BAB I PENDAHULUAN. Karena sikap dan pemikiran Gus Dur, kadang-kadang di luar batas kesadaran,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Karena sikap dan pemikiran Gus Dur, kadang-kadang di luar batas kesadaran,"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi sebagian masyarakat Indonesia, Abdurahman Wahid (selanjutnya disebut Gus Dur), 1 merupakan sosok kontroversial. Namun mengapa Gus Dur masih banyak mendapat simpatik dan perhatian besar masyarakat luas?. Hal tersebutlah yang sering mengundang pertanyaan di benak masyarakat luas. Karena sikap dan pemikiran Gus Dur, kadang-kadang di luar batas kesadaran, kebiasaan dan kemampuan manusia biasa sehingga apa yang difikirkan, dikatakan dan diimplementasikan oleh Gus Dur selalu menjadi kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia khususnya warga NU sendiri. 2 Gus Dur adalah salah satu sosok cendikiawan muslim yang secara aktif sangat berpengaruh dalam dunia politik. Pengaruh itu bisa diraih oleh Gus Dur karena pengetahuannya yang luas terhadap persoalan masyarakat dan pengetahuan agamanya yang mendalam serta kemampuanya untuk memodifikasi pengetahuan tentang masyarakat dan agama itu menjadi pengetahuan baru yang menjadi kunci pembuka untuk memahami dinamika 1 Gus adalah sebutan bagi anak kiai, khususnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kata Gus Dur merupakan akronim dari kata bagus, sebuah harapan si ayah kepada anak agar kelak menjadi bagus. Panggilan ini diberikan kepada si anak sebelum menjadi kiai. Selain itu, panggilan Gus biasanya diletakkan kepada anak kiai yang nakal, bandel. Lihat Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur (Analisis Wacana Kritis), Yogyakarta: LKiS, 2010, hal Abdurrahman Wahid, Tabayun Gus Dur (Pribumisasi Islam, Hak Minoritas, Reformasi Kultural), (penyunting) Saleh Isre, Yogyakarta, LKiS, 2010, hal. X. 1

2 2 masyarakat dan solusi atas persoalannya sehingga dalam dunia politik Gus Dur selalu memainkan manuver politik yang santun, 3 damai dan selalu menjaga hubungan yang baik kepada semua kalangan. Bagi Gus Dur politik adalah silaturahim. 4 Meskipun lawan politiknya selalu melakukan tindakan manuver politik yang curang dan tidak adil dalam dunia politik. Banyak hal yang dilakukan oleh Gus Dur ketika dia kembali ke Indonesia setelah mengeyam pendidikan di dunia Barat di antaranya mengabdi di Pesantren. Perjuangan tersebut dilanjutkan dengan mempromosikan / mengenalkan dunia pesantren kepada masyarakat kota, sehingga masyarakat tidak berasumsi bahwa cendikiawan pesantren tidak kolot dan pemikirannya tidak tekstual. 5 Di samping itu Gus Dur melakukan hubungan yang sangat baik kepada kalangan terdidik di kota Jakarta dan LSM dalam hal ini organisasi Pengkajian, Pengetahuan, Pendidikan, Ekonomi, dan Sosial (LP3ES). 6 3 Gus Dur melakukan kunjungan atau silaturrahmi politik kepada beberapa tokoh nasional senior, termasuk yang tidak mendukungnya. Yang pertama Gus Dur mengunjungi Menko Polkam non aktif Jenderal Wiranto, lalu mantan Presiden BJ. Habibie dan mantan Presiden Soeharto. Dia juga mengunjungi mantan wakil Presiden Soedarmono, Jenderal Besar Abdul Haris Nasution dan berkunjung ke rumah tokoh Petisi 50 Ali Sadikin dan kelompok Barisan Nasional. Lihat Muhammad Zakki, Gus Dur Presiden Republik Akhirat, Waru- Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2010, hal Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gusdur, Yogyakarta: LKiS, 2010, hal. XVI. 5 Muhammad Rifai, Gus Dur (KH. Abdurahman Wahid Biografi Singkat ), Yogyakarta: Garasi House Of Book, 2012, hal Salah satu prestasi penting dari organisasi ini adalah dengan menerbitkan jurnal Prisma, yang selama bertahun-tahun merupakan jurnal ilmu sosial utama Indonesia. Gus Dur pun menjadi salah seorang penulis utama dalam jurnal tersebut, dengan menulis di jurnal tersebut Gus Dur dapat mengeksploitasikan pemikiran-pemikiran briliannya. Penulisan tersebut dimaksudkan untuk memberikan pemahaman terhadap masyarakat kota mengenai dunia pesantren dan Islam tradisional. Lihat Ibid., hal. 67.

3 3 Melalui organisasi Nahdatul Ulama (NU), Gus Dur banyak belajar pergerakan Orde Baru. Selain belajar dari cara kerja mengelola sebuah organisasi, ia juga mengetahui pengaruh politik pemerintah dalam tubuh organisasi pada masa itu, yang mana pada masa itu organisasi NU merupakan sebuah tameng politik bagi Suharto. Selama memimpin NU, Gus Dur mampu menjaga ormas ini agar tetap moderat sebagaimana yang dicontohkan oleh para pendiri dan pendahulunya. Ini tentu merupakan sesuatu yang sangat berbeda dengan NU di bawah kepemimpinan K.H. Hasyim Muzadi, yang cenderung dekat dengan kelompok Islam kanan, suatu kecenderungan yang lebih disebabkan oleh motif politik dan kekuasaan para pemimpin NU sendiri. 7 Selama kepemimpinan Gus Dur, NU tidak pernah mengambil keputusan hukum yang bersifat final dan kaku. Semua hukum dan keputusan bisa berubah sesuai dengan alasan yang kuat dalam rangka menyikapi perubahan kondisi dan kebutuhan manusia yang bersifat dinamis. Watak dinamis dan moderat seperti itulah yang selalu dipertahankan dan dipegang teguh oleh Gus Dur selama menjadi ketua NU. 8 Selain berjuang untuk kemaslahatan NU, Gus Dur juga berjuang untuk semua kalangan, terutama kalangan tertindas minoritas. Semenjak ia menjadi 7 Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gusdur, hal Ibid., hal. 78.

4 4 ketua PBNU, perjuangannya untuk humanisme sangatlah kuat dan melekat serta konsistensi tinggi. 9 Gus Dur sebagai seorang tokoh politik yang dianggap fenomenal dalam sejarah pemikiran politik Indonesia. Dalam diri Gus Dur terangkum berbagai predikat: kiai, politisi, intelektual muslim, budayawan dan aktivitas kemanusian. Kiprah politiknya sendiri semakin menjulang ketika secara tegas ia terjun dalam dunia politik praktis dengan mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 10, hingga mencapai puncaknya pada , saat ia menjadi Presiden Indonesia ke Selama kurang lebih 2 tahun Gus Dur menjabat sebagai presiden RI ke-4 yaitu mulai diangkat pada tanggal 20 Oktober 1999 dan berakhir pada tanggal 20 Juli Dalam waktu yang singkat tersebut Gus Dur mampu melakukan pembaruan 13 birokrasi pemerintahan meskipun memicu kontroversi di tengah masyarakat khusunya di dalam pemerintahan. 9 Sebagai tindakan kongkrit dari perjuangan dan pembelaan Gus Dur terhadap kalangan minoritas yang tertindas dapat kita lihat ketika terjadi peristiwa gugatan pasangan Kong Hu Cu ke PTUN Surabaya, karena tidak di akui perkawinan mereka berdasarkan kepercayaan yang dianut. Dalam hal ini bukti dukungan Gus Dur adalalah dengan menghadiri setiap sidang-sidang pengadilan dengan memberikan dukungan moral terhadap kedua pasangan tersebut. Muhammad Rifa I, Gus Dur, hal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah sebuah partai politik di Indonesia. Partai ini didirikan di Jakarta pada tanggal 29 Rabi ul Awal 1419 Hijriyah/23 Juli 1998 yang dideklarasikan oleh para kiai-kiai Nahdlatul Ulama (Munasir Ali, Ilyas Ruchiyat, Abdurrahman Wahid, A. Mustafa Bisri dan A. Muchith Muzadi). Lihad.,Ibid., hal Ibid., hal Arief Mudatsir Mandan, Jejak Langkah Guru Bangsa, Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2010, hal Kebijakan yang dilakukan oleh Gus Dur diantaranya dengan melakukan penutupan terhadap Departemen Penerangan (Deppen). Karena menurut Gus Dur Deppen tersebut telah banyak melakukan kesalahan dan kekeliruan seperti sarang pemerasan terhadap kebebasan pers. Sementara, Depsos dilikuidasi, karena departemen ini beranggapan bahwa masalah

5 5 Jabatan presiden tersebutlah yang menjadi parameter untuk melihat prestasi yang diraih oleh Gus Dur dalam dunia politik. Posisi seperti itu bisa diraih karena bahasa dan gaya politik Gus Dur merupakan akumulasi dari pengetahuan yang bersifat menyeluruh tentang berbagai bidang kehidupan masyarakat. Pengetahuan dan kepeduliannya tentang berbagai bidang kehidupan masyarakat itu mempunyai tempat sendiri-sendiri dalam totalitas keyakinannya, namun saling menunjang dan saling melengkapi. Pengetahuan dan kepedulian tentang suatu hal yang tidak menjadi faktor tandingan terhadap hal yang lain. Karena itu Gus Dur bisa mengayomi berbagai aspirasi keagamaan dan keyakinan sekaligus menjadikan kehidupan bersama sebagai wahana pematangan dan dinamisasi pemikiran. 14 Kelihaian Gus Dur melakukan gerakan politik memang diakui kawan maupun lawan. Bagi sebagian orang pemikiran dan perilaku politik Gus Dur dinilai dapat menjadi khasanah dalam dinamika pemikiran politik di Indonesia. Gaya politik yang nyeleneh dari sosok Gus Dur menunjukan adanya tipikal pemikiran politik yang khas ketika melakukan interaksi dan advokasi politik. Salah satunya yang patut diperhitungkan dalam sejarah dalam pemikiran politik adalah kemampuannya membangun intelektualisme dan aktivisme sekaligus, yang jarang dilakukan oleh para kiai di lingkungannya. Berjuang melalui politik praktis diiringi dengan perlawanan sosial yang terjadi dalam masyarakat, itu merupakan tanggung jawab dan harus dipecahakan oleh masyarakat sendiri. Artinya masalah itu biarlah diurus oleh masyarakat. Kekhawatiran inilah menurut Gus Dur, yang nantinya akan menjadi sebuah lembaga yang akan memperpanjang tali birokrasi yang tidak perlu. Lihat Ibid., hal Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur, hal. 74.

6 6 terhadap kebodohan politik itu sendiri dengan intelektualismenya, merupakan gaya Gus Dur. 15 Sebagai seorang pemikir, Gus Dur mampu merepresentasikan ide-idenya secara produktif melalui salah satunya teks pidato kenegaraan. Dalam menuangkan idenya, Gus Dur dipandang sebagai penulis yang komunikatif. Dari segi bahasa, tulisan Gus Dur yang dimanifestasikan melalui teks-teks pidato kenegaraan enak dibaca, karena menggunakan bahasa yang enak, sederhana dan lancar bahkan komunikatif. Sementara dari segi materi, tulisan Gus Dur dalam teks-teks pidato kenegaraan memosisikan Gus Dur sebagai fungsi korektif, yaitu perimbangan yang resiprokal antara keyakinan keagamaan dan rasionalitasnya dalam proses berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain materi dalam teks-teks pidato kenegaraan pembaca diajak untuk berfikir seimbang, karena argumen-argumen yang diajukannya berasal dari dua kutub, yaitu unsur agama dan unsur sekuler. Hal tersebut menjadi bukti bahwa posisi teks-teks pidato kenegaraan Gus Dur dalam membangun pemikiran politik Indonesia dipandang cukup dominan mempengaruhi proses nasionalisme, liberalisme, pluralisme dan demokrasi. Meskipun diakui bahwa Gus Dur bukanlah ilmuan politik. Pemikiran dan ijtihadnya telah mempengaruhi perkembangan proses nasionalisme, liberalisme, pluralisme dan demokrasi di Indonesia. Islam sebagai basis ideologi dan pemikiran kritis di sisi lain. Karakter tersebut sebagai implementasi dari maqashid al- syariah (tujuan syariat), yaitu suatu 15 Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur, hal. 3.

7 7 pemikiran yang mempertimbangkan teks ilahiah (nash) dengan konteks kekinian ( urf). 16 Hukum dan keputusan yang diambil juga harus mempertimbangkan secara seksama terhadap manfaat dan maslahatnya bagi manusia. 17 Watak dinamis dan moderat seperti itulah yang selalu dipertahankan dan dipegang teguh oleh Gus Dur selama ia menjadi Presiden Republik Indonesia ke-4. Secara umum apa yang hendak didedahkan oleh Gus Dur adalah suatu hubungan seimbang dan timbal balik antara keyakinan sekuler dalam berbagai wujud manifestasinya dalam proses terus-menerus berbangsa dan bernegara. 18 Teks merupakan bagian dari wacana, mengutip pendapat Van Dijk dalam Munawar Ahmad bahwa teks tidak hanya berdiri sendiri, tetapi merupakan simple an ordered sequence of proposition. Terdapat serangkaian proposisi yang membentuk dan memberi makna terhadap teks 19. Teks memiliki bangunan konstruksi, yakni teksture. Dalam hal ini, untuk mengungkap dari suatu teks pidato Presiden Abduraman Wahid. Latar belakang itulah mengundang penulis untuk mengetahui komunikasi politik yang diterapkan dan dimaikan oleh presiden dalam hal ini Gus Dur, sehingga penulis merasa tertarik untuk meneliti secara fokus mengenai komunikasi politik dalam teks pidato yang disampaikan oleh 16 Ibid., hal Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gusdur, hal. 79. hal. xvii. 18 Greg Barton dan Hairus Salim, Prisma Pemikiran Gus Dur, Yogyakarta: LKiS, 2010, 19 Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur, hal. 31.

8 8 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) selama ia menjadi presiden RI ke-4. Dengan judul Komunikasi Politik Gus Dur (Analisis Wacana Kritis Teks Pidato Kenegaraan Presiden Abdurrahman Wahid yang Disampaikan di Depan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000 ) B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah bagaimana komunikasi politik Presiden Abdurrahman Wahid dalam teks pidato kenegaraan yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus C. Tujuan Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui komunikasi politik Presiden Abdurrahman Wahid dalam teks pidato kenegaraan yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus D. Manfaat Penelitian a. Teoritis (1) Memperluas wawasan tentang komunikasi politik yang dimainkan oleh presiden khususnya mengenai komunikasi politik Abdurrahman Wahid. (2) Menambah kesadaran untuk selalu bersikap kritis dan analisis ketika melihat sejumlah argumen yang membentang di depan kita. Sehingga kita tidak mudah terprakarsai oleh pihak dan golongan tertentu.

9 9 (3) Menjadi bahan acuan tambahan untuk penelitian sejenis selanjutnya. Sehingga memberikan kemudahan untuk hunting bahan-bahan penelitian khususnya berkaitan dengan politik Presiden Abdurrahman Wahid b. Praktis (1) Bagi mahasiswa dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan politik karena kemuktahiran ini selalu diasumsikan oleh masyarakat luas bahwa politik itu identik dengan kecurangan dan penuh dengan daya tipu belaka untuk mendapatkan sebuah tujuan yang bersifat matearilistis dan prakmatis. (2) Dapat membantu peranan politikus. sehingga mudah dalam menentukan metode komunikasi yang baik kepada pimpinan dalam hal ini presiden dalam rangka untuk membangun sebuah presefsi yang sama. Untuk mewujudkan Negara yang demokratis sesuai dengan yang telah diamanatkan oleh UUD, demi mencapai sebuah tatanan kehidupan yang madani.

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Usaha K. H. Abdurrahman Wahid Usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Dari pemaparan yang telah diuraikan oleh penulis dapat diambil. kesimpulan mengenai komunikasi politik Abdurrahman Wahid selama

BAB VI PENUTUP. Dari pemaparan yang telah diuraikan oleh penulis dapat diambil. kesimpulan mengenai komunikasi politik Abdurrahman Wahid selama 143 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari pemaparan yang telah diuraikan oleh penulis dapat diambil kesimpulan mengenai komunikasi politik Abdurrahman Wahid selama menjadi presiden yang termanifestasikan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kerja akademik yang menuntut penerapan prosedur ilmiah tertentu sehingga hasil riset dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar inilah penulis memandang penting

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 Assalamu alaikum Warahmatullahiwabarakatuh.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir semua negara majemuk termasuk Indonesia mempunyai kelompok minoritas dalam wilayah nasionalnya. Kelompok minoritas diartikan sebagai kelompok-kelompok

Lebih terperinci

yang mungkin selama ini belum banyak yang membaca pertarungan wacana semacam ini sebagai sebuah fenomena politis. Kontribusi Teoritik

yang mungkin selama ini belum banyak yang membaca pertarungan wacana semacam ini sebagai sebuah fenomena politis. Kontribusi Teoritik 119 BAB 5 Kesimpulan Nahdlatul Ulama sebuah organisasi keagamaan yang selama ini kental dengan kesan tradisional dan konservatif dengan atsmosfer keagamaan yang cenderung tenang dan statis ternyata memiliki

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab V, penulis memaparkan simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Simpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap analisis hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian bahwa Islam tidak hanya tentang sistem nilai, tetapi juga memuat sistem politik. Islam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas Tunggal Pancasila oleh Nahdlatul Ulama : Latar Belakang dan Proses 1983-1985 yang menjadi bahan

Lebih terperinci

BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN NU SIDOARJO DALAM USAHA PEMBERDAYAAN CIVIL SOCIETY

BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN NU SIDOARJO DALAM USAHA PEMBERDAYAAN CIVIL SOCIETY BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN NU SIDOARJO DALAM USAHA PEMBERDAYAAN CIVIL SOCIETY A. Peluang NU cabang Sidoarjo dalam mewujudkan civil society Dilihat Secara analisis obyektif, Peluang NU dalam pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA

BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA 18 BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA A. Konsep Syura dalam Islam Kata syura berasal dari kata kerja syawara>> yusyawiru yang berarti menjelaskan, menyatakan

Lebih terperinci

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA (Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas MK Pendidikan Pancasila) Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma. Disusun Oleh: Nama : WIJIYANTO

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. menyebabkan beliau dihargai banyak ulama lain. Sejak usia muda, beliau belajar

BAB V KESIMPULAN. menyebabkan beliau dihargai banyak ulama lain. Sejak usia muda, beliau belajar BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Hisoris Kemampuan keilmuan dan intelektualitasya K.H. Hasyim Asy ari merupakan hasil dari belajar keras selama waktu yang tidak pendek. Hal ini menyebabkan beliau dihargai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian bangsa dan kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian bangsa dan kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Alasan utama pengembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata, baik secara lokal, regional atau ruang lingkup nasional pada suatu negara sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan

Lebih terperinci

NU: jamaah konservatif yang melahirkan gerakan progresif

NU: jamaah konservatif yang melahirkan gerakan progresif Martin van Bruinessen, "NU: Jamaah konservatif yang melahirkan gerakan progresif", Kata pengantar pada: Laode Ida, NU Muda: Kaum progresif dan sekularisme baru. Jakarta: Erlangga, 2004, hal. xii-xvii.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Lebih terperinci

2015 STRATEGI PARTAI ISLAM D ALAM PANGGUNG PEMILIHAN PRESID EN DI INDONESIA TAHUN

2015 STRATEGI PARTAI ISLAM D ALAM PANGGUNG PEMILIHAN PRESID EN DI INDONESIA TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Partai politik sebagai kekuatan politik mempunyai hak dan bagian dalam setiap pemilihan umum. Pada setiap partai politik menganut ideologinya masing-masing

Lebih terperinci

Jl. Lembang Terusan No. D57, Menteng Jakarta Pusat, 10310, Indonesia Telp. (021) , Fax (021) Website:

Jl. Lembang Terusan No. D57, Menteng Jakarta Pusat, 10310, Indonesia Telp. (021) , Fax (021) Website: WARISAN POLITIK SOEHARTO Jl. Lembang Terusan No. D57, Menteng Jakarta Pusat, 10310, Indonesia Telp. (021) 391-9582, Fax (021) 391-9528 Website: www.lsi.or.id, Email: info@lsi.or.id Latar belakang Cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Esai merupakan suatu ekspresi diri berupa gagasan atau pemikiran seseorang tentang suatu hal yang dituangkan dalam bentuk tulisan yang berupa teks. Esai atau tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43 BAB I PENDAHULUAN Setiap penelitian akan di latar belakangi dengan adanya permasalahan yang Akan dikaji. Dalam penelitian ini ada permasalahan yang dikaji yaitu tentang Efektivitas Tokoh Agama dalam Membentuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

Nasionalisme Sukarno dan Nasionalisme Hatta. ( Suatu Studi Perbandingan Mengenai Konsep Nasionalisme menurut Sukarno dan Hatta )

Nasionalisme Sukarno dan Nasionalisme Hatta. ( Suatu Studi Perbandingan Mengenai Konsep Nasionalisme menurut Sukarno dan Hatta ) Nasionalisme Sukarno dan Nasionalisme Hatta ( Suatu Studi Perbandingan Mengenai Konsep Nasionalisme menurut Sukarno dan Hatta ) A. Latar Belakang 1. Identifikasi Permasalahan Sukarno dan Hatta adalah dua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004

I. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan salah satu partai politik dengan basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004 mengalami

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK MASA REFORMASI DI INDONESIA

2015 PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK MASA REFORMASI DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang didasarkan oleh suatu prinsip yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi merupakan salah satu sistem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY

BAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY BAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY A. Pengertian tentang konsep civil society Konsep civil society memiliki pengertian yang beragam sesuai dengan sudut pandang masing-masing tokoh yang memberikan penekanan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. seperti Nasionalisme Radikal, Tradisi Jawa, Komunisme, Sosial Demokrat dan Islam,

BAB V PENUTUP. seperti Nasionalisme Radikal, Tradisi Jawa, Komunisme, Sosial Demokrat dan Islam, BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Banyak muncul pemikiran-pemikiran politik di Indonesia sejak awal Indonesia merdeka, hal iu menyebabkan sering kali terjadi pergesekan diantara pemikiran-pemikiran politik tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. oleh masyarakat menunjukkan bahwa Indonesia sudah menjadi negara yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. oleh masyarakat menunjukkan bahwa Indonesia sudah menjadi negara yang telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia telah menjadi negara demokrasi yang semakin berkembang. Berawal dari PEMILU pertama pada tahun 1955 untuk memilih pemimpin negara, sampai pemilihan

Lebih terperinci

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. *

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. * KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN Oleh, Novita Siswayanti, MA. * Abstrak: Pemikiran pembaharuan Kiai Wahid Hasyim telah memberikan pencerahan bagi eksistensi pesantren dalam menentukan arah serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara demokrasi, dengan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat memiliki peranan penting dalam aspek kehidupan bernegara. Oleh karena

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK PKN 1 ORDE REFORMASI TAHUN 1998-SEKARANG. DosenPengampu: Ari Wibowo, M.Pd. Kelompok 12: MadinatulMunawaroh ( )

TUGAS KELOMPOK PKN 1 ORDE REFORMASI TAHUN 1998-SEKARANG. DosenPengampu: Ari Wibowo, M.Pd. Kelompok 12: MadinatulMunawaroh ( ) TUGAS KELOMPOK PKN 1 ORDE REFORMASI TAHUN 1998-SEKARANG DosenPengampu: Ari Wibowo, M.Pd. Kelompok 12: MadinatulMunawaroh (14144600187) Mega AyuSetyana (14144600211) Novi TrisnaAnggrayni (14144600199) Kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Marwan Gupron, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Marwan Gupron, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan politik merupakan agenda yang sangat penting, apalagi di sebuah bangsa yang bebas dari penjajahan, karena demokrasi atau proses demokratisasi memerlukan

Lebih terperinci

Mam MAKALAH ISLAM. Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara

Mam MAKALAH ISLAM. Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara Mam MAKALAH ISLAM Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara 20, September 2014 Makalah Islam Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara M. Fuad Nasar Pemerhati Sejarah, Wakil Sekretaris BAZNAS Polemik seputar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kekalahan jepang oleh sekutu memberikan kesempatan bagi kita untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kekalahan jepang oleh sekutu memberikan kesempatan bagi kita untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekalahan jepang oleh sekutu memberikan kesempatan bagi kita untuk menyatakan diri sebagai Negara yang berdaulat melalui proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Kemerdekaan

Lebih terperinci

Menjadi Oposisi Itu. Oleh Nurcholish Madjid

Menjadi Oposisi Itu. Oleh Nurcholish Madjid c Prestasi, bukan Prestise d Menjadi Oposisi Itu Terhormat Oleh Nurcholish Madjid Melihat perkembangan masyarakat sekarang ini, rupanya kita masih dikuasai oleh kerangka berpikir feodalisme absolut, yang

Lebih terperinci

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nasionalisme atau rasa kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari sistem pemerintahan yang berlaku di sebuah negara. Nasionalisme akan tumbuh dari kesamaan cita-cita

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi, tokoh Muhammadiyah,

BAB IV PENUTUP. Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi, tokoh Muhammadiyah, BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Novel biografi Menapak Jejak Amien Rais Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta mengisahkan perjalanan hidup seorang Amien Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kyai memberikan pengaruh yang cukup besar dalam perpolitikan di Martapura

BAB I PENDAHULUAN. kyai memberikan pengaruh yang cukup besar dalam perpolitikan di Martapura BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Martapura Kabupaten Banjar diidentikan dengan pondok pesantrennya, dengan puluhan, ratusan, bahkan ribuan santri yang ada di dalamnya. Nilai-nilai religius yang

Lebih terperinci

Habib Rizieq: "Indonesia bukan Negara Demokrasi"

Habib Rizieq: Indonesia bukan Negara Demokrasi Habib Rizieq: "Indonesia bukan Negara Demokrasi" http://www.arrahmah.com/news/2013/02/23/habib-rizieq-indonesia-bukan-negara-demokrasi.html#.us5v0febjlk Oleh Saif Al Battar Sabtu, 17 Rabiul Akhir 1434

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

BAB III GUS DUR DALAM SETTING SEJARAH. ayahnya memberinya nama Abdurrahman Ad-Dakhil. Namun, seiring

BAB III GUS DUR DALAM SETTING SEJARAH. ayahnya memberinya nama Abdurrahman Ad-Dakhil. Namun, seiring BAB III GUS DUR DALAM SETTING SEJARAH A. Biografi dan Pendidikan Abdurrahman Wahid, atau yang lebih akrab disapa Gus Dur, lahir pada tanggal 7 September 1940 di desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur. 1 Ia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan tokoh besar dengan mendokumentasikan asal-usul kejadian, menganalisis geneologi, lalu membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, bertanggung jawab, dan bermanfaat bagi kehidupannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, bertanggung jawab, dan bermanfaat bagi kehidupannya. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, dengan pendidikan diharapkan dapat mengahasilkan manusia berkualitas, bertanggung jawab, dan

Lebih terperinci

Peran Mahasiswa Melalui Gerakan Indonesia Membaca untuk Mewujudkan Pendidikan Indonesia yang Berkarakter Oleh : Ghoffar Albab Maarif

Peran Mahasiswa Melalui Gerakan Indonesia Membaca untuk Mewujudkan Pendidikan Indonesia yang Berkarakter Oleh : Ghoffar Albab Maarif Peran Mahasiswa Melalui Gerakan Indonesia Membaca untuk Mewujudkan Pendidikan Indonesia yang Berkarakter Oleh : Ghoffar Albab Maarif Tragedi nol buku, demikian sastrawan senior Taufiq Ismail sampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah pada tahun 1999 sampai dengan 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat telah melalui perjalanan sejarah panjang dalam kepemimpinan nasional sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi,salah satu ciri negara yang menerapkan sistem demokrasi adalah melaksanakan kegiatan pemilihan umum

Lebih terperinci

2014 PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA

2014 PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA BAB V KESIMPULAN Media massa di Indonesia berkembang seiring dengan bergantinya pemerintahan. Kebijakan pemerintah turut mempengaruhi kinerja para penggiat media massa (jurnalis) dalam menjalankan tugas

Lebih terperinci

Bab III. Dasar-Dasar Politik Partai Kebangkitan Bangsa

Bab III. Dasar-Dasar Politik Partai Kebangkitan Bangsa Bab III Dasar-Dasar Politik Partai Kebangkitan Bangsa A. Sejarah Lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa Pecahnya peristiwa G 30 S/PKI pada 30 September ditinjau dari sudut politik Indonesia berarti munculnya

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar BAB V Penutup A. Kesimpulan Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar Kompas dan Republika dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, produksi wacana mengenai PKI dalam berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh kegiatan politik berlangsung dalam suatu sistem. Politik, salah

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh kegiatan politik berlangsung dalam suatu sistem. Politik, salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seluruh kegiatan politik berlangsung dalam suatu sistem. Politik, salah satunya bertujuan melembagakan penyelesaian konflik agar konflik itu tidak melebar menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DPR atau MPR. Karena pergantian sistem pemerintahan, banyak wajah wajah

BAB I PENDAHULUAN. DPR atau MPR. Karena pergantian sistem pemerintahan, banyak wajah wajah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak tumbangnya rezim Soeharto pada tahun 1998, Indonesia mengalami masa reformasi, dimana rakyat bisa terlibat langsung dalam aktivitas politik di DPR atau

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan para pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka. Sebagai proses,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam.

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam. Sejarah pernah mencatat bagaimana kegemilangan kerajaan Aceh pada masa pemerintahan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi Undang Undang yang berkaitan dengan Demokrasi a. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (sebelum

Lebih terperinci

SAMBUTAN PENJABAT GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA UPACARA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KE-47 PROVINSI SULAWESI TENGAH RABU, 13 APRIL 2011

SAMBUTAN PENJABAT GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA UPACARA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KE-47 PROVINSI SULAWESI TENGAH RABU, 13 APRIL 2011 GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN PENJABAT GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA UPACARA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KE-47 PROVINSI SULAWESI TENGAH RABU, 13 APRIL 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR, WAB, SALAM SEJAHTERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Sunatra dalam Pendidikan Politik Kewarganegaraan (2016), suatu bangsa akan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Sunatra dalam Pendidikan Politik Kewarganegaraan (2016), suatu bangsa akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, pemuda senantiasa selalu menempati peran yang strategis dalam setiap peristiwa penting yang terjadi dan dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB VI P E N U T U P

BAB VI P E N U T U P 188 BAB VI P E N U T U P A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan antara lain: Pertama, peran kiai pondok pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata dalam dinamika politik ada beberapa bentuk, yakni

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NANANG FEBRIANTO F. 100 020 160 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

Kontroversi Agama dan Pancasila

Kontroversi Agama dan Pancasila Kontroversi Agama dan Pancasila Tugas Akhir Pancasila STMIK Amikom Yogyakarta Disusun Oleh : Dosen : : M Khalis Purwanto, Drs, MM Nama : HANANDA RISZKY PRATAMA Nim : 11.02.7959 ABSTRAK Agama mampu membangun

Lebih terperinci

ISLAM DI INDONESIA. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK H. U. ADIL, SS., SHI., MH. Modul ke: Fakultas ILMU KOMPUTER

ISLAM DI INDONESIA. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK H. U. ADIL, SS., SHI., MH. Modul ke: Fakultas ILMU KOMPUTER ISLAM DI INDONESIA Modul ke: Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK Fakultas ILMU KOMPUTER H. U. ADIL, SS., SHI., MH. Program Studi SISTEM INFORMASI www.mercubuana.ac.id Umat Islam

Lebih terperinci

Ini Alasan Partai Islam Terseok-Seok

Ini Alasan Partai Islam Terseok-Seok http://www.suarapembaruan.com/politikdanhukum/ini-alasan-partai-islam-terseok-seok/49944 Jumat, 21 Februari 2014 10:24 Politik Aliran Pemilu 2014 Ini Alasan Partai Islam Terseok-Seok Yasin Mohammad. Partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik praktis artinya tidak terlibat dalam kegiatan politik yang berkaitan dengan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sementara pihak seringkali memandang budaya politik tak lebih hanya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sementara pihak seringkali memandang budaya politik tak lebih hanya sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya politik merupakan bagian dari kehidupan politik, walaupun sementara pihak seringkali memandang budaya politik tak lebih hanya sebagai kondisi-kondisi yang mewarnai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan ingin meraih kekuasaan yang ada. Pertama penulis terlebih dahulu akan

I. PENDAHULUAN. dan ingin meraih kekuasaan yang ada. Pertama penulis terlebih dahulu akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika gerakan sosial keagamaan di Indonesia sangat menarik untuk dikaji. Dikatakan menarik, karena salah satu agendanya adalah menyebarkan gagasannya dan ingin

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus 195 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai bagian akhir tesis ini, peneliti memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical discourse analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

Polemik di balik istiiah 'Islam Nusantara'

Polemik di balik istiiah 'Islam Nusantara' Polemik di balik istiiah 'Islam Nusantara' Heyder AffanWartawan BBC Indonesia 15 Juni 2015 Pemunculan istilah Islam Nusantara yang diklaim sebagai ciri khas Islam di Indonesia yang mengedepankan nilai-nilai

Lebih terperinci

EDITORIAL. RESPONS volume 14 no. 2 (2009): (c) 2009 PPE-UNIKA ATMA JAYA, Jakarta. ISSN:

EDITORIAL. RESPONS volume 14 no. 2 (2009): (c) 2009 PPE-UNIKA ATMA JAYA, Jakarta. ISSN: EDITORIAL Mengamati drama sengketa antar para anggota Dewan Perwakilan Rakyat panitia khusus (pansus) Bank Century yang cukup seru, muncul pertanyaan Siapakah sebenarnya yang layak menyandang predikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas

Lebih terperinci

Waktu: 8 x 45 Menit (Keseluruhan KD) Standar Kompetensi: Memahami Hakikat Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Waktu: 8 x 45 Menit (Keseluruhan KD) Standar Kompetensi: Memahami Hakikat Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Waktu: 8 x 45 Menit (Keseluruhan KD) Standar Kompetensi: Memahami Hakikat Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Kompetensi Dasar : 1.1. Mendeskripsikan Hakikat Bangsa Dan Unsur-unsur Terbentuknya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Analisis

BAB V PENUTUP. A. Analisis BAB V PENUTUP A. Analisis Keterlibatan ulama dalam berpolitik sudah ada sejak dahulu bukanlah hal yang baru. Fakta sejarah mencatat bahwa ulama sudah terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) POKOK BAHASAN 1 SISTEM-SISTEM EKONOMI

MODUL PEMBELAJARAN MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) POKOK BAHASAN 1 SISTEM-SISTEM EKONOMI MODUL PEMBELAJARAN MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) POKOK BAHASAN 1 SISTEM-SISTEM EKONOMI copyright 2016 Program Studi Akuntansi Universitas Pamulang, Tangerang Selatan. e-mail: dosen01066@unpam.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Desain Negara Indonesia Merdeka terbentuk sebagai Negara modern, dengan kerelaan berbagai komponen pembentuk bangsa atas ciri dan kepentingan primordialismenya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Warga negara sangat berperan dalam menentukan masa depan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Warga negara sangat berperan dalam menentukan masa depan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Warga negara sangat berperan dalam menentukan masa depan negara. Negara yang mengaku dirinya adalah negara demokrasi, sejatinya memiliki kekuatan ada pada warga negara

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT. dalam pesantren, pendidikan sangat berhubungan erat dengan

BAB IV FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT. dalam pesantren, pendidikan sangat berhubungan erat dengan BAB IV FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT Dalam pendidikan yang berkenaan dengan perkembangan dan perubahan pada santri dalam pesantren, pendidikan sangat berhubungan erat dengan pengetahuan, sikap, kepercayaan,

Lebih terperinci

dikirim untuk JAWA POS PERILAKU POLITISI BY ACCIDENT. Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.

dikirim untuk JAWA POS PERILAKU POLITISI BY ACCIDENT. Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M. -------------------------dikirim untuk JAWA POS ---------------------------- PERILAKU POLITISI BY ACCIDENT Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd ISTILAH reformasi merupakan kata wajib bagi seluruh

Lebih terperinci

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012 satu cara yang perlu ditempuh adalah mengembangkan model home schooling (yang antara lain berbentuk pembelajaran personal ) seperti yang pernah diterapkan pada masa kejayaan Islam abad pertengahan. - Membangun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik. bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik. bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik lima tahunan bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan dalam proses Pemilu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN K.H. ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DAKWAH TANPA KEKERASAN

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN K.H. ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DAKWAH TANPA KEKERASAN BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN K.H. ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DAKWAH TANPA KEKERASAN 4.1 Analisis Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid tentang Dakwah tanpa Kekerasan Hal yang membedakan Gus Dur dengan para da i

Lebih terperinci

Personality Plus : Mengenal Watak Koleris http://meetabied.wordpress.com Tempat Belajar Melembutkan Hati 1 Bagaimana Memahami Orang Lain dengan Memahami Diri Kita Sendiri : Mengenal Watak Koleris Orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan

Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan PERTEMUAN KE 2 1 Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Islam tidak hanya sebagai sebuah agama yang hanya mengatur ibadah ritual tetapi

I PENDAHULUAN. Islam tidak hanya sebagai sebuah agama yang hanya mengatur ibadah ritual tetapi 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam tidak hanya sebagai sebuah agama yang hanya mengatur ibadah ritual tetapi Islam merupakan sebuah ideologi yang melahirkan aturan-aturan yang mengatur kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi kemahasiswaan dibagi menjadi dua, yaitu organisasi intra kampus dan ekstra kampus. Organisasi mahasiswa intrakampus adalah organisasi mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40 Bandung, terdapat beberapa permasalahan dalam proses pembelajaran diantaranya kurangnya berpikir

Lebih terperinci

publik pada sektor beras karena tidak memiliki sumber-sumber kekuatan yang cukup memadai untuk melawan kekuatan oligarki politik lama.

publik pada sektor beras karena tidak memiliki sumber-sumber kekuatan yang cukup memadai untuk melawan kekuatan oligarki politik lama. BAB VI. KESIMPULAN Perubahan-perubahan kebijakan sektor beras ditentukan oleh interaksi politik antara oligarki politik peninggalan rezim Orde Baru dengan oligarki politik reformis pendatang baru. Tarik

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL PERATURAN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :, bahwa untuk melaksanakan ketentuan mengenai pengusulan pemberian Gelar sesuai dengan

Lebih terperinci

SAIFULLAH YUSUF Sang Penghibur yang Terus Mengalir

SAIFULLAH YUSUF Sang Penghibur yang Terus Mengalir SAIFULLAH YUSUF Sang Penghibur yang Terus Mengalir Saya kira kita tidak bisa meninggalkan kesalehan sosial, begitulah Saifullah Yusuf atau lebih akrab disapa Gus Ipul menggambarkan kegemarannya untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

Sosok Pendidik Umat Secara Total dan Dijalani Sepanjang Hayat

Sosok Pendidik Umat Secara Total dan Dijalani Sepanjang Hayat Sosok Pendidik Umat Secara Total dan Dijalani Sepanjang Hayat Saya melihat Prof.Dr.Hj. Tutty Alawiyah adalah sosok pejuang dan sekaligus pendidik sepanjang hayat. Sebagai seorang putri ulama besar, beliau

Lebih terperinci

EKSISTENSI KORPRI DAN PELAYANAN PRIMA

EKSISTENSI KORPRI DAN PELAYANAN PRIMA EKSISTENSI KORPRI DAN PELAYANAN PRIMA Korps Pegawai Republik Indonesia atau disingkat KORPRI adalah wadah untuk menghimpun seluruh Pegawai Republik Indonesia demi meningkatkan perjuangan, pengabdian, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik dan memiliki wilayah kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, Indonesia

Lebih terperinci