Perubahan Alur Sungai di Muara Sungai Rokan Provinsi Riau Tahun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perubahan Alur Sungai di Muara Sungai Rokan Provinsi Riau Tahun"

Transkripsi

1 Perubahan Alur Sungai di Muara Sungai Rokan Provinsi Riau Tahun Wulansari Khairunisa 1, Ratna Saraswati 2, Eko Kusratmoko 2 1 Mahasiswa & 2 Dosen Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok wulansari.khairunisa@ui.ac.id, ratna.saraswati@ui.ac.id. Abstrak Penelitian ini membahas tentang perubahan alur sungai di Muara Sungai Rokan dari tahun 1988 hingga tahun Perubahan yang dilihat adalah perubahan secara horizontal (dua dimensi). Tujuan penelitan ini yaitu untuk mengetahui dimana saja terjadi perubahan alur sungai di Muara Sungai Rokan dan faktor penyebabnya. Metode yang digunakan yaitu mengoverlay alur sungai tahun 1988 dengan alur sungai tahun 2012 yang didapat dari Citra Landsat tahun 1988 dan 2012 hingga menghasilkan Peta Perubahan Alur Sungai dan mengetahui daerah erosi dan daerah deposisi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rekayasa alur sungai dan perubahan penggunaan tanah di DAS Rokan yang merupakan faktor dari darat dan Gelombang Bono (Tidal Bore) yang merupakan faktor dari laut. Hasil penelitian ini yaitu, perubahan terjadi di sepanjang alur sungai di daerah penelitian yaitu pada alur sungai tipe meandering, straight, beting dan delta sungai. Abstract This study discusses the channel changes in the estuary of Rokan River from 1988 through The changes that we discussed are horizontal changes (two dimensional). The research purpose is to find out where channel changes have occurred in the Rokan River channel estuary and determine the factors that cause the changes. The method used is an overlay of the river channel in 1988 with the river channel in 2012 obtained from Landsat imagery 1988 and 2012 to produce River Channel Changes Map and determine erosion and deposition areas. The variables used are the modified of river channel and landuse changes in Rokan watershed which are factors from the land and Gelombang Bono (Tidal Bore) which is a factor from the sea. The Results of this study are channel changes occur along the river channel in the study area that is on the type meandering and straight river channel, shoals and river delta. Keywords: River channel, river mouth, tidal bore, rokan river.. 1. PENDAHULUAN Seiring dengan berjalannya waktu, alur pada sebuah sungai terus mengalami perubahan. Hal tersebut dikarenakan sungai terus-menerus membentuk dan mereformasi salurannya dengan adanya proses erosi pada dasar dan tebing sungai (proses degradasi) serta adanya deposisi sedimen (proses agradasi) (Charlton, 2008). Perubahan alur sungai khususnya di sekitar muara sungai disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal baik dari daratan maupun dari lautan. Sungai Rokan merupakan salah satu sungai besar di bagian timur Sumatera. Muara Sungai Rokan terletak di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau yang bermuara langsung ke Selat Malaka. Lebar sungai bagian hilir dapat mencapai >1 km Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

2 sepanjang 50 km. Muara Sungai Rokan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Tercatat dalam sejarah pada penelitian sebelumnya, Zaimurdin (1988) menjelaskan bagaimana perubahan alur pada Muara Sungai Rokan tahun yang menyebabkan runtuhnya beberapa perkampungan yang berada dekat dengan sungai akibat erosi dan bertambahnya luas daratan akibat deposisi sedimen. Muara Sungai Rokan sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan terdapat fenomena yang unik, yaitu fenomena tidal bore. Tidal bore merupakan fenomena hidrodinamika yang terkait dengan pergerakan massa air dimana gelombang pasang menjalar ke hulu dengan kekuatan yang bersifat merusak (Yulistiyanto, 2009). Kuatnya gelombang yang memasuki Muara Sungai Rokan menyumbang pengaruh terhadap perubahan alur sungai, karena selain mengikis tebing sungai yang dilaluinya, gelombang ini juga membawa material-material yang terkikis tersebut untuk diendapkan dibeberapa tempat di alur sungai tersebut. Masyarakat setempat menyebut tidal bore yang terjadi pada Sungai Rokan dengan sebutan Gelombang Bono. Selain karena adanya fenomena Bono, perubahan alur sungai juga dipengaruhi oleh adanya faktor manusia seperti rekayasa alur sungai dan perubahan penggunaan tanah di DAS Rokan Perubahan yang terjadi pada alur sungai di Muara Sungai Rokan ini menarik untuk dikaji karena terkait dengan berkurangnya luas daratan akibat erosi dan bertambahnya luas daratan akibat deposisi pada alur sungai. 2. RUMUSAN MASALAH 1. Dimana saja terjadi perubahan alur sungai dari tahun ? 2. Faktor apa yang menyebabkan perubahan alur sungai yang terjadi? 3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dimana saja terjadi perubahan alur sungai di Muara Sungai Rokan dan mengetahui faktor yang menyebabkan perubahan alur sungai. 4. BATASAN PENELITIAN 1. Perubahan alur sungai adalah mundur (erosi) dan majunya (deposisi) tebing sungai di Muara Sungai Rokan. Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

3 2. Perubahan alur dalam penelitian ini dilihat secara 2D atau perubahan alur secara horizontal. 3. Tipe erosi yang yang terjadi pada alur sungai adalah erosi tebing sungai (streambank erosion) dimana terjadi pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai (Asdak, 2004). 4. Muara sungai dalam penelitian ini mulai dari muka Pulau Halang yang bertemu langsung dengan lautan menuju ke arah hulu sejauh gelombang pasang (Bono) masih berpengaruh (± 85 km dari muka Pulau Halang ke arah hulu). 5. TINJAUAN TEORITIS Perubahan Alur Sungai Aliran air dan pasokan sedimen keduanya selalu berfluktuasi, yang artinya penyesuaian terus menerus terjadi melalui pengerjaan ulang, erosi dan pengendapan sedimen. Rezim aliran dan rezim sedimen disebut sebagai variabel penggerak dalam proses ini (Charlton, 2008). 1. Rezim aliran (Flow Regime) Aliran dalam saluran sungai alami tidak stabil, selalu berfluktuasi dalam menanggapi masukan/input dari curah hujan ke daerah aliran sungai. Yang mempengaruhi karakteristik dari rezim aliran diantaranya adalah variasi musim, frekuensi banjir dan durasi dari aliran yang rendah. Karena debit air mempengaruhi kekuatan aliran, kecepatan dan tekanan dasar, karakteristik dari rezim aliran mempunyai pengaruh yang penting dalam pembentukan alur sungai. 2. Rezim sedimen (Sediment Regime) Pasokan sedimen selalu bervariasi sepanjang waktu. Tidak hanya volume sedimen yang penting tetapi juga ukuran distribusinya. Rezim sedimen dikendalikan oleh berbagai faktor seperti ukuran butir, pasokan sedimen dan kondisi aliran yang ada. Macam-macam perubahan alur sungai dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe, yaitu sebagai berikut (Schumm, 2005): Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

4 1. Pertumbuhan dan pergeseran meander, dimana bentukan meander mengalami penambahan/pengurangan luas dan berpindah sebagai akibat dari erosi dan deposisi. 2. Pertumbuhan dan pergerseran pulau, dimana bentukan pulau atau beting mengalami penambahan/pengurangan luas dan berpindah sebagai akibat dari erosi dan deposisi. 3. Cutoffs, terpotongnya leher meander akibat erosi. 4. Avulsi, yang merupakan berpindahnya saluran sungai. Tidal Bore Gelombang Bono Tidal bore adalah serangkaian gelombang yang merambat ke hulu saat arus pasang meningkat (Chanson, 2011). Tidal bores terjadi secara alami, gelombang air bergerak hingga mencapai 6 meter pada ketinggian yang terbentuk di muara ke hulu dengan rentang pasang semidiurnal atau hampir semidiurnal melebihi 4 meter. Muara yang memiliki tidal bore biasanya mencakup sistem fluvial yang berkelokkelok dengan gradien dangkal (Winkler & Lynch, 1988). Tidal bore dapat merambat sejauh 100 km ke arah hulu dari mulut sungai. Gelombang ini dapat menyebabkan peningkatan secara tiba-tiba pada salinitas, sedimen yang terlarut, karakter permukaan, tekanan bawah sungai, penurunan pencahayaan pada air dan perubahan pada temperatur air. Asal kata dari bore diyakini berasal dari Islandia bara (gelombang besar) yang mengindikasikan fenomena yang berpotensi berbahaya. Tidal bore memiliki nama-nama lokal di tempat yang berbeda, beberapa diantaranya: mascaret (Garonne River, Perancis), la barre (Seine River, Perancis), le mascarin (Vilaine, Perancis), pororoca (Amazon River, Brazil), burro (Colorado River, Mexico) dan bono (Sungai Rokan, Indonesia) (Chanson, 2010). Gambar 1. (kiri) Skema terbentuknya Bore Bono di muara Sungai. (kanan) Skema interaksi Arus Pasang dengan Arus Sungai Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

5 Keberadaan tidal bore didasarkan pada rapuhnya keseimbangan hidrodinamik antara rentang aliran pasang surut, kondisi aliran sungai air tawar dan batimetri sungai (Chanson, 2010). Sama halnya dengan Bono yang terjadi di Muara Sungai Rokan. Bono dipengaruhi oleh beberapa faktor (Zaimurdin, 1988), antara lain: 1. Musim (yang berpengaruh pada debit aliran sungai), 2. Dasar sungai, yaitu batimetri sungai (kedalaman sungai), dan 3. Besar kecilnya pasang. 6. METODE PENELITIAN Dalam alur pikir penelitian, perubahan alur sungai dipengaruhi oleh faktor dari darat dan dari lautan. Variabel-variabel yang digunakan adalah rekayasa alur sungai, perubahan penggunaan tanah di DAS Rokan dan Gelombang Bono. Data-data yang digunakan yaitu alur sungai tahun 1988 dan alur sungai tahun 2012 yang didapat dari digitasi citra satelit Landsat 5 TM dan Landsat 7 +ETM, kemudian Penggunaan tanah tahun 1988 dan 2012 di Muara Sungai Rokan, Penggunaan Tanah DAS Rokan tahun 1997 dan 2009, Batimetri Muara Sungai Rokan dan pasang surut di Bagansiapiapi. Tahapan pengolahan data yaitu: a) Overlay overlay alur sungai tahun 1988 dengan tahun 2012 sehingga mendapatkan peta perubahan alur sungai, b) Menentukan daerah yang mengalami erosi dan deposisi, c) Menghitung luas daerah yang mengalami erosi dan deposisi, d) Membagi daerah penelitian menjadi tiga region berdasarkan unit bentang lahan (landform), yaitu Region Alur Sungai Meandering (Region 1), Region Alur Sungai Straight dan Beting (Region 2), dan Region Delta (Region 3) Setelah data diolah maka dilakukan analisis data dengan menggunakan metode analisis spasial komparatif deskriptif, diantaranya: a) Analisis overlay perubahan alur sungai. Dari overlay peta ini akan didapatkan perubahan alur sungai kemudian mengetahui daerah mana saja yang mengalami erosi dan deposisi, serta luas daerah yang berubah. b) Membandingkan perubahan alur sungai pada tiga region yang berbeda. Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

6 c) Menganalisis secara deskriptif mengenai faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perubahan alur sungai seperti Gelombang Bono, rekayasa alur sungai dan perubahan penggunaan tanah. 7. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, terdapat 15 daerah yang mengalami erosi dan 16 daerah yang mengalami deposisi dimana batas dari daerahdaerah tersebut adalah perpotongan alur sungai tahun 1988 dengan alur sungai tahun Daerah tersebut kemudian diberi nama ER1 hingga ER1 untuk daerah yang mengalami erosi dan DE1 hingga DE1 untuk daerah yang mengalami deposisi. Dalam kurun waktu 24 tahun, perubahan alur sungai di daerah penelitian yang lebih banyak terjadi adalah berupa perubahan alur sungai maju atau deposisi yang secara keseluruhan seluas ha, sedangkan perubahan alur sungai mundur atau erosi yang terjadi secara kesulurahan seluas ha. Berikut uraian mengenai erosi dan deposisi yang terjadi di daerah penelitian. Perubahan Alur Sungai a) Perubahan Alur Sungai pada Alur Sungai Meandering (Region 1). Region 1 merupakan region alur sungai dengan tipe meandering atau berkelok. Region ini berawal dari Desa Jumrah ke arah hilir hingga Desa Bantaian dan Teluk Bano 2. Tabel 1. Luas Erosi dan Deposisi pada Alur Sungai Region 1, Tahun No. EROSI Luas (ha) DEPOSISI Luas (ha) 1. ER1 6 DE ER2 5 DE ER3 38 DE ER4 50 DE ER5 12 DE ER6 8 DE ER7 54 DE ER8 52 DE ER9 889 DE ER DE TOTAL TOTAL Sumber: Pengolahan Data, Tahun Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

7 Gambar 2. Peta Erosi dan Deposisi Alur Sungai di Muara Sungai Rokan Tahun , Region 1. Dalan kurun waktu 24 tahun yaitu tahun , erosi paling besar terjadi di Desa Lenggadai Hilir hingga Desa Mukti Jaya (ER9) yang jika dilihat dari bentuk bentang lahannya berupa leher meander. Namun dijelaskan dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Zaimurdin (1988), pada tahun 1945 di daerah ini bukan berupa leher meander melainkan berupa daerah yang dialiri air sungai dimana terdapat pulau yang terbentuk dari beting, masyarakat menyebutnya Pulau Rakyat (Gambar 3a). Akibat dari adanya sedimentasi di sisi barat Pulau Rakyat, akhirnya Pulau Rakyat yang memiliki luas ha tersebut menyatu dengan daratan di sebelah baratnya. Karena dahulu jalur transportasi air merupakan jalur transportasi utama, pada tahun 1964 masyarakat memutuskan untuk membuat parit/terusan yang memotong bekas Pulau Rakyat untuk mempersingkat perjalanan mereka menggunakan perahu (Gambar 3b). Akibat adanya gelombang Bono, terusan yang dibuat tersebut justru terkikis dan terus Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

8 melebar hingga membuat alur baru dan bentukan meander seperti yang terlihat pada tahun 1977 (Gambar 3c). Sementara dari tahun dimana bentukan sungai sudah merupakan meander, erosi besar terjadi di leher meander. Daerah ini menerima terjangan arus dari dua arah baik dari laut (Bono) dan dari hulu. Gambar 3d-f memperlihatkan proses cut-off di leher meander. Pada tahun 2000 kondisi leher meander semakin menipis dibandingkan dengan tahun Pada tahun 2012 leher meander sudah habis terkikis hingga sungai membentuk alur baru (alur yang lurus). Alur sungai yang lama berubah menjadi daratan karena sudah tidak lagi dilewati oleh air dan mengalami pengendapan sedimen (DE8). Pada kasus ini, perubahan alur sungai yang terjadi sesuai dengan teori Schumm (2005) yaitu Cut-off atau terpotongnya leher meander akibat erosi. b) Perubahan Alur Sungai pada Alur Sungai Straight dan Beting (Region 2). Region 2 merupakan region dengan alur sungai bertipe lurus/straight, namun pada alur sungai yang lurus ini terdapat sebuah pulau ditengah-tengah alurnya. Pulau tersebut berasal dari endapan yang terus bertambah hingga menjadi gosong, beting dan akhirnya menjadi sebuah pulau yaitu Pulau Pedamaran. Pada region ini lebih banyak terjadi deposisi dibandingkan dengan Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

9 erosi, hal tersebut dipengaruh oleh letaknya yang berada semakin dekat dengan mulut sungai. Tabel 2. Luas Erosi dan Deposisi pada Alur Sungai Region 2, Tahun No. EROSI Luas (ha) DEPOSISI Luas (ha) 1. ER11 33 DE ER DE ER13 37 DE TOTAL 361 TOTAL Sumber: Pengolahan Data, Tahun Gambar 4. Peta Erosi dan Deposisi Alur Sungai di Muara Sungai Rokan Tahun , Region 2. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zaimurdin, tahun 1945 beting atau yang saat ini disebut Pulau Pedamaran memiliki luas ha dengan panjang 8,1 km dan lebar 0,5-2,5 km, namun pulau ini terus berkembang dengan bertambahnya panjang dan lebar hingga pada tahun 1977 luas Pulau Pedamaran adalah ha dengan panjang 14,5 km dan lebar 0,5-3,25 km (Gambar 5a). Sedangkan selama kurun waktu 24 tahun dari tahun Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

10 perubahan bentuk Pulau Pedamaran meliputi bertambahnya luas daratan 2,25 km ke arah utara dan 0,2 km ke arah barat, serta berkurangnya luas daratan di bagian selatan Pulau Pedamaran sepanjang 2 km (Gambar 5b). Akibat dari kejadian deposisi yang lebih besar dibandingkan dengan kejadian erosi, pada tahun 2012 luas Pulau Pedamaran bertambah menjadi ha. Dari gambar 5c terlihat bagaimana proses perubahan bentuk Pulau Pedamaran. Pada tahun 1988, di utara Pulau Pedamaran sudah terlihat adanya gosong. Kemudian pada tahun 2000, gosong tersebut berubah menjadi daratan yang menyatu dengan Pulau Pedamaran sehingga pulau ini bertambah luasnya ke arah utara. Namun ternyata selain bertambah luas di bagian utara, pada tahun 2000 pulau ini berkurang luasnya di bagian selatan akibat erosi. Erosi pada bagian selatan pulau terus terjadi hingga Pada kasus ini perubahan alur sungai yang terjadi sesuai dengan teori Schumm (2005) bahwa pertumbuhan dan pergeseran pulau dapat terjadi sebagai akibat dari erosi dan deposisi. Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

11 c) Perubahan Alur Sungai pada Delta (Region 3). Region 3 merupakan region Delta Sungai Rokan. Sesuai dengan asal terbentuknya delta yaitu dari sedimentasi material-material yang dibawa oleh sungai, pada region ini terlihat bahwa deposisi lebih banyak terjadi dibandingkan dengan erosi. Tabel 3. Luas Erosi dan Deposisi pada Alur Sungai Region 3, Tahun No. EROSI Luas (ha) DEPOSISI Luas (ha) 1. ER14 8 DE ER15 22 DE DE16 63 TOTAL 30 TOTAL 4461 Sumber: Pengolahan Data, Tahun Gambar 6. Peta Erosi dan Deposisi Alur Sungai di Muara Sungai Rokan Tahun , Region 3. Pada tahun 1945 Kota Bagansiapiapi (Bagan Kota) masih berada di tepi pantai. Namun karena terjadi pendangkalan, mulai timbul gosong yang terus tumbuh menjadi beting hingga akhirnya menjadi sebuah pulau yang disebut Pulau Barkey dan Pulau Serusa, seperti yang terlihat di alur sungai tahun 1977 (Gambar 7a). Pada periode , seiring berkembangnya Pulau Barkey, Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

12 daratan Bagansiapiapi juga terus berkembang hingga Kota Bagansiapiapi tidak lagi berada di tepian pantai. Pada tahun 1970 pembentukan daratan Bagansiapiapi sudah berhenti karena Pulau Barkey telah menutupi tanjung (utara dan selatan) daratan tersebut, sementara luas Pulau Barkey sendiri masih terus bertambah (Zaimurdin, 1988). Kemudian pada periode , Pulau Barkey dan Pulau Serusa masih terus berkembang hingga luas Pulau Barkey bertambah dan Pulau Serusa menyatu dengan daratan Bagansiapiapi (Gambar 7c). Tahun 1988 luas Pulau Barkey adalah ha dan tahun 2012 luasnya ha, itu berarti luas Pulau Barkey bertambah ha dengan laju pertumbuhan 164,9 ha/tahun. Pembentukan daratan baru di utara Pulau Barkey (DE14) sama halnya dengan pembentukan Pulau Barkey, yaitu berawal dari gosong. Daratan baru tersebut sudah nampak pada tahun Sementara perkembangan Pulau Serusa selain bertambahnya luas daratan, pulau tersebut juga menyatu dengan daratan Bagansiapiapi, hal ini disebabkan karena terjadi pengendapan di celah-celah antara Pulau Serusa dengan daratan Bagansiapiapi. Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

13 Faktor Penyebab Perubahan Alur Sungai a) Gelombang Bono / Pasang Air Laut. Pada saat musim hujan Gelombang Bono yang terjadi kecil dibandingkan pada saat musim kemarau. Hal ini dikarenakan pada saat musim hujan arus dari sungai dapat menahan desakan arus dari laut. Bono akan besar ketika musim kemarau dimana arus air dari sungai tidak terlalu deras dan sedang terjadi pasang tinggi. Ketika Bono terjadi, Bono akan menerjang tebing sungai yang menghadang jalannya. Saat tebing tersebut di terjang oleh Bono, ada tanah yang langsung tergerus dan terbawa arus Bono kemudian diendapkan ditempat yang lain namun ada pula tanah yang menjadi lemah dan jenuh setelah Bono melaluinya dan saat surut (air laut berjalan kembali menuju laut) tanah yang melemah dan jenuh tersebut akhirnya ikut terbawa arus balik yang menuju ke laut. Pada Region 1 (alur sungai meandering) Bono lebih berperan dalam mengerosi dibandingkan dengan mengendapkan material yang dibawa air. Karena pada region ini bentuk alur sungai mulai menyempit dimana hal tersebut dapat menimbulkan Bono yang lebih besar saat Bono mendesak untuk masuk ke alur sungai yang menyempit. Pada Region 2 yaitu di alur sungai straight Bono tidak banyak memberikan pengaruh karena bentuk alur sungai yang lurus hampir mengikuti arah datangnya gelombang, sehingga benturan antara gelombang dengan daratan sangat kecil. Sedangkan pada beting (Pulau Pedamaran) Bono lebih berperan dalam mengendapkan material-material lumpur di utara Pulau Pedamaran. Pulau Pedamaran sendiri yang berada di tengah-tengah sungai dapat menghalangi Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

14 jalannya Bono yang membawa material lumpur, sehingga material lumpur tersebut justru diendapkan di hilir Pulau Pedamaran. Pada Region 3 yaitu di delta sungai, bentukan Bono belum besar dan Bono pada region ini lebih berperan dalam mengendapkan material-material dari laut dan material dari sungai yang dibawa kembali oleh pasang kemudian diendapkan di mulut sungai seperti di Pulau Barkey. b) Perubahan Penggunaan Tanah DAS Rokan. Perubahan jenis penggunaan tanah yang paling banyak berubah adalah dari hutan menjadi semak belukar ( ha), hutan menjadi tanah kosong ( ha), dan perkebunan menjadi tanah kosong ( ha). Sementara permukiman yang bertambah paling banyak merupakan hasil dari perubahan hutan, perkebunan dan pertanian sawah kering semusim. Perubahan yang terjadi cenderung perubahan dari tanah yang memiliki tutupan vegetasi yang banyak menjadi tanah yang memiliki tutupan vegetasi yang rendah. Hutan memberikan kontribusi pada terjadinya erosi lebih kecil dibandingkan dengan lahan perkebunan, persawahan, semak belukar dan permukiman. Air hujan yang langsung jatuh ke tanah dapat menyebabkan erosi lebih besar karena aliran permukaan juga lebih besar, dibandingkan dengan air hujan yang turun melalui daun dan batang. Selain itu kesuburan tanah juga berkurang lebih cepat. Tabel 4. Luas Penggunaan Tanah DAS Rokan Tahun 1997 dan 2009 No. Jenis Penggunaan Tanah (ha) (%) (ha) (%) 1 Hutan , ,22 2 Hutan Bakau , ,37 3 Perairan Darat , ,00 4 Perkebunan , ,61 5 Permukiman , ,77 6 Persawahan , ,36 7 Pertambangan , ,79 8 Pertanian Tanah Kering Semusim , ,63 9 Tanah Kosong , ,04 10 Semak Belukar , ,21 TOTAL Sumber: Badan Pertanahan Nasional. Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

15 Meningkatnya aliran permukaan dan erosi tanah dapat meningkatkan debit sungai dan juga material yang dibawa oleh sungai tersebut. Tabel 5.12 dan Gambar 5.25 memperlihatkan bahwa debit Sungai Rokan (diukur pada stasiun pengukuran di Batang Lubuk - Pasar Tangun) mengalami peningkatan pada debit rata-rata harian dan debit rata-rata maksimumnya. Sedangkan pada debit ratarata minimum mengalami penurunan. Meningkatnya debit Sungai Rokan dan jumlah material yang dibawa oleh air sungai dapat meningkatkan pula sedimentasi di muara sungai. Selain itu meningkatnya debit sungai juga dapat mengurangi kekuatan atau besarnya bentukan Bono saat air laut pasang karena arus sungai akan meredam datangnya gelombang pasang. 8. KESIMPULAN Perubahan alur Sungai Rokan dicirikan oleh adanya perubahan alur pada sungai tipe meandering, straight, beting dan delta sungai. Perubahan tersebut disebabkan karena erosi dan deposisi. Erosi lebih banyak terjadi pada alur sungai meandering dengan lebar sungai yang sedang dan letaknya cukup jauh dari lautan, sedangkan deposisi lebih banyak terjadi pada delta dan alur sungai dengan lebar sungai yang besar dan letaknya dekat/bertemu langsung dengan lautan. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan alur sungai dari tahun diantaranya adanya Gelombang Bono sebagai faktor alami yang terjadi setiap air laut pasang dan perubahan penggunaan tanah di DAS Rokan yang mempengaruhi besarnya sedimentasi yang terjadi di muara sungai, sedangkan faktor dari rekayasa alur sungai yang dilakukan oleh manusia tidak ada. Gelombang Bono berperan dalam mengikis tebing sungai pada alur sungai yang menyempit dan berkelok serta berperan dalam membawa kembali material yang dibawa oleh arus sungai ke arah hulu yang akhirnya banyak diendapkan di daerah delta. Sedangkan perubahan penggunaan tanah di DAS Rokan berperan dalam meningkatkan erosi pada DAS dan meningkatkan debit air sungai sehingga menyebabkan bertambahnya sedimentasi di muara sungai Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

16 DAFTAR ACUAN [1] Asdak, C. (2004). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Cetakan ketiga). Yogyakarta: Gadjah Masa University Press. [2] Chanson, H. (2010). Environmental, Ecological and Cultural Impacts of Tidal Bores, Burros and Bonos. London: Routledge Taylor & Francis Group. [3] Chanson, H. (2011). Tidal bores, egir, eagre, mascaret, pororoca: Theory and Observations. USA: World Scientific Publishing Company. [4] Charlton, R. (2008). Fundamentals of Fluvial Geomorphology. USA: Routledge Taylor & Francis Group. [5] Schumm., et al. (2005). River Variability and Complexity. Colorado: Cambridge University Press. [6] Winkler, S.B. & Lynch, D.K. (1988). Catalog of Worlwide Tidal Bore Occurences an Characteristics. USA: U.S. Geological Survey. [7] Yulistiyanto, B. (2009). Fenomena Bono di Muara Sungai Rokan. Yogyakarta: Jurnal Dinamika Teknik Sipil, Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik UGM. [8] Zaimurdin. (1988). Muara Rokan dan Perubahan Alur Sungainya. Depok: Skripsi Sarjana S1 Jurusan Geografi FMIPA UI. Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI,

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Data Data-data yang digunakan dalam penelitian nerupa data sekunder yang dikumpulkan dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui survey lapangan.

Lebih terperinci

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU Tjaturahono Budi Sanjoto Mahasiswa Program Doktor Manajemen Sumberdaya Pantai UNDIP

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN BENTUK FISIK SUNGAI MELALUI INTEGRASI CITRA LANDSAT DAN GIS DI SUB DAS HILIR SUNGAI BENGKULU. Supriyono

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN BENTUK FISIK SUNGAI MELALUI INTEGRASI CITRA LANDSAT DAN GIS DI SUB DAS HILIR SUNGAI BENGKULU. Supriyono Artikel ilmiah Pendidikan Geografi ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN BENTUK FISIK SUNGAI MELALUI INTEGRASI CITRA LANDSAT DAN GIS DI SUB DAS HILIR SUNGAI BENGKULU Supriyono Program Studi Pendidikan Geografi FKIP

Lebih terperinci

PERUBAHAN MEANDER CI TANDUY HILIR TAHUN

PERUBAHAN MEANDER CI TANDUY HILIR TAHUN PERUBAHAN MEANDER CI TANDUY HILIR TAHUN 1893 2000 Refie Suziana, Ratna Saraswati, Tito Latif Indra Departemen Geografi FMIPA UI E-mail : ratnasaraswati@yahoo.co.uk Abstrak Meander di Ci Tanduy hilir mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya dalam musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. Permasalahan banjir

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

07. Bentangalam Fluvial

07. Bentangalam Fluvial TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 07. Bentangalam Fluvial Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Pendahuluan Diantara planet-planet sekitarnya, Bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh.

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh. PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (214), Hal. 99-15 ISSN : 2337-824 Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh. Ishak

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI.

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI. MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM LAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana banjir seakan telah dan akan tetap menjadi persoalan yang tidak memiliki akhir bagi umat manusia di seluruh dunia sejak dulu, saat ini dan bahkan sampai di masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan presipitasi yang jatuh di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) Stadia Sungai Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Dalam Bahasa Indonesia, kita hanya mengenal satu kata sungai. Sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal kata stream dan river.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU 1 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU Putu Aryastana 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa ABSTRAK Sempadan sungai merupakan suatu kawasan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan jalan air alami yang mengalir menuju Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY Oleh Supiyati 1, Suwarsono 2, dan Mica Asteriqa 3 (1,2,3) Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan Wilayah Sungai (SWS) Serayu Bogowonto merupakan salah satu SWS di Pulau Jawa disamping SWS Cimanuk, SWS Pemali Comal, SWS Jratun Seluna, SWS Bengawan Solo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Banjir yang sering terjadi di beberapa daerah merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Peristiwa banjir merupakan akibat misalnya curah hujan yang tinggi dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan transisi ekosistem terestrial dan laut yang ditandai oleh gradien perubahan ekosistem yang tajam (Pariwono, 1992). Kawasan pantai merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumberdaya alam utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Sebagai sumberdaya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami

Lebih terperinci

Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai. Muhammad Rijal a, Gun Faisal b

Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai. Muhammad Rijal a, Gun Faisal b Tema 7 Seminar Nasional Pengelolaan Pesisir & Daerah Aliran Sungai ke-1 Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 9 April 2015 Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai Muhammad Rijal

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Sungai Sragi terletak pada perbatasan antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Pemalang. Di bagian hulu sungai, terdapat percabangan membentuk dua alur sungai yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau dibagian mulut sungai (river mouth) dan estuari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bencana sedimen didefinisikan sebagai fenomena yang menyebabkan kerusakan baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kehidupan manusia dan kerusakan lingkungan, melalui suatu

Lebih terperinci

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

Resiko Banjir Kabupaten Gresik Berdasarkan Citra Satelit (Wiweka)

Resiko Banjir Kabupaten Gresik Berdasarkan Citra Satelit (Wiweka) RESIKO BANJIR KABUPATEN GRESIK BERDASARKAN CITRA SATELIT Wiweka Peneliti Bidang Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Inderaja, LAPAN RINGKASAN Kabupaten Gresik secara lingkungan fisik merupakan wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Rully Sasmitha dan Nurlina Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pantai adalah suatu wilayah yang mengalami kontak langsung dengan aktivitas manusia dan kontak dengan fenomena alam terutama yang berasal dari laut. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Nurin Hidayati 1, Hery Setiawan Purnawali 2 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang Email: nurin_hiday@ub.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di waduk (Asdak, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di waduk (Asdak, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sedimen merupakan hasil proses erosi baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau besar dan kecil dengan garis pantai sangat panjang

Lebih terperinci

PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI TEMPORAL DI DAERAH PESISIR SUNGAI BUNGIN MUARA SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI TEMPORAL DI DAERAH PESISIR SUNGAI BUNGIN MUARA SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):25-32 PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTI TEMPORAL DI DAERAH PESISIR SUNGAI BUNGIN MUARA SUNGAI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN SHORELINE CHANGES USING

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa awal orde baru situasi dan keadaan ketersediaan pangan Indonesia sangat memprihatinkan, tidak ada pembangunan bidang pengairan yang berarti pada masa sebelumnya.

Lebih terperinci

14/06/2013. Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh faktor utama penyebab banjir Membuat Model Pengendalian Banjir Terpadu

14/06/2013. Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh faktor utama penyebab banjir Membuat Model Pengendalian Banjir Terpadu Penyebab Banjir Indonesia: Iklim/curah hujan Gelobang pasang/rob Limpasan sungai OLEH: Alif Noor Anna Suharjo Yuli Priyana Rudiyanto Penyebab Utama Banjir di Surakarta: Iklim dengan curah hujan tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses sedimentasi merupakan suatu proses yang pasti terjadi di setiap daerah aliran sungai (DAS). Sedimentasi terjadi karena adanya pengendapan material hasil erosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Dinamika morfologi muara menjadi salah satu kajian yang penting. Hal ini disebabkan oleh penggunaan daerah ini sebagai tempat kegiatan manusia dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SUNGAI Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

KAJIAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RAB) UNTUK NORMALISASI SUNGAI MENDOL KECAMATAN KUALA KAMPAR KABUPATEN PELALAWAN

KAJIAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RAB) UNTUK NORMALISASI SUNGAI MENDOL KECAMATAN KUALA KAMPAR KABUPATEN PELALAWAN Kajian Rencana Anggaran Biaya (RAB) Untuk Normalisasi Sungai Mendol KAJIAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RAB) UNTUK NORMALISASI SUNGAI MENDOL KECAMATAN KUALA KAMPAR KABUPATEN PELALAWAN Nurdin 1, Imam Suprayogi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentukan pada dataran banjir sungai yang berbentuk kelokan karena pengikisan tebing sungai, daerah alirannya disebut sebagai Meander Belt. Meander ini terbentuk apabila

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) Abtrak Perairan Segara Anakan yang merupakan pertemuan

Lebih terperinci

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Mario P. Suhana * * Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Email: msdciyoo@gmail.com

Lebih terperinci

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daur hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut, air tersebut akan tertahan (sementara)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penutupan Lahan Tahun 2003 2008 4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membedakan penutupan/penggunaan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi terlebih dahulu harus diketahui kondisi sebenarnya dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampungan dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pantai didefenisikan sebagai daerah di tepi perairan (laut) sebatas antara surut terendah dengan pasang tertinggi, sedangkan daerah pesisir adalah daratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Reklamasi

Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Reklamasi Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Ahmad Arif Zulfikar 1, Eko Kusratmoko 2 1 Jurusan Geografi, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat E-mail : Ahmad.arif31@ui.ac.id

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA R. Muhammad Isa r.muhammad.isa@gmail.com Slamet Suprayogi ssuprayogi@ugm.ac.id Abstract Settlement

Lebih terperinci

BATANG LEMBANG FLOW CHANGES IN BUKIT SUNDI DISTRICT OF SOLOK REGENCY. By : ABSTRACT

BATANG LEMBANG FLOW CHANGES IN BUKIT SUNDI DISTRICT OF SOLOK REGENCY. By : ABSTRACT 0 1 BATANG LEMBANG FLOW CHANGES IN BUKIT SUNDI DISTRICT OF SOLOK REGENCY By : Muhammad Irfan 1 Heldia Edial 2 Yeni Erita 3 1.The geography education student of STKIP PGRI Sumatera Barat. 2,3 The lecturer

Lebih terperinci

BAB 5: GEOGRAFI DINAMIKA HIDROSFER

BAB 5: GEOGRAFI DINAMIKA HIDROSFER www.bimbinganalumniui.com 1. Proses penguapan air yang ada di permukaan bumi secara langsung melalui proses pemanasan muka bumi disebut a. Transpirasi b. Transformasi c. Evaporasi d. Evapotranspirasi e.

Lebih terperinci

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura Hak cipta dilindungi Undang-Undang Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura ISBN: 978-602-97552-1-2 Deskripsi halaman sampul : Gambar

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF DI DAS KEMONING KABUPATEN SAMPANG Agus Eko Kurniawan (1), Suripin (2), Hartuti Purnaweni (3) (1) Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, UNDIP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau

Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau Wenni Rindarsih, S.Si 1) ; Muh. Ishak Jumarang, M.Si 2) ; Muliadi, M.Si 3) 1,2,3) Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas wilayah daratan dan perairan yang besar. Kawasan daratan dan perairan di Indonesia dibatasi oleh garis pantai yang menempati

Lebih terperinci

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Jl. Surabaya 2 A, Malang Indonesia 65115 Telp. 62-341-551976, Fax. 62-341-551976 http://www.jasatirta1.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya, baik

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil 4.1.1. Digitasi dan Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove Digitasi terhadap citra yang sudah terkoreksi dilakukan untuk mendapatkan tutupan vegetasi mangrove di

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami jenis sungai berdasarkan formasi batuan dan

Lebih terperinci

ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA

ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA Endyi 1), Kartini 2), Danang Gunarto 2) endyistar001@yahoo.co.id ABSTRAK Meningkatnya aktifitas manusia di Sungai Jawi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Penyebab Perubahan Garis Pantai

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Penyebab Perubahan Garis Pantai BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Penyebab Perubahan Garis Pantai Pada daerah penelitian merupakan pantai yang tersusun dari endapan pasir. Pantai pada daerah penelitian secara umum sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Ria Rosdiana Hutagaol 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Faperta Jurusan Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1 Program Studi Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan,

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI KONDISI WILAYAH STUDI 6 BAB II KONDISI WILAYAH STUDI 2.1 Tinjauan Umum Kondisi wilayah studi dari Kali Babon meliputi kondisi morfologi Kali Babon, data debit banjir, geoteknik, kondisi Bendung Pucang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, sehingga memiliki potensi sumber daya air yang besar. Sebagai salah satu sumber daya air, sungai memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEMPADAN SUNGAI TERHADAP PERKEMBANGAN MEANDER BENGAWAN SOLO PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEMPADAN SUNGAI TERHADAP PERKEMBANGAN MEANDER BENGAWAN SOLO PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEMPADAN SUNGAI TERHADAP PERKEMBANGAN MEANDER BENGAWAN SOLO PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 1997-2014 Ica Elismetika Komra ica.elismetika.k@mail.ugm.ac.id Suprapto Dibyosaputro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng

Lebih terperinci