BAB II PELANGGARAN HUKUM YANG TERJADI DALAM PENYELENGGARAAN JASA PENERBANGAN. A. Perkembangan Industri Penerbangan di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PELANGGARAN HUKUM YANG TERJADI DALAM PENYELENGGARAAN JASA PENERBANGAN. A. Perkembangan Industri Penerbangan di Indonesia"

Transkripsi

1 BAB II PELANGGARAN HUKUM YANG TERJADI DALAM PENYELENGGARAAN JASA PENERBANGAN A. Perkembangan Industri Penerbangan di Indonesia Persaingan dalam industri penerbangan reguler di Indonesia saat ini semakin ketat, yang terlihat dari maraknya maskapai penerbangan menetapkan harga tiket yang sangat rendah, termasuk untuk rute-rute padat yang selalu ramai oleh penumpang, seperti Jakarta- Medan dan Jakarta Surabaya. Persaingan terjadi karena banyaknya jumlah maskapai penerbangan reguler di Indonesia saat ini, yang mencapai 21 perusahaan. Selain itu terjadinya perang tarif oleh hampir semua maskapai penerbangan juga terjadi karena pemerintah hanya menetapkan batas atas untuk tarif penerbangannya sehingga setiap perusahaan leluasa mengatur berapa tarif terendahnya. Meskipun terkesan mendukung kepentingan konsumen, tetapi banyak pihak mengkhawatirkan dampak dari perang tarif ini, karena terdapat kekhawatiran akan terjadinya penurunan standar keselamatan serta pelayanan maskapai penerbangan, jika efisiensi yang dilakukan oleh pihak maskapai penerbangan ikut memangkas biaya perawatan dan penggantian komponen pesawat. 10 Namun peningkatan jumlah penerbangan dan pesawat terbang yang beroperasi di Indonesia, tidak diikuti dengan peningkatan infrastruktur yang memadai seperti peningkatan jumlah lembaga pendidikan penerbangan dan teknisi 10 diakses tanggal 12 Januari 2011.

2 yang memadai, yang berakibat terjadinya kekurangan sumber daya manusia (SDM) untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan akan bertambahnya ratusan pesawat terbang baru dalam beberapa tahun kedepan, kebutuhan terhadap tenaga pilot, co pilot dan teknisi pesawat terbang semakin besar, karena produk sumber daya manusia terkait industri ini belum dapat mencukupi kebutuhan ini. Lembaga pendidikan yang menjadi tumpuan penyediaan pilot di dalam negeri, yaitu Sekolah Tinggi Penerbang Indonesia (STPI) Curug, saat ini baru mencapai sekitar penerbang per tahunnya sementara kebutuhan dalam negeri mencapai 400 penerbang per tahun, demikian pula untuk tenaga teknisnya jumlah lulusannya masih sangat terbatas. Kondisi ini harus menjadi perhatian banyak pihak terutama pemerintah dan perusahaan penerbangan, agar penggunaan SDM terutama Pilot, benar-benar sudah memenuhi kriteria dalam kemampuan dan jam terbang yang ditentukan untuk menekan potensi human error dari setiap kegiatan penerbangan. 11 Pemain industri penerbangan reguler di Indonesia terdiri dari maskapai penerbangan domestik, perintis dan luar negeri. Diantara pemain industri penerbangan tersebut, sebagian besar merupakan pelaku penerbangan reguler domestik.berdasarkan data Direktorat Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, Jumlah maskapai penerbangan domestik berjadwal atau reguler terhitung Maret 2011 adalah 14 perusahaan. Maskapai penerbangan yang beroperasi saat ini adalah maskapai penerbangan yang masih bertahan dan masih diizinkan beroperasi oleh pemerintah setelah pemerintah mencabut izin beroperasi 11 Jurnal online hal 2 : diakses tanggal 13 Januari 2011.

3 beberapa maskapai penerbangan yang tidak beroperasi, akibat ketidakmampuannya melakukan kegiatan penerbangan karena ketidak siapan pesawat, sumber daya manusia maupun fasilitas lainnya. Beberapa maskapai penerbangan reguler yang dicabut izin operasinya tersebut diantaranya adalah Bouraq Airlines yang dicabut izinnya pada Februari 2007, kemudian Bali International Air Service yang dicabut pada Desember 2007, Star Air pada Mei 2007, dan yang baru-baru ini dicabut Mandala Air dan lain-lain yang juga telah dicabut izinnya sejak Dengan telah dicabutnya beberapa izin operasi dari beberapa maskapai penerbangan di Indonesia, kini terdapat 14 maskapai penerbangan yang masih beroperasi baik untuk penerbangan domestik maupun luar negeri. Beberapa maskapai penerbangan tersebut antara lain adalah Garuda Indonesia, Merpati Nusantara Airlines, Indonesia Air Asia, Lion Air, Wings Air, Batavia Air, dan lain-lain. 12 Persaingan yang sangat ketat pada industri penerbangan di Indonesia beberapa tahun terakhir ini, menunjukan bahwa sektor transportasi udara masih memberikan prospek yang menarik bagi dunia usaha. Dari total 521 pesawat milik maskapai penerbangan Indonesia yang terdaftar pada Direktorat Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan pada Februari 2011, hanya 318 pesawat yang beroperasi, karena sebagian pesawat yang tidak beroperasi sedang dalam perawatan dan perbaikan serta terdapat kendala teknis lainnya. Garuda Indonesia masih menjadi pemain utama industri penerbangan di Indonesia, karena selain jumlah armadanya paling besar, fasilitas perawatan dan latihannya paling lengkap, 12 alhamsyah.com/blog/topics/macam-macam-maskapai-penerbangan-indonesia.html, diakses tanggal 13 Januari 2011.

4 juga kesiapan SDM nya lebih tinggi dibanding maskapai lain. Saat ini Garuda mulai menerapkan strategi yang lebih terencana, terutama dalam pengadaan pesawat terbangnya, antara lain mulai menggantikan beberapa pesawat tuanya, yang terdiri dari berbagai jenis dan tipe menjadi satu merek utama di jajaran armadanya, yaitu menggunakan pesawat produksi Boeing. Saat ini dari 50 pesawat terbangnya yang beroperasi, 47 pesawatnya adalah produksi Boeing, antara lain tipe B , yang akan segera digantikan oleh tipe B 787 Dreamliner untuk penerbangan ultra jauh, kemudian beberapa seri B 737 mendominasi jajaran pesawat terbang jarak menengahnya. 13 Merpati Nusantara Airlines yang sempat mendominasi penerbangan domestik saat Garuda fokus dengan penerbangan luar negerinya, sempat hampir mengalami kebangkrutan akibat persaingan yang ketat pada awal 2000 an, karena banyaknya pesaing baru dalam penerbangan domestik serta mulai berkembangnya Low Cost Carrier di Indonesia, terutama dipicu oleh Lion Air dan kiprah dari Adam Air. Meskipun mempunyai 80 pesawat terbang, tetapi Merpati Airlines hanya mengoperasikan 34 pesawatnya, selain karena terlalu tua, sebagian pesawatnya memerlukan perawatan dan perbaikan. Saat ini Merpati masih menggunakan beberapa jenis dan merek pesawat terbang, terutama karena peran Merpati dalam penerbangan perintis di Indonesia masih besar, sehingga membutuhkan beberapa jenis pesawat yang sesuai dengan kondisi alam dan bandara di daerah-daerah terpencil B , Casa 212 dan DHC6 adalah beberapa jenis pesawat yang masih digunakan oleh Merpati untuk menunjang jasa 13 Data direktorat perhubungan udara pada diakses tanggal 15 Januari 2011.

5 angkutan udaranya. Selain itu Merpati juga sedang memesan beberapa pesawat Boeing B dan B untuk melayani rute-rute penerbangan yang sempat ditinggalkannya. Pemain utama lain yang menjadi salah satu penggerak Low Cost Carrier di Indonesia adalah Lion Air, dengan perkembangan yang pesat dalam peningkatan jumlah armadanya, menjadikannya maskapai terbesar di Indonesia selain Garuda. Lion Air saat ini didukung oleh 30 pesawat terbang termasuk beberapa pesawat B ER baru yang merupakan bagian dari pembelian 178 pesawat Boeing pada tahun 2007, yang akan melayani beberapa wilayah Indonesia dan untuk pengembangan penerbangan reguler luar negeri.namun perkembangan jasa pernerbangan yang dapat dilihat dari banyaknya maskapai penerbangan tidak diikuti dengan peningkatan kualitas pesawat yang digunakan.pesawat-pesawat yang digunakan oleh maskapai Indonesia umumnya pesawat yang sudah dapat dikatakan sebagai pesawat tua. 14 Berdasarkan data Direktorat Sertifikasi dan Kelaikan Udara, Departemen Perhubungan pada Desember 2010, rata-rata umur pesawat terbang di Indonesia yang paling muda adalah sekitar 12 tahun, yaitu pesawat dari maskapai Garuda Indonesia. Sementara itu umur pesawat terbang diluar Garuda rata-rata berumur diatas 15 tahun. Selain Garuda Indonesia, maskapai yang rata-rata umur pesawatnya masih di bawah 20 tahun adalah Sriwijaya Air dengan rata-rata 13,8 tahun dari 5 pesawatnya dan Lion Air yang umur rata-rata pesawatnya 17,5 tahun dari 30 pesawatn yang dipoerasikannya. Untuk saat ini Lion Air tercatat sebagai 14 diakses tanggal 20 Januari 2011.

6 maskapai dengan rata-rata umur pesawat termuda, karena perusahaan ini telah memesan sejumlah 178 pesawat baru yang sebagian mulai bergabung dengan armadanya pada tahun 2008 dan sisanya akan bergabung dalam beberapa tahun kedepan. Sementara itu beberapa maskapai lainnya antara lain Indonesia Air Asia, Kartika Airlines, Mandala Airlines dan lain-lain masih menggunakan pesawat dengan umur rata-rata di atas 20 tahun, termasuk Merpati Airlines. Seperti juga Lion Air beberapa maskapai yang sudah pasti melakukan pembelian pesawat baru seperti Garuda, Merpati Airlines, Indonesia Air Asia dan lain - lain umur rata-rata pesawatnya akan segera lebih muda pada beberapa tahun kedepan.maskapaimaskapai penerbangan Indonesia saat ini telah melayani berbagai rute penerbangan,baik rute penerbangan dalam dan luar negeri. Rute penerbangan dalam negeri terdiri atas : 1. Rute Utama yang berfungsi menghubungkan antar bandar udara pusat penyebaran yang meliputi bandara pusat penyebaran primer, sekunder dan tersier. 2. Rute Pengumpan yang berfungsi sebagai penunjang rute utama yang menghubungkan antara bandar udara pusat penyebaran dengan bandar udara bukan pusat penyebaran dan antar bandar udara bukan pusat penyebaran.

7 3. Rute Perintis yang berfungsi menghubungkan daerah terpencil dan pedalaman serta daerah yang sukar dihubungi oleh moda transportasi lain. 15 Selain rute penerbangan diatas terdapat juga beberapa maskapai penerbangan yang melayani rute penerbangan domestik. Hal ini dapat dilihat dengan adanya beberapa maskapai penerbangan yang berbasis di luar Jakarta dan mengembangkan penerbangan reguler yang beroperasi di beberapa wilayah di Indonesia.Maskapai tersebut antara lain Riau Airlines yang fokus melayani penerbangan di wilayah sumatera, kemudian Dirgantara Air Services yang melayani penerbangan ke beberapa kota di Kalimantan, serta Trigana Air Services yang banyak melayani kota-kota di wilayah Indonesia Bagian Timur. Beberapa maskapai penerbangan yang melayani rute non Jakarta tersebut, sebagian adalah maskapai penerbangan yang melayani penerbangan perintis, yang terus meningkat armadanya sehingga mulai melayani penerbangan non perintis. Sementara itu penerapan strategi penerbangan Low Cost Carrier oleh sebagian besar maskapai penerbangan yang membuat harga tiket menjadi jauh lebih murah, ikut menumbuhkan peningkatan pengguna pesawat terbang oleh pengguna moda transportasi lain, sehingga jumlah penerbangan pada kota-kota besar di Indonesia semakin bertambah. Karena semakin murahnya harga tiket pesawat terbang, semakin banyaknya pengguna moda transportasi lain seperti kapal laut, bis dan kereta api yang berubah menggunakan transportasi udara. Hal inimembuat terjadinya peningkatan jumlah penumpang pesawat di beberapa kota Loc cit.

8 kota besar di Indonesia.Akibatnya beberapa maskapai penerbangan meningkatkan frekuensi penerbangannya di rute tersebut dan bersaing ketat dengan banyak maskapai penerbangan lainnya. Selain maskapai penerbangan lama, beberapa maskapai penerbangan yang awalnya hanya melayani penerbangan carter dan perintis, mulai masuk ke rute padat ini, antara lain Riau Airlines, Trigana Air Services, Pelita Air Services dan lain lain. Selain rute penerbangan diatas yang tak kalah pentingnya adalah rute penerbangan perintis sebab rute penerbangan perintis berfungsi mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah di Indonesia, untuk mendukung penyelenggaraan penerbangan perintis ini, pemerintah memberikan subsidi berupa subsidi operasi angkutan udara perintis dan subsidi angkutan bahan bakar. Kebijakan mengenai angkutan udara perintis diatur dalam UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, PP No. 40 Tahun 1995 dan KM 81 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara. Fungsi dan tujuan ditetapkannya rute perintis yaitu Mendorong Pertumbuhan dan pengembangan wilayah. 16 Jumlah rute penerbangan perintis hingga saat ini terus berkembang pada wilayah-wilayah tertentu di Indonesia antara lain di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Papua dan Irian Barat. Papua merupakan wilayah di Indonesia yang mempunyai rute penerbangan perintis terbanyak, yang mencapai 33 rute penerbangan pada tahun Kemudian diikuti oleh Irian Jaya Barat dan NAD yang mencapai 9 rute pada tahun Kondisi geografis serta keterbatasan 16 diakses tanggal 17 Februari Loc cit

9 infrastruktur jalan yang membuat kebutuhan terhadap penerbangan perintis sangat dibutuhkan di wilayah-wilayah tersebut. Pada tahun 2010 jumlah rute penerbangan perintis mencapai 90 rute, kemudian akan berkembang menjadi 118 rute pada tahun 2011 dan secara bertahap terus meningkat, meskipun penambahan jumlah rutenya relatif kecil. Beberapa maskapai penerbangan yang melayani penerbangan perintis antara lain Merpati Nusantara Airlines, Riau Airlines di wilayah Aceh dan Sumatera Utara, Trigana Air Service di wilayah NTT, Papua, Maluku dan wilayah Sumatera, Deraya di wilayah Sumatera, Maluku, Papua dan lain-lain. 18 Selain rute pernerbangan dalam maskapai Indonesia juga melayani rute penerbangan luar negeri. Maskapai penerbangan dalam negeri yang melayani penerbangan internasional pada tahun 2010 ada 9 perusahaan, sementara maskapai penerbangan asing yang melayani penerbangan ke Indonesia adalah 34 perusahaan. Jumlah maskapai yang melayani penerbangan international ini relatif tetap sejak tahun 2003 hingga 2010, baik untuk maskapai nasional maupun asing. Garuda Indonesia masih menjadi maskapai nasional yang melayani penerbangan luar negeri terbanyak, kemudian diikuti oleh Lion Air dan Merpati Nusantara Airlines. Sebagian besar negara yang dilayani oleh maskapai penerbangan Indonesia adalah negara Asia, hampir semua wilayah Asean, Australia dan Selandia Baru serta beberapa negara Timur Tengah. Dari informasi diatas dapat di klasifikasikan bahwa perkembangan dunia penerbangan di Indonesia dapat dilihat dari beberapa faktor penting yang menjadi indikasi perkembangan tersebut, 18 diakses tanggal 23 Februari 2011

10 antara lain perkembangan jarak penerbangan (Aircraft KM), banyaknya jumlah keberangkatan (Aircraft Departure) serta jumlah penumpang terangkut (Passenger carried).perbandingan jumlah penumpang (Passenger KM) dengan jumlah kursi yang tersedia (Available Seat KM) atau disebut juga Passenger L/F, merupakan indikator penting yang dapat menunjukan meningkat atau tidak kinerja dari suatu maskapai penerbangan dengan melihat prosentase jumlah kursi yang terisi dari total jumlah penerbangan selama setahun. 19 B. Hak dan Kewajiban Penyedia Jasa dan Konsumen Jasa Penerbangan Penyelengaraan jasa penerbangan merupakan bagian dari pengangkutan udara yang mempunyai arti pengangkutan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkut dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan selamat, walaupun demikian diperlukan suatu alat sebagai sarana pengangkut. Selain itu banyak para sarjana yang mengemukakan pendapatnya megenai pengertian pengangkutan antara lain : Abdul Kadir Muhammad mengatakan bahwa : Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang kedalam pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan dan menurunkan barang atau penumpang dari 20 alat pengangkut ke tempat yang ditentukan. Menurut Sution Usma Adji, bahwa pengangkutan adalah Sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari tempat tujuan tertentu dengan selamat tanpa berkurang jumlah dari barang yang dikirimkan, sedangkan pihak lainnya (pengirim atau penerima) 19 Ibid 20 Abdul Kadir Muhammad,Hukum Pengangkut Darat, laut dan Udara, (Jakarta : Cipta Aditya Bahkti,1991), Hal. 19, ( Selanjutnya disebut Abdul Kadir Muhammad I)

11 berkeharusan memberikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut. 21 Sedangkan menurut Soekardono, bahwa perjanjian pengangkutan itu adalah : Sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan ke tempat tujuan tertentu sedangkan pihak lain berkewajiban untuk membayar biaya tertentu atas 22 pekerjaan pengangkutan. Dari pendapat sarjana diatas dapat dilihat bahwa sesungguhnya penyelenggaraan jasa penerbangan atau pengangkutan udara bersumber dari perjanjian antaara penyedia jasa dengan konsumen jasa penerbangan tersebut.dan dapat dilihat terdapat perbedaan pengertian antara perjanjian pengangkutan orang dengan perjanjian pengangkutan barang. Dimana perbedaannya adalah dalam perjanjian pengangkutan orang tidak mempunyai tanggung jawab adalah hal penyerahan setelah sampai ke tempat tujuan setelah mengangkut dengan selamat, tidak seperti yang terdapat dalam perjanjian pengangkutan barang dengan penyelenggaraan pengangkutan sampai dengan pada saat penyerahan barang tersebut diterima dengan baik oleh penerima barang. Agar dapat memahami konsep pengangkutan secara komprehensif perlu dikaji terlebih dahulu aspek yang tersirat dalam konsep pengangkutan. Konsep pengangkutan meliputi tiga aspek, yaitu : 1. Pengangkutan sebagai usaha (bussiness) 2. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement ) Sution Usman Adji, dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia, ( Bandung : Rineka Citra, 1990), Hal Soekardono, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,( Jakarta : Soereong 1981),Hal 2 23 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Penangkutan Niaga, ( Bandung : Cipta Aditya Bahkti,2008),Hal. 1, ( Selanjutnya disebut Abdul Kadir Muhammmad II )

12 3. Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process) Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan yang berakhir dengan pencapaian tujuan pengangkutan. Tujuan kegiatan usaha pengangkutan adalah memperoleh keuntungan dan/atau laba; tujuan kegiatan perjanjian pengangkutan adalah memperoleh hasil realisasi yang diinginkan oleh pihakpihak; dan tujuan kegiatan pelaksanaan pengangkutan adalah memperoleh keuntungan dan tiba dengan selamat di tempat tujuan. Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan pelakunya. Tanpa kegiatan tidak mungkin tujuan dapat dicapai. Pengangkutan sebagai usaha (bussiness) adalah kegiatan usaha dibidang jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut mekanik. Alat pengangkut mekanik contohnya adalah gerbong untuk mengangkut barang, kereta untuk mengangkut penumpang, truk untuk mengangkut barang, bus untuk mengangkut penumpang, pesawat kargo untuk mengangkut barang, pesawat penumpang untuk mengangkut penumpang, kapal kargo untuk mengangkut barang dan kapal penumpang untuk mengangkut penumpang. Kegiatan usaha tersebut selalu berbentuk perusahaan perseorangan, persekutuan, atau badan hukum. Karena menjalankan perusahaan usaha jasa pengangkutan bertujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba 24 Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement) selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dengan penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak, baik pengangkut 24 Ibid.,Hal. 2

13 dan penumpang maupun pengirim. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang sejak tempat pemberangkatan sampai ke tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat. Sebagai imbalan pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut biaya pengangkutan. Kewajiban penumpang atau pengirim membayar sejumlah uang sebagai biaya pengangkutan dan memperoleh hak atas pengangkutan sampai ditempat tujuan dengan selamat. Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis), tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai bukti sudah terjadi perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakanoleh pihak-pihak. Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan, sedangkan dokumen pengangkutan penumpang lazim disebut karcis penumpang. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter (charter party) seperti carter pesawat udara untuk mengangkut jemaah haji dan carter kapal untuk mengangkut barang dagangan. Jadi perjanjian pengangkutan pada umumnya diadakan secara lisan dan didukung oleh dokumen pengangkutan yang membuktikan bahwa perjanjian tersebut sudah terjadi dan mengikat untuk dilaksanakan. Namun, apabila pihak-pihak menghendaki boleh juga perjanjian tersebut dibuat secara tertulis yang disebut charter party. Beberapa alasan pihak-pihak menginginkan agar perjanjian pengangkutan dibuat secara tertulis karena beberapa alasan, yaitu : Kedua pihak ingin memperoleh kepastian mengenai kewajiban dan hak. 25 Ibid., Hal.3.

14 2. Kejelasan rincian mengenai objek, tujuan, dan beban risiko pihak-pihak. 3. Kepastian dan kejelasan cara penyerahan dan pembayaran barang. 4. Menghindari berbagai macam tafsiran arti kata dan isi perjanjian. 5. Kepastian mengenai kapan, dimana dan alasan apa perjanjian berakhir. 6. Menghindari konflik pelaksanaan perjanjian akibat ketidak jelasan maksud yang dikehendaki para pihak Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process) adalah terdiri atas serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat pengangkut, kemudian dibawa oleh pengangkut menuju ketempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan. Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem yang mempunyai unsur-unsur sistem yaitu : Subjek (pelaku) pengangkutan, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan dan pihak yang berkepentingan. 2. Status pelaku pengangkutan, khususnya pengangkut selalu berstatus perusahaan perseorangan, persekutuan atau badan hukum. 3. Objek pengangkutan, yaitu alat pengangkut, muatan dan biaya pengangkutan serta dokumen pengangkutan yang dibutuhkan dalam pengangkutan. 4. Peristiwa pengangkutan yaitu proses terjadinya pengangkutan dan penyelenggaraan pengangkutan serta berakhir di tempat tujuan. 26 Ibid., Hal.4

15 5. Hubungan pengangkutan, yaitu hubungan kewajiban dan hak antara pihakpihak dalam pengangkutan dan mereka yang berkepentingan dengan pengangkutan. Pengangkut menurut W.J.S Purwodaminta adalah orang yang mengangkut atau alat yang mengangkut atau memindahkan barang yaitu benda mati, hewan. Sedangkan yang dimaksud dengan pengangkutan adalah memindahkan atau mengangkat barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan alat angkut. Keistimewaan dari perjanjian pengangkutan udara dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis, tidak ada keharusan untuk membuat perjanjian secara tertulis. Kriteria atau ciri-ciri pengangkut adalah : Menggunakan alat angkut baik pribadi ataupun sewa 2. Merupakan salah satu pihak dalam perjanjian. 3. Pengangkut sebagai penerbit dokumen angkutan 4. Sebagai pihak penerima ongkos angkut Subjek hukum pengangkutan antara lain adalah : 1. Pihak yang secara langsung terikat dalam perjanjian yaitu mereka yang secara langsung terikat memenuhi kewajiban dan memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan. Mereka adalah pengangkut, penumpang, pengirim barang, dan adakalanya penerima dimasukkan. 2. Pihak yang tidak secara langsung terikat dengan perjanjian yaitu mereka yang secara tidak langsung terikat pada perjanjian pengangkutan karena 27 Ibid., Hal.6.

16 bukan termasuk pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan bertindak untuk dan atas nama, kepentingan pihak lain atau karena sesuatu alasan mereka memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan. Dengan demikian kegiatan jasa penerbangan atau pengangkutan udara bersumber dari perjanjian antara pengangkut atau penyedia jasa dengan konsumen jasa yang kemudian dari perjanjian tersebut muncullah hak dan kewajiban diantara keduanya. Sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen maka penyedia jasa mempunyai hak antara lain : 1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan. Maksudnya adalah penyedia jasa berhak untuk meminta bayaran kepada konsumen jasa penerbangan sebagai kompensasi dari kegiatan pelaku usaha yang telah melaksanakan kewajibannya sebagai pengangkut, sesuai dengan jasa yang telah diperjanjikan sebelumnya seperti tujuan, waktu keberangkatan dan lainnya. 2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beriktikad baik. Dalam penyelenggaraan jasa penerbangan atau penyelenggaraan jasa lainya terkadang sering kita jumpai ada beberapa konsumen yang dengan sengaja / dengan iktikad yang buruk melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi penyedia jasa penerbangan. Tindakan-tindakan tersebut antara lain konsumen yang dengan sengaja merusak kursi yang didudukinya, mencoret dinding di dalam kabin pesawat serta tindakan yang merugikan lainnya. Untuk

17 menjamin adannya kepastian hukum terhadap tindakan tersebut maka pelaku usaha berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Pelaku usaha diberikan hak untuk meminta ganti kerugian sebesar nilai kerugian yang dideritanya. 3. Hak pembelaan sepatutnya dalam penyelesaian perkara perlindungan konsumen. Dalam penyelenggaraan jasa penerbangan sering terjadi sengketa yang melibatkan penyedia jasa dengan konsumen jasa penerbangan. Dalam penyelesaian perkara perlindungan konsumen atas pelanggaran yang diduga dilakukan oleh penyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa penerbangan, penyedia jasa diberikan hak untuk mendapatkan pembelaan sepatutnya. Patut disini berarti tidak memihak dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Didalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur juga kewajiban penyedia jasa antara lain : 1. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usaha. Dalam penyelenggaraan jasa penerbangan pelaku usaha berkewajiban untuk melaksanakan kegiatan jasa penerbangan tersebut tanpa adanya niat atau keinginan untuk melakukan tindakan-tindakan yang hanya bersifat menguntungkan bagi penyedia jasa penerbangan saja namun di lain pihak hal tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen jasa penerbangan, meskipun kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut tidak disadari oleh konsumen jasa penerbangan.

18 2. Memberikan informasi yang benar, jujur dan jelas mengenai produk barang atau jasa. Penyedia jasa penerbangan mempunyai kewajiban untuk memberikan penjelasan terkait jasa penerbangan yang ditawarkan. Penjelasan tersebut dapat berupa penjelasan secara lisan maupun secara tertulis mengenai hal yang berkaitan penyelenggaraan jasa penerbangan seperti jadwal keberangkatan, pesawat yang akan dipergunakan, konsumsi yang diberikan selama perjalanan dan hal-hal lainya dengan sebenarbenarnya dan sejujur-jujurnya. 3. Melayani konsumen secara benar, jujur dan tidak diskriminatif. Dalam penyelenggaraan jasa penerbangan penyedia jasa berkewajiban untuk melayani konsumennya dengan benar tanpa membedakan konsumen tersebut, sebagai contoh apabila diantara konsumen terdapat pejabat negara atau kerabat dari penyedia jasa. Maka mereka harus mendapatkan perlakuan yang sama dengan penumpang lainnya. 4. Menjamin mutu produk barang atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkan sesuai standar mutu yang berlaku. Penyedia jasa penerbangan dalam penyelenggaraan jasa penerbangan berkewajiban untuk mengikuti standarisasi yang telah ditetapkan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan infrastruktur maupun operasional penyelenggaraan jasa penerbangan tersebut. Sehingga meminimalisir kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Selain mengatur mengenai hak dan kewajiban penyedia jasa Undang- Undang Perlindungan Konsumen juga mengatur tentang hak dan kewajiban

19 konsumen, hak-hak konsumen diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen antara lain : 1. Hak akan kenyamanan, keamanan dan keselamatan saat mengkonsumsi atau mempergunakan barang atau jasa. Tujuan utama konsumen jasa penerbangan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa adalah memperoleh manfaat dari jasa penerbangan yang dipergunakannya tersebut. Perolehan manfaat tersebut tidak boleh mengancam keselamatan, jiwa dan harta benda konsumen, serta harus menjamin kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. 2. Hak untuk memilih barang atau jasa sesuai dengan nilai tukar barang yang dijanjikan. Tentu saja konsumen jasa penerbangan tidak mau mempergunakan jasa penerbangan yang dapat mengancam keselamatan, jiwa dan hartanya. Untuk itu konsumen harus diberi kebebasan dalam memilih jasa penerbangan yang akan dipergunakanya. Kebebasan memilih ini berarti tidak ada unsur paksaan atau tipu daya dari pelaku usaha agar konsumen memilih jasanya. 3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang atau jasa. Sebelum memilih, konsumen jasa penerbangan tentu harus memperoleh informasi yang benar mengenai jasa penerbangan yang akan dipergunakannya. Karena informasi inilah yang akan menjadi landasan bagi konsumen dalam memilih. Untuk itu sangat diharapkan agar penyedia jasa penerbangan memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai jasa penerbangan yang ditawarkannya.

20 4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhanya atas barang atau jasa yang digunakan. Tidak jarang konsumen jasa penerbangan memperoleh kerugian dalam mempergunakan jasa penerbangan. Ini berarti ada suatu kelemahan di jasa penerbangan yang disediakan oleh penyedia jasa. Sangat diharapkan agar penyedia jasa penerbangan berlapang dada dalam menerima setiap pendapat dan keluhan dari konsumen. Di sisi yang lain penyedia jasa penerbangan juga diuntungkan karena dengan adanya berbagai pendapat dan keluhan, penyedia jasa memperoleh masukan untuk meningkatkan daya saingnya. 5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen dengan patut. Penyedia jasa penerbangan tentu sangat memahami mengenai jasanya. Sedangkan di sisi yang lain, konsumen jasa penerbangan sama sekali tidak memahami apa saja proses yang dilakukan oleh pelaku usaha guna menyediakan jasa penerbangan yang dipergunakannya. Sehingga posisi konsumen lebih lemah dibanding penyedia jasa. Oleh karena itu diperlukan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa yang patut bagi konsumen. Patut berarti tidak memihak kepada salah satu pihak dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku 6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. Sudah disebutkan sebelumnya bahwa posisi konsumen jasa penerbnagan lebih lemah dibanding posisi penyedia jasa penerbangan. Untuk itu penyedia jasa harus memberikan pembinaan dan pendidikan yang baik dan benar

21 kepada konsumen. Pembinaan dan pendidikan tersebut mengenai bagaimana cara mempergunakan jasa penerbangan agar bermanfaat bagi konsumen, bukannya berupaya untuk mengeksploitasi konsumen 7. Hak untuk diperlakukan dengan adil atau dilayani dengan benar dan tidak diskriminatif. Sudah merupakan hak asasi manusia untuk diperlakukan sama. Penyedia jasa penerbangan harus memberikan pelayanan yang sama kepada semua konsumennya, tanpa memandang perbedaan idiologi, agama, suku, kekayaan, maupun status sosial. Lalu bagaimana dengan perbedaan kelas bisnis dan ekonomi pada maskapai penerbangan Apakah ini merupakan bentuk diskriminasi karena kekayaan, hal ini bukan diskriminasi. Adanya kelas bisnis atau ekonomi didasarkan pada hubungan kontraktual. Sebelumnya sudah ada perjanjian antara konsumen dan pelaku usaha. Kalau bayar sedikit, fasilitasnya seperti ini, kalau nambah uang, fasilitasnya ditambah. Selain mempunyai hak konsumen jasa juga mempunyai kewajiban yang tidak kalah penting didalam Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga diatur masalah tersebut antara lain : 1. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang bertujuan untuk menjaga keamanan keselamatan konsumen itu sendiri. Tidak bisa dipungkiri bahwa seringkali konsumen tidak memperoleh manfaat yang maksimal, atau bahkan dirugikan dari mempergunakan jasa penerbangan. Namun setelah diselidiki, kerugian tersebut terjadi karena konsumen tidak mengikuti petunjuk informasi dan

22 prosedur pemakaian yang telah disediakan oleh penyedia jasa penerbangan, oleh sebab itu jika tidak ingin dirugikan konsumen harus mempergunakan jasa penerbangan sesuai dengan petunjuk informasi yang diberikan. 2. Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa. Tak jarang pula konsumen tidak beritikad baik dalam bertransaksi atau mempergunakan jasa penerbangan. Hal ini tentu saja akan merugikan khalayak umum, dan secara tidak langsung si konsumen telah merampas hak-hak orang lain. 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang diperjanjikan dan disepakati. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa telah terjadi hubungan yang bersifat kontraktual antara penyedia jasa dengan konsumen jasa penerbangan. Dalam hubungan kontraktual tersebut merupakan kewajiban konsumen membayar sesuai nilai jasa yang dipergunakanya 4. Mengikuti sengketa perlindungan konsumen dengan patut. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, patut diartikan sebagai tidak berat sebelah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. C. Pelanggaran Hukum yang Terjadi dalam Penyelenggaraan Jasa Penerbangan di Indonesia Hak konsumen yang diabaikan oleh penyedia jasa penerbangan sebagai pelaku usaha perlu dicermati secara seksama dan teliti, karena pelanggaran hak tersebut memberikan dampak yang sangat negatif terhadap diri dan keselamatan

23 konsumen, faktor yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen adalah masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya. Jika dilihat lebih lanjut, konsumen ternyata tidak hanya dihadapkan pada persoalan lemahnya kesadaran dan ketidak mengertian mereka terhadap hak-haknya sebagai konsumen. Lebih dari itu konsumen ternyata tidak mendapatkan penjelasan mengenai manfaat barang/jasa bahkan konsumen tidak memiliki posisi tawar yang berimbang dengan pihak pelaku usaha. 28 Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa masalah perlindungan konsumen merupakan masalah yang sangat pelik karena konsumen tidak hanya dihadapkan pada keadaan untuk memilih apa yang yang diinginkannya ( apa yang terbaik ), melainkan juga pada keadaan ketika dia tidak dapat menentukan pilihannya sendiri karena pelaku usaha memonopolinya, dengan suatu alasan bahwa pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan perekonomiannya adalah prinsip ekonomi, yaitu mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Artinya dengan pemikiran umum seperti ini, sangat mungkin konsumen akan dirugikan. Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2 ada 5 asas perlindungan konsumen Asas manfaat 2.Asas keadilan 3.Asas keseimbangan 4.Asas keselamatan dan keamanan konsumen 5.Asas kepastian hukum 28 Ibid 29 Ibid

24 Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan dari perlindungan konsumen adalah meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, meningkatkan pemberdayaan konsumen, menciptakan unsur perlindungan hukum yang mengandung kepastian hukum, menimbulkan atau menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, meningkatkan kualitas barang / jasa yang menjamin kelangsungan usaha. Adapun tujuan umum perlindungan konsumen adalah secara umum adalah untuk mengangkat harkat kehidupan konsumen 30 Sebelum membahas mengenai bentuk-bentuk pelanggaran dalam penyelenggaraan jasa penerbangan perlu diketahuai terlebih dahulu pengertian pelanggaran menurut pendapat sarjana. Andi hamzah berpendapat bahwa : Pelanggaran hukum adalah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundang-undangan namun tidak memberikan efek yang berpengaruh secara langsung kepada orang lain Sedangkan Muljatno berpendapat bahwa : Pelanggaran hukum merupakan tindakan yang terjadi karena adanya keinginan untuk mencari celah hukum terhadap ketentuan yang diatur didalam undang-undang. Adapun yang menjadi kriteria sebuah perbuatan dapat dinyatakan sebagai suatu pelanggaran hukum antara lain : 30 Miru Ahmadi dan Yodo Sutarman, Hukum Perlindungan Konsumen. ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), hal.15.

25 1. Adanya ketidak sesuaian antara perbuatan yang dilakukan dengan kriteriakriteria serta ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam undang-undang. 2. Adanya pertentangan yang menimbulkan ke tidak sesuaian dengan rasa dan kepribadian yang ada dalam masyarakat, sehingga menimbulkan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan undang-undang. 3. Adanya sikap batin dari seseorang yang terkadang ingin melakukan tindakan untuk mencari celah hukum dari ketentuan yang telah diatur di dalam undang-undang. Padahal sesungguhnya telah mengetahui bahwa tindakan tersebut dilarang. 31 Dari penjelasan umum mengenai defenisi pelanggaran hukum di atas kita dapat mengklasifikasikan apa saja yang dapat dikatakan sebagai pelanggaran hukum didalam penyelenggaraan jasa penerbangan. Dengan mengacu kepada penjelasan diatas diketahui bahwa. Bentuk-bentuk pelanggaran hukum yang sering dilakukan penyedia jasa penerbangan terhadap hak konsumen pengguna jasa penerbangan antara lain: Penundaan penerbangan delay dengan alasan faktor cuaca dan teknik operasional 2. Pembatalan penerbangan secara sepihak tanpa adanya pemberitahuan 3. Menjual tarif tiket dengan batas atas 4. Letak atau posisi kursi tidak sesuai dengan tiket 5. Kehilangan barang dibagasi Adapun penjelasan dari pelanggaran-pelanggaran hukum diatas adalah : 31 Andi Hamzah, Pelanggaran Dalam Undang-Undang, ( Jakarta : Grafindo, 1998 ) 32

26 1. Penundaan penerbangan delay dengan alasan faktor cuaca dan teknik operasional Penundaan penerbangan delay dengan alasan faktor cuaca dan teknik operasional diatur dalam UU Penerbangan soal kompensasi bagi penumpang yang dirugikan oleh servis maskapai. Dalam aturannya wajib memberi kompensasi dan informasi yang jelas jika jadwal keberangkatan tertunda. Untuk keterlambatan 30 menit-90 menit, maskapai wajib memberikan makanan dan minuman ringan. Untuk keterlambatan 90 menit hingga 180 menit, kompensasinya makan besar, dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya bila diminta. Sedangkan jika delay di atas 180 menit, maskapai wajib memberikan fasilitas akomodasi hingga penumpang diangkut penerbangan pada hari berikutnya. 33 Dengan terjadinya penundaan jadwal penerbangan jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak konsumen yang diatur didalam UU Perlindungan Konsumen khususnya, hak konsumen untuk memilih barang atau jasa sesuai dengan nilai tukar barang yang dijanjikan. 2. Pembatalan penerbangan secara sepihak tanpa adanya pemberitahuan Untuk pembatalan penerbangan karena kesalahan pihak maskapai, penumpang dimungkinkan mengambil akomodasi hingga hari berikutnya atau meminta kembali biaya tiket secara penuh (refund). UU no 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan juga merumuskan apa saja yang masuk kategori faktor cuaca dan teknis operasional. Kedua alasan ini sering dipakai sebagai alasan dasar 33 Ibid

27 pembatalan penerbangan, padahal penumpang tak memiliki kemampuan untuk membuktikan kebenaran alasan tersebut. UU Penerbangan 2009 juga menegaskan faktor apa saja yang tidak termasuk pengertian teknis operasional. Setiap maskapai tidak boleh menggunakan dalih ini untuk delay keberangkatan: 34 a.keterlambatan pilot, co-pilot, dan awak kabin b.keterlambatan jasa boga c.keterlambatan penanganan di darat d.menunggu penumpang, baik yang baru melapor, pindah pesawat, atau penerbangan lanjutan dan e.ketidaksiapan pesawat udara Lantas timbul pertanyaan bagaimana jika pembatalan penerbangan yang terjadi dikarenakan adanya tindakan penyedia jasa menyembunyikan informasi yang sebenarnya tentang kondisi maskapai penerbangan. Seperti pada kasus pembatalan penerbangan sepihak yang dilakukan oleh Mandala Airlines. Pada kasus pembatalan penerbangan sepihak tersebut sama sekali tidak ada permasalahan menyangkut faktor cuaca maupun teknis operasional. Yang terjadi adalah pihak Mandala tidak menginformasikan kepada penumpangnya bahwa maskapai mereka telah dicabut izin terbangnya oleh pemerintah. Didalam UU tentang Penerbangan tidak diatur mengenai masalah tersebut, tetapi hal tersebut diatur dalam UU Perlindungan Konsumen terutama mengenai kewajiban yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa yaitu penyedia jasa penerbangan berkewajiban untuk selalu beriktikad baik dalam penyelenggaraan 34 Ibid

28 jasa penerbangan serta penyedia jasa berkewajiban untuk Memberikan informasi yang benar, jujur dan jelas mengenai jasa penerbangan yang ditawarkan. 3. Menjual tarif tiket dengan batas atas Pelanggaran lain yang juga sering terjadi adalah pihak maskapai menjual tiket dengan tarif batas atas, maksudnya adalah maskapai penerbangan menjual tiket kepada penumpang dengan berpedoman pada tarif batas atas kelas ekonomi dimana seharusnya pihak maskapai memberikan range harga tiket kepada konsumen mulai dari tarif batas bawah sampai tarif batas atas kelas ekonomi. Namun karena jumlah penumpang yang membludak terutama pada hari libur dan hari besar nasional pihak maskapai mengambil kesempatan dengan meniadakan tarif tiket batas bawah sehingga menyebabkan harga tiket menjadi sangat mahal dan merugikan konsumen. 35 Sebenarnya pemerintah telah menetapkan pengaturan mengenai tarif batas bawah dan tarif batas atas dalam Keputusan Menteri (KM) No. 11 Tahun 2006 tentang Tarif Batas Bawah dan KM No. 9 Tahun 2002 tentang Tarif Batas Atas Kelas Ekonomi 36. Namun seringkali pihak maskapai melanggar ketentuan ini hal ini jelas bertentangan dengan hak-hak konsumen yang terdapat dalam undangundang perlindungan konsumen khususnya hak untuk memilih barang atau jasa sesuai dengan nilai tukar barang yang dijanjikan dan hak konsumen atas informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang atau jasa diakses tanggal 16 Februari diakses tanggal 18 Februari 2011.

29 4. Letak atau posisi kursi tidak sesuai dengan tiket Selain pelanggaran dua pelanggaran diatas masih ada lagi pelanggaran yang sering dikeluhkan oleh konsumen jasa penerbangan yaitu letak atau posisi kursi tidak sesuai dengan tiket dalam Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tiket penumpang itu berisi: Nomor, tempat, dan tanggal penerbitan. 2. Nama penumpang dan nama pengangkut. 3. Tempat, tanggal, waktu pemberangkatan, dan tujuan pendaratan. 4. Nomor penerbangan. 5. Tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan 6. Pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan dalam undangundang ini Dari ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tidak dijelaskan mengenai posisi kursi penumpang didalam tiket pesawat, tetapi pada kenyataannya pihak maskapai penerbangan menyertakan posisi kursi didalam tiket,namun sering kali pihak maskapai tidak melakukan pengawasan lanjutan terhadap ketentuan ini,sehingga pihak konsumen ada yang merasa dirugikan. Hal ini tentu saja melanggar ketentuan yang diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen terutama mengenai kewajiban pelaku usaha yaitu memberikan informasi yang benar,jujur dan jelas mengenai produk barang / jasa 37 H. M. N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, jilid 3 Bagian Pertama, ( Jakarta : Djambatan, 1991),Hal 192.

30 serta melayani konsumen secara benar jujur dan tidak diskriminatif.tindakan tersebut juga telah melanggar hak-hak konsumen yang diatur dalam undangundang perlindungan konsumen yaitu hak konsumen untuk memilih barang atau jasa sesuai dengan nilai tukar barang yang dijanjikan. 5. Kehilangan barang dibagasi Pelanggaran terakhir yang sering terjadi kehilangan barang bawaan penumpang dibagasi, pelanggaran ini telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 pada Pasal 144 menyatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut dimana pengawasan bagasi oleh pengangkut dapat dibuktikan dengan adanya tiket bagasi. Tiket bagasi adalah tanda bukti penitipan barang yang nanti bila penumpang turun dari pesawat terbang, barang bagasi itu akan diminta kembali. Tiket bagasi berhubungan erat sekali dengan perjanjian angkutan, merupakan accessoire verbintenis. Tiket bagasi berhubungan dengan barangbarang bagasi. Barang-barang adalah barang-barang yang dilaporkan kepada pengangkut dan untuk itu penumpang mendapat tiket bagasi. Jadi, tiket bagasi itu hubungannya erat sekali dengan perjanjian pengangkut. Tetapi meskipun begitu, tidak adanya tiket bagasi, suatu kesalahan didalamnya atau hilangnya tiket bagasi itu tidak mempengaruhi adanya atau berlakunya perjanjian pengangkutan udara yang tetap akan tunduk pada ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Akan tetapi bila pengangkut udara menerima

31 bagasi untuk diangkut tanpa memberikan suatu tiket maka dia tidak berhak mempergunakan ketentuan-ketenuan Pasal 153 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dari ketentuan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk kepentingannya sendiri, pengangkut udara harus memberikan tiket bagasi kepada penumpang sebab kalau tidak, dia akan rugi bila barang bagasi itu hilang atau rusak. 38 Barang-barang yang dibawa penumpang dalam perjalan ada dua macam, yaitu: a. Barang bawaan ialah barang-barang kecil yang dapat dibawa serta oleh penumpang dalam tempat duduknya, misalnya : koper tangan (hand back). Adanya barang-barang ini tidak perlu lagi dilaporkan kepada pengangkut dan terhadap barang-barang ini tidak dipungut biaya b. Barang-barang bagasi barang-barang yang dilaporkan pengangkut dan untuk ini penumpang mendapat tiket bagasi. Sampai berat tertentu penumpang dapat melaporkan barang bagasi tanpa biaya. Sehingga yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa penerbangan jika terjadi kehilangan adalah barang-barang bagasi yang dapat dibuktikan dengan adanya surat bagasi. 38 Ibid

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia penerbangan saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan merupakan salah satu unsur penting dalam menggerakan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua pihak, yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena wilayahnya meliputi ribuan pulau. Kondisi geografis wilayah nusantara tersebut menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam aspek perekonomian, jasa angkutan yang cukup serta memadai sangat diperlukan sebagai penunjang pembangunan ekonomi. Tanpa adanya transportasi sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan ketepatan, maka jasa angkutan udara sangatlah tepat karena ia merupakan salah satu transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan dan udara dengan batas-batas, hakhak, dan kedaulatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3610) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi Perkeretaapian UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 157 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perusahaan penerbangan adalah Perusahaan yang bergerak dalam bidang angkutan udara yang mengangkut penumpang, barang, pos, dan kegiatan keudaraan lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi telah mendorong timbulnya persaingan yang sangat kompetitif

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi telah mendorong timbulnya persaingan yang sangat kompetitif BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Globalisasi telah mendorong timbulnya persaingan yang sangat kompetitif dalam segala bidang usaha. Keberhasilan kompetisi ini sangat ditentukan oleh antisipasi pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesawat udara 1 merupakan sarana perhubungan yang cepat dan efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi. Pesawat udara memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). 1 Pernyataan tersebut secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya bidang teknologi dan perubahan pola kehidupan manusia yang semakin cepat membuat begitu banyak aktivitas yang harus dilakukan oleh manusia untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM 2.1 Pengangkut 2.1.1 Pengertian pengangkut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkut adalah (1) orang yang mengangkut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan ekonomi serta perkembangan kebudayaan telah menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen. Untuk memenuhi tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana

Lebih terperinci

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3) TANGGUNG JAWAB PENGUSAHA ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENUMPANG MASKAPAI GARUDA INDONESIA YANG MENGALAMI KETERLAMBATAN PENERBANGAN DI BANDARA UDARA INTERNASIONAL ADI SOEMARMO SOLO Sri Sutarwati 1), Hardiyana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekstrem dapat dikatakan pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan. mengakibatkan kepemilikan apapun (Kotler, 2002:83).

BAB I PENDAHULUAN. ekstrem dapat dikatakan pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan. mengakibatkan kepemilikan apapun (Kotler, 2002:83). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrem dapat dikatakan pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.pelayanan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perlindungan Konsumen Penumpang Pesawat Terbang. a. Pengertian Pelindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perlindungan Konsumen Penumpang Pesawat Terbang. a. Pengertian Pelindungan Konsumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Perlindungan Konsumen Penumpang Pesawat Terbang a. Pengertian Pelindungan Konsumen Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini menyebabkan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini menyebabkan banyak perusahaan yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Hal ini seakan menuntut

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian dan Fungsi Pengangkutan Istilah pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG A. Dasar Hukum Penetapan Tarif Angkutan Penumpang Undang-undang pengangkutan Indonesia menggunakan istilah orang untuk pengangkutan penumpang.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN SEBAGAI PENGGUNA JASA PENERBANGAN

PERLINDUNGAN KONSUMEN SEBAGAI PENGGUNA JASA PENERBANGAN PERLINDUNGAN KONSUMEN SEBAGAI PENGGUNA JASA PENERBANGAN Oleh: A.A. Gede Govindha Suryawan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan yang berjudul Perlindungan Konsumen Sebagai Pengguna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sangat banyak yaitu kurang lebih 210 juta, dengan total wilayahnya

I. PENDAHULUAN. yang sangat banyak yaitu kurang lebih 210 juta, dengan total wilayahnya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat banyak yaitu kurang lebih 210 juta, dengan total wilayahnya sebesar 5,2 juta kilometer persegi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara kepulauan yang sangat besar dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara kepulauan yang sangat besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara kepulauan yang sangat besar dan terdiri dari banyak pulau-pulau, baik itu pulau besar maupun pulau-pulau yang kecil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat transportasi untuk mempermudah mobilisasi. Dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat transportasi untuk mempermudah mobilisasi. Dari berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini masyarakat memiliki mobilitas yang tinggi untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Untuk mendukung mobilitas tersebut dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 92 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, berikut akan disajikan kesimpulan hasil penelitian tersebut, yaitu sebagai berikut : 1. Hasil pengujian hipotesis pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makin maju dan berkembang suatu masyarakat, makin tinggi pula mobilitas sosialnya, baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Untuk mendukung mobilitas sosial

Lebih terperinci

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan tanpa didukung adanya jasa angkutan udara, sebab dampak dari adanya pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan secara langsung, antara lain perhubungan yang cepat, efisien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. datang dan berangkat mencapai dan (Buku Statistik

BAB I PENDAHULUAN. datang dan berangkat mencapai dan (Buku Statistik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bersamaan dengan pulihnya perekonomian Indonesia setelah krisis pada tahun 1997, Industri Penerbangan pun mengalami perkembangan yang signifikan. Indikasi perkembangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.716, 2015 KEMENHUB. Angkutan Udara Niaga. Keterlambatan Penerbangan. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang penelitian Industri penerbangan merupakan salah satu sektor industri yang memiliki pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung relatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Pengangkutan merupakan bagian dari perdagangan saat ini, dikenal adanya sistem baru yakni pengangkutan multimoda. Sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia saat ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA Suprapti 1) 1) Program Studi Manajemen Transportasi Udara, STTKD Yogyakarta SUPRAPTI071962@yahoo.co.id Abstrak Pada era

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan 30 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Dengan dikenalnya sistem baru dalam pengangkutan sebagai bagian dari perekonomian saat ini yaitu pengangkutan multimoda

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004 KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 81 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UDARA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 11 Tahun 2001 telah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan penulis tentang permasalahan mengenai maskapai penerbangan, penulis memberikan kesimpulan atas identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Hubungan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas beribu ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan (ibid, 1998:7).

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan (ibid, 1998:7). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting untuk memperlancar roda pembangunan, perekonomian, serta kehidupan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan kegiatan pendukung bagi aktivitas masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhannya adalah transportasi udara. Transportasi udara merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhannya adalah transportasi udara. Transportasi udara merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis transportasi yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam pemenuhan kebutuhannya adalah transportasi udara. Transportasi udara merupakan alat transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan transportasi dan teknik perencanaannya mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan transportasi dan teknik perencanaannya mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan transportasi dan teknik perencanaannya mengalami revolusi yang pesat sejak tahun 1980-an. Pada saat ini kita masih merasakan banyak permasalahan

Lebih terperinci

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Perekonomian Jambi yang mampu tumbuh sebesar 5,89% pada tahun 2006 merupakan prestasi tersendiri. Pada awal tahun bekerjanya mesin ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya tuntutan manusia terhadap sarana transportasi. Untuk menunjang kelancaran pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sarana transportasi massal saat ini menjadi sangat penting karena letak Indonesia yang begitu luas serta dikelilingi lautan. Transportasi tersebut akan menjadi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1297, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Jaringan. Rute. Penerbangan. Angkutan Udara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 88 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jasa transportasi merupakan salah satu bidang usaha yang memegang

BAB I PENDAHULUAN. Jasa transportasi merupakan salah satu bidang usaha yang memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jasa transportasi merupakan salah satu bidang usaha yang memegang peranan penting dalam perekonomian terutama kebutuhan mobilisasi manusia dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan jasa pelayanan maskapai penerbangan dari tahun ke tahun semakin menjadi perhatian masyarakat luas. Hal itu dapat dilhat dari ketatnya persaingan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 16 BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 1. Sejarah Pengangkutan Barang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau

Lebih terperinci

UKDW. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini perkembangan industri jasa transportasi di Indonesia berkembang

UKDW. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini perkembangan industri jasa transportasi di Indonesia berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini perkembangan industri jasa transportasi di Indonesia berkembang sangat pesat, terutama pada jasa penerbangan yang setiap tahun selalu meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian a. Pengertian Umum Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN. A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN. A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan Menurut Hukumnya Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Konsumen memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha guna memenuhi keperluannya. Sementara

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1213, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kegiatan Angkutan Udara Perintis dan Subsidi Angkutan Udara Kargo. Kriteria. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 79 TAHUN

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional Dengan kemajuan teknik pada masa kini, kecelakaan-kecelakaan pesawat udara relatif jarang terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan penerbangan tumbuh dengan pesat banyak perusahaan atau maskapai

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan penerbangan tumbuh dengan pesat banyak perusahaan atau maskapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era modern sekarang ini, kebijakan angkutan udara cenderung liberal. Perusahaan penerbangan tumbuh dengan pesat banyak perusahaan atau maskapai penerbangan yang

Lebih terperinci

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501 BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501 2.1. Dasar Hukum Pengangkutan Udara Pengangkutan berasal dari kata angkut, seperti yang dijelaskan oleh Abdulkadir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Dahulu, sarana transportasi laut menjadi pilihan utama bagi masyarakat menengah ke

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Dahulu, sarana transportasi laut menjadi pilihan utama bagi masyarakat menengah ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia adalah Negara kepulauan, maka membutuhkan banyak sarana transportasi untuk menunjang proses perdagangan, bisnis, dan segala transaksi maupun urusan antar

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis Perlindungan Konsumen Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 8 Pengertian & Dasar Hukum Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi sebagai salah satu sarana yang diperlukan dalam efisiensi

BAB I PENDAHULUAN. transportasi sebagai salah satu sarana yang diperlukan dalam efisiensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi sangat mempengaruhi perkembangan alat transportasi sebagai salah satu sarana yang diperlukan dalam efisiensi waktu dan kecepatan. Semakin canggihnya

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA ADISUTJIPTO SEBAGAI BANDARA INTERNASIONAL

PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA ADISUTJIPTO SEBAGAI BANDARA INTERNASIONAL LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA ADISUTJIPTO SEBAGAI BANDARA INTERNASIONAL Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi menyangkut pergerakan orang dan barang pada hakekatnya telah dikenal

I. PENDAHULUAN. Transportasi menyangkut pergerakan orang dan barang pada hakekatnya telah dikenal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi menyangkut pergerakan orang dan barang pada hakekatnya telah dikenal secara alamiah semenjak manusia ada di bumi, meskipun pergerakan atau perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Harus diakui

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai

BAB I. PENDAHULUAN. Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai BAB I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Keberhasilan fenomenal Southwest Airlines di Amerika Serikat sebagai maskapai Low Cost Carrier (LCC) dapat dilihat dari keuntungan yang diperoleh setiap tahunnya.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pada sektor transportasi dan informasi dewasa ini menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi perdagangan luar negeri atau yang

Lebih terperinci

Melalui grafik diatas dapat diketahui bahwa demand penumpang penerbangan di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun 1998 hingga tahun 2000.

Melalui grafik diatas dapat diketahui bahwa demand penumpang penerbangan di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun 1998 hingga tahun 2000. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan pasca peristiwa reformasi pada tahun 1998 ikut memicu perkembangan industri jasa transportasi udara nasional yang sempat terpuruk diterpa

Lebih terperinci

ANALISIS DATA. A. Pelaksanaan Tanggung Jawab PT. Trans Nusa Terhadap Penumpang. Prinsip tanggung jawab mutlak atau( strict liability) :

ANALISIS DATA. A. Pelaksanaan Tanggung Jawab PT. Trans Nusa Terhadap Penumpang. Prinsip tanggung jawab mutlak atau( strict liability) : BAB IV ANALISIS DATA A. Pelaksanaan Tanggung Jawab PT. Trans Nusa Terhadap Penumpang Pelaksanaan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh pihak PT. Trans Nusa terhadap Penumpang tidak terlepas dari prinsip

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT. Citra Van Titipan Kilat (Tiki) yang dirugikan karena surat pos atau paket pos terlambat, rusak, atau hilang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan tak dapat dipungkiri, hal ini ditandai dengan berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan tersebut sejalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akhir-akhir ini perkembangan industri jasa transportasi di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Akhir-akhir ini perkembangan industri jasa transportasi di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini perkembangan industri jasa transportasi di Indonesia berkembang sangat pesat, terutama pada jasa penerbangan yang setiap tahun selalu meningkat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan PT. AirAsia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan PT. AirAsia Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil Perusahaan PT. AirAsia Indonesia Bisnis penerbangan di Indonesia semakin terlihat menjanjikan. Pengguna jasa penerbangan di negara kita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan 1. Pengertian Pengangkutan Beberapa ahli, memberikan pengertian mengenai pengangkutan di antaranya: a. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya penerapan strategi pelayanan perusahaan yang tepat. Perkembangan dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. perlunya penerapan strategi pelayanan perusahaan yang tepat. Perkembangan dunia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persaingan dalam dunia bisnis semakin ketat seiring dengan perkembangan teknologi ekonomi, pendidikan dan sosial budaya, sehingga mempengaruhi perlunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rapi sehingga dapat menunjang kegiatan pariwisawa. Industri yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. rapi sehingga dapat menunjang kegiatan pariwisawa. Industri yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan pariwisata khususnya di Indonesia semakin meningkat pesat. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari sarana infrastruktur yang semakin tertata rapi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 33 Provinsi dan 17,500 pulau

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 33 Provinsi dan 17,500 pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 33 Provinsi dan 17,500 pulau yang tersebar di sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angkutan udara sebagai salah satu moda transportasi tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional, yang

Lebih terperinci

Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA. Oktober 2011

Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA. Oktober 2011 Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA Oktober 2011 1 LATAR BELAKANG Memberikan pemahaman kepada penyedia dan pengguna jasa angkutan udara tentang arti sebuah tiket, surat muatan udara dan claim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan hidup yang tidak kalah penting di era globalisasi ini adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling mengirim barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir di Indonesia. Sejumlah armada bersaing ketat merebut pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. terakhir di Indonesia. Sejumlah armada bersaing ketat merebut pasar domestik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan industri penerbangan melonjak tajam dalam satu dekade terakhir di Indonesia. Sejumlah armada bersaing ketat merebut pasar domestik dan regional. Pemerintah

Lebih terperinci

Privat Law Vol. V No. 1 Januari-Juni

Privat Law Vol. V No. 1 Januari-Juni TANGGUNG JAWAB KEPERDATAAN DALAM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN UDARA ATAS KETERLAMBATAN JADWAL PENERBANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN Shinta Nuraini Snuraini@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG A. Perjanjian dan Pengangkutan Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa pengaruh cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tetap ingin survive dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang UKDW

BAB I PENDAHULUAN. yang tetap ingin survive dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemasaran merupakan aspek yang sangat penting bagi semua perusahaan yang tetap ingin survive dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2,

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2, Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi perpindahan barang dan orang terbesar di

Lebih terperinci