakukan sampai dengan 4=paling jarang dilakukan) No Cara Pembayaran Peringkat 1 Angsuran disetor langsung ke Bank X 2 Angsuran diambil/dijemput ke debitur 3 Angsuran dipotong secara langsung dari gaji/tabungan debitur 4 Angsuran dibayar secara transfer ke rekening Bank X VI Kredit Bermasalah 4.1 Apakah kredit yang disalurkan memiliki agunan? a. Ya, sebutkan... b. Tidak 4.2 Kolektibilitas kredit dan jumlah debitur pada Desember 2010 No Kolektibilitas Kredit Jumlah Debitur (Orang) 1 Lancar 2 Dalam Perhatian Khusus 3 Kurang Lancar 4 Diragukan 5 Macet Jumlah Kredit (Ribuan Rupiah) 4.3 Alasan timbulnya kredit bermasalah (jawaban boleh lebih dari satu) a. Tidak ada itikad baik dari debitur untuk membayar kredit. b. Bunga pinjaman yang terlalu tinggi. c. Pendapatn debitur menurunusaha bangkrut. d. Debitur mengalami masalah kesehatan. e. Lainnya, Dalam penyaluran kredit, manakah yang menjadi prioritas di Bank X, apakah penambahan plafon kredit bagi debitur lama atau penyaluran kredit kepada debitur baru? TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI ANDA

84 72 Lanjutan Lampiran 1. Pertanyaan Wawancara ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR 1. Kapan Bank X Bogor berdiri? Bagaiman sejarah berdirinya? 2. Bagaimana struktur organisasi Bank X Bogor? Apa tugas dari masing-masing bagian dalam struktur organinasi tersebut? 3. Apa saja kegiatan usaha yang dilakukan Bank X Bogor? 4. Produk apa saja yang ditawarkan oleh Bank X Bogor? 5. Apa saja jenis kredit yang disalurkan oleh Bank X Bogor? 6. Bagaimana kolektibilitas masing-masing kredit yang disalurkan? 7. Apa saja yang dapat digunakan sebagai agunan kredit? 8. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya Non Performing Loan? 9. Tindakan penyelamatan kredit apa saja yang dilakukan Bank X Bogor? 10. Apa saja yang menjadi pesaing dari Bank X Bogor?

85 73 Lampiran 2. Matriks transisi bulanan Matriks Transisi Januari Februari 2010 L KL D M L KL 0,0306 0, D 0 0,0769 0,7693 0,1538 M Matriks Transisi Februari Maret 2010 L KL D M L KL 0, , D M Matriks Transisi Maret April 2010 L KL D M L KL D 0 0,0769 0,7692 0,1538 M Matriks Transisi April Mei 2010 L KL D M L KL D ,261 M Matriks Transisi Mei Juni 2010 L KL D M L KL D M Matriks Transisi Juni Juli 2010 L KL D M L KL D M

86 74 Lanjutan Lampiran 2. Matriks Transisi Juli Agustus 2010 L KL D M L KL D M Matriks Transisi Agustus September 2010 L KL D M L KL D M Matriks Transisi September Oktober 2010 L KL D M L KL D M Matriks Transisi Oktober November 2010 L KL D M L KL D M Matriks Transisi November Desember 2010 L KL D M L KL D M

87 75 Lampiran 3. Nilai baki debet dengan bunga Kolektibilitas Tahun 1 Baki Debet (Rp) Present value (Rp) Forward Value (Rp) Total Value Baki Debet (Rp) Lancar 24% 9,424,722,297 2,261,933, ,824,139, ,086,073, Kurang Lancar 24% 52,118,800 12,508, ,087, ,596, Diragukan 24% 83,001,250 19,920, ,064, ,985, Macet 24% 67,391,516 16,173, ,043, ,217,483.07

88 Lampiran 4. Perhitungan VaR tiap kolektibilitas 76

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian, Unsur Kredit, dan Jenis Kredit 2.1.1. Pengertian Kredit Kata kredit berasal dari bahasa Yunani, Credete yang berarti kepercayaan atau dalam bahasa Latin disebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lembaga Keuangan Menurut Triandaru dan Budisantoso (2007), berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 792 Tahun 1990 tentang lembaga keuangan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Produk Kredit Komersil adalah kredit yang bersifat umum, individu, selektif, dan berbunga wajar untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang

Lebih terperinci

Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR

Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR LAMPIRAN 65 66 Lampiran 1. Kuisioner penelitian Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR Gambaran Ringkas Penelitian Sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masih banyak perbankan yang tidak melakukan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

BAB I PENDAHULUAN. Masih banyak perbankan yang tidak melakukan Peraturan Bank Indonesia (PBI) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Risiko bisnis, bencana alam, perampokan, pencurian, serta kebangkrutan menjadi risiko yang sering terjadi pada banyak perusahaan, khususnya perbankan. Masih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan, atau credo yang berarti saya percaya (Firdaus dan Ariyanti, 2009).

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembangunan merupakan program pemerintah yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembangunan merupakan program pemerintah yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan merupakan program pemerintah yang bertujuan menciptakan kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemakmuran, kesejahteraan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang dengan cepat, sumber-sumber dana diperlukan untuk membiayai usaha tersebut. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia dan sebagian negara Asia Tenggara dan Timur mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh beberapa faktor baik yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar istilah

Lampiran 1. Daftar istilah LAMPIRAN LAMPIRAN 46 Lampiran 1. Daftar istilah 1. Non performing loan (NPL) : kredit macet yang pembayaran bunga dan pokok pinjaman tertunda 90 hari atau lebih, atau setidaknya 90 hari pembayaran bunga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayat 2 dijelaskan bahwa, bank adalah badan usaha yang menghimpun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayat 2 dijelaskan bahwa, bank adalah badan usaha yang menghimpun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Bank 1. Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan pada Bab 1 dan pasal 1 serta

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang Undang RI No 10 tahun 1998 tentang perbankan, jenisjenis

II. LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang Undang RI No 10 tahun 1998 tentang perbankan, jenisjenis II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank dan Produk Bank 2.1.1 Pengertian Bank Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan disalurkan dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

III.METODE PENELITIAN

III.METODE PENELITIAN III.METODE PENEITIAN 3.1. Kerangka Tahapan Pemikiran Perkembangan industri non perbankan terus menunjukkan tren positif terutama perasuransian dan perusahaan pembiayaan. Hal ini terjadi pula pada PT ABC

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran dari peneliti yang didasarkan atas pengetahuan, teori dan dalil dalam upaya menjawab tujuan

Lebih terperinci

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan sarana yang strategis dalam rangka pembangunan ekonomi, peran yang strategis tersebut disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai penghimpun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian suatu negara bisa dilihat dari minimalnya dua sisi, yaitu ciri perekonomian negara tersebut, seperti pertanian atau industri dengan sektor perbankan.

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Kredit

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Kredit Pengelolaan Risiko Kredit Manajemen Risiko, Sesi 6 Latar Belakang 1. Risiko Kredit didefinisikan sebagai risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. 2. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2007 hingga 2010 proporsi jumlah bank gagal dari jumlah bank yang ditetapkan dalam pengawasan khusus cenderung meningkat sesuai dengan Laporan Tahunan Lembaga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian Kredit Pengertian kredit secara umum, kredit adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis pada saat sekarang ini atas dasar kepercayaan sebagai pengganti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ringkasan dari suatu proses pencatatan, dari transaksi-transaksi yang terjadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ringkasan dari suatu proses pencatatan, dari transaksi-transaksi yang terjadi BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Laporan Keuangan Menurut Baridwan (2002: 17), laporan keuangan didefinisikan sebagai ringkasan dari suatu proses pencatatan, dari

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN III.

KERANGKA PEMIKIRAN III. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengendalian Kredit Bank Pada penyaluran kredit bank, perlu diperhatikan beberapa aspek yang terkait dengan nasabah penerima kredit untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Prosedur Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sebelum krisis tahun 1998 sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak dilirik oleh perbankan karena mereka menilai sektor ini tidak layak untuk dibiayai,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perlakuan Akuntansi Perlakuan akuntansi adalah standar yang melandasi pencatatan suatu transaksi yang meliputi pengakuan, pengukuran atau penilaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 10 tahun 1998 bahwa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 10 tahun 1998 bahwa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Mengenai Bank 2.1.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Peran Bank Bank secara sederhana dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat,

Lebih terperinci

kemudian hari bagi bank dalam arti luas;

kemudian hari bagi bank dalam arti luas; KAJIAN PUSTAKA Pengertian dasar tentang kredit bermasalah Dalam kasus kredit bermasalah, debitur mengingkari janji membayar bunga dan pokok pinjaman mereka yang telah jatuh tempo, sehingga dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank adalah suatu badan usaha yang memiliki fungsi utama menghimpun dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian Indonesia secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 2.1.1. Lusia Estine Martin, Saryadi, dan Andi Wijayanto (2014) Lusia Estine Martin, Saryadi, dan Andi Wijayanto melakukan penelitian ini dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengertian Bank menurut Kasmir (2011 : 3), Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit Usaha Mikro Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kredit adalah salah satu faktor yang berperan penting di dalam pengembangan usaha. Pada umumnya ada dua jenis kredit, yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004, tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kualitatif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfasilitasi investor untuk berinvestasi, untuk mendapatkan pengembalian yang

BAB I PENDAHULUAN. memfasilitasi investor untuk berinvestasi, untuk mendapatkan pengembalian yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dalam era persaingan global setiap negara ingin bersaing secara internasional, sehingga dalam hal ini kebijakan yang berbeda diterapkan untuk memfasilitasi investor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial intermediary. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga financial intermediary yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana serta sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Kerangka Teoritis 1. Agency Theory Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori agensi. Jensen and Meckling (1976) menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/6/PBI/2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/2/PBI/2005 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 25 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia perbankan memegang peranan penting dalam pertumbuhan stabilitas ekonomi. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kredit, Teori Permintaan dan Penawaran Kredit Berdasarkan asal mulanya, Kasmir (2003) menyatakan kredit berasal dari kata credere yang artinya

Lebih terperinci

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat No. 10/ 45 /DKBU Jakarta, 12 Desember 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat Sehubungan dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai pengaruh faktor suku bunga kredit, dana pihak ketiga, nilai tukar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan kinerja perekonomian Indonesia menurun. Pengelolaan perekonomian dan sektor usaha yang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam karya akhir ini pengukuran risiko yang ditunjukan terhadap pembiayaan murabahah pada BNI Syariah dengan menggunakan Metode CreditRisk +, Dalam penerapan metode pengukuran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH A. Strategi Pencegahan Pembiayaan Mura>bah}ah Multiguna Bermasalah Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Resiko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, penelitian terdahulu yang menjadi rujukan penulis yaitu penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, penelitian terdahulu yang menjadi rujukan penulis yaitu penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya yang mempunyai manfaat yang sangat besar bagi penulis khususnya sebagai acuan dalam penulisan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian sekarang ini, dimana setiap perusahaan baik itu yang bergerak dibidang industri perdagangan maupun jasa dituntut tidak hanya bertahan tetapi juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Perbankan Indonesia Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998, Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang menjadi pendukung dalam melakukan penelitian ulang terhadap kinerja keuangan bank dengan menggunakan metode RGEC diantaranya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena banyak sekali menimbulkan permasalahan yang sulit untuk dipecahkan. Salah satu permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DATA. 26 Universitas Indonesia

BAB 4 ANALISA DATA. 26 Universitas Indonesia BAB 4 ANALISA DATA 4.1 Data Kolektibilitas Debitur Tahun 2008 Bank Indonesia melalui PBI No:9/14/PBI/2007 tentang Sistem Informasi Debitur mewajibkan bank umum melaporkan kualitas debitur untuk pemenuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Kredit Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur

Lebih terperinci

Bab 10 Pasar Keuangan

Bab 10 Pasar Keuangan D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n 133 Bab 10 Pasar Keuangan Mahasiswa diharapkan dapat memahami mengenai pasar keuangan, tujuan pasar keuangan, lembaga keuangan. D alam dunia bisnis terdapat

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS KREDIT KONSUMTIF BANK X DENGAN INTERNAL MODEL CREDITRISK Gambaran Umum Kredit Konsumtif pada Bank X

BAB 4 ANALISIS KREDIT KONSUMTIF BANK X DENGAN INTERNAL MODEL CREDITRISK Gambaran Umum Kredit Konsumtif pada Bank X 51 BAB 4 ANALISIS KREDIT KONSUMTIF BANK X DENGAN INTERNAL MODEL CREDITRISK + Dalam Bab 4 secara lebih mendalam akan dibahas analisis mengenai pengukuran risiko kredit konsumtif pada bank X dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang bertindak sebagai sumber permodalan dan perantara keuangan dengan menyediakan mekanisme transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Daftar nama bank yang termasuk dalam objek penelitian ini adalah 10 bank berdasarkan total aset terbesar di tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 1.1.

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sistem Perusahaan memerlukan sistem untuk menunjang kegiatan perusahaan dengan kata lain sistem merupakan rangkaian dari prosedur yang saling berkaitan dan secara

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5861 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini lembaga perbankan memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian Indonesia, dibuktikan dengan adanya krisis Ekonomi Global yang baru-baru ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap aktivitas ekonomi memerlukan jasa perbankan untuk memudahkan transaksi keuangan. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring berkembangnya kebutuhan masyarakat dalam mencapai suatu kebutuhan, maka terjadi peningkatan kebutuhan dari segi finansial. Untuk mendapatkan kebutuhan

Lebih terperinci

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami perkembangan pesat yang diikuti dengan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

BAB I PENDAHULUAN. mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan segala sesuatu yang menyangkut bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian dan Fungsi Kredit Menurut Dahlan Siamat (2005 : 349), kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH SESI 5: Manajemen Risiko Syariah Achmad Zaky,MSA.,Ak.,SAS.,CMA.,CA Definisi Risiko Dalam konteks perbankan, adalah suatu kejadian potensial yang dapat diperkirakan maupun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undangundang Perbankan 7 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi Undangundang Perbankan Nomor 10 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prioritas utama dalam pembangunan negara Indonesia yakni peningkatan kesejahteraan rakyat melalui mengembangkan perekonomian rakyat yang didukung pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut :

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut : BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut : Permberian prestasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari peran perbankan dalam menyediakan jasa keuangan. Hampir seluruh kegiatan keuangan membutuhkan jasa bank.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun di luar negeri. Hal ini dikarenakan salah satu tolak ukur kemajuan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun di luar negeri. Hal ini dikarenakan salah satu tolak ukur kemajuan suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya perekonomian di dunia meskipun kini tengah dilanda krisis ekonomi global, dunia bisnis merupakan dunia yang paling ramai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

akan berpengaruh terhadap pertumbuhan bank tersebut, baik dilihat dari sudut pandang operasional bank dan dampak psikologis yang terjadi.

akan berpengaruh terhadap pertumbuhan bank tersebut, baik dilihat dari sudut pandang operasional bank dan dampak psikologis yang terjadi. Perkembangan dunia usaha di Indonesia, tidak terlepas dari peranan pemerintah yang memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk dapat mengembangkan diri seluas-luasnya sejauh tidak menyimpang dari sasaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kredit

TINJAUAN PUSTAKA Kredit TINJAUAN PUSTAKA Kredit Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pemberian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada suatu jangka waktu yang disepakati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi kondisi perusahaan. keuangan perusahaan selama ini, antara lain : Metode Rasio Keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi kondisi perusahaan. keuangan perusahaan selama ini, antara lain : Metode Rasio Keuangan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kinerja keuangan perusahaan adalah sesuatu yang dicapai/prestasi yang diperlihatkan mengenai keadaan keuangan oleh organisasi berbadan hukum yang mengadakan transaksi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Manajemen Risiko yang diterapkan dalam mengatasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BTM Lampung

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Manajemen Risiko yang diterapkan dalam mengatasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BTM Lampung 96 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Manajemen Risiko yang diterapkan dalam mengatasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BTM Lampung Berdasarkan uraian dan penjelasan tentang manajemen risiko dari hasil

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 31 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Risiko kredit atau dalam bahasa asing disebut credit risk adalah suatu potensi kerugian yang disebabkan oleh ketidak mampuan (gagal bayar) dari debitur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Return on Assets (ROA) Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui Return on Assets (ROA). Return on Assets (ROA) digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bank adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.53, 2016 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5861). PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan dan struktur permodalan yang lemah dan sebagainya.

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan dan struktur permodalan yang lemah dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan perekonomian di Indonesia tidak dapat terlepas dari sektor perbankan, khususnya peran perbankan sebagai sumber pembiayaan industri dalam negeri. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB 5 Penutup. Universitas Indonesia. Risiko dan manajemen..., Lusianna Elizabeth, Pascasarjana UI, 2009

BAB 5 Penutup. Universitas Indonesia. Risiko dan manajemen..., Lusianna Elizabeth, Pascasarjana UI, 2009 114 BAB 5 Penutup 5. 1. Kesimpulan Dari hasil pemaparan dalam bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut,: 1. Bank syariah sebagai bank umum yang menjalankan kegiatan operasionalnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kehidupan sehari-hari kata kredit bukan merupakan perkataan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kehidupan sehari-hari kata kredit bukan merupakan perkataan yang 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Kredit Dalam kehidupan sehari-hari kata kredit bukan merupakan perkataan yang asing bagi mayarakat kita. Perkataan kredit tidak saja dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendukung dan penggerak laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. pendukung dan penggerak laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Dalam rangka pembangunan perekonomian nasional, sektor keuangan khususnya industri perbankan merupakan salah satu komponen terpenting sebagai pendukung dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan

Lebih terperinci