BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikterus fisiologis adalah peningkatan konsentrasi bilirubin tak. terkonjugasi serum selama minggu pertama kehidupan yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikterus fisiologis adalah peningkatan konsentrasi bilirubin tak. terkonjugasi serum selama minggu pertama kehidupan yang"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Medis 1. Definisi Ikterus fisiologis adalah peningkatan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi serum selama minggu pertama kehidupan yang menghilang sendiri (Haws, 2008; h. 202). Ikterus fisiologis pada neonatus adalah keadaan normal yang mempengaruhi hingga 50% bayi aterm yang mengalami peningkatan progresif pada kadar bilirubin tak terkonjugasi dan ikterus pada hari ketiga (Frasen and Cooper, 2010; h. 840). Ikterus patologis adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit dalam darah. Ikterus terjadi karena peningkatan kadar bilirubin indirect (uncojugated) dan atau kadar bilirubin direct (conjugated) (FKUI, 2007; h. 519). Ikterus adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih (IDAI, 2010; h. 147). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ikterus fisiologis adalah keadaan normal yang mempengaruhi hingga 50% bayi aterm yang mengalami peningkatan progresif pada kadar bilirubin tak terkonjugasi dan selama minggu pertama kehidupan akan menghilang

2 sendiri. Sedangkan ikterus patologis keadaan klinis pada bayi akibat dari terakumulasinya atau tertimbunnya bilirubin berlebih dalam tubuh sehingga menimbulkan warna kuning pada bagian tubuh tertentu antara lain pada kulit, sklera, dan selaput mukosa. 2. Etiologi a. Ikterus fisiologis Ikterus fisiologis tidak disebabkan oleh faktor tunggal tapi kombinasi dari berbagai faktor yang berhubungan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir. Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi pada bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan clearance bilirubin. Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin dan early bilirubin yang lebih besar serta penurunan usia sel darah merah. Sirkulasi aktif bilirubin di enterohepatik, yang meningkatkan kadar serum bilirubin tak terkonjugasi disebabkan oleh penurunan frolar normal, aktifitas β- glukoronidase yang tinggi, dan penurunan motilitas usus. Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi dengan aspirasi mekonium atau pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai insiden terjadinya ikterus fisiologis (IDAI, 2010; h ). Ikterus fisiologis disebabkan karena adanya kesenjangan antara pemecahan sel darah merah dan kemampuan bayi untuk mantranspor, mengkonjugasi, dan mengekskresi bilirubin tak terkonjugasi sehingga mengakibatkan :

3 1) Peningkatan pemecahan sel darah merah Produksi bilirubin bayi baru lahir lebih dari dua kali produksi orang dewasa normal per kilo gram berat badan. Di lingkungan uterus yang hipoksik, janin bergantung pada hemoglobin F (hemoglobin janin), yang memiliki afinitas oksigen lebih besar daripada hemoglobin A (hemoglobin dewasa). Saat lahir, ketika sistem pulmonar menjadi fungsional, massa sel darah merah besar yang dibuang melalui hemolisis mengakibatkan timbunan bilirubin, yang berpotensi membebani sistem secara berlebihan (Frasen and Cooper, 2010; h ). 2) Penurunan kemampuan mengikat albumin Transpor bilirubin ke hati untuk konjugasi menurun karena konsentrasi albumin yang rendah pada bayi prematur, penurunan kemampuan mengikat bilirubin albumin (yang dapat terjadi jika bayi mengalami asidosis), dan kemungkinan persaingan untuk mendapatkan tempat menikat albumin dengan beberapa obat. Jika tempat ikatan albumin yang tersedia digunakan, kadar bilirubin yang tidak berikatan, tidak terkonjugasi, dan larut lemak dalam darah akan meningkat, serta mencari jaringan dengan afisitas lemak, seperti kulit dan otak(frasen and Cooper, 2010; h. 841). 3) Defisiensi enzim Kadar aktivitas enzim UDP GT yang rendah selama 24 jam pertama setelah kelahiran akan mengurangi konjugasi bilirubin. Meskipun kadar meningkat selama 24 jam pertama, hal

4 tersebut tidak akan mencapai kadar dewasa selama 6 14 hari (Frasen and Cooper, 2010; h. 841). 4) Peningkatan reabsorbsi enterohepatik Proses ini meningkat dalam usus bayi baru lahir karena kurangnya jumlah bakteri enterik normal yang memecahkan bilirubin menjadi urobilinogen, bakteri ini juga meningkatkan aktivitas enzim beta glukoronidase, yang menghidrolisis bilirubin terkonjugasi kembali ke kondisi tak terkonjugasi (jika bilirubin ini diabsorbsi kembali ke dalam sistem). Jika pemberian susu ditunda, motilitas usus juga menurun, selanjutnya mengganggu akskresi bilirubin tak terkonjugasi. Bayi asia memiliki sirkulasi enterohepatik bilirubin yang lebih tinggi, puncak konsentrasi bilirubin lebih tinggi, dan ikterus yang lebih lama (Frasen and Cooper, 2010; h. 842). 5) Ikterus ASI Dua persen dari seluruh air ASI mengandung pregnanediol, yang menghambat diklukuronid (bentuk bilirubin terkonjugasi) dan juga meningkatkan asam lemak yang menghambat peningkatan albumin (mempertahankan bilirubin di dalam plasma). Selain itu ASI pada beberapa ibu mengandung zat yang menghambat aktivitas konjugasi transferase glukoronil dan pada beberapa ibu lain, ASI mengandung glukoronidase yang justru dapat menyebabkan ikterus. Faktor genetik, pemberian makan dini yang tidak adekuat, pemberian suplemen berupa air manis, dan peningkatan resorpsi bilirubin

5 di dalam usus halus yang disebabkan oleh keterlambatan pengeluaran mekonium dapat turut menyebabkan pembentukan ikterus (Sinclair, 2010; h. 361). b. Ikterus patologis Metabolisme bilirubin bayi baru lahir berada dalam transisi dari stadium janin yang selama waktu tersebut plasenta merupakan tempat utama eliminasi billirubin yang larut lemak, ke stadium dewasa yang selama waktu tersebut bentuk bilirubin terkonjugasi yang larut air diekskresikan dari sel hati ke dalam sistem biliaris dan kemudian ke dalam saluran pencernaan. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat disebabkan atau diperberat oleh setiap faktor yang meliputi : 1) Menambah beban bilirubin untuk dimetabolisme oleh hati (anemia hemolitik, waktu hidup sel darah merah lebih pendek akibat imaturitas atau akibat sel yang ditransfusikan, penambahan sirkulasi enterohepatik, infeksi) 2) Dapat mencederai atau mengurangi aktivitas enzim transverase (hipoksia, infeksi, kemungkinan hipotermia, dan defisiensi tiroid) 3) Dapat berkompetisi dengan atau memblokade enzim transverase (obat obat dan bahan lain yang memerlukan konjugasi asam glukuronat untuk ekskresi) ; atau 4) Menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya jumlah enzim yang diambil atau menyebabkan pengurangan reduksi bilirubin oleh sel hepar (cacat genetik, prematuritas) (Nelson, 2000; h. 610).

6 Resiko pengaruh toksik dari meningkatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum menjadi bertambah dengan adanya faktor faktor yang mengurangi retensi bilirubin dalam sirkulasi (hipoproteinemia, perpindahan bilirubin dan tempat ikatnya pada albumin karena ikatan kompetitif obat obatan seperti sulfisoksazol dan moksalaktam, asidosis, kenaikan sekunder kadar asam lemak bebas akibat hipokglikemi, kelaparan, atau hipotermia), atau oleh faktor faktor yang meningkatkan permeabilitas sawar darah otak atau membran sel saraf terhadap bilirubin atau kerentaan sel otak terhadap toksisitasnya seperti asfiksia, prematuritas, hiperosmolalitas, dan infeksi (Nelson, 2000; h. 610). Pemberian makan yang awal menurunkan kadar bilirubin serum, sedangkan ASI dan dehidrasi menaikkan kadar bilirubin serum. Mekonium mengandung 1 mg bilirubin/dl dan dapat turut menyebabkan ikterus melalui sirkulasi enterohepatik pasca dekonjugasi oleh glukuronidase usus. Obat obat seperti oksitosin dan bahan kimia yang diberikan dalam ruang perawatan seperti detergen fenol dapat juga menimbulkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (Nelson, 2000; h. 610). Penyebab ikterus patologis pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Secara garis besar etiologi ikterus patologis dapat dibagi:

7 1) Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada imkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, devisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. 2) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asi dosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam heapr yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar. 3) Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi dengan obat misalnya salisilat, sulfafurozole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirect yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke otak. 4) Gangguan ekskresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar

8 biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. (FKUI, 2007; h ) 3. Patofisiologi a. Ikterus fisiologis 1) Perburukan ikterus fisiologis pada bayi menyusui Bukti yang ada sekarang ini menunjukkan bahwa terdapat dua proses berbeda yang menyebabkan ikterus pada bayi yang mendapat ASI, meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui : a) Menyusu atau awitan ikterus awal Diperkirakan bahwa asupan cairan dan kalori yang rendah selama produksi kolostrum menyebabkan waktu transit di usus lebih lama, yang meningkatkan pajanan terhadap beta glukoronidase, yang semakin menambah bilirubin tak terkonjugasi ke dalam sistem. b) ASI atau awitan ikterus akhir Penelitian menganai lipase lipoprotein, beta glukoronidase, dan asam lemakbebas dilakukan untuk memperoleh kejelasan mengenai bentuk ikterus yang lebih lama ini (Frasen and Cooper, 2010; h ). 2) Perburukan ikterus fisiologis pada bayi prematur Hal ini ditandai dengan kadar bilirubin 165 µmol/l (10 mg/dl) atau lebih tinggi pada hari ke-3 atau ke-4, dengan konsentrasi puncak pada hari ke-5 hingga ke-7 yang kembali normal setelah beberapa minggu. Bayi prematur lebih beresiko mengalami cern

9 icterus sehingga penatalaksanaannya sangat penting. Faktor yang berperan meliputi : a) Keterlambatan pengeluaran enzim UDP GT b) Pemendekan usia sel darah merah c) Komplikasi, seperti hipoksia, asidosis, dan hipotermi, yang dapat mengganggu kemampuan mengikat albumin (Frasen and Cooper, 2010; h ) b. Ikterus patologis Metabolisme bilirubin yang dihasilkan oleh neonatus % berasal dari heme yang merupakan hasil pemecahan hemoglobin. Metabolisme bilirubin berawal dari sistem retikuloendotial hati dan limfa pada saat sel darah merah yang sudah tua atau abnormal hendak dimusnahkan dari sirkulasi. Enzim yang berperan untuk menghasilkan bilirubin dan carbon monoksidida adalah enzim mikrosomal heme oxigenase dan biliverdin reduktase. Bilirubin yang dihasilkan adalah dalam bentuk belum terkonjugasi atau disebut juga bilirubin indirect. Bilirubin ini kemudian dikeluarkan kedalam plasma (FKUI, 2007; h. 520). Pada derajat keasaaman yang normal, bilirubin ini sukar sekali larut dalam air sehingga harus berikatan dengan albumin sebagai protein pengangkut. Bilirubin yang berikatan dengan albumin selanjutnya akan dibawa kehati dan masuk ke hati secara difusi. Dalam sel hati, bilirubin berikatan dengan protein Y dan Z. Konjugasi terjadi di reticulum endoplasma sel hati dibantu oleh enzim glukoronil transferase dan asam glukoronat. Pada tahap ini

10 bilirubin berubah menjadi bilirubin yang terkonjugasi atau disebut juga bilirubin direct. Bilirubin ini kemudian diekskresi ke saluran empedu untukselanjtnya dikeluarkan ke usus halus (FKUI, 2007; h. 520). Bilirubin terkonjugasi tidak direabsorbsi di usus halus. Namun diusus besar sebelumnya bilirubin ini diubah kembali menjadi bilirubin tidak terkonjugasi dan asam glukonaronat dengan bantuan enzim beta glukoronidase. Keadaan ini disebut sebagai sirkulasi enterohepatik (FKUI, 2007; h. 520). Keadaan-keadaan tertentu dapat mempengaruhi proses metabolisme diatas. Jika proses tersebut terganggu, maka terjadilah hiperbilirubinemia. Secara garis besar keadaan tersebut adalah kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan produksi bilirubin berlebihan (inkompatibilitas rhesus, anemia hemolitik), defisiensi enzim, obstruksi saluran empedu, infeksi dan lain-lain. Bilirubin yang tinggi ini kemudian menempati ruang-ruang didalam tubuh, misalnya kulit (FKUI, 2007; h. 520). Hiperbilirubinemia dapat terjadi melalui tiga cara yaitu : melalui hemolisis sel darah merah, penyakit hati yang mempengaruhi metabolisme dan pengeluaran empedu, dan kondisi yang menyebabkan penyempitan saluran empedu (FKUI, 2007; h. 520). 4. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi dari ikterus patologis antara lain adalah : a. Ikterus prahepatik

11 Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat, yang terjadi pada hemolisis sel darah merah (ikterus hemolotik). Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi terbatas apalagi bila desertai oleh adanya disfungsi sel hati. Akibatnya bilirubin indirek akan meningkat. Dalam batas tertentu bilirubin direk juga meningkat akan segera diekskresikan ke dalam saluran pencernaan, sehingga akan didapatkan peninggian kadar urobilinogen di dalam tinja. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh : a) Kelainan pada sel darah merah b) Infeksi seperti malaria, sepsis, dan lain lain c) Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti obat obatan, maupun yang berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfusi dan eritroblastosis fetalis (FKUI, 2007; h ). b. Ikterus pascahepatik (obstruktif) Bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Sebagai akibat bendungan, bilirubun ini akan mengalami regurgitasi kembali ke dalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah. Selanjutnya akan masuk ke ginjal dan diekskresikan oleh ginjal sehingga kita akan menemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan, maka pengeluara bilirubin ke dalam saluran pencernaan berkurang, sehingga akibatnya tinja akan berwarna dempu karena tinja

12 mengandung sterkobilin. Urobilinogen dalam tinja dan dalam air kemih akan menurun. Akibat penimbunan bilirubin direk, maka kulit akan terasa gatal. Penyumbatan empedu (kolestasis) dibagi 2, yaitu intrahepatik ekstrahepatik bila penyumbatan terjadi di dalam duktus koledukus (FKUI, 2007; h ). c. Ikterus hepatoseluler (hepatik) Kerusakan hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu, sehingga bilirubin direk akan meningkat. Kerusakan sel hati juga akan menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peniggian kadar bilirubin konjugasi dalam darah. Bilirubin direk ini larut dalam air sehingga mudah di ekskresikan oleh ginjal ke dalam air kemih. Adanya sumbatan intrahepatik akan menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin dalam saluran pencernaan yang kemudian akan menyebabkan tinja berwarna pucat, karena sterkobilinogen menurun. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan : 1) Hepatitis oleh virus, bakteri, parasit 2) Sirosis hepatitis 3) Tumor 4) Bahan kimia seperti fosfor, arsen 5) Penyakit lain seperti hemokromatosis, hipertiroidi, dan penyakit nieman pick.

13 (FKUI, 2007; h ) Asal etnik juga mempengaruhi terjadinya ikterus mereka yang berasal dari Korea, Cina, serta Jepang dan Indian Amerika memiliki kadar bilirubin yang lebih tinggi (Sinclair, 2010; h. 360). Faktor predisposisi lain dari ikterus antara lain : a. Faktor ibu 1) Hipertensi Pre eklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Sehingga menimbulkan dampak pada janin intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion, kenaikan morbiditas dan mortalitas janin secara tidak langsung akibat intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, solusio plasenta, perdarahan intraventrikular, dan sepsis. Dampak tersebut dapat memicu terjadinya ikterus pada bayi (Saifuddin, 2009; h ). 2) Diabetes maternal Kadar glukosa yang tinggi pada ibu hamil sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap janin. Bayi baru lahir dari ibu dengan DM biasanya lebih besar, dan bisa juga terjadi pembesaran dari organ organnya (hepar, kelenjar adrenal, dan jantung). Gangguan hepar tersebut dapat emicu terjadinya ikterus pada bayi (Saifuddin, 2007; h. 852).

14 b. Faktor bayi 1) Prematuritas Prematuritas merupkan faktor pemicu ikterus karena fungsi hati yang belum matang (Saifuddin, 2007; h. 377). 2) Memar atau sefalhematoma Sefalhematoma adalah perdarahan subperiosteal akibat kerusakan jaringan periosteum karena tarikan atau tekanan pada jalan lahir, dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Pada gangguan yang luas dapat menyebabkan anemia dan hiperbilirubinemia. Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrit, dan bilirubin (Saifuddin, 2007; h. 400). 5. Tanda dan Gejala Ikterus fisiologis memiliki tanda tanda sebagai berikut : a. Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir b. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari (Sinclair, 2010; h. 359). c. Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan d. Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg% e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis (FKUI, 2007; h ). f. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama g. Bayi prematur biasanya kadar puncak 8 12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke-5 sampai ke-7, dan ikterus jarang diamati sesudah hari ke-10 (Nelson, 2000; h. 611).

15 h. Secara keseluruhan, 6 7 % bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin lebih besar dari 12,9 mg/dl dan kurang dari 3 % mempunyai kadar lebih besar dari 15 mg/dl (Nelson, 2000; h. 611). Ikterus patologis mempunyai tanda dan gejala sebagai berikut: a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus kurang bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan ( Saifuddin, 2007; h. 383). c. Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg% per hari d. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik e. Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg% f. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama (FKUI, 2007; h. 1107). g. ikterus patologis memiliki bilirubin total > 200µmol/L (12,9 mg/dl), bilirubin terkonjugasi (reaksi langsung) > µmol/l (1,5 2 mg/dl) (fraseen and cooper, 2010; h. 844). h. Adanya tanda tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan BB yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil) (IDAI, 2010; h.148). Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis apabila tidak menunjukan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern-icterus. Karena bilirubin tidak terkonjugasi daat dilepaskan ke luar dari otak, maka jarang terjadi kerusakan otak akibat kadar bilirubin tidak terkonjugasi yang sangat tinggi, disebut kern-icterus (Corwin, 2009; h. 661). Kern-icterus adalah tertimbunnya bilirubin dalam jaringan otak sehingga dapat mengganggu fungsi otak dan menimbulkan gejala klinis sesuai timbunan

16 tempat timbunan itu. Ada beberapa cara untuk menentukan derajat ikterus yang merupakan resiko terjadinya kern-icterus misalnya kadar bilirubin bebas; kadar bilirubin 1 dan 2, atau secara klinis (Kramer, dapat dilihat pada Gambar 2.1) dilakukan di bawah sinar biasa (day-light). Gambar 2.1 Daerah kulit bayi yang berwarna kuning untuk penerapan rumus Kramer Selain dengan dilakukan pengamatan juga dapat menggunakan rumus kramer seperti yang tertera dalam tabel 2.1 Tabel 2.1 Rumus Kramer Daerah (Lihat Gambar) LUAS IKTERUS KADAR BILIRUBIN (mg%) 1 Kepala dan leher 5 2 Daerah 1 (+) 9 Badan bagian atas 3 Daerah 1, 2 (+) Badan bagian bawah dan 11 tungkai 4 Daerah 1, 2, 3 (+) Lengan dan kaki di bawah 12 dengkul 5 Daerah 1, 2, 3, 4 (+) Tangan dan kaki 16 Pada kern-icterus, gejala klinik pada permulaan tidak jelas, antara lain dapat disebutkan yaitu bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar,

17 gerakan tidak menentu (involuntary movement), kejang, tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus (Saifuddin, 2008; h. 383). Faktor resiko terjadinya kernikterus antara lain: berat lahir kurang 2000 gram, neonatus kurang bulan, asfiksia, hipoksia, infeksi, trauma lahir, hipoglikemi, hyperkarbia dan hiperviskositas darah (FKUI, 2007; h. 1102). 6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada ikterus neonatorum terdiri dari : a. Kadar bilirubin serum (total) untuk menentukan kadar dan apakah bilirubin tidak terkonjugasi atau terkonjugasi b. Darah tepi lengkap untuk melihat adanya sel abnormal c. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi untuk kemungkinan adanya inkompatibilitas d. Pemeriksaan kadar enzim G-6-PD untuk mengetahui adanya defisiensi G-6-PD e. Uji Coombs direct (untuk mendeteksi adanya antibodi maternal pada SDM bayi) dan uji coombs indirect (untuk mendeteksi adanya hemolisis pada saat SDM baru diproduksi). (FKUI, 2007; h. 1106) f. Taksiran hemoglobin/hematokrit untuk mengkaji anemia g. Hitung sel darah putih untuk mendeteksi infeksi h. Zat dalam urine, misalnya galaktosa (Frasen and Cooper, 2010; h. 852). Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga

18 perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar (Hidayat, 2008; h. 95). 7. Penatalaksanaan Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin (Corwin, 2009; h. 661). Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki. a. Ikterus fisiologis Penatalaksanaan asuhan kebidana pada bayi dengan ikterus fisiologis sebagai berikut : 1. Lakukan perawatan bayi sehari-hari 2. Pemberian nutrisi secara adekuat terutama ASI 3. Bagi sebagian besar bayi dengan kenaikan bilirubin ringan, fototerapi adalah penatalaksanaannya

19 4. Ikterus akibat pemberian ASI tidak perlu terapi (Corwin, 2009; h. 661). b. Ikterus patologis Penatalaksanaan asuhan kebidanan pada ikterus patologis : 1) Lakukan observasi dengan derajat ikterus, keadaan umum, dan TTV. 2) Lakukan pencegahan hipotermi 3) Lakukan rujukan bila terjadi ikterus patologi. 4) Pemberian nutrisi adekuat terutama ASI (Saifuddin, 2007; h. 385). Penatalaksanaan ikterus patologis di rumah sakit : 1) Lakukan pemeriksaan laboratorium 2) Lakukan fototerapi pada saat kadar bilirubin mg/dl 3) Lakukan transfusi tukar jika fototerapi gagal untuk mencegah kerusakan syaraf (Sinclair, 2010; h ). Penatalaksanaan di RSUD KRT Setjonegoro wonosobo : Prosedur fototerapi : a. Ada perintah dari dokter yang merawat untuk melaksanakan fototerapi b. Memberitahukan pada keluarga pasien (memberitahu manfaat dan resiko dari tindakan tersebut) c. Bila pasien setuju siapkan blangko inform concent untuk ditandatangani d. Merapikan tempat tidur, perlak, dan seprei e. Melepas semua baju pasien

20 f. Menutup kedua mata bayi dengan kain hitam yang tidak tembus cahaya g. Menutup perut bagian bawah sampai alat genitalia dengan kain hitam yang tidak tembus cahaya h. Menghubungkan steker dengan arus listrik i. Menekan tombol ON pada alat fototerapi j. Mengatur jarak lampu dengan bayi ± 45 Cm k. Melakukan penyinaran selama 24 jam dengan cara 1 x 24 jam l. Mengontrol setiap jam selama penyinaran agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diharapkan m. Melakukan pemeriksaan kadar bilirubin seletah 2 paket fototerapi selesai. Efek samping dari fototerapi adalah : a. Dehidrasi b. Iritsi kulit dan diaperrash c. Infertilitas gonadotropin (Protap RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo) 8. Komplikasi Komplikasi dari ikterus adalah terjadinya cern-icterus. Cern-icterus adalah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin indirect lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolotik berat dan pada autopsi ditemukan bercak bilirubin di otak. Cern-icterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spastis yang terjadi secara kronik (Surasmi, 2003; h )

21 B. Tinjauan Asuhan Kebidanan Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (PP IBI, 2006; h. 126). Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana (PP IBI, 2006; h. 126). Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode 7 langkah varney yang meliputi : Langkah I : Pengumpulan Data Dasar Pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan data dasar yang menyeluruh untuk mengevaluasi ibu dan bayi baru lahir. Data dasar ini meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik dan pelvik sesuai indikasi, meninjau kembali proses perkembangan keperawatan saat ini atau catatan rumah sakit terdahulu, dan meninjau kembali data laboratorium dan laporan penelitian terkait secara singkat. Data dasar yang diperlukan adalah semua data yang berasal dari sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi ibu dan bayi baru lahir. Bidan mengumpulkan data dasar awal lengkap, bahkan jika ibu dan bayi baru lahir mengalami komplikai yang mengharuskan mereka mendapat konsultasi dokter sebagai bagian dari penatalaksanaan kolaborasi.

22 Langkah II : Interpretasi data Menginterpretasi data untuk kemudian diproses menjadi masalah atau diagnosis serta kebutuhan asuhan yang diidentifikasi khusus. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan. Standar nomenklatur kebidanan yaitu : 1. Diakui dan disahkan oleh profesi 2. Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan 3. Memiliki ciri khas kebidanan 4. Didukung oleh klinikal judgment dalam lingkup praktek kebidanan 5. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya Langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosispotensial berdasarkan masalah dan diagnosa saat ini berkenaan dengan tindakan antisipasi, pencegahan jika memungkinkan, menunggu denan waspada penuh, dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul. Langkah IV : Menetapkan kebutuhan akan tindakan segera untuk melakukan kolaborasi/konsultasi Langkah ini mencerminkan sifat kesinambungan proses penatalaksanaan, yang tidak hanya dilakukan selama perawatan primer atau kunjungan pranatal periodik, tetapi juga saa bidan melakukan perawatan lanjutan pada wanita tersebut.

23 Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh Langkah ini ditentukan dengan mengacu pada hasil langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan pengembangan masalah atau diagnosis yang diidentifikasi baik saat ini maupun yang dapat diantisipasi serta perawatan kesehatan yang dibutuhkan. Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan setiap informasi tambahan yang hilang atau diperlukan untuk melengkapi data dasar. Kemudian diambil keputusan untuk mengembangkan rencana perawatan yang menyeluruh harus mencerminkan rasional yang valid, yang didasarkan pada pengetahuan teoritis terkait yang terkini dan tepat juga pada asumsi tidak valid tentang apa yang ibu atau orang tua akan atau tidak dilakukan. Langkah VI : Penatalaksanaan langsung asuhan yang efisien dan aman Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan sebagian oleh ibu atau orang tua, bidan atau anggota tim kesehatan lain. Apabila tidak dapat melakukannya sendiri, bidan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa implementasi benar benar dilakukan. Langkah VII : Evaluasi Evaluasi merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana perawatan yang dilakukan benar benar telah mencapai tujun, yaitu memenuhi kebutuhan ibu. (Varney, 2007; h )

24 Metode pendokumentasian secara SOAP meliputi: S (Subjektif) O (Objektif) : Apa yang dikatakan ibu klien tersebut : Apa yang dilihat dan dirasakan bidan sewaktu melakukan pemeriksaan (hasil laboratorium) A (Assasment) : Kesimpulan apa yang dibuat dari data data subyektif atau obyektif tersebut P (Planning) : Rencana dari tindakan yang akan dilakukan (Priharjo, 2006; h. 14) Penerapan Asuhan Kebidanan I. Pengkajian Merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi dengan menggunakan metode wawancara dan pemeriksaan fisik. A. Data subjektif 1. Identitas klien Nama : Identitas dimulai dengan nama pasien, yang harus jelas dan lengkap : nama depan, nama tengah (bila ada), nama keluarga, dan nama panggilan akrab supaya tidak ada kesalahan dalam pemberian asuhan kebidanan (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 5) Umur : Umur harus jelas dan dilengkapi tanggal lahir, usia anak juga diperlukan untuk menginterprestasi apakah data pemeriksaan klinis anak tersebut normal sesuai dengan

25 umurnya (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 5), karena pada ikterus fisiologis timbul pada bayi yang berumur dua sampai tiga hari (3 5 hari pada bayi yang disusui ) akan menghilang pada umur 7 10 hari (Sinclair, 2010; h. 359). Sedangkan ikterus patologis timbul pada umur 24 jam pertama. Pada bayi aterm menetap sampai umur 7 10 hari sedangkan pada bayi prematur menetap sampai umur 2 minggu (Frasen dan Cooper, 2009; h. 844). Identitas penanggung jawab : Nama : Nama ayah, ibu, atau wali pasien harus dituliskan dengan jelas agar tidak keliru dengan orang lain, mengingat banyak nama yang sama (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 6). Umur : Umur ibu harus jelas (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 6). Dalam hal ini umur ibu tidak ada hubungannya dengan salah satu penyebab terjadinya ikterus. Suku bangsa : Data tentang suku bangsa juga memantapkan identitas, disamping itu perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit sering berhubungan dengan suku bangsa (Matondang,

26 Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 6). Suku bangsa harus jelas karena pada beberapa etnik/suku (seperti Korea, Cina, Jepang, dan Indian Amerika) merupakan salah satu faktor resiko terjadinya ikterus (Haws, 2008; h. 202). Agama : Data tentang agama juga memantapkan identitas, disamping itu perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit sering berhubungan dengan agama (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 6). Agama penting ditanyakan untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa. Pendidikan : Informasi tentang pendidikan baik ibu maupun ayah dapat menggambarkan keakuratan data yang akan diperoleh serta dapat ditentukan pola pendekatan anamnesis (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 6). Pekerjaan : Menanyakan pekerjaan baik ibu maupun ayah dapat menggambarkan keakuratan data yang akan diperoleh serta dapat ditentukan pola pendekatan anamnesis, pekerjaan orang tua untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien (Matondang, Wahidayat, dan

27 Sastroasmoro, 2009; h. 6). Apabila gizi ibu selama kehamilan kurang dapat menyebabkan bayinya lahir dengan BBLR. Dimana BBLR mempunyai resiko terjadinya ikterus (Frasen and Cooper, 2010; h. 843). Alamat : Alamat ditanyakan dengan jelas meliputi nama desa, jalan, RT/RW, kecamatan, kabupaten serta bila ada nomer telponnya ditanyakan untuk melakukan kunjungan rumah jika diperlukan selain itu juga apabila pasien gawat dapat dihubungi (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 6). 2. Alasan datang : Menanyakan dengan jelas alasan datang kepada pasien untuk mengetahui alasan datang ke Rumah Sakit (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 6). Pada pasien ikterus fisiologis dan patologis terlihat warna kuning di bagian tubuh tertentu hanya yang membedakan biasanya pada ikterus patologis ditandai dengan muntah, letargis, malas menetek, penurunan BB yang cepat (IDAI, 2010; h.148) 3. Keluhan utama : Menanyakan keluhan utama dengan jelas dan lengkap yaitu keluhan yang menyebabkan pasien dibawa ke rumah sakit (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 6).

28 Untuk mengetahui tanda gejala terjadinya ikterus misalnya warna kuning pada tubuh bayi bagian tertentu (IDAI, 2010; h. 147). 4. Riwayat kesehatan : a. Riwayat kesehatan sekarang (bayi) Menanyakan riwayat perjalanan penyakit ini disusun cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan pasien sejak sebelum mendapat keluhan sampai ia dibawa berobat meliputi: demam, kejang, muntah, ikterus, sesak nafas, sianosis, edema, perdarahan (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro. 2009; h. 7-12), Karena pada bayi ikterus fisiologis dan patologis terlihat kuning pada bagian tubuh tertentu, ditandai dengan pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera serta pada ikterus patologis disertai dengan demam dan muntah karena adanya perubahan produksi atau aktivitas uridine diphosphoglucoronil transferase (IDAI, 2010; h. 154). Ikterus patologis disertai dengan adanya penyakit yang mendasari pada bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan BB yang cepat, apnea, takipnea, atau demam) (IDAI, 2010; h. 148) b. Riwayat kesehatan dahulu (ibu) Menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita ibu seperti : hipertensi dan DM (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 12). Terutama riwayat gangguan hemolisis (Inkompatibilitas atau ketidaksesuaian Rh atau

29 darah ABO, gangguan hemolisis ini terjadi pada ibu dengan golongan darah O oleh antigen A dan B janin akan memproduksi anti-a dan Anti-B erupa IgG, yang dapat menembus plasenta, masuk ke sirkulasi janin dan menimbulkan hemolisis, sedangkan ibu dengan golongan darah A atau B memiliki anti-a atau anti-b berupa IgM, yang tidak dapat menembus plasenta) dan sepsis (IDAI, 2010; h. 203). Hal ini yang dapat menimbulkan terjadinya ikterus karena merupakan faktor predisposisi dan penyebab terjadinya ikterus patologis (Sinclair, 2010; h. 359). c. Riwayat kesehatan keluarga Menanyakan penyakit yang pernah diderita keluarga seperti jika ada saudara kandung yang mempunyai ikterus maka hal ini dapat menimbulkan terjadinya ikterus (Nelson, 2000; h. 611). Terutama pada kasus ikterus dengan penyabab inkompatibilitas Rh dan ABO karena apabila pada ibu yang sebelumnya mengandung anak pertama pernah mengalami transfusi darah yang inkompatibel atau ibu pernah mengalami keguguran dengan janin rhesus positif, pengaruh inkompatibilitas ini akan terlihat pada bayi yang dilahirkan kemudian (FKUI, 2007; h ). 5. Riwayat obstetri (Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu) Hal pertama yang ditanyakan adalah keadaan ibu saat hamil, bersalin, dan nifas dalam keadaan sehat (Matondang, Wahidayat,

30 dan Sastroasmoro, 2009; h ). Riwayat persalinan ibu meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan dan keadaan bayi segera setelah lahir. Jenis persalinan seperti vakum dapat menyebabkan trauma lahir dan keadaan bayi bila terjadi asfiksia, lahir prematur, serta adanya infeksi neonatal. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya ikterus pada bayi (FKUI, 2007; h. 1102). 6. Riwayat imunisasi Riwayat imunisasi pasien baik imunisasi dasar maupun imusisasi ulangan (booster) harus secara rutin ditanyakan (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 14). Dalam hal ini imunisasi tidak ada hubungannya dengan kejadian ikterus. 7. Pola kebutuhan sehari hari a. Pola intake nutrisi Mengetahui tentang makanan yang dikonsumsi baik jangka pendek (beberapa waktu sebelum pasien sakit), maupun jangka panjang (sejak lahir) (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 13). Mengetahui nutrisi yang didapatkan oleh bayi. Pemberian ASI yang adekuat akan mengurangi terjadinya ikterus fisiologis. Pada bayi yang diberi susu formula cenderung mengeluarkan bilirubin yang lebih banyak dibandingkan dengan yang diberi ASI (IDAI, 2010; h. 153). b. Pola eliminasi Untuk mengetahui pola BAK dan BAB meliputi frekuensi, konsistensi, dan keluhan. Pada bayi dengan ikterus warna

31 fesesnya pucat dan warna urine kuning atau jingga (Fraser dan Cooper, 2009; h. 843). Hal tersebut disebabkan adanya sumbatan intrahepatik yang menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin dalam saluran pencernaan yang kemudian akan menyebabkan tinja berwarna pucat dan urine kuning atau jingga, karena adanya sterkobilinogen dan urobilinogen menurun (FKUI, 2007; h ). c. Pola aktivitas Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan bayi saat bayi terjaga. Karena pada bayi ikterus patologis bayi terlihat rewel dan menangis dengan nada tinggi (Frasen and Cooper, 2010; h. 851). Keadaan tersebut disebabkan karena dehidrasi dan kelaparan (Frasen and Cooper, 2010; h. 843). d. Pola istirahat Menggambarkan beberapa lama bayi bisa beristirahat. Pada bayi ikterus pola istirahatnya normal sedangkan pada bayi dengan ikterus patologis istirahatnya terganggu karena adanya dehidrasi (Frasen and Cooper, 2010; h.851). B. Data Objektif 1. Keadaan umum Untuk mengetahui keadaan pasien, apakah dalam keadaan distres akut yang memerlukan penanganan segera atau dalam keadaan relatif stabil (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 22). Pada bayi yang mengalami mengalami ikterus

32 fisiologis keadaan umumnya baik. Tetapi pada ikterus patologis keadaan umumnya cukup (IDAI, 2010; h ) 2. Tingkat kesadaran Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 23). Pada bayi yang mengalami ikterus fisiologis tingkat kesadaran bayi composmentis yaitu bayi mengalami kesadaran yang penuh dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan dan somnolen yaitu bayi memiliki tingkat kesadaran yang lebih rendah dengan ditandai bayi tampak mengantuk, tidak responsif dengan stimulus yang diberikan biasanya terjadi pada ikterus patologis (Fraser dan Cooper, 2009; h. 843). 3. Tanda vital a. Bunyi jantung Pemeriksaan bunyi jantung untuk menilai keadaan bayi. Pemeriksaan denyut jantung dikatakan normal apabila frekuensinya antara kali per menit. Pada bayi ikterus umumnya bunyi jantung normal apabila tidak disertai kelainan tertentu pada jantung (Hidayat, 2008; h. 66). b. Suhu Mengetahui suhu tubuh bayi diukur menggunakan termometer yang diselipkan di aksila, oral, atau rektal bayi. Normalnya suhu tubuh bayi adalah 36,5 37,5 C ( Hidayat, 2008; h. 67). Pada ikterus fisiologis suhunya normal, tetapi pada ikterus patologis mengalami ketidakstabilan suhu karena

33 adanya perubahan produksi atau aktivitas uridine diphosphoglucoronil transferase (IDAI, 2010; h. 147). c. Respirasi Pemeriksaan frekuensi nafas ini dilakukan dengan menghitung rata rata pernafasan dalam satu menit. Pemeriksaan ini dikatakan normal apabila frekuensinya antara kali per menit, tanpa ada retraksi dinding dada, dan suara merintih saat ekspirasi (Hidayat, 2008; h. 66). Pada ikterus fisiologis pernafasannya normal tetapi pada ikterus patologis ditandai dengan adanya apnea atau takipnea (IDAI, 2010; h. 147). 4. Antropometri a. Berat badan Berat badan diukur untuk menentukan status gizi bayi baik, cukup, atau gizi kurang. Normalnya berat badan bayi adalah Gram. Pada bayi prematur, status gizi kurang, atau BBLR dapat menyebabkan terjadinya ikterus (Frasen dan Cooper, 2009; h. 843). pada ikterus patologis terjadi penurunan berat badan yang cepat (IDAI, 2010; h. 148) b. LILA Untuk menentukan status gizi bayi baik, cukup, atau kurang gizi, normalnya 11 (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 33). Pada bayi prematur, status gizi kurang, atau BBLR dapat menyebabkan terjadinya ikterus (Frasen dan Cooper, 2009; h. 843).

34 5. Pemeriksaan fisik a. Kepala Untuk menilai lingkar kepala bayi apakah normal atau tidak, status gizi, benjolan, luka, sutura (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 34). Warna kulit kepala bayi yang ikterus kuning dan terdapat benjolan atau luka akibat trauma lahir (Saifuddin, 2007; h. 385). b. Muka Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai apakah ada kelainan atau tidak seperti asimetri wajah (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 50). Apabila pada bayi ikterus warna kulit kuning (Saifuddin, 2007; h. 385) c. Mata Pemeriksaan mata dilakukan untuk melihat adanya kesimetrisan dan warna pada sklera (Hidayat, 2008; h. 68). Pada bayi yang terkena ikterus terlihat warna sklera kuning (IDAI, 2010; h. 147). d. Telinga Pemeriksaan telinga dilakukan untuk menilai adanya gangguan pendengaran dan melihat kesimetrisan telinga (Hidayat, 2008; h.68). Pada bayi dengan ikterus terlihat warna kuning pada telinga (Saifuddin, 2007; h. 385). e. Mulut Pemeriksaan mulut dilakukan untuk menilai ada kelainan pada mulut, warna lidah, dan kemampuan refleks menghisap

35 (Hidayat, 2008; h. 68). Pada ikterus fisiologis tidak ada kelainan tetapi untuk ikterus patologis didapati refleks menghisap kurang (Frasen dan Cooper, 2009; h. 843). f. Hidung Untuk menilai bentuk hidung, sekret, dan gerakan cuping hidung (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 56). Pada bayi dengan ikterus kurang bulan didapati adanya cuping hidung (IKA, 2007; h. 1053) g. Leher Menilai adanya pembesaran kelenjar limfe, kelenjar thiroid, dan bendungan vena jugularis, kaku kuduk, dan kelainan (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 64). Pada bayi dengan ikterus akan didapati warna kuning pada leher yang menandakan batas kramer 1 (Saifuddin, 2007; h. 285). h. Dada Mengetahui adanya retraksi dinding dada dan kesimetrisan (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 68). Warna pada bayi ikterus warna kulit dada kuning dan terdapat retraksi dinding dada pada bayi kurang bulan (IKA, 2007; h. 1102) i. Abdomen Menilai bentuk abdomen, dinding perut, gerakan dinding perut, auskultasi, dan perkusi (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h ). Pada ikterus fisiologis bentuk

36 abdomen normal sedangkan pada ikterus patologis dijumpai bentuk perut buncit karena adanya pembesaran hati selain itu juga menilai keadaan tali pusat, dan peristaltik usus (Hidayat, 2008; h. 69). Warna abdomen pada bayi ikterus berwarna kuning sebagai batas kramer 2 (Saifuddin, 2007; h. 385). j. Punggung Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan bentuk tulang belakang (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 101). Warna punggung bayi dengan ikterus adalah kuning (Saifuddin, 2007; h. 385). k. Ekstremitas Menilai ekstremitas atas dan bawah meliputi keutuhan jumlah jari, gerakan, warna kuku (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 121). Warna kuku dan kulit ada bayi dengan ikterus adalah kuning (Saifuddin, 2007; h. 385). Pada ikterus patologis gerakan lemah (IKA, 2007; h. 1102). l. Genitalia Pemeriksaan genitalia melihat jenis kelamin, apabila perempuan : mengetahui keadaan labia minora tertutup labia mayora, lubang urethra dan vagina harusnya terpisah sedangkan pada bayi laki laki: adanya testis dalam scrotum,lubang urethra berada di ujung penis (Hidayat, 2008; h. 69). Warna genitalia pada bayi ikterus adalah kuning (Saifuddin, 2007; h. 385).

37 m. Anus Menilai adanya lubang anus, refleks anal, dan kelainan (Matondang, Wahidayat, dan Sastroasmoro, 2009; h. 112). Pada bayi dengan ikterus didapati anus berwarna kuning (Saifuddin, 2007; h. 385). n. Kulit Menilai warna kulit apabila pada bayi dengan ikterus berwarna kuning yaitu sebagai berikut: Kramer 1 Kramer 2 Kramer 3 : Kepala dan leher : Kremer I dan badan bagian atas : Kramer 1, 2, dan badan bagian bawah serta tungkai Kramer 4 : Kramer 1, 2, 3, dan lengan serta kaki di bawah dengkul Kramer 5 : Kramer 1, 2, 3, 4, dan tangan serta kaki adanya vernic ceseosa, elastisitas, tipis / transparant, dan tanda lahir (Saifuddin, 2007; h. 385). o. Refleks 1) Morro : Bayi apabila diubah posisinya secar tiba tiba atau pukul meja atau tempat tidursecara langsung lengan ekstensi, dan tungkai sedikit fleksi (Hidayat, 2008; h. 70). Pada ikterus patologis refleks ini lamah/tidak ada sama sekali sedangkan

38 pada ikterus fisiologis refleks ini normal (IDAI, 2010; h ). 2) Rooting : Apabila gores sudut mulut bayi maka maka bayi akan memutar ke arah pipi yang digores (Hidayat, 2008; h. 71). 3) Sucking : Refleks menghisap bayi. Pada bayi dengan ikterus refleks menghisapnya lemah (Hidayat, 2008; h.71) 4) Walking : Bayi bila dipegang kakinya sedikit menyentuh permukaan yang keras maka kaki bayi akan bergerak ke atas dan ke bawah bila sedikit disentuh (Hidayat, 2008; h. 70). 5) Tonic neck : Apabila diputar denagn cepat kesatu arahmaka bayi melakukan perubahan lengan dan tungkai ekstensi kearah sisi putaran kepala dan fleksi pada sisi yang berlawanan (Hidayat, 2008; h. 71). 6) Babinski : Bila telapak kaki digores sepanjang tepi luar, dimulai dari tumit, maka jari kaki mengembang dan ibu jari dorsofleksi (Hidayat, 2008; h. 70).

39 p. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kadar bilirubin dalam darah, darah tepi, kadar enzim G-6-PD, uji coombs, dan mengetahui penyebab ikterus, inkompatabilitas darah ABO (Fraser and cooper, 2009; h. 852). II. Interpretasi Data A. Diagnosa Bayi Ny...umur...hari dengan ikterus patologis Data dasar : a. Dasar subjektif a. Pernyataan ibu mengenai alasan datang dan tanggal kelahiran. b. Pernyataan ibu mengenai keluhan utama : bayi terlihat kuning pada bagian tertentu, malas menetek, berat badan menurun, letargi, dan muntah. b. Dasar objektif a. Keadaan umum cukup dan kesadaran bayi rendah dengan ditandai bayi tampak mengantuk, tidak responsif dengan stimulus yang diberikan. b. Riwayat kelahiran : adanya trauma lahir, bayi dengan afiksia, lahir prematur, dan adanya infeksi neonatal c. Pemeriksaan fisik ditemukan warna kulit kuning pada bagian tubuh bayi, selaput lendir, urin berwarna seperti teh, letargi, hipotonus, refleks menghisap kurang, tremor, dan kejang.

40 d. Pemeriksaan laoratorium yang dilakukan adalah pemariksaan darah (untuk mengetahui kadar bilirubin total, darah tepi untuk mengetahui adanya sel abnormal, penentuan golongan darah dan Rh untuk kemungkinan adanya inkompatibilitas, pemeriksaan kadar enzim G-6- PD, mendeteksi adaya antibody dalam sel darah merah bayi, hemolisis pasa sel darah merah yang baru diproduksi, taksran hemoglobin untuk mengkaji anemia, hitung sel darah putih untuk mendeteksi infeksi) dan urine (untuk mendeteksi misal galaktosa) ( FKUI, 2007; h. 1108). B. Masalah Malas menetek, kebutuhannya beri ASI yang adekuat III. Diagnosa Potensial Dan Antisipasi Potensial terjadi kern icterus. Antisipasi kolaboasi dengan dokter spesialis anak IV. Identifikasi Kebutuhan Akan Tindakan Segera Atau Kolaborasi Dan Konsultasi Konsultasi dengan dokter spesialis anak untuk menentukan penanganan yang tepat sesuai berapa kadar bilirubin total (IDAI, 2010; h.158) V. Perencanaan A. Lakukan pemeriksaan laboratorium B. Lakukan fototerapi pada saat kadar bilirubin mg/dl C. Lakukan transfusi tukar jika fototerapi gagal untuk mencegah kerusakan syaraf (FKUI, 2007; h )

41 VI. Pelaksanaan A. Melakukan pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan : kadar bilirubin total, darah tepi, golongan darah dan Rh, uji Coombs, taksiran hemoglobin/hematokrit, sel darah putih, dan zat dalam urine (FKUI, 2007; h. 1106) B. Melakukan fototerapi pada saat kadar bilirubin mg/dl Fototerapi dapat digunakan pada pra dan pasca transfusi tukar (FKUI, 2007; h. 1108). Cara terapi dengan fototerapi : 1. Diusahakan agar bagian tubuh bayi yang kena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi 2. Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya 3. Bayi diletakkan 8 inci dibawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal 4. Posisi bayi sebaiknya diubah ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh 5. Suhu bayi diukur secara berkala 4 6 jam/kali 6. Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam atau sekurang kurangnya sekali dalam 24 jam 7. Hemoglobin juga harus diperiksa secara berkala terutama pada penderita dengan hemolisis 8. Perhatikan hidrasi bayi, bila perlu konsumsi cairan bayi dinaikkan 9. Lamanya terapi sinar dicatat ( FKUI, 2007; h. 1113).

42 C. Melakukan transfusi tukar jika fototerapi gagal untuk mencegah kerusakan syaraf ( Sinclair, 2010; h ). Pada umumnya transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut : 1. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20 mg% 2. Kenaikan kadar bilirubin yang cepat, yaitu 0,3 sampai 1 mg% per jam. 3. Anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung. 4. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat < 14 mg% dan uji Coombs direk positif (FKUI, 2007; h. 1108). Prosedur trasfusi tukar : 1. Persiapan darah sebelum penukaran : CBC, hitung retikulasit, apus darah tepi, bilirubin, Ca ++, glukosa, protein total, Rh, golongan darah, dan coombs 2. Perlu kateter menetap vena umbilikalis (umbilical vena, UV) (lumen ganda) atau kateter UV dan kateter arteri umbilikalis (umbilical artery, UA) untuk mengambil dan memasukkan darah 3. Dengan kondisi steril sebagian kecil darah (<10% volume darah) diambil secra serial dan diganti dengan darah donor atau salin 4. Pemeriksaan darah pasca transfusi tukar : elektrolit, nitrogen urea darah (BUN), kreatin, Ca ++, glukosa, CBC, trombosit, bilirubin, dan gologan darah (Haws, 2008; h. 206)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai bentuk upaya pencegahan dan

Lebih terperinci

ASUHAN HIPERBILIRUBIN

ASUHAN HIPERBILIRUBIN ASUHAN HIPERBILIRUBIN Pengertian. KERN IKTERUS Suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. HIPERBILIRUBIN Suatu keadaan dimana kadar bilirubinemia mencapai nilai yang mempunyai

Lebih terperinci

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS IKTERUS Jaundice/ikterus : pewarnaan kuning pada kulit, sklera, atau membran mukosa akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan 60% pada bayi cukup bulan; 80% pada bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di dalam sisitem retikuloendotelial. Mayoritas bilirubin diproduksi dari protein yang mengandung heme

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009).

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009). BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis membahas asuhan kebidanan pada bayi S dengan ikterik di RSUD Sunan Kalijaga Demak menggunakan manajemen asuhan kebidanan varney, yang terdiri dari tujuh langkah yaitu

Lebih terperinci

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan masalah terbanyak pada neonatus (50%-80% neonatus mengalami ikterus neonatorum) dan menjadi penyebab dirawat kembali dalam 2 minggu pertama

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN PENDAHULUAN Bayi muda : - mudah sekali menjadi sakit - cepat jadi berat dan serius / meninggal - utama 1 minggu pertama kehidupan cara memberi pelayanan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ikterus a. Definisi Ikterus neonatorum merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir yang ditandai oleh pewarnaan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.

Lebih terperinci

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns Berat badan 2500-4000 gram. Panjang badan lahir 48-52 cm. Lingkar dada 30-35 cm. Lingkar kepala 33-35 cm. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan cukup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis 1. Definisi Ikterus adalah suatu keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana bilirubin berasal dari penguraian protein dan heme. 13 Kadar

Lebih terperinci

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter? Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter? Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU 1 Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut

Lebih terperinci

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS 1. Ketuban pecah Dini 2. Perdarahan pervaginam : Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta Intra Partum : Robekan Jalan Lahir Post Partum

Lebih terperinci

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA Lampiran 1 INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA A. Judul Penggunaan linen putih sebagai media pemantulan sinar pada fototerapi. B. Pengertian Foto terapi yaitu pemberian lampu fluoresen (panjang gelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta ekskresi. Bilirubin merupakan katabolisme dari heme pada sistem retikuloendotelial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGI DENGAN IKTERIK DI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK. : RSUD Sunan Kalijaga Demak

BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGI DENGAN IKTERIK DI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK. : RSUD Sunan Kalijaga Demak BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGI DENGAN IKTERIK DI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK A. TINJAUAN KASUS 1. Pengkajian Tempat : RSUD Sunan Kalijaga Demak Hari / Tanggal : Rabu, 11

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR. Mei Vita Cahya Ningsih

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR. Mei Vita Cahya Ningsih ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR Mei Vita Cahya Ningsih D e f e n I s i Sejak tahun1961 WHO telah mengganti istilah premature baby dengan low birth weight baby ( bayi berat lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5, 5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Berat Bayi Lahir 2.1.1. Pengertian Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Hubungan antara berat lahir dengan umur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ikterus Menurut Kristeen Moore (2013), Ikterus merupakan perubahan warna kulit atau sclera mata dari putih ke kuning. Hal ini berlaku apabila berlakunya akumulasi

Lebih terperinci

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF BBL PADA BY I DENGAN BBLR HARI KE-2 DI RSI NASHRUL UMMAH LAMONGAN TAHUN Ida Susila* Dini Novia Sari**

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF BBL PADA BY I DENGAN BBLR HARI KE-2 DI RSI NASHRUL UMMAH LAMONGAN TAHUN Ida Susila* Dini Novia Sari** ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF BBL PADA BY I DENGAN BBLR HARI KE-2 DI RSI NASHRUL UMMAH LAMONGAN TAHUN 2015 Ida Susila* Dini Novia Sari** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

C. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di

C. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kadar Total Bilirubin Serum (TSB) meningkat. Uji klinis telah divalidasi kemanjuran fototerapi

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) REFERENSI Abdul Bari Saifuddin, Buku Acuan Nasional Palayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, Ed. 1, Cet. 3. 2002, Jakarta: YBP-SP (Hal :376-378)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA B. Teori Medis 1. Bayi Baru Lahir a. Pengertian Bayi Baru Lahir Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusia 0-28 hari.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan, perkembangan otak dan pertumbuhan bayi. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan, perkembangan otak dan pertumbuhan bayi. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada neonatus, pemenuhan kebutuhan kalori diperoleh dari minum ASI. Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi ideal untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, perkembangan bayi secara optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehamilan dengan risiko usia tinggi (Manuaba, 2012: h.38).

BAB I PENDAHULUAN. dari kehamilan dengan risiko usia tinggi (Manuaba, 2012: h.38). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Indonesia, diantara negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi menurut WHO ( World Health Organization)

Lebih terperinci

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g ASUHAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH By. Farida Linda Sari Siregar, M.Kep PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai dengan 4000 gram, lahir langsung menangis, dan tidak ada. kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Kosim, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai dengan 4000 gram, lahir langsung menangis, dan tidak ada. kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Kosim, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Bayi Baru Lahir a. Pengertian Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari usia kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dengan berat badan lahirnya 2500 gram

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE LAPORAN KASUS / RESUME DIARE A. Identitas pasien Nama lengkap : Ny. G Jenis kelamin : Perempuan Usia : 65 Tahun T.T.L : 01 Januari 1946 Status : Menikah Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Berat Badan pada neonatus Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena masalah menyusui serta bisa disebabkan faktor lain akibat cairan ekstraseluler

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS I. Tujuan Percobaan 1. Mempelajari dan memahami golongan darah. 2. Untuk mengetahui cara menentukan golongan darah pada manusia. II. Tinjauan Pustaka Jenis penggolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Komprehensif Kebidanan..., Harlina Destri Utami, Kebidanan DIII UMP, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Komprehensif Kebidanan..., Harlina Destri Utami, Kebidanan DIII UMP, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ukuran yang digunakan untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara atau daerah ialah angka kematian ibu. Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan pengawasan antenatal dan perinatal yang baik. jepit bayi menangis yang dapat merangsang pernafasan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan pengawasan antenatal dan perinatal yang baik. jepit bayi menangis yang dapat merangsang pernafasan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tujuan kelahiran bayi ialah lahirnya seorang individu yang sehat dari seorang ibu yang sehat. Bayi lahir sehat artinya tidak mempunyai gejala sisa atau tidak mempunyai

Lebih terperinci

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuhan kebidanan komprehensif merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan laboratorium dan konseling. Asuhan kebidanan komprehensif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang

Lebih terperinci

BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14

BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14 BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14 1. PENGERTIAN Bayi dari ibu diabetes Bayi yang lahir dari ibu penderita diabetes. Ibu penderita diabetes termasuk ibu yang berisiko tinggi pada saat kehamilan

Lebih terperinci

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Aunida Hasyyati*,Dwi Rahmawati 1,Mustaqimah 1 1 STIKES Sari Mulia Banjarmasin *Korepondensi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : AVYSIA TRI MARGA WULAN J 500 050 052

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara (Saifuddin 2009, h.7).

BAB I PENDAHULUAN. keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara (Saifuddin 2009, h.7). BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Kematian ibu pada umumnya dipakai untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara (Saifuddin 2009, h.7). Kematan ibu adalah kematian seorang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/ Penyajian Data Dasar Secara Lengkap. Pengkajian kasus By Ny A dengan asfiksia sedang di RSUD

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/ Penyajian Data Dasar Secara Lengkap. Pengkajian kasus By Ny A dengan asfiksia sedang di RSUD BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengumpulan/ Penyajian Data Dasar Secara Lengkap Pengkajian kasus By Ny A dengan asfiksia sedang di RSUD Karanganyar dilakukan dengan manajemen 7 langkah

Lebih terperinci

3. Potensial komplikasi : dehidrasi. 3. Defisit pengetahuan

3. Potensial komplikasi : dehidrasi. 3. Defisit pengetahuan ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA A. Definisi: Keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir, yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah meningginya

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN S IDENTITAS PASIEN S NAMA: MUH FARRAZ BAHARY S TANGGAL LAHIR: 07-03-2010 S UMUR: 4 TAHUN 2 BULAN ANAMNESIS Keluhan utama :tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian

BAB I PENDAHULUAN. usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi menurut WHO (World Health Organization)

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Kehamilan Risiko Tinggi Kehamilan berisiko adalah kehamilan yang akan menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar, baik terhadap ibu maupun terhadap janin

Lebih terperinci

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur Asfiksia Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur 1 Tujuan Menjelaskan pengertian asfiksia bayi baru lahir dan gawat janin Menjelaskan persiapan resusitasi bayi baru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian per kelahiran hidup. (Kemenkes RI 2015,h.104). Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. kematian per kelahiran hidup. (Kemenkes RI 2015,h.104). Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan peningkatan Angka Kematian Ibu yang signifikan yaitu 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup.

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persallinan, bayi baru lahir, dan masa nifas.

BAB I PENDAHULUAN. persallinan, bayi baru lahir, dan masa nifas. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Varney (2006) dijelaskan bahwa Asuhan Kebidanan Komprehensif merupakan suatu tindakan pemeriksaan pada pasien yang dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan

Lebih terperinci

METABOLISME BILIRUBIN

METABOLISME BILIRUBIN Tugas METABOLISME BILIRUBIN Andi Aswan Nur 70300108016 Keperawatan B 1 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2012 BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Ikterus ( jaundice ) terjadi apabila

Lebih terperinci

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun. DIARE AKUT I. PENGERTIAN Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses kehamilan, persalinan, nifas, neonatus dan pemilihan metode keluarga berencana merupakan suatu mata rantai yang berkesinambungan dan berhubungan dengan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yaitu sebesar 32

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yaitu sebesar 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yaitu sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup terutama disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada hari Sabtu tanggal 22 Maret 2014 pukul WIB Ny Y datang ke

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada hari Sabtu tanggal 22 Maret 2014 pukul WIB Ny Y datang ke digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL I. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR Pada hari Sabtu tanggal 22 Maret 2014 pukul 22.07 WIB Ny Y datang ke RSUD Sukoharjo dengan membawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG. Definisi kematian maternal menurut WHO adalah kematian seorang

BAB 1 PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG. Definisi kematian maternal menurut WHO adalah kematian seorang 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Definisi kematian maternal menurut WHO adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepasnya dari

Lebih terperinci

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA ` Di Susun Oleh: Nursyifa Hikmawati (05-511-1111-028) D3 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI 2014 ASUHAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis membahas kesenjangan yang ada di dalam teori dengan

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis membahas kesenjangan yang ada di dalam teori dengan BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis membahas kesenjangan yang ada di dalam teori dengan kesenjangan yang ada di lahan praktek di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Dalam pembahasan ini penulis menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan suatu proses yang normal dan alamiah.perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan suatu proses yang normal dan alamiah.perubahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan suatu proses yang normal dan alamiah.perubahan yang terjadi pada wanita selama kehamilan normal adalah bersifat fisiologis, bukan patologis. Perasaan sedih,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap Pada pemeriksaan didapatkan hasil data subjektif berupa identitas pasien yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan memicu perubahan- perubahan fisiologis yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan memicu perubahan- perubahan fisiologis yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan memicu perubahan- perubahan fisiologis yang sering mengaburkan diagnosis sejumlah kelainan hematologis serta pengkajian pengobatannya. Salah satu perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi Survei Demografi

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi Survei Demografi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 mengemukakan bahwa, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu diperhatikan untuk ketahanan hidupnya (Muslihatun, 2010; h. 3).

BAB I PENDAHULUAN. perlu diperhatikan untuk ketahanan hidupnya (Muslihatun, 2010; h. 3). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adaptasi bayi baru lahir yang baru mengalami proses kelahiran sangat perlu diperhatikan untuk ketahanan hidupnya (Muslihatun, 2010; h. 3). Kehidupan antara intrauterine

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA NIKEN ANDALASARI Pengertian Eklampsia Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk menjadi kejang (Helen varney;

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

Kehamilan Resiko Tinggi. Oleh Dokter Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013

Kehamilan Resiko Tinggi. Oleh Dokter Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013 Kehamilan Resiko Tinggi Oleh Dokter Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013 Kehamilan adalah masa di mana seorang wanita membawa embrio atau fetus di dalam tubuhnya.

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebidanan dalam suatu negara adalah Kematian Maternal. Kematian

BAB I PENDAHULUAN. kebidanan dalam suatu negara adalah Kematian Maternal. Kematian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ukuran yang digunakan untuk menilai baik-buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara adalah Kematian Maternal. Kematian Maternal merupakan kematian seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara gram,

BAB I PENDAHULUAN. Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara gram, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500-4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat.

Lebih terperinci

ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH

ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH Jadwal kunjungan di rumah Manajemen ibu post partum Post partum group Jadwal Kunjungan Rumah Paling sedikit 4 kali kunjungan pada masa nifas, dilakukan untuk menilai keadaan

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 7 Gizi Buruk Catatan untuk fasilitator Ringkasan kasus Joshua adalah seorang anak laki-laki berusia 12 bulan yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari rumah yang berlokasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kodrat dari wanita yaitu mengandung, melahirkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kodrat dari wanita yaitu mengandung, melahirkan dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kodrat dari wanita yaitu mengandung, melahirkan dan menyusui. Suami dan istri berperan penting dalam menjaga dan merawat bayinya mulai dari janin agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari presentil

Lebih terperinci

ASUHAN PADA BAYI DENGAN TETANUS NEONATORUM

ASUHAN PADA BAYI DENGAN TETANUS NEONATORUM ASUHAN PADA BAYI DENGAN TETANUS NEONATORUM Pengertian ASUHAN PADA BAYI DENGAN TETANUS NAONATORUM Tetanus neonatorum adalah penyakit yang terjadi pada neonatus yang disebabkan Clostridium tetani Clostridium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan selama kehamilan dan prinsip makan yang besar (Noerpramana

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan selama kehamilan dan prinsip makan yang besar (Noerpramana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan adalah suatu keadaan dari mulainya terjadi pembuahan dalam uterus, pada saat hamil banyak hal yang harus dipertimbangkan, salah satunya adalah mempersiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7

BAB I PENDAHULUAN. janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehamilan merupakan masa konsepsi sampai dengan lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari mulai hari pertama

Lebih terperinci

TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN. Roro Kurnia Kusuma W

TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN. Roro Kurnia Kusuma W TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN Roro Kurnia Kusuma W Pendahuluan Kata ikterus (jaundice) -> Perancis jaune - >kuning. Bilirubin tak terkonjugasi ->Ikterus : perubahan warna kulit, sklera

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Asfiksia dan Resusitasi BBL Mengenali dan mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir Asfiksia Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. yang ada di lahan praktek di RSUD Sunan Kalijaga Demak. Dalam pembahasan ini penulis

BAB IV PEMBAHASAN. yang ada di lahan praktek di RSUD Sunan Kalijaga Demak. Dalam pembahasan ini penulis BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis membahas kesenjangan yang ada di dalam teori dengankesenjangan yang ada di lahan praktek di RSUD Sunan Kalijaga Demak. Dalam pembahasan ini penulis menggunakan Manajemen

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PNC. kelami

PENGKAJIAN PNC. kelami PENGKAJIAN PNC Tgl. Pengkajian : 15-02-2016 Puskesmas : Puskesmas Pattingalloang DATA UMUM Inisial klien : Ny. S (36 Tahun) Nama Suami : Tn. A (35 Tahun) Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh Harian Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap. tahun, dan ini merupakan kehamilan ibu yang pertama.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap. tahun, dan ini merupakan kehamilan ibu yang pertama. digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap Dari data subjektif didapatkan hasil, ibu bernama Ny. R umur 17 tahun, dan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir (Mochtar, 2012;h.35). Persalinan adalah rangkaian proses yang

BAB I PENDAHULUAN. terakhir (Mochtar, 2012;h.35). Persalinan adalah rangkaian proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lama kehamilan normal adalah 280 hari atau 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (Mochtar, 2012;h.35).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 yakni

BAB I PENDAHULUAN. Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal, janin, dan neonatus. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pembuatan karya tulis ilmiah ini di buat dengan menggunakan asuhan

BAB IV PEMBAHASAN. Pembuatan karya tulis ilmiah ini di buat dengan menggunakan asuhan BAB IV PEMBAHASAN Pembuatan karya tulis ilmiah ini di buat dengan menggunakan asuhan kebidanan 7 langkah varney dan asuhan kebidan SOAP, dari bab pembahasan ini membahas kesenjangan yang di temukan saat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan

Lebih terperinci

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia Pendahuluan Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, yaitu : 1. Perdarahan pasca persalinan 2. Eklampsia 3. Sepsis 4. Keguguran 5. Hipotermia

Lebih terperinci

MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018

MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018 MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419 Materi Fototerapi Pada Bayi Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018 1 / 7 A. Pendahuluan Fototerapi Pada Bayi Hiperbilirubin merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pencegahan dan penanggulangan dini terhadap faktor faktor

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pencegahan dan penanggulangan dini terhadap faktor faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai bentuk upaya pencegahan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 2.1.1. Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Menurut Saifuddin (2001), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir

Lebih terperinci