TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Kebutuhan makro nutrisi ikan mas (Cyprinus carpio)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Kebutuhan makro nutrisi ikan mas (Cyprinus carpio)"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrisi Ikan Mas Ikan membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh dalam proses hidupnya. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi pada ikan antara lain jumlah dan jenis asam amino esensial, kandungan protein yang dibutuhkan, kandungan energi pakan dan faktor fisiologis ikan (Lovell 1988). Kombinasi seimbang dari bahan bahan penyusun serta kecernaan pakan menjadi dasar penyesuaian formulasi pakan terhadap kebutuhan ikan (Cho et al. 1985). Makanan bagi ikan diklasifikasikan menjadi makanan yang mengandung energi, yaitu protein, lemak dan karbohidrat serta makanan yang tidak mengandung energi seperti vitamin, mineral dan air (NRC 1977). Ikan mas mampu mencerna lemak dengan baik. Oleh karena itu, jumlah energi yang dapat tercerna (digestible energy) lebih penting daripada jumlah lemak dalam pakan (Takeuchi et al. 2002). Kebutuhan karbohidrat ikan mas tergolong tinggi dibandingkan dengan ikan yang lain karena ikan tersebut merupakan jenis omnivora. Jobling (1993) dalam Midlen & Redding (1998) menyatakan bahwa ikan mas dapat mencerna sebagian besar karbohidrat dalam pakan, sementara golongan karnivora seperti salmon dan yellowtail hanya mampu mencerna sekitar 25% saja. Secara umum, kebutuhan ikan mas terhadap karbohidrat sebesar 30 40% dalam pakan (Takeuchi et al. 2002). Kebutuhan makro nutrisi ikan mas disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kebutuhan makro nutrisi ikan mas (Cyprinus carpio) MAKRO NUTRISI KEBUTUHAN Protein g.100 g -1 Lemak 5 15 g.100 g -1 Energi MJ kg -1 ( kcal) Karbohidrat g.100 g -1 Sumber : Takeuchi et al Kekurangan protein akan menyebabkan ikan kehilangan bobot tubuhnya karena protein dari beberapa jaringan vital akan diambil kembali untuk memelihara fungsi jaringan yang lebih vital lagi dan untuk mengganti sel yang

2 5 mati. Sebaliknya kelebihan protein pada makanan akan menyebabkan proporsi protein yang disimpan dalam jaringan hanya sedikit, sedang selebihnya akan diubah dan digunakan sebagai sumber energi. Hal ini disebabkan karena suplai protein berlebih membutuhkan lebih banyak energi untuk mendeaminasi asam amino sehingga akan mengurangi energi untuk pertumbuhan (NRC 1993). Kelebihan protein juga akan menyebabkan pembuangan nitrogen yang banyak ke lingkungan budidaya. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan perbandingan antara energi dan protein yang optimal di dalam makanan (Boonyaratpalin 1991). Protein yang dicerna akan dibebaskan dalam bentuk asam amino yang diabsorbsi saluran pencernaan untuk didistribusikan oleh darah ke seluruh jaringan tubuh (Wilson 1989). Asam amino terdiri dari dua jenis, yaitu asam amino esensial dan non esensial. Kebutuhan protein dalam pakan secara langsung dipengaruhi oleh pola kebutuhan asam amino esensial. Asam amino esensial sangat dibutuhkan namun keberadaannya harus disediakan melalui pakan karena tidak dapat disintesis di dalam tubuh, sedangkan asam amino non esensial dapat disintesis di dalam tubuh, misalnya glisin, alanin, sistein, tirosin, asam aspartat dan lain sebagainya. Atom N dari gugus purin dan pirimidin nukleotida merupakan basa penting DNA dan RNA berasal dari asam amino (NRC 1983). Kebutuhan lemak dalam pakan dipengaruhi oleh ukuran ikan, umur, teknik pemberian pakan dan komposisi pakan (NRC 1983). Lemak berperan penting dalam pakan ikan karena berfungsi sebagai sumber energi dan asam lemak esensial, memelihara bentuk dan fungsi membran atau jaringan sel yang penting bagi organ tubuh tertentu, membantu penyerapan vitamin yang terlarut dalam lemak (A,D,E dan K) dan untuk mempertahankan daya apung tubuh (NRC 1993). Satu unit lemak setara dengan 9,4 kkal GE atau mengandung energi satu setengah kali lipat lebih banyak dibandingkan satu unit protein yang bernilai 5,6 kkal GE (Watanabe 1988). Apabila lemak dapat dengan efektif menyediakan energi untuk metabolisme, maka sebagian besar protein tidak digunakan sebagai sumber energi melainkan digunakan tubuh untuk pertumbuhan (NRC 1993). Namun, penentuan kadar lemak dalam pakan dipengaruhi oleh faktor kualitas dan kuantitas pakan,

3 6 kualitas dan kuantitas sumber energi lain serta kualitas sumber minyak (D Abramo 1997). Penambahan lemak dalam pakan perlu mendapatkan perhatian khusus, karena kekurangan lemak menyebabkan penurunan pertumbuhan, penurunan efisiensi pakan serta pada beberapa kasus akan meningkatkan kematian ikan (Watanabe 1988). Namun, kadar lemak berlebih akan menurunkan konsumsi pakan dan pertumbuhan, degenerasi hati, menurunkan kualitas panen (NRC 1993). Selain itu, lemak yang berlebihan akan masuk ke dalam jaringan organ sehingga menghambat fungsi normal tubuh (Hasting 1979). Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi. Pemberian energi yang optimal pada pakan ikan adalah penting karena kekurangan atau kelebihan energi dapat mengakibatkan pertumbuhan berkurang (Lovell 1988). Energi untuk pemeliharaan tubuh dan aktifitas lain harus terpenuhi dahulu sebelum energi digunakan untuk pertumbuhan. Ikan karnivora umumnya dapat memanfaatkan karbohidrat secara optimal pada kadar 10 20% sedangkan ikan omnivora rata rata pada kadar 30 40% (Furuichi 1988). Sedangkan ikan nila (Oreochromis niloticus) dapat memanfaatkan karbohidrat pakan hingga 45% (Shimeno et al. 1996). Karbohidrat berperan sebagai sumber energi termurah dalam pakan ikan (NRC 1993; Shiau 1997) yang bernilai 4,1 kkal GE untuk satu unit karbohidrat dalam bentuk bahan ekstrak tanpa nitrogen atau BETN (Watanabe 1988). Karbohidrat juga berfungsi sebagai prekursor berbagai metabolisme intermediat yang diperlukan untuk pertumbuhan, misalnya biosintesis asam amino non esensial dan asam nukleat (NRC 1993). Karbohidrat dibedakan menjadi tiga kelompok utama, yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida. Disakarida dan polisakarida merupakan turunan monosakarida. Monosakarida utama yang terdapat dalam makanan adalah glukosa dan fruktosa. Glukosa (C 6 H 12 O 6 ) merupakan produk hidrolisis karbohidrat kompleks dalam proses pencernaan (Hepher 1990). Di tingkat sel, glukosa dioksidasi untuk menghasilkan energi dan disimpan dalam otot dan hati sebagai glikogen atau dikenal sebagai pati hewan (Piliang & Djojosoebagio 1996). Pada kondisi normal, kelebihan karbohidrat akan diubah menjadi lemak dan disimpan

4 7 di berbagai jaringan sebagai cadangan energi pada saat kekurangan makanan. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan otot dan hati untuk menyimpan glikogen, sehingga kelebihan glukosa darah diubah menjadi lemak melalui proses lipogenesis (Shimeno 1974). Ikan memiliki kemampuan lebih rendah dalam memanfaatkan karbohidrat dibandingkan hewan-hewan terestrial (Shiau 1997), namun keberadaan karbohidrat harus tetap tersedia dalam pakan (Wilson 1994). Kekurangan energi dalam pakan menyebabkan tubuh akan mengkatabolisme protein dan lemak menjadi energi untuk mempertahankan pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh yang mengakibatkan pertumbuhannya melambat (Wilson 1994). Dalam keadaan glukosa darah yang rendah akibat kekurangan makanan, terjadi proses pembentukan glukosa melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Glikogenolisis merupakan proses perombakan glikogen menjadi glukosa dengan melibatkan fosforilase dan 1,4 glukantransferase, sedangkan glukoneogenesis adalah proses pembentukan glukosa dari senyawa protein dan lemak (Shimeno 1974). Rendahnya kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat pakan juga disebabkan karena rendahnya nilai kecernaan sumber karbohidrat, aktivitas enzim karboksilase ikan, kemampuan penyerapan glukosa dan kemampuan sel memanfaatkan glukosa dalam darah (Wilson 1994). Perbedaan respon ikan dalam pemanfaatan karbohidrat dipengaruhi oleh jenis dan ukuran ikan, kandungan lemak dan protein pakan, sumber karbohidrat, kompleksitas karbohidrat dan kebiasaan makan (Shimeno et al. 1996). Perbedaan mendasar antara ikan-ikan karnivora dan omnivora adalah kemampuannya dalam memanfaatkan karbohidrat kompleks. Ikan karnivora mampu memanfaatkan karbohidrat sebanyak 10 20%, sedangkan ikan omnivora hingga 30 40% dalam pakannya (Furuichi 1988). Eksperimen dengan tiga tingkatan karbohidrat berbeda dalam pakan (15%, 25% dan 35%) terhadap Catla catla menghasilkan pertumbuhan terbaik pada karbohidrat 35% (Senappa & Devaraj 1995). Begitu pula halnya dengan ikan-ikan laut dan tawar. Ikan laut memiliki kemampuan mencerna karbohidrat hingga 20% dalam pakan, sedangkan ikan-ikan tawar seperti Cyprinus carpio mencapai 30 40% (Satoh 1991 dalam

5 8 Wilson 1994), Ictalurus punctatus 25 30% (Wilson 1991 dalam Wilson 1994) dan Tilapia sp hingga 40% dalam pakannya (Luquet dalam Wilson 1994). Karbohidrat dalam pakan terdapat dalam bentuk serat kasar dan BETN. Serat kasar bernilai nutrisi sangat rendah namun tetap diperlukan untuk mengintensifkan gerakan peristaltik usus (NRC 1993). Karbohidrat berstruktur kompleks memiliki kecernaan yang lebih rendah dibandingkan dengan karbohidrat berstruktur sederhana. Pati merupakan bentuk polisakarida dengan rumus empiris (C 6 H 10 O 5.H 2 O)n yang terbentuk dari rantai α-glikosida (Murray et al. 1990). Perbedaan sumber pati mempengaruhi perbedaan nilai kecernaan karbohidrat dan kecernaannya bergantung pada nisbah amilosa berbanding amilopektin. Semakin besar kandungan amilosa dan semakin kecil kandungan amilopektin dalam suatu bahan, semakin mudah bahan tersebut dicerna (Cruz- Suarez et al. 1994). Rasio energi protein yang optimal dalam pakan perlu dipertimbangkan (Boonyaratpalin 1991). Kekurangan energi dalam pakan akan menyebabkan pertumbuhan rendah karena ikan akan mengubah protein pakan menjadi sumber energi, sehingga protein untuk pertumbuhan akan berkurang. Sebaliknya kelebihan energi dalam pakan akan membatasi konsumsi pakan oleh ikan termasuk membatasi nutrisi penting lainnya, seperti protein (NRC 1993). Energi diperlukan dalam pengendalian reaksi kimia untuk membuat jaringan baru, mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan garam, menyimpan atau mengeluarkan cairan tubuh (Smith 1989), pertumbuhan, reproduksi dan aktivitas fisik (Watanabe 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan energi pada ikan antara lain aktivitas fisik, suhu, ukuran dan tingkat stres (Smith 1989). Penggunaan protein akan lebih efisien jika diberikan sumber energi non protein di dalam pakan (Smith 1989). Karbohidrat dan lemak dapat digunakan sebagai sumber energi, sehingga pemanfaatan protein lebih efisien dan hanya sedikit yang dikatabolisme menjadi energi (Stickney 1979). Akan tetapi, jika protein dalam pakan berlebihan maka protein yang disimpan di dalam tubuh menjadi lebih sedikit karena selebihnya diubah menjadi energi (NRC 1982). Begitu juga apabila kandungan karbohidrat terlalu tinggi, maka akan menurunkan pertumbuhan dan efisiensi pakan (Watanabe 1988). Toleransi yang rendah ini

6 9 kemungkinan disebabkan karena sedikitnya sekresi insulin pada ikan (Furuichi & Yone 1971; Furuichi & Yone 1982 dalam Watanabe 1988). Penggunaan karbohidrat yang optimal dalam pakan dapat memberi aksi sparing effect terhadap pemanfaatan protein untuk pertumbuhan ikan. Aksi sparing effect dari nutrisi non protein seperti karbohidrat sangat efektif mengurangi biaya pakan (Shiau 1997). Penggunaan Bungkil Sawit sebagai Bahan Pakan Tinjauan Umum Kelapa Sawit Kelapa sawit Elaeis guineensis merupakan tanaman yang tumbuh baik di dataran rendah dengan kondisi iklim 2 4 bulan musim kering pada selang temperatur minimal o C dan maksimal o C (Duke 1983). Tanaman dari familia Palmae ini berasal dari Guenea, di bagian tengah Afrika yang termasuk daerah khatulistiwa dan pertama kali ditanam di Indonesia pada tahun 1848 di Kebun Raya Bogor. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dimulai pada tahun 1911 di daerah sungai Liput, Aceh Timur dan perkebunan pulau Raja, Sumatera Utara (Hermanto et al. 1995). Industri kelapa sawit menghasilkan beberapa produk samping yang potensial sebagai bahan pakan, salah satunya bungkil inti sawit. Persentase produk utama dan hasil samping kelapa sawit dapat diihat pada Gambar 1. Tandan Buah Sawit Segar Tandan Kosong Sawit (23%) Serat Mesokarp (13%) Minyak Sawit (20-22%) Inti Sawit (5%) Cangkang (7%) Lumpur Sawit (2%) Minyak Inti Sawit (45-46%) Bungkil Inti Sawit (45-46%) Gambar 1 Persentase produk utama dan hasil samping pengolahan minyak sawit (Sumber : Elisabeth & Ginting 2003)

7 10 Bungkil inti sawit atau Palm Kernel Cake (PKC) diperoleh melalui 2 (dua) tahapan pada ekstraksi minyak dari buah kelapa sawit. Tahap pertama merupakan ekstraksi primer minyak kelapa sawit dari buah yang kemudian menghasilkan biji (kernel) dan by-products seperti palm oil sludge (POS) dan palm press fibre (PPF). Ada dua metode ekstraksi minyak dari biji yaitu metode konvensional screwpress yaitu mekanisme yang menghasilkan expeller pressed PKC dan metode ekstraksi solvent atau menggunakan cairan (umumnya berupa hexane) yang akan menghasilkan ekstraksi berupa solvent extracted type (Chin 2002). Perbedaan dari PKC hasil ekstraksi expeller pressed dan solvent terletak pada kandungan minyaknya. Kandungan minyak pada ekstraksi expeller pressed dapat mencapai 5 12%, sedangkan ekstraksi solvent menghasilkan minyak yang jumlahnya lebih rendah yaitu 0,5 3%. Akan tetapi, kandungan protein PKC dari kedua jenis metode ekstraksi ini tidak jauh berbeda yaitu antara 14,6 16% bobot kering (Chin 2002). Keterbatasan Penggunaan Tepung Bungkil Inti Sawit dalam Pakan Ikan Rendahnya Kandungan Protein dan Asam Amino. Tepung BIS merupakan sumber protein medium (Chin 2002) dan mengandung banyak serat sehingga palatabilitas dan kecernaannya rendah (Sundu & Dingle 2003). Tepung BIS telah banyak digunakan sebagai bahan baku pakan dalam penggemukan sapi, kerbau, kambing, unggas dan akuakultur (Zahari & Alimon 2004). Besarnya jumlah serat dalam BIS, yaitu 23% bobot kering (Sue 2005), menyebabkan defisiensi energi dan batas penggunaan yang aman dalam pakan ikan berkisar antara 10 20%. Berdasarkan kandungan rasio energi protein BIS, kadar maksimum substitusi protein dari BIS akan dibatasi oleh jumlah pakan yang dapat dicerna ikan per hari (Ofojekwu et al. 2003). Selain itu, sebagian besar BIS mengandung non-starch polysaccharides (NSP) dengan komposisi 78% mannan yang bersifat tidak tercerna dan tidak larut dalam air (Sundu & Dingle 2003). Pemanfaatan BIS dalam pakan ikan pernah dicobakan pada tilapia dan ternyata mampu menggantikan tepung kedelai hingga 20% tanpa menghambat pertumbuhan (Ng & Chong 2002). Namun, BIS tidak dapat menggantikan tepung ikan lebih dari 15% pada pakan tilapia (Omoregie et al. 1993). Sementara itu, penambahan 20% BIS dalam pakan channel catfish memberikan pertumbuhan,

8 11 efisiensi pakan dan pemanfaatan nutrien yang tidak berbeda dengan pakan kontrol tanpa menggunakan BIS (Ng & Chen 2002). Komposisi asam amino yang terkandung dalam BIS disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan asam amino BIS, TBK dan tepung ikan (% protein) ASAM AMINO % dalam protein ESENSIAL 1)a) BIS TBK Tepung Ikan Arginin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Treonin Triptofan 0.2 n/a n/a Valin Sumber : a) Hertrampf dan Felicitas, 2000 b) NRC 1993 c) NRC 1993 Keterangan : 1) Bungkil inti sawit 2) tepung bungkil kedelai 2)b) c) Keberadaan Zat Anti Nutrisi. Penggunaan BIS dibatasi oleh tiga hal, yaitu kandungan protein yang rendah (4 18%), kekurangan asam amino sulfur (sistein dan metionin) dan lisin serta keberadaan zat anti nutrisi (Ng 2004). Zat anti nutrisi dalam BIS umumnya berupa tanin dan NSP. Tanin mudah bereaksi mengikat protein (Barry 1989), kemudian berinteraksi dengan asam amino membentuk kompleks sukar larut (Siebert et al. 1996), sehingga menurunkan kecernaannya (Wolffram et al. 1995). Sedangkan NSP yang terkandung dalam BIS terdapat dalam bentuk mannosa yang akan bereaksi dengan kelompok asam asam amino tertentu sehingga mengakibatkan penurunan kecernaan bahan pakan (Butterworth & Fox 1963 dalam Sundu & Dingle 2003). NSP dapat meningkatkan viskositas usus sehingga mengurangi laju hidrolisis dan penyerapan zat gizi (Ng 2004). Selain itu, dapat mengikat garam garam empedu, lipid dan kolesterol sehingga berpengaruh terhadap absorbsi di dalam usus yang akhirnya akan

9 12 mempengaruhi penyerapan nutrisi secara keseluruhan (Vahouny et al dalam McNab & Boorman 2002). Perlakuan Enzimatis terhadap Tepung Bungkil Inti Sawit Peningkatan kandungan nutrisi BIS telah banyak dilakukan dan diuji pada beberapa jenis ikan, antara lain dengan mencampurkan Aspergillus niger ke dalam pakan Tilapia. Namun, metode ini malah menurunkan pertumbuhan ikan sebagai bukti rendahnya kecernaan pakan dan kemungkinan adanya anti nutrisi pada bahan pakan tersebut (Lim et al. 2001). Metode lainnya dilakukan oleh Ng et al. (2002) dengan mencampurkan BIS dengan enzim dan fermentasi BIS sebelum dibuat sebagai pakan Tilapia. BIS yang diberi enzim menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan BIS fermentasi yang bahkan menghasilkan pertumbuhan rendah akibat adanya zat mycotoxin. Sundu dan Dingle (2003) dalam penelitian mereka mengungkapkan bahwa perlakuan enzimatis terhadap BIS dapat meningkatkan pertambahan bobot maupun konsumsi pakan pada anak ayam. Hal ini disebabkan karena enzim komersial yang digunakan yaitu gamanase dan gamanase+ssf mampu memecah NSP dengan baik sehingga BIS yang dicampurkan dalam pakan memiliki kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan BIS tanpa perlakuan enzimatis. Dua jenis enzim komersial yang digunakan dalam percobaan ini adalah gamanase yang mengandung mannanase dan galaktosidase dan gamanase+ssf yang lebih banyak mengandung enzim tambahan berupa enzim selulase, β-glukanase, fitase, protease, amilase, pektinase dan pentosanase. Hasil penelitian Sundu dan Dingle (2003) menunjukkan bahwa pakan berbasis BIS yang diberi enzim gamanase, memiliki pertambahan bobot anak ayam dan konsumsi pakan yang lebih baik dibandingkan dengan BIS yang diberi enzim gamanase+ssf dan yang tidak diberi enzim sama sekali. Pertumbuhan bobot anak ayam dari BIS dengan 0,1% enzim gamanase, 0,1% gamanase+ssf dan tanpa enzim masing masing 621,9 gram, 596,8 gram dan 567,7 gram. Akan tetapi, berbeda halnya dengan pakan berbasis jagung dan kedelai, pemberian 0,1% enzim gamanase+ssf memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan pakan tanpa enzim maupun dengan 0,1% enzim gamanase. Pertumbuhan bobot anak ayam dari pakan berbasis jagung dan kedelai dengan 0,1% enzim gamanase+ssf,

10 13 0,1% gamanase dan tanpa enzim masing masing 638,6 gram, 510,9 gram dan 542,7 gram. Pemberian enzim 0,1% gamanase+ssf pada tepung kopra hanya memberikan sedikit peningkatan dibandingkan dengan pemberian 0,1% enzim gamanase dan tanpa enzim. Jumlah konsumsi pakan berbasis BIS lebih banyak pada BIS yang diberi 0,1% gamanase, yaitu sebesar 868,7 gram. Sedangkan BIS dengan 0,1% gamanase+ssf menghasilkan konsumsi pakan sebanyak 818,4 gram dan tanpa pemberian enzim sebesar 805,3 gram. Jumlah konsumsi pakan pada pakan berbasis jagung dan kedelai menunjukkan konsumsi yang lebih besar pada bahan yang diberi 0,1% gamanase+ssf, yaitu sebesar 823,9 gram. Namun hasil ini tidak berbeda nyata pada pemberian 0,1% gamanase sebesar 746,4 gram dan tanpa pemberian enzim sebesar 778,9 gram. Begitu juga pada pakan berbasis tepung kopra, pemberian 0,1% gamanase, 0,1% gamanase+ssf dan tanpa enzim tidak memberikan pengaruh nyata yaitu masing masing sebesar 666,8 gram, 742,3 gram dan 698,7 gram. Melihat hasil percobaan, masih terlalu dini untuk menyimpulkan pengaruh kombinasi penggunaan enzim pada performansi ayam broiler, sehingga diperlukan lebih banyak penelitian yang lebih komprehensif (Sundu & Dingle 2003). Parameter Kualitas Pakan Kecernaan Pakan dan Stabilitas Pakan dalam Air Kemampuan cerna ikan terhadap suatu jenis pakan bergantung kepada kualitas dan kuantitas pakan, jenis bahan pakan, kandungan gizi pakan, jenis serta aktivitas enzim-enzim pencernaan pada sistem pencernaan ikan, ukuran dan umur ikan serta sifat fisik dan kimia perairan (NRC 1983). Kecernaan protein umumnya tinggi dan bervariasi berdasarkan beberapa faktor antara lain sumber protein, ukuran partikel dan keberadaan komponen non protein di dalam pakan (Hasting & Dikie 1972). Kecernaan pakan dan nutrien dapat ditentukan dengan menggunakan indikator yang mempunyai sifat-sifat tidak dapat dicerna oleh ikan, mudah diidentifikasi atau tidak diserap sehingga dapat melalui saluran pencernaan. kromium trioksida (Cr 2 O 3 ) dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan

11 14 kecernaan pakan dengan asumsi bahwa semua kromium trioksida (Cr 2 O 3 ) yang dikonsumsi ikan akan melalui sistem pencernaan dan terlihat dalam feses (NRC 1983). Watanabe (1988) menyatakan bahwa pada penentuan kecernaan ikan, banyaknya Cr 2 O 3 yang biasa digunakan adalah 0,5 1,0%. Stabilitas pakan dan ukuran pakan harus diperhitungkan terkait dengan adanya proses pencucian pakan beberapa saat setelah pakan masuk ke dalam air (Murai et al. 1981). Stabilitas pakan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel, komposisi bahan, kadar bahan pengikat dan teknik pengolahan (Poernomo 1985). Ekskresi Ammonia Amonia yang diekskresikan ikan merupakan indikator yang baik dalam menentukan kadar optimum protein dalam pakan terutama jika dihubungkan dengan pertumbuhan (Wermerskirchen et al. 1996). Hal ini dapat diterima karena nitrogen yang diekskresikan berkorelasi dengan nitrogen yang dikonsumsi (Koshio et al. 1993). Eksresi amonia menunjukkan jumlah relatif protein pakan yang dicerna untuk sintesis protein atau sumber energi (Ming 1985). Ikan mengeluarkan nitrogennya sebagai amonia bukan sebagai asam urat atau urea, sehingga energi yang hilang dalam katabolisme protein dan ekskresi nitrogen rendah (Lovell 1988; Goldstein & Forster 1970 dalam NRC 1982). Protein yang dikonsumsi ikan akan dicerna dan diserap dengan efisien. Asam amino yang tercerna yang berlebih dari yang dibutuhkan serta tidak digunakan dalam sintesis protein akan dideaminasi sedangkan rantai karbon akan dioksidasi atau dikonversi menjadi lemak, karbohidrat atau senyawa lainnya. Selanjutnya nitrogen hasil deaminasi asam amino tadi dikeluarkan dari tubuh karena asam amino tidak disimpan dalam tubuh sebagaimana halnya lemak dan karbohidrat (Jobling 1994; Dosdat et al., 1996). Nitrogen hasil ekskresi ikan khususnya ikanikan teleostei sebagian besar berupa amonia (75 90%), selebihnya berupa urea (5 15%), asam urat, kreatin, kreatinin, trimetilamin oksida (TMAO), inulin, asam para-aminohippurik dan asam amino (Forsberg & Summerfelt 1992; Jobling 1994; Ming 1985). Amonia dalam perairan terdapat dalam dua bentuk yaitu un-ionized (NH 3 ) dan ionized (NH + 4 ). Amonia dalam bentuk NH 3 bersifat lipofilik yang mudah

12 15 berdifusi melalui membran respirasi sehingga bersifat toksik bagi kehidupan + akuatik dibandingkan NH 4 yang kemampuan penetrasinya ke dalam membran respirasi lebih kecil (Jobling 1994). Tingkat toksisitas amonia dipengaruhi oleh ph dan temperatur lingkungan perairan. Konsentrasi amonia akan meningkat dengan meningkatnya ph dan temperatur. Lingkungan dengan konsentrasi amonia tinggi dapat menyebabkan ikan stres, pertumbuhan terhambat bahkan kematian (Forsberg dan Summerfelt, 1992; Jobling, 1994). Laju ekskresi amonia meningkat dengan cepat sebagai respon terhadap penambahan protein pakan (Ming 1985). Dosdat et al. (1996) dalam penelitiannya membuktikan bahwa ekskresi amonia tertinggi pada ikan berukuran 10 gram ditemukan 3 5 jam setelah mengkonsumsi pakan dan pada ikan berukuran 100 gram terlihat pada 5 8 jam setelah makan. Toleransi hewan akuatik terhadap amonia berbeda-beda, tergantung pada spesies, kondisi fisiologis ikan dan kondisi lingkungan hidupnya (Ming 1985). Toleransi hewan akuatik terhadap amonia berbeda-beda, tergantung pada spesies, kondisi fisiologis ikan dan kondisi lingkungan hidupnya (Ming 1985).

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Protein Pakan Protein adalah salah satu nutrien yang sangat diperlukan oleh ikan. Protein dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan, penggantian jaringan tubuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Ikan Lele Kebutuhan Nutrien Ikan Lele

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Ikan Lele Kebutuhan Nutrien Ikan Lele TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) merupakan ikan lele asli Indonesia. Budidaya ikan ini biasanya dilakukan di kolam-kolam tergenang hampir diseluruh propinsi di Indonesia. Karena

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gambar 2 menunjukkan adanya penambahan biomass dari masing-masing ikan uji. Biomass rata-rata awal ikan uji perlakuan A (0 ml/kg) adalah sebesar 46,9 g sedangkan pada

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan: 1. Pakan Buatan dalam Industri Akuakultur: Pengenalan 2. Nutrisi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila BEST Ikan nila adalah ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur dengan sumber bahan nabati seperti

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Energi dan Makronutrien Kerapu Bebek 2.1.1. Sumber dan Pemanfaatan Energi oleh Ikan Pada ikan, sumber energi diperoleh dari pakan, dimana pada pakan ikan ini mengandung

Lebih terperinci

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati) BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan bobot rata-rata individu ikan (g) Perubahan bobot rata-rata individu ikan (g) 16 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil penelitian terhadap empat jenis pakan uji dengan kadar protein berbeda

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrisi Ikan Patin

II. TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrisi Ikan Patin II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Nutrisi Ikan Patin Kebutuhan nutrisi berbeda dan sering berubah-ubah untuk setiap spesies dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, jenis ikan, ukuran, lingkungan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) merupakan ikan air tawar yang memiliki gizi tinggi dan nilai ekonomis penting. Ikan gurame juga banyak digemari oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrien Ikan Lele

TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrien Ikan Lele 5 TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrien Ikan Lele Protein adalah merupakan komponen utama jaringan dan organ dari tubuh hewan dan juga senyawa nitrogen lainnya seperti asam nukleat, enzim, hormon dan vitamin,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi ikan nila GIFT menurut. Khoiruman dan Amri (2005) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi ikan nila GIFT menurut. Khoiruman dan Amri (2005) adalah sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila GIFT 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Gift Ikan nila yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain nila GIFT (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Rajungan

TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Rajungan TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Rajungan Pertumbuhan merupakan hasil metabolisme zat dalam tubuh organisme hidup. Wickins (1982) mengemukakan bahwa pertumbuhan pada udang merupakan pertambahan protoplasma

Lebih terperinci

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak merupakan salah satu cara pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian dijadikan

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan budidaya air tawar di Indonesia memiliki prospek yang cerah, terutama setelah terjadinya penurunan produksi perikanan tangkap. Permintaan produk akuakultur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kegiatan pemeliharaan ikan, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan. Pakan merupakan faktor penting dalam usaha budidaya ikan intensif dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila Oreochromis niloticus Nutrisi pada pakan merupakan sumber energi untuk metabolisme ikan. Sebagai hewan yang hidup di lingkungan perairan dimana sumber

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kinerja Pertumbuhan Data hasil pengamatan penggunaan pakan uji terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Data kinerja

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Pakan ternak Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Melalui proses pencernaan, penyerapan dan metabolisme SUMBER ENERGI (JERAMI,

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Sampel Tabel 8 menyajikan data hasil analisis proksimat semua sampel (Lampiran 1) yang digunakan pada penelitian ini. Data hasil analisis ini selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki keunggulan antara lain pemeliharaan yang mudah serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum: Vertebrata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

Metabolisme Protein. Tenaga. Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA

Metabolisme Protein. Tenaga. Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA Metabolisme Protein Tenaga Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA Metabolisme protein Tenaga Pendahuluan Metabolisme protein dan asam amino Klasifikasi asam amino Katabolisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dibutuhkan Larva 35% Benih konsumsi 25-30%

TINJAUAN PUSTAKA. dibutuhkan Larva 35% Benih konsumsi 25-30% 4 TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan serta kelangsungan hidupnya ikan memerlukan pakan yang cukup dari segi kualitas dan kuantitas. Pakan yang bermutu baik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

PENGETAHUAN BAHAN PAKAN. Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc

PENGETAHUAN BAHAN PAKAN. Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc PENGETAHUAN BAHAN PAKAN Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan pakan : Mempunyai nilai gizi yang tinggi Mudah diperoleh Mudah diolah Mudah dicerna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi

PENGANTAR. Latar Belakang. Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi PENGANTAR Latar Belakang Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi pakan yang berasal dari jagung, masih banyak yang diimpor dari luar negeri. Kontan (2013) melaporkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki keunggulan antara lain pemeliharaan yang mudah serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis hewan baik ukuran, kebutuhan protein, dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya. Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), populasi ayam kampung di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya. Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), populasi ayam kampung di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya Ayam kampung atau disebut pula ayam lokal merupakan kekayaan sumber daya genetik ternak unggas lokal Indonesia yang berpotensi besar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler Berdasarkan hasil penelitian, kadar protein hati broiler yang diberi probiotik selama pemeliharaan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei merupakan salah satu pilihan jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Udang vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001 dan pada bulan Mei 2002

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat akan konsumsi ikan meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens 9 3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Agustus 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Nutrisi Ikan, serta di kolam percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para peternak selayaknya memanfaatkan bahan pakan yang berasal dari hasil ikutan produk sampingan olahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

Asal kata: Yunani: Proteos, yg utama / yg didahulukan 1/5 bag tubuh ½ dlm otot, 1/5 dlm tulang, 1/10 dlm kulit, selebihnya dlm jar lain & cairan

Asal kata: Yunani: Proteos, yg utama / yg didahulukan 1/5 bag tubuh ½ dlm otot, 1/5 dlm tulang, 1/10 dlm kulit, selebihnya dlm jar lain & cairan PROTEIN Asal kata: Yunani: Proteos, yg utama / yg didahulukan 1/5 bag tubuh ½ dlm otot, 1/5 dlm tulang, 1/10 dlm kulit, selebihnya dlm jar lain & cairan tubuh Fungsi khas: membangun & memlihara sel2 &

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif.

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif. II. Tujuan : Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif. III. Alat dan bahan : Rak tabung reaksi Tabung reaksi Gelas

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Penelitian Pakan penelitian terbagi menjadi dua yaitu pakan untuk pengujian kecernaan dan pakan untuk pengujian pertumbuhan. Pakan untuk pengujian kecernaan dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Mojosari Itik Mojosari merupakan salah satu jenis itik lokal yang cukup populer di Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia karena memiliki potensi keuntungan yang menjanjikan. Seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) OLEH: DWI SEPTIANI PUTRI L221 07 004 Pembimbing Utama Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci