Pemanfaatan Strata Vertikal Vegetasi Mangrove Oleh Burung Di Wonorejo, Surabaya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pemanfaatan Strata Vertikal Vegetasi Mangrove Oleh Burung Di Wonorejo, Surabaya"

Transkripsi

1 Pemanfaatan Strata Vertikal Vegetasi Mangrove Oleh Burung Di Wonorejo, Surabaya Febri Eka Pradana*, Indah Trisnawati D.T 1, Aunurohim 1 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Gedung H Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan strata vertikal vegetasi mangrove oleh burung di Wonorejo, Surabaya. Pengambilan data dilakukan pada pagi dan sore hari dengan metode point count pada 3 zonasi hutan mangrove yaitu Sonneratia caseolaris, Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Analisa data menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan metode ordinasi dengan menggunakan PCA (Principal Component Analysis) untuk melihat persebaran burung tiap strata vertikal dengan menggunakan program CANOCO for windows 4.5. Terdapat 10 jenis burung yang ditemukan pada zonasi Sonneratia caseolaris. Sedangkan pada zonasi Avicennia alba dan Rhizophora mucronata ditemukan masing masing 5 jenis burung. Pada zonasi Sonneratia caseolaris, strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung adalah strata II dan III. Sedangkan burung yang paling banyak ditemui adalah Zosterops palpebrosus (Kacamata biasa) pada strata III. Pada zonasi Avicennia alba strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung adalah strata IV, dan burung yang paling banyak ditemui adalah Rhipidura javanica (Kipasan belang) pada strata III. Pada zonasi Rhizophora mucronata strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung adalah strata III, dan burung yang paling banyak ditemui juga Rhipidura javanica (Kipasan belang) pada strata III. Strata vertikal mangrove yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung untuk beraktifitas adalah strata III dan IV (middle canopy). Kata Kunci : Burung, mangrove, strata vertikal, Wonorejo Abstract This research was conducted to find out the utilization of mangrove vegetation vertical strata by bird in Wonorejo, Surabaya. Data retrieval are performed on the morning and afternoon with point count method at 3 mangroves zones i.e. Sonneratia caseolaris, Avicennia alba and Rhizophora mucronata. Over all data were analyzesd using descriptive quantitative and ordinating method using PCA (Principal Component Analysis) to see the spread of birds each vertical strata using program CANOCO for windows 4.5. There are 10 species of birds found in Sonneratia caseolaris zone. While Avicennia alba and Rhizophora mucronata zone found each 5 species of birds. In Sonneratia caseolaris zone, strata that most widely exploited by birds are strata II and III. While most bird found is Zosterops palpebrosus (Kacamata biasa) in the strata III. In Avicennia alba zone, strata that most widely exploited by birds is strata IV, and most bird found is Rhipidura javanica (Kipasan belang) in the strata III. In Rhizophora mucronata zone, strata that most widely exploited by birds is strata III, and most birds found in is Rhipidura javanica (Kipasan belang) in the strata III. Vertical strata mangrove most utilized by the birds to activity are strata III and IV (middle canopy). Key words : Vertical Strata, Mangrove, Bird, Wonorejo *Coresponding Author Phone: Alamat Sekarang : Jurusan Biologi FMIPA ITS

2 1. Pendahuluan Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat. Jenisnya sangat beranekaragam dan masing-masing jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat-syarat tertentu dalam kehidupannya, antara lain ialah kondisi habitat yang cocok dan aman dari segala macam gangguan. Burung merupakan satwa liar pengguna ruang yang cukup baik yang terlihat dari penyebarannya baik secara horizontal maupun vertikal (Wisnubudi,2009). Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Pada tahun 1982 luasnya sekitar 4,25 juta hektar, sedangkan pada tahun 1993 mengalami penurunan yaitu menjadi 3,7 juta hektar (Setyawan dkk, 2008). Pada tahun 2005 luasannya sekitar 3,06 juta hektar yaitu sekitar 19% dari luas mangrove di dunia (FAO, 2007). Sebanyak 189 jenis tumbuhan telah diketahui hidup di kawasan mangrove Indonesia disamping itu lebih dari 170 jenis burung juga diketahui hidup di kawasan ini, termasuk beberapa jenis yang terancam punah (Noor dkk, 1999) Mangrove merupakan formasi tumbuhan yang terdapat di sepanjang daerah pantai maupun daerah muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ekosistem hutan mangrove tumbuh di pantai atau di pantai yang berair tenang. Mangrove mempunyai vegetasi yang khas dengan flora yang umumnya berhabitus semak hingga pohon besar dan tingginya bisa mencapai meter serta hanya mempunyai satu stratum tajuk. Pada umumnya mangrove terdapat di daerah yang tropis yang memiliki pantai terlindung di muara sungai dan goba (lagoon), dimana air laut dapat masuk, di sepanjang lapisan pantai berpasir atau berbatu maupun berkarang yang telah tertutup oleh lapisan pasir dan lumpur (Istomo, 1992). Mangrove berperan penting sebagai habitat untuk mencari makan, berbiak atau sekedar beristirahat untuk burung. Bagi beberapa jenis burung, seperti cangak (Famili Ardeidae), bangau (Famili Ciconiidae) atau pecuk (Famili Phalacrocoracidae), habitat mangrove menyediakan ruang yang memadai untuk membuat sarang, terutama karena tersedianya makanan dan bahan pembuat sarang. Bagi jenis-jenis burung pemakan ikan, seperti kelompok burung kuntul (Egretta spp.), mangrove menyediakan tempat bertengger serta sumber makanan yang berlimpah. Untuk kelompok jenis burung pantai migran (khususnya Famili Charadriidae dan Scolopacidae), hamparan lumpur merupakan habitat yang sangat sesuai untuk mencari mangsa (Noor dkk. 1999). Menurut Hughes et al (2002), strata vertikal suatu vegetasi dibagi atas emergent (>25m), canopy (>10m), middle (antara shrub dan canopy), shrub (< 2m) dan ground (permukaan tanah). Berdasarkan strata pemanfaatan vegetasi maupun penyebaran secara horizontal pada berbagai tipe habitat, terdapat kaitan antara burung dengan pola adaptasinya misalnya dalam mencari makanan. Penyebaran burung secara horizontal erat kaitannya antara burung dengan lingkungannya terutama pola adaptasi dan strategi untuk memperoleh sumber pakan. Penyebaran burung secara vertikal lebih digunakan untuk mengetahui komposisi berbagai burung dalam memanfaatkan suatu pohon secara utuh. Kawasan Wonorejo merupakan daerah di pantai timur Surabaya yang merupakan area dengan vegetasi mangrove. Wonorejo sekarang juga digunakan sebagai kawasan ekowisata oleh pemerintah kota Surabaya yang diprakarsai oleh camat rungkut, lurah wonorejo beserta FKPM Nirwana Eksekutif serta disahkan dengan Keputusan Lurah Wonorejo nomor : 556/157/ /2009 tanggal 1 Juli 2009, dan dikukuhkan oleh walikota Surabaya pada tanggal 9 Agustus Penanaman mangrove sering sekali dilakukan di daerah ini (Anonim,2009). Dengan adanya penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagaimana jenis jenis burung dalam memanfaatkan vegetasi mangrove tertentu sebagai sumber

3 dayanya. Terlebih belum banyak informasi mengenai pemanfaatan vegetasi secara vertikal oleh burung di kawasan mangrove. 2. Metodologi Penelitian dilakukan pada bulan Januari Februari 2012 dengan durasi pengambilan data yakni pada pagi hari ( WIB) dan sore hari ( WIB) pada setiap harinya (Sajati, 2008). Lokasi penelitian adalah pada kawasan vegetasi mangrove Wonorejo, Surabaya pada zonasi Sonneratia caseolaris, Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Lokasi 1. Didominasi S. caseolaris Skala 0m 500m Lokasi 2. Didominasi A. alba Lokasi 3.Didominasi R. mucronata Gambar 1. Lokasi penelitian ( lokasi 1,2 dan 3) di Wonorejo yang mengacu pada dominasi jenis tumbuhan mangrove tertentu ( modifikasi dari A. Alat, Bahan dan Cara Kerja Pengambilan data burung dilakukan dengan metode titik hitung (point count) dengan jarak tiap titik >200m (Bibby, 1992). Radius pengamatan yang diambil adalah 7 m disesuaikan dengan ketebalan mangrove yang mendominasi (zonasi). Untuk mengetahui pemanfaatan strata vertikal vegetasi mangrove oleh burung maka dilakukan pengamatan aktivitas dan perilaku burung pada lokasi pengamatan yang telah ditentukan. Burung yang ditemukan pada tahap pengambilan data burung, dicatat dan dihitung jumlah individu serta perilakunya antara lain perilaku makan, bersarang, bergerak dan bertengger pada jenis mangrove serta kriteria strata mangrove burung tersebut ditemukan. Penentuan kriteria strata mangrove ditentukan berdasarkan modifikasi dari (English et al, 1997) sebagai berikut : Tabel 1. Kriteria ketinggian strata mangrove Kriteria Kategori Ketinggian Strata I 0 1 m Sedling Strata II 1 2 m Sapling Strata III 2 3 m Sapling Strata IV 3 4 m Sapling Strata V Lebih dari 4 m Tree B. Analisa Data Data yang didapat dianalisa secara deskriptif kuantitatif dengan menjabarkan analisa daftar jenis dan jumlah burung pada setiap kriteria strata vertikal mangrove. Hasil yang didapat kemudian dihubungkan antara perilaku burung dengan vegetasi pada setiap strata vertikal jenis mangrove yang telah ditentukan yaitu Sonneratia caseolaris, Avicennia alba dan Rhizophora mucronata untuk mengetahui pemanfaatan strata vertikal vegetasi mangrove oleh burung. Selain itu, analisa data yang dilakukan adalah dengan analisa ordinasi/ Metode ordinasi dilakukan dengan menggunakan DCA (Detrended Correspondence Analysis) menggunakan program CANOCO for Windows 4.5. Data tabel dari Microsoft Excel, kemudian di export kedalam Format Canoco melalui WCanoImp. Setelah membuka program Canoco for windows 4.5 dan data dapat diordinasikan, akan diketahui Lenght of Gradient sebagai suatu nilai untuk memodelkan data dan Eigenvalues dari data tersebut. Nilai ini akan menentukan pilihan untuk ordinasi data selanjutnya baik melalui Metode linier (PCA, Principal Component Analysis atau RDA, Redundancy Analysis) ataupun dengan Metode unimodal (CA. Correspondence Analysis. DCA, Detrended Correspondence Analysis, atau dengan CCA, Canonical Correspondence Analysis). Ketika Lenght of Gradient < 3 maka digunakan metode Linier dan ketika Length of Gradient > 4 maka digunakan metode Unimodal. Jika Length of Gradient antara 3-4 maka lebih baik menggunakan metode linier. Setelah Running melalui CANOCO akan didapatkan suatu

4 grafik kesimpulan melalui CanoDraw (Leps, 1953). 3. Hasil dan Pembahasan A. Habitus dan Srata Vertikal Data yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki bias yang cukup besar dikarenakan pengambilan data burung pada strata vertikal mangrove didasarkan pada habitus tumbuhan yaitu semai, pancang dan pohon. Pengambilan data burung tidak boleh digabungkan antara habitus dan strata vertikal. Seharusnya, pengambilan data burung pada strata vertikal mangrove ini didasarkan pada satu individu dan satu pohon saja (single tree). Misalnya pada Sonneratia caseolaris, habitus sapling (pancang) yang secara ketinggian dimasukkan ke dalam strata III (1-3 m), hal ini juga berbeda dengan strata III secara vertikal dari satu pohon Sonneratia caseolaris. Pada habitus pancang secara fenologi biasanya belum berbunga maupun berbuah. Sedangkan strata III dari suatu pohon Sonneratia caseolaris sudah memiliki bunga dan buah walaupun antara habitus sapling dan strata III secara vertikal memiliki kategori ketinggian yang sama. Selain itu, penutupan (coverage) nya pun berbeda (Gambar 1). Sehingga, dalam penelitian ini tidak semua data dapat dijadikan acuan untuk membantu referensi penelitian lain. Tetapi data data seperti jenis burung pada setiap jenis mangrove serta bioekologi jenis jenis burung pada kawasan vegetasi mangrove dapat dipakai sebagai acuan untuk penelitian yang lain. Correspondence Analysis) dengan program CANOCO for Windows 4.5. Nilai Length of gradient- nya adalah 2,450 (pengamatan pagi) dan 2,100 (Pengamatan sore). Sehingga, untuk mengilustrasikan persebaran burung pada Sonneratia caseolaris selanjutnya digunakan metode Linier yaitu PCA (Principal Component Analysis) (Leps, 1953). (A) (B) Gambar 3. Diagram ordinasi persebaran burung pada Sonneratia caseolaris menggunakan PCA (Principal Component Analysis) pada pengamatan pagi (A) dan sore (B) hari (a) Seedling (b) Sapling (c) Tree Gambar. 2. Ilustrasi perbandingan perbedaan habitus Sonneratia caseolaris B. Pemanfaatan Strata Vertikal Vegetasi Sonneratia caseolaris oleh Burung Analisis yang digunakan dalam pembuatan diagram ordinasi terlebih dahulu menggunakan DCA (Detrended Keterangan : 1 : Strata I ; 2 : Strata II ; 3 : Strata III ; 4 : Strata IV ; 5 : Strata V OR : Orthotomus ruficeps, PG : Pycnonotus goiavier, DT : Dicaeum trochileum, AT : Aegithina thipia, PI : Prinia inornata, ZP : Zosterops palpebrosusus, GS :Gerygone sulphurea, CJ:Cinnyris jugularis, RJ: Rhipidura javanica, AS: Acrocephalus stentoreus Apabila dilihat secara keseluruhan, berdasarkan gambar 4, semua strata dari

5 Sonneratia caseolaris dimanfaatkan sepenuhnya untuk berperilaku oleh burung pada pagi hari. Sedangkan pada sore hari, hanya strata II, II dan IV yang dimanfaatkan oleh burung. Perilaku yang teramatipun merupakan semua perilaku menjadi parameter pengamatan antara lain bergerak, bertengger, makan dan bersarang. (a) (b) (c) (d (e) (f) (g) (h) (i) (j) (a) (c) (d) (f) (j) Pada bulan Januari Februari masih merupakan musim penghujan. Pada saat pengamatan pada pagi hari cuaca cerah dan sore hari cenderung selalu berawan, berangin bahkan gerimis ataupun hujan. Sehingga mempengaruhi aktifitas burung. Secara umum perilaku burung dipengaruhi cuaca. Contohnya adalah pada burung burung passerine atau burung dari ordo Passeriformes, dengan jumlah separuh dari seluruh spesies burung yang ada di dunia atau yang sering disebut burung berkicau (Hayes, 2004). Secara umum, faktor yang mempengaruhi preferensi strata oleh burung adalah sumber (resource) baik makanan maupun ruang serta karakteristik biologi (bioekologi) burung itu sendiri. Pada Sonneratia caseolaris terdapat bunga dan buah yang dapat mengundang burung burung frugivora dan insectivora untuk datang mengunjunginya. Karena selain pemakan buah, banyak serangga yang akan mengunjungi bunga dan buah pohon tersebut. Selain itu karakteristik burung seperti Orthotomus ruficeps yang kebiasaanya berada pada lantai hutan atau puncak kanopi (MacKinnon et al, 1993) juga menentukan preferensi burung tersebut untuk memanfaatkan strata Sonneratia caseolaris yang ditemukan hanya pada strata I. Begitu pula dengan kebiasaan burung burung yang lainnya Gambar. 4. Ilustrasi persebaran burung tiap strata vertikal Sonneratia caseolaris pada pengamatan pagi (atas) dan sore (bawah) hari. (a) Gerygone sulphurea, (b) Pycnonotus goiavier (c) Rhipidura javanica, (d) Prinia inornata, (e) Acrocephalus strentoreus, (f) Aegithina thipia. (g) Orthotomus ruficeps, (h) Dicaeum trochileum, (i) Cinnyris jugularis, (j) Zozterops palpebrosus Perbedaan yang terjadi adalah dari segi keanekaragaman jenis, kelimpahan serta perilaku antara pengamatan pagi dan sore hari. Pada pagi hari keanekaragaman jenis dan kelimpahannya cenderung lebih tinggi dari pada sore hari. Pada pagi haripun perilaku burung juga lebih variatif. Hal ini mungkin dipengaruhi cuaca pada saat pengambilan data. C. Pemanfaatan Strata Vertikal Vegetasi Avicennia alba oleh Burung Analisis yang digunakan dalam pembuatan diagram ordinasi terlebih dahulu menggunakan DCA (Detrended Correspondence Analysis) dengan program CANOCO for Windows 4.5. Nilai Length of gradient- nya adalah 2,450 (pengamatan pagi) dan 2,100 (Pengamatan sore). Sehingga, untuk mengilustrasikan persebaran burung pada Sonneratia caseolaris selanjutnya digunakan metode Linier yaitu PCA (Principal Component Analysis) (Leps, 1953).

6 (A) frugivora untuk singgah di tempat ini. Dari segi keanekaragaman jenis dan kelimpahan jenis, hanya terdapat 5 spesies pada mangrove ini. Sangat berbeda dengan keanekaragaman jenis dan kelimpahan yang tercatat pada burung burung di Sonneratia caseolaris, yaitu terdapat 10 spesies yang ditemukan di sana. Menurut (Partasasmita, 1998) kepadatan dan keanekaragaman burung lebih dipengaruhi oleh penyebaran dan ketersedian pohon pakan. Meskipun kerapatan jenis tumbuhan tinggi belum tentu memiliki kepadatan dan keanekaragaman jenis burung yang tinggi apabila ketersediaan sumber pakan cukup rendah. Potensi tumbuhan, seperti ketersediaan pakan dan pohon untuk sarang di habitat yang ditempatinya sangat berkaitan dengan kemampuan burung untuk berkembangbiak. Suatu jenis burung dapat melimpah pada suatu habitat tertentu karena bergantung pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu (Ewu-sie,1990; Wiens,1992; dan Hadiprayitno, 1999). (a) (B) Gambar 5. Diagram ordinasi persebaran burung pada Avicennia alba menggunakan PCA (Principal Component Analysis) pada pengamatan pagi (A) dan sore (B) hari (b) (c) (d) (e) Keterangan : 1 : Strata I ; 2 : Strata II ; 3 : Strata III ; 4 : Strata IV ; 5 : Strata V OR : Orthotomus ruficeps, AT : Aegithina thipia, GS :Gerygone sulphurea, RJ: Rhipidura javanica, HC: Halcyon chloris Berdasarkan gambar 6, pada pagi hari semua strata dimanfaatkan oleh burung. Tetapi pada sore hari, hanya strata I saja yang tidak dimanfaatkan oleh burung. Secara umum semua strata Avicennia alba dimanfaatkan oleh burung untuk bergerak, bertengger dan bersarang dan didominasi oleh kipasan belang (Rhipidura javanica) serta remetuk (Gerygone sulphurea). Tidak ada aktifitas makan pada pengamatan di lokasi ini. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan ketika pengambilan data, Avicennia alba belum berbunga dan berbuah. Sehingga tidak mengundang burung burung Gambar. 6. Ilustrasi persebaran burung tiap strata vertikal Avicennia alba pada pengamatan pagi (atas) dan sore (bawah) hari. (a) Gerygone sulphurea, (b) Rhipidura javanica, (c) Halcyon chloris, (d) Aegithina thipia, (e) Orthotomus ruficeps (a) (b) (d)

7 D. Pemanfaatan Strata Vertikal Vegetasi Rhizophora mucronata oleh Burung Analisis yang digunakan dalam pembuatan diagram ordinasi terlebih dahulu menggunakan DCA (Detrended Correspondence Analysis) dengan program CANOCO for Windows 4.5. Nilai Length of gradient- nya adalah 2,409 (pengamatan pagi) dan 1,039 (Pengamatan sore). Sehingga, untuk mengilustrasikan persebaran burung pada Sonneratia caseolaris selanjutnya digunakan metode Linier yaitu PCA (Principal Component Analysis) (Leps, 1953). Secara umum, keanekaragaman jenis dan kelimpahan burung di lokasi Rhizophora mucronata ini merupakan jumlah yang paling sedikit di antara lokasi yang lainnya. Sedangkan dari perilaku hanya tercatat perilaku bergerak dan bertengger saja. Berdasarkan gambar 8, pada pagi hari semua strata dimanfaatkan kecuali strata V oleh 5 jenis burung. Sedangkan sore hari hanya strata I, II dan III yang dimanfaatkan oleh 3 jenis burung. (a) (b (c) (d) (e) (a) (A) (b) (c) (d) (B) Gambar 7. Diagram ordinasi persebaran burung pada Rhizophora mucronata menggunakan PCA (Principal Component Analysis) pada pengamatan pagi (kiri) dan sore (kanan) hari Keterangan : 1 : Strata I ; 2 : Strata II ; 3 : Strata III ; 4 : Strata IV ; 5 : Strata VBS : Butorides striata, RJ: Rhipidura javanica, GS :Gerygone sulphurea, PI : Prinia inornata LN: Lalage nigra Gambar. 8. Ilustrasi persebaran burung tiap strata vertikal Rhizophora mucronata pada pengamatan pagi (atas) dan sore (bawah) hari. (a) Gerygone sulphurea, (b) Lalage nigra, (c) Rhipidura javanica, (d) Butorides striata, (e) Prinia inornata Faktor faktor yang mempengaruhi preferensi strata oleh burung adalah sumber (resource) baik makanan maupun ruang serta karakteristik biologi (bioekologi) burung itu. Apabila dibandingkan dengan Sonneratia caseolaris, Rhizophora mucronata memiliki buah berupa propagul berbentuk memanjang

8 silindris (50-70 cm) bertipe vivipar (Kitamura et al, 1997). Sehingga intinya buah Rhizophora mucronata adalah calon individu baru yang menempel pada pohon yang tidak bisa dimakan oleh burung. Selain itu, pada saat pengambilan data Rhizophora mucronata juga tidak sedang berbunga, sehingga kemungkinan kurang mengundang burung pemakan nektar. Dari segi bioekologi burung, seperti pada Butorides striata yang hanya ditemukan pada strata I. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan burung tersebut dalam mencari makan. Menurut (MacKinnon et al, 1993) Butorides Striata tergolong dalam famili Ardeidae pemakan ikan ataupun vertebrata air. Sehingga dia akan bertengger pada daerah yang dekat dengan air untuk dapat mengawasi mangsanya. Oleh karena itu karakteristik burung ini membuatnya hanya ditemukan di strata I. Selain itu, burung membutuhkan ruang yang cukup untuk melakukan berbagai aktifitas. Hal itu dikarenakan burung memiliki sensor yang baik secara visual dan audio. Secara visual, burung memiliki mata yang peka terutama burung pemangsa dan beberapa burung sangat sensitif terhadap suara (Gall, 2009). Sehingga jika vegetasi terlalu rapat akan membuat pergerakan burung menjadi statis sehingga mengganggu jarak pandang burung untuk mencari makanan ataupun waspada dalam menghindari predator yang ada seperti ular (Martin, 1986). Apabila dibandingkan dengan lokasi lainnya, lokasi ini memiliki jarak antar pohon yang sangat dekat dengan yang lain (kurang lebih 1 m). Sehingga terlihat sangat tertutup dan seakan akan vegetasinya saling bertabrakan. Selain itu, model pertumbuhan Rhizophora mucronata yang lebih menjulang ke atas berbeda dengan Sonneratia caseolaris serta Avicennia alba (Noor dkk, 1999) kurang memberi ruang gerak bagi burung burung kecil terutama dari burung burung passerin. Hanya burung burung yang besar saja yang biasanya menghuni mangrove ini seperti dari family Ardeidae.. Dalam pemilihan lokasi bersarang menurut (Collias, 1984), suatu jenis burung sangat dipengaruhi oleh faktor keamanan dari predator. Dengan adanya ruang gerak yang cukup, maka burung akan memiliki pandangan (visibility) di area sekitarnya untuk mengawasi apa yang ada di area sekitarnya termasuk predator. 4. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa : a. Pemanfaatan strata vertikal vegetasi mangrove oleh burung di Wonorejo Surabaya, berdasarkan jenis dominasi mangrovenya Sonneratia caseolaris memiliki jumlah keanekaragaman burung dan individu yang paling tinggi daripada Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. b. Pada zonasi Sonneratia caseolaris, strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung adalah strata II dan III. Sedangkan burung yang paling banyak ditemui adalah Zosterops palpebrosus (Kacamata biasa) pada strata III. c. Pada zonasi Avicennia alba strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung adalah strata IV. Sedangkan burung yang paling banyak ditemui adalah Rhipidura javanica (Kipasan belang) pada strata III. d. Pada zonasi Rhizophora mucronata strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung adalah strata III. Sedangkan burung yang paling banyak ditemui adalah Rhipidura javanica (Kipasan belang) pada strata III. e. Secara umum, strata vertikal mangrove yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung untuk beraktifitas adalah strata III dan IV (middle canopy). Saran Saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah : a. Dikarenakan bias yang cukup besar dalam pengambilan data burung pada strata vertikal vegetasi mangrove ini, untuk penelitian tentang strata vertikal suatu vegetasi selanjutnya disarankan menggunakan satu individu dan satu pohon saja (single tree). b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penanaman mangrove terutama di Wonorejo, Surabaya. Sehingga dalam pelestarian mangrove mempertimbangkan jenis dan tujuan penanaman tersebut. Oleh karena itu perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai pemanfaatan mangrove jenis jenis yang lain (mayor, minor, asosiasi) oleh burung yang tepat untuk diterapkan di Wonorejo, Surabaya sebagai bagian dari konservasi burung dan habitatnya. c. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang mempengaruhi burung di Wonorejo, dengan memperhatikan fenologi jenis jenis mangrove, untuk mengetahui distribusinya terutama perilaku burung dalam memanfaatkan mangrove.

9 5. Daftar Pusataka Anonim The Jewelery of Wonorejo. Diakses dari m/ pada 16 Agustus 2011 pukul wib. Bibby, Colin J and Burgess, Neil D Bird Census Techniques. Academic Press, London. Collias, EN. dan Collias E. C Nest Building and Bird Behaviour. Pricenton University Press, USA. English, S., Wilkinson. C. and Baker. V Survey Manual for Tropical Marine Resources (2nd Ed). Townsville : ASEAN Australia Marine Science Project. Australian Institute of Marine Science, Australian. Ewusie, J. Y Pengantar Ekologi Tropika: Membicarakan Alam Ekologi Tropika Afrika, Asia, Pasifik, dan Dunia Baru. Institut Teknologi Bandung, Bandung. FAO The World s Mangroves Forest Resources Assessment Working Paper No Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome. Gall M. D, Juricic E.F Visual fields, eye movements, and scanning behavior of a sit and wait predator, the black phoebe (Sayornis nigricans). Department of Biological Sciences. Purdue University, USA. Hadiprayitno, G Penggunaan Habitat oleh Berbagai Jenis Burung yang Berada di Kawasan Hutan Gunung Tangkuban Perahu, Jawa Barat. Program Pascasarjana ITB. Bandung. Tidak dipublikasikan Hayes, F. E. and Sewlal, J.A.N The Amazon River as a Dispersal Barrier to Passerine Birds: Effects Of River Width, Habitat And Taxonomy. Journal of Biogeography (J. Biogeogr.) Vol. 31 : Hughes J. B, G. Daily.C and Ehrlich P. R Conservation of Tropical Forest Birds in Countryside Habitats. Ecology Letters Vol. 5 : Istomo, Tinjauan Ekosistem Hutan Mangrove dan Pemenfaatan di Indonesia. Bahan Acuan Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi Hutan Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kitamura, S. Chairil, A. Chaniago, A. Baba, S Handbook of Mangroves in Indonesia (Bali and Lombok). ISME, Jepang. Leps, Jan Multivariate Analysis of Ecological Data Using CANOCO. Cambridge University Press, United Kingdom. MacKinnon J., Phillips K., Balen V. B Burung Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam). Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Martin G.R The Eye Of A Passeriform Bird, The European Starling (Sturnus Vulgaris): Eye Movement Amplitude, Visual Fields And Schematic Optics. J Comp Physiol A Vol. 199: Noor, Rusila., Khazali M, Suryadiputra I. N Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI- IP, Bogor Partasasmita, R Ekologi Makan Burung Betet, Psittacula alexandri (L.) di Kawasan Kampus IPB Darmaga. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sajati, Harry Waluyo Perilaku Berbiak Burung Kowak Malam Abu ( Nycticorax nycticorax Linn.) di Kawasan Jalan Ganesha, Bandung. Skripsi Sarjana Biologi, Institiut Teknologi Bandung, Bandung. Setyawan, Ahmad Dwi, Winarno Kusumo, Indroworyatno, Wiryanto dan

10 Susilowati Ari Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah. Biodiversitas Vol. IX No. 4 : Wiens, J.A The Ecology of Bird Communities. Cambridge University Press, United Kingdom Wisnubudi, Gautama Penggunaan Starta Vegetasi Oleh Burung di Kawasan Wisata Taman Nasional Gunung Halimun- Salak. Vis Vitalis Vol 2 No. 2 : 41 49

11 LAMPIRAN Tabel 2. Jumlah individu spesies burung yang memanfaatkan strata vertikal vegetasi Sonnerata caseolaris di Perilaku Strata Spesies Bergerak Bertengger Makan Bersarang Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore I Orthotomus ruficeps Rhipidura javanica Zosterops palpebrosus II Cinnyris jugularis Acrocephalus stentoreus Gerygone sulphurea Gerygone sulphurea Zosterops palpebrosus III Cinnyris jugularis Prinia inornata Rhipidura javanica Gerygone sulphurea IV Zosterops palpebrosus Aegithina tiphia Prinia inornata Prinia inornata V Dicaeum trochileum Pycnonotus goiavier Wonorejo, Surabaya Tabel 3. Jumlah individu spesies burung yang memanfaatkan strata vertikal vegetasi Avicennia alba di Wonorejo, Surabaya Perilaku Strata Spesies Bergerak Bertengger Makan Bersarang Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Orthotomus ruficeps I Rhipidura javanica II Gerygone sulphurea Rhipidura javanica III Gerygone sulphurea Halcyon chloris Rhipidura javanica IV Gerygone sulphurea Aegithina tiphia Rhipidura javanica V Gerygone sulphurea

12 Tabel 4. Jumlah individu spesies burung yang memanfaatkan strata vertikal vegetasi Rhizophora mucronata di Wonorejo, Surabaya Perilaku Strata Spesies Bergerak Bertengger Makan Bersarang Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore I Butorides striata II Rhipidura javanica Gerygone sulphurea Gerygone sulphurea III Prinia inornata Lalage nigra Rhipidura javanica IV Gerygone sulphurea Lalage nigra V

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A /

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A / Tugas Akhir Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya Anindyah Tri A / 1507 100 070 Dosen Pembimbing : Indah Trisnawati D. T M.Si., Ph.D Aunurohim S.Si., DEA Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove yang ada di Indonesia makin lama makin berkurang akibat perubahan bentuk menjadi kawasan pemukiman, pertanian maupun tambak atau mendapat tekanan yang besar

Lebih terperinci

Kata kunci : Burung, Pulau Serangan, habitat

Kata kunci : Burung, Pulau Serangan, habitat ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekayaan jenis burung di Pulau Serangan, Bali pada bulan Februari sampai Maret tahun 2016. Pengamatan dilakukan sebanyak 20 kali, yang dilaksanakan pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan mangrove mencapai 2 km. Tumbuhan yang dapat dijumpai adalah dari jenis Rhizopora spp., Sonaeratia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat 17 TINJAUAN PUSTAKA Bio-ekologi Burung Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat. Jenisnya sangat beranekaragam dan masingmasing jenis memiliki nilai

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung

Lebih terperinci

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage Elok Swasono Putro (1), J. S. Tasirin (1), M. T. Lasut (1), M. A. Langi (1) 1 Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Mangrove 2.1.1. Pengertian mangrove Hutan mangrove secara umum didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

9-075 KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI KAWASAN MANGROVE GILI SULAT LOMBOK TIMUR. Diversity of Birds Species in Mangrove Area Gili Sulat East Lombok

9-075 KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI KAWASAN MANGROVE GILI SULAT LOMBOK TIMUR. Diversity of Birds Species in Mangrove Area Gili Sulat East Lombok 9-075 KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI KAWASAN MANGROVE GILI SULAT LOMBOK TIMUR Diversity of Birds Species in Mangrove Area Gili Sulat East Lombok Gito Hadiprayitno, Agil Al Idrus, M. Liwa Ilhamdi, dan I

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 di lahan basah Way Pegadungan Desa Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung 21 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung Balak Resort Muara Sekampung Kabupaten Lampung Timur. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN SKRIPSI Oleh : PARRON ABET HUTAGALUNG 101201081 / Konservasi Sumber Daya Hutan PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan, binatang peliharaan, pemenuhan kebutuhan ekonomi, dan estetika

Lebih terperinci

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI Kendy H Kolinug (1), Martina A langi (1), Semuel P Ratag (1), Wawan Nurmawan (1) 1 Program

Lebih terperinci

Latar Belakang (1) Ekosistem mangrove Produktivitas tinggi. Habitat berbagai organisme makrobentik. Polychaeta

Latar Belakang (1) Ekosistem mangrove Produktivitas tinggi. Habitat berbagai organisme makrobentik. Polychaeta Latar Belakang (1) Ekosistem mangrove Produktivitas tinggi Habitat berbagai organisme makrobentik Kelompok makrobentik infauna yang berperan penting pada ekosistem substrat lunak Berperan dalam proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Jenis Burung di Permukiman Keanekaragaman hayati dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU

KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU CORRELATION BETWEEN DENSITY OF AVICENNIA WITH SEDIMENT CHARACTERISTIC IN

Lebih terperinci

STRATIFIKASI HUTAN MANGROVE DI KANAGARIAN CAROCOK ANAU KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

STRATIFIKASI HUTAN MANGROVE DI KANAGARIAN CAROCOK ANAU KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN STRATIFIKASI HUTAN MANGROVE DI KANAGARIAN CAROCOK ANAU KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN Yefri Oktiva, Rizki, Novi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP)

Lebih terperinci

Inventarisasi Vegetasi Mangrove Di Pantai Marosi Kabupaten Sumba Barat. Ni Kade Ayu Dewi Aryani ABSTRACT

Inventarisasi Vegetasi Mangrove Di Pantai Marosi Kabupaten Sumba Barat. Ni Kade Ayu Dewi Aryani ABSTRACT PARTNER, TAHUN 20 NOMOR 2, HALAMAN 188-194 1 Inventarisasi Vegetasi Mangrove Di Pantai Marosi Kabupaten Sumba Barat Ni Kade Ayu Dewi Aryani Prodi Manajemen Sumber Daya Hutan Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN 135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya,

2. TINJAUAN PUSTAKA. kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman diantara makhluk hidup dari semua sumber termasuk diantaranya daratan, lautan dan sistem akuatik lainnya serta

Lebih terperinci

PROFIL HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh:

PROFIL HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh: PROFIL HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh: Novia Monika Elva 1), Irma LeilaniEka Putri 2), Rizki 1) 1)ProgramStudiPendidikanBiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 2) JurusanBiologiUniversitasNegeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

KAJIAN BIOEKOLOGI FAMILI ARDEIDAE DI WONOREJO, SURABAYA. Anindyah Tri A, Indah Trisnawati D.T, Aunurohim

KAJIAN BIOEKOLOGI FAMILI ARDEIDAE DI WONOREJO, SURABAYA. Anindyah Tri A, Indah Trisnawati D.T, Aunurohim KAJIAN BIOEKOLOGI FAMILI ARDEIDAE DI WONOREJO, SURABAYA Anindyah Tri A, Indah Trisnawati D.T, Aunurohim Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA Enggar Lestari 12/340126/PBI/1084 ABSTRACT Interaction between birds and habitat is the first step to determine their conservation status.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunitas burung merupakan salah satu komponen biotik ekosistem yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Peran tersebut dapat tercermin dari posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA Peringatan Hari Lingkungan Hidup Se-Dunia 5 Juni 2010 PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, baik tumbuhan maupun hewan. Sampai dengan

Lebih terperinci

Komposisi Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Di Kawasan Hutan Perapat Benoa Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kodya Denpasar, Propinsi Bali

Komposisi Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Di Kawasan Hutan Perapat Benoa Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kodya Denpasar, Propinsi Bali Jurnal ILMU DASAR, Vol. No., Juli 00: 677 67 Komposisi JenisJenis Tumbuhan Mangrove Di Kawasan Hutan Perapat Benoa Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kodya Denpasar, Propinsi Bali Composition Of

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 hari (waktu efektif) pada Bulan April 2012 di Pulau Anak Krakatau Kawasan Cagar Alam Kepulauan Karakatau (Gambar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Burung Pantai Menurut Mackinnon et al. (2000) dan Sukmantoro et al. (2007) klasifikasi burung pantai adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Chordata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 4 No. 2, April 2016 ( )

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 4 No. 2, April 2016 ( ) STUDI POPULASI BURUNG FAMILI ARDEIDAE DI RAWA PACING DESA KIBANG PACING KECAMATAN MENGGALA TIMUR KABUPATEN TULANG BAWANG PROVINSI LAMPUNG (POPULATION STUDIES OF ARDEIDAE FAMILY BIRD IN RAWA PACING AT KIBANG

Lebih terperinci

Peranan Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Terhadap Keberadaan Jenis-Jenis Burung Air di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Jakarta

Peranan Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Terhadap Keberadaan Jenis-Jenis Burung Air di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Jakarta Peranan Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Terhadap Keberadaan Jenis-Jenis Burung Air di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Jakarta The Role of The Kinds of Mangrove Plants Against Presence in Kinds Waterbird in

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman Desa Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat. B. Alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dan terletak pada iklim tropis memiliki jenis hutan yang beragam. Salah satu jenis hutan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3).

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3). III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3). B. Alat dan Objek Penelitian

Lebih terperinci

ANCAMAN KELESTARIAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT DAN ALTERNATIF REHABILITASINYA. Oleh: Onrizal

ANCAMAN KELESTARIAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT DAN ALTERNATIF REHABILITASINYA. Oleh: Onrizal ANCAMAN KELESTARIAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT DAN ALTERNATIF REHABILITASINYA Oleh: Onrizal Sejarah Kawasan Pulau Rambut merupakan salah satu pulau dari 108 pulau yang menyusun Kepulauan Seribu yang

Lebih terperinci

KOMPOSISI VEGETASI HUTAN MANGROVE DI PANTAI MOJO KECAMATAN ULUJAMI KABUPATEN PEMALANG PROVINSI JAWA TENGAH

KOMPOSISI VEGETASI HUTAN MANGROVE DI PANTAI MOJO KECAMATAN ULUJAMI KABUPATEN PEMALANG PROVINSI JAWA TENGAH KOMPOSISI VEGETASI HUTAN MANGROVE DI PANTAI MOJO KECAMATAN ULUJAMI KABUPATEN PEMALANG PROVINSI JAWA TENGAH NASKAH PUBLIKASI Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. dan bentuk rangka yang memungkinkan untuk terbang (Harrison dan Greensmith,

BAB I PENGANTAR. dan bentuk rangka yang memungkinkan untuk terbang (Harrison dan Greensmith, 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Burung adalah anggota hewan bertulang belakang (vertebrata) yang termasuk ke dalam Kelas Aves. Berdasarkan struktur morfologi dan anatomi tubuh, Kelas Aves memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian secara umum berada di Kabupaten Indramayu tepatnya di Desa Brondong Kecamatan Pasekan. Wilayah pesisir di sepanjang pantai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang. Lokasi penelitian disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis memiliki sebagian besar wilayahnya berupa pesisir dan pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya interaksi/peralihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Amna dajafar, 2 Abd Hafidz Olii, 2 Femmy Sahami 1 amanjadjafar@yahoo.co.id 2 Jurusan Teknologi Perikanan,

Lebih terperinci

Struktur Komunitas Gastropoda. Biru, Malang Selatan. Oleh: Mardian Anugrah Hadiputra ( )

Struktur Komunitas Gastropoda. Biru, Malang Selatan. Oleh: Mardian Anugrah Hadiputra ( ) Struktur Komunitas Gastropoda (Moluska) Hutan Mangrove Sendang Biru, Malang Selatan Oleh: Mardian Anugrah Hadiputra (1506 100 024) Pembimbing : 1. Dra. Dian Saptarini, M.Sc. 2. Indah Trisnawati D.T., M.Si,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan basah merupakan daerah peralihan antara sistem perairan dan daratan yang dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI HUTAN MANGROVE ACEH BESAR PASCA TSUNAMI 2004

KAJIAN TENTANG KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI HUTAN MANGROVE ACEH BESAR PASCA TSUNAMI 2004 KAJIAN TENTANG KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI HUTAN MANGROVE ACEH BESAR PASCA TSUNAMI 2004 Study on Avi-fauna Diversity in Mangrove Area in Aceh Besar Post Tsunami 2004 Ruskhanidar 1 dan Muhammad Hambal

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada suatu kawasan strategis. Letak astronomis negara Indonesia adalah antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 141º BT. Berdasarkan

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Burung Air Di Hutan Mangrove Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas

Jenis-Jenis Burung Air Di Hutan Mangrove Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas Jenis-Jenis Burung Air Di Hutan Mangrove Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas Muhammad Suriansyah 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

THE DISTRIBUTION OF BIRDS AT MENO LAKE WEST LOMBOK

THE DISTRIBUTION OF BIRDS AT MENO LAKE WEST LOMBOK J. Pijar MIPA, Vol. III, No.1, Maret 2008 : 1-5. ISSN 1907-1744 DISTRIBUSI BURUNG DI DANAU MENO - LOMBOK BARAT Gito Hadiprayitno Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Universitas Mataram Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman burung yang sangat tinggi. Sukmantoro et al. (2007), menjelaskan bahwa terdapat 1.598 jenis burung yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green

I. PENDAHULUAN. Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green Campus) memiliki ruang terbuka hijau dengan tipe vegetasi yang beragam serta multi strata berupa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan jenis burung yang tinggi, menduduki peringkat keempat negara-negara kaya akan jenis burung setelah Kolombia, Zaire dan Brazil. Terdapat 1.539

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 15 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sungai Luar Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang pada bulan April 2014 dapat dilihat pada (Gambar 2). Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Komunitas mangrove di Kabupaten Bangkalan tersusun dari 9 famili yang meliputi 14 spesies. Mangrove di kecamatan Socah memiliki pola zonasi dari laut ke darat: Sonneratia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km2 yang terletak antara daratan Asia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan I. PENDAHULUAN Mangrove adalah tumbuhan yang khas berada di air payau pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari keberadaan dan penyebarannya dapat secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal dapat diamati dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 16 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI MANGROVE DI DESA PONDING-PONDING KECAMATAN TINANGKUNG UTARA KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI MANGROVE DI DESA PONDING-PONDING KECAMATAN TINANGKUNG UTARA KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN Biocelebes, Desember 2015, hlm. 54-65 ISSN: 1978-6417 Vol. 9 No. 2 STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI MANGROVE DI DESA PONDING-PONDING KECAMATAN TINANGKUNG UTARA KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN Farda Almaidah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

STRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

STRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):1-8 STRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN NATURAL MANGROVE VEGETATION STRUCTURE IN SEMBILANG NATIONAL PARK, BANYUASIN

Lebih terperinci

MODEL HUBUNGAN KARAKTERISTIK VEGETASI MANGROVE TERHADAP ATENUASI GELOMBANG (STUDI KASUS DI WILAYAH PANTAI UJUNG PANGKAH)

MODEL HUBUNGAN KARAKTERISTIK VEGETASI MANGROVE TERHADAP ATENUASI GELOMBANG (STUDI KASUS DI WILAYAH PANTAI UJUNG PANGKAH) MODEL HUBUNGAN KARAKTERISTIK VEGETASI MANGROVE TERHADAP ATENUASI GELOMBANG (STUDI KASUS DI WILAYAH PANTAI UJUNG PANGKAH) Clara Puspita 1) dan Nieke Karnaningroem 2) 1) Environmental Engineering, Sepuluh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

STRUKTUR VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN MERBAU KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

STRUKTUR VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN MERBAU KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI STRUKTUR VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN MERBAU KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI Mira Hidayati 1, Haris Gunawan 2, Mayta Novaliza Isda 2 1 Mahasiswa Program S1 Biologi, FMIPA UR 2 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: 99-107 ISSN : 2088-3137 STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI MANGROVE DI PESISIR KECAMATAN SUNGAI RAYA KEPULAUAN KABUPATEN BENGKAYANG KALIMANTAN BARAT

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BERBAGAI TIPE HABITAT OLEH CUCAK KUTILANG (Pycnonotus aurigaster Vieillot) DI KEBUN RAYA BOGOR

PEMANFAATAN BERBAGAI TIPE HABITAT OLEH CUCAK KUTILANG (Pycnonotus aurigaster Vieillot) DI KEBUN RAYA BOGOR 1 PEMANFAATAN BERBAGAI TIPE HABITAT OLEH CUCAK KUTILANG (Pycnonotus aurigaster Vieillot) DI KEBUN RAYA BOGOR Dahlan, Ulfah Zul Farisa, Meli Maria Ulpah, Tutia Rahmi, Lina Kristina Dewi Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terdapat pada daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem darat dan laut yang keduanya saling berkaitan erat. Selain

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT ISSN 1978-9513 VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009 PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT Hasmar Rusmendro Fakultas Biologi

Lebih terperinci

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.. April. 05 ISSN : 087-X KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH Agus Indarjo Universitas Diponegoro Jl. Prof.Soedarto,SH. Tembalang.Semarang.Tel/Fax:

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.

Lebih terperinci