ABSTRAK DAN RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSTRAK DAN RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI"

Transkripsi

1 ABSTRAK DAN RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI STRATEGI PENINGKATAN PERANAN KOPI TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH DI KABUPATEN JEMBER Ketua Tim: Dr. Ir. Joni Murti Mulyo Aji, MRurM Anggota Tim: Dr. Siswoyo Hari Santoso, MSi Ebban Bagus Kuntadi, SP., MSc UNIVERSITAS JEMBER Nopember, 2013 i

2 Strategi Peningkatan Peranan Kopi Terhadap Perekonomian Daerah di Kabupaten Jember (Tahun II) Peneliti : Joni Murti Mulyo Aji 1, Siswoyo Hari Santoso 2, Ebban Bagus Kuntadi 1 Mahasiswa yang terlibat : Siti Nur Asia 3, Rizaldy G. Al Rasyid 3 Sumber Dana : BOPTN 2013 Kontak joni.faperta@unej.ac.id Diseminasi : Belum Ada Keterangan: 1 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember 2 Program Studi Ilmu Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember 3 Mahasiswa Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember ABSTRAK Kopi merupakan salah satu komoditas perdagangan strategis dan memegang peranan penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan peran agribisnis kopi dalam mendukung perekonomian daerah di Kabupaten Jember. Penelitian ini adalah penelitian multi-years (4 tahun). Setiap wilayah memiliki nilai strategis sesuai dengan potensi sumber daya yang ada pada tiap-tiap wilayah tersebut. Apabila kondisi ekonomi yang menunjukkan kondisi keunggulan komparatif masing-masing komoditas dan wilayah diketahui, maka masing-masing wilayah dapat mengusahakan tanaman yang mempunyai keunggulan komparatif lebih tinggi secara intensif. Adanya keuntungan komparatif ini merupakan salah satu modal dasar dalam pengingkatan daya saing dari komoditas kopi khususnya di wilayah Kabupaten Jember. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keuntungan komparatif dan kompetitif komoditas kopi di Kabupaten Jember, mengetahui prospek komoditas kopi dan menganalisis strategi pengembangan komoditas kopi di masa yang akan datang. Dari keluaran hasil penelitian ini diharapkan dapat ditetapkan langkah-langkah strategis dalam menangani komoditas kopi sehingga dapat meningkatkan kontribusi komoditas kopi terhadap perekonomian Kabupaten Jember. Metode penelitian menggunakan metode diskriptif analitik. Keuntungan/Keunggulan komparatif dan kompetitif dianalisis melalui pendekatan Policy Analysis Matrix (PAM) yaitu merupakan sistem analisis dengan memasukkan berbagai kebijakan yang mempengaruhi penerimaan dan biaya produksi komoditas kopi. Selanjutnya, Analisis SWOT digunakan untuk menyusun strategi, yaitu menyusun terlebih dahulu Internal Factor Analysis Summary ( IFAS) yang terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta Internal Factor Analysis Summary (EFAS) yang terdiri dari peluang (opportunity) dan acaman (threat),dilanjutkan dengan tahap terakhir yaitu penentuan alternatif strategi dengan menggunakan matrik SWOT. ii

3 Hasil penelitian menunjukkan: (1) agribisnis kopi di Kabupaten Jember memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Hasil analisis PAM menunjukkan nilai DRC dan PCR yang lebih kecil dari 1 menunjukkan bahwa usahatani kopi rakyat di Kabupaten Jember dari segi ekonomi efisien dalam menggunakan sumberdaya domestik dan berdayasaing; (2) kebijakan pemerintah memberikan dampak positif pada usahatani kopi dimana petani kopi menerima dampak positif dari adanya kebijakan pemerintah terhadap input; (3) nilai tambah yang diperoleh petani kopi olah kering lebih tinggi dibandingkan dengan kopi olah basah. Hal ini menunjukkan adanya kegagalan pasar (market failure) pada struktur rantai pasok kopi olah basah, karena secara teori pemasaran kopi dengan olah basah seharusnya memberikan keuntungan dan nilai tambah lebih besar bagi petani; (4) Analisis SWOT menunjukkan bahwa prospek pengembangan kopi di Kabupaten Jember berada pada posisi ideal; dan (5) prospek pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Jember dinilai memiliki peluang untuk berkembang secara luas. Keywords: Kopi, Keunggulan Komparatif, Daya Saing, Strategi, Perekonomian Daerah iii

4 RINGKASAN EKSEKUTIF Latar Belakang Permasalahan dan Tujuan Kopi (Coffea sp) merupakan salah satu komoditas perdagangan strategis dan memegang peranan penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat setelah Brazil, Vietnam, dan Columbia (Mawardi, 2008). Luas areal kopi Indonesia pada tahun 2011 sekitar ha. Luas areal maupun produksi kopi di Indonesia tersebut secara umum terdiri atas 96% perkebunan rakyat, 2% perkebunan negara dan 2% perkebunan swasta. (Mawardi, 2008; Hanani, Asmara dan Fahriyah, 2012). Kopi di Jawa Timur diusahakan oleh Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PTPN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Kopi di Jawa Timur memiliki produktivitas rata-rata 768 kg/ha/tahun. Perkebunan kopi rakyat memiliki areal paling luas yaitu ha (56,5 %) dari total areal kopi di Jawa Timur. Sisanya merupakan milik Perkebunan Besar Negara seluas ha (22,4 %) dan Perkebunan Besar Swasta ha (21,0 %) (Sulastiono, 2009). Kabupaten Jember merupakan urutan kelima produksi kopi terbanyak di Provinsi Jawa Timur, akan tetapi apabila dilihat dari aspek kontinyuitas dan pertumbuhan produksi Kabupaten Jember adalah yang terbaik. Hal tersebut karena produksi kopi di Kabupaten Jember ditunjang dari, perkebunan kopi rakyat sekaligus perusahaan perkebunan yang dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero), Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) dan Perkebunan Swasta. Sebaran wilayah yang penghasil kopi di Kabupaten Jember sangat merata. Wilayah di Kabupaten Jember yang memiliki tingkat produksi kopi cukup tinggi adalah Kecamatan Silo, Kecamatan Sumberjambe, Kecamatan Ledokombo, Kecamatan Panti dan Kecamatan Jelbuk. Lima kecamatan tersebut merupakan daerah sentra produksi kopi di Kabupaten Jember. Rata-rata produksi kopi di kecamatan tersebut dalam kurun waktu lima tahun ( ) yaitu 7.990,01 kuintal; 1.865,85 kuintal; 1.744,24 kuintal; 1.568,49 kuintal dan 1.253,67 kuintal

5 Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian tahun sebelumnya dimana pada penelitian tahun pertama lebih memfokuskan pada potensi kopi terhadap perekonomian wilayah khususnya basis dan tidaknya daerah-daerah yang ada di Kabupaten Jember baik dari segi produksi, luas areal dan produktivitas serta aspek penyerapan tenaga kerja di sektor kopi (hulu-hilir), melalui pendekatan makro. Penelitian tahun kedua ini lebih fokus pada penentuan daya saing kopi dari aspek makro dan mikro dengan menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas kopi di Kabupaten Jember, menganalisis strategi perkembangan komoditas kopi di masa yang akan datang. Dari keluaran hasil penelitian ini diharapkan dapat ditetapkan langkah-langkah strategis dalam menangani komoditas kopi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani kopi dan dapat meningkatkan kontribusi komoditas kopi terhadap perekonomian Kabupaten Jember. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas kopi di Kabupaten Jember, mengetahui dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas kopi di Kabupaten Jember, menganalisis aliran rantai pasok kopi dan nilai tambah pada agribisnis kopi di Kabupaten Jember, serta merumuskan strategi pengembangan komoditas kopi dimasa yang akan datang. Dari keluaran hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas kopi sehingga dapat menjadi acuan kebijakan dalam menetapkan langkah-langkah strategis untuk menangani komoditas kopi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani kopi dan dapat meningkatkan kontribusi komoditas kopi terhadap perekonomian Kabupaten Jember. Metodologi Penelitian Daerah penelitian ditentukan berdasarkan metode secara sengaja (purposive method). Daerah penelitian dilakukan di Kabupaten Jember. Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Jember merupakan salah satu daerah produsen dan penghasil kopi terbesar di Propinsi Jawa Timur. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan analitik. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data - 2 -

6 primer dan data sekunder. Data Primer dikumpulkan berdasarkan hasil observasi, wawancara terstruktur dengan petani di Kecamatan Panti dan Kecamatan Silo yang ditengarai sebagai sentra perkebunan kopi di Jember dan Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi terfokus dengan pemangku kepentingan (stakeholders). Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari berbagai literatur maupun instansi terkait yang mendukung penelitian ini. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis PAM (Policy Analysis Matrix), Analaisis Nilai Tambah metode Hayami, serta Analisis SWOT (IFAS dan EFAS). Pemaparan Hasil Keunggulan Kompetitif Kopi di Kabupaten Jember Hasil penilitian menunjukkan bahwa usahatani kopi memiliki keunggulan kompetitif, hal ini dapat dijelaskan pada Tabel 6.2. Tabel 1. PAM dan Nilai PCR Usahatani Kopi di Jember Usahatani Output Penerimaan Input Tradable Faktor Domestik Keuntungan (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) Privat , , , ,97 Sosial , , , ,36 Divergensi , , PCR = 0,470 Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2013 Nilai PCR usahatani kopi bernilai lebih kecil dari satu. Artinya, usahatani tersebut memiliki keunggulan kompetitif dan secara privat menguntungkan. Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa usahatani kopi di Jember memiliki nilai PCR sebesar 0,470 yang berarti bahwa untuk menghasilkan satu-satuan nilai tambah output (1 US $) pada harga privat diperlukan korbanan faktor sumberdaya domestik sebesar Rp 5.157,45- biaya input domestik. PCR menggambarkan keunggulan kompetitif yang berarti bahwa pengelolaan usahatani dilakukan secara maksimal

7 Keunggulan Komparatif Kopi di Kabupaten Jember Keunggulan komparatif merupakan ukuran normatif yaitu mengukur daya saing pada kondisi pasar persaingan bebas, tanpa distorsi. Keunggulan komparatif usahatani kopi diukur melalui indikator DRC (Domestic Resources Cost). Hasil analisis keunggulan komparatif disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. PAM dan Nilai DRC Usahatani kopi Usahatani Output Penerimaan Input Tradable Faktor Domestik Keuntungan (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) Privat , , , ,97 Sosial , , , ,36 Divergensi , , DRC = 0,503 Sumber: Data Primer Diolah Tahun Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa usahatani kopi memiliki nilai DRC sebesar 0,503. Dari hasil analisis tersebut disimpulkan bahwa usahatani kopi di Jember efisien dalam menggunakan sumberdaya domestik, sebab untuk menghasilkan satu satuan tambah output (devisa) hanya dibutuhkan biaya faktor domestik pada harga sosial sebesar 0,497 satuan Nilai DRC tersebut juga menunjukkan seberapa besar biaya untuk memproduksi dilihat dari biaya impor. Untuk usahatani kopi sebesar 50,3% atau menghemat devisa sebesar 49,7% apabila pemenuhan kebutuhan berasal dari dalam negeri/tidak dilakukan impor atau dengan setiap 1 US $ devisa negara yang dikeluarkan untuk mengimpor kopi membutuhkan biaya sebesar Rp 5.519,56,-. Dampak Kebijakan Pemerintah Dampak kebijakan pemerintah terhadap usahatani kopi dapat diketahui melalui tiga aspek, yaitu: (a) Kebijakan pemerintah terhadap output, (b) Kebijakan pemerintah terhadap input tradable dan faktor domestik, dan (c) Kebijakan pemerintah terhadap output dan input secara keseluruhan

8 Kebijakan Pemerintah terhadap Output Tabel 3. PAM dan Nilai NPCO Usahatani kopi di Jember Usahatani Output Penerimaan Input Tradable Faktor Domestik Keuntungan (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) Privat , , , ,97 Sosial , , , ,36 Divergensi , , NPCO = 1,012 Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2014 Pada Tabel 3, output penerimaan usahatani kopi berturut-turut memiliki nilai efek divergensi positif yaitu Rp ,58,-/Ha, yang artinya dalam output terdapat distorsi kebijakan yaitu kebijakan yang mengarah pada pemerataan dan ketahanan pangan. Nilai Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) bernilai 1,012 atau lebih besar dari satu, yang artinya tingkat harga output lebih tinggi sebesar 1,2% daripada harga keekonomian atau harga dunia. Penerimaan privat yang diterima usahatani kopi sebesar Rp ,-/Ha sementara penerimaan yang sosial seharusnya diterima petani sebesar Rp ,42,-/Ha. Walaupun secara umum penerimaan usahatani kopi menerima harga output lokal yang lebih tinggi dari harga sosialnya. Namun bila ditelaah, untuk perkembangan kebijakan kopi mengenai harga yang layak Dinas Kehutanan dan Perkebunan perlu menghubungkan akses petani untuk berkerjasama dengan agroindustri kopi. Melakukan penyimpanan kopi untuk tunda jual tetapi juga diiringi dengan memperkokoh kerjasama antara petani kopi hal ini dimaksudkan bahwa harga kopi bila di jual pada agroindustri kopi akan lebih tinggi daripada bila dijual pada tengkulak maupun pedagang besar, sehingga petani kopi perlu dukungan fasilitas penyimpanan seperti gudang penyimpanan. Kebijakan Pemerintah terhadap Input Kebijakan pemerintah terhadap input tradable dapat dilihat dari nilai Nominal Protection Coefficient Intput (NPCI). Perbedaan pada efek divergensi dapat disebabkan oleh distorsi kebijakan maupun distorsi pasar

9 Tabel 4. PAM dan Nilai NPCI Usahatani Kopi Biaya Input Usahatani Kopi Privat Sosial Divergensi Bibit , , ,00 Urea , , ,45 NPK phonska , , ,00 NPK Pelangi 92,500, , ,00 Superphos , , ,65 PPC , , ,00 Pupuk Lain , , ,89 Pupuk Bokashi , ,00 ZPT , ,00 Obat , , ,86 Total NPCI =0,026 Sumber : Data Primer Diolah Tahun Tabel 5. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Faktor Domestik Usahatani kopi Faktor Domestik Keuntungan Usahatani Tenaga Kerja Lahan Modal Total (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) Privat 4,335, , , ,28 5, ,97 Sosial 4,335, , ,92 4, ,97 4, ,36 Divergensi , , ,61 Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2014 Kebijakan pemerintah terhadap faktor domestik (input non tradable), ditunjukkan dari penggunaan tenaga kerja dan modal kerja yang dalam sistem usahatani. Tabel 5, menunjukkan bahwa tenaga kerja yang digunakan usahatani kopi tidak terdapat divergensi atau divergensi sama dengan nol. Divergensi biaya tenaga kerja usahatani kopi tanpa kebijakan sama dengan nol berarti bahwa kebijakan pemerintah tidak berdampak pada tenaga kerja yang digunakan, karena tidak ada kebijakan yang mengatur upah tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani kopi. Kebijakan Pemerintah terhadap Output dan Input secara Keseluruhan Kebijakan output dan input secara keseluruhan dapat dilihat melalui Effective Protection Cofficient (EPC) dan dampak kebijakan secara terperinci dapat diketahui melalui beberapa indikator, antara lain Net Protection Transfer (NPT), Profitability Coeffcient (PC) dan Subsidy Ratio to Producer (SRP)

10 a. Effective Protection Cofficient (EPC) Nilai EPC pada kedua jenis usahatani kopi ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. PAM dan Nilai EPC Usahatani kopi Usahatani kopi Output Penerimaan Input Tradable Faktor Domestik Keuntungan (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) Privat , , , ,97 Sosial , , , ,36 Divergensi , , EPC = 1,088 Sumber: Data Primer Diolah Tahun Tabel 6, menunjukkan bahwa nilai EPC untuk usahatani kopi adalah sebesar 1,088 atau nilai EPC lebih dari satu tersebut mengartikan bahwa pemerintah memberikan insentif secara efektif kepada petani, karena nilai tambah yang dinikmati petani sebesar 8,8% lebih tinggi dari nilai tambah sosialnya. b. Net Protection Transfer (NPT) Pada Tabel 6, diketahui bahwa usahatani kopi memiliki nilai NPT positif, artinya kebijakan pemerintah yang dikeluarkan pemerintah berdampak positif terhadap usahatani kopi tersebut. Adapun nilai transfer bersih output untuk usahatani kopi sebesar Rp ,614/Ha. c. Profit Coefficient (PC) Tabel 7. PAM dan Nilai PC Usahatani Kopi Usahatani Output Penerimaan Input Tradable Faktor Domestik Keuntungan (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) Privat , , , ,97 Sosial , , , ,36 Divergensi , , , PC=1,161 Sumber: Data Primer Diolah Tahun Hasil analisis pada Tabel 7, menunjukkan nilai PC pada usahatani kopi sebesar 1,161 yang berarti bahwa petani memperoleh keuntungan privat yang lebih tinggi 16,1% dari keuntungan sosial. Nilai PC diperoleh dari keuntungan privat - 7 -

11 dibagi dengan keuntungan sosial. Pada usahatani kopi, keuntungan privat yang diperoleh petani sebesar Rp ,00 dan keuntungan sosialnya sebesar Rp ,42 dengan selisih sebesar ,58. d. Subsidy Ratio to Producer (SRP) Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa terdapat proteksi positif dari pemerintah terhadap usahatani kopi. Hal ini dibuktikan dari nilai SRP yang positif atau lebih besar dari nol. Nilai SRP yang positif tersebut juga menyatakan bahwa adanya proteksi dari pemerintah yang mampu menurunkan biaya produksi. Informasi selengkapnya mengenai hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. PAM dan Nilai SRP Usahatani kopi Usahatani Output Penerimaan Input Tradable Faktor Domestik Keuntungan (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) (Rp/Ha) Privat , , , ,97 Sosial , , , ,36 Divergensi , , SRP = 0,074 Sumber: Data Primer Diolah Tahun Tabel 8, menunjukkan bahwa nilai nilai SRP untuk usahatani kopi sebesar 0,074 berarti adanya kebijakan pemerintah dapat menurunkan biaya produksi sebesar 7,4% untuk setiap satu kilogram produksi. Hasil analisis kebijakan secara keseluruhan pada pembahasan ini menunjukkan bahwa kebijakan input dan output menguntungkan usahatani kopi sehingga perlu dipertahankan. Usahatani kopi menerima dampak positif kebijakan lebih besar karena adanya perlakukan khusus yang diberikan oleh pemerintah. Analisis Nilai tambah (Metode Hayami) Nilai Tambah Pada Proses Olah Basah Analisis nilai tambah pengolahan kopi gelondong menjadi kopi HS melalui proses olah basah digunakan data per proses produksi. Penjelasan terkait nilai tambah kopi HS melalui proses olah basah ditunjukkan pada Tabel

12 Tabel 9. Nilai Tambah Rata-Rata Per Kilogram Bahan Baku pada Proses Olah Basah No Uraian Nilai 1. Nilai Output Rp ,02 2. Intermediate Cost Rp ,44 3. Nilai Tambah Rp ,58 4. Ratio Nilai Tambah 35,18 % 5. Nilai Keuntungan Rp ,02 6. Ratio Keuntungan 34,68 % Sumber: Data Primer Diolah 2014 Berdasarkan Tabel 9 diatas, nilai tambah rata-rata per kilogram bahan baku pada olahan kopi gelondong menjadi kopi HS melalui proses olah basah adalah sebesar Rp 2.931,58. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan rata-rata pengusaha kopi (pengolah basah) dari setiap kilogram kopi gelondong merah yang diproses menjadi kopi HS yaitu sebesar Rp 2.931,58. Ratio nilai tambah merupakan nilai tambah dibagi dengan nilai output dan dinyatakan dalam satuan persen, dalam penelitian ini ratio nilai tambah adalah 35,18%. Nilai keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp ,02; nilai ini diperoleh dari nilai tambah dikurangi dengan biaya tenaga kerja. Sedangkan ratio keuntungan yang diperoleh adalah sebesar 34,68%, artinya setiap 100 unit produksi kopi HS akan diperoleh keuntungan sebanyak 34,68 unit., ratio keuntungan ini merupakan keuntungan dibagi dengan nilai output dan dinyatakan dalam bentuk persen. Nilai Tambah Pada Proses Olah Kering Pada proses pengolahan kopi gelondong dengan olah kering menjadi kopi ose terjadi penyusutan produk yang biasa dinyatakan dalam perbandingan 1:4. Menurut pernyataan pengolah, dalam sekali proses untuk menghasilkan satu kilogram kopi ose dibutuhkan empat kilogram kopi gelondong kualitas baik. Terkadang juga juga pengolah yang menggunakan perbanding 1:5. Artinya untuk mendapatkan satu kilogram kopi ose proses olah kering dibutuhkan lima kilogram kopi gelondong. Perbandingan ini biasa digunakan pada kopi dengan kualitas sedang

13 Tabel 10. Nilai Tambah Rata-Rata Per Kilogram Bahan Baku Pada Proses Olah Kering No Uraian Nilai 1. Nilai Output Rp ,39 2. Intermediate Cost Rp ,14 3. Nilai Tambah Rp ,26 4. Ratio Nilai Tambah 67,39 % 5. Nilai Keuntungan Rp ,66 6. Ratio Keuntungan 65,24 % Sumber: Data Primer Diolah 2014 Berdasarkan Tabel 10 memperlihatkan hasil bahwa nilai tambah rata-rata per kilogram bahan baku pada olahan kopi ose melalui proses olah kering sebesar Rp ,26. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan rata-rata pengolah dari setiap kilogram kopi gelondong yang diolah menjadi kopi ose sebesar Rp ,26. Ratio nilai tambah merupakan nilai tambah dibagi dengan nilai output dan dinyatakan dalam persen. Pada kegiatan olah kering ini besarnya ratio nilai tambah adalah 67,39%. Nilai tambah yang diterima oleh pengolah dapat memberikan keuntungan setelah dikurangi dengan biaya tenaga kerja. Nilai keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp ,66. Ratio keuntungan yang diperoleh adalah sebesar 65,24%, artinya setiap 100 unit produksi kopi ose yang diproduksi akan diperoleh keuntungan sebanyak 65,24 unit. Dari perspektif pengolah, kegiatan pengolahan yang memberikan nilai tambah paling tinggi adalah kegiatan pengolahan kopi gelondong menjadi kopi ose kering melalui proses olah kering dengan nilai tambah Rp ,26. Sedangkan untuk pengolahan kopi gelondong menjadi kopi HS melalui pengolahan basah akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp ,58. Hal tersebut dikarenakan adanya penyusutan produk dan perbedaan nilai penjualan untuk hasil kopi olahan melalui proses olah basah dan olah kering. Pada kegiatan olah basah, penyusutan yang terjadi adalah sekitar 0,49. Hal ini diketahui dari jumlah yang dihasilkan saat proses pengolahan. Setiap satu kilogram kopi gelondong merah yang diproses akan menghasilkan 0,7 liter kopi HS. Sedangkan konversi dari liter ke kilogram adalah 0,7. Atau dengan kata lain setiap proses satu kilogram kopi gelondong akan

14 menghasilkan 0,49 kilogram kopi HS. Pada kegiatan olah kering, seperti sudah dinyatakan sebelumnya bahwa terjadi penyusutan antara persen. Akan tetapi hal ini tertutupi dengan tingginya harga kopi ose jika dibandingkan dengan kopi HS hasil dari olah basah. Akibatnya terjadi perbedaan nilai produk yang dihasilkan. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produk dengan biaya lain selainn tenaga kerja yang dikeluarkan selama proses pengulahan. Sehingga komponen nilai produk atau nilai output sangat berpengaruh dalam menentukan perbedaan nilai tambah kegiatan olah basah dan olah kering. Prospek dan Strategi Pengembangan Kopi di Kabupaten Jember Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor strategi internal diperoleh nilai IFAS sebesar 3,38 dan hasil analisis faktor-faktor strategi eksternal diperoleh nilai EFAS sebesar 3,33. Nilai tersebut menempatkan pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Jember dalam posisi ideal yang artinya bahwa pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Jember memiliki prospek untuk dikembangkan. TOTAL SKOR IFAS Kuat Rata-rata Lemah 4,0 3,0 2,0 1,0 3,33 Tinggi 3,38 I II III TOTAL Pertumbuhan Pertumbuhan Penciutan SKOR EFAS 3,0 Menengah IV V VI Stabilitas Pertumb /Stab Penciutan 2,0 Rendah VII VIII IX 1,0 Pertumbuhan Pertumbuhan Likuidasi Gambar 1. Posisi Agribisnis Kopi Berdasarkan Matrik Internal dan Eksternal

15 Berdasarkan hasil analisis faktor internal dan eksternal yang diperoleh nilai IFAS sebesar 3,38 dan nilai EFAS sebesar 3,33 maka usahatani kopi di Kabupaten Jember berada di Posisi 1 Pertumbuhan konsentrasi melalui integrasi vertikal. Strategi yang dapat dilakukan pada posisi tersebut adalah memperluas luas areal lahan. Selain itu juga melalui peningkatan faktor-faktor produksi yang dianggap berpengaruh, dan peningkatan sumber daya petani setempat melalui pelatihanpelatihan untuk menghasilkan petani yang mandiri. Diagram Matrik SWOT dalam pengembangan usahatani kopi ditunjukkan pada Gambar 2. EFAS IFAS STRENGTHS (S) 1. Kesesuaian iklim 2. Kesesuaian geografis 3. Ketersediaan tenaga kerja 4. Kemudahan dalam memperoleh bibit 5. Kemudahan pemasaran produk WEAKNESSES (W) 1. Budidaya minim intensifikasi sehingga produktivitas rendah 2. Teknologi pengolahan pasca panen masih terbatas/tradisional 3. Sarana transportasi kurang memadai OPPORTUNITIES (O) 1. Dukungan pemerintah 2. Dukungan pihak swasta 3. Dukungan akademisi 4. Pembinaan usahatani dari masyarakat 5. Prospek konsumsi kopi/ permintaan kopi THREATS (T) 1. Harga jual kopi yang fluktuatif 2. Kelembagaan petani masih relatif lemah 3. Persaingan dengan perusahaan swasta dan perusahaan daerah 4. Perubahan cuaca (iklim) STRATEGI S O 1. Meningkatkan jumlah produksi dengan kualitas yang lebih bagus 2. Memperluas jangkauan pemasaran 3. Pemanfaatan sarana pembinaan pemerintah dalam meningkatkan kualitas produk dan pengembangan usaha 4. Meningkatkan komitmen para stakeholders dalam pengembangan kopi STRATEGI S T 1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksi 2. Pembinaan terhadap ketrampilan petani 3. Penguatan kelembagaan dan peningkatan akses informasi kepada petani kopi. STRATEGI W O 1. Meningkatkan penggunaan teknologi tepat guna /pengolahan kopi secara basah 2. Perbaikan sarana transportasi STRATEGI W T 1. Meningkatkan penggunaan teknologi tepat guna 2. Peningkatan sarana informasi dan komunikasi Gambar 2. Diagram Matrik SWOT Pengembangan Usahatani Kopi

16 Formulasi Strategi Berdasarkan analisis SWOT menggunakan matrik kompetitif relatif, pengembangan kopi di Kabupaten Jember berada pada posisi ideal. Pada posisi ini usahatani kopi memiliki peluang pengembangan yang prospektif karena kesesuaian keadaan iklim dan geografis serta ditunjang oleh tersedianya tenaga kerja. Selain itu usaha pengembangan kopi di Kabupaten Jember memiliki kompetensi untuk mengerjakannya karena ditunjang oleh ketersediaan bibit dan saprodi yang selalu tersedia sehingga memperlancar proses produksi. Berdasarkan analisis yang dilakukan, melalui matrik SWOT, pengembangan kopi di Kabupaten Jember berada pada posisi ideal yang berarti masih dalam masa pertumbuhan/stabilitas, untuk itu harus mengembangkan strategi pertumbuhan dengan titik berat pada peningkatan produktivitas usahatani dan penguatan pada sub sistem hilir (penghiliran) guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditi (melalui agroindusri pengolahan dan pemasaran). Rencana strategis selanjutnya dapat dijabarkan dalam rencana jangka pendek maupun jangka panjang. Rencana strategis dalam jangka pendek adalah : 1. Meningkatkan produktivitas dan kuantitas hasil produksi kopi melalui budidaya intensif (intensifikasi) dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang tersedia. 2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petani dengan mengikuti pelatihanpelatihan yang diadakan oleh instansi-instansi terkait. 3. Meningkatkan kualitas dengan pengolahan secara basah dan melakukan pengontrolan selama proses produksi berlangsung. 4. Penguatan kelembagaan dengan cara meningkatkan jalinan kerjasama antar petani dan membina kemitraan dengan pelaku agribisnis kopi dengan pola winwin. 5. Mengembangkan agroindustri kopi lokal yang berdayasaing. 6. Meningkatkan efisiensi dengan cara meminimalkan biaya dan memaksimalkan penerimaan melalui perluasan jaringan pemasaran dan kemitraan yang mendorong perbaikan harga yang diterima petani sehingga meningkatkan keuntungan

17 Selanjutnya rencana strategis dalam jangka panjang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengembangkan produksi dan produktivitas kopi secara berkesinambungan melalui intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi dan proteksi tanaman. 2. Memantau dan mengikuti perkembangan teknologi pengolahan yang diterapkan. 3. Secara terus-menerus melakukan penumbuhan dan penguatan kelembagaan agribisnis kopi melalui pemberdayaan kelompok, fasilitasi kemitraan serta pembinaan dan pengembangan kerja sama atau hubungan yang baik dengan stakeholder dan pihak-pihak yang terkait seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan Jember dan peneliti-peneliti dari berbagai lembaga pendidikan sehingga tercipta sinergi dalam menghadapi persaingan. 4. Membentuk desa industri yang berbasis kopi dengan fokus peningkatan kualitas dan nilai tambah produk melalui fasilitasi panen dan pasca panen, fasilitasi sarana dan prasarana pengolahan hasil serta deversifikasi produk. 5. Pengembangan agribisnis kopi di wilayah basis kopi yang belum berkembang tetapi dinilai potensial menuju desa industri kopi dalam rangka peningkatan peran kopi dalam perekonomian Kabupaten Jember. Perspektif Pengembangan Peran Komoditas Kopi dalam Perekonomian Daerah Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan di Kabupaten Jember, mempunyai peluang untuk dikembangkan karena sudah dikenal masyarakat dan sudah biasa dikonsumsi masyarakat. Arah pengembangan kopi antara lain: 1. Terbentuknya desa industri yang berbasis kopi. Desa industri adalah satu sistem terdiri atas industri primer (sarana produksi dan infrastruktur), industri sekunder (bahan baku untuk industri di desa), industri tersier (processing) yang menghasilkan produk jadi (kopi instan, kopi susu, dan sebagainya). Pembentukan desa industri di beberapa daerah yang dianggap memiliki potensi pengembangan kopi, seperti di Kecamatan Silo Kabupaten Jember perlu juga dilihat dari sudut pandang petani di daerah setempat. Mental masyarakat desa, terutama petani di daerah setempat harus dirubah menjadi bermental industri. Petani tidak lagi sekedar berproduksi bahan mentah dan langsung dijual ke pasar tetapi

18 petani akan menjadi penghasil bahan industri untuk diproses sebelum dipasarkan. Proses itu berada di desanya bukan di kota, dengan demikian desa akan menjadi desa industri dengan orientasi meraih nilai tambah, khususnya dari pertanian industri, produk yang dihasilkan berdaya saing tinggi, dan pengolahannya lebih kreatif. Perubahan mental di kalangan masyarakat pedesaan tentu dapat diraih hanya melalui pendidikan yang terus menerus. 2. Penelitian tindakan (action research) dan pelatihan Mengingat kopi termasuk salah satu komoditi yang banyak diusahakan oleh petani, maka diperlukan adanya bimbingan dan pelatihan yang terus menerus di semua subsistem, mulai dari subsistem primer sampai subsistem tertier/kuarter. Bimbingan dan pelatihan akan lebih terarah dan mengena apabila didasarkan pada hasil-hasil penelitian aplikatif. Di sinilah letak pentingnya dukungan Perguruan Tinggi dalam upaya pengembangan kopi khususnya di Jember. Di samping penelitian, juga dilakukan pelatihan dan demo, seperti: teknik budidaya kopi baik secara monokultur maupun tumpangsari, pengolahan kopi secara basah. Pelatihan ataupun demo yang diselenggarakan oleh berbagai pihak diharapkan dapat meningkatkan motivasi petani di daerah setempat dalam proses pengembangan kopi di daerahnya baik dari sisi produksi maupun pengembangan pasca produksinya sehingga dapat memberikan keuntungan secara finansial bagi petani-petani yang terlibat di dalamnya. 3. Informasi dan Umpan Balik Kebijakan Perguruan tinggi mempunyai peranan penting dalam mendukung upaya pengembangan kopi di desa industri tersebut, melalui pemberian informasi dan umpan balik kebijakan kepada pemerintah (pusat dan daerah) dan hasil-hasil penelitian aplikatif serta tenaga terampil kepada industri. Perguruan Tinggi (PT) memerlukan adanya perlindungan hukum, dukungan dana dan fasilitas dari pemerintah untuk mewujudkan program-programnya sedangkan dari industri, PT memerlukan adanya dukungan dana dan informasi tentang apa yang dibutuhkan industri baik dalam hal riset aplikatif maupun kebutuhan pelatihan, apabila PT dapat memainkan peranannya dengan baik, begitu pula dengan pemerintah dan industri, maka arah pengembangan kopi menjadi terjaga dan berkelanjutan, karena pola

19 hubungan segitiga ini memastikan peran setiap pelaku terpetakan dan terjaga dengan tegas sehingga akan mendorong pengembangan kopi menjadi lebih kreatif dan dinamis. Simpulan dan Rekomendasi Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Agribisnis kopi di Kabupaten Jember memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Hasil analisis PAM menunjukkan nilai DRC dan PCR yang lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0,50 dan 0,47. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kopi rakyat di Kabupaten Jember dari segi ekonomi efisien dalam menggunakan sumberdaya domestik dan berdayasaing. 2. Kebijakan pemerintah memberikan dampak positif pada usahatani kopi dimana petani kopi menerima dampak positif dari adanya kebijakan pemerintah terhadap input yang ditunjukkan bahwa harga input 2,6% lebih rendah dari harga dunia. Sementara itu harga kopi yang diterima petani sedikit (0.1%) lebih tinggi dari harga dunia. 3. Nilai tambah yang diperoleh petani kopi olah kering lebih tinggi dibandingkan dengan kopi olah basah. Hal ini menunjukkan adanya kegagalan pasar (market failure) pada struktur rantai pasok kopi olah basah, karena secara teori pemasaran kopi dengan olah basah seharusnya memberikan keuntungan dan nilai tambah lebih besar bagi petani. 4. Analisis SWOT menunjukkan bahwa prospek pengembangan kopi di Kabupaten Jember berada pada posisi ideal ditunjukkan dengan nilai IFAS sebesar 3,38 dan EFAS sebesar 3,33. Posisi tersebut dapat diartikan bahwa pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Jember memiliki prospek yang prospektif untuk dikembangkan di beberapa tahun ke depan. 5. Prospek pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Jember dinilai memiliki peluang untuk berkembang secara luas di sejumlah daerah yang dianggap berpotensi

20 Rekomendasi Untuk mendorong pengembangan dan peningkatan peran komoditas kopi terhadap perekonomian di Kabupaten Jember perlu direkomendasikan beberapa kebijakan sebagai berikut: 1. Pemerintah Kabupaten Jember perlu mendorong dan melakukan fasilitasi terhadap beberapa langkah berikut: a. Terkait dengan peningkatan produksi dan produktivitas tanaman kopi, pemerintah perlu penambahan dalam penanaman tanaman kopi dan peremajaan pohon kopi yang umur ekonomisnya mulai habis, pemantauan intensif pada budidaya komoditas kopi dari serangan OPT, pengoptimalan usahatani kopi yang berbasis organik/ ramah lingkungan, alokasi ketersediaan sarana produksi seperti bibit unggul, pupuk, dan juga pestisida serta alat atau mesin industri (alat pengering/ pemecah kopi). b. Terkait dengan luas areal perlu dilakukan mempertahankan luas areal komoditas kopi dari konversi lahan dan juga perlu adanya perluasan areal penanaman kopi pada tanah yang kurang produktif khususnya pada daerah basis komoditas kopi. Untuk meningkatkan produktivitas pada komoditas kopi di Kabupaten Jember tentunya perlu dilakukan memberdayakan sumber daya manusia yang berkompeten untuk usahatani kopi organik dan juga dalam hal teknologi, meningkatkan kinerja kerjasama yang telah dilakukan oleh petani dengan Lembaga Pendidikan dan Pusat Penelitian untuk pengembangan kelompok tani, kemitraan dan mutu hasil. 2. Berdasarkan analisis yang dilakukan, pengembangan kopi di Kabupaten Jember berada pada posisi ideal yang berarti masih dalam masa pertumbuhan/stabilitas, untuk itu harus mengembangkan strategi pertumbuhan dengan titik berat pada peningkatan produktivitas usahatani dan penguatan pada sub sistem hilir (penghiliran) guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditi (melalui agroindusri pengolahan dan pemasaran)

21 3. Rencana strategis selanjutnya dapat dijabarkan dalam rencana jangka pendek maupun jangka panjang. Rencana strategis dalam jangka pendek adalah : a. Meningkatkan produktivitas dan kuantitas hasil produksi kopi melalui budidaya intensif (intensifikasi) dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang tersedia. b. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petani dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh instansi-instansi terkait. c. Meningkatkan kualitas dengan pengolahan secara basah dan melakukan pengontrolan selama proses produksi berlangsung. d. Penguatan kelembagaan dengan cara meningkatkan jalinan kerjasama antar petani dan membina kemitraan dengan pelaku agribisnis kopi dengan pola win-win. e. Mengembangkan agroindustri kopi lokal yang berdayasaing. f. Meningkatkan efisiensi dengan cara meminimalkan biaya dan memaksimalkan penerimaan melalui perluasan jaringan pemasaran dan kemitraan yang mendorong perbaikan harga yang diterima petani sehingga meningkatkan keuntungan. Dalam jangka panjang pengembangan dan peningkatan peran kopi di Kabupaten Jember diarahkan pada: a. Mengembangkan produksi dan produktivitas kopi secara berkesinambungan melalui intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi dan proteksi tanaman. b. Memantau dan mengikuti perkembangan teknologi pengolahan yang diterapkan. c. Secara terus-menerus melakukan penumbuhan dan penguatan kelembagaan agribisnis kopi melalui pemberdayaan kelompok, fasilitasi kemitraan serta pembinaan dan pengembangan kerja sama atau hubungan yang baik dengan stakeholder dan pihak-pihak yang terkait seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan Jember dan peneliti-peneliti dari berbagai lembaga pendidikan sehingga tercipta sinergi dalam menghadapi persaingan

22 d. Membentuk desa industri yang berbasis kopi dengan fokus peningkatan kualitas dan nilai tambah produk melalui fasilitasi panen dan pasca panen, fasilitasi sarana dan prasarana pengolahan hasil serta deversifikasi produk. e. Pengembangan agribisnis kopi di wilayah basis kopi yang belum berkembang tetapi dinilai potensial menuju desa industri kopi dalam rangka peningkatan peran kopi dalam perekonomian Kabupaten Jember. Daftar Pustaka AEKI Permintaan Kopi Indonesia Di Pasar Dunia Turun. AJI, J. M. M., 2012, Paradoks Kopi dan Kebijakan Peningkatan Daya Saing Kopi Indonesia, Kertas Kerja disampaikan pada Simposium Nasional Ekonomi Kopi 2012, Kerjasama PERHEPI dan Universitas Jember, 8 November 2012, Jember. BPS Kabupaten Jember Kabupaten Jember Dalam Angka. Jember: Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember. Budiharsono, S Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta : Pradaya Paramita. Dirjen Perkebunan Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan. Dajan,A Pengantar Metode Statistik Jilid 1. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia. Djarwanto,Ps Statistik Sosial Ekonomi. Yogyakarta: BPFE Dwijo Sulastiono Produksi Kopi indonesia masih posisi empat dunia. [10 November 2010] Fitriyah, E Analisis Perwilayahan Komoditas Kopi (Coffea sp) dan Kontribusinya Bagi Perekonomian Kabupaten Jember. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jember. Hani,E.S Potensi Kopi di Kabupaten Jember, dalam rangka Simposium Nasional Ekonomi Kopi Kerjasama PERHEPI - Universitas Jember

23 Hariyanti, N Kontribusi Komoditas Kopi (Coffea sp) Terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Jember. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jember. Hasan, I Pokok Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Jakarta : PT. Bumi Aksara. Hendayana, Rachmat Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) Dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Diakses pada tanggal 19 Oktober Mawardi, S Strategi Ekspor Komoditas Perkebunan dalam Situasi Krisis Finansial Global, Kasus pada Kopi. Seminar Nasional dan Display Product dalam rangka Dies Natalis Fakultas Pertanian Universitas Jember ke 44. Jember 23 Desember Saleh Statistik Deskriptif. Yogyakarta : UPPAM PYKPN Setiawan Peranan Sektor Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat: Pendekatan Input- Output Multiregional. On Line. Sukirno, S Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Supranto, J Statistik Teori Dan Aplikasi. Jakarta : Erlangga Supriyono, Agus Studi Perwilyahan Komoditas Kedelai Dalam Mendukung Kegiatan Agroindustri. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Jember. Wibowo, R. dan Soetriono Konsep,Teori, dan Landasan Analisis Wilayah. Malang: Bayu Media Publishing. Wibowo, R. dan Januar, Jani Teori Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jember : Fakultas Pertanian Universitas Jember

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih 1.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA Kustiawati Ningsih Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura, Kompleks Ponpes Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini diperoleh beberapa simpulan, implikasi kebijakan dan saran-saran seperti berikut. 7.1 Simpulan 1. Dari

Lebih terperinci

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini, RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah tersebut dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010 Volume 12, Nomor 1, Hal. 55-62 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2010 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING DAN EFISIENSI SERTA KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF USAHA TERNAK SAPI RAKYAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian. 29 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Krisna Setiawan* Haryati M. Sengadji* Program Studi Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

MODEL PENINGKATAN KINERJA USAHA KOPI OLAHAN BERBASIS KELOMPOK DAN KEMITRAAN DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK DAN EXSECUTIVE SUMMARY

MODEL PENINGKATAN KINERJA USAHA KOPI OLAHAN BERBASIS KELOMPOK DAN KEMITRAAN DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK DAN EXSECUTIVE SUMMARY MODEL PENINGKATAN KINERJA USAHA KOPI OLAHAN BERBASIS KELOMPOK DAN KEMITRAAN DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK DAN EXSECUTIVE SUMMARY Desember 2013 ABSTRAK Peneliti : Isti Fadah 1, Handriyono 2, Alfi Arif 3 Mahasiswa

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) Novi Itsna Hidayati 1), Teguh Sarwo Aji 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan ABSTRAK Apel yang

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO Policy Impact of Import Restriction of Shallot on Farm in Probolinggo District Mohammad Wahyudin,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif analitis. Menurut Nazir (2014) Metode deskriptif adalah suatu metode dalam

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR Dede Haryono 1, Soetriono 2, Rudi Hartadi 2, Joni Murti Mulyo Aji 2 1 Program Studi Agribisnis Program Magister

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu terdiri

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purpossive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi (coffea s.p) merupakan salah satu produk agroindustri pangan yang digemari oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena kopi memiliki aroma khas yang tidak dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI Pendahuluan Sebelum melakukan analisis, data yang dipakai harus dikelompokkan dahulu : 1. Data Parametrik : data yang terukur dan dapat dibagi, contoh; analisis menggunakan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 141 147 EFISIENSI EKONOMI DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PENANGKAPAN LEMURU DI MUNCAR, JAWA TIMUR Mira Balai Besar Riset

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambah (value added) dari proses pengolahan tersebut. Suryana (2005: 6)

BAB I PENDAHULUAN. tambah (value added) dari proses pengolahan tersebut. Suryana (2005: 6) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian dewasa ini tidak lagi bagaimana meningkatkan produksi, tetapi bagaimana sebuah komoditi mampu diolah sehingga diperoleh nilai tambah (value added)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 51 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga tempat di Provinsi Bangka Belitung yaitu Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KEDELAI DI JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KEDELAI DI JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING KEDELAI DI JAWA TIMUR MUHAMMAD FIRDAUS *) *) Staf Pengajar pada STIE Mandala Jember Alamat. Jl Sumatera Jember 68121 ABSTRACT The objective of the study were (1) to know the trend of

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI GULA PADA PABRIK GULA DJATIROTO SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI GULA PADA PABRIK GULA DJATIROTO SKRIPSI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI GULA PADA PABRIK GULA DJATIROTO SKRIPSI Oleh Farina Fauzi NIM. 021510201206 JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini perekonomian domestik tidak bisa berdiri sendiri melainkan dipengaruhi juga oleh kondisi ekonomi global. Pengalaman telah menunjukkan bahwa pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR 350 PARTNER, TAHUN 21 NOMOR 2, HALAMAN 350-358 ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR Krisna Setiawan Program Studi Manajemen Agribisnis Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1. Tinjauan Pustaka Istilah kopi spesial atau kopi spesialti pertama kali dikemukakan oleh Ema Knutsen pada tahun 1974 dalam Tea and

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO COMPETITIVENESS ANALYSIS OF SHALLOTS AGRIBUSINESS IN PROBOLINGGO REGENCY Competitiveness analysis of shallot business in Probolinggo

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS Arti Sempit Suatu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian sebagai upaya memaksimalkan keuntungan. Arti Luas suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA Kode/Rumpun Ilmu: 181/Sosial Ekonomi Pertanian EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA KAJIAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI KOPI ARABIKA DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI KETINGGIAN SEDANG Oleh: ATI KUSMIATI,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR Syahrul Ganda Sukmaya 1), Dwi Rachmina 2), dan Saptana 3) 1) Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengembangkan agribisnis dan meningkatkan kesejahteraan petani, mengisyaratkan bahwa

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK Peneliti : Dewi Prihatini 1) mahasiswa yang terlibat : -

Lebih terperinci

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI I Made Tamba Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Jagung, ketela pohon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia

Lebih terperinci

PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU

PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU Almasdi Syahza Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PPKPEM) Universitas Riau Email: asyahza@yahoo.co.id:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ABSTRACT

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ABSTRACT ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI PADI SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Denti Juli Irawati*), Luhut Sihombing **), Rahmanta Ginting***) *) Alumni

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 28 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Bulan Pebruari sampai April 2009, mengambil lokasi di 5 Kecamatan pada wilayah zona lahan kering dataran rendah

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS

ANALISIS SENSITIVITAS VII ANALISIS SENSITIVITAS 7.1. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari perubahan kurs mata uang rupiah, harga jeruk siam dan harga pupuk bersubsidi

Lebih terperinci

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG Jarek Putradi Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, Bali jarek.putradi@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR (Kasus : Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup) Oleh: MERIKA SONDANG SINAGA A14304029 PROGRAM

Lebih terperinci

METODOLOGI. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37

METODOLOGI. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37 Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37 Penyusunan Master Plan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur meliputi beberapa tahapan kegiatan utama, yaitu : 1) Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN OLEH AMELIA 07 114 027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 i ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang BAB I P E N D A H U L U A N 1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, dan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko. RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi secara keseluruhan yang dilaksanakan secara terencana rencana

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci