IDENTIFIKASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) DI KUNINGAN DAN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT MANSYUR TRI WIDODO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) DI KUNINGAN DAN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT MANSYUR TRI WIDODO"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) DI KUNINGAN DAN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT MANSYUR TRI WIDODO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Organisme Penganggu Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) di Kuningan dan Bogor, Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Mansyur Tri Widodo NIM A

4

5 ABSTRAK MANSYUR TRI WIDODO. Identifikasi Organisme Penganggu Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) di Kuningan dan Bogor, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh DEWI SARTIAMI dan EFI TODING TONDOK. Pengembangan tanaman gandum di Indonesia terus diupayakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat. Salah satu kendala dalam upaya pengembangannya diantaranya adalah adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dapat menurunkan hasil produksi. Informasi mengenai OPT yang menyerang gandum galur introduksi (SO9) dan hasil pemuliaan secara mutasi (Kasifbey) yang dikembangkan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) belum ada, sehingga penelitian ini perlu dilakukan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui organisme penganggu utama pada gandum galur SO9 dan Kasifbey. Pengamatan dilakukan di dua lokasi penanaman yaitu di Desa Leuwimalang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor (705 m dpl) dan Desa Cilimus, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan (418 m dpl) Provinsi Jawa Barat. Pengamatan dilakukan terhadap gejala serangan organisme pengganggu tanaman yang muncul, kemudian dihitung luas serangan serangga dan kejadian penyakitnya. Gejala yang ditemukan diambil sebagai contoh untuk dikoleksi dan diidentifikasi di laboratorium menggunakan kunci identifikasi. Serangga yang ditemukan pada tanaman gandum yaitu beberapa spesies ulat dari ordo Lepidoptera dan beberapa jenis spesies kutu daun (Hemiptera: Aphididae), spesies Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae), Nezara viridula (Hemiptera: Pentatomidae), Leptocorisa oratorius (Hemiptera: Alydidae), uret (Coleoptera: Scarabaeidae), dan penggerek batang. Patogen yang ditemukan adalah Fusarium sp., Helminthosporium sp., Phoma sp., Curvularia sp., dan Alternaria sp.. Serangga dominan di masing-masing lokasi pengamatan berbeda. Spesies Oxya sp. sebagai serangga dominan di lahan gandum Kuningan dan menyerang kedua galur dengan luas serangan dapat mencapai 100%. Spesies Mythymna unipuncta sebagai serangga dominan di Cisarua dengan luas serangannya mencapai diatas 50%. Kejadian penyakit paling tinggi disebabkan oleh Helminthosporium sp., terjadi di kedua lokasi dan menyerang kedua galur gandum dengan kejadian penyakitnya dapat mencapai 100%. Gandum hasil pemuliaan tanaman lebih banyak terserang serangga dan patogen dibandingkan gandum introduksi. Kata kunci: Gandum, Triticum aestivum, Oxya sp., Mythymna unipuncta, Helminthosporium sp.

6

7 ABSTRACT MANSYUR TRI WIDODO. Identification of Plant Pest Organisms on Wheat (Triticum aestivum L.) at Kuningan and Bogor, West Java Province. Supervised by DEWI SARTIAMI and EFI TODING TONDOK. The development of wheat crops in Indonesia has been struggling to fulfill domestic needs which increase over time. Information about plant pest organisms which attack introduced (SO9) and IPB bred strain (Kasifbey) wheat is one of the main constraints to maintain production capacity of the wheat crops. Therefore, this research needs to be performed. The aim of this research is to find out information about the plant pest organisms on the SO9 and Kasifbey wheat. Observations on the crops have been conducted at the two places cultivation: in Leuwimalang village, Cisarua Subdistrict, Bogor District (705 m above sea surface) and in Cilimus village, Cilimus Subdistrict, Kuningan District (418 m above sea surface) West Java Province. Symptoms of the plant pest organisms which appear on the crops were observed. Subsequently, the extent and intensity of the pest attacks on the crops were quantified. Finally, the samples of the diseased crops and insects were identified at the laboratory using determination key identification. The insects which found on the wheat crops are some species of the Lepidoptera caterpillars and several species of aphids (Hemiptera: Aphididae), species of Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae), Nezara viridula (Hemiptera: Pentatomidae), Leptocorisa oratorius (Hemiptera: Alydidae), white grub larvae (Coleoptera: Scarabaeidae), and stem borer. Pathogens which are found on the wheat crops: Fusarium sp., Helminthosporium sp., Phoma sp., Curvularia sp., and Alternaria sp.. The dominant pest in each location are different. The Oxya sp. is a dominant pest in Kuningan and attacks 100% of the sample area of the SO9 and Kasifbey wheat crops. On the other hand, Mythymna unipuncta is a dominant pest in Cisarua with more than 50% attacked area. Diseases of the wheat crops at both location are mostly caused by the Helminthosporium sp. with 100% diseases incidence. The Kasifbey is more frequently attacked by insects and pathogens than the SO9. Keywords: Wheat, Triticum aestivum, Oxya sp., Mythymna unipuncta, Helminthosporium sp.

8

9 Hak Cipta milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

11 IDENTIFIKASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) DI KUNINGAN DAN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT MANSYUR TRI WIDODO Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

12

13 Judul Skripsi : Identifikasi Organisme Pengganggu Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) di Kuningan dan Bogor, Provinsi Jawa Barat Nama Mahasiswa : Mansyur Tri Widodo NIM : A Disetujui oleh, Dra. Dewi Sartiami, MSi Dosen Pembimbing I Dr. Efi Toding Tondok, SP. MSc Dosen Pembimbing II Diketahui oleh, Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi Ketua Departemen Proteksi Tanaman Tanggal lulus:

14 Judul Skripsi : Identiflkasi Organisme Pengganggu Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) di Kuningan dan Bogor, Provinsi Jawa Barat Nama Mahasiswa : Mansyur Tri Widodo NIM A Disetujui oleh, Dra. Dewi Sartiami. MSi Dosen Pembimbing I Dr. Efl Toding Tondok. SP. MSc Dosen Pembimbing II Nawangsih. MSi Ketua Departemen Proteksi Tanaman I Tanggallulus: 2 0 JAN 2014

15

16 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir ini yang berjudul Identifikasi Organisme Pengganggu Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) di Kuningan dan Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Dra. Dewi Sartiami, MSi dan Dr. Efi Toding Tondok SP. MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, arahan, dan motivasi sehingga penelitian ini dapat penulis selesaikan dengan baik; Ir. Titiek Siti Yuliani SU selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan penulisan skripsi; Ir. Djoko Prijono MAgr.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak saran terhadap penulis. Ucapan terimakasih kepada teman-teman proteksi tanaman angkatan 46 yang telah memberikan banyak kritik, saran, dan motivasi selama proses penyelesaian penelitian tugas akhir. Terimakasih juga kepada Abun yang telah banyak membantu selama kegiatan penelitian, serta kepada Ina Rubiatul Hasanah yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan yang baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yaitu Bapak Mutoib dan Ibu Irianti Ningsih, serta Mas Sigit dan Mbak Beti yang telah memberikan doa, kasih sayang, motivasi, dan inspirasi yang begitu luas biasa. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, semoga hasil penelitian ini bermanfaat. Bogor, Januari 2014 Mansyur Tri Widodo

17

18

19 viii DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 BAHAN DAN METODE 3 Tempat dan Waktu Penelitian 3 Bahan dan Alat 3 Metode Penelitian 3 Penentuan Petak Tanaman Contoh dan Tanaman Contoh 3 Pengamatan 4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Gambaran Umum Lokasi Pengamatan 5 Serangga OPT pada Tanaman Gandum 6 Belalang 7 Kutudaun 9 Ulat 11 Gejala oleh Penggerek Batang 15 Uret 16 Walang Sangit 17 Kepik Hijau 18 Pembahasan Umum Serangga Pengganggu pada Tanaman Gandum 19 Penyakit yang Ditemukan pada Tanaman Gandum 20 Hawar Helminthosporium 20 Hawar Malai Fusarium 22 Hawar Malai Phoma 24 Hawar Malai Curvularia 26 Hawar malai Alternaria 27 Pembahasan Umum Penyakit pada Gandum 27 KESIMPULAN DAN SARAN 29 Kesimpulan 29 Saran 29 DAFTAR PUSTAKA 30 LAMPIRAN 32 RIWAYAT HIDUP 34

20

21 x DAFTAR TABEL 1 Kondisi lokasi lahan pertanaman gandum serta budidayanya 5 2 Serangga OPT ditemukan pada tanaman gandum 6 3 Penyakit yang ditemukan pada tanaman gandum 20 DAFTAR GAMBAR 1 Lahan gandum di lokasi penelitian 5 2 Curah hujan pada bulan Februari 2013 sampai April 2013 di dua lokasi penanaman gandum 6 3 Persentase luas serangan belalang pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K) 7 4 Belalang Oxya sp. pada tanaman gandum 8 5 Persentase luas serangan kutudaun pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K) 10 6 Kutudaun pada gandum 11 7 Ulat pada gandum 13 8 Persentase luas serangan ulat pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K) 14 9 Penggerek batang pada gandum Uret pada gandum Walang sangit pada gandum Kepik hijau pada gandum Persentase kejadian penyakit hawar Helminthosporium pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K) Penyakit hawar Helminthosporium Persentase kejadian penyakit hawar malai Fusarium pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K) Penyakit hawar malai Fusarium Penyakit hawar malai Phoma Persentase kejadian penyakit hawar malai Phoma pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K) Penyakit hawar malai Curvularia Penyakit hawar malai Alternaria 27

22

23 xii DAFTAR LAMPIRAN 1 Persentase rata-rata luas serangan hama atau kejadian penyakit pada gandum di Cisarua dan Kuningan 33 2 Persentase rata-rata luas serangan hama atau kejadian penyakit terhadap sumber benih gandum 33

24 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya. Berdasarkan data statistik bahwa pada tahun 2013 jumlah penduduk di Indonesia sekitar 242 juta jiwa dengan laju pertumbuhan per tahun sebesar 1.49%. Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi berdampak pada peningkatan ketersediaan pemenuhan pangan dalam negeri. Salah satunya adalah peningkatan komoditas pangan dari bahan dasar gandum. Ditinjau dari kandungan nutrisi, gandum merupakan tanaman serealia yang memiliki komposisi nutrisi lebih tinggi dari tanaman serealia lain. Komposisi protein gandum (13%), jagung, dan oats (10%), padi (8%), barley dan rye (71%). Gandum memiliki kandungan glutein yang tinggi sampai 80%. Kandungan ini merupakan karakter kandungan fitokimia yang khas dibandingkan dengan serealia lain. Glutein merupakan protein yang bersifat kohesif dan liat yang berperan sebagai zat penentu elastisitas adonan berbasis tepung (Sleper dan Poehlman 2006). Tanaman gandum yang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sudah menjadi sumber bahan pangan alternatif yang merata bagi masyarakat Indonesia. Beberapa manfaat dari olahan gandum yang sering dikonsumsi masyarakat adalah sebagai makanan ringan roti, biskuit, es krim, makaroni, dan kue. Beragamnya produk olahan berupa terigu menyebabkan permintaan gandum meningkat sebanding dengan tingkat konsumsi masyarakat terkait dengan pendapatan dan laju pertambahan penduduk yang selalu meningkat (Adnyana et al. 2006). Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor gandum terbesar kedua di dunia. Berdasarkan laporan United State Department of Agriculture (USDA) Mei 2012, impor gandum Indonesia diprediksi mencapai 7.1 juta ton, dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 6.7 juta ton (Detikfinance 2012). Berdasarkan kondisi tersebut, jika volume impor gandum terus meningkat maka dapat mengurangi devisa negara. Mengatasi hal tersebut, pemerintah telah berupaya membudidayakan tanaman gandum di Indonesia dengan cara introduksi gandum dari negara lain dan pemuliaan tanaman dengan berbagai macam metode. Pengembangan gandum di Indonesia diharapkan dapat mengurangi atau bahkan tanpa impor. Gandum sudah diintroduksi ke Indonesia sejak tahun 1784 dan ditanam dalam areal yang tidak terlalu luas serta dirotasikan dengan tanaman padi atau palawija pada daerah dataran tinggi di Pulau Jawa. Namun kegiatan penelitian baru dirintis sejak tahun 1972 (Van Ginkel dan Villareal 1996). Sampai sekarang proses pengembangan tanaman gandum di Indonesia masih terus dilakukan untuk memperoleh varietas gandum yang toleran di dataran rendah maupun dataran tinggi. Indonesia mempunyai potensi lahan untuk mengembangkan tanaman gandum seluas ha yang tersebar di 15 provinsi. Lahan pengembangan gandum terluas di provinsi Bengkulu seluas hektar dan terkecil di Sumatera Barat seluas 125 hektar, sehingga peluang untuk mengembangkan gandum cukup terbuka (Dirjen Tanaman Pangan 2010).

25 2 Sebagai tanaman subtropik yang dibudidayakan di lingkungan tropik, gandum mengalami kendala terhadap adaptasi lingkungan. Masalah lainnya adalah adanya organisme pengganggu tanaman. Serangan organisme penganggu tanaman (OPT) pada budidaya tanaman gandum tidak boleh diabaikan. Jika serangannya melebihi ambang ekonomi, maka dapat menurunkan tingkat produktivitas tanaman gandum. Pengembangan budidaya gandum yang dilakukan oleh Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, salah satunya mengalami kendala serangan organisme penganggu tanaman. Informasi mengenai organisme pengganggu yang menyerang tanaman gandum hasil pemuliaan dan introduksi belum ada, sehingga penelitian ini perlu dilakukan. Informasi ini dapat digunakan sebagai salah satu dasar pemilihan galur maupun pengelolaan budidaya tanaman gandum agar didapatkan galur tahan dan dapat mengurangi kehilangan hasil produksi. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui organisme penganggu tanaman gandum introduksi dan hasil pemuliaan secara mutasi. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai organisme penggangu tanaman pada tanaman gandum, serta sebagai salah satu dasar pemilihan galur maupun pengelolaan budidaya tanaman gandum.

26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Pengamatan dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu di Desa Leuwimalang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dan di Desa Cilimus, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi patogen dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Februari 2013 sampai Agustus Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman gandum galur Kasifbey (tetua benih dari negara Turki) hasil pemuliaan secara mutasi dan galur SO9 (dari negara Meksiko) sebagai tanaman introduksi. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah kantong plastik berukuran 20 x 30 cm, gunting, mikroskop compound, mikroskop stereo, cawan petri, kaca preparat, dan kamera digital. Metode Penelitian Penentuan Petak Tanaman Contoh dan Tanaman Contoh Pengamatan OPT pada tanaman gandum dilakukan di dua lokasi dengan luas areal masing-masing ± 2000 m². Lokasi lahan di Desa Cisarua dan Cilimus masing-masing berada pada ketinggian 705 m dan 418 m di atas permukaan laut. Pemilihan tanaman contoh berdasarkan dua variabel, yaitu penanaman dengan perlakuan hasil pemuliaan secara mutasi dan uji introduksi. Galur yang digunakan dalam penanaman gandum bervariasi, karena digunakan untuk uji pemuliaan secara mutasi dan uji introduksi tanaman gandum. Pengamatan OPT dilakukan pada dua galur yang berbeda yaitu galur Kasifbey (hasil pemuliaan tanaman secara mutasi) dan galur SO9 (hasil introduksi). Penentuan plot tanaman contoh dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa semua petak tanaman terpilih tersebut berada di tengah lahan gandum, sedangkan galur yang lain petak tanamannya ada yang di tengah dan pinggir. Galur lain yang ditanam di lahan yang merupakan hasil pemuliaan secara mutasi adalah tanaman galur Oasis, Basribey, dan Rabe. Galur lain yang merupakan hasil introduksi yaitu galur Munal, SBR, SBD, Waxming, YMH, H2O, SO3, dan SO8. Selain itu, ditanam juga gandum dengan varietas Selayar, Nias, dan Dewata yang merupakan varietas lokal sebagai tanaman pembanding. Tanaman contoh dengan perlakuan uji mutasi dan introduksi ditanam dengan cara penanaman benih dalam bentuk alur larikan. Masing-masing tanaman contoh terdapat tiga petak ulangan. Ukuran luas per petak adalah 4.5 m x 1.5 m. Masing-masing petakan tanaman contoh terbagi dalam 3 plot pengamatan dengan ukuran luas 1 m x 0.5 m. Jumlah keseluruhan plot pengamatan pada petakan tanaman contoh dengan perlakuan uji mutasi dan uji introduksi masing-masing sebanyak 9 plot.

27 4 Pengamatan Pengamatan OPT dilakukan secara langsung pada tanaman. Pengamatan tersebut dilakukan secara rutin setiap 2 minggu sekali, selama 3 bulan sejak awal penanaman (fase vegetatif) sampai dengan tanaman gandum panen (fase generatif). Tanaman contoh diamati di semua bagian tanaman terhadap serangan OPT. Tanaman yang bergejala dicatat dan dilakukan perhitungan terhadap luas serangan hama dan kejadian penyakit. Selain itu, dicatat gambaran umum lokasi pengamatan dan gejala serangan didokumentasikan. Serangga yang belum teridentifikasi diambil dan dimasukkan ke dalam plastik. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara makroskopis atau mikroskopis di Laboratorium. Setiap jenis serangga diproses dengan cara yang berbeda sebelum diidentifikasi, yaitu ada yang melalui awetan kering, awetan basah (alkohol), dan pembuatan preparat. Serangan patogen diamati pada semua bagian tanaman yang berada di plot pengamatan, lalu contoh tanaman sakit dibawa untuk diidentifikasi di Laboratorium. Identifikasi patogen yang disebabkan oleh cendawan menggunakan kunci identifikasi Barnett dan Hunter (1999). Serangan OPT dihitung berdasarkan jumlah tanaman yang terserang terhadap jumlah tanaman yang diamati, menggunakan rumus berikut: L = Serangan OPT n = jumlah tanaman yang terserang N = jumlah tanaman yang diamati Rancangan Percobaan dan Analisis Data Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terpisah (Spit plot Design) dengan dua faktor (lokasi dan sumber benih) dan tiga ulangan. Data luas serangan hama dan kejadian penyakit yang diperoleh disajikan dalam Microsoft Exel 2010 dan dianalisis dengan menggunakan program Statistical Analytical Science for Windows (SAS versi 9.1) dan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf 5%.

28 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pengamatan Lahan gandum yang diamati adalah lahan bersama dengan peneliti Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Pengamatan bersama ini dilakukan terhadap perkembangan dan pertumbuhan beberapa galur gandum hasil persilangan, introduksi, dan pemuliaan tanaman secara mutasi. Pada Tabel 1 di bawah ini terdapat kondisi umum di kedua lokasi penelitian dan budidayanya. Pada Gambar 1 tertera kondisi lokasi penanaman gandum. Selain itu data curah hujan di kedua lokasi penanaman gandum dari bulan Februari 2013 sampai dengan April 2013 ditampilkan pada Gambar 2. Data curah hujan diperoleh dari kantor Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Balai Besar Wilayah II, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor. Tabel 1 Kondisi lokasi lahan pertanaman gandum serta budidayanya Informasi lahan Lokasi lahan Cisarua Kuningan Luas lahan (m²) Ketinggian lokasi 705 m dpl 418 m dpl Sejarah penanaman sebelum gandum Padi Padi, ubi jalar, dan kacang tanah Komoditas di sekitar Padi, singkong, pisang, Padi, jagung, ubi jalar lahan pinus Jenis tanah Liat Liat berpasir Bentuk lahan Terasiring Datar Kondisi lahan Terawat Terawat Sistem tanam benih Larikan dan tugal Larikan dan tugal Pengendalian gulma Manual (3 kali penyiangan) Manual (3 kali penyiangan) Penggunaan pupuk KCL, Urea, dan SP-36 (2 kali aplikasi) KCL, Urea, dan SP-36 ( 2 kali aplikasi) (a) (b) Gambar 1 Lahan gandum di lokasi penelitian. (a) Lahan gandum di Kuningan, (b) lahan gandum di Cisarua.

29 6 Gambar 2 Curah hujan pada bulan Februari 2013 sampai April 2013 di dua lokasi penanaman gandum Serangga OPT pada Tanaman Gandum Pada lahan tanaman gandum di dua lokasi berbeda, ditemukan beberapa jenis OPT dan dengan luas serangan yang berbeda. Keanekaragaman organisme pengganggu tanaman yang menyerang gandum terjadi pada fase vegetatif dan generatif. Serangga yang ditemukan pada tanaman gandum berdasarkan tipe alat mulut dikelompokkan menjadi dua yaitu serangga penggigit-pengunyah terdiri dari ulat, uret, penggerek batang, dan belalang. Serangga penusuk-penghisap yang menyerang gandum adalah kutu daun dan dua jenis kepik yaitu walang sangit dan kepik hijau. Berbagai jenis serangga yang ditemukan selama penelitian di dua lokasi dan fase tanam yang berbeda terdapat di Tabel 2. Perhitungan luas serangan OPT hanya dilakukan pada serangga belalang, kutu daun, dan ulat. Serangga lain yang ditemukan selama penelitian yaitu penggerek batang, uret, dan dua jenis kepik (walang sangit dan kepik hijau) memiliki populasi dan gejala kerusakan yang rendah sehingga tidak dilakukan perhitungan luas serangan terhadap serangga-serangga tersebut. Tabel 2 Serangga OPT yang ditemukan pada tanaman gandum Serangga Lokasi lahan Fase tanaman Cisarua Kuningan Vegetatif Generatif Oxya sp. 1 Kutudaun 2 Ulat 3 Penggerek batang 4 Uret 5 Leptocorisa oratorius 6 Nezara viridula 7 Keterangan: ( ) dijumpai, (-) tidak dijumpai, 1 (Orthoptera: Acrididae), 2 (Hemiptera: Aphididae), 3 (Lepidoptera), 4 (Belum teridentifikasi), 5 (Coleoptera: Scarabaeidae), 6 (Hemiptera: Alydidae), 7 (Hemiptera: Pentatomidae).

30 Belalang Belalang pada fase nimfa dan imago ditemukan menyerang tanaman gandum. Hasil identifikasi serangga belalang ini adalah spesies Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae). Belalang Oxya sp. merupakan salah satu hama yang cukup penting pada beberapa tanaman pangan. Serangga ini bersifat polifag, diantaranya memiliki inang padi, kapas, kacang-kacangan, jagung, dan gandum (Kalshoven 1981). Spesies Oxya sp. juga tercatat sebagai salah satu hama yang menyerang tanaman padi dan gandum di lingkungan lahan basah serta wilayah sebarannya terjadi di kawasan Asia (Litsinger dan Barrion 1988). Menurut Handoko (2007) serangga Oxya sp. menjadi salah satu hama pada tanaman gandum yang menyerang bagian daun dan ditemukan di wilayah Jawa Barat, yaitu di Bogor pada ketinggian 300 m dpl dan Jawa Timur di kota Mojosari pada ketinggian 28 m dpl, di Malang pada ketinggian 450 m dpl, dan Nongkojajar pada ketinggian 900 m dpl. Pada saat penelitian ini, spesies Oxya sp. ditemukan di dua lokasi penanaman gandum dan menyerang tanaman gandum introduksi maupun hasil pemuliaan. Spesies Oxya sp. ditemukan menyerang tanaman gandum pada bagian daun dan bulir (Gambar 4). Gejala pada daun terlihat kerusakan bekas gerigitan di bagian pinggir atau tengah daun. Kerusakan lebih lanjut dapat menyebabkan berkurangnya nutrisi hasil proses fotosintesis tanaman. Serangan Oxya sp. pada bulir menyebabkan bulir berlubang, sehingga dapat menurunkan hasil produksi dari segi kualitas maupun kuantitas. Selama pengamatan di lapangan, selain belalang jenis Oxya sp. juga terdapat belalang dari spesies lain menyerang tanaman gandum. Namun, Oxya sp. lebih dominan ditemukan dan menyerang tanaman gandum. Meskipun spesies Oxya sp. keberadaannya lebih dominan dari jenis belalang lain, tapi pada saat pengamatan gejala kerusakan tanaman akibat Oxya sp. tidak dibedakan dari jenis belalang lain dan hasil perhitungan luas serangannya disajikan pada Gambar 3. 7 Gambar 3 Persentase luas serangan belalang pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K)

31 8 Berdasarkan Gambar 3, terdapat perbedaan luas serangan belalang di dua lokasi penanaman gandum. Luas serangan serangga belalang di lahan gandum Kuningan mengalami kenaikan yang tinggi, persentase serangan ini berlaku terhadap kedua galur gandum yang diamati. Pada pengamatan ketiga serangan belalang di Kuningan sudah mencapai di atas 80% dengan bagian yang diserang adalah daun dan bulir. Pengamatan keempat dan kelima juga mengalami kenaikan tingkat serangan serangga belalang. Berbeda kondisi serangan yang terjadi di lahan gandum Cisarua, serangan belalang mulai terlihat pada pengamatan kelima. Luas serangannya masih di bawah 50%. Spesies Oxya sp. memiliki daya adaptasi yang baik di dataran rendah yang biasanya dijumpai pada pertanaman padi, tapi dapat pula beradaptasi di dataran tinggi (Kalshoven 1981). Banyaknya serangan belalang di lahan gandum Kuningan disebabkan populasi serangga yang sangat tinggi. Hal ini diketahui bahwa di pertanaman sekitar tanaman gandum terdapat tanaman lain, salah satunya padi dan jagung yang juga merupakan inang dari serangga belalang. Kedua tanaman tersebut juga terdapat serangan belalang yang cukup banyak, dengan spesies Oxya sp. yang merupakan spesies yang banyak ditemukan di lapangan. Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik, bahwa serangan belalang di kedua lokasi penanaman gandum menunjukkan perbedaan yang nyata dengan nilai P sebesar Rata-rata persentase luas serangan belalang tertinggi terjadi di lokasi Kuningan mencapai 69.45% dibandingkan penanaman gandum di lokasi Cisarua yang hanya 6.36%. Berbeda halnya dengan serangan belalang terhadap dua sumber benih gandum yang ditanam, hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dengan nilai P sebesar Persentase rata-rata luas serangannya sebesar 39.49% (galur introduksi) dan 36.33% (galur pemuliaan tanaman). Perbandingan persentase rata-rata luas serangan belalang terhadap perbedaan lokasi dan sumber benih dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. (a) (b) (c) Gambar 4 Belalang Oxya sp. pada tanaman gandum. (a) Gejala kerusakan pada daun, (b) imago jantan dan betina, (c) gejala kerusakan pada malai.

32 Kutudaun Pada saat pengamatan di lapangan, ditemukan fase nimfa dan imago dari kutudaun yang menyerang tanaman gandum. Serangga ini memiliki tipe alat mulut menusuk-menghisap. Kutudaun termasuk dalam Ordo Hemiptera dan famili Aphididae. Berdasarkan hasil identifikasi, ditemukan 5 spesies kutudaun yaitu Hysteroneura setariae, Sitobion avenae, Sitobion fragareae, Sitobion miscanthi, dan Oedisiphum compositarum. Spesies S. avenae lebih banyak ditemukan di lahan pertanaman gandum Cisarua. Lahan pertanaman gandum di Kuningan hanya ditemukan satu jenis spesies yaitu Oedisiphum compositarum (Suryadi 2013). Beberapa spesies kutudaun yang ditemukan di lokasi penelitian juga tercatat menjadi hama yang menyerang tanaman padi dan gandum. Spesies Hysteroneura setariae, lebih cocok hidup di lahan kering dengan wilayah sebarannya pernah ditemukan di kawasan Asia. Spesies Sitobion avenae lebih banyak menyerang tanaman gandum dan padi yang ditanam di lahan basah, hama ini pernah ditemukan di kawasan Asia (Litsinger dan Barrion 1988). Berbeda hal nya hasil penelitian dari Handoko (2007), menyebutkan bahwa hama kutudaun dengan spesies Rhopalosiphum padi pernah ditemukan menyerang tanaman gandum di wilayah Jawa Barat [Bogor (300 m dpl)] dan Jawa Timur di tiga kota, yaitu Mojosari pada ketinggian 28 m dpl, Nongkojajar pada ketinggian 900 m dpl, dan Cangar pada ketinggian 1650 m dpl. Selain itu, hama kutudaun juga menyerang tanaman gandum di desa Wates, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang (Murtiyono 2012), namun dalam penelitiannya tidak disebutkan nama spesies dari kutudaun. Kutudaun menyerang bagian tanaman gandum yaitu daun, batang, dan bulir (Gambar 6). Serangannya terjadi pada fase vegetatif dan generatif. Kutu daun menyerang daun dan batang ketika tanaman masih muda, sedangkan bulir gandum diserang ketika bulir-bulir gandum masih dalam proses pengisian. Daun yang terserang menunjukkan gejala berwarna kuning, menggulung, dan cepat kering. Gejala pada batang terlihat kering akibat pengambilan nutrisi oleh kutudaun, sedangkan bulir yang terserang terlihat hampa, kering, mengkerut. Serangan ini dapat menurunkan hasil produksi baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Pada Gambar 6 tertera berbagai jenis kutudaun yang menyerang bagian daun, batang, dan malai gandum. 9 Gambar 5 Persentase luas serangan kutudaun pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K)

33 10 Pada saat pengamatan di lapangan, ditemukan adanya asosiasi antara kutudaun dengan semut. Menurut Litsinger dan Barrion (1988) semut dapat berperan sebagai pelindung kutudaun dari serangan musuh alami, semut juga memperoleh embun madu yang dikeluarkan dari tubuh kutudaun. Salah satu musuh alami dari kutudaun yang ditemukan di lapangan adalah serangga predator dari famili Coccinellidae. Fase larva dari famili tersebut ditemukan sedang menyerang kutudaun. Serangan kutudaun banyak terjadi di lahan pertanaman gandum Cisarua (Gambar 5). Serangan kutudaun di lahan gandum Kuningan sangat sedikit dan hanya ditemukan di petak penanaman galur gandum hasil pemuliaan. Luas serangan hama kutudaun di lokasi penanaman gandum Cisarua mulai telihat pada pengamatan kedua yang terjadi pada fase vegetatif. Bagian tanaman yang diserang adalah daun. Pada fase generatif (pengamatan ketiga sampai kelima) bagian tanaman yang diserang oleh kutudaun adalah batang dan bulir. Luas serangan kutudaun terus meningkat di lokasi Cisarua, terjadi pada sumber benih hasil introduksi. Berbeda luas serangan yang terjadi pada penanaman benih hasil pemuliaan, luas serangannya mengalami penurunan pada pengamatan keempat dan kelima. Hal ini terjadi kemungkinan dikarenakan kondisi tanaman pada fase vegetatif sudah banyak diserang oleh kutudaun, sehingga memasuki fase generatif menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan serangga kutudaun pindah ke tanaman gandum yang memiliki kandungan nutrisi lebih banyak. Selain itu, pada pengamatan keempat dan kelima kondisi daun sudah mulai mengering dan bercampur dengan gejala akibat serangan penyakit, sehingga sulit untuk mengetahui gejala kerusakan daun yang disebabkan oleh kutudaun. Populasi kutudaun di lahan gandum Kuningan tidak banyak, hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh curah hujan yang tinggi (Gambar 2) dan di sekitar pertanaman gandum terdapat banyak tanaman padi dan jagung yang merupakan salah satu inang dari kutudaun. Pengaruh curah hujan terhadap kehidupan serangga memiliki arti penting. Hujan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan keaktifan serangga, salah satunya adalah pengaruh terhadap kutudaun yang menyerang tanaman gandum. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan individu-individu berjatuhan dan mati sehingga mengurangi populasi dalam jumlah yang cukup berarti. Selain itu kondisi perbedaan ketinggian lokasi dapat berpengaruh terhadap perkembangan dari kutudaun. Menurut Nasution (2002) menyatakan bahwa analisis rataan suhu udara harian menunjukkan semakin rendah suhu sebagai akibat letak yang lebih tinggi dari permukaan laut mengakibatkan laju perkembangan spesies R. padi yang lebih lambat dengan padat populasi yang lebih tinggi, sebaliknya semakin tinggi suhu maka perkembangan R. padi akan semakin cepat dengan kepadatan populasi yang lebih rendah. Faktor pertanaman di sekitar lahan gandum mungkin dapat mempengaruhi tingkat serangan dan populasi serangga ini pada tanaman gandum sebagai sumber infestasi. Salah satunya adalah tanaman jagung dan padi yang ditanam di sekitar tanaman gandum, kemungkinan dapat mempengaruhi jumlah kutudaun yang menyerang ke tanaman gandum. Sesuai kondisi di lapangan, kedua tanaman yang berbeda ini ditanam dalam waktu yang hampir bersamaan, sehingga faktor ketersediaan makanan bagi kutudaun sangat melimpah.

34 11 a b (a) (b) (c) (d) Gambar 6 Kutudaun pada gandum. (a) Kutudaun berkoloni pada batang,(b dan c) kutudaun menyerang malai, (d) gejala pada daun akibat serangan kutudaun. Meskipun dari Gambar 5 terlihat perbedaan serangan kutudaun yang mencolok di kedua lokasi, ternyata setelah dilakukan uji stastistik didapatkan hasil dari serangan kutudaun tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap lokasi yang berbeda maupun sumber benih gandum yang diamati. Nilai P dari uji ANOVA yang diperoleh secara berturut-turut adalah dan Nilai perbandingan persentase luas serangan kutudaun terhadap lokasi dan sumber benih gandum yang berbeda secara berturu-turut adalah 27.14% (Cisarua) dan 0.08% (Kuningan); serta 13.05% (galur introduksi) dan 14.17% (galur pemuliaan tanaman) (Lampiran 1 dan 2). Ulat Ulat termasuk dalam ordo Lepidoptera. Tipe alat mulutnya adalah menggigit mengunyah. Fase larva atau sering disebut dengan ulat ditemukan memakan di beberapa bagian tanaman gandum. Ulat yang menyerang tanaman gandum di dua lokasi pengamatan ditemukan lebih dari satu jenis. Menurut Suryadi (2013) berdasarkan hasil identifikasinya pada pengamatan gandum di dua lokasi yaitu Cisarua dan Kuningan ditemukan 8 spesies ulat pada tanaman gandum, diantaranya adalah Mythimna unipuncta (Famili Noctuidae), Creatonotos transiens (Famili Arctiidae), Cnaphaclorocis medinalis (Famili Crambidae), Paralecta sp. (Famili Xylorictidae), Parnara bada (Famili Hesperiidae),

35 12 Orthiostola sp. (Famili Yponomeutidae), Spodoptera litura (Famili Noctuidae), dan Potanthus sp. (Famili Hesperiidae). Serangga jenis ulat pada gandum di lokasi Kuningan hanya ditemukan ulat dengan spesies Spodoptera litura dan Mythimna unipuncta. Selain serangga ulat yang telah disebutkan sebelumnya, masih terdapat beberapa jenis ulat yang ditemukan menyerang tanaman gandum. Jenis-jenis ulat tersebut hanya dapat diidentifikasi sampai tingkat famili, hal ini dikarenakan selama pemeliharaan ulat tersebut tidak dapat berkembang sampai imago. Ulat yang ditemukan berasal dari famili Geometridae, Lymantriidae, Lasiocampidae, Noctuidae, Crambidae, Arctiidae, dan Nymphalidae. Ulat dari famili Geometridae tidak dapat berkembang sampai imago dikarenakan terserang oleh parasitoid yaitu spesies Tricolobus sp. dan Diphyus sp. (Famili Ichneumonidae: Ordo Hymenoptera). Beberapa jenis ulat yang telah ditemukan, ada dua spesies yang juga menyerang tanaman padi. Menurut Litsinger dan Barrion (1988) spesies Mythimna unipuncta (Famili Noctuidae) dan Spodoptera litura (Famili Noctuidae) ditemukan pernah menyerang tanaman padi dan gandum. Menurut Murtiyono (2012) ulat dari famili Arctidae, Geometridae, dan Noctuidae pernah ditemukan menyerang tanaman gandum di daerah Semarang. Berdasarkan hasil pengamatan di lahan gandum, serangga ini menyebabkan kerusakan di daun, dan bulir gandum. Kerusakan pada daun oleh serangga ulat mulai terjadi sejak tanaman masih muda atau fase vegetatif sampai generatif. Daun yang terserang terlihat menggulung, window panning, dan menyebabkan daun berlubang bekas gerigitan ulat. Pada fase generatif, ulat juga menyebabkan kerusakan pada bagian bulir. Gejalanya berupa gerigitan pada bulir. Serangan lebih banyak terjadi ketika bulir-bulir masih dalam proses pengisian. Kerusakan lebih lanjut, bulir yang terserang terlihat tidak utuh bahkan menjadi hampa (Gambar 7). Sama halnya dengan belalang, untuk perhitungan luas serangan ulat tidak memperhatikan jenis ulat tertentu.

36 13 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) Gambar 7 Ulat pada gandum. (a) Gejala window panning pada daun, (b) daun berlubang akibat gerigitan ulat, (c) ulat memakan bulir gandum, (d) gejala bulir berlubang, (e) Spodoptera litura, (f) Mythimna unipuncta, (g) Potanthus sp, (h) Parnara bada.

37 14 Gambar 8 Persentase luas serangan ulat pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K) Pada Gambar 8 terdapat grafik luas serangan ulat secara umum di dua lokasi penanaman gandum dan sumber benih yang berbeda. Serangan tersebut lebih banyak terjadi di lahan gandum Cisarua dibandingkan di Kuningan. Luas serangan di Cisarua mulai terlihat pada pengamatan kedua dan mengalami kenaikan pada pengamatan ketiga. Pada pengamatan keempat dan kelima terlihat serangan ulat di gandum hasil introduksi mengalami peningkatan mencapai sekitar 40%. Kondisi serangan yang berbeda terjadi pada tanaman gandum hasil pemuliaan yang ditanam di Cisarua, terlihat pada pengamatan keempat mengalami penurunan luas serangan. Hal ini dikarenakan pada petak ulangan ketiga banyak tanaman yang daunnya mulai kering sehingga tidak diketahui daun yang bergejala akibat serangan ulat. Selain itu di petakan tersebut kondisi tanaman belum banyak muncul malai gandum. Penanaman lahan gandum di Kuningan tidak banyak terserang oleh ulat. Luas serangan tertinggi mencapai sekitar 12% pada pengamatan keempat di lahan petakan gandum hasil introduksi. Pada lahan petakan gandum hasil pemuliaan tidak menunjukkan adanya serangan ulat. Rendahnya serangan ulat yang terjadi di lahan gandum Kuningan kemungkinan dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan pertanaman di sekitar gandum. Kondisi pertanaman di sekitar lahan gandum Kuningan lebih banyak terdapat tanaman padi, kemungkinan serangga dari ordo Lepidoptera lebih menyukai inang dari tanaman padi dibandingkan tanaman gandum. Dilihat dari sumber benih yang diamati, terlihat kedua galur yang ditanam di lokasi lahan gandum Cisarua lebih banyak terserang ulat dibandingkan kedua galur gandum yang di tanam di lokasi Kuningan. Berdasarkan hasil uji statistik (Lampiran 1 dan 2), diketahui bahwa serangan ulat di dua lokasi penanaman gandum menunjukkan perbedaan yang nyata dengan nilai P sebesar , sedangkan nilai rata-rata luas serangan ulat sebesar 26.52% dan 3.02% untuk lokasi Cisarua dan Kuningan. Pengaruh serangan ulat terhadap dua sumber benih gandum yang diamati menunjukkan tidak berbeda nyata dengan nila P Nilai persentase rata-rata luas serangannya sebesar 13.85% (galur introduksi) dan 15.69% (galur pemuliaan tanaman).

38 Gejala oleh Penggerek Batang Serangga penggerek batang pada gandum belum dapat diidentifikasi. Hal ini dikarenakan pada saat pengamatan belum dapat menemukan serangga penyebab gejala gerekan pada gandum tersebut. Gejala dari serangan serangga ini berupa gerigitan pada batang yaitu tepat di atas ruas batang. Kerusakan lebih lanjut menyebabkan batang dan seluruh malai menjadi kering dan hampa karena nutrisi dari akar menuju batang terputus. Meskipun batang gandum sudah terserang oleh serangga ini, tapi tanaman masih tetap berdiri tegak. Serangan penggerek batang ini terjadi di dua lokasi pengamatan dan ditemukan pada masing-masing perlakuan penanaman benih gandum. Namun belum dapat dilakukan perhitungan luas serangannya. Hal ini dikarenakan sulit membedakan antara gejala akibat serangan hama penggerek batang dengan tanaman yang sudah menjelang tua, sedangkan gejala berupa batang yang berlubang mulai terlihat ketika tanaman sudah menjelang panen. Batang yang berlubang diduga proses tempat keluarnya serangga dari tanaman bergejala untuk pindah ke tanaman gandum yang lain. Selama pengamatan dilakukan pembedahan terhadap batang akibat serangan serangga penggerek. Hal ini dilakukan untuk menemukan adanya pupa penggerek tersebut, namun setelah dilakukan pembedahan ternyata belum dapat menemukan pupa tersebut. Gejala serangan oleh serangga penggerek batang dapat dilihat pada Gambar (a) (b) (c) (d) Gambar 9 Penggerek batang pada gandum. (a) Malai kering akibat penggerek batang, (b) lubang gerekan pada batang, (c dan d) batang gandum akibat serangan penggerek batang.

39 16 Uret Uret yang menyerang tanaman gandum termasuk dalam Ordo Coleoptera dan Famili Scarabaeidae. Fase larva dari serangga ini ditemukan menyerang tanaman gandum. Serangga ini memiliki tipe alat mulut menggigit-mengunyah. Larva dari famili Scarabaeidae memiliki bentuk tubuh menyerupai huruf C, berwarna putih dengan kepala berwarna coklat (Gambar 10 (c)). Uret belum dapat teridentifikasi sampai genus maupun spesies. Hal ini dikarenakan serangga yang ditemukan di lapangan hanya berupa larva atau uret sebagai hama, kemudian dalam pemeliharaan sampai imago tidak berhasil. Identifikasi dapat dilakukan melalui larva dengan cara melakukan pengamatan secara langsung pada bagian ujung abdomennya atau dengan memotong ujung abdomen kemudian dibuat preparat slide. Spesimen yang ditemukan di lapangan hanya 1 larva dengan kondisi yang tidak baik, sehingga belum dapat diidentifikasi lebih lanjut. Pada saat pengamatan diduga uret menyerang tanaman gandum pada bagian akar. Hama tersebut menyerang dengan cara menggigit-mengunyah. Akar yang diserang mengalami kerusakan bahkan sampai habis, sehingga tanaman akan mudah dicabut bahkan rebah secara alami. Dampak lain yang lebih berat adalah proses pengangkutan nutrisi dari akar ke bagian tanaman akan terhambat sehingga tanaman menjadi kering dan proses pengisian pada malai gandum tidak maksimal bahkan bulir menjadi hampa. Gejala yang disebabkan oleh uret dapat dilihat pada Gambar 10. Menurut Litsinger dan Barrion (1988) bahwa uret tercatat menjadi salah satu serangga yang menyerang tanaman gandum dan padi. Larva uret lebih menyukai sistem akar berserat di habitat lahan kering. Larva uret dengan ukuran yang besar dapat mengkonsumsi sistem akar seluruh tanaman yang masih muda. Gejala kerusakan oleh uret dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bahkan tanaman menjadi mati. Selain itu, dilaporkan juga bahwa ditemukan lima spesies yang berbeda dari hama uret yang menjadi hama tanaman gandum dan padi. Spesies Phyllophaga sp. ditemukan di Amerika Latin. Spesies Holotrichia consanguinea menyebabkan kerugian hasil yang tinggi pada tanaman gandum dan padi di negara India. Empat spesies lain yaitu Holotrichia spp., Anomala sp., Adoretus sp., Autoserica sp., dan Leucopholis irrorata pernah menyerang tanaman gandum dan padi di negara Filipina. Larva uret hanya ditemukan di lokasi lahan gandum Cisarua, sedangkan di lahan gandum Kuningan tidak ditemukan adanya larva tersebut. Namun, selama pengamatan di lahan gandum Kuningan ditemukan adanya gejala seperti dugaan serangan uret yang terjadi di lahan gandum Cisarua. Larva uret belum dapat dilakukan perhitungan luas serangan hama. Hal ini dikarenakan uret diduga merusak tanaman pada bagian akar yang berada di dalam tanah, sehingga sulit untuk diamati. Selain itu, gejalanya baru mulai telihat ketika tanaman sudah menjelang masa panen berupa rebah tanaman.

40 17 (a) (b) (c) Gambar 10 Uret pada gandum. (a) Tanaman rebah akibat serangan uret, (b) akar tanaman termakan oleh uret, (c) uret yang masih hidup ditemukan di dalam tanah. Walang Sangit Walang sangit dengan spesies Leptocorisa oratorius (Ordo: Hemiptera dan Famili: Alydidae) adalah salah satu serangga yang menyerang tanaman gandum. Selama pengamatan fase nimfa dan imago dari spesies ini ditemukan menyerang tanaman gandum. Menurut Litsinger dan Barrion (1988) Spesies Leptocorisa oratorius tercatat menjadi salah satu hama tanaman yang menyerang gandum dan padi, tetapi serangga ini jarang ditemukan di tanaman gandum. Hama walang sangit lebih menyukai habitat di lahan basah dan tercatat pernah menjadi hama pada tanaman gandum dan padi di kawasan Asia, salah satunya adalah Indonesia. Handoko (2007) menyebutkan salah satu hama pada tanaman gandum adalah walang sangit yang menyerang bulir gandum, dilaporkan pernah menyerang tanaman gandum di daerah Bogor pada ketinggian 300 m dpl. L. oratorius ditemukan di dua lokasi pengamatan dan menyerang pada fase generatif. Bagian yang diserang adalah bulir dengan cara menusuk-menghisap. Gejala yang terjadi menyebabkan bulir hampa. Walang sangit pada saat pengamatan ditemukan dengan gejala kerusakan rendah, sehingga tidak dilakukan perhitungan luas serangan hama. Pada Gambar 11 tertera walang sangit fase nimfa dan imago yang menyerang bulir gandum dan gejala yang diakibatkan oleh serangga tersebut.

41 18 (a) (b) (c) Gambar 11 Walang sangit pada gandum. (a dan b) Imago dan nimfa walang sangit pada malai gandum, (c) gejala tusukan oleh walang sangit pada bulir gandum. Kepik Hijau Kepik hijau termasuk dalam (Ordo Hemiptera: Famili Pentatomidae) dengan nama spesies yaitu Nezara viridula, ditemukan menyerang tanaman gandum bagian bulir. Serangga ini menyerang dengan cara menusukkan stilet ke bulir kemudian menghisap cairan. Kerusakan yang terjadi bulir akan mengkerut, berwarna coklat, dan hampa. Pada saat pengamatan fase nimfa dan imago ditemukan menyerang tanaman gandum (Gambar 12). Spesies N. viridula mulai menyerang tanaman ketika fase generatif. Serangga ini ditemukan di dua lokasi pengamatan gandum dan menyerang di gandum galur Kasifbey dan SO9. Sama halnya dengan walang sangit, gejala kerusakan akibat spesies N. viridula sangat rendah, sehingga tidak dilakukan perhitungan luas serangan hama. Menurut Litsinger dan Barrion (1988) selain sebagai hama pada tanaman gandum, N. viridula juga tercatat sebagai hama pada tanaman padi. Serangga ini lebih banyak ditemukan di tanaman padi dan gandum di lahan kering dan basah. Kepik hijau berperan sebagai hama kosmopolitan.

42 19 (a) (b) (c) (d) Gambar 12 Kepik hijau pada gandum. (a dan b) Imago jantan dan betina pada malai gandum, (c) nimfa pada malai, (d) gejala tusukan kepik hijau pada bulir gandum. Pembahasan Umum Serangga Pengganggu pada Tanaman Gandum Serangga yang ditemukan menyerang tanaman gandum pada saat pengamatan, ternyata secara dominan serangga-serangga tersebut juga tercatat ditemukan menyebabkan kerusakan pada tanaman padi. Kedua tanaman ini termasuk dalam Famili Graminae. Serangga yang dimaksud adalah Spesies Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae), kutudaun (Hemiptera: Aphididae) dan ulat (Lepidoptera) dengan beberapa jenis spesies, uret (Coleoptera: Scarabaeidae), walang sangit (Hemiptera: Alydidae), dan kepik hijau (Hemiptera: Pentatomidae). Menurut Litsinger dan Barrion (1988) menyatakan bahwa tercatat hampir 200 jenis serangga yang bersifat hama ditemukan menyerang tanaman padi dan gandum yang tersebar di seluruh dunia, sifat serangga ada yang menjadi hama benih, hama di lapangan, maupun hama pascapanen. Berdasarkan nilai luas serangan hama yang diperoleh pada saat pengamatan, terdapat dua jenis hama dominan pada tanaman gandum. Hama tersebut adalah ulat dari Ordo Lepidoptera dan belalang. Kedua jenis serangga ini menyerang tanaman gandum mulai fase vegetatif sampai generatif. Meskipun kedua serangga ini ditemukan menyerang tanaman gandum di lokasi penanaman, tapi tidak semuanya menjadi dominan di kedua lokasi tersebut. Ulat menjadi dominan di lokasi lahan gandum Cisarua dengan luas serangan mencapai sekitar 60%,

43 20 sedangkan belalang menjadi hama dominan di lokasi lahan gandum Kuningan dengan luas serangannya mencapat 100%. Dari segi luas serangan secara keseluruhan, ternyata penanaman gandum di Cisarua lebih banyak terserang serangga pengganggu tanaman dibandingkan di Kuningan. Hal ini mungkin dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, lokasi disekitar pertanaman, dan ekologi dari serangga. Kondisi lingkungan seperti curah hujan yang tinggi terjadi di daerah Kuningan, sehingga dapat mempengaruhi atau menghambat ruang gerak beberapa jenis serangga. Penyakit yang Ditemukan pada Tanaman Gandum Penyakit yang ditemukan pada kedua lahan pengamatan di Kecamatan Cisarua dan Kuningan disebabkan oleh kelompok cendawan. Jenis penyakit yang ditemukan pada tanaman gandum fase generatif lebih banyak dibandingkan fase vegetatif. Berbagai jenis penyakit yang ditemukan selama penelitian di dua lokasi dan fase tanam yang berbeda terdapat pada Tabel 3. Tabel 3 Penyakit yang ditemukan pada tanaman gandum Penyakit Lokasi Fase tanaman Cisarua Kuningan Vegetatif Generatif Hawar daun Helminthosporium a Hawar malai Helminthosporium a Hawar malai Fusarium b Hawar malai Phoma c Malai Curvularia d Malai Alternaria e Keterangan: ( ) dijumpai, ( ) tidak dijumpai, a (cendawan Helminthosporium sp.), b (cendawan Fusarium sp.), c (cendawan Phoma sp.), d (cendawan Curvularia sp.), e (cendawan Alternaria sp.). Hawar Helminthosporium Penyakit hawar Helminthosporium disebabkan oleh cendawan Helminthosporium sp. Menurut Acharya et. al (2011) gejala seperti ini disebut dengan penyakit bercak spot yang disebabkan oleh Bipolaris sorokiniana (Sacc.) Shoem., Drechslera sorokiniana (Sacc.) Subram dan Jain, dan (syn. Helminthosporium, teleomorph Cochliobolus sativus) telah muncul sebagai masalah serius bagi budidaya gandum di daerah hangat dan lembab. Daerah penyebarannya dilaporkan salah satunya di Indonesia. Menurut Handoko (2007) penyakit ini pernah menyerang tanaman gandum di Indonesia, tepatnya di Jawa Barat, yaitu Bogor pada ketinggian 300 m dpl dan Jawa Timur di kota Mojosari pada ketinggian 28 m dpl dan di Malang pada ketinggian 450 m dpl. Pada penelitian ini, patogen ditemukan di dua lokasi pengamatan dan menyerang tanaman gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman. Patogen ini menyerang daun dan malai gandum. Daun yang terserang menunjukan gejala berwarna coklat yang meluas tidak beraturan dengan bagian tepi berwarna kekuningan. Serangan lanjut, daun menjadi kering dan rapuh. Menurut Nagarajan dan Kumar (1998) penyakit hawar daun Helminthosporium mampu menyebabkan kerusakan dari tahap daun primer, meskipun tanaman

44 21 Gambar 13 Persentase kejadian penyakit hawar Helminthosporium pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K) gandum cenderung lebih rentan ketika sudah berbunga. Gejala diawali dengan bercak kecil pada daun, gejala lanjut bercak semakin melebar dan daun akan kering prematur. Akibatnya dapat mengurangi daerah fotosintesis tanaman. Gejala pada malai gandum yang terserang terlihat seperti gosong berwarna hitam pekat, karena adanya kondiofor dan konidium cendawan. Akibatnya biji menjadi rusak dan berkerut. Cendawan ini mempunyai konidiofor 5-7 sel dan membentuk struktur seperti lutut sebagai tempat melekatnya konidia. Konidia memiliki ukuran yang panjang dan sedikit bengkok, berdinding tebal dengan 8-10 sekat yang tebal. Konidia dapat disebarkan oleh angin (Semangun, 1993). Secara umum perkembangan penyakit hawar Helminthosporium di dua lokasi sangat tinggi. Namun, perkembangan penyakit di Kuningan lebih tinggi dibandingkan Cisarua pada gandum introduksi (Gambar 13), sedangkan pada gandum hasil pemuliaan serangan patogen lebih tinggi di lokasi Kuningan, sampai pada pengamatan keempat. Pengamatan kelima nilai kejadian penyakit relatif sama di kedua lokasi. Nilai kejadian penyakit pada pengamatan pertama sampai ketiga di lokasi Kuningan mengalami kenaikan yang tinggi dibandingkan lokasi Cisarua. Pada rentang waktu tersebut, lahan gandum di Kuningan tergenang oleh air yang meningkatkan kelembaban lingkungan sehingga patogen mudah berkembang. Patogen ini lebih banyak menyerang gandum hasil pemuliaan di daerah Cisarua, sedangkan di Kuningan lebih tinggi pada gandum introduksi. Gandum introduksi yang di tanam di ketinggian 705 m dpl ternyata belum bisa toleran terhadap penyakit hawar Helminthosporium. Hasil uji statistik (Lampiran 1 dan 2), menunjukkan bahwa serangan cendawan Helminthosporium sp. terdapat perbedaan yang nyata terhadap kedua lokasi penanaman gandum dengan nilai P dan diperoleh persentase nilai rata-rata kejadian penyakit sebesar 45.68% dan 69.26% untuk lokasi Cisarua dan Kuningan. Berbeda halnya serangan patogen ini terhadap sumber benih yang digunakan menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dengan nilai P Persentase nilai rata-rata kejadian penyakit tersebut sebesar 60.91% (galur introduksi) dan 54.04% (galur pemuliaan tanaman).

45 22 (a) (b) Gambar 14 (c) (d) Penyakit hawar Helminthosporium. (a dan b) Hawar pada daun berwarna coklat di tengah dengan kekuningan di tepi, (c) gejala hawar pada malai (kumpulan konidia berwarna hitam) (perbesaran 3x), (d) konidia cendawan di bawah mikroskop, bersekat hingga 10 (perbesaran 40x10). Hawar Malai Fusarium Patogen ini disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. Serangannya banyak menimbulkan kerugian di negara-negara penanam gandum dan dikenal sebagai Fusarium head blight (Hawar bulir Fusarium) (Semangun 1993). Patogen ditemukan di dua lokasi pengamatan dan menyerang tanaman gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman. Menurut Handoko (2007) Penyakit ini pernah menyerang tanaman gandum di Indonesia, tepatnya di Mojosari, Bogor, Malang, Nongkojajar, dan Cangar. Patogen banyak ditemukan di bagian malai gandum, tetapi pada bagian batang juga ditemukan adanya cendawan Fusarium sp. yang berwarna orange. Pada malai gandum sakit terdapat miselium yang berwarna putih, namun gejala paling khas adalah gejala serangan yang berwarna jingga yang terlihat seperti menyala ketika siang hari (Gambar 16a). Menjelang panen, patogen mengalami perkembangan stadium sempurna. Patogen membentuk peritesium yang terlihat seperti bintik-bintik hitam. Gejala lanjut di lapangan akan sulit dibedakan antara serangan hawar malai Fusarium dengan Helminthosporium. Kedua penyakit tersebut dapat dibedakan pada pengamatan di bawah mikroskop.

46 23 Gambar 15 Persentase kejadian penyakit hawar malai Fusarium pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K) Menurut Wegulo et. al (2008) hawar malai Fusarium disebabkan oleh cendawan Fusarium graminearum (fase seksual: Gibberella zeae). Cendawan terdiri atas 2 jenis konidia, yaitu makrokonidia dan mikrokonidia. Makrokonidia mempunyai sekat 3-5 bentuknya mirip bulan sabit, dan mikrokonidia membentuk rantai atau berkumpul seperti kepala, biasanya tidak bersekat. Pada stadium sempurna cendawan membetuk peritesium berwarna gelap. Peritesium berisi askus bulat panjang, berisi 8 askospora dengan ujung menyempit dan biasanya mempunyai sekat 1-3 (Semangun 1993). Penyakit Fusarium sp. mulai terlihat pada pengamatan kelima. Kondisi tanaman sudah masuk pada fase generatif (Gambar 15). Tingkat serangan patogen ini cukup tinggi. Didukung oleh kondisi cuaca seperti curah hujan yang tinggi, dan angin yang kencang dapat mempercepat penyebaran konidia atau askospora patogen. Dilihat dari serangan penyakit Fusarium, kejadian penyakitnya lebih banyak terjadi di Cisarua daripada Kuningan, meskipun perbedaannya tidak besar. Semakin tinggi lokasi maka suhu semakin rendah. Kondisi ini menguntungkan bagi pertumbuhan patogen. Dilihat dari serangannya terhadap galur gandum, ternyata gandum hasil pemuliaan lebih banyak terserang oleh patogen ini. Hal ini menandakan bahwa gandum hasil pemuliaan tanaman lebih rentan daripada gandum hasil introduksi terhadap serangan penyakit hawar malai Fusarium. Serangan hawar malai Fusarium terhadap perbedaan lokasi penanaman gandum dan perbedaan sumber benih gandum yang diamati ternyata tidak menunjukkan perbedaan yang nyata melalui analisis statistik dengan nilai P secara berturut-turut sebesar dan Persentase nilai rata-rata kejadian penyakit tersebut secara berturut-turut adalah 10.23% dan 8.21% untuk lokasi Cisarua dan Kuningan; serta 6.71% (galur intrduksi) dan 11.74% (galur pemuliaan tanaman) (Lampiran 1 dan 2).

47 24 (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 16 Penyakit hawar malai Fusarium. (a) Gejala hawar pada malai, berwarna jingga pada bulir gandum, (b) bulir gandum terdapat bintik-bintik hitam (perbesaran 3.5x), (c) peritesium berwarna hitam, merupakan stadium sempurna dari cendawan (Perbesaran 40x10), (d) bentuk gejala lain dari hawar malai Fusarium, (e) miselium pada bulir gandum (perbesaran 3.5x), (f) miselium cendawan Fusarium sp. dengan makrokonidia yang panjang dan langsing (Perbesaran 40x10). Hawar Malai Phoma Bulir gandum yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala hawar pada bagian tengah berwarna jerami dengan tepian berwarna coklat. Bila diamati lebih dekat terlihat bintik-bintik hitam yang merupakan piknidia cendawan. Pada gejala lanjut, bintik-bintik hitam terlihat semakin jelas disertai dengan adanya seta pada piknidia tersebut. Berdasarkan gejala yang ditemukan di lapangan dan pengamatan mikroskopis, patogen ini diduga adalah kelompok Phoma sp. Pada Gambar 17 terdapat gejala dan mikroskopis dari penyakit Hawar malai Phoma. Bintik-bintik hitam tersebut jika diamati di bawah mikroskop akan terlihat bagian ostiol yang sangat jelas dan disertai adanya seta pada piknidia. Bila piknidia dipecah, akan keluar banyak konidia dengan bentuk oval, hialin, dan tidak bersekat (Gambar 17 (c)).

48 25. (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 17 Penyakit hawar malai Phoma. (a) Gejala hawar pada malai, (b) terlihat titik-titik hitam pada bulir (perbesaran 3x), (c) piknidia dengan ostiol yang jelas dan bila dipecah akan keluar konidia yang banyak, hialin, dan bersel satu (perbesaran 40x10), (d) gejala lanjut hawar malai Phoma (pebesaran 2.5x), (e) pengamatan lebih dekat, terlihat rambut-rambut (seta) pada titik-titik hitam (perbesaran 4x), (f) piknidia dengan seta yang banyak (perbesaran 10x10). Gambar 18 Persentase kejadian penyakit hawar malai Phoma pada gandum introduksi dan hasil pemuliaan tanaman di Cisarua (C) dan Kuningan (K) Serangan penyakit hawar malai Phoma terdapat di dua lokasi penelitian dan pada kedua galur. Gejala pada tanaman mulai terlihat pada pengamatan kelima

49 26 (Gambar 18). Kejadian penyakit yang muncul masih dibawah 50%, sehingga tingkat serangannya masih tergolong rendah jika dibandingkan serangan penyakit hawar malai Fusarium dan Helminthosporium. Galur hasil pemuliaan lebih banyak terserang Phoma sp. dibandingkan dengan galur introduksi di Cisarua. Kedua galur yang ditanam di Kuningan tidak memperlihatkan perbedaan kejadian penyakitnya dan lebih rendah dibandingkan kejadian penyakit di Cisarua. Kondisi ini mungkin karena patogen yang kurang dapat berkembang dengan baik pada ketinggian 418 m dpl. Serangan hawar malai Phoma tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap penanaman gandum di dua lokasi dan sumber benih gandum yang berbeda. Hal tersebut dibuktikan melalui perhitungan secara statistik dengan nilai P secara berturut-turut adalah dan Persentase nilai rata-rata kejadian penyakit tersebut secara berturut-turut adalah 6.74% dan 2.33% untuk lokasi penanaman di Cisarua dan Kuningan; serta 3.08% dan 5.99% untuk galur introduksi dan hasil pemuliaan tanaman secara mutasi (Lampiran 1 dan 2). Hawar Malai Curvularia Penyakit Curvularia sp. ditemukan pada gandum dan menyerang malai. Penyakit ini juga terdapat di dua lokasi penelitian. Secara kasat mata, penyakit ini sulit dibedakan dengan gejala hawar malai Helminthosporium dan Fusarium, sehingga perlu diamati di bawah mikroskop. Serangannya cukup rendah sehingga serangan patogen ini tidak dihitung kejadian penyakitnya. Bulir yang terserang akan terdapat lapisan berwarna hitam. Ketika diamati di bawah mikroskop stereo gejala tersebut terlihat seperti rumput-rumput yang berwarna hitam, merupakan kumpulan dari konidiofor dan konidium yang masih utuh. Konidium dari Curvularia sp. mempunyai bentuk yang sangat khas, yaitu bengkok seperti lutut, terdiri dari 5 sel dengan bagian paling tengah memiliki ukuran yang besar, mempunyai dinding paling tebal, dan berwarna paling tua. Gejala dan bentuk mikroskopis dari cendawan Curvularia sp. dapat dilihat pada Gambar 19. (a) (b) (c) Gambar 19 Penyakit hawar malai Curvularia. (a) Gejala hawar pada malai, (b) kumpulan konidiofor dan konidium yang masih utuh terlihat seperti rambut-rambut atau rumput hitam (perbesaran 4x), (c) konidium bengkok seperti lutut, terdiri dari 5 sel (perbesaran 40x10).

50 Hawar malai Alternaria Penyakit hawar malai Alternaria disebabkan oleh cendawan Alternaria sp. Patogen ditemukan di malai gandum bersama dengan patogen lain, serta hanya ditemukan di lahan gandum Kuningan. Patogen Alternaria sp. tidak banyak ditemukan di lapangan. Gejala khususnya sulit dibedakan dengan gejala yang disebabkan oleh patogen lain dan dapat dibedakan hanya melalui pengamatan mikroskopis. Diduga penyakit ini muncul akibat dari patogen yang terbawa oleh benih. konidiofor dengan konidium berbentuk gada terbalik, seperti buah per, jorong, atau berbentuk kumparan, bersekat 3-7, dengan beberapa sekat membujur, seperti murbei, coklat tua. Pada Gambar 20 dapat dilihat gejala dan bentuk mikroskopis dari penyakit hawar malai Alternaria. 27 (a) (b) Gambar 20 Penyakit hawar malai Alternaria. (a) Gejala hawar pada malai, (b) konidium dari Alternaria sp. (perbesaran 40x10). Pembahasan Umum Penyakit pada Gandum Secara umum patogen yang ditemukan selama penelitian lebih banyak terjadi pada fase generatif. Bagian dari tanaman gandum yang banyak terserang patogen adalah bulir. Malai gandum yang terserang patogen, setelah diidentifikasi menunjukkan bahwa dalam satu malai terlihat gejala yang hampir sama dan ditemukan beberapa jenis patogen dari cendawan yang berbeda. Gejala seperti ini sering disebut dengan black point (titik hitam). Menurut Lorenz (1986) gejala black point (titik hitam) sudah banyak menyerang tanaman gandum di negaranegara yang menanamnya. Gejala yang terjadi ditandai dengan perubahan warna yang gelap pada sisi embrio gandum (Mak et.al 2006). Akibat dari serangan black point dapat mengurangi nilai kualitas biji gandum (Wang et al. 2003). Sisterna dan Sarandon (2005) melaporkan bahwa cendawan Alternaria sp., Aspergillus sp., Chaetomium sp., Fusarium sp., Helminthosporium sp., Myrothecium sp., Nigrospora sp., Penicillium sp., Phoma sp., dan Rhizopus sp., dan Stemphylium sp. menyerang bulir gandum dan menunjukkan gejala yang hampir sama berupa warna yang gelap pada bulir gandum. Kondisi seperti ini juga ditemukan pada saat penelitian di dua lokasi penanaman gandum. Ditemukan cendawan Helminthosporium sp., Fusarium sp., Curvularia sp., Phoma sp., dan Alternaria sp. yang menyerang bulir gandum. Penyakit yang paling dominan menyerang tanaman gandum di Cisarua dan Kuningan adalah penyakit hawar Helminthosporium. Hal ini dapat dilihat dari

Tabel 4.1. Kondisi Rata-Rata Cuaca Selama Penelitian Di Dataran Rendah Suhu Udara Minimum ( o C)

Tabel 4.1. Kondisi Rata-Rata Cuaca Selama Penelitian Di Dataran Rendah Suhu Udara Minimum ( o C) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data, yaitu data hasil pengamatan selintas dan pengamatan utama. Kedua pengamatan ini dilakukan dari

Lebih terperinci

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK LAELA NUR RAHMAH. Inventarisasi

Lebih terperinci

STUDI KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PADA TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROPINSI MALUKU

STUDI KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PADA TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROPINSI MALUKU STUDI KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PADA TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROPINSI MALUKU J. Audrey Leatemia dan Ria Y. Rumthe Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ULAT DAN KUTUDAUN PADA TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) DI BOGOR DAN KUNINGAN JAWA BARAT SURYADI

IDENTIFIKASI ULAT DAN KUTUDAUN PADA TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) DI BOGOR DAN KUNINGAN JAWA BARAT SURYADI 1 IDENTIFIKASI ULAT DAN KUTUDAUN PADA TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) DI BOGOR DAN KUNINGAN JAWA BARAT SURYADI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 2

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pengamatan Pengamatan hama dan penyakit dilakukan pada pertanaman bunga matahari milik petani binaan atau pemula di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten

Lebih terperinci

PENYAKIT PADA STADIA PERTUMBUHAN DARI 13 GALUR DAN DUA VARIETAS GANDUM (Triticum aestivum L.) DI DESA WATES, KECAMATAN GETASAN, KABUPATEN

PENYAKIT PADA STADIA PERTUMBUHAN DARI 13 GALUR DAN DUA VARIETAS GANDUM (Triticum aestivum L.) DI DESA WATES, KECAMATAN GETASAN, KABUPATEN HAMA DAN PENYAKIT PADA STADIA PERTUMBUHAN DARI 13 GALUR DAN DUA VARIETAS GANDUM (Triticum aestivum L.) DI DESA WATES, KECAMATAN GETASAN, KABUPATEN SEMARANG PESTS AND DISEASES IN GROWTH STADIA OF 13 LINES

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis Serangga Hama Berdasarkan hasil identifikasi serangga hama dilokasi Agroekosistem berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies Scripophaga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat penting. Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan pokok kedua setelah padi. Sedangkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fauna Tanah 4.1.1. Populasi Total Fauna Tanah Secara umum populasi total fauna tanah yaitu mesofauna dan makrofauna tanah pada petak dengan jarak pematang sempit (4 m)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum. Fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum meliputi muncul daun ke permukaan (emergence),

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Tanaman Gandum Tanaman gandum (Triticum aestivum L) merupakan jenis dari tanaman serealia yang mempunyai tektur biji yang keras dan bijinya terdiri dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycines max L. Merril) Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman eksotik yang diperkirakan berasal dari Manshukuw (Cina) yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang ditampilkan pada bab ini terdiri dari hasil pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas terdiri dari curah hujan, suhu udara, serangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI Oleh Swastyastu Slandri Iswara NIM. 021510401060 JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU HAMA TANAMAN

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU HAMA TANAMAN LAPORAN PRAKTIKUM ILMU HAMA TANAMAN Gejala dan Kerusakan akibat Serangan Hama Oleh : Nama : Arif Hermanto NIM : 0910480021 Kelompok : Selasa, 15.00 WIB Asisten : Mbak Mia JURUSAN ILMU HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG Maruca vitrata (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) SERTA HASIL PANEN PADA PERTANAMAN KACANG PANJANG MOHAMAD AFIAT PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung di Indonesia (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung di Indonesia (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung di Indonesia (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman pangan terpenting kedua setelah padi. Tanaman ini berasal dari Amerika. Sekitar abad ke-16,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting bagi penduduk Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa kedelai merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman serealia penting dan digunakan sebagai makanan pokok oleh bangsa Indonesia. Itulah sebabnya produksi padi sangat perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Botani Tanaman gandum Menurut Laraswati (2012) Tanaman gandum memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sayuran daun merupakan salah satu sumber vitamin dan mineral essensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, selain itu sayuran daun banyak mengandung serat. Serat

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT TEKNIK BUDIDAYA TOMAT 1. Syarat Tumbuh Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0 1.250 mdpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi >750 mdpl, sesuai dengan jenis/varietas yang diusahakan dg suhu

Lebih terperinci

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Penanaman jagung secara monokultur yang dilakukan beruntun dari musim ke musim, memperkecil

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODE DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III METODE DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di dataran menengah desa Gunungsari, kelurahan Sidorejo Kidul, kecamatan Tingkir, kota Salatiga, propinsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

Hama Kedelai dan Kacang Hijau

Hama Kedelai dan Kacang Hijau Hama Kedelai dan Kacang Hijau Dr. Akhmad Rizali Hama Penting Kedelai dan Kacang Hijau Lalat bibit atau lalat kacang (Ophiomyia phaseoli) Ulat grayak (Spodoptera litura) Ulat penggulung daun (Lamprosema

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan seperti kecap, tahu, dan tempe. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati

Lebih terperinci

PENGALAMAN DAN WAWASAN PENELITIAN GANDUM (Dua Tahun Penelitian Gandum Fakultas Pertanian) Universitas Slamet Riyadi Riyo Samekto

PENGALAMAN DAN WAWASAN PENELITIAN GANDUM (Dua Tahun Penelitian Gandum Fakultas Pertanian) Universitas Slamet Riyadi Riyo Samekto INNOFARM : Jurnal Inovasi Pertanian Vol. 7, No. 1, 2008 (95-102) PENGALAMAN DAN WAWASAN PENELITIAN GANDUM (Dua Tahun Penelitian Gandum Fakultas Pertanian) Universitas Slamet Riyadi Riyo Samekto PENDAHULUAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena di dalam Al Qur an telah dijelaskan proses penciptaan alam semesta termasuk makhluk hidup yang

Lebih terperinci

APLIKASI EKSTRAK BIJI JARAK

APLIKASI EKSTRAK BIJI JARAK APLIKASI EKSTRAK BIJI JARAK (Ricinus communis L.) UNTUK MENGENDALIKAN HAMA PENGHISAP POLONG DAN ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) PADA TANAMAN KEDELAI SKRIPSI Oleh Denik Purwaningsih NIM. 021510401071

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI Triyani Dumaria DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI Oleh : Mia Nuratni Yanti Rachman A44101051 PROGRAM STUDI HAMA

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang penting dalam pertanian di Indonesia karena memiliki berbagai manfaat, baik

Lebih terperinci

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2)

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan 2) Balai Proteksi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian Blok I Blok II Blok III TS 1 K TS 2 J TS 3 K TS 2 TS 1 J K J TS 3 TS 3 TS 2 TS 1 Keterangan : J : Jagung monokultur K : Kacang tanah monokultur TS 1 :

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) berikut : Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai Kelas Ordo Famili Genus Species : Insekta : Hemiptera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kedelai di Kebun Percobaan Natar dan Tegineneng

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kedelai di Kebun Percobaan Natar dan Tegineneng Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman: 225-230 Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kedelai

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

I. Ordo Hemiptera ( bersayap setengah )

I. Ordo Hemiptera ( bersayap setengah ) Tugas Pengendalian Hama Terpadu Harry Sugestiadi / 0806132041 I. Ordo Hemiptera ( bersayap setengah ) Ciri-ciri dari Ordo Hemiptera yaitu : Tipe mulut menusuk menghisap Mempunyai dua pasang sayap, tebal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

TINGKAT SERANGAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN PADA PERTANAMAN KACANG TANAH DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

TINGKAT SERANGAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN PADA PERTANAMAN KACANG TANAH DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT TINGKAT SERANGAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN PADA PERTANAMAN KACANG TANAH DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Hishar Mirsam Fakultas Pertanian, Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Keberadaan organisme

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI Arifin Kartohardjono Balai Besar Penelitian Tanaman padi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Jalar

Teknologi Produksi Ubi Jalar Teknologi Produksi Ubi Jalar Selain mengandung karbohidrat, ubi jalar juga mengandung vitamin A, C dan mineral. Bahkan, ubi jalar yang daging umbinya berwarna oranye atau kuning, mengandung beta karoten

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (595) :

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (595) : Potensi Serangan Hama Kepik Hijau Nezara viridula L. (Hemiptera: Pentatomidae) dan Hama Kepik Coklat Riptortus linearis L. (Hemiptera: Alydidae) pada Tanaman Kedelai di Rumah Kassa Potential Attack of

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat 1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU BPTP RIAU 2012 PENDAHULUAN Kebutuhan beras sebagai sumber kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Cendawan Endofit

TINJAUAN PUSTAKA. Cendawan Endofit TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Endofit Deskripsi Cendawan endofit disebut juga sebagai mikosimbion endofitik merupakan cendawan yang melakukan kolonisasi dalam jaringan tanaman tanpa menimulkan gejala sakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bunga anggrek adalah salah satu jenis tanaman hias yang mampu memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, terus menghasilkan ragam varietas anggrek

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu, Secara geografis Kota Sepang Jaya terletak pada koordinat antara 105 15 23 dan

Lebih terperinci