BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Hadi Tanudjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Melanjutkan Pendidikan Strata 2 1. Pengertian Motivasi melanjutkan pendidikan strata 2 Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya, dan membantu mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang sesungguhnya (Pintrich, 2003). Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan 14
2 15 yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2000) Sejalan dengan pernyataan Santrock (2007) diatas, Brophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan, membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan menggunakan strategi-strategi belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari bahanbahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004). Lebih lanjut Wexley & Yukl, (2001) memberikan batasan mengenai motivasi sebagai the process by which behaviour is energized and directed. Hal ini didukung
3 16 oleh Mc.Celland (dalam Trismaningrum,2007) yang berpendapat bahwa didalam motivasi terdapat sebuah tujuan dari individu tersebut. Dengan kata lain motivasi adalah serangkaian usaha untuk menyediakan keadaankeadaan tertentu agar seseorang menjadi mau dan ingin melakukan sesuatu. Berdasarkan beberapa definisi diatas selanjutnya dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Dalam penelitian ini, motivasi yang dimaksud adalah motivasi untuk melanjutkan pendidikan strata 2. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) S2 atau yang sering dikenal dengan gelar magister berhubungan dengan tingkat pendidikan atau pengetahuan sesudah sarjana (S1). Selain itu, sebutan Magister (Inggris, Master) merupakan gelar akademik yang diberikan kepada lulusan program pendidikan Magister (S2) atau graduate. Selain itu, untuk mendapatkan gelar magister, biasanya dibutuhkan waktu selama 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun, serta menyelesaikan suatu karya ilmiah atau tesis ( Jadi, definisi dari motivasi melanjutkan pendidikan strata 2 adalah dorongan yang ada dalam diri seseorang
4 17 yang menggerakkan dan mengarahkan perilakunya untuk mencapai tujuannya yaitu untuk melanjutkan pendidikan strata 2 agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi Menurut Irwanto, (2005) faktor yang dapat mempengaruhi motivasi adalah: a. Faktor Internal Pendorong dan pengarah sikap individu yang melanjutkan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan dan menghentikan perilaku yang berasal dari dalam diri individu berupa sikap, kepribadian, pendidikan, pengalaman, pengetahuan, harapan, cita-cita, dan lain sebagainya. b. Faktor Eksternal Faktor yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan dan menghentikan perilaku yang berasal dari luar individu seperti kepemimpinan, pengaruh lingkungan, orang tua, saudara, dan lain sebagainya. Selanjutnya Suprihanto, dkk (2003) mengungkapkan bahwa didalam motivasi itu terdapat suatu interaksi antar berbagai faktor. Berbagai faktor yang dimaksud meliputi:
5 18 a. individu dengan segala unsur-unsurnya : kemampuan dan keterampilan, kebiasaan, sikap dan sistem nilai yang dianut, latar belakang kehidupan sosial budaya, tingkat kedewasaan, dsb. b. Situasi dimana individu berada akan menimbulkan berbagai rangsangan, persepsi individu terhadap harapan dan cita-cita. c. Proses penyesuaian yang harus dilakukan oleh masing-masing individu. d. Pengaruh yang datang dari berbagai pihak : pengaruh teman, komunitas, maupun keluarga. e. Reaksi yang timbul terhadap pengaruh individu f. Perilaku atas perbuatan yang ditampilkan oleh individu. g. Timbulnya persepsi dan bangkitnya kebutuhan baru, cita-cita, dan tujuan. Dari berbagai paparan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi dapat disimpulkan bahwa motivasi untuk melanjutkan pendidikan strata 2 dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal atau pengaruh dari luar diri individu seperti pengaruh tngkat pendidikan ibu.
6 19 3. Aspek-aspek motivasi Menurut Conger (dalam Aftiyan, 2005), motivasi memiliki beberapa aspek diantaranya: a. Kekuatan yang mendorong Aspek ini menunjukkan bahwa timbulnya suatu kekuatan akan dapat mendorong individu untuk melakukan sesuatu. Kekuatan ini bisa berasal dari dalam diri individu, lingkungan sekitar serta keyakinan atau kekuatan yang bersifat kodrati. Secara sadar ataupun tidak sadar, dalam diri individu sering terjadi gejolak yang sangat kuat untuk melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu. Gejolak itu dapat berasal dari keluarga, teman, lingkungan, pengalaman atau apapun yang membuat kita merasa terdorong dan memiliki kekuatan untuk melakukan sesuatu. b. Memiliki sikap yang positif Aspek ini menunjukkan adanya keyakinan dari dalam diri individu yang kuat, penerimaan diri yang tinggi serta selalu optimis dalam menghadapi suatu hal. Ketika individu (anak) sudah mempunyai kekuatan yang mendorong untuk melakukan sesuatu, maka akan timbul pikiran-pikiran positif dari kekuatan pendorong tersebut yang akan mengarahkan individu untuk mempunyai sikap-sikap positif. Seseorang yang mempunyai dorongan yang kuat untuk melanjutkan
7 20 studi ke jenjang yang tinggi akan memupuk dirinya dengan pikiran-pikiran positif yang akan mempertebal keyakinan dan rasa percaya diri dalam diri individu sehingga akan mengarahkan individu pada sikap-sikap positif, seperti pantang menyerah, bekerja keras, berpikiran positif dan sebagainya. c. Berorientasi pada pencapaian suatu tujuan Aspek ini menunjukkan bahwa motivasi menyediakan suatu orientasi tujuan tingkah laku yang dilakukan, diarahkan pada suatu yang dianggap penting dalam kehidupan individu tersebut. Setiap individu yang ingin melanjutkan studinya kejenjang yang lebih tinggi pasti membutuhkan persiapan yang benarbenar matang untuk mewujudkannya. Salah satu caranya, individu harus mempersiapkan materi / tekun belajar untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi guna mencapai apa yang menjadi tujuan individu. Selanjutnya, Morgan (1987) mengemukakan tiga aspek motivasi yaitu: a. keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states) b. tingkah laku yang didorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior)
8 21 c. tujuan daripada tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior) Lebih lanjut Walgito (2004), menyebutkan aspek-aspek motivasi yakni: 1. keadaan terdorong dalam diri organisme (a driving state), yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan misalnya kebutuhan jasmani, karena keadaan lingkungan, atau karena keadaan mental seperti berpikir dan ingatan. 2. perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini. 3. goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut. 4. Fungsi motivasi Sardiman, (2005) menyatakan bahwa ada tiga fungsi utama dari motivasi. Pertama, motivasi mendorong manusia untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuannya sehingga motivasi dapat diilustrasikan sebagai mesin dalam kendaraan yang dapat bergerak apabila pemilik ingin memakainya untuk pergi ke suatu tempat. Sama halnya dengan manusia yang dapat bergerak apabila ada yang mendorongnya untuk mencapai sesuatu. Fungsi motivasi yang kedua adalah menentukan arah perbuatan yang mengarah ke arah tujuan yang
9 22 hendak dicapai jika individu sudah termotivasi untuk mempunyai gelar pascasarjana, maka individu mengetahui secara benar dan pasti langkah apa yang harus diambil dalam mencapai tujuannya. Secara sadar dan tidak sadar rasa motivasi yang demikian membawa individu untuk pergi ke tujuan yang ingin dicapai individu. Fungsi terakhir dari motivasi menurut Sardiman, (2005) adalah sebagai juri yang bertugas untuk menyeleksi perilaku individu dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain, motivasi adalah detektif pribadi bagi diri individu sendiri dimana ia dapat mendeteksi mana hal yang harus dilakukan untuk mencapai tujuannya dan mana hal yang harus dibuang karena mengganggu tujuannya. Selanjutnya, Siagian (2001) menyebutkan beberapa fungsi motivasi, yaitu: a. Motivasi sebagai pendorong individu untuk berbuat Fungsi motivasi dipandang sebagai pendorong seseorang untuk berbuat sesuatu. Motivasi akan menuntut individu untuk melepaskan energi dalam kegiatannya.
10 23 b. Motivasi sebagai penentu arah perbuatan Motivasi akan menuntun seseorang untuk melakukan kegiatan yang benar-benar sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapai. c. Motivasi sebagai proses seleksi perbuatan Motivasi akan memberikan dasar pemikiran bagi individu untuk memprioritaskan kegiatan mana yang harus dilakukan. d. Motivasi sebagai pendorong pencapaian prestasi Prestasi dijadikan motivasi utama bagi seseorang dalam melakukan kegiatan. Jadi secara ringkas, fungsi motivasi adalah sebagai pendorong, pengarah, dan penggerak dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. B. Tingkat Pendidikan ibu 1. Pengertian Tingkat Pendidikan Individu sering mendengar khalayak ramai menyebut dan menggunakan istilah tingkat dalam mengungkapkan sesuatu. Muda 2006, mendeskripsikan tingkat sebagai sebagai suatu ukuran tinggi atau rendahnya kedudukan seseorang atas Sesuatu. Dalam dunia pendidikan, tingkat selalu dihubungkan dengan istilah pendidikan. Tambunan (2009) menjelaskan bahwa istilah pendidikan berasal dari kata Latin yaitu
11 24 educare yang secara harafiah berarti menarik keluar dari sehingga pendidikan diartikan sebagai sebuah aksi dalam membawa seorang (anak / peserta didik) keluar dari kondisi yang tidak merdeka, tidak dewasa, dan tergantung ke suatu situasi merdeka, dewasa, dan dapat menentukan diri sendiri, serta bertanggung jawab. Brubacher (dalam Baraja, 2005) juga berpendapat bahwa pendidikan adalah proses timbal balik dari setiap manusia dalam menyesuaikan dirinya dengan alam, dengan teman, dan dengan alam semesta. Bahkan, Dewey (dalam Baraja, 2005) memandang bahwa pendidikan sebagai proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional sesama manusia. Whiterington (dikutip oleh Buchori dalam Palupi, 2007) mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses yang sengaja dilakukan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan seseorang dimana kepribadian yang dimaksud adalah seluruh tingkah laku seseorang, mulai dari cara berpikir, bersikap, dan bertindak. Baraja, (2005) menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa / mencapai tingkat hidup penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.
12 25 Menurut Sikula (dalam Mangkunegara, 2003), tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Dari beberapa pengertian tingkat dan pendidikan tersebut diatas, selanjutnya dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tingkat pendidikan adalah tinggi rendahnya suatu proses bimbingan yang dilakukan pendidik kepada anak didik di tempat pendidikan formal dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir serta bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan individu dalam mengembangkan potensi yang ada dalam diri individu tersebut. Seperti potensi fisik, moral, sosial, pengetahuan dan keterampilan. 2. Tingkat pendidikan. Jika kita teliti lebih dalam lagi, ada berbagai macam tingkat pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan capai, dan kemampuan yang dikembangkan. Tingkat pendidikan di Indonesia meliputi (
13 26 a. Pendidikan anak usia dini/tidak lulus SD Mengacu pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pasal 1 butir 14 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. b. Pendidikan Dasar Pendididkan dasar merupakan tingkat pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama. Pendidikan dasar mencakup Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). c. Pendidikan Menengah Pendidikan Menengah merupakan tingkat pendidikan lanjutan pendidikan dasar yang harus dilaksanakan minimal 9 (sembilan) tahun. Pendidikan Menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
14 27 d. Pendidikan tinggi pendidikan tinggi adalah tingkat pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai berbagai macam program pendidikan di perguruan tinggi. a. Sarjana (dari Bahasa Sansekerta, dalam bahasa Inggris: Bachelor) adalah gelar akademik yang diberikan kepada lulusan program pendidikan sarjana (S-1) atau undergraduate. b. Magister (dalam Bahasa Inggris: Master) adalah gelar akademik yang diberikan kepada lulusan program pendidikan magister (S-2) atau graduate. c. Doktor (dalam Bahasa Inggris: Doctor) adalah gelar akademik tingkat tertimggi yang diberikan kepada lulusan program pendidikan doktor (S-3) atau postgraduate. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tingkat pendidikan yang diklasifikasikan dari Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah Pertama, Pendidikan Menengah Umum, Diploma, Sarjana (S1), Magister (S2)
15 28 3. Pengertian ibu Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional, 2003), ibu berarti wanita yang telah melahirkan seorang anak. Menurut Kartono (1992), ibu adalah seorang yang mendidik anak, memelihara fisik anak dan harus melibatkan diri dalam menjamin kesejahteraan psikis anak agar anak bisa mengadakan adaptasi terhadap lingkungan sosial, melatih anak agar mampu mengendalikan instink-instink agar anak menjadi manusia yang disiplin, terkendali dan menjadi baik. Partasari (2006), menambahkan ibu adalah orang yang memberikan perlindungan dan keteraturan, orang yang harus menciptakan ikatan emosional kuat sehingga dapat membentuk anak lebih bersikap empati dan memberikan penguasaan diri yang baik. Dari pengertian ibu diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ibu adalah seorang wanita yang melahirkan anak dari rahimnya sendiri, membesarkan, mendidik, dan merawat serta memberikan perhatian, kasih sayang dan pendidikan yang layak bagi anak tersebut.
16 29 4. Pengertian tingkat pendidikan ibu Dari pengertian tingkat pendidikan dan ibu dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan ibu adalah tinggi rendahnya suatu proses bimbingan yang dilakukan oleh seorang perempuan dalam hal ini adalah ibu, di tempat pendidikan formal, dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir serta bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan individu tersebut. 5. Pengaruh dari tingkat Pendidikan ibu terhadap anak Setyorini, (2011) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua akan menentukan cara orang tua dalam membimbing dan mengarahkan anaknya dalam hal pendidikan. Tingkat pendidikan yaitu jenjang pendidikan yang telah ditempuh secara formal. Sikap yang terbentuk pada masing-masing individu pada setiap tingkat pendidikan formal akan berbeda-beda antara lulusan sekolah dasar, lulusan menengah pertama, lulusan sekolah menengah atas, lulusan perguruan tinggi. Hal inilah yang menjadi latar belakang tingkat pendidikan orang tua menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi orang tua dalam membimbing dan mengarahkan anaknya dalam hal pendidikan yang akan ditempuh oleh anaknya. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah akan cenderung sempit wawasannya
17 30 terhadap pendidikan, lulus sekolah menengah dirasa sudah cukup. Sedangkan tingkat pendidikan orang tua yang tinggi akan lebih luas wawasannya terhadap pendidikan. Mereka akan mengarahkan dan membimbing anaknya untuk terus menambah ilmu sehingga anak tersebut mempunyai motivasi untuk melanjutkan studi, dalam hal ini adalah program strata 2. C. Perempuan suku Jawa Perempuan Jawa dengan pandangan tradisional menganggap kedudukan suami lebih dominan dari pada isteri atau ibu rumah tangga. Kekuasaan, kepemimpinan dalam keluarga berada di tangan suami. Perempuan dengan pandangan tradisional akan lebih memilih untuk berada di rumah. Setelah menikah perempuan tersebut akan mencurahkan tenaganya untuk suami dan keluarganya. Sehingga mereka akan menjalani peran domestik, yaitu tinggal dirumah, memasak, membersihkan rumah, mencuci, mengurus anak-anak dan suaminya, serta mencurahkan seluruh tenaga dan waktunya hanya untuk keluarga. Dowling, (1981) menyatakan bahwa perempuan dengan karakteristik tradisional menganggap bahwa perempuan yang berhasil adalah perempuan yang mampu membesarkan, membimbing, dan mendidik anak-anaknya sehingga berhasil dalam pendidikan serta mendorong suami
18 31 mencapai kesuksesan dalam pekerjaannya. Sehingga, perempuan dengan konsep ini memandang karir bukan merupakan suatu hal yang menjadi prioritas utama, akan tetapi keluargalah yang utama dan akan selalu fokus pada urusan rumah tangga atau keluarganya. Di indonesia pada budaya Jawa memandang perempuan masih diletakkan pada wilayah-wilayah domestik. Bahkan ketika kesempatan memperoleh pendidikan sudah terbuka lebar bagi siapapun, masih ada stigma bahwa perempuan boleh saja berpendidikan tinggi akan tetapi tidak boleh melupakan tugasnya di wilayah domestik (mengurus rumah tanga dan menjaga anak) Perempuan Jawa selalu diidentikkan dengan kelemahlembutan, penurut, sopan santun, dan beberapa sifat feminism lainnya. Bahkan ada falsafah seorang istri adalah konco wingking bagi suaminya. Seorang istri harus mendukung suaminya dari belakang tanpa boleh mendahului langkah suaminya. Menempatkan posisi seorang istri lebih rendah dari suami. Ada pula falsafah Jawa lain yang harus dipegang oleh seorang istri terhadap suaminya, yakni surgo nunut, neroko katut. Falsafah tersebut menyiratkan bahwa seorang istri harus mengikuti suaminya. Keputusan mutlak ditangan laki-laki dan perempuan berkewajiban menurutinya tanpa boleh membantah.
19 32 Sejalan dengan perkembangan teknologi serta globalisasi terjadi perubahan tuntutan peran pada perempuan dimana perempuan mulai masuk kedalam peran sosial, seperti mereka melakukan sosialisasi dengan cara keluar rumah, mengaktualisasikan diri, serta mereka mulai terjun dalam berbagai aktivitas ataupun berbagai macam bentuk kegiatan, bahkan ada yang terjun ke dalam dunia kerja untuk mengembangkan pendidikannya serta potensi yang dimilikinya. Bahkan saat ini banyak di antara mereka yang mulai mencapai posisi penting atau posisi tinggi di dalam pekerjaan mereka (Kusumaningrum, 2009). Dari paparan tentang perempuan Jawa diatas maka sangat penting bagi seorang perempuan dalam hal ini adalah seorang mahasiswi suku Jawa untuk dapat mencapai pendidikan formal yang tinggi (strata 2) supaya derajat serta martabat perempuan Jawa tidak lagi direndahkan dan mendapat tempat tersendiri di mata masyarakat. D. Hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan motivasi melanjutkan pendidikan strata 2. Pada era globalisasi sekarang ini persaingan di dunia bisnis meningkat tajam. Mengingat hal tersebut saat ini sangat dibutuhkan orang-orang yang profesional dan berwawasan luas baik kinerja maupun intelektualnya dalam dunia bisnis. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka
20 33 diperlukan pendidikan yang berkualitas. Sejalan dengan dinamika perkembangan bisnis, mulai terjadi pergeseran orientasi pasar, pada awalnya peningkatan pendidikan hanya dikhususkan bagi para dosen perguruan tinggi, dari sarjana strata 1 ke strata 2. Kini praktisi profesional serta wirausahawan juga banyak yang membutuhkan pendidikan strata 2 (Sieniwati, 2003). Melihat kenyataan tersebut di atas tentunya terdapat sejumlah alasan yang memotivasi seseorang untuk melanjutkan studi ke tingkat strata 2. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh orang tua dapat menjadi motif yang kuat bagi seorang anak untuk melanjutkan studinya ke tingkat yang lebih tinggi. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Hossler dan Coopersmith (dikutip oleh Adams dalam Hartono dan Supramono, 2005) yang mengemukakan bahwa tingkat pendidikan orang tua berhubungan positif terhadap keinginan anak untuk melanjutkan sekolah. Orang tua dituntut harus memiliki pendidikan dan proses pembelajaran pada tataran tertinggi agar dapat mengarahkan pendidikan anaknya (Shochib, 1998). Berlandaskan pernyataan tersebut terlihat bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh orang tua mengarahkan dan memotivasi anak untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
21 34 Latar belakang pendidikan orang tua dapat meningkatkan motivasi seorang anak untuk terus lebih baik lagi guna melanjutkan studi mereka ke tingkat yang lebih tinggi, karena dalam hal ini orang tua merupakan panutan dan contoh yang baik bagi anaknya. Selain itu apa yang dilakukan oleh orang tua akan dicontoh oleh anaknya sendiri atau dengan kata lain orang tua adalah sebagai modal bagi para anaknya. Dalam sistem modeling pada pembelajaran pengajaran secara langsung dimana anak dapat melihat, mendengar dan meniru sehingga anak secara tidak sadar sudah melakukan proses modeling. Berdasarkan pemahaman tersebut maka dapat dikatakan bahwa seorang anak yang mana orang tuanya memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi tentu akan memotivasi anaknya untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang tinggi juga seperti orang tuanya. E. Hipotesis Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ada hubungan positif dan signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan motivasi melanjutkan studi strata 2 pada mahasiswi suku Jawa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Yang artinya semakin tinggi pendidikan ibu maka akan semakin
22 35 tinggi pula motivasi anak untuk melanjutkan pendidikan strata 2. Secara statistik hipotesis tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: H 0 = r xy 0, artinya tidak ada hubungan positif dan signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan motivasi melanjutkan pendidikan strata 2 pada mahasiswa suku Jawa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. H 1 = r xy > 0, artinya ada hubungan positif dan signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan motivasi melanjutkan pendidikan strata 2 pada mahasiswa suku Jawa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Uji hipotetis dalam penelitian ini menggunakan uji satu sisi (one tailed) sebab hipotetis penelitian menyatakan terdapat hubungan positif atau terdapat hubungan negatif, yang artinya bentuk hubungan sudah ditentukan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 me 2.1.1 Pengertian me Seligman (1991) menyatakan optimisme adalah suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal yang baik, berpikir positif dan mudah memberikan makna bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis didalam keluarga dan masyarakat. Sayangnya, banyak yang tidak bisa memainkan peran dan fungsinya dengan baik
Lebih terperinciKONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS
KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel merupakan sesuatu yang menjadi sasaran penyelidikan dan suatu yang mengacu pada variasi baik dalam jenis maupun tingkatannya (Hadi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia khususnya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga
Lebih terperinciBAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Kancah Penelitian Penelitian mengenai Hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan motivasi melanjutkan pendidikan strata 2 pada mahasiswi Suku Jawa Fakultas
Lebih terperinciPendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
:: Sistem Pendidikan Nasional Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan manusia, pendidikan mempunyai peran penting dalam usaha membentuk manusia yang berkualitas. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ataupun Madrasah Aliyah (MA) bertujuan untuk menyiapkan siswa untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), ataupun Madrasah Aliyah (MA) bertujuan untuk menyiapkan siswa untuk melanjutkan ke jenjang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi a. Pengertian Minat Menurut Sardiman (2011: 76), minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila
Lebih terperinciBUDAYA BELAJAR SISWA STUDI SITUS SMP N 2 TEMANGGUNG
BUDAYA BELAJAR SISWA STUDI SITUS SMP N 2 TEMANGGUNG TESIS Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era global yang terus berkembang menuntut manusia untuk lebih dapat beradaptasi serta bersaing antara individu satu dengan yang lain. Dengan adanya suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat
Lebih terperincipendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa depannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat untuk perkembangan anak. organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangan (maturation) yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi seperti ini tidak menutup kemungkinan anak akan lebih mudah mendapat informasi dari luar melalui media apapun. Hal yang penting yang perlu diingat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Pengertian Kata motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere, yang berarti bergerak ( move ). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat
Lebih terperinci2/9/2014 MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GALUH. Oleh: Pipin Piniman
Oleh: Pipin Piniman MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GALUH Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap tidak sopan dan tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya. Hal ini bisa dilihat
Lebih terperinciadalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi, yang mempunyai tujuan lebih tinggi dari sekedar untuk hidup, sehingga manusia lebih terhormat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting yang perlu diingat bahwa tidak semua informasi yang diperoleh anak dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini tidak menutup kemungkinan anak akan dengan mudah mendapat informasi dari luar melalui media apapun. Hal yang penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dan teknologi serta mampu bersaing pada era global ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak pihak yang cukup memperhatikan berbagai kegiatan dan permasalahan yang ada di bidang pendidikan. Melalui kegiatan pendidikanakant erbentuk kualitas sumber
Lebih terperinci2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan menjelaskan beberapa hal penting sebagai dasar dalam penelitian. Bab ini membahas latar belakang mengenai topik atau isu yang diangkat dalam penelitian, rumusan masalah
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Defenisi Motivasi Pintrich & Schunk (2002) mendefenisikan motivasi sebagai proses yang mengarahkan pada suatu tujuan, yang melibatkan adanya aktivitas dan berkelanjutan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu pesat, mulai dari berubahnya gaya hidup masyarakat hingga meningkatya kebutuhan-kebutuhan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) guna mendukung proses pembangunan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dan semakin terbukanya pasar dunia, Indonesia dihadapkan pada persaingan yang semakin luas dan berat. Ketidakmampuan dalam meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai melalui jenjang pendidikan dasar (SMA, MTs, dan sederajatnya). Hal ini dicantumkan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa. Kemajuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu isue dalam rangka menghadapi era globalisasi, baik persiapan jangka pendek sesuai AFTA 2003 maupun persiapan
Lebih terperinciUNIVERSITAS GALUH PROGRAM PASCA SARJANA
TUGAS MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GALUH Nama : Gretta Novianti (NIM: 82321314073) Kokom Komariah (NIM: 823213140) Pipin Piniman (NIM: 82321314086) Kelas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negeri ini menghadapi persaingan global, khususnya dalam bidang. pendidikan nonformal. Pendidikan formal diperoleh melalui lembaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan berperan penting dalam pembangunan masyarakat suatu bangsa,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam pembangunan masyarakat suatu bangsa, karena pendidikan merupakan sarana utama yang dapat mengembangkan kemampuan dan potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia bukan hanya merupakan negara yang sedang berkembang melainkan juga negara yang sedang membangun. Dalam usaha untuk membangun itu dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani sebagai bagian integral dari proses pendidikan secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan jasmani sebagai bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan. Karena dengan pendidikan jasmani dapat mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang
BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran untuk menunjang kelancaran jalannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kemudahan dalam memasuki dan meraih peluang kerja, kesempatan untuk
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi, dunia usaha dan masyarakat telah menjadi semakin kompleks sehingga menuntut adanya perkembangan berbagai disiplin ilmu termasuk akuntansi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sarana utama dalam pembentukan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sarana utama dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidup dan selalu berubah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS. Para ahli psikologi banyak mengemukakan tentang pengertian belajar,
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pengalaman Belajar Para ahli psikologi banyak mengemukakan tentang pengertian belajar, pada hakekatnya belajar merupakan suatu masalah yang dihadapi sepanjang sejarah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tingkat pekerjaan yang sesuai. Serta mengimplementasikan pilihan karir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempersiapkan masa depan, terutama karir merupakan salah satu tugas remaja dalam tahap perkembangannya (Havighurst, dikutip Hurlock, 1999). Pada masa ini remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan saat ini, banyak terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, terutama dalam bidang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak negara berkembang di benua Asia yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, terutama dalam bidang pendidikan.
Lebih terperinciLINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN. a. Tempat (lingkungan fisik): keadaan iklim. Keadaan tanah dan keadaan alam
LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN Lingkungan Lingkungan menurut Sartain (ahli psikologi Amerika) meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian
Lebih terperinciSuatu bangsa akan dinyatakan maju tergantung pada mutu pendidikan dan. para generasi penerusnya, karena pendidikan mempunyai peranan penting bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Suatu bangsa akan dinyatakan maju tergantung pada mutu pendidikan dan para generasi penerusnya, karena pendidikan mempunyai peranan penting bagi perkembangan
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, dunia kita ditandai oleh perubahan-perubahan yang sangat cepat dan bersifat global. Hal itu diakibatkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
5 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Fasilitas Belajar Penelitian ini fasilitas belajar identik dengan sarana prasarana pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan efisiensi, bersikap mental dan berwawasan (Wiratno, 2008).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu isue dalam menghadapi era globalisasi, baik persiapan jangka pendek sesuai AFTA 2003 maupun persiapan
Lebih terperincimemajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa banyak perubahan di seluruh aspek kehidupan manusia. Pada masa sekarang ini sangat dibutuhkan masyarakat
Lebih terperinci2015 KONTRIBUSI PROGRAM PEMBINAAN KESISWAAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 CIMAHI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan bertujuan untuk mendewasakan dan mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia, baik dari segi kecerdasan intelektual, emosional, spiritual.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan serta memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan tujuan pendidikan secara umum. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hal penting untuk mewujudkan kemajuan suatu bangsa. Dengan adanya pendidikan yang bermutu, akan diperoleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, pendidikan semakin menjadi suatu kebutuhan yang tidak terelakkan. Pendidikan memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kunci utama untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses yang dengan sengaja dilaksanakan semata-semata bertujuan untuk mencerdaskan. Melalui proses pendidikan akan terbentuk sosok-sosok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa Remaja terkadang mereka masih belum memikirkan tentang masa depan mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. laku. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa sampai tua manusia
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas adalah dunia pendidikan. Pendidikan memiliki tujuan untuk mencerdaskan, meningkatkan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sangat pesat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sangat pesat membawa perubahan bagi pola kehidupan manusia. Saat ini, hampir semua pendidikan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempat kerja yang tersedia saat ini, sehingga banyak orang yang tidak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang muncul dalam era globalisasi dan industrialisasi dewasa ini di Indonesia adalah menyempitnya lapangan pekerjaan. Orang yang mencari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi. tinggi dan berbagai keterampilan khusus yang dimiliki oleh peserta didik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat mengembangkan potensi-potensinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan interaksi sosial yang telah melembaga sejak sejarah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi sosial yang telah melembaga sejak sejarah manusia itu sendiri. Manusia berlainan dengan makhluk lain seperti binatang yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses yang dapat mengubah obyeknya. Pendidikan nasional harus dapat mempertebal iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tujuan yang ingin dicapai oleh anak dapat terwujud. Motivasi anak dalam meraih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Motivasi anak dalam meraih prestasi di sekolah sangat penting, sehingga tujuan yang ingin dicapai oleh anak dapat terwujud. Motivasi anak dalam meraih prestasinya
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.
BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam tahap pemikiran formal operasional.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)
BAB II LANDASAN TEORI A. MOTIVASI BELAJAR 1. Definisi Motivasi Belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut turut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. Bagian kedua akan membahas mengenai tinjauan pustaka, hasil penelitian yang
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS Bagian kedua akan membahas mengenai tinjauan pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis. Sebelum analisis kritis dan komparatif
Lebih terperinciSKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:
PENGARUH INTENSITAS BELAJAR SISWA DAN PARTISIPASI DALAM KEGIATAN OSIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TERAS BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi
Lebih terperinciANALISIS PENDIDIKAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KANTOR CAMAT SINGKUT KABUPATEN SAROLANGUN WAHYU ROHAYATI*) ALFIAN**)
ANALISIS PENDIDIKAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KANTOR CAMAT SINGKUT KABUPATEN SAROLANGUN WAHYU ROHAYATI*) ALFIAN**) *) Staf Pengajar FFISIPOL Universitas Jambi **) Alumni Prodi Manajemen Pemerintahan Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak terjadi pergeseran peran atau kedudukan antara lakilaki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi semata-mata
Lebih terperinciPERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA
PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dirancang untuk menciptakan kualitas Sumber Daya Manusia
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan
6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Minat Belajar 2.1.1.1 Pengertian Minat Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Salah satu bagian dari Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedisiplinan sangat penting diterapkan dalam lembaga pendidikan dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Keluarga merupakan salah satu panutan utama dalam penanaman
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Minat Belajar Secara bahasa, minat berarti kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Minat merupakan sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Hampir semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Robiah Adawiyah, 2014 Usaha Instruktur Dalam Optimalisasi Motivasi Belajar Bahasa Inggris
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Motivasi merupakan suatu upaya untuk menumbuhkan dorongan yang paling berpengaruh terhadap bentuk perilaku seseorang. Motivasi itu dapat tumbuh di dalam diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iis Juati, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian manusia. Hal ini meliputi proses dalam mengenal jati diri, eksistensi untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad 21 ini adalah bagaimana menyiapkan manusia Indonesia yang cerdas, unggul dan berdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu tujuan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan ini pemerintah berupaya untuk menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prenada Media Group, 2012), hlm Abdul Kadir, dkk., Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan berkreasi, semakin dirasakan urgensinya. Otonomi dibidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebutuhan akan pendidikan yang baik, yang mampu meningkatkan kualitas bangsa, mengembangkan karakter, memberikan keunggulan dan kemampuan berkreasi, semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan
Lebih terperinci