BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Learned Helplessness 1. Pengertian Learned Helplessness Kondisi learned helplessness menurut Abramson et. al (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003) yaitu perasaan kurang mampu mengendalikan lingkungannya yang membimbing pada sikap menyerah atau putus asa dan mengarahkan pada atribusi diri yang kuat bahwa dia tidak memiliki kemampuan. Selanjutnya menurut Peterson, Maier, & Seligman dalam (Cemalcilar et. al, 2003), learned helplessness adalah suatu keadaan ketika pengalaman dengan kejadian yang tidak dapat dikontrol mengarah pada harapan bahwa kejadian kejadian di masa mendatang akan tidak dapat dikontrol juga. Menurut Seligman (dalam Miller, 2006), learned helplessness adalah kecenderungan untuk mengatribusikan kejadian sebagai: a. Personalisasi internal: dijelaskan bahwa semua kejadian yang buruk disebabkan karena dirinya sendiri, sedangkan kejadian yang baik disebabkan karena lingkungan eksternal (ketidakberdayaan atau helplessness bersumber dari diri sendiri). 12

2 13 b. Secara keseluruhan pervasif: dijelaskan bahwa keyakinan akan kegagalan akan menyebabkan kegagalan di semua aspek kehidupannya tidak terkecuali pada situasi yang spesifik (ketidakberdayaan atau helplessness di generalisasi pada semua situasi). c. Permanen: dijelaskan bahwa sesuatu itu memiliki jangka waktu dan tidak akan berubah (ketidakberdayaan atau helplessness akan menjadi kronik). Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa learned helplessness adalah kondisi dimana seseorang merasa menyerah dan putus asa terhadap kejadian yang sedang dialaminya yang disebabkan kegagalan yang dialami sebelumnya, ditambah lagi dengan kecenderungan dirinya untuk mengatribusikan kejadian tersebut sebagai sesuatu yang bersifat internal, permanen dan menyeluruh. 2. Proses Terjadinya Learned Helplessness Terdapat tiga komponen dasar terjadinya proses learned helplessness, yaitu: informasi yang tidak tentu mengenai apa yang akan terjadi, representasi kognitif (belajar, pengharapan, persepsi dan kepercayaan) dan perilaku terhadap apa yang akan terjadi. Berikut ini adalah

3 14 gambaran komponen dasar learned helplessness yang dikemukakan oleh Seligman (1975): Informasi yang tidak tentu mengenai apa yang akan terjadi Representasi kognitif (belajar, pengharapan, persepsi dan kepercayaan) Perilaku terhadap apa yang akan terjadi Gambar.1. Proses Terjadinya learned helplessness Individu memiliki informasi yang tidak tentu mengenai hasil dari responnya terhadap suatu peristiwa. Informasi ini merupakan informasi yang berasal dari lingkungan individu (informasi objektif) dimana respon dan hasil dari respon merupakan dua hal yang berdiri sendiri, bukan informasi yang berasal dari individu sendiri (informasi subyektif). Informasi yang tidak tentu tersebut selanjutnya akan diproses dan ditransformasikan di kognitifnya. Komponen representasi kognitif (sistem kepercayaan) tersebut akan membangun pengharapan yang salah mengenai hasil dari responnya terhadap suatu peristiwa. Individu merasa bahwa respon yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula. Tetapi, pada kenyataannya respon yang baik tidak selalu diiringi oleh

4 15 hasil yang baik pula. Pengharapan yang salah tersebut akan menyebabkan individu tidak memiliki kontrol terhadap suatu peristiwa dimana respon dan hasil merupakan dua hal yang bebas. Individu yang tidak memiliki kontrol terhadap suatu peristiwa akan mengalami penurunan motivasi, kognitif dan emosional. Ketiga penurunan tersebut akan memunculkan learned helplesseness (ketidakberdayaan yang dipelajari) mengenai bagaimana perilaku individu yang akan datang. 3. Efek Learned Helplessness Seligman (dalam Muluk, 1995) mengemukakan tiga hal sebagai akibat learned helplessness sebagai berikut : a. Jika seseorang sering mengalami kejadian-kejadian yang tidak dapat dikontrolnya, hal ini akan berakibat pada penurunan motivasi individu untuk bertingkah laku dengan cara tertentu yang sebenarnya dalam situasi tertentu dapat merubah hasil akhir dari suatu kejadian. b. Pengalaman masa lalu dengan kejadian yang tidak dapat dikontrol akan mengurangi kemampuan individu untuk belajar bahwa kejadian-kejadian tertentu dapat diubah dengan tingkah laku tertentu pula.

5 16 c. Pengalaman yang berulang-ulang dengan kejadiankejadian yang tidak dapat dikontrol akan mengarah pada perasaan tidak berdaya. Individu-individu akan mengatribusikan ketidak berdayaan pada diri mereka sendiri atau pada kejadiankejadian khusus dan orang-orang dilingkungan sekitarnya. 4. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Learned Heplessness Sebuah studi menemukan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi tingkat learned helplessness siswa di sekolah adalah tingkat kemarahan ketika pekerjaan dianggap kurang berarti, kurangnya kontrol atas proses kerja dan kurangnya interaksi yang positif di sekolah (Mykletun, dalam Qutaiba, 2011). Penelitian lain oleh Edelwich et al (dalam Qutaiba, 2011) menyebutkan bahwa ukuran sekolah telah dilihat sebagai salah satu kontributor utama learned helplessness, karena mengarah kepada perasaan kurangnya perhatian dan keterlibatan, yang pada gilirannya dapat membawa siswa pada tingkat learned helplessness. Cullen dan Boersma (1982) menemukan bahwa learned helplessness dipengaruhi oleh tindakan orang tua maupun guru terhadap siswa. Orang tua atau guru yang berulang kali menyampaikan pada anak bahwa

6 17 kegagalannya disebabkan oleh ketidakmampuannya dan bukan karena bahwa mereka kurang berusaha untuk mencapai yang lebih baik, akan cenderung menimbulkan perasaan helplessness pada diri anak. Sementara itu menurut Qutaiba (2011) bahwa ada banyak variabel yang mempengaruhi learned helplessness diantaranya faktor otonomi, dukungan, self-efficacy dan strategi penanggulangan. 5. Komponen Learned Heplessness Teori learned helplessness lebih lanjut dirumuskan dengan menggunakan helpless attribution style. Mengacu pada teori learned helplessness dari Martin Seligman, ada tiga komponen yang mempengaruhi atribusi prestasi anak di sekolah (Nolen-Hoeksema et al, 1986) yaitu: 1. Locus of control: peristiwa yang terjadi dapat dikaitkan baik dengan faktor internal (di bawah kontrol individu) maupun faktor ekternal (tidak di bawah kontrol individu). Anak-anak learned helplessness akan mengaitkan hasil positif pada faktor eksternal (keberuntungan atau tes yang mudah) dan hasil negatif pada faktor internal (kurangnya kemampuan). Seorang anak yang memiliki nilai ujian yang tinggi karena kemampuannya mencerminkan locus of control internal sedangkan anak yang

7 18 memiliki nilai ujian yang baik oleh karena gurunya memberikan instruksi dengan baik mencerminkan locus of control eksternal. Dalam dimensi ini diperkirakan bahwa atribusi internal untuk peristiwaperistiwa yang buruk akan berhubungan dengan hilangnya harga diri berikutnya. 2. Globalitas: peristiwa yang terjadi dapat dikaitkan untuk menjadi sangat spesifik (hanya berlaku untuk satu atau beberapa situasi) atau menjadi global (mempunyai efek yang luas pada kehidupan individu). Jika anak mempersepsikan hasil buruk sebagai lebih global, ia akan mengharapkan peristiwa negatif terjadi lebih sering selama beberapa bidang hidupnya. Menghubungkan peristiwa buruk dengan faktor global akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan beradaptasi, sedangkan menghubungkan peristiwa untuk penyebab yang lebih spesifik akan menyebabkan kemampuan adaptasi yang rendah bisa dikurangi. 3. Stabilitas: peristiwa yang terjadi dapat dipersepsikan sebagai stabil (permanen) atau tidak stabil (sementara). Jika kegagalan seorang anak dipandang sebagai penyebab yang stabil (kemampuan), mereka lebih cenderung menjadi tidak berdaya. Seorang anak yang melihat hasil buruk sebagai stabil akan juga

8 19 berharap hasil buruk akan terulang lagi di masa depan. Dalam dimensi ini diperkirakan bahwa atribusi stabil menyebabkan berkurangnya adaptasi yang kronis akibat peristiwa buruk yang tidak terkendali. B. Jenis Kelas Setiap siswa mempunyai bakat dan minatnya masingmasing, untuk itu maka mereka perlu ditempatkan pada kelas yang tepat. Oleh karena itu dikenal adanya pengelompokan jenis kelas dalam dunia pendidikan. Tujuannya adalah untuk membantu para siswa agar mampu mengembangkan potensi belajarnya berdasarkan bakat dan minat yang dimilikinya (Munandar, 2004). Ada beberapa jenis kelas, diantaranya kelas umum atau lebih dikenal dengan sebutan kelas reguler dan kelas unggulan (Hisyam & Suyata, 2000). Berikut uraian dari kedua jenis kelas tersebut. 1) Kelas Reguler a. Pengertian Kelas Reguler Kelas reguler adalah kelas yang berisi siswa yang memiliki kemampuan rata-rata, dan tidak memperoleh pelayanan secara khusus. Pelayanan yang diperoleh sama dengan siswa yang lain, dan tidak ada penambahan rentang waktu belajar, siswa masuk diseleksi berdasarkan standart yang sudah ada, tanpa ada seleksi khusus (Fauziah, 2009). Selain itu,

9 20 kelas reguler adalah suatu kelas yang memiliki program pendidikan nasional yang penyelenggaraan pendidikannya bersifat missal yaitu beorientasi pada kualitas/ jumlah untuk dapat melayani sebanyakbanyaknya siswa usia sekolah (Latifah, dalam Hawadi 2004). Sebagai pendidikan nasional, kelas regular dirancang, dilaksanakan dan dikembangkan untuk ikut berusaha mencapai tujuan nasional. Seperti yang diungkapkan oleh Mudyahardjo (2002) bahwa kelas regular merupakan keseluruhan dari satuan-satuan pendidikan yang direncanakan, dilaksanakan dan dikendalikan yang bertujuan untuk menunjang tercapainya tujuan nasional. Selain itu, di dalam satuan dan kegiatan pendidikan diselenggarakan oleh masyarakat, pihak sekolah memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan sesuai ciri atau kekhususan masing-masing sekolah sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi bangsa dan negara. Selanjutnya Hawadi (2004) menyatakan bahwa biaya yang dihabiskan pada kelas regular tidak sebesar kelas unggulan. Selain itu, siswa dalam kelas regular lebih heterogen, maksudnya mempunyai potensi, bakat dan IQ yang berbeda-beda pula.

10 21 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelas regular adalah kelas yang menyelenggarakan program pendidikan nasional yang penyelenggaraan pendidikannya bersifat masal dan lebih heterogen dalam hal potensi, bakat dan IQ serta biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah. b. Tujuan Kelas Reguler Tujuan pendidikan kelas regular sama dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Lebih lanjut dalam Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tersebut, dijelaskan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standart nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sedangkan kurikulum tersebut disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:

11 22 1) Peningkatan iman dan taqwa 2) Peningkatan akhlak mulia 3) Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik 4) Keragaman potensi daerah dan lingkungan 5) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional 6) Tuntutan dunia kerja 7) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni 8) Agama 9) Dinamika perkembangan global dan 10) Persatuan nasional dan nilai- nilai kebangsaan c. Karakteristik Kelas Reguler Mudyahardji (2002) menjelaskan bahwa ada beberapa karakteristik dalam kelas regular ini meliputi : 1) Rentan Waktu Belajar Waktu belajar berlangsung selama kurang lebih 7 jam dalam sehari. 2) Lingkungan Pendidikan Pendidikan dalam kelas regular ini berlangsung dalam lingkungan pendidikan yang diciptakan untuk menyelenggarakan

12 23 pendidikan secara teknis pendidikan ini berlangsung di kelas/ruangan. 3) Bentuk Kegiatan Isi pendidikan berlangsung tersusun secara terprogram dalam bentuk kurikulum. Kegiatan pendidikan lebih berorientasi pada kegiatan guru sehingga guru mempunyai peranan yang sentral. Kegiatan pendidikan terjadwal, tertentu waktu dan tempat. 4) Bentuk Pengajaran Dalam kelas regular ini, menggunakan bentuk pengajaran klasikal atau group-oriented instruction yaitu menganggap semua siswa sama-sama memperoleh pengajaran yang sama dan perbedaan yang ada di antara mereka dianggap tidak penting. 5) Tujuan Tujuan pendidikan kelas regular ini ditentukan oleh pihak luar. Tujuan pendidikannya terbatas pada pengembangan kemampuan dan minat tertentu, dengan harapan untuk mempersiapkan siswa di masa akan datang. Namun dalam pelaksanaannya, kelas regular ini seringkali mengalami hambatan sebab tidak terpenuhinya semua kebutuhan siswa dan tidak

13 24 terakomodasinya kebutuhan serta minat siswa. Selain itu, pengajaran klasikal menjadi siswa yng relatif mempunyai nalar yang cepat dibanding temannya tidak terlayani secara baik, sehingga potensi yang dimilikinya tidak dapat berkembang secara optimal. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membuat program kelas unggulan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 2) Kelas Unggulan a. Pengertian Kelas Unggulan Silalahi (2006) menyatakan bahwa kelas unggulan adalah kelas yang menyediakan program pelayanan khusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan bakat dan kreativitas yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pengertian lainnya dikemukakan oleh Direktorat Pendidikan Dasar (Supriyono, 2009) bahwa kelas unggulan adalah sejumlah anak didik yang karena prestasinya menonjol dikelompokkan di dalam satu kelas tertentu kemudian diberi program pengajaran

14 25 yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan dan adanya tambahan materi pada mata pelajaran tertentu. Selanjutnya menurut Suhartono dan Ngadirun (2009), kelas unggulan adalah kelas yang dirancang untuk memberikan pelayanan belajar yang memadai bagi siswa yang benar-benar mempunyai kemampuan yang luar biasa. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelas unggulan adalah kelas yang dirancang untuk sejumlah siswa yang memiliki kemampuan, bakat, kreativitas dan prestasi yang menonjol dibandingkan dengan siswa lainnya kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan dan adanya tambahan materi pada mata pelajaran tertentu. b. Dasar Konseptual Kelas Unggulan Dasar penyelenggaraan kelas unggulan menurut Ward (dalam Hamalik, 2002) pada dasarnya diperuntukkan bagi anak-anak yang berbakat, dengan alasan: 1) Persepsi demokrasi menghendaki pemberian kesempatan yang luas bagi anak dan pemuda berbakat dengan potensinya yang melebihi anak-

15 26 anak normal agar dia dapat berkembang lebih baik. 2) Keberhasilan pendidikan bagi anak-anak dan pemuda yang berbakat memberikan peluang yang lebih besar kepada mereka untuk memberikan dukungan dan sumbangan terhadap masyarakat. 3) Selama ini sistem pendidikan di sekolah-sekolah kurang memperhatikan pendidikan bagi anakanak yang berbakat ini. Ketidak pedulian ini dianggap sebagai kegagalan dalam pendidikan. Selanjutnya menurut Munandar (1999), dasar diselenggarakannya kelas unggulan adalah sebuah keyakinan bahwa sebuah pembelajaran kepada siswa akan lebih baik jika tingkat dan kecepatan kurikulum disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan anak. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dasar diselenggarakannya kelas unggulan adalah adanya perbedaan kemampuan dari setiap individu siswa memerlukan perlakuan yang berbeda juga, bagi siswa yang memiliki bakat yang menonjol tentunya diperlukan kelas khusus bagi mereka agar kemampuan yang dimilikinya dapat tersalurkan dengan baik dan tidak terhambat oleh kelemahan kemampuan oleh siswa yang lainnya.

16 27 c. Tujuan Kelas Unggulan Menurut Silalahi (2006), tujuan penyelenggaraan kelas unggulan diantaranya: 1) Mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan. 2) Menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. 3) Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan tenaga pendidik. 4) Mengembangkan potensi yang dimiliki sekolah. 5) Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi persaingan di dunia pendidikan dengan menciptakan keunggulan kompetitif. Wilardjo (2011) mengungkapkan tujuan pelaksanaan kelas unggulan adalah memberi kesempatan kepada siswa yang memiliki kecerdasan di atas normal untuk mendapat pelayanan khusus, sehingga mempercepat pengembangan bakat dan minat yang dimilikinya. Sementara itu, menurut Sagala (2003) bahwa tujuan diselenggarakannya kelas khusus bagi siswa yang memiliki kemampuan yang menonjol adalah: 1) Pemberian perlakuan yang berbeda dari setiap siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda.

17 28 2) Ada kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. 3) Menimbulkan perasaan bebas dalam belajar sehingga terjadi hubungan yang harmonis antara guru dengan siswa dalam belajar. Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan tujuan dari penyelenggaraan kelas unggulan adalah: 1) Dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan. 2) Menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. 3) Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan tenaga pendidik. 4) Mengembangkan potensi yang dimiliki siswa. 5) Menimbulkan perasaan bebas dalam belajar. d. Karakteristik Kelas Unggulan Berdasarkan petunjuk penyelenggaraan program kelas unggulan yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang ditulis kembali oleh Suhartono dan Ngadirun (2009), kelas unggulan harus memiliki karakteristik sebagai berikut:

18 29 1) Masukan diseleksi secara ketat dengan menggunakan kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan. 2) Sarana dan prasarana menunjang untuk pemenuhan kebutuhan belajar dan penyaluran minat dan bakat siswa. 3) Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan yang nyata. 4) Memiliki kepala sekolah dan tenaga kependidikan yang unggul, baik dari segi penguasaan materi pelajaran, metode mengajar, maupun komiten dalam melaksanakan tugas. 5) Kurikulum yang diperkaya, yakni melakukan pengembangan dan improvisasi kurikulum secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar. 6) Rentang waktu belajar di sekolah yang lebih panjang dibandingkan kelas lain dan tersedianya asrama yang memadai. 7) Proses pembelajaran yang berkualitas dan hasilnya selalu dapat dipertanggungjawabkan kepada siswa, lembaga, maupun masyarakat. 8) Adanya perlakuan tambahan di luar kurikulum, program pengayaan dan perluasan, pengajaran remedial, pelayanan bimbingan dan konseling

19 30 yang berkualitas, pembinaan kreativitas, dan disiplin, sistem asrama, serta kegiatan ekstrakurikuler lainnya. 9) Pembinaan kemampuan kepemimpinan yang menyatu dalam keseluruhan sistem pembinaan siswa melalui praktik langsung dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa yang agak berbeda Supriyono (2004), merincikan karakteristik kelas unggulan adalah: 1) Masukan atau raw input adalah peserta didik yang diseleksi secara baik dengan menggunakan kriteria dan prosedur yang dapat dipertanggungjwabakan yang mampu membedakan antara anak yang memiliki potensi kecerdasan yang tinggi atau memiliki bakat yang istimewa dengan anak yang hanya memiliki kecerdasan normal. Kriteria yang biasa digunakan adalah hasil belajar dan hasil psikotest. 2) Sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi belajar peserta didik, baik dalam kegiatan intra maupun ekstrakurikuler. 3) Lingkungan belajar yang menunjang untuk berkembangnya potensi keunggulan, baik lingkungan fisik maupun sosial psikologis.

20 31 4) Guru dan tenaga kependidikan yang unggul dari penguasaan materi pelajaran, penguasaan metode mengajar dan komitmen dalam melaksanakan tugas. 5) Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional yang diperkaya, dengan tetap berpegang pada kurikulum nasional yang baku, dilakukan pengayaan yang optimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan dan motivasi belajar yang tinggi. 6) Jumlah jam waktu belajar di sekolah yang lebih lama dibandingkan kelas lain pada umumnya. 7) Proses belajar mengajar yang bermutu dan hasilnya selalu dapat dipertanggungjawabkan kepada peserta didik, lembaga maupun masyarakat. 8) Pembinaan kemampuan kepemimpinan yang menyatu dalam keseluruhan sistem pembinaan siswa melalui praktik langsung dalam kehidupan sehari-hari. Secara lebih detail, Silalahi (2006) memberikan acuan tentang karakteristik kelas unggulan sebagai berikut:

21 32 1) Unggul Potensi siswa Unggul potensi siswa maksudnya ialah siswa yang tergabung dalam kelas unggulan memiliki kapasitas sangat baik sehingga dengan suntikan sedikit saja mereka langsung termotivasi untuk belajar mandiri, sesuai dengan potensi unggulannya. Potensi siswa bisa dilihat dari berbagai dimensi. Perspektif paling poluler dewasa ini adalah faktor kecerdasan. Ada beberapa kategori kecerdasan yang lazim dikemukakan untuk kepentingan pembelajaran: a) Kecerdasan verbal linguistik (word smart) adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif. b) Kecerdasan logis matematis (number smart), melibatkan ketrampilan mengolah angka atau kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. c) Kecerdasan spasial (picture smart) adalah kecerdasan gambar dan visualisasi. d) Kecerdasan kinestetik jasmani (body smart) adalah kecerdasan seluruh tubuh (atlet, penari, seniman pantonim dan juga kecerdesan tangan (montir, penjahit, tukang kayu, ahli bedah dan lain-lain).

22 33 e) Kecerdasan musical (music smart) melibatkan kemampuan menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, mempunyai kepekaan akan irama atau sekedar menikmati musik. f) Kecerdasan antar pribadi (people smart), melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain. g) Kecerdasan intrapribadi (self smart) adalah kecerdasan memahami diri sendiri, mengetahui siapa diri sendiri. h) Kecerdasan naturalis (nature smart) melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita, burung, bunga, pohon, hewan dan fauna serta flora lain. Proses menentukan siswa kelas unggulan melalui: seleksi administratif, seleksi potensi kecerdasan siswa, deskripsi hasil seleksi potensi, penentuan siswa kelas unggul menyusun standar aktivitas siswa unggulan, orientasi siswa kelas unggul, pelaksanaan kelas unggul. 2) Unggul Kompetensi Guru Unggul kompetensi guru maksudnya ialah bahwa guru yang mengajar di kelas unggulan pribadi dengan memiliki alat pendidikan, kewibawaan, kasih sayang yang tulus, keteladanan,

23 34 penguatan ketegasan yang mendidik, serta menguasai secara teknis alat-alat pembelajaran seperti, kurikulum, teknologi pendidikan, alat bantu pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan peni-laian hasil pembelajaran. Keunggulan kepribadian guru terletak pada terdapat tidaknya alat pendidikan dalam karakternya. Sifat-sifat guru dengan alat pendidikan ini memantapkan dirinya sebagai pendidik. Alat pendidikan ini sangat mendukung keberhasil-annya mewujudkan kompetensi menguasai alat pembelajaran. Penguasaan pembelajaran tanpa alat pendidikan mengakibatkan pembelajaran tidak efektif membangun karakter positif maupun motivasi belajar siswa. 3) Unggul Program Pembelajaran Unggul program pembelajaran maksudnya ialah rancangan pembelajaran efektif mewujudkan hasil belajar prima sesuai dengan tujuan kelas unggulan. 4) Unggul Sarana Prasarana Unggul saran dan prasarana maksudnya ialah tersedianya sarana dan prasarana yang memadai serta pemanfaatannya dengan baik untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Penyediaan sarana prasaran dilakukan secara kontinu sesuai

24 35 dengan perkembangan teknologi informasi. Tersedia ruangan perpustakaan, ruang baca yang memadai, ruang diskusi, ruang multimedia, laboratorium sesuai kebutuhan, serta sarana prasarana lain yang dibutuhkan untuk kegiatan pembelajaran, seni dan olah raga. 5) Unggul Kemitraan Unggul kemitraan maksudnya ialah sekolah, masyarakat, komite sekolah, maupun pemerintah memiliki visi dan semangat yang sama untuk membangun pendidikan bermutu di sekolah. 6) Unggul Dukungan Dana Unggul dukungan dana maksudnya ialah tersedianya dana serta penggunaan yang relevan untuk kepentingan dukungan kegiatan dan tujuan kelas unggulan. Dari beberapa pendapat tentang karakteristik kelas unggulan di atas, dapat disimpulkan karakteristik kelas unggulan adalah: 1) Siswa di dalam kelas merupakan siswa terpilih hasil seleksi. 2) Kelas memiliki fasilitas yang menunjang untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa. 3) Kelas memiliki kondisi yang kondusif bagi siswa dalam belajar.

25 36 4) Kepala sekolah di kelas unggulan merupakan kepala sekolah yang profesional. 5) Guru yang mengajar memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas mengajar. 6) Kurikulum kelas unggulan dikembangkan untuk menunjang belajar siswa. 7) Kelas unggulan memiliki rentang waktu belajar yang lebih panjang. 8) Dalam kelas unggulan, proses pembelajaran memiliki kualitas yang tinggi. 9) Kelas unggulan mendapatkan dukungan dari orang tua siswa. 10) Kelas unggulan ditunjang dengan pendanaan yang memadai. 11) Siswa diberikan perlakuan tambahan di luar jam belajar. 12) Siswa diberikan pembinaan kemampuan kepemimpinan. 13) Siswa diberikan evaluasi untuk mengukur hasil belajar.

26 37 C. Siswa Yang Memiliki Prestasi Akademik Rendah 1. Pengertian Siswa Yang Memiliki Prestasi Akademik Rendah Winkel (1996) memberikan definisi prestasi belajar yaitu suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Sedangkan menurut Nasution (1996), prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Menurut Gunarso (1993), prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar, usaha belajar tersebut kemudian akan menunjukkan hasil belajar bisa tinggi bisa rendah. Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur rmenggunakan instrumen test yang relevan (Djuwariyah, 2008). Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode teretentu. Menurut Kismawati (2012), prestasi belajar dikatakan sempurna atau tinggi apabila memenuhi tiga aspek yaitu: kognitif,

27 38 afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan memiliki prestasi akademik rendah jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tesebut. Sementara itu menurut Akbar (1998), prestasi belajar dikatakan rendah adalah bila seseorang memiliki peringkat 10 terbawah dari siswa satu kelas. Prestasi belajar dapat diukur melalui tes prestasi belajar. Menurut Anwar (2005), tes prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar. Tes pretasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap performasi maksimal subyek dalam menguasai bahanbahan materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal tes prestai belajar dapat berbentuk ulangan harian, tes formatif, tes sumatif ataupun UAN. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar yang rendah tersebut merupakan keberhasilan minimal yang telah dicapai oleh siswa. Seorang siswa akan mendapatkan hasil prestasi akademik rendah apabila siswa tersebut tidak melaksanakan usaha belajar yang sebaik mungkin. Hal tersebut ditandai dengan masuknya siswa tersebut pada peringkat 10 terbawah dari siswa satu kelas.

28 39 2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Siswa Memiliki Prestasi Akademik Rendah Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa memiliki prestasi akademik yang rendah. Faktor-faktor itu antara lain (Suharnini dan Purwandari, 1999): a. Kondisi fisik Kondisi fisik siswa yang tidak menunjang dalam mencapai prestasi belajar, seperti gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguan persepsi, penyakit dan mal-nutrisi. b. Kondisi lingkungan Kondisi lingkungan yang tidak menunjang anak belajar, antara lain keadaan keluarga, masyarakat dan keadaan serta pengajaran di sekolah yang tidak memadai. Kurangnya perhatian dan kurangnya waktu belajar, kondisi lingkungan yang kurang sehat juga merupakan faktor yang dapat menyebabkan siswa mempunyai prestasi belajar yang rendah. c. Kondisi psikologis Kondisi psikologis yang berhubungan dengan tinggi rendahnya prestasi belajar pada prinsipnya dapat digolongkan menjadi 3 aspek, yaitu aspek kognitif (misalnya inteligensi), aspek afektif (misalnya perasaan dan emosi) dan aspek psikomotor (misalnya kesiapan diri, aktivitas dan tindakan yang dilakukan).

29 40 D. Learned Helplessness Siswa Yang Memiliki Prestasi Akademik Terendah Di Kelas Reguler Dan Kelas Unggulan Sekolah sebagai lembaga pendidikan (formal) berusaha memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas bagi siswanya. Dengan melakukan pengelompokan beberapa jenis kelas di dunia pendidikan, maka akan membantu siswa dalam mengembangkan potensi belajarnya berdasarkan bakat dan minat yang dimilikinya (Munandar, 2004). Ada beberapa jenis kelas di dunia pendidikan, diantaranya kelas umum atau lebih dikenal dengan sebutan kelas reguler dan kelas unggulan (Hisyam & Suyata, 2000). Dengan pengelompokan kelas ini diharapkan setiap proses pembelajaran dapat berhasil secara optimal, yaitu ditandai dengan hasil belajar yang tinggi (Surakhmad, 2001). Kelas unggulan adalah kelas yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan siswa berdasarkan bakat dan kemampuannya, dengan harapan siswa dapat menyalurkan bakat dan kemampuannya dengan semaksimal mungkin dengan rentang waktu belajar yang lebih lama. Sebuah kelas unggulan berisikan siswa-siswa yang memiliki kemampuan yang luar biasa (Suhartono dan Ngadirun, 2009). Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional yang diperkaya, dengan tetap berpegang pada kurikulum nasional yang baku, dilakukan pengayaan yang

30 41 optimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan dan motivasi belajar yang tinggi (Supriyono, 2004). Sebuah kelas unggulan merupakan kelas yang berisi siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Siswa yang masuk pada kelas unggulan ini, sebelumnya merupakan siswa yang memang memiliki prestasi belajar atau hasil belajar yang tinggi. Siswa yang memiliki hasil belajar yang tinggi biasanya memiliki efikasi diri yang tinggi. Hal ini disebabkan karena efikasi diri akan berpengaruh pada motivasi akademik, belajar dan prestasi (Pajares dan Schunk, 2002). Selain itu efikasi diri berpengaruh pada cara bagaimana orang berpikir, merasakan, memotivasi diri mereka, dan bagaimana bertindak (Bandura, 1994). Mereka dengan efikasi diri yang tinggi akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi saat memperoleh keberhasilan dalam belajar. Mereka percaya bahwa hal itu disebabkan oleh kerasnya usaha dan kegigihan. Oleh karena itu, mereka akan memandang tugas yang sulit bukanlah ancaman melainkan sebuah tantangan dan mereka merasa mampu untuk melakukan tugas tersebut. Siswa yang masuk ke kelas unggulan akan bertemu dengan siswa yang sama-sama pintar atau memiliki prestasi belajar yang sama baiknya. Mengingat ada pemeringkatan prestasi di setiap kelas termasuk di kelas unggulan, maka

31 42 mereka bisa saja berada pada prestasi akademik terendah di dalam kelas, atau berada pada peringkat 10 terendah. Siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas unggulan ketika mengalami sebuah kegagalan, ia akan merespon kegagalan tersebut sebagai motivasi untuk lebih giat dalam belajar, tetap berpikir positif dan menghadapi kegagalan sebagai sebuah tantangan dan sebagai kesempatan (Sunawan, 2005). Hal ini dikarenakan ia memiliki efikasi diri yang tinggi. Dengan adanya efikasi diri yang tinggi tersebut selanjutnya akan mengarahkan siswa tersebut untuk mengatribusi keberhasilan atau kegagalan mereka dalam belajar, pada kurangnya usaha dan rendahnya kemampuan. Seorang siswa dengan efikasi diri yang tinggi cenderung untuk percaya akan kemampuan yang ia miliki dan itu tercermin melalui performa mereka dalam proses belajar (Sunawan, 2005). Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas unggulan cenderung memilki tingkat learned helplessness yang rendah. Deiner dan Dweck (dalam Slavin, 2006) menyatakan bahwa learned helplessness mempengaruhi aktivitas siswa dalam mempelajari sesuatu. Siswa yang berada pada kondisi learned helplessness yang rendah akan berusaha melakukan hal-hal dengan lebih baik. Mereka akan berusaha karena mereka memiliki persepsi bahwa usahanya tersebut kelak

32 43 akan mendatangkan kesuksesan di kemudian hari, kondisi seperti ini berpengaruh pada prestasi belajar selanjutnya. Hal berbeda dapat saja diperlihatkan pada kelas reguler yang berisi siswa yang memiliki kemampuan ratarata, dan tidak memperoleh pelayanan secara khusus. Pelayanan yang diperoleh sama dengan siswa yang lain, dan tidak ada penambahan rentang waktu belajar, siswa masuk diseleksi berdasarkan standar yang sudah ada, tanpa ada seleksi khusus (Fauziah, 2009). Dalam kelas reguler ini kegiatan pendidikan sudah terjadwal,tertentu waktu dan tempat, bentuk pengajaran yang digunakan adalah klasikal atau group-oriented instruction yaitu menganggap semua siswa sama-sama memperoleh pengajaran yang sama dan perbedaan yang ada diantara mereka dianggap tidak penting (Mudyahardji 2002). Siswa yang masuk ke kelas reguler merupakan siswa yang memiliki prestasi belajar rata-rata atau biasa saja, tidak berprestasi tinggi. Siswa yang memiliki hasil belajar yang biasa saja itu cenderung akan memiliki efikasi diri yang rendah. Seperti halnya di kelas unggulan, siswa yang masuk ke kelas reguler-pun akan bertemu dengan siswa yang samasama mempunyai prestasi belajar biasa saja atau tidak tinggi prestasi belajarnya. Mengingat ada pemeringkatan prestasi di setiap kelas termasuk di kelas reguler, maka mereka bisa saja berada pada prestasi akademik terendah di dalam kelas, atau

33 44 berada pada peringkat 10 terendah. Siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas reguler ketika mengalami sebuah kegagalan, ia akan merespon kegagalan tersebut dengan kurang atau tidak termotivasi untuk lebih giat dalam belajar (Sunawan, 2005). Hal ini dikarenakan ia memiliki efikasi diri yang rendah. Ia akan memiliki tingkat frustrasi dan frekwensi menyerah lebih tinggi (Marhaeni, 2008). Ini menunjukkkan bahwa siswa tersebut memiliki tingkat learned helplessness yang tinggi. Hal ini didukung dengan pendapat Elliot (2000) yang menyatakan bahwa learned helplessness menempatkan individu pada kondisi frustrasi dan mereka akan menyerah dengan begitu saja setelah kegagalan yang berulang. Setiap siswa baik kelas reguler maupun kelas unggulan mendapatkan perlakukan yang sama di dalam kelas namun prestasi belajar masing-masing siswa tidak akan pernah sama (Sudijono, 1996). Di dalam suatu kelas baik kelas reguler maupun kelas unggulan pasti ada siswa yang memiliki prestasi akademik terendah atau memiliki peringkat 10 terbawah di kelasnya. Rendahnya prestasi akademik yang telah diperoleh sebelumnya haruslah diperbaiki agar tidak terulang kembali di waktu mendatang. Namun terkadang tidak semua siswa yang telah gagal tersebut meresponnya dengan positif untuk dapat berhasil di kesempatan berikutnya. Ada diantara mereka yang mungkin saja

34 45 menyerah dan merasa bahwa apa yang dilakukan tidak akan membawa perubahan yang lebih baik. Perasaan menyerah dengan cepat yang disebabkan kegagalan yang dialami sebelumnya ini sering disebut dengan istilah learned helplessness (Marhaeni, 2007). Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka secara singkat dapat disimpulkan bahwa siswa yang berprestasi akademik terendah di kelas unggulan mempunyai kecenderungan learned heplessness yang lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang berprestasi akademik terendah di kelas reguler. E. Hipotesis Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dan kajian teori yang telah dijabarkan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis empirik penelitian sebagai berikut: Terdapat perbedaan tingkat learned helplessness siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas reguler dan kelas unggulan. Adapun hipotesa statistiknya adalah sebagai berikut: H a : Terdapat perbedaan yang signifikan learned helplessness siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas reguler dan kelas unggulan. H o : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan learned helplessness siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas reguler dan kelas unggulan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu usaha manusia untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang didapat dari lembaga formal maupun non formal (Kasan, 2005). Melalui pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel terikat : Learned Helplessness Variabel bebas : Status kelas: - Kelas Reguler - Kelas Unggulan B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus berkembang. Persaingan semakin ketat dan masyarakat dituntut untuk dapat bersaing dalam menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan negara untuk mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menentukan perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Secara eksplisit pendidikan karakter adalah amanat Undang-undang Nomor 23

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Perwujudan dari amanat itu, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini menimbulkan kompetensi di berbagai bidang baik ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan suatu bangsa erat hubungannya dengan masalah pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan martabat manusia yang memungkinkan potensi diri dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan martabat manusia yang memungkinkan potensi diri dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan suatu bangsa, karena kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan dan sumber

Lebih terperinci

Judul BAB I PENDAHULUAN

Judul BAB I PENDAHULUAN 1 Nama Judul : Ita Wulan Septina : Hubungan antara kepribadian dan lingkungan pergaulan dengan prestasi belajar siswa kelas II program Keahlian Pemesinan SMK Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2006/2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran untuk menunjang kelancaran jalannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting untuk mempersiapkan kesuksesan dimasa depan. Pendidikan bisa diraih dengan berbagai cara salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena yang terjadi secara makro dan secara mikro. Fenomena secara makro yaitu pertama terjadinya perubahan secara mendasar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa meraih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang keberhasilan siswa di kelas maupun di sekolah. Ini bertujuan agar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran cukup penting untuk mencetak masyarakat yang cerdas dan berwawasan yang luas. Sebagaimana dengan tujuan dan fungsi pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci sukses tidaknya suatu bangsa dalam pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menyiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menyiapkan manusia agar mampu mandiri, menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna untuk ikut serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan.

I. PENDAHULUAN. cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses dengan menggunakan berbagai macam metode pembelajaran, sehingga siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logis, kreatif serta mampu menggunakan nalarnya untuk memperoleh,

BAB I PENDAHULUAN. logis, kreatif serta mampu menggunakan nalarnya untuk memperoleh, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini menuntut sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global. Untuk itu diperlukan keterampilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, diantaranya bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, diantaranya bidang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari waktu kewaktu perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi semakin pesat. Arus globalisasi juga semakin hebat. Akibat dari fanomena ini muncul persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kemampuan bangsa dan martabat bangsa melalui potensi. siswa didiknya. Hal itu tercantum dalam Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kemampuan bangsa dan martabat bangsa melalui potensi. siswa didiknya. Hal itu tercantum dalam Undang-Undang Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional pada dasarnya mempunyai tujuan untuk mengembangkan kemampuan bangsa dan martabat bangsa melalui potensi siswa didiknya. Hal itu tercantum dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Gaya Belajar adalah cara atau pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia pendidikan, istilah gaya

Lebih terperinci

2014 PENGARUH LAYANAN ADMINISTRASI TERHADAP PEMIMPIN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA CIMAHI

2014 PENGARUH LAYANAN ADMINISTRASI TERHADAP PEMIMPIN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA CIMAHI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga Administrasi Sekolah/ Madrasah dalam hal ini menempati peran penting sebagai tenaga kependidikan dengan tugasnya yang bukan hanya sekedar membantu sekolah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pengembangan dan pembentukan manusia melalui tuntunan dan petunjuk yang tepat disepanjang kehidupan, melalui berbagai upaya yang berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kelas unggulan dalam arti secara umum merupakan kelas yang berisi anakanak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kelas unggulan dalam arti secara umum merupakan kelas yang berisi anakanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelas unggulan dalam arti secara umum merupakan kelas yang berisi anakanak yang memiliki bakat akademis atau kecerdasan diatas rata-rata, dilihat dari nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan memiliki tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi-potensi siswa dalam kegiatan pengajaran. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi-potensi siswa dalam kegiatan pengajaran. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Penelitian Penelitian ini melakukan kajian tentang perbedaan tingkat learned helplessness siswa yang memiliki prestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab. I, pasal 1:

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab. I, pasal 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan manusia karena dalam kehidupannya manusia senantiasa berada dalam proses belajar. Menurut Winkel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Dengan pendidikan seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat menjamin kelangsungan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. Pendidikan merupakan wahana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern. Pendidikan sangat penting dan menduduki posisi sentral

Lebih terperinci

K UNIVERSITAS SEBELAS MARET

K UNIVERSITAS SEBELAS MARET Korelasi antara konsep diri dan motivasi berprestasi dengan prestasi belajar ekonomi siswa kelas X SMA Negeri I Wonosari Gunungkidul Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 Anik Mukharomah K.7402003 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis bagi peningkatan sumber daya manusia adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. strategis bagi peningkatan sumber daya manusia adalah pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi tantangan peningkatan mutu sumber daya manusia pada masa yang akan datang, bangsa Indonesia telah berusaha meningkatkan mutu sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang sangat kuat kedudukannya dimana sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang sangat kuat kedudukannya dimana sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam suatu Negara, sumber daya manusia merupakan salah satu komponen yang sangat kuat kedudukannya dimana sumber daya manusia tersebut merupakan aset terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu tempat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk dapat mengembangkan potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah, I. PENDAHULUAN Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat sekarang ini, akan membawa dampak kemajuan dibidang kehidupan baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, bab II pasal 3, menyatakan pendidikan memiliki fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan Arus kemajuan zaman dan teknologi pada era globalisasi saat ini pendidikan selalu suatu hal yang tidak dapat dihindari. Sama halnya dalam mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Fungsi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS MELALUI PENERAPAN PENGAJARAN REMEDIAL. Rahmatiah SMP Negeri 33 Makassar Abstrak

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS MELALUI PENERAPAN PENGAJARAN REMEDIAL. Rahmatiah SMP Negeri 33 Makassar Abstrak MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS MELALUI PENERAPAN PENGAJARAN REMEDIAL Rahmatiah SMP Negeri 33 Makassar Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar bahasa Inggris melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah yang luas dan komplek, Indonesia harus bisa menentukan prioritas atau pilihan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar. Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting guna membangun manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maka dibutuhklan kesadaran dalam diri kita masing-masing untuk bertekat

BAB I PENDAHULUAN. Maka dibutuhklan kesadaran dalam diri kita masing-masing untuk bertekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting di dalam perkembangan bangsa dan negara. Karena pendidikan merupakan tolak ukur maju atau tidaknya suatu bangsa serta perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 pasal 1.1, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat indonesia. Pembangunan yang dimaksud disini adalah pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waktu. Seperti tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. waktu. Seperti tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia di bidang pendidikan dewasa ini dapat dilihat dari peningkatan sistem pelaksanaan pendidikan yang diusahakan dari waktu ke waktu. Seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan dunia dibidang ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan dalam menyerap ilmu dalam jumlah yang banyak.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan dalam menyerap ilmu dalam jumlah yang banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan suatu proses kegiatan yang dapat mendatangkan perubahan di dalam diri manusia. Perubahan tersebut nampak dalam bentuk peningkatan pengetahuan, pemahaman

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber daya yang lebih berkualitas.

Lebih terperinci

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 berisi rumusan tujuan pendidikan yang kaya dengan dimensi moralitas, sebagaimana disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan suatu bangsa erat hubungannya dengan masalah pendidikan. Pendidikan adalah suatu proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi manusia seutuhnya baik secara jasmani maupun rohani seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi manusia seutuhnya baik secara jasmani maupun rohani seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional mengamanatkan negara menjamin hak dasar setiap warga negara terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan serta pengembangan diri dan memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Karena keberhasilan pendidikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Karena keberhasilan pendidikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Karena keberhasilan pendidikan sebagai faktor penentu tercapainya tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya berupa ilmu pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu menghadapi problematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan menurut bentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan menurut bentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap

Lebih terperinci

UPAYA MAHASISWA, DOSEN DAN PIHAK UNIVERSITAS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTERISTIK MAHASISWA YANG IDEAL. Oleh : Annisa Ratna Sari, S. Pd

UPAYA MAHASISWA, DOSEN DAN PIHAK UNIVERSITAS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTERISTIK MAHASISWA YANG IDEAL. Oleh : Annisa Ratna Sari, S. Pd UPAYA MAHASISWA, DOSEN DAN PIHAK UNIVERSITAS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTERISTIK MAHASISWA YANG IDEAL Oleh : Annisa Ratna Sari, S. Pd PENDAHULUAN Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas hal tersebut dapat tercapai apabila peserta didik dapat. manusia indonesia seutuhnya melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas hal tersebut dapat tercapai apabila peserta didik dapat. manusia indonesia seutuhnya melalui proses pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa meraih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Identifikasi Masalah 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan abad 21 semua organisasi dituntut untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indri Murniawaty, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indri Murniawaty, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan segala usaha yang dilaksanakan dengan sadar dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diperolehnya seorang warga negara dapat mengabdikan diri

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diperolehnya seorang warga negara dapat mengabdikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah faktor yang sangat mempengaruhi tingkah laku dan kehidupan manusia, karena pendidikan adalah investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Starata 1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Starata 1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. PENGARUH PENGALAMAN MENGAJAR DAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA BIDANG STUDI IPS EKONOMI KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 JATIROTO TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen yang sangat penting untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Penguasaan teori pengetahuan tentang kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan hidup individu. Hal tersebut diungkapkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Rupublik

Lebih terperinci

139 Dwi Lestari Yuniawati, 2013 Manajemen Sekolah Berbasis Program Akselerasi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

139 Dwi Lestari Yuniawati, 2013 Manajemen Sekolah Berbasis Program Akselerasi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Data yang berkaitan dengan fokus penelitian yang diperoleh dari lapangan telah dianalisis serta temuan-temuan yang dihasilkan dari penelitian juga telah dibahas dan dipaparkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered), menjadi berpusat pada siswa (student centered),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional BAB II Pasal 3 telah

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional BAB II Pasal 3 telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi kehidupan manusia, khususnya bangsa Indonesia. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia tengah menghadapi suatu masa dimana terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia tengah menghadapi suatu masa dimana terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia tengah menghadapi suatu masa dimana terjadinya transformasi struktur ekonomi nasional dari struktur ekonomi agraris ke arah struktur ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses yang dapat mengubah obyeknya. Pendidikan nasional harus dapat mempertebal iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar,

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan Sistim Pendidikan Nasional Tahun 2003 pada pasal 3 yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 (dalam Triana, 2015) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. pada Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 (dalam Triana, 2015) menyatakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan diadakan untuk mengembangkan kemampuan setiap individu yang terlibat di dalamnya agar menjadi manusia yang berkembang dan bertanggung jawab dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi kemajuan suatu bangsa. Pendidikan dapat meningkatkan kualitas dan kredibelitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap dan keterampilan peserta didik. Pelaksanaannya bukanlah usaha mudah

BAB I PENDAHULUAN. sikap dan keterampilan peserta didik. Pelaksanaannya bukanlah usaha mudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dalam pengembangan pribadi, hasilnya dapat terwujud dalam perubahan tingkah laku, pengetahuan, sikap dan keterampilan

Lebih terperinci