TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI"

Transkripsi

1 TEKS PERMAINAN ANAK UCANG-UCANG ANGGE: ANALISIS STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI David Setiadi 1, Asep Firdaus 2 1 & 2 Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sukabumi Alamat Korespondensi : Jl. R. Syamsudin, SH. No. 50 Sukabumi, Tlp: (0266) ) idaites10@gmail.com, 2) asepfirdaus2204@gmail.com Abstrak Penelitian terhadap permainan anak tradisional memang sudah dilakukan di berbagai daerah, akan tetapi khusus untuk lokalitas Sukabumi belum banyak yang melakukannya. Oleh karena itu, penelitian terhadap permainan anak Ucang-ucang Angge ini akan memaparkan permasalah yang meliputi; bagaimana struktur teks permainan anak Ucang-ucang Angge, bagaimana konteks penuturan permainan anak Ucang-ucang Angge, bagaimana makna yang terkandung dan fungsi permainan anak Ucang-ucang Angge dalam masyarakatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bentuk atau model-model struktur teks permainan anak, beserta bagaimana konteks penuturan penciptaan, dan fungsinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, data-data yang diperoleh dari informan ketika wawancara digambarkan sedetail mungkin, kemudian data dianalisis dengan teori yang relevan. Penelitian ini memeroleh temuan berupa struktur teks permainan anak yang meliputi formula sintaksis dan formula bunyi. Selain itu, konteks penuturan dan fungsi permainan anak Ucang-ucang Angge memperlihatkan bahwa permainan ini dilakukan sebagai bentuk pola asuh terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi folklor yang menunjukkan nilai-nilai pendidikan dalam bentuk permainan anak tradisional. Kata kunci: Folklor, Permainan Anak, Sastra lisan 1. PENDAHULUAN Tradisi lisan merupakan medium terindah dalam sejarah kesusastraan Nusantara. Sejarah tersebut menjadi bagian dalam khazanah sastra Nusantara yang tersebar luas hampir di seluruh bagian Indonesia. Peradaban Nusantara dibangun dengan berbagai macam tradisi lisan yang diwariskan secara turun temurun, baik bergenre prosa, puisi, maupun drama. Sebuah karya sastra bisa dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan dan dinikmati disaat senggang. Ia menjadi sesuatu yang ringan, menarik, menyenangkan, dan bisa mengendurkan pikiran. Karya sastra bisa juga dipandang sebagai sesuatu yang berharga dan mulia, yang hanya bisa dipahami dan dihayati bila dikaji dan direnungkan dengan sungguh-sungguh karena di dalamnya terdapat hakikat kebenaran, kebaikan, keindahan yang diungkapkan secara artistik. Horatius (dalam Teeuw, 1988: 8) mengatakan bahwa karya seni (sastra) yang baik harus memenuhi aspek dulce et utile, yang berarti sastra itu menghibur dan mendidik bagi penikmatnya. Dengan mengacu pada tiga paradigma peradaban menurut Alvin Toffler (1980), ranah sastra dapat dipilah ke dalam tiga paradigma yang meliputi; peradaban agraris, industrial, dan informasi. Sastra dalam peradaban agraris didominasi genre sastra lisan, sastra dalam peradaban industrial didominasi genre sastra tulis, dan sastra dalam peradaban informasi didominasi genre sastra elektronik (cyber sastra). Berdasarkan kategori tersebut objek penelitian sastra dapat diklasifikasikan ke dalam sastra elektronik, sastra tulis, dan sastra lisan (sebagian lisan). Sastra lisan yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu, umumnya akan berbeda dengan daerah yang lain. Bahkan dalam daerah yang bersangkutan terdapat kemungkinan tentang adanya versi. Hal ini tidak menjadi persoalan karena ciri khas dari sebuah karya sastra lisan adalah dengan adanya Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

2 versi. Banyak peneliti yang telah mengkaji sastra lisan yang ada di Indonesia, tetapi masih banyak pula sastra lisan yang terlewatkan untuk diteliti. Sastra lisan merupakan warisan budaya yang kita miliki. Sudah seharusnya kita sebagai bagian dari masyarakat untuk melestarikan agar jangan sampai semua itu luntur. Sastra lisan merupakan kajian yang menarik jika kita mampu menelusuri lebih dalam tentang sebuah sastra lisan. Banyak hal yang terkandung dalam sebuah sastra lisan, tidak hanya mencakup makna simbolik, fungsi, serta nilai tetapi juga dapat kita kaji aspek strukturnya sebagaimana struktur dalam sebuah karya sastra. Seperti halnya dengan sebuah karya sastra, sastra lisan dapat ditafsirkan sebagai langkah untuk memeroleh pesan, makna, dan fungsi. Sastra lisan sebagai salah satu bentuk kebudayaan, tumbuh dan terpelihara dalam masyarakat pendukungnya secara turun-temurun. Sastra lisan merupakan cerminan situasi, kondisi, tata karma dan kepercayaan masyarakat pendukungnya. Selain itu, sastra lisan merupakan salah satu bentuk folklor yang memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan folklor lainnya. Termasuk dalam jenis sastra lisan ini adalah permainan anak. Danandjaja (2007:171) menyatakan bahwa setiap bangsa di dunia ini umumnya mempunyai permainan rakyat, maka hampir sebagian besar permainan rakyat tersebut ada dalam sebuah permainan anak. Terutama jika kita menilik dari permainan anak tradisional yang banyak terdapat di Indonesia. Salah satunya adalah permainan anak ucang-ucang angge yang menjadi objek penelitian ini. Dalam permainan anak Ucang-ucang Angge, terdapat sebuah teks yang dinyanyikan sebagai pengiring dalam permainan. Tradisi permainan anak Ucang-ucang Angge merupakan warisan turuntemurun dari si empunya cerita yang diwariskan dengan sisitem vertikal. Meskipun hampir punah dan tergerus oleh sastra tulisan atau sastra elektronik, permainan anak ini masih tetap hidup sampai sekarang. Warisan tersebut dijaga keasliannya dengan cara terus dipelihara dan dilakukan, walaupun hanya dalam lingkungan terbatas. Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini mencoba memecahkan masalah berkaitan dengan; struktur teks permainan anak Ucang-ucang Angge, makna yang terkandung dan fungsi permainan anak Ucang-ucang Angge dalam masyarakatnya. Untuk dilakukan analisis terhadap telaah teks permainan anak tersebut dibutuhkan beberapa teori pendukung yang meliputi; folklor, permainan anak tradisional dan teori mitos. Folklor Istilah folklor merupakan peng-indonesiaan dari bahasa Inggris folklore. Kata tersebut adalah kata mejemuk yang berasal dari dua kata folk dan lore. Dundes (dalam Danandjaja, 2007:1-2) menyebutkan bahwa folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dengan kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal tersebut antara lain dapat berwujud; warna kulit yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka warisi turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang dapat meraka akui sebagai milik bersamanya. Di samping itu, yang paling penting adalah mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaan, yang diwariskan turun-temurun secara lisan melalui suatu contoh yang disetai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Zaidan (2007:74) menyebutkan bahwa semua folklor adalah semua tradisi rakyat, seperti kepercayaan, warisan kebudayaan, dan adat istiadat yang tradisional. Istilah ini berasal dari tradisi Anglo Saxon, Folk rakyat dan lore pelajaran, biasanya hanya mencakup bahan-bahan yang disebarkan secara lisan, tetapi sekarang meliputi sumber tertulis tentang tradisi, pandangan hidup, dan kebiasaan rakyat, balada rakyat, dongeng, mitos, peribahasa, pepatah tradisi lisan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, Brunvand (1978:3) membagi folklor secara umum dalam tiga bentuk, yaitu folkor lisan (verbal folklore), folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), dan folklor bukan lisan (non verbal folklore). Sementara itu, Danandjadja (2007:21) mengklasiikasikan folklor ke dalam jenis-jenis tradisi yang ada di Indonesia berdasarkan bentuknya meliputi: 846 SENASPRO 2017 Seminar Nasional dan Gelar Produk

3 1) folkor lisan; Bahasa rakyat (folk speech), ungkapan tradisional (peribahasa, pepatah, petitih, pameo), pertanyaan tradisional (teka-teki), puisi rakyat (pantun, gurindam, syair), prosa rakyat (dongeng, mite, legenda). 2) folklor sebagian lisan; kepercayaan rakyat, permainan rakyat, pesta rakyat, dan lain-lain. 3) folklor bukan lisan; rumah adat, kerajinan tangan, gerak isyarat tradisional Dalam penelitian ini, bentuk folklor yang akan diteliti adalah folklor sebagain lisan (partly verbal folklore) berupa permainan anak tradisional yang bentuknya merupakan campuran antara unsur lisan dan bukan lisan.untuk mengetahui lebih lanjut tentang permainan anak tradisional, pada sub berikutnya akan dijelaskan tentang permainan rakyat (folk games). Permainan Rakyat (Folk Games) Permainan rakyat (folk games) merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap kebudayaan. Oleh karena itu, setiap bangsa di dunia pasti memiliki permainan rakyat. Permainan rakyat merupakan bagian dari folklor jika dilihat dari sumber penyebarannya. Hal ini selaras dengan yang dikatakan Danandjaja (2007: 171) bahwa permainan rakyat merupakan bagian dari folklor karena diperoleh melalui warisan lisan. Hal ini terutama berlaku pada permainan rakyat kanak-kanak, karena permainan ini disebarluaskan murni melalui tradisi lisan. Permainan rakyat untuk dewasa maupun anak biasanya dilakukan dengan mengandalkan aspek kinetik berupa gerakan tubuh. Gerakan tubuh tersebut bisa berupa lari, lompat, sembunyi, atau yang lainnya yang membutuhkan gerak tubuh. Danandjaja (2007:171) membagi permainan rakyat dalam dua bagian besar yaitu permainan untuk bermain (play) dan permainan untuk bertanding (game). Perbedaan dua bagian permainan rakyat tersebut adalah yang pertama bersifat untuk mengisi waktu senggang, sedangkan yang kedua bersifat kompetisi untuk mendapatkan sesuatu. Namun seperti yang dikemukakan Roberts, dkk. (dalam Danandjaja, 2007: 171) kedua bagian permainan rakyat tersebut selalu memunyai lima sifat khusus seperti; 1) terorganisasi, 2) perlombaan, 3) harus dimainkan sedikitnya oleh dua orang, 4) mempunyai kriteria yang menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah, 5) mempunyai peraturan permainan. Dengan demikian, merujuk dari beberapa penjelasan di atas permainan anak Ucang-ucang Angge dapat memenuhi kriteria apa yang disebut sebagai permainan rakyat. Untuk lebih menjelaskan makna yang terkadung dalam teks permainan anak Ucang-ucang Angge, dibutuhkan teori mitos sebagai acuan dalam mengkaji keberadaan makna tersebut. Pada bagian selanjutnya akan dipaparkan teori mitos. Teori Mitos Lebih awal perlu dikemukakan terlebih dahulu pengertian tentang mythes (mitos) yang berbeda dengan apa yang kita kenal sejauh ini. Teori mitos yang dikemukakan oleh Roland Barthes merupakan salah satu jenis wicara (a type of speech). Mitos adalah sistem komunikasi, dan bukan suatu konsep atau pun suatu gagasan, melainkan suatu cara signifikansi suatu bentuk. Mitos tidak ditentukan oleh objek ataupun oleh materi pesan yang disampaikan, melainkan oleh cara mitos itu disampaikan. Sebagai suatu sistem semiologis Roland Barthes mengemukakan teori tentang mitos sebagai berikut: penanda Tanda PENANDA petanda TANDA PETANDA Berdsarkan bagan di atas, proses pemaknaan berlangsung dalam dua tahap. Tanda pada tahap pertama, menjadi penanda pada tahap kedua yang selanjutnya menjadi tanda pada pemaknaan kedua. Tanda merupakan proses akhir yang harus ditemukan dalam sebuah tafsiran akan sebuah makna. Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

4 Sastra (baik lisan maupun tulisan) tidak ditulis dalam situasi kekosongan budanya (Teeuw, 1988). Pengarang atau pencerita dalam konteks ini merupakan bagian dari masyarakat budayanya, dan setiap karya yang tercipta merupakan bagian dari produk yang dihasilkan oleh suatu masyarakat. Kondisi sosial masyarakat yang ada dapat membentuk kepribadian seorang pengarang dan lebih lanjutnya dapat membentuk karakter dari setiap karya sastra yang tercipta. Cerita lisan dapat ditampilkan dengan komposisi yang bergaya, yaitu dengan menggunakan formula, ritme, metrum, dan kosakata yang teratur Dalam analisis ini, jenis tradisi masyarakat tersebut berupa permainan anak yang berasal dari kearifan budaya Sunda, yang menurut istilah bahasa Sunda sering disebut dengan kaulinan budak. Permainan anak tradisional yang merupakan warisan turun-temurun dari si empunya cerita hingga saat ini masih dipertahankan, dalam artian sampai dengan penelitian ini dilakukan khazanah kebudayaan tersebut masih banyak dilakukan. Untuk lebih jauhnya, permainan anak Ucang-ucang Angge ini diajarkan guna melestarikan khazanah kebudayaan Sunda secara khususnya, dan kebudayaan Indonesia pada umumnya. Berdasarkan beberapa acuan teori di atas, penelitian ini akan diarahkan sesuai dengan pendapat Endraswara (2003:154) yang menyatakan bahwa penelitian sastra lisan harus meliputi; 1) kajian asal-usul sastra lisan, yang mengungkap dari mana sastra itu lahir, apakah berhasil merefleksikan keadaan masyarakat, 2) kajian terhadap pesan dan makna, yaitu nilai-nilai apa yang hendak disampaikan, simbol-simbol apa yang digunakan untuk membukus pesan, apakah masih relevan bagi masyarakat sekarang, dan 3) mengkaji fungsi sastra lisan, antara lain untuk kontrol sosial politik, mendidik masyarakat, menyindir, dan sebagainya. 2. METODE PENELITIAN Berdasarkan masalah penelitian yang dirumuskan maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Sukmadinata (2008) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala ataupun keadaan (Arikunto, 2003). Penelitian ini mendeskripsikan tentang analisis struktur teks, konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsi permainan anak Ucang-ucang Angge. Lokasi penelitian berada di Desa Batu Karut, Kampung Sayang Kabupaten Sukabumi. Adapun identitas informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Narasumber Nama Umur Pendidikan Sumber tuturan Hari dan Tgl Perekaman Alamat informan : Nining : 72 Tahun : Sekolah Dasar : Dilisankan : Terjadwal : Jl. Sukabumi-Cianjur (Batu Karut) Kp. Sayang Desa Margaluyu, RT. 03/11 Kab. Sukabumi Pemilihan narasumber dalam penelitian ini ditentukan melalui sebuah pengamatan yang berdasarkan hasil observasi awal. Teknik pengumpulan data dengan melakukan proses wawancara, perekaman, dan pencatatan. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara menanyakan sesuatu dengan informan. Teknik ini dimaksudkan untuk mendapatkan data mengenai teks dan cara permainan anak ucang-ucang angge. Sifat wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bebas. Dengan wawancara bebas informan dapat memberikan info secara terbuka. Perekaman dan pencatatan merupakan bagian dari upaya untuk men-transkripsi teks permainan anak ucang-ucang angge dari lisan menjadi bentuk tulisan. Proses selanjutnya adalah proses menerjemahkan sebagai bagian dari upaya penerjemahan dari bahasa sumber terhadap bahasa sasaran. Bagian inti dari penelitian ini adalah mengkaji struktur teks permainan anak ucang-ucang angge berdasarkan hasil dari proses transkripsi. Berdasarkan proses pengkajian teks dilanjutkan 848 SENASPRO 2017 Seminar Nasional dan Gelar Produk

5 dengan pengkajian pada tataran konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsi dari permainan anak ucang-ucang angge. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Permainan anak ucang-ucang angge merupakan jenis permainan yang dipadukan antara gerak dan lagu. Oleh karena itu, syair lagu permainan anak ini menjadi bagian yang penting untuk melengkapi permainan ini ketika dilakukan. Pada bagian ini akan dibahas analisis struktur teks dan konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsi permainan anak ucang-ucang angge. 3.1 Analisis Struktur Teks Permainan Ucang-ucang Angge Permainan anak ucang-ucang angge dalam praktik memainkannya dilakukan dengan dua unsur yaitu gerak dan lagu. Syair lagu dan gerak permainannya merupakan unsur utama dalam permainan ini. Sehingga antara syair dan gerak merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam memainkan permainan ini. Pada bagian ini akan membahas struktur teks permainan Ucangucang Angge yang meliputi; formula sintaksis (fungsi dan kategori) dan formulasi bunyi. Untuk lebih memudahkan pembahasan strukur teks, berikut di bawah ini akan dipaparkan hasil transkripsi dan transliterasi teks permainan anak Ucang-ucang Angge: Tabel 1. Transkripsi Teks Ucang-ucang Angge TRANSKRIPSI /Cang-ucang angge/ /mulung muncang ka parangge// /Digog-gog ku anjing gede/ /Anjing gede nu pa lebe// /Ari gog, gog cungungung/ /Ari gog, gog cungungung// Berdasarkan hasil transkripsi di atas, teks permainan Ucang-ucang Angge memiliki tiga bait. Dengan demikian, hasil ini dapat memudahkan peneliti untuk mencari formula sintaksis dalam teks permainan anak ini. Formula sintaksis dalam penelitian ini meliputi analisis fungsi kalimat dan kategori kata dalam satuan formula Sintaksis. Formula tersebut dapat dilihat pada bagian berikutnya Formula Sintaksis Teks Permainan Ucang-ucang Angge Permainan anak ucang-ucang angge merupakan bentuk permainan yang dilakukan dengan kolaborasi antara lagu dan gerak. Syair lagu digunakan sebagai penunjang bagi gerakan yang dilakukan dalam bentuk aktivitas. Dalam pembahasan formula sintaksis ini, akan dipaparkan analisis terhadap teks syair lagu ucang angge sebagai bagian dari permainan ini secara keseluruhan. Teks syair lagu ucang-ucang angge terdiri dari tiga bait yang tersusun dengan pola yang ajeg. Ditambah dengan repetisi larik pada bait ketiga sebagai bentuk penegasan pada akhir permainan ini. Untuk lebih jelasnya, formula sintaksis teks syair lagu permainan anak ucang angge dalam berdasarkan fungsi dan kategori kata dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Berdasarkan fungsinya Tabel 2. Formula Sintaksis teks lagu ucang angge (ujang/neng) (urang) Cang ucang angge, S P O (ujang/neng) mulung muncang ka parangge S P O Ket. Digog-gog ku anjing gede P S Anjing gede nu pa lebe P S Ari gog..gog cungungung nonsense Ari gog..gog cungungung nonsense Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

6 Berdasarkan kategori (ujang/neng) (urang) Cang ucang angge, N V V (ujang/neng) mulung muncang ka parangge N V N V Digog-gog ku anjing gede Adj. N Anjing gede nu pa lebe N Adj. Ari gog..gog cungungung nonsense Ari gog..gog cungungung nonsense Berdasarkan tabel di atas, teks ucang-ucang angge terdiri dari lima larik. Larik pertama terdapat dua kalimat. Kalimat pertama setelah melalui pembacaan secara heurestik terdiri dari satu frasa ditambah dengan dua kata penunjang fungsi sintaksis. Frasa /cang ucang angge/ berfungsi sebagai objek (O) dan memiliki kategori verba (kata kerja). Sedangkan kata /(Ujang/neng)/ berfungsi sebagai Subjek (S) dalam kalimat pertama di larik pertama. Kalimat kedua dalam larik pertama terdapat empat kata dan delapan suku kata. Kata /mulung/ berfungsi sebagai predikat (P) yang memiliki makna mengambil dan memiliki kategori verba (kata kerja). Kata /muncang/ berfungsi sebagai objek (O) dan memiliki kategori sebagai nomina (kata benda) yang memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia yaitu Kemiri. Kata /parangge/ berfungsi sebagai keterangan tempat (Ket.) yang memiliki makna sebagai tempat yang terdapat di dapur. Sedangkan kata /(Ujang/neng)/ berfungsi sebagai subjek (S) dalam kalimat kedua di larik pertama ini. Larik kedua terdiri dari satu kalimat yang terdiri dari satu kata, satu frasa dan 6 suku kata. Kalimat pada larik kedua ini memiliki kontruksi kalimat inversi. Kata /digog-gog/ merupakan bentuk reduplikasi (pengulangan) dari kata /gog/ yang disalin suara menjadi /gog-gog/. Kata /gog-gog/ merupakan bentuk onomatope (tiruan bunyi) dari suara anjing yang dikonvensi dalam budaya Sunda menjadi Gog-gog. Dalam budaya Sunda, selain gog-gog merupakan tiruan bunyi untuk suara anjing, gog-gog juga merupakan bentuk eufemisme untuk menyebut binatang anjing. Kata /gog-gog/ berfungsi sebagai predikat (P) dalam kalimat ini, dan memiliki kategori sebagai kata Adjektiva (kata sifat). Sedangkan frasa /ku anjing gede/ berfungsi sebagai subjek dalam kalimat ini, dan memiliki kategori sebagai nomina (benda). Frasa /ku anjing gede/ menunjukkan bahwa ada anjing besar yang dalam konteks kalimat ini berhubungan dengan suaranya yang mengaung secara keras. Larik ketiga terdiri dari satu kalimat yang terdiri dari satu kata, satu frasa dan 6 suku kata. Kalimat dalam larik ketiga ini memiliki struktur kalimat inversi. Kata /anjing gede/ berfungsi sebagai predikat (P) dengan kategori kata sebagai nomina (kata benda). Sedangkan frasa /nu pa lebe/ berfungsi sebagai subjek (S) dengan kategori kata sebagai Adjektiva (Adj.). frasa /nu pa lebe/ dalam kalimat ini menunjukkan sebuah kepunyaan yang melekat pada pada subjek. Larik keempat dan kelima diisi dengan satu kontruksi yang sama. Larik /Ari gog..gog cungungung/ pada larik keempat direpetisi pada larik kelima dengan intonasi ang meninggi ketika diucapkan pada larik kelima. Larik /Ari gog..gog cungungung/ jika dianalisis secara sintaksis tidak memiliki fungsi yang jelas dan cenderung nonsense. Namun, kata /cungungung/ merupakan ungkapan yang menunjukkan sebuah ekspresi dalam permainan anak ucang angge ini. Berdasarkan analisis formula sintaksis di atas, teks lagu permainan ucang angge memiliki keteraturan dalam pola sintaksis. Walaupun dalam beberapa larik menunjukkan ketidakkonsistenan dalam pola kalimat yang dibuat. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa ketidakkonsistenan tersebut terjadi untuk menunjang aspek estetik dalam pembuatan ritme lagu. Sehingga penggunaan kata atau frasa dalam teks lagu disesuaikan dengan kebutuhan dalam permainan ini secara keseluruhan. Selain pembahasan tentang formula sintaksis, perlu dibahas pula berkaitan dengan formula bunyi. Oleh karena itu, bagian selanjutnya membahas formula bunyi Formula Bunyi Teks Permainan Ucang-ucang Angge Analisis formula bunyi dalam penelitian ini didasari pada pendapat Pradopo (2002:22) yang mengemukakan bahwa bunyi di samping sebagai hiasan dalam puisi juga mempunyai tugas yang 850 SENASPRO 2017 Seminar Nasional dan Gelar Produk

7 lebih penting untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, menimbulkan bayangan angan yang jelas dan menimbulkan suasana yang khusus. Analisis formula bunyi dalam penelitian ini meliputi pembahasan mengenai asonansi, aliterasi, serta efek bunyi yang ditimbulkan dari keduanya. Larik pertama pada teks ucang angge ini terdapat bunyi vokal yang muncul diantaranya /e/ dan /u/ dengan kombinasi konsonan seperti /p/, /m/ dan /c/. Kombinasi antara vokal dengan konsonan tersebut menimbulkan efek bunyi ringan ketika diucapkan. Hal tersebut dapat terlihat pada kata angge, Mulung, muncang dan parangge. Larik kedua bunyi vokal yang muncul meliputi vokal /o/ dan /e/ yang dikombinasikan dengan konsonan /g/ yang menimbulkan efek bunyi yang ringan ketika diucapkan. Hal tersebut dapat terlihat pada kata gog-gog dan gede. Sedangkan larik ketiga, vokal yang dominan muncul adalah vokal /e/ yang dikombinasikan dengan konsonan /g/ dan /l/. Efek bunyi yang dimunculkan dalam kombinasi masih berupa efek ringan ketika kata-kata tersebut diucapkan. Hal tersebut dapat terlihat pada kata gede dan lebe. Larik keempat dan kelima berisi sebuah onomaope (tiruan bunyi) dan sebuah ungkapan yang diulang dua kali dengan perubahan intonasi pada lari terakhir sehingga menimbulkan penegasan. Pada kedua larik ini (keempat dan kelima) vokal yang muncul didominasi oleh vokal /o/ dan /u/. Sedangkan konsonan yang dominan adalah /g/ dan /c/. Sehingga efek bunyi yang muncul masih sama dengan larik-larik sebelumnya yaitu efek bunyi ringan ketika diucapkan. Hal tersebut dapat terlihat pada kata gog-gog dan ungkapan cungungung. Tabel 3. Asonansi dan Aliterasi Teks ucang-ucang angge LARIK ASONANSI ALITERASI 1 /e/ dan /u/ /p/, /m/, /c/ 2 /o/ dan /e/ /g/ 3 /e/ /g/ dan /l/ 4 /o/ dan /u/ /g/ dan /c/ 5 /o/ dan /u/ /g/ dan /c/ Berdasarkan tabel di atas, asonansi yang paling dominan adalah bunyi vokal /e/, /o/ dan /u/ yang menghasilkan efek pengucapan yang ringan. Sedangkan untuk aliterasi, konsonan yang dominan muncul adalah konsonan /g/ dan /c/. Selain itu, konsonan /m/, /p/, dan /l/ menjadi pelengkap dari konsonan yang dominan. Hal ini mengindikasikan bahwa teks diucapkan dengan banyak memunculkan tekanan pada bunyi sehingga ketika kata-kata tersebut diucapkan pada saat bermain menimbulkan efek ceria dan menyenangkan. Dengan demikian, pada analisis formula bunyi teks permainan ucang angge, pemilihan kata disajikan secara sederhana agar menimbulkan efek keceriaan ketika permainan anak ini dilakukan. 3.2 Konteks Penuturan Teks Permainan Ucang-ucang Angge Permainan Ucang-ucang angge jika diklasifikasikan dalam ilmu folklor, merupakan bagian dari folklor setengah lisan. Hal tersebut karena bentuk permainan ini merupakan kombinasi antara gerakan dan nyanyian. Bunyi yang tercipta dari masing-masing larik erat hubungannya dengan anasir musik (nada) yang merupakan inti dari permainan ini. Syair lagu yang dinyanyikan merupakan bagian tidak terpisahkan dari keseluruhan permainan ini. Permainan ucang-ucang angge merupakan permainan yang pada umumnya dilakukan oleh orang tua bersama anaknya. Permainan ini biasanya dilakukan untuk mengisi waktu luang sambil mengasuh anaknya. Teknis permainan ucang angge ini, orang tua akan bertindak sebagai pengungkit dan si anak sebagai yang diungkit. Orangtua akan berbaring dengan mengangkat kedua kaki yang ditekuk pada lutut, posisi kaki dirapatkan, kemudian anak akan duduk di kedua kaki tersebut. Setelah posisi anak nyaman, si orang tua akan mengayun anaknya naik turun sambil mendendangkan syair lagu. Hal tersebut dapat terlihat dengan jelas pada gambar di bawah ini: Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

8 Gambar 1. Gerakan awal permainan Gambar 2. Gerakan mengayun anak Gambar 3. Gerakan akhir permainan Berdasarkan gambar di atas, gerakan awal dilakukan bersama dengan nyayian dari syair lagu anak Ucang-ucang angge. Gerakan terus dilakukan bersama dengan nyayian hingga diakhir gerakan si Ibu meninggikan nada pada larik /Ari gog..gog cungungung/ sembari menaikkan ayunan sehingga si anak meninggi dalam ayunan si Ibu. Gerakan terkahir ini dilakukan berulang kali bisa sampai tiga kali. Dengan demikian, berdasarkan konteks penuturan maka permainan anak ucang-ucang angge merupakan sebuah permainan yang ingin menunjukkan nilai-nilai kebersamaan sejak dini dari orang tua kepada anaknya. Orang tua hadir memberikan kasih sayang yang penuh kepada anaknya semenjak dini. Sehingga permainan ini selain berfungsi sebagai pola asuh, dapat pula dijadikan sebagai muatan pendidikan kasih sayang dari orang tua kepada anak. 3.3 Proses Penciptaan Permainan Anak Ucang-ucang Angge Proses penciptaan permainan anak Ucang-ucang angge merupakan tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Dalam prosesnya dapat dilihat dari cara masyarakat setempat, masyarakat kampung Sayang, Batu Karut Sukaraja menurunkan khazanah permainan anak ini secara spontan dan juga terstruktur. Dikatakan spontan karena proses penurunan terjadi dengan begitu saja tanpa mempertimbangkan aspek lain. Sehingga dalam konteks penuturan selanjutnya sering terjadi proses interpolasi (penambahan atau pengurangan isi teks). Hal tersebut yang memungkinkan terjadinya berbagai macam versi dalam praktik permainan anak tradisional. Termasuk dalam hal ini permainan anak Ucang-ucang Ange yang merupakan versi tersendiri dari permainan anak sejenis. Permainan anak Ucang-ucang anngge diperoleh secara vertikal antara si empunya dengan si pewaris. Sesuai dengan tuturan narasumber, bahwa permainan anak ini merupakan sesuatu yang didapatkan dari orang tua yang diwariskan secara turun-temurun. Proses penciptaan teks permainan anak ini dapat dikategorikan terstruktur. Artinya terdapat proses pembelajaran dengan cara menghapal dalam cara pewarisan permainan ini. Oleh karena itu, permainan anak ini tetap bisa 852 SENASPRO 2017 Seminar Nasional dan Gelar Produk

9 bertahan, walaupun hanya sebagian kecil masyarakat (daerah) yang masih mempertahankannya (menggunakannya). Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, Proses penciptaan merupakan tradisi yang sangat tergantung kepada masyarakat pemilik dan sifat isi yang diciptakannya. Proses penciptaan itu dapat terjadi dalam suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, pilihan proses penciptaan dapat dikembalikan pada kebiasaan masyarakat pemilik tradisi lisan. Dengan demikian, keberlangsungan permainan anak Ucang-ucang anngge ini dapat terjaga dari kepunahan. 3.4 Fungsi Permainan Anak Ucang-ucang Angge Analisis terhadap fungsi permainan anak ucang-ucang angge ini dapat dilihat dari dua aspek. Keuda aspek tersebut meliputi aspek permainan (games) dan aspek bahasa yang digunakan dalam teks permainan anak ucang-ucang angge ini. Kedua aspek tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam mencari fungsi dan muatan makna yang terkadung dalam permainan ini. Permainan ucang-ucang angge layaknya sebagai sebuah permainan berisi dengan berbagai macam cara atau aturan (rule) dalam memainkannya. Jika dilihat berdasarkan cara memainkannya, permainan ini merupakan permainan yang cukup dilakukan oleh dua orang. Dua orang tersebut biasanya dilakukan oleh orang tua (ibu/bapak) dengan anak. Dengan mengacu dari kebiaasaan yang dilakukan dalam memainkan permainan anak ini, dapat terlihat bahwa permainan anak ucang-ucang angge ini menunjukkan sebuah pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anaknya. Makna yang bisa terlihat adalah keakraban antara orang tua dengan anak, atau dapat pula dimaknai sebagai muatan pendidikan kasih sayang yang diberikan orang tua terhadap anak. Sementara itu, teks syair lagu yang digunakan merupakan bagian dari penunjang permainan anak ini. Lirik lagu dalam permainan anak Ucang-ucang angge ini jika dilihat dari penggunaan kata (diksi) dibeberapa larik memang tidak sesuai dengan fungsi pendidikan seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya. Penggunaan kata ucang, mulung muncang, ka parangge, anjing gede, pa lebe, cungungung secara semantis tidak berkaitan dengan pesan yang ingin disampaikan dalam permainan anak ucang-ucang angge ini. Unsur-unsur bahasa (diksi) dalam teks lagu permainan ini digunakan sebagai bentuk ekspresivitas atau penyesuaian keselarasan bunyi dengan gerakan dalam memainkan permainan ini. Dengan demikian, berdasarkan pemaparan di atas, maka dalam permainan anak Ucangucang angge mempunyai fungsi sebagai berikut; Pertama, sebagai pengesahan budaya. Artinya, sebagai produk budaya dari suatu kelompok masyarakat yang telah diwariskan secara turun-temurun dalam suatu masyarakat kolektif. Kedua, sebagai alat pendidikan anak. Artinya, walaupun hanya berupa permainan tetapi dalam permainan tersebut terdapat edukasi yang merupakan sebuah bentuk pendidikan. Terutama dalam hal ini pendidikan kasih sayang dari orang tua terhadap anak. 4. KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan hasil dan pembahasan dapat diperoleh simpulan dari peneltian ini sebagai berikut; Pertama, Analisis struktur teks permainan anak Ucang-ucang angge yang meliputi analisis formula sintaksis dan formula bunyi menunjukkan bahwa terdapat pola penyusunan teks yang ajeg dengan mempertimbangkan aspek bahasa (teks lagu) digunakan sebagai sarana penunjang kelerasan permainan anak ini dalam gerak maupun lagu. Kedua, permainan Ucang-ucang angge dilakukan sebagai bentuk pola asuh dari orang tua terhadap anak. Konteks penuturan teks permaian ini digunakan secara bersama sebagai bagian yang tidak terpisahkan antara gerak fisik dengan nyayian. Dengan demikian, sebagai bagian dari folklor setengah lisan, permainan anak Ucang-ucang angge ini telah memenuhi syarat sebagai permainan anak tradisional yang memadukan antara gerakan dengan lagu sebagai permainan yang masih dapat dilakukan dalam bentuk pola asuh anak. Ketiga, permainan anak ucang-ucang angge memiliki fungsi sebagai bentuk pengesahan budaya yang merupakan ciri khas dari masyarakat penuturnya, dan dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan. Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

10 DAFTAR PUSTAKA [1] Arikunto, S Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. [2] Barthes, Roland Mythologies (trans. Annette Lavers). New York: Hill and Wang. [3] Brunvand, Jan Harold The Study of American Folklore an Introducing. New York: W.W. Norton & Co-Inc. [4] Danandjaja, James Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti. [5] Endraswara, Suwardi Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. [6] Endraswara, Suwardi Metodologi Penelitian Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: MedPress. [7] Saputra Karsono H. (Ed.) Tradisi Tulis Nusantara: Kumpulan Makalah Simposium Tradisi Tulis Indonesia. Jakarta: Manasa. [8] Sukmadinata, N.S (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. [9] Kaflan, David Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. [10] Kuntjara, Esther Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Graha Ilmu. [11] Teeuw, A Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. [12] Toffler, Alvin The Future Shock Third Wave. New York: Banta Book. [13] Zaidan, A.R. (et.al) Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. 854 SENASPRO 2017 Seminar Nasional dan Gelar Produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Ada beberapa buku yang penulis pakai dalam memahami dan langsung mendukung penelitian ini, diantaranya buku yang berkaitan dengan revitalisasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penyusunan sebuah karya ilmiah. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negeri yang memiliki aneka ragam budaya yang khas pada setiap suku bangsanya. Tidak hanya bahasa daerah, pakaian adat, rumah adat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negeri yang kaya dengan budayanya. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain bahasa daerah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang tinjauan pustaka atau kajian teori yang berkaitan dengan judul penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi 1) Repustakaan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, kita mengenal adanya siklus hidup, mulai dari dalam kandungan hingga kepada kematian. Berbagai macam peristiwa yang dilalui merupakan saat-saat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN A. PENGANTAR Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) merupakan salah satu unsur dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Secara umum, PkM tidak hanya untuk

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek 188 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Lagu kelonan Ayun Ambing, Nelengnengkung, dan Dengkleung Dengdek masuk ke dalam bentuk folklor lisan yaitu nyanyian rakyat. Tetapi, teks dari lagu ini sendiri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan sebuah karya ilmiah diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka bertujuan untuk mengetahui keauntetikan sebuah karya ilmiah. Kajian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebudayaan antik (antiquarian) Inggris memperkenalkan istilah folklor ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebudayaan antik (antiquarian) Inggris memperkenalkan istilah folklor ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Folklor merupakan khazanah sastra lama. Salah satu jenis folklor adalah cerita rakyat. Awalnya cerita rakyat merupakan cerita lisan yang dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal bahwa tradisi lisan masih hidup di berbagai suku bangsa di Indonesia. Tradisi lisan sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap suku bangsa di dunia memiliki khazanah cerita prosa rakyat. Menurut Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan

Lebih terperinci

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 201 BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Pada bab 6 ini akan diuraikan mengenai simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumny serta saran untuk penelitian selanjutnya. Adapun pembagiannya

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu ragam kebudayaan di Indonesia yang dapat menunjukan identitas budaya pemiliknya ialah folklor. Menurut Danandjaja (1984:2), folklor didefinisikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian Ziarah merupakan istilah yang tidak asing di masyarakat. Ziarah adalah salah satu bentuk kegiatan berdoa yang identitik dengan hal yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 225 BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini diuraikan tentang kesimpulan dan saran-saran sebagai bab penutup. Kesimpulan yang dimaksud adalah memberikan gambaran yang jelas dari analisis data yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 1) Pada analisis struktur ditemukan hal-hal antara lain: a) Analisis struktur terdiri atas bentuk dan formula bahasa

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 1) Pada analisis struktur ditemukan hal-hal antara lain: a) Analisis struktur terdiri atas bentuk dan formula bahasa 140 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini membawa penulis pada beberapa simpulan sebagai berikut: 1) Pada analisis struktur ditemukan hal-hal antara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode merupakan alat untuk menyederhanakan masalah, sehingga masalah tersebut dapat lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami (Ratna, 2004, hlm; 34). Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan dari berbagai etnik. Warisan kebudayaan yang disampaikan secara turun menurun dari mulut kemulut secara lisan biasa disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu nilai dan pikiran yang hidup pada sebuah masyarakat, dan dalam suatu nilai, dan pikiran ini berkembang sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang,

BAB I PENDAHULUAN. pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab kesatu dari lima bab penulisan tesis ini akan dimulai dengan pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya dengan seni dan sastra seperti permainan rakyat, tarian rakyat, nyanyian rakyat, dongeng,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORETIS

BAB II LANDASAN TEORETIS DAFTAR ISI PERNYATAAN DAN PENGESAHAN... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah Penelitian... 1 B. Identifikasi Masalah... 8 C. Batasan Masalah Penelitian...

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL TRANSFORMASI MEDIA CERITA RAKYAT INDONESIA SEBAGAI PENGENALAN WARISAN BUDAYA NUSANTARA

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL TRANSFORMASI MEDIA CERITA RAKYAT INDONESIA SEBAGAI PENGENALAN WARISAN BUDAYA NUSANTARA PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL TRANSFORMASI MEDIA CERITA RAKYAT INDONESIA SEBAGAI PENGENALAN WARISAN BUDAYA NUSANTARA Rizky Imania Putri Siswandari 1, Muh. Ariffudin Islam 2, Khamadi 3 Jurusan Desain Komunikasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan larangan.

Lebih terperinci

2014 KONSEP KESEJAHTERAAN HIDUP DALAM MANTRA

2014 KONSEP KESEJAHTERAAN HIDUP DALAM MANTRA BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan uraian pembahasan ketiga teks MT di Desa Karangnunggal Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur didapati simpulan bahwa kesejahteraan hidup bagi manusia yang diwakili oleh

Lebih terperinci

03FDSK. Folklore. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si.

03FDSK. Folklore. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si. Modul ke: Folklore Fakultas 03FDSK Penjelasan mengenai kontrak perkuliahan yang didalamnya dijelaskan mengenai tata tertib, teknis, serta bahan untuk perkuliahan di Universitas Mercu Buana Denta Mandra

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Yang Relevan Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan

Lebih terperinci

MERUMUSKAN METODE PENGKAJIAN TRADISI LISAN

MERUMUSKAN METODE PENGKAJIAN TRADISI LISAN RESENSI BUKU MERUMUSKAN METODE PENGKAJIAN TRADISI LISAN Asep Rahmat Hidayat Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat, Jalan Sumbawa Nomor 11, Bandung 40113, Telepon: 085220508085, Posel: kang.abu2@gmail.com Naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utama Grafiti, 1994), 1. 2 James Dananjaja, 21.

BAB I PENDAHULUAN. Utama Grafiti, 1994), 1. 2 James Dananjaja, 21. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah bangsa yang baik adalah bangsa yang terus melestarikan tradisi leluhurnya secara turun temurun. Tradisi-tradisi ini kemudian disebut dengan folklore.

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata budaya terdiri dari dua kata yaitu budi dan daya. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi lokal ini sering disebut dengan kebudayaan lokal (local culture), yang

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi lokal ini sering disebut dengan kebudayaan lokal (local culture), yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap suku bangsa di Nusantara memilliki beragam bentuk tradisi yang khas. Tradisi lokal ini sering disebut dengan kebudayaan lokal (local culture), yang hidup di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks sastra adalah teks artistik yang disusun dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra

Lebih terperinci

MANTRA PENGASIHAN: TELAAH STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, FUNGSI, DAN PROSES PEWARISANNYA

MANTRA PENGASIHAN: TELAAH STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, FUNGSI, DAN PROSES PEWARISANNYA MANTRA PENGASIHAN: TELAAH STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, FUNGSI, DAN PROSES PEWARISANNYA Ai Siti Nurjamilah Universitas Siliwangi Tasikmalaya Pos-el: pooh_aya@ymail.com ABSTRAK : Telaah Struktur, Konteks,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi merupakan aktivitas ilmiah tentang prilaku manusia yang berkaitan dengan proses mental

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian yang semuanya itu bersumber dari pendapat para ahli, emperisme (pengalaman

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki (KBBI, 2002:740) atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).

Lebih terperinci

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pengakuan keesaan Tuhan dalam mantra Sahadat Sunda pengakuan keislaman sebagai mana dari kata Sahadat itu sendiri. Sahadat diucapkan dengan lisan dan di yakini dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan didefinisikan sebagai cara-cara mendekati objek. Model pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan folklor modern. Pendekatan folklor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK Ermi Adriani Meikayanti 1) 1) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Madiun Email: 1)

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 440 BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Simpulan dalam penelitian ini berkenaan dengan 7 hal, yaitu: (1) pencipta dihubungkan dengan proses penciptaan gambang rancag, (2) teks dikaitkaan dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menganalisis bentuk deskripsi tidak berupa angka atau koefisien tentang

III. METODE PENELITIAN. menganalisis bentuk deskripsi tidak berupa angka atau koefisien tentang 36 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif. Metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini di kalangan para pelajar marak terjadinya peristiwa tawuran, kekerasan antar pelajar, penggunaan narkoba, dan seks bebas. Hal ini sangatlah memprihatinkan

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA Modul ke: 03 Primi Fakultas FTPD ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA Vernakular dalam Arsitektur Tradisional Artiningrum Program Studi Teknik Arsitektur Tradisi berasal dari bahasa Latin: traditio, yang berarti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata

BAB II KAJIAN TEORI. Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata 5 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Folklor Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata dasar, yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes (Danandjaja, 2007: 1-2), folk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini

Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini SASTRA LISAN; Teori dan Penerapannya, oleh I Made Astika, S.Pd., M.A.; I Nyoman Yasa, S.Pd., M.A. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Violeta Inayah Pama, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Violeta Inayah Pama, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki berbagai kebudayaan. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri karena adanya bukti-bukti berupa tradisi dan peninggalan-peninggalan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Metode kualitatif secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai kesenian gambang kromong, namun sedikit yang menyentuh makna dan fungsi yang ada dalam nyanyian gambang kromong. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pemiliknya, sebagai milik bersama, yang isinya mengenai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cerita rakyat adalah salah satu budaya Indonesia yang menambah keragaman budaya di negeri kita dan patut dilestarikan. Setiap daerah di Indonesia pada umumnya mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gending berarti lagu, tabuh, nyanyian, sedangkan Rare berarti bayi/

BAB I PENDAHULUAN. Gending berarti lagu, tabuh, nyanyian, sedangkan Rare berarti bayi/ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gending berarti lagu, tabuh, nyanyian, sedangkan Rare berarti bayi/ kanak-kanak, Gending Rare berarti nyanyian untuk bayi/ kanak-kanak. Gending Rare diketahui sebagai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.1.1 Struktur BAB V SIMPULAN DAN SARAN Strutur teks PSTT terdiri atas 35 bait dan 142 larik. Puisi sawér ini terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu pembuka, isi, dan penutup. Dalam teks puisi

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA SALINAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Permukaan Bulan. Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Permukaan Bulan. Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Gambar 1.1 Permukaan Bulan Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan bulan saat malam hari, membuat malam menjadi

Lebih terperinci

1.1 Mob Papua dalam Penelitian Sastra Lisan

1.1 Mob Papua dalam Penelitian Sastra Lisan Bab I Pendahuluan 1.1 Mob Papua dalam Penelitian Sastra Lisan Bagian ini memuat alasan ilmiah penulis untuk mengkaji mob Papua sebagai bagian dari karya sastra lisan. Kajian karya sastra lisan berarti

Lebih terperinci

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sastra Lisan Sastra lisan ini lahir pada umumnya pada zaman sebelum manusia mengenal tulisan atau pada masa tulisan belum dikenal secara luas dalam masyarakat. Pada zaman itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, memiliki berbagai suku, ras, bahasa dan kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng

BAB I PENDAHULUAN. (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satua merupakan salah satu karya sastra dari kesusastraan Bali purwa (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng (bahasa Indonesia)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabhanti Watulea merupakan tradisi lisan masyarakat Watulea di Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara. Kabhanti Watulea adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manfaat, serta definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. manfaat, serta definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai latar belakang, masalah, tujuan, manfaat, serta definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian. 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tadut merupakan salah satu nama kesenian etnik Besemah yang berupa sastra tutur/ sastra lisan yang isinya pengajaran agama Islam di daerah provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dan kesinambungan mengandung irama dan ragam nada (suara yang berirama) disebut

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dan kesinambungan mengandung irama dan ragam nada (suara yang berirama) disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lagu merupakan seni nada atau suara dalam urutan, kombinasi dan hubungan temporal biasanya diiringi dengan alat musik untuk menghasilkan gubahan musik yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pandangan sosiolinguistik menyebutkan bahwa bahasa lahir di dalam masyarakat. Melalui media bahasa, sebuah kebiasaan lisan terbentuk secara turun temurun di dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami perkembangan. Karena itu, agar keberadaan karya sastra dan pengajarannya tetap tegak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (blackberry massanger), telepon, maupun jejaring sosial lainnya. Semua itu

BAB I PENDAHULUAN. (blackberry massanger), telepon, maupun jejaring sosial lainnya. Semua itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi saat ini, media komunikasi tradisional cenderung banyak yang terlupakan dibandingkan dengan media teknologi komunikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Seni Pertunjukan dalam Tradisi Masyarakat Seni pertunjukan yang terdapat dalam tradisi masyarakat, umumnya masih banyak ditemui ritual-ritual yang berkenaan dengan sebuah prosesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Media tradisional dikenal juga sebagai media rakyat, atau dalam arti sempitnya disebut sebagai kesenian rakyat. Coseteng dan Nemenzo (Jahi 2003: 29) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti

Lebih terperinci

KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI KENEGERIAN KARI KECAMATAN KUANTAN TENGAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI KENEGERIAN KARI KECAMATAN KUANTAN TENGAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI KENEGERIAN KARI KECAMATAN KUANTAN TENGAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU Oleh: Nepi Sutriati 1, Hasanuddin WS 2, Zulfadhli 3 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT SI BORU SARODING KAJIAN: RESEPSI SASTRA

CERITA RAKYAT SI BORU SARODING KAJIAN: RESEPSI SASTRA CERITA RAKYAT SI BORU SARODING KAJIAN: RESEPSI SASTRA Oleh Sandro Tamba Hendra K. Pulungan, S. Sos., M.I.Kom Pengkajian terhadap sastra merupakan kajian yang cukup menarik dengan memperhatikan segi media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Katalog Profil Daerah Kota Padang (2012: 8) keadaan topografi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Katalog Profil Daerah Kota Padang (2012: 8) keadaan topografi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat merupakan daerah yang kaya dengan panorama alamnya. Dalam Katalog Profil Daerah Kota Padang (2012: 8) keadaan topografi wilayah Sumatera Barat bervariasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Dalam bab ini terdapat pemaparan mengenai dua subbab, yaitu subbab simpulan serta subbab implikasi dan rekomendasi. Pada subbab simpulan terdapat pemaparan mengenai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Ada dua jenis metode penelitian, yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan

Lebih terperinci