MEWUJUDKAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KELAS MATEMATIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEWUJUDKAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KELAS MATEMATIKA"

Transkripsi

1 MEWUJUDKAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KELAS MATEMATIKA Oleh: Abdur Rahman As ari Abstrak: Salah satu konsekuensi dari diterapkannya Kurikulum 2013 adalah penggunaan pendekatan saintifik dalam pembelajaran, termasuk matematika yang konon bersifat deduktif. Mengingat masih banyaknya guru yang mengalami kesulitan dalam menjalankan pendekatan saintifik dalam pelajaran matematika, penulis menguraikan beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menjamin terwujudkannya penerepan pendekatan saintifik. Penulis mengemukakan perubahan mindset yang perlu dilakukan guru agar mampu menerapkan pendekatan saintifik. Penulis juga menguraikan tahap demi tahap pendekatan saintifik dalam matematika. Penulis kemudian mengakhiri tulisannya tentang suatu contoh pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik. Kata-kata Kunci: kurikulum 2013, matematika, pendekatan saintifik, dan perubahan mindset. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan berbagai alasan (Kemdikbud, 2013). Alasanalasan tersebut antara lain: (1) alasan yang menyangkut tantangan masa depan, dan (2) alasan yang menyangkut kompetensi yang dibutuhkan di masa depan. Terkait dengan alasan yang menyangkut dengan tantangan masa depan, dikemukakan bahwa, di masa yang akan datang manusia Indonesia akan dihadapkan dengan hal-hal berikut: 1. Globalisasi: WTO, ASEAN Community, APEC, AFTA 2. Masalah lingkungan hidup 3. Kemajuan teknologi Informasi 4. Konvergensi Ilmu dan Teknologi 5. Ekonomi Berbasis Pengetahuan 6. Kebangkitan Industri Kreatif dan Budaya 7. Pergeseran Kekuatan Ekonomi Dunia 8. Pengaruh dan Imbas Teknosains 9. Mutu, Investasi, dan Transformasi pada sector Pendidikan Halaman ke 1

2 10. Hasil TIMMS dan PISA Sementara itu, hal yang terkait dengan kompetensi yang dibutuhkan di masa depan, dikemukakan bahwa di masa yang akan datang, kompetensi yang dibutuhkan adalah: 1. Kemampuan berkomunikasi 2. Kemampuan berpikir jernih dan kritis 3. Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan 4. Kemampuan menjadi warganegara yang bertanggungjawab 5. Kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap oandangan yang berbeda 6. Kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal 7. Memiliki minat luas dalam kehidupan 8. Memiliki kesiapan untuk bekerja 9. Memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya 10. Memiliki tanggungjawab terhadap lingkungan Sehubungan dengan itu, di samping dilakukan pengembangan dan penataan ulang standar kompetensi serta kompetensi dasar dari kurikulum sebelumnya, proses pembelajaran untuk mencapai kompetensinya pun dilakukan penyesuaian. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, (Kemdikbud, 2013) mengeluarkan Permendikbud no 65 tentang standar proses pembelajaran yang di dalamnya termuat prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut: 1. dari peserta didik diberitahu menuju peserta didik mencari tahu, 2. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar 3. dari pendekatan tekstal menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah, Halaman ke 2

3 4. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi, 5. dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal, menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi, 6. dari pembelajaran parsial, menuju pembelajaran terpadu, 7. dari pembelajaran verbalisme menujuk ketarampilan aplikatif, 8. peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills) 9. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaa peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat, 10. pembelajaran yang menerakan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani) 11. pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, 12. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan dimana saja adalah kelas, 13. pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, dan 14. pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang peserta didik. PERUBAHAN MINDSET Untuk bisa menjalankan prinsip pembelajaran seperti diuraikan di atas, beberapa perubahan mindset yang perlu dilakukan oleh para guru antara lain adalah: (1) Guru harus mengubah pandangannya tentang posisi dia dalam kaitannya dengan sumber belajar siswa. Guru harus ikhlas bahwa guru tidak lagi dianggap sebagai Halaman ke 3

4 satu-satunya sumber informasi dalam pembelajaran. Guru harus berubah menjadi hanya penyedia pengalaman belajar. Di alam modern sekarang ini, informasi boleh dibilang sangat melimpah ruah. Dengan teknologi internet, apa yang terjadi di belahan benua yang lain, dengan segera dapat kita ketahui. Salah satu dampaknya adalah buku dan bahan ajar. Kalau dahulu, buku sering hanya menjadi milik guru, dan guru bisa belajar satu hari lebih dulu dari siswanya, maka saat ini, siswa bisa mencari dan mengunduh buku dari mana-mana. Bahkan, kalau siswa memiliki kemampuan bahasa Inggris dan bahasa Internasional lainnya, maka buku teks matematika yang dimilikinya bisa lebih berkualitas dari buku yang dimiliki oleh gurunya. Penjelasan yang ada di dalam buku yang dimilikinya pun bisa jadi lebih baik dan lebih mudah dimengerti oleh siswa. Ini memberikan peluang kepada siswa untuk tidak terlalu bergantung kepada penjelasan guru. (2) Guru harus berubah dari semula menjadi sosok yang aktif menjelaskan, menjadi pendorong anak untuk mencari informasi, mengolahnya, dan menyimpulkannya. Di dalam era sekarang ini, paradigma belajar sudah bergeser dari paradigma behaviorisme ke paradigm konstruktivisme. Dengan perubahan paradigm belajar tersebut, berubah pula paradigm pembelajarannya. Pembelajaran tidak lagi dipandang sebagai proses transfer ilmu pengetahuan kepada siswa. Pembelajaran lebih dipandang sebagai proses membantu siswa memaknai pengalaman interaksinya dengan sumber belajar. Halaman ke 4

5 Dengan demikian, guru tidak lagi harus menerangkan. Guru tidak lagi harus menjelaskan materi. Tugas utama guru berubah menjadi lebih banyak sebagai penyedia pengalaman belajar. Guru harus mendorong siswa yang aktif berinteraksi dengan sumber belajar, memaknai informasi yang diperoleh dari interaksi tersebut, dan mengambil kesimpulan. Pengalaman memaknai hasil interaksi ini tentu akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar tentang belajar itu sendiri. Ilmu yang kemudian diperoleh dari belajar tentang belajar ini akan menjadi ilmu yang berguna untuk menjadikan siswa sebagai pebelajar sepanjang hayat. (3) Guru harus mengubah persepsinya bahwa belajar bisa berlangsung dimana saja, dan kapan saja. Belajar tidak lagi dibatasi di dalam ruang kelas. Artinya, meskipun anak kelihatan tidak belajar di kelas, sangat dimungkinkan mereka belajar di luar kelas. Mereka belajar secara mandiri, dan berlangsung dalam suasana yang paling mereka sukai. Melimpah ruahnya informasi yang tersedia di era informasi ini, berimplikasi bbahwa pembelajaran tidak lagi menuntut ruang kelas. Belajar bisa berlangsung di ruang terbuka, di rumah, di kafetaria, dan bisa berlangsung di pagi hari, di siang hari, di sore hari, di malam hari. Belajar bisa berlangsung ketika sedang bersantai, ketika sedang mengerjakan sesuatu, dan lain-lain. Dengan begitu, guru harus memandang belajar di dalam kelas hanya sebagai salah satu saja dari sekian banyak macam kegiatan belajar lainnya. Belajar bisa berlangsung di luar kelas (outdoor), sehingga perancangan pembelajaran seharusnya tidak dibatasi di ruang kelas saja. (4) Guru harus mengubah persepsinya bahwa pembelajaran bukan lagi untuk menumpuk-numpuk pengetahuan. Pembelajaran harus dipandang sebagai upaya Halaman ke 5

6 untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa (kritis, kreatif, dan self regulatif).. Di dalam era informasi saat ini, bahkan mungkin nantinya ke depan, pertambahan informasi dari waktu ke waktu mengikuti pertumbuhan eksponensial. Percepatan pertumbuhannya begitu tinggi, sehingga kebenaran suatu informasi mungkin berlangsung hanya dalam tempo yang sangat singkat. Apa yang dianggap benar saat ini, dalam hitungan detik saja sudah bisa dimentahkan oleh informasi berikutnya. Karena itu, yang lebih dipentingkan dalam hal ini adalah kemampuan untuk berpikir kritis, kreatif, dan self regulatif. Dengan berpikir kritis, seorang pebelajar bisa memilh dan memilih informasi yang diperlukan, yaitu informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Dengan berpikir kreatif, seorang pebelajar bisa diharapkan mengaitkan antara informasi yang satu dengan yang lain, dan menghasilkan informasi baru yang lebih bermanfaat. (5) Guru harus berubah dari pembelajaran yang menekankan kepada kecepatan dan ketepatan berhitung, menjadi pembelajaran yang mengembangkan kemampuan merumuskan masalah. Saat ini, pekerjaan yang sifatnya mekanistis sudah banyak dikerjakan oleh mesin atau robot. Mencuci, menghitung, bahkan menentukan nilai integral tertentu suatu fungsi dengan batas-batas tertentu pun sudah bisa diserahkan kepada mesin. Karena itu, guru tidak perlu terlalu memfokuskan pembelajaran mereka untuk membantu siswa menyaingi robot atau mesin. Guru harus lebih mengedepankan pembelajarannya untuk membantu anak melokalisir masalah dan mengidentifikasi instrument yang bisa digunakan untuk menyelesaikannya. Guru harus lebih banyak membantu siswa mengembangkan pemikirannya, dari Halaman ke 6

7 pada sekedar menjadikan siswa mereka seperti robot dengan tingkat otomasi yang tinggi, menjadi perancang kegiatan pemecahan masalah. Guru harus lebih banyak mendorong siswa memiliki kemampuan untuk merumuskan masalah. (6) Guru harus berubah dari menekankan pembelajaran yang bersifat individualistis, menjadi pembelajaran yang mendukung tumbuh berkembangnya kemauan dan kemampuan bekerjasama. Di dalam era modern dimana pekerjaan-pekerjaan yang ada cenderung bersifat spesifik dan unique, kemampuan bekerjasama merupakan prasyarat sukses bekerja yang sangat penting. Pekerja yang satu harus mau dan mampu bekerja sama dalam tim demi kepentingan system. Karena itu, guru perlu menyiapkan agar anak didiknya memiliki potensi untuk bekerjasama. Pembelajaran klasikal yang sifatnya cenderung mengembangkan kemampuan individu saja harus makin dikurangi. Pembelajaran dengan pendekatan cooperative tampaknya harus lebih banyak dilakukan. (7) Guru harus mengubah persepsinya bahwa pekerjaan mengajar itu tidak lagi dominasi dirinya, tetapi siapa saja bisa menjadi guru. Dengan informasi yang melimpah ruah sekarang, informasi terbaru bukan lagi milik guru saja. Sangat dimungkinkan adanya siswa yang menguasai sesuatu yang justru tidak dimiliki gurunya. Karena itu, bisa saja terjadi guru harus belajar pada siswanya. Dengan demikian, guru tidak boleh lagi mengklaim bahwa dirinya saja lah yang berhak menjadi guru. Guru harus berani menerima kenyataan bahwa mungkin saja mereka belajar dari siswanya. Siswanya lah yang menjadi gurunya. Guru juga harus mengubah mindset mereka bahwa siswa bisa belajar dari orang lain. Mereka tidak harus menunggu gurunya untuk mempelajari sesuatu. Halaman ke 7

8 PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM MATEMATIKA Kalau perubahan mindset sudah bisa diwujudkan, guru memiliki peluang yang lebih besar untuk mau dan mampu menjalankan pendekatan saintifik, dan pembelajaran yang menekankan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan self regulatif lainnya. Pertanyaannya sekarang: Apakah kalau mindset guru sudah berubah seperti ini, mereka akan mampu menjalankan Pendekatan Saintifik? Jawabannya adalah tidak otomatis. Ada banyak hal lain yang masih harus dipelajari guru agar mampu menerapkan Pendekatan Saintifik, terutama guru matematika dan guru-guru non sains lainnya, yang konon sifat materi ajarnya berbeda jauh dengan materi ajar sains. Bertentangannya sifat matematika yang deduktif dan pendekatan saintifik yang lebih mengedepankan logika induktif menuntut guru matematika untuk belajar menyesuaikan diri lebih keras. Terkait dengan 5 M dalam Pendekatan Saintifik, yaitu Mengamati, Menanya, Menggali Informasi, Mengasosiasi, dan Mengkomunikasikan di atas, berikut beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian kita bersama. Mengamati Mengamati pada dasarnya adalah kegiatan memperhatikan sesuatu, dengan menggunakan indera, secara cermat. Mengamati tidak hanya dilakukan dengan bantan mata, tetapi juga bisa dengan indera yang lain. Dalam pembelajaran matematika, obyek pengamatannya bisa fenomena matematika dan bisa juga obyek matematika itu sendiri. Ketika mengamati orang yang melakukan jual beli di pasar, misalnya, maka siswa bisa diajak untuk mengamati fenomena matematika, misalnya untung, rugi, impas, dan lain-lain. Tetapi, ketika mengamati Halaman ke 8

9 gambar bangun segiempat dan diagonal-diagonalnya, misalnya, maka siswa diajak untuk mengamati obyek matematika itu sendiri. Apa yang perlu diamati oleh siswa sebenarnya sangat bergantung kepada apa pesan dari kompetensi dasar dalam kurikulumnya. Karena itu, memahami kompetensi dasar merupakan syarat utama dan pertama untuk mengembangkan kegiatan mengamati. Tanpa itu, kegiatan mengamati akan tidak terarah, dan pencapaian kompetensi dasar tidak akan terjamin. Perhatikan KD berikut: Membandingkan dan mengurutkan berbagai jenis bilangan serta menerapkan operasi hitung bilangan bulat dan bilangan pecahan dengan memanfaatkan berbagai sifat operasi Kalau dianalisis, kompetensi dasar ini dapat dijabarkan menjadi beberapa sub kompetensi, antara lain: 1. Membandingkan dua bilangan 2. Mengurutkan beberapa bilangan 3. Menerapkan operasi hitung bilangan dengan memanfaatkan sifat operasi Terkait dengan membandingkan bilangan, maka cakupannya antara lain: 1. Membandingkan dua bilangan bulat (sama-sama positif, satu positif satu negatif, sama-sama negatif) 2. Membandingkan dua bilangan pecahan (sama-sama positif, satu positif satu negatif, sama-sama negatif) 3. Membandingkan bilangan bulat dengan pecahan ((sama-sama positif, satu positif satu negatif, sama-sama negatif) Halaman ke 9

10 Terkait dengan bilangan bulat atau pecahan tersebut, bisa saja bilangan-bilangan yang dibandingkan itu tunggal (berdiri sendiri) atau bilangan-bilangan itu sebagai hasil operasi bilangan. Jadi yang dibandingkan bisa saja perbandingan antara a dan b, tetapi juga bisa antara a * b dengan a*c. Selanjutnya tentang mengurutkan bilangan. Terkait dengan mengurutkan bilangan, maka cakupannya antara lain: 1. Mengurutkan beberapa bilangan yang semuanya berupa bilangan bulat (semuanya positif atau ada yang positif dan negatif; banyak digit pembentuknya sama atau tidak sama) 2. Mengurutkan beberapa bilangan yang semuanya berupa bilangan pecahan (semuanya positif atau ada yang positif dan negatif) 3. Mengurutkan beberapa bilangan campuran antara pecahan dan bulat (semuanya positif atau ada yang positif dan negatif) Seperti halnya dengan membandingkan bilangan, bilangan-bilangan yang diurutkan di sini bisa juga merupakan bilangan yang tunggal atau bilangan yang dinyatakan sebagai hasil operasi beberapa bilangan. Terkait dengan menerapkan operasi hitung bilangan dengan memanfaatkan sifat operasi, maka dalam hal ini beberapa sifat yang mungkin digunakan antara lain: 1. Komutatif (penjumlahan, dan perkalian) 2. Asosiatif (penjumahan dan perkalian) 3. Distributif (perkalian terhadap penjumlahan/pengurangan) 4. Identitas (a + 0 = 0 + a = a; a. 1 = 1. a = a) 5. Lainnya, misalnya = ( + )( ); Halaman ke 10

11 = ( ); 1 ( + 1) = ; ( + ) = ;. = = 1; Ketajaman analisis kita tentang kompetensi dasar ini akan memberikan inspirasi kepada kita tentang apa yang harus diamati. Menanya Salah satu alasan dipilihnya pendekatan saintifik sebagai pendekatan yang harus diterapkan dalam Kurikulum 2013 adalah meningkatkan kemauan dan kemampuan bertanya anak bangsa. Kemauan dan kemampuan bertanya ini akan mendorong seseorang untu menanya atau mempertanyakan. Kegiatan menanya tersebut, selanjutnya, akan mendorong diadakannya penyelidikan dan penelitian yang mungkin sekali akan membuahkan suatu karya produktif yang akan membantu bangsa ini bisa lebih maju dan diakui keberadaannya dalam kancah percaturan hubungan internasional. Karena itu, di dalam fase menanya ini, yang perlu membuat pertanyaan adalah siswa, bukan gurunya. Siswalah yang didorong untuk menanya (mengajukan pertanyaan). Dalam banyak kasus, sementara ini, siswa di Indonesia cenderung pasif, menerima kenyataan apa adanya. Mereka jarang mempertanyakan. Karena itu, pada tahap awal, guru akan kesulitan mendorong siswanya menanya. Untuk itu, guru harus memiliki kiat bagaimana mendorong siswanya menanya, baik yang dikemukakan secara eksplisit maupun yang implisit. Halaman ke 11

12 Salah satu kiat yang bisa dilakukan adalah mengenalkan suatu fenomena menarik yang belum pernah dikenali oleh siswa sebelumnya. Sebagai contoh, misalkan kita mengenalkan istilah hixam yang belum pernah dikenal oleh siswa dan memang tidak ada artinya sama sekali. Istilah hixam ini kita kenalkan dengan meminta siswa mengamati hal berikut: Kalau diperhatikan dengan seksama, istilah hixam itu sebenarnya sama saja artinya dengan luas daerah segitiga. Tetapi, kalau kita menggunakan istilah yang sebenarnya, yaitu luas daerah segitiga, maka anak akan cenderung mengandalkan kepada ingatan dan tidak mengajukan pertanyaan. Kalau itu yang terjadi, maka gagallah rencana kita untuk mendorong anak menanya. Kiat yang lain adalah dengan meminta anak untuk membuat kalimat tanya yang memuat dua kata tertentu, misalnya: Buatlah kalimat Tanya yang memuat kata-kata berpotongan dan diagonal. Halaman ke 12

13 Dengan memberikan sedikit contoh pancingan, misalnya: Apakah diagonal-diagonal segiempat selalu berpotongan di tengah-tengah?, siswa diharapkan mampu membuat pertanyaan-pertanyaan lain yang memuat dua kata tersebut. Agar mereka mau dan mampu membuat pertanyaan, sesi untuk membuat pertanyaan yang memuat kata-kata tertentu ini hendaknya diberikan dengan alokasi waktu yang agak lama. Untuk variasi atau bahkan untuk meningkatkan kualitas pertanyaan yang dibuat, guru dapat juga meminta siswa untuk bekerja dalam kelompok untuk membuat beberapa pertanyaan terlebih dahulu, dan selanjutnya meminta mereka bersepakat untuk memilih satu pertanyaan tertentu yang layak ditindak lanjuti dengan penyelidikan, baik oleh kelompok lain atau kelompok itu sendiri. Menggali Informasi Menggali informasi merupakan keterampilan pokok dalam era informasi sekarang. Ketersediaan informasi yang berlimpah ruah, menuntut seseorang untuk mampu menemukan sumber informasi, memilah dan memilih informasi yang diperlukan, mengolah dan menganalisisnya, serta mengambil kesimpulan, dan menindaklanjutinya dengan tepat. Karena itu, berlatih menggali informasi merupakan sesuatu yang perlu mendapatkan penekanan dalam pembelajaran. Ketika siswa menanya jika a < b dan c ditambahkan kepada b, apakah tandanya tetap tidak berubah?, maka sebagai guru kita tidak boleh langsung menjawab. Kita harus pandai membantu siswa menggali informasi dan menyimpulkannya sendiri. Dengan brainstorming, guru dapat meminta siswa untuk memikirkan dan menentukan informasi apa yang harus mereka kumpulkan?, bagaimana caranya informasi itu bisa diperoleh?, bagaimana nanti mengolah informasi itu diolah dan dianalisis. Dengan begitu, siswa akan belajar bagaimana belajar, bukan sekedar belajar sesuatu. Mereka belajar tentang cara belajar yang notabene transferable ke dalam segala situasi, termasuk dalam menghadapi masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Halaman ke 13

14 Mengasosiasi Mengasosiasi adalah kata lain dari mengait-ngaitkan. Artinya, siswa diharapkan untuk mengaitkan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain, terutama hasil penggalian informasinya, dan menemukan pola serta kesimpulannya. Guru harus melatih siswa agar mampu mengasosiasi ini. Salah satu caranya adalah dengan memodelkan (sambil dinyaringkan proses pemikirannya), sehingga siswa bisa melihat dan belajar bagaimana mengaitkan informasi yang satu dengan yang lain. Membuat daftar secara sistematis, menyusunnya ke dalam tabel, diagram, grafik dan lain-lain akan membantu siswa menemukan pola secara lebih baik. Satu hal penting yang perlu ditekankan di sini, bahwa hasil asosiasi ini adalah hasil belajar yang diharapkan. Karenanya, asosiasi yang diperoleh pada dasarnya adalah kompetensi yang ingin dikembangkan. Asosiasi ini pada dasarnya juga merupakan jawaban terhadap pertanyaan yang muncul pada tahap menanya. Kalau pertanyaan yang dikemukakan pada kegiatan menanya adalah jika a < b, apakah a < b + d?, maka hasil dari tahap asosiasi harusnya menyatakan bahwa hubungan itu tidak selalu benar. Hasil asosiasinya, mungkin: Jika a < b mengakibatkan a < b + d hanya jika d > 0. Untuk d yang lain masih belum tentu. Mengkomunikasikan Di dalam komunitas ilmuwan, temuan, betapapun sederhananya, harus di-sharing-kan agar diketahui oleh seluruh anggota komunitas yang ada dan diketahui posisinya dalam khazanah ilmu pengetahuan. Temuan tersebut bisa jadi langsung diterima tetapi bisa juga mendapat kritik dan saran. Dengan kritik dan saran, temuan yang baru bisa diketahui kekuatan dan kelemahannya, dan dapat diperoleh ide penyelidikan yang baru yang nantinya akan Halaman ke 14

15 menguatkan kualitas temuan tersebut. Karena itu, guru harus mendorong siswa untuk selalu berbagi ide, pengalaman, hasil kerja mereka untuk dicermati, dikomentari, dikritisi oleh teman sejawat mereka. Pengalaman mengkritisi dan mempertahankan ide yang dikomunikasikan ini secara tidak langsung akan memperkuat skema kognitif mereka dan memberikan inspirasi untuk penyelidikan lanjutan. Dengan begitu, kegiatan mengkomunikasikan ini harus dibuat dalam suasana yang serius meskipun juga harus tetap dalam suasana santai dan menyenangkan. SEBUAH CONTOH Mari kita perhatikan contoh pembelajaran tentang konsep fungsi dengan pendekatan saintifik berikut dan kita ambil hikmahnya. Misalkan kita mempunyai dua himpunan, yaitu: A = {1,2,3} dan himpunan B = {a,b}. Beberapa relasi yang mungkin terjadi antara anggota-anggota himpunan A dengan anggota-anggota himpunan B antara lain adalah: 1. {(1,a)} 2. {(1,b)} 3. {(2,a)} 4. {(2,b)} 5. {(3,a)} 6. {(3,b)} 7. {(1,a),(2,b)} 8. {(1,a),(3,b)} 9. {(1,b),(2,a)} 10. {(1,b),(3,a)} 11. {(2,a),(3,b)} 12. {(2,b),(3,a)} 13. {(1,a),(2,a),(3,a)} 14. {(1,b),(2,b),(3,b)} 15. {(1,a),(2,a),(3,b)} 16. {(1,a),(2,b),(3,a)} 17. {(1,a),(2,b),(3,b)} 18. {(1,b),(2,a),(3,a)} Halaman ke 15

16 19. {(1,b),(2,b),(3,a)} 20. {(1,b),(2,a),(3,b)} Dari 20 relasi di atas, yang bisa dikategorikan sebagai fungsi dari himpunan A ke himpunan B adalah relasi nomor 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, dan 20. Jadi, hanya ada sebanyak 8 fungsi dan yang lain bukan fungsi. Ayo Kita Menanya Sebelum kalian bertanya Apa ciri-ciri dari suatu fungsi?, sebaiknya perhatikan uraian berikut. Yang bisa menjadi fungsi dari B = {a,b} ke A = {1,2,3} adalah: 1. {(a,1),(b,1)} 2. {(a,1),(b,2)} 3. {(a,1),(b,3)} 4. {(a,2),(b,1)} 5. {(a,2),(b,2)} 6. {(a,2),(b,3)} 7. {(a,3),(b,1)} 8. {(a,3),(b,2)} 9. {(a,3),(b,3)} Perlu kalian ketahui, dalam konteks fungsi dari Himpunan A ke Himpunan B, maka Himpunan A disebut Daerah Asal atau Domain dan Himpunan B disebut dengan Daerah Kawan (Kodomain) dari fungsi tersebut. Contoh 1 Kalau himpunan pasangan berurutan {(1,a),(2,a),(3,a)} merupakan fungsi dari {1,2,3} ke {a,b}, maka Domain dan Kodomain dari fungsi ini berturut-turut adalah {1, 2, 3} dan {a,b}. Contoh 2 Kalau himpunan pasangan berurutan {(a,3),(b,1)}merupakan fungsi dari {a,b} ke {1,2,3}, maka Domain dan Kodomain dari fungsi ini berturut-turut adalah {a,b} dan {1,2,3}. Halaman ke 16

17 Mungkin kalian bertanya, lho pada fungsi {(1,a),(2,a),(3,a)}, seperti pada Contoh 1 di atas, sama sekali tidak disebut huruf b. Mengapa Kodomain nya tetap {a,b}? Mengapa tidak {a} saja?. Pertanyaan kalian ini penting. Dalam konteks fungsi {(1,a),(2,a),(3,a)} dari {1,2,3} ke {a,b}, himpunan semua anggota Kodomain yang menjadi pasangan dari anggota-anggota himpunan Domain memiliki istilah tersendiri, yaitu Daerah Hasil atau Range. Jika f = {(1,a), (2,b), (3,c), (4,b)} adalah fungsi dari {1,2,3,4} ke himpunan {a,b,c}, maka f(1) = a. Bentuk terakhir ini dibaca dengan bayangan dari 1 oleh fungsi f adalah a atau nilai dari f(1) adalah a. Jika kita cari nilai dari setiap anggota domain, diperoleh f(1) = a, f(2) = b, f(3) = c, dan f(4) = b. Kalau dikumpulkan semuanya ini, {f(1), f(2), f(3), f(4)} = {a,b,c}. Himpunan semua nilai fungsi atau himpunan semua bayangan inilah yang disebut dengan Daerah Hasil atau Range. Karena itu, pada konteks fungsi {(a,3),(b,1)} dari {a,b} ke {1,2,3}, Domainnya adalah {a,b}, Kodomainnya adalah {1,2,3}, dan Rangenya adalah {1,3} Pemahaman akan nilai fungsi ini seringkali diperlukan untuk merumuskan bentuk fungsi. Contoh 3 Suatu fungsi linier f memiliki nilai 5 pada waktu x = 1, dan memiliki nilai 1 pada waktu x = -1. Tentukan rumus fungsinya. Jawab: Dari soal tersebut, diketahui bahwa fungsi f adalah fungsi linier. Karena itu, fungsi f bisa dinyatakan dengan rumus f (x) = ax + b Halaman ke 17

18 Diketahui lebih lanjut bahwa f (1) = 5 dan f (-1) = 1 Maka a + b = 5 dan a + b = 1 Akibatnya 2b = 6 sehingga b = 3 dan a = 2 Jadi rumus fungsinya adalah f (x) = 2x + 3 Pemahaman akan nilai fungsi juga akan membantu kita menentukan Daerah Hasil atau Range dari fungsi yang didefinisikan pada himpunan bilangan real. Contoh.4. Daerah asal fungsi f dari x ke 2 1 adalah { 1 < 2, }. Tentukanlah daerah hasilnya! Jawab: 1 < < < < 3 3 ( ) < 3 Jadi daerah hasilnya adalah: { ( ) 3 ( ) < 3} Nach sekarang cobalah untuk membuat pertanyaan yang memuat kata-kata berikut? 1. Fungsi dari A ke B, Anggota A, selalu dipasangkan, anggota B 2. Fungsi dari A ke B, anggota A, tidak dipasangkan, anggota B 3. Fungsi dari A ke B, anggota A, dipasangkan, lebih dari satu, anggota B Ayo Kita Menggali Informasi Dari sekian pertanyaan yang kalian berhasil buat, mungkin ada di antaranya pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Jika f adalah fungsi dari A ke B, apakah setiap anggota dari A selalu dipasangkan dengan tepat satu anggota B? Halaman ke 18

19 2. Jika f adalah fungsi dari A ke B, apakah ada anggota A yang tidak dipasangkan dengan satu pun anggota dari B? 3. Jika f adalah fungsi dari A ke B, apakah ada anggota A yang dipasangkan dengan lebih dari satu anggota B? Nach untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, cobalah kaji contohcontoh fungsi yang telah diberikan di atas. Buatlah dugaan tentang ciri-ciri dari suatu fungsi dan tuliskan dugaan tersebut di kertas kalian masing-masing. Selanjutnya, cobalah kalian diskusikan dengan teman sebangku kalian fungsifungsi yang mungkin dibentuk dari: 1. {1,2,3,4} ke {c,d} 2. {c,d} ke {1,2,3,4} Setelah selesai, mintalah kepada guru kalian atau teman kalian yang paling pandai untuk memberikan tanda check ( ) pada jawaban kalian yang benar. Ayo Kita Menalar Perhatikan Contoh dan Bukan Contoh fungsi- fungsi dari himpunan A = {1,2,3} ke himpunan B = {a,b} berikut! Contoh fungsi: 1. {(1,a),(2,a),(3,a)} 2. {(1,b),(2,b),(3,b)} 3. {(1,a),(2,a),(3,b)} 4. {(1,a),(2,b),(3,a)} 5. {(1,a),(2,b),(3,b)} 6. {(1,b),(2,a),(3,a)} 7. {(1,b),(2,b),(3,a)} 8. {(1,b),(2,a),(3,b)} Contoh bukan fungsi: 1. {(1,a),(1,a),(2,a)} 2. {(1,b),(2,b),(2,b)} 3. {(1,a),(1,a),(3,b)} 4. {(2,a),(2,b),(3,a)} 5. {(2,a),(2,b),(2,c)} 6. {(1,b),(2,a),(2,a)} 7. {(3,c),(3,b),(3,a)} 8. {(3,b),(2,a),(3,b)} Coba pusatkan perhatian kita kepada dua hal: (1) apakah setiap anggota A dipasangkan dengan anggota di B?, dan (2) berapa anggota B yang dihubungkan dengan satu anggota A? Halaman ke 19

20 Kemudian lengkapilah tabel berikut. Contoh Fungsi Apakah setiap anggota A selalu dipasangkan dengan anggota B? (YA/TIDAK) Apakah pasangan dari setiap anggota domain hanya satu saja di Kodomain (YA/TIDAK) Contoh Bukan Fungsi Apakah setiap anggota A selalu dipasangkan dengan anggota B? (YA/TIDAK) Apakah pasangan dari setiap anggota domain hanya satu saja di Kodomain (YA/TIDAK) Tuliskan simpulan kalian pada lembar pengamatan kalian. Nach sekarang coba kalian terapkan simpulan tersebut untuk memeriksa apakah himpunan pasangan berurutan berikut merupakan fungsi dari himpunan B = {a,b} ke himpunan A = {p,q,r,s} atau tidak? 1. {(a,p),(b,p)} 2. {(a,p),(b,q)} 3. {(a,p),(b,r)} 4. {(a,q),(b,s)} 5. {(a,q),(a,r)} 6. {(a,r),(b,t)} 7. {(b,s),(b,r), (a,p)} 8. {(a,p),(b,q), (a,t)} Ayo Kita Berbagi Tulislah kesimpulan kalian tentang ciri-ciri dari fungsi A ke B, dan hasil pemeriksaan kalian terhadap 8 soal di atas. Selanjutnya, pertukarkan tulisan tersebut dengan teman sebangku. Secara santun, silahkan saling berkomentar, menanggapi komentar, memberikan usul dan menyepakati ide-ide yang paling tepat. Halaman ke 20

21 PENUTUP Dari uraian di atas, tampak bahwa untuk mewujudkan pendekatan saintifik, guru perlu melakukan perubahan mindset terlebih dahulu. Selanjutnya, guru perlu lebih memahami makna dari masing-masing kegiatan dalam pendekatan saintifik itu sendiri, dan hubungan antar kegiatan. Terakhir, guru perlu mendapatkan contoh model penerapan pembelajaran dengan pendekatan saintifik yang praktis dan dalam jumlah yang memadai. REFERENSI Kemdikbud, Bahan Uji Publik Kurikulum Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemdikbud, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No 65, tahun Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Halaman ke 21

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya pembelajaran kimia yang kreatif dan inovatif, Hidayati (2012: 4).

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya pembelajaran kimia yang kreatif dan inovatif, Hidayati (2012: 4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk menciptakan pembelajaran kimia yang diharapkan dapat memenuhi standar pendidikan Nasional maka diperlukan laboratorium yang mendukung terciptanya pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi.

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.1a RASIONAL PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013 2 Kurikulum 2013 Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Iklim perkembangan teknologi zaman yang begitu melesat serta

BAB I PENDAHULUAN. Iklim perkembangan teknologi zaman yang begitu melesat serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iklim perkembangan teknologi zaman yang begitu melesat serta tuntutan kebutuhan dunia kerja dan usaha yang menghendaki kesempurnaan, tentu saja berakibat timbulnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkaji berbagai aspek kehidupan masyarakat secara terpadu, karena memang

I. PENDAHULUAN. mengkaji berbagai aspek kehidupan masyarakat secara terpadu, karena memang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPS atau Social Studies adalah salah satu mata pelajaran di sekolah yang mempunyai tugas mulia dan menjadi fondasi penting bagi pengembangan kecerdasan personal,

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PROSES PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN SMA NEGERI 10 SAMARINDA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PROSES PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN SMA NEGERI 10 SAMARINDA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PROSES PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN SMA NEGERI 10 SAMARINDA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 Berdasarkan : Permendikbud no. 22/2016 Tentang Standar Proses endidikan Dasar &

Lebih terperinci

Pelaksanaan pembelajaran KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DIREKTORAT P2TK PENDIDIKAN DASAR

Pelaksanaan pembelajaran KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DIREKTORAT P2TK PENDIDIKAN DASAR Pelaksanaan pembelajaran KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DIREKTORAT P2TK PENDIDIKAN DASAR Tujuan Setelah mengikuti kegiatan bimtek, diharapkan para peserta mampu:

Lebih terperinci

Sumber: Dokumen Kemdikbud

Sumber: Dokumen Kemdikbud Bab 3 Fungsi K ata Kunci Relasi Fungsi Diagram Panah Tabel Grafik Rumus Fungsi K D ompetensi asar Menyajikan fungsi dalam berbagai bentuk relasi, pasangan terurut, rumus fungsi, tabel, grafik, dan diagram.

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika SD

Pembelajaran Matematika SD Pembelajaran Matematika SD Yasin Yusuf, S.Pd Kurikulum 2013 1 Perkembangan Penduduk sebagai Modal SDM Usia Produktif (2020-2035) Melimpah Kompeten Tidak Kompeten Modal Pembangunan Transformasi melalui

Lebih terperinci

RASIONAL KURIKULUM 2013

RASIONAL KURIKULUM 2013 RASIONAL KURIKULUM 2013 PPT - 1.1 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Kurikulum menurut Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2016

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2016 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2016 o untuk mengetahui kondisi sekolah terkait dengan pemenuhan Standar Nasional Pendidikan sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan perpaduan antara belajar dan mengajar. Seperti tercantum pada Pasal 1 UU No. 20 Tahun 2003, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi

Lebih terperinci

BAB V PENYUSUNAN BAHAN AJAR MODUL PERMBELAJARAN TEKS SASTRA DI SMA

BAB V PENYUSUNAN BAHAN AJAR MODUL PERMBELAJARAN TEKS SASTRA DI SMA 292 BAB V PENYUSUNAN BAHAN AJAR MODUL PERMBELAJARAN TEKS SASTRA DI SMA A. Pengantar Pada bab 5 akan dibahas mengenai pemanfaatan cerita pantun Ciung Wanara versi C.M. Pleyte dan novel Ciung Wanarakarya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting dan mendasar dalam kehidupan kita. Apalagi di era globalisasi seperti sekarang ini pendidikan dianggap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kurikulum Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN dengan METODE SAINTIFIK DIREKTORAT PEMBINAAN

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN dengan METODE SAINTIFIK DIREKTORAT PEMBINAAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN dengan METODE SAINTIFIK DIREKTORAT PEMBINAAN PENDAHULUAN Kurikulum 2013 mengembangkan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. (Permendikbud

Lebih terperinci

STANDAR PROSES PENDIDIKANDASAR DAN MENENGAH BAB I PENDAHULUAN

STANDAR PROSES PENDIDIKANDASAR DAN MENENGAH BAB I PENDAHULUAN SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PROSES PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH STANDAR PROSES PENDIDIKANDASAR DAN MENENGAH BAB

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS KURIKULUM 2013

LAPORAN ANALISIS KURIKULUM 2013 LAPORAN ANALISIS KURIKULUM 2013 DASAR HUKUM, RASIONAL PENGEMBANGAN SERTA ELEMEN PERUBAHAN TENTANG KOMPETENSI PEMBELAJARAN, PENILAIAN PEMBELAJARAN DAN RANCANGAN KURIKULUM 2013 Oleh : Intan Mustika Noor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kita hidup pada abad 21 dimana segala tantangan zaman semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kita hidup pada abad 21 dimana segala tantangan zaman semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kita hidup pada abad 21 dimana segala tantangan zaman semakin meningkat. Beberapa tantangan yang akan dihadapi di masa depan adalah WTO, ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan perbaikan mutu belajarmengajar

I. PENDAHULUAN. meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan perbaikan mutu belajarmengajar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha yang mencetak seseorang menjadi generasi yang berkualitas dan memiliki daya saing. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan antara

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN. Lampiran A: Perangkat Pembelajaran. Lampiran B: Instrumen Penelitian. Lampiran C: Data Hasil Uji Coba Instrumen

LAMPIRAN LAMPIRAN. Lampiran A: Perangkat Pembelajaran. Lampiran B: Instrumen Penelitian. Lampiran C: Data Hasil Uji Coba Instrumen LAMPIRAN LAMPIRAN Lampiran A: Perangkat Pembelajaran Lampiran B: Instrumen Penelitian Lampiran C: Data Hasil Uji Coba Instrumen Lampiran D: Data Hasil Penelitian Lampiran E: Hasil Pengumpulan Data Lampiran

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3a PENDEKATAN SAINTIFIK 2 PENGERTIAN (1/2) Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan tenaga pendidik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan

I. PENDAHULUAN. teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia yang begitu pesat ditandai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan antarnegara

Lebih terperinci

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK PPT 2.1 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Saintifik Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Banyak penggamat pendidikan memberikan penilaian bahwa memasuki abad ke-21 dunia pendidikan Indonesia masih mengalami masalah yang berkaitan dengan rendahnya kualitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 BALONGAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 BALONGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI BALONGAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Kode. Dok PBM.0 Edisi/Revisi A/0 Tanggal 7 Juli 207 Halaman dari RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional Indonesia menyatakan perlunya masyarakat melaksanakan program pembangunan nasional dalam upaya terciptanya kualitas manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada abad ke-21 Bangsa Indonesia menghadapi tantangan global yang sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan pikiran, komunikasi verbal dan

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini disampaikan pendahuluan penelitian yang meliputi latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR CALON PESERTA PROGRAM PLPG

SUMBER BELAJAR CALON PESERTA PROGRAM PLPG SUMBER BELAJAR CALON PESERTA PROGRAM PLPG Desain Pembelajaran Penulis: Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si Penelaah: Prof. Dr. rer. nat. Sadjidan, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

IKLAN. File bisa dikirim Via ataupun Paket CD yang dikirim langsung ke alamat anda.

IKLAN. File bisa dikirim Via  ataupun Paket CD yang dikirim langsung ke alamat anda. IKLAN Kami menyediakan Paket Perangkat Pembelajaran Kurikulum 2013 lengkap untuk semua mata pelajaran tingkat SMA/Ma/SMK, SMP/MTs, dan SD/Mi lengkap Semester 1 dan 2. File bisa dikirim Via email ataupun

Lebih terperinci

C. Indikator Menerapkan tindakan disiplin dari pengalaman belajar dan bekerja dengan matematika dalam

C. Indikator Menerapkan tindakan disiplin dari pengalaman belajar dan bekerja dengan matematika dalam RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Sekolah : SMP... Mata Pelajaran : Matematika Kelas/Semester : VII/Ganjil Materi Pokok : Bilangan Alokasi Waktu : 25 Jam Pelajaran @4 menit A. Kompetensi Inti. Menghargai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan. Di dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakikatnya adalah bertujuan untuk membentuk karakter. Orang-orang terdidik adalah orang yang berkarakter yaitu orang yang bertindak mulia. Tindakan

Lebih terperinci

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 1 PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 Pendahuluan Oleh: Bambang Prihadi*) Implementasi Kurikulum 2013 dicirikan dengan perubahan yang sangat mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun sendiri pengetahuannya. Hal ini menuntut perubahan

BAB I PENDAHULUAN. membangun sendiri pengetahuannya. Hal ini menuntut perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini konstruktivisme menjadi landasan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pembelajaran konstruktivistik menuntut siswa agar mampu mengembangkan pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi terjadi persaingan antar bangsa di dunia. Bangsa yang mampu menguasai sejumlah pengetahuan, teknologi, dan keterampilan akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya

Lebih terperinci

MICROTEACHING RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BARISAN GEOMETRI KELAS X. Disusun Oleh:

MICROTEACHING RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BARISAN GEOMETRI KELAS X. Disusun Oleh: MICROTEACHING RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BARISAN GEOMETRI KELAS X Disusun Oleh: Septi Puji Rahayu 33024028 Pendidikan Matematika A 203 JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu komponen yang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan dapat menjamin kelangsungan kehidupan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan ratunya ilmu. Matematika merupakan mata pelajaran yang menuntut siswanya untuk berfikir secara logis, kritis, tekun, kreatif, inisiatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan yang mengharuskan untuk mampu melahirkan sumber daya manusia yang dapat memenuhi tuntutan global. Matematika

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Kelas/Semester : X/Ganjil Mata Pelajaran : Matematika-Wajib Topik : Definisi Matriks, Jenis-jenis matriks, Transpos Matriks, Kesamaan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan cerminan, ide, gagasan, sikap, nilai dan ideologi penggunanya. Bahasa merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir manusia. Bahasa berperan

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC LEARNING ( STUDI PENDAHULUAN DI SMPN KAB.TANAH DATAR)

MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC LEARNING ( STUDI PENDAHULUAN DI SMPN KAB.TANAH DATAR) 691 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC LEARNING ( STUDI PENDAHULUAN DI SMPN KAB.TANAH DATAR) Susi Herawati Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) A. Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) A. Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah Mata pelajaran Kelas/Semester Alokasi Waktu : SMK NEGERI 41 Jakarta : Matematika : XI/ Ganjil : 8x45 Menit A. Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar dan Indikator

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 pada tingkat dasar menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik saintifik mengedepankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk yang dikembangkan, dan keterbatasan produk yang dikembangkan.

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

SUDARYANTI NIM. A

SUDARYANTI NIM. A OPTIMALISASI ALAT PERAGA NOTASI JAM UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS II SEKOLAH DASAR NEGERI 04 KUTO KECAMATAN KERJO KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kualitas pendidikan harus ditingkatkan. investasi besar untuk berjuang keluar dari krisis dan menghadapi dunia global

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kualitas pendidikan harus ditingkatkan. investasi besar untuk berjuang keluar dari krisis dan menghadapi dunia global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk peningkatan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PROSES PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PROSES PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PROSES PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan formal mempunyai proses bimbingan yang terencana dan sistematis mengacu pada kurikulum. Kurikulum merupakan unsur yang siknifikan dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan pembaharuan pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan pembaharuan pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pembaharuan pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami kemajuan yang pesat sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 serta otonomi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran dan Subyek Penelitian Sekolah Dasar Negeri Suruh 02 berlokasi di Desa Suruh, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Subyek dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 BALONGAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 BALONGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 BALONGAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Kode. Dok PBM.10 Edisi/Revisi A/0 Tanggal 17 Juli 2017 Halaman 1 dari RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan keterampilan. masalah yang merupakan fokus dalam pembelajaran matematika.

BAB I PENDAHULUAN. tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan keterampilan. masalah yang merupakan fokus dalam pembelajaran matematika. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diharapkan dapat membekali seseorang dengan pengetahuan yang memungkinkan baginya untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Kemampuan Mengurang Bilangan Bulat. 2010:10), mengartikan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Kemampuan Mengurang Bilangan Bulat. 2010:10), mengartikan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Kemampuan Mengurang Bilangan Bulat 2.1.1 Pengertian Kemampuan Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian integral dari pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam peningkatan sumber daya manusia dan salah satu kunci keberhasilan dalam pembangunan nasional di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap

Lebih terperinci

jawab untuk memberikan jawaban yang tepat terhadap tantangan dan peluang kehidupan global. Kehidupan global akan melahirkan kebudayaan global dalam

jawab untuk memberikan jawaban yang tepat terhadap tantangan dan peluang kehidupan global. Kehidupan global akan melahirkan kebudayaan global dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif,

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : MA Muhammadiyah 1 Paciran Mata Pelajaran : Matematika-Wajib Kelas/ Semester : X/1 Materi Pokok : Relasi dan Fungsi ( relasi ) Alokasi Waktu :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum memainkan peran yang sangat penting dalam Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum memainkan peran yang sangat penting dalam Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum memainkan peran yang sangat penting dalam Sistem Pendidikan Indonesia. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pembelajaran Matematika a. Pembelajaran Matematika di SD Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia yang lebih baik lagi dan berkualitas. Akibat pengaruh itupendidikan mengalami kemajuan.

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal sangat penting dalam kehidupan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten. Hal ini karena pendidikan diyakini dapat mendorong

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas/Semester : XI / Genap Materi Pokok : Gejala Pemanasan Global Sub Materi Pokok : Penyebab, Dampak dan Upaya untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 29 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Kondisi Awal. Penelitian ini dilakukan di kelas I MI Miftahul Ulum Curah Keris Kalipang Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan Tahun

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR (SD) Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR (SD) Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR (SD) Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pendidik

Lebih terperinci

BERBAGAI PERMASALAHAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DALAM KURIKULUM 2013, DAN BEBERAPA UPAYA UNTUK MENCOBA MENGATASINYA

BERBAGAI PERMASALAHAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DALAM KURIKULUM 2013, DAN BEBERAPA UPAYA UNTUK MENCOBA MENGATASINYA BERBAGAI PERMASALAHAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DALAM KURIKULUM 2013, DAN BEBERAPA UPAYA UNTUK MENCOBA MENGATASINYA Abdur Rahman As ari Abstrak: Penerapan Kurikulum 2013 masih mengalami beberapa hambatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Education For All Global Monitoring Report 2012 yang dikeluarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Education For All Global Monitoring Report 2012 yang dikeluarkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini belum begitu baik. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2012 yang dikeluarkan oleh UNESCO, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak didik kita diberi bekal ilmu yang memadai melalui jalur pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. anak didik kita diberi bekal ilmu yang memadai melalui jalur pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini perkembangan global begitu cepat dan sangat dinamis. Pendidikan menjadi alat untuk mengatasi keadaan tersebut dan hal itu dapat dilakukan apabila anak didik

Lebih terperinci

Kelompok Materi: Pokok

Kelompok Materi: Pokok Silabus Pelatihan Silabus Pelatihan Kelompok Materi: Pokok 119 Materi Pelatihan Alokasi Waktu : 2.3.a. Praktik Pembelajaran dan Penilaian : 6 JP ( 270 menit) No Kompetensi Uraian Materi Kegiatan dan Teknik

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP... Mata Pelajaran : Matematika Kelas/Semester : VII/ I. Alokasi Waktu : 2 Pertemuan (5 JP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP... Mata Pelajaran : Matematika Kelas/Semester : VII/ I. Alokasi Waktu : 2 Pertemuan (5 JP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP... Mata Pelajaran : Matematika Kelas/Semester : VII/ I Materi Pokok : Bilangan berpangkat Alokasi Waktu : 2 Pertemuan (5 JP) A. Kompetensi Inti. Menghargai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Deskripsi Kondisi Awal SMK Negeri 1 Amlapura terletak di Jalan Veteran, Kelurahan Padangkerta, Kecamatan Karangasem, Bali. Sekolah ini merupakan sekolah kejuruan pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasikan. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan nasional menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan nasional menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan nasional menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan kehidupan suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan yang tertata dengan baik dapat menciptakan generasi yang berkualitas, cerdas, adaptif,

Lebih terperinci

BERPIKIR LATERAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

BERPIKIR LATERAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 BERPIKIR LATERAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA R. Rosnawati Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

KONSEP KURIKULUM 2013

KONSEP KURIKULUM 2013 Oleh : Pratiwi Pujiastuti pratiwi@uny.ac.id KONSEP KURIKULUM 2013 Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan menciptakan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan menciptakan sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan menciptakan sumber daya manusia yang mampu menjawab segala tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baaik individu maupun kelompok untuk meendewasakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat di Indonesia saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. Tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat di Indonesia saat ini adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat di Indonesia saat ini adalah mengupayakan agar sumber daya manusia usia produktif yang melimpah dapat ditransformasikan

Lebih terperinci

RUMUSAN VISI DAN MISI SMP NEGERI 1 PAYUNG. Pengambilan keputusan dalam perumusan visi-misi dan tujuan satuan

RUMUSAN VISI DAN MISI SMP NEGERI 1 PAYUNG. Pengambilan keputusan dalam perumusan visi-misi dan tujuan satuan RUMUSAN VISI DAN MISI SMP NEGERI 1 PAYUNG Pengambilan keputusan dalam perumusan visi-misi dan tujuan satuan pendidikan pengelolaan kurikulum 2013 1. Pengambilan Keputusan Dalam Perumusan Visi-Misi dan

Lebih terperinci

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

Relasi, Fungsi, dan Transformasi Modul 1 Relasi, Fungsi, dan Transformasi Drs. Ame Rasmedi S. Dr. Darhim, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini merupakan modul pertama pada mata kuliah Geometri Transformasi. Modul ini akan membahas pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, perubahan sikap, perilaku dan nilai-nilai pada individu,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, perubahan sikap, perilaku dan nilai-nilai pada individu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan merupakan suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Pendidikan yang baik diharapkan terjadi

Lebih terperinci