05FDSK. Folklore. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si.

Transkripsi

1 Modul ke: Folklore Fakultas 05FDSK Penjelasan mengenai kontrak perkuliahan yang didalamnya dijelaskan mengenai tata tertib, teknis, serta bahan untuk perkuliahan di Universitas Mercu Buana Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si. Program Studi Desain Produk

2 FOLKLOR INDONESIA Modul Folklore

3 Bentuk Folkor Indonesia Apabila kebudayaan pada umumya, menurut Clark Wissler, Ralph Linton, dan kawan-ka wan, mempunyai unsur-unsur yang disebut culture universeal, yang kemudian diperinci lagi menjadi aktivitas-aktivitas yang kebudayaan (culture activitties), kompleks unsur-unsur (trait complexs), unsur-unsur (trait),unsurunsusr kecil (item). Foklor pun mempunyai unsur-unsur yang semacam itu yang disebut dengan istilah Perancis genre (baca syanre), atau dapat diterjemahkan menjadi bentuk. Menurut Jan Harold Brunvard, seorang ahli foklor dari AS, foklor dapat dogolongkan menjadi tiga kelompok besar menurut tipenya,, yaitu : 1. Foklor lisan (verbal folklore) adalah folklor yang bentuknya memang murni lisa. 2. Folklor sebagian lisan (partly verbal folklore) 3. Folklor bukan lisan (non verbal folklore) adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan.

4 1. Bahasa rakyat Bentuk-benuk folklor yang termasuk dalam kelompok bahasa rakyat adalah logat (dialect) bahasa-bahasa Nusantara, misalnya logat bahasa Jawa dari Indamayu, yang merupakan lpogat bahasa Jawa Tengah yang sudah mendapat pengarauh dari bahasa Sunda. Bahasa rakyat lainnya adalah shop talk atau bahasa parap edagang. Di Jakarta, terutama di antara orang Betawi, bahasa pedagang mereka selalu diwarnai istilah-istilah yang dipinjam dari bahasa China. Istilah-istilah yang dipinjam terutama untuk menyatakan angka, seperti Jigo (dua puluh lima), cepe (seratus), ceceng ( seribu), dll.

5 Bentuk lain dari bahasa rakyat adalah kata-kata onomatopoetis onomatopoetic) yakni kata-kata yang dibentuk dengan menyontoh bunyi atau suaraalamiyah. Bentuk terakhir dari bahasa rakyat adalah onomastis (onomastic) yakni nama tradisional jalan atau tempat tertentu yang mempunyai legenda sebagai sejarah. Sebagai contoh, kata Betawi, yang menurut keterangan beerasal dari kata amber dan tahi, yang berarti bau tahi (kotoran manusia).

6 Berikut beberapa fungsi dari bahasa rakyat : 1. Untuk memperkokoh identitas 2. Melindungi folk pemilik folklor dari ancaman kolektif lain atau penguasa 3. Memperkokoh kedudukan folknya pada jenjang pelapisan masyarakat 4. Untuk memperkokoh kepercayaan rakyat dari folknya

7 2. Ungkapan tradisional Menurut Cervantes ungkapan tradisional adalah kalimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang. Sedangkan Bertrand Russel menganggapnya sebagai kebijaksanaan orang banyak yang merupakan kecerdasan seseorang menurut Rrussel bahwa meskipun ungkapan tradisional m\adalah mmilik kolektif, namun yang menguasai hanyalah beberapa orang saja. Carl Wilhelm von Sydow membuat penggolongan orang-orang yang mengetahui suatu bentuk folklor. Orang-orang itu digolongkanmenjadi dua bagian yaitu pewaris pasif (passive beater) yakni pewaris folklor yang sekadar mengetahui dan dapat menikmati suatu folklor namun tidak dapat atau tidak berminat untuk menyebarkannya secara aktif kepada orang lain. dan pewaris aktif (active beater).

8 Ada tiga macam sifat hakiki yyan dimiliki oleh ungkapan tradisional, yaitu : Peribahasa harus berupa satu kalimat ungkapan, tidak hanya berupa satu kata tradisional saja, seperti astaga atau ajigile. Peribahasa ada dalam bentuk yang sudah standar Suatu peribahasa harus memiliiki vitalitas (daya hidup) tradisi lisan, yang dapat dibedakan dari bentuk-bentuk klise tulisan yang berbentuk syair, iklan, reportase olahraga, dan sebagainya.

9 Contoh lain dikemukakan oleh orang Bali, telah mengklasifikasikan ungkapan tradisionalnya paling sedikit menjadi tiga kategori : sesongan, seseunggakan, dan seloka. Berikut adalah beberapa fungsi dari peribahasa : sebagai sistem proyeksi, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembagakebudayaan, alat pendidikan, dan sebagai alat memaksa dan pengawas norma masyarakat agar selalu dipatuhi.

10 3. Pertanyaan tradisional (teka-teki) Adalah pertanyaan yang bersifat tradisional dan mempunyai jawabatan tradisional pula. Menurut Robert A. Georges dan Alan Dundes teka-teki adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu atau lebih unsur pelukisan (descriptive), sepasag daripadanya dapat saling bertentangan dan jawabannya harus diterka.

11 Menurut Georges dan Dundes ada tiga maam pertentangan yang berbeda pada tekak-teki pertentangan dari tradisi lisan orang Inggris, yakni : kontradiksi yang berlawanan (Antithetical contradictive), kontradiksi yang mengurangi (privatational contradictive), dan pertentangna yang menyebabkan (causal contradictive). Suatu teka-teki dapat digolongkan ke dalam teka-teki bertentangan yang bersifat antithetical contradictive, apabila hanya salahsatu dari sepasang pelukisannya yang bertentangan benar. Suatu teka-teki dapat digoloongkan ke dalam teka-teki pertentangan yang bersifat privational contradictive apabila unsur kedua dari serpasang unsur pelukisan mengingkari suatu tanda atribut (unsur) pertama yan wajar ataulogis. Suatu teka-teki dapat digolongkan ke dalam teka-teki bertentangan yang bersifat causal contradictive opposiition apabila bagian pasangan unsur pelukisannya mengingkari akibat wajar suat perbuatan yang dilakukan oleh atau kepada benda yang terkandung dalam bagian pelukisan pertama..

12 Menurut Georges dan Dundes ada tiga maam pertentangan yang berbeda pada tekak-teki pertentangan dari tradisi lisan orang Inggris, yakni : kontradiksi yang berlawanan (Antithetical contradictive), kontradiksi yang mengurangi (privatational contradictive), dan pertentangna yang menyebabkan (causal contradictive). Suatu teka-teki dapat digolongkan ke dalam teka-teki bertentangan yang bersifat antithetical contradictive, apabila hanya salahsatu dari sepasang pelukisannya yang bertentangan benar. Suatu teka-teki dapat digoloongkan ke dalam teka-teki pertentangan yang bersifat privational contradictive apabila unsur kedua dari serpasang unsur pelukisan mengingkari suatu tanda atribut (unsur) pertama yan wajar ataulogis. Suatu teka-teki dapat digolongkan ke dalam teka-teki bertentangan yang bersifat causal contradictive opposiition apabila bagian pasangan unsur pelukisannya mengingkari akibat wajar suat perbuatan yang dilakukan oleh atau kepada benda yang terkandung dalam bagian pelukisan pertama..

13 4. Sajak dan puisi rakyat. Kekhususan genre folklor lisan ini adalah bahwa kalimatnya tidak berbentuk bebas (fre phrase) melainkan berbentuk terikat (fix phrase). Bentuk-bentuk puisi rakyat : ungkapan tradisional (peribahasa), pertanyaan tradisional (teka-teki), cerita rakyat, dan kepercayaan rakyat yang berupa mantra-mantra. Beberapa fungsi genre ini adalah : sebagai alat kendali sosial, yang nyata sekali dapat kita rasakan pada sajak sunda yang berbentuk sisindiran, untuk hiburan, untuk memulai suatu permainan..

14 5. Cerita Prosa Rakyat. Menurut William R. Bascom cerita prosa rakyat dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu : mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale). Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjajdi serta dianggap suci oleh yang mempunyai cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Perisstiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yang tidak kita kenal sekarang ini,. dan terjadi pada masa lampau. Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mmite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Legenda ditokohi manusia, walaupun adakalanya mempunyai sifat-sifat luarbiasa, dan sering kali juga dibantu makhlukmakhluk ajaib. Dongeng adalah prsa rakyat yang dianggap tidak benarbenar terjadi dan dongeng tidak terikat oelh waktu maupun tempat..

15 Terima Kasih Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si